Anda di halaman 1dari 17

MIZANUL ARIFIN 341103075 Perbaikan makalah ; PEMBAHARUAN DI TURKI ; SULTAN MAHMUD II, TANZIMAT, USMANI MUDA DAN TURKI

MUDA

PENDAHULUAN Pada abad pertengahan Dunia Barat telah maju, ditandai dengan beberapa kemajuan dan penemuan teknologi modern. Islam sudah masuk ke daerah Turki mulai abad Hijriyah dan Islam berkembang dengan pesat , bangsa Turki mencapai puncak kemegahan dari tahun 1520-1566 kemudian mendapat gelar orang sakit (The Sick Men) karena bangsa Turki akhirnya juga lumpuh pada abad ke-19. Pembaharuan di Turki ini, meliputi empat fase pembaharuan yang dimulai oleh Sultan Mahmud II, yang mengubah madrasah tradisional tanpa pengetahuan umum menjadi madrasah yang berpengetahuan umum. Tanzimat yaitu usaha untuk mengatur dan memperbaiki struktur organisasi pemerintahan sementara Usmani Muda dan Turki Muda ingin mengubah sistem pemerintahan konstitusional bukan dengan kekuasaan absolut. PEMBAHASAN Pada abad pertengahan Dunia Barat telah maju, ditandai dengan beberapa kemajuan dan penemuan teknologi modern seperti kaca lensa (1250), alat percetakan (1450), dan lain-lain. Perkembangan IPTEK ini disamping menimbulkan hal-hal yang positif adapula yang negatif, sedangkan umat Islam dibelahan bagian timur sedang bersimpuh dibawah penindasan dan juga terlena dibawah sisa kemegahan kurturnya di masa silam yang telah sirna, namun dibelahan barat (Asia Barat) kurang lebih tahun 1300 telah berdiri pula Kerajaan Turki, namun mereka kurang berbudaya. Mereka hanya mengandalkan kemajuan militer, keberanian dan fisik mereka yang kuat, namun mereka ini merupakan ancaman bagi Eropa. Puncak kemajuan Turki tersebut berada pada zaman Sultan Mahmud II, antara lain pada tahun 1453 dapat menaklukkan Byzantium Romawi. dari Istanbul, mereka menguasai daerah sekitar laut tengah dan berabad-abad lamanya Turki sebagai suatu negara yang perlu diperhatikan dan diperhitungkan oleh ahli-ahli politik dari Eropa.[1] A. PEMBAHARUAN DI TURKI Bangsa Turki adalah bangsa yang pemberani dan disiplinnya sangat tinggi, bangsa campuran dari bangsa Mongol dan bangsa lainnya di Asia Tengah ini. Sebelum mereka masuk Islam, mereka memeluk agama Majusi, Budha atau agama besar lainnya. Mulai abad pertama Hijriyah, Islam telah masuk ke daerah Turki dan dalam perjalanannya dari masa ke masa Islam berkembang dengan pesatnya di daerah itu. Pada tahun 1037 Turki dapat menguasai kekhalifahan Abassiyah, akan tetapi akhirnya lumpuh oleh bangsa Mongol, kecuali bangsa Turki yang dipimpin oleh Ertughril yang selanjutnya menjelma menjadi Turki Usmani yang puncak kemegahannya dari tahun 1520-1566 dibawah pemerintahan Sulaiman I, namun akhirnya juga lumpuh pada abad ke-19 dan mendapat sebutan orang sakit (The Sick Men).

Meskipun Turki mendapat gelar (sebutan) The Sick Men, tetapi sebenarnya berkat ketekunan para penbaharu dan para tokoh-tokoh negara itu dapatlah bangkit kembali dengan mengadakan beberapa fase modernisasi : a. Usaha Rasyid Pasya (1839), yaitu sentralisasi pemerintahan dan modernisasi angkatan bersenjata. b. Usaha dari Fuad, Namik, Ali Pasya dan Midat Pasya (1861-1876) terutama bidang pendidikan, Bank Nasional, hukum dan Perundang-undangan. c. Usaha Turki Muda (1896-1918) yang berusaha dan bertujuan : 1. Reorganisasi negara secara modern 2. Nasionalisme Turki 3. Kesatuan bangsa, negara dan bahasa. d. Usaha Kemal Pasya : 1. Ke dalam ialah menetapkan Undang-Undang Dasar (1942) pelajaran membaca dan menulis latin, keharusan nama keluarga, perkawinan, emansipasi wanita dan rencana industri besarbesaran. 2. Ke luar, ialah perjanjian nonagressi dengan Irak, Iran, Afghanistan, dan lain-lain dalam perdamaian.[2] Jadi, Islam sudah masuk ke daerah Turki mulai abad Hijriyah dan Islam berkembang dengan pesat , bangsa Turki mencapai puncak kemegahan dari tahun 1520-1566 kemudian mendapat gelar orang sakit (The Sick Men) karena bangsa Turki akhirnya juga lumpuh pada abad ke-19. B. SULTAN MAHMUD II Mahmud lahir pada tahun 1785 dan mempunyai didikan tradisional, antara lain pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan, sejarah dan sastra Arab, Turki dan Persia. Ia diangkat menjadi Sultan di tahun 1807 dan meninngal di tahun 1839. Di bagian pertama dari masa kesultanannya ia disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah yang mempunyai kekuasaan otonomi besar, peperangan dengan Rusia selesai di tahun 1812. Setelah kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Usmani bertambah kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba masanya untuk memulai usaha-usaha pembaharuan yang telah lama ada dalam pemikirannya.[3] Sultan Mahmud II, dikenal sebagai Sultan yang tidak mau terikat pada tradisi dan tidak segansegan melanggar adat kebiasaan lama. Sultan-sultan sebelumnya menganggap diri mereka tinggi dan tidak pantas bergaul dengan rakyat. Oleh karena itu, mereka selalu mengasingkan diri dan meyerakan soal mengurus rakyat kepada bawahan-bawahan. Timbullah anggapan mereka bukan manusia biasa dan pembesar-pembesar Negara pun tidak berani duduk ketika menghadap Sultan. Tradisi aristokrasi ini dilanggar oleh Mahmud II. Ia mengambil sikap demokratis dan selalu muncul di muka umum untuk berbicara atau menggunting pita pada upacara-upacara resmi. Menteri dan pembesar-pembesar negara lainnya ia biasakan duduk bersama jika datang menghadap. Pakaiam kerajaan yang ditentukan untuk Sultan dan pakaian kebesaran yang biasa dipakai Menteri dan pembesar-pembesar lain ia tukar dengan pakaian yang lebih sederhana. Tanda-tanda kebesaran hilang, rakyat biasa dianjurkan pula supaya meninggalkan pakaian tradisional dan menukarnya dengan pakaian Barat. Perubahan pakaian ini menghilangkan perbedaan status dan sosial yang nyata kelihatan pada pakaian tradisional. Kekuasaan-kekuasaan luar biasa yang menurut tradisi dimiliki oleh penguasa-penguasa Usmani

ia batasi. Kekuasaan Pasya atau Gubernur untuk menjatuhkan hukum mati dengan isyarat tangan ia hapuskan. Hukuman bunuh untuk masa selanjutnya hanya bisa di keluarkan oleh hakim. Penyitaan negara terhadap harta orang yang dibuang atau dihukum mati juga ia tiadakan. Sultan Mahmud II juga mengadakan perubahan dalam organisasi pemerintahan Kerajaan Usmani. Menurut tradisi Kerajaan Usmani dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan duniawi dan kekuasaan rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan sebagai kepala rohani umat Islam ia memakai gelar Khalifah. Dengan demikian, raja Usmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memerintah Negara dan kekuasaan menyiarkan dan membela Islam.[4] Perubahan penting yang diadakan oleh Sultan Mahmud II dan yang kemudian mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaharuan di Kerajaan Usmani ialah perubahan dalam bidang pendidikan. Seperti halnya di Dunia Islam lain di zaman itu, Madrasah merupakan satusatunya lembaga pendidikan umum yang ada di Kerajaan Usmani. Di Madrasah hanya diajarkan agama sedangkan p-engetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan Madrasah tradisional tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad ke-19. Di masa pemerintahannya orang kurang giat memasukkan anak-anak mereka ke Madrasah dan mengutamakan mengirim mereka belajar keterampilan secara praktis di perusahaan industri. Oleh karena itu, ia mengadakan perubahan dalam kurikulum Madrasah dengan menambah pengetahuan-pengetahuan umum di dalamnya, seperti halnya di Dunia Islam lain pada waktu itu memang sulit. Madrasah tradisional tetap berjalan tetapi disampingnya Sultan mendirikan dua sekolah pengetahuan umum. Mekteb-i Maarif (Sekolah Pengetahuan Umun) dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye (Sekolah Sastra). Siswa untuk kedua sekolah itu dipilih dari lulusan Madrasah yang bermutu tinggi. Selain itu, Sultan Mahmud II juga mendirikan Sekolah Militer, Sekolah Teknik, Sekolah Kedokteran dan Sekolah Pembedahan. Lulusan Madrasah banyak meneruskan pelajaran di sekolah-sekolah yang baru didirikannya. Selain dari mendirikan Sekolah Sultan Mahmud II juga mengirim siswa-siswa ke Eropa yang setelah kembali ke tanah air juga mempunyai pengaruh dalam penyebaran ide-ide baru di Kerajaan Usmani. Pembaharuan-pembaharuan yang diadakan Sultan Mahmud II diataslah yang menjadi dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya di Kerajaan Usmani abad ke-19 dan Turki abad ke-20.[5] C. TANZIMAT Istilah tanzimat berasal dari bahasa Arab dari kata Tanzim yang berarti pengaturan, penyusunan dan memperbaiki. Dalam pembaharuan yang diadakan pada masa tanzimat merupakan sebagai lanjutan dari usaha-usaha yang dijalankan oleh Sultan Mahmud II yang banyak mengadakan pembaharuan peraturan dan perundang-undangan. Secara terminologi tanzimat adalah suatu usaha pembaharuan yang mengatur dan menyusu serta memperbaiki struktur organisasi pemerintahan, sosial, ekonomi dan kebudayaan, antara tahun 1839-1871 M. Tokoh-tokoh penting tanzimat antara lain : Mustafa Rasyid Pasya, Mustafa Sami, Mehmed Sadek Rifat Pasya dan Ali Pasya seperti yang dijelaskan berikut ini : 1. Mustafa Rasyid Pasya (1880-1858) Pemuka utama dari pembaharuan di zaman Tanzimat ialah Mustafa Rasyid Pasya, ia lahir di Istanbul pada tahun 1800, berpendidikan Madrasah kemudian menjadi pegawai pemerintah. Mustafa Rasyid Pasya pada tahun 1034 diangkat menjadi Duta Besar untuk daerah Perancis,

selain itu ia juga pernah diangkat menjadi Duita Besar Kerajaan Usmani di beberapa negara lain. Setelah itu ia dipanggil pulang untuk menjadi Menteri Luar Negeri dan p0ada akhirnya ia diangkat menjadi perdana Menteri. Usaha pembaharuannya yang terpenting ialah sentralisasi pemerintahan dan modernisasi angkatan bersenjata pada tahun 1839. 2. Mustafa Sami Pasya (wafat 1855) Mustafa Sami Pasya mempunyai banyak pengalaman di luar negeri antara lain di Roma, Wina, Berlin, Brussel, London, Paris dan negara lainnya sebagai pegawai dan duta. Menurut pendapat Mustafa Sami Pasya, kemajuan bangsa Eropa terletak pada keunggulan mereka dalam lapangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab lain dilihatnya karena toleransi beragama dan kemampuan orang Eropa melepaskan diri dari ikatan-ikatan agama, disamping itu pula pendidikan universal bagi pria dan wanita sehingga umumnya orang Eropa pandai membaca dan menulis. 3. Mehmed Sadik Rifat Pasya Seorang pemuka tanzimat lain yang pemikirannya lebih banyak diketahui orang adalah Mehmed Sadik Rifat Pasyayang lahir pada tahun 1807 dan wafat tahun 1856 M. Pendidikannya selesai di madrasah, ia melanjutkan pelajaran ke sekolah sastra, yang khusus diadakan untuk calon-calon pegawai istana. Tahun 1834 ia diangkat menjadi Pembantu Menteri Luar negeri, tiga tahun kemudian ia diangkat menjadi Menteri Luar Negeri dan selanjutnya Menteri Keuangan. Pokok-pokok pemikiran dan pembaharuannya ialah Sultan dan pembesar-pembesar negara harus tunduk pada undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya. Negara harus tunduk pada hukum(negara hukum), kodifikasi hukum, administrasi, pengaturan hak dan kewajiban rakyat, reorganisasi, angkatan bersenjata, pendidikan dan keterampilan serta dibangunnya Bank Islam Usmani pada tahun 1840. Ide-ide yang dicetuskan Sadik Rifat pada zaman itu merupakan hal baru karena orang tidak mengenal peraturan, hukum, hak dan kebebasan. pada waktu itu petani lebih banyak menjadi budak bagi tuan tanah dan rakyat budak bagi Sultan. Pemikiran Sadik Rifat sejalan dengan pemikiran Mustafa Rasyid Pasya yang pada waktu itu mempunyai kedudukan sebagai Menteri Luar Negeri. 4. Ali Pasya (1815-1871) Beliau lahir pada tahun 1815 di Istanbul dan wafat tahun 1871, anak dari seorang pelayan tokoh. Dalam usia 14 tahun ia sudah diangkat menjadi pegawai. Tahun 1840 diangkat menjadiDuta Besar London dan sebelum menjadi Duta Besar ia sering kali menjadi staf Perwakilan Kerajaan Usmani di berbagai negara Eropa dan di tahun 1852 ia menggantikan kedudukan Rasyid Pasya sebagai Perdana Menteri. Usaha pembaharuannya antara lain : tentang pengakuan semua aliran spiritual pada masa itu, jaminan melaksanakan ibadahnya masing-masing, larangan memfitnah karena agama, suku dan bahasa, jaminan kesempatan belajar, sistem peradilan dan lain-lainnya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh tokoh-tokoh pembaharuandi zaman tanzimat tidaklah seluruhnya mendapat dukungan bahkan mendapat kritikan baik dari dalam atau di luar Kerajaan Usmani karena gerakan-gerakan tanzimat untuk mewujudkan pembaharuan didasari oleh pemikiran liberalisme Barat dan meninggalkan pola dasar syariat agama, hal ini salah satu sebab

yang utama sehingga gerakan tannzimat mengalami kegagalan dalam usaha pembaharuannya.[6]

D. USMANI MUDA Sebagaimana dikatakan bahwa pembaharuan yang diusahakan dalam tanzimat belumlah mendapat hasil sebagaimana yang diharapkan, bahkan mendapat kritikan-kritikan dari luar kaum cendekiawan. Kegagalan oleh tanzimat dalam mengganti konstitusi yang absolut merupakan cambuk untuk usaha-usaha selanjutnya. Untuk mengubah kekuasaan yang absolut maka timbullah usaha atau gerakan dari kaum cendikiawan melanjutkan usaha-usaha tanzimat. Gerakan ini dikenal dengan Young Ottoman-Yeni Usmanilar (Gerakan Usmani Muda) yang didirikan pada tahun 1865.[7] Usmani muda pada asalnya merupakan perkumpulan manusia yang didirikan di tahun 1865 dengan tujuan untuk mengubah pemerintahan absolut kerajaan Usmani menjadi pemerintahan konstitusional. Setelah rahasia terbuka pemuka-pemukanya lari ke Eropa di tahun 1867 dan disanalah gerakan mereka memperoleh nama Usmani Muda. Para tokoh Usmani Muda banyak yang melakukan gerakan rahasia dalam menentang kekuasaan absolut Sultan. Namun sikap politik mereka itu akhirnya diketahui oleh Sultan. Akhirnya mereka banyak yang pergi ke Eropa dan disana mereka menyusun kekuatan. Maka setelah situasi Turki aman kembali, mereka pun banyak yang pulang ke tanah air dan meneruskan cita-cita mereka, terutama tentang ide-ide pembaharuan.[8] Beberapa tokoh dari gerakan itu membawa angin baru tentang demokrasi dan konstitusional pemerintahan yang menjunjung tinggi kekuasaan rakyat bukan kekuasaan absolut. Diantara tokoh itu ialah : Zia Pasya, Nanik Kemal, dan Midhat Pasya. a. Zia Pasya Zia pasya lahir pada tahun 1825 di Istanbul dan meninggal dunia pada tahun 1880. Ia anak seorang pegawai kantor beacukai di Istanbul. Pendidikannya setelah selesai sekolah di Sulaemaniye yang didirikan Sultan Mahmud II dalam usia muda dia diangkat menjadi pegawai pemerintah, kemudian atas usaha Mustafa Rasyid Pasya pada tahun 1854 ia diterima menjadi salah seorang sekretaris Sultan. Disinilah ia dapat mengetahui tentang sistem dan cara Sultan memerintah dengan otoriter. Untuk keperluan tugas barunya, ia mempelajari bahasa Perancis dan dalam waktu yang singkat ia menguasai dan dapat menerjemahkan buku-buku Perancis ke dalam bahasa Turki. Karena terjadi kesalahpahaman dengan Ali Pasya maka ia pergi ke Eropa pada tahun 1867 dan tinggal disana selama lima tahun.[9] Ketika berada di Eropa itulah banyak pengalaman yang di dapatkannya. Beberapa pemikirannya akhirnya menjurus kepada usaha pembaharuan. Usaha-usaha pembaharuannya antara lain, kerajaan Usmani menurut pendapatnya harus dengan sistem pemerintahan konstitusional, tidak dengan kekuasaan absolut. Menurutnya negara Eropa maju disebabkan tidak terdapat lagi pemerintahan yang absolut, semuanya dengan sistem pemerintahan konstitusional. Dalam sistem pemerintahan konstitusional harus ada Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian Zia mengemukakan hadis Perbedaan pendapat dikalangan umatku merupakan rahmat dari Tuhan, sebagai alasan untuk perlu adanya Dewan Perwakilan Rakyat, dimana perbedaan pendapat itu ditampung dan kritik terhadap pemerintah dikemukakan

untuk kepentingan umat seluruhnya. Sebagai orang yang taat menjalankan agama Islam, Zia sebenarnya tidak sepenuhnya setuju terhadap pembaharuan yang hanya mencomot ide-ide Barat tanpa sikap kritis. Itulah sebabnya dia lebih melihat kesesuaian antara kepentingan rakyat dengan ide pembaharuan yang datangnya dari Barat. Dalam hal demikian, ia juga tidak sependapat dengan orang yang mengatakan bahwav agama Islam dapat dianggap sebagai penghalang kemajuan. b. Midhat Pasya Nama lengkapnya Hafidh Ahmad Syafik Midhat Pasya, lahir pada tahu 1822 di Istanbul. Pendidikan agamanya diperoleh dari ayahnya sendiri. Dalam usia sepuluh tahun ia telah hafal Al-Quran, oleh karena itu ia digelari Al-Hafidh. Pendidikannya yang tertinggi adalah pada Universitas Al-Fatih. Dia termasuk tokoh Usmani Muda yang mempunyai peranan cukup penting dalam ide pembaharuan. Ia anak seorang hakim agama yang dalam usia belasan tahun sudah menjadi pegawai di Biro Perdana Menteri. Tahun 1858 ia diberikan kesempatan untuk berkunjung ke Eropa selama enam bulan. Setelah itu beberapa saat kemudia, ia diangkat menjadi gubernur di berbagai daerah. Dengan kemampuan dan kecakapan yang luar biasa akhirnya Sultan mengangkatnya menjadi Perdana Menteri tahun 1872. Ketika Sultan Abdul Hamid berkuasa menggantikan Sultan Murad V, ia diangkat kembali menjadi Perdana Menteri. Saat itu ada perjanjian langsungbahwa Sultan akan memberikan sokongan atas gerakan-gerakannya. Sultan juga nampaknya memberi angin segar atas pembaharuan kelompok Usmani Muda. Beberapa langkah pembaharuan itu, seperti memperkecil kekuasaan kaum eksekutif dan memberikan kekuasaan lebih besar kepada kelompok legislatif. Golongan ini juga berusaha menggolkan sistem konstitusi yang sudah ditegakkan dengan memakai istilah terma-terma yang islami, seperti musyawarah untuk perwakilan rakyat, baiah untuk kedaulatan rakyat dan syariah untuk konstitusi. Dengan usaha ini sistem pemerintahan Barat lambat laun dapat diterima kelompok ulama dan Syaikh Al-Islami yang sebenarnya banyak menentang ide pembaharuan pada masa sebelumnya.[10] Tanggal 23 Desember 1876 konstitusi yang bersifat semi-otokrasi di tanda tangani oleh Sultan Abdul Hamid. Isi dari konstitusi ini sebagian besar masih belum mencerminkan langkah nyata dari pembaharuan sistem pemerintahan, karena kekuasaan Sultan masih demikian besar. Salah satu contoh adalah pasal 113 dari Undang-Undang yang dibuat, berbunyi bahwa dalam keadaan darurat Sultan boleh memberikan pengumuman tertentu, dan boleh menangkap atau mengasih orang-orang yang dianggap membahayakan kepentingan negara. Jadi, dari bunyi pasal tersebut Sultan masih diberi wewenang besar untuk menjalankan keputusan yang bersifat mutlak. Justru pasal ini nanti digunakannya untuk menangkap orangorang yang tidak disenangi Sultan, termasuk diantaranya tokoh Usmani Muda Midhat Pasya ini. c. Namik Kemal Beliau termasuk pemikir terkemuka dari Usmani Muda, lahir pada tahun 1840 di Tekirdag. Dia berasal dari keluarga nigrat. Orangtuanya menyediakan pendidikan di rumah disamping pelajaran bahasa Arab, Persia, juga diberikan bahasa Perancis. Oleh karena itu, dalam usia yang sangat muda ia sudah menguasai berbagai bahasa. Dalam usia belasan tahun dia diangkat menjadi pegawai kantor penerjemah dan kemudian dipindahkan menjadi pegawai di istana

Sultan. Namik Kemal banyak dipengaruhi oleh pemikiran Ibrahim Sinasih (1826-1871) yang berpendidikan Barat dan banyak mempunyai pandangan modernisme. Nanik mempunyai jiwa Islami yang tinggi, sehingga walaupun ia berpengarug pemikiran Barat namun masih menjunjung tinggi moral Islam dalam ide-ide pembaharuannya,[11] menurutnya Turki saat ini mundur karena lemahnya politik dan ekonomi. Untuk bisa memajukan ekonomi dan politik Turki harus ada perubahan dalam sistem pemerintahan. Untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang ideal, penguasa harus menjunjung tinggi kepentingan rakyat. Karena kepentingan rakyat menjadi asas negara, maka negara mesti demokratis, yaitu pemerintahan yang didasarkan atas dukungan dan kepentingan. Yang dikehendaki oleh Nanik Kemal adalah pemerintahan demokrasi dan pemerintahan serupa ini menurut pendapatnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Negara Islam yang dibentuk dan dipimpin oleh empat khalifah besar, sebenarnya mempunyai corak demokrasi. Sistem baiah yang terdapat dalam pemerintahan Khilafah pada hakikatnya merupakan kedaulatan rakyat. Melalui baiah rakyat menyatakan persetujuan mereka tas pengangkatan khalifah yang baru. Dengan demikian. baiah merupakan kontrak sosial dan kontrak yang terjadi antara rakyat dan khalifah itu dapat dibatalkan jika khalifah mengabaikan kewajiban-kewajibannya sebagai Kepala Negara. Di dalam Islam ada ajaran yang disebut al-maslahah al-ammah dan ini sebenarnya adalah maslahat umum. Khalifah tidak boleh mengambil sikap atau tindakan yang bertentangan dengan maslahat umum. Maslahat umum oleh karena itu merupakan suatu bentuk dari pendapat umum. Khalifah harus selalu memperhatikan dan menghormati pendapat umum. Lebih lanjut lagi, musyawarah dasar penting dalam soal pemerintahan dalam Islam. Sistem musyawarah ini memperkuat corak demokrasi pemerintah Islam. Pembuat hukum dalam Islam ialah kaum ulama yang melaksanakan hukum adalah pemerintah. Dengan membawa argumen-argumen seperti diatas, Namik Kemal berpendapat bahwa sistem pemerintahan konstitusional tidaklah merupakan bidah dalam Islam. Diantara ide-ide lain yang dibawa Namik terdapat cinta tanah air Turki, tetapi seluruh daerah kerajaan Usmani. Konsep tanah airnya tidak sempit. Sebagai orang yang dijiwai ajaran Islam, ia melihat perlunya diadakan persatuan seluruh umat Islam di bawah pimpinan Kerajaan Usmani, sebagai negara Islam yang terbesar dan terkuat di waktu itu. E. TURKI MUDA Setelah dibubarkannya parlemen dan dihancurkannya gerakan Usmani Muda, maka Sultan Abdul Hamid memerintah dengan kekuasaan yang lebih absolut. Kebebasan berbicara dan menulis tidak ada. Dalam suasana yang demikian timbullah gerakan oposisi terhadap pemerintah yang obsolut Sultan Abdul Hamid sebagaimana halnya di zaman yang lalu dengan Sultan Abdul Aziz. Gerakan oposisi dikalangan perguruan tinggi, mengambil bentuk perkumpulan rahasia, dikalangan cendekiawan dan pemimpin-pemimpinnya lari ke luar negeri dan disana melanjutkan oposisi mereka dan gerakan di kalangan militer menjelma dalam bentuk komite-komite rahasia. Oposisi berbagai kelompok inilah yang kemudian dikenal dengan nama Turki Muda. Tokoh-tokoh Turki Muda, antara lain adalah Ahmad Riza (1859-1930), Mehmed Murad (18531912) dan Pangeran Sahabuddin (1887-1948).

a. Ahmad Riza Ahmad Riza adalah anak seorang bekas anggota parlemen bernama Injilis Ali. Dalam pendidikannya ia sekolah di pertanian untuk kelak dapat bekerja dan berusaha mengubah nasib petani yang malang dan studinya ini diteruskan di Perancis sekembalinya ia dari perancis ia bekerja di kementerian pertanian, tapi ternyata hubungan pemerintah dengan petani yang miskin sedikit sekali, karena kementerian itu lebih disibukkan dengan birokrasi. Kemudia ia pindah ke kementerian pendidikan namun disini juga disibukkan dengan birokrasi tapi kurang disibukkan dengan pendidikan. Pembaharuan yang dilakukan oleh Ahmad Riza antara lain adalah ingin mengubah pemerintahan yang absolut kepada pemerintahan konstitusional. Karena menurutnya akan menyeleamatkan Kerajaan Usmani dari keruntuhan adalah melalui pendidikan dan ilmu pengetahuan positif dan bukan dengan teologi atau metafisika. Adanya dan terlaksananya program pendidikan yang baik akan berhajat pada pemerintahan yang konstitusional. b. Mehmed Murad (1853-1912) Mehmed Murad berasal dari Kaukasus dan lari ke Istanbul pada tahun 1873 yakni setelah gagalnya pemberontakan Syekh Syamil di daerah itu. Ia belajar di Rusia dan disanalahia berjumpa dengan ide-ide barat, namun pemikiran Islam berpengaruh pada dirinya. Ia berpendapat bahwa bukanlah Islam yang menjadi penyebab mundurnya Kerajaan Usmani, dan bukanlah pula rakyatnya, namun sebab kemunduran ituterletak pada Sultan yang memerintah secara absolut. Oleh karena itu, menurutnya kekuasaan Sultan harus dibatasi. Dalam hal ini dia berpendapat bahwa musyawarah dalam Islam sama dengan konstitusional di dunia Barat. Ia mengusulkan didirikan satu Badan Pengawas yangtugasnya mengawasi jalannya undang-undang agar tidak dilanggar oleh pemerintah. Disamping itu diadakan pula Dewan syariat agung yang anggotanya tersusun dari wakil-wakil negara islam di Afrika dan Asia dan ketuanya Syekh AlIslam Kerajaan Usmani. c. Pangeran Sahabuddin (1887-1948) Pangeran Sahabuddin adalah keponakan Sultan Hamid dari pihak ibunya, sedang dari pihak bapaknya adalah cucu dari Sultan Mahmud II, oleh karena itu ia keturunan raja. Namun ibu dan bapaknya lari ke Eropa menjauhkan diri dari kekuasaan Abdul Hamid, maka dengan demikian kehidupan Sahabuddin lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran Barat. Menurutnya yang pokok adalah perubahan sosial, bukan penggantian Sultan. Masyarakat Turki sebagaimana masyarakat Timur lainnya mempunyai corak kolektif, dan masyarakat kolektif tidak mudah berubah dalam menuju kemajuan. Dalam masyarakat kolektif orang tidak percaya diri sendiri, oleh karena itu ia tergantung pada kelompok atau suku sedangkan masyarakat yang dapat maju menurutnya adalah masyarakat yang tidak banyak bergantung kepada orang lain tetapi sanggup berdiri sendiri dan berusaha sendiri untuk mengubah keadaannya.[12]

IDE IDE PAMBARUAN B. Pembaharuan Islam di Indonesia Sejak abad ke-20, gerakan pembaruan pemikiran di dunia Islam terjadi secara massif (besar-besaran) dengan munculnya tokoh-tokoh Muslim ataupun organisasi terkemuka di berbagai negara, seperti Mesir, Iran, Pakistan (India), dan Indonesia. Gagasan pembaruan tersebut dimunculkan melalui istilah dan aksentuasi yang berbeda, antara lain tajdid (renewal, pembaruan) dan ishlah (reform, reformasi), baik yang bertendensi puritanistik dari segi ajaran maupun revivalistik dari segi politik. Ide-ide pembaharuan terlihat telah turut mewarnai arus pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Menilik latar belakang kehidupan sebagian tokoh-tokohnya, sangat mungkin diasumsikan bahwa perkembangan baru Islam di Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh ideide yang berasal dari luar Indonesia. Seperti misalnya Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), Ahmad Surkati (Al-Irshad), Zamzam (Persis), yang ketiganya sempat menimba ilmu di Mekkah dan berkesempatan untuk dapat berinteraksi dengan arus pemikiran baru Islam dari Mesir. Tokoh lainnya seperti Tjokroaminoto (Sarekat Islam) juga dikenal menggali inspirasi gerakannya dari ide-ide pembaharuan Islam di anak benua India. Sekalipun demikian, Karel Steenbrink menyatakan keraguannya pada adanya pengaruh pemikiran Muhammad Abduh kedalam konstruk gerakan Islam Indonesia modern. Singkat kata, gerakan pembaharuan Islam di Indonesia tidaklah muncul dalam satu pola dan bentuk yang sama, melainkan memiliki karakter dan orientasi yang beragam. Disini penting dipahami bahwa gerakan nasionalisme Indonesia yang bangkit sekitar awal abad ke-20 diusung sebagiannya oleh tokoh-tokoh modernis muslim tidak hanya melalui kendaraan gerakan yang berdasar atau berafiliasi ideologis pada Islam. Sejarah menunjukkan bahwa Islam ternyata hanya menjadi salah satu alternatif yang mungkin bagi tokoh-tokoh modernis muslim di Indonesia sebagai sumber rujukan teoritis dan instrumental gerakan pembaharuan dan nasionalismenya. Sekalipun demikian, hal ini tidak mengecilkan pengertian adanya keterkaitan antara dimensi penghayatan religius dan artikulasi perjuangan sosial-politik di masyarakat. Dengan kata lain, kesadaran nasional sebagai anak bangsa yang terjajah oleh penguasa asing tampaknya memikat mereka untuk bersama-sama menempatkan prioritas nasional sebagai ujud kepeduliannya C. Gerakan Pembaharuan Di Indonesia 1. NU (Nahdlatul Ulama) NU menganut paham Ahlussunah wal jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrimnaqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'andan sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti salah satu mazhab seperti imam Syafi'i Sementara dalam

bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat. 2. Muhammadiyah Muhammadiyah adalah salah satu organisasi masa islam dan organisasi dakwah amar maruf nahi munkar yang berakidah islam dan bersumber pada Al quran dan sunnah. Secara etimologis nama ini berasa dari kata Muhammad, yaitu nama Rasulullah SAW yang ditambah ya nisbah dan ta marbutoh yang berarti pengikut Nabi Muhammad Saw. KH.Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) menegaskan Muhamadiyah bukanlah nama perempuan melainkan berarti umat Muhammad, pengikut Muhammad, Nabi Muhammad SAW utusan Tuhan yang penghabisan . Awal abad ke-20 didalam sejarah Indonesia dikenal sebagai fajar kebangkitan nasional karena permulaan abad ini ditantadai dengan lahirnya berbagai organisisi sosoial-pendidikan keagamaan seperti muhammadiyah. Sekalipun demikian kelahiran muhammadiyah tidak lepas dari aspirasi tuntutan zaman. Fenomena awal abad ke-20 adalah kebangkitan nasionalisme dalam rangka perjuangan untuk menumbangkan imperealisme dan kolonialisme yang telah bercokol selama 350 tahun. Sepetri yang telah diketahui sasaran pokok perjuangan muhammadiyah sejak kelahirannya adalah : - Memurnikan ajaran islam sesuai dengan tuntunan quran dan hadits. - Mengajak masarakat untuk memeluk dan memperaktikan cita ajaran islam. Menegakkan amar maruf nahi mungkar. - Memperaktikan ajaran islam dalam kehidupan masarakat. - Mempergiat usaha dibidang pendidikan dan pengajaran dengan bernafaskan islam. Gerakan-Gerakan Selain NU dan Muhammadiyah - JIMM (Jaringan Intelektual Muhammadiyah) - JIL (Jaringan Islam Liberal) - PERSIS (Persatuan Islam) (1923) - Serikat Dagang Islam (1911) - Matlaul Anwar (1905) - Pergerakan Tarbiyah / PERTI (1928) Persatuan Muslim Indonesia / PERMI (22 Mei 1930) - Majelis Islam Ala Indonesia (1937)

D. Ide pembaharuan islam dalam bidang politik Di Indonesia, terdapat pembaharu atau partai politik besar yang menentang penjajahan diantaranya 1. Sarekat Islam (S I ) dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto berdiri pada tahun 1912 dan merupakan kelanjutan dari Sarikat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi tahun 1911. 2. Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan oleh Sukarno (1927) 3. Pendidikan nasional Indonesia (PNI-baru) didirikan oelh Mohammad Hatta(1931) 4. Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) menjadi partai politik tahun 1932 yang dipelopori oleh Mukhtar Luthfi

Munculnya gagasan nasionalisme yang diiringi oleh berdirinya partai-partai politik tersebut merupakan asset utama umat Islam dalam perjuangan untuk mewujudkan Negara merdeka yang bebas dari pengaruh politik barat. Sebagai gambaran dengan nasionalisme dan perjuangan dari partai-partai politik yang penduduknya mayoritas muslim adalah Indonesia. Indonesia merupakan Negara yang mayoritas muslim yang pertama kali berhasil memproklamirkan kemerdekaannya yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Negara kedua yang terbebas dari penjajahan yaitu Pakistan. Merdeka pada tanggal 15 agustus 1947 dengan presiden pertamanya Ali Jinnah. E. Ide pembaharuan islam dalam bidang Pendidikan Dalam lembaga pendidikan yang memegang peranan penting pada penyebaran agama Islam sangat banyak seperti langgar, pesantren, keluarga, sekolah dan termasuk individu itu sendiri yang menentukan arah mana pendidikan yang ia pelajari. Pendidikan Islam merupakan suatu yang amat penting bagi kehidupan manusia, namun kadangkala orang-orang banyak yang lupa diri dan bahkan tak mengenal dirinya, dari mana ia dating dan kearah mana dia akan kembali.Kehidupan materi merlupakan mereka akan suatu yang disebut dengan maut, sehingga pendidikan utama yang seharusnya mereka tanamkan dan kepribadiannya kita terlewatkan. Mereka tenggelam dalam kehidupan yang serba semu. Sejarah mengatakan pendidikan Islam yang timbul pada tahun 610 Masehi yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, ketika beliau berumur 40 tahun yang kemudian berkembang dengan pesatnya sampai saat ini merupakan petunjuk bagi orang yang menghayatinya kemudian sebagai peringatan bagi orang yang lalai, ini merupakan suatu yang amat menakjubkan. Adapun isi pendidikan Islam di Indonesia ialah: 1. Pendidikan keagamaan, yakni hendaklah membaca dengan nama Allah semata dan tidak menyekutukannya. Jadi disini jelas bahwa tujuan pertama dari Pendidikan Islam harus mengandung unsur peribadatan kepada Allah SWT. 2. Pendidikan Akhliyah dan ilmiah yaitu, yakni mempelajari asal muasal kejadian manusia dan alam semesta. Untuk menyelidiki atau mengadakan suatu peribahasa mengenai suatu yang belum kita ketahui. 3. Pendidikan akhlak dan budi pekerti, dalam hal ini dituntut untuk memberikan suatu ilmu pengetahuan tanpa pamrih melainkan karena Allah. 4. Pedidikan jasmani (kesehatan) yang mengutamakan kebersihan baik bersih pakaian, badan maupun tempat yang akan digunakan untuk pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini ada keterkaitan antara si pendidik dan anak didik. Tujuan dan Saran Pembaruan Pendidikan Islam Menurut sebagian tokoh-tokoh pembaru Islam, salah satu penyebab kemunduran umat Islam adalah karena merosotnya kualitas pendidikan Islam. Untuk itu, perlu mengembalikan kekuatan pendidikan Islam sebagai penyangga kemajuan umat Islam sehingga nanti akan bermunculan gagasan-gagasan tentang pembaruan pendidikan Islam yang di ikuti dengan pelaksaan perubahan penyelenggaraannya. Kebangkitan intelektual di barat telah memberikan kontribusi yang besar terhadap Eropa. Semangat rasionalisme akibat dari adanya informasi pengetahuan yang mereka dapat telah membuat negara-negara Barat menjadi kuat, baik militer, ekonomi, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Satu kondisi kondusif yang pernah di alami umat Islam pada masa-masa

kejayaannya. Kini kondisi itu seakan berbalik, dimana barat yang dulunya sangat terbelakang (lemah dalam DPTEK) menjadi kian maju sarat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka kuasai, sedang Islam tidak lagi memiliki kekuatan yang dapat dibanggakan. Hal ini membuat Isla merasakan kekalahan-kekalahan ketika Barat mulai bangun dan berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Islam. Bila kita merujuk pada pola pembaruan pendidikan Islam diatas pola pembaruan yang bercorak Modemis dan tradisionalis, tidak sedikit tokoh yang mencoba melakukan pembaruan dalam bidang ini. Namun, pada pembahasan ini akan menguraikan secara panjang lebar pembaruan pendidikan Islam yang bercorak modemis yang dilakukan pada tiga wilayah kerajaan besar, yakni kerajaan Turki Usmani, Mesir dan India, yang sudah sangat jelas dengan para tokoh pebaruannya. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia 1. Syaikh abdullah ahmad 2. Rahmah el-yunusiah 3. As panji gumilang Selain dari ketiga tokoh pembaruan pendidikan Islam diatas masih banyak lagi tokoh-tokoh yang lainnya diantaranya: 1. Syekh ibrahim musa parabek 2. Prof. dr. h. mahmud yunus 3. Muhamad natsir 4. k.h. Ahmad dahlan 5. k.h. Hasyim asyari 6. ki Hajar dewantara 7. k.h. Abdullah syafii 8. k.h. Abdullah bin buh 9. k.h.Imam zarkasyi 10. k.h. Saifuddin zuhri Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh yang lainnya. F. Ide pembaharuan islam dalam bidang Agama Pembaharuan dalam bidang keagamaan ialah penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu, lingkungan situasi dan kondisi, mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas tampak dan tertutup oleh kebiasaan dan pemikiran tambahan lain. Di atas telah disebutkan bahwa yang dimaksud pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah memurnikan kembali dan mengembalikan kepada keasliannya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan agama baik menyangkut aqidah (keimanan) ataupun ritual (ibadah) haruslah sesuai dengan aslinya, yaitu sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam Al-Quran dan dituntunkan oleh Nabi Muhammad SAW, lewat sunah-sunahnya. Dalam masalah aqidah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bidah dan khufarat tanpa mengabaikan prinsipprinsip toleransi menurut ajaran Islam, sedang dalam ibadah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah tersebut sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah SAW tanpa tambahan dan

perubahan dari manusia. Dengan kembali kepada ajaran dasar ini yang populernya disebut pada Al-Quran dan Hadits, Muhammadiyah berusaha menghilangkan segala macam tambahan yang datang kemudian dalam agama. Memang di Indonesia keadaan ini terasa sekali, bahwa keadaan keagamaan yang nampak adalah serapan dari berbagai unsur kebudayaan yang ada. Di antara praktek-praktek dan kebiasaan yang bukan berasal dari agama Islam antara lain : pemujaan arwah nenek moyang, benda-benda keramat, berbagai macam upacara dan selamatan, seperti pada waktu-waktu tertentu pada waktu hamil, pada waktu puput pusar, khitanan, pernikahan, dan kematian. Upacara dan doa yang diadakan pada hari ke-3, ke-5, ke-40, ke-100, ke-1000 setelah meninggal. Peristiwa penting yang berssfat sosial yang berhubungan dengan kepercayaan seperti kenduri/ slametan pada bulan Syaban dan Ruwah. Berziarah ke makam orang-orang suci dan minta didoakan. Begitu pula orang sering kali meminta nasehat dan bantuannya kepada petugas agama di desa (seperti modin, rois, kaum) dalam hal-hal yang berhubungan dengan takhayul, misal untuk menolak pengaruh penyakit, yang untuk itu biasanya mereka diberi/dibacakan doa-doa dalam bahasa Arab, yang di antara doa tersebut tidak jarang bagian-bagian yang berbau Agama Hindu atau animisme dari zaman kuno, dan sebagainya. Terhadap tradisi dan kepercayaan di atas banyak orang Islam yang menganggap bahwa hal tersebut termasuk amalan-amalan keagamaan, atau setidak-tidaknya hal tersebut tidak bertentangan. Terhadap tradisi, adat kebiasaan dan berbagai macam kepercayaan di atas banyak kaum muslimin yang melakukannya tanpa reserve, bahkan mereka menganggap bahwa hal di atas termasuk keharusan menurut agama.Untuk itu Muhammadiyah berusaha meluruskan kembali dengan memberantas segala bentuk bidah dan khurafat sepeti bentuk di atas. Usaha Muhammadiyah untuk memurnikan keyakinan umat Islam Indonesia, ialah Muhammadiyah telah mengenalkan penelaahan kembali dan pengubahan drastis, jika diperlukan, menuju penafsiran yang benar terhadap Al-Quran dan Al-Hadits. Usaha pemurnian tersebut antara lain dapat disebut : 1. Penentuan arah kiblat yang tepat dalam bersembahyang, sebagai kebalikan dari kebiasaan sebelumnya, yang menghadap tepat ke arah Barat. 2. Penggunaan perhitungan astronomi dalam menentukan permulaan dan akhir bulan puasa (hisab), sebagai kebalikan dari pengamatan perjalanan bulan oleh petugas agama. 3. Menyelenggarakan sembahyang bersama di lapangan terbuka pada hari raya Islam, Idul Fitri dan Idul Adha, sebagai ganti dari sembahyang serupa dalam jumlah jamaah yang lebih kecil, yang diselengarakan di Masjid. 4. Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan korban pada hari raya tersebut di atas, oleh panitia khusus, mewakili masyarakat Islam setempat, yang dapat dibandingkan sebelumnya dengan memberikan hak istimewa dalam persoalan ini pada pegawai atau petugas agama (penghulu, naib, kaum. modin, dan sebagainya). 5. Penyampaian khutbah dalam bahasa daerah, sebagai ganti dari penyampaian khutbah dalam bahasa Arab. 6. Penyederhanaan upacara dan ibadah dalam upacara kelahiran, khitanan, perkawinan dan pemakaman, dengan menghilangkan hal-hal yang bersifat politheistis darinya. 7. Penyerderhanaan makam, yang semula dihiasi secara berlebihan. 8. Menghilangkan kebiasaan berziarah ke makam orang-orang suci (wali).

9. Membersihkan anggapan adanya berkah yang bersifat ghaib, yang dimiliki oleh para kyai/ulama tertentu, dan pengaruh ekstrim dari pemujaan terhadap mereka. 10. Penggunaan kerudung untuk wanita, dan pemisahan laki-laki dengan perempuan dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan. Dalam rangka usaha tersebut, tidak sedikit rintangan yang dialami. Beberapa tafsir Muhammadiyah tentang Al-Quran dan Al-Hadits menimbulkan debat theologis di antara ulama.Tetapi kemudian, beberapa hal yang dipelopori oleh Muhammadiyah menjadi umum di kalangan umat Islam di Indonesia. Untuk membahas, apakah adat istiadat/tradisi serta kepercayaan berlaku di masyarakat itu sesuai dengan Al-Quran dan Hadits atau tidak, dalam Muhammadiyah dibicarakan oleh suatu lembaga yang bernama Lajnah Tarjih. Tarjih ini adalah merupakan realisasi dari prinsip, bahwa pintu ijtihad tetap terbuka. Majlis Tarjih didirikan atas dasar keputusan kongres Muhammadiyah ke- XVI pada tahun 1927, atas usul dari K.H. Mas Mansyur. Fungsi dari majlis ini adalah mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum tentang masalah-masalah tertentu. Masalah itu tidak perlu semata-mata terletak pada bidang agama dalam arti sempit, tetapi mungkin juga terletak pada masalah yang dalam arti biasa tidak terletak dalam bidang agama, tetapi pendapat apapun juga haruslah dengan sendirinya didasarkan atas syariah, yaitu Quran dan Hadits, yang dalam proses pengambilan hukumnya didasarkan pada ilmu ushul fiqh. Majlis ini berusaha untuk mengembalikan suatu persoalan kepada sumbernya, yaitu Al-Quran dan Al-Hadits, baik masalah itu semula sudah ada hukummnya dan berjalan di masyarakat tetapi masih dipertikaikan di kalangan umat Islam, ataupun yang merupakan masalah-masalah baru, yang sejak semula memang belum ada ketentuan hukumnya, seperti masalah keluarga berencana, bayi tabung, bank dan lain-lain. G. Pendidikan Islam Masa Orde Lama (Zaman Kemerdekaan) Era Orde Lama yang dalam tulisan ini dimaksudkan kepada rentang waktu antara di Proklamasikannya Indonesia Merdeka sampai dengan masa Mundurnya Soekarno dari jabatan Presiden. Pada zaman orde lama di bawah kepemimpinan Soekarno, Indonesia baru menunjukkan eksistensinya sebagai negara yang merdeka, negara yang berdaulat, dan negara yang baru saja merasakan nikmatnya sebuah kebebasan. Dengan semangat kemerdekaan itulah Indonesia setapak demi setapak namun pasti menuju ke arah kemajuan. Islam pada saat setelah Merdeka masih memegang peranan penting dalam mempertahankan kemerdekaan. Pada masa perumusan dasar-dasar negara Indonesia. Terdapat dua kelompok perumusan yaitu kelompok Islam yang terdiri dari para Ulama-Ulama dan kelompok Nasionalis yang terdiri dari pada kelompok bangsawan-bangsawan. Kelompok Islam mengatakan dasar-dasar negara Indonesia harus berdasarkan Agama Islam, sedangkan Kelompok Nasionalis harus berdasarkan pada Pancasila. Namun pada akhirnya rumusan Undang-undang Dasar Negara Indonesia tersebut sejalan dengan paham Nasionalis. Dengan alasan mengingat di Indonesia terdapat beberapa agama. Pastilah sejarah mencatat bagaimana pemerintah Orde Lama memberikan sumbangsih yang signifikan terhadap perkembangan pendidikan Islam. Perkembangan Islam pada masa Orde Lama sangat terkait dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri 3 Januari 1946. lembaga ini secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Secara lebih

spesifik, usaha ini ditangani oleh suatu bagian khusus yang mengurusi masalah pendidikan agama. Dalam salah satu nota Islamic education in Indonesia yang disusun oleh bagian pendidikan Departemen Agama pada tangga l1 September 1956, tugas bagian pendidikan agama ada tiga, yaitu memberi pengajaran agama di sekolah negeri dan partikulir, memberi pengetahuan umum di Madrasah, dan mengadakan Pendidikan Guru Agama serta Pendidikan Hakim Islam Negeri. Tugas pertama dan kedua dimaksudkan untuk upaya konvergensi pendidikan dualistis, sedangkan tugas yang ketiga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pegawai Departemen Agama itu sendiri. Berdasarkan keterangan di atas, ada dua hal yang penting berkaitan dengan pendidikan Islam pada masa Orde Lama, yaitu pengembangan dan pembinaan madrasah dan pendidikan Islam di sekolah umum.[5] Pada masa setelah kemerdekaan Islam dikembangkan melalui madrasah-madrasah yang bernaung dibawah kementrian agama. Mempelajari perkembangan madrasah terkait erat dengan peran Departemen Agama sebagai andalan politis yang dapat mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian yang terus menerus dari kalangan pengambil kebijakan. Tentunya, tidak juga melupakan usaha-usaha keras yang sudah dirintis oleh sejumlah tokoh seperti Ahmad Dahlan, Hasyim Asyari dan Mahmud Yunus. Dalam hal ini, Departemen Agama secara lebih tajam mengembangkan program-program perluasan dan peningkatan mutu madrasah.[6] Pada masa demokrasi terpimpin yang menimbulkan banyak kekacauan dan ketegangan politik serta keruntuhan ekonomi, bagi Ummat Islam. Sampai tahap-tahap tertentu perhatian dialihkan dari kehidupan politik kepada masalah-masalah pendidikan, pengajaran agama, dakwah dan latihan kepemimpinan Islam. Dalam hal ini Kementrian Agama berperan sangat penting. Disamping ajaran-ajaran agama dikembangkan melalui Pesantren-Pesantren.[7] Selama hampir 5 tahun setelah Proklamasi kemerdekaan, Indonesia memasuki masamasa Revolusi (1945-1950), Menyusul kekalahan Jepang dari tentara sekutu. Selama periode ini tidak hambatan serius yang menghalangi hubungan antara kelompok Islam dengan Kelompok Nasionalis. Walaupun diantar kedua kelompok ini memiliki perbedaan Ideologi. H. Pendidikan Islam Masa Orde Baru Setelah presiden Soekarno turun, Menyusul gagalnya Kudeta oleh partai Komunis pada 1965, dan dan Soekarno pun Meletakkan Jabatanya sebagai presiden, secara otomatis rezim orde lama juga terhenti. Bersamaan dengan itu, maka lahirlah orde lain sebagai penerus perjuangan. Orde ini tak lain adalah orde baru yang dipimpin oleh presiden Suharto. Orde ini berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama, yaitu kurang lebih 32 tahun. Sejarah itu sumber pelajaran yang sangat berharga, sehingga kita perlu menggali lebih jauh perjalanan panjang orde baru yang diperankan oleh sang diktator berdarah dingin (Soeharto) dalam upayanya membungkam lawan-lawan politiknya, terutama umat Islam yang dianggap sebagai ancaman utama bagi kelangsungan kekuasaannya, yang biasa dia sebut sebagai ancaman ekstrem kanan. Hal mana dia sebagai panglima tertinggi ABRI dapat menggunakannya sebagai alat memberangus hak politik umat Islam. Sejak 1951 Soeharto sudah menunjukkan sikap keras terhadap semua pihak yang memperjuangkan idiologi Islam. Maka, ketika ditengarai bahwa TNI 426 di Jawa Tengah mengadopsi idiologi Islam karena mereka mantan pasukan Hizbullah dan Sabilillah, dia tumpas habis.[8] Sepuluh tahapan awal (19661976) sebagai tahap pengkondisian, menurut Dr. Din Syamsuddin, dalam Bukunya yang Berjudul Islam & Politik Era Orde Baru Dapat dicatat

bahwa respon umat Islam terhadap perubahan politik selama sepuluh tahun pertama orde baru (19661976) yang dalam hubungannya dengan agenda depolitisasi Islam dapat dipandang sebagai suatu pengkondisian hubungan antara Islam dengan negara Pancasila dan politik. Adapun tahapan kedua, antara tahun 19761986 merupakan masa uji coba. Rezim menguji depolitisasi Islam secara formal dengan menetapkan undang-undang yang mewajibkan semua partai politik dan organisasi. Agenda politik rezim orde baru mencakup depolitisasi Islam. Proyek ini didasarkan pada anggapan bahwa Islam yang kuat secara politik akan menjadi hambatan bagi modernisasi. Ada beberapa orang di kalangan elit pemerintah yang kecewa dengan kualitas dan kemampuan para pemimpin Islam tradisional. Lepas dari masalah phobia Islam tertentu di antara kebanyakan anggota kelompok yang berkuasa, yang secara kebetulan terdiri dari para intelektual sekuler (elit militer, sosialis, dan Kristen), pandangan demikian mengandung logika politiknya sendiri, yakni bahwa dengan mendepolitisasi Islam, mereka akan mempertahankan kekuasaan dan melindungi kepentingan-kepentingan mereka. Dengan mempertimbangan asumsi tersebut, orang dapat melihat dimensi politik tertentu dari idiologi modernisasi atau pembangunan yang dijalankan oleh rezim. Penerapan idiologi ini merupakan keputusan strategis yang sekurang-kurangnya mempunyai dua implikasi politik. Pertama, rezim orde baru akan mempunyai suatu basis idiologis yang kuat yang menyentuh kebutuhan pokok rakyat, sehingga rakyat akan memberikan dukungan dan partisipasi dalam politik, atau seperti yang ditulis Alfian bahwa pembangunan menjadi salah satu simbol legitimasi politik.Kedua, dukungan politik dan partisipasi rakyat pada gilirannya akan mempertahankan kontinuitas proses pembangunan dan kekuasaan rezim. Interaksi dinamis antara partisipasi politik dan pelembagaan politik kemudian diharapkan terjadi melalui rekayasa politik, termasuk depolitisasi Islam bisa diimplementasikan. Setelah pemerintah orde baru berhasil memaksakan partai-partai Islam berfusi dalam PPP, terlihat dari dokumen partai itu masih berjuang bagi kepentingan umat Islam dengan tanda gambar Kabah. Pada tahun 1977 pemerintah, melalui Menteri Dalam Negeri, Amir Mahmud dan Sekjen Departemen Agama, Bahrun Rangkuti, sangat keberatan terhadap penggunaan tanda gambar Kabah dalam pemilu tahun 1977. Tampilnya PPP sebagai partai Islam dianggap pemerintah sebagai ancaman. PPP dituduh mendapat bantuan dari Libya dan dihubunghubungkan dengan komando jihad. Akhirnya, diciptakan isu SARA dengan membuat tragedi Tanjung Priok tanggal 12 September 1984. Klimaksnya, rezim orde baru pada tahun 1985 memaksakan Pancasila sebagai asas tunggal bagi seluruh parpol dan ormas. Inilah pohon buruk bernama orde baru dengan konsep Dwifungsi ABRI-nya. I. Pendidikan Islam Era reformasi Masa reformasi adalah masa perubahan sistem pemerintahn Indonesia. Dan ditandai dengan runtuhnya Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Pada tahun 1999, setelah rezim orde baru jatuh, Indonesia memulai kehidupan barunya dengan melaksanakan pemilu secara jurdil dan demokratis. Masa ini cukup dikenal sebagai "orde reformasi". Sebuah orde di mana saat itu dilakukan reformasi secara total dengan agenda-agenda yang sejak lama direncanakan. Pasca reformasi perkembangan fenomena Islam di tanah air mengalami perubahan bentuknya yang paling komplek. Sebagai sebuah kesinambungan dari sejarah pergulatan pemikiran Islam di tanah air, era reformasi memang memberikan semacam peluang sekaligus tantangan atau bahkan godaan. Kedewasaan umat muslim di tanah air diuji oleh isu-isu regional, nasional bahkan global. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi membentang dari wacana intelektual sampai realitas yang paling radikal dalam berbagai aspek kehidupan beragama dan bernegara.

Seakan tak mau kehilangan kesempatan langka, euporia ekspresif masyarakat dari berbagai lapisan dan golongan turun mewarnai proses transisi demokrasi pasca reformasi 98. Tentunya hal ini tak bisa dilepaskan dari umat muslim sebagai pemeluk agama mayoritas. Pendekatan yang digunakan kaum muslimin sebagaimana diungkapkan Gus Dur adalah menyelesaikan masalah yang dianggap -menentang dengan jawaban yang dianggap paling- tepat. [9] Di Indonesia aliran pemikiran Hukum Islam diperankan oleh sedikitnya tiga aliran utama yang khas pemikiran Hukum Islam yaitu tekstual, liberal dan moderat. Sebagaimana tampak terlihat perbedaannya bukan lagi didasarkan pada aliran mazhab yang telah mempunyai batasan yang jelas. Seperti mengulang-ulang sejarah saja, bagi mereka yang paham dengan historisitas pertumbuhan hukum Islam pasti sudah mengetahui betul karakteristik ketiga aliran pemikiran ini. [10] Aliran pemikiran hukum tak pernah lepas dari tiga arus utama ini, tinggal lagi dominasinya yang kadang berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan umat Islam di suatu tempat dan waktu. Bisa saja aliran yang cenderung liberal yang mendominasi, aliran yang lainnya kurang diapresiasi atau kadang aliran yang tekstual yang mendominasi sedangkan aliran yang lainnya tak mendapatkan tempat. Namun seringkali aliran moderat mendominasi sedangkan dua aliran pemikiran yang lain hanya sebagai pengembangan sayapnya

Anda mungkin juga menyukai