Anda di halaman 1dari 28

TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE

Definisi Total Productive Maintenance (TPM)


Peppard dan Philip (1997) menjelaskan bahwa pada TPM, mesin-mesin dipelihara dan
tim yang ada tidak menunggu hingga terjadi kerusakan untuk melakukan perbaikan mesin, tetapi
secara reguler merawatnya untuk menjamin ketersediaan secara terus-menerus. TPM adalah
proses perawatan yang dikembangkan untuk meningkatkan produktivitas dengan membuat
proses lebih handal dan tidak boros.
TPM sesuai dengan namanya terdiri dari atas tiga buah suku kata, yaitu (Vankatesh,2007):
1. Total
Hal ini mengidentifikasi bahwa TPM mempertimbangkan berbagai aspek dan melibatkan seluruh
personil yang ada, mulai dari tingkatan atas hingga kejajaran yang bawah.

2. Productive
Menitik beratkan pada segala usahauntuk mencoba melakukan pemeliharaan dengan kondisi
produksi tetap berjalan dan meminimalkan masalah-masalah yang terjadi di produksi saat
pemeliharaan dilakukan.
3. Maintenance
Berarti memelihara dan menjaga peralatan secara menadiri yang dilakukan oleh operator
produksi agar kondisi peralatan tetap bagus dan terpelihara dengan jalan membersihkannya,
melakukan pelumasan dan memperhatikannya. Sehingga TPM sendiri dapat diartikan hubungan
kerjasama yang erat antara perawatan dan organisasi produksi secara menyeluruh bertujuan
untuk meningkatkan kualitas produksi mengurangi waste, mengurangi biaya produksi,
meningkatkan kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan pada
perusahaan manufaktur.
TPM adalah hubungan kerjasama yang erat antara perawatan dan organisasi produksi
secara menyeluruh bertujuan untuk meningkatkan kualitas produksi, mengurangi weast,
mengurangi biaya produksi, meningkatkan kemampuan peralatan dan pengembangan dari
keseluruhan sistem perawatan pada perusahaan manufaktur.

Tujuan Total Productive Maintenance (TPM)


Adalah untuk meningkatkan produktivitas pada perlengkapan dan peralatan produksi dengan
Investasi perawatan yang seperlunya sehingga mencegah terjadi 6 kerugian besar (Six Big
Losses) yaitu :

1. Breakdown
Kerugian akibat Rusaknya Mesin (Peralatan dan Perlengkapan Kerja)
2. Setup and Adjustments
Kerugian yang diakibatkan perlunya Persiapan ulang peralatan dan perlengkapan kerja
3. Small Stops
Kerugian akibat terjadinya gangguan yang menyebabkan mesin tidak dapat beroperasi
secara optimal
4. Slow Running
Kerugian yang terjadi karena mesin berjalan lambat tidak sesuai dengan kecepatan yang
diinginkan.
5. Startup Defect
Kerugian yang diakibatkan terjadi cacat produk saat Startup (saat awal mesin beroperasi)
6. Production Defect
Kerugian yang terjadi karena banyaknya produk yang cacat dalam proses produksi.
Selain keenam kerugian yang disebutkan diatas, keuntungan lain penerapan Total
Productive Maintenance (TPM) adalah dapat menghindari terjadinya kecelakaan kerja
dan menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi karyawannya.

Secara menyeluruh definisi dari total productive maintenance mencakup lima elemen
yaitu sebagai berikut:

 TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance (PM) untuk
memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan.
 TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas mesin/peralatan secara keseluruhan
(overall effectiveness).
 TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti engineering, bagian produksi,
bagian maintenance).
 TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi hingga para
karyawan/operator lantai produksi.
 TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM melalui
manajemen motivasi.
The Six Big Losses dan Overall Equipment Efectiveness (OEE)

The Six Big losses merupakan enam kerugian besar yang terjadi, yang menjadi bagian
dari tindakan TPM untuk menghilangkan enam kerugian tersebut. Enam kerugian besar tersebut
dapat dikalkulasikan dalam perhitungan OEE menurut Nakajima (1984). Equipment
failure/Breakdowns (kerugian karena kerusakan peralatan). Berikut adalah Six Big Looses :

1. Kerugian karena kerusakan (breakdown), Kerusakan mesin atau peralatan akan


menyebabkan waktu terbuang sia-sia yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan
akibat berkurangnya volume produksi atau kerugian material akibat produk yang
dihasilkan cacat
2. Kerugian karena pemasangan dan penyetelan (setup and adjustment losses), Adalah
semua waktu pemasangan dan waktu penyesuaian yang dibutuhkan untuk kegiatan-
kegiatan mengganti suatu jenis produk ke jenis produk berikutnya untuk produksi
selanjutnya. Dengan kata lain, total kebutuhan mesin tidak berproduksi guna mengganti
peralatan.
3. Kerugian karena operasi berhenti (small stop), Kerugian karena mesin beroperasi
tanpa beban maupun karena berhenti sesaat muncul jika factor eksternal mengakibatkan
mesin atau peralatan berhenti berulang-ulang atau beroperasi tanpa menghasilkan produk.
4. Kerugian karena penurunan kecepatan operasi (reduced speed), Menurnnya
kecepatan produksi timbul jika kecepatan operasi actual lebih kecil dari kecepatan mesin
yang telah dirancang beroperasi dalam kecepatan normal.
5. Kerugian karena produk cacat (process defect losses), Produk cacat yang dihasilkan
akan mengakibatkan kerugian material, mengurangi jumlah produksi, limbah produksi
meningkatkan dan peningkatan biaya untuk pengerjaan ulang. Kerugian akibat
pengerjaan ulang termasuk biaya tenaga kerja dan waktu yang dibutuhkan untuk
berproduksi kembali.
6. Kerugian pada awal produksi (reduced yield losses), Kerugian ini timbul selama waktu
yang dibutuhkan oleh mesin atau peralatan untuk menghasilkan produk baru dengan
kualitas produk yang diharapkan. Kerugian yang timbul bergantung pada factor seperti
kondisi operasi yang tidak stabil, tidak tepatnya penanganan dan pemasangan peralatan
ataupun operator tidak mengerti dengan kegiatan produksi yang dilakukan.

Menghitung Nilai OEE :

 Availability Rate (AR):

Waktu operasional = 8 jam (480 menit)


Waktu setup = 10 menit
Breakdown = 0 menit
Availability Rate (AR) = (480 – 10 – 0) / 480 = 97.9%

 Performance Rate (PR):

Waktu running = 480 – 10 = 470 menit


Misalkan Cycle time sebuah produk = 15 detik per unit
Dan Jumlah produk diproses = 1,600 unit
Performance Rate (PR) = (15 detik x 1,600 unit) / 470 menit

= (24,000 detik) / (28,200 detik) = 85.1%

 Quality Rate (QR):

Jumlah reject yang terjadi = 200 unit


Quality Rate (QR) = (1,600 – 200) / 1,600 = 1,400 / 1,600 = 87.5%
Overal Equipment Effectiveness (OEE):

OEE = AR x PR x QR = 97.9% x 85.1% x 87.5% = 72.9%

Dari contoh perhitungan OEE di atas, kita dapatkan OEE = 72.9%. Ini memberikan
gambaran bahwa pencapaian OEE 72.9% itu masih bisa ditingkatkan, masih ada ruang
untuk improvement sampai skor OEE mencapai 85% atau lebih. Tindakan perbaikan dan
peningkatkan kinerja perlu difokuskankeapda cara meningkatkan performance peralatan
produksi dan mengurangi reject di dalam proses.

Rumus OEE :

OEE = Availability x Performance x Quality

OEE = 89.58% x 83.33% x 92.5%


OEE = 0.8958 x 0.8333 x 0.925
OEE = 0.6904 atau 69.04%

Dari perhitungan OEE diatas didapat bahwa hasil OEE adalah 69.04%, hasil tersebut sangatlah
rendah karena pada umumnya hasil OEE yang berstandar dunia (World Class) adalah diatas
85%.

Berikut ini adalah Pedoman hasil OEE yang berstandar dunia (World Class) pada umumnya :

Availability : diatas 90%


Performance : diatas 95%
Quality : diatas 99.9%
OEE : diatas 85%
Keuntungan Total Productive Maintenance (TPM)
 Meningkatkan produktivitas alat
 Mengurangi downtime alat
 Meningkatkan kapasitas pabrik
 Mengurangi biaya produksi dan biaya maintenance
 Mengarah pada nol cacat produk yang disebabkan alat
 Meningkatkan kepuasan kerja
 Mempercepat balik modal

Tahapan Total Productive Maintenance (TPM)


 Melakukan evaluasi awal terhadap tingkat TPM saat ini
 Memperkenal konsep TPM dalam mempromosikannya
 Membentuk komite TPM
 Menetapkan kebijakan, tujuan dan sasaran TPM
 Merumuskan master plan untuk pengembangan TPM
 Menerapkan proses-proses persiapan
 Menjalankan semua program dan kebijakan TPM guna untuk mencapai tujuan dan
sasaran TPM yang telah ditetapkan
 Menyelenggarakan pelatihan terhadap semua karyawan dan pihak yang
berkepentingan terutama yang berkaitan dengan 8 pilar TPM
8 Pillar Total Productive Maintenance
Untuk menerapkan konsep TPM (Total Productive Maintenance) dalam sebuah
perusahaan manufakturing, diperlukan pondasi yang kuat dan pilar yang kokoh. Pondasi TPM
adalah 5S, sedangkan pilar utama TPM terdiri dari 8 pilar atau biasanya disebut dengan 8 Pilar
TPM (Eight Pillar of Total Productive Maintenance). 8 pilar TPM sebagian besar difokuskan
pada pada teknik proaktif dan preventif untuk meningkatkan kehandalan Mesin dan peralatan
produksi.

5S

TPM dimulai dan didasari dengan 5S. 5S merupakan konsep yang sangat sederhana
sehingga dapat mudah dimengerti dan penerapannya oleh siapa saja. Tetapi sangat susah untuk
menerapkannya dengan benar, hal ini dikarenakan kebiasaan kita yang ingin senang sendiri dan
tidak mau diikat oleh aturan-aturan yang ada. Penerapan 5S di perusahaan-perusahaan harus
diikuti oleh semua level mulai dari operator sampai ke Top Management (Manajemen puncak).
Dengan menerapkan 5S dengan baik, kita dapat meningkatkan produktivitas kerja kita dan juga
dapat bekerja dengan se-efektif serta se-efisien mungkin dan meningkatkan keamanan (Safety) di
tempat kerja kita.
1S – Seiri (Ringkas)

Seiri merupakan langkah awal implementasi 5S, yaitu: pemilahan barang yang berguna
dan tidak berguna:

 Barang berguna => Disimpan


 Barang tidak berguna => Dibuang

Dalam langkah awal ini dikenal istilah Red Tag Strategy, yaitu menandai barang-barang
yang sudah tidak berguna dengan label merah (red tag) agar mudah dibedakan dengan barang-
barang yang masih berguna. Barang-barang dengan label merah kemudian disingkirkan dari
tempat kerja. Semakin ramping (lean) tempat kerja dari barang-barang yang tidak dibutuhkan,
maka akan semakin efisien tempat kerja tersebut.

2S – Seiton (Rapi)

Seiton adalah langkah kedua setelah pemilahan, yaitu: penataan barang yang berguna

agara mudah dicari, 
 dan aman, serta diberi indikasi.

Dalam langkah kedua ini dikenal istilah Signboard Strategy, yaitu menempatkan barang-
barang berguna secara rapih dan teratur kemudian diberikan indikasi atau penjelasan tentang
tempat, nama barang, dan berapa banyak barang tersebut agar pada saat akan digunakan barang
tersebut mudah dan cepat diakses. Signboard strategy mengurangi pemborosan dalam bentuk
gerakan mondar-mandir mencari barang.
3S – Seiso

Seiso adalah langkah ketiga setelah penataan, yaitu: pembersihan barang yang telah ditata
dengan rapih agar tidak kotor, termasuk tempat kerja dan lingkungan serta mesin, baik mesin
yang breakdown maupun dalam rangka program preventive maintenance (PM).

Sebisa mungkin tempat kerja dibuat bersih dan bersinar seperti ruang pameran agar
lingkungan kerja sehat dan nyaman sehingga mencegah motivasi kerja yang turun akibat tempat
kerja yang kotor dan berantakan.

4S – Seiketsu

Seiketsu adalah langkah selanjutnya setelah seiri, seiton, dan seiso, yaitu: penjagaan

lingkungan kerja yang sudah rapi 
 dan bersih menjadi suatu standar kerja. Keadaan yang telah

dicapai dalam proses seiri, seiton, dan seiso harus distandarisasi. Standar-standar ini harus
mudah dipahami, diimplementasikan ke seluruh anggota organisasi, dan diperiksa secara teratur
dan berkala.

5S – Shitsuke

Shitsuke adalah langkah terakhir, yaitu penyadaran diri akan etika kerja:

1. Disiplin terhadap standar


2. Saling menghormati
3. Malu melakukan pelanggaran
4. Senang melakukan perbaikan
Focused Improvement (FI)

Pillar Focused Improvement (FI) berfungsi untuk mengeliminasi losses atau kerugian
yang diakibatkan karena peralatan atau mesin yang tidak efektif maupun proses yang tidak
efisien. Pillar ini bertujuan meningkatkan kepekaan karyawan dalam menyikapi losses, serta
meningkatkan kemampuan karyawan dalam mengatasi masalah atau problem solving.

Aktivitas di pillar ini tidak berbeda dengan aktivitas Kaizen / Continual Improvement
serta penggunaan tools nya (QCC, QCP, Why-Why Analysis, SMED, FMEA, VSM, dll) , yang
sedikit membedakan adalah kita dituntut untuk mengarahkan tema-tema yang diangkat agar
mengurangi losses / kerugian – kerugian. Berikut jenis – jenis losses yang ada :

Kategori 1: Losses yang Berpengaruh Pada Efisiensi Penggunaan Mesin

1. Breakdown Losses, Kemungkinan mesin berhenti karena bermasalah.


2. Setup & Adjustment Losses, Kerugian yang disebabkan karena pemasangan dan
penyetelan yang kurang baik/benar.
3. Cutting Blade Losses, Kehilangan waktu karena pertukaran pisau potong yang teratur dan
penggantian karena sering mengalami kerusakan.
4. Start Up Losses, Adalah startup pra-pendapatan, ini akan sama dengan total biaya
bulanan.
5. Minor Stoppage & Idling, Kehilangan stoppage/idling minor mewakili kondisi di mana
peralatan berhenti atau menganggur karena masalah sementara.
6. Speed Losses, Kecepatan yang berkurang karena ada permasalahan pada mesin.
7. Defect & Rework, Terjadinya cacat dan perlunya proses pengulangan produksi.

Kategori 2: Losses yang Berdampak Terhadap Loading Time

1. Shutdown Losses, Kerugian yang ditimbulkan karena mesin mati.


Kategori 3: Losses yang Berpengaruh Pada Efisiensi Sumber Daya Manusia

1. Management Losses, Kurangnya proses identifikasi, analisa, dan kontrol pada


manajemen SDM.
2. Motion Losses, Kurang efektifnya pergerakan pada setiap SDM.
3. Line Organization Losses, Adalah organisasi skalar yang berarti rantai komando proses
produksi
4. Losses Resulting From Failure to Automate, Kerugian yang ditimbulkan karena gagalnya
proses otomatis pada suatu mesin.
5. Measuring & Adjustment Losses, Kerugian akibat pengukuran dan penyetelan yang salah

Kategori 4: Losses yang Berdampak Pada Penggunaan Sumber Daya Secara Efektif

1. Yield Losses, Kerugian akibat kehilangan hasil.


2. Energy Losses, Kerugian akibat kurang efektifnya penggunaan energi.
3. Die, Jig, and Tools Losses, Kerugian akibat kerusakan alat-alat.

Jadi, jika dijumlahkan maka ada 16 losses, tetapi untuk awal dari TPM dimulai dari 7 losses di
kategori yang sama. Dengan dikuranginya losses bahkan dapat dihilangkan sudah pasti akan
terwujudnya zero defect.

Autonomous Maintenance (AM)

Adalah kegiatan yang dirancang untuk melibatkan operator dalam merawat mesinnya sendiri,
di samping kegiatan yang dilaksanakan oleh bagian Maintenance. Kegiatan tersebut antara lain:

 Pengecekan harian (Inspeksi)


 Pembersihan (Cleaning)
 Pelumasan (Greasing)
 Pengencangan mur/baut
 Reparasi sederhana (Small Repair)
 Pendeteksian penyimpangan
Sasaran autonomous maintenance adalah:

 Mengembangkan operator yang mampu mendeteksi berbagai sinyal dari kerugian (loss)
 Menciptakan tempat kerja yang rapi dan bersih sehingga setiap penyimpangan dari kondisi
normal dapat diteksi dalam waktu sekejap

Jenis kerusakan dan penyebabnya :

1. Kerusakan berat (function-loss breakdown) biasanya disebabkan karena penyebab tunggal


2. Kerusakan sedang (function-reduction breakdown) biasanya disebabkan karena penyebab
ganda
3. Kerusakan kecil biasanya disebabkan karena penyebab kompleks

Tujuh langkah autonomous maintenance :

1. Pembersihan awal (Inspeksi)


2. Pencegahan sumber kontaminasi dan tempat yang sulit dibersihkan
3. Pengembangan standar pembersihan dan pelumasan
4. Inspeksi menyeluruh
5. Pengembangan standar autonomous maintenance (Perawatan mandiri oleh operator)
6. Proses jaminan kualitas maintenance
7. Menjalankan perawatan mandiri dan kegiatan peningkatan berkesinambungan

Pembersihan merupakan langkah awal dari prosedur Autonomous Maintenance (AM). Arti
pembersihan sendiri ialah :

 Pembersihan didefinisikan sebagai menghilangkan benda-benda asing yang melekat pada


mesin dan sekelilingnya
 Pembersihan bukan berarti sekedar menjaga kebersihan agar terlihat indah di permukaan
 Pembersihan ditujukan untuk menciptakan kondisi dasar mesin dan untuk mengungkapkan
kerusakan yang terselubung
Kegiatan:

 Menyingkirkan item yang tidak diperlukan dan yang jarang digunakan


 Menghilangkan debu dan kotoran dari peralatan dan sekelilingnya
 Mengungkapkan permasalahan, seperti kerusakan kecil, sumber kontaminasi, area yang
sulit dibersihkan
 Menuliskan permasalahan pada formulir yang disiapkan

Sasaran untuk Peralatan:

 Mencegah kerusakan dengan menghilangkan debu dan kotoran


 Meningkatkan mutu dan menekan waktu dari kegiatan pemeriksaan dan reparasi
 Mengembalikan peralatan pada kondisi dasarnya
 Mengungkapkan dan menangani kerusakan terselubung

Sasaran SDM:

 Mendekatkan operator dengan mesinnya agar dapat lebih memahaminya


 Mengembangkan rasa memiliki, perhatian dan rasa ingin tahu terhadap mesinnya
 Memberi kesempatan bagi pimpinan kelomopk untuk mempraktekkan kepemimpinan
dalam pembersihan awal
 Memungkinkan operator untuk menemukan kerusakan ringan dan penyimpangan

Dampak Pembersihan

 Dampak fisik: menekan jumlah defect, menstabilkan mutu, mendeteksi penyimpangan


secara dini, mencegah abrasion, memperpanjang umur parts, memelihara fungsi mesin,
mencegah salah operasi, dan memelihara presisi parts.
 Dampak psikologis: mengembangkan kemampuan untuk mendeteksi kerusakan secara
dini, memupuk rasa memiliki terhadap mesin, meningkatkan disiplin dalam mengikuti
aturan, meningkatkan motivasi, bekerja di lingkungan kerja yang bersih, dan meningkatkan
kepercayaan pelanggan.
Planned Maintenance (PM)

Tujuannya adalah Untuk fokus pada tindakan pencegahan untuk menghilangkan


kegagalan/kerusakan peralatan untuk memastikan ketersediaan dan keandalan peralatan serta
juga bertujuan untuk meminimalisir biaya pemeliharaan. Planned maintenance terdiri dari 4
kelompok pemeliharaan, yaitu :

 Perawatan Preventif, Jenis Maintenance yang dilakukan untuk mencegah terjadinya


kerusakan pada mesin selama operasi berlangsung.
 Perawatan Kerusakan, Perawatan yang dilakukan ketika sudah terjadi kerusakan pada
mesin atau peralatan kerja sehingga Mesin tersebut tidak dapat beroperasi secara normal
atau terhentinya operasional secara total dalam kondisi mendadak. Breakdown
Maintenance ini harus dihindari karena akan terjadi kerugian akibat berhentinya Mesin
produksi yang menyebabkan tidak tercapai Kualitas ataupun Output Produksi.
 Perawatan Korektif, Perawatan yang dilakukan dengan cara mengidentifikasi penyebab
kerusakan dan kemudian memperbaikinya sehingga Mesin atau peralatan Produksi dapat
beroperasi normal kembali.
 Pencegahan Pemeliharaan, Perawatan berkala yang terjadwal dalam melakukan
pembersihan mesin, Inspeksi mesin, meminyaki mesin dan juga pergantian suku cadang
yang terjadwal untuk mencegah terjadi kerusakan mesin secara mendadak yang dapat
menganggu kelancaran produksi.

Dengan Planned Maintenance, kami melibatkan upayadari metode reaktif ke proaktif dan
menggunakan staf pemeliharaan terlatih untuk membantu melatih operator agar lebih baik dalam
memelihara peralatan mereka.

Kebijakan:

 Mencapai dan mempertahankan ketersediaan mesin


 Biaya perawatan optimal.
 Mengurangi persediaan suku cadang.
 Meningkatkan keandalan dan perawatan mesin.
Target:

 Nol kegagalan peralatan dan mogok.


 Meningkatkan keandalan dan pemeliharaan hingga 50%
 Mengurangi biaya perawatan sebesar 20%
 Pastikan ketersediaan suku cadang setiap saat.

Enam langkah dalam pemeliharaan yang direncanakan:

 Evaluasi peralatan dan pengodean ulang status saat ini.


 Kembalikan kerusakan dan tingkatkan kelemahan.
 Membangun sistem manajemen informasi.
 Siapkan sistem informasi berbasis waktu, pilih peralatan, suku cadang dan anggota dan
rencanakan rencana.\Mempersiapkan sistem pemeliharaan prediktif dengan
memperkenalkan teknik diagnostik peralatan dan
 Evaluasi pemeliharaan yang direncanakan.

Training dan Education

Pilar Training dan Education ini diperlukan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan saat
menerapkan TPM (Total Productive Maintenance). Kurangnya pengetahuan terhadap alat atau
mesin yang dipakainya dapat menimbulkan kerusakan pada peralatan tersebut dan menyebabkan
rendahnya produktivitas kerja yang akhirnya merugikan perusahaan.

Dengan pelatihan yang cukup, kemampuan operator dapat ditingkatkan sehingga dapat
melakukan kegiatan perawatan dasar sedangkan Teknisi dapat dilatih dalam hal meningkatkan
kemampuannya untuk melakukan perawatan pencegahan dan kemampuan dalam menganalisis
kerusakan mesin atau peralatan kerja. Pelatihan pada level Manajerial juga dapat meningkatkan
kemampuan Manajer dalam membimbing dan mendidik tenaga kerjanya (mentoring dan
Coaching skills) dalam penerapan TPM.
Quality Maintenance (QM)

Quality yang dimaksudkan adalah quality yang menjamin bahwa:

 Alat/mesin kerja benar-benar siap untuk menghasilkan produk yang berkualitas (sesuai
dengan yang diinginkan pelanggan)
 Quality yang stabil & konsisten
 Biaya yang ekonomis sehingga mampu bersaing dan menang dalam kompetisi

Keefektifan kegiatan quality maintenance system dapat diukur:

 Meningkatnya nilai OEE


 Hilangnya downtime (~ mendekati nol, zero breakdown)
 Kepatuhan dalam pelaksanaan autonomous maintenance
 Turunnya biaya maintenance
 Turunnya reject diiringi dengan semakin banyaknya tindakan pencegahan dibanding
dengan corrective maintenance
 Hidup dalam kerja sama kelompok yang kuat, ditunjukan dengan lebih banyaknya ‘cross
function project’

Adapun beberapa istilah dalam quality maintenance yaitu :

 Quality Management System (QMS) adalah kegiatan atau aktivitas yang terstruktur dan
terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu organisasi berkenaan dengan
system mutu tertentu seperti : quality management system pada iso 9001, iso 14001,
ohsas 18001, fssc 22000, atau standard international mutu lainnya, sepeti: ursa milik
unilever atau smeta/sedex
 Quality System adalah kegiatan mutu yang digerakan oleh organisasi yang struktur,
adanya petanggung jawaban yang jelas, prosedure kerja yang baku, proses yang
terkendali (terjaga dan disyahkan) dan adanya sumber daya (4 m = man, machine,
method, materials) untuk mengimplementasikan kegiatan mutu tersebut
 Quality Manual adalah pedoman mutu yang didokumentasikan untuk memenuhi
persyaratan pokok QMS.
 Quality Policy adalah kebijakan mutu yang dimaksudkan untuk mengarahkan organisasi
(kegiatan mutu) secara formal untuk mencapai sasaran mutu yang diekpresikan secara
formal oleh pimpinan perusahaan kepada seluruh bagian organisasi.
 Quality Objective adalah sasaran mutu yang harus dicapai dalam implementasi kegiatan
QMS.
 Quality Planning adalah bagian dari manajemen mutu dengan fokusk pada penetapan
sasaran mutu, perincian proses kerja (operasional) yang diperlukan dan sumber-sumber
daya terkait dengan pemenuhan sasaran mutu QMS.
 Quality Audit adalah audit mutu yang merupakan tinjauan indipenden dan dilakukan
untuk membandingkan beberapa aspek kinerja mutu dengan suatu standar untuk kinerja
tersebut.
 Quality Auditor adalah seseorang yang dilatih untuk melakukan kegiatan audit mutu.
 Quality Surveillance adalah pengawasan mutu secara kontinu dan verifikasi status
prosedur, metoda, kondisi, produk, proses (jasa atau produksi) dan analisa rekaman untuk
memastikan bahwa persyaratan mutu telah dipenuhi dengan benar.
 Manajemen Review adalah tinjauan manajemen secara formal dan terstruktur oleh para
manajer yang dihadiri oleh pimpinan perusahaan untuk membahas status kecukupan
system mutu dan implementasinya.
 Quality Assurance adalah jaminan mutu yang merupakan bagian dari manajemen mutu
berfokus pada penyediaan keyakinan bahwa persyaratan-persyaratan mutu akan dipenuhi
sesuai dengan standar mutu dan specifikasi pelanggan.

Early Equipment Management (EEM)

EEM adalah sebuah prosedur untuk mereview bagian kritis dari sebuah mesin, alat kerja
atau proses kerja pada saat proses perencanaan dibuat (Secara automatis menjadi tahapan penting
sebelum proses kerja masal atau produksi masal dilakukan). Perencanaan yang dimaksudkan:
 Penentuan investasi (Capital Expenditure Committee meeting)
 Study kelayakan dan penyiapan investasi
 Perencanaan pembelian investasi
 Perencanaan pembelian mesin atau alat kerja
 Proses rekayasa dan penyempurnaan atas pembelian ulang suatu unit proses dan mesin
yang akan dipasang
 Penyempurnaan pada peralatan yang telah ada (terpasang)
 Pengawasan pada pengadaan mesin (fabrikasi, assembling dan hingga pemasangan)

Dengan tujuan akhir bahwa pada saat mesin itu bekerja:


 Mudah dipasang, dioperasikan dan dirawat
 Didapat tingkat produktivitas yang tinggi
 Kegagalan proses kerja manufacturing ~ NOL (Nyaris sempurna)
 Defect mutu yang dapat dikendalikan ~ NOL
 Kekuatan dan daya tahan yang handal (berumur panjang dan selalu beroperasi dalam
kondisi prima)
 Perawatan yang mudah dan biaya perawatan minimal
 Produk yang handal dan mutu yang konsisten ~ 6Sigma ~ 99.997
 Downtime & Breakdown ~ NOL
 Zero Accident

Salah satu konsep penerapan EEM menggunakan empat langkah berikut:

1. Define (penentuan): proses peninjauan proyek investasi saat ini untuk


mengidentifikasikan kekuatan dan prioritas tindakan.
2. Desain (rekayasa): menggunakan pilot project untuk meningkatkan kinerja proses saat
ini, dan menentukan standar EEM serta menangani kesenjangan yang terkait dalam
proses bisnis.
3. Refine (perbaikan): manajer produksi, insinyur teknik, manajer proyek dan tim Kaizen
atau Continues Improvement mempelajari kinerja pilot project tentang hal-hal apa yang
bisa diperbaiki dan ditingkatkan kinerjanya.
4. Improve (peningkatan): memperoleh pembelajaran dari kejadian dan aktivitas setiap
proyek dan mempergunakannya untuk memperbarui standar desain atau rekayasa
berikutnya. Hal ini menjadikan kebijakan EEM lebih baik dan dijadikan materi pelatihan
untuk masing-masing pemangku kepentingan.
Biaya ‘Life Cycle Cost (LCC) adalah biaya total dari = Kesuluruhan biaya langsung +
tidak langsung + Operator + teknisi + perawatan + cacat mutu + suku cadang. LCC inilah yang
menjadi tolok ukur sukses atau tidaknya sebuah mesin itu dimiliki dan dioperasikan untuk
menghasilkan suatu produk bermutu.

Empat tahap yang perlu diketahui dalam EEM adalah :


Tahap 1 : Menginvestigasi kondisi saat ini dan perencanaan investasi
1. Tetapkan peta proses dan kerja manufacturing
2. Analisa masalah dan kemungkinan kendala yang dapat ditemukan dengan FMEA (Failure
Mode and Effects Analysis)
3. Adakan diskusi dengan para teknisi dan operator pemegang proses untuk mendapatkan
masukan yang sebenar-benarnya. Pelajarilah data riwayat proses dan mesin
4. Analisa setiap tindakan perbaikan dengan mengunakan FMCEA (Failure Mode, Effects
and Criticality Analysis), efektifkah ?
5. Catat dan berikan masukan berdasar data dan fakta kepada pihak rekayasa dan
management untuk mencapai kesempurnaan proses kerja, perawatan yang mudah dan hasil
mutu yang konsisten

Tahap 2 : Membangun, merekayasa mesin dan proses sedari awal


1. Investigasi kendala pada mesin, proses dan pengoperasian alat
2. Masukan perbaikan adalah awal penyempurnaan
3. Tuangkan dalam sismatis kerja yang standard dan menjampin adanya pengulangan
tindakan bagi penyempurnaan

Tahap 3 : Atasi masalah dengan pelatihan dan penyempurnaan dari masalah yang muncul
1. Setiap masalah sudah seharusnya dituangkan pencatatan yang mudah ditemukan dan
dipercaya
2. Tindakan perbaikan dan pencegahan dituangkan dalam OPL (One Point Lesson)
3. Adakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan operator dan teknisi
4. Semakin cepat dan mudah penanganan masalah akan semakin produktif
5. Kendala dan masalah proses harus disampaikan secara terbuka dan transparan berdasar
fakta, sehingga memudahkan proses improvement dan penyempurnaan

Tahap 4 : Implementasikan sistem baru yang untuk mencapai kesempurnaan


1. Setiap temuan improvement, inovasi dan penyempurnaan adalah mungkin untuk
diterapkan pada bagian (proses) lainnya
2. Catatan kerusakan, riwayat proses dan perawatan dicatat dan dibakukan, sebagai input
penyempurnaan
3. Pahami bahwa kerusakan alat, mesin atau proses terhadap produktivitas dan mutu dengan
dua kondisi atau lebih pada yang sama (root cause, sintom) adalah celah untuk
disempurnakan dan harus segera diatasi (tidak memberikan tolerasi bagi kesalahan ke dua)

Office TPM

Office TPM harus diikuti kegiatan-kegiatan peningkatan produktivitas, efisiensi dan


aktivitas-aktivitas penghapusan pemborosan administrative. Setidaknya ada 12 pemborosan di
area kantoran:

1. Cost loss termasuk di bagian procurement, accounting, marketing, sales; berkenaan


dengan persediaan dan modal kerja yang bermasalah.
2. Communication loss, Kehilangan komunikasi
3. Idle loss, Kerugian karena diam
4. Set-up loss, Kerugian saat persiapan
5. Accuracy loss, Kehilangan akurasi
6. Office equipment breakdown, Gangguan/kerusakan pada peralatan kantor
7. Problem komuniasi karena channel breakdown, telephone and fax lines
8. Waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki kesalahan
9. Non availability of correct on line stock status
10. Keluhan pelanggan karena masalah pengiriman dan logistics
11. Pengeluaran mendadak atau emergency purchases
Untuk memulai implementasi pilar ke-7, Office TPM, pimpinan proyek TPM perlu
menunjuk seorang pimpinan sub-proyek TPM yang bertugas pada Office TPM. Pimpinan Office
TPM sebaiknya adalah seorang yang memiliki posisi senior yang bertanggung jawab di bagian:
Finance, Management Information System, Purchasing atau HRD. Dan kemudian ia bertanggung
jawab untuk mengerakan seluruh bagian di bagian pendukung secara baik dan komitmen penuh.

Dengan implementasi Office TPM ada Delapan pemborosan besar setidaknya yang dihilangkan:

1. Pemborosan atas proses kerja baik over process dan wrong processing
2. Pemborosan terhadap biaya pada department Purchasing, Sales & Back Office,
Marketing, Design/Development Product, Accounting & HRD
3. Pemborosan atas aktivitas komunikasi
4. Hilangnya waktu tunggu dan birokrasi
5. Pemborosan Set-up
6. Pemborosan pada tingkat akurasi data, perhitungan dan dokumentasi
7. Pemoborosan atas aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah
8. Pemborosan terhadap kemampuan sumberdaya manusia (qualification & competencies)

Topik-topik yang dibahas dalam gugus kerja Kaizen, antara lain:

 Inventory reduction, pengurangan inventaris pada kantor


 Lead time reduction of critical processes, pengurangan waktu untuk proses-proses kritis
 Motion & space losses, gerak yang hilang karena terbatasnya ruang
 Retrieval time reduction, pengurangan waktu pengambilan suatu barang
 Equalizing the work load, menyamakan beban kerja
 Peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja kantor dan administrasi, dalam memberikan
dukungan kepada bagian operasi manufaktur secara maksimal.
Safety, Health and Environment (SHE)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah pilar penting dalam Produktivitas. Tingkat
kehadiran, moral kerja, kondisi tempat kerja yang nyaman untuk bekerja dan bersahabatnya
proses kerja (dan bisnis) adalah dambaan setiap pekerja untuk menghasilkan pencapaian yang
hebat. Sebab setiap pekerja selalu berharap dapat memberikan yang terbaik bagi hasil kerja dan
menjadi bagian sukses dari organisasi yang diikutinya.

Target implementasi pilar ke 8 ini adalah Zero accident, Zero health damage dan Zero
fires accident. Kesungguhan ini sudah menjadi kewajaran tertuang dalam Health Safety &
Environment declaration dari perusahaan/organisasi.
Prinsip dasar bagi setiap pribadi dalam organisasi adalah:
Safety buat diri sendiri :
 Selalu bekerja aman dan lingkungan yang sehat
 Selalu waspada dan tidak kompromi akan bahaya
Safety buat orang lain :
 Mencegah orang lain dalam keadaan berbahaya
 Selalu mengingatkan ‘Keselamatan Bekerja’ antar sesama
 Mengkomunikasikan keadaan Bahaya dan menghilangkannya
Safety buat Perusahaan & Lingkungan :
 Mencegah polusi
 Bersikap ramah & cinta lingkungan
 Melaporkan setiap ada potensi bahaya, kerugian dan keadaan nyaris terjadinya kecelakaan
Budaya Teknisi Yang Dibutuhkan Dalam Merawat Mesin
1. Buat catatan harian terhadap penggunaan mesin dan awasi operasinya
Penggunaan dan kerusakan yang terjadi pada mesin besar sering diperburuk oleh
penanganan yang tidak tepat atau keterampilan yang tidak memadai. Dengan membuat catatan
penggunaan mesin dan memantau aktivitas operasionalnya sehari-hari dapat membantu
menentukan kapan dan di mana mesin digunakan oleh operator yang terampil. Cara untuk
mengawasi operasi mesin adalah melalui GPS. Perangkat melacak gerakan dan mencatatnya
dalam catatan digital, dengan demikian masalah dapat diketahui lebih awal, dan kerusakan dapat
dicegah.

2. Mematuhi jadwal pemeliharaan yang sudah ditentukan


Adanya komponen mesin yang tidak berfungsi optimal akibat pemakain memang tidak
bisa dihindari. Untuk itu, cobalah mengganti setiap komponen sesuai jadwal yang sudah dibuat.
Dan bagian yang mengurusi penggantian ini harus dilakukan oleh teknisi yang berpengetahuan.
Bantalan merupakan kunci dari peralatan mesin berat dan mudah rusak atau angus. Rumah
bantalan ini harus secara teratur dipelihara. Log pemeliharaan juga harus disimpan untuk
memastikan pemeriksaan rutin dan kepatuhan dapat diukur.
3. Frekuensi lumasi dan kebersihan
Menggunakan alat berat membutuhkan perawatan harian. Beberapa komponen, terutama
bagian yang bergerak dalam mesin, harus sering dilumasi. Komponen lainnya, seperti lift
hidrolik dan bantalan, harus dipantau dan dilumasi pada tahap awal dibutuhkan. Kontaminasi
dapat menyebabkan kerusakan mesin. Air adalah sumber utama korosi dan pelumasan mencegah
korosi.
4. Melakukan pemeriksaan dan pemantauan komponen
Sebuah jadwal pemeliharaan yang direncanakan dapat memprediksi keausan komponen.
Pemeriksaan komponen secara visual secara berkesinambungan dapat mencegah kerusakan atau
kegagalan pada mesin. Komponen yang harus diganti lebih cepat dan mungkin menandakan
masalah yang lebih besar yang perlu didiagnosis. Analisis pelumas juga harus menjadi bagian
dari jadwal perawatan berkala. Analisis pelumas ini merupakan cara terbaik untuk mendiagnosis
masalah dan mencegah mesin dari keausan dan kerusakan.
5. Melindungi peralatan selama penyimpanan
Mesin besar harus disimpan di bawah penutup dimanapun yang memungkinkan. Mesin
motor, turbin, mixer dan peralatan lainnya harus dirotasi sesering mungkin. Periksa karat mesin
yang sedang idle, kondensasi dan kontaminasi. Jangan lupa untuk memeriksa semua pelumas.

Nilai Nilai Maintenance Yang Harus Dimiliki Teknisi

1. Melakukan sesuatu yang tidak perlu biaya besar tapi memberikan hasil yang besar

Pelumasan tidak perlu biaya besar, namun bisa memberikan hasil yang besar. Proses
pelumasan yang benar membuat peralatan lebih awet. Kesalahan dalam pelumasan banyak
terjadi di storage, transportasi dan saat penyaringan produk. Masalah ini bisa diatasi dengan
prosedur maintenance yang benar dan foolproof checklist. Sistem EAM yang bagus
menyediakan checklist yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan untuk membantu aktivitas
sehari-hari. Checklist ini bisa diakses oleh para teknisi melalui aplikasi ponsel saat mereka
bekerja. Bukan hanya berguna untuk memastikan bahwa pekerjaan dilakukan dengan benar,
checklist juga membantu teknisi menjalankan bisnis dengan benar.

2. Analisis akar masalah

Untuk menjadi proaktif, bukannya reaktif, Anda harus memahami akar penyebab
masalahnya. Dengan menganalisis akar masalah, Anda dapat lebih memahami peralatan Anda
dan dapat membuat keputusan yang tepat mengenai maintenance rutin, perbaikan atau
penggantian. Perusahaan akan terhindar dari lamanya waktu downtime dan dapat menghemat
biaya maintenance. Sistem EAM yang bagus mampu menyediakan data yang dibutuhkan dalam
cara yang mudah dipahami dan tools untuk melakukan analisis.

3. Bertindak sigap

Optimasi preventative maintenance mudah dilakukan dan harus menjadi salah satu tugas
pertama yang wajib dijalankan oleh maintenance leader. Sayangnya, jika Anda menggunakan
kertas atau sistem Computerized Maintenance Management System (CMMS) berkualitas rendah
untuk melakukan penjadwalan, tugas ini tak akan berjalan maksimal. Anda butuh sistem EAM
yang mampu mengatur semua detail serta memastikan tugas ditangani orang yang tepat. Sistem
EAM yang bagus harus mudah untuk digunakan dan dapat mengotomatisasi workflow dan
proses back-end, sehingga Anda bisa fokus pada hal-hal yang lebih penting. Jika sistem Anda
yang sekarang gagal melakukannya, Anda butuh sistem EAM kelas dunia untuk membantu Anda
mengerjakan tugas mudah ini. Perusahaan bisa sangat menghemat waktu dan uang.

4. Shutdowns, Turnarounds and Outages (STO) Management

STO menimbulkan risiko tinggi. Anda harus membayar mahal para kontraktor dan waktu
lembur. Jika ada yang salah, setiap menit ketertundaan bisa menghabiskan uang perusahaan.
Kunci dari meminimalisir risiko adalah perencanaan. Sistem EAM yang bagus memudahkan
perencanaan karena memiliki planning tools-nya sendiri.
Contoh Penerapan Total Productive Maintenance di Perusahaan Lain (PT Frina
Lestari Nusantara)

Perusahaan yang bergerak di bidang industri membutuhkan pemeliharaan yang


berkesinambungan terhadap mesin-mesin produksinya. Tanpa kondisi mesin yang optimal, proses
produksi tidak bisa mencapai tingkat produktivitas yang diinginkan. Pemeliharaan dan perawatan
merupakan kegiatan untuk menjamin mesin produksi agar dapat bekerja sebagaimana mestinya.
Pemeliharaan dan perawatan menyeluruh untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dikenal
dengan Total Productive Maintenance (TPM). TPM menggabungkan praktek pemeliharaan
preventive maintenance dan predictive maintenance dengan keterlibatan operator mesin melalui
kegiatan autonomous maintenance.
PT Frina Lestari Nusantara (PT FLN) merupakan salah satu perusahaan yang sedang
berkembang di industri aksesoris kendaraan bermotor. Perkembangan ini salah satunya
dikarenakan perusahaan menerapkan sistem Total Productive Maintenance (TPM) di lingkungan
kerjanya. Produk-produk PT FLN diproduksi secara massal dan dipasarkan lewat agen tunggal
pemegang hak merk kendaraan bermotor. PT FLN merupakan pemasok utama bagi perusahaan
mobil seperti PT Indomobil Suzuki, PT Astra Honda Motor, PT Tiga Berlian Mitsubishi Motors,
PT Astra Daihatsu, PT Isuzu, PT Ford Indonesia dan PT Astra Toyota. Penelitian ini menganalisis
tentang persepsi operator mesin, foreman dan supervisor di Plant-2 (sebagai area kerja kritis)
tentang pelaksanaan TPM dan pengaruhnya terhadap produktivitas perusahaan. Pengukuran
produktivitas dilakukan dengan penghitungan Overall Equipment Efficiency (OEE) dengan
memperhatikan tiga kriteria, yaitu availability, performance, dan quality.
Pelaksanaan TPM di PT Frina Lestari Nusantara meliputi program kerja sikap 5S, kegiatan
preventive maintenance, predictive maintenance, dan autonomous maintenance. Area kerja kritis
terdapat pada area produksi Plant-2 dan stasiun kerja kritis adalah stasiun kerja Vacuum Forming-
2. Kesimpulan dari persepsi para operator, foreman, dan supervisor menunjukkan adanya
perubahan terhadap produktivitas setelah diterapkannya TPM. Hasil dari pengukuran dengan OEE,
produktivitas paling rendah terdapat pada mesin Vacum Forming-1 pada tahun 2007 dengan nilai
70,20 persen. Nilai tertinggi terdapat pada Blow Molding 2 pada tahun 2009 yaitu 107,94 persen.
Kesimpulan
Itulah beberapa yang saya rangkum dari Total Productive Maintenance (TPM). Untuk
tugas dari Bapak Devis yang merupakan sebuah pertanyaan “metode apa yang menurutmu paling
cocok untuk dilakukan di PT. INDOLAKTO?” saya rasa semua prosedur TPM sudah dilakukan,
namun perlu ditingkatkan untuk meningkatkan Availability Rate, Performance Rate, Quality Rate
untuk memperoleh nilai OEE yang lebih tinggi sehingga prosedur maintenance pada perusahaan
ini mendapat nilai yang lebih dari 85% (World Class Maintenance) bahkan bisa mencapai grade
Quality yang memiliki nilai OEE sama dengan atau diatas 99% .

Anda mungkin juga menyukai