Anda di halaman 1dari 26

PERANAN KALINDA’DA DALAM MEMBANGUN

KARAKTER BANGSA
Dewi Afriani T
( 1015612056 )

Jurusan Tarbiyah dan Keguruan


Pendidikan Agama Islam
Stain Majene

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mandar adalah salah satu kelompok etnis terbesar yang menempati
wilayah Sulawesi Barat. Suku ini dulunya sebelum terjadi pemekaran
wilayah, Mandar bersama dengan etnis Bugis, Makassar, dan Toraja
mewarnai keberagaman di Sulawesi Selatan. Meskipun secara politis dan
administrative Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan diberi sekat dengan
adanya pemekaran wilayah setelah terbentuknya Provinsi ke 33 di
Indonesia melalui UU No. 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Daerah
Otonomi Baru pada tanggal 5 Oktober 2004. Namun secara historis dan
kultural Mandar tetap terikat dengan “sepupu-sepupu” serumpunnya di
Sulawesi Selatan.
Istilah Mandar merupakan ikatan persatuan antara tujuh kerajaan
di pesisir (Pitu Ba’ba’na Binanga) dan tujuh kerajaan di gunung (Pitu
Ulunna Salu). Keempat belas kekuatan ini saling melengkapi,
“Sipamandar” (menguatkan) sebagai satu bangsa melalui perjanjian yang
disumpahkan oleh leluhur mereka di Allewuang Batu di Luyo.

Suku Mandar tidak beda dengan suku-suku lainnya yang ada di Indonesia. Suku Mandar
juga memiliki beragam budaya, tradisi, dan adat istiadat termasuk didalamnya Sastra
Mandar yang kita kenal dengan nama Kalinda’da’. Kalinda’da’ sesungguhnya adalah
puisi kehidupan, tentang existensi kehidupan manuia dalam hubungannya Sang Maha
Pencipta, hubungannya dengan sesama manusia, serta hubungannya dengan alam,
sehingga menjadi bagian kehidupannya. Dari sanalah masyarakat Mandar memiliki
kepribadian yang tangguh dan utuh didalam berbuat, berprilaku, dan menempatkan

1
dirinya secara wajar pada tempat yang sesungguhnya, dan pada kedudukan yang
bermartabat diantara makhluk ciptaan Tuhan. Memegang penuh tradisi yang ia miliki,
berkuasa, sopan, menghargai tamu, pemberani, dan sering memilih taktik dan titik
strategis dalam pengambilan sebuah keputusan demi kepentingan bersama.
Disadari pula, bahwa dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi saat ini, disamping membawa dampak positif, juga tidak
dipungkiri adanya dampak negative, sekaligus menjadi permasalahan
serius yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, dimana semakin
terbukanya beragam budaya-budaya bangsa secara global. materialistis,
konsumtif, dan cenderung lebih mengagungkan budaya bangsa lain dari
pada budaya sendiri dengan model kehidupan yang bebas, hedonis,
individualistis, serta pragmatis. Kesemuanya ini berpengaruh pada
berubahnya karakter dan perilaku mereka terhadap unsur sosial budaya
nasional. Sehubungan hal tersebut, sebuah artikel pada Journal article //
Mozaik, yang ditulis oleh Nurlaila Suci Rahayu Rais, M. Maik Jovial
Dien, Albert Y. Dien. Beliau mengemukakan, bahwa sebagai generasi
penerus bangsa dan penyelamat budaya bangsa, para milenial perlu
dibekali dengan pemahaman dan pengimplementasian ajaran nilai-nilai
Pancasila melalui pembinaan dan kaderisasi disertai upaya memperkokoh
rasa nasionalisme dan menjaga kebhineka tunggal-ika-an, dengan
demikian degradasi unsur sosial budaya dapat diminimalisir.
Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan budaya melalui Sastra
Mandar/Kalinda’da’ sangat urgen untuk kembali ditumbuh suburkan dan
dikembangkan, ditengah-tengah era kemajuan saat ini, terutama kepada
generasi muda, karena diduga bahwa generasi saat ini disamping
mengalami kondisi seperti tersebut sebagai dampak dari era globalisasi,
juga diduga bahwa mereka tidak mengetahui persis apa dan bagaimana
Kalinda’da’. Bahwa Kalinda’da’ adalah sebuah harta yang tak ternilai
harganya, ia telah menjadi asupan bathiniah selama berabad-abad bagi
kehidupan orang mandar.

2
B. Tujuan
Mengingatkan kembali kepada seluruh anak bangsa, khususnya
generasi muda sebagai generasi penerus bangsa, agar tidak terjebak
didalam dinamika kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini,
bahwa didalam menghadapi dan menjalani hidup dan kehidupan kita, oleh
pendahulu atau leluhur kita telah meninggalkan dan menanamkan nilai-
nilai falsafah hidup bagi generasinya melalui sastra. Tak terkecuali yang
kita kenal Sastra Mandar (Kalinda’da’), sehingga tujuan penulis didalam
karya ini adalah sebagai berikut :
1. Tulisan ini dimaksudkan, untuk menyadarkan kita semua, bahwa
walaupun dengan dalih era kemajuan dan modernisasi dunia yang
tidak terbendungkan lagi, namun nilai-nilai leluhur, khususnya
Kalinda’da’ masih sangat dibutuhkan dan tidak boleh ditinggalkan
karena dia adalah MUTIARA.
2. Seperti yang diketahui bersama, bahwa Pendidikan Karakter anak
dapat dikatakan sebagai pendidikan plus, karena pendidikan ini
melibatkan berbagai macam aspek yaitu kognitif (pengetahuan), afektif
(perasaan), dan juga aksi (tindakan). Pendidikan karakter akan bekerja
secara efektif dengan adanya tiga aspek ini. Sehingga menurut hemat
penulis, bahwa Kalinda’da’ masih sangat urgen untuk kembali
ditumbuh suburkan dan kembangkan, karena ketiga aspek inilah ada
termuat didalam Kalinda’da’, setidak-tidaknya terkhusus kepada
generasi muda orang mandar sebagai anak bangsa Indonesia.
3. Sebagai seorang generasi muda orang mandar, sadar betul akan
keterbatasan pengetahuan, lebih-lebih pemahaman bahwa Kalnda’da’
sesungguhnya adalah puisi kehidupan, tentang existensi kehidupan
manuia dalam hubungannya Sang Maha Pencipta, hubungannya

3
dengan sesama manusia, serta hubungannya dengan alam, sehingga
menjadi bagian kehidupannya. Sehingga melalui tulisan ini,
diharapkan dapat menjadi sebuah karya, dan menjadi koleksi dalam
upaya memperkaya dan menambah khazanah kepustakaan, khususnya
kepustakaan Sastra Mandar, dan secara umum kepustakaan Sastra
Nusantara.

C. Manfaat
1. Karena Kalinda’da’ itu sendiri sebuah misteri yang mampu memberi
dan menciptakan “Kesadara Kolektif” ia telah menjadi asupan
bathiniah selama berabad-abad bagi kehidupan orang mandar,
sehingga Kalinda’da’ adalah sebuah asset yang tak ternilai harganya,
maka manfaat yang diharapkan melalui tulisan ini adalah menjadi
salah satu upaya untuk Menjaga, Memelihara dan melestarikan nilai-
nilai budaya mandar melalui Kalinda’da’ sebagai sebuah asset bangsa.
2. Membangkitkan semangat bagi generasi muda orang mandar, termasuk
para pemangku kebijakan di Wilayah Provinsi Sulawesi Barat, agar
dengan karya ini menjadi motivasi kebijakan, bahwa karena
Kalinda’da’ adalah defosit bangsa didalam membentuk karakter anak
bangsa, maka Kalinda’da’ harus digelorakan dan disosialisasikan
dalam berbagai event acara, termasuk menjadi sebuah Mata Pelajaran
(Muatan Lokal) di seluruh jenjang pendidikan di Provinsi Sulawesi
Barat.
3. Penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan ilmu yang
dimiliki, sehingga didalam karya ini juga sungguh sangat jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi materi tulisan, demikian pula dari segi
sistimatika dan kaidah penulisan sebagai sebuah Karya Tulis. Namun
Manfaat yang diharapkan, agar dengan tulisan ini menjadi bahan
renungan kembali, bahan kajian bersama untuk ditumbuh kembangkan
secara terus menerus bagi penulis-penulis / pengkaji berikutnya, karena
kita kembali sadar, bahwa didalam dunia sastra ternyata Kalinda’da’

4
tidak pernah ada yang mempertanyakan tentang kebenarannya, karena
Kalinda’da’ itu sendiri adalah instrument yang memberi pembenaran.

5
PERANAN KALINDA’DA’ DALAM MEMBANGUN
KARAKTER BANGSA

A. Nilai dalam Perspektif Kebudayaan


Nilai-nilai budaya merupakan sebuah hal penting yang harus
dipertahankan di setiap masyarakat. Mereka memberikan identitas yang
berarti bagi suatu masyarakat dan memegang posisi yang sangat penting.
Nilai-nilai budaya juga dapat berubah seiring waktu dan perkembangan
yang terjadi pada masyarakat. Nilai-nilai budaya didasarkan pada norma
kesepakatan, yang berfungsi sebagai ide-ide dan pandangan yang
mendasari perilaku, budaya, keyakinan, dan kebiasaan dari suatu
masyarakat atau komunitas.
Nilai-nilai budaya adalah pemikiran kita tentang otoritas yang
tinggi, kebenaran, dan ketulusan. Mereka memberikan rasa kemodernan
dan kebersamaan dalam perilaku sosial. Nilai budaya juga berfungsi
sebagai dasar untuk pedoman yang menentukan bagaimana wacana dan
perilaku masyarakat boleh atau tidak. Nilai-nilai budaya merupakan wadah
bagi identitas nasional dan memberikan dasar penting untuk meletakkan
landasan sosial yang berdampak pada masyarakat. Mereka menciptakan
ritme organisasi bahasa dan tindakan diantara masyarakat. Selain itu, nilai-
nilai budaya juga bertujuan untuk meningkatkan perilaku seseorang
dengan memberikan dasar kerangka untuk tingkah laku dan membentuk
cara pandang sadar diri.
Nilai-nilai budaya dapat berubah dari waktu ke waktu, tergantung
pada faktor seperti perubahan budaya, teknologi, budaya, dan ragam nilai
yang berbeda. Dengan demikian, melestarikan nilai-nilai budaya adalah
suatu keharusan. Hal ini dapat berarti memberikan perlindungan undang-
undang bagi kelompok kecil,menolak pengaruh asing, atau
memperingatkan standar perilaku yang tepat. Menjaga nilai-nilai budaya
penting untuk menjaga integritas masyarakat di masa depan. Terakhir,

6
dalam budaya modern, lebih baik untuk mendorong nilai-nilai yang
merupakan prinsip penting yang bertujuan untuk mendukung
perkembangan positif masyarakat.1

B. Tradisi Lisan
Masyarakat Indonesia mayoritas adalah masyarakat yang memiliki
tradisitradisi berupa warisan oleh nenek moyang. Tradisi tersebut ada yang
berupa tradisi lisan dan tradisi yang bentuknya bukan lisan. Tradisi lisan
adalah suatu kumpulan segala sesuatu yang diketahui dan sesuatu yang
biasa dikerjakan yang disampaikan dengan cara turun-temurun melalui
lisan dan telah menjadi kebudayaan masyarakatnya.
Tradisi lisan merupakan suatu adat kebiasaan turun-temurun yang
dijalankan oleh suatu kelompok masyarakat tertentu untuk menyampaikan
suatu pesan dalam bentuk lisan (bahasa lisan) kepada masyarakat generasi
penerus. Tradisi lisan sebagai pesan verbal yang berupa pernyataan turun-
temurun dapat disebarkan dan diajarkan kepada generasi masa kini melaui
tuturan secara langsung atau dapat juga disampaikan dengan nyanyian,
baik dengan bantuan alat musik atau tanpa alat musik (Vanisa dalm
Sumitri, 2016: 6).
Ungkapan tradisional sebagai tradisi lisan selalu dapat
dihubungkan dengan serangkaian cerita (folklor). Adakalanya ungkapan
diucapkan dalam sela-sela sebuah folklor, ada kalanya pula 13 beberapa
ungkapan muncul dalam satu cerita rakyat, karena di dalam cerita rakyat
berisi nilai-nilai dan pesan-pesan tertentu.2

Tradisi lisan adalah pesan yang disampaikan dari satu generasi ke


generasi berikutnya atau secara temurun. Disampaikan melalui tutur
(ucapan), pidato, nyanyian/lagu, pantun, cerita rakyat, nasihat, dan balada.

1
Universitas Swadaya Gunung Jati, “Ilmu Sosial Budaya Dasar ; Nilai Kebudayaan”,
Studocu 2022, https://www.studocu.com/id/document/universitas-swadaya-gunung-jati/ilmu-
sosial-budaya-dasar-isbd/nilai-kebudayaan/48064760
2
Moh. Imam HD, Skripsi: ANALISIS UNGKAPAN TRADISIONAL MASYARAKAT
DOMPU;KAJIAN ETNOLINGUISTIK, (Malang: UMM, 2018), h. 11-13.

7
Jan Vansina mendefinisikan tradisi lisan sebagai kesaksian yang
diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi.
1. Bakisah
Penyampaian cerita yang berupa Sejarah, Hikayat, cerita rakyat
yang disampaikan pada kegiatan pengumpulan dana, atau pesta panen
di hadapan orang banyak sebagi hiburan rakyat.
2. Beturai Pantun
Kegiatan saling berbalas pantun pada saat bekerja dikebun/ ladang
sebagai senda gurau pelepas lelah maupun pada saat acara
bedatang/meminang pengantin dari pihak laki-laki dan perempuan.
3. Bemamang
Pengucapan mantra mantra dari tetuha adat/masyarakat yang
berisikan permohanan untuk kelacaran hajat/keinginan yang
dilaksanan dapat tercapai dalam bentuk kegiatan selamatan dengan
sesaji sesuai hajatnya.
4. Bepepadah
Berupa nasehat dari Tokoh yang dituhakan di tujukan kepada
sekelompok orang yang akan mencari nafkah baik kebun/lahan
maupun merantau untuk bekerja juga kepada pengantin baru dalam
menjalani hidup.

C. Nilai Kalinda’da’ dalam Tradisi Lisan


1. Pengertian Kalinda’da’
Secara bahasa Kalinda’da’ banyak diinterpretasi secara berbeda,
namun yang paling populer menurut Idham Khalid Body adalah ‘kali’
atau ‘gali’ dan da’da’ atau ‘dada’.
- Kalinda’da’ adalah sebuah sastra dari mandar yang didalamnya
memuat falsafah hidup yang menjadi pedoman untuk ditumbuh
kembangkan dalam setiap pribadi khususnya orang mandar karena

8
didalamnya memuat nilai-nilai moral, etika, semangat juang,
pendidikan dan kebersamaan.3
- Menurut Darmansyah dalam bukunya yang berjudul “Sastra
Mandar” bahwa kalinda’da’ adalah sastra mandar, yang merupakan
identitas jati diri, kearifan leluhur masyarakat mandar yang harus
ditumbuh kembangkan sebagai warisan budaya, didalamnya
banyak mengandung nilai moral, pendidikan, etika, erotis, dan
persatuan.4

Jadi kalinda’da’ terjemahan denotasinya adalah “gali dada” yang


maksudnya ialah hasil menggali dada berupa untaian perasaan dan
pikiran dari isi dada yang di dalamnya ada hati, jadi perasaan (dan
pikiran) dari isi dada/hati. Kalinda’da’ berasal dari ungkapan “kalimat
indah-indah yang keluar dari lubuk hati (sanubari) yang paling
dalam” dengan kata lain kalinda’da adalah cetusan perasaan dan
pikiran yang diungkapkan melalui kalimat-kalimat yang indah.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, maka dapat


disimpulkan, bahwa Kalinda’da’ adalah hasil karya para leluhur
ditanah mandar, lahir dari ungkapan perasaan hati yang paling dalam,
berbentuk kata-kata mengandung makna filosofis (falsafah hidup)
untuk ditumbuhkembangkan dalam setiap pribadi khususnya orang
mandar.

2. Fungsi dan Nilai Kalinda’da’


Sehubungan hal tersebut diatas, maka menurut Dr. H. Hasri Hanafi
M. Pd bahwa Kalinda'da' sebagai salah satu media dalam
mengungkapkan perasaan, yang digunakan dalam berbagai acara
tradisi di Mandar, sehingga Kalinda’da’ bagi masyarakat Mandar
meyakini bahwa didalamnya ternyata mengadung nilai-nilai kearifan
lokal yang patut dipelajari dan diperkenalkan kepada generasi muda

3
H.Hasri Hanafi, Tokoh Masyarakat, Wawancara, Majene, 4 Juli 2023
4
Darmansyah-Bakri Latief, Sastra Mandar , (IKAPI Sulsel; De La Macca), 2016, h. 4

9
bangsa Indonesia.5 Dewasa ini seyogianya kalinda’da’ berfungsi
sebagai tugas sosial, keagamaan dan tugas kebudayaan. Sebagai
pengembang tugas sosial, dalam rentang sejarah yang panjang,
kalinda’da’ senantiasa berperan aktif sebagai pembawa pesan moral.
Kalinda’da’ nasehat misalnya sangat pamungkas memainkan peranan
dalam menjaga dan memperkokoh moral masyarakat.

3. Jenis Kalinda’da
Demikian juga jenis-jenis kalinda’da’ yang lain seperti
kalinda’da’ masa’ala (agama), kalinda’da’ muda-mudi, kalinda’da’
anak-anak, kalinda’da’ penuturan adat dan kalinda’da jenaka
(bersenda-gurau). Semua jenis kalinda’da’ yang disebutkan itu
memainkan fungsi dan peran sebagai pembawa pesan, penyampai
petuah atau pengembang amanah sesuai kalangan masing-masing.
Adapun jenis-jenis Kalind’da’ dimaksud, adalah sebagai berikut :
a. Kalinda’da’ Agama (masa’ala)
Kalinda’da’ agama adalah jenis kalinda’da’ yang berfungsi
mentransformasikan nilai-nilai dan ajaran agama yang disampaikan
dalam bentuk kalinda’da’. Misalnya :
(1) Tappadzi niwawa pole
Siri’ nipapputiang
Rakke di Puang
Sulo di wao lino.

Hanya dengan bekal iman kita lahir


Wadahnya berbungkus malu (siri’)
Taqwa kepada Allah
Adalah obor di atas dunia.

(2) Sahada’di tu’u tia


Ayu sakka daunna

5
H.Hasri Hanafi, Tokoh Masyarakat, Wawancara, Majene, 4 Juli 2023

10
Nadioroi
Mettullung mappassau.

Kesaksian kepada Allah (syahadat)


Pohon kayu yang rimbun daunnya
Untuk ditempati
Bernaun dan beristirahat.

(3) Sambayandi tu’u tia


Na dipejari sulo
Na dipajari
Tappere di ku’burta.

Sesungguhnya shalat itu


Akan dijadikan suluh
Suluh yang sebenarnya
Sebagai tikar dialam kubur.

(4) Ia lao dipesulo


Tanggalalang di ku’bur
Nyawa tassekka
Maroro tan diwarris.

Yang akan dijadikan suluh


Dalam perjalanan kealam kubur
Keyakinan yang tak mempersekutukan
Juga terhindar (lurus) dari Bid’ah.

(5) Wattutta messung di lino


Laher tomi tu tau
Innamo puti’
Pole na di poleang.

11
Ketika kita lahir ke dunia
Kita sudah dibekali
Nurani kebenaran
Sebagai modal dalam mengarungi kehidupan.

b. Kalinda’da’ Penuturan Adat


Kalinda’da’ penuturan adat merupakan instrument penting
dalam masyarakat Mandar dahulu kala. Dalam makna kekinian -
adat dapat disamakan aturan hidup dalam bermasyarakat sehingga
dikenal dengan hukum adat. Misalnya digunakan pada acara
pelamaran seorang gadis, contoh :
(1) Nipaende’i tunai
Nipaoro di tambing
Nipapangada’
Dai’ di pe’uluang.

Kami hadapkan hina – dina kami


Bersila ditempat paling rendah
Kami hadapkan
Kesingga sana hadirin yang mulia.

(2) Dao parrappe tunata’


Tuna le’ba iami’
Buluang ulu
Anna’ nisanga tau.

Usah tuan sebut hina – dina


Kami jauh lebih hina – dina
Hanya karena kepala berambut
Hingga kami dinamai manusia.

12
(3) Poleang siola rannu
Diolo mala’bi’ta
Melo’ nasappe
Ditappa’ gala’garta.

Kami datang dengan harapan


Kehadapan hadirin terhormat
Ingin bergantung
Diujung gelegar hadirin.

(4) Tunai doing di llimbong


Naottong batu rape’
Tomelo’ tuna
Naummi nalolo’i.

Hina – dina kami didasar laut yang dalam


Tertindi batu rapat – rapat
Yang sudih bersama dengan kehinaan kami
Tentulah ia menyelaminya.

(5) Duru’di todzi’ tunai


Sayangngiandang todzi’
Nanisolangi
Tuo makkasi-asi.

Tolong pungutlah hina dina kami


Restuilah kami dengan penuh kasih
Untuk bersama
Hidup bergelut dengan kemiskinan.

(6) Bismilla dipippoleta


Alepu’ natappai
Nabi meturu’

13
Puang namappa’dupa.

Dengan Bismillah tuan datang


Kami sambut dengan besar hati
Berkat nabi kita untuk setuju
Tuhanlah yang akan mengabulkannya.

c. Kalinda’da’ Asmara
Kalinda’da’ asmara atau yang lebih dikenal dengan
kalinda’da’ muda-mudi adalah kalinda’da’ (bahasa halus) yang
digunakan oleh seorang pemuda atau pemudi dalam
mengungkapkan perasaan cintanya kepada sang pujaan hati.
Contoh :
(1) Garitimmu di lindomu
Puppiana’ sallambar
Naupiwongi
Malai di kappungngu.

Geriting rambut di jidatmu


Cabutkan sehelai
Akan kujadikan bekal
Pulang kekampung halamanku.

(2) Moa’ lessea’ malai


Anna’ maullung allo
Dao pittule’
Salili’umo tu’u.

Bila dalam kepulanganku


Seiring dengan mendungnya surya
Usalah bertanya
Rinduku telah terasa.

14
(3) Nasalilima’ manini
Name’ita minnama’
Me’ita’ tama
Buttudzi mallindui.

Kalau rasa rindu mulai terasa


Kepada siapa aku menatap
Kucoba memandang lebih dalam
Rasanya tak mungkin.

(4) Pitu buttu mallindui


Pitu ta’ena ayu
Purai accur
Naola salili’u.

Berapapun penghalang yang menghadang


Serta tantangan dan rintangan
Semuanya akan kuatasi
Untuk menggapai tujuanku.

(5) Inna dzuapa nisanga


Masara di watammu
Allo bongima’
Mallawu di kappummu.

Upaya yang bagaimana lagi


Yang akan kulakukan
Siang maupun malam
Selalu berfikir/berikhtiar untukmu.

d. Kalinda’da’ Anak-Anak
Pada diri anak-anak ada dua hal yang mengisi perasaan
hatinya, yaitu perasaan suka-cita dan perasaan duka-cita. Itulah

15
sebabnya pada diri anak harus ditanamkan rasa optimisme, penuh
harapan – jangan diajarkan pada anak perasaan pessimis. Oleh
orang-orang tua di Mandar dahulu kala, anak-anaknya sudah
dibekali pesan-pesan yang baik untuk mempersiapkan dirinya sejak
dini dalam mengarungi kehidupan yang penuh tantangan. Nasehat
kalinda’da’ itu disampaikan orang tua kepada anak-anak disaat
dalam ayunan (ditimang-timang) Contoh :
(1) Ana’ patindo’o naung
Dao lawe-laweang
Tuo marendeng
Diang bappa dalle’mu.

Duhai anakku sayang


Tidurlah dengan tenang
Kelak setelah dewasa
Semoga mempunyai rezki yang baik

(2) Diang dalle’ mulolongang


Damunghula-ghulai
Andiang dalle’
Nasadzia-dzianna.

Ketika kelak mempunyai rezki


Jangan berperilaku boros
Sebab rezki itu
Tidak selamanya ada.

(3) Dalle’mu topa o i’o


Mutarima macoa
Dalle’na tau
Dao pakkira-kira.

16
Nanti rezki yang kau usahakan sendiri
Yang kau anggap sebagai hartamu
Rezki orang lain
Jangan bermimpi untuk memilikinya.

(4) Lembong tallu di lolangang


Sitonda tali purrus
Muola toi
Ma’itai dalle’mu.

Walau banyak tantangan yang menghadang


Serta rintangan yang bertubi-tubi
Arungi jua
Untuk menggapai cita-citamu.

(5) Mo le’ba’ dilang di


nganga Naniamme’mo
naung
Ra’da’i liwang
Moa’ Tania dalle’.

Walau sudah menjadi milik


Dan sudah memberikan manfaat
Itupun juga akan lepas
Kalau memang bukan rezki.

e. Kalinda’da’ Pappasang
Pappasang adalah pesan yang menggambarkan ajaran
norma, nasihat dan petuah bagi kehidupan seseorang, keluarga dan
bagi kehidupan masyarakat yang lebih luas, misalnya pesan orang
tua terhadap anak-anaknya, pesan seorang kakek terhadap
pasangan suami isteri, pesan seorang sesepuh kepada warga

17
masyarakat, pesan-pesan raja pada rakyatnya. Salah satu contoh
pappasang adalah :
“Naiyya Mara’dia,
tammatindoi di bongi, tarrarei di allo,
na mandandang mata di mamatanna daung ayu,
dimalimbonna rura,
dimadinginna litaq,
diajarianna banne tau, diatepuanna agama”

“Adapun seorang raja,


tidak dibenarkan tidur lelap di waktu malam,
berdiam diri dan berpangku tangan di waktu siang hari.
Ia wajib selalu memperhatikan akan kesuburan tanah dan tanam-
tanaman, berlimpah ruahnya hasil tambak dan perikanan,
damai dan amannya Negeri/kerajaan,
berkembang biaknya manusia/penduduk dan
mantap teguhnya agama”.

f. Kalinda’da’ Sebagai Hiburan


Dalam upaya melestarikan kalinda’da’ metode salah satu
yang paling ampuh adalah dilantungkan dalam syair lagu, misalnya
berupa lagu sayang-sayang, padang pasir, kerambangang, andu-
anduru’dang, dan lain sebagainya. Lagu sayang-sayang dan
sejenisnya mulai ada dan berkembang ditahun 1970-an.
Dan saat ini sayang-sayang menjadi warisan budaya tak
benda yang diakui secara nasional yang berasal dari daerah Mandar
dan sudah mendapat Surat Keputusan dari Kementerian Pendidikan
Nasional RI dengan nomor sertifikat : No. Reg ;
154004A/MPK.A/DO/2014 Lagu sayang-sayang ini, bukan
lagunya sebagai warisan budaya tapi passayang-sayang-nya,
karena yang bersangkutan memiliki keilmuan, kecerdasan,

18
keintelektualan dalam mencipta kalimat yang indah yang disebut
kalinda’da’ (pantun) dengan cair tanpa ada konsep sebelumnya.
Lagu sayang-sayang ini dipopulerkan oleh Andi Syaiful
Sinrang, Halija bersama Syaripuddin, dan beberapa seniman
Mandar lainnya. Sebelum kalinda’da’ menjadi syair dalam lagu
sayang-sayang terlebih dahulu dikenal dengan istilah pakkacaping
dan parrawana.
Lagu pakkacaping dan parrawana mempunyai syair lagu
berupa kalinda’da’. Pada tahun 1960-an sangat populer di Mandar
Pakkacaping, yaitu I Paraghai, I Taghi’, Isa’ala dengan tolo’nya
dan pitedzena (sanjungan dan pujian). Bila I Taghi atau I Paraghai
memainkan kecapi dengan lagu syair kalinda’da’ biasanya
ditampilkan gadis-gadis cantik dengan memakai busana adat
Mandar sambil duduk di hadapan hadirin (penonton), kemudian
tuan rumah atau pelaksana pakkacaping memberikan uang terlebih
dahulu kepada gadis-gadis cantik yang berbusana adat Mandar
kedalam kappar (Loyang) yang diletakkan didepan gadis cantik.
Tradisi seperti ini di tanah Mandar disebut Pamacco’
(pemberi hadiah). Pamacco berikutnya tidak boleh memberi hadiah
kepada gadis-gadis yang ditampilkan itu melebihi hadiah (uang)
dari tuan rumah – pelaksana kegiatan, kapan itu terjadi –
merupakan penghinaan terhadap tuan rumah.6

4. Peranan Kalinda’da’ dalam Membangun Karakter Bangsa


Menurut Munfangati, Rahmi (2014) dalam senuah Seminar
Nasional dan Temu Alumni dalam karyanya yang bejudul “Peran
Sastra dalam Pembentukan Karakter Bangsa”, beliau mengatakan,
bahwa : Karakter bangsa Indonesia yang dikenal dengan keramahan,
kesantunan, religius, berpekerti luhur, dan berbudi mulia semakin
melemah dewasa ini yang ditunjukkan dengan adanya fenomena

6
Opcit, h. 34

19
lunturnya nilai-nilai kebangsaan dan moral di kalangan generasi muda.
Untuk mengatasi hal tersebut, muncul pemikiran dengan tujuan untuk:
(1) mengetahui relevansi sastra dan pendidikan karakter dan (2)
mendeskripsikan peran sastra dalam pembentukan karakter bangsa.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.7

Untuk membentuk karakter bangsa ini, sastra, khususnya Sastra


Mandar (Kalinda’da’) diperlakukan sebagai salah satu media atau
sarana pendidikan moral. Hal itu cukup beralasan sebab sastra,
khususnya Sastra Mandar (Kalinda’da’), mengandung nilai etika dan
moral yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia. Sastra
khususnya Sastra Mandar (Kalinda’da’) tidak hanya berbicara tentang
diri sendiri (psikologis), tetapi juga berkaitan dengan Tuhan
(religiusitas), alam semesta (romantik), dan juga masyarakat
(sosiologis). Sastra khususnya Sastra Mandar (Kalinda’da’) mampu
mengungkap banyak hal dari berbagai segi. Terutama isi dari
Kalinda’da’ itu, sungguh luas dan tak terukur begitu mendalam makna
yang terkandung didalamnya, sehingga masyarakat Mandar
menjadikan Kainda’da’ sebagai Falasafah hidup yang diwariskan oleh
para leluhur Mandar untuk generasinya, termasuk kita yang ada
sekarang ini sebagai generasi penerus mereka (Para Leluhur).8

Banyak pilihan genre sastra khususnya Sastra Mandar


(Kalinda’da’) yang dapat dijadikan sarana atau sumber pembentukan
karakter bangsa, karena didalam Kalinda’da’ itu sendiri banyak
jenisnya, dan ketika didalami dan dihayati secara saksama,
kesemuanya bertujaun untuk membentuk karakter/kepribadian
individu/perorangan. Jika kepribadian dan karakter perorangan dapat
dikembangkan dan ditularkan ke perorangan yang lainnya, maka akan
terbentuklah karakter secara meluas sebagai anak bangsa secara

7
Rahmi Munfangati, Peran Sastra dalam Pembentukan Karakter Bangsa, (Yogyakarta ;
L Education), 2015.
8
H.Hasri Hanafi, Tokoh Masyarakat, Wawancara, Majene, 4 Juli 2023

20
menyeluruh. Dengan demikian akan terwujudlah sebuah Karakter
yang kita harapkan, yakni sebagai generasi yang memeiliki cara
berpikir dan berperilaku yang baik, dan menjadi ciri khas setiap
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, maupun negara. Individu yang berkarakter baik
adalah individu yang mampu membuat suatu keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang
dibuatnya.

21
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka sebelum penulis menutup
karya ini, sangatlah arif dan bijak jika penulis memberikan beberapa
kesimpulan dan saran, sebagai gambaran singkat dan harapan yang
didambakan dari penulis sebagai berikut :

A. Kesimpulan
1. Suku Mandar tidak beda dengan suku-suku lainnya yang ada di
Indonesia. Suku Mandar juga memiliki beragam budaya, tradisi,
dan adat istiadat termasuk didalamnya Sastra Mandar yang kita
kenal dengan nama Kalinda’da’. Dari sanalah masyarakat Mandar
memiliki kepribadian yang tangguh dan utuh didalam berbuat,
berprilaku, dan menempatkan dirinya secara wajar pada tempat
yang sesungguhnya, dan pada kedudukan yang bermartabat
diantara makhluk ciptaan Tuhan, karena Kalinda’da’ sesungguh
nya adalah puisi kehidupan, tentang existensi kehidupan manuia
dalam hubungannya Sang Maha Pencipta, hubungannya dengan
sesama manusia, serta hubungannya dengan alam, sehingga
menjadi bagian kehidupannya.

2. Bahwa Kalinda’da’ adalah sebuah sastra dari mandar, menurut


fakta dari segi ilmu sastra secara umum, Kalinda’da’ termasuk
sastra lisan jenis Puisi dan atau Pantun dalam bentuk Syair Mandar
yang didalamnya memuat falsafah hidup yang menjadi pedoman
untuk ditumbuh kembangkan dalam setiap pribadi khususnya
orang mandar karena didalamnya memuat nilai-nilai moral, etika,
semangat juang, pendidikan, Persatuan dan kebersamaan.

3. Untuk membentuk karakter bangsa saat ini, Sastra Mandar


(Kalinda’da’) sungguh sanagat berperan dan berfungsi secara
strategis. Kalinda’da’ seharusnya diperlakukan sebagai salah satu

22
media atau sarana Pendidikan Moral. Hal itu cukup beralasan
sebab Sastra Mandar (Kalinda’da’), mengan dung nilai etika dan
moral yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia.
Kainda’da’ sebagai Falasafah hidup yang diwariskan oleh para
leluhur Mandar untuk generasinya, termasuk kita yang ada
sekarang ini sebagai generasi penerus mereka (Para Leluhur). Jika
Kalinda’da’ secara efektif diberikan ruang untuk berperan, akan
terwujudlah sebuah Karakter generasi yang kita harapkan, yakni
sebagai generasi yang memeiliki cara berpikir dan berperilaku
yang baik, bermoral tinggi, punya tanggungjawab terhadap
eksistensi bangsanya, serta menjadi ciri khas setiap individu untuk
hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa, maupun negara.

B. Saran – saran

1. Diharapkan bahwa untuk membangkitkan semangat semua pihak,


khususnya orang Mandar, termasuk para pemangku kebijakan di
Wilayah Provinsi Sulawesi Barat, agar dengan karya ini menjadi
motivasi kebijakan, bahwa karena Kalinda’da’ adalah defosit
bangsa didalam membentuk karakter anak bangsa, maka
Kalinda’da’ harus digelorakan dan disosialisasikan secara terus
menerus dalam berbagai event acara, termasuk menjadi sebuah
Mata Pelajaran (Muatan Lokal) di seluruh jenjang pendidikan di
Provinsi Sulawesi Barat.

2. Untuk memelihara dan melestarikan, serta menumbuh suburkan


budaya Mandar sebagai asset dan kekayaan bangsa dalam bentuk
tulisan, maka diharapkan agar terbentuk sebuah wadah pemersatu
Forum Komunitas Pencinta dan Penyelamat Budaya Mandar, baik
sebagai senior sebagai nara sumber, maupun yunior sebagai
peneliti dan pengkaji pemula.

23
3. Penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan ilmu yang
dimiliki, sehingga didalam karya ini juga sungguh sangat jauh
dari kesempurnaan, baik dari segi materi tulisan, demikian pula
dari segi sistimatika dan kaidah penulisan sebagai sebuah Karya
Tulis, maka saran dan kritikan yang bersifat konstruktif sangat
kami harapkan demi keempurnaan karya dan tulisan kami
berikutnya.

Demikian apa yang sempat kami ketengahkan, sekaligus kami


persembahkan, semoga bermanfaat buat semua. Penulis tetap sadar akan
kekurangan dan keterbatasan segala hal, kesempurnaan itulah hanya milik
Allah SWT. Dan Kepada-Nya jualah kita berserah diri.

24
DAFTAR PUSTAKA

Darmansyah, B. L. (2016). Sastra Mandar. Makassar: De La Macca.

HD, M. I. (2018). Undergraduate (S1) thesis. ANALISIS UNGKAPAN TRADISIONAL


MASYARAKAT DOMPU (KAJIAN ETNOLINGUISTIK), 11-13.

Munfangati, R. (2015). Universitas Ahmad Dahlan. Peran Sastra dalam


Pembentukan Karakter Bangsa, 1.

UGJ. (2022). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Retrieved September 2013, from Nilai
Kebudayaan: https://www.studocu.com/id/document/universitas-
swadaya-gunung-jati/ilmu-sosial-budaya-dasar-isbd/nilai-
kebudayaan/48064760

25
26

Anda mungkin juga menyukai