Anda di halaman 1dari 14

SUMBER HUKUM ISLAM YANG DISEPAKATI PARA ULAMA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Fiqih/Ushul Fiqih

Dosen Pengampu:
Bapak Hasbiyallah, M.Si.

Oleh:
Kelompok 3
Nawwaf Kholid 2285110070
Ryu Muhammad Fauzan 2285110075
Indah Nur Azizah 2285110084

KELAS SPI
JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan
yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Hasbiyallah, M.Si. sebagai
dosen pengampu mata kuliah Fiqih/Ushul Fiqih yang telah membantu memberikan
arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.

Cirebon, 10 Oktober 2022

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

Hlm
COVER…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… I
1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... II
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Hukum Islam………………….............................................................
2.2 Al-Qur’an……………………………..…………………………....... II
2.2.1 Pengertian…………………………….……………….......
2.2.2 Kandungan…………………..………………………….......
2.3 Hadits………………………………………………………… III
2.3.1 Fungsi Hadits……………………………..………………
2.4 Ijma’ dan Qiyas…………………..………………………….......
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 3
3.2 Saran……………………………………………………………………. I
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… II

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sumber hukum Islam yang menjadi dalil-dalil syari'ah dan yang disebut dalil adalah
"sesuatu yang dapat menyampaikan dengan pandangan yang benar dan tepat kepada
hukum syari' yang amali". 1 Berikut ini adalah cara agar umat Islam dapat memahami
sumber-sumber hukum Islam sehingga hukum-hukum yang ditetapkan dari padanya
keluar dari jalan yang benar, sehingga umat Islam dapat menjalankan hukum-hukum
tersebut dengan tidak ada paksaan.
Pertama, melihat hukum Islam dari sisi keimanan yang sempurna. Yaitu dengan
percaya atau beriman kepada sumber hukum agama islam (Al-Qur’an dan Hadits)
keduanya diciptakan oleh Allah SWT berupa wahyu melalui Nabi Muhammad SAW,
berlaku sepanjang masa, bukan Karya Manusia yang amat terbatas (Tidak dapat Berlaku
Sepanjang Masa).
Dalam eksistensinya, sumber hukum dalam Islam tidak hanya al-Qur’an saja,
melainkan juga Hadis, Ijma’ dan Qiyas. Ketiganya hanyalah sebagai sumber skunder
hukum-hukum Islam, sumber-sumber ini bukan berfungsi sebagai penyempurna al-
Qur’an melainkan sebagai penyempurna pemahaman manusia akan maqasid al-syari’ah.
Karena al-Qur’an telah sempurna sedangkan pemahaman manusia yang tidak sempurna,
sehingga dibutuhkan penjelas (bayan) sebagai tindakan penjabaran tentang sesuatu yang
belum dipahami secara seksama.2

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa Itu Sumber Hukum Agama Islam?
b. Mengapa Al-Qur’an dijadikan Sebagai Sumber Hukum Agama Islam?
c. Mengapa Hadits dijadikan Sebagai Sumber Hukum Agama Islam?
1
Drs. Ma'in Umar, dkk, Ushul Fiqh L Dirjen Kelembagaan Agama Islam Depag RI, Jakarta, 1985, Hal 62

2
E-Journal UIN Jakarta Diakses tanggal 10 oktober 2022
4
d. Bagaimana Ijma’ dan Qiyas berlangsung setelah ataupun saat Hukum Agama
islam berlangsung?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui tentang Pengertian Hukum Islam
b. Untuk memahami tentang apa saja yang menjadi pegangan Hukum islam

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sumber hukum Islam


adalah al-Qur‘an dan Sunnah Rasulullah. Dua sumber tersebut disebut juga
dalil-dalil pokok hukum Islam, karena keduanya merupakan petunjuk (dalil) utama
kepada hukum Allah. Sumber-sumber atau dalil-dalil fikih yang disepakati seperti
dikemukakan oleh Dr. Abd Al-Majid Muhammad al-Khafawi ahli hukum islam
membahas 4 perkara yaitu: Al-Qur‘an, Sunnah Rasulullah, ijma‘ dan Qiyas. Mengenai
perlunya untuk berpegang pada keempat sumber ini, dan memahami sesuai dari surah
An-Nisaa ayat ke 59 yang artinya : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul dan ulil amri di antara kamu, kemudian jika kamu berdeda pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikan hal itu kepada Allah dan Rasul-Nya, sekiranya kamu
benar-benar mengimani Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya."3

2.2 Pengertian Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam


1. Pengertian Al-Qur’an
secara bahasa berasal dari kata qara’a – yaqra’u – qira’atan – qur’anan, yakni
sesuatu yang dibaca atau bacaan. Sedangkan secara istilah merupakan Kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dan sampai kepada kita secara mutawatir
serta membacanya berfungsi sebagai ibadah.4 Allah Swt. Berfirman:

Selain Al-Qur’an sebagai Wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi


Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril secara Mutawattir (Berangsur-angsur), Al-
Qur’an juga sebagai Mukjizat Nabi Muhammad SAW, dikatakan sebagai Mukjizat
3
http://research.unissula.ac.id/file/publikasi/210389017/3241Epistemologi_Hukum_Islam_+_HAKI.pdf
diakses tanggal 11 Oktober 2022

4
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an (Qahirah Maktabah Wahbah,tt),14
6
karena Masyarakat Bangsa Arab Jahiliyah senang membuat Sya’ir-Sya’ir yang Indah,
setelah datangnya Al-Qur’an kepada Nabi SAW bangsa Arab Takjub akan isinya
Sehingga Banyak yang menyangka bahwa Al-Qur’an adalah buatan Nabi SAW.
Padahal Nabi SAW adalah seorang yang ummi (tidak bisa baca tulis) dan suatu Ketika
Bangsa Arab dituntut untuk Membikinkan Sya’ir yang Indah nya sama dengan Al-
Qur’an dan Hasilnya tidak ada yang sanggup membikinkan Sya’ir yang indahnya
seperti Al-Qur’an.5

2. Kandungan hukum dalam Al-Qur’an

Merujuk pada pembahasan para ulama’, Sebagian dari mereka ada yang
membaginya menjadi tiga, 6 yaitu sebagai berikut:

1) Hukum Akidah (I’tiqodiyah) adalah sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan


Manusia kepada Allah SWT. Dan juga kepada para Malaikat, Kitab, Rasul, serta
hari akhir.

2) Hukum etika (Khuluqiyyah) ialah suatu perilaku yang berkaitan dengan


kepribadian diri. Diantaranya kejujuran, rendah hati, dan menghindari sifat
buruk pada dirinya seperti dusta, iri, dengki, sombong.

3) Hukum amaliyah (Amaliyah) adalah suatu perilaku sehari-hari yang behubungan


dengan sesama manusia. Dibagi menjadi dua bagian yaitu muamalah ma’a Allah
Ta’ala atau pekerjaan yang berhubungan dengan Allah, seperti sholat, puasa,
zakat, nadzhar, haji, dan lain semacamnya; kedua muamalah Ma’a An-naas atau
pekerjaan yang berhubungan langsung dengan manusia baik secara pribadi
ataupun kelompok. Contohnya, kontrak kerja, hukum pidana, jual beli dan lain
semacamnya.

3. Cara Al-Qur’an Menjelaskan Ayat-ayat Hukum

5
Muhammad Abdu al-‘Adzim al-Zarqani, Manalu al-‘Irfan (al-Qahirah: Dar al-Hadi: 2001), 41-45

6
Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an, jilid 10 (Berikut Muassasah
Manahi al-‘irfan, tt), 110.
7
Al-Qur’an merupakan sumber hukum islam yang sifatnya umum, maka
Sebagian besar hukum yang dijelaskan bersifat global dan hanya beberapa yang bersifat
mendetail. Secara garis besar penjelasan hukum oleh Al-Qur’an terdiri dari tiga acara,
yaitu sebagai berikut:7

a) Ijmali (Global)

Penjelasan al-Qur’an bersifat umum, sedangkan sunnah (hadits) Nabi yang


nantinya akan menjelaskan lebih mendetail, sebagaimana perintah sholat, membayar
zakat dan penjelasan lafadz yang tidak jelas secara makna seperti yang terkandung
dalam Q.S al-Baqarah: 43 “dan dirikanlah sholat” ayat tersebut tidak menggambarkan
secara jelas bagaimana Gerakan sholat tetapi hanya sebuah perintah yang wajib
dikerjakan

b) Tafshili (terperinci)

Al-Qur’an memaparkan hukum secara terperinci, dan disertai pejelasan yang


mendetail, adapun sunnah Nabi menjadi penguat bagi penjelasan al-Qur’an tersebut.
Contohnya, hukum waris, tata cara dan hitungan dalam thalaq, mahram (orang yang haram
untuk dinikahi), tata cara li’an (saling melaknat) antara suami dan istri, dan penetapan
hukuman dalam kasus pidana hudud. Sebagai Contoh dalam Firman Allah SWT.
‫ك َوهُ َو يَ ِرثُهَٓا اِ ْن لَّ ْم يَ ُك ْن لَّهَا‬ َ ۚ ‫ت فَلَهَا نِصْ فُ َما تَ َر‬ ٌ ‫ْس لَهٗ َولَ ٌد َّولَ ٗ ٓه اُ ْخ‬
َ ‫ك لَي‬ َ َ‫ك قُ ِل هّٰللا ُ يُ ْفتِ ْي ُك ْم فِى ْال َك ٰللَ ِة ۗاِ ِن ا ْم ُرٌؤ ا هَل‬
َ ۗ َ‫يَ ْستَ ْفتُوْ ن‬
‫ظ ااْل ُ ْنثَيَ ْي ۗ ِن يُبَيِّنُ هّٰللا ُ لَ ُك ْم اَ ْن‬ ِّ ‫ك ۗ َواِ ْن َكانُ ْٓوا اِ ْخ َوةً ِّر َجااًل َّونِ َس ۤا ًء فَلِل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َح‬
َ ‫َولَ ٌد ۚ فَا ِ ْن َكانَتَا ْاثنَتَ ْي ِن فَلَهُ َما الثُّلُ ٰث ِن ِم َّما تَ َر‬
ࣖ ‫ضلُّوْ ا ۗ َوهّٰللا ُ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِ ْي ٌم‬
ِ َ‫ت‬
Terjemahan
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa
kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak
tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu)
seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi
(seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.
Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan,
maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan.

7
Zamakhsyari bin Hasballah Thaib, “Metode al-Qur’an dalam Menampakkan Ayat-ayat hukum,”
8
Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.”8

c) Isyarah (isyarat)

Penjelasan al-Qur’an hanya sebatas pokok hukum, baik secara isyarat maupun secara
ungkapan langsung. Adapun sunnah Nabi memberikan penjelasan hukum yang terkandung
dalam pokok bahasan tersebut secara terperinci. Sebagai contoh firman Allah SWT.

 ‫ف َما َعلَى‬


ُ ْ‫اح َش ٍة فَ َعلَ ْي ِه َّن نِص‬ ِ ْ‫فَاِ َذآ اُح‬
ِ َ‫ص َّن فَاِ ْن اَتَي َْن ِبف‬
ِ ۗ ‫ت ِم َن ْال َع َذا‬
‫ب‬ َ ْ‫ْال ُمح‬
ِ ‫ص ٰن‬
“… dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka
melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari
hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami…”9

2.3 Pengertian Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam


Pengertian Hadis Secara etimologi Hadis berasal dari kata ( ‫( حيدث – حدث‬artinya al-jadid
“sesuatu yang baru” atau khabar “kabar”. Maksudnya jadid adalah lawan dari al-qadim (lama),
seakan-akan dimaksudkan untuk membedakan al-Qur’an yang bersifat qadim, 10 Sedangkan
khabar maksudnya berita, atau ungkapan, pemberitahuan yang diungkapkan oleh perawi hadis
dan sanadnya bersambung selalu menggunakan kalimat haddatsana (memberitakan kepada
kami).11 Secara terminology, definisi hadis mengalami perbedaan redaksi dari para ahli hadis,
namun makna yang dimaksud adalah sama. Al-Ghouri memberi definisi sebagai berikut;
‫ أو صفة‬،‫ أو تقرير‬،‫ أو فعل‬،‫ما أضيف إيل النيب من قول‬.

8
Q.S An-nisa:176

9
Q.S An-nisa:25

10
Mustafa al-Azami, Studies in Hadith Methodology and Literature (USA: American Trust Publication,
2012), 1

11
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2015), 2
9
“Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. dari perkataan, perbuatan, taqrir, atau
sifat.”12

 Fungsi Hadis Terhadap al-Qur’an


Pada dasarnya Hadis Nabi adalah sejalan dengan al-Qur’an karena keduanya
bersumber dari wakyu. Akan tetapi mayoritas hadis sifatnya adalah operasional, karena
fungsi utama hadis adalah sebagai penjelas atas al-Qur’an. Secara garis besar, fungsi
Hadis terhadap al-Qur’an ada tiga, diantranya; 13
a) Menegakkan kembali keterangan atau Perintah yang terdapat di dalam al-Qur’an.
Dalam hal ini hadis datang dengan keterangan atau perintah yang sejalan dengan
alqur’an.
b) Menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang datang secara mujmal
(global). Dalam hal ini kaitannya ada tiga hal (1). Menafsirkan serta memperinci ayat-
ayat yang bersifat umum, (2). Mengkhususkan ayat-ayat yang bersifat umum, (3).
Memberi batasan terhadap ayat bersifat mutlaq.
c) Menetapkan hukum-hukum yang tidak ditetapkan oleh al-Qur’an (bayan
Tasyri’)

2.4 IJMA' Sebagai Sumber Hukum Islam


Ijma’ adalah “kesepakatan para mujtahid muslim dalam memutuskan suatu masalah
sesudah wafat RasulullahSAW terhadap hukum syar’i pada suatu peristiwa”.92 Suatu
peristiwa atau kejadian yang tidak ditemukan dasar hukumnya atau ketetapan hukumnya
dalam Al-Qur'an dan hadits, sedangkan peristiwa atau kejadian itu memerlukan
ketetapan hukum.
Ijma’ sebagai Sumber Hukum Merupakan suatu keharusan ketaatan bagi umat Islam
terhadap hasil Ijma’ ulama pada suatu masalah, dan hukumnya wajib taat. Hukum
dalam permasalahan yang telah diputuskan dalam ijma’ tersebut memiliki nilai qath‟iy
tidak dapat dihapus ataupun ditentang oleh hasil ijtihad contohnya, sebab kesepakatan

12
Abdu al-Majid al-Ghouri, Mu’jam al-Mushthalahat al-Haditsah,

13
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, 70-77.
10
pendapat dari para mujtahid dalam ijma’ itu sudah menunjukkan kebenaran yang sesuai
dengan jiwa Syari’ah dan dasar-dasar yang umum.14
1. MACAM-MACAM IJMA'
Dilihat dari segi terjadinya, ijma’ dapat dibagi menjadi dua bagian,yaitu:
1) Ijma’ sharih, yaitu ijma’ yang terjadi karena ada sikap yang tegas dan jelas dari para
mujtahid, baik berupa ucapan maupun per-buatan. Ijma’ sharih juga disebut ijma’
hakiki. Menurut jumhur ulama, ijma’ macam ini dapat dijadikan sumber hukun Islam.
2) Ijma’ sukuti, yaitu ijma’ yang terjadi karena tidak ada sikap yang tegas dan jelas dari
para mujtahid. Mereka tidak memberikan rekasi terhadap suatu ketentuan hukum yang
telah ditetapkan oleh mujtahid lain untuk setuju atau menolaknya. Ijma’ sukuti juga
disebut ijma’ i’tibary.15

2.5 Qiyas Sebagai Sumber Hukum Islam


Qiyas adalah “menetapkan hukum suatu kejadian atau peristi wayang tidak ada
dasar nashnya dengan cara membandingkan kepada suatu kejadian atau peristiwa yang
lain yang telah ditetapkan hukumnya bedasarkan nash karena ada persamaan illat antara
kedua kejadian atau peristiwa itu”.16 Suatu kejadian atau peristiwa yang belum ada
ketentuan hukumnya sesegera mungkin dicari ketetapannya. Pertama adalah meneliti
kejadian atau peristiwa tersebut. Hal yang pertama diteliti adalah mencari ada atau
tidaknya illat dengan menggunakan cara atau metode pencarian illat. Bila sudah
diketahui ada illatnya, kemudian mencari illat hukum yang telah ditetapkan hukumnya
berdasarkan nash. Kemudian kedua illat itu dicari persamaannya.Bila tidak ada
kesamaan, tidak akan terjadi qiyas, qiyas hanya akanterjadi bila antara illat pada
peristiwa pertama (yang belum ada ketentuan hukumnya) bersesuaian dengan illat
peristiwa kedua (yang sudah ada ketetapan hukumnya berdasarkan nash).
Contoh:

14
Syekh Abdul Wahhab Khallaf, Op. Cit. Hal. 49.

15
H. Moh. Padil dan M. Fahim Tharaba.Madani.2020.Ushul fiqh. 978-602-0899-16-9.Hal.

16
Depag RI,Op.Cit.Hal.176

11
a. peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya adalah meminum khamr haram
hukumnya;
b. illatnya adalah memabukkan; dan
c. dasar hukumnya adalah firman Allah SWT:17

َ‫اجتَنِبُ ۡوهُ لَ َعلَّ ُكمۡ ت ُۡفلِ ُح ۡون‬


ۡ َ‫س ِّم ۡن َع َم ِل الش َّۡي ٰط ِن ف‬ ۤ
ٌ ‫اب َوااۡل َ ۡزاَل ُم ِر ۡج‬
ُ ‫ص‬ ِ ‫ٰياَيُّ َها الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡۤوا اِنَّ َما ۡال َخمۡ ُر َو ۡال َم ۡي‬
َ ‫س ُر َوااۡل َ ۡن‬
Artinya:"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji,
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan” (QS. AlMaidah: 90). 18

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

17
H. Moh. Padil dan M. Fahim Tharaba.Madani.2020.Ushul fiqh. 978-602-0899-16-9.Hal.

18
Depag RI,Op.Cit.Hal.176
12
Dari topik yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa agama islam memiliki
sumber hukum yang telah ada sejak zaman dulu dan telah disusun oleh para ulama dan
sampai kini masih terjaga, hukum tersebut juga bersifat wajib bagi orang islam untuk
dijalankan dan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat nanti.
Sumber Hukum islam juga sesuatu yang mengatur umat islam telah disepakati
dengan jelas bahwa Al-Qur’an adalah sumber hukum utama bagi umat islam lalu
berikutnya adalah hadits,ijma’ dan qiyas.

13
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Ma'in Umar, dkk, Ushul Fiqh L Dirjen Kelembagaan Agama Islam Depag RI, Jakarta, 1985, Hal 62E-

Journal UIN Jakarta

http://research.unissula.ac.id/file/publikasi/210389017/3241Epistemologi_Hukum_Islam_+_HAKI.pdf
diakses tanggal 11 Oktober 2022

Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an (Qahirah Maktabah Wahbah,tt),14

Muhammad Abdu al-‘Adzim al-Zarqani, Manalu al-‘Irfan (al-Qahirah: Dar al-Hadi: 2001), 41-45

Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an, jilid 10 (Berikut Muassasah
Manahi al-‘irfan, tt), 110.

Zamakhsyari bin Hasballah Thaib, “Metode al-Qur’an dalam Menampakkan Ayat-ayat hukum,”

Q.S An-nisa:176

Q.S An-nisa:25

Mustafa al-Azami, Studies in Hadith Methodology and Literature (USA: American Trust Publication,
2012), 1

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2015), 2

Abdu al-Majid al-Ghouri, Mu’jam al-Mushthalahat al-Haditsah,

Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, 70-77.

Syekh Abdul Wahhab Khallaf, Op. Cit. Hal. 49.

H. Moh. Padil dan M. Fahim Tharaba.Madani.2020.Ushul fiqh. 978-602-0899-16-9.Hal.

Depag RI,Op.Cit.Hal.176
H. Moh. Padil dan M. Fahim Tharaba.Madani.2020.Ushul fiqh. 978-602-0899-16-9.Hal.

Depag RI,Op.Cit.Hal.176

14

Anda mungkin juga menyukai