Anda di halaman 1dari 30

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Perawatan Mesin (Maintenance)

Perawatan adalah fungsi yang memonitor dan memelihara fasilitas


pabrik, peralatan dan fasilitas kerja dengan merancang, mengatur,
menangani, dan memeriksa pekerjaan untuk menjamin fungsi dari unit
selama waktu operasi (Uptime) dan meminimalisi selang waktu berhenti
(Downtime) yang di akibatkan oleh adanya kerusakan maupun perbaikan
mesin.

Beberapa pengertian perawatan (maintenace) menurut Ahli :

A. Menurut Corder (1998) perawatan merupakan suatu kombinasi dari


berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam
atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa di terima.
B. Menurut Ir. Fajar Kurniawan M, Si,ROP (2013), perawatan merupakan
upaya pengaturan aktivitas untuk menjaga kontinuitas produksi,
sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan
memilikidaya saing, melalui pemeliharaan fasilitas industri.

2.1.1 Tujuan Perawatan

Tujuan utama dari perawatan (maintenance) antara lain :

A. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset ( yaitu setiap bagian


dari suatu tempat kerja, bangunan, dan isinya). Hal ini paling
penting di Negara berkembang karena kurangnya sumber daya
modal untuk pergantian.
B. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang
untuk produksi (atau jasa) dan mendapatkan laba investasi
(Return On Investment) maksimum yang mungkin.

7
8

C. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang


diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit
cadangan, unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan
sebagainya.
D. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana
tersebut.

2.1.2 Pengklasifikasian Perawatan

Pendekatan perawatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2


bagian, yaitu Planned dan Unplanned. Klasifikasi dari pendekatan
Sistem Perawatan tersebut dapat di lihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1. Klasifikasi Perawatan


(Sumber: Corder, Antony. 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta:
Erlangga)

2.1.2.1. Planned Maintenance

Suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang


pelaksanaannya telah direncanakan terlebih dahulu. Planned
Maintenace terbagi atas 2, yaitu :
9

A. Preventive Maintenance, suatu sistem perawatan yang


terjadwal dari suatu peralatan/komponen yang didesain
untuk meningkatkan keandalan suatu mesin serta untuk
mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak
direncanakan sebelumnya. Preventive Maintenance
terbagi atas :
a. Time Based Maintenance

Kegiatan perawatan ini berdasarkan periode


waktu, meliputi inspeksi harian, service,
pembersihan harian dan lain sebagainya.

b. Condition Based Maintenance

Kegiatan perawatan ini menggunakan


peralatan untuk mendiagnosa perubahan kondisi dari
peralatan/asset, dengan tujuan untuk memprediksi
awal penetapan interval waktu perawatan.

B. Predictive maintenance, didefinisikan sebagai


pengukuran yang dapat mendeteksi degradasi sistem,
sehingga penyebabnya dapat dieliminasi atau
dikendalikan tergantung pada kondisi fisik komponen.
Hasilnya menjadi indikasi kapabilitas fungsi sekarang
dan masa depan.

2.1.2.2. Unplanned Maintenance

Suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang


pelaksanaannya tidak direncanakan. Unplanned Maintenance
terbagi atas 2, yaitu :

A. Corrective Maintenance, suatu kegiatan perawatan yang


dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi
10

mesin sehingga mencapai standar yang telah ditetapkan


pada mesin tersebut.

B. Breakdown Maintenance, yaitu suatu kegiatan


perawatan yang pelaksanaannya menunggu sampai
dengan peralatan tersebut rusak lalu dilakukan perbaikan.
Cara ini dilakukan apabila efek failure tidak bersifat
signifikan terhadap operasi ataupun produksi.

2.2. RCM (Reability Centered Maintenance)

Menurut Hadi Pranoto,M.T (2015), RCM merupakan suatu proses


yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk
menjamin agar sembarang aset fisik dapat continue dalam memenuhi fungsi
yang diharapkan dalam konteks operasinya saat ini.

Menurut Ir. Fajar Kurniawan,M.Si,RQP (2013), RCM merupakan


suatu metode perawatan yang memanfaatkan informasi yang berkenaan
dengan keandalan suatu fasilitas, untuk memperoleh strategi perawatan yang
efektif, efisien dan mudah untuk dilaksakan.

Penelitian mengenai RCM pada dasarnya berusaha menjawab 7


pertanyaan utama tentang item/peralatan yang diteliti. Ketujuh pertanyaan
mendasar tersebut adalah:

a. Apa fungsi dan standar prestasi yang terkait dengan aset dalam konteks
operasinya saat ini?

b. Dengan jalan apa saja asset ini bisa gagal dalam memenuhi fungsinya?

c. Apa yang menyebabkan setiap kegagalan fungsional?

d. Apa yang terjadi pada setiap kegagalan yang timbul?

e. Apa saja pengaruh dari kegagalan ini?

f. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah setiap kegagalan?


11

g. Apa yang sebaiknya dilakukan bila tugas pencegahan yang sesuai tidak
dapat di temukan.

Tujuan dari RCM adalah:

a. Untuk membangun suatu prioritas disain untuk memfasilitasi kegiatan


perawatan yang efektif.

b. Untuk merencanakan preventive maintenance yang aman dan handal


pada level-level tertentu dari sistem.

c. Untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan perbaikan item


dengan berdasarkan bukti kehandalan yang tidak memuaskan.

d. Untuk mencapai ketiga tujuan di atas dengan biaya yang minimum.

Prinsip – Prinsip RCM, antara lain:

a. RCM memelihara fungsional sistem, bukan sekedar memelihara suatu


sistem/alat agar beroperasi tetapi memelihara agar fungsi sistem/alat
tersebut sesuai dengan harapan.

b. RCM lebih fokus kepada fungsi sistem daripada suatu komponen


tunggal, yaitu apakah sistem masih dapat menjalankan fungsi utama
jika suatu komponen mengalami kegagalan.

c. RCM berbasiskan pada kehandalan yaitu kemampuan suatu


sistem/equipment untuk terus beroperasi sesuai dengan fungsi yang
diinginkan.

d. RCM bertujuan menjaga agar kehandalan fungsi sistem tetap sesuai


dengan kemampuan yang didesain untuk sistem tersebut.

e. RCM mengutamakan keselamatan (Safety) baru kemudian untuk


masalah ekonomi.

f. RCM mendefinisikan kegagalan (Failure) sebagai kondisi yang tidak


memuaskan (Un Satisfactory) atau tidak memenuhi harapan, sebagai
12

ukurannya adalah berjalannya fungsi sesuai Performance Standard


yang ditetapkan.

g. RCM harus memberikan hasil-hasil yang nyata / jelas, Tugas yang


dikerjakan harus dapat menurunkan jumlah kegagalan (Failure) atau
paling tidak menurunkan tingkat kerusakan akibat kegagalan.

Karena RCM sangat menitikberatkan pada penggunaan Predictive


Maintenance maka keuntungan dan kerugiannya juga hampir sama.
Keuntungan RCM adalah sebagai berikut:

a. Keselamatan integritas lingkungan yang lebih besar

b. Meningkatkan prestasi operasional (Output, kualitas produk, dan


Customer Service)

c. Efektivitas biaya perawatan yang lebih tinggi

d. Umur kegunaan (Usefull Life) komponen yang mahal jadi menjadi lebih
lama

e. Database perawatan yang Komprehensif

f. Motivasi individu yang lebih besar

g. Kerja kelompok yang lebih baik

2.2.1 Langkah-Langkah Penerapan RCM

Sebelum menerapkan RCM, kita harus menentukan dulu


langkah-langkah yang diperlukan dalam RCM. Langkah-langkah yang
diperlukan dalam penerapan RCM dijelaskan pada bagian berikut:

2.2.1.1 Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi

Berikut ini akan dibahas secara terpisah antara


pemilihan sistem dan pengumpulan informasi.
13

A. Pemilihan Sistem

Ketika memutuskan untuk menerapkan program


RCM pada fasilitas ada dua hal yang menjadi bahan
pertimbangan, yaitu:

a. Sistem yang akan dilakukan analisis

Proses analisis RCM sebaiknya dilakukan


pada tingkat sistem bukan pada tingkat komponen.
Dengan proses analisis pada tingkat sistem akan
memberikan informasi yang lebih jelas mengenai
fungsi dan kegagalan fungsi komponen terhadap
sistem.

b. Proses Analisis

Seluruh sistem akan dilakukan proses analisis


dan bila tidak bagaimana dilakukan pemilihan sistem.
Biasanya tidak semua sistem akan dilakukan proses
analisis. Hal ini disebabkan karena bila dilakukan
proses analisis secara bersamaan untuk dua sistem
atau lebih proses analisis akan sangat luas. Selain itu,
proses analisis akan dilakukan secara terpisah,
sehingga dapat lebih mudah untuk menunjukkan
setiap karakteristik sistem dari fasilitas (mesin/
peralatan) yang dibahas.

B. Pengumpulan Informasi

Pengumpulan informasi berfungsi untuk


mendapatkan gambaran dan pengertian yang lebih
mendalam mengenai sistem dan bagaimana system
bekerja. Pengumpulan informasi juga akan dapat
14

digunakan dalam analisis RCM pada tahapan selanjutnya.


Informasi-informasi yang dikumpulkan dapat melalui
pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan
sejumlah buku referensi. Informasi yang dikumpulkan
antara lain cara kerja mesin, komponen utama mesin,
spesifikasi mesin dan rangkaian sistem permesinan.

2.2.1.2 Pendefinisian Batasan Sistem

Jumlah sistem dalam suatu fasilitas atau pabrik sangat


luas tergantung dari kekompleksitasan fasilitas, karena itu
perlu dilakukan definisi batas sistem. Lebih jauh lagi
pendefinisian batas sistem ini bertujuan untuk menghindari
tumpang tindih antara satu sistem dengan sistem lainnya.

2.2.1.3 Deskripsi Sistem dan Diagram Blok Fungsi

Dalam tahap ini ada tiga informasi yang harus


dikembangkan yaitu deskripsi sistem, blok diagram fungsi,
dan System Work Breakdown Structure (SWBS).

A. Deskripsi Sistem

Langkah pendeskripsian sistem diperlukan untuk


mengetahui komponen-komponen yang terdapat di
dalam sistem tersebut dan bagaimana komponen-
komponen yang terdapat dalam sistem tersebut
beroperasi. Sedangkan informasi fungsi peralatan dan
cara sistem beroperasinya dapat dipakai sebagai
informasi untuk membuat dasar untuk menentukan
kegiatan pemeliharaan pencegahan. Keuntungan yang
didapat dari pendeskripsian sistem adalah:
15

a. Sebagai dasar informasi tentang desain dan cara


sistem beroperasinya yang dipakai sebagai acuan
untuk kegiatan pemeliharaan pencegahan di
kemudian hari.

b. Diperoleh pengetahuan sistem secara menyeluruh.

c. Dapat diidentifikasi parameter-parameter yang


menyebabkan kegagalan sistem.

B. Blok Diagram Fungsi

Melalui pembuatan blok diagram fungsi suatu


sistem maka masukan, keluaran dan interaksi antara
susb-sub sistem tersebut dapat tergambar dengan jelas.

C. System Work Breakdown Structure (SWBS)

System Work Breakdown Structure dikembangkan


bersamaan dengan Program Evaluation and Review
Technique (PERT) oleh Departemen Pertahanan
Amerika Serikat (DoD). Pada tahap ini akan
digambarkan himpunan daftar peralatan untuk setiap
bagian-bagian fungsi sub sistem. Sistem ini terdiri dari
dua komponen utama yaitu diagram dan kode dari sub
system atau komponen.

2.2.1.4 Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi

Pada bagian ini, proses analisis difokuskan pada


kegagalan fungsi, bukan kegagalan peralatan. Biasanya
kegagalan fungsi memiliki dua atau lebih kondisi yang
menyebabkan kegagalan parsial, minor maupun mayor pada
sistem.
16

2.2.1.5 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah


salah satu metode analisis Failure yang diterapkan dalam
Product Development, System Engineering dan manajemen
operasional. FMEA dilakukan untuk menganalisis potensi
kesalahan/kegagalan dalam sistem, dan potensi yang
teridentifikasi akan diklasifikasikan menurut besarnya potensi
kegagalan dan efeknya terhadap proses. Metode ini
membantu tim proyek untuk mengidentifikasi Potential
Failure Mode. FMEA membuat tim mampu merancang
proses yang bebas waste dan meminimalisasi kesalahan serta
kegagalan.

FMEA terdiri dari beberapa jenis, antara lain sebagai berikut:

A. Process, berfokus pada analisis proses manufaktur dan


assembly

B. Design, berfokus pada analisis produk sebelum proses


produksi

C. Service, berfokus pada analisis jasa dari proses industri


jasa sebelum diluncurkan ke pelanggan.

Keguanaan FMEA adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi potensi kegagalan/kesalahan produk


ataupun proses

b. Mencatat efek yang akan timbul jika benar-benar terjadi


kegagalan/kesalahan
17

c. Menemukan sebab-sebab potensial dari kesalahan


tersebut dan resiko yang ditimbulkan

d. Membuat daftar dan prioritas tindakan yang dapat


dilakukan untuk mengurangi resiko kegagalan/kesalahan.

Langkah-langkah FMEA adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi potensi modus kesalahan untuk setiap


langkah atau input.

b. Ketahui efek dari kesalahan yang berhubungan dengan


modus kegagalan.

c. Identifikasi penyebab potensial dari modus kegagalan


tersebut.

d. Buat daftar tindakan dan kontrol yang ada untuk


mencegah terjadinya penyebab potensial tersebut.

e. Tetapkan angka-angka yang menggambarkan besarnya


kerugian (Severity) dari efek kesalahan, kemungkinan
terjadi kesalahan berulang (Occurence), dan
kesempatan untuk mendeteksi (Detection) modus
kegagalan sebelum menyebabkan defect (Cacat).

f. Kalikan angka untuk Severity, Occurence, dan


Detection untuk mendapatkan Risk Priority Number
(RPN).

g. Lakukan perbaikan untuk setiap item yang memiliki


RPN tinggi. Dokumentasikan setiap tindakan yang
dilakukan, dan revisilah RPN.
h. Pergunakan dokumen FMEA secara aktif.

Penentuan Nilai Severity (S)


18

Severity adalah peringkat yang menunjukkan


tingkat keseriusan efek dari suatu mode kegagalan.
Severity berupa angka 1 hingga 10, di mana 1
menunjukkan keseriusan terendah (resiko kecil) dan 10
menunjukkan tingkat keseriusan tertinggi (sangat
beresiko).Kriteria severity dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penentuan Nilai Severity

Rating Criteria of Severity Effect


10 Tidak berfungsi sama sekali
Kehilangan fungsi utama dan
9
menimbulkan peringatan
8 Kehilangan fungsi utama
7 Pengurangan fungsi utama
Kehilangan kenyamanan fungsi
6
penggunaan
Mengurangi kenyamanan fungsi
5
penggunaan
Perubahan fungsi dan banyak pekerja
4
menyadari adanya masalah
Tidak terdapat efek dan pekerja
3
menyadari adanya masalah
Tidak terdapat efek dan pekerja tidak
2
menyadari adanya masalah
1 Tidak ada efek
(Sumber: Harpco Systems)

Penentuan nilai Occurrence


Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya
kerusakan atau kegagalan. Occurence berhubungan
dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang
muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin.
Nilai rating Occurrence antara 1 sampai 10. Nilai 10
diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai
kumulatif yang tinggi atau sangat sering terjadi.
19

Tingkatan frekuensi terjadinya kegagalan (occurrence)


dapat dilihat pada Tabel 2.2. berikut :

Tabel 2.2. Tingkatan Occurrence

Rating Probability of Occurrence


Lebih besar dari 50 per 7200
10
jam penggunaan
9 35-50 per 7200 jam penggunaan
8 31-35 per 7200 jam penggunaan
7 26-30 per 7200 jam penggunaan
6 21-25 per 7200 jam penggunaan
5 15-20 per 7200 jam penggunaan
4 11-14 per 7200 jam penggunaan
3 5-10 per 7200 jam penggunaan
Lebih kecil dari 5 per 7200 jam
2
penggunaan
1 Tidak pernah sama sekali
(Sumber: Harpco Systems)

Penentuan nilai detection


Detection adalah pengukuran terhadap
kemampuan mengendalikan atau mengontrol kegagalan
yang dapat terjadi. Nilai detection dapat dilihat pada
Tabel 2.3. berikut ini:

Tabel 2.3. Tingkatan Detection

Rating Detection Design Control


10 Tidak mampu terdeteksi
Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit
9
untuk terdeteksi
8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk
20

terdeteksi
7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi
6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi
5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi
4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi
3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi
2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi
1 Pasti terdeteksi
(Sumber: Harpco Systems)

2.2.1.6 Logic (Decision) Tree Analysis (LTA)

Penyusunan Logic Tree Analysis (LTA) memiliki


tujuan untuk memberikan prioritas pada tiap mode kerusakan
dan melakukan tinjauan fungsi, kegagalan fungsi sehingga
status mode kerusakan tidak sama. Prioritas suatu mode
kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang telah disediakan dalam LTA ini. Analisis
kekritisan menempatkan setiap mode kerusakan ke dalam
satu dari empat kategori. Empat hal yang penting dalam
analisis kekritisan yaitu sebagai berikut:

A. Evident, yaitu apakah operator mengetahui dalam kondisi


normal, telah terjadi ganguan dalam sistem?

B. Safety, yaitu apakah mode kerusakan ini menyebabkan


masalah keselamatan?

C. Outage, yaitu apakah mode kerusakan ini mengakibatkan


seluruh atau sebagian mesin terhenti?

D. Category, yaitu pengkategorian yang diperoleh setelah


menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pada
bagian ini komponen terbagi dalam 4 kategori, yakni:

Kategori A (Safety Problem)


21

Kategori B (Outage Problem)

Kategori C (Economic Problem)

Kategori D (Hidden Failure)

Pada Gambar 2.2 dapat dilihat struktur pertanyaan dari Logic


Tree Analysis (LTA)

Gambar 2.2. Struktur Logic Tree Analysis

2.2.1.7 Pemilihan Tindakan


22

Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam


proses RCM. Proses ini akan menentukan tindakan yang tepat
untuk mode kerusakan tertentu. Tugas yang dipilih dalam
kegiatan preventive maintenance harus memenuhi syarat
berikut:

A. Aplikatif, tugas tersebut akan dapat mencegah


kegagalan, mendeteksi kegagalan atau menemukan
kegagalan tersembunyi.
B. Efektif, tugas tersebut harus merupakan pilihan dengan
biaya yang paling efektif diantara kandidat lainnya.

Pada Gambar 2.3. berikut dapat dilihat Road Map


pemilihan tindakan dengan pendekatan Reliability Centered
Maintenance (RCM). Tindakan perawatan terbagi menjadi 3
jenis yaitu:

A. Condition Directed (C.D), tindakan yang diambil yang


bertujuan untuk mendeteksi kerusakan dengan cara
visual inspection, memeriksa alat, serta memonitoring
sejumlah data yang ada. Apabila ada pendeteksian
ditemukan gejala-gejala kerusakan peralatan maka
dilanjutkan dengan perbaikan atau penggantian
komponen.

B. Time Directed (T.D), tindakan yang bertujuan untuk


melakukan pencegahan langsung terhadap sumber
kerusakan yang didasarkan pada waktu atau umur
komponen

C. Finding Failure (F.F), tindakan yang di ambil dengan


tujuan untuk menemukan kerusakan peralatan yang
tersembunyi dengan pemeriksaan berkala.
23

Gambar 2.3 Road map pemilihan tindakan

2.2.1.8 Keandalan (Reliability)

Reliability dapat didefenisikan sebagai probabilitas


suatu sistem atau produk dapat beroperasi dengan baik tanpa
mengalami kerusakan pada suatu kondisi tertentu dan waktu
yang telah ditentukan. Pemeliharaan komponen atau
peralatan tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai
keandalan (reliability). Selain keandalan merupakan salah
24

satu ukuran keberhasilan sistem pemeliharaan juga keandalan


digunakan untuk menentukan penjadwalan pemeliharaan
sendiri. Akhir-akhir ini konsep keandalan digunakan juga
pada berbagai industri, misalnya dalam penentuan interval
penggantian komponen mesin.

Berdasarkan defenisi reliability dibagi atas empat


komponen pokok, yaitu:

A. Probabilitas
Merupakan komponen pokok pertama, merupakan
input numerik bagi pengkajian reliability suatu sistem
yang juga merupakan indeks kuantitatif untuk menilai
kelayakan suatu sistem. Menandakan bahwa reliability
menyatakan kemungkinan yang bernilai 0-1.

B. Kemampuan yang diharapkan (Satisfactory


Performance)
Komponen ini memberikan indikasi yang spesifik
bahwa kriteria dalam menentukan tingkat kepuasan harus
digambarkan dengan jelas. Untuk setiap unit terdapat
suatu standar untuk menentukan apa yang dimaksud
dengan kemampuan yang diharapkan.

C. Tujuan yang Diinginkan


Tujuan yang diinginkan, dimana kegunaan
peralatan harus spesifik. Hal ini dikarenakan terdapat
beberapa tingkatan dalam memproduksi suatu barang
konsumen.
25

D. Waktu (Time)
Waktu merupakan bagian yang dihubungkan
dengan tingkat penampilan sistem, sehingga dapat
menentukan suatu jadwal dalam dalam fungsi reliability.
Waktu yang dipakai adalah MTTF (Mean Time to
Failure) untuk menentukan waktu kritis dalam
pengukuran reliability.

Ukuran pemenuhan performa dinyatakan dalam sebuah


notasi peluang. Pemenuhan performa tersebut bukan bersifat
deterministik, sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti
terjadi atau tidak. Oleh sebab itu, kita harus menggunakan
peluang dimana sebuah komponen akan sukses atau gagal
dalam batasan tertentu karena tidak mungkin untuk
menyatakannya secara pasti.

Dalam teori reliability terdapat empat konsep yang


dipakai dalam pengukuran tingkat keandalan suatu sistem
atau produk, yaitu:

A. Fungsi Kepadatan Probabilitas


Pada fungsi ini menunjukkan bahwa kerusakan
terjadi secara terus menerus (continious) dan bersifat
probabilistik dalam selang waktu (0,∞). Pengukuran
kerusakan dilakukan dengan menggunakan data variable
seperti tinggi, jarak, jangka waktu.

Dimana fungsi f(x) dinyatakan fungsi kepadatan


probabilitas.
26

a. Fungsi Distribusi Kumulatif.

b. Fungsi ini menyatakan probabilitas kerusakan dalam


percobaan acak, dimana variabel acak tidak lebih
dari x.
c. Fungsi Keandalan Bila variabel acak dinyatakan
sebagai suatu waktu kegagalan atau umur komponen
maka fungsi keandalan R(t). Maka fungsi keandalan
adalah:

R(t) = 1-P(T<t)
0

= ∫ f ( t ) dt
−∞

= 1-F(t)

Fungsi keandalan/ R(t) untuk preventive


maintenance dirumuskan sebagai berikut:

R(t-nT) = 1-F(t-nT)

Dimana n adalah jumlah pergantian pencegahan


yang telah dilakukan sampai kurun waktu t, T adalah
interval pergantian komponen, dan F(t) adalah
Frekuensi Distribusi Kumulatif Komponen.

B. Fungsi Laju Kerusakan


Fungsi laju kerusakan di defenisikan sebagai limit
dari laju kerusakan dengan panjang interval waktu
mendekati nol, maka fungsi laju kerusakan adalah laju
kerusakan sesaat.
27

2.2.1.9 Pola Distribusi Data dalam Keandalan / Reability

Pola distribusi data dalam Keandalan/Reliability antara lain:

A. Pola Distribusi Weibull


Distribusi ini biasa digunakan dalam
menggambarkan karakteristik kerusakan dan keandalan
pada komponen. Fungsi-fungsi dari distribusi Weibull:

a. Fungsi Kepadatan Probabilitas

() [( ) ]
β−1 β
β t −t
f ( t )= eks
α α α
t ≥ γ ;α , β ≥ 0

b. Fungsi Distribusi Kumulatif

[( ) ]
β
−t
F(t) = 1-eks
a

c. Fungsi Keandalan

[( ) ]
β
−t
R(t) = eks
a

R(t) = 1-F(t)

d. Fungsi Laju Kerusakan

f (t) β t
()
β −1
h(t) = =
R (t ) a a

Parameter β disebut dengan parameter bentuk atau


kemiringan weibull (weibull slope), sedangkan
parameter α disebut dengan parameter skala atau
karakteristik hidup. Bentuk fungsi distribusi weibull
bergantung pada parameter bentuknya (β), yaitu:
28

β < 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi


hyper-exponential dengan laju kerusakan cenderung
menurun.

β = 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi


eksponensial dengan laju kerusakan cenderung konstan.

β >1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi


normal dengan laju kerusakan cenderung meningkat.

B. Pola Distribusi Normal


Distribusi normal (Gausian) mungkin merupakan
distribusi probabilitas yang paling penting baik dalam
teori maupun aplikasi statistik. Fungsi fungsi dari
distribusi Normal:

a. Fungsi Kepadatan Probabilitas

( )
2
1 − (t−μ )
f ( t )= eks
σ √2π 2 σ2

−∞ ∆ t ∆ ∞

b. Fungsi Distribusi Kumulatif

( )
t
1 − ( t−μ )2
F(t) = ∫ eks dt
0 σ √2 π 2 σ2

c. Fungsi Keandalan

( )
t 2
1 − ( t−μ )
F(t) = ∫ eks dt
0 σ √2 π
2

R(t) = 1-F(t)
29

d. Fungsi Laju Kerusakan

f (t)
h(t) =
R (t )

Kosep reliability distribusi normal tergantung pada


nilai μ (rata-rata) dan σ (standar deviasi).

C. Pola Distribusi Lognormal


Distribusi Lognormal merupakan distribusi yang
berguna untuk menggambarkan distribusi kerusakan
untuk situasi yang bervariasi. Distribusi lognormal
banyak digunakan di bidang teknik, khusunya sebagai
model untuk berbagai jenis sifat material dan kelelahan
material. Fungsi-fungsi dari distribusi lognormal:

a. Fungsi Kepadatan Probabilitas

( )
2

F(t) = 1 [ 1n ( t )−μ ]
exp
tσ √ 2 π 2 σ2

−∞ ∆ t ∆ ∞

b. Fungsi Distribusi Kumulatif

( )
2
t
1 [ 1 n ( t )−μ ]
F(t) = ∫ tσ √ 2 π
exp
2 σ2
dt
−∞

c. Fungsi Keandalan

( )
2
t
1 [ 1 n ( t )−μ ]
R(t) = ∫ tσ √ 2 π
exp
2 σ2
dt
−∞
30

R(t) = 1-F(t)

d. Fungsi Laju Kerusakan

f (t)
h(t) =
R (t )

Kosep reliability distribusi Lognormal tergantung


pada nilai μ (rata-rata) dan σ (standar deviasi).

D. Pola Distribusi Eksponensial


Distribusi eksponensial sering digunakan dalam
berbagai bidang, terutama dalam teori keandalan. Hal ini
disebabkan karena pada umumnya data kerusakan
mempunyai perilaku yang dapat dicerminkan oleh
distribusi eksponensial. Distribusi eksponensial akan
tergantung pada nilai λ, yaitu laju kegagalan (konstan).
Fungsi-fungsi dari distribusi Eksponensial:

a. Fungsi Kepadatan Probabilitas

f ( t )=eks−ekst
t >0

b. Fungsi Distribusi Kumulatif

F(t) = e-eks t

c. Fungsi Keandalan

R(t) = e-eks t

d. Fungsi Laju Kerusakan

h(t) = eks
31

E. Pola Distribusi Gamma


Distribusi Gamma memiliki karakter yang hampir
mirip dengan distribusi Weibull dengan shape parameter
β dan scale parameter α. Dengan memvariasikan nilai
kedua parameter tersebut maka ada banyak jenis sebaran
data yang dapat diwakili oleh distribusi Gamma. Fungsi-
fungsi dari distribusi Gamma:

a. Fungsi Kepadatan Probabilitas

[( )]
β −1
t t
f(t) = β exp
a T(β) a
t ≥ 0 ; a , β >0

b. Fungsi Distribusi Kumulatif

[( )]
t β−1
t t
F(t) = ∫ β
exp dt
0 a T (β) a

c. Fungsi Keandalan
R(t) = 1-F(t)

[( )]
∞ β−1
t t
R(t) = ∫ exp dt
0
β
a T (β) a

d. Fungsi Laju Kerusakan


f (t )
h(t) =
R (t )

Ada dua kasus khusus berkaitan dengan distribusi


gamma. Kasus yang pertama saat β = 1 dan yang kedua
β= integer, maka saat:

β=1
1
[ ( )]
f ( t )= exp −
a
t
a
32

[ ( )]
β −1
t t
β=interger f ( t )= exp −
β
a ( β −1) a

2.2.1.10 Uji Kolmogorov-Smirnov


Dalam menganalisis kesesuaian data dapat
dimanfaatkan Uji Goodness of fit (kesesuaian) antara
frekuensi hasil pengamatan dengan frekuensi yang
diharapkan. Alternatif dari uji goodness of fit yang
dikemukakan oleh A.

Kolmogorov dan N.V.Smirnov dua matematikawan


yang berasal dari Rusia, adalah Kolmogorov–Smirnov, yang
beranggapan bahwa distribusi variabel yang sedang diuji
bersifat kontinu dan sampel diambil dari populasi sederhana.
Dengan demikian uji ini hanya dapat digunakan bila variabel
yang diukur paling sedikit dalam skala ordinal.

Ada beberapa keuntungan dan kerugian relatif dari uji


kesesuaian Kolmogorov–Smirnov dibandingkan dengan uji
kesesuaian Chi-Kuadrat, yaitu :

A. Data dalam uji Kolmogorov–Smirnov tidak perlu


dilakukan kategorisasi Dengan demikian semua
informasi hasil pengamatan terpakai.

B. Uji Kolmogorov–Smirnov bisa dipakai untuk semua


ukuran sampel, sedang uji Chi-Kuadrat membutuhkan
ukuran sampel minimum tertentu.

C. Uji Kolmogorov–Smirnov tidak bisa dipakai untuk


memperkirakan parameter populasi. Sebaliknya uji Chi-
Kuadrat bisa digunakan untuk memperkirakan parameter
populasi dengan cara mengurangi derajat bebas sebanyak
parameter yang diperkirakan.
33

D. Uji Kolmogorov–Smirnov memakai asumsi bahwa


distribusi populasi teoritis bersifat continu.

Langkah–langkah uji Kolmogorov–Smirnov sebagai berikut:

a. Susun frekuensi-frekuensi berurutan dari nilai terkecil


sampai nilai terbesar.

b. Susun frekuensi kumulatif dari nilai–nilai teramati itu.

c. Konversikan frekuensi kumulatif itu ke dalam


probabilitas, yaitu ke dalam fungsi distribusi frekuensi
kumulatif (fs(x)).

d. Carilah probabilitas (luas area) kumulatif untuk setiap


nilai teramati. Hasilnya ialah apa yang kita sebut Ft(xi).

e. Susun Fs(x) berdampingan dengan Ft(x). Hitung selisih


absolut antara Fs(xi) dan Ft(xi) pada masing – masing
nilai teramati.

f. Statistik uji Kolmogorov – Smirnov ialah selisih absolut


terbesar Fs(xi) dan Ft(xi) yang juga disebut deviasi
maksimum D, ditulis sebagai berikut:

D = |F s ( x i) −F t ( xi )| maks ,i=1,2 , … N .

Prinsip dari uji Kolmogorov–Smirnov ialah menghitung


selisih absolut antara fungsi distribusi frekuensi kumulatif
sampel (Fs(x)) dan fungsi distribusi frekuensi kumulatif
teoritis (Ft(x)) pada masing – masing interval kelas.

Hipotesis yang diuji dinyatakan sebagai berikut:

Ho : F (x) = Ft(x) untuk semua x dari sampai − sampai +


Hi : F (x) ≠ Ft(x) untuk paling sedikit sebuah x
34

Dengan F(x) adalah fungsi distribusi frekuensi


kumulatif populasi pengamatan. Statistik uji Kolmogorov –
Smirnov merupakan selisih terbesar antara Fs(x) dan Ft(x)
yang kita sebut deviasi maksimum D. Statistik D ditulis
sebagai berikut:

D = |F s ( x ) −Ft (x)|maks , i=1,2 , …n

Nilai D kemudian dibandingkan dengan nilai kritis


pada tabel distribusi pengambilan sebagian data, pada ukuran
sampel n dan tingkat kemaknaan α. Ho ditolak bila nilai
teramati maksimum D lebih besar atau sama dengan nilai
kritis D maksimum. Dengan penolakan Ho berarti distribusi
teoritis berbeda secara bermakna. Sebaliknya dengan
menolak Ho berarti terdapat perbedaan bermakna antara
distribusi teramati dan distribusi teoritis.

2.2.1.11 Interval Penggantian Komponen dengan Total Minimum


Downtime
Pada dasarnya downtime didefinisikan sebagai waktu
suatu komponen sistem tidak dapat digunakan (tidak berada
dalam kondisi yang baik), sehingga membuat fungsi sistem
tidak berjalan. Berdasarkan kenyataan bahwa pada dasarnya
prinsip utama dalam manajemen perawatan adalah untuk
menekan periode kerusakan (breakdown period) sampai batas
minimum, maka keputusan. penggantian komponen sistem
berdasarkan downtime minimum menjadi sangat penting.
Pembahasan berikut akan difokuskan pada proses pembuatan
keputusan penggantian komponen sistem yang
meminimumkan downtime, sehingga tujuan utama dari
manajamen sistem perawatan untuk memperpendek periode
kerusakan sampai batas minimum dapat dicapai. Penentuan
35

tindakan preventif yang optimum dengan meminimumkan


downtime akan dikemukakan berdasarkan interval waktu
penggantian (replacement interval).

Tujuan untuk menentukan penggantian komponen yang


optimum berdasarkan interval waktu, tp, diantara penggantian
preventif dengan menggunakan kriteria meminimumkan total
downtime per unit waktu, dapat dijelaskan melalui Gambar
2.4. berikut:

Gambar 2.4. Penggantian Komponen Berdasarkan Interval Waktu

Dari Gambar 2.4, dapat dilihat bahwa total downtime


per unit waktu untuk tindakan penggantian preventif pada
waktu tp, dinotasikan sebagai D(tp) adalah:

H (t p )T f + T p
D(t ¿¿ p)= ¿
t p +T p

H(tp) = Banyaknya kerusakan (kagagalan) dalam interval


waktu (0,tp), merupakan nilai harapan (expected
value).
36

Tf = Waktu yang diperlukan untuk penggantian komponen


karena kerusakan.

Tp = Waktu yang diperlukan untuk penggantian komponen


karena tindakan preventif (komponen belum rusak).

tp + Tp = Panjang satu siklus.

Meminimumkan total minimum downtime akan


diperoleh tindakan penggatian komponen berdasarkan
interval waktu tp yang optimum. Untuk komponen yang
memiliki distribusi kegagalan mengikuti distribusi peluang
tertentu dengan fungsi peluang f(t), maka nilai harapan
(expected value) banyaknya kegagalan yang terjadi dalam
interval waktu (0,tp) dapat dihitung sebagai berikut:

t p−1 i +1

H(tp) = ∑ [ 1+ H (t p−1−t)] ∫ f ( t ) dt
i=0 t

H(0) ditetapkan sama dengan nol, sehingga untuk t p = 0,


maka H(tp) = H(0) = 0.

Anda mungkin juga menyukai