Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERADABAN ISLAM PADA MASA

Kerajaan Safari persia, Mughol India, dan Turki Utsmani

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu :
Drs. H. Maman Tohaman, M. Ag

Disusun oleh:

Muhammad Wahyu Maulana

Muhammad Aril Ramdani

Hasbi Hasbullah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

STAI MIFTAHUL HUDA

SUBANG 2023 M / 1444 H


Kata Pengantar

Alhamdulillahirobbil ‘alamin segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Tuhan Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Dengan mengucap syukur kehadirat Allah Swt, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, dan karunianya, sehingga kita semua dapat menjalankan kewajiban kita
yaitu menuntut ilmu sebagai bekal kesempurnaan ibadah kita kepada-Nya. Shalawat serta salam
tercurah kepada suri tauladan umat baginda Nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabat, dan juga
pengikutnya hingga akhir zaman.

Atas segala kehendak-Mu makalah yang berjudul “Peradaban islam pada masa Kerajaan
Safari persia, Mughol India, dan Turki Utsmani” dapat diselesaikan dalam rangka penugasan
kelompok Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam.

Kami menyadari bahwa segala apa yang telah dicapai tidak akan pernah terwujud tanpa izin
dan kehendak Allah Swt, dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kami haturkan kepada bapak
pembimbing yang selalu memberikan dukungan dan nasehat kepada kami selama masa perkuliahan
ini sampai selesai.

Semoga makalah ini bisa menjadi tolak ukur bagi kamu serta dapat bermanfaat bagi para
mahasiswa lainnya dalam menambah wawasannya tentang sejarah peradaban islam terutama
Peradaban islam pada masa Kerajaan Safari persia, Mughol India, dan Turki Utsmani.
Daftar isi
BAB I......................................................................................................................................................7
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................7
Latar Belakang...................................................................................................................................7
BAB II.....................................................................................................................................................8
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................8
A. Kerajaan Safawi di Persia.......................................................................................................8
B. Kerajaan Mughol India...........................................................................................................9
C. Sejarah Kesultanan Utsmaniyah..........................................................................................14
BAB III..................................................................................................................................................17
PENUTUP.............................................................................................................................................17
A. Kesimpulan..............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemunculan tiga kerajaan Islam yaitu Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi serta Persia
dan Kerajaan Mughal juga India sudah banyak menaruh donasi bagi perkembangan peradaban Islam.
Kerajaan Usmani meraih masa kejayaannya dibawah kepemimpinan Sultan Sulaiman Al-Qanuni
(1520-1566 M) serta Kerajaan Safawi, Syah Abbas I membawa kerajaan mencapai dan meraih
kemajuan dalam 40 tahun periode kepemerintahannya pada tahun 1588-1628 M. Dan pada Kerajaan
Mughal meraih masa keemasan dibawah Sultan Akbar (1542-1605 M). Seperti takdir yang sudah
Allah tentukan pada setiap kejayaan tentu akan berganti menggunakan kemunduran bahkan sebuah
kehancuran. Demikian jugadengan yang terjadi dalam ketiga kerajaan tadi. Setelah pemerintahan yang
gilang gemilang pada bawah kepemimpinan tiga raja itu, masing-masing kerajaantersebut mengalami
fase kemunduran. Namun, penyebab kemunduran tadi berlangsung menggunakan kecepatan yang
berbeda-beda. Kemunduran-kemunduran inilah yang akan penulis bahas pada makalah ini. Lantaran
pengaruhnya sangat akbar terhadap kelangsungan peradaban Islam secara keseluruhan.

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kerajaan Turki Usmani.
2. Bagaimana sejarah kerajaan Dinasti Safawi Persia.
3. Bagaimana sejarah kerajaan Dinasti Mughal India
B. Tujuan
Berpijak dari hal diatas, maka dalam tulisan iniakan dieksplorasi secara luas tentang:

1. Perkembangan sejarah kerajaan Turki Usmani.

2. Perkembangan sejarah kerajaan Dinasti Safawi Persia.

3. Perkembangan sejarah kerajaan Dinasi Mughal India.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerajaan Safawi di Persia


1. Asal Usul Berdirinya.
Sebelum menjadi sebuah kerajaan besar, pada awalnya kerajaan Safawi hanya merupakan
gerakan atau aliran tarekat yang didirikan oleh Safi al-Din Ishak al-Ardabily (1252-1334 M) di
Ardabil, Azerbijan.3 Tarekat ini dinamakan Safawi yang diambil dari nama pendirinya. Nama
tersebut bertahan hingga aliran ini beralih menjadi gerakan politik, bahkan hingga berhasil
mendirikan kerajaan. Safi al-Din adalah seorang sufi yang beraliran Syi’ah. Beberapa ahli
sejarah mengatakan bahwa ia adalah keturunan imam ketujuh Syi’ah Itsna ‘Asyariah, Musa al-
Qasim.4Gurunya bernama Syaikh Taj al-Din Ibrahim Zahid sekaligus sebagai mertuanya.
Sebelum gurunya wafat,. Safi al-Din ditunjuk sebagai penggantinya untuk memimpin tarekat
Zahidiyah yang didirikan oleh gurunya.5 Di bawah kepemimpinannya Zahidiyah beralih
menjadi Safawiyah. Para pengikutnya sangat teguh memegang ajaran agama.

Dalam tarekat ini, apabila terjadi pergantian pemimpin maka dilakukan dengan sistem
penunjukan langsung, yaitu apabila seorang ayah wafat, pimpinan tarekat yang dipimpinnya
diambil alih oleh putranya. Hal ini menjadi tradisi turuntemurun dalam tubuh tarekat. Setelah
Safi al-Din wafat, ia digantikan oleh putranya Sadr al-Din (1334-1399 M) lalu Khawaja Ali
(1399-1427) M), lalu Ibrahim (1427-1447 M).

Rupanya mereka terpengaruh oleh konsep imamah syi’ah bahwa imam itu ditunjuk
langsung dan secara turun temurun. Dalam perjalanannya, tarekat Safawi ini perlahan-lahan
berubah dari gerakan tarekat murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar
pengaruhnya di Persia, Syria dan Anatolia (Asia kecil)7 dan pengikutnya pun semakin
bertambah. Fanatisme terhadap tarekat ini yang menentang sikap orang yang tidak mengikuti
faham mereka, memotivasi gerakan ini memasuki dunia politik. Kecendrungan ini terwujud
pada masa kepemimpinan Junaid (1447-1460). Safawi mulai

terlibat dalam konflik-konflik dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada di Persia ketika
itu, misalnya komflik dengan Kara Konyunlu yang bermazhab Syi’ah.

Karena kegiatan politiknya, ia mendapat tekanan dari Kara Konyunlu dan berhasil
diusir, sehingga dia diasingkan di Diyar Bakr. Di daerah tersebut ia meminta suaka politik
kepada AK Konyunlu dan tinggal di Istana Uzun Hasan, seorang amir di daerah tersebut. Di
istana tersebut Junaid tidak tinggal diam, ia mengumpulkan dan memperbanyak pengikutnya.
Dan untuk memperkuat kedudukannya ia berusaha merebut Ardabil (1459 M), tetapi gagal
pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Siscassia, tetapi dihadang oleh tentara Syirwan. Ia
sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut.9 Ketika Junaid wafat ia digantikan oleh putranya,
Haedar (1470 M).10 Ketika itu usia Haidar baru berumur 10 tahun, ia di didik oleh Uzun Hasan
sampai ia dewasa dan sanggup memegang tampuk pemerintahan pusaka ayah dan nenek
moyangnya. Untuk mempererat hubungannya dengan Uzun Hasan, ia juga menikahi putrinya.
Dari hasil perkawinannya itu lahir tiga orang putera yaitu Ali, Ismail dan Ibrahim. Pada masa
pemerintahannya, ia membuat lambang baru untuk para pengikutnya, yaitu serban merah
dengan 12 jambul,11 yang pasukannya itu dikenal dengan nama “Qizilbasy” (pasukan baret
merah).

Pada masa pemerintahan Haidar, ia melanjutkan persekutuan ayahnya dengan


AK.Koyunlu untuk melawan Kara Koyunlu. Dan Ia berhasil mengalahkan Kara Konyunlu.
Akan tetapi persekutuannya dengan AK.Koyunlu berantakan dan berakhir bahkan sampai
bermusuhan. AK.Koyunlu menganggap Safawi sebagai rival politiknya dalam meraih
kekuasaan. Oleh karena itu AK.Koyunlu berusaha melenyapkan kekuatan militer dan
kekuasaan Safawi. Dan pada tahun 1488, ketika pasukan Haidar menyerang wilayah Sircasia
dan pasukan AK.Koyunlu memberikan bantuan militer kepada pasukan Syirwan, sehingga
pasukan Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut.

Kekalahan dan kematian Haidar, tidak membuat pasukannya putus asa. Mereka berkumpul
di Ardabil dan membaiat Ali, putra sulung Haidar, sebagai pemimpin mereka. Akan tetapi,
karena ketidak senangan AK.Koyunlu, dibawah kepemimpinan Ya’kub, Ali beserta ibu dan
kedua adiknya ditangkap dan dipenjarakan selama 4,5 tahun (1489-1493 M). Pada tahun 1493
M, mereka dibebaskan dengan syarat Ali harus membantu Rustam, putra mahkota AK.Koyunlu
untuk menyingkirkan rival politiknya (sepupunya sendiri) dalam menduduki tahta kekuasaan.
Setelah itu Ali kembali ke Ardabil. Karena khawatir akan pengaruh Ali semakin meluas.
Rustam menyerang Ali (1494) dan dalam serangan tersebut Ali terbunuh. Kekuatan gerakan
Safawi bangkit kembali setelah dipimpin oleh Ismail bin Haidar (1501-1524 M), yang
sebelumnya ditunjuk oleh Ali.

Pada saat tentara AK.Koyunlu menyerang Safawi (1494), Ismail meloloskan dirinya dan
lari ke Ghilan. Ditempat persembunyiannya ia menghimpun kekuatan dan memelihara
hubungan baik dengan para pengikutnya di Azerbijan, Syria dan Anatolia selama lima tahun ia
bersiap siaga dengan pasukan Qizilbasy nya yang bermarkas di Gilan. Pada tahun 1501,
pasukannya berhasil mengalahkan pasukan AK.Koyunlu, dengan menaklukkan Tybriz, pusat
kekuasaan AK.Koyunlu. Di kota inilah Ismail memproklamirkan dirinya sebagai Syah Ismail I,
penguasa I kerajaan Safawi. Dan sepuluh tahun kemudian, kerajaan Safawi menguasai seluruh
Persia.

Dengan demikian semakin tegaklahkerajaan Safawi dengan sistem pemerintahan teokrat,


dan menjadikan Syi’ah Itsna Asyariah sebagai mazhab resmi Negara.Demikianlah sejarah asal
usul pembentukan kerajaan Safawi, yang dengan eksistensinya sangat penting dalam sejarah
Persia. Hal tersebut disebabkan oleh konsolidasi Syi’ah – Persia mendapatkan cita baru
solidaritas dan kebanggaan yang membuat dunia dapat memasuki zaman modern dengan
keutuhan integritas teritorial dan semangat kebangsaannya.

B. Kerajaan Mughol India


(1) Sejarah Berdiri dan Perkembangan Dinasti Mughal
Dinasti Mughal adalah salah satu diantara kemegahan Islam yang tidak dapat dilupakan. Pada
zaman dahulu, bangsa mughal terkenal sebagai perusak besar kebudayaan Islam yang telah
didirikan oleh Abbasiyah, yang dikepalai oleh Hulagu Khan, namun anak cucu mereka malah
menjadi penyiar Islam yang gagah perkasa (Hamka, 1975, p. 139). Dinasti Mughal (1256-1858
M) merupakan kekuasaan Islam terbesar pada anak benua India, yang didirikan oleh Zahiruddin
Babur (1526-1539 M), salah satu dari cucu Timur Lenk. Dia berambisi dan bertekad untuk
menaklukkan Samarkhand yang menjadi kota penting di Asia Tengah pada masa itu. Dengan
bantuan dari Raja Safawi, Ismail I, akhirnya dia berhasil menaklukkan Samarkhand tahun 1492
M, dan pada tahun 1504 M Babur menduduki Kabul, Ibu kota Afganistan. Setelah Kabul dapat
ditaklukkan, Babur meneruskan ekspansinya ke India yang saat itu diperintah Ibrahim Lodi,
yang sedang mengalami masa krisis, sehingga stabilitas pemerintah menjadi kacau. Alam Khan,
paman dari Ibrahim Lodi, bersama-sama Daulat Khan, Gubernur Lahore, mengirim utusan ke
Kabul, dia meminta bantuan Babur untuk menjatuhkan pemerintahan Ibrahim Lodi di Delhi.
Permohonan itu langsung diterimanya. Pada tahun 1525 M, Babur berhasil menguasai Punjab
dengan ibu kotanya Lahore. Setelah itu, dia memimpin tentaranya menuju Delhi. Pada tanggal
21 April 1526 M terjadilah pertempuran yang dahsyat di Panipat antara Ibrahim Lodi dan
Zahiruddin Babur, yang terkenal dengan pertempuran Panipat I. Ibrahim Lodi terbunuh dan
kekuasaannya berpindah ke tangan Babur, sejak itulah berdri dinasti Mughal di India, dan Delhi
dijadikan ibu kotanya.
Berdirinya Dinasti Mughal menyebabkan bersatunya raja-raja Hindu Rajput (seperti Rana
Sanga) di seluruh India dan menyusun angkatan perang yang besar untuk menyerang Babur.
Namun gabungan pasukan Hindu dapat dikalahkan Babur, sementara itu, di Afghanistan sendiri
masih ada golongan yang setia kepada keluarga Lodi. Mereka mengangkat adik kandung
Ibrahim Lodi, Mahmud menjadi sultan. Tetapi Sultan Mahmud Lodi dengan mudah dikalahkan
Babur dalam pertemupuran dekat Gogra tahun 1529 M (Ahmed, 2003).

Pada tahun 1530 M Babur meninggal dunia dalam usianya 48 tahun. Dia meninggalkan
wilayah kekuasaan yang luas, kemudian pemerintahan pun dipegang oleh anaknya Humayun.
Pada pemerintahan Humayun (1530-1540 dan 1555-1556 M), kondisi negara tidak stabil karena
dia banyak menghadapi tantangan dan perlawanan dari musuhmusuhnya. Di antara tantangan
yang muncul adalah pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang memisahkan diri
dari Delhi.

Pada tahun 1540 M terjadi pertempuran dengan Sher Khan di Kanauj. Dalam pertempuran ini
Humayun kalah dan melarikan diri ke Kendahar dan kemudian ke Persia. Dipengasingan ini,
dia menyusun kekuatannya, dan di sinilah dia mengenal tradisi Syi’ah. Pada saat itu, Persia
dipimpin oleh penguasa Safawiyah yang bernama Tahmasp. Setelah lima belas tahun menyusun
kekuatannya dalam pengasingan di Persia, dia kembali menyerang musuh-musuhnya dengan
bantuan raja Persia. Humayun dapat mengalahkan Sher Khan setelah lima belas tahun berkelana
meninggalkan Delhi. Dia kembali ke India dan menduduki tahta kerajaan Mughal pada tahun
1555 M. Pada tahun 1556 Humayun meninggal dunia karena jatuh dari tangga istananya pada
bulan Januari 1556 dan kemudian digantikan oleh anaknya Akbar Khan.

Akbar Khan (1556-1605) sewaktu naik tahta berumur 15 tahun, sehingga pada masa awal
pemerintahannya, Akbar menyerahkan urusan kenegaraan pada Bairam Khan, seorang Syi’i.
Awal periode ini ditandai dengan berbagai pemberontakan. Bairam Khan harus menghadapi
sisa-sisa pemberontakan keturunan Sher Khan yang masih berkuasa di Punjab. Selain itu
pemberontakan yang mengancam pemerintahan Akbar adalah seorang penguasa Gwalior dan
Agra. Pasukan Hemu berusaha memasuki kota Delhi, Bairam Khan menyambut pemberontakan
ini dengan mengarahkan pasukan yang besar. Pertempuran antara keduanya dikenal sebagai
pertempuran Panipat II, terjadipada tahun 1556 M. Pasukan Bairam Khan berhasil
memenangkan peperangan ini, sehingga wilayah Agra dan Gwalior dapat dikuasai secara penuh
(Yatim 2002:147–149).

Setelah Akbar dewasa, dia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai
pengaruh sangat kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran Syi’ah. Bairam Khan
mencoba untuk memberontak, tetapi usahanya ini dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur
tahun 1561 M. Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai melakukan
ekspansi. Dia berhasil mengusai Chundar, Ghond, Chritor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat,
Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Admadnagar, dan Ashgar.

Setelah Akbar dewasa, dia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai
pengaruh sangat kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran Syi’ah. Bairam Khan
mencoba untuk memberontak, tetapi usahanya ini dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur
tahun 1561 M. Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai melakukan
ekspansi. Dia berhasil mengusai Chundar, Ghond, Chritor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat,
Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Admadnagar, dan Ashgar. Ilmu
pengetahuan dan peradaban. Kemajuan di bidang ekonomi ditandai dengan kemajuan sektor
pertanian dan perindustrian. Setelah Akbar, maka penguasa selanjutnya adalah Jahangir (1605-
1628 M), putera Akbar. Jahangir penganut ahlusunnah wal jamaah. Pemerintahan Jahangir juga
diwarnai dengan pemberontakan, seperti pemberontakan di Ambar yang tidak mampu
dipadamkan. Pemberontakan juga muncul dari dalam istana yang dipimpin oleh Kurram,
puteranya sendiri. Dengan bantuan panglima Muhabbat Khar, Kurram menangkap dan
menyekap Jahangir. Tetapi berkat usaha permaisuri, permusuhan ayah dan anak dapat
didamaikan.
Akhirnya setelah Jahangir meninggal, Kurram naik tahta dan bergelar Muzaffar Shahabuddin
Muhammad Shah Jehan Padishah Ghazi. Shah Jehan (1627-1658 M), pemerintahannya
diwarnai dengan timbulnya pemberontakan dan perselisihan di kalangan keluarganya sendiri.
Seperti dari ibunya, adiknya Syahriar yang mengukuhkan dirinya sebagai kaisar di Lahore.
Namun pemberontakan itu dapat diselesaikannya dengan baik. Pada pemberontakan 1657 M,
Shah Jehan jatuh sakit dan mulai timbullah perlombaan dikalangan anak-anaknya, karena saling
ingin menjadi kaisar. Dalam pertarungan itu, Aurangzeb muncul sebagai pemenang karena telah
berhasil mengalahkan saudara-saudaranya yaitu, Dara, Sujak, dan Murad (Mahmudunnasir,
1994, p. 369). Aurangzeb adalah Sultan Mughal besar terakhir yang memerintah mulai tahun
1658-1707 M. Dia bergelar Alamgir Padshah Ghazi. Dia adalah penguasan yang berani dan
bijak. Kebesarannya sejajar dengan raja Akbar, pendahulunya. Di akhir pemerintahannya, dia
berhasil menguasai Deccan, Bangla dan Aud. Sistem yang dijalankan Aurangzeb banyak
berbeda dengan pendahulunya. Kebijakan-kebijakan yang telah dirintis oleh raja-raja
sebelumnya banyak diubah, khususnya yang menyangkut hubungan dengan orang Hindu.
Aurangzeb adalah penguasa Mughal yang membalik kebijakan konsiliasi dengan Hindu. Di
antara kebijakannya adalah melarang minuman keras, perjudian, prostitusi, dan penggunaan
narkotika (1659 M). Tahun 1664, dia juga mengeluarkan dekrit yang isinya tidak boleh
memaksa perempuan untuk satidaho, yaitu pembakaran diri seorang janda yang ditinggal mati
suaminya, tanpa kemauan yang bersangkutan. Akhirnya praktik ini dihapus secara resmi pada
masa penjajahan Inggris. Aurangzeb juga melarang pertunjukan musik di istana, membebani
non muslim dengan poll-tax, yaitu pajak untuk mendapatkan hak memilih (1668 M), menyuruh
perusakan kuil-kuil Hindu dan mensponsori pengkodifikasian hukum Islam yang dikenal
dengan Fatwa Alamgiri. Tindakan Aurangzeb di atas menyulut kemarahan orang-orang Hindu.
Hal inilah yang akhirnya menimbulkan pemberontakan di masanya. Namun, karena Aurangzeb
sangat kuat, pemberontakan itu pun dapat dipadamkan. Meskipun pemberontakan-
pemberontakan tersebut dapat dipadamkan, tetapi tidak sepenuhnya tuntas. Hal ini terbukti
ketika Aurangzeb meninggal (1707 M), banyak wilayah-wilayah memisahkan diri dari Mughal
dan terjadi pemberontakan oleh golongan Hindu. Setelah Aurangzeb meninggal (1707 M),
maka dinasti Munghal ini dipimpin oleh sultan-sultan yang lemah yang tidak dapat
mempertahankan eksistensi kesultanan Mughal hingga berakhir pada raja terakhir Bahadur
Syah II (1837-1858 M).

(2) Kemajuan Peradaban dan Pemikiran Islam pada Masa Dinasti Mughal
Masa kejayaan Mughal dimulai pada pemerintahan Akbar (1556-1605 M), dan tiga raja
penggantinya, yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb
(1658-1707 M). Setelah itu, kemajuan kerajaan Mughal tidak dapat lagi dipertahankan oleh
raja-raja berikutnya. Akbar menggantikan ayahnya, pada saat ia berusia empat belas tahun,
sehingga seluruh urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Kahan, seorang Syi’i. Pada masa
pemerintahannya, Akbar melancarkan serangan untuk memerangi pemberontakan sisa-sisa
keturunan Sher Khan Shah yang berkuasa di Punjab. Pemberontakan lain dilakukan oleh Hilmu
yang menguasai Gwalior dan Agra. Pemberontakan tersebut disambut oleh Bairam Khan
sehingga terjadilah peperangan dahsyat, yang disebut Panipat I pada tahun 1556 M. Himu dapat
dikalahkan dan ditangkap kemudian dieksekusi. Dengan demikian, Agra dan Gwalior dapat
dikuasai penuh (Zubaidah, 2016, p. 122). Setelah Akbar dewasa, ia berusaha menyingkirkan
Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh kuat dan terlampau memaksakan kepentingan
aliran Syi’ah. Bairam Khan memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur
tahun 1561 M. Setelah persoalan dalam negeri dapat di atasi, Akbar mulai menyusun program
ekspansi. Ia dapat menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat,
Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah.
Wilayah yang sangat luas itu diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik. Hal itu membuat
kerajaan Mughal menjadi sebuah kerajaan besar. Wilayah Kabul dijadikan sebagai gerbang kea
rah Turkistan dan kota Kandahar sebagai gerbang ke arah Persia. Akbar berhasil menerapkan
bentuk politik sulakhul (toleransi universal), yaitu politik yang mengandung ajaran bahwa
semua rakyat India sama kedudukannya tidak dapat dibedakan oleh etnis atau agama.
Keberhasilan yang dicapai Akbar dapat dipertahankan oleh penerusnya yang bernama Jehangir,
Syah Jehan, dan Aurangzeb yang mana, mereka memang terhitung raja-raja yang besar dan
kuat. Segala macam pemberontakan dapat dipadamkan, sehingga rakyat merasa aman dan
damai.

Pada masa Syah Jehan banyak pendatang Portugis yang bermukim di Hugli Bengala,
menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepada mereka dengan jalan menarik pajak dan
menyebarkan agama Kristen. Kemudian Syah Jehan meninggal pada tahun 1658 M dan
terjadinya perebutan tahta kerajaan di kalangan istana. Akhirnya, kerajaan Mughal terpecah
menjadi beberapa bagian, yaitu Shuja menobatkan dirinya sebagai Raja di Bengala, Murad
menobatkan dirinya sebagai Raja di Ahmadabad. Shuja bergerak memasuki pemerintahan
Delhi. Namun pasukan Aurangzeb berhasil mengalahkannya pada tahun 1658 M. Kemudian
Aurangzeb memerangi pasukan Murad dan dimenangkan oleh Aurangzeb sendiri. Oleh karena
itu, Aurangzeb secara resmi dinobatkan menjadi Raja Mughal. Berikut beberapa kemajuan
peradaban dan keilmuan pada masa Dinasti Mughal antara lain:

1. Bidang Politik dan Administrasi Pemerintah

Pada masa pemerintahan Akbar, dia berhsil mencapai keemasan. Hal ini berkat politik
yang diterapkannya yaitu politik Sulakhul atau toleransi universal. Sehingga masa
pemerintahannya cukup berhasil dan wilayah kekuasaannya pun semakin meluas seperti
Chubdar, Ghond, Chitor, Kashmir, Bengal, Bihar, Gujarat, Orissa, Deccan, Gawilgarh,
Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Usaha ini berlangsung hingga masa Aurangzeb. Pada
pemerintahan Akbar banyak ditetapkan kebijakan seperti menata system pemerintahannya
dengan system militer termasuk ke seluruh daerah taklukannya. Pemerintahan daerah
dipegang oleh seorang seorang sipah salar (kepala komandan), sub-distrik dipegang oleh
faudjar (komandan). Selain itu terbentuk landasan institusional dan landasan geografis bagi
kekuatan imperiumnya, pemerintahan Mughal pada umumnya dijalankan oleh pembesar
kalangan elit militer dan politik seperti dari Iran, Turki, Afghanistan, dan Muslim asli India
(Thohir, 2004, p. 205).

2. Bidang Ekonomi dan Sosial

Kemantapan stabilitas politik yang diterapkan oleh Akbar telah membawa kemajuan di
bidang lainnya. Seperti bidang ekonomi, kerajaan Mughal dapat mengembangkan program
pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Namun yang menjadi tumpuannya adalah sektor
pertanian karena disektor ini hubungan antara pemerintah dan petani diatur baik. Dimana
terdapat deh yakni unit lahan pertanian kecil yang tergabung dalam pargana (desa).
Komunitas petani dipimpin oleh mukkadam. Melalui mukkadam inilah pemerintah
berhubungan dengan petani. Setiap petani bertanggung jawab untuk menyerahkan hasilnya
sehingga mereka dilindungi dari kejahatan. Adapun hasil pertaniannya yaitu berupa biji-
bijian, kacang-kacangan, tebu, sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, dan bahanbahan
celupan. Selain untuk kebutuhan dalam negeri hasilnya di ekspor ke Eropa, Arabia, dan Asia
Tenggara. Bersama dengan hasil kerajinan seperti kain tenun, kain tipis bahan Gordyin yang
banyak diproduksi di Gujarat dan Bengal. Pada masaSyekh Jehan dilakukan pembangunan
ekonomi dimulai dari pengembangan irigasi. System perpajakan pun diatur dengan baik yang
dikelola sesuai dengan system zabt. Insdustri pertanian dan perdagangan mulai berkembang.

3. Bidang Seni dan Budaya

Karya seni terbesar yang dicapai pada masa Dinasti Mughal khususnya pada masa Akbar
dibangunnya istana Fatfur Sikri di Sikri, villa dan masjid-masjid yang indah. Pada masa
Syekh Jehan dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra, masjid Raya Delhi,
dan Istana di Lahore (Yatim, 2002, pp. 150–151). Seni lukis, gubahan syair, dan munculnya
sejarawan pada masa Aurangzeb.
4. Bidang Agama

Masuknya Islam di India bukan tidak menimbulkan masalah konflik terkait kepercayaan.
Hal ini sangat wajar, mengingat di wilayah tersebut berkembang dua agama besar terutama
Hindu dan Islam. Sikap para penguasa Islam yang berusaha membuat keadilan dalam
menjalankan ibadah kadang sulit dilakukan oleh munculnya berbagai kecurigaan dan
kesalahpahaman politik. Upaya melakukan akomodasi kedua agama ini pernah dilakukan oleh
Sultan Akbar dengan melahirkan ajaran baru Din Illahi tahun 1582 M, namun tidak mendapat
respon positif dari para ulama Islam. Akbar juga memperistri seorang Hindu dengan maksud
menghilangkan pertentangan dua pemeluk agama terbesar di India tersebut. Munculnya
perbedaan kasta akan tetapi, hal ini dapat menguntungkan perkembangan Islam. Sehingga
berkembanglah aliran agama Islam di India seperti Syi’ah. Dan pada masa Aurangzeb pun
dibuatlah risalah hukum Islam.

Islam dan Hindu yang kadang memunculkan pertentangan tersebut kemudian mendorong
munculnya aliran kepercayaan baru yang kemudian berkembang menjadi salah satu agama
besar di India. Pada abad XV muncul agama Sikh yang merupakan sinkritisme Islam dan
Hindu dengan pemimpinnya yang terkenal dengan sebutan Guru Nanak (1469-1539 M). Sikh
(artinya murid) terus berkembang, dan guru Nanak laksana sebagai Rasul yang kemudian
dilanjutkan oleh guru-guru selanjutnya sampai guru ke sepuluh yakni Guru Govind Singh
(1675-1708 M). Agama Sikh terus berkembang dan mendapatkan tantangan baik dari umat
Islam itu sendiri maupun dari agama Hindu itu sendiri. Tetapi, lambat laun penganut Sikh
membuat kelompok tersendiri dan berhasil membangun kekuatan baru di Asia Selatan.

5. Bidang Pengetahuan

Pada zaman ini banyak lahir mausu’at dan mu’jamat (buku kumpulan berbagai ilmu dan
masalah kira-kira seperti ensiklopedia), sehingga pada zaman ini sering juga disebut zaman
mausu’at. Dalam masa ini juga lahir pemikirpemikir baru nama ijtihadnya hanya sebatas
mazhab (Hasyim, 1975, p. 308).

1. Kemunduran Peradaban dan Pemikiran Islam pada Masa Dinasti Mughal

Beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal mengalami kemunduran dan
membawa kepada kehancuran pada tahun 1858 M, yaitu:

1. Terjadinya stagnasi dalam pembinaan kekuataan militer sehingga operasi militer Inggris di
wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritime Mughal.

2. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit-elit politik, yang mengakibatkan
pemborosan dalam penggunaan uang Negara.

3. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau kasar dalam melaksanakan ide-ide puritan dan
kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar di atasi oleh sultan-sultan
sesudahnya.

4. Semua pewaris tahta kerajaan pada fase terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang
kepemimpinan, sehingga tidak mampu mengatasi kemerosotan politik dalam negeri (Yatim,
2002, p. 163).

5. Banyak terjadinya pemberontakan sebagai akibat dari lemahnya para pemimpin kerajaan
Mughal setelah kepemimpinan Aurangzeb, sehingga banyak wilayah-wilayah kerajaan Mughal
yang terlepas dari kekuasaan Mughal.

Adapun pemberontakan-pemberontakan tersebut, antara lain:


a. Kaum Hindu yang dipimpin oleh Banda berhasil merebut Sadhura, yang letaknya di
sebelah Utara Delhi dan juga kota Sirhind.

b. Golongan Marata yang dipimpin oleh Baji Rao telah berhasil merebut wilayah Gujarat.

c. Pada masa pemerintahan Syah Alam terjadi beberapa serangan dari pasukan Afghanistan
yang dipimpin oleh Ahmad Khan Durrani. Syah Alam mengalami kekalahan, dan Mughal
jatuh pada kekuasaan Afghanistan.

Adapun urutan-urutan penguasa kerajaan Mughal antara lain:

1. Zahiruddin Babur (1482-1530 M)

2. Humayun (1530-1539 M)

3. Akbar Syah I (1556-1605 M)

4. Jehangir (1605-1628 M)

5. Syah Jehan (1628-1658 M)

6. Aurangzeb (Alamgir I) (1658-1707 M)

7. Muazzam (Bahadur Syah I) (1707-1712 M)

8. Azimus Syah (1712 M)

9. Jihandar Syah (1712 M)

10. Farukh Siyar (1713-1719 M)

11. Muhammad Syah (1719-1748 M)

12. Ahmad Syah (1748-1754 M)

13. Alamghir II (1754-1759 M)

14. Syah Alam II (1759-1806 M)

15. Akbar II (1806-1837 M)

16. Bahadur Syah II (1837-1858 M)

C. Sejarah Kesultanan Utsmaniyah


(1) Sultan pertama dan berdirinya Kesultanan Utsmaniyah
Berdirinya kesultanan berawal pada paruh kedua abad 6 Masehi. Bangsa Turki yang berasal
dari Turkestan melakukan migrasi besar ke wilayah Asia Kecil dan tinggal di tepi sungai Amu
Darya, Tabaristan dan Gorgan.
Kontak pertama bangsa Turki dengan muslim terjadi di masa pemerintahan Umar bin
Khattab, yang berlanjut di era Utsman bin Affan. Turki selanjutnya banyak berperan di masa
Khalifah Abbasiyah. Peluang ini dibuka Khalifah Al Mu'thasim.
Bangsa Turki kemudian berhasil mendirikan Kesultanan Seljuk yang berakhir di masa
Ghiyatsuddin Abu Syuja' Muhammad. Sebelum kejatuhan Seljuk, sekelompok orang dipimpin
Sulaiman bermigrasi menghindari serangan Mongol.

Kepemimpinan Sulaiman dilanjutkan putranya Ertugrul yang mendapat sebidang tanah di


barat Anatolia dari Seljuk. Era Ertugrul dilanjutkan Utsman yang memperluas wilayah
kekuasaan hingga Byzantium yang menggetarkan semua lawannya. Di Era Utsman inilah
Kesultanan Utsmaniyah resmi berdiri.

(2) Kejayaan Kesultanan Utsmaniyah


Dikutip dari bahan online learning Uhamka, Kesultanan Utsmaniyah mencapai masa
keemasan pada abad ke-16 di era pemerintahan Sultan Salim I. Sang khalifah fokus pada
ekspansi ke arah Selatan Turki dan tak ingin kehilangan wilayah penaklukan.Sultan Salim I
mempersatukan Baghdad, Kairo, dan sisa-sisa kekuasaan Byzantium dalam satu payung
kekuasaan. Pada abad 15-17, Kesultanan Utsmaniyah menjadi kekhalifahan Islam terpenting di
Timur Tengah dan Semenanjung Balkan.

Takhta Sultan Salim I dilanjutkan Sultan Sulaiman I pada 1520. Turki Utsmani berhasil
menguasai Lembah Sungai Nil di Mesir dan Lembah Sungai Furat, hingga ke Gibraltar. Di
Afrika Utara, pasukan Turki Usmani menahan pasukan Kerajaan Spanyol yang menyerang
lewat lautan.

Sang khalifah tidak melupakan kesejahteraan rakyat meski sibuk menaklukkan wilayah.
Sulaiman I menyusun berbagai peraturan untuk rakyat dengan berbagai golongan, demi
mewujudkan ketertiban dan keamanan di wilayahnya.

Sulaiman I diberi gelar Al Kanuni atau ahli penyusun perundang-undangan. Di masa ini, ajaran
Islam berkembang pesat dan rakyat hidup sejahtera. Kebudayaan dan perdagangan juga
mengalami kemajuan, Begitu pula kesusastraan dan ilmu pengetahuan.

Daftar sultan di masa Kesultanan Utsmaniyah


Periode ini dibuat berdasarkan kalender Masehi:

1) Osman I (1299-1324)
2) Orhan I (1324-1362)
3) Murad I (1362-1389)
4) Bayezid I (1389-1402)
5) Mehmed I (1413-1421)
6) Murad II (1421-1444)
7) Mehmed II (1444-1446)
8) Bayezid II (1481-1512)
9) Selim I (1512-1520)
10) Suleiman I (1520-1566)
11) Selim II (1566-1574)
12) Murad III (1574-1595)
13) Mehmed III (1595-1603)
14) Ahmed I (1603-1617)
15) Mustafa I (1617-1618)
16) Osman II (1618-1622)
17) Murad IV (1622-1623)
18) Ibrahim I (1640-1648)
19) Mehmed IV (1648-1687)
20) Suleiman II (1687-1691)
21) Ahmed II (1691-1695)
22) Mustafa II (1695-1703)
23) Ahmed III (1703-1730)
24) Mahmud I (1730-1754)
25) Osman III (1754-1757)
26) Mustafa III (1757-1774)
27) Abdul Hamid I (1774-1789)
28) Selim III (1789-1807)
29) Mustafa IV (1807-1808)
30) Mahmud II (1808-1839)
31) Abdul Mejid I (1839-1861)
32) Abdul Aziz I (1861-1876)
33) Murad V (1876-1876)
34) Abdul Hamid II (1876-1909)
35) Mehmed V (1909-1918)
36) Mehmed VI (1918-1922).

(3) Keruntuhan Kesultanan Utsmaniyah


Kemunduran Turki Utsmani terlihat setelah Sultan Sulaiman al-Qanuni wafat tahun
1566 M. Kekaisaran ini tidak menemui pengganti yang kuat, hingga pada akhir abad ke-18
serangan negara lain makin gencar termasuk lewat pemikiran.
Perang pemikiran menyebabkan munculnya nasionalisme Turki dan Arab yang
membuat Turki Utsmani pecah. Setelah itu muncul gerakan yang menyatakan seluruh
muslim berada dalam satu payung pimpinan Jamaludin Al Afghani.
Selain itu, muncul juga Mustafa Kemal Pasha yang mengadakan pembaharuan
mengacu pada Barat. Tanggal 3 Maret 1924, Mustafa Kemal Pasha berhasil meruntuhkan
kekhalifahan Turki Utsmani, berganti Turki yang menerapkan sistem sekuler.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Tiga kerajaan Islam krusial diciptakan pada akhir abad 15 dan awal abad
16. Kerajaan Usmani pada Turki, Kerajaan Mughal di India, dan Kerajaan Safawi di
Persia. Tiga Kerajaan krusial tadi tampak lebih memusatkan pandangan mereka dalam
tradisi demokratis Islam, dan membentuk imperium absolute. Hampir setiap segi
kehidupan umum dijalankan menggunakan ketepatan sistematis, birokratis dan
banyak sekali kerajaan mengembangkan sebuah administrasi yang rumit.
Ketiga kerajaan besar ini seperti: membangkitkan kembali kejayaan Islam
setelah runtuhnya Bani Abbasiyah. Namun, kemajuan yang dicapai pada masa tiga
kerajaan besar ini tidak sinkron menggunakan kemajuan yang dicapai pada masa
klasik Islam. Kemajuan pada masa klasik jauh lebih kompleks. Di bidang intelektual,
kemajuan pada zaman klasik. Dalam bidang ilmu keagamaan, umat Islam telah mulai
bertaklid pada imam-imam besar yang lahir pada masa klasik Islam. Kalau pun
terdapat mujtahid, maka ijtihad yang dilakukan merupakan ijtihad fi al-mazhab, yaitu
ijtihad yang masih berada pada batas-batas mazhab tertentu. Tidak lagi ijtihad mutlak,
output pemikiran bebas yang mandiri. Filsafat dipercaya bid’ah. Kalau pada masa
klasik, umat Islam maju di bidang politik, peradaban, dan kebudayaan, misalnya di
bidang ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat, pada masa tiga kerajaan besar
kemajuan di bidang filsafat kecuali sedikit berkembang pada kerajaan Safawi Persia
dan ilmu pengetahuan generik tidak dihasilkan lagi. Kemajuan yang bisa dibanggakan
pada masa ini hanya di bidang politik, kemiliteran, dan kesenian, terutama arsitektur.
DAFTAR PUSTAKA

Hamka1975. Sejarah Umat Islam, Jilid 3. Jakarta: Bulan Bintang.


Hasan,Ibrahim, 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang.
Mahmudunnasir, Syed, 1988. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosda
Bandung.
Nasution, Harun, 1979. Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Nasution, Syamruddin, 2013. Sejarah Peradaban Islam. Pekanbaru: Yayasan Pusaka
Riau.
Yatim, Badri, 1993. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Persada Grapin

Anda mungkin juga menyukai