Anda di halaman 1dari 7

Belajar mengenai Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Overall Equipment Effectiveness atau OEE adalah salah satu istilah yang dikemukakan oleh Seiichi
Nakajima tahun 1960 untuk mengukur tingkat efektivitas suatu proses produksi.

Apa pengertian dari Overall Equipment Effectiveness (OEE) itu?

Apa manfaat dan tujuannya Bagaimana cara menghitung OEE?

Apa yang bisa disimpulkan dari sebuah angka OEE?

Pengertian dari Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah suatu perhitungan yang
dilakukan untuk menentukan nilai efektivitas mesin atau peralatan yang tersedia. OEE merupakan
salah satu metode yang tersedia di dalam TPM atau Total Productive Maintenance. Sebagai aturan
dasarnya, OEE bisa Anda gunakan sebagai indikator performa mesin atau sistem di bisnis Anda.
Beberapa ahli punya beberapa pendapatnya sendiri mengenai OEE. Ada yang menjelaskan kalau OEE
adalah metode yang digunakan untuk menilai efektivitas penggunaan pada sistem atau mesin
dengan menggunakan berbagai sudut pandang di dalam suatu proses perhitungan. Sedangkan
pendapat lain menjelaskan kalau OEE adalah suatu efisiensi keseluruhan struktur yang dihasilkan
dari nilai perhitungan ketersediaan, efisiensi kinerja dan tingkat kualitas suatu produk. Pendapat
yang lain lagi menyatakan kalau OEE adalah suatu ukuran nilai efektivitas pada penggunaan mesin
atau peralatan dengan menghitung ketersediaan pada mesin, kinerja dan juga kualitas produk yang
diproduksi.

OEE bisa Anda gunakan di berbagai tingkatan pada lingkungan perusahaan, termasuk:

 OEE adalah suatu hal yang bisa Anda gunakan sebagai titik referensi untuk mengukur
rencana peningkatan performa perusahaan Anda.

 OEE adalah suatu bentuk perkiraan aliran produksi yang bisa Anda gunakan untuk
membandingkan jalur kinerja pada lintas departemen perusahaan, jadi akan terlihat aliran
mana yang ngga berkontribusi signifikan.

 Bila proses perhitungan ini Anda lakukan secara individual, maka OEE bisa Anda gunakan
untuk menentukan mesin atau alat mana yang punya performa buruk, jadi Anda tahu ke
mana Anda harus memfokuskan sumber daya Anda.

Secara umum, beberapa manfaat OEE adalah sebagai berikut:

 Mampu menentukan titik awal kinerja perusahaan, peralatan, atau pun mesin perusahaan
 Mampu mengidentifikasi bottlenecks pada alat atau mesin perusahaan
 Mampu mengidentifikasi seluruh kerugian produktivitas

Tujuan utama dari perhitungan OEE adalah untuk menilai kinerja sistem pemeliharaan Anda.

Anda bisa gunakan metode ini untuk bisa memeriksa ketersediaan pada mesin ataupun sistem,
efisiensi produksi, dan juga kualitas produksi mesin atau sistem perusahaan.
Cara menghitung Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, OEE adalah suatu perhitungan yang Anda gunakan untuk
bisa menentukan tingkat produktivitas dan efektivitas peralatan.

Rumus OEE adalah sebagai berikut:

OEE (%) = Availability (%) x Performance efficiency (%) x Rate of Quality Product (%)

Kondisi ideal dari OEE adalah sebagai berikut:

 Ketersediaan > 90%

 Efisiensi daya > 95%

 Kualitas produk > 99%

 Idealnya, nilai OEE adalah: 90% x 95% x 99% = 85%

 3 elemen Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Ada tiga elemen produktivitas dan efektivitas peralatan yang bisa Anda ukur terkait dengan OEE,
yaitu availability, performance efficiency dan rate of quality product.

Availability

Availability adalah rasio antara waktu manfaat mesin perusahaan dan waktu manfaat yang
diinginkan pada waktu yang tersedia.

Availability ini adalah ukuran seberapa jauh alat atau mesin Anda bisa tetap beroperasi.

Rasio ketersediaan ini adalah tingkat efektivitas operasi mesin atau sistem perusahaan Anda.

Rasio ketersediaan adalah tentang perbandingan antara waktu operasi dan waktu persiapan.

Parameter ini mampu menentukan kesiapan alat yang tersedia dan mampu Anda gunakan dengan
baik. Sedangkan yang dibilang ketersediaan rendah cenderung terjadi karena adanya pemeliharaan
yang buruk. Untuk itu, perhitungan nilai ketersediaan membutuhkan waktu pengoperasian, waktu
kerja, dan waktu henti.

Ada dua kemungkinan terjadinya ketidaksediaan mesin produksi, diantaranya adalah :

 Breakdown. Yang dimaksud dengan Breakdown adalah kerusakan mesin yang biasanya lebih


dari 10 menit. Waktu Breakdown (rusak) akan dicatat dalam bentuk “menit” sampai mesin
produksi tersebut bisa beroperasi kembali untuk memproduksi unit produk yang baik.
 Setup/adjustment. Yang dimaksud dengan setup atau adjustment ini adalah ketidaksediaan
mesin produksi akibat pergantian model atau produk. Waktu yang dihitung adalah waktu
unit terakhir pada model sebelumnya Anda produksi sampai unit pertama pada model
selanjutnya mulai diproduksi.

Untuk menghitung ketersediaan, bisa menggunakan rumus berikut ini.

Availability = ((Loading time – downtime) / loading time) x 100%

Atau

Availability = (Operation time / loading time) x 100%

Keterangan:

 Operation time adalah hasil dari pengurangan waktu kerja ketika mesin ngga bisa
beroperasi.
 Downtime mesin adalah waktu yang  diperlukan untuk memproses apa yang harus
digunakan oleh mesin yang karena kegagalan fungsi mesin, maka ngga mampu menghasilkan
waktu produktif.
 Waktu henti atau downtime ini termasuk penghentian mesin karena kerusakan pada mesin
atau peralatan, penggantian cetakan, melakukan prosedur pemasangan, penyesuaian, dll.
 Sedangkan loading time adalah waktu yang tersedia per hari atau bulan yang dikurangi
dengan downtime mesin yang sudah direncanakan.
Performance efficiency

Performance efficiency adalah suatu hubungan antara apa yang sebenarnya harus berada dalam
periode waktu tertentu, atau bisa digambarkan sebagai perbandingan antara tingkat produksi aktual
dan yang diharapkan.

Efisiensi kinerja bisa dihitung dari mengalikan kecepatan kerja dan kegiatan operasi bersih, ataupun
rasio antara jumlah produk yang berhasil diproduksi, lalu dikalikan dengan waktu siklus ideal dan
waktu yang tersedia untuk melakukan berbagai proses produksi.

Yang dikategorikan sebagai performance yang akan diukur di antaranya adalah:

 Small stop. Yang dimaksud dengan small stop adalah berhentinya mesin dalam waktu yang


singkat (umumnya di bawah 10 menit) tapi frekuensi terjadinya tinggi (sering terjadi). Sering
terjadinya pemberhentian singkat ini menyebabkan output yang dihasilkan jadi berkurang.
Contoh terjadinya small stop seperti terjadinya macet ataupun error pada mesin
produksi. Small stop ini perlu dicatat pada tally sheet, jadi diketahui seberapa sering
terjadinya small stop serta berapa lama akumulasi waktunya.

 Slow running. Slow running adalah berkurang kecepatan mesin dalam memproduksi, hal ini


sering terjadi ketika perawatan mesin ngga dilakukan dengan baik.

Rumus untuk menghitung efisiensi kinerja adalah sebagai berikut :

Operation speed rate = ideal cycle time / actual cycle time

Dimana,

 Net operation rate = (Processed amount x actual cycle time) / operation time
 Performance efficiency = ((Processed amount x actual cycle time) / (operation time x ideal
cycle time)) / actual cycle time
 Performance efficiency = ((Processed amount x ideal cycle time) / operation time) x 100%

Kecepatan adalah suatu rasio kesempatan engine ideal yang berdasarkan pada daya engine aktual


pada kecepatan engine aktual.

Runtime bersih digunakan untuk bisa menghitung kerugian yang diakibatkan oleh


sedikit downtime dan juga penurunan pada kecepatan produksi.
Rate of quality product

Rate of quality product adalah suatu rasio antara jumlah produk yang baik dan juga jumlah total
produk yang diproses.

Tingkatan kualitas produk ini mampu menunjukkan produk yang mampu diterima dari seluruh
produk yang dihasilkan.

Yang diperhitungkan dalam quality diantaranya adalah:

 Startup defect. Yang dimaksud dengan startup defect disini adalah cacat yang ditimbulkan


oleh mesin saat pertama kali memulai produksi. Defect atau cacat biasanya akan terjadi saat
mesin beroperasi kembali sesudah terjadinya perbaikan mesin maupun adanya
pergantian setting atau model baru yang akan diproduksi.

 Production defect. Production defect adalah cacat yang terjadi saat produksi sedang


berlangsung. Defect atau cacat tersebut harus dicatat supaya bisa dilakukan tindakan
pencegahan.
Di dalam Total Productive Maintenance (TPM) terdapat perhitungan dasar yang disebut OEE
(overall equipment effectiveness). Hasil perhitungan OEE biasanya digunakan sebagai indikator
keberhasilan dalam implementasi TPM.

OEE ini mengukur apakah peralatan produksi tersebut dapat bekerja dengan normal atau
tidak. OEE meng-highlights 6 kerugian utama (the six big losses) penyebab peralatan produksi tidak
beroperasi dengan normal (Denso, 2006, p. 6), yaitu:

1             Startup Loss, dikategorikan sebagai quality loss karena


adanya scrap/reject saat startup produksi yang disebabkan oleh kekeliruan setup mesin,
proses warm-up yang kurang, dan sebagainya.

2             Setup/Adjustment Loss, dikategorikan sebagai downtime loss karena adanya waktu yang


“tercuri” akibat waktu setup yang lama yang disebabkan oleh changeover produk, tidak adanya
material (material shortages), tidak adanya operator (operator shortages), adjustment mesin, warm-
up time, dan sebagainya.

3             Cycle Time Loss, dikategorikan sebagai speed loss karena adanya penurunan kecepatan


proses yang disebabkan oleh beberapa hal, misal: mesin sudah aus, di bawah kapasitas yang tertulis
pada nameplate-nya, di bawah kapasitas yang diharapkan, ketidakefisienan operator, dan
sebagainya.

4             Chokotei Loss, dikategorikan sebagai speed loss karena adanya minor stoppage yaitu mesin


berhenti cukup sering dengan durasi tidak lama biasanya tidak lebih dari lima menit dan tidak
membutuhkan personel maintenance. Ini dikarenakan mesin hang sehingga harus reset, adanya
pembersihan/pengecekan, terhalangnya sensor, terhalangnya pengiriman, dan sebagainya.

5             Breakdown Loss, dikategorikan sebagai downtime loss karena adanya kerusakan mesin dan


peralatan, perawatan tidak terjadwal, dan sebagainya.

6             Defect Loss, dikategorikan sebagai quality loss karena adanya reject selama produksi


berjalan.

Dari keenam kerugian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis kerugian terkait dengan
proses produksi yang harus diantisipasi, yaitu:

1. Downtime loss yang mempengaruhi Availability Rate,

2. Speed loss yang mempengaruhi Performance Rate, dan

3. Quality loss yang mempengaruhi Quality Rate atau disebut juga FTT (first time through).

Menurut Pomorski (1997), availability rate mengukur efektivitas maintenance peralatan produksi


dalam kondisi produksi sedang berlangsung,  performance rate mengukur seberapa efektif peralatan
produksi yang digunakan, dan quality rate mengukur efektivitas proses manufaktur untuk
mengeliminasi scrap, rework, dan yield loss (Tangen, 2004,  p. 63).
Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM) telah menetapkan standar benchmark yang telah
dipraktekan secara luas di seluruh dunia. Berikut OEE Benchmark tersebut yang saya kutip dari
situs www.leanproduction.com:

1. Jika OEE = 100%, produksi dianggap  sempurna: hanya memproduksi produk tanpa cacat,
bekerja dalam performance yang cepat, dan tidak ada downtime.

2. Jika OEE = 85%, produksi dianggap kelas dunia. Bagi banyak perusahaan, skor ini merupakan
skor yang cocok untuk dijadikan goal jangka panjang.

3. Jika OEE = 60%, produksi dianggap wajar, tapi menunjukkan ada ruang yang besar
untuk improvement.

4. Jika OEE = 40%, produksi dianggap memiliki skor yang rendah, tapi dalam kebanyakan kasus
dapat dengan mudah di-improve melalui pengukuran langsung (misalnya dengan menelusuri
alasan-alasan downtime dan menangani sumber-sumber penyebab downtime secara satu
per satu).

Untuk standar benchmark world class yang dianjurkan JIPM, yaitu OEE = 85%, Tabel 2 menunjukkan
skor yang perlu dicapai untuk masing-masing faktor OEE.

Anda mungkin juga menyukai