Anda di halaman 1dari 19

8

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemeliharaan (Maintenance)

2.1.1 Pengertian Pemeliharaan (Maintenance)

Pemeliharaan merupakan kegiatan pengembalian setiap peralatan dan

mesin pada kondisi siap beroperasi. Presepsi pemeliharaan secara tradisional

adalah untuk memperbaiki komponen peralatan yang rusak, sehingga kegiatan

pemeliharaan terbatas pada tugas-tugas reaktif tindakan perbaikan atau pergantian

komponen peralatan korektif (Oktaria, 2011).

Adapun pengertian pemeliharaan menurut para ahli :

 Menurut (Assauri, 2008) maintenance merupakan kegiatan untuk

memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dengan

mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang

diperlukan supaya terdapat suatu keadaaan operasional produksi yang

memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan.

 Menurut (Sudrajat, 2011) maintenance dapat didefinisikan sebagai suatu

aktivitas yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas

pemeliharaan suatu fasilitas agar fasilitas tersebut dapat berfungsi dengan

baik dalam kondisi siap pakai.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
9

2.1.2 Tujuan Pemeliharaan (Maintenance)

Maintenance merupakan kegiatan pendukung bagi proses produksi, maka

maintenance harus efektif, efisien dan berbiaya rendah. Dengan adanya

maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan

rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah

direncanakan (Sudrajat, 2011) :

Beberapa tujuan maintenance yang paling utama adalah :

1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan

rencana produksi.

2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang

dibutuhkan pada produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak

terganggu.

3. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien

keseluruhannya.

4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut

5. Memaksimalkan ketersediaan semua peralatan sistem produksi

(mengurangi downtime)

6. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin tersebut.

2.2 Jenis-jenis Pemeliharaan

2.2.1 Perawatan Kerusakan (Breakdown Maintenance)

Perawatan kerusakan dapat diartikan sebagai kebijakan perawatan dengan

cara mesin/peralatan dioperasikan hingga rusak, kemudian baru diperbaiki atau

diganti. Jenis pemeliharaan ini kurang baik diterapkan karena dapat menimbulkan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
10

biaya yang tinggi, kehilangan kesempatan untuk mengambil keuntungan bagi

perusahaan karena diakibatkan terhentinya mesin secara tiba-tiba. (Sudrajat, 2011)

Keuntungan dari jenis perawatan kerusakan (Sudrajat, 2011)

1. Murah dantidak perlu melakukan perawatan

2. Cocok untuk mesin/peralatan yang murah, sederhana dan modular.

Adapun kerugiannya adalah (Sudrajat, 2011) :

1. Kasar dan berbahaya

2. Menimbulkan kerugian yang besar bila diterapkan pada mesin

yang mahal, kompleks, dan dituntut tingkat keselamatan tinggi.

2.2.2 Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)

Preventive Maintenance ialah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang

dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga

dan menemukan kondisi atau keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi

mengalami kerusakan pada waktu digunakan saat proses produksi. (Sudrajat,

2011).

Semua fasilitas produksi yang diberikan preventive maintenance akan

terjamin kelancarannya dan selalu diusahaan dalam kondisi atau keadaan yang

siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat.

Sehingga memungkinkan pembuatan suatu rencana dan jadwal pemeliharaan dan

pemeliharaan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat. Tujuan

preventive maintenance diarahan untuk memaksimalkan availability, dan

meminimalisasi ongkos peningkatan reliability. (Sudrajat,2011).

http://digilib.mercubuana.ac.id/
11

2.2.3 Perawatan Terjadwal (Schedule Maintenance)

Perawatan terjadwal merupakan bagian dari perawatan pencegahan.

perawatan ini bertujuan mencegah terjadinya kerusakan dan perawatannya

dilakukan secara periodik dalam rentang waktu tertentu. Strategi perwatan ini

disebut juga sebagai perawatan berdasarkan waktu (time based maintenance).

(Sudrajat, 2011).

Jenis perawatan ini cukup baik dalam mencegah terhentinya mesin yang

tidak direncanakan. Rentang waktu perawatan ditentukan berdasarkan

pengalaman, data masa lalu atau rekomendasi dari pabrik pembuat mesin yang

besangkutan. Kekurangannya jika rentang waktu terlalu pendek akan mengganggu

aktivitas produksi dan dapat meningkatkan kesalahan yang timbul karena teknisi

kurang cermat dalam memasang kembali komponen yang diperbaiki serta adanya

kontaminan yang masuk kedalam sistem. Jika rentang waktu perawatan terlalu

panjang kemungkinan mesin akan mengalami kerusakan sebelum tiba waktu

perawatan. Selain itu jika kondisi mesin atau komponen mesin/peralatan masih

baik dan menurut jadwal sudah harus diganti atau diperbaiki akan menimbulkan

kerugian. (Sudrajat, 2011)

2.2.4 Perawatan Prediktif (Predictive Maintenance)

Perawatan prediktif ini pun merupakan bagian dari perawatan pencegahan.

Perawatan prediktif ini dapat diartikan sebagai strategi perawatan dimana

pelaksanaannya didasarkan oleh kondisi mesin itu sendiri. Untuk menentukan

kondisi mesin dilakukan tindakan pemeriksaan atau monitoring kondisi mesin

(Machinery Condition Monitoring), yang artinya sebagai penentuan kondisi mesin

http://digilib.mercubuana.ac.id/
12

dengan cara memeriksa kondisi mesin secara rutin, sehingga dapat diketahui

keandalan mesin serta keselamatan kerja terjamin (Sudrajat, 2011).

Dilakukannya kegiatan inspeksi dpat diketahui kondisi mesin/peralatan

secara pasti dan gejala kerusakan dapat terdeteksi secara dini. Ada beberapa

pertimbangan dalam menentukan frekuensi untuk melakukan inspeksi, yaitu

beban kerja mesin, umur mesin, pengalaman operator/teknisi, dan kritisnya

fasilitas. Menurut (Sudrajat, 2011) kegiatan dilakukan bisa berupa :

1. Perawatan, yang merupakan langkah pemeliharaan secara rutin yang

didasarkan pada perawatan harian, mingguan, bulanan, dan seterusnya.

Atau bisa juga didasarkan pada jumlah jam pemakaian tertentu atau

satuan output/produksi.

2. Perbaikan, yang dimaksud dengan perbaikan disini adalah perbaikan

kecil yang mungkin timbul dari hasil pemeriksaan.

Tujuan perawatan prediktif ini terutama untuk (Sudrajat, 2011) :

 Mereduksi breakdown dan kecelakaan yang disebabkan oleh

kerusakan alat.

 Meningkatkan waktu operasi dan produksi

 Mereduksi waktu dan cost of maintenance

 Meningkatkan kualitas dan pelayanan.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
13

2.3 Total Productive Maintenance (TPM)

Agar tetap dapat bersaing dalam kompetisi global yang semakin

menantang dan berubah dengan cepat, diperlukan penerapan strategi yang telah

terbukti dapat mengelola semua sumber daya yang ada dalam organisasi secara

tepat, efektif dan effisien. Beberapa waktu belakangan ini telah hadir sebuah

metode Total Productive Maintenance (TPM) sebagai sebuah strategi yang cukup

diyakini mampu menjadi metode pemeliharaan berkualitas yang strategis

(Oktaria, 2011).

2.3.1 Definisi Total Productive Maintenance (TPM)

Menurut (Oktaria, 2011) TPM sesuai dengan namanya terdiri atas tiga

suku kata, yaitu :

1. Total : Hal ini mengindikasikan bahwa TPM mempertimbangkan

berbagai aspek dan melibatkan seluruh personil yang ada, mulai dari

tingkatan atas hingga kejajaran yang bawah.

2. Productive : Menitikberatkan pada segala usaha untuk mencoba

melakukan pemeliharaan dengan kondisi produksi tetap berjalan dan

meminimalkan masalah-masalah yang terjadi diproduksi saat

pemeliharaan dilakukan.

3. Maintenance : Berarti memelihara dan menjaga peralatan secara mandiri

yang dilakukan oleh operator produksi agar kondisi peralatan tetap bagus

dan terpelihara dengan cara membersihkannya, melakukan pelumasan dan

memperhatikannya.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
14

Menurut (Nakajima.S, 1988 ; Oktaria, 2011) mendefinisikan Total

Productive Maintenance (TPM) sebagai suatu pendekatan yang inovatif dalam

maintenance dengan cara mengoptimasi keefektifan peralatan serta

mengurangi/menghilangkan kerusakan mendadak (breakdown) dengan melakukan

identifikasi terlebih dahulu. Dengan kata lain Total Productive Maintenance

sering didefinisikan sebagai productive maintenance yang dilaksanakan oleh

seluruh pegawai, didasarkan pada prinsip bahwa peningkatan kemampuan

peralatan harus melibatkan setiap orang dalam organisasi, dari lapisan bawah

sampai manajemen puncak.

Sebagai salah satu pilar kegiatan TPM yaitu Kaizen, tujuan utamanya

adalah untuk peningkatan efisien dan efektifitas dari keseluruhan produksi dengan

menghilangkan 16 kerugian (losses) besar. Losses tersebut dapat dilihat pada

gambar berikut :

Tabel 2. 1 Category Loss


Loss Category
1. Failure Losses - Breakdown Loss
2. Setup/ Adjustment Losses
3. Cutting Blade Loss
4. Start Up Loss
Losses That Impede Equipment Efficiency
5. Minor Stoppage/ Idling Loss
6. Speed Loss - Operating at low speeds
7. Defect / Rework Loss
8. Scheduled Downtime Loss
9. Management Loss
10. Operating Morion Loss
Losses That Impede Human Work
11. Line Organization Loss Efficiency
12. Logistic Loss
13. Measurement and Adjustment Loss
14. Energy Loss
Losses That Impede Effective Use of
15. Die, Jig and Tool Breakage Loss Production Resources
16. Yield Loss
(Sumber : Venkatesh, J.2007)

http://digilib.mercubuana.ac.id/
15

2.3.2 Manfaat Total Productive Maintenance (TPM)

Manfaat TPM (Total Productive Maintenance) secara sistematik dalam

rencana kerja jangka panjang pada perusahaan khususnya menyangkut faktor-

faktor berikut (Nakajima, 1988 ; Oktaria, 2011) :

1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM

akan meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan.

2. Meningkatkan kualitas pada dengan TPM, meminimalkan kerusakan

pada mesin/peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus.

3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa

gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan.

4. Biaya produksi rendah karena kerugian dapat dikurangi dengan

efektifitas pekerjaan.

5. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.

6. Meningkatkan motivasi kerja, karena hak dan tanggung jawab menjadi

tugas bagian setiap pekerja. (Nakajima, 1988 ; Oktaria, 2011).

2.3.3 Pilar-Pilar Total Productive Maintenance (TPM)

(Ahuja & Kahamba, 2008) berpendapat bahwa TPM akan memberikan

jalan untuk memperoleh kesempurnaan dalam hal perencanaa (planning),

pengorganisasian (organizing), pengawasan (monitoring) dan pengaturan

(controlling) melalui metode delapan pilar yang terdiri dari pemeliharaan mandiri

(autonomous maintenance), perbaikan yang fokus (focused improvement),

http://digilib.mercubuana.ac.id/
16

pemeliharaan terencana (planned maintenance), pemeliharaan yang berkualitas

(quality maintenance), pendidikan dan pelatihan (education and training),

keselamatan, kesehatan dan lingkungan (safety, health and environment), TPM

kantor (office TPM), dan manajemen pengembangan (development management).

(Sumber : Venkatesh. J, 2007)

Gambar 2. 1 Pilar TPM (Total Productive Maintenance)

1. Focussed improvement : melakukan perbaikan yang berkelanjutan walau

sekecil apapun perbaikan tersebut.

2. Planned Maintenance : fokus meningkatkan availability dari mesin dan

peralatan dan mengurangi kerusakan mesin.

3. Education and Training : membentuk formasi karyawan yang memiliki

skill dan menguasai teknik untuk melakukan autonomous maintenance.

4. Autonomous Maintenance : artinya adalah melakukan perawatan mandiri

terhadap mesin yang dipakai.

5. Quality Maintenance : quality maintenance adalah pengaturan mesin yang

memperkecil kemungkinan terjadi cacat berulang kali. Hal ini dilakukan

untuk memastikan tercapainya target zero defect.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
17

6. Office TPM : bagaimana membuat aktifitas kantor yang efisien dan

menghilangkan kerugian yang mungkin terjadi.

7. Safety, Hygene & Environment (SHE) : adalah aktifitas untuk menciptakan

area kerja yang aman dan sehat, dimana sangat kecil kemungkinan terjadi

kecelakaan.

8. Development Management : untuk meningkatkan ketersediaan equipment

dengan mengurangi tools resetting time (waktu pengaturan ulang alat-alat)

untuk mengurangi biaya pemeliharaan peralatan dan memperpanjang usia

pakai peralatan.

2.4 Analisa Produktivitas Six Big Losses

Kegiatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam TPM tidak hanya

berfokus pada pencegahan terjadinya kerusakan pada mesin/peralatan dan

meminimalkan downtime mesin/peralatan. Akan tetapi banyak faktor yang dapat

menyebabkan kerugian akibat rendahnya efisiensi mesin/peralatan saja.

Rendahnya produktivitas mesin/peralatan yang menimbulkan kerugian bagi

perusahaan sering diakibatkan oleh penggunaan mesin/peralatan yang tidak efektif

dan efisien terdapat enam faktor yang disebut enam kerugian besar (Six Big

Losses) (Nakajima 1988 ; Ibrahim 2012).

Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana sebaiknya sumber-

sumber daya digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output.

Efisiensi merupakan karakteristik proses mengukur perfomansi aktual dari sumber

daya relative terhadap standar yang ditetapkan. Sedangkan efektivitas merupakan

karakteristik lain dari proses mengukur derajat pencapaian output dari sistem

produksi. Efektifitas diukur dari actual output rasio terhadap planned output.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
18

Dalam era persaingan bebas saat ini pengukuran system produksi yang hanya

mengacu pada kuantitas output semata akan dapat menyesatkan, karena

pengukuran ini tidak memperhatikan karakteristik utama dari proses yaitu

kapasitas, efisiensi dan efektivitas.

Menggunakan mesin/peralatan se-efisien mungkin artinya adalah

memaksimalkan fungsi dari kinerja mesin/peralatan produksi dengan tepat guna

dan berdaya guna. Untuk dapat meningkatkan produktivitas mesin/peralatan yang

digunakan maka perlu dilakukan analisis produktivitas dan efisiensi

mesin/peralatan pada Six Big Losses (Nakajima 1988 ; Ibrahim 2012). Adapun

enam kerugian besar (Six Big Losses) tersebut adalah sebagai berikut:

1. Downtime (Penurunan Waktu)

a. Breakdown (Kerugian karena kerusakan peralatan).

b. Set-up and Adjusment (Kerugian karena pemasangan dan

penyetelan).

2. Speed Losses (Penurunan kecepatan)

a. Idling and Minor Stoppages (Kerugian karena beroperasi tanpa

beban maupun berhenti sesaat).

b. Reduced Speed (Kerugian karena penurunan kecepatan produki).

3. Defects (Cacat)

a. Process Defects (Kerugian karena produk cacat maupun karena

kerja produk diproses ulang).

b. Reduced Yield Losses (Kerugian pada awal waktu produksi hingga

mencapai waktu produksi yang stabil).

http://digilib.mercubuana.ac.id/
19

2.5 Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Overall Equipment Effectiveness merupakan produk dari six big losses

pada mesin/peralatan. Keenam faktor dalam six big losses dapat dikelompokkan

menjadi tiga komponen utama dalam OEE untuk dapat digunakan dalam

mengatur kinerja mesin/peralatan yakni, downtime losses, speed losses, dan defect

losses (Nakajima, 1998 ; Ibrahim, 2012). Dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

(Sumber : Nakajima, 1998 ; Ibrahim, 2012)

Gambar 2. 2 Gambar singkat Bagan Tentang OEE

OEE merupakan ukuran menyeluruh yang diidentifikasikan tingkan

produktivitas mesin/peralatan dan kinerjanya secara teori. Pengukuran ini sangat

penting untuk mengethui area mana yang perlu ditingkatkan produktivitasnya

ataupun efisiesi mesin atau peralatan dan juga dapat menunjukkan area bottleneck

yang terdapat pada lintasan produksi. OEE juga merupakan alat ukur untuk

mengevaluasi dan memperbaiki cara yang tepat untuk menjamin peningkatan

produktivitas penggunaan mesin/peralatan. Formula matematis dari OEE

dirumuskan sebagai berikut :

............................ (2.5.1)

Kondisi operasi mesin/peralatan produksi tidak akan akurat ditunjukkan

jika hanya didasari oleh perhitungan satu faktor saja, misalnya peformance

http://digilib.mercubuana.ac.id/
20

efficiency mesin/peralatan. Keenam faktor dalam six big losses harus dilakukan

dalam perhitungan OEE, kemudian kondisi aktual dari mesin/peralatan dapat

dilihat secara akurat.

1. Availability Ratio

Mengukur keseluruhan waktu dimana sistem tidak beroperasi

karena terjadinya kerusakan alat, persiapan produksi dan penyetelan.

Dengan kata lain Availability diukur dari total waktu dimana peralatan

dioperasikan setelah dikurangi waktu kerusakan alat dan waktu persiapan

dan penyesuaian mesin yang juga mengindikasikan rasio aktual antara

Operating Time terhadap waktu operasi yang tersedia (Loading Time)

(Nakajima, 1998 ; Ibrahim, 2012). Sehingga dapat menghitung availability

dibutuhkan nilai dari :

a. Operating Time

b. Loading Time

c. Downtime

Nilai availability dihitung dengan rumus sbagai berikut :

 Availability = x 100% ..................................................... (2.5.2)

 ........................................ (2.5.3)

 ............ (2.5.4)

 .......................... (2.5.5)

Operation Time merupakan hasil pengurangan loading time dengan

waktu downtime mesin (non-operation time), dengan kata lain operation

time adalah waktu operasi tersedia (availability time) setelah waktu

downtime mesin keluarkan dari total availability time yang direncanakan.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
21

Downtime mesin adalah waktu proses yang seharusnya digunakan mesin

akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin/peralatan (equipment

failures) mengakibatkan tidak ada output yang dihasilkan. Downtime

meliputi mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan mesin/peralatan,

pelaksanaan prosedur setup dan adjustment dan lain-lainnya.

2. Peformance Rate

Performance Rate merupakan hasil perkalian dari operation speed

rate dan net operation rate, atau rasio kuantitas produk yang dihasilkan

dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia yang

melakukan proses produksi (operation time) (Nakajima, 1998 ; Ibrahim,

2012).

Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung performance rate :

1. Standard Speed (standar kecepatan mesin menghasilkan output)

2. Processed amount (jumlah produk yang diproses)

3. Operation time (waktu operasi mesin)

................................. (2.5.6)

3. Quality Ratio

Difokuskan pada kerugian kulaitas berupa berapa banyak produk

yang rusak yang terjadi berhubungan dengan peralatan, yang selanjutnya

dikonversi menjadi waktu dengan pengertian seberapa banyak waktu

peralatan yang dikonsumsi untuk menghasilkan produk yang rusak

tersebut (Nakajima, 1998 ; Ibrahim, 2012).

........................................ (2.5.7)

http://digilib.mercubuana.ac.id/
22

2.5.1 Tujuan Impelentasi Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Penggunaan OEE sebagai peformace indikator, mengambil periode basis

waktu tertentu, seperti shift, harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan.

Pengukuran OEE lebih efektif digunakan pada suatu peralatan produksi. OEE

dapat digunakan beberapa jenis tingkatan pada sebuah lingkungan perusahaan.

1. OEE dapat digunakan sebagai “Benchmark” untuk mengukur rencana

perusahaan dalam peformasi.

2. Nilai OEE, perkiraan dari suatu aliran produksi, dapat digunakan untuk

membandingkan garis perfomasi melintang dari perusahaan, maka akan

terlihat aliran tidak penting.

3. Jika proses permesinan dilakukan secara individual, OEE dapat

mengidentifikasikan mesin mana yang mempunyai peformasi buruk, dan

bahkan mengindikasikan fokus dari sumber daya TPM.

Selain untuk mengetahui perfoma peralatan, suatu ukuran OEE dapat

digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk keputusan pembelian peralatan

baru. Dalam hal ini, pihak pengambil keputusan mengetahui dengan jelas

kapasitas peralatan yang ada sehingga keputusan yang tepat dapat diambil dalam

rangka memenuhi permintaan pelanggan.

Dengan menggabungkan metode lain, seperti Basic Quality Tools (seperti

Pareto Analysis, Cause-Effect Diagram), diketahuinya nilai OEE maka melalui

metode tersebut faktor penyebab menurunnya nilai OEE dapat diketahui. Melalui

faktor-faktor penyebab tersebut, tindakan-tindakan perbaikan dapat segera

dilakukan.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
23

2.5.2 Cara penilaian Skor Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Menurut sumber: www.oee.com/world-class-oee.html terdapat 4 cara untuk

penilaian skor OEE, yaitu:

1. Jika OEE = 100%, produksi dianggap sempurna: hanya memproduksi

produk tanpa cacat, bekerja dalam performance yang cepat, dan tidak

ada downtime.

2. Jika OEE = 85% - 99%, produksi dianggap kelas dunia. Bagi banyak

perusahaan, skor ini merupakan skor yang cocok untuk dijadikan goal

jangka panjang.

3. Jika OEE = 60% - 84%, produksi dianggap wajar, tapi menunjukkan

ada ruang yang besar untuk improvement.

4. Jika OEE = < 60 %, produksi dianggap memiliki skor yang rendah,

tapi dalam kebanyakan kasus dapat dengan mudah di-improve melalui

pengukuran langsung.

2.6 Teknik-teknik Perbaikan Kualitas

Manajmen kualitas sering kali disebut sebagai the problem solving,

sehingga manajemen kualitas dapat menggunakan dalam problem solving tersebut

mengadakan perbaikan, berbagai teknik perbaikan, berbagai teknik perbaikan

kualitas yang dapat digunakan dalam organisasi. Teknik-teknik dasar yang dapat

digunakan antara lain Diagram Pareto, histogram, lembar pengecekan (check

sheet), analisa matriks, diagram sebab akibat (fishbone diagram), diagram

penyebaran (scatter diagram), diagram alur, peka kendali (control chart), dan

analisa kemampuan proses (Oktaria, 2011).

http://digilib.mercubuana.ac.id/
24

2.6.1 Diagram Pareto Chart

Pareto chart merupakan metode untuk menentukan masalah mana yang

harus dikerjakan lebih dahulu. Pareto chart, mendasarkan keputusan pada

kuantitatif. Gunakanlah pareto chart untuk mengidentifikasi beberapa isu vital

dengan menerapkan aturan perbandingan 80 : 20, artinya : 80% peningkatan dapat

dicapai dengan memecahkan 20% masalah terpenting yang dihadapi.

(Sumber: Hendradi, 2006)

Gambar 2. 3 Contoh Diagram Pareto

2.6.2 Fishbone Diagram

Fishbone diagram (diagram sebab akibat) adalah teknik pemecahan

masalah yang membantu kita berpikir melalui banyak kemungkinan sebab-sebab

dari suatu masalah yang ingin diselesaikan. Diagram sebab akibat ini

digambarkan seperti diagram tulang ikan dimana ”Kepala Ikan” menjadi masalah

yang akan dipecahkan.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
25

(Sumber: Hendradi, 2006)

Gambar 2. 4 Contoh Fishbone Diagram

2.7 Penelitian Terdahulu

Dibawah ini merupakan tabel penelitian terdahulu :

Tabel 2. 2 Hasil Penelitian Terdahulu

No Judul Penulis Hasil Penelitian


Analisis Produktivitas Dari hasil penelitian menunjukkan PT. Miwon Indonesia faktor penyebab menurunnya
Hasil Produksi Dengan Setiawan, nilai OEE, faktor yang sangat berpengaruh terhadap rendahnya nilai OEE adalah nilai
Meggunakan Metode A.M., & Avaibility yang rendah yaitu 84,12%. Sehingga didapat nilai OEE dari keseluruhan
1
Overall Equipment Riandadari, mesin BK 500M didapat rata-rata yaitu 76,95%. Dari faktor penyebab turunnya nilai
Effectiviness (OEE) Di PT. D. (2015) OEE yaitu ada 4 kategori yang bisa dirumuskan mulai dari manusia, mesin, material dan
Miwon Indonesia. metode.
Effort in Improving
Penelitian ini menukur nilai OEE, analisis six big losses, dan cause and effect diagram
Overall Equipment
untuk mencari akar permasalahan. Hasil penilitian menunjukkan nilai OEE dari mesin
Effectiveness (OEE) of Fauzi, A., &
Weaving sebesr 71,7 % dengan availability sebesar 86,3%, peformance efficiency
2 Weaving Machine in Tire Doloksaribu,
83,6%, dan quality rate 99,1%. Dan dapat dilihat faktor rendahnya efektivitas mesin
Cord Division at Tire G. (2015)
Weaving disebabkan oleh reduce speed loss sehinnga untuk menguranginya dapat
Manufacturing Company
dilakukan implementasi autonomous maintenance.
in Indonesia
Improving Overall Prof.
Equipment Effectiveness Bangar, A., Dalam penelitian ini peningkatan OEE dari Implementasi TPM menggunakan metode
3 by Implementing Total Sahu, H., Kaizen. Hasil penelitian ini kami dapat menurunkan losses dan improve OEE hingga
Productive Maintenance Batham, J. 96% sehingga TPM menjadi metode perbaikan maintenance di Jamna auto Industry.
(TPM) (2013)

Implementation TPM for Dalam penelitian ini, hasil OEE periode Februari 2008 - Januari 2009 sebesar 72,32%,
Hutagaol,
4 increase Efficiency and hal ini menandakan efisiensi mesin sudah cukup bagus namun masih ada ruang untuk
H.J (2009)
Use OEE Methode in PT.X improvement.

Total Productive Dari hasil penelitin menggunakan metode OOE, didapat hasil OEE sebesar 89,92, hal ini
Badli,
Maintenance Pada berarti nilai OEE sudah world class, akan tetapi masalah-masalah dalam proses produksi
5 S.M.Y
Studikasus UKM Otomotif tetap tidak akan terhindarkan. Maka dari itu usulan perbaikan dilakukannya corrective
(2012)
Malaysia maintenance pada mesin produksi.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
26

2.8 Kerangka Pemikiran

Berikut ini adalah kerangka berpikir yang akan dilakukan pada penelitian ini sebagai

berikut :

INPUT PROSES OUTPUT

-Downtime mesin Pengolahan data Hasil pengolahan data


wrapping line 4 tinggi menggunakan metode menunjukkan nilai OEE
-Belum ada metode Overall Equipment sebesar 68,31 hal ini
untuk mengukur Effectiveness (OEE) menunjukkan OEE sudah
efektivitas mesin cukup bagus namun masih
terdapat ruang untuk
improvement

Gambar 2.5 Skema Pemikiran

http://digilib.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai