Anda di halaman 1dari 2

Judul :Generasi Kembli Keakar

Penulis : Dr. Muhammad Faisal


Penerbit : PT Kompas Pustaka
Tahun Terbit : Cetakan II Januari 2023.
Tebal : 266, hlm.
ISBN : 9-786232-411890

Mari Memahami Generasi

Oleh: S. Nurullah*

Sebagai insan berpendidikan, maka selayaknya sebuah buku dijadikan teman bersama kapan
dan dimanapun. Meski rasa enggan sering kali tandang pada tubuh, menjadikan tantangan tersendiri
bagi kita bersama. Segenap perjuangan dalam melawan rasa itu, nantinya mebuahkan hasil tersendiri
yang begitu dibutuhkan. Saripati dalam buku kian jadi wawasan serta bisa dapat diimplementasikan,
dimana hal itu menjadi amat berharga bagi kehidupan. Sebab, mengaca pada pepatah mengatakan,
“buku adalah jendela dunia,” menjadi gambaran kongkret bagi kaum terpelajar akan urgeninya.
Pasalnya juga sebuah masa lampau dapat jadi bahan evaluasi layaknya perkataan Ir. Soekarno yakni
Jasmerah (Jangan sekali-kali melupakan sejarah), sedangkan masa kini menjadi tolok ukur, lalu masa
depan dapat terprediksikan. Hal demikian jelasnya melalui membaca buku.

Mengenai pembacaan tersebut, alangkah baiknya mengacu pada sebuah generasi yang tetap
terus berkaitan erat dengan perkembangan zaman atau masa. Hal itu dapat diketahui dan dapat
dirasakan dari berbagai perjalanan kehidupan yang telah dilintasi, baru dilintasi dan akan dilintasi
secara bersama, dalam tatanan individu, bersama, berbangsa juga bernegara. Maka dari semua itu
amat cocok sekali bila membaca buku “Generasi Kembali Ke Akar” ini, sebagai abstraksi akan
perjalanan sebuah generasi. Dimana nantinya kita bisa mengambil langkah baik di masa kini serta
masa depan.

Buku karya Dr. Muhammad Faisal ini, mengajak kita untuk menyelami ruang kehidupan
organik generasi muda Indonesia. Darinya kian diperlihatkan generasi muda dengan kacamata yang
sedikit berbeda, yaitu melalui tapak tilas akar rumput sejarah generasi terdahulu yang kian
berpengaruh besar terhadap kehidupan generasi muda pada masa kini dan masa depan nanti dengan
potensi-potensi dan sepirit yang tertanam sejak dulu.

Pembahasan dalam bukunya, dimuali dari lahirnya remaja-dewasa muda pada tahun 1900
hingga 1930-an, yang kemudian dinamakan generasi Alpa. Penamaan itu mengacu pada lahirnya
Greatest Generation (G.I) di Amerika Serikat, dimana sebagai gerasi yang tumbuh besar pasca
pencaturan perang sipil Amerika. Menjadikannya generasi tersebut sangat patuh terhadap peraturan
negara. Namun tidak bersifat paralel dengan Indonesia, sebuah generasi yang mengguncang tatanan
kehidupan telah lahir. Sebuah generasi berjuluk “pemoeda revoloesi”, yang kemudian dinamai generasi
Alpa. Layaknya, Boedi Oetomo dan H.O.S Tjokroaminoto ialah termasuk dalam generasi Alpa tersebut.
(hlm. 18)

Sedangkan berlanjut pada sebuah generasi remaja-dewasa muda di tahun 1940-an hingga
1966 yang diistilahkan generasi Beta. Generasi penuh sepirit revolusi dengan pemikiran
revolusionernya. Tokoh-tokoh yang termasuk dalam Generasi ini, jelasnya Ir. Soekarno, Bung Hatta
dan Bung Syahrir. Tiga serangkai yang menyukseskan impian kemerdekaan dengan pembacaan
proklamasi Indonesia, kian menjadi gambaran akan sebuah generasi ini amat penuh semangat
kemajuan dan kemandirian. Hal itu patutlah kita contoh saat ini. (hlm. 35)
Pembahasan lalu dilanjutkan pada sebuah generasi di masa Orde baru, adalah sebuah generasi
yang diistilahkan generasi Theta. Sebuah generasi tumbuh besar di tahun 1970-1998 dalam berbagai
suguhan film di TV; adanya lagu-lagu termasuk, lagu dangdut yang kian diakui oleh negara; serta
gerakan pemberontakan terhadap pemerintah. Gambaran jelasnya ialah tokoh B.J Habibie dan Soe
Hok Gie. (hlm.45)

Kemudia berjanjut di masa Revormasi. Generasi tersebut adalah generasi di tahun 1988-2004
yang selalu diistilahkan pada masa kini, sebagai generasi Milenial. Dalam buku Growing Up Digital
yang ditulis oleh Don Tapscott pada 2009, mengungkapkan bahwa, sebuah generasi tersebut adalah
generasi yang telah menjamah dunia digital. Hal tersebut menjadi sebuah generasi manja kemudian,
“sebab keadaan tersebut dianggap masa “kekosongan” (void) narasi pemuda. Sebab negara tidak
membangun narasai yang dominan pada masa tersebut di tingkat akar rumput.” (hlm.52)

Itulah sedikit gambaran awal isi dalam buku “Generasi Kembali Ke Akar,” yang kemudia
dilanjutkan dengn pembahsan yang mengajak kita ikhtiar untuk merumuskan kembali narasi
kepemudaan Indonesia yang krusial, dalam menentukan langkah untuk masa kini sebagai era bonus
demografi. Pemahaman si penulis buku ini, mengenai generasi Indonesia akan kemabali ke akar,
terkonfirmasi setelah dirinya menjalani perjalanan hilir mudik ke 13 kota pada 2015 hingga 2018,
yaitu: Makasar, Surabaya, Medan Palembang, Padang, Bukit Tinggi, Pekan Baru, Solo, Malang,
Yogyakarta, Bandung, Pontianak dan Jabonetabek. Maka jangan ragu lagi mengenai faliditas akan
buku ini.

Maka dari hal itu kemudian, dengan membaca buku ini, menjadikan kita lebih memahami akan
arti sebuah generasi serta potensinya. Jadinya, pembacaan seorang terpelajar sampai mengistilahkan
sebuah generasi itu tidak dengan asal-aslan. Seorang Dr. Muhammad Faisal, mengistilahkan generasi
milenial yang digambarkan individualistis, ia menyebutnya dengan istilah “Generasi Phi”, yang
memiliki kecendrungan kolektif. Sebab baginya, arketib dunia barat sangat berbeda dengan arketip
generasi di Indonesia. Lalu jika ingin melangkah lebih baik, tentunya tunggu apalagi? bacalah buku
“Generasi Kembali Ke Akar” ini.

Selamat membaca!

Annuqayah, 2021

*Santri asal timur daya, tepatnya desa Palok Lokan, Gapura, Sumenep. Sekarang bermukim di
kamar F/9.

Anda mungkin juga menyukai