Anda di halaman 1dari 19

MAINTENANCE MANAGEMENT

Dari beberapa uraian dan definisi diatas, maka dapat dijelaskan bahwa pengertian dari
manajemen perawatan adalah pengelolaan pekerjaan perawatan dengan melalui suatu
proses perencanaan, pengorganisasian serta pengendalian operasi perawatan untuk
memberikan performasi mengenai fasilitas industri. Gagasan yang muncul mengenai pokok-
pokok pikiran dalam perencanaannya, ditunjukan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:
· Apa yang harus dirawat?
· Bagaimana cara merawatnya?
· Kapan melakukan perawatannya?
· Siapa yang melakukannya?
Sedangkan pengorganisasiannya akan mencakup penerapan dari metode manajemen
dengan cara yang sistematis. Dengan demikian jelaslah bahwa tercapainya tujuan
perawatan industri atau bengkel-bengkel kerja serta unit-unit kerja lainnya, tidaklah hanya
ditunjang dengan fasilitas dan teknik perawatannya saja, namun selain itu pula diperlukan
menajemn yang memadai.
Pentingnya Manajemen Perawatan
Suatu aturan umum dalam dunia usaha mengatakan: “Bila suatu masalah telah menjadi
kompleks dan berdampak besar, maka manajemen yang baik harus ditepkan.” Demikian
halnya dengan perawatan bagi suatu sistem usaha, manajemen perawatan yang baik akan
mendatangkan kebaikan pada sistem usaha yang bersangkutan.
Perawatan berarti ongkos, tetapi tidak adanya perawatan yang sesuai dengan yang
diharapkan bisa berarti ongkos yang jauh lebih besar.
Dengan demikian bila masalah perawatan telah menjadi kompleks dan
berdampak besar, maka manajemen yang baik harus ditetapkan, sehingga
keberhasilan dalam melakukan pengelolaan perawatan akan memberikan
berbagai keuntungan, yaitu:

a. Memperpanjang waktu pengoperasian mesin yang digunakan semaksimal


mungkin, dengan biaya perawatan yang seminimal mungkin.
b. Menjamin ketersediaan mesin dan peralatan secara optimal pada saat mesin
akan digunakan.
c. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan
dalam keadaan darurat setiap waktu.
d. Menjamin keselamatan kerja bagi setiap orang yang menggunakan
mesin/peralatan.
e. Menyediakan informasi yang dapat menunjang pekerjaan perawatan.
f. Menentukan metode evaluasi yang berguna dalam pengawasan perawatan.
g. Membantu menciptakan kondisi kerja yang aman dan tertib.
h. Meningkatkan keterampilan para pekerja karyawan.
Aspek dasar manajemen perawatan terkait dengan efisiensi, subjek ini
sangat berhubungan dengan:

A. Tujuan, adalah sangat penting dalam menilai serta menentukan


tujuan perawatan.
B. Organisasi, adalah penyusunan tenaga kerja dan pembagian tugas
untuk tenaga kerja bagian perawatan.
C. Metode atau sistem, adalah urutan pelaksanaan kegiatan pekerjaan
perawatan dan bagaimana serta dimana pekerjaan itu dilaksanakan.
D. Keternagakerjaan, biasanya yang berhubungan dengan rekruitmen,
penempatan, latihan, kenaikan pangkat, dan pemberhentian.
E. Lingkungan, yang dimaksud adalah meliputi kondisi lingkungan kerja
seperti tempat kerja, kantor, gudang, dan kondisi fisik lainnya.
F. Mesin dan peralatan, adalah semua yang digunakan dalam melakukan
pekerjaan perawatan.
Corrective Maintenance (CM)

• Kegiatan perbaikan, penggantian, atau restotasi yang dilakukan setelah


terjadinya kegagalan/kerusakan untuk menghilangkan sumber
kegagalan/kerusakan, atau mengurangi frekuensi kejadiannya
kegagalan/kerusakan.
British Standard 3811:1993 Mendefinisikan CM :
pemeliharaan yang dilakukan setelah terjadi kegagalan/kerusakan, kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengembalikan sistem pada keadaan di mana sistem dapat
melakukan fungsinya sesuai yang diperlukan.
Jenis Corrective Maintenance (CM)
• Remedial maintenance, merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk menghilangkan sumber kegagalan/kerusakan tanpa mengganggu
kelangsungan proses produksi.
“caranya, item yang rusak dikeluarkan dari sistem/lintasan produksi yang
kemudian direkondisi atau beban kerja dialihkan ke lintasan lainnya”.
• Deferred maintenance, kegiatan CM yang menunda perbaikan namun tidak
mempengaruhi proses produksi.
• Shutdown corrective maintenance, serangkaian kegiatan CM yang dilakukan
ketika lintasan produksi dalam situasi berhenti total.
Langkah-langkah kegiatan CM :
1. Fault detection.
2. Fault isolation.
3. Fault elimination.
4. Verification of fault elimination.
Pada langkah fault elimination tindakan yang dapat dilakukan seperti adjusting,
aligning, calibrating, reworking, removing, replacing atau renovasi.

Prasyarat pelaksanaan CM :
• Identifikasi masalah.
• Perencanaan yang efektif, tergantung tingkat kompetensi perencana,
ketersediaan basis data, waktu standar, kelengkapan prosedur, keterampilan
tenaga kerja, special tool dan komponen serta peralatan.
• Prosedur perbaikan yang tepat.
• Waktu yang cukup.
• Verifikasi perbaikan.
• Improvement Maintenance (IM)
IM bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan sama sekali kebutuhan
terhadap maintenance
Jenis IM berikut:

Design-out maintenance, serangkaian kegiatan untuk menghilangkan


penyebab adanya maintenance, menyederhanakan tugas-tugas maintenance,
atau meningkatkan kinerja mesin dari sudut maintenance dengan mendesain
ulang mesin-mesin dan fasilitas yang rentan terhadap sering terjadinya
kegagalan dan perbaikan jangka panjang atau biaya penggantian yang sangat
mahal.
Engineering services, meliputi modifikasi konstruksi dan konstruksi, reinstalasi,
dan pengaturan ulang dari fasilitas.
Shutdown improvement maintenance, serangkaian kegiatan perbaikan yang
dilakukan ,sementara lintas produksi berada dalam kondisi berhenti.
Predictive Maintenance (PDM)

Predictive maintenance, merupakan seperangkat kegiatan yang mendeteksi


perubahan dalam kondisi fisik peralatan (melalui deteksi tanda
kegagalan/kerusakan) untuk melakukan pekerjaan maintenance yang tepat
melalui penggunaan peralatan tanpa adanya risiko kegagalan.

Klasifikasi metoda yang digunakan :

• Condition-based predictive maintenance, tergantung pada kontinuitas


penggunaan peralatan atau monitoring kondisi secara periodik dalam
mendeteksi gejala kerusakan
• Statistical-based predictive maintenance, tergantung pada data statistik dari
rekaman yang teliti dalam memprediksi kerusakan dan pengembangan
modelnya
8 Pilar TPM (Eight Pillar of TPM)
8 Pilar TPM (Eight Pillar of TPM) – Untuk menerapkan
konsep TPM (Total Productive Maintenance) dalam sebuah
perusahaan manufakturing, diperlukan pondasi yang kuat
dan pilar yang kokoh. Pondasi TPM adalah 5S, sedangkan
pilar utama TPM terdiri dari 8 pilar atau biasanya disebut
dengan 8 Pilar TPM (Eight Pillar of Total Productive
Maintenance). 8 pilar TPM sebagian besar difokuskan pada
pada teknik proaktif dan preventif untuk meningkatkan
kehandalan Mesin dan peralatan produksi.
1. Autonomous Maintenance /Jishu Hozen (Perawatan Otonomus)

Autonomous Maintenance atau Jishu Hozen memberikan tanggung jawab


perawatan rutin kepada operator seperti pembersihan mesin, pemberian
lubrikasi/minyak dan inspeksi mesin. Dengan demikian, operator atau pekerja yang
bersangkutan memiliki rasa kepemilikan yang tinggi, meningkatan pengetahuan
pekerja terhadap peralatan yang digunakannya. Dengan Pilar Autonomous
Maintenance, Mesin atau peralatan produksi dapat dipastikan bersih dan
terlubrikasi dengan baik serta dapat mengidentifikasikan potensi kerusakan
sebelum terjadinya kerusakan yang lebih parah.
2. Planned Maintenance( Perawatan Terencana)
Pilar Planned Maintenance menjadwalkan tugas perawatan berdasarkan tingkat
rasio kerusakan yang pernah terjadi dan/atau tingkat kerusakan yang
diprediksikan. Dengan Planned Maintenance, kita dapat mengurangi kerusakan
yang terjadi secara mendadak serta dapat lebih baik mengendalikan tingkat
kerusakan komponen.

3. Quality Maintenance (Perawatan Kualitas)


Pilar Quality Maintenance membahas tentang masalah kualitas dengan
memastikan peralatan atau mesin produksi dapat mendeteksi dan mencegah
kesalahan selama produksi berlangsung. Dengan kemampuan mendeteksi
kesalahan ini, proses produksi menjadi cukup handal dalam menghasilkan produk
sesuai dengan spesifikasi pada pertama kalinya. Dengan demikian, tingkat
kegagalan produk akan terkendali dan biaya produksi pun menjadi semakin
rendah.
4. Focused Improvement / Kobetsu Kaizen (Perbaikan yang terfokus)
Membentuk kelompok kerja untuk secara proaktif mengidentifikasikan mesin/peralatan kerja yang
bermasalah dan memberikan solusi atau usulan-usulan perbaikan. Kelompok kerja dalam
melakukan Focused Improvement juga bisa mendapatkan karyawan-karyawan yang bertalenta
dalam mendukung kinerja perusahaan untuk mencapai targetnya.

5. Early Equipment Management (Manajemen Awal pada Peralatan kerja)


Early Equipment Management merupakan pilar TPM yang menggunakan kumpulan pengalaman
dari kegiatan perbaikan dan perawatan sebelumnya untuk memastikan mesin baru dapat mencapai
kinerja yang optimal. Tujuan dari pilar ini adalah agar mesin atau peralatan produksi baru dapat
mencapai kinerja yang optimal pada waktu yang sesingkat-singkatnya.

6. Training dan Education (Pelatihan dan Pendidikan)


Pilar Training dan Education ini diperlukan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan saat
menerapkan TPM (Total Productive Maintenance).  Kurangnya pengetahuan terhadap alat atau
mesin yang dipakainya dapat menimbulkan kerusakan pada peralatan tersebut dan menyebabkan
rendahnya produktivitas kerja yang akhirnya merugikan perusahaan.
Dengan pelatihan yang cukup, kemampuan operator dapat ditingkatkan sehingga dapat melakukan
kegiatan perawatan dasar sedangkan Teknisi dapat dilatih dalam hal meningkatkan kemampuannya
untuk melakukan perawatan pencegahan dan kemampuan dalam menganalisis kerusakan mesin
atau peralatan kerja. Pelatihan pada level Manajerial juga dapat meningkatkan kemampuan
Manajer dalam membimbing dan mendidik tenaga kerjanya (mentoring dan Coaching skills) dalam
penerapan TPM.
7. Safety, Health and Environment (Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan)
Para Pekerja harus dapat bekerja dan mampu menjalankan fungsinya dalam lingkungan yang
aman dan sehat. Dalam Pilar ini, Perusahaan diwajibkan untuk menyediakan Lingkungan
yang aman dan sehat serta bebas dari kondisi berbahaya. Tujuan Pilar ini adalah mencapai
target Tempat kerja yang “Accident Free” (Tempat Kerja yang bebas dari segala
kecelakaan).

8. TPM in Administration (TPM dalam Administrasi)


Pilar selanjutnya dalam TPM adalah menyebarkan konsep TPM ke dalam fungsi
Administrasi. Tujuan pilar TPM in Administrasi ini adalah agar semua pihak dalam
organisasi (perusahaan) memiliki konsep dan persepsi yang sama termasuk staff administrasi
(pembelian, perencanaan dan keuangan).
OEE (Overall Equipment Effectiveness) TPM
Overall Equipment Effectiveness atau disingkat dengan OEE
adalah suatu cara untuk mengukur kinerja mesin produksi dalam
penerapan program TPM (Total Productive Maintenance).
Pengukuran Kinerja dengan OEE (Overall Equipment
Effectiveness) terdiri dari 3 komponen utama pada mesin
produksi yaitu Availability (Waktu Kesediaan Mesin),
Performance (Jumlah unit yang diproduksi) dan Quality (Mutu
yang dihasilkan). Hasil perhitungan OEE adalah dalam bentuk
Persentase (%). Dalam Bahasa Indonesia, Overall Equipment
Effectiveness ini disebut dengan Efektivitas Peralatan
Keseluruhan.
Pengukuran OEE (Overall Equipment Effectiveness) sangat
penting untuk mengukur keberhasilan dari program TPM (Total
Productive Maintenance) yang diterapkan dalam suatu
perusahaan. Dengan kata lain, hasil OEE merupakan KPI (Key
Performance Index) Utama dari hasil penerapan TPM.
Cara Menghitung OEE (Overall Equipment Effectiveness)

Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) menggunakan data dari


“Enam Kerugian Besar (The Six Big Losses)”,  yaitu :
1.Availability, yang terdiri dari Breakdowns dan Setup/Adjustments
2.Performance,  yang terdiri dari Small Stops dan Slow Running
3.Quality, yang terdiri dari Startup Defects dan Production Defect
Availability
Kita selalu mengharapkan Mesin Produksi kita tersedia saat kita memerlukannya. Tetapi kadang-
kadang Mesin tersebut tidak dapat beroperasi sesuai dengan harapan kita dalam memenuhi
kebutuhan yang diinginkan pelanggan. Terdapat dua kemungkinan terjadinya ketidaksediaan
Mesin Produksi, diantaranya adalah :
– Breakdown
Yang dimaksud dengan Breakdown adalah kerusakan mesin yang biasanya lebih dari 10 menit.
Waktu Breakdown (rusak) akan dicatat dalam bentuk “Menit” sampai pada Mesin Produksi
tersebut dapat beroperasi kembali dalam memproduksi unit Produk yang baik.
– Setup / Adjustments
Yang dimaksud dengan Setup atau Adjustment ini adalah ketidaksediaan Mesin Produksi yang
dikarenakan pertukaran model atau produk. Waktu yang dihitung adalah waktu unit terakhir pada
model sebelumnya hingga unit pertama pada model selanjutnya.

Contoh Availability (Kesediaan)


Jam kerja produksi adalah 8 Jam maka waktu kerja dalam menit adalah 8×60 = 480 menit. Jika
Mesin terjadi kerusakan (breakdown) hingga 30 menit dan waktu Setup Model baru adalah 20
menit maka Availability adalah :
Total Waktu yang tersedia – (Waktu Breakdown + Waktu Setup)   x 100
Total Waktu yang tersedia
480 – (30+20)  x 100  = 89.58%
480
Performance
Performance dalam perhitungan OEE adalah jumlah unit produk yang dihasilkan dalam waktu
yang tersedia. Jumlah unit ini dapat berupa unit produk yang baik maupun yang cacat. Yang
dikategorikan sebagai Performance yang akan diukur diantaranya adalah :
– Small Stop
Yang dimaksud dengan Small Stop adalah berhentinya mesin dalam waktu yang singkat (pada
umumnya dibawah 10 menit) tetapi Frekuensi terjadinya tinggi (sering terjadi). Sering
terjadinya pemberhentian singkat ini menyebabkan Output yang dihasilkan menjadi berkurang.
Contoh terjadinya berhenti dalam waktu singkat seperti terjadinya macet ataupun error pada
mesin produksi. Small Stop ini perlu dicatat pada Tally Sheet sehingga diketahui seberapa
sering terjadinya Small Stop serta akumulasi waktunya.
– Slow Running
Slow Running adalah berkurang kecepatan mesin dalam memproduksi, hal ini sering terjadi
ketika perawatan mesin tidak dilakukan dengan baik.
Contoh Performance
Jam kerja produksi adalah 8 Jam maka waktu kerja dalam menit adalah 8×60 = 480 menit. Jika
Cycle Time dalam memproduksi 1 unit produk pada proses tertentu adalah 1 menit, Tetapi
Output yang berhasil di produksi oleh mesin adalah 400 unit. Maka :
      Jumlah Unit yang diproduksi        x 100
Waktu yang tersedia x Cycle Time
     400      x100           = 83.33%
480 x 1
Quality
Yang dimaksud Quality dalam OEE ini adalah Jumlah unit Produk baik yang berhasil
diproduksi dibanding dengan Total jumlah unit produk (baik berupa unit OK ataupun unit
Cacat) yang dihasilkan. Ada juga menyebut Quality sebagai Yield Rate dalam rumus OEE. Yang
diperhitungkan dalam Quality diantaranya adalah :
– Startup Defect
Yang dimaksud dengan Startup Defect disini adalah cacat yang ditimbulkan oleh Mesin saat
pertama kali memulai produksi. Defect atau cacat biasanya akan terjadi saat Mesin beroperasi
kembali setelah terjadinya perbaikan mesin maupun adanya pergantian Setting atau Model baru
yang akan diproduksi.
– Production Defect
Production Defect adalah Cacat yang terjadi saat produksi sedang berlangsung. Defect atau
Cacat tersebut harus dicatat supaya dapat dilakukan tindakan pencegahan.
Contoh Perhitungan Quality
Jika Mesin memproduksi 400 unit produk, tetapi diantaranya terdapat 10 unit yang cacat saat
memulai produksi (Startup Defect) dan 20 unit cacat saat produksi normal. Maka :
 
               Unit yang OK                x 100
Total unit yang diproduksi
400 – (10 + 20)     x 100 = 92.5%
400
Perhitungan OEE (Overall Equipment Effectiveness)
Berdasarkan contoh Availability, Performance dan Yield diatas maka kita dapat menghitung
OEE sebagai berikut :
Rumus OEE :
OEE = Availability x Performance x Quality
OEE = 89.58% x 83.33% x 92.5%
OEE = 0.8958 x 0.8333 x 0.925
OEE = 0.6904 atau 69.04%
Dari perhitungan OEE diatas didapat bahwa hasil OEE adalah 69.04%, hasil tersebut
sangatlah rendah karena pada umumnya hasil OEE yang berstandar dunia (World Class)
adalah diatas 85%.
Berikut ini adalah Pedoman hasil OEE yang berstandar dunia (World Class) pada umumnya
:
Availability          : diatas 90%
Performance     : diatas 95%
Quality                : diatas 99.9%
OEE                    : diatas 85%

Anda mungkin juga menyukai