Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian , Tujuan dan Strategi Perawatan


2.1.1 Pengertian Perawatan
Perawatan atau pemeliharaan (maintenance) adalah konsepsi dari semua
aktifitas yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas fasilitas
atau pompa agar berfungsi baik seperti kondisi awalnya. Lebih jauh lagi ebeling
mendefinisikan perawatan sebagai bentuk kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai hasil yang mampu mengembalikan item atau mempertahankanya pada
kondisi yang selalu dapat berfungsi (Ebeling, 1997).
Perawatan juga merupakan kegiatan pendukung yang menjamin
kelangsungan Mesin dan peralatan sehingga pada saat dibutuhkan dapat dipakai
sesuai yang diharapkan. Sehingga kegiatan perawatan merupakan seluruh
rangkaian aktivitas yang dilakukan untuk mempertahankan unit-unit pada kondisi
oprasional dan aman, dan apabila terjadi kerusakan maka dapat dikendalikan pada
kondisi operasional yang handal dan aman.
Kegiatan perawatan (maintenance) ditunjukan untuk meyakinkan bahwa
aset fisik yang dimiliki dapat terus berlanjut memenuhi apa yang diinginkan oleh
pengguna fungsi yang dijalankan oleh aset tersebut (Moubray, 2001 dalam
Nazarudin, 2014).
Perawatan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan
untuk menjaga suatu barang dalam atau memperbaikinya sampai suatu kondisi
bisa diterima (Corder, 2005).
Pada dasarnya hasil yang diterapkan dari kegiatan pemeliharaan
pompa/peralatan (equipment maintenance) mencakup dalam dua hal sebagai
berikut:
1. Condition Maintenance : yaitu mempertahankan kondisi pompa/peralatan agar
berfungsi dengan baik sehinga komponen-komponen yang terdapat dalam
pompa juga berfungsi dengan umur ekonomisnya.
2. Replacement Maintenance : yaitu melakukan tindakan perbaikan dan
penggantian bagian-bagian komponen pompa tepat pada waktunya sesuai
dengan jadwal yang telah direncanakan sebelum kerusakan terjadi.
2.1.2 Tujuan Perawatan
Proses perawatan secara umum bertujuan untuk memfokuskan dalam
langkah pencegahan untuk mengurangi atau bahkan menghinadari kerusakan dari
peralatan dengan memastikan tingkat keandalan dan kesiapan serta meminimalkan
biaya perawatan.
Tujuan utama dilakukanya perawatan menurut Japan Institud Of Plan
Maintenance & Consultant TPM India, secara detail disebutkan sebagai berikut :
1. Memperpanjang umur pakai fasilitas produksi.
2. Menjamin tingkat ketersedian optimum dari fasilitas produksi.
3. Menjamin kesiapan operasional seluruh fasilitas yang diperlukan untuk
pemakaian darurat.
4. Menjamin keselamatan operator atau pemakai fasilitas.
5. Mendukung kemampuan pompa dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan
fungsinya.
6. Membantu mengurangi pemakaian dan penyimpanan yang diluar batas dan
menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang
ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan mengenai investasi
tersebut.
7. Mencapai tingkat biaya serendah mungkin (lowest maintenance cost)
dengan melaksanakan kegiatan perawatan secara efektif dan efisien.
8. Mengadakan kerjasama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainya dalam
perusahaan untuk mencapai tujuan utama perusahaan, yaitu keuntungan
yang sebesar-besarnya dan total biaya yang rendah.
2.1.3 Strategi Perawatan
Filosofi perawatan untuk fasilitas produksi pada dasarnya menjaga level
maksimum konsistensi optimasi produksi dan availabilitas tanpa
mengesampingkan keselamatan. Untuk mencapai filosofi tersebut digunakan
strategi perawatan (maintenance strategies).
Strategi dalam perawatan suatu fasilitas atau pompa masing-masing sebagai
berikut :

Pengantian (Replacement)
Merupakan penggantian peralatan atau komponen untuk melakukan
perawatan. Kebijakan penggantian ini dilakukan pada seluruh atau sebagian (part)
dari sebuah sistem yang dirasa perlu dilakukan upaya penggantian oleh karena
tingkat utilitas pompa atau keandalan fasilitas produksi berada pada kondisi
kurang baik. Tujuan strategi penggantian antara lain adalah untuk menjamin
berfungsinya suatu sistem sesuai pada keadaan normalnya. Perawatan peluang
(Opportunity Maintenance)
Perawatan dilakukan ketika terdapat kesempatan, misalnya perawatan pada
saat pompa sedang shut down. Perawatan peluang dimaksudkan agar tidak terjadi
waktu menganggur (idle) baik oleh operator maupun oleh petugas perawatan,
perwatan bisa dilakukan dengan skala yang paling sederhana seperti pembersihan
(cleaning) maupun perbaikan fasiliatas pada sistem produksi (repairing).
Perbaikan (Overhaul)
Merupakan pengujian secara menyeluruh dan perbaikan (restoration) pada
sedikit komponen atau sebagian besar komponen sampai pada kondisi yang dapat
diterima. Perawatan perbaikan merupakan jenis perawatan yang terencana dan
biasanya proses perawatanya dilakukan secara menyeluruh terhadap sistem,
sehingga diharapkan sistem atau sebagian besar sub sistem pada kondisi yang
handal.
Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)
Merupakan perawatan yang dilakukan terencana untuk mencegah terjadinya
potensi kerusakan. Preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan
perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan yang tidak
terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang menyebabkan fasilitas
produksi menjadi kerusakan pada saat digunakan dalam berproduksi. Dalam
prakteknya preventive maintenance yang dilakukan oleh perusahaan dibedakan
atas :
Routine maintenance
Yaitu kegiatan pemeliharaan terhadap kondisi dasar pompa dan mengganti
suku cadang yang rusak yang dilakukan secara rutin misalnya setiap hari.
Contoh Pembersihan peralatan, pelumasan pengecekan oli dan lain-lain.
Periodic maintenance
Yaitu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan secara periodic atau dalam
jangka waktu tertentu misalnya dua minggu sekali dengan cara melakukan
inspeksi secara berkala dan berusaha memulihkan bagian pompa yang cacat
atau tidak sempurna. Contoh pembongkaran pompa untuk penggantian
bearing .
Running maintenance
Merupakan pekerjaan perawatan yang dilakukan pada saat fasilitas
produksi dalam keadaan bekerja. Perawatan ini termasuk cara perawatan
yang direncanakan untuk diterapkan pada peralatan atau perpompaan
dalam keadaan operasi. Biasanya diterapkan pada pompa-pompa yang
harus terus menerus beroperasi dalam melayani proses produksi. Kegiatan
perawatan dilakukan dengan jalan mengawasi secara aktif (monitoring).
Diharapkan hasil perbaikan yang telah dilakukan secara tepat dan
terencana ini dapat menjamin kondisi operasional tanpa adanya gangguan
yang mengakibatkan kerusakan.
Shutdown maintenance
Merupakan kegiatan perawatan yang hanya dapat dilaksanakan pada
waktu fasilitas produksi sengaja dimatikan atau dihentikan.
Perawatan pencegahan dilakukan untuk menghindari suatu peralatan atau
sistem mengalami kerusakan. Pada kenyataanya mungkin tidak diketahui
bagaimana cara untuk menghindari adanya kerusakan. Ada beberapa alasan untuk
melakukan perawatan pencegahan, antara lain :
Menghindari terjadinya kerusakan
Mendeteksi awal terjandinya kerusakan
Menemukan kerusakan yang tersembunyi
Mengurangi waktu yang menganggur
Menaikan ketersediaan (availability) untuk produksi

Pengurangan penggantian suku cadang, sehingga mambantu pengendalian


persediaan.
Meningkatkan efisiensi pompa

Memberikan pengendalian anggaran dan biaya yang diandalkan


Memberikan informasi untuk pertimbangan penggantian pompa.
Perawatan Koreksi (Breakdown/Corrective Maintenance)
Perawatan ini dilakukan setelah terjadinya kerusakan, sehingga merupakan
bagian dari perawatan yang tidak terencana. Corrective maintenance adalah
kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya suatu
kerusakan pada peralatan sehingga peralatan tidak dapat berfungsi dengan baik.
Breakdown maintenance merupakan kegiatan yang dilakukan setelah terjadinya
kerusakan dan untuk memperbaiki, tentunya kita menyiapkan suku cadang dan
perlengkapan lainya untuk kegiatan tersebut.
Kegiatan perawatan korektif meliputi seluruh aktifitas mengembalikan
sistem dari keadaan rusak menjadi dapat beroperasi kembali. Perbaikan baru
terjadi ketika mangalami kerusakan, walaupun terdapat beberapa perbaikan yang
dapat diundur. Perawatan korektif dapat dihitung sebagai mean time to repair
(MTTR).
Perawatan Bebasis Kondisi (Conditional-Based Maintenance)
Perawatan berbasis kondisi dilakukan dengan cara memantau kondisi
parameter kunci peralatan yang akan mempengaruhi kondisi peralatan. Strategi
perawatan ini dikenal dengan istilah predictive maintenance. Contohnya
memantau kondisi pelumasan dan getaran pompa. Perawatan berbasis kondisi
merupakan kegiatan yang bertujuan mendeteksi awal terjadinya kerusakan.
Perawatan ini merupakan salah satu alternative terbaik yang mampu mendeteksi
awal terjadinya kerusakan dan dapat memperkirakan waktu yang menunjukan
suatu peralatan atau pompa akan mengalami kegagalan dalam operasinya. Jadi
perawatan berbasis kondisi merupakan peringatan awal untuk membuat suatu
tindakan terhadap kerusakan yang lebih parah.
Terdapat dua bentuk pengukuran perawatan, antara lain sebagai berikut :
Mengukur parameter-parameter yang berhubungan dengan performansi suatu
peralatan secara langsung seperti temperature dan tekanan.
Mengukur keadaan peralatan dengan melakukan pengawasan terhadap getaran
yang ditimbulkan akibat pengoperasian peralatan tersebut.

Perawatan Penghentian (Shutdown Maintenance)

Kegiatan perawatan ini hanya dilakukan sewaktu fasilitas produksi sengaja


dihentikan. Jadi shutdown maintenance merupakan suatu perencanaan dan
penjadwalan pemeliharaan yang memusatkan pada bagaimana mengelola periode
penghentian fasilitas produksi. Dalam hal ini berarti dilakukan upaya bagaimana
cara mengkoordinasikan semua sumber daya yang ada berupa tenaga kerja,
peralatan, material dan lain-lain, untuk meminimasi waktu down (down time)
sehingga biaya yang dikeluarkan diusahakan seminimal mungkin.

2.2 Keandalan (Reliability)


Keandalan merupakan probabilitas suatu peralatan atau komponen dapat
berfungsi dengan baik dalam suatu periode waktu ketika digunakan berdasarkan
kondisi operasi yang ditetapkan. (Ebeling, 1997).
keandalan adalah probabilitas yang selalu dikaitkan dengan akumulasi
waktu dimana suatu alat beroperasi tanpa mengalami kerusakan dalam kondisi
lingkungan tertentu. Kerusakan terjadi jika alat tidak dapat berfungsi sesuai yang
diinginkan (Pratama, 2011).
Ada beberapa macam usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
keandalan dari suatu sistem (Kudin, 2012 dalam nazarudin 2014):
1. Membuat desain sistem dengan komponen-komponen yang mempunyai
keandalan yang baik.
2. Membuat desain sistem sedemikian rupa sehingga mudah melakukan
perawatan yaitu untuk perbaikan dan inspeksi.
3. Menggunakan komponen yang paralel dalam stage tertentu.
4. Mempersiapkan persediaan diantara stage yang penting.
5. Merencanakan pencegahan seperti apakah suatu komponen kritis hanya
diperbaiki saja atau perlu diganti sebelum mengalami kerusakan yang
lebih parah.
Peningkatan keandalan dapat ditempuh dengan cara melakukan perawatan
pencegahan. Model keandalan berikut ini dapat mengurangi efek dari wearout dan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap umur hidup sistem dengan
mengasumsikan sistem kembali ke kondisi awal setelah dilakukan tindakan
perawatan pencegahan. (Ebeling, 1997).
Berdasarkan definisi diatas maka beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Probabilitas, dimana nilai reliability adalah berada diantara 0 dan 1.
2. Kemampuan yang diharapkan, harus digambarkan secara terang atau jelas.
Untuk setiap unit terdapat suatu standar untuk menentukan apa yang dimaksud
dengan kemampuan yang diharapkan.
3. Tujuan yang diinginkan, dimana kegunaan peralatan harus spesifik. Hal ini
dikarenakan terdapat beberapa tingkatan dalam memproduksi suatu barang
konsumen.
4. Waktu, merupakan parameter yang penting untuk melakukan penilaian
kemungkinan suksesnya suatu sistem.
5. Kondisi Lingkungan, mempengaruhi umur dari sistem atau peralatan seperti
suhu, kelembaban dan kecepatan gerak. Hal ini menjelaskan bagaimana
perlakuan yang diterima sistem dapat memberikan tingkat keandalan yang
berbeda dalam kondisi operasionalnya.

2.3 Identifikasi Distribusi


Ada dua tahap yang dilakukan yaitu identifikasi awal dan estimasi
parameter menggunakan metode least squar (Ebeling,1997).

2.3.1 Identifikasi Distribusi Awal


Identifikasi awal dilakukan dengan metode kuadrat terkecil (least
square). Perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Nilai tengah kerusakan (median rank)
Perhitungan nilai tengah kerusakan dilakukan berdasarkan persamaan:

Dengan : (2.1)
i = data waktu ke-t
n = jumlah data
2. Perhitungan index of fit dilakukan berdasarkan persamaan :

Index of fit = (2.2)

2.3.2 Pengujian Dengan Menggunakan Software Minitab 16


Selain dengan menggunakan perhitungan secara manual, untuk
menghitung nilai index of fit (r) dari data waktu kerusakan dan data waktu
perbaikan, bisa juga dilakukan dengan menggunakan software Minitab 16.
Pengujian yang dilakukan dengan software Minitab 16 ini juga menggunakan
keempat distribusi yang digunakan dalam perhitungan secara manual. Tujuan dari
Pengujian ini dilakukan untuk memudahkan dalam menentukan distribusi
terpilih, yang akan menghasilkan nilai koefisien korelasi (correlation coefficient)
dan nilai Anderson-Darling dari data waktu berdasarkan masing-masing
distribusi. Distribusi terpilih adalah distribusi yang menghasilkan nilai
correlation coefficient terbesar, dan nilai Anderson-Darling terkecil.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk melakukan pengujian


dengan menggunakan software Minitab 16 ini adalah :

1. Masukkan nilai variabel t (waktu downtime atau waktu perbaikan) pada


kolom C1.

2. Pilih m e n u Stat > Reliability Survival > Distribution Analysis (Right


Censoring) > Distribution ID Plot.
Gambar 2.1 Kotak Dialog Ditribution ID Plot – Right Censoring

3. Dalam Variables: masukan variabel t pada kolom C1.


4. Pilih Specify, pilih distribusi yang ingin di uji.
5. Klik Ok.

2.4. Perhitungan Fungsi Distribusi


2.4.1 Distribusi Normal
Distribusi normal sering digunakan untuk memodelkan kejadian kelelahan
material yang berada pada fase wear-out. Distribusi normal digunakan jika
pengaruh suatu keacakan diakibatkan oleh sejumlah besar variasi acak yang tidak
bergantungan (saling bebas) yang kecil atau sedikit.

Gambar 2.2 Distribusi Normal


Sumber (Nandiroh, 2006)
Fungsi-fungsi dalam distribusi normal yaitu:
1. Fungsi Kepadatan Probabilitas (Probability Density Function)

(2.3)

Untuk -

2. Fungsi Kehandalan

(2.4)

3. Fungsi Distribusi Komulatif (Commulative Distribution Function)

(2.5)

4. Fungsi Laju Kerusakan (Hazard Rate Function) (2.6)

Konsep reliability distribusi normal tergantung pada nilai μ (rata-rata) dan σ (standar deviasi),
dimana μ = mean dari t, σ = standar deviasi dari t, dan ϕ = fungsi distribusi normal standar.

2.4.2 Distribusi Lognormal


Distribusi Lognormal sangat berguna untuk menggambarkan pola
kegagalan yang bervariasi. Dalam bidang teknik distribusi lognormal banyak
digunakan untuk mengambarkan kelelahan material.

0 π
Gambar 2.3 Distribusi Lognormal
Sumber (Nandiroh, 2006)
Distribusi lognormal merupakan distribusi yang berguna menggambarkan
distribusi kerusakan untuk situasi yang bervariasi. Distribusi lognormal banyak
digunakan dibidang teknik, khususnya sebagai model untuk berbagai jenis sifat
material dan kelelahan material. Distribusi lognormal didefinisikan hanya untuk
nilai t positif sehingga lebih sesuai dari pada distribusi normal sebagai distribusi
kerusakan pertama (Pratama, 2011).
Fungsi-fungsi dari distribusi lognormal adalah sebagai berikut
(Ebeling, 1997):
1. Fungsi Kepadatan Probabilitas (Probability Density Function)

(2.7)

Untuk

2. Fungsi Kehandalan
(2.8)

3. Fungsi Distribusi Komulatif (Commulative Distribution Function)

(2.9)

4. Fungsi Laju Kerusakan (Hazard Rate Function)

(2.10)

Konsep reliability distribusi lognormal tergantung pada nilai μ (rata-rata) dan σ (standar
deviasi), dimana μ = mean dari ln(t), σ = standar deviasi dari ln(t), dan ϕ = fungsi distribusi standar.

2.4.3 Distribusi Eksponensial


Meskipun distribusi normal memiliki penerapan yang luas diberbagai ilmu,
dalam kenyataannya terdapat situasi dimana hasil-hasil eksperimen menunjukan
distribusi yang tidak simetris ataupun tidak menunjukan kecenderungan simetris.
Dalam kasus-kasus semacam ini, model distribusi normal tidak dapat memberikan
hasil yang tepat jika digunakan. Untuk eksperimen-eksperimen probabilitas yang
hasilnya menunjukan suatu bentuk distribusi yang mempunyai variasi ukuran
kemencengan yang cukup signifikan, distribusi eksponensial merupakan salah
satu alternatif model yang banyak digunakan (Pratama, 2011)..
Distribusi eksponensial sering digunakan dalam berbagai bidang terutama
dalam teori kehandalan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya data kerusakan
mempunyai perilaku yang dapat dicerminkan oleh distribusi eksponensial.
Distribusi eksponensial akan tergantung pada nilai laju kegagalan yang konstan
(λ). Parameter yang digunakan dalam distribusi ini adalah λ dengan
mengasumsikan h(t) = λ, t 0, λ > 0.

Gambar 2.4 Distribusi Exponensial


Sumber (Nandiroh, 2006)
Fungsi-fungsi dari distribusi eksponensial adalah sebagai berikut Menurut
(Ebeling, 1997),:
1. Fungsi Kepadatan Probabilitas (Probability Density Function)
(2.11)

2. Fungsi Kehandalan
(2.12)

3. Fungsi Distribusi Komulatif (Commulative Distribution Function)


(2.13)
4. Fungsi Laju Kerusakan (Hazard Rate Function)

(2.14)

Dimana = parameter distribusi eksponensial dan t = waktu dari pompa


mengalami kejadian kerusakan dan dilakukan perbaikan.

2.4.4 Distribusi Weibull


Menurut Pratama (2011), distribusi weibull pertama kali diperkenalkan oleh
ahli fisika di Swedia, Wallodi Webull pada tahun 1939. Dalam aplikasinya
distribusi ini sering digunakan untuk memodelkan waktu sampai kegagalan (time
to failure) dari suatu sistem fisika. Ilustrasi yang khas, misalnya pada sistem
dimana jumlah kegagalan meningkat dengan berjalannya waktu (misalnya
kehausan bantalan), berkurang dengan berjalannya waktu (misalnya daya hantar
beberapa semi konduktor) atau kegagalan yang terjadi oleh suatu kejutan (shock)
pada sistem.
Parameter yang digunakan ada dua, yaitu (Ebeling, 1997):
1. β (beta) = parameter bentuk (shape parameter)
2. θ (teta) = parameter skala (scale paremeter)

Pengaruh berbagai macam harga parameter bentuk β terhadap fungsi


kerusakan distribusi weibull yang terjadi dijelaskan sebagai berikut
(Wolstenholme, 1999 dalam Pratama, 2011):
1. Bila harga 0 < β < 1, maka distribusi weibull mempunyai fungsi
kerusakan menurun (decreasing failure rate).
2. Bila harga β = 1, maka distribusi weibull mempunyai fungsi kerusakan
konstan atau ekuivalen dengan distribusi eksponensial.
3. Bila harga 1 < β < 2, maka distribusi weibull mempunyai fungsi
kerusakan meningkat (indecreasing failure rate) yang bersifat konkaf.
4. Bila harga β = 2, maka distribusi weibull mempunyai fungsi kerusakan
linear.
5. Bila harga β > 2, maka distribusi weibull mempunyai fungsi kerusakan
meningkat bersifat konveks.

Gambar 2.5 Distribusi weibull


Sumber (Nandiroh, 2006)
Parameter yang digunakan dalam distribusi weibull adalah β dan θ dengan
mengasumsikan θ > 0, β > 0, t 0 maka didapatkan fungsi-fungsi dari distribusi
weibull yaitu (Ebeling, 1997):
1. Fungsi Kepadatan Probabilitas (Probability Density Function)

(2.15)

Untuk t 0

2. Fungsi Kehandalan

(2.16)

3. Fungsi Distribusi Komulatif (Commulative Distribution Function)

(2.17)

4. Fungsi Laju Kerusakan (Hazard Rate Function)

(2.18)
2.5 Uji Hipotesa
Uji hipotesa dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi yang telah
ditentukan sesuai dengan data yang ada. Uji hipotesa dapat dilakukan dengan uji
kecocokan distribusi (goodness of fit). Uji kecocokan distribusi (goodness of fit)
dimaksudkan untuk mengetahui bahwa distribusi data yang telah dipilih benar-
benar mewakili data. Karena uji ini memiliki probabilitas yang lebih besar dalam
menolak suatu distribusi yang tidak sesuai (Ebeling, 1997).
Kebenaran dari hipotesis harus dibuktikan melalui data yang terkumpul.
Pengertian hipotesis tersebut merupakan hipotesis penelitian. Sedangkan secara
statistik hipotesis memiliki pengertian sebagai pernyataan mengenai keadaan
populasi (parameter) yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang
diperoleh dari sampel penelitian (Romadhani, 2011),.
Pengujian hipotesa dirumuskan dengan istilah hipotesa nol. Ini menyatakan
setiap hipotesa yang akan diuji dinyatakan dengan H0. Penolakan H0 mengarah

pada penerimaan suatu hipotesa tandingan dan dinyatakan dengan H1. Suatu
hipotesa nol mengenai suatu parameter populasi akan selalu dinyatakan demikian
rupa sehingga parameter tersebut tertentu nilainya secara tepat. Sedangkan
hipotesa tandingan memungkinkan beberapa nilai yang lain. Pengujian hipotesa
dapat dilakukan dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov untuk distribusi
normal, uji barlett untuk distribusi eksponensial dan uji mann’s test untuk
distribusi weibull (Sudjana, 2005 dalam Romadhani, 2011).

2.5.1 Uji Kolmogorov-Smirnov Untuk Distribusi Normal


Menurut Ebeling (1997):
H0 = Data berdistribusi normal/lognormal
H1 = Data tidak berdistribusi normal/lognormal

(2.19)

dengan

dan
ti adalah waktu, t-bar adalah waktu rata-rata, s adalah standar deviasi dan n
adalah banyaknya sampel. Wilayah kritis terdapat pada Dn < Derit. Nilai Derit
dapat dilihat pada table critical value for the Kolmogorov-Smirnov Test for
normality. Dengan demikian H0 diterima apabila nilai Dn yang didapat pada
perhitungan kurang dari nilai Derit pada tabel.

2.5.2 Uji Bartlett Untuk Distribusi Eksponensial


Menurut Ebeling (1997):
H0 = Data berdistribusi eksponensial
H1 = Data tidak berdistribusi eksponensial

(2.20)

ti adalah waktu dan r adalah jumlah kerusakan dengan wilayah kritis


X21- α /2,r-1 < β < X2α/2,r-1
H0 dapat diterima apabila nilai β terdapat pada wilayah kritis.

2.5.3 Uji Mann’s Test Untuk Distribusi Weibull


Menurut Ebeling (1997):
H0 = Data berdistribusi weibull
H1 = Data tidak berdistribusi weibull

(2.21)

Dengan k1 = [r/2]
k2 = [(r-1)/2]
Mi = Zi+1 - Zi

Dengan r adalah jumlah kerusakan. Wilayah kritis terdapat pada M <


Ferit(α,v1,v2), Ferit diperoleh dari dengan V1 = 2k2 dan V2 = 2k1. Dengan
demikian H0 akan diterima apabila nilai M yang didapat pada perhitungan kurang
dari nilai F tabel.
2.6 Laju Kerusakan
Laju kerusakan (failure rate) merupakan laju dimana kerusakan terjadi pada
interval waktu yang ditetapkan. Untuk mengenal laju kerusakan dapat
membayangkan sebuah tes atau percobaan yang dilakukan, dimana percobaan
tersebut dilakukan dalam jumlah yang besar terhadap komponen-komponen yang
identik dioperasikan dan waktu untuk gagal setiap komponen dicatat. Perkiraan
laju kegagalan setiap komponen untuk titik waktu adalah jumlah item yang dadal
dalam interval waktu terhadap populasi awal pada waktu operasi dimulai. Maka
laju kerusakan adalah peluang peralatan tersebut akan gagal dalam interval waktu
selanjutnya dengan syarat peralatan tersebut berfungsi pada waktu awal interval
(Ebeling, 1997).

λt

Burn in Useful life Wearout

Early failures

Random failures
Wearout failures

t
A B C

Gambar 2.6 Bathtub Curve


Sumber: Ebeling (1997)
Keterangan gambar bath-tub curve:
1. Daerah A Fase Kerusakan Awal (Early Failures).
Daerah ini sering disebut sebagai Burn-in Period laju kerusakan pada
daerah ini digambarkan dengan laju kerusakan menurun yang diawali dengan
tingkat laju kerusakan yang cukup tinggi pada awal operasi yang kemudian terus
menurun yang sering diistilahkan dengan Decreasing Failure Rate (DFR).
Penyebab terjadinya fase kerusakan awal ini antara lain kesalahan dalam proses
manufaktur, terkontaminasi, pengendalian kualitas yang tidak memenuhi syarat,
performansi komponen dan tenaga kerja yang berada dibawah standar, kesalahan
pemasangan dan set-up.
2 . Daerah B Fase Kerusakan Acak (Random Failure)
Fase ini sering disebut Useful Life Period. Fase ini ditandai dengan laju
kerusakan yang konstan atau Constant Failure Rate (CFR). Kerusakan biasanya
disebabkan oleh lingkungan,pembebanan yang diluar batas kemampuan peralatan,
dan kesalahan manusia.
3. Daerah C : Fase Keausan (Wear-out Failure)
Fase ini ditandai dengan laju kerusakan yang terus meningkat atau Increasing
Failure Rate (IFR) yang disebabkan oleh berakhirnya umur pakai peralatan.
Penyebab terjadinya kerusakan pada fase ini adalah fatigue atau umur pakai yang
akan habis, korosi, dan akibat pergesekan terus menerus yang mengakibatkan aus.
Karakteristik masing-masing fase dalam kurva bathub terdapat pada tabel berikut
(Ebeling, 1997):
Tabel. 2.1 Karakteristik fase dalam kurva bathub

Fase Golongan Penyebab Penanggulangan

cacat pabrik, cacat


pengujian awal,
pengelasan, komponen cacat,
Laju kegagalan menurun penyaringan, atau
Burn in pengendalian kualitas buruk,
(Decreasing Failure Rate) penyelesaian, kendali
kontaminasi dan sumber
mutu
daya manusia buruk

useful laju kegagal tetap (constan lingkungan, beban kerja perbaikan(redundansi),


life failure rate) acak, kesalahan manusia peningkatan kekuatan

perbaikan kapasitas,
laju kegagalan meningkat perawatan pencegahan,
wear-out fatigue, korosi, usia, gesekan
Increasing Failure Rate penggantaian komponen,
peningkatan teknologi

A. Merupakan kondisi yang terjadi pada fase awal penggunaan suatu alat,
dimana laju kerusakan terus menurun seiring dengan bertambahnya waktu.
Kerusakan yang mungkin ditimbulkan pada fase ini adalah kerusakan yang
diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh operator
dalam menggunakan alat tersebut, rendahnya quality control dan lain-lain.
B. Pada fase ini kerusakan yang timbul relatif konstan dan salah satu
penyebabnya adalah akibat human error.
C. Merupakan fase akhir dari penggunaan suatu alat. Fase ini ditandai dengan
terjadinya peningkatan kerusakan serta penurunan fungsi dari perlatan
tersebut. Pada umumnya, kerusakan yang timbul pada fase ini disebabkan
oleh korosi, dan fatigue dari alat yang digunakan.

2.7 Mean Time Between Failure (MTBF)

Perbedaan pengertian antara MTBF dan MTTF adalah penggunaannya.


MTTF digunakan untuk sekali kerusakan atau kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki (non-repairable), sedangkan MTBF digunakan dalam konteks sistem
yang dapat diperbaiki (repairable system). MTBF (π) juga merupakan suatu
expektasi untuk mengetahui kinerja dan kemampuan dari peralatan yang
digunakan, yang dinyatakan dalam total jam operasi per jumlah kegagalan.
Catatan bahwa MTBF biasanya diartikan sebagai waktu rata-rata pengoperasian
antar kerusakan.
MTBF dapat dihitung menggunakan perhitungan rata-rata (Average) waktu antara
kerusakan dari suatu sistem.
MTBF dapat dihitung dengan formulasi berikut ini:

MTBF =

Jumlah selang waktu antar kerusakan


N : jumlah data kerusakan

2.8 Mean Time To Repair (MTTR)


MTTR atau mean time to repair merupakan salah satu cara yang paling
sering digunakan untuk mengetahui keterawatan (maintainability). Untuk
mengukur MTTR dapat dilakukan dengan variabel acak karena kejadian yang
berulang-ulang dapat mengakibatkan waktu perbaikan yang berbeda-beda. MTTR
adalah nilai rata-rata atau nilai yang diharapkan (expected value) dari suatu
distribusi perbaikan (Ebeling, 1997). MTTR dinyatakan sebagai:

MTTR =

2.9 Mean Time to failure (MTTF)


Merupakan waktu diantara kerusakan (Ebeling, 1997). Berikut perhitungan
MTTF untuk masing-masing distribusi:
1. Distribusi Normal : MTTF = μt (2.37)

2. Distribusi Lognormal : MTTF = (2.38)

3. Distribusi Eksponensial : MTTF = (2.39)

4. Distribusi Weibull : MTTF = (2.40)

Anda mungkin juga menyukai