Anda di halaman 1dari 17

TEOLOGI ISLAM

TAUHID SEBAGAI PRINSIP PENATAAN


LINGKUNGAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah: Teologi Islam
Dosen Pengampu: Dr. Ira Suryani, M.Si

Oleh:

Ade Irma Yukyta Ilham(0303192106)

Aigia Dwi Mayasari(0303192081)

Sri Rahmayani(0303192084)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat yang
telah dilimpahkan-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Adapun pokok bahasan yang dikaji dalam makalah ini adalah tentang ”
Tauhid Sebagai Prinsip Penataan Lingkungan ” yang bertujuan untuk melengkapi tugas
mata kuliah Teologi Islam.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak yang turut berpartisipasi langsung maupun tidak langsung dalam
penyelesaian makalah ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Dosen Dr. Hj. Ira Suryani, M.Si yang telah setia memberikan arahan dan bimbingan
kepada penulis selama mengikuti perkuliahan dan selama penyusunan makalah ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa/i teman sejawat yang turut
memberikan dukungan baik berupa materil maupun moril.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat berbagai
kekurangan dan kesilapan baik dalam hal penulisan maupun isi. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian yang bersifat membangun yang
bisa menjadi bahan acuan dan pertimbangan bagi penulis untuk kesempurnaan makalah ini
dikemudian harinya.

Medan, 23 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 2

A. DEFENISI ILMU TAUHID ................................................................ 2-4


B. TAUHID SEBAGAI PRINSIP PENATAAN LINGKUNGAN ........... 4-6
1. PENATAAN LINGKUNGAN BERDASARKAN AL-QURAN ... 6-8
2. FUNGSI LINGKUNGAN ALAM BAGI MANUSIA ................. 9-10
3. RAMAH LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN.10-16

BAB II PENUTUP ................................................................................... 17

A. KESIMPULAN .................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 18


BAB I

PENDAHULUAN

Tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah menciptakan manusia yang paling baik di
antara para makhluk dengan tujuan untuk mengabdi kepada-Nya. Amanat dari tuhan tersebut
meruupakan pemenuhuan unsure etika dari kehendak ilahi yang sifatnya harus direalisasikan
dengan kemerdekaan, dan manusia adalah satu-satunya makhlik yang dapat melakukan itu.
Tanggung jawab yang diberikan sama sekali tidak mengenal batas, mancakup segala unsur
secara universal. Karena menurut Al-Qur‟an, tidak satupun makhluk Tuhan yang mampu
memikul amanat tersebut kecuali manusia yang merasa mampu melaksanakannya. Ketika
kehendak ilahi direalisasikan dengan hokum alam, hal tersebut tidaklah bersifat moral,
melainkan elemental. Namun sifat kebebasan bertidak dalam rangka mematuhi perintah
Tuhan inilah yang menjadikan bersifat moral. Berkaitan dengan ini, maka bertauhid
meniscayakan beretika atau bermoral yang mencerminkan kedalam tauhid iatu sendiri. Jika
tauhidnya baik, dapat dipastikan etikanya pastilah baik.

Menurut al-Razi, bahwa hubungan tauhid dan etika seperti keterkaitan baik dan buruknya
akhlak atau etika yang sangat bergantung pada bersih dan kotornya jiwa dan mencerminkan
kualitas adari iman dan tauhid itu sendiri. Sebagai mahkluk hidup, populasi manusia terus
berkembang setiap saatnya. Dan, pada gilrannya perkembangan ini member implikasi negatif
terhadap kualitas interaksi dengan mahluk-mahluk lain. McElory menyebutkan kebutuhan
manusia sebagai salah satu penghuni bumi terhadap sumber daya alam menyebapkan banyak
kerusakan, diantaranya adalah pemanasan suhu bumi, pencemaran tanah, air dan udara.
Menguatkan apa yang disampikan McElory, menurut Mujiono pelaksanaan ekonomi industri
dewasa ini terjebak pada kemakmuran materialisame hedonistic da energi berkelimpahan,
namun melupakan keterbatasan sumber daya alam. Dengan kata lain, manusia dan
perkembangan industrinya menjadi “perusak” planetnya sendiri sehingga krisis limngkungan
terjadi di berbagai belahan bumi. Melihat kenyataan ini, muncul banyak keprihatinan dari
kalagan ilmuan dari berbagai disiplin ilmu. Sebut saja Mc. Kibben dalam tulisannya yang
berjudul The end of Nature. Sementara paksa Dekalarasi Stocholm pada juni 1972, Agama-
agama besar dunia juga didorong untuk berupaya menopang kesadaran konversasi
lingkungan dengan cara melakukan eksplorasi ajaran-ajarannya dan mengejawatkan dalam
kehidupan yang ramah lingkungan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Tauhid1

Istilah ilmu Tauhid berasal dari bahasa Arab. Secara harafiah, tauhid ialah
mempersatukan berasal dari kata wahid yang berarti satu. Menurut istilah agama islam,
Tauhid ialah keyakinan tetang suatu atau Esanya Tuhan dan segala pikiran dan teori berikut
dalil-dalilnya yang menjurus kepada simpulan bahwa Tuhan itu satu, disebut ilmu tauhid. Di
dalamnya termasuk soal-soal kepercayaan dalam agama islam. Kepercayaan itu disebut
dengan rukun iman yang jumlahnya ada enam macam.

Syekh Muhammad Abdul mendefinisikan ilmu tauhid ialah ilmu yang membahas tentang
wujud Allah, sifat-sifat yang wajib bagi-Nya, sifat-sifat yang jaiz yang disifatkan kepada-
Nya, dan sifat-sifat yang sama sekali wajib ditiadakan dari-Nya (mustahil). Juga membahas
tentang rasul-rasul Allah untuk menetapkan kebenaran risalahnya, apa yang wajib ada pada
dirinya, hal-hal yang jaiz dihubungkan (dinisbatkan) pada diri mereka dan hal-hal yang
terlarang menghubungkannya pada diri mereka.

Ilmu tauhid adalah ilmu yang memberikan bekal-bekal pengertian tentang pedoman
keyakinan hidup manusia, di dalam mengarungi samudra dan gelombang hidup. Secara
kodrati manusia diciptakan Allah di dunia ini, berkekuatan berbeda antara manusia yang satu
dengan yang lain. Tidak sedikit manusia di dalam mengarungi samudera hidup yang sangat
luas itu, kehilangan arah ke pedoman, sehingga ia menjadi sesat. Di situlah ilmu Tauhid
berperan untuk member pedoman dan arah, agar manusia selalu tetap sadar akan
kewajibannya sebagai mahkluk terhadap khaliknya.

Mempelajari Ilmu Tauhid sebagai ilmu yang mempelajari pokok-pokok agama yang
sangat penting itu hukumnya wajib. Sebeb dengan mempelajari ilmu Tauhid kita akan
mengetahui yang baik dan yang buruk, maka yang baik itu harus dijadikan pedoman dan
keyakinan dalam beri‟tikad dan yang buruk ditinggalkan. Setelah umat manusia memeluk
berbgai macam dasar kepercayaan dan menganut bermacam-macam faham(isme), kemudian
mereka berpecah-pecah dan saling bermusuh-musuhan, maka Allah mengetahui akan
keselamatan para hamba-Nya, menurunkan perintah-Nya kepada pesuruh-Nya yaitu nabi
Muhammad SAW. Perintah suci itu telah disampaikan kepada seluruh umat manusia di muka

1
Syafii, “Dari Ilmu Tauhid/Ilmu Kalam ke Teologi” Jurnal Teologia Vol. 23 No. 1, 2012, h 2-10
bumi ini, baik kepada bagsa Arab atau bangsa lain dengan segala kebijaksanaan. Allah
memerintahkan supaya para hamba-Nya, memeluk agama ilslam dan bertauhid kepada Allah.
Mengahbisakan seluruh hidupnya untuk meyakini dan mematuhi ajaran agama islam yang
sempurna.

Memeplajari ilmu tauhid biasanya didorong oleh keinginan untuk mengetahui lebih
banyak dn lebih mendalam pengertiam tentang tuhan. Sebelum itu orang sudah memiliki
kepercayaan (iman) kepada Tuhan, tetapi masih hanya secara samar-samar. Hal itu
disebabkan karena memang setiap manusia lahir dengan membawa benih iman dan jiwanya.

Kalau tauhid sudah masuk dan meresap ke dalam jiwa seseorang, maka akan tumbuhlah
dalam jiwa peresaan rela atas pemberian Allah untuk dirinya mengenai rezeki kedudukan dan
lain-lain, rasa harga diri dan menghargai orang lain, sebab orang bertauhid memandang
semua manusia sama derajat, berasal dari suatu keturunan dan tidak ad yang berhak di
pertuan atau di perhamba, rasa kasih sayang terhadap sesame manusia. Orang bertauhid
memandang semua manusia bersaudara, umat yang bertauhid itu hidup berdasat
perikemanusiaan dan persaudaraan, selalu bersikap terbuka, kerjasama dan gotong-royong.

Sepanjang sejarah agama-agama wahyu, ilmu Tauhid yang digunakan untuk menetapkan
dan menerangkan segala apa yng diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya tumbuh bersama
tumbuhnya agama ini. Para tokoh agama berusaha memelihara dan meneguhkan agama
dengan berbagai macam caradan dalil yang mempu mereka ketengahkan. Ada yang kuat, ada
yang sempit, ada yang luas sesuai dengan masa dan tempat serta hal-hal yang mempengaruhi
perkembangan agama. Perkembangan ilmu Tauhid mengalami beberapa tahap sesuai dnegan
perkembangan islam, yang dimulai pada masa Rasulluah saw, masa Khullafaurrasyidun,
masa Daulah Umayyah, masa Daulah Abbasyiah dan masa sesudah kemunduran Daulah
Abbasyiah.

Aspek terpenting dalam Ilmu Tauhid ialah keyakinan akan adanya Allah Yang Maha
Sempurna dan Mahakuasa. Keyakinan ini pada gilirannya akan membawa kepada keyakinan
terhadap adanya Malaikat, Kitab-kitab, Nabi dan Rasul, Hari Akhir dan melahirkan kesadaran
akan tugas dan kewajiban terhadap khalik (pencipta). Ilmu Tauhid secara umum diartikan
dengan ilmu yang memberikan tentang cara-cara menetapkan aqidah agama dengan
menggunakan dalil-dalilyang meyakinkan, baik dalil naqli, dalil aqli, maupun dalil perasaan
(wujdan).
B. TAUHID SEBAGAI PRINSIP PENATAAN LINGKUNGAN
Sesungguhnya Sang Pencipta Allah SWT, telah menciptakan alam dan isinya termasuk
manusia dan lingkungannyahidupnya, di mana manusia mendapatkan mandat untuk
mengelola dan memakmurkan bumi. Secara historis, sepanjang sejarah kehidupan amnusia
telah terjadi dinamika sosial yang kental dengan perubahan-perubahan, baik perubahan sosial
masyrakat manusia maupun perubahan di lingkungan hidup manusia maupun perubahan di
lingkungan hidup manusia akibat ulah mereka manusia. Guna memperoleh kelestarian umat
manusia dan lingkungan hidupnya, maka manusia(sebagai SDM) hendaknya diposisikan dan
difungsikan secara maksimal dan optimal sebagai penerima amanat dari Sang
Pencipta(sebagai sumber daya hukum lingkungan hidup) untuk memelihara dan
memkmurkan serta melestarikan lingkungan hidup(sebagai sumber daya alam), guna
terwujudnya kemaslahatan manusia secara universal di dunia dan keselamatan di akhirat.
Allah menciptakan alam dan isinya mempunyai suatu tujuan tertentu, seperti diungkapkan
dalam Al-Qur‟an

          

     


38. dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
dengan bermain-main.
39. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka
tidak mengetahui.
Manusia sebagai makhlum Allah untuk sumber daya manusia, juga telah dijelaskan dalam
Al-Qur‟an

            


23. Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati". (tetapi) Amat sedikit kamu bersyukur.(QS al-mulk:23)

           
78. dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan
hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur[1016].(QS AL-Mukminun:78)

[1016] Yang dimaksud dengan bersyukur di ayat ini ialah menggunakan alat-alat tersebut
untuk memperhatikan bukti-bukti kebesaran dan keesaan Tuhan, yang dapat membawa
mereka beriman kepada Allah s.w.t. serta taat dan patuh kepada-Nya. kaum musyrikin
memang tidak berbuat demikian.
          

     


78. dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.(QS. Al-Nahl:78)

              

  


36. dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.(QS. Al-Israa‟:36)

Dibawah ini akan dibahas mengenai tauhid sebagai prinsip penataan lingkungan:

1. Penataan lingkungan berdasarkan Al-Qur’an

    


2. segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3] 2.
Penggalan ayat ini, menunjukkan letak kata kunci rabb al-alamin, yang berbentuk jumlah
idhafah, terdiri dari rabbun sebagai kata pertama yaitu mudhaf, dan kata al-alamun sebagai
kata kedua, yaitu mudahafun ilaihi kata rabbun merupakan bentuk masdar yang berarti
pemilik,pendidik, dan pemelihara. Kata rabbun merupakan salh satu nama baik dan predikat
khusus bagi Allah SWT. Sedangkan kata Al- alamin melukana bentuk jamak dari kata alam
yang berarti nama, dunis, organisme dan spesies. Oleh karena itu, kata al- alamin berarti
banyak organisme atau seluruh spesies yaitu meliputi seluruh spesies biotik seperti manusia,
binatang microba, dan spesies abiotik misalnya tumbuh- tumbuhan, benda mati, mineral,
biosfer. Semua mahkluk hidup dan mati ini bertasbih memuji kebasaran Allah sebagai
pendidik, pemelihara alam, seperti contoh ayat Al Qur‟an yang berbunyi tujuh lapis langit,
dan bumi dan seluruh isinya mensucikan Allah dengan caranya masing-masing, akan tetapi
kamu tidak mengetahui cara tersebut. Sesungguhnya Allah maha pengapun lagi penyayang.

Allah akan terus menjalankan posisi dan fungsinya sebagai pemilik, pendidik dan
pemelihara seluruh spesies, sebab Allah tidak memerlukan tanda jasa atau imbalan. Secara

2
Q.S. Al-Fatihah (1): 2
operasional, pelaksanaan pemeliharaan dan kependidikan seluruh spesies didelegasikan
kepada bentuk sunnahtullah.kemudia Allah menciptakan jagad yang raya yang ungkapan
digunakan oleh Al- Qur‟an untuk memperkenalkan jagad raya dalam kata as-sama dalam
bentuk jamaknya yakni as- samawad. Kata as- asmawad dala AL-Qur‟an sebanyak 387 kali.
Bentuk tunggal, mufrad, yakni as-sama diulang sabnayak 210 kali dan bentuk jamak diulang
se 117 kali. Kata as-sama berarti langit, jagad raya, ruang angkasa dan ruang waktu, seperti
contoh ayat yang berbunyi :

            

           

22. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan
Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-
buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi
Allah[30], Padahal kamu mengetahui.

Meskipun pengungkapan Al- Qur‟an konotasinya berbeda – beda, yakni bias ruang
angkasa, ruang udara dan jagad raya, namun jika dicermati keseluruhan konotasi tersebut
adalah bermuara pada alam jagad raya. Dikatakan jagad raya, karena jagad raya terdiri dari
ruang udara atau biosfer dan ruang angkasa atau litosfer dan stratosfer. Konotasi makna ayat
juga berbeda, yaitu: mengungkapkan ekologi bumi, lingkungan hidup, ekosistem bumi dan
juga bentuk daur ulang. Sebagimana firman Allah yang menjadikan bumi sebagai lingkunga
hidup bagi manusia dan atmosfer sebagai pelindung keseimbangan ekosistem. Oleh karena
itu, menurut ajaran agama islam manusia wajib menjaga kelestarian daya dukung lingkunagn
secara keseluruhan yang merupakan milik Allah.

Manusia didalam ekosistem lingkungan mereka memiliki peranan yang sangat


penting sebagai pengelola lingkungan. Peran fungsional inilah merupakan kepanjanga dari
tangan Tuhan dalam mengelola lingkungan. Peran fungsional ekologis manusia yang
demikian lazim dikenal dengan khalifah. Dengan demikian, dalam mengelola lingkungan
hakikatnya manusia berperan sebagai mandataris Allah atau kepanjangan dari tangan Tuhan.
Tegasnya manusia adalah pengelola lingkungah atau penerima mandate (amanah). Seperti
firman Allah yang berbunyi :
             

              

 

30. ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."

Kata kunci ayat ini terdapat kata amanah yang dalam Al- Qur‟an berkonotasi mengutamakan akal
pikiran. Konotasi akal dan pikiran sangat pantas dan sesuai, karena manusia mampu
bertauhid, berseimbangan dan belajar berbagai ilmu. Konteks ayat ini yang menekankan
tentang amanah yang berarti mandat dan kepercayaan yang diberikan oleh Allah kepada
manusia sebagai mahkluk berakal. Langit, bumi, gunung tidak bersedia menerima mandate
dari Allah, karena mereka menyadari bahwa diri mereka tidak mampu mengemban amanah
tersebut, karena mereka tidak memiliki potensi rasional.

Ada beberapa landasan ayat AL-Qur‟an yang terkait erat dengan pmeliharaaan lingkungan yang
meliputi: Al- Qur‟an surah Al Baqarah (2) 29, surah Al A‟raf : 56, surah Al Hijr : 16, 19, 20,
21, 22, surah An Nahl : 5, 10, 11, 14 dan 15, surah Al Insan : 23. Jelas nahwa jangkauan AL-
Qur‟an tidak saja yang dibumi melainkan termasuk tata surya yang ada diangkasa. Ini berarti
bahwa mengotori angkasa luar dengan bentuk perusakan yang dilakukan manusia yang dalam
istilah modernnya global warming adalah tindakan pencemaran terhadap ciptaan Allah.

2. Fungsi lingkungan alam bagi manusia


Fungsi lingkungan hidup bagi manusia yang pertama adalah sebagai tata ruang bagi
keberadaanya, yaitu mencakup segi estetika, dan fisika yang terbentuk dalam diri manusia
sebagai dimensi jasmani, rohani, dan kebudayaan. Sungguhpun manusia sendiri yang
mengembangkan kesadaran lingkungan akan tetapi masih sangat sedikit yang kita ketahui
tentang seluk beluk tata ruang keberadaan manusia. Bentuk kesadaran itu terutama
terungkapnya berbagai perilaku manusia yang meningkatkan tekanan-tekanan terhadap sifat
alamiah dari lingkungan hidupnya. Sifat keanekaragaman isi alam sendiri diganggu, sehingga
terjadi kondisi yang monoton dan memperkembangkan habitatnya.
Kedua, lingkungan hidup berfungsi sebagai penyedia (sustenance)berbagai hal yang
dibutuhkan manusia. Dalam hal ini manusia memanfaatkan segi produktifitas dari lingkungan
secara eksploitatif (meraup). Lingkungan yang terdiri dari materi dan energi itu menghasilkan
sumber-sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan manusia guna kepentingan dirinya.
Seperti disebutkan di atas lingkungan hidup berproduksi melalui energi yang mengalir lewat
ekosistem. Dalam Al-Qur‟an Allah berfirman:

                

            

 
61. dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu
dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[726], karena itu mohonlah ampunan-
Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya)
lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."

[726] Maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan
dunia.
Berangkat dari kenyataan tersebut, maka sesungguhnya disinilah peran dan fungsi
penting kecerdasan akal manusia untuk melakukan kontekstualisasi ajaran agama. Suatu
usaha yang didukung oleh infrastruktur pendidikan yang kondusif dan stabil dalam rangka
pemberdayaan agama tersebut. Secara makro, pendidikan agama mempunyai makna startegis
sebagai institusi agama yang dapat menjalankan fungsinya pokoknya untuk
mensosialisasikan dan mentransformasikan nilai-nilai keagamaan dalam konteks dialektika
kehidupan ini, termasuk didalamnya menanamkan kesadaran dalam pengelolaan lingkungan
hidup3.
Islam sebagai agama yang secara organik memperhatikan manusia dan lingkungannya
memiliki potensi amat besar untuk melindungi bumi. Dalam Al-qur‟an sendiri kata „bumi‟
disebutkan sebanyak 485 kali dengan arti dan konteks yang beragam. Di bagian lain
komponen-komponen lain di bumi dan lingkungan hidup juga banyak disebutkan dalam al-
Qur‟an dan hadis. Manusia, bumi, dan makhluk ciptaan lainnya di alam semesta adalah
sebuah ekosistem yang kesinambungannya amat bergantung pada moralitas manusia sebagai
khalifah di bumi.

3. Ramah Lingkungan dalam Perspektif Al-Qur’an

3
Siswanto, Islam dan Pelestarian Lingkungan Hidup: Menggagas Pendidikan Islam Berwawasan
Lingkungan Hidup, Karsa, 14 (2) Oktober 2008:87
Lima belas abad yang lalu, sebelum isu konservasi lingkungan menjadi wacana pemikiran,
Nabi Muhammad telah menerima wahyu Alquran yang menjelaskan tentang tugas manusia
sebagai khalifah di muka bui, sebagaiman Firman Allah dalam surat AL-Baqarah:30

              

             

 

30. ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."

Dalam tafsirny, imam Thabari menjelaskan bahwa manusia adalah khalifah (wakil Allah)
di muka bumi. Walaupun di awal kejadiannya diragukan oleh malaikat, dengan mengatakan
khalifah sebagai orang yang akan membuat kerusakan di muka bumi, namun Allah Swt
memberikana jawaban bahwa Allah dzat yang paling engetahui terhadap hal yang tidak
diketahui oleh malaikat. Allah Swt meyakinkan malaikat, bahwa manusia bukan makhluk
yang membuat kerusakan di muka bumi dengan memberikan kelebihan ilmu kepada nabi
Adam As4.

Alquran secara tegas memerintahkan manusia untuk mengelola lngkungannya dengan


baik, serta melarang untuk membuat kerusakan di muka bumi. Sebagaimana firman Allah
dalam Alquran:

4
Muhammad Ibnu Jarir At-Thobari, Jamiul Bayan fi Ta’wil Al Qur’an, (Beirut: Muassasah Ar Risalah,
2000) Jilid 1, h 459
          

              

    

77. dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.

Imam Ibnu Katsir memberikan penafsiran bahwa manusia diperintahkan Allah Swt untuk
menggunakan segenap kemampuannya, baik moril maupun materil dalam beribadah kepada
Allah Swt. Agar manusia mendapatkan pahala di dunia dan di akhirat. Selain itu Allah
memerintahkan manusia untuk tidak melupakan urusan dunia, seperti urusana makanan,
sandang, perumahan, dan lingkungan. Karena manusia meiliki hak kepada Allah, hak kepada
diri sendiri, hak kepada keluarga, dan kepada lingkungannya. Oleh karena itu, setiap hak
harus diberikan manusia sesuai dengan porsinya. Allah memerintahkan manusia untuk
menjaga alam. Allah membenci manusia yang berbuat kerusakan di muka bumi, membuat
kerusakan lingkungan dan alam5.

Beberapa aplikasi konsep ramah lingkungan dalam agama Islam anjuran bagi setiap
orang untuk melestarikan lingkungan dengan berbagai cara yaitu 6:

a. Menjaga kebersihan

Kebersihan merupakan hal yang pokok dalam ajaran, tujuannya untu menjaga kebersihan
diri, baik jiwa maupun raga. Kebersihan diri tidak akan tercapai tanpa kebersihan lingkungan
dan alam sekitar. Menurut Imam An-Nawawi, kebersihan dan kesucian seseorang erupakan
bagian dari iman. Sedangkan makna dari sebagian dari iman, bebrapa ulama berbeda

5
Abu al Fida‟ Ismail bin Umar bin Katsir, Tafsir Ibnu Katsir (Beirut: Darul Kutub al Ilmiyah, t.th.),
Jilid 6, h 228
6
Rustam Ibrahim, A. Mufrod Teguh Mulyo, Lilis Fatitimah, “Konsep Ramah Lingkungan Dalam
Perspektif Al-Qur’an, Hadis, dan Kitab Kuning di Pesantren”, Jurnal Madania Vol. 21 No. 2, 2017, h 213
pendapat, ada yang menyatakan bahwa pahala seseorang yang menjaga kebersihan dan
kesuciannya mencapai pahala separuh dari iman. Ualama lain menjelaskan bahwa menjaga
kebersihan dan kesucian telah dilakukan, dengan syarat pelakunya beriman. Karena itu,
kebersihan bagian dari iman, sednagnkan kebersihan (suci) menjadi syarat sah salat. Karena
itu, kebersihan menjadi bagian dari iman.

b. Menghidupkan lahan mati

Memanfaatkan lahan mati dilakukan dengan menanami dan reklamasi serta menfungsikan
lahan tersebut agar menjadi lahan yang produktif. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, maksud
dari menghidupkan lahan mati adalah memanfaatkan lahan yang tidak bertuan dengan irigasi,
menanami, konservasi, maupun dengan banguann. Jika tanah tersebut tidak bertuan, maka
tanah tersebut otomatis menajdi milik orang yang mengelola7. Hal ini merupakan bentuk
apresiasi ulama terhadap lingkungan, sudah semestinya orang yang mau peduli terhadap
lingkungan diberi apresiasi yang lebih, karena memiliki peran dalam pelestarian lingkungan
hidup. Lingkungan hidup yang produktif akan membawa maslahat dan manfaat kepada
ekologi alam sekitar, baik flora, fauna, maupun masyarakat sekitarnya.

Imam At-Thahawi berargumen, bahwa orang yang memanfaatkan lahan mati yang tak
bertuan, otomatis akan menajdi pemiliknya, dianalogikan dengan air laut, air sungai, hewan,
dan burung buruan, ketika hal tersebut dimanfaatkan dan ditangkap oleh seseorang, otomatis
hal tersebut menjadi miliknya yang sah secara syar‟i. Pendapat ini menguatkan bahwa lahan
mati yang tak bertuan akan menjadi milik sah orang yang memanfaatkannya, baik dengan
cara menanami, menyirami, maupun memanfaatkannya demi kemaslahatan lingkungan
hidup.

c. Semangat penghijauan

Menurut Ibnu Bathol, memberikan motivasi kepada tiap Muslim untuk rajin menanam
pohon, karena menanam pohon memiliki banyak manfaat bagi sistem ekologi, baik manfaat
bagi manusia, agi generasi masa depan, bagi hewan, maupun bagi alam8. Apalagi dengan
kondisi saat ini, dengan krisis lingkungan, pemanasan global, dan pembalakan liar,
melakukan penanaman pohon merupakan sesuatu yang amat dianjurkan oleh syariat agama,
agar keseimbangan alam tetap terjaga dan kelangsungan ekosistem makluk hidup tetap
terjamin eksistensinya.

Nabi Muhammad Saw memberikan semangat bercocok tanam dalam kondisi apapun,
meski kiamat telah tiba. Hal tersebut dilakukan agar kelestarianlingkungan dan konservasi
alam tetap terjaga. Hal tersebut diperkuat oleh Imam An-Nawawi, beliau menjelaskan bahwa
selama pohon yang ditanam masih eksis, termasuk buah dan kayunya, maka pahalanya akan
tetap mengalir sampai hari kiamat. Inttinya semngat penghijauan ini berguna untuk
kepentingan diri sendiri maupun generasi selanjutnya. Sehingga muncul sebuah kaidah:
7
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Darul Ma‟rifah, t.th.) Jilid 5, h 18
8
Ibnu Bathol, Syarah Shahih Bukhori (Riyadh: Maktabah Ar Rusydi, t.th) Jilid 6, h 456
siapapun berbuat kebaikan, dan memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya, pahalanya
akan sampai kepada pelakunya.

d. Kawasan konservasi
Kawasan konservasi adalam pembuatan kawaan yang dilindungi untuk kemaslahatan
umum dan pengawetan habitat alami. Imam Syafi‟i menjelaskan bahwa ada dua pendapat
ulama tentang konservasi lingkungan hidup, pendapat pertama menyatakan bahwa tidak
diperkenankan bagi siapapun untuk melakukan konservasi lingkunga, kecuali terhadap lahan
yang telah ditentukan oleh nabi Muhammas Saw. Pendapat kedua sedikit lebih fleksibel,
yaitu boleh bagi orang yang menduduki jabatan seperti nabi Muhammad, dalam hal ini adalah
pemimpin daerah/wilayah.
Ulama mengunggulkan pendapat kedua yang menyatakan bahwa konservasi lingkungan
merupakan wewenang dari pemerintah, konservasi lingkungan dalam hal ini adalah
melindungi lingkungan tertentu, berawal dari lahan untuk masyarakat umum menjadi lahan
yang dilindungi oleh pemerintah, peruntukkannya untuk melindungi spesies tertentu, atau
perlingdungan terhadap kelestarian lingkunga. Sehingga tidak setiap orang dapat mengases
lahan tersebut. Hal itu dilakukan karena demi kemaslahatan umum

e. Larangan keras mencemari lingkungan


Larangan membuang limbah sungai, membuang sampah di sembarang tempat, dan
pencemaran udara. Karenna pencemaran lingkungan dapat mengganggu ekosistem
lingkungan. Siapapun dilarang untuk melakukan pencemaran pada tiga tempat, yaitu saluran
air atau sungai, di bawah naungan pohon, dan jalan raya. Umat islam diperintahan untuk
menghilangkan kotoran dan sampah jalan, yang tentunya dapat meresahkan masyarakat.
Seperti paku sampah, duri, maupun butiran kawat, dan besi. Karena hal tersebut dapat
membahayakan terhadap pengguna jalan, seperti terjadinya kecelakaan atau minimal melukai
pejalan kaki. Syariat sangat mengapresiasikan terhadap orang yang mau membersihkan
terhadap jalan raya.

f. Sanksi bagi perusak lingkungan


Sanksi bagi perusak lingkungan merupakan instrument bagi terwujudnya konservasi
lingkungan di masyrakat. Karena itu hukuman yang diberikan kepada perusak lingkungan
adalah hukuman yang dapat memberikan efek jera bagi pelaku. Terdapat empat prinsip sanksi
yang penting untuk diberikan kepada pelaku pencemaran lingkungan. Pertama, sanksi yang
dapat mendidik dan memberikan efek jera terhadap pelaku. Kedua, sanksi dapat
menimbulkan rasa takut dan efek jera terhadap orang lain untuk melakukan pencemaran
lingkungan. Ketiga, hukuman yang ditentuan bagi pelaku pencemaran disesuaikan dengan
tindakan kejahatan yang dilakukan. Keempat, sanksi yang diberikan bersifat umum dan
berimbang antara hukuman dan tindakan kejahatan yang dilakukan.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Istilah ilmu Tauhid berasal dari bahasa Arab. Secara harafiah, tauhid ialah
mempersatukan berasal dari kata wahid yang berarti satu. Menurut istilah agama islam,
Tauhid ialah keyakinan tetang suatu atau Esanya Tuhan dan segala pikiran dan teori berikut
dalil-dalilnya yang menjurus kepada simpulan bahwa Tuhan itu satu, disebut ilmu tauhid. Di
dalamnya termasuk soal-soal kepercayaan dalam agama islam. Kepercayaan itu disebut
dengan rukun iman yang jumlahnya ada enam macam.
Sesungguhnya Sang Pencipta Allah SWT, telah menciptakan alam dan isinya termasuk
manusia dan lingkungannyahidupnya, di mana manusia mendapatkan mandat untuk
mengelola dan memakmurkan bumi. Secara historis, sepanjang sejarah kehidupan amnusia
telah terjadi dinamika sosial yang kental dengan perubahan-perubahan, baik perubahan sosial
masyrakat manusia maupun perubahan di lingkungan hidup manusia maupun perubahan di
lingkungan hidup manusia akibat ulah mereka manusia. Guna memperoleh kelestarian umat
manusia dan lingkungan hidupnya, maka manusia(sebagai SDM) hendaknya diposisikan dan
difungsikan secara maksimal dan optimal sebagai penerima amanat dari Sang
Pencipta(sebagai sumber daya hukum lingkungan hidup) untuk memelihara dan
memkmurkan serta melestarikan lingkungan hidup(sebagai sumber daya alam), guna
terwujudnya kemaslahatan manusia secara universal di dunia dan keselamatan di akhirat.
Tauhid sebagai prinsip penataan lingkungan memiliki tiga unsur yaitu penataan lingkungan
terhadap al-quran, fungsi lingkungan bagi manusia, dan ramah lingkungan dalam perspektif
al-quran.
DAFTAR PUSTAKA

Tauhid dan Etika Lingkungan Telaah atas Pemikiran Ibn ‘Arabi, Jurnal Teologia, Ahmad
Munji (2014) Vol. 25 No. 2 Halaman 515-542
Dari Ilmu Tauhid/Ilmu Kalam ke Teologi, Jurnal Teologia, Syafii (2012) Vol. 23 No. 1
Halaman 1-15
Lingkungan Dalam Kajian Al-Qur’an Krisis Lingkungan dan Penanggulangannya Perspektif
Al-Qur’an, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an dan Hadis, Muhammad Qomarullah (2014)
Vol. 15 No.1 Halaman 135-158
Pendidikan Islam dan Lingkungan Hidup, Jurnal Pendidikan Islam, Ara Hidayat (2015) Vol.
4 No. 2 Halaman 373-389
Konsep Ramah Lingkungan dalam Perspektif Al-Quran, Hadis, dan Kitab Kuning di
Pesantren, Jurnal Madania, Rustam Ibrahim, A. Mufrod Teguh Mulyo, Lilis Fatimah (2017)
Vol. 21 No. 2 Halaman 209-220
Metode Kunjungan Lapangan untuk Menanamkan Kepdulian Terhadap Lingkungan Hidup,
Jurnal Pedagogia, Ria Wulandari (2016) Vol. 5 No. 1 Halaman 67-80
Teologi Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Islam, Jurnal Progresiva, Muhammad Wahid
Nur Tualeka (2011) Vol. 5 No. 1 Halaman 131-140

Anda mungkin juga menyukai