Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemeliharaan (Maintenance)
2.1.1. Definisi Pemeliharaan (Maintenance)
Beberapa definisi pemeliharaan (maintenance) menurut para ahli:

Menurut Lindley R Higgis dan R. Keith Mobley, 2002. Pemeliharaan adalah


suatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan agar
peralatan selalu mmiliki kondisi yang sama dengan keadaan awalnya.

Menurut M. S Sehwarat dan J. S Narang, 2001. Maintenance adalah sebuah


pekerjaan

yang

dilakukan

secara

berurutan

untuk

menjaga

atau

memperbaiki fasilitas yang ada sehingga sesuai dengan standar fungsional


dan kualitas.

Menurut Patrick, 2001. Maintenance adalah suatu kegitan untuk memelihara


dan menjaga fasilitas yang ada serta memperbaiki, melakukan penyesuaian
atau penggantian yang diperlukan untuk mendapatka kondisi operasi
produksi agar sesuai dengan perencanaan yang ada.

Menuru Assauri, 2008. Maintenance merupakan kegiatan untuk memelihara


atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dengan mengadakan perbaikan
atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan supaya tercipta suatu

keadaa operasional produksi yang memuaskan sesuai denang apa yang telah
direncanakan.
Secara umum, maintenance dapat didefinisikan sebagai serangkaian
aktivitas yang perlu untuk mempertahankan atau menjaga suatu alat/fasilitas agar
tetap berada pada kondisi yang optimal saat pemakaian sedang berlangsung.
Aktivitas pemeliharaan dalam perusahaan sangat diperlukan, karena setiap
peralatan mempunyai umur pengoperasian dimana suatu saat dapat mengalami
kerusakan. Dimana kerusakan tersebut tidak dapat diketahui secara pasti.
Suatu kalimat yang perlu diketahui oleh orang pemeliharaan dan bagian
lainnya bagi suatu pabrik adalah pemeliharaan (maintenance) murah sedangkan
perbaikan (repair) mahal. (Setiawan F. D, 2008)
2.1.2.

Tujuan Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas mesin tentu memiliki

beberapa tujuan. Tujuan umum perawatan dapat didefinisikan sebagai berikut:


(Terry Wireman, 2005)
1. Memaksimalkan produksi pada biaya yang rendah dan kualitas yang tinggi
dalam standar keselamatan yang optimum.
2. Mengidentifikasi dan mengimplementasikan pengurangan biaya.
3. Memberikan laporan yang akurat tentang pemeliharaan peralatan.
4. Mengumpulkan informasi yang penting tentang biaya pemeliharaan.
5. Mengoptimalkan usia sumber daya pemeliharaan.
6. Mengoptimalkan usia peralatan.

7. Meminimalkan penggunaan energi.


8. Meminimalkan persediaan.
Sedangkan tujuan utama dilakukannya pemeliharaan menurut Patrick,
2001. Antara lain:
1. Mempertahankan kemampuan alat atau fasilitas produksi guna memenuhi
kebutuhan yang sesuai dengan target serta rencana produksi.
2. Mengurangi pemakaian dan penyimpangan diluar batas dan menjaga modal
yang diinvestasikan dalam perusahaan selama jangka waktu yang ditentukan
sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan.
3. Memperhatikan dan menghindari kegiatan-kegiatan operasi mesin serta
peralatan yang dapat membahayakan kegiatan kerja.
4. Mencapai tingkat biaya serendah mungkin, dengan melaksanakan kegiatan
maintenance secara efektif dan efisien untuk keseluruhannya.
5. Mengadakan suatu kerjasama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya
dari suatu perusahaan, dalam rangka untuk mencapai tujuan utama
perusahaan yaitu tingkat keuntungan atau return of investment yang sebaik
mungkin dan total biaya yang serendah mungkin.
2.1.3.

Jenis Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan pada suatu pabrik dapat dibedakan

atas dua jenis, yaitu Preventive Maintenance dan Corrective Maintenance. (Heizer
dan Render, 2001).

10

2.1.3.1 Preventive Maintenance


Preventive Maintenance adalah sebuah perencanan yang memerlukan
inspeksi rutin, pemeliharaan dan menjaga agar fasilitas dalam keadaan baik
sehingga tidak terjadi kerusakan dimasa yang akan datang. (Heizer dan Render,
2001)
Dalam prakteknya, preventive maintenance yang dilakukan oleh suatu
pabrik dapat dibedakan menjadi routine maintenance dan periodic maintenance.
Routine Maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari, sedangkan periodic maintenance
adalah kegiatan pemeliharaan dan erawatan yang dilakukan secara periodic atau
dalam jangka waktu tertentu, misalnya satu minggu sekali, setiap bulan sekali,
ataupun setiap tahun sekali. Selain itu kegiatan periodic maintenance dapat juga
dilakukan berdasarkan lamanya jam kerja mesin sebagai jadwal kegiatan,
misalnya seratus jam sekali, dan seterusnya. Kegiatan periodic maintenance ini
jauh lebih berat dari routine maintenance. (Assauri, 2004)
Ruang lingkup pekerjaan preventive termasuk: inspeksi, perbaikan kecil,
pelumasan dan penyetelan, sehingga peralatan atau mesin-mesin selama
beroperasi terhindar dari kerusakan. Ada 7 elemen dari pemeliharaan pencegahan
(preventive maintenance) yaitu: (Dhillon B. S, 2006)
1) Inspeksi
Memeriksa secara berkala (periodic) bagian-bagian tertentu untuk dapat
dipakai dengan membandingkan fisiknya, mesin, listrik, dan karakteristik
lain untuk standar yang pasti.
2) Kalibrasi

11

Mendeteksi dan menyesuaikan setiap perbedaan dalam akurasi untuk


material atau parameter perbandingan untuk standar yang pasti.
3) Pengujian
Pengujian secara berkala (periodic) untuk dapat menentukan pemakaian dan
mendeteksi kerusakan mesin dan listrik.
4) Penyesuaian
Membuat penyesuaian secara periodic untuk unsur variabel tertentu untuk
mencapai kinerja yang optimal.
5) Servicing
Pelumasan secara periodik, pengisian, pembersihan, dan seterusnya, bahan
atau barang untuk mencegah terjadinya dari kegagalan baru jadi.
6) Instalasi
Mengganti secara berkala batas pemakaian barang atau siklus waktu
pemakaian atau memakai untuk mempertahankan tingkat toleransi yang
ditentukan.
7) Alignment
Membuat perubahan salah satu barang yang ditentukan elemen variabel
untuk mencapai kinerja yang optimal.
2.1.3.2 Breakdown Maintenance

12

Corrective Maintenance adalah pemeliharaan ulang yang terjadi akibat


peralatan yang rusak dan harus segera diperbaiki karena keadaan darurat atau
karena merupakan sebuah prioritas utama (Heizer dan Render, 2001).
Pemeliharaan korektif (Breakdown Maintenance). Perawatan yang
dilaksanakan karena adanya hasil produk (setengah jadi maupun barang jadi) tidak
sesuai dengan rencana, baik mutu, biaya, maupun ketetapan waktunya
(Prawirosentono, 2001).
Corrective Maintenance jauh lebih murah biayanya dibandingkan dengan
mengadakan Preventive Maintenance. Hal ini karena pemeliharaan korektif
(Breakdown Maintenance) dilakukan apabila terjadi kerusakan pada fasilitas
ataupun peralatan produksi. Tetapi apabila kerusakan terjadi pada fasilitas atau
peralatan selama proses produksi berlangsung, maka akibat dari kebijaksanaan
pencegahan (Preventive Maintenance). Sehingga dalam hal ini perusahaan perlu
mempertimbangkan tentang kebijakan yang dilakukan dalam perawatan fasilitas
atau peralatannya sehingga efisiensi dalam perawatan dapat terpenuhi.
2.2. Total Productive Maintenance (TPM)
Menurut Siiichi Nakajima (1988) mendefinisikan Total Productive
Maintenance (TPM) sebagai suatu pendekatan yang inovatif dalam maintenance
dengan cara mengoptimasi keefektifan peralatan serta mengurangi/menghilangkan
kerusakan mendadak (breakdown) dengan melakukan identifikasi terlebih dahulu.
Dengan kata lain Total Productive Maintenance sering didefenisikan sebagai
productive maintenance yang dilaksanakan oleh seluruh pegawai, didasarkan pada
prinsip bahwa peningkatan kemampuan peralatan harus melibatkan setiap orang
dalam organisasi, dari lapisan bawah sampai manajemen puncak.

13

Kata total dalam Total Productive Maintenance mempunyai tiga pengertian


yang dikaitkan pada tiga hal penting dari TPM:
a. Total Effectiveness, menunjukkan bahwa TPM bertujuan untuk efisiensi
ekonomi, efektifitas dari peralatan/mesin secara keseluruhan dan
mencapai keuntungan.
b. Total Participation, semua orang ikut terlibat, bertanggung jawab dan
menjaga semua fasilitas yang ada dalam pelaksanaan TPM (dari
operator sampai top management)
c. Total Maintenance System, pelaksanaan perawatan dan peningkatan
efektifitas dari fasilitas dan kesatuan operasi produksi, meliputi
maintenance prevention, maintainability improvement, dan preventive
maintenance.
2.2.1.

Keuntungan Implementasi Total Productive Maintenance

(TPM)
Keuntungan-keuntungan

yang

mungkin

diperoleh

perusahaan

yang

menerapkan TPM bisa secara langsung maupun tidak langsung. Keuntungan


secara langsung yang mungkin diperoleh adalah:
a. Mencapai OPE (Overall Plant Efficiency) minimum 80%
b. Mencapai OEE minimum 90%
c. Memperbaiki perlakuan, sehingga tidak ada lagi komplen dari
pelanggan
d. Mengurangi biaya manufaktur sebesar 30%

14

e. Memenuhi pesanan konsumen sebesar 100% (mengirimkan kuantitas


yang tepat pada waktu yang tepat dengan kualitas yang disyaratkan
pelanggan)
f. Mengurangi kecelakaan kerja
g. Mengikuti ukuran control polusi
Sedangkan keuntungan yang didapat secara tidak langsung adalah:
a. Tingkat keyakinan tinggi antara karyawan
b. Menjaga tempat kerja bersih, rapi, dan menarik
c. Perubahan perilaku operator
d. Mencapai tujuan dengan bekerja sebagai tim
e. Penjabaran horizontal dari konsep baru di semua area organisasi
f. Membagi pengetahuan dan pengalaman
g. Pekerjaan memiliki rasa kepemilikan terhadap mesin
2.3. Overall Equipment Effectiveness
Total Productive Maintenance (TPM) merupakan ide orisinil dari
Nakajima (1988) yang menekankan pada pendayagunaan dan keterlibatan sumber
daya manusia dan sistem preventive maintenance untuk memaksimalkan
efektifitas peralatan dengan melibatkan semua departemen dan fungsional
organisasi. Total Productive Maintenance didasarkan pada tiga konsep yang saling
berhubungan, yaitu :
1. Memaksimasi efektifitas permesinan dan peralatan
2. Pemeliharaan secara mandiri oleh pekerja
3. Aktifitas group kecil

15

TPM memiliki dua tujuan yaitu tanpa interupsi kerusakan mesin (zero
breakdowns) dan tanpa kerusakan produk (zero defects). Dengan pengurangan
kedua hal tersebut diatas, tingkat penggunaan peralatan operasi akan meningkat,
biaya dan persediaan akan berkurang dan selanjutnya produktifitas karyawan juga
akan meningkat. Tentu saja dibutuhkan proses untuk mencapai hal tersebut
bahkan membutuhkan waktu yang menurut Nakajima berkisar tiga tahun
tergantung besarnya perusahaan. Sebagai langkah awal, perusahaan perlu untuk
menetapkan anggaran untuk perbaikan kondisi mesin, melatih karyawan mengenai
peralatan dan permesinan. Biaya actual tergantung pada kualitas awal peralatan
dan keahlian dari staff pemeliharaan. Begitu produktifitas meningkat tentu saja
semua biaya ini aka tertutupi dengan cepat.
Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan produk dari six big
losses pada mesin/peralatan. Keenam factor dalam six big losses dapat
dikelompokkan menjadi tiga komponen utama dalam OEE untuk dapat digunakan
dalam mengukur kinerja mesin/peralatan yakni, downtime loses, speed losses dan
defect losses seperti dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Tahap Perhitungan OEE

16

(Sumber : Nakajima, S., 1988)

OEE merupakan ukuran menyeluruh yang mengidentifikasikan tingkat


produktivitas mesin/peralatan dan kinerjanya secara teori. Pengukuran ini sangat
penting untuk mengetahui area mana yang perlu untuk ditingkatkan produktivitas
ataupun efisiensi mesin/peralatan dan juga dapat menunjukan area bottleneck
yang terdapat pada lintasan produksi. OEE juga merupakan alat ukur untuk
mengevaluasi dan memperbaiki cara yang tepat untuk menjamin peningkatan
produktivitas penggunaan mesin/peralatan.
2.3.1

Availability

17

Availability merupakan rasio operation time terdapat waktu loading timenya. Sehingga dapat menghitung availability mesin dibutuhkan nilai dari:
a. Operation Time
b. Loading Time
c. Downtime
Nilai availability dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Availability=

OperatingTime
100
Loading Time

OperatingTime=Loading TimeDowntime

Operation Time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu


downtime mesin (non-operation time), dengan kata lain operation time adalah
waktu operasi tersedia (availability time) setelah waktu downtime mesin
keluarkan dari total availability time yang direncanakan. Downtime mesin adalah
waktu proses yang seharusnya digunakan mesin akan tetapi karena adanya
gangguan pada mesin/peralatan (equipment failures) mengakibatkan tidak ada
output yang dihasilkan. Downtime meliputi mesin berhenti beroperasi akibat
kerusakan mesin/peralatan, penggantian cetakan (dies), pelaksanaan prosedur
setup dan adjustment dan lain-lainnya.
2.3.2

Perfomance
Performance Efficiency merupakan hasil perkalian dari operation speed

rate dan net operation rate, atau rasio kuantitas produk yang dihasilkan dikalikan

18

dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia yang melakukan
proses produksi (operation time).
Tiga factor penting yang dibutuhkan untuk menghitung performance efficiency :
1. Ideal cycle (waktu siklus ideal/waktu standar)
2. Processed amount (jumlah produk yang diproses)
3. Operation time (waktu operasi mesin)
Perfomance efficiency dapat dihitung sebagai berikut:

Perfomance Rate=

2.3.3

Ideal cycle time output


100
Operating Time

Quality
Quality rate product adalah rasio jumlah produk yang lebih baik terhadap

jumlah total produk yang diproses. Jadi quality rate adalah hasil perhitungan
dengan menggunakan dua faktor berikut:
a. Processed amount (jumlah produk yang diproses)
b. Defect amount (jumlah produk yang cacat)
Quality Rate dapat dihitung sebagai berikut:

Quality Rate=

processed amount defect amount


100
processed amount

2.4. Analisa Produktivitas Six Big Losses

19

Kegiatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam TPM tidak hanya


berfokus pada pencegahan terjadinya kerusakan pada mesin/peralatan dan
meminimalkan downtime mesin/peralatan. Akan tetapi banyak faktor yang dapat
menyebabkan kerugian akibat rendahnya efisiensi mesin/peralatan saja.
Rendahnya produktivitas mesin/peralatan yang menimbulkan kerugian bagi
perusahaan sering diakibatkan oleh penggunaan mesin/peralatan yang tidak efektif
dan efisien terdapat enam faktor yang disebut enam kerugian besar (Six Big
Losses). Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana sebaiknya
sumber-sumber daya digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan
output. Efisiensi merupakan karakteristik proses mengukur perfomansi aktual dari
sumber daya relative terhadap standar yang ditetapkan. Sedangkan efektivitas
merupakan karakteristik lain dari proses mengukur derajat pencapaian output dari
sistem produksi. Efektifitas diukur dari actual output rasio terhadap output
direncanakan. Dalam era persaingan bebas saat ini pengukuran system produksi
yang hanya mengacu pada kuantitas output semata akan dapat menyesatkan,
karena pengukuran ini tidak memperhatikan karakteristik utama dari proses yaitu
kapasitas, efisiensi dan efektivitas.
Menggunakan

mesin/peralatan

se-efisien

mungkin

artinya

adalah

memaksimalkan fungsi dari kinerja mesin/peralatan produksi dengan tepat guna


dan berdaya guna. Untuk dapat meningkatkan produktivitas mesin/peralatan yang
digunakan

maka

perlu

dilakukan

analisis

produktivitas

dan

efisiensi

mesin/peralatan pada Six Big Losses. Adapun enam kerugian besar (Six Big
Losses) tersebut adalah sebagai berikut:

20

1. Downtime (Penurunan Waktu)


a. Equipment Failure/Breakdown (Kerugian karena kerusakan peralatan).
b. Set-up and Adjusment (Kerugian karena pemasangan dan penyetelan).
2. Speed Losses (Penurunan kecepatan)
a. Idling and Minor Stoppages (Kerugian karena beroperasi tanpa beban
maupun berhenti sesaat).
b. Reduced Speed (Kerugian karena penurunan kecepatan produki).
3. Defects (Cacat)
a. Process Defects (Kerugian karena produk cacat maupun karena kerja
produk diproses ulang).
b. Reduced Yield Losses (Kerugian pada awal waktu produksi hingga
mencapai waktu produksi yang stabil).
2.4.1.

Equipment Failure/Breakdown (Kerugian karena kerusakan

peralatan)
Kerusakan

mesin/peralatan

(equipment

failure

breakdown)

akan

mengakibatkan waktu yang terbuang sia-sia yang mengakibatkan kerugian bagi


perusahaan akibat berkurangnya volume produksi atau kerugian material akibat
produk yang dihasilkan cacat.

21

2.4.2.

Setup and Adjusment Losses (Kerugian karena pemasangan

dan penyetelan)
Kerugian karena set-up and adjustment adalah semua waktu set-up
termasuk waktu penyesuaian (adjustment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk
kegiatan-kegiatan mengganti suatu jenis produk ke jenis poduk berikutnya untuk
produksi selanjutnya. Dengan kata lain total yang dibutuhkan mesin tidak
berproduksi guna mengganti peralatan (dies) bagi jenis produk berikutnya sampai
dihasilkan produk yang sesuai untuk proses selanjutnya.
2.4.3.

Idling

and

Minor

Stoppages

Losses

(Kerugian

karena

beroperasi tanpa beban maupun karena berhenti sesaat)


Kerugian karena beroperasi tanpa beban maupun karena berhenti sesaat
muncul jika faktor eksternal mengakibatkan mesin/peralatan berhenti berulangulang atau mesin/peralatan beroperasi tanpa menghasilkan produk.
2.4.4.

Reduced Speed Losses (Kerugian karena penurunan kecepatan

operasi)
Menurunnya kecepatan produksi timbul jika kecepatan operasi aktual lebih
kecil dari kecepatan mesin yang telah dirancang beroperasi dalam kecepatan
normal. Menurunnya kecepatan produksi antara lain disebabkan oleh:
a. Kecepatan mesin yang dirancang tidak dapat dicapai karena berubahnya
jenis produk atau material yang tidak sesuai dengan mesin/peralatan yang
digunakan.

22

b. Kecepatan produksi mesin/peralatan menurun akibat operator tidak


mengetahui berapa kecepatan normal mesin/peralatan sesungguhnya.
c. Kecepatan produksi sengaja dikurangi untuk mencegah timbulnya masalah
pada mesin/peralatan dan kualitas produk yang dihasilkan jika diproduksi
pada kecepatan produksi yang lebih tinggi.
2.4.5.

Process Defect Losses (Kerugian karena produk cacat maupun

karena kerja produk diproses ulang)


Produk cacat yang dihasilkan akan mengakibatkan kerugian material,
mengurangi jumlah produksi, limbah produksi meningkat dan biaya untuk
pengerjaan ulang. Kerugian akibat pengerjaan ulang termasuk biaya tenaga kerja
dan yang waktu yang dibutuhkan untuk mengolah dan mengerjakan kembali
ataupun memperbaiki cacat produk cuma sedikit akan tetapi kondisi seperti ini
bisa menimbulkan masalah yang semakin besar.
2.4.6.

Reduced Yield Losses (Kerugian pada awal waktu produksi

hingga mencapai kondisi produksi yang stabil)


Reduced Yield Losses adalah kerugian waktu dan material yang timbul
selama waktu yang dibutuhkan oleh mesin/peralatan untuk menghasilkan produk
baru dengan kualitas produk yang telah diharapkan. Kerugian yang timbul
tergantung pada faktor-faktor seperti keadaan operasi yang tiak stabil, tidak
tepatnya penanganan dan pemasangan mesin/peralatan atau cetakan (dies) ataupun
operator tidak mengerti dengan kegiatan proses produksi yang dilakukan.

23

2.5. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)


Diagram sebab akibat yang dikenal pula dengan diagram
fishbone diperkenalkan pertama kali oleh Prof. Kouru Ishikawa
(Tokyo University) pada tahun 1943 untuk menjelaskan pada
sekelompok insinyur di Kawasaki Steel Works tentang bagaimana
berbagai faktor-faktor pekerjaan dapat diatur dan dihubungkan.
Kadang-kadang
Ishikawa

diagram

untuk

ini

disebut

menghormati

pula

nama

dengan
dari

diagram

penemunya

(Wignjosoebroto, 2006).
Diagram ini berguna untuk menganalisis dan menemukan
faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam
menentukan karakteristik kualitas output kerja. Di samping juga
untuk mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari
suatu

masalah.

Dalam

hal

ini

metode

sumbang

saran

(brainstorming method) akan cukup efektif digunakan untuk


mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kerja
secara detail. Terdapat 4 (empat) prinsip sumbang saran yang
bisa diperhatikan yaitu (Wignjosoebroto, 2006):
1. Jangan melarang seseorang untuk berbicara.
2. Jangan mengkritik pendapat orang lain.
3. Semakin banyak pendapat, maka hasil akhir akan semakin
baik.
4. Ambillah manfaat dari idea tau pendapat orang lain.
Pencarian faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpngan
kualitas hasil kerja, maka orang akan selalu mendapatkan bahwa

24

ada 5 (lima) faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu


diperhatikan, yaitu (Wignjosoebroto, 2006):
1. Manusia (Man)
2. Metode Kerja (Work Method)
3. Mesin atau Peralatan Kerja Lainnya (Machine/Equipment)
4. Bahan Baku (Raw Material)
5. Lingkungan Kerja (Work Environment)
Diagram sebab akibat ini sangat bermanfaat untuk mencari
faktor-faktor

penyebab

sedetail-detailnya

(uncountable)

dan

mencari hubungannya dengan penyimpangan kualitas kerja yang


ditimbulkannya. Untuk ini langkah-langkah dasar yang harus
dilakukan di dalam membuat diagram sebab akibat dapat
diuraikan sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2006):
a. Tetapkan karakteristik kualitas yang akan dianalisis. Quality
characteristics adalah kondisi yang ingin diperbaiki dan
dikendalikan. Usahakan adanya tolak ukur yang jelas dari
permasalahan tersebut sehingga perbandingan sebelum dan
sesudah perbaikan dapat dilakukan. Gambarkan panah dengan
kotak di ujung kanannya dan tuliskan masalah atau sesuatu
yang akan diperbaiki atau diamati di dalam kotak tersebut.
b. Tulis faktor-faktor penyebab utama (main causes) yang
diperkirakan merupakan sumber terjadinya penyimpangan
atau yang mempunyai akibat pada permasalahan yang ada

25

tersebut. Faktor-faktor penyebab ini biasanya akan berkisar


pada faktor 4M + 1E. Gambarkan anak panah (cabang-cabang)
yang menunjukkan faktor-faktor penyebab ini mengarah pada
panah utama.
c. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih terperinci yang secara
nyata berpengaruh atau mempunyai akibat pada faktor-faktor
penyebab utama tersebut. Tuliskan detail faktor tersebut di kiri
kanan gambar panah cabang faktor-faktor utama dan buatlah
anak panah (ranting) menuju ke arah panah cabang tersebut.
d. Check! Apakah semua items yang berkaitan dengan
karakteristik kualitas output benar-benar kita cantumkan
dalam diagram?
e. Carilah faktor-faktor penyebab yang paling dominan! Dari
diagram yang sudah lengkap, dibuat pada langkah 3 dicari
faktor-faktor

penyebab

yang

dominan

secara

berurutan

dengan menggunakan diagram pareto. Apabila kesulitan di


dalam menetapkan urutan ini, maka pilihlah faktor-faktor
penyebab dominan tadi dengan jalan voting atau pemilihan
suara terbanyak, selanjutnya tuliskan urut-urutan tersebut
dalam diagram yang ada!

26

Berikut adalah contoh penggambaran diagram sebab-akibat yang dapat


dilihat pada gambar 2.2.
Metode Kerja

Manusia

Bahan Baku

Kualitas Hasil
Kerja

Lingkungan
Kerja

Mesin/Peralata
n
Gambar 2.2. Diagram Sebab Akibat

Ketika melangkah lebih jauh ke dalam analisis akar masalah, kita akan
menyelidiki semua penyebab potensial dari variasi untuk menargetkan apa yang
disebut penyebab fital atau kritis, yang memiliki kontribusi paling besar terhadap
masalah.
2.6

Regresi

Gagasan perhitungan persmaan regresi dan korelasi ditetapkan oleh Sir


Francis Galton (1822-1911). Persamaan regresi digunakan untuk mempelajari dan
mengukur hubungan statistik yang terjadi antara dua atau lebih variabel.
Persamaan matematik yang memungkinkan peramalan nilai suatu peubah
takbebas/terikat yaitu sumbu y (dependent variable) dari nilai peubah bebas yaitu
sumbu x (independent variable).

27

Untuk mempelajari hubungan-hubungan antara variabel bebas maka regresi linier


terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1. Analisis regresi sederhana (Simple analysis regresi)
2. Analisis regresi berganda (Multiple analysis regresi).

Analisa regresi sederhana merupakan hubungan antara dua variabel yaitu


variabel bebas (variable independen) dan variabel tak bebas (variabel dependen).
Sedangkan analisis regresi berganda merupakan hubungan antara 3 variabel atau
lebih, yaitu sekurang-kurangnya dua variabel bebas dengan satu variabel tak
bebas.
Tujuan utama regresi adalah untuk membuat perkiraan nilai suatu variabel
(variabel dependen) jika nilai variabel yang lain yang berhubungan dengannya
(variabel lainnya) sudah ditentukan.
2.6.1

Analisa Regresi Linier Sederhana


Regresi linier sederhana digunakan untuk mendapatkan hubungan

matematis dalam bentuk suatu persamaan antara variabel tak bebas tunggal
dengan variabel bebas tunggal. Regresi linier sederhana hanya memiliki satu
peubah yang dihubungkan dengan satu peubah tidak bebas. Bentuk umum dari
persamaan regresi linier untuk populasi adalah :
y = a + bx
Di mana :
y = Variabel tak bebas x = Variabel bebas
a = Konstanta

b = Parameter Koefisisen Regresi Variabel Bebas

28

Gambar 2.3 Garis Regresi Linear Pada Diagram Pencar


2.6.2

Analisa Regresi Linier Berganda

Regresi linier berganda adalah analisis regresi yang menjelaskan hubungan


antara

peubah

respon

(variabel

dependen)

dengan

faktor-faktor

yang

mempengaruhi lebih dari satu prediktor (variabel independen).


Regresi linier berganda hampir sama dengan regresi linier sederhana,
hanya saja pada regresi linier berganda variabel bebasnya lebih dari satu variabel
penduga. Tujuan analisis regresi linier berganda adalah untuk mengukur intensitas
hubungan antara dua variabel atau lebih dan membuat prediksi perkiraan nilai y
atas x. Secara umum model regresi linier berganda untuk populasi adalah sebagai
berikut:
y = a + b x1 + c x2 + d x3 ...... + n xn
Di mana:
y = Variabel tak bebas
x = Variabel bebas
a = Konstanta
b, c, d, .. n = Parameter Koefisisen Regresi Variabel Bebas.

29

2.7

Korelasi
Korelasi adalah derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih dari

data hasil pengamatan. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan


dalam satu variabel diikuti oleh perubahan variabel lain, baik yang searah maupun
tidak. Hubungan antara variabel dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis:
1.

Korelasi positif, terjadi apabila perubahan antara variabel yang satu diikuti
oleh variabel lainnya dengan arah yang sama (berbanding lurus). Artinya
apabila variabel yang satu meningkat, maka akan diikuti peningkatan
variabel lainnya.

2.

Korelasi negatif, terjadi korelasi negatif apabila perubahan antara variabel


yang satu diikuti oleh variabel lainnya dengan arah yang berlawanan
(berbanding terbalik). Artinya apabila variabel yang satu meningkat, maka
akan diikuti penurunan variabel lainnya.

3.

Korelasi nihil, terjadi korelasi nihil apabila perubahan antara variabel yang
satu diikuti oleh variabel lainnya dengan arah yang tidak teratur (acak).
Artinya apabila variabel yang satu meningkat, kadang diikuti dengan
peningkatan pada variabel lain dan kadang diikuti dengan penurunan pada
variabel lain.

Perhitungan korelasi dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

30
Interval Kekuatan
0

Keterangan

r=

Tidak ada korelasi

0,00 - 0,25

Korelasi sangat lemat

0,25 - 0,50

Korelasi cukup

0,50 - 0,75

Korelasi kuat

0,75 - 0,99

Korelasi sangat kuat

Korelasi sempurna

1 y1
n

1 x i 2
i
n

n 1 x 2i
i

1 yi 2
i
n

n 1 y 21
i

n 1 xi 0.0758 yi( 1 x 1)
i

Analisa korelasi digunakan untuk mengukur seberapa kuat atau derajat


kedekatan, suatu relasi yang terjadi antar variabel, dengan keterangan interval
kekuatan hubungan sebagai berikut:

Table 2.1 Korelasi dan Interval kekuatan

31

Gambar 2.4 Beberapa Bentuk Diagram Pencar

2.8

SPSS 17

SPSS adalah sebuah program komputer yang digunakan untuk membuat


analisis statistika. SPSS dipublikasikan oleh SPSS Inc. SPSS (Statistical Package
for the Social Sciences atau Paket Statistik untuk Ilmu Sosial) versi pertama dirilis
pada tahun 1968, diciptakan oleh Norman Nie, seorang lulusan Fakultas Ilmu
Politik dari Stanford University, yang sekarang menjadi Profesor Peneliti Fakultas
Ilmu Politik di Stanford dan Profesor Emeritus Ilmu Politik di University of
Chicago. SPSS adalah salah satu program yang paling banyak digunakan untuk
analisis statistika ilmu sosial. SPSS digunakan oleh peneliti pasar, peneliti
kesehatan, perusahaan survei, pemerintah, peneliti pendidikan, organisasi
pemasaran, dan sebagainya. Selain analisis statistika, manajemen data (seleksi
kasus, penajaman file, pembuatan data turunan) dan dokumentasi data (kamus
metadata ikut dimasukkan bersama data) juga merupakan fitur-fitur dari software
dasar SPSS.
Statistik yang termasuk software dasar SPSS:

32

Statistik Deskriptif: Tabulasi Silang, Frekuensi, Deskripsi, Penelusuran,


Statistik Deskripsi Rasio.

Statistik Bivariat: Rata-rata, t-test, ANOVA, Korelasi (bivariat, parsial,


jarak), Nonparametric tests.

Prediksi Hasil Numerik: Regresi Linear.

Prediksi untuk mengidentivikasi kelompok: Analisis Faktor, Analisis


Cluster (two-step, K-means, hierarkis), Diskriminan.
Cara mencari persamaan regresi dan korelasi di SPSS 17 adalah sebagai
berikut:
a. Pilih variabel view untuk menentukan kelompok data yang akan diolah.
b. Masuk ke data view lalu isi data yang telah ditentukan dari variabel view.
c. Pilih analize, regression, linear.
d. Pada kolom linear regression, pilih data mana yang menjadi dependent dan
independent.
e. Klik kolom statistics, lalu ceklis Estimates, Model Fit, Descriptives dan
Durbin-Watson, lalu continue.
f. Klik OK.

33

32

2.9

Jurnal Penelitian Terdahulu


Tabel 2.2 Jurnal Penelitian Terdahulu

No
1

Penuli
s
Lutfiyat
ul
Hasana
h,
Retno
Astuti,
Dhita
Morita
Ikasari

Nindita
Hapsari
,

Judul

Kesimpulan Laporan

Pengukuran
Overall
Equipment
Effectiveness
(OEE) Sebagai
Dasar
Pengambilan
Kebijakan
Maintenance
(Studi Kasus
pada PT Eka
Timur Raya,
Purwodadi Pasuruan).
(2014)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai efektivitas mesin pada line
can 1 dan line can 2 di serta mengetahui hal apa saja yang menjadi penyebab
dasar kegagalan mesin yang memiliki nilai efektivitas terendah, sehingga akan
mempermudah dalam pengambilan kebijakan maintenance yang dilakukan oleh
PT Eka Timur Raya. Metode penelitian yang digunakan untuk mengukur
efektivitas mesin adalah Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan analisis
penyebab dasar kegagalan dengan menggunakan Fault Tree Analysis (FTA) . Hasil
penelitian menunjukan bahwa nilai efektivitas mesin pada line can 1 dengan
menggunakan OEE berada di atas standar world class (85%) selama periode
pengukuran (November -Oktober) kecuali bulan April (auto filler sebesar 82,90%,
exhauster 83,20%, seamer 81,65%). Nilai effektivitas mesin di line can 2 berada
di bawah standar world class pada bulan April (auto filler sebesar 84,02%,
exhauster 84,43%, seamer 82,88%), Mei (auto filler sebesar 82,65 exhauster
82,85%, seamer 81,12%), Oktober (auto filler sebesar 84,35%, exhauster
84,56%, seamer 83,60%). Pada kedua line pencapaian nilai OEE mesin seamer
adalah yang terendah selama periode pengukuran. Hal-hal yang menjadi
penyebab dasar mesin kegagalan mesin seamer dirangkum dalam 18 minimal
cut set.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan perusahaan manufaktur untuk menjaga
kestabilan
produksi adalah melakukan pemeliharaan mesin atau peralatan. Sistem

Pengukuran
Efektivitas
Mesin Dengan

33

Kifayah
Amar,
Yandra
Rahadi
an
Perdan
a

Menggunakan
Metode Overall
Equipment
Effectivenes
(OEE) Di PT
Setiaji Mandiri.
(2011)

pemeliharaan
mesin dapat digunakan sebagai tolak ukur pengukuran efektivitas mesin
produksi. PT.
Setiaji Mandiri merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang
fibrecement
manufacture. Kapasitas produksi sheet machine 3 PT. Setiaji Mandiri yang tinggi
menyebabkan sering terjadi permasalahan breakdown mesin yang tinggi dan
waktu setup
mesin yang tidak standar. Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan
metode yang
umum digunakan untuk mengukur dan memaksimalkan efektivitas berdasarkan
pada tiga
kategori Six Big Losses yaitu availability rate, performance rate dan quality rate.
Dari
hasil perhitungan nilai OEE untuk sheet machine 3 PT. Setiaji Mandiri secara garis
besar
masih berada dibawah nilai 85% yang merupakan standar JIPM. Sehingga dalam
penelitian ini dilakukan penentuan critical downtime menggunakan diagram
pareto.
Berdasarkan hasil analisis, terdapat tiga critical downtime sheet machine 3 yaitu
pada unit
hydropulper, sheet stacker dan felt conveyor. Usulan yang diberikan untuk
mengurangi
tingginya breakdown yang disebabkan oleh ketiga critical downtime tersebut
antara lain
penerapan autonomous maintenance dan perubahan sistem pemeliharaan yang
semula
corrective menjadi preventive maintenance.

34

Agil
Septiya
n Habib
dan H.
Hari
Supriya
nto, Ir.,
MSIE

Pengukuran
Nilai Overall
Equipment
Effectiveness
(OEE) Sebagai
Pedoman
Perbaikan
Efektivitas
Mesin CNC
Cutting. (2012)

Jose
Arturo

Overall
equipment

Produksi boiler yang dilakukan oleh PT ALSTOM Power Energy System Indonesia
melibatkan banyak komponen, salah satu komponen yang paling banyak terlibat
dalam aktivitas produksi adalah komponen attachment yang diproduksi oleh
mesin CNC Cutting. Karena komponen ini memegang peranan penting dalam
aktivitas produksi, maka mesin yang dipergunakan untuk memproduksinya harus
senantiasa berada dalam kondisi baik dan memiliki efektivitas yang tinggi.
Efektivitas mesin dapat diketahui dengan mengukur nilai Overall Equipment
Effectiveness (OEE) dari mesin CNC Cutting tersebut. Dalam pengukuran OEE
terdapat tiga faktor penting yang mempengaruhinya, yaitu availability rate,
performance rate, dan quality rate. Nilai standar dari ketiga faktor tersebut
berturut-turut adalah 90%, 95%, dan 99%. Sedangkan untuk standar global dari
nilai OEE adalah 85%. Data pengukuran menunjukkan bahwa besaran nilai dari
availability rate adalah 84,9%, performance rate sebesar 72,9%, quality rate
sebesar 100%, dan OEE sebesar 61,8%. Penyebab belum optimalnya nilai OEE
mesin dikaji lebih lanjut dengan menggunakan tools seperti RCA (Root Cause
Analysis),FMEA (Failure Mode and Effect Analysis), dan AHP (Analytical Hierarchy
Process). RCA dipergunakan untuk mengidentifikasi faktor root cause dari
terjadinya suatu non value activity. Sedangkan FMEA dipergunakan untuk
mencari aktivitas paling kritis untuk kemudian dirumuskan alternatif solusinya.
AHP dipergunakan untuk memberikan pembobotan terhadap kriteria
performansi, dan kemudian dengan menggunakan value management dapat
ditentukan alternatif solusi terbaik. Hasil dari penelitian ini adalah diketahuinya
beberapa faktor penyebab belum optimalnya availability rate dan performance
rate. Aktivitas-aktivitas yang menjadi faktor penyebab tersebut adalah
mengulang proses potong, menunggu ketersediaan material, dan
mengoperasikan mesin dengan kecepatan potong rendah.
Peralatan secara keseluruhan efektivitas (OEE) dan kemampuan proses (PC)
umumnya digunakan

35

GarzaReyes,
Steve
Eldridg
e,Kevin
D.
Barber
dan
Horacio
Soriano
-Meier

effectiveness
(OEE) and
process
capability (PC)
measuresA
relationship
analysis.(2008)

dan diterima dengan baik dalam industri performa langkah-langkah. Langkahlangkah ini, bagaimanapun, biasanya
diterapkan secara terpisah dan dengan tujuan yang berbeda-beda. Tujuan karya
ini adalah untuk menyelidiki
hubungan antara OEE dan PC, bagaimana mereka berinteraksi dan dampak satu
sama lain, dan mungkin
yang hubungan ini mungkin efek memiliki pada pengambilan keputusan.

Anda mungkin juga menyukai