Anda di halaman 1dari 14

DOKTRIN PEMIKIRAN MATURIDIYAH

DiajukanuntukMemenuhi Salah Satu TugasMandiri


Mata Kuliah: Ilmu Tauhid
Dosenpengampu:Dr.Samsudin, M.Ag

Disusunoleh : Salman Alparisi Pratama


Kelas : Spi 2D
Nim:1195010139

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM (SPI) FAKULATAS


ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG
DJATI BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puja serta puji bagi Allah SWT Pembina semesta alam. Shalawat serta salam semoga
dilimpahkan kedapa jungjunan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para
sahaba, para wliyullah, dan semua pengikut, penerus cita-cita perjuangan

Dalam makalah ini penulis dapat menyusun makalah ini tepat waktunya. Makalah ini
membahas tentang doktrin pemikiran Maturidiyah

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu,
penyusun mengucapkan terimakasih yang sebsar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari allah SWT.

Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat berguana dalam rangka
menambah pengetahuan kita mengenai aliran-aliran suau kepercayaan yang terdapat di umat
muslim, tetapi di makalah ini hanya akan membahas tentang dokrin pemikiran Maturidiyah,
penyusunan juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
tanpa sarana yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandung, April 2020

Penulis

DAFTAR ISI
BAB I.......................................................................................................................4
......................4
BAB II......................................................................................................................6
.....................................6
A. Doktrin-doktrin Pemikiran Maturidiyyah…………………………………...6
B. Dampak positif dan negatif pemikiran Maturidiyah…………………………9

BAB III...................................................................................................................11
PENUTUP...............................................................................................................11

3
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari nama
pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad.1 Di samping itu, dalam buku
terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran
maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama
aliranini.2
Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur   al-Maturidi
yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam membantah
penyelisihnya seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan hakikat agama
dan akidah Islamiyyah. Sejalan dengan itu juga, aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi
dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok
Ahli Sunnah  Wal Jamaah yang merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional.
1
A. Hanafi. 2003.Pengantar Teologi Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna Baru.

2
Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib. 1996. Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam. Jakarta: Logos
Publishing House.

4
Aliran al-Maturidiyah ini sehenarnya tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asy’ariyah.
Keduanya dilahirkan oleh kondisi sosial dan pemikiran yang sama. Kedua aliran ini datang
untuk memenuhi kehutuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari
ekstrimitas kaum rasionalis dimana yang berada dibarisan paling depan adalah Mu’iazilah,
maupun kaum tekstualitas yang dipelopori oleh kaum Hanbaliyah (para pengikut Imam Ibnu
Hanbal). Keduanya herbeda pendapat hanya dalam hal yang menyangkut masalah cabang dan
detailitas1. Aliran al-Maturidiyah berdiri atas prakarsa al-Maturidi pada tahun pertama abad
ke-4 H di wilayah Samarkand.2

Pada awalnya antara kedua aliran ini dipisahkan oleh jarak. aliran Asy’ariyah
berkembang di Irak dan Syam (Suriah) kemudian meluas sampai ke Mesir sedangkan aliran
al-Maturidiyah berkembang di Samarkand dan di daerah-daerah seberang sungai (Oxus).
Kedua aliaran mi bisa hidup dalam aliran yang kompleks dan memhentuk suatu mazhab.
Nampak jelas hahwa perbedaan sudut pandang mengenai masalah-masalah fiqih kedua aliran
ini merupakan faktor pendorong untuk berlomba dan survive. Orang-orang Hanafiah
(pengikut imam Hanafi membentengi aliran-aliran Maturidiyah dan mereka kaitkan akarnya
sampai pada imam Abu Hanifah sendiri3. Teolog yang juga bermazhab Hanafiyah seperti
Maturidi adalah Abu Ja’far al-Tahawi di Mesir. Dia adalah seorang ulama besar dibidang
hadis dan fiqih yang teiah mengembangkandogma-dogma teologi yang lebih besar. Lebih
dari satu abad, mazhab Asy’ariyah tetap populer hanya diantara pengikut Syafi‘iyah
sementara mazhab Maturidiyah dan begitu juga Tahawiyah terbatas penganutnya diantara
pengikut Hanafi.4

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana doktrin-doktrin pemikira Maturidiyyah?


2. Bagaimana dampak positif dan negatif pemikiran Maturidiyah?

1
Ibid.
2
Dr. Ihrahim Madkour. 1995. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: Sinar Grafika offset.
3
Ibid.
4
Sayyed Hossein Nasr. 1996. Intelektual islam. Yogakarta: Pustaka Pelajar.

5
TUJUAN

1. Untuk mengetahui doktrin-doktrin pemikiran Maturdiyah


2. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif pemikiran Maturidiyah

BAB II

PEMBAHASAN

Doktrin-doktrin Pemikiran Maturidiyyah

Abu Mansur Al Maturidy hidup sejaman dengan Abu Hasan Al-Asy Arie, keduanya
sama-sama berupaya menegaggak panji Ah Lussunnah Wal jamaah ditengah kabutn
pertikaian ideologe antar sekte dan aliran Islam. Meskipun pada saat itu daerah abu Mansur
tidak sepanas Basrah dalam pergolakan pemikiran antar sekte, akan tetapi di Samarkand juga
ada beberapa ulama yang berkiblat pada Muktazilah di Irak, merekalah yang menuai
hantaman pemikiran dari al Maturidi.

6
Perbedaan antara pemikiran Al-Asy Arie dengan Al Maturidy akan tetapi perbedaan
itu sangat sedikit sekali, bahkan dapat dikatakan bahwa antara Al Asy’arie dan Al Maturidy
nyaris memiliki kesamaan kalau tidak bisa di sebut sama. Bahkan Muhammad Abduh
mengatakan bahwa perbedaan antara Al Maturidiyiah dan Al Asyariyah tidak lebih dari
sepuluh permasalahan dan perbedaan di dalamnya pun hanyalah perbedaan kata-kata (al
Khilaf Al Lafdziyu). Akan tetapi ketika kita mengkaji lebih dalam aliran asy-Ariyah dan
Maturidiyah maka perbedaan-perbedaan tersebut semakin terlihat wujudnya. Tak dapat
dipungkuri bahwa keduanya berupaya menentukan akidah berdasarkan ayat-ayat tuhan yang
terangkum dalam al-Qur’an secara rasional dan logis. Keduanya memberikan porsi besar
pada akal dalam menginterpretasikan al-Quran di bandingkan yang lainnya. Menurut Al-
Asyariyah untuk mengetahui Allah wajib dengan syar’I sedangkan Maturidiyah sependapat
dengan Abu Hanifah bahwa akal berperan penting dalam konteks tersebut. Hal itu merupakan
salah satu contoh perbedaan keduanya.

Adapun pemikiran atau doktrin-doktrin dari pemikiran Al Maturidiyah adalah sebagai


berikut:

a. Akal dan Wahyu

Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur'an dan akal


dalam bab ini ia sama dengan Al-asy’ari.  Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan
kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam
mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang memerintahkan agar
manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan keimanannya
terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk
ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut,
tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak
mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti
meninggalkan kewajiban yang diperintah ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al-
Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.

Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan
buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah

7
hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi
demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing.

Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:

1. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.


2. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu.
3. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk
ajaran wahyu.1

Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk karena
larangan Allah. Pada korteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah dan
Al-Asy’ari.

b. Perbuatan Manusia

Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu
dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Dalam hal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara
ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia.

Dengan demikian tidak ada peretentangan antara Qudrat Tuhan yang menciptakan
perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian karena daya di ciptakan
dalam diri manusia dan perbuatan yang di lakukan adalah perbuatan manusia sendiri dalam
arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga daya manusia.2

c. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan

Telah diuraikan di atas bahwa perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam wujud ini,
yang baik atau yang buruk adalah ciptaan Allah Swt. Menurut Al-Maturidi qudrat Tuhan
1
Ibid.
2
Ibid.

8
tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai
dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.

d. Sifat Tuhan

Dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah. Perbedaan
keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan
mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan. Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti sama,
bashar, kalam, dan sebagainya. Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan
sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada
bersama/inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wa la hiya ghairuhu).
Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa
kepada bilangannya yang qadim (taadud al-qadama).

Tampaknya faham tentang makna sifat Tuhan ini cenderung mendekati faham
Mu’tazilah,perbedaannyaterletak pada pengakuan terhadap adanya sifat Tuhan.

e. Melihat Tuhan

Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitahukan
oleh Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22dan 23. namun
melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di
akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.

f. Kalam Tuhan

Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara
dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat
qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu
(hadist). Kalam nafsi  tidak dapat kita ketahui hakikatnya bagaimana allah bersifat dengannya
(bila kaifa) tidak di ketahui, kecuali dengan suatu perantara.1

1
Ibid.

9
g. Perbuatan Manusia

Menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali
semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak
Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri.
Oleh karena itu, tuhan tidak wajib beerbuat ash-shalah wa-al ashlah (yang baik dan terbaik
bagi manusia).  setiap perbuatan tuhan yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban
yang di bebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang di kehendaki-
Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah :

a. Tuhan tidak akan membebankan kewajiban-kewajiban kepada manusia di luar


kemampuannya karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusioa juga
di beri kemerdekaan oleh tuhan dalam kemampuan dan perbuatannya
b. Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntunan keadilan yang
sudah di tetapkan-Nya.
h. Pelaku Dosa Besar

Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal
di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena tuhan sudah menjanjikan
akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.kekal di dalam neraka
adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa syirik.dengan demikian, berbuat dosa besar
selain syirik tidak akan menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karena itu,
perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad.
i. Pengutusan Rasul

Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan mutazilah yang


berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan
agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.

Pengutusan rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajarannya


wahyu yang di sampaikan rasul berarti mansia telah membebankan sesuatu yang berada di
luar kemampuannya kepada akalnya.1

1
Ibid.

10
Dampak positif dan negatif pemikiran Maturidiyah

1. Dampak positif Maturidiyah

Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat bahwa pelaku dosa
masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang
diperolehnya kelak di akhirat adalah tergantung apa yang dilakukannya di dunia.

Jika pelaku dosa besar meninggal sebelum bertaubat, maka semuanya diserahkan
kepada Allah SWT, jika menghendaki pelaku dosa besar itu diampuni, maka akan
dimasukkan ke dalam neraka, tapi tak kekal di dalamnya.

2. Dampak negatif Maturidiyah

Dimana iman sebagai suatu kepercayaan dalam hati, sedangkan pernyataan lisan dan
amal perbuatan hanya sebagai pelengkap saja.

11
BAB III

PENUTUP

Aliran al-Maturidiyah ini sehenarnya tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asy’ariyah.
Keduanya dilahirkan oleh kondisi sosial dan pemikiran yang sama. Dalam era masyarakat
moderen-sekuler yang rasional dan menafikan peran nilai-nilai keagamaan serta dalam
rangka membangun peradaban Islam moderen yang berpilar pada zikru dan fikru, maka
subtansi pemikiran teologi Maturidiyah nampaknya jauh lebih relevan dibandingkan dengan
Asy’ariyah dan Mu’tazilah. Hal ini setidaknya dapat dilihat pada cirri khas bangunan
berpikirnya yang sekaligus menjadi kekuatan teologi ini yaitu kemampuan menyintesakan
kekuatan akal dengan kelebihan nilai tradisi.

Dalam perspektif ini Ahmad Amin sebenarnya tidak perlu meratapi hilangnya
Mu’tazilah, sebab peranan yang dimainkan Mu’tazilah sebagian sudah diambil anggun oleh
Maturidiyah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, A.2003.Pengantar Teologi Islam.Jakarta: Pustaka al-Husna Baru

Dahlan , Abd. Rahman dan Qarib, Ahmad.1996. Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam
Islam. Jakarta: Logos Publishing House

Madkour, Ibrahim. 1995. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Cet I. Jakarta: Sinar
Grafika Offset

Nasr, Sayyed Hossein. 1996. Intelektual Islam, Cet I. Yogyakarta: Pustaka Pe1ajar

13
14

Anda mungkin juga menyukai