Anda di halaman 1dari 31

Case Besar

Diare Cair dengan Dehidrasi

Dr Pembimbing : dr.Dewi Iriani.SpA

Disusun oleh :
Melisa Arendra Yati
10 2016 229

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UkRIDA


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Koja
Periode 12 februari – 21 April 2018
BAB I
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Inisial Pasien : An. D
Jenis Kelamin : Laki – laki
Tanggal Lahir : 10/08/2005 ( 12 tahun)
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Alamat : Jl. Keramat jaya 8F No.35
Tanggal Masuk RS : 12/02/2018
Tanggal Keluar RS : 15/02/2018

2. IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah : Dasum
Umur : 43 tahun
Suku Bangsa : Betawi Indonesia
Alamat : Jl.keramat jaya 8F No.35
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam

Nama Ibu : Halimah


Umur : 40 tahun
Suku Bangsa : Sunda Indonesia
Alamat : Jl. Keramat jaya 8F No.35
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu RT
Agama : Islam
3. RIWAYAT PENYAKIT
3.1. Keluhan Utama
Muntah >5 kali sebelum masuk RS
3.2. Keluhann Tambahan
 BAB >10 kali dalam sehari sejak 2 hari smrs
 Mual
 Lemas
 Demam 3 hari smrs
3.3. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang keIGD RSUD KOJA dengan keluhan muntah-muntah >5 kali
sejak pagi. Pasien merasa mual sehingga pasien muntah. Muntah berisi makanan dan
air tanpa disertai darah. sebelumnya pasien BAB cair 2 kali sejak 2 hari SMRS. BAB
air bercampur ampas, lendir (+), darah (-), berwarna kuning, tidak berbau kira-kira 
½ gelas aqua. Frekuensi BAB cair meningkat 1 hari SMRS sebanyak  10 kali dalam
sehari dengan konsistensi cair lebih banyak dari pada ampas, lendir (+), darah (-),
berwarna kuning, tidak berbau asam  ½ - 1 gelas aqua. Setalah dibawa ke rumah
sakit BAB cair masih sebanyak 5 kali.
Selain BAB cair dan muntah pasien juga demam, akan tetapi ibu pasien
menagatakan demam pasien tidak tinggi. Demam dirasakan 2 hari smrs. Pasien juga
merasa lemas sehingga sulit untuk bergerak. Keluhan lain seperti batuk, pilek, sesak
napas tidak ada . Nafsu makan & minum baik.
Pasien mengatakan sebelum sakit, makan snack keju disekolahan dan sering
tidak mencuci tangan jika ingin makan. Pasien tidak mengkonsumsi makanan pedas.

3.4. Riwayat penyakit dahulu


Pasien belum menderita hal seperti ini sebelumnya. Pasien belum pernah dirawat di
Rumah Sakit. Riwayat asma, kejang demam, batuk kronik, alergi obat atau makanan
disangakal.

3.5. Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada yang menderita hal serupa seperti pasien di dalam anggota keluarga.
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, batuk kronik, alergi maupun asma dalam
keluarga disangkal.
Pasien adalah anak kedua didalam keluarga, pasien mempunyai satu kakak kandung
berjenis kelamin laki-laki, usia 20 tahun dan belum bekeluarga.
3.6. Riwayat sosial ekonomi & kondisi lingkungan
 Pasien berobat dengan menggunakan BPJS untuk biaya rumah sakit.
 Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan kakaknya.
 Berdasarkan anamnesis menurut ibu pasien ia cukup menjaga kebersihan
dalam memasak dan mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan
kepada pasien dan juga setelah membersihkan kotoran.
 Keluarga pasien termasuk golongan sosial ekonomi menengah kebawah,
pendidikan orang tua baik, hygiene cukup

4. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

Perawatan antenatal : 2x selama hamil kebidan


Penyakit kehamilan : tidak ada
Tempat kelahiran : rumah bersalin
Penolong persalinan : bidan
Cara Persalinan : spontan
Masa gestasi : cukup bulan
Keadaan bayi saat lahir : ibu lupa

5. RIWAYAT PERKEMBANGAN
 Pertumbuhan gigi pertama: lupa
 Psikomotor :
o Tengkurap : 3 setengah bulan Berbicara :
o Duduk : ibu pasien lupa Berbicara :
o Berdiri : 10 bulan membaca dan menulis : umur 6 tahun
 Perkembangan pubertas
Laki-laki
Pubertas : Rambut pubis : tidak diketahui
Perubahan suara : 12 tahun
 Pasien sekarang duduk dikelas 7 SMP, riwayat perkembang pasien disekolah baik,
tidak pernah ada keterlambatan naik kelas.
6. RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi dasar pasien lengkap
 Hepatitis B 4x usia 0,2,3,4 bulan
 Polio 3x usia 2,3,4 bulan
 BCG 1x usia 2 bulan
 DPT 3x usia 2,3,4 bulan
 Campak 1x usia 9 bulan

7. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : tampak sakit ringan
 Tanda-tanda Vital :
o frekuensi nadi : 100 x/menit
o tekanan darah : 90/70 mmHg
o frekuensi nafas : 22 x/menit
o suhu tubuh : 36,9oC
 Data Antropometri
Berat Badan = 30 kg Tinggi Badan = 143 cm
BB/U = 30/40 x 100% = 75% : berat badan kurang
TB/U = 143/150 x100%= 95,33% : baik/normal
BB/TB = 30/35 x 100% = 85,71% : gizi kurang
BMI = BB/(TB)2 = 30/(1,43)2 = 14,67 : terletak di <P5: gizi kurang
Kesan : Anak D mengalami gizi kurang dengan TB yang sesuai

8. PEMERIKSAAN SISTEMATIS
 Kepala
Bentuk dan ukuran : Normochepali
Rambut dan kulit kepala : rambut hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : CA-/-, SI -/-,isokor, refleks cahaya +/+ , mata cekung
(-/-),
Telinga : bentuk normal, deviasi septum nasi (-), napas cuping
hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
Hidung :bentuk normal, sekret (-), nyeri tekan tragus (-),
gangguan pendengaran (-)
Bibir : kering, tidak pucat
Gigi – geligi : caries dentis (-)
Mulut : tidak ada kelainan
Lidah : normoglosia, coated toungue (-)
Tonsil : T1 T1, hiperemis (-)
Faring : Tenang, Tidak hiperemis, post nasal drip (-)

 Leher : KGB (-)


 Toraks
Dinding toraks : normal, iga gambang (-), pectus excavatum &
carinatum (-)
Paru :
 Inspeksi : pergerakan kedua dada simetris,retraksi (-)
 Palpasi : tactile fremitussimetris pada kedua lapang paru
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
 Auskulitasi : Suara nafas vesicular, tidak ada ronchi ataupun
wheezing
Jantung :
o Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : Iktus kordis teraba di intercostal V garis midklavikula sinistra
o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
o Auskultasi : Bunyi jantung I – II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
 Inspeksi : Datar, skar (-)
 Auskultasi : Bising usus (+)
 Perkusi : timpani pada seluruh kuadan abdomen
 Palpasi : supel, turgor kulit baik, pembesaran hepar & limpa (-), Nyeri
tekan (-)
Anus dan rectum : tidak dinilai
Genitalia : tidak dinilai
Tulang belakang : tidak ada kelainan
Kulit : hitam, turgor kulit baik
Rambut : hitam merata
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Pemeriksaan neurologis : dalam batas normal

9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 12/02/2018
Darah rutin Elektrolit Glukosa sewaktu
Hb = 14,4 g/dl Na = 131 mEq/L 116 mg/dl
Leukosit = 15,86 10˄3/µl K = 3.48 mEq/L
Ht = 40,6 % Cl = 105 mEq/L
Trombosit = 297
10˄3/µl Kesan :Leukositosis,Na↓,K↓,
GDS↑

10. RINGKASAN
Pasien datang dengan keluhan muntah ≥5 kali. Sebelumnya pasien BAB 1-2 kali sehari
sejak 2 hari smrs. BAB air bercampur ampas, lendir (+), darah (-), berwarna kuning,
tidak berbau kira-kira  ½ gelas aqua. 1 hari smrs diare bertambah berat ≥10 kali. Pasien
merasa mual, dan lemas. Keluhan tersebut disertai demam yang tidak tinggi.
PF : Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Tanda-tanda Vital : frekuensi nadi: 100 x/menit,tekanan darah :90/70 mmHg,
frekuensi nafas: 22 x/menit,suhu tubuh: 36,9oC
Data antropometri : pasien mengalami gizi kurang
Pada pemeriksaan sistematis : bibir pasien tampak kering
PP : didapatkan Leukosit ↑,Na↓,K↓, GDS↑

11. DIAGNOSA KERJA


Diare cair akut dengan dehidrasi

12. DIAGNOSA BANDING


Diare cair akut dengan dehidrasi ec bakteri
Diare cair akut dengan dehidrasi ec virus

13. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan darah lengkap
 Pemeriksaan elektrolit
 Pemeriksaan feses Lengkap

14. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam

15. PENATALAKSANAAN
 Medikamentosa
 IVFD kaen 1B 18 tpm
 Ondancentron 3x1mg
 Ceftriaxon 2x1 gr
 Paracetamol 3x ½ tablet
 Zinc tab 1 x 20 mg , PO
 Oralit 300 ml (tiap BAB), PO
(10 ml/kgBB)
Kebutuhan cairan (1500 + (20 x 10) ) =1700 cc/hari
 Nonmedikamentosa
o Hygiene yang merawat pasien harus diperhatikan, harus cuci tangan sebelum
makan & setelah membersihkan kotoran pasien.
o Meningkatkan penggunaan air bersih.
o Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan disekitar tempat tinggal.
o Meningkatkan frekuensi makan pada pasien walaupun hanya sedikit-sedikit
makannya.
o Menjelaskan kepada orang tuapasien bahwa penyakit yang diderita
kemungkinan dapat berulang untuk itu harus tetap menjaga kebersihan.
o Memberikan cairan oralit setiap BAB
o Mengkonsumsi zinc selama 10-14 hari.

16. FOLLOW UP

Tanggal 13/02/2018
S : BAB 5x, mual (+), muntah 2x (+), ibu os mengatakan masih demam tadi malam dan
sudah minum paracetamol
O : TTV
Keadaan umum : tampak sakit ringan
HR : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,9 oC
A : Diare Akut
P : Paracetamol,Zinc

Tanggal 13/02/2018
Analisa Faeces
Hasil Nilai Rujukan
Makroskopis
Warna Coklat Kuning coklat
Konsistensi Lembek Agak lunak
Lendir Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Mikroskopis
Leukosit 1-2 0-2
Eritrosit 0-1 0-1
Epitel 1+ 0-4
Bakteri 1+ Sedikit
Lemak Negatif Negatif
Amylum Negatif 0-1
Ameba Negatif Negatif
Telur Negatif Negatif
Telur cacing Negatif Negatif

Follow Up : Tanggal 14/02/2018


S : masih BAB 5x, nyeri perut, demam, mual (-), muntah (-)
O : TTV
Keadaan umum : tampak sakit ringan
HR : 102 x/m
RR : 22 x/m
T : 37,3 oC
A : diare akut
P : Th/ Lanjut

Follow Up : tanggal 15/02/2018


S : BAB berkurang sudah 2x, nyeri perut (-), demam (-), mual (-), muntah (-)
Pasien masih merasa lemas
O : TTV
Keadaan umum : baik
HR : 98 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
A : diare akut
P : Th/ lanjut, rencana pulang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair atau tanpa lendir & darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu.1
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 –
4 kali per hair, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis
atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong
diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
perkembangan saluran cerna.1
Disebabkan oleh berbagai infeksiatau proses peradangan pada usus yang
secara langsung mempengaruhi sekresi enterosit dan fungsi absorbsi. Beberapa proses
ini terjadi akibat peningkatan kadar cyclic adenosine monophospate (AMP) yaitu
vibrio cholerae,toksin heat-labile dari Escherichia coli, tumor penghasil vasoactive
intestinal peptide. Proses lainnya ( toksin shigella,kloridorea kongenital)
menyebabkan diare sekretorik dengan cara mempengaruhi kana ion atau melalui
mekanisme yang belum diketahui. Enteritis dapat disebabakan baik oleh virus, bakteri
maupun parasit.
Diare merupakan penyebab utama morbiditas dan merupakan penyakit yang
umumterjadi pada anak di berbagai negara. Dinegara berkembang, diare merupakan
penyebab utama kematian pada anak. Epidemiologi gastroenteritis bergantung pada
faktor penyebab.cara penyebaran penyakit adalah dengan kontak erat dari orang
keorang, melalui makanan atau minuman yang terkontaminai, serta dari binatang
kemanusia. Seringkali kuman menyebar melalui berbagai rute. Kemampuan kuman
untuk mengakibatkan penyakit tergantung pada modus penyebaran, kemampuan
untuk membentuk koloni disaluran cerna, dan jumlah minimal kuman untuk
menyebabkan penyakit.2
Virus yang menyebabkan gastroenteritis pada anak antara lain rotavirus,
calicivirus ( termasuk norovirus ), astrovirus dan adenovirus enterik. Rotavirus
menginvasi epitel dan merusak vili diusus halus bagian atas dan pada kasus yang berat
dapat menginvasi seluruh usus halus dan besar. Rotavirus merupakan
viruspenyebabdiare tersering. Munttah dapat berlangsung selama 3-4 hari dan diare
sampai 7-10 hari. Dehidrasi sering terjadi pada anak yang lebih kecil. Infeksi primer
rotavirus dapat menyebabkan penyakit yang berat pada bayi dan berkurang sesuai
dengan pertambahan usia.

B. EPIDEMIOLOGI
Diare akut merupakan penyebab utama morbiditas & mortalitas anak di
Negara berkembang dimana tertinggi pada anak terutama usia dibawah 5 tahun. Di
Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab
kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% disbanding pneumonia 24%, untuk golongan
1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25.2% disbanding pneumonia 15.5%. 1

C. CARA PENULARAN & FAKTOR RESIKO


Pada umumnyanya cara penularan diare melalui fekal-oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang – barang yang telah tercemar tinja penderita atau
tidak langsung melalui lalat.1
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :1
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan bayi.
2. Tidak memadainya penyediaan air bersih.
3. Pencemaran air oleh tinja.
4. Kurangnya sarana kebersihan (MCK).
5. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk.
6. Penyiapan & penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan
yang tidak baik.

D. PATOFISIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofiologi, antara lain : 1). Osmolaritas
intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik ; 2). Sekresi cairan dan elektrolit
meninggi, disebut diare sekretorik ; 3). Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi ; 4).
Malabsorbsi asam empedu ; 5). Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di
enterosit ; 6). Motilitas dan waktu transit usus abnormal ; 7). Gangguan permeabilitas
usus ; 8).inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
Diare osmotik : diare tipe ini disebabkan oleh peningkatan tekanan osmotik intralumen
usus halus yang disebabkan oleh obat-obatan atau zat kimia yang hiperosmotik (MgSO4,
Mg(OH)2, malabsorbsi umum, dan defek dalam absorbsi mukosa usus misal pada
defisiensi disararidase, malabsorbsi glukosa/galaktosa.
Diare sekretorik : diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air maupun
elektrolit dari usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis
ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap
berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini
antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae, atau Escherichia
coli,penyakit yang menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorbsi
garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat, dll).
Diare infeksi : infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut
kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas noninvasif (tidak merusak mukosa) dan
invasif (merusak mukosa). Bakteri noninvasif menyebabkan diare karena toksin yang
disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Misalnya enterotoksin yang
dihasilkan oleh bakteri Vibrio cholerae/eltor, yang mana enterotoksin yang dihasilkan
merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang kemudian membentuk
adenosin monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif
anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat, dan kation natrium serta kalium.
Mekanisme absorbsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu
karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat
dikompensasi oleh meningginya absorbsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan
ion bikarbonat, klorida). Kompensai ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa
yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus.4

E. PATOGENESIS

Yang berperan pada terjadinya diare terutama karena infeksi yaitu faktor pejamu (host)
dan faktor kausal (agent). Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri
dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna (keasaman
lambung, motilitas usus, imunitas, dan juga lingkungan mikroflora usus). Faktor kausal
yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin
yang dapat mempengaruhi sekresi cairan usus halus, serta daya lekat kuman. jasad renik
yang masih hidup masuk ke dalam usus halus setelah melewati asam lambung
berkembang biak di dalam usus halus sehingga mengeluarkan toksin terjadi hipersekresi
dari usus sehingga dapat menimbulkan diare.
jasad renik yang masih hidup masuk ke dalam usus halus setelah melewati asam lambung
 berkembang biak di dalam usus halus  mengeluarkan toksin  terjadi hipersekresi
 menimbulkan diare

Patogenesis diare karena infeksi bakteri atau parasit terdiri atas :


 Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
 Diare karena bakteri/parasit invasif (enteroinvasif), antara lain enteroinvasif
E.Coli (EIEC), shigella, dll. Diare disebabkan karena kerusakan dinding usus
berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif, cairan diarenya
dapat tercamput lendir atau darah. Penyebab parasit yang sering yaitu E.
Histolitika dan G. Lamblia.4

F. ETIOLOGI
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri & parasite. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non
inflammatory & inflammatory.1
Enteropatogen menimbulkan non-inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasite, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya infllamtory diare
biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin.
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia
adalah sebagai berikut :1
Golongan Bakteri Golongan Virus Golongan Parasit
 Aeromonas  Rotavirus  Balantidium coli
 Bacillus cereus  Coronavirus  Blastocystis
 Campylobacter jejuni  Astrovirus homonis
 Clostridium perfinges  Cytomegalovirus  Entamoeba
 Clostridium defficile  Herpes simplex histolytica
 E. coli virus  Giardia lamblia
 Salmonella  Enteric adenovirus  Strongiloides
 Shigella stercoralis
 Staphylococcus  Trichuris trichiura
aureus
 V. cholera

Shigella dysentriae dapat menyebabkan penyakit dengan cara memproduksi


toksin shiga, secara berdiri sendiri ataupun kombinasi dengan invasi jaringan. Masa
inkubasi berkisar 1-7 hari. Pasien dewasa yang terinfeksi dapat menyebarkan bakteri
selama 1 bulan. Infeksi menyebar secara kontak dari individu keindividu, ataupun
dengan cara mengonsumsimakanan yang telah terrkontaminasi oleh 10-100 bakteri.
Usus besar akan terinfeksi secara selektif. Selan terjadi diare, dapat pula terjadi
demam tinggi dan kejang.
Hanya bebarapa starin E.coli dapat menyebabkan diare. Strain E.coli yang
berkaitan erat dengan terjadinya enteritis diklasifikasikan menurut mekanisme diare
yang terjadi : enteropatogenik (EPEC), enterotoksigenik (ETEC), enteroinvasif
(EIEC), enterohemoragik (EHEC) atau enteroaggregatif (EAEC). EPEC bertanggung
jawab untuk berabagai kejadian epidemik diare ditemoat penitipan bayi dan anak.
Starin ETEC memproduksi enterotoksin yang tak tahan panas ( heat-labile
enterotoksin, sholera-like), enterotoksin tahan panad (heat-stable enterotoksin) atau
keduanya. ETEC menjadi faktor penyebab 40-60% diare pada travelers. EPEC dan
ETEC melekat pada sel epitel usus halus bagian atasdan mengakibatkan penyakit
dengan cara melepaskan toksin yang menginduksi sekresi usus dan membatasi
absorbsi. EIEC menyerang mukosa yang luas dan disertai oleh proses inflamasii akut,
serupa dengan shigella EHEC, terutama akibat E.coli strain O157: H7 memproduksi
shiga-like toksin yang bertanggung jaeab pada terjadinya kolitis hemoragik dan
sebagian besar kasus hemolytic uremic syndrom (HUS) suatu sindrom yang terdiri
dari anemia hemolitik mikroangiopati, trombositopenia, dan gagal ginjal. EHEC
berkaitan dengan makanan yang terkontamniasi termasuk jus buah yang tidak
dipasteurisasi, dan terutama daging sapi yang tidak dimasak matang. EHEC
merupakan penyakit gastroenteritis yang bersifat self limiting disease, umumnya
memiliki gejala diare berdarah, tetapi produksi toksin ini mengahambat sintesa
protein penjamu dan berpengaruh pada sel endotel vaskular dan glomelurus, sehingga
terjadilah manifestasi klinis HUS.
Campilobacter jejuni menular dengan cara kontak langsung dari individu ke
individu melalui air dan makanan yang terkontaminasi, terutama produk susu mentah,
keju dan daging unggas. Kuman menyerang mukosa jejunum, ileum dan kolon.
Yersinia enterocolitica menular melalui hewan peliharaan dan makanan yang
terkontaminasi, terutama jeroan babi. Bayi dan balita mengalami gejala
diare,sedangkan anak yang lebih besar adanya lesi akut pada iileum terminalis attau
timbul limfadenistismesenterium akut sehingga gejala mirip dengan appendisitis dan
penyakit chorn. Dapat disertai adanya arteritis, ruam, dan spondilopati pasca infeksi.
Clostridium defficile kuman menproduksi spora yang dapat menyebar dari
individu ke individu.2,3

G. MEKANISME DIARE
Secara umum diare disebabkan oleh 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
sekresi. Terdapat beberapa pertimbangan diare :1
1. Pembagian diare menurut etiologi.
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorbsi
b. Gangguan sekresi
3. pembagian diare menurut lama diarenya
a. diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-
infeksi
c. diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling
tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal:
Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon
lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di
usus halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila
fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau
sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas,
inflamasi dan imunologi.

H. MANIFESTASI KLINIS
Infeksi usus menimbulkan tanda & gejala gastrointestinal serta gejala lainnya
bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala
gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada peyebabnya (tabel 1).1
Kehilangan air & elektrolit ini bertambah bila ada muntah & kehilangan air
juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolic & hypokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular & kematian bila tidak
diobati dengan tepat.1
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Mual & muntah adalah symptom yang non spesifik akan tetapi muntah
mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian
atas seperti enteric virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia,
&Cryptosporidium.

Tabel 1: Gela khas diare oleh berbagai penyebab 1


Gejala Rotavirus Shigella Salmon ETEC EIEC Kolera
klinis ella
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 6-72 jam 6-72 48 – 72
jam jam jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual & sering Jarang sering + - Sering
muntah
Nyeri perut tenesmus Tenesmus Tenesm + Tenes Kramp
kramp us kolik mus
kramp
Nyeri - + + - - -
kepala
Lamnya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja
Volume sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10 x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus
meneru
s
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - Sering Kadang- - + -
kandang
Bau - Busuk + Tidka Amis
khas
Warna Kuning Merah Kehijaua Tak Merah Seperi
hijau hijau n berwar hijau air
na cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Lain – lain Anoreksia Kejang Sepsis Meteori Infeksi
smus sistemik

I. DIAGNOSIS4
 Anamnesis
o Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna & konsistensi tinja,
lendir dan/darah dalam tinja.
o Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil
terakhir, demama, sesak, kejang, kembung.
o Jumlah cairan yang masuk selama diare.
o Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengkonsumsi
makanan yang tidak biasa.
o Penderita diare disekitarnya & sumber air minum.

 Pemeriksaan Fisis
o Keadaan umum, kesadaran, tanda vital.
o Tanda utama : keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma,
rasa haus, turgor kulit abdomen menurun.
o Tanda tambahan : ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir,
mulut, dan lidah.
o Berat badan
o Tanda gangguan keseimbangan asam basa & elektrolit, seperti napas cepat
dan dalam (asidosis metabolic)l kembung (hipokalsemia), kejang (hipo
atau hypernatremia).
o Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai beberapa kriteria diantaranya
menurut WHO 1995 (tabel 2), system pengangkaan – Maurice King :1

Tabel 2. Penentuang derajat dehidrasi menurut WHO 1995


Penilaian A B C
Lihat :
Keadaan Umum Baik, sadar *gelisah, rewel *lesu, lunglai/tidak
Mata Normal Cekung sadar
Air mata Ada Tidak ada sangat cekung &
Mulut & lidah Basah Kering kering
Rasa haus Minum biasa *haus, ingin sangat kering
tidak haus minum banyak *malas minum
atau tidak bias
minum

Periksa : turgor Kembali *kembali * kembali sangat


kulit cepat lambat lambat
Hasil Tanpa Dehidrasi Dehidrasi berat
pemeriksaan : dehidrasi ringan/sedang
Bila ada 1 tanda Bila ada 1 tanda *
* ditambah ditambah 1 atau
1/lebih tanda lebih tanda lain
lain
Terapi : Rencana Rencana terapi Rencana terapi C
terapi A B

Tabel 3. Penentuan deraja dehidrasi menurut system pengangkaan –


Maurice King1
Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan
yang diperiksa 0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, Mengigau,
cengeng, apatis, koma/
ngantuk syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit, kurang Sangat
kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat
cekung
UUB Normal Sedikit, cekung Sangat
cekung
Mulut Normal Kering Kering &
sianosis
Denyut nadi/mnt Kuat <120 Sedang (120- lemah
140) >140
Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, atau 2 sesuai dengan
tabel kemudian dijumlahkan.
Nilai :
o 0 – 2 : ringan
o 3 – 6 : sedang
o 7 –12 : berat

 Laboratorium1
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah
lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja :
Pemeriksaan makroskopik:
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan
diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery
dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enenterotoksin virus,
protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja
yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T. trichiura.
Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi
dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada
infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk
didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.
Pemeriksaan mikroskopik:
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses
peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap
bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan
tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi
sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y.
enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau
P.shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN,
kecuali pada S.typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis
terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica
pada umumnya lekosit pada tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diare
pada umumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah banyak. Normalnya
tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat
riwayat baru saja bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk
enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised.
Pasien yang dicurigai menderita diare yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis,
isosporiasis dan strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau
biopsi duodenum atau yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme
ini hidup di saluran cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan
spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitif untuk
diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E.
hystolitica dapat didiagnosi dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit
biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang
berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba.
Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi
intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi
antibodi juga tersedia. Serologis test untuk amuba hampir selalu positif pada disentri
amuba akut dan amubiasis hati.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan
pada penderita immunocompromised. Oleh karena bakteri tertentu seperti : Y.
enterocolitica, V. cholerae, V. Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E. coli
0157: H7 dan Camphylobacter membutuhkan prosedur laboratorium khusus untuk
identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah satu dicurigai sebagai
penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna untuk
diagnosis antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu dalam
menegakkan diagnosis pada penderita dengan simptom kolitis berat atau penyebab
inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan
laboratorium.

J. TATALAKSANA
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana Pengobatan
Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, dengan
merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai diterapkan di rumah sakit-
rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare.28,29,30
Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati
pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare
bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun
sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah.
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit
formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama
disebabkan karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh,
terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat
sanitasi yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik
adalah disebabkan oleh karena virus. Diare karena virus tersebut tidak menyebabkan
kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan
formula baru oralit dengan tingkat osmolarits yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru
lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya
hipernatremia. Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit
ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada
oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan
suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta
mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.
Ketentuan pemberian oralit formula baru:
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24 jam.
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan sebagai
berikut: Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB Untuk anak 2
tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan
harus dibuang.
Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut.
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan
anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki
evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang
dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan
morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien
anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.
Zinc termasuk mironutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan
yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk
pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler,
adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam sistem kekebalan
tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Dasar pemikiran
penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun
atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran
cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan aborpsi air dan elektrolit
oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush
border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari
usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara berkembang seperti
Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena
tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai. Pemberian zinc
dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko
terjadinya dehidrasi pada anak.

Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena
akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan
menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional
akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan
yang tidak perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan
resistensi terhadap antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol,
dan trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi
melalui mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri,
perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan permeabilitas
membrane terhadap antibiotik.1
Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat membantu
penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit
dan memberantas organisme penyebabnya. Dalam merawat penderita dengan diare dan
dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan terapi :
1. Terapi cairan dan elektrolit
2. Terapi diit
3. Terapi non spesifik dengan antidiare
4. Terapi spesifik dengan antimikroba
Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan negara
berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasanya masih dalam
keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil dengan dehidrasi lebih
berat dan memerlukan perawatan di sarana kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan
dari 1000 kasus diare yang ada di masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam
keadaan dehidrasi sedang dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai
komplikasi serta penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data
diatas, sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara
sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral serta melanjutkan pemberian
makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan dan terapi
antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara
parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat.1
o Tanpa Dehidrasi5
 Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan NEW ORALIT diberikan
5 – 10 ml/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan usia, yaitu :
o Anak umur < 1 tahun : 50 - 100 ml tiap kali BAB
o Anak umur 1 - 5 tahun : 100 – 200 ml tiap kali BAB
o Anak umur 5 – 12 tahun : 200 – 300 ml tiap kali BAB
o Dewasa : 300 – 400 ml tiap kali BAB
 Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai kemauan anak, ASI harus
tetap dibeirkan.
 Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain
(tidak mau minum, muntah terus menerus, diare frekuen & profus).

o Dehidrasi ringan – sedang5,6


 Penderita harus dirawat di saran kesehatan & segera diberikan terapi
rehidrasi oral dengan oralit.
 Terapi Rehidrasi Oral (TRO) hyperosmolar diberikan sebanyak 75
ml/kgBB dalam 3 jam untuk menggantikan kehilangan cairan yang telah
terjadi sebanyak 5 – 10 ml/kgBB setiap diare cair.

o Dehidrasi berat
 Penderitaharus dirawat di saran kesehatan.
 Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau asetal 100
ml/lgBB dengan cara pemberian :
 < 1 tahun
30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 5
jam berikutnya.
 > 1 tahun
30 ml/kgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 2 ½
jam berikutnya.
 Masukkan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat
minum, dimulai dengan 5 ml/kgBB selama proses rehidrasi.
 Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat
dipercepat.
 Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan
evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu pengobatan diare
dengan dehidrasi ringan sedang atau tanpa dehdrasi.

o Koreksi gangguan keseimbangan asam basa & elektrolit


 Hipernatremia (Na >155 mEq/L)
Koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan pemberian
cairan dekstrosa 5% ½ sakin. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari
10 mEq per hari karena bias menyebabkan edema otak.

 Hiponatremia (Na <130 mEq/L)


Kadar natrium diepriksa ulang setelah rehidrasi selesai, apabila masih
dijumpai hiponatremia dilakukan koreksi sbb:
Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum x 0.6 x BB
(diberikan dalam 24 jam).

 Hiperkalemia (K >5 mEq/L)


Koreksi dilakukan dengan pemberikan kalsium glukonas 10% sebanyak
0.5-1 ml/kgBB IV secara perlahan-lahan dalam 5 – 10 menit, sambil
dimonitor irama jantung dengan EKG.

 Hipokalemia (K<3.5 mEq/L)


Koreksi dilakukan menurut kadar kalium.
 Kadar K 2.5-3.5 mEq/L, diberikan KCl 75 mEq/kgBB per oral per
hari dibagi 3 dosis.
 Kadar K <2.5 mEq/L, berikan KCl melalui drip iv dengan dosis :
 3.5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0.4 + 2 mEq/kgBB/24 jam
dalam 4 jam pertama
 3.5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0.4 + 1/6 x 2 mEq x BB
dalam 20 jam berikutnya.

o Zinc
Zinc terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi BAB dan
volume tinja sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Zinc elemental diberikan selama 10 – 14 hari meskipun anak telah mengalami
diare dengan dosis :
 Umumr < 6 bulan : 10 mg/hari
 Umur > 6 tahun : 20 mg/hari
o Nutrisi
ASI & makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap
diberikan untuk mecegah kehilangan BB dan sebagai pengganti nutrisi yang
hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase ksembuhan. Anak
tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering (lebih
kurang 6 x sehari), rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang.5

o Medikamentosa
 Tidak boleh diberikan obat anti diare.
 Antibiotic
Diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri atau kolera. Pemberian
antibiotic yang tidak rasional akan mengganggu keseimbangan flora
usus sehingga dapat memperpanjang lama diare &Clostridium difficile
akan tumbuh yang menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu
juga dapat mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotic.
 Anti parasite
Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis merupakan obat pilihan
untuk amoeba vegetatif.

o Edukasi
a. Orang tua diminta untuk membawa kembali anaknya ke pusat pelayan
kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut : demam, tinja berdarah,
makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum
membaik dalam 3 hari.
b. Orangtua dan oengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar.
c. Langkah promotif/preventif :
1. ASI tetap diberikan
2. Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan
3. Kebersihan lingkungan, BAB di jamban
4. Imunisasi campak
5. Memberikan makanan penyapihan yang benar
6. Penyediaan air minum yang bersih
7. Selalu masak makanan

ANALISA KASUS

Diare akut adalah buang air besar cair pada atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu. Berdasarkan anamnesis pada pasien didapatkan BAB
cair dimana frekuensinya lebih dari 10 kali yang berlangsung sejak 2 hari SMRS dan
konsistensi cair dimana kira-kira ½ - 1 gelas aqua. Dengan keadaan ini dapat ditentukan
bahwa diare yang yang terjadi pada pasien ini adalah diare akut dikarenakan sesuai dengan
definisi diatas.
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di
Negara berkembang. Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum
yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit.
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui
lalat (melalui 4F = fingers, flies, fluid, field). Factor resiko yang dapat meningkatkan
penularan enteropatogen antara lain tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan
pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak
baik. Berdasarkan anamnesis, Pasien mengatakan sebelum sakit, makan snack keju
disekolahan dan sering tidak mencuci tangan jika ingin makan Hal ini merupakan salah satu
kemungkinan penularan diakibatkan oleh cara penularan yang melalui tangan pasien yang
belum tentu bersih.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan
parasit. Dua tipe dasar dari diare akut adalah oleh karena infeksi adalah non inflammatory
dan inflammatory.
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi
berat. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap untuk mencari
tahu penyebab diare apakah infeksi virus, bakteri ataukah parasite, serum elektrolit untuk
menentukan apakah terdapat gangguan elektrolit ataukah tidak, dilakukan analisa gas darah
pada pasien dengan dehidrasi berat, glukosa darah untuk mengetahui apakah pasien dalam
keadaan hiperglikemia karena tidak adanya asupan ataukah karena stress tubuh yang mana
meningkatkan hormone kortisol, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotic untuk
mengetahui bukti adanya infeksi bakteri. Pada pasien ini dilakukan pemeriksan daarah rutin
dan kultur feses. Menurut hasil laboratorium yang dilakukan ditemukan adanya leukositosis.
Dan pada pasien ini didiagnosa dengan diare cair akut dengan dehidrasi untuk terapi kita bisa
memberikan TRO (Oral,NGT,Intravena)dan zinc
DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief
S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku Ajar Gastroenterologi – Hepatologi. Edisi
ke- 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012. h. 87-120
2. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Ilmu kesehatan anak
esensial.Nelson. Edisi ke-6.Elsevier singapore pte ltd;2014. h. 481-486.
3. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The Journal of
Infectious disease 200: S188-94, 2009.
4. Weizman Z, Asli G, Alsheikh A. Effect of a Probiotic Infant Formula on Infections in
Child Care Centers: Comparison of Two Probiotic Agents.Pediatrics 2008; 115: 5-9.
5. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuto S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati EV,
penyunting. Diare Akut. IDAI Jilid I. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010.
h. 58-62.
6. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta Gastroenterologi
Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53

Anda mungkin juga menyukai