Anda di halaman 1dari 36

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistemagama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,
pakaian, bangunan, dan karya seni bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian
tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya
diwariskan secara genetis (Liliweri 2013:107 dalam Skripsi Wahyudi 2015)
Budaya itu penting karena merupakan jati diri suatu individu atau kelompok yang
merupakan warisan tradisi yang perlu dilestarikan. Budaya juga merupakan gambaran
karakter individu/ kelompok yang membentuk kepribadian itu sendiri. Seperti halnya
Bahasa Melayu, pakaian Melayu dan permainan tradisional yang merupakan bagian dari
budaya melayu dan itu semua harus di lestarikan sebagai bagian dari identitas/ jati diri
budaya itu sendiri.
Kebudayaan Melayu Riau merupakan hasil cipta rasa dan karya orang Melayu di
Riau. Melayu adalah nama sub ras yang datang dari daratan Cina Selatan yang tersebar
dari pulau Pas di timur (Pasifik) ke barat sampai Madagaskar dan juga di Selandia Baru
bagian selatan. Sub ras ini dienal juga sebagai Proto melayu (Puak Melayu Tua) yang
mendiami daerah pedalaman terpencil di Riau dengan memegang adat dan tradisinya,
kemudian Deutro Melayu (Puak Melayu muda) yang lebih bersifat terbuka disbanding
Puak Melayu Tua, yang mendiami daerah pesisir pantai yang ramai disinggahi, karena
menjadi jalur lalu lintas perdagangan yang membuka peluang kepada penyerapan nilai-
nilai budaya luar (Lam Riau 2016)
Adat Istiadat dan Budaya Melayu Riau adalah seperangkat nilai-nilai kaidah- kaidah
dan kebiasaan yang tumbuh dan berkembang sejak lama bersamaan dengan pertumbuhan
dan perkembangan masyarakat yang telah dikenal, dihayati dan diamalkan oleh yang
bersangkutan secara berulang-ulang secara terus- menerus dan turun-temurun sepanjang
sejarah. adat istiadat dan budaya Melayu Riau yang tumbuh dan berkembang sepanjang
zaman tersebut dapat memberikan andil yang cukup besar terhadap kelangsungan hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaiamana Adat-adat Melayu Riau?
2. Bagaimana Masyarakat Hukum Adat Melayu Riau?
3. Bagaimana Atur Cara Kehidupan Masyarakat Melayu Riau?
4. Bagamana Sistem Kepemimpinan Masyarakat Melayu Riau?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui adat dan kebiasaaan dalam masyarakat melayu
2. Mengetahui system kepemimpinan masyarakat melayu
3. Mengetahui hukum adat dan tata cara kehidupan masyarakat melayu

1.4 Manfaat Penulisan


1. Mahasiswa diharapkan dapat memperdalam Ilmu Budaya Melayu
2. Digunakann sebagai bacaan dibidang pendidikan.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Adat Melayu Riau


1. Adat yang Sebenar Adat 
Menurut Tenas Effendi (2004:61) adat yang sebenar adat adalah inti adat
yang berdasar kepada ajaran agama Islam. Adat inilah yang tidak boleh dianjak-alih,
diubah, dan ditukar. Dalam ungkapan adat dikatakan, dianjak layu, diumbat mati;
bila diunjuk ia membunuh, bila dialih ia membinasakan.Adat yang sebenar adat
adalah adat yang asli dalam bentuk hukum-hukum alam,tidak dapat diubah oleh akal
pikiran dan hawa nafsu manusia, dan tidak dapat diganggu gugat sehingga dikatakan
tidak akan layu dianjak tidak akan mati diinajak.
Adat dan Sebenar Adat  bersumber dari hukum-hukum Allah dan Rasul-
Nya. Dalam ajaran agama Islam, alam dan hukum yang dibuat oleh Allah untuknya
terdapat di dalam ayat-ayat Al-Qur'an. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai
penciptaan, seperti penciptaan Arsy, kursi Allah (kekuasaan dan ilmu-Nya);
penciptaan lawhul mahfuz, penciptaan langit dan bumi, gunung, laut, sungai, hewan,
serangga, makhluk hidup di air, bintang, udara, bulan, matahari, malam, siang, hujan,
penciptaan jin, pengusiran iblis dari rahmat Allah, dan lain-lainnya.

2. Adat yang di Adatkan


Adat yang di Adatkan adalah hukum, norma atau adat buah pikiran leluhur
manusia yang piawai, yang kemudian berperanan untuk mengatur lalu lintas
pergaulan kehidupan manusia. Adat yang diadatkan bisa mengalami perubahan dan
perkembangan sesuai dengan kemajuan zaman. Bisa ditambah dan dikurangi agar
tetap dapat menjawab tantangan kehidupan masyarakatnya, dan mempunyai
perbedaan antar wilayah budaya. Adat yang diadatkan ini maknanya mengarah
kepada sistem-sistem sosial yang dibentuk secara bersama, dalam asas musyawarah
untuk mencapai kesepakatan.
Adat yang diadatkan juga berkait erat dengan sistem politik dan tata
pemerintahan yang dibentuk berdasarkan nilai-nilai keagamaan, kebenaran, keadilan,
kesejahteraan, dan polarisasi yang tepat sesuai dengan perkembangan dimensi ruang
dan waktu yang dilalui masyarakat Melayu. Tenas Effendy (2004:61) menjelaskan
bahwa adat yang diadatkan adalah semua ketentuan adat-istiadat yang dilakukan atas
3
dasar musyawarah dan mufakat serta tidak menyimpang dari adat sebenar adat. Adat
ini dapat berubah sesuai dengan perubahan zaman dan perkembangan masyarakat
pendukungnya. Adat yang diadatkan ini dahulu dibentuk melalui undang-undang
kerapatan adat, terutama di pusat-pusat kerajaan, sehingga terbentuklah ketentuan
adat yang diberlakukan bagi semua kelompok masyarakatnya.

3. Adat yang Teradatkan


Adat yang teradat adalah kebiasaan-kebiasaan yang secara berangsur-angsur
atau cepat menjadi adat. Sesuai dengan pepatah: sekali air bah, sekali tepian
berpindah, sekali zaman beredar, sekali adat berkisar. Walaupun terjadi perubahan
adat itu, inti adat tidak akan lenyap: adat pasang turun-naik, adat api panas, dalam
gerak berseimbangan, antara akhlak dan pengetahuan.Adat yang teradat juga
merupakan aturan budi pekerti sehingga membuat penampilan manusia yang berbudi
bahasa. Tetap dipelihara dari generasi kegenerasi sehingga menjadi tradisi budi
pekerti orang Melayu. Adat ini menjadi pedoman untuk menentukan sikap dan
tindakan dalam menghadapi masalah di masyarakat. Adat yang teradat bisa berubah
dari waktu ke waktu sesuai dengan nilai-nilai baru yang terus berkembang. Hal ini
disebabkan oleh kebiasaan turun-temurun tadi.

4. Adat Istiadat
Adat-istiadat adalah kumpulan dari berbagai kebiasaan, yang lebih banyak
diartikan tertuju kepada upacara khusus seperti adat: perkawinan, penobatan raja, dan
pemakaman raja. Jika hanya adat saja maka kecenderungan pengertiannya adalah
sebagai himpunan hukum, misalnya: hukum ulayat, hak azasi, dan lainnya. Adat-
istiadat ini adalah ekspresi dari kebudayaan Melayu. Upacara di dalam kebudayaan
Melayu juga mencerminkan pola pikir atau gagasan masyarakat Melayu. Upacara
jamu laut misalnya adalah sebagai kepercayaan akan Tuhan Yang Maha Kuasa akan
memberikan rezeki melalui laut. Oleh karenanya kita mestilah bersyukur dengan cara
menjamu laut. Begitu juga upacara seperti gebuk di Serdang yang mengekspresikan
kepada kepercayaan akan pengobatan melalui dunia supernatural.
Demikian pula upacara mandi berminyak, merupakan luahan dari sistem
kosmologi Melayu yang mempercayai bahwa dengan hidayah Allah seseorang itu bisa
kebal terhadap panasnya minyak makan yang dipanaskan di atas belanga. Demikian
pula upacara mandi bedimbar dalam kebudayaan Melayu adalah sebagai aplikasi dari
4
ajaran Islam, bahwa selepas hubungan suami dan istri keduanya haruslah melakukan
mandi wajib (junub). Seterusnya upacara raja mangkat raja menanam di Kesultanan-
kesultanan Melayu Sumatera Timur adalah ekspresi dari kontinuitas kepemimpinan,
yaitu dengan wafatnya sultan maka ia digantikan oleh sultan yang baru yang
menanamkan (menguburkannya). Demikian juga untuk upacara-upacara yang lainnya
dalam kebudayaan Melayu sebenarnya adalah aktivitas dalam rangka menjalankan
strategi kebudayaan Melayu, agar berkekalan dan tidak pupus ditelan oleh ruang dan
waktu.
Dalam konteks perkembangan zaman, adat-istiadat yang bermakna kepada
upacara atau ritual ini juga mengalami perkembangan-perkembangan. Upacara ini ada
yang berkaitan dengan kegiatan budaya seperti politik, pemerintahan, sosial,
pendidikan, agama, ekonomi, dan lain-lainnya.
Pada masa kini, dalam konteks Indonesia, upacara atau adat-istiadat ini dapat
juga ditemui seperi upacara pembukaan pekan olahraga, pembukaan gedung baru,
upacara melepas jamaah haji, upacara menyambut kepulangan haji, upacara
pembukaan kampanye partai politik, upacara bendera, upacara peringatan hari
kemerdekaan Indonesia, upacara pembukaan dan penutupan pekan budaya, dan lain-
lain. Dengan demikian adat-istiadat ini juga mengalami perkembangan-perkembangan
selaras dengan perkembangan zaman.

2.2 Masyarakat Hukum Adat Melayu


1. Masyarakat Adat
Menurut definisi yang diberikan oleh UN Economic and Sosial Council
(dalam Keraf, 2010: 361)
"masyarakat adat atau tradisional adalah suku-suku dan bangsa yang, karena
mempunyaikelanjutan historis dengan masyarakat sebelum masuknya penjajah di
wilayahnya, menganggapdirinya berbeda dari kelompok masyarakat lain yang
hidup di wilayah mereka".
Masyarakat hukum adat menurut UU No.32/2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup BAB I Pasal 1 butir 31 adalah:
Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun
bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul
leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup,serta adanya sistem
nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial,dan hukum.
5
Adapun Masyarakat Adat Indonesia yang tergabung dalam Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara memberikan definisi:

Masyarakat adat sebagai komunitas yang memiliki asal-usul leluhur secara turun
temurun yang hidup di wilayahgeografis tertentu, serta memiliki sistem nilai,
ideologi ekonomi, politik, budayadan sosial yang khas”. Masyarakat ini masih
memegang nilai-nilai tradisidalam sistem kehidupannya.
Pandangan dasar dari kongres I Masyarakat Adat Nusantara tahun 1999
menyatakan bahwa “masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup
berdasarkan asal-usul secara turun temurun di atas suatu wilayah adat, yang
memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam,serta kehidupan sosial budaya
yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan
kehidupan masyarakat”. Secara sederhana dikatakan bahwa masyarakat adat
terikat oleh hukum adat, keturunan dan tempat tinggalnya. ILO (dalam Keraf,
2010:361) mengkategorikan masyarakat adat sebagai:
1.Suku-suku asli yang mempunyai kondisi sosial budaya dan ekonomi yang
berbeda darikelompok masyarakat lain di sebuah negara, dan yang statusnya
sebagian atau seluruhnya diatur oleh adat kebiasaan atau tradisi atau oleh hukum
atau aturan mereka sendiri yang khusus.
2.Suku-suku yang menganggap dirinya atau dianggap oleh orang lain
sebagai suku asli karena mereka merupakan keturunan dari penduduk asli yang
mendiami negeri tersebut sejak dulu kala sebelum masuknya bangsa penjajah,
atau sebelum adanya pengaturan batas-batas wilayah administratif seperti yang
berlaku sekarang, dan yang mempertahankan atau berusaha mempertahankan–
terlepas dari apapun status hukum mereka–sebagian atau semua ciri dan lembaga
sosial, ekonomi, budaya dan politik yang mereka miliki. Dalam pengertian itu
masyarakat adat juga dikenal sebagai memiliki bahasa, budaya, agama, tanah dan
teritori yang terpisah dari kelompok masyarakat lain, dan hidup jauh sebelum
terbentuknya negara bangsa modern.
Selanjutnya Keraf (2010:362) menyebutkan beberapa ciri yang
membedakan masyarakat adat dari kelompok masyarakat lain, yaitu:
1.Mereka mendiami tanah-tanah milik nenek moyangnya, baik seluruhnya
atau sebagian.

6
2.Mereka mempunyai garis keturunan yang sama, yang berasal dari
penduduk asli daerah tersebut.
3.Mereka mempunyai budaya yang khas, yang menyangkut agama, sistem
suku, pakaian,tarian, cara hidup, peralatan hidup sehari-hari, termasuk
untuk mencari nafkah.
4.Mereka mempunyai bahasa sendiri.
5.Biasanya hidup terpisah dari kelompok masyarakat lain dan menolak atau
bersikap hati-hati terhadap hal-hal baru yang berasal dari luar
komunitasnya.

2. Hukum Adat

a. Hukum Adat merupakan salah satu sumber hukum bagi terbentuknya


hukum secara nasional. Keberadaan hukum adat di Indonesia tidak boleh
bertentangan dengan sumber hukum yang utama, yakni Pancasila. Justru
hukum adat semestinya mendukung implementasi pelaksanaan hukum yang
ada pada Pancasila tersebut. Di antara sekian banyak hukum adat yang ada di
Indonesia, hukum adat masyarakat adat Melayu Riau memiliki karakteristik
dan keunikan tersendiri.
Salah satu sumber hukum pelaksanaan hukum adat
masyarakat Melayu Riau telah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Riau
Nomor 14 tahun 2018 tentang Pedoman Pengakuan Keberadaan Masyarakat
Hukum Adat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Aturan
ini memberikan hak kehidupan bagi masyarakat adat terhadap keberadaan dan
tata kelola lingkungan hidupnya.

b. Ciri-Ciri Hukum Adat Masyarakat Adat Melayu Riau

Ada beberapa ciri khas yang ada pada hukum adat masyarakat Melayu Riau,
antara lain:

1. Struktur Pemerintahan
Ada beberapa hal istimewa yang ditemukan pada adat masyarakat Melayu
Riau terkait dengan struktur pemerintahan, di antaranya:

7
o Sultan adalah pemimpin pemerintahan dan menjadi orang yang
paling dihormati dalam hukum adat Melayu Riau
o Kedatuan sejawat merupakan pejabat sekelas menteri yang
membantu pengambilan keputusan sultan dan penghulu besar.
o Hulubalang merupakan pengawal sultan dalam kondisi umum dan
khusus
o Kedatuan kelompok merupakan pemimpin kelompok yang ada di
bawah pemerintahan sultan
o Penghulu besar ditunjuk langsung oleh sultan
o Penghulu kecik di bawah penghulu besar dalam pengelolaan suatu
wilayah kekuasaan
o Ritual keagamaan dipegang oleh Datuk Kadi, Datuk Labay, Datuk
Paqih, dan Datuk Malin.
2. Sistem Keangkuan untuk Penyelesaian Masalah
Ciri hukum adat masyarakat adat Melayu Riau selanjutnya adalah apabila
terjadi masalah yang berada di wilayah hukum adat, maka penyelesaiannya
melalui pengadilan adat. Sistem peradilan ini dilakukan oleh mereka yang
memiliki pemangku jabatan pemerintahan. Sebuah sidang adat biasanya
dipimpin oleh Datuk Para Penghulu. Proses pengadilan tersebut juga
bersifat terbuka, artinya masyarakat memiliki kesempatan untuk
memberikan masukan dan saran atas masalah yang ada.
3. Sanksi Hukum Adat
Sanksi yang dijatuhkan kepada mereka yang melakukan pelanggaran
terhadap hukum adat di Riau ada 3 jenis, yakni:
o Hukum sosial
Jenis sanksi ini yang paling ringan, yakni dengan cara pengucilan
terhadap mereka yang melakukan pelanggaran hukum adat.
Dikucilkan dalam pergaulan merupakan hukuman sosial yang
diberikan pada pelaku pelanggar hukum adat.
o Membayar Dam
Hukuman selanjutnya adalah membayar dam atau denda kepada
mereka yang melanggar aturan hukum adat Melayu Riau. Denda

8
yang ditetapkan dapat berupa uang, perhiasan, hewan ternak, beras,
padi atau lainnya sesuai dengan kesepakatan pengadilan adat.
o Penghapusan Identitas
Sanksi yang lebih berat dari pelanggaran hukum adat adalah
penghapusan identitas, tidak diakui lagi sebagai bagian dari suku
atau kelompok hingga pengusiran dari daerah domisili. Sanksi ini
terbilang cukup berat dan sudah banyak diterapkan bagi para pelaku
pelanggaran hukum adat yang bersifat berat.

Penetapan hukum adat yang dilakukan oleh pihak pengadilan adat ini
harus dihormati oleh pihak pemerintah setempat. Hukum adat yang
ditetapkan masih berdasarkan dan mengacu pada sumber hukum di
Indonesia yakni Pancasila. Jenis hukuman yang diberikan tergantung
pada tingkat kesalahan yang dilakukan. Pada kondisi paling berat,
seseorang bisa saja dijatuhi ketiga hukuman di atas karena melakukan
kesalahan yang fatal. Pengusiran biasanya menjadi hukuman paling
memberatkan.

3. Perundang-undangan
Berdasarkan UU No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil
Pasal 1 Angka (32) menyatakan bahwa Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri
atas Masyarakat Hukum Adat, Masyarakat Lokal, dan Masyarakat Tradisional yang
bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

1. Masyarakat Hukum Adat


Sekelompok orang yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis
tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal
usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam,
memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 Angka 33)
(Ilustrasi)
2. Masyarakat Tradisional
Kelompok Masyarakat yang menjalankan tata kehidupan sehari-hari
berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku
9
umum, tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada Sumber Daya Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil tertentu. (Pasal 1 Angka 34)
3. Masyarakat Lokal
Masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam
melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya yang sah di daerah
tertentu yang berada dalam perairan kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut
internasional. (Pasal 1 Angka 35)

2.3 Atur Cara Kehidupan (Upacara/Ritual, Permainan Rakyat, Etnogastronomi,


Etnomedisin.
a. Upacara/Ritual
1. Tradisi Berpakaian Suku Melayu

Orang Melayu mengatakan, “Adat memakai pada yang sesuai, adat duduk
pada yang elok, adat berdiri tahukan diri”. Ungkapan tersebut mengandung makna
yang sangat dalam.
Atau pada intinya mengajarkan, bahwa segala sesuatu haruslah mengacu
kepada aturan yang seharusnya. Dalam konteks ini, mengenai segala hal yang
berhubungan dengan tradisi berpakaian. Suku Melayu juga mempercayai, bahwa
dalam hal berpakaian, hendaknya kembali kepada asas “sesuai” yang berlaku.
Maksudnya seperti, sesuai pakaiannya, sesuai dengan pemakainya, sesuai cara
memakainya, sesuai tempat memakainya, dan sesuai menurut ketentuan adat yang
berlaku.
Oleh karena hal tersebut, menyebabkan masyarakat Suku Melayu selalu
memilih pakaian yang sesuai dengan diri dan kedudukannya.Dan yang terpenting,
selalu berusaha untuk dapat memakai pakaian dengan baik dan benar, dan tidak
melanggar ketentuan adat.

10
2. Balimau Kasai, Upacara Adat Suku Melayu

Bulan Ramadhan merupakan bulan suci bagi Umat Islam, atau sama halnya
bagi masyarakat Suku Kampar.Mereka akan melakukan Upacara Balimau Kasai,
satu hari sebelum bulan puasa tiba. Upacara adat Suku Melayu tersebut,
merupakan ungkapan syukur atas Bulan Ramadhan, sekaligus menjadi
kesempatan untuk mensucikan diri. Kata “Balimau” dalam Bahasa Melayu berarti
mandi dengan air dicampur jeruk atau limau, yang merupakan suatu kebiasaan
dari Suku Melayu.

3. Upacara Adat Melayu Tepuk Tepung Tawar


Upacara adat Suku Melayu Tepuk Tepung Tawar, menjadi salah satu tradisi
penting dalam masyarakat Melayu. Tujuan dari ritual ini bertujuan, untuk
mendoakan keberhasilan seseorang.
Pada umumnya, upacara ini menjadi satu rangkaian dengan beberapa tradisi
upacara adat lainnya.Contohnya seperti perkawinan, khatam Alquran, syukuran,
peresmian, atau prosesi upacara adat lainnya.
Beberapa peralatan yang dipakai dalam upacara ini adalah:
Bedak sejuk dengan campuran air perenjis, yang bermakna sebagai peneduh jiwa.
Berbagai macam dedaunan khusus seperti Daun Sitawar, Sidingin, Juang-juang,
Ati-ati, dan Gandarusa. Semua dedaunan tersebut diikat dengan benang 7 rupa,
dan bermanfaat sebagai penangkal penyakit.
Beras tabur sebagai lambang pemberian berkat dan doa.

11
Berbagai macam bunga seperti Bunga Rampai, Melati, Mawar, Pandan dan Inai,
yang dicampur dengan air wangi dan gambir. Ramuan tersebut bermanfaat untuk
menyatukan keluarga agar hidup sakinah.

4. Upacara Tradisi Perkawinan Adat Suku Melayu

Bagi masyarakat Melayu, pernikahan bukan hanya sekedar sebagai tradisi,


namun juga untuk memenuhi perintah agama.
Oleh karena itu, ada beberapa persyaratan yang wajib hukumnya. Contoh dari
persyaratan tersebut seperti seagama, dewasa, sehat jasmani dan rohani, mampu,
dan bertanggung jawab.
Namun yang terpenting adalah, bahwa kedua mempelai harus memiliki
pandangan yang sama, bahwa pernikahan adalah sesuatu hal yang sakral. Ada
beberapa tahapan persiapan pernikahan yang harus terlaksana, saat prosesi
perkawinan berlangsung. Contohnya seperti meminang, mengantar tanda,
mengantar belanja, menjemput, menggantung, berendam, berinai, khatam Quran
dan akad nikah.

5. Berkapur Sirih Upacara Adat Suku Melayu

12
Masyarakat Melayu mengenal sebuah tradisi yang bernama Berkapur Sirih,
yang merupakan sebuah upacara makan sirih, dengan kapur dan pinang. Pada
masyarakat Puak Melayu, Sirih merupakan lambang dari suatu “kepastian”.
Dalam konteks ini, lambang tersebut berhubungan dengan kepastian dalam
melakukan suatu pernikahan, maupun kesembuhan dalam melakukan pengobatan
tradisional. Sirih junjung tersebut juga akan menjadi hiasan cantik, sebagai barang
hantaran perkawinan, maupun upacara lainnya seperti kerajaan.

b. Permainan Rakyat
1 . Permainan Layang – Layang

Layang-layang juga termasuk salah satu permainan rakyat daerah Riau. Pada
umumnya layang-layang terbuat dari kertas atau kain parasut yang diberi kerangka
dan dapat diterbangkan ke angkasa dengan bantuan angin setelah diikatkan pada
seutas tali atau benang. Layang-layang ini dimainkan oleh anak-anak maupun
orang dewasa di tanah lapang pada musim kemarau atau selapas panen.
Jika laying-layang diadu , maka bagian ujung diberi ( ditempelkan ) pecahan
kaca agar ketika bergesekkan dengan tali laying – laying lawan dapat memutuskan
tali laying – laying lawan itu . Layang – laying yang paling banyak memutuskan
tali laying- laying lawan dipandang sebagai pemenang atau yang terkuat , ada juga
yang mengadu ketinggian . Caranya dengan memperhatikan berapa gulungan
benang yang telah dipakai oleh tiap – tiap layangan .
Di daerah Riau ada beberapa jenis layang-layang antara lain:
1. Layang-layang Kuwau adalah layang-layang yang terdiri dari tujuh bilah
bambu yaitu: untuk sayap dua bilah, batang satu bilah dan ekor empat bilah (dua
atas dan dua bilah bawah). Sayap berbentuk agak bulat sedangkan ekornya
menyerupai segi tiga. Pada bagian kepala layang-layang tersebut diberi hiasan
bunga-bunga dari benang wol.

13
2. Layang-layang Sri Bulan terdiri dari lima bilah bambu yaitu: untuk sayap dua
bilah, batang satu bilah dan ekor dua bilah. Sayapnya berbentuk agak bulat
sedangkan ekornya menyerupai bulan sabit. Pada bagian kepala layang-layang
tersebut diberi hiasan bunga- bunga dari benang wol.
Kandungan nilai dari permainan laying – laying ini adalah nilai pendidikan
yang positif , dapat meningkatkan keterampilan , kerja sama , aspek olahraga ,
dapat membaca dan mengerti cuaca , serta mempererat persahabatan .

2. Permainan Gasing

Gasing merupakan permainan tradisional masyarakat Melayu Riau pada


mulanya permainan Gasing dalam masyarakat yang banyak dikaitkan dengan
suatu unsur kepercayaan yang sifatnya animisme yaitu pada saat sebelum panen
padi. Menurut anggapan masyarakat bahwa apabila permainan Gasing dimainkan
sebelum panen padi, maka mengakibatkan padi akan berisi.
Namun sekarang ini kepercayaan tersebut sudah mulai menghilang. Permainan
Gasing biasanya dilakukan pada pagi dan sore hari sebagai pengisi waktu
senggang. Permainan Gasing juga diikutsertakan dalam menyemarakkan hari-hari
besar. Selain berfungsi sebagai permainan yang menimbulkan suasana gembira,
permainan Gasing juga dapat menimbulkan ketegangan karena masing-masing
pemain berusaha untuk memenangkan permainan.
Para pemain dalam permainan Gasing umumnya dari jenis kelamin laki-laki
yaitu anak-anak, remaja dan orang dewasa. Jumlah pemain minimal dua orang
bahkan bisa dimainkan secara beregu. Sistem beregu biasa disebut "seraje" dan
apabila hanya terdiri dari dua orang saja disebut "ganti alu".
Gasing terbuat dari jenis kayu yang berkualitas baik. Kayu tersebut dibentuk
agak bulat dengan garis tengah yang bervariasi. Kemudian bagian bawah agak
lancip serta bagian atas dari gasing dibentuk dan diberi sedikit tonjolan untuk

14
melilitkan tali. Tali ini terbuat dari kulit kayu yang dipintal seperti kulit kayu waru
dan tamberan yang tidak mudah putus dengan panjang kurang lebih 2,5 meter.
Permainan Gasing ini umumnya di atas tanah datar dan keras. Pertama-tama
Gasing dipegang atau digenggam dengan satu tangan kemudian tangan yang
satunga memasangtali di atas kepala Gasing yang dibentuk sedemikian rupa
sehingga terlihat sedikit ada tonjolan. Dari tonjolan inilah dimulai untuk
melilitkan tali. Caranya adalah ujung tali dilekatkan pada tonjolan Gasing (kepala)
kemudian ditekan dengan ibu jari yang menggenggam Gasing. Selanjutnya tali
dililitkan kuat-kuat dan rapat sampai kira-kira seperempat atau setengah badan
Gasing.
Setelah itu ujung tali yang tersisa dibalutkan ke dalam tangan yang hendak
melontarkan Gasing. Dengan demikian Gasing telah berpindah ketangan yang
melilitkan tali sambil menggenggam Gasing kuat-kuat. Sewaktu akan melontarkan
Gasing, tangan yang menggenggam Gasing di angkat ke atas melewati pundak
sejajar dengan kepala pemain kemudian dilontarkan ke depan, dan pada saat
Gasing hendak menyentuh tanah tali disentakkan maka Gasing akan
berputarKadungan nilai pada permainan tradisional gasing ini adalah nilai
pendidikan yang positif karena dapat melatih keterampilan , ketangkasan olahraga
, kejujuran dalam bermain , setia kawan dan persahabatan .

3 . Lulu Cina Buta

Permainan ini diambil dari kata dasar " buta " yang berarti tidak dapat melihat.
Permainan ini dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan Sekolah Dasar ,
permainan ini menggunakan alat yang sederhana yaitu cukup dengan selembar

15
sapu tangan . Kemudian membuat batas lingkaran di tanah sebesar garis tengah
sekitar 21/2 meter sebagai lapangan bermain .
Permainan lulu cina buta paling sedikit diikuti oleh 3 orang anak dan bias pula
sampai 6 orang anak jumlahnya . Untuk menentukan siapa yang jadi " buta " maka
diadakan terlebih dahulu hompipa yang kalah dalam hompipa dialah yang menjadi
" buta " . Oleh salah satu temannya si buta yang kalah dalam hompipa tadi ditutup
matanya menggunakan sapu tangan dengan beberapa lipatan dan ujung sapu
tangan diikat dibelakang kepala si buta . Si buta harus benar benar tidak dapat
melihat keadaan sekitar karena telah ditutup menggunakan sarung tangan .
Dengan aba-aba dari salah seorang temannya yang mengatakan " sudah "
maka permainan dimulai . Sibuta akan merentangkan tangannyaberusaha untuk
menangkap salah seorang temannya yang ada didalam lingkaran tersebut .
Temannya akan berlari-lari menghindari tangkapan si buta .
Apabila si buta berhasil menangkap salah seorang temannya maka dia boleh
meraba – raba temannya yang tertangkap dan menebak siapa teman yang
ditangkapnya . Apabila betul nama yang si buta sebutkan maka temannya itu akan
menjadi sibuta namun apabila salah maka sibuta akan tetap menjadi sibuta .
Begitulah cara permainan lulu cina buta itu secara bergantian memegang peran si
buta sampai mereka telah puas bermain .
Kandungan nilai yang ada pada permainan ini adalah nilai-nilai pendidikan ,
kerja keras , memupuk sikap kebersamaan , melatih daya ingatan , kejujuran ,
sportifitas , dan mempererat persahabatan .

4. Galah Panjang

16
Galah panjang adalah sejenis permainan tradisional yang dimainkan di atas
gelanggang yang dilakar di atas tanah kosong. Gelanggang yang dibuat
mengandungi 2 lajur dan beberapa baris bergantung kepada bilangan pemain.
Gelanggang galah panjang dibuat mengikut bilangan pemain yang bermain galah
panjang. Contohnya jika pemain ada 10 orang, gelanggang yang dibuat
mengandungi 4 baris.
Jika bilangan pemain sebanyak lapan orang, gelanggang galah pnjang
mengandungi 3 baris. Permainan ini melibatkan kepakaran seorang ketua atau ibu
untuk mengawal gerakan anak buah bagi pihak yang mengawal gelanggang.
Manakala kecekapan dan kepantasan teruji kepada pihak yang menempuh
gelanggang. Jika pihak menempuh gelanggang mempunyai kebijaksanaan
menempuh gelanggang, maka mereka boleh menang dengan mudah.
Cara permainan galah panjang tidaklah sesukar mana tapi ia dapat menguji
kepintaran, kecekapan dan kepantansan setiap pemain. Gelanggang galah panjang
di lakar diatas tanah yang lapang. Panjang dan lebar bergantung kepada pelukis
garisan dan bilangan pemain. Selalunya satu petak galah panjang berukuran lebih
kurang 2 meter x 1.5 meter.
Selepas pemilihan dilakukan, setiap kumpulan akan melakukan pemilihan
ketua. Ketua dari kedua-dua kumpulan akan mengundi siapa yang menjaga
gelanggan dan siapa yang menempuh gelanggang.
Selepas penentuan, kumpulan yang menjagaa gelanggang akan menjaga
gelanggang dengan berpijak diatas garisan yang dilukis tadi. Ketua akan menjaga
garisan tengah dan bebas pergi kemana-mana garisan depan atau belakang.
Kumpulan menempuh gelanggang akan berkumpul di depan, seterusnya ketua
akan menyapakan tanganya dengan ketua pihak lawan. Seterusnya merka belari
masuk ke dalam gelanggang. Penjaga akan mejaga kawasannya agar pihak
penempuh tidak melepasi garisan yang dijaganya. Penempuh akan menempuh
sampai melepasi garisan paling akhir tanpa disentuh oleh penjaga gelanggang dan
kemudiannya berpatah balik.
Kemenangan tercapai apabila orang yang telah melepasi garisan paling akhir
melepasi garisan permulaan. Dan permainan diteruskan sehingga ada pemain yang
ingin berhenti.
Syarat permainan

17
1. Jika penjaga gelanggang dapat menyentuh anak buah, maka anak buah akan
mati atau tamat gilirannya bermain dan dikehendaki keluar gelanggang.
2. Jika penjaga gelanggang menyentuh ketua, maka seluruh ahli penempuh
akan tamat giliran dan akan bertukar giliran antara penjaga dan penempuh.
Kandungan nilai dari permainan ini adalah nilai positif dalam pendidikan yang
melatih keterampilan , olahraga , kejujuran , setia kawan dan mengeratkan
persahabatan .

5 . Tali Merdeka

Tali Merdeka adalah salah satu jenis permainan tradisional yang berasal dari
daerah Riau. Anak-anak melayu yang dibesarkan di era 80 dan 90-an tentunya
sangat familiar dengan permainan ini. Permainan yang membutuhkan kekuatan
dan kelincahan fisik ini masih menjadi permainan favorit anak-anak perempuan
pada era tersebut. Inti dari permainan tali merdeka ini adalah melompati rentangan
tali karet dengan berbagai ketinggian yang diukur dari badan pemain yang
memegang rentangan tali.
Tidak ada catatan sejarah yang bisa menjelaskan tentang asal muasal
penamaan permainan ini. Jika dilihat dari cara bermain, maka penamaan
permainan ini bisa dikaitkan dengan cara pemegang tali saat memegang tali pada
ketinggian terakhir. Yaitu tali dipegang dengan cara mengacungkan kepalan
tangan setinggi mungkin di atas kepala layaknya para pejuang yang sedang
meneriakkan pekikan 'merdeka'.
Idealnya permainan Tali merdeka dilakukan oleh 3-10 orang pemain. Namun,
jika tidak memungkinkan bisa juga dilakukan oleh dua orang pemain. Namun,
untuk bisa memainkan permainan ini hanya dengan dua orang pemain dibutuhkan
tiang sebagai alat bantu untuk mengikat salah satu ujung tali karet. Permainan tali

18
merdeka bisa dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Jika dilakukan
dalam kelompok , pemain dibagi menjadi dua kelompok , yaitu kelompok pertama
sebagai pemegang karet dan kedua kelompok pelompat karet.
Peralatan yang dibutuhkan pada permainan ini adalah tali karet, yaitu karet
gelang yang dijalin memanjang. Gelang karet yang digunakan adalah gelang karet
biasa yang banyak dijual di pasar. Biasanya digunakan untuk mengikat plastik-
plastik pembungkus makanan dan barang-barang lain.
Inti dari permainan tali merdeka ini adalah melewati rentangan tali karet
dengan cara melompat. Jika pemain bisa melompati rentangan tali karet, maka ia
boleh terus menjadi pemain pelompat hingga ia gagal melewati rentangan tali
karet. Jika pemain gagal melompati rentangan karet, maka ia harus menggantikan
posisi pemain lain menjadi pemegang tali karet.
Tinggi rentangan tali karet dimulai dari bawah, kemudian terus dinaikkan
mengikuti ruas-ruas tertentu pada tubuh pemegang tali karet. Adapun tingkatan
ketinggian rentangan tali yang harus dilompati oleh pemain tali merdeka adalah:
1. Tali sejajar telapak kaki (di atas tanah/lantai).
2. Tali sebatas lutut
3. Tali sebatas pinggang
4. Tali berada sebatas dada
5. Tali berada sebatas telinga
6. Tali berada sebatas kepala
7. Tali berada sebatas satu jengkal di atas kepala
8. Tali berada pada posisi tertinggi, yaitu tali diletakkan di ujung jari yang
diacungkan lurus tinggi-tinggi di atas kepala.
Setelah berhasil melewati tantangan tertinggi maka tinggi rentangan akan
diturunkan secara bertahap. Akan tetapi bukan berarti tantangan permainan ini
berkurang. Karena, pada tahap permainan berikutnya pemain akan dihadapkan
pada tingkat kesulitan yang berbeda. Sekalipun tinggi rentangan tali akan
diturunkan secara bertahap.
Pada tahapan menurun ini, tantangannya bisa berupa penambahan hitungan
lompatan dan gerakan membelit dengan jumlah hitungan yang semakin lama
semakin besar . Adapun grup atau pemain yang dinyatakan menang adalah
grup/pemain yang berhasil melewati semua tantangan terlebih dahulu.

19
Kandungan Nilai dalam permainan tali merdeka ini adalah nilai kerja keras
yang tercermin dari semangat pemain yang berusaha agar dapat melompati tali
dengan berbagai macam ketinggian , Nilai ketangkasan dan kecermatan yang
tercermin dari usaha pemain untuk memperkirakan antara tingginya tali dengan
lompatan yang akan dilakukan , nilai sportivitas yang tercermin dari sikap pemain
yang tidak berbuat curang dan bersedia menggantikan pemegang tali jika
melanggar peraturan yang telah ditetapkan dalam permainan .

c. Etnogastronomi
Kata Etnogastronomi berasal dari 2 kata yaitu etno dan gastronomi. Etnon
adalah dasar suku atau etnis kebudayaan. Pengertian gastronomi sendiri ada dalam
buku Dasar-Dasar Gizi Kuliner yaitu sebagai berikut : gastronomi tidak lepas dari
kata kuliner, yaitu seni menglah bahan makanan yang dimulai dari memilih bahan
makanan dan mempersiapkan bahan makanan yang akan dimasak, termasuk
mengupas, mencuci, memotong-motong, memberi bentuk dan memberi bumbu,
yang semuanya dilakukan dengan benar dan tepat. Kemudian diteruskan dengan
memasak bahan makanan yang telah dipersiapkan, dengan berbagai macam
teknik memasak, serta bagaimana cara menyajikan makanan atau hidangan yang
menarik yang dapat menggugah selera makan, dan lezat rasanya.
Selain itu di dalam Kamus Le Petit Larousse gastronomi memilikin pengertian
sebagai pengetahuan tentang semua yang berhubungan dengan dapur, resep
makanan, seni mencicipi dan menilai hidangan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
gastronomi adalah seni dalam mengolah makanan sampai ke penyajian yang
mengutamakan nilai rasa serta keindahan.
Etnogastronomi adalah seni memasak yang dimiliki dan dikuasai suatu suku.
Sementara Etnogastronomi Melayu Riau berarti seni dalam memasak dan
mengolah makanan yang dikuasai oleh suku Melayu Riau yang diteruskan secara
turun-temurun dari generasi ke generasi.
Beberapa contoh makanan khas Melayu Riau :
1. Bolu Kemojo
2. Es Laksamana Mengamuk
3. Asam Pedas Ikan Baung
4. Mie Lendir Khas Riau.

20
d. Etnomedisin
Pengobatan tradisional merupakan salah satu warisan yang dapat ditemukan di
berbagai suku bangsa di dunia. Praktik pengobatan tra-disional dilakukan
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh secara turun temuran.
Pada zamannya, praktek pengobatan tradisonal menjadi sangat penting untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit yang menyerang manusia. Bahkan
sampai sekarang pun sebagian orang masih mempercayai khasiat pengobatan
tradisional. Artinya, ketika muncul ilmu pengetahuan modern dalam bidang medis
tidak serta merta menghilangkan pengobatan tradisional. Atas dasar penghargaan
terhadap pengobatan tradisional, WHO (World Health Organization) pada
tahun 2013 memberikan perhatian terhadap praktik pengobatan tradisional
dengan disusunnya WHO Traditional Medicine Strategy.
Adapun tujuan dari penetapan strategi tersebut adalah (i) memanfaatkan
potensi pengobatan tra disional untuk kesehatan dan perawatan kesehatan
yang berpusat pada rakyat, (ii) mempromosikan penggunaan obat tradisional
yang aman dan efektif. WHO mendefinisikan pengobatan tradisional sebagai
pengetahuan, keterampilan dan praktik pengobatan berdasarkan teori, keyakinan
dan pengalaman masyarakat adat, serta dalam pencegahan, diagnosis, perbaikan
atau perawatan fisikdan penyakit mental (World Health Report 2006). Ada
berbagai istilah yang digunakan untuk menjelaskan praktik pengobatan tradisional
seperti alternative medicine, complementary medicine, natural medicine, herbal
medicine, phyto-medicine, non-conventional medicine, indigenous medicine,
folk medicine, dan ethno medicine (Payyappallimana, 2013).
Miskipun ada banyak istilah yang digunakan untuk menyebutkan praktik
pengobatan tradsional, intinya adalah pengobatan tradisional lahir berdasarkan
tradisi yang lahir dalam masyarakat tradisional. Praktik pengobatan tradisional
telah menarik perhatian para antro-polog untuk mengkaji secara lebih mendalam
tentang sistem pengo-batan tradisional dari perspektif mayarakat tempatan.
Bidang antroplogi menyebutnya dengan istilah ethnomedicine. Kajian
etnomedisin meruju pada praktik pengobatan tradisional yang berkaitan dengam
interpretasi budaya terhadap kesehatan, penyakit, sakit, cara penanganan dan prak-
tik penyembuhan (Krippner S., 2003).
Praktik Etnomedisin dalam Manuskrip Obat-Obatan Tradisional
MelayuPraktik etnomedisin biasanya mengkombinasikan berbagai model
21
pengobatan seperti penggunaan tumbuhan, binatang, spiritualitas dan kekuatan
alam untuk tujuan penyembuhan (Lowe H, Payne-Jackson A, Beckstrom-
Sternberg SM, Duke JA, 2000). Praktik etnomedisin dapat diturun baik secara
lisan maupun tulisan. Salah satu sumber data tertulis untuk memperoleh
pengetahuan praktik etnomedisin dalam masyarakat tradisional adalah manuskrip
atau naskah kuno. Sebagian masyarakat tradisional memiliki tradisi untuk
menuliskan praktik etnomedisin de ngan tujuan agar pengetahuan tentang
pengobatan itu dapat didokumentasikan, mudah diingat dan dapat wariskan
kepada generasi berikutnya.

a. Jenis Penyakit dan Cara Pengobatan

 Pegal, Linu, dan Tidak Enak Badan


Ramuan tradisional yang digunakan untuk mengobati penyakit pegal, linu,
letih, dan tidak enak badan adalah bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
yang terdiri atas daun bunga tanjung, daun meransi (daun tumbuhan palm), daun
rambutan, dan daun cikorau yang biasanya tumbuh di persawahan. Ramuan
dibuat dengan cara merebus keempat jenis daun tersebut di sebuah panci besar
tertutup rapat sampai mendidih. Setelah mendidih, panci diangkat dan orang yang
sakit harus diselimuti serapat mungkin. Si sakit kemudian dihangatkan tubuhnya
dengan uap air rebusan obat. Hal ini dilakukan selama tiga hari berturut-turut
selama setengah jam hingga si sakit dapat mengeluarkan keringat. Sebelum
melakukan pengobatan ini, biasanya juru sembuh akan memantrai si sakit. Khasiat
obat ini sama dengan mandi uap, yakni agar si sakit menjadi segar kembali.   

 Bengkak, Sejenis Bisu


Ramuan yang digunakan untuk mengobati penyakit ini adalah buah kemiri
yang dibakar. Kemudian mengambil isi kemiri tersebut dan digosokkan di tempat
yang licin, misalnya kaca, sehingga mengeluarkan minyak. Minyak kemiri
tersebut kemudian dioleskan ke sekeliling tempat yang sakit.   

 Cacingan
Ramuan untuk mengobati cacingan adalah kelapa tua, bawang merah,
dan limau sandai. Cara pengobatannya yaitu dengan memeras kelapa tersebut
untuk diambil santannya, bawang merah diiris kemudian diperas dan dicampur

22
dengan air perasan daun limau sundai. Ketiganya diaduk menjadi satu. Setelah itu
juru sembuh akan membacakan mantra “tuju golang-golang” pada air obat itu dan
diminumkan kepada si sakit selama tiga kali berturut-turut.

 Demam Akibat Tersapa Setan


Dalam keyakinan masyarakat Melayu, jika seseorang mengalami demam,
panas, dan kepalanya pusing, maka orang itu dipercaya telah tersapa setan.
Ramuan yang digunakan untuk penyakit ini adalah dua irisan tipis kunyit.
Kemudian masing-masing irisan diberi mantra lalu dioleskan ke kering serta
ditempelkan pada pelipis kiri dan kanan. Sisa potongan kunyit dioleskan ke semua
kuku tangan dan kaki.  

 Panu
Penyakit panu dapat diobati dengan ramuan yang terdiri atas gelinggang
laut (sejenis tumbuhan perdu), jahe, dan ditambah minyak tanah. Cara
pengobatannya adalah menggosokkan gelinggang laut di tempat yang sakit saat
mandi sampai kulit berwarna kemerah-merahan. Pengobatan tersebut dilakukan
secara rutin, dan biasanya dalam waktu tiga hari penyakit panu akan sembuh.
Sedangkan penggunaan jahe untuk mengobati penyakit panu adalah jahe tersebut
digiling hingga halus dan dicampur minyak tanah. Ramuan tersebut dioleskan
pada tempat yang sakit pada waktu mandi.

 Kurap
Pengobatan tradisional penyakit kurap dilakukan dengan menggunakan
daun kayu racun yang merupakan sejenis tumbuhan perdu. Daun ini ditumbuk
hingga halus dan dicampur dengan kapur sirih. Pengobatan dilakukan dengan
mengoleskan ramuan tersebut setelah mandi. 

 Sakit Perut
Sakit perut yang dimaksud di sini adalah perut tiba-tiba terasa mulas.
Ramuan yang dipakai untuk mengobati penyakit ini adalah bawang putih dan
jahe ditumbuk halus, kemudian dicampur dengan air masak yang hangat.
Ramuan tersebut diminum beberapa kali hingga sakit perut hilang.  

 Luka Ringan

23
Ramuan untuk mengobati luka ringan adalah daun sungkai. Daun tersebut
dikunyah atau ditumbuk hingga lumat dan ditempelkan ke tempat yang luka.
Cara yang lain adalah menggunakan arang yang menempel pada wajan yang
digunakan untuk memasak sayur-sayuran. Arang tersebut diambil dan dioleskan
pada bagian yang luka.

 Obat Mata
Penyakit mata dapat diobati dengan lima helai daun sirih yang dicuci
hingga bersih kemudian ditempat ke dalam mangkuk kecil yang berisi air bersih.
Kemudian mata dicelupkan ke dalam air tersebut sambil berkedip-kedip sehingga
kuman dan kotoran yang ada di dalam mata terdorong ke luar.

 Gatal-gatal
Ramuan untuk mengobati penyakit gatal-gatal adalah terong yang
dipotong-potong kemudian digosokkan ke bagian yang gatal.

 Demam Panas
Ramuan yang digunakan untuk mengobati demam panas adalah daun
bunga sepatu. Daun bunga ini diremas-remas hingga keluar airnya yang seperti
lendir. Remasan daun tersebut kemudian ditempelkan di kening orang yang sakit
hingga panasnya turun.

 Batuk Seratus Hari


Penyakit ini dapat diobati dengan menggunakan daun sirih yang dikunyah
bersama gula enau dan airnya ditelan hingga beberapa kali atau hingga air yang
terkandung dalam daun sirih tersebut habis.

 Terkilir
Cara mengobati sakit ini dengan ramuan tradisional adalah dengan
menggunakan akar pohon pisang sembatu dan daun bunga bakung. Akar pisang
sembatu dibakar hingga layu, kemudian diurutkan pada bagian yang terkilir dan
bengkak. Sedangkan daun bunga bakung dipanggang hingga layu lalu diolesi
minyak kelapa. Daun tersebut kemudian ditempelkan pada bagian yang terkilir
ketika masih hangat.  

24
 Sakit Pinggang
Ramuan untuk mengobati sakit pinggang adalah rebusan daun kumis
kucing. Cara membuat ramuan ini adalah, daun kumis kucing direbus dalam air
yang mendidih, kemudian airnya diminum sebanyak tiga kali sehari.

 TBC
Obat tradisional untuk penyakit TBC adalah daun waru yang diremas-
remas dan airnya dimasak sebanyak setengah gelas.

 Sakit Gigi
Pengobatan tradisional untuk orang yang menderita sakit gigi dapat
dilakukan dengan menggunakan getah tangkai pepaya yang dioleskan dan
dimasukkan ke dalam lubang gigi yang sakit. Cara lain untuk mengobati sakit
gigi adalah dengan menggunakan daun kecubung. Cara pengobatannya, daun
kecubung direndam kemudian dimasukkan ke dalam tempurung yang
berlubang pada bagian bawahnya. Tempurung tersebut kemudian ditaruh
sebatang bambu sebesar jari telunjuk sepanjang 20 cm. Bambu tersebut
dihubungkan ke lubang gigi sehingga uap buah kecubung akan mengalir ke
gigi yang berlubang tersebut dan menghilangkan dan mematikan kuman pada
gigi itu.   
Berbagai perkembangan zaman dan berbagai kemajuan teknologi tidak serta-merta
menggeser peran pengobatan tradisional. Pengobatan modern dan pengobatan tradisional
justru saling melengkapi satu sama lain. Bagi masyarakat tradisional yang umumnya tinggal
di pedesaan, pengobatan tradisional menjadi penting karena untuk menjangkau pengobatan
modern terkadang masyarakat masih kesulitan, termasuk mengenai biayanya, sehingga,
dalam kondisi yang demikian, pengobatan tradisional masih berperan cukup penting.

2.4 Sistem Kepemimpinan


Pemimpin adalah seseorang yang menggunakan kemampuan, sikap, naluri, dan ciri
khas kepribadiannya yang mampu menciptakan suatu keadaan, sehingga orang lain yang
dipimpin dapat terpengaruh dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

25
Pemimpin dapat juga diartikan sebagai pencetus, pembentuk, penggerak segala sesuatu yang
dapat memengaruhi anggota dengan segala tujuan yang ingin dicapai. 
Dalam kepemimpinan Melayu, pemimpin adalah orang yang biasa disebut “orang
yang dituakan, didahulukan selangkah, ditinggikan seranting”. Memiliki ungkapan yang
mengandung pengertian, bahwa seorang pemimpin yang baik dan benar adalah orang yang
dituakan oleh masyarakatnya. Namun, di antara pemimpin dan masyarakat tidak ada
pembatas yang menjadi pemisah dan haruslah saling bekerja sama. Dalam ungkapan lain
kembali ditegaskan “didahulukan dapat diraih, tinggikan dapat dijangkau, dekatnya tidak
beranjak, jauhnya tidak berantara”. Maksud dari ungkapan tersebut, sebagai seorang
pemimpin tidak boleh memiliki sifat dan sikap yang angkuh. Ditandai dengan
kata  “tinggikan dapat dijangkau, dekatnya tidak beranjak”.
Kejayaan seseorang pemimpin diukur sekaligus diuji yang dapat
dipertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat. Raja Ali Haji di dalam karyanya “Tsamarat
al-Muhimmah” (1858) menjelaskan, kepemimpinan merupakan konsep tritunggal Melayu-
Islam: khalifah-sultan-imam. Makna simbolik ‘khalifah’ adalah kewajiban mendirikan agama
berdasarkan al-Qur’an, sunnah nabi, dan ijmak. Pemimpin sebagai ‘sultan’ bermakna
kewajiban menegakkan hukum secara adil berdasarkan pedoman Allah dan rasul-Nya. Dalam
kandungan makna ‘imam’, pemimpin harus berada paling depan di dalam situasi apa pun,
sehingga menjadi ikutan semua orang di bawah kepemimpinannya. Dengan demikian, siapa
pun yang mengindahkan dan menerapkan ketiga syarat kepemimpinan, maka akan mendapat
hidayah dan inayah Allah dalam kepemimpinannya.

Sifat kepemimpinan dalam ungkapan disebutkan,


Tuah ayam pada sisiknya
Tuah manusia pada baiknya
Tuah kain pada tenunnya
Tuah kayu pada elok buahnya
Tuah Melayu elok maruahnya
Elok kain elok raginya
Elok pemimpin elok negerinya
Elok corak sedap dipakai
Elok pemimpin elok akhlaknya
Elok akhlak memimpin sesuai

26
1. Model Kepemimpinan
Bangsa Melayu termasuk di antara bangsa-bangsa yang tertua di dunia.

Lebih dari 10.000 tahun silam, bangsa ini sudah ada dan membentuk suatu

komunitas masyarakat, khususnya di wilayah pulau Sumatera hingga di

Semenanjung Melayu. Lalu, khususnya di wilayah Jambi, maka sejak dahulu kala

telah dihuni oleh beberapa etnis Melayu seperti Suku Kerinci, Suku Batin, Suku

Bangsa Duabelas, Suku Penghulu, dan Suku Kubu atau Suku Anak Dalam. Pada

masa lampau mereka ini telah melatarbelakangi perkembangan bahasa Melayu,

budaya Melayu, maupun pasang surut kerajaan-kerajaan di daerah Jambi.

Sejarah telah membuktikan bahwa kepemimpinan raja-raja masyarakat

Melayu pernah mengalami masa kejayaannya. Perdagangan yang dijalankan

oleh masyarakat Melayu mampu merambah berbagai belahan dunia pada

masanya. Bahkan pada era Sultan Iskandar Muda berkuasa di Aceh, kerajaan

Aceh termasuk dalam lima kerajaan terbesar di dunia. Kerajaan Sriwijaya,

Dharmasraya, Malayu-Jambi, Aceh dan Malaka tak dapat dipungkiri menjadi

tonggak kebesaran rumpun Melayu. Semua itu tidak bisa terjadi kecuali

kepemimpinan dalam tradisi Melayu saat itu sudah memiliki jati diri yang kuat,

mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan, berdaya tahan tinggi dan

berperan aktif dalam kesinambungan kehidupan bangsa.

Sejarah Melayu juga banyak mencatatkan kearifan

kepemimpinan dalam perspektif budaya Melayu. Sehingga ditengah krisis

kepemimpinan yang melanda negeri ini, sebenarnya tradisi budaya Melayu sejak

dahulu telah menawarkan model kepemimpinan yang kiranya pas untuk

Indonesia di tengah masalah yang kerap dihadapi saat ini. Dan jika melihat sifat

pemimpin ideal yang ada dalam tradisi budaya Melayu, maka akan sangat

relevan dengan model kepemimpinan transformasional pada masa kini.

Kepemimpinan transformasional berkaitan dengan nilai-nilai yang relevan bagi

proses pertukaran (perubahan), seperti kejujuran, keadilan dan tanggung jawab.

27
Ya. Model kepemimpinan

tradisi Melayu, kini di sederhanakan dengan istilah model kepemimpinan

transformasional di era kontemporer. Satu model kepemimpinan yang ideal di

tengah situasi Indonesia saat ini. Pemimpin yang transformatif lebih

memposisikan diri mereka sebagai mentor yang bersedia menampung aspirasi

para bawahannya. Dalam pendapat lain, kepemimpinan transformatif

didefinisikan sebagai kepemimpinan dimana para pemimpin menggunakan

kharisma mereka untuk melakukan transformasi dan merevitalisasi

organisasinya. Para pemimpin yang transformatif lebih mementingkan

revitalisasi para pengikutnya secara menyeluruh ketimbang memberikan

instruksi-intruksi yang bersifat top-down.

Jadi model kepemimpinan tradisi

Melayu masih sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini, karena model

kepemimpinan tradisinya adalah transformasional, yang diharapkan bisa

membawa perubahan kearah yang lebih baik.

2. Pemilihan Pemimpin
Pemimpin adalah orang yang dituakan. Begitumenurutbuku Tunjuk AJar
Melayukarya budayawan Riau, Tenas Effendy.Tunjuk Ajar Melayu yang tersusun dalam
bentuk pantunyang indah ini berisi kumpulan petuah , amanah, suritauladan dan nasihat yang
membawa manusia ke jalan lurus yang diridhoi Allah dan berkahnya menyelamatkan
manusia dalam kehidupunan di duniadan akhirat.
Hampir semua suku yang hidup di Nusantara mempunyai seni tari, seni musik, seni
berpakaian, seni membangun rumah dan seni memasak danbentuk senilainnya, tapi tidak
banyak yang memiliki khasanahbudaya syair sekental suku Melayu.
Menyadari pentingnya pemimpin dalam kehidupan manuasia , berbangsa , bernegara,
bermasyarakat, berumah tangga dan sebagainya, maka orang Melayu berusaha mengangkat
pemimpin yang lazim disebut “orang yang dituakan” oleh masyarakat dan kaumnya.
Pemimpindiharapkan mampu membimbing, melindungi, menjaga dan menuntun masyarakat
dalam arti luas, dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi.

28
Orang-orang tua Melayu mengatakan:

Bertuah ayam ada induknya,

Bertuah serai ada rumpunnya

Bertuah rumah ada tuanya

Bertuah negeri ada rajanya

Bertuah imam ada jemaahnya.

Maksud ungkapan itu adalah bila negeri tidak beraja, bila kampung tidak
berpenghulu,bila rumah tidak bertua, angin lalu tempias pun lalu, tuah hilang marwah
terbuang, hidup celaka sengketa pun dating.
Karena pemimpin mengemban tugas mulia dan tanggungjawab yang berat, seorang
pemimpin wajib memiliki kepribadian sempurna dan berusaha terus menerus
menyempurnakannya. Sifatdan perilaku diungkapkan antara lain sbb:

Yang dikatakan pemimpin

Berkata lidahnya masin

Bercakap pintanya kabul

Melenggang tangannya berisi

Menyuruh sekali pergi

Mengihimbau sekali datang

Melarang sekali sudah.

Makna ungkapanini sama dengan “sabdo pandito ratu, tan kena wola-wali” dalam
bahasa Jawa, yang artinya raja dan pandita berkata sekali jadi, tidak boleh ditarik lagi. Bila
berjanji ditepati, tidakseperti lazimnya janji kampanye Pemilu.

29
Jangan pilih karena duitnya!

Orang-orang tua Melayu menegaskan, kalau memilih pemimpinmjangan karena


memandang elok mukanya, tapi pandang elok hatinya atau kalau memilih pemimpin, pilih
yangmulia budi pekertinya. Juga dikatakan jangan memilihkarena suku, tetapi memllih
karena laku. Lebih lanjut, ungkapan adat mengatakan:

Kalau hendak memilih pemimpin:

Jangan dipilih karena duitnya

Jangan dipilih karena kayanya

Jangan dipilih karena sukunya

Jangan dipilih karena pangkatnya.

Tunjuk Ajar Melayu menganjurkan agar memilih pemimpinkarena budinya,lakunya ,


budi bahasanya, adilnya, benarnya, taat setianya, petuah amanahnya, tenggang rasanya, tegur
sapanya. Ikhlas hatinya, mulia ilmunya, tanggungjawabnya, iman takwanya,lapang dadanya,
bijak akalnya, sifat tuanya dan cergas rajinnya.

3. Marwah Pemimpin
Dalam tunjuk ajar Melayu, berdasarkan posisi dan fungsi, pemimpin sekurang-
kurangnya menjadi inisiator dari suatu kerja sama.
Sebab: Yang dikatakan pemimpin/Didahulukan selangkah/Ditinggikan
seranting/ Dituakan oleh orang banyak/Dikemukakan oleh orang ramai/Diangkat menurut
adat/Dikukuhkan menurut lembaga/. Yang dikatakan pemimpin: Berkata lidahnya
masin/Bercakap pintanya kabul/Melenggang tangannya berisi/Menyuruh sekali
pergi/Menghimbau sekali datang/Melarang sekali sudah//
Dalam rangkaian posisi yang harus berada di depan, dengan bayang-bayang
sebagai insiator dalam suatu kerja sama, lebih lanjut disebutkan:

Bagaikan kayu di tengah padang


Tempat beramu besar dan kecil
Rimbun daun tempat berteduh

30
Kuat dahannya tempat bergantung
Besar batang tempat bersandar
Kokoh uratnya tempat bersilang
Tempat kusut diselesaikan
Tempat keruh dijernihkan
Tempat sengketa disudahkan
Tempat hukum dijalankan
Tempat adat ditegakkan
Tempat syarak didirikan
Tempat lembaga dituangkan
Tempat undang diundangkan
Tempat memberi kata putus

Dalam suatu masyarakat, bahkan negeri, pemimpin memiliki berbagai kelihaian


mengatur dan mengarahkan: Yang menimbang sama berat/Yang menyukat sama
pepas/Yang mengukur sama panjang/Yang menakar sama penuh/Yang menyimpul sama
mati/Yang menyimpai sama kuat/Yang mengikat sama-sama kokoh//.

Dalam ungkapan lain untuk menjaga agar kerja sama dapat berjalan sebaik
mungkin, tunjuk ajar Melayu menyebutkan bahwa seorang pemimpin dapat meluruskan
sesuatu sesuai dengan keinginan bersama: Yang berbongkol ditarahnya/Yang kesat
diampelasnya/Yang menjungkat diratakannya/Yang miang dikikisnya/Yang melintang
diluruskannya/Yang menyalah dibetulkannya/Yang tidur dijagakannya/Yang lupa
diingatkannya/Yang sesat diunutnya/Yang hilang disawangnya//
Seorang pemimpin menjadikan musyawarah dan mufakat sebagai hal-hal yang wujud.
Melalui metafora “rumah” dan “tempat”, musyawarah maupun mufakat, tak pelak lagi
dipandang sebagai hal yang vital seorang pemimpin dalam menjalankan fungsinya. Hal
tersebut terungkap dalam ungkapan yang dikutip budayawan Riau, Tenas Effendy, sebagai
berikut:

Yang berumah dalam musyawarah


Yang bertempat dalam mufakat
Yang berdiri dalam budi
Yang tegak dalam syarak
31
Yang duduk dalam khusyuk
Yang memandang dengan undang
Yang melihat dengan adat
Yang mendengar dengan tunjuk ajar
Yang berkata dengan sunnah
Yang berlaku dengan ilmu
Yang berjalan dengan iman
Yang melangkah dengan petuah

Menyadari pentingnya pemimpin dalam kehidupan manusia, berbangsa, bernegara,


bermasyarakat, berumah-tangga, dan sebagainya, maka orang Melayu berusaha mengangkat
pemimpin yang lazim disebut “orang yang dituakan” oleh masyarakat dan kaumnya.
Pemimpin ini diharapkan mampu membimbing, melindungi, menjaga, dan menuntun
masyarakat dalam arti luas, baik untuk kepentingan hidup duniawi maupun untuk ukhrawi.
Pemimpin seperti ini akan mampu memberikan kesejahteraan lahiriah dan batiniah
bagi masyarakat, bangsa dan negaranya. Lebih lanjut disebutkan:

Yang dikatakan pemimpin


Mau menampin tahan berlenjin
Mau bersakit tahan bersempit
Mau berteruk tahan terpuruk
Mau berhimpit tahan berlengit
Mau bersusah tahan berlelah
Mau berpenat tahan bertenat
Mau berkubang tahan bergumbang
Mau bertungkus lumus tahan tertumus
Mau ke tengah tahan menepi
Mau memberi tahan berbagi
Mau bersusah tahan merugi

Dengan peran dan fungsi pemimpin seperti dikemukakan di atas, seorang pemimpin
dalam alam Melayu memang harus amanah. Konsep amanah yaitu kepercayaan yang
menjadikan seseorang untuk memelihara dan menjaga sebaik-baiknya hal yang diamanahkan
kepadanya, tidak saja dari orang-orang yang dipimpinnya, tetapi juga kepada Allah SWT.
32
Dalam karakter ini, amanah mengandung setidak-tidaknya tiga keunggulan yakni
amal, asin, asuh. Pemimpin amal memiliki perilaku yang baik sehingga menjadi modal utama
dalam suatu kepemimpinan yang dapat dipercayai oleh masyarakat. Pemimpin asin,
pemimpin yang selalu mengatakan apa yang sebenarnya tanpa menutup-nutupi atau
bersusaha terlihat baik. Pemimpin selalu membuktikan perkataannya dengan perbuatan yang
nyata.
Sedangkan pemimpin asuh mengutamakan kepentingan negeri dan masyarakat di atas
kepentingan pribadi. Menjalankan tugas sebagai suatu amanah yang harus dikerajakan
dengan sebaik-baiknya. Rela berkorban dan arif dalam bertindak.
Khusus bagi orang Riau ada jejak arif seorang pemimpin. Ini ditujukan oleh sosok
Sultan Siak, Syarif Kasim II yg didampingi permaisurinya, bertemu Presiden Soekarno di
Yogyakarta pada tahun 1949. Beliaulah bekunjung ke sana setelah melalui surat menyatakan
bergabung dengan RI tahun 1945.
Dalam kesempatan itu, Sultan Syarif Kasim antara lain menyerahkan uang jutaan
gulden untuk perjuangan menegakkan NKRI. Belum lagi kawasan kerajaan yang kaya raya
termasukladangminyak

4. Pergantian Pemimpin
Kepemimpinan dalam masyarakat melayu memiliki memiliki mekanisme pergantian,
pemimpin itu harus diganti bukan ditukar. Sebab dengan diganti, terbuka peluang yang
menggantin akan lebih baik dari yang digantikan. Adapun syarat pergantian ini ada 4, yaitu :
1. Lapuk, yakni sudah tua atau uzur dimakan usia, sehingga tidak memadai lagi
kemampuannya untuk memimpin. Pemimpin itu memerlukan orang yang kuat jasmani dan
rohani.
2. Zalim, yakni orang melakukan kezaliman dalam masa kepemimpinannya, sehingga warga
masyarakat merugi atau menderita.
3. Meninggal dunia, kepemimpinan tidak boleh terikat pada diri seseorang. Sebab itu ketika
pemimpin itu meninggal maka harus ada yang menggantikannya.
4. Permintaan pemimpin, apabila pemimpin itu mengajukan untuk mengundurkan diri karena
merasa tidak mampu atau karena alasan lain seperti kesehatan atau karena pertimbangan
keagamaan hendak mengambil jalan sufi dalam hidupnya.

33
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebiasaan Hidup Berpola Masyarakat Melayu mengajarkan banyak hal.


Terutama di bidang adat dan adab, hokum adat, perundang-undangannya, upacara
adat, permainan rakyat,cara bertahan hidup melalui apa yang dimakan, cara
pengobatan tradisionalnya, hingga sistem kepemimpinan masyarakat Melayu. Hal
diatas merupakan beberapa alasan masyarakat Melayu bisa bertahan dan
beradaptasi di era modern sekarang ini. Dan hal tersebut juga menyebabkan
masyarakat Melayu mampu berkembang dan memiliki dasar yang kuat dalam
menjalani kehidupan tanpa terpengaruh dampak negatif dari luar.

3.2 Saran

Dengan adanya makalah ini dapat mengetahui lebih dalam tentang


Kebiasaan Hidup Berpola Masyarakat Melayu, kami jadi mengetahui tentang

34
sejarah kebiasaan hidup masyarakat melayu,adat adab masyarakat melayu,
makanan, pengobatan, bahkan kepemimpinan melayu, kami berharap dengan
adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Maka kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak, untuk dapat menulis makalah yang lebih baik
lagi kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Hardi, P. (2014). Bagaimana Memilih Pemimpin? Kompasiana.Com.


https://www.kompasiana.com/amp/parnihadi/54f79e9aa33311991d8b45c7/bagaimana-
memilih-pemimpin

Junaidi. (2016). Praktik Etnomedisin dalam Manuskrip Obat-Obatan Tradisional Melayu.


Manuskripta, 6(2), 59–77.
http://journal.perpusnas.go.id/index.php/manuskripta/article/view/54

Kepemimpinan Ideal Dalam Tradisi Melayu. (2017). Riautime.Com.


https://www.riauone.com/riau/Kepemimpinan-Ideal-Dalam-Tradisi-Melayu

Lavlia, N. (n.d.). 5 Upacara Adat Suku Melayu. Seiringjalan,Com. Retrieved September 20,
2022, from https://seringjalan.com/5-upacara-adat-suku-melayu/

Pemimpin dalam Budaya Melayu. (2021). Budayamelayuriau.Com.


https://budayamelayuriau.org/lingkup-materi/pemimpin-dalam-budaya-melayu/amp/

35
PERGANTIAN PIMPINAN MERUPAKAN SALAH SATU BENTUK DINAMIKA
ORGANISASI. (2012). https://tni-au.mil.id/pergantian-pimpinan-merupakan-salah-satu-
bentuk-dinamika-organisasi/

Rahman, I. N., Triningsih, A., W, A. H., & Kurniawan, N. (2011). Dasar Pertimbangan
Yuridis Kedudukan Hukum (Legal Standing) Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam
Proses Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi RI.

36

Anda mungkin juga menyukai