Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MATA KULIAH SEJARAH HUKUM

SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN HUKUM ISLAM

Disusun oleh

EFRIDHO AL’AZANA DWINANDHANI

B10831034

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


UNIVERSITAS BATANGHARI
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................6

C. Tujuan dan Manfaat..............................................................................................6

BAB II. SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM

A. Masa Nabi Muhammad S.A.W (610 M- 632 M)..................................................8

B. Masa Khulafaur Rashidin (632 M- 662 M)...........................................................8

C. Masa Pembinaan, Pengembangan, dan Pembukuan (abad 7- 10 M)....................9

D. Masa Kemunduran Pemikiran (abad 10 M- 19 M)..............................................10

E. Masa Kebangkitan Kembali (abad 19 – sekarang)..............................................11

BAB III. PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA

A. Masuknya Hukum Islam Di Indonesia Pada Masa Pra-Penjajahan Belanda........13

B. Hukum Islam Pada Masa Penjajahan Belanda......................................................13

C. Hukum Islam Pada Masa Penjajahan Jepang........................................................14

D. Hukum Islam Pada Masa Kemerdekaan...............................................................15

E. Hukum Islam di Era Orde Lama dan Orde Baru..................................................17

F. Hukum Islam di Era Reformasi.............................................................................18

BAB IV. PENUTUP

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum islam merupakan istilah khas di Indonesia sebagai terjemahan

dari al- fiqh al-islamy atau dalam keadaan konteks tertentu dari as-syariah al-

islamy. Istilah ini dalam wacana ahli Hukum Barat disebut Islamic Law. Dalam

Al-quran dan Sunah, istilah al-hukm al-islam tidak ditemukan. Namun, yang

digunakan adalah kata syariat islam, yang kemudian dalam penjabaranna

disebut istilah fiqh. Penyebutan hukum islam sering dipakai sebagai terjemahan

dari syariat islam atau fiqh islam. Apabila syariat islam diterjemahkan sebagai

hukum islam (hukumin abstracto), maka berarti syariat islam meliputi aspek

i’tiqadiyah, khuluqiyah,dan ‘amal syar’iyah. Sebaliknya bila hukum islam

menjadi terjemahan dari fiqh islam, maka hukum islam termasuk bidang kajian

ijtihadi yang bersifat dzanni.

Pada dimensi lain penyebutan hukum islam selalu dihubungkan dengan

legalitas formal suatu negara, baik yang sudah terdapat dalam kitan-kitab fiqh

maupun yang belum. Kalau demikian adanya, kedudukan fiqh islam bukan lagi

sebagai hukum islam in abstracto (pada tataran fatwa atau donktrin) melainkan

sudah menjadi hukum islam in concreto (pada tataran aplikasi atau

pembumian). Sebab, secara formal sudah dinyatakan berlaku sebagai hukum

postifi, yaitu aturan yang mengika dalam suatu negara.

Namun, menurut H.Mohammad Daud Ali untuk mendapatkan

pemahaman yang benar tentang hukum islam, maka yang harus dilakukan

adalah ;

1
1. Mempelajari hukum islam dalam kerangka dasar, dimana hukum islam

menjadi bagian yang utuh di ajaran dinul islam;

2. Menempatkan hukum islam dalam satu kesatuan;

3. Dalam aplikasinya saling memberi keterkaitan antara syariah dan fiqh

yang walaupun dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan;

4. Dapat mengatur tata hubungan kehidupan, baik secara vertikal maupun

horizontal.

Berdasarkan hal diatas, sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Rofiq,

mendefinisikan hukum islam adalah koleksi daya upaya para ahli hukum untuk

menerapkan syariat atas kebutuhan masyarakat. Dalam khazanah ilmu hukum

islam di Indonesia, istilah hukum islam dipahami sebagai penggabungan dua

kata, hukum dan islam. Hukum adalah seperangkat peraturan tentang tindak

tanduk atau tingkah laku yang diakui oleh suatu negara atau masyarakat yang

berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya. Kemudian kata hukum

disandarkan kepada kata islam. Jadi, dapat dipahami bahwa hukum islam

adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah SWT dan sunah

Rasul tentang tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani

kewajiban) yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk

agama islam.

Hukum islam adalah hukum yang bersumber dari menjadi bagian agama

islam. Sebagai sistem hukum ia mempunyai beberapa istilah yang perlu

dijelaskan terlebih dahulu, sebab kadangkala membingungkan, kalau tidak

diketahui persis maknanya. Yang dimaksud adalah istilah-istilah (1) hukum,

(2) hukm dan ahkam, (3) syari’ah, (4) fikih atau fiqh dan beberapa kata lain

yang berkaitan dengan istlah istilah tersebut.

2
1. Hukum

Hukum adalah segala peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang

mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan

atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam

masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu

dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya berupa hukum yang tidak

tertulis seperti hukum adat, dan juga berupa hukum tertulis dalam

peraturan perundang-undangan sepert hukum Barat. Hukum Barat melalu

asas konkordans, sejak pertengahan abad ke-19 berlaku di Indonesia.

Hukum dalam konseps seperti hukum barat adalah hukum yang sengaja

dibuat oleh manusia untuk mengatur kepentingan manusia sendiri dalam

masyarakat tertentu. Dalam konsepsi hukum perundang-undangan barat,

yang diatur oleh hukum hanyalah hubungan manusia dengan manusia lain

dan benda dalam masyarakat. Disampng itu ada konsepsi hukum lain, di

antaranya adalah konsepsi hukum islam. Dasar dan kerangka hukumnya

ditetapkan oleh Allah SWT, tidak hanya mengatur hubungan manusia

dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-

hubungan lainnya, karena manusia yang hidup dalam masyarakat itu

mempunyai berbagai hubungan. Hubungan-hubungan itu seperti hubungan

manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya, hubungan

manusia dengan manusa lain dan hubungan manusia dengan benda dalam

masyarakat serta alam sekitarnya. Interaksi manusia dalam berbagai tata

hubungan itu diatur oleh seperangkat ukuran tingkah laku yang didalam

bahaha arab yaitu disebut hukm jamaknya ahkam.

2. Hukm dan Ahkam

3
Hukm artinya norma atau kaidah yakni ukuran, tolak ukur, patokan,

pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan

manusia dan benda. Dalam sistem hukum islam ada lima hukm atau kaidah

yang dpergunakan sebagai patokan mengukur perbuatan manusia baik di

bidang ibadah maupun dilapangan muamalah. Kelima jenis hukm tersebut

disebut al-ahkam al khamsah atau penggolongan hukum yang lima yaitu

(1) ja’iz atau mubah, (2) sunnat, (3) makruh, (4) wajib, (5) haram.

Penggabungan lima jenis hukum ini dalam perpustakaan hukum islam

islam disebut juga hukum taklifi yang mengandung beberapa makna yaitu

(1) jai’iz mubah yaitu norma atau kaidah hukum islam yang mengandung

kewenangan terbuka yaitu kebebasan memilih untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu, (2) sunah yaitu hukum taklifi yang mengandung

anjuran untuk dlakukan karena jelas manfaatnya bagi pelaku, (3) makruh

yaitu mengandung kaidah yang seyogyanya tidak dilakukan karena jelas

idak berguna dan akan merugikan orang yang melakukannya, (4) fardhu

dan wajib yaitu mengandung perintah yang wajib untuk dilakukan, dan (5)

haram yaitu mengandung larangan untuk dilakukan. Masing-masing

penggolongan, penjenisan dan kategor hukum ini dibagi lagi oleh ahli

hukum islam ke dalam beberapa bagian yang lebih rinci dengan tolak ukur

tertentu yang dapat dipelajari dalam kitab-kitab ilmu usul fikih.

3. Syari’ah

Syariah secara harfiah adalah jalan ke sumber (mata) air yaitu jalan lurus

yang harus diikuti oleh setiap umat islam. Syari’ah merupakan jalan hidup

umat islam, syari’ah memuat ketetapan-ketetapan Allah SWT dan

ketentuan Rasul-nya, baik berupa larangan maupun berupa suruhan,

4
meliputi suruhan aspek hidup dan kehidupan manusia. Dilihat dari segu

hukum, syari’ah merupakan norma hukum dasar yang di tetapkan Allah

SWT yang wajib diikuti oleh umat islam berdasarkan iman yang berkaitan

dengan akhlak, baik dalam hubungan dengan Allah SWT maupun dengan

sesama manusia dan benda dalam masyarakat. Norma hukum dasar ini

dijelaskan dan dirincikan lebih lanjut oleh Nabi Muhammad S.A.W

sebagai Rasul-nya. Karena itu, syari’ah terdapat dalam al-quran dan dalam

kitab-ktab hadis. Menurut sunnah (al-qauliyah atau perkataan), umat islam

tidak akan pernah sesat dalam perjalanan hdupnya d dunia ini selama

mereka berpegang teguh atau berpedoman kepada al-quran dan Sunnah

Rasulullah. Karena norma-norma hukum dasar yang terdapat di dalam al-

quran bersifat umum, maka setelah Nabi Muhammad S.A.W wafat,

norma-norma hukum dasar yang masih bersifat umum itu perlu di rinci

lebih lanjut. Perumusan dan penggolongan norma-norma hukum dasar

bersifat umum tu ke dalam kaidah-kaidah yang lebih konkrit agar dapat

dilaksanakan dalam praktik, memerlukan disiplin lmu dan cara-cara

tertentu.

4. Fiqh

Fiqh berarti pemahaman atau pengertian sedangkan ilmu fiqh adalah ilmu

yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar

yang terdapat dalam Sunnah Nabi yang direkam dalam kitab-kitab hadis.

Dengan kata lain, fiqih adalah ilmu yang berusaha memahami hukum-

hukum yang terdapat d dalam al-quran dan sunnah Rasulullah untuk

diterapkan pada perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya

yang berkewajiban melaksanakan hukum islam. Di dalam bahasa

5
Indonesia, untuk syari’ah islam sering dipergunakan kata-kata hukum

syari’ah atau hukum syara’ dan untuk fiqh islam dipergunakan istilah

hukum fiqh atau kadang hukum islam. Dalam praktik seringkali ke dua

istilah itu dirangkum dalam kata hukum islam tanpa tanpa menjelaskan apa

yang dimaksud. Ini dapat dipahami karena hubungan keduanya sangat erat,

dapat dibedakan tetapi tidak mungkin dipisahkan. Syari’ah adalah

landasan fiqh, dan fiqh adalah pemahaman tentah syari’ah.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam!

2. Jelaskan sejarah perkembangan hukum islam di Indonesia!

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

a) Untuk mengetahui sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum

islam di dunia secara spesifikasi;

b) Untuk mengetahui sejarah perkembangan hukum islam di Indonesia

lebih spesifikasi.

2. Manfaat

a) Secara Teoritis, manfaat dari makalah ini adalah dapat memberikan

manfaat untuk perkembangan hukum islam di indonesia selanjutnya

dalam menjalankan maupun memahami hukum islam di Indonesia,

sehingga terciptalah dapat memperlancar jalannya hukum islam di

Indonesia serta tidak ada lagi yang memahami hukum islam secara

menyimpang dari apa yang telah di tentukan dan diharapkan oleh

Allah SWT;

6
b) Secara Praktis, makalah ini dapat dijadikan sebagai masukkan bagi

pembaca dan masyarakat dalam memahami hukum islam di Indonesia

agar tidak ada lagi orang-orang yang salah dalam memahami hukum

islam.

7
BAB II

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM

A. Masa Nabi Muhammad S.A.W (610 M- 632 M)

Nabi Muhammad S.A.W dianggap memutuskan hubungannnya dengan

klen aslinya (klen yang disusun berdasarkan garis Partrilineal,yang saling

bertentangan, ikatan anggota klen berdasarkan pertalian dan pertalian adat

menyebabkan untuk dituntut kesetiaan mutlak para anggotanya) karena Nabi

Muhammad S.A.W hijrah dari Mekah ke Madinah. Pada masa in, kedudukan

Nab Muhammad S.A.W sangat penting, terutama bagi umat islam. Pengakuan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidaklah lengkap bagi seorang muslm tanpa

pengakuan terhadap kerasulan Nabi Muhammad. Konsekuens umat islam harus

mengikuti firman-firman Allah SWT yang terdapat dalam al-quran dan sunnah

Nabi Muhammad S.A.W yang di catat dalam kitab-kitab hadist. Waktu Nabi

Muhammad S.A.W masih hidup untuk mengembangkan dan menafsirkan

hukum itu terletak pada diri beliau sendiri, melalui ucapan, perbuatan, sikap

diam yang di sebut sunnah. Dengan mempergunakan al-quran sebaga norma

dasar Nabi Muhammad S.A.W memecahkan setiap masalah yang timbul pada

masanya dengan sebaik-baiknya.

B. Masa Khulafaur Rashidin (632 M- 662 M)

Dengan wafatnya Nabi Muhammad S.A.W, maka berhentlah wahyu

yang turun dan dengan sunnahnya. Kedudukan Nabi Muhammad S.A.W

sebagai utusan Allah SWT tidak mungkin tergantikan, tetap tugas beliau

sebagai pemimpin masyarakat islam dan kepala negara harus dilanjutkan oleh

seorang khalifah dari kalangan sahabat Nabi. Tugas utama seorang khalifah

adalah menjaga kesatuan umat dan pertahanan negara. Memiliki hak

8
memaklumkan perang dan membangun tentara untuk menjaga keamanan dan

batas negara, menegakkan keadilan dan kebenaran, berusaha agar semua

lembaga negara memisahkan antara yang baik dan tidak baik, melarang hal-hal

yang tercela menurut al-quran, mengawasi jalannya pemerintahan, menarik

pajak sebagai sumber keuangan negara tugas pemerintahan lainnya. Khalifah

yang pertama dipilih adalah Abu Bakar Siddiq, pada masa pemerintahan Abu

Bakar Siddiq dibentuk panitia khusus yang bertugas mengumpulkan catatan

ayat-ayat al-quran yang telah ditulis di jaman Nabi Muhammad S.A.W pada

pelepah kurma dan tulang-tulang unta yang menghimpunnya dalam satu

naskah. Khalifah kedua yaitu Umar Bin Khatab yang melanjutkan usaha Abu

Bakar meluaskan daerah islam sampai ke Palestina, Sirya, Irak, dan Persia.

Khalifah selanjutnya yaitu Usman yang menggantikan Umar Bin Khatab, pada

masa pemerntahannya terjad nepotisme karena kelemahannya. Dimasa

pemerintahnya perluasan derah slam dteruskan dari Barat ke sampai ke

Maroko, dari Timur menuju Indian dan dar utara bergerak keraha

konstantinopel. Usman menyaln dan membuat al-quran standar yang disebut

modifkas al- quran. Setelah Usman mennggal dunia, yang menggantikannya

adalah Ali Bin Abi Thalib yang merupakan menantu dan keponakan Nabi

Muhammad S.A.W, pada masa pemerintahan Ali tidak dapat berbuat banyak

untuk mengembangkan hukum islam karena keadaan negara tidak stabil.

Tumbuh bibit-bibit perpecahan yang serius dalam tubuh umat islam yang

bermuara pada perang saudara yang kemudian menimbulkan kelompok-

kelompok.

C. Masa Pembinaan, Pengembangan, dan Pembukuan (abad 7- 10 M)

9
Dimasa ini lahir para ahli-ahli hukum yang menetukan dan merumuskan

garis-garis suc islam, muncul berbagai teori yang masih dianut dan digunakan

oleh umat islam sampai sekarang. Banyak faktor yang memungkinkan

pembinaan dan pengembangan pada periode in, yaitu ;

1. Wilayah islam sudah sangat luas;

2. Telah ada karya-karya tentang hukum yang digunakan sebagai bahan untuk

membangun serta mengembangkan hukum islam;

3. Telah ada para ahli yang mampu berijtihad memecahkan berbagai masalah

hukum dalam masyarakat. Selain perkembangan pemikiran hukum pada

periode ini, lahir penilaian mengenai baik buruknya perbuatan yang

dilakukan oleh manusia.

D. Masa Kemunduran Pemikiran (abad 10 M- 19 M)

Pada masa ini ahl hukum tidak lagi menggali hukum fiqh islam dari

sumbernya yang asli tapi hanya sekedar mengikuti pendapat-pendapat yangb

telah ada dalam mashabnya masing-masing. Yang menjadikan pemikiran

hukum islam pada masa ini menurut adalah karena para ahl hukum tidak lagi

memusatkan usahanya untuk memahami prinsip-prinsip atau ayat-ayat hukum

yang terdapat pada al-quran dan sunah, tetapi pikirannya ditumpukan pada

pemahaman perkataan-perkataan, pikiran-pikiran hukum para imamnya saja.

Faktor- faktor yang menyebabkan kemunduran hukum islam pada masa itu

yaitu ;

1. Kesatuan wilayah islam yang luas telah retak dengan munculnya beberapa

negara baru;

2. Ketidakstabilan politik;

10
3. Pecahnya kesatuan kenegaraan atau pemerintahan menyebabkan merosotnya

kewibawaan pengendalian perkembangan hukum;

4. Gejala kemunduran berpikir timbul dimana-mana dengan demikian

perkembangan hukum islam pada periode ini menjadi mundur.

E. Masa Kebangkitan Kembali (abad 19 – sekarang)

Setelah mengalami kemunduran dalam beberapa abad lamanya,

pemikiran islam telah bangkit kembali, timbul sebagai reaksi terhadap sikap

taqlid tersebut yang telah membawa kemunduran hukum islam. Pada abad ke-

14 telah timbul seorang mujtahid besar yang mengembuskan udara baru dalam

perkembangan hukum islam yang bernama Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnu

Qayyim al Jaujiyyah walau pola pemikiran mereka dilanjutkan pada abad ke-

17 oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab yang terkenal dengan gerakan baru di

antara gerakan-gerakan para ahli hukum yang menyarankan kembali kepada al-

quran dan sunnah. Hukum islam disebutkan sebagai gerakan salaf (Salafiah)

yang ingin kembali kepada kemurnian ajaran islam di jaman salaf (permulaan).

Sesungguhnya pada masa kemunduran itu sendiri telah muncul beberapa ahli

yang ingin tetap melakukan ijtihad, untuk menampung dan mengatasi

persoalan-persoalan dan perkembangan masyarakat. Hanya saja pemikiran-

pemikiran yang mereka ijtihadkan tidak menyebar secara luas kepada dunia

islam sebagai akibat dari kondisi dan situasi dunia islam yang berada dlama

kebekuan, kemunduran, dan bahkan berada dalam cengkeraman orang lain,

ditambah lagi dengan sarana dan prasarana penyebaran ide-ide seperti

percetakan, media massa dan elektronik serta yang lainnya tidak ada, padahal

sesungguhnya ijtihad- ijtihad yang mereka hasilkan sangat brilian, menggelitik

dan sangat berpengaruh bagi orang yang mendalaminya secara serius.

11
Oleh karena itu, penyebab utama dari kemunduran yang sebenarnya

adalah penjajahan barat terhadap dunia islam, maka Al-Afgani yang sebagai

ahli hukum berpendapat agar umat islam dapat maju kembali dan menelorkan

ide monumentalnya yang sangat terkenal sampai sekarang yaitu Pan Islamisme

yang artinya persatuan seluruh umat islam. Ide ini sangat relevan pada masanya

namun masih perlu diterjemahkan kembali pada saat ini. Sebab, persatuan

dunia islam sebagaimana layaknya adalah sebuah negara islam internasional

tidak memungkinkan untuk dilaksanakan lagi tetapi persatuan umat islam

dalam artinya bersatu untuk memberantas pengaruh negatif dari negara-negara

barat dan adanya kesepakatan bersama untuk saling bantu membnatu dalam

memberantas kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan adalah sesuatu hal

yang mutlak dan sangat diperlukan oleh dunia islam saat ini.

12
BAB III

PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA

A. Masuknya Hukum Islam Di Indonesia Pada Masa Pra-Penjajahan Belanda

Kerajaan islam pertama di Indonesia pada abad ke-13. Kerajaan ini

dikenal dengan nama Samudera Pasai yang terletak di wilayah Aceh Utara.

Pengaruh dakwah islam yang cepat menyebar hingga ke berbagai wilayah

nusantara kemudian menyebabkan beberapa kerajaan islam berdiri yaitu tidak

jauh dari Aceh berdiri Kesultanan Malaka, lalu dipulau Jawa berdiri

Kesultanan Demak, Mataram, Cirebon, dan kemudian di Sulawesi dan Maluku

terdiri Kerajaan Gowa dan Kesultanan Ternate Sera Tidore. Kesultanan-

kesultanan tersebut kemudian menetapkan hukum islam sebagai hukum positif

yang berlaku. Penetapan hukum islam sebagaimana hukum positif di tiap-tiap

kesultanan tentunya menguatkan hukum islam yang telah berkembang di

tengah masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya literatur-literatur fqh yang

dituliskan oleh para ulama nusantara pada abad 16- 17 dan kondisi ini terus

berlangsung hingga para penjajah belanda datang ke kawasan nusantara.

B. Hukum Islam Pada Masa Penjajahan Belanda

Awal mula penjajah belanda ke kawasan nusantara dimulai karena

berdirinya Oraganisasi Perdagangan Dagang Belanda di Hindia Timur yang di

sebut dengan VOC. VOC pada masa itu memiliki peranan yang sangat penting

karena pemerintah Kerajaan Belanda menjadikan VOC sebagai perpanjangan

tangannya di kawasan Hindia Timur dengan menggunakan hukum Belanda

yang mereka bawa. Kaitannya dengan hukum islam yaitu ditemukan beberapa

diskusi yang dilakukan oleh pihak VOC, yaitu ;

13
1. Dalam Statuta Batavia yang ditetapkan pada tahun 1642 oleh VOC

dinyatakan bahwa hukum kewarisan islam berlaku bagi para pemeluk

agama islam;

2. Adanya upaya komplikasi hukum kekeluargaan islam yang telah berlaku di

tengah masyarakat yang diselesaikan pada tahun 1760 dan dikenal dengan

Compedium Freijer;

3. Timbulnya upaya komplikasi serupa di berbagai wilayah seperti di

Semarang, Cirebon, Gowa, dan Bone.

Pengakuan terhadap hukum islam ini terus berlangsung bahkan hingga

menjelang peralihan kekuasaan dari kerajaan Inggris kepada kerajaan Belanda

kembali. Pada pertengahan abad ke-19, pemerintah Hindia Belanda

melaksanakan politik hukum yang kebijakannnya secara sadar ingin menata

kembali dan mengubah kehidupan hukum di Indonesia dengan hukum Belanda.

Pemerintah Belanda mengintruksikan untuk menggunakan undang-

undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan pribumi dalam hal

persengketaan yang terjadi di antara mereka selama tidak bertentangan dengan

asas kepatutan dan keadilan yang diakui secara umum. Klausa terakhir ini

kemudian menempatkan hukum islam di bawah subordinasi dari hukum

Belanda. Lemahnya posisi hukum islam ini terus terjadi hingga berakhirnya

kekuasaan Hindia Belanda di wilayah Indonesia pada tahun 1942.

C. Hukum Islam Pada Masa Penjajahan Jepang

Pada tanggal 8 Maret 1942 pemerintah Belanda menyatakan menyerah

tanpa syarat kepada Panglima Militer Jepang untuk kawasan Selatan dan

langsung di sambut dengan pemerintah Jepang dengan mengeluarkan beberapa

14
peraturan yang salah satunya adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1942,

menegaskan bahwa pemerintah Jepang meneruskan segala kekuasaan yang

dahulunya di pegang oleh pemerintah Belanda. Ketetapan tersebut berimplikasi

pada tetapnya posisi keberlakuan hukum islam sebagaimana kondisi

terakhirnya di masa penjajahan Belanda. Meskipun demikian, pemerintah

Jepang tetap melakukan berbagai kebijakan untuk menarik rasa simpati umat

islam di Indonesia, yang di antaranya yaitu ;

1. Berjanji untuk melindungi dan memasukkan islam sebagai agama mayoritas

penduduk pulau Jawa;

2. Mendirikan Kantor Urusan Agama Islam yang dipimpin langsung oleh

bangsa Indonesia sendiri;

3. Mengizinkan berdirinya ormas islam seperti Muhammadiyah dan NU;

4. Menyetujui berdirinya Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) pada

bulan oktober tahun 1943;

5. Menyetujui berdirinya Hizbullah sebagai pasukan cadangan yang

mendampingi berdirinya PETA;

6. Berupaya memenuhi desakan para tokoh islam untuk mengembalikan

kewenangan Pengadilan Agama dengan meminta seorang ahli hukum adat

pada bulan Januari tahun 1944 untuk menyampaikan laporan tentang hal

tersebut.

Namun, kemudian upaya tersebut ditolak oleh ahli hukum adat yang

bernama Soepomo dengan alasan kompleksitas dan menundanya hinga

Indonesia merdeka.

D. Hukum Islam Pada Masa Kemerdekaan

15
Hampir 5 tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan, Indonesia memasuki

masa-masa revolusi pada tahun 1945-1950. Menyusul kekalahan Jepang oleh

tentara-tentara sekutu yang kemudian mengundang pemerintah Belanda berniat

ingin menduduki kepulauan Nusantara. Dari beberapa pertempuran yang ada,

pemerintah Belanda berhasil menguasai beberapa wilayah Indonesia, dimana

kemudian mendirikan negara-negara kecil yang dimaksud untuk mengepung

Republik Indonesia. Berbagai perundingan dan perjanjian kemudian dilakukan

hingga akhirnya setelah Linggarjati, lahirlah negara yang disebut dengan

Konstitusi Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949. Berlakunya

Konstitusi RIS tersebut, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku sebagai

Konstitusi Republik Indonesia yang merupakan 1 dari 16 bagian Negara

Republik Indonesia Serikat. Konstitusi RIS ini sangat sulit untuk dikatakan

sebagai konstitusi yang menampung aspirasi huku islam. Mukaddimah

Konstitusi ini sama sekali tidak menegaskan posisi hukum sebagaimana

rancangan UUD 1945 yang di sepakati BPUPKI. Demikian pula dengan batang

tubuhnya yang bahkan di pengaruhi oleh faham liberal yang berkembang di

Amerika dan Eropa Barat serta rumusan Deklarasi HAM versi PBB.

Hal ini menyebabkan beberapa pemberontakan yang diantaranya

bernuansa islam pada fase ini. Yang paling terkenal ialah gerakan DI/TII yang

dipelopori oleh Kartosuwirja dari Jawa Barat. Sebenarnya pada tanggal 14

Agustus 1945, Kartosuwirja telah memproklamirkan negara islamnya, namun

ia melepaskan aspirasinya tersebut untuk kemudian bergabung dengan

Republik Indonesia. Tetapi, ketika kontrol RI terhadap wilayahnya semakin

merosot akibat agresi Belanda, apalagi setelah di prolamirkan negara Boneka

Pasundan dibawah kontrol pemerintah Belanda sehingga membuatnya

16
memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia pada tahun 1948. Pemicu

konflik ini yang berakhir pada tahun 1962 dan mencatat 25.000 korban tewas

banyak di akibatkan karena kekecewaan Kartosuwirjo terhadap strategi para

pemimpin pusat dalam mempertahankan diri dari upaya penjajahan Belanda

kembali dan bukan atas daar apa yang mereka sebut dengan kesadaran teologis

politisnya.

E. Hukum Islam di Era Orde Lama dan Orde Baru

Kedudukan hukum islam di masa awal orde ini tidak begitu ditegaskan,

namun upaya-upaya untuk mempertegasnya tetap harus terus dilakukan.

Ditunjukkan oleh K.H. Mohammad Dahlan, seorang menteri agama dari

kalangan NU yang mencoba mengajukan RUU Perkawinan Umat Islam

dengan dukungan kuat fraksi-fraksi islam di DPR-GR. Walaupun upaya ini

gagal, upaya ini ternyata dilanjutkan dengan mengajukan Rancangan Hukum

Formil yang mengatur lembaga peradilan di Indonesia pada tahun 1970. Upaya

ini kemudian membuahkan hasil dengan lahirnya Undang-undang Nomoe 14

Tahun 1970 yang mana mengakui Peradilan Agama sebagai salah satu badan

peradilan yang berinduk pada Mahkamah Agung. Dengan adanya undang-

undang in, hukum islam telah berlaku secara langsung sebagai hukum yang

berdiri sendiri.

Penegasan terhadap berlakunya hukum islam semakin jelas ketika

Undang- undang Nomor 14 Tahun 1989 Tentang Peradilan agama ditetapkan.

Kemudian hal ini disusul dengan usaha-usaha intensif untuk

mengomplikasikan hukum islam di bidang-bidang tertentu. Dan kemudian

upaya ini diterima oleh Soeharto selaku Presiden RI dan menginstruksikan

penyebarluasannya kepada Menteri Agama pada bulan Februari 1988.

17
F. Hukum Islam di Era Reformasi

Melalui perjalanan yang panjang, di era reformasi ini hukum islam mulai

menempati posisinya secara perlahan tapi pasti. Lahirnya ketetapan MPR

No.III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan

Perundang-Undangan semakin membuka peluang lahirnya aturan undang-

undang lainnya yang berlandaskan pada hukum islam. Disamping itu, peluang

yang semakin jelas mengenai upaya kongkrit merealisasikan hukum islam

dalam wujud undang-undang dan peraturan telah membuahkan hasil yang

nyata di era reformasi ini.

18
BAB IV

PENUTUP

Penjajahan barat terhadap dunia islam, menimbulkan Al-Afgani yang

sebagai ahli hukum berpendapat agar umat islam dapat maju kembali dan

menelorkan ide monumentalnya yang sangat terkenal sampai sekarang yaitu Pan

Islamisme yang artinya persatuan seluruh umat islam. Ide ini sangat relevan pada

masanya namun masih perlu diterjemahkan kembali pada saat ini. Sebab,

persatuan dunia islam sebagaimana layaknya adalah sebuah negara islam

internasional tidak memungkinkan untuk dilaksanakan lagi tetapi persatuan umat

islam dalam artinya bersatu untuk memberantas pengaruh negatif dari negara-

negara barat dan adanya kesepakatan bersama untuk saling bantu membantu

dalam memberantas kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan adalah sesuatu

hal yang mutlak dan sangat diperlukan oleh dunia islam saat ini.

Perkembangan hukum islam di dunia hingga ke kawasan Nusantara

Indonesia menjadikan Kerajaan islam pertama di Indonesia pada abad ke-13.

Kerajaan ini dikenal dengan nama Samudera Pasai yang terletak di wilayah Aceh

Utara. Pengaruh dakwah islam yang cepat menyebar hingga ke berbagai wilayah

nusantara kemudian menyebabkan beberapa kerajaan islam berdiri yaitu tidak

jauh dari Aceh berdiri Kesultanan Malaka, lalu dipulau Jawa berdiri Kesultanan

Demak, Mataram, Cirebon, dan kemudian di Sulawesi dan Maluku terdiri

Kerajaan Gowa dan Kesultanan Ternate Sera Tidore. Kesultanan- kesultanan

tersebut kemudian menetapkan hukum islam sebagai hukum positif yang berlaku.

Penetapan hukum islam sebagaimana hukum positif di tiap-tiap kesultanan

tentunya menguatkan hukum islam yang telah berkembang di tengah masyarakat.

19
Hal ini terbukti dengan adanya literatur-literatur fiqh yang dituliskan oleh para

ulama nusantara pada abad 16- 17 dan kondisi ini terus berlangsung hingga para

penjajah belanda datang ke kawasan nusantara.

Hal tersebut membuat perpecahan di Indonesia mengenai ketegasan hukum

islam, namun pada saat era reformasi berjalan, terbukalah peluang yang luas bagi

sistem hukum islam di Indonesia untuk memperkaya Khazanah tradisi hukum

islam di Indonesia.

20

Anda mungkin juga menyukai