Disusun Oleh:
Ziyana Mawaddatul Walidah (131611101061)
Alat kesehatan akan berfungsi dengan baik jika penggunaan dan pemeliharaan alat
tersebut sesuai dengan petunjuk. Pemeliharaan alat yang baik akan mencegah potensi bahaya
yang ada pada peralatan tersebut sehingga tidak mencederai manusia dan lingkungannya.
Pemeliharaan juga akan meningkatkan kegunaan, mengurangi biaya pemeliharaan, serta siap
digunakan pada waktu yang dibutuhkan (Rahmiyati,2019)
Jenis-jenis pemeliharaan :
1. Penggantian (Replacement) Merupakan penggantian peralatan/komponen untuk
melakukan peralatan. Kebijakan penggantian ini dilakukan pada seluruh atau sebagian
(part) dari sebuah sistem yang dirasa perlu dilakukan upaya penggantian oleh karena
tingkat utilitas alat atau keandalan fasilitas produksi berada pada kondisi yang kurang
baik. Tujuan strategi perawatan penggantian antara lain adalah untuk menjamin
fungsinya suatu sistem sesuai pada keadaan normalnya.
2. Perawatan Peluang (Opportunity Maintenance) Perawatan dilakukan ketika terdapat
kesempatan, misalnya perawatan pada saat mesin sedang shut down. Perawatan peluang
dimaksudkan agar tidak terjadi waktu menganggur (idle) baik oleh operator maupun
petugas perawatan, perawatan bisa dilakukan dengan skala yang paling sederhana seperti
pembersihan (cleaning) maupun perbaikan fasilitas pada sistem produksi (repairing).
3. Perbaikan (Overhaul) Merupakan pengujian secara menyeluruh dan perbaikan
(restoration) pada sedikit komponen atau sebagian besar komponen sampai pada kondisi
yang dapat diterima. Perawatan perbaikan merupakan jenis perawatan yang terencana
dan biasanya proses perawatannya dilakukan secara menyeluruh terhadap sistem,
sehingga diharapkan sistem atau sebagian besar sub sistem berada pada kondisi yang
handal.
4. Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance) Merupakan perawatan yang dilakukan
secara terencana untuk mencegah terjadi potensi kerusakan. Preventive maintenance
adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya
kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang menyebabkan
fasilitas produksi menjadi kerusakan pada saat digunakan dalam berproduksi. Dalam
prakteknya preventive maintenance yang dilakukan oleh perusahaan dibedakan atas :
a. Routine maintenance Yaitu kegiatan pemeliharaan terhadap kondisi dasar mesin dan
mengganti suku cadang yang aus atau rusak yang dilakukan secara rutin misalnya setiap
hari. Contoh pembersihan peralatan, pelumasan atau pengecekan oli, pengecekan bahan
bakar, pemanasan mesin-mesin sebelum dipakai berproduksi.
b. Periodic maintenance Yaitu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan secara periodic
atau dalam jangka waktu tertentu misalnya satu minggu sekali, dengan cara melakukan
inpeksi secara berkala dan berusaha memulihkan bagian mesin yang cacat atau tidak
sempurna. Contoh : penyetelan katup-katup pemasukan dan pembuangan, pembongkaran
mesin untuk penggantian bearing.
c. Running maintenance Merupakan pekerjaan perawatan yang dilakukan pada saat
fasilitas produksi dalam keadaan bekerja. Perawatan ini termasuk cara perawatan yang
direncanakan untuk diterapkan pada perawatan atau pemesinan dalam keadaan operasi.
Biasanya diterapkan pada mesin-mesin yang harus terus menerus beroperasi dalam
melayani proses produksi. Kegiatan perawatan dilakukan dengan jalan mengawasi secara
aktif (monitoring). Diharapkan hasil perbaikan yang telah dilakukan secara tepat dan
terencana ini dapat menjamin kondisi operasional tanpa adanya gangguan yang
mengakibatkan kerusakan.
d. Shutdown maintenance Merupakan kegiatan perawatan yang hanya dapat
dilaksanakan pada waktu fasilitas produksi sengaja dimatikan atau dihentikan.
Bentuk preventive maintenance dapat dibedakan atas time-based atau used-based.
Time-based: perawatan dilakukan setelah peralatan digunakan sampai satu satuan
tertentu.
Used-based: perawatan dilakukan berdasarkan frekuensi penggunaan. Untuk
menentukan frekuensi yang tepat perlu diketahui distribusi kerusakan atau kendala
peralatan.
5. Modifikasi Desain (Design Modification) Perawatan dilakukan pada sebagian kecil
peralatan sampai pada kondisi yang dapat diterima, dengan melakukan perbaikan pada
tahap pembuatan dan penambahan kapasitas. Pada umumnya modifikasi desain
dilakukan oleh karena adanya kebutuhan untuk menaikkan/meningkatkan kapasitas
maupun kinerja peralatan.
6. Perawatan Koreksi (Breakdown/Corrective Maintenance) Perawatan ini dilakukan
setelah terjadinya kerusakan, sehingga merupakan bagian dari perawatan yang tidak
terencana. Corrective maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan pada peralatan sehingga peralatan tidak
dapat berfungsi dengan baik. Breakdown maintenance merupakan kegiatan yang
dilakukan setelah terjadinya kerusakan dan untuk memperbaikinya tentunya kita harus
menyiapkan suku cadang dan perlengkapan lainnya untuk pelaksanaan kegiatan tersebut.
Kegiatan perawatan korektif meliputi seluruh aktifitas mengembalikan sistem dari
keadaan rusak menjadi dapat beroperasi kembali. Perbaikan baru terjadi ketika
mengalami kerusakan, walaupun terdapat beberapa perbaikan yang dapat diundur.
Perawatan korektif dapat dihitung sebagai Mean Time to Repair (MTTR). Waktu
perbaikan ini meliputi beberapa aktifitas yang terbagi menjadi 3 bagian, anatara lain:
Persiapan (Preparation time) berupa persiapan tenaga kerja untuk melakukan
pekerjaan ini, adanya perjalanan, adanya alat dan peralatan test, dan lain-lain.
Perawatan (Active maintenance time) berupa kegiatan rutin dalam pekerjaan perawatan.
Menunggu dan Logistik (Delay time and Logistic time) berupa waktu menunggu
persediaan. Strategi breakdown/corrective maintenance sering dikatakan sebagai “run to
failure”. Banyak dilakukan pada komponen elektronik. Suatu keputusan untuk
mengoperasikan peralatan sampai terjadi kerusakan karena ditinjau segi ekonomis tidak
menguntungkan untuk melakukan suatu perawatan (Rahmiyati,2019).
Distribusi
Dalam jangka waktu tertentu barang yang digunakan akan mengalami penurunan
kemampuan dan penampilannya baik secara teknis maupun ekonomis karena adanya batas
kadaluarsa, deteiroisasi, atau kerusakan. Dengan demikian timbul persoalan bagaimana
keputusan tentang penggunaan barang tersebut selanjutnya. Walaupun barang tersebut tidak
atau kurang memberikan manfaat lagi akan tetapi secara prosedur masih memerlukan
pertanggungjawaban administrasi yaitu dengan melaksanakan proses penghapusan
(Day,2020).
Menurut Jayawerdana (2017) mengutarakan bahwa secara umum penghapusan dapat
dikatakan sebagai kegiatan dan usaha-usaha pembebasan barang dari pertanggungjawaban
sesuai peraturan atau perundang-undangan. Penghapusan umumnya dilakukan atas dasar :
1. Logistik yang akan dihapus sudah sangat tua dan rusak
Logistik tersebut perlu dihapuskan dengan beberapa alasan: apabila logistic tersebut
digunakan terus dapat membahayakan keselamatan pemakai logistic tersebut, kualitas
maupun kuantitas output yang dihasilkan sudah tidak dapat mencapai tingkat optimal,
apalagi dibandingkan biaya operasional yang relatif tinggi. Apabila logistik ini
dioperasionalkan terus, akan menimbulkan inefektifitas dan inefisiensi organisasi
2. Logistik yang sudah ketinggalan zaman
Logistik yang sudah ketinggalan zaman perlu dihapuskan dengan pertimbangan, logistik
ini dipandang memerlukan dan menghabiskan biaya yang relatif tinggi, baik yang
berkaitan dengan bahan, tenaga, waktu, maupun output, baik ditinjau dari sisi kuantitas
maupun kualitas apabila dibandingkan dengan menggunakan logistik yang relatif baru.
3. Logistik berlebihan
logistik yang berlebihan perlu dihapuskan dengan beberapa alas an:
a. Suatu organisasi tidak mungkin menggunakan seluruh logistiknya dalam waktu yang
bersamaan dan yang sekiranya memang logistik tersebut tidak perlu digunakan
secara bersamaan logistik yang sifatnya berlebihan tersebut tidak dihapuskan tetunya
membtuhkan biaya perawatan, maupun gaji untuk personel yang merawat logistik
b. Logistik tersebut membtuhkan tempat penyimpanan, sehingga bila logistik tersebut
tidak dihapuskan akan boros tempat
c. Apabila logistik tersebut akan digunakan dimasa yang akan datang, mungkin sudah
merupakan yang ketinggalan zaman (out of date).
4. Logistik yang hilang
Secara administrasi logistik yang hilang harus disingkirkan. Hal ini penting dilakukan,
selain sebagai satu bentuk pertanggungjawaban pemakai, pengambilan keputusan dan
tindakan sebagai konsekuensi atas hilangnya logistik tersebut, juga untuk pengambilan
keputusan maupun tindakan manajemen logistik berikutnya.
Untuk melakukan penhapusan logistik sendiri, terdiri dari beberapa cara yang dapat
dilakukan, diantaranya adalah:
a. Dijual atau dilelang
Dengan cara ini berarti organisasi akan memperoleh sejumlah kontraprestasi berupa hasil
uang penjualan logistik
b. Ditukar dengan logistik lain yang dibutuhkan oleh institusi
Dengan cara ini organisasi akan menukarkan logistik yang dimiliki dengan logistik yang
dibutuhkan oleh organisasi. Dengan cara ini harus mempertimbangkan dan mengacu
pada prinsip-prinsip pengadaan logistik dengan cara menukarkan, antara lain logistik
yang ditukarkan harus benar-benar sudah tidak dibutuhkan institusi, nilai logistik yang
dipertukarkan harus sepadan dan saling menguntungkan kedua belah pihak
c. Dipindahkan
Penghapusan dengan cara dipindahkan adalah secara fisik logistik yang sudah tidak
dibutuhkan dimutasikan ke unit kerja lain ataupun kantor/institusi cabang. Dengan
demikian, pemusnahan logistik ini sifatnya masih dalam ruang lingkup organisasi
internal
d. Dihibahkan
Penghapusan logistik dengan cara dihibahkan berarti organisasi memberikan secara
Cuma-Cuma kepada pihak/organisasi lain yang membutuhkan
e. Pemanfaatan kembali
Penghapusan dengan cara pemanfaatan kembali berarti barang yang dihapus kemudian
diubah menjadi barang lain yang memiliki fungsi dan kegunaan berbeda dari fungsi dan
kegunaan berang semula
f. Pemusnahan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 72 Tahun 2016 menyatakan
pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai bila :
1. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
2. Telah kadaluarsa
3. Tidak memnuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan
4. Dicabut izin edarnya
Tahap pemusnahan terdiri dari :
1. Membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
dimusnahkan
2. Menyiapkan berita secara kemusnahan
3. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait
4. Menyiapkan tempat pemusnahan dan
5. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan
yang berlaku
Pengendalian Prosedur dan Pengawasan
Sistem kontrol atau pengendalian dan pengawasan sebagai salah satu fungsi
manajemen di rumah sakit merupakan hal yang penting. Fungsi kontrol dari manajemen
mencakup semua aktifitas yang dilakukan untuk memastikan bahwa pelaksanaan pekerjaan
mengacu pada kerangka operasional yang sudah direncanakan. Setiap manajer/pimpinan
dalam organisasi mempunyai tanggung jawab pengendalian, misalnya mengerahkan evaluasi
performans dan mengambil inisiatif yang perlu untuk meminimalisasi inefisiensi
(Doso,2020).
Pengawasan dan pengendalian adalah suatu fungsi untuk mengatur, mengerahkan,
menilai, mengkoreksi kinerja dari unsur atau instalasi organisasi dalam suatu departemen
untuk menjamin dilaksanakannya semua rencana, program, proyek, dan kegiatan secara
optimal melalui tertib administrasi dan tertib operasional. Pengawasan dan pengendalian
merupakan wahana dalam melaksanakan tugas pokoknya dengan mengutamakan pencegahan
terhadap kebocoran, kecerobohan dari sarana dan fasilitas, serta pencegahan terjadinya
penyalahgunaan wewenang jabatan (Haedar,2020).
Pengawasan merupakan suatu fungsi atau usaha yang digunakan oleh pejabat
organisasi untuk meyakinkan atau menjamin bahwa sumber daya yang tersedia dipergunakan
dengan tepat daya dan tepat guna dengan optimal untuk mencapai tujuan. Pengawasan ini
telah mencakup kegiatan yang mengarah kepada hal-hal yang tidak diinginkan serta
mencegah hal-hal yang tidak dikehendaki.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sistem kontrol atau sistem pengawasan
dan pengendalian, misalnya :
a. Penggarisan struktur organisasi
b. Kebijakan
c. Sumber daya manusia
d. Prosedur
e. Perencanaan
f. Pencatatan
g. Pelaporan
h. Pengawasan intern
Fungsi pengawasan adalah mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang
diberikan tugas dan wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan. Mendidik para pejabat supaya
mereka melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Untuk
mencegah terjadinya penyimpangan, kelalaian, dan kelemahan, agar tidak terjadi defisit yang
tidak diinginkan. Untuk memperbaiki penyimpangan dan penyelewengan, agar pelaksanaan
pekerjaan tidak mengalami kendala dan pemborosan-pemborosan.
Tujuan diadakannya pengawasan, antara lain:
(1) Untuk mengetahui pelaksanaan rencana
Tujuan utama adanya pengawasan untuk mengevaluasi apakah pelaksanaan rencana
sudah sesuai atau belum. Rencana yang dibuat organisasi tentunya sudah dibuat
semaksimal mungkin untuk mencapainya. Pencapaian tujuan organisasi menggunakan
tahapan-tahapan, baik tahapan pendek, menengah atau panjang. Semua tahapan yang
direncanakan perlu diawasi hasilnya. Apabila hasilnya kurang maksimal, maka harus
dicari solusi yang paling tepat, sehingga organisasi dapat berjalan dan berkembang
dengan baik.
(2) Untuk mengetahui kesulitan yang terjadi
Setiap aktifitas pasti ada resikonya, baik resiko yang positif maupun negatif. Kalau
resiko yang positif pastilah tidak akan mengganggu jalannya organisasi. Kalau resiko
yang positif pastilah tidak akan mengganggu jalannya organisasi. Akan tetapi resiko
yang negatife seperti kesulitan-kesulitan yang dihadapi karyawan maupun para
manajer dalam menjalankan tugasnya perlu segera diketahui dan dicarikan solusinya.
Dengan adanya pengawasan, organisasi dapat mengetahui kesulitan-kesulitan tersebut.
Apabila terjadi peristiwa demikian, organisasi dapat mencari permasalahan yang
timbul kemudian mengidentifikasi permasalahn yang timbul serta mencari solusinya.
(3) Untuk mengantisipasi hambatan hambatan
ada pepatah, mencegah lebih baik dari pada mengobati. Pepatah ini mengandung
makna bahwa organisasi perlu pengadaan antisipasi terhadap gangguangangguan
dalam mencapai tujuannya. Cara untuk mengatasi gangguan adalah dengan
dilakukannya kegiatan pengawasan. Apabila dalam organisasi ada indikasi terjadinya
hambatan, hasil pengawasan dapat segera ditindak lanjuti.
(4) Untuk mencari solusi apabila ada hambatan
Pengawasan diberlakukan untuk mencari solusi apabila ada hambatan dalam
pelaksanaan tugas. Tidak ada organisasi yang tidak mempunyai masalah. Setiap
masalah yang muncul harus segera diselesaikan supaya tidak mengganggu jalannya
organisasi. Pengawasan yang dilakukan oleh organisasi menjadi hal penting untuk
mencari jalan keluar apabila ada permasalahan (Doso,2020).
Dalam masalah pengawasan ini ada dua hal yang perlu kita ketahui yaitu :
1. Pengawasan fisik (physical control)
pengawasan yang dilakukan dengan cara mendatangi dan melakukan pemeriksaan di
tempat (on the spot) terhadap obyek yang diawasi.
2. Pengawasan administratif
pengawasan yang dilakukan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan pekerjaan atau obyek
yang diawasi atau pengawasan yang dilakukan dari jarak jauh yaitu dari belakang meja
dengan cara mengawasi melalui laporan laporan yang dituliskan berdasarkan hasil dari
pekerjaan yang dilakukan (Haedar,2020).
Daftar Pustaka
Alam, H. S., Sudiro, & Purnami, C. T. 2016. Pengembangan Sistem Informasi
Pemantauan Alat Kesehatan Untuk Mendukung Penjaminan Mutu
Pelayanan Kesehatan Di Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM)
Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia, 4(3): 187-
195.
Dampung, Veronica. 2018. Penerapan Metode Konsumsi Dengan Peramalan EOQ, MMSL,
Dan Analisis ABC VEN Dalam Manajemen Perbekalan Farmasi Di Rumah Sakit
Pelomonia Makasar. Media Farmasi. 14(1): 97-104
Dania, Wike Agustin. 2017. Aplikasi Just In Time Pada Perencanaan dan
Pengendalian Persediaan Kentang (Studi Kasus di Perusahaan
Agromas Gizi Food Batu). Jurnal Industria. 1(1): 22-30
Day, Gracewati dkk. 2020. Manajemen Logistik Obat di Instalasi Farmasi RSUD Waibakul
Kabupaten Sumba Tengah. Media Kesehatan Masyarakat, 2(3): 25-39
Doso, Tri. 2020. Analisa Pengendalian Persediaan Dengan Metode EOQ, JIT dan MMSL
DiInstalasi Farmasi Rumah Sakit XXX Kota Mojokerto.Journal Of Pharmacy And
Practice,7(2): 81-85
Fitriani, Anisa. 2019. Analisis Manajemen Logistik Obat Di Instalasi Farmasi RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat Tahun 2019. Promotor Jurnal
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 2(5):334-339
Haedar, Ical. 2020. Pelaksanaan Pengawasan Badan Urusan Logistik (BULOG) Dalam
Pengendalian Pangan di Kabupaten Bone. Jurnal Administrasi Publik, 6(1):102-119
Jayawardena, D. B. 2017. Hospital Equipment Management in District Base
Hospitals in Kalutara District in Sri Lanka. Biomedical Statistics dan
Informatics, 2(1): 18-21.
Liwu, Irene. 2017. Analisis Distribusi Obat Pada Pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) di RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado. Jurnal Biomedik(JBM),9(1): S40-
S45
Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit
Rahmiyati, Ayu Laili. 2019. Analisis Penyelenggaraan Sistem Pemeliharaan Alat Radiologi
Rumah Sakit. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 18(3):93-97
Rusli. 2016. Farmasi Rumah Sakit dan Klinik. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.
Sasongko H, Oktadevi. 2016. Gambaran Pengelolaan Obat Pada Indikator
Procurement di RSUD Sukoharjo Jawa Tengah. Journal of
Pharmaceutical Science and Clinical Research. 1: 21 – 28.
Satibi. 2017. Manajemen Obat di Rumah Sakit. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.