Anda di halaman 1dari 21

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perawatan (Maintenance)


2.1.1 Definisi Perawatan
Menurut Murthy (2003), perawatan adalah kumpulan dari aktivitas-aktivitas yang mengubah
sebuah sistem dengan sedemikian rupa untuk menjaga kondisi operasionalnya, atau
memulihkan kondisi operasional apabila kondisi operasional sedang tidak baik. Selain itu,
menurut Dhillon (2002), perawatan adalah seluruh aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk
memelihara kondisi barang atau memulihkan kondisinya, dan keadaan fisik barang tersebut
dibutuhkan untuk melengkapi fungsi produksi.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa perawatan adalah serangkaian aktivitas yang
memiliki tujuan untuk menjaga kondisi fasilitas operasional agar tetap dapat berkinerja dengan
baik.

2.1.2 Tujuan Perawatan


Secara umum perawatan memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mengatasi segala permasalahan yang berkaitan dengan keberlangsungan aktivitas produksi.
2. Memperpanjang umur operasi dan menjaga performa dari peralatan dan fasilitas.
3. Meminimasi downtime, yaitu waktu yang dihabiskan karena kerusakan pada mesin selama
proses produksi berlangsung.
4. Meningkatkan efisiensi sumber daya.
5. Mereduksi biaya perbaikan dan biaya lain yang timbul karena terhentinya proses akibat
mesin bermasalah.

2.1.3 Aktivitas-Aktivitas Dalam Perawatan


Seperti yang telah disebutkan pada definisi perawatan, bahwa dalam perawatan terdapat
serangkaian aktivitas. Adapun aktivitas-aktivitas tersebut diantaraya :
1. Inspeksi (Inspection)
Inspeksi adalah aktivitas pengecekan untuk mengetahui keadaan atau kondisi fasilitas
operasional. Inspeksi biasanya berupa aktivitas yang membutuhkan panca indera dan analisis
yang kuat, bahkan ada yang melakukannya dengan alat bantu, sehingga hasill inspeksi lebih
akurat.

II-11
Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

2. Perbaikan (Repair)
Perbaikan adalah aktivitas yang dilakukan untuk memulihkan mesin yang mengalami
kerusakan yang tidak terlalu parah dalam ruang lingkup yang tidak terlalu besar, sehingga dapat
beroperasi kembali seperti sedia kala.
3. Penggantian (Replacement)
Penggantian adalah aktivitas penggantian baik komponen ataupun mesin. Penggantian
dilakukan jika kondisi alat sudah tidak memungkinkan lagi untuk digunakan kembali atau
sudah melampaui umur ekonomis penggunaan.
4. Perbaikan Menyeluruh (Overhaul)
Aktivitas perawatan ini memiliki makna yang sama dengan perbaikan (repair), hanya saja
ruang lingkupnya lebih besar. Perawatan ini dilakukan apabila kondisi mesin dalam keadaan
rusak parah, sementara kemampuan untuk mengganti dengan mesin baru tidak ada.

2.1.4 Kaidah-Kaidah Dalam Perawatan


Kaidah dalam perawatan merupakan acuan dalam melaksanakann kegiatan perawatan, yaitu
sebagai bahan untuk melakukan analisis awal terhadap mesin atau sistem yang akan dirawat.
Acuan-acuan tersebut meliputi acuan-acuan tentang hal yang dimaksud dengan perawatan
sistem, kelayakan sistem, kemampuan operasioanl, kesediaan sistem, keandalan sistem dan
penggunaan sumber daya.
1. Perawatan Sistem
Perawatan sistem adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar sistem berada selalu
dalam keadaan siap pakai (Servicable) atau memulihan kembali kondisi sistem kepada kondisi
siap pakai.
2. Kelayakan Sistem
Kelayakan sistem adalah kemampuan pada suatu sistem untuk melaksanakann fungsinya secara
aman dan dalam batas-batas kondisi operasional yang telah ditetapkan, ditentukan oleh besaran
konfigurasi, standar konstruksi, spesifikasi performansi dan spesifikasi teknis.
3. Kemampuan Operasional
Kemampuan operasional adalah kemapuan yang dimiliki oleh mesin/sistem untuk melakukan
bermacam-macam operasi sesuai dengan yang diharapkan atau diperlukan.
4. Keandalan (Reliability)
Keandalan (Reliability) merupakan kemungkinan suatu sistem atau peralatan mampu
melaksanakan fungsinya pada kondisi tertentu tanpa adanya kegagalan.

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-12


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

5. Penggunaan sumber daya


Kriteria efisiensi berkaitan erat dengan penggunaan sumber daya yang efisien, sehingga setiap
kegiatan perawatan yang tidak efisien bagi kesiapan sistem ataupun kesiapan operasional harus
dihindarkan.

2.1.5 Klasifikasi Perawatan


Menurut Murthy (2008) aktivitas perawatan dibagi menjadi dua jenis aktivitas utama, yaitu:
1. Perawatan Korektif (Corective Maintenance)
Perawatan korektif adalah tindakan perawatan yang tidak terjadwal untuk memulihkan sistem
dari keadaan rusak ke keadaan baik. Perawatan ini melibatkan pergantian komponen ataupun
perbaikan komponen. Adapun jenis-jenis aktivitas perawatan korektif sebagai berikut :
 Minimal repair, dalam aktivitas minimal repair keandalan komponen tidak terpengaruh oleh
tindakan perbaikan. Dengan demikian potensi kegagalan setelah perbaikan sama dengan
sebelumnya.
 Perfect repair, dalam perfect repair setiap komponen yang rusak diganti dengan komponen
yang baru, maka hasilnya keandalan sistem kembali seperti baru.
 Imperfect repair, dalam beberapa situasi karakteristik keandalan komponen yang diperbaiki
lebih baik dari perbaikan minimal tetapi tidak sebai komponen baru.
2. Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)
Perawatan pencegahan adalah tindakan perawatan yang terjadwal dan dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan kerusakan atau meningkatkan keandalan sistem. Aktivitas perawatan
pencegahan adalah sebagai berikut :
 Replaced by new, tindakan ini cocok untuk sistem yang hanya memiliki 1 unit komponen
dan harga komponennya murah.
 Imperfect preventive maintenance.

2.1.6 Elemen Waktu Perawatan


Dalam melakukan perawatan terdapat beberapa elemen waktu yang dipergunakan sebagai
dasar pengukuran, yaitu :
 Waktu operasi, yaitu waktu yang digunakan oleh sistem untuk melakuakan kegiatan.
 Waktu delay, yaitu waktu dimana sistem dalam keadaan menganggur, tetapi sistem bukan
dalam keadaan rusak.
 Downtime, yaitu total waktu dimana sistem tidak mungin dioperasikan. Downtime dapat
terjadi apabila sistem mengalami kerusakan, dalam keadaan perbaikan, atau dalam tindakan

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-13


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

perawatan lainnya. Downtime dapat berupa memeriksa kerusakan, waktu menunggu perbaikan,
waktu perbaikan, waktu menunggu datangnya spare-part.

2.2 Reliability Centered Maintenance (RCM)


Menurut Dhillon (2002), Reliability Centered Maintenance adalah sistematis proses yang
digunakan untuk menentukan apa yang harus dilaksanakan untuk memastikan setiap fasilitas
dapat terus menjalankan fungsinya dalam operasionalnya. RCM berfokus pada Preventive
Maintenance (PM) terhadap kegagalan yang sering terjadi.
Beberapa tujuan penting dari penerapan RCM adalah:
a. Membentuk desain yang berhubungan supaya dapat memfasilitasi Preventive Maintenance
(PM).
b. Mendapatkan informasi yang berguna untuk meningkatkan desain dari produk atau mesin
yang ternyata tidak memuaskan, yang berhubungan dengan keandalan.
c. Membentuk PM dan tugas yang berhubungan yang dapat mengembalikan keandalan dan
keamanan pada levelnya semula pada saat terjadinya penurunan kondisi peralatan atau sistem.
d. Mendapatkan semua tujuan diatas dengan total biaya yang minimal.
2.2.1 Komponen-komponen RCM
1. Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan)
Jenis pemeliharaan ini biasa disebut time-driven maintenance atau interval-based
maintenance yang dilakukan dengan memperhatikan kondisi mesin. Kegiatannya terdiri dari
pemeriksaan secara periodik, penggantian part, perbaikan komponen, penyesuaian, pengujian,
pelumasan dan pembersihan mesin atau peralatan. PM dijadwalkan secara rutin dengan
sejumlah pemeriksaan dan pemeliharaan dengan interval tertentu dimaksudkan untuk
mengurangi terjadinya kegagalan pada peralatan yang rentan terjadi kegagalan. Kegiatan ini
juga dimaksudkan untuk mengurangi jumlah dan bahaya atau akibat kegagalan-kegagalan yang
tidak terencana.
Untuk menentukan interval waktu pelaksanaan PM biasanya digunakan data Mean Time
Between Failure (MTBF) sebagai parameternya. Selanjutnya harus diadakan pemantauan
terhadap kondisi mesin atau peralatan untuk menentukan kondisi mesin dan untuk menetapkan
tren peramalan kondisi mesin yang akan datang. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan
untuk meramalkan kecenderungan pada waktu tertentu antara lain :
a. Antisipasi kegagalan dari pengalaman masa lalu. Dibutuhkan data historis kegagalan mesin
dan pengalaman juga intuisi dalam menentukan kemungkinan terjadinya kegagalan.
b. Distribusi statistik dari data kegagalan. Distribusi kegagalan dan probabilitas kegagalan
dapat diketahui dengan menggunakan analisis statistik.

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-14


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

c. Pendekatan konservatif. Dilakukan dengan melakukan monitoring mesin atau peralatan


setiap bulan atau setiap minggu untuk memastikan mesin atau peralatan dalam kondisi yang
baik.

2. Perawatan Korektif (Corective Maintenance)


Perawatan korektif adalah tindakan perawatan yang tidak terjadwal untuk memulihkan sistem
dari keadaan rusak ke keadaan baik. Perawatan ini melibatkan pergantian komponen ataupun
perbaikan komponen. Adapun jenis-jenis aktivitas perawatan korektif sebagai berikut :
 Minimal repair, dalam aktivitas minimal repair keandalan komponen tidak terpengaruh oleh
tindakan perbaikan. Dengan demikian potensi kegagalan setelah perbaikan sama dengan
sebelumnya.
 Perfect repair, dalam perfect repair setiap komponen yang rusak diganti dengan komponen
yang baru, maka hasilnya keandalan sistem kembali seperti baru.
 Imperfect repair, dalam beberapa situasi karakteristik keandalan komponen yang diperbaiki
lebih baik dari perbaikan minimal tetapi tidak sebai komponen baru.

2.2.2 Metodologi RCM


Menurut J. T. Selvik (2011), metodologi RCM terbagi menjadi tiga fase :
a. Mengidentifikasi Maintenance Significant Item (MSI) atau bisa disebut juga komponen yang
kritis untuk dimaintain.
b. Membuat penugasan yang sesuai dengan pekerjaan PM yang sesuai MSI.
c. Mengimplementasikan dan memperbaharui pekerjaan PM.
Dalam tulisannya J. T. Selvik (2011) menjelaskan ketiga fase tersebut dalam bagan
Reliability and Risk Centered Maintenance (RRCM).

1. Identification of 2. PM Task 3. PM Interval 4. Packing of PM


MSI Assessments Assessment Tasks

5. Uncertainty Analysis

6. Uncertainty
Preventive 7. Managerial
Evaluation &
Maintenance Review and
Presentation of
Programmme Judgement
Results

Gambar 2.1 RRCM Framework

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-15


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

Kotak 1 sampai dengan 4 memenuhi fase pertama (a) dan kedua (b) dalam Metodologi RCM
dengan mengaplikasikan PM Task Assessment dan PM Interval Assesment. Langkah
selanjutnya mencakup fase terakhir (c) dengan mengevaluasi ketidakpastian yang terjadi dan
dikomunikasikan ke pihak manajemen dalam menindak lanjuti pembuatan program PM.

2.3 Teori Keandalan


Reliability atau keandalan dari suatu produk atau sistem menyampaikan konsep dapat
diandalkan atau sistem tersebut sukses beroperasi dengan tidak adanya kegagalan. Lebih
tepatnya, reliability didefinisikan sebagai suatu konsep terkait sebagai berikut: Keandalan
produk atau sistem adalah probabilitas suatu barang atau sistem mampu melakukan fungsi
tertentu untuk periode waktu tertentu jika beroperasi secara normal. Jika merujuk pada pendapat
ahli didapat bahwa:
a. Menurut Ebeling (1997), Reliability atau keandalan dapat didefinisikan sebagai probabilitas
bahwa suatu komponen atau sistem akan menginformasikan suatu fungsi yang dibutuhkan
dalam periode waktu tertentu ketika digunakan dalam kondisi operasi.
b. Menurut Blancard (1994), Reliability atau keandalan merupakan probabilitas bahwa sebuah
unit akan memberikan kemampuan yang memuaskan untuk suatu tujuan tertentu dalam periode
waktu tertentu ketika dalam kondisi lingkungan tertentu.
c. Menurut Leith (1995), Reliability atau keandalan suatu produk adalah ukuran terhadap
kemampuan produk tersebut untuk melakukan fungsinya, pada saat dibutuhkan, untuk waktu
tertentu dan pada lingkungan yang tertentu pula.

Beberapa item pada daftar ini melibatkan banyak isu-isu lain termasuk: prediksi, penilaian,
optimasi, dan topik terkait. Hal ini didefinisikan sebagai berikut:
a. Reliability Prediction atau prediksi keandalan pada dasarnya berhubungan dengan
penggunaan model, sejarah masa lalu tentang produk serupa, dan sebagainya, dalam upaya
untuk memprediksi keandalan dan produk pada tahap desain. Proses dapat diperbaharui pada
tahap selanjutnya dalam upaya untuk memprediksi keandalan.
b. Reliability Assesment atau penilaian keandalan berkaitan dengan estimasi keandalan
didasarkan pada data aktual, yang mungkin bisa berupa data pengujian, data operasional, dan
sebagainya. Sistem melibatkan pemodelan, Goodness-of-Fit untuk distribusi probabilitas dan
analisis terkait.
c. Reliability Optimization atau optimasi keandalan mencakup banyak area dan berkaitan
dengan pencapaian trade-off yang cocok antara berbagai tujuan yang saling bersaing seperti
kinerja, biaya, dan seterusnya.

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-16


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

d. Reliability Test Design atau keandalan uji desain berkaitan dengan metode untuk
memperoleh validitas, keandalan, data yang akurat serta melakukannya secara efektif dan
efisien.
e. Reliability Data Analysis atau keandalan analisis dapat berkaitan dengan estimasi parameter,
pemilihan distribusi dan banyak aspek yang dibahas di atas.

Pengetahuan mengenai keandalan suatu sistem terlebih dahulu harus memperhatikan laju
kerusakan dari suatu sistem. Laju kerusakan suatu sistem umumnya digambarkan dalam
Bathtub Curve seperti terlihat pada Gambar 2.3

A B C

Gambar 2.2 Bathtub Curve


Keterangan gambar Bathtub Curve :
A. Merupakan kondisi yang terjadi pada fase awal penggunaan suatu alat, dimana laju
kerusakan terus menurun seiring dengan bertambahnya waktu. Kerusakan yang mungkin
ditimbulkan pada fase ini adalah kerusakan yang diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan yang
dimiliki oleh operator dalam menggunakan alat tersebut, rendahnya Quality Control, dan lain-
lain.
B. Pada fase ini, kerusakan yang timbul relatif konstan dan salah satu penyebabnya adalah
akibat human error.
C. Merupakan fase akhir dari penggunaan suatu alat. Fase ini ditandai dengan terjadinya
peningkatan kerusakan serta penurunan fungsi dari peralatan tersebut. Pada umumnya,
kerusakan yang timbul pada fase ini disebabkan oleh korosi, umur, dan fatigue dari alat yang
digunakan.

2.3.1 Mengukur Keandalan


Keandalan merupakan probabilitas dari peralatan atau proses yang berfungsi sesuai
peruntukkannya tanpa mengalami kegagalan, ketika dioperasikan pada kondisi yang
semestinya untuk interval waktu tertentu (Kumar, Klefjo, Kunar, 1992). Biaya tinggi

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-17


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

memotivasi para engineer dalam mencari solusi terhadap masalah keandalan untuk mengurangi
biaya pengeluaran, meningkatkan keandalan, memuaskan pelanggan dengan pengiriman tepat
waktu dengan cara meningkatkan ketersediaan peralatan dan dengan mengurangi biaya dan
masalah yang timbul dari kegagalan produk.
Mengukur keandalan suatu sistem atau peralatan dengan cara mengkuantitatifkan biaya
tahunan dari peralatan atau sistem yang tidak andal tersebut dengan fasilitas yang tersedia akan
menempatkan keandalan tersebut dalam konteks bisnis. Sistem atau peralatan dengan
keandalan yang tinggi akan mengurangi biaya kegagalan peralatan. Kegagalan adalah
hilangnya suatu fungsi jika fungsi tersebut diperlukan, terutama untuk mencapai tujuan
keuntungan perusahaan. Keandalan adalah suatu ukuran dari probabilitas mampu beroperasi
yang bebas dari kegagalan, yang sering dinyatakan sebagai:
 t 
 
R(t)  e  MTBF 
 e  t 

Reliability sistem dengan banyak komponen didefinisikan sebagai berikut:

R = R.Componen t A X R.Componen t B X R.Componen t C X ..etc

Sementara perhitungan umum keandalan didasarkan pada pertimbangan terhadap modus


dari kegagalan awal, yang dapat disebut sebagai angka kegagalan dini (menurunnnya tingkat
kegagalan yang akan datang seiring dengan berjalannya waktu) atau memakai modus usang
(yaitu meningkatnya kegagalan seiring dengan waktu). Parameter utama yang menggambarkan
keandalan adalah:
a. Mean Time To Between Failure (MTBF) yakni rata-rata jarak waktu antar setiap kegagalan.
b. Mean Time To Repair (MTTR) yakni rara-rata jarak waktu yang digunakan untuk melakukan
perbaikan.
c. Mean Life To Component yakni angka rata-rata usia komponen.
d. Failure Rate yakni angka rata-rata kegagalan peralatan pada satu satuan waktu.
e. Maximum Number of Failure yakni angka maksimum kegagalan peralatan pada jarak waktu
tertentu.

2.3.2 Distribusi untuk Menghitung Keandalan


Pada dasarnya, terdapat beberapa macam bentuk distribusi kerusakan yang dapat digunakan
dalam kebijakan perawatan, seperti Distribusi Weibull, Lognormal, Eksponensial dan Normal.
1. Distribusi Weibull
Distribusi Weibull merupakan salah satu distribusi kerusakan yang paling berguna untuk
menentukan reliabilitas. Distribusi Weibull juga merupakan distribusi empiris yang paling

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-18


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

banyak digunakan dan hampir muncul pada semua karakteristik kegagalan dari produk karena
mencakup ketiga fase kerusakan yang mungkin terjadi pada distribusi kerusakan. Pada
umumnya, distribusi ini digunakan pada komponen mekanik atau peralatan pemesinan.
Distribusi Weibull dapat digunakan untuk memodelkan laju kerusakan yang meningkat
maupun menurun. Distribusi ini dapat digunakan dalam mengukur keandalan (reliability)
karena Distribusi Weibull memiliki keunggulan dibandingkan dengan distribusi yang lain.
Distribusi ini sangat fleksibel terhadap berbagai fungsi distribusi kerusakan, fleksibilitas ini
dikarenakan Distribusi Weibull memiliki parameter bentuk (β) sehingga karakteristik distribusi
yang memiliki laju meningkat, menurun dan konstan dapat ditunjukkan oleh nilai parameter
bentuk tersebut.
Terdapat dua macam Distribusi Weibull yang dapat digunakan, yaitu Distribusi Weibull dua
parameter dan Distribusi Weibull tiga parameter. Sesuai dengan namanya Distribusi Weibull
dua paramater mempunyai dua buah parameter, yaitu:
 Parameter bentuk (β)
Merupakan parameter yang menggambarkan bentuk dari distribusi kerusakan.
 Parameter skala (α)
Merupakan parameter yang menggambarkan umur karakteristik dari alat/komponen.
Beberapa fungsi yang ada dalam Distribusi Weibull dua parameter (Ebeling, 1997) yaitu:
a. Fungsi Kepadatan Probabilitas f(t)
Merupakan probabilitas terjadinya kerusakan pada setiap satuan waktu.

 1  t 
   t  


f(t)     .e 

    
b. Fungsi Kumulatif Kerusakan F(t)
Merupakan probabilitas terjadinya kerusakan sebelum waktu t.

 t 
 
 
F(t)  1  e
c. Fungsi Laju Kerusakan r(t)
Merupakan gambaran laju kerusakan dalam selang waktu tertentu.
 1
   t 
r(t)    
    
d. Fungsi Keandalan R(t)
Merupakan probabilitas suatu alat/ komponen dapat berfungsi sampai suatu periode t.

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-19


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir


 t 
 
 
R(t)  e
Pola grafik dari masing-masing fungsi pada Distribusi Weibull dua parameter mendekati
pola berikut ini ;

f(t) F(t)
1

t t
Fungsi Padat Probabilitas Fungsi Kumulatif Kerusakan
R(t) r(t)
1 1

t t
Fungsi Keandalan Fungsi Laju Kerusakan

Gambar 2.3 Pola Grafik Fungsi Distribusi Weibull


2. Distribusi Lognormal
Distribusi Lognormal mengenal dua parameter yaitu s sebagai parameter bentuk dan tmed
sebagai parameter lokasi yang merupakan nilai tengah dari waktu kerusakan. Distribusi ini
didefinisikan hanya untuk nilai t positif, oleh sebab itu lebih sesuai sebagai distribusi kerusakan.
Distribusi lognormal mempunyai beberapa bentuk dan menurut Ebelling (1997), sering juga
dijumpai data yang sesuai dengan Distribusi Weibull. Fungsi-fungsi dari Distribusi Lognormal
adalah:
a. Fungsi Kepadatan Probabilitas f(t)
1 [
1
(𝑙𝑛
𝑡 2
) ]
f(t) = 𝑒 2𝑠2 𝑡𝑚𝑒𝑑
𝑠𝑡√2𝑛

Untuk t ≥ 0
b. Fungsi Kumulatif Kerusakan F(t)
1 𝑡
𝐹(𝑡) = ( 𝑙𝑛 )
𝑠 𝑡𝑚𝑒𝑑

c. Fungsi Laju Kerusakan 𝜆(t)


1 𝑡
( 𝑠 𝑙𝑛 𝑡 )
𝑚𝑒𝑑
𝜆(𝑡) =
𝑠𝑡𝑅(𝑡)
d. Fungsi Keandalan R(t)
R(t) = 1  f(t)

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-20


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

3. Distribusi Eksponensial
Distribusi Eksponensial digunakan untuk menghitung keandalan dari distribusi kerusakan
yang memiliki laju kerusakan konstan. Distribusi ini mempunyai laju kerusakan yang tetap
terhadap waktu, dengan kata lain probabilitas terjadinya kerusakan tidak tergantung pada umur
alat. Distribusi ini adalah distribusi yang paling mudah dianalisis. Parameter yang digunakan
dalam Distribusi Eksponensial adalah λ, yang menunjukkan rata-rata kedatangan kerusakan
yang terjadi. Fungsi-fungsi yang terdapat dalam Distribusi Eksponensial (Ebeling, 1997) yaitu:
a. Fungsi Kepadatan Probabilitas f(t)

f(t)  .e.t 
Untuk t > 0
Keterangan : λ = Rata-rata nilai kedatangan kerusakan per satuan waktu.
b. Fungsi Kumulatif Kerusakan F(t)

F(t) = 1 - e (λ t)

c. Fungsi Laju Kerusakan r(t)

r(t) = λ

d. Fungsi Keandalan R(t)

R(t) = e (-λt)

Pola grafik dari masing-masing fungsi pada Distribusi Eksponensial mendekati pola berikut ini:

f(t) F(t)
1

t t
Fungsi Padat Fungsi Kumulatif

R(t) r(t)
1 1

t t
Fungsi Keandalan Fungsi Laju Kerusakan

Gambar 2.4 Pola Grafik Fungsi Distribusi Eksponensial

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-21


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

4. Distribusi Normal
Distribusi normal cocok untuk digunakan dalam memodelkan fenomena keausan. Parameter
yang digunakan adalah μ (nilai tengah) dan σ (standar deviasi). Pola distribusi ini dapat
digunakan jika pengaruh suatu random diakibatkan oleh sejumlah besar variasi random yang
tidak bergantungan (saling bebas/independen) yang kecil atau sedikit. Fungsi-fungsi yang
terdapat dalam Distribusi Normal (Ebeling,1997) yaitu:
a. Fungsi Kepadatan Probabilitas f(t)
   t   2 
 
1  2  2 
f(t)  .e
. 2

Dengan ketentuan : - ~ < t < ~


Keterangan : μ = Rata-rata dari distribusi
σ = Standar deviasi distribusi
b. Fungsi Kumulatif Kerusakan F(t)
  t   2 
t  
1
.e
 2 2 
F(t) 
 . 2 

c. Fungsi Laju Kerusakan r(t)


   t   2 
 
 2  2 
e
r(t)     t   2 
  
 2  2 
e dt
t

d. Fungsi Keandalan R(t)


   t   2 
  
1  2  2 

. 2 t
R(t)  . e dt

Pola grafik dari masing-masing fungsi pada Distribusi Normal mendekati pola berikut ini:

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-22


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

f(t) F(t)
1

t t
Fungsi Padat Probabilitas Fungsi Kumulatif Kerusakan
R(t) r(t)
1 1

t t
Fungsi Keandalan Fungsi Laju Kerusakan

Gambar 2.5 Pola Grafik Fungsi Distribusi Normal


2.3.3 Identifikasi Distribusi Kerusakan
Menurut Ebeling (1997), maksud dari pengidentifikasian distribusi ini adalah untuk
menunjukan melalui tes statistik dalam hal menerima atau menolak suatu hipotesis bahwa
kerusakan atau perbaikan yang diteliti berasal dari suatu distribusi tertentu. Identifikasi
distribusi dapat dilakukan dalam 2 tahap, yaitu Index of Fit (r) dan Goodness of Fit Test.
2.3.3.1 Index of Fit
Identifikasi awal untuk waktu kerusakan dan waktu perbaikan dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu dengan Probability Plot dan Least-Square Curve Fitting (Ebelling, 1997).
Probability Plot digunakan ketika ukuran sampel terlalu kecil atau bisa juga digunakan untuk
data yang tidak lengkap. Metode ini dibuat dengan cara membuat grafik dari data waktu
kerusakan atau perbaikan, bila data tersebut menghampiri suatu distribusi maka grafik tersebut
akan berbentuk garis lurus.
Cara kedua yaitu dengan Metode Least-Square Curve Fitting. Metode inilah yang akan
dipakai pada pengolahan data. Metode ini dinilai lebih akurat dari pada Probability Plot karena
subjektivitas untuk menilai kelurusan sebuah garis menjadi berkurang. Dalam mengidentifikasi
distribusi suatu komponen digunakan Index of Fit (r) yang merupakan ukuran hubungan linear
antara peubah x dan y. Pada Metode Least-Square Curve Fitting, distribusi dengan nilai Index
of Fit terbesarlah yang akan dipilih untuk diuji dengan menggunakan Goodness of Fit Test.
Perhitungan umum pada Metode Least-Square Curve Fitting yaitu:

𝑙 − 0,3
𝐹(𝑡𝑖 ) =
𝑛 + 0,4
Keterangan :
i = data waktu ke-t
n = r = jumlah data kerusakan

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-23


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

𝑛 ∑𝑛 𝑛 𝑛
𝑖=1 𝑥𝑖 𝑦𝑖 −(∑𝑖=1 𝑥𝑖 ) (∑𝑖=1 𝑦𝑖 )
Index of fit (𝑟) =
√[𝑛 ∑𝑛 2 𝑛 2 𝑛 2 𝑛 2
𝑖=1 𝑥𝑖 −(∑𝑖=1 𝑥𝑖 ) ] [𝑛 ∑𝑖=1 𝑦𝑖 −(∑𝑖=1 𝑦𝑖 ) ]

Dimana n adalah jumlah kerusakan yang terjadi perhitungan khusus untuk setiap distribusi
adalah:
1. Distribusi Normal
𝑥𝑖 = 𝑡𝑖
𝑦𝑖 = 𝑧𝑖 = ф−1 [𝐹(𝑡𝑖 )], dengan menggunakan tabel
1 𝑎
Parameter: 𝜎 = 𝑏 dan 𝜇 = − 𝑏

2. Distribusi Lognormal
𝑥𝑖 = ln 𝑡𝑖
𝑦𝑖 = 𝑧𝑖 = ф−1 [𝐹(𝑡𝑖 )], dengan menggunakan tabel.
1
parameter: 𝑠 = dan 𝑡𝑚𝑒𝑑 = 𝑒 −𝑠𝑎
𝑏
3. Distribusi Weibull
𝑥𝑖 = ln 𝑡𝑖
1
𝑦𝑖 = ln [𝑙𝑛 ( )]
1 − 𝐹(𝑡𝑖 )
ti adalah data ke-i
Parameter: 𝛽 = 1/b dan 𝜃 = 𝑒 𝑎
4. Distribusi Eksponensial
𝑥𝑖 = 𝑡𝑖
1
𝑦𝑖 = 𝑙𝑛 ( )
1 − 𝐹(𝑡𝑖 )
Parameter: 𝜆 = 𝑏
Keterangan :
i = urutan data kerusakan (1,2,3,….n)
𝑡𝑖 = data kerusakan ke-i
Gradien:
1. Distribusi Weibull, Normal dan Log Normal

𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 𝑦𝑖 − (∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 ) ( ∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 )


𝑏=
𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑥12 − (∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 )2

2. Distribusi Eksponensial
∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 . 𝑣𝑖
𝑏=
∑𝑛𝑖=1 𝑥12

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-24


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝 ∶ a = ӯ – b.𝑥̅
Dalam menentukan distribusi yang akan digunakan untuk menghitung MTBF, MTTR, dan
Reliability. Proses yang harus dilakukan adalah mencari nilai r untuk masing-masing distribusi
sehingga didapatkan nilai r terbesar yang kemudian akan diuji lagi menurut hipotesa
distribusinya (Ebeling, 1997).
2.3.3.2 Uji Kecocokan Distribusi (Goodness of Fit Test)
Uji kecocokan distribusi atau Goodness of Fit Test ini adalah membandingkan dua hipotesis
yang berlawanan yaitu:
H0 : Data kerusakan atau perbaikan mendekati suatu distribusi tertentu.
H1 : Data kerusakan atau perbaikan tidak menghampiri suatu distribusi tertentu.
Uji ini terdiri dari perhitungan statistik berdasarkan data yang diamati kemudian
dibandingkan dengan nilai kritik pada tabel. Pada umumnya jika test statistik lebih kecil dari
pada nilai kritik, maka terima H0 dan bila sebaliknya maka terima H1.
Pada dasarnya ada dua tipe uji kecocokan distribusi yaitu secara umum (General Test) dan
uji spesifik (Specific Test). Uji secara spesifik lebih akurat dibandingkan dengan uji secara
umum karena lebih dikhususkan untuk satu jenis distribusi, sedangkan uji secara umum
digunakan untuk lebih dari satu jenis distribusi.
Menurut Ebelling (1997), pengujian yang akan dilakukan adalah Uji Bartllet untuk
Distribusi Eksponensial. Uji Kolmogorov-Smirnov untuk Distribusi Normal dan Lognormal
serta Uji Mann’s untuk Distribusi Weibull.
1. Uji Bartllet untuk Distribusi Eksponensial
Hipotesis yang digunakan untuk uji ini adalah :
H0 : Data berdistribusi Eksponensial
H1 : Data tidak berdistribusi Eksponensial
Uji statistiknya yaitu:
B
∑𝑟 𝑡 ∑𝑟 𝑡
2𝑟 [ln ( 𝑖=1 𝑖 ) − ( 𝑖=1 𝑖 )]
𝑟 𝑟
=
(𝑟 + 1)
1 + 6𝑟

Keterangan :
r = jumlah kerusakan
𝑡𝑖 = data waktu kerusakan ke-i
B = nilai uji statistik untuk Bartllet’s Test
H0 diterima apabila nilai B jatuh dalam wilayah kritis
2
𝑥1−𝑎 < 𝐵 < 𝑥𝑎2𝑟−1
𝑟−1 2
2

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-25


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

2. Uji Mann’s untuk Distribusi Weibull


Hipotesis yang digunakan untuk uji ini adalah:
H0 : Data berdistribusi Weibull
H1 : Data tidak berdistribusi Weibull
Uji statistiknya yaitu:
𝑥(𝑖+1) − 𝑥𝑖
∑𝑟−1𝑟 [ ]
𝑖=( )+1
2 𝑀𝑖
𝑆= 𝑥(𝑖+1) − 𝑥𝑖
∑𝑟−1
𝑖=1 [ ]
𝑀𝑖
Keterangan:
1. Xi didefinisikan sebagai Xi = ln ti
2. ti adalah nilai tengah untuk kelas interval ke-I antar kerusakan yang berasal dari n data
percobaan, dimana i = 1,2,…..,r dan r < n
3. Mi diperoleh dari tabel statistik S untuk Goodness of Fit Distribusi Weibull dua parameter
𝑟 𝑟 𝑟
4. (2) nilai (2) dibulatkan kebawah atau bilangan bulat tang terbesar < (2)

5. S diperoleh dari tabel dengan n sampel dan tingkat kepercayaan n%


Jika nilai M hitung < M tabel (α, k1, k2), maka H0 diterima.
3. Uji Kolmogorov-Smirnov untuk Distribusi Normal dan Lognormal
Hipotesis yang digunakan untuk uji ini adalah:
H0 : Data berdistribusi Normal (Lognormal)
H1 : Data tidak berdistribusi Normal (Lognormal)
Uji statistiknya : Dn = max {D1,D2}
Dimana:

𝑡𝑖 − 𝑡̅ 𝑖−1
𝐷1 = 𝑚𝑎𝑥1≤𝑖≤𝑛 {ф ( )− }
𝑠 𝑛

𝑖 𝑡𝑖 − 𝑡̅
𝐷2 = 𝑚𝑎𝑥1≤𝑖≤𝑛 { − ф ( )}
𝑛 𝑠

𝑛 ln 𝑡𝑖 2
∑𝑛𝑖=1(ln 𝑡𝑖 − 𝑡̅)2
𝑡̅ = ∑ dan 𝑆 =
𝑖=1 𝑛 𝑛−1

Keterangan: ti = data waktu kerusakan ke-i


𝑡 = rata-rata data waktu kerusakan
s = standard deviasi
n = banyaknya data kerusakan

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-26


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

Bila Dn < Dkritis maka terima H0, dan bila sebaliknya maka terima H1. Nilai Dkritis diperoleh
dari tabel Critical Value For The Kolmogorov-Smirnov Test For Normality.
2.3.3.3 Estimasi Parameter Weibull Dua Parameter
Setelah diketahui data kerusakan mengikuti Distribusi Weibull dua parameter, maka
dilakukan estimasi parameter, yaitu mencari estimasi nilai α (parameter skala) dan β (parameter
bentuk). Untuk perhitungan estimasi parameter, metode yang digunakan adalah dengan
pendekatan Regresi Linier. Misalkan t1,t2,...,tn adalah sejumlah data waktu antar kerusakan
sistem yang telah disusun menurut urutan terkecil, untuk setiap ti (i=1,2,3,...,n) berlaku
hubungan sebagai berikut:
i  0,3
xi = ln (ti) Ft i  
n  0,4

 1 
yi  ln ln 
 1  F(t ) 

 i 

Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai intercept (a) dan slope (b), kemudian
menghitung nilai α dan nilai β dengan cara berikut:
n  x i yi   x i  yi
b
n  x i   x i 
2 2

1 
  1
 

β=b

𝑡̅
α=
𝛤

2.4 Model Penentuan Interval Waktu Penggantian Pencegahan Optimal


2.4.1 Age Replacement
Dalam metode ini tindakan penggantian dilakukan pada saat pengoperasiannya sudah
mencapai umur yang ditetapkan yaitu sebesar 𝑡𝑝 . Jika pada selang waktu 𝑡𝑝 tidak terdapat
kerusakan, maka dilakukan penggantian sebagai tindakan korektif. Perhitungan umur tindakan
penggantian 𝑡𝑝 dimulai dari awal lagi dengan mengambil acuan dari waktu mulai bekerjanya
sistem kembali setelah dilakukan tindakan perawatan korektif tersebut.
Model ini cocok diterapkan terhadap komponen yang interval waktu penggantiannya relatif
tidak mempengaruhi umur komponen lainnya atau komponen yang penggantiannya sekaligus,
dapat diartikan model ini berlaku jika ada kerusakan komponen dalam satu set mesin maka

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-27


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

hanya satu komponen yang rusak saja yang mengalami penggantian. Dalam model age
repalecement, intinya pada saat dilakukan penggantian adalah tergantung pada umur
komponen, jadi penggantian pencegahan akan dilakukan dengan menetapkan kembali interval
waktu penggantian berikutnya sesuai dengan interval yang telah ditentukan.
Model age replacement mempunyai dua siklus penggantian pencegahan, yaitu :
1. Siklus 1 atau siklus pencegahan yang diakhiri dengan kegiatan penggantian pencegahan,
ditentukan melalui komponen yang telah mencapai umur penggantian sesuai dengan rencana.
2. Siklus 2 atau siklus kerusakan yang diakhiri dengan kegiatan kerusakan, ditentukan melalui
komponen yang telah mengalami kerusakan sebelum mencapai waktu penggantian yang telah
ditetapkan sebelumnya.

Kedua siklus dari model age replacement tersebut dapat terlihat jelas pada gambar berikut ini :

Perawatan Perawatan
pencegahan perbaikan

Operasi Tp Operasi Tf
tp+Tp

Siklus 1 Siklus 2

Gambar 2.6 Model Age Replacement

Total ekspektasi biaya pergantian per siklus


C(t p ) 
Ekspektasi panjang siklus

Dimana:
Total ekspektasi biaya pergantian per siklus = 𝐶𝑝 × 𝑅(𝑡𝑝 ) + 𝐶𝑓 [1 − 𝑅(𝑡𝑝 )]
Ekspektasi panjang siklus = (𝑡𝑝 + 𝑇𝑝 )𝑅(𝑡𝑝 ) + [𝑀(𝑡𝑝 ) + 𝑇𝑓 ][1 − 𝑅(𝑡𝑝 )]
Sehingga, model penentuan interval penggantian age replacement adalah sebagai
berikut:
Cp xR(t p )  Cf [1 - R(t p )]
C(t p ) 
(t p  Tp )R(t p )  [M(t p )  Tf ][1 - R(t p )]

Keterangan :
C(tp) = Total ongkos persatuan waktu jika penggantian dilakukan dalam interval (tp)
R(tp) = Nilai reliabilitas pada saat (tp)
Cp = Biaya penggantian pencegahan
Cf = Biaya penggantian kerusakan
M(tp) = Nilai rata-rata waktu terjadinya kerusakan
Tf = Waktu penggantian kerusakan

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-28


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

Tp = Waktu penggantian pencegahan


tp = Interval waktu penggantian pencegahan
2.4.2 Model Group Replacement
Model group replacement menurut Murthy (2008) langkahnya sebagai berikut :
1. Hitung umur optimal penggantian (Ti*) untuk komponen i, 1  i  n,
berdasarkan Fi(t), Cfi, dan Cpi menggunakan kebijakan 5 (Age Replacement).
2. Penomoran komponen dengan urutan menaik sehingga T*i  T*i+1.
3. Pre-group komponen ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan aturan
berikut: komponen i dan i+1 termasuk kedalam satu kelompok jika
𝑇 ∗𝑖+1
𝑖𝑛𝑡 ( )=1
𝑇 ∗𝑖
4. Perbaikan pengelompokkan. Misalnya kelompok ke-j mengandung komponen
mj dengan index J1+mj-1. Maka:
1
j = 𝑚𝑗 ∑𝐽1+𝑚𝑗−1
𝑖=𝐽1 𝑇 ∗𝑖

Sesuaikan kelompok komponen-komponen yang diperoleh dari langkah 3 sehingga


hubungan berikut dapat terpenuhi untuk semua kelompok:
𝑇 ∗ 𝐽1 + 𝑚𝑗 − 1
𝑖𝑛𝑡 ( )=1
j

2.5 Keandalan dengan Preventive Maintenance


Peningkatan keandalan dapat ditempuh dengan Preventive Maintenance. Dengan Preventive
Maintenance maka pengaruh wear out mesin atau komponen dapat dikurangi dan menunjukkan
hasil yang cukup signifikan tehadap umur sistem.
Menurut Lewis (1987), keandalan pada saat t dinyatakan sebagai berikut:

Rm(t) = R(t)
untuk 0 ≤ t < T
Rm(t) = R(T).R(t-T)
untuk T ≤ t < 2T

Keterangan:
t = waktu
T = interval waktu pencegahan penggantian kerusakan
R(t) = keandalan (reliability) dari sistem tanpa Preventive Maintenance
R(T) = peluang dari keandalan hingga Preventive Maintenance pertama

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-29


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

R(t-T) = peluang dari keandalan antara waktu t-T setelah sistem dikembalikan dari
kondisi awal pada saat T
Rm(t) = keandalan (reliability) dari sistem dengan Preventive Maintenance
Secara umum persamaannya adalah:

Rm(t) = R(T)n.R(t-nT)
Untuk untuk nT ≤ t ≤ (n+1)T
dimana n = 1,2,3,....dst
Keterangan :
n = jumlah perawatan
Rm(t) = keandalan (reliability) sistem dengan Preventive Maintenance
R(T)n = probabilitas keandalan hingga n selang waktu
R(t-nT) = pobabilitas keandalan untuk waktu t-nT dari tindakan Preventive Maintenance
yang terakhir

Ln R(t)

Rm(t)

R(t)

0 T 2T 3T

Gambar 2.7 Pengaruh Preventive Maintenance terhadap Reliability


Untuk laju kerusakan yang konstan:
R(t) = e -λt

maka,
Rm(t) = (e -λt)n e-λt(t-nT)

Rm(t) = e –λt. e –λt. e –λt \\

Rm(t) = e –λt

Rm(t) = R(t)

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-30


Bab II Landasan Teoretis Tugas Akhir

Berdasarkan rumus di atas, ini membuktikan bahwa Distribusi Eksponensial yang memiliki
laju kerusakan konstan, bila dilakukan Preventive Maintenance tidak akan menghasilkan
dampak apapun. Dengan demikian, tidak ada peningkatan reliability seperti yang diharapkan,
karena Rm(t) = R(t)
Namun apabila nilai laju kerusakan tidak konstan memungkinkan Preventive Maintenance
tidak meningkatkan keandalan peralatan. Pada saat itu solusi yang digunakan lebih baik adalah
penggantian mesin (E.E. Lewis, 1987).

Teknik Industri Universitas Jenderal Achmad Yani II-31

Anda mungkin juga menyukai