Buku Burung Burung Kertas Antologi Esai
Buku Burung Burung Kertas Antologi Esai
Burung-Burung Kertas i
ii Burung-Burung Kertas
Antologi Esai dan Cerpen
Pemenang Lomba Penulisan Esai dan Cerpen
bagi Remaja Tahun 2013
Penyunting
Yohanes Adhi Satiyoko
Aji Prasetyo
Cetakan Pertama
Desember 2013
iv Burung-Burung Kertas
KATA PENGANTAR
KEPALA BALAI BAHASA PROVINSI DIY
Burung-Burung Kertas v
Sejumlah karya “terbaik’ hasil nominasi esai dan cerpen
buku antologi ini adalah bukti bahwa remaja di DIY, mampu
“mencipta” sesuatu (karangan) melalui proses kreatif
(perenungan dan pemikiran); dan di dalamnya mereka
menunjukkan bahwa mereka memiliki ketajaman penglihatan dan
kepekaan menangkap problem-problem sosial dan kemanusiaan
yang dihadapinya. Untuk itu, kegiatan kreatif-kompetitif ini perlu
terus dipertahankan dan dikembangkan untuk menghasilkan
generasi yang aktif- kreatif-kompetitif sebagai generasi yang
“pilih tanding” bagi negara dan bangsa Indonesia.
vi Burung-Burung Kertas
MENGUNGGAH DIRI
Burun
g-Burung Kertas
vii
Penerbitan buku ini bukanlah sebuah akhir perjalanan remaja-
remaja penulis tersebut, tetapi inilah satu batu pijakan yang
perlu dilalui mereka untuk mengunggah diri dalam usaha
melebarkan sayap kepenulisan mereka. Maka, harapan kami
adalah melihat remaja-remaja potensial ini untuk semakin
berkembang, kritis, dan konstruktif dalam menggambarkan
kehidupan manusia dalam imaji mereka. “Teruslah melihat dunia
dalam kacamatamu, catat, dan tuangkan melalui tintamu. Biarlah
dunia berkaca melalui hasil karya kebahasaan dan kesastraanmu.
Terus maju dan pantang menyerah.”
Y. Adhi Satiyoko
KATA PENGANTAR
KEPALA BALAI BAHASA PROVINSI DIY.................................v
MENGUNGGAH DIRI....................................................................vii
DAFTAR ISI.........................................................................................ix
ESAI
CERPEN
ESAI......................................................................................................241
CERPEN...............................................................................................243
Burung-Burung Kertas xi
xii Burung-Burung Kertas
ESAI
Burung-Burung Kertas 1
2 Burung-Burung Kertas
MINAT BACA RENDAH:
PENYEBAB MARAKNYA BAHASA ALAY
Imas Indra Hapsari
4 Burung-Burung Kertas
tor seluler 3 juga menyumbang istilah eksmud yang artinya
‘eksekutif muda’. Makin luas saja penggunaan istilah-istilah
singkatan ini di kalangan muda.
Sepertinya betul juga hipotesis mahasiswa bersama Berthold
Damshauser dalam majalah Tempo, 30 Juni 2013. Dalam diskusi
dengan mahasiswanya, Damshauser dihadapkan pada dugaan
bahwa bahasa dan manusia Indonesia sedang dalam proses evo-
lusi. Bukan tidak mungkin evolusi yang dimaksudkan mahasiswa
Damshauer menyangkut bagaimana kepedulian manusia
Indonesia terhadap bahasanya sendiri karena suatu evolusi tidak
akan dikenal sebagai evolusi ketika proses tersebut belum usai.
Sekarang mau- kah kita membiarkan bahasa kita berevolusi
menjadi bahasa yang tidak pada tempatnya?
Burung-Burung Kertas 5
liputi penulisan paragraf yang menjorok, huruf kapital di awal
kalimat, tanda baca titik di akhir kalimat, dan jumlah kata dan
satu kalimat supaya menjadi kalimat efektif. Pemateri juga
menje- laskan bagaimana membuat kalimat sesuai dengan logika
kalimat supaya kalimat yang dibuat tidak berbelit-belit. Tidak
lupa, pema- teri menyelipkan permainan kereta kata, yaitu
sebuah permainan menyusun kata-kata menjadi sebuah kalimat
yang memiliki cerita. Mirip dengan soal yang biasanya ada di
lembar kerja siswa. Per- mainan ni menguji seberapa anak
memahami struktur kalimat.
Selanjutnya, pelatihan dilanjutkan dengan latihan
wawancara. Siswa-siswi ini diajari untuk berani bertanya dan
mendapat infor- masi. Mereka mewawancarai guru, tim dari Save
The Children, atau tim pemateri sendiri. Mereka juga diminta
untuk mengamati ling- kungan sekitar mereka dan
mengkolaborasikannya dalam sebuah tulisan. Penilaian akhir
ditujukan untuk menilai seberapa siswa- siswi menyerap apa
yang telah disampaikan oleh para pemateri. Hasil penilaian
akhir meliputi aspek yang sama adalah 38% atau 127 siswa
tidak memahami, 168 siswa atau 50% siswa cukup memahami,
dan sebanyak 12% atau 42 siswa memahami kepenulis- an dasar
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Peningkatan ini cukup
baik walaupun tidak sesignifikan seperti yang diharapkan. Dalam
praktiknya, pelajaran bahasa Indonesia belum menjadi perhatian
serius bagi siswa. Ini terlihat dari bagaimana cara mereka menulis
kalimat. Ketika pemateri meminta mereka menulis para- graf,
banyak di antara mereka menulis dengan awalan nomor.
Seolah mereka menjawab soal. Mereka masih menulis dengan huruf
besar dan kecil, seperti yang digunakan pada bahasa alay.
Mereka belum mengindahkan peraturan bahwa hanya huruf di
awal kali- mat dan nama yang berawalan huruf kapital. Mereka
masih ba-
nyak pula menulis tanpa tanda titik di akhir kalimat.
Hampir setiap tulisan yang kami baca mengandung
pengulang- an kata yang berlebihan. Ini berarti kosakata anak-
anak di sini sangatlah terbatas. Hal ini diperkuat dengan banyak
anak-anak yang menyisipkan kata-kata berbahasa daerah. Banyak
6 Burung-Burung Kertas
anak meng- gunakan kata ngarit, njegur, mbajak, dan sebagainya.
Burung-Burung Kertas 7
Di SD Wonolelo 3, pemateri banyak menemui siswa yang sa-
ma sekali tidak mengerti arti dari kalimat tertentu. Parahnya ketika
mereka diminta menulis kalimat, tulisan yang muncul hanyalah
frasa-frasa, contohnya, bangun tidur, makan, berangkat sekolah, ber-
main, pulang, dan seterusnya.
Di SD N 1 Srumbung, kami juga menemukan anak yang ber-
seru, “Satu paragraf doang ya!” memprotes arahan para
pemateri. Setelah itu, kami menyadari penggunaan ekspresi
“doang” yang menunjukkan bahwa peran media sangat besar
terhadap anak- anak ini.
8 Burung-Burung Kertas
mudah. Akan
Burung-Burung Kertas 9
tetapi, pesannya sendiri kurang bermakna, contohnya, pesan-pe-
san yang disebar karena ada gratis sms, atau pesan-pesan di media
sosial yang kurang penting isinya.
Rata-rata pengguna internet di Amerika Serikat menghabiskan
waktu 121 milyar menit pada Juli 2012 untuk media sosial. Jumlah
ini meningkat 37% dari jumlah pada Juni 2012, yaitu 88 miliar
menit. Dengan waktu selama itu, mereka dapat mengamati tren-
tren yang terjadi di media sosial. Dengan jumlah pengguna yang
ba- nyak, akses informasi yang mudah dan cepat membuat suatu
hal yang baru dapat dinikmati dengan mudahnya sehingga bukan
se- kali-dua kali muncul celetukan atau kosakata khas anak muda
yang diikuti oleh banyak orang. Sesuai dengan teori konformitas,
peng- guna media sosial secara tidak sadar akan menyesuaikan
diri de- ngan kebiasan dan tren yang terjadi. Jika hal ini tidak
ditanggapi secara dewasa, hal itu akan muncul kata-kata yang
melenceng dari makna sebenarnya.
Contoh paling baru adalah fenomena vickiisme yang terjadi
akhir- akhir ini. Gejala vickiisme sebenarnya bukan gejala baru,
bahkan sejak lepas dari penjajahan. Sebagian masyarakat kita
sudah ter- kena virus “ngintelektual” itu. Sebuah penyakit yang
umum terjadi ketika modernisme atau zaman rasional masuk ke
dalam komunitas atau negeri yang sebelumnya dikenal sangat
tradisional.
Memang untuk sebagian orang gaya bahasa Vicky terlihat sa-
ngat intelektual. Akan tetapi bagi orang lain, gaya bahasa Vicky
hanya menjadi hiburan yang mengocok perut. Hal yang patut
diwaspadai di sini ialah bagaimana anak-anak dengan usia yang
masih berkembang disuguhi berbagai tayangan yang
mengeskpos vickiisme. Ditambah lagi, pengaruh komunitas yang
sering meng- gunakan gaya bahasa Vicky untuk bahan lelucon.
Bukan hal yang berlebihan, kita mengkhawatirkan anak-anak
yang masih dalam masa meniru ini menggunakan bahasa Vicky.
Apalagi dengan data yang ada, masih banyak anak sekolah dasar
yang belum mema- hami bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Mengingat berapa usia Vicky dan bagaimana dia berkomunikasi
dengan bahasanya, kita tidak bisa menutup mata pada
kemungkinan bahwa anak- anak bisa juga mengikuti kiblat
1 Burung-Burung Kertas
0
Vicky.
Burung-Burung Kertas 11
Contoh lain adalah fenomena merebaknya ciyus dan miapah
di pertengahan bulan Oktober tahun lalu. Kata-kata ini sebenarnya
muncul dari pemakaian sosial media. Ada beberapa anak
pengguna sosial media berpura-pura cadel. Alhasil, kata-kata ini
dianggap sebagai sesuatu yang lucu sehingga banyak digunakan
oleh ka- langan muda saat itu. Akan tetapi, fenomena kata-kata
tersebut hanyalah bersifat musiman. Alasannya, masyarakat
lambat laun akan menganggap kata-kata tersebut biasa atau ada
kata lainnya yang lebih menarik.
Kembali mengingatkan, fenomena ragam bahasa sebenarnya
bukan setahun dua tahun saja mulai terjadi. Banyak kata yang
diadopsi dari artis-artis televisi. Cetar membahana, sesuatu, dan
alham- dulillah ya sering kita dengar dari penyanyi Syahrini.
Entah apa maksudnya, kata-kata ini juga menjadi tren di
kalangan muda. Sebelumnya, Titi D.J. sempat membuat tren ember
(memang begitu); Titi Kamal dengan jablai (jarang dibelai) dan
seruan khas ala pela- wak Sule, prikitiew.
Dengan timbul-tenggelamnya fenomena ragam bahasa, kita
patut mengingat bahwa sebenarnya bahasa senantiasa berkem-
bang. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh budaya yang juga
selalu berkembang. Sebagai manusia evolusioner, manusia Indo-
nesia pasti juga mengevolusikan bahasanya. Tipe kalimat “diam-
bilnya buku ini” semakin jarang terdengar. Kini orang cenderung
mengatakan “ia mengambil buku”. Dulu perbuatan yang difokus-
kan, kini individulah yang ditonjolkan dan dijadikan fokus
kalimat, tak lagi hanya menjadi imbuhan. Selain itu, kata ganti orang
seperti hamba tidak lagi dipakai.
Ini sebuah fenomena yang wajar jika kita melihat bahasa dalam
konteks budaya. Apalagi dengan perkembangan komunikasi
yang begitu cepat. Akan tetapi di balik itu semua, tentu saja ada
urgensi untuk melindungi bahasa Indonesia dari degradasi
makna dan salah pemakaian. Di lihat dari sisi historis, kita semua
mengerti bahwa bahasa Indonesia menjadi komponen penting
terhadap per- satuan bangsa. Bahasa juga merupakan salah satu
dari tujuh unsur budaya universal. Ini artinya bahasa Indonesia
akan menjadi pe-
1 Burung-Burung Kertas
2
nanda peradaban manusia Indonesia. Jangan sampai muncul,
orang Indonesia kehilangan kemampuannya berbahasa
Indonesia.
Akan tetapi di sisi lain, perlindungan terhadap bahasa Indo-
nesia sangatlah dilematis. Bahasa Indonesia menghadapi berbagai
“ancaman” dan “gangguan”, mulai dari kebutuhan bahasa asing
yang lebih memiliki pamor, pencanangan penggunaan bahasa
dae- rah, hingga bahasa nonformal yang sering dipakai di media
sosial. Perlindungan bahasa Indonesia sendiri tampak menjadi
sangat klise. Apa yang patut dilindungi?
Fenomena ragam bahasa memang sangatlah wajar. Akan
tetapi, ragam bahasa akan menjadi berbahaya apabila anak-anak,
khusus- nya, mulai tidak peduli dengan aturan berbahasa yang
baik dan benar. Hal inilah yang patut kita waspadai. Jangan
sampai penggu- naan bahasa yang salah ini kita biarkan begitu saja
sehingga terjadi pemakluman-pemakluman yang fatal.
Implikasinya adalah anak- anak tidak lagi bisa berbahasa
dengan baik dan benar.
Burung-Burung Kertas 13
kemampuan mem- baca salah satu indikator untuk masuk
sekolah dasar. Jika anak-
1 Burung-Burung Kertas
4
anak harus bisa membaca untuk masuk sekolah dasar, semasa
ta- man kanak-kanak atau PAUD mereka akan dipaksa untuk
belajar membaca. Jika mereka dipaksa untuk membaca, ke depan,
mereka akan membenci membaca. Rata-rata yang dibaca anak
Indonesia adalah 27 halaman per tahun, jauh dari rata-rata
Finlandia yang membaca 300 halaman dalam 5 hari.
Membaca menjadi sangat penting untuk menjadi fondasi
ber- bahasa anak-anak. Dengan membaca, anak-anak belajar
kosakata baru. Mereka belajar menyusun kalimat dan
menggunakan ber- bagai variasi kosakata dalam kalimatnya.
Hampir seluruh sekolah- sekolah yang saya kunjungi di Magelang
menutup perpustakaan- nya. Ini merupakan jawaban mengapa
selama ini anak-anak tidak gemar membaca.
Meningkatkan minat baca akan sama dengan melindungi ba-
hasa Indonesia. Kebijakan dinas pendidikan selama ini mewajibkan
siswa-siswi untuk membaca minimal 15 buku dalam waktu 3 tahun
ketika di bangku sekolah menengah atas. Pada dasarnya, kebijakan
ini memang dimaksudkan untuk meningkatkan minat baca
siswa, tetapi saya kira pemberian tugas semacam itu sudah
sangat ter- lambat untuk siswa menengah atas. Berdasarkan
pengalaman saya ketika di bangku sekolah, banyak anak-anak
yang mengeluh ketika mengerjakan tersebut. Bagi mereka, tugas
tersebut tidak begitu penting dibandingkan dengan materi yang
harus dikejar untuk masuk perguruan tinggi. Ini menunjukkan
indikasi bahwa sejak kecil mereka tidak dibiasakan untuk
membaca buku selain buku pelajaran.
Jika memang dinas pendidikan menghendaki tugas sedemi-
kian rupa, praktiknya harus dilakukan berjenjang. Pada tingkat
taman kanak-kanak, minat baca dilatih bukan dari paksaan. Pada
usia bermain, mereka justru harus banyak dibacakan cerita-
cerita sehingga ada ketertarikan bagi mereka untuk mengenal
buku.
Di tingkat sekolah dasar, anak-anak mulai belajar membaca.
Di sini, setiap minggunya mereka wajib membaca sebuah buku
cerita yang menurut mereka menarik. Setelah membaca buku
ter- sebut, mereka satu per satu akan menceritakan apa yang
telah
10 Burung-Burung Kertas
mereka baca di depan kelas. Dengan bercerita, mereka akan
mem- budayakan kebiasaan membaca. Mereka juga akan tertarik
untuk membaca buku-buku yang lain.
Di tingkat sekolah menengah pertama, siswa-siswi
diarahkan untuk membaca buku dengan jumlah halaman dan
tema tertentu. Mereka diarahkan untuk bisa menuangkan apa
yang telah mereka baca lewat tulisan atau membuat resensi.
Metode ini juga diguna- kan untuk sekolah menengah atas
dengan ketentuan yang lebih kompleks.
Ritme pembelajaran seperti ini memang sudah diterapkan
dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Akan tetapi menurut
pengalaman saya, membaca buku menjadi standar kompetensi
ta- hunan belaka. Pada setiap penugasannya, masih ada juga
siswa- siswi yang bingung dalam mengerjakan tugas dan
akhirnya meng- ambil jalan pintas. Untuk membentuk kebiasaan
membaca, pola pembelajaran di atas bisa dilakukan dalam skala
waktu dua mingguan.
Penutup
Terlepas dari normal atau tidaknya evolusi bahasa
Indonesia, sebagai masyarakat Indonesia, kita harus melindungi
bahasa persa- tuan kita. Kebanggaan berbahasa Indonesia harus
dipupuk sejak dini. Peningkatan minat baca sebagai salah satu
solusi melindungi bahasa Indonesia yang baik dan benar juga
harus dipertimbang- kan. Ibarat sambil menyelam minum air,
solusi ini tidak saja akan membiasakan anak-anak untuk
berbahasa yang baik dan benar, tetapi anak-anak juga belajar
ilmu pengetahuan secara luas.
Daftar Bacaan
Damshauer, Berthold. “Evolusi Bahasa dan Manusia Indonesia”.
Dalam Majalah Tempo, 24--30 Juni 2013, hlm. 130.
Burung-Burung Kertas 11
Biodata
Imas Indra Hapsari. Tinggal di Tempel RT 004, Lumbungrejo, Tempel,
Sleman. Saat ini Imas Indra Hapsari kuliah di Fakultas ISIPOL, Jurusan Ilmu
Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada. Jika ingin
berkorespondensi dengan Imas Indra Hapsari dapat menghubungi HP:
085747519933 dan pos-el: imasindrahapsari@gmail.com.
12 Burung-Burung Kertas
SENI ALA KADARNYA
Anggalih Bayu Muh. Kamim
Burung-Burung Kertas 13
Rumusan Masalah
a. Dampak negatif apa sajakah yang ditimbulkan dari sinetron
religi?
b. Bagaimana dampak negatif yang ditimbulkan dari sinetron
religi dapat terjadi?
Tujuan Kajian
a. Esai ini bertujuan untuk menelisik jabaran dampak negatif
dari sinetron religi.
b. Esai ini bertujuan untuk menelisik proses munculnya dampak
negatif dari sinetron religi.
14 Burung-Burung Kertas
pemberi
Burung-Burung Kertas 15
dakwah kepada para pemain yang terlibat dalam suatu konflik.
Namun, tak jarang pemain ustaz tersebut justru dijadikan bahan
lelucon oleh pemain lain yang berfungsi agar sinetron terkesan
lucu. Hal ini justru dapat merendahkan peran ustaz sebagai pen-
dakwah. Selain itu, dalam suatu sinetron religi seorang ustaz lebih
terlihat sebagai seorang aktor dari pada seorang pendakwah.
Akibatnya, seakan-akan ustaz tersebut hanyalah mengejar suatu
popularitas, bukannya menjalankan perannya sebagai pendakwah.
Selain itu, dalam sinetron religi yang bertemakan hidayah se-
ring diperlihatkan adegan-adegan yang memuat unsur
pornografi, contohnya saja, adegan lelaki hidung belang yang
main di kafe dengan selingkuhannya dengan diperlihatkan
kehidupan para pe- kerja seks komersial secara konkret. Tujuan
penyampaian cerita tersebut sebenarnya sangat mulia, yaitu
ingin menggambarkan bahwa dalam kehidupan itu ada yang
namanya azab dan kemu- liaan. Namun, jika cara
penyampaiannya salah, hal itu justru akan menyebabkan masalah
tersendiri. Menurut Syaikh bin Baz Rahima- hullah, tidak boleh
seorang laki-laki menyaksikan wanita telan- jang, setengah
telanjang, atau yang membuka wajahnya, begitu pula seorang
wanita tidak boleh menyaksikan laki-laki yang mem- buka
pahanya, baik di televisi atau video, film, maupun visual
lainnya, seseorang berkewajiban untuk menahan pandangan
atau berpaling sebab hal itu merupakan sumber fitnah dan salah
satu penyebab rusaknya hati dan menyimpangnya dari kebenaran.
Pen- dapat beliau didukung oleh ayat Alquran Surah An Nur: 30--
31 yang artinya Hendaklah mereka menahan pandanganya dan
memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, sesungguh- nya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat.
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan
kemaluannya.
Hal ini tentunya sangat ironis, sinetron religi yang seharusnya
dapat digunakan sebagai sarana dakwah, tetapi jika cara penyajian-
nya salah, justru dapat berakibat fatal. Selain itu, dengan dimuat-
nya unsur-unsur pornografi justru dapat mencoreng nama baik
agama Islam. Belum lagi sinetron religi saat ini tidak hanya
16 Burung-Burung Kertas
diton- ton oleh dewasa, tetapi juga anak-anak. Oleh karena itu,
kunci
Burung-Burung Kertas 17
utamanya adalah perlu diperhatikan cara pengemasan sinetron
religi tersebut. Dalam sinetron religi, saat ini juga sering muncul
jargon-jargon atau kata-kata yang tidak mendidik. Contohnya saja
dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji terdapat tokoh-tokoh yang
sering mengucapkan kata-kata kotor seperti dasar pe ak lu, ah dasar
tukang ngibul, dan masih banyak lagi. Kata-kata yang tidak men-
didik ini tentunya juga dapat mencoreng agama Islam karena meng-
gambarkan seolah-olah umat agama Islam itu suka bertutur kata
yang tidak sopan dan suka mencela orang lain. Hal ini tentunya
menambah poin keburukan sinetron religi saat ini.
Tak jarang sering muncul kata-kata yang bersifat menghina
dan terlalu merendahkan derajat orang lain. Contoh nyata adalah
dalam sinetron Islam KTP, dalam sinetron tersebut terdapat tokoh
orang kaya yang selalu menghina orang miskin yang ditemuinya.
Tokoh tersebut bahkan menghina orang miskin yang bertemu
de- ngannya dengan kata-kata di luar batas kemanusiaan, seperti
Ah, dasar Kaum melarat, Kaum Marjinal, Merakbal dan masih banyak
lagi. Hal itu justru dapat menggambarkan bahwa agama Islam itu
adalah yang tidak menghargai dan mengasihi orang-orang
berperekono- mian rendah. Dengan begitu, hal ini tentunya
sangatlah disa- yangkan.
Sineas senior, Deddy Mizwar, menilai bahwa banyak karya
berupa film ataupun sinetron yang belum mampu
menyampaikan pesan secara islami. Soalnya yang memproduksi
karya-karya terse- but bukan orang Islam, tetapi tontonan yang
dijualnya diklaim tontonan islami. Itu artinya tontonan semacam
itu hanya sebagai barang dagangan saja. Hal itu artinya yang
dikejar hanyalah per- mintaan pasar sehingga yang dikejar
hanyalah popularitas dan semakin membuktikan karya tersebut
tidak sesuai dengan tujuan pembuatannya. Akibatnya, yang pada
mulanya ingin digunakan sebagai sarana penyebaran agama
Islam, akhirnya justru menco- reng agama Islam itu sendiri,
sedangkan Allah pernah berfirman dalam Surah Al Maidah: 57—
58 yang artinya Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi
buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang Telah
diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang
18 Burung-Burung Kertas
kafir (orang-orang musyrik). dan bertakwalah kepada Allah jika kamu
betul- betul orang-orang yang beriman. Dan apabila kamu menyeru
(mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya
buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah karena mereka
benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwasannya orang-orang
yang menjelekan agama Islam itu adalah orang-orang yang tidak
mau mempergunakan akal, sedangkan Allah telah memberikan
suatu anugerah yang luar biasa pada manusia, yaitu berupa akal
dan pikiran, tetapi jika akal tidak digunakan dapat
mencerminkan bahwa orang tersebut tidak lebih berharga dari
seekor binatang. Mengapa dapat digambarkan seperti binatang?
Karena mereka hanya mengedepankan hawa nafsu mereka, yaitu
keinginan me- ngejar suatu popularitas tanpa memikirkan
dampak buruk dari hasil perbuatan mereka tersebut.
Satu hal lagi yang dapat menunjukan keburukan dari
sinetron religi zaman sekarang ini adalah adanya tokoh sentral
dalam cerita berupa seorang ustaz atau haji yang mempunyai
tabiat buruk. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan realitas
sebenarnya yang ada di dalam masyarakat. Haji dan para mubalig
yang dalam kehi- dupan bermasyarakat sangat disegani,
dihormati, dan bahkan di- jadikan panutan dan teladan. Namun,
justru dalam kebanyakan sinetron religi digambarkan sebagai
orang yang bengis dan ber- tabiat buruk. Tentunya hal ini
mencoreng nama baik para pendak- wah Islam. Contoh nyata
adalah dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji. Di dalam sinetron
tersebut terdapat tokoh bernama Haji Mu- hidin yang sombong
dengan memberi gelar pada dirinya “haji tiga kali”. Haji Muhidin
juga digambarkan sebagai orang yang selalu iri terhadap rezeki
yang selalu diterima keluarga Haji Sulam. Pelukisan tokoh yang
demikian dapat memberikan gambaran yang salah pada
masyarakat tentang seorang haji. Masyarakat men- jadi selalu
mengidentikkan seorang haji sebagai seorang yang sa- ngat
sombong dan bertabiat buruk. Hal ini tentunya juga dapat
mengubah cara pandang masyarakat terhadap para pendakwah.
Masyarakat akan menaruh kecurigaan terhadap para pendakwah
dan terjadilah saling ketidakpercayaan. Para pendakwah yang
Burung-Burung Kertas 19
dahulu selalu disegani, dihormati, bahkan dijadikan tauladan,
aki- bat dari perubahan cara pandang ini, menyebabkan
masyarakat tidak percaya pada dakwah mereka yang
menyebabkan masyara- kat menjadi terjerumus ke jurang
kesesatan. Hal ini juga memper- lihatkan bahwa sinetron religi
yang ada bukannya menyampaikan nilai-nilai islami, tetapi justru
menjerumuskan masyarakat.
Sinetron religi saat ini juga terlalu merendahkan harkat dan
martabat seorang wanita. Ini terlihat dari adanya pengidentikan
wanita dengan seorang pekerja seks komersial, istri selingkuhan,
dan penipu. Dalam sinetron religi bertema hidayah, wanita
sering digambarkan sebagai seorang penghasut para pria,
bahkan juga tak jarang wanita diidentikkan dengan pemeras
harta para pria melalui perannya sebagai istri selingkuhan dan
juga wanita yang berperan sebagai seorang istri yang sah dalam
sinetron religi terse- but sering digambarkan sebagai seorang
yang tidak mempunyai harga diri. Hal ini terlihat dari adegan
lelaki hidung belang yang selalu memukuli istrinya yang sah.
Alquran telah menjelaskan larangan untuk merendahkan para
wanita. Hal ini sesuai dengan ayat Alquran dalam Surah Hujuraat:
11 yang artinya Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan
orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang diter-
tawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perem-
puan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu
lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan
memang- gil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa
yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Selain hal di atas, dampak sosiologis lain yang muncul adalah
mulai berkurangnya rasa hormat masyarakat terhadap ustaz,
haji, dan mubalig. Para pendakwah yang dahulu disegani,
dihormati, dan bahkan dijadikan seorang tauladan, justru kini
mulai dilupakan. Ini sebagai akibat dari terlalu seringnya
penggambaran tokoh haji sebagai tokoh antagonis. Contoh
konkret adalah dalam sinetron Haji Medit, Islam KTP, Tukang
Bubur Naik Haji, Mak Ijah Pengen Naik Haji, Anak-anak Manusia,
dan masih banyak lagi. Seorang haji selalu digambarkan sebagai
20 Burung-Burung Kertas
orang kaya yang agamis, tetapi jika
Burung-Burung Kertas 21
bertemu orang miskin, orang miskin tersebut selalu dihina dan
diremehkan oleh tokoh haji tersebut, sedangkan realitas yang
ada dalam masyarakat tidak seperti itu. Akibat adegan tersebut
sering ditonton oleh masyarakat, hal ini menyebabkan cara pan-
dang masyarakat terhadap para pemuka agama menjadi
berubah. Masyarakat akan cenderung mengidentikkan para
pemuka agama di masyarakat tersebut sama dengan yang ada
dalam sinetron yang mereka tonton sehingga muncullah
kecurigaan masyarakat terhadap pemuka agama mereka sendiri.
Akibatnya, pemuka aga- ma selalu digosipkan dengan hal-hal
yang tidak baik, bahkan mulai muncul desas-desus yang dapat
menganggu pribadi pemuka aga- ma tersebut.
Yang semakin memprihatinkan masyarakat saat ini lebih suka
main hakim sendiri. Mereka dengan seenaknya menuduh dan
mem- fitnah seorang pemuka agama telah mengajarkan ajaran
yang me- nyesatkan, bahkan sering kali mereka menangkap dan
mengusir pemuka agama yang dituduh tersebut. Tentunya ini
merupakan suatu tindakan di luar batas kemanusiaan. Hal ini
juga menambah poin negatif dari sinetron religi saat ini. Padahal
secara jelas Islam telah melarang umatnya untuk merendahkan
harkat dan martabat para pendakwah dan pemuka agama, hal ini
tertuang dalam Alquran Surah At Taubah: 65 yang artinya Dan jika
kamu tanyakan kepada mereka (tanggapan apa yang mereka lakuka itu),
tentulah mereka akan menjawab, ‘sesungguhnya kami hanyalah
bersendagurau dan ber- main-main saja.’ Katakanlah, ‘Apakah dengan
nama Allah, ayat-ayat- Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?
Ayat lain yang memperkuat ayat ini adalah dalam Surah
Fathir ayat: 28 yang artinya Sesungguhnya yang takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun.”. Hal ini membuktikan
bahwasanya kita tidak boleh merendahkan para pemuka agama
sehingga diperlukan suatu pengemasan cerita yang lebih santun
dan tidak menyesatkan.
Burung-Burung Kertas 23
Tentunya hal ini sangatlah menyedihkan. Belum lagi, dalam
sinetron juga sering didengar kata-kata berbau seksualitas yang
pada akhirnya juga berdampak buruk pada anak. Anak yang
masih belum mengerti arti kata itu sebenarnya, karena terlalu
sering menonton sinetron tersebut, menyebabkan anak memiliki
kebiasa- an dengan kata-kata yang berhubungan dengan hal
seksualitas tersebut.
Solusi
Karena dampak negatif sinetron religi menyebabkan efek yang
berbahaya, perlu dicari solusi untuk penyelesaian masalah ini.
Cara yang pertama adalah membatasi waktu anak untuk
menonton te- levisi. Kemudian, pilih tontonan yang sesuai
dengan usia anak. Sedapat mungkin orang tua atau orang dewasa
di rumah menahan sementara waktu tidak dulu menonton
sinetron sebelum anak- anak tidur. Jika pun anak meminta
nonton sinetron, orang tua tetap harus mendampingi anaknya
meskipun saat nonton sinetron anak-anak ataupun sinetron religi
yang saat ini marak. Peran orang tua sesungguhnya adalah
mendampingi anak menonton untuk mengajarkan bahwa apa
yang ditontonnya tidak semuanya patut ditirunya.
Namun, yang paling tepat adalah mengarahkan anak melaku-
kan aktivitas lain bersama anggota keluarga, mengerjakan tugas
sekolah, atau hanya berkumpul dan bercanda bersama keluarga.
Sebaiknya, orang tua mengalihkan ke tontonan lain, seperti film
edukasi anak atau film kartun yang banyak menampilkan
gambar warna, ukuran, dan jalan cerita sesuai dengan umur
anak- anak, juga lebih baik yang bisa melatih kemampuan pola
pikir anak. Selain itu, orang tua juga bisa mengajak anak
melakukan aktivitas yang lebih bermanfaat, seperti main ludo,
atau permainan edukasi lainnya. Cara kedua kita sebagai
masyarakat harus bisa memfilter tontonan yang layak ditonton
sehingga kita bisa menjadi masya- rakat yang waspada sekaligus
kritis.
24 Burung-Burung Kertas
Simpulan
Agar sinetron religi berkualitas dan layak tonton, sebaiknya
dalam pengemasan sinetron tersebut tidak meninggalkan tujuan
utama pembuatan sinetron tersebut dan adegan yang kurang
mendidik sebaiknya dikurangi. Dengan demikian, akan tercipta
karya seni yang benar-benar berkualitas.
Biodata Penulis
Anggalih Bayu Muh. Kamim. Tinggal di Topanrejo, Maguwoharjo, Depok,
Sleman. Saat ini Anggalih Bayu Muh. Kamim sekolah di SMA Negeri 2
Ngaglik, Sleman. Jika ingin berkorespondensi dengan Anggalih Bayu Muh.
Kamim dapat menghubungi HP: 085293198545.
Burung-Burung Kertas 25
ESAI BAGI REMAJA:
KEBUTUHAN ATAU KETERTARIKAN?
Anita Meilani
Pendahuluan
Pengadaaan lomba atau sayembara menulis untuk kalangan
remaja dari berbagai lembaga pemerintah maupun swasta sudah
sering kita dengar, baik menulis cerpen, puisi, esai, maupun
karya ilmiah. Hadiah yang diberikan pun sangat menarik minat.
Bedanya adalah, ketertarikan remaja terhadap jenis tulisan yang
dilomba- kan. Sadar atau tidak, acuh atau tidak, peminat cerpen
lebih ba- nyak dibandingkan dengan esai. Sebagai tulisan yang
sama-sama berbentuk prosa, esai ternyata tidak begitu menarik
perhatian re- maja. Padahal, pembelajaran menulis esai ada
dalam kurikulum sekolah. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), ke- terampilan menulis esai diberikan pada
kelas XII semester 2. Secara normatif, siswa seharusnya sudah
mengerti prinsip-prinsip penu- lisan esai.
Pada kenyataannya, cerpen yang sifatnya lebih imajinatif tetap
mengambil banyak minat dari remaja. Padahal banyak tulisan
yang menyoroti kurangnya minat siswa atau remaja terhadap
sastra. Kelihatannya sastra yang dimaksudkan adalah karya-
karya yang bersifat fiksi seperti novel sastra dan bukan karangan
nonfiksi. Pandangan tersebut tidak sepenuhnya benar karena
terbukti pe- serta lomba-lomba menulis cerpen tidak sedikit
jumlahnya. Itu berarti remaja sudah menunjukkan apresiasi yang
cukup tinggi terhadap sastra. Jika sastra yang dianggap kurang
diminati saja kini sudah semakin menarik bagi remaja, lalu
bagaimana dengan esai sendiri?
26 Burung-Burung Kertas
Banyak yang menganggap bahwa menulis adalah suatu
bakat, minat atau ketertarikan. Dalam hal ini termasuk pula menulis
esai. Ketika dihadapkan pada dua pilihan misalnya,
diperintahkan me- nulis esai atau cerpen, remaja cenderung
memilih menulis cerpen. Buktinya, setiap tahun peserta sayembara
penulisan cerpen di Balai Bahasa Yogyakarta lebih banyak
menarik perhatian remaja diban- dingkan dengan peserta
sayembara penulisan esai, dengan per- bandingan peserta
mencapai 1:8 pada tahun 2012.
Esai adalah kebutuhan setiap remaja dalam dunia
pendidikan formal. Esai merupakan dasar bagi penulisan yang
bersifat aka- demik pada jenjang pendidikan selanjutnya. Oleh
karena itu, pelajaran menulis esai diberikan di sekolah pada jenjang
kelas XII. Namun, mengapa esai hanyalah dianggap sebuah
ketertarikan?
Burung-Burung Kertas 27
ber- dasarkan studi pustaka, pemikiran, pengamatan dan refleksi
penu- lis. Wardhana (via Pujiono, 2013:57) menjabarkan
komposisi ka-
28 Burung-Burung Kertas
rangan esai sendiri meliputi judul, pendahuluan, pokok bahasan
(isi), dan kesimpulan. Dengan karakteristik seperti itu, esai sebe-
narnya menjadi kebutuhan penting dalam dunia pendidikan
formal.
Esai sebagai karangan semi-ilmiah yang tidak terlalu
panjang dapat menjadi bekal dasar dalam kegiatan penulisan
ilmiah. Pada tingkatan pendidikan formal, esai digunakan
sebagai penugasan untuk mengetahui tingkat pemahaman dan
apresiasi siswa/maha- siswa terhadap materi ajar yang
diberikan. Dalam pembelajaran penulisan esai di SMA, biasanya
siswa diperintahkan membuat esai pendek yang di dalamnya
telah mencakup unsur organisasi esai yaitu pernyataan tesis
(pendahuluan), isi gagasan, dan kesim- pulan. Berdasarkan esai
pendek yang kurang lebih hanya lima paragraf ini diharapkan
siswa mampu mengembangkan tulisannya menjadi argumen
panjang berdasarkan studi pustaka.
Selain sebagai bekal dasar penulisan karya ilmiah, esai juga
dianggap sebagai bekal menuju literasi madani. Literasi madani
sendiri adalah “kemampuan masyarakat untuk membaca agar
mampu memberi keputusan sosial yang bertanggung jawab dan
kemampuan menulis secara kritis untuk mengaktualisasi peran
sosialnya dalam masyarakat” (Alwasilah, via Wiedarti, 2006:65).
Artinya dengan literasi madani kita bisa menjadi bangsa yang
cer- das yang mencerminkan keterampilan hidup berdemokrasi.
Dalam konteks masyarakat madani, literasi (keterampilan
membaca dan menulis) diarahkan pada membaca madani dan me-
nulis madani. Perwujudan literasi madani dapat dilihat dalam
arti- kel-artikel, tajuk, opini, kritik, dan resensi yang termuat
dalam surat-surat kabar. Hal tersebut menunjukkan bahwa
sebagai ma- syarakat kita sudah mampu menyuarakan pikiran
sebagai kontrol terhadap pemerintah, yang merupakan ciri dari
bangsa yang meng- anut sistem demokratis. Madani sendiri dapat
diartikan sebagai “seimbang”.
Hal-hal yang berbau politik, ilmiah, dan lain sebagainya,
sebe- narnya bukan tugas guru bahasa Indonesia saja untuk
mengajarkan esai kepada anak didik atau remaja. Guru mata
pelajaran lain se- harusnya juga menguasai teknik penulisan
Burung-Burung Kertas 29
esai. Esai tidak hanya
30 Burung-Burung Kertas
dipergunakan dalam karangan sastra saja, tetapi juga pada
bidang- bidang yang lain. Esai merupakan dasar dari penulisan
ilmiah, tidak terbatas pada sastra. Materi pada bidang studi lain
dapat dikaji dalam bentuk esai.
Burung-Burung Kertas 33
Esai Sastra
Perkembangan esai di Indonesia dipopulerkan oleh H.B.
Jassin. Karya Jassin yang berjudul Kesusastraan Indonesia Modern
dalam Kritik dan Esei (1985) merupakan rujukan penulis esai di
Indonesia. Esai-esai yang ditulis sebagian besar adalah esai
sastra. Menurut Jassin, esai adalah uraian yang mebicarakan
berbagai macam ra- gam, tidak tersusun secara teratur, tetapi
seperti dipetik dari ber- bagai macam jalan pikiran (via Pujiono,
2013:53). Esais-esais Indonesia yang terkenal hingga sekarang
antara lain adalah Iwan Simatupang, Sutan Takdir Alisyahbana,
dan Sitor Situmorang.
Esai sastra sendiri merupakan pandangan atau pendapat
pribadi penulisnya mengenai suatu masalah kesastraan.
Ternyata sejak dulu, eksistensi esai telah dipermasalahkan. Hal
tersebut pernah diungkapkan oleh Nugroho Notosusanto dalam
“Persada” lampiran majalah “Kisah” November 2006. Nugroho
mengeluh bahwa genre esai merupakan genre yang
dianaktirikan dalam dunia sastra kita. Di dalamnya juga terdapat
pernyataan dari S.M. Ardan bahwa hasil sastra terbaru lebih
banyak cipta daripada be- rupa esai atau kritik atau resensi. Hal
tersebut menunjukkan bahwa bukan hal yang mengherankan jika
kini pun remaja lebih menyukai cerpen sebagai hasil cipta sastra
dibandingkan esai, baik esai sastra maupun esai yang membahas
masalah lain.
Contoh dari esai sastra adalah tulisan Jakob Soemardjo
terha- dap cerpen “Mangga Arumanis” karya Muh Rustandi
Kartakusuma dengan ciri-ciri subjektivitas penulis berdasarkan
pengalaman dan pengetahuannya.
Mangga Arumanis adalah simbol Rustandi untuk
menyatakan kehidupan (keluarga) masyarakat dan bangsa yang
otentik, jujur, sesuai tuntutan hati nurani, bermoral dan teguh
iman. Mangga Arumanis juga berarti pengorbanan kepentingan
diri sendiri. Meskipun sebuah keluarga, sebuah masyarakat atau
sebuah bangsa itu miskin, asal hidup bermoral dan beriman,
akan menjadikan hidup ini akan menjadi manis dijalani dan
dinikmat dihayati. Keka- yaan itu baru berharga, baru manis,
34 Burung-Burung Kertas
kalau diperoleh pula secara otentik, jujur, bermoral, dan
beriman. Tokoh Hendra adalah pah-
Burung-Burung Kertas 35
lawan bagi pengarangnya, Rustandi Kartakusuma. Pahlawan itu
dengan gagah berani menyumbangkan buah-buah mangga yang
tidak halal itu kepada mereka yang membutuhkan makanan. Ha-
nya dengan berbuat demikian, ia dapat kembali bermesraan de-
ngan istrinya, Yanti. Meskipun Yanti berasal dari keluarga kaya,
ia mau hidup dalam kemiskinan mendampingi Pahlawannya,
Hen- dra, yang bersikukuh mempertahankan sikap bermoral dan
ber- iman, penuh pengorbanan, dan pengabdian kepada
sesama.”
Pengetahuan penulis tentang mangga arumanis, pandangan
positifnya terhadap tokoh di dalam cerpen yang diulas sangat
memperlihatkan betapa pribadinya sebuah esai. Inilah yang me-
nyangkal pernyataan bahwa esai terlalu ilmiah yang berindikasi
terlalu “serius”, karena esai sendiri malah sangat subjektif. Pan-
dangan yang seperti itu di kalangan remaja harus segera dilu-
ruskan.
Sebenarnya tanggapan terhadap karya sastra yang ada tidak
hanya dapat diapresiasi melalui esai, namun juga kritik dan resensi.
Walaupun sama-sama memuat argumen, ketiga jenis tulisan terse-
but memiliki perbedaan pada tujuannya. Dapat dipahami bahwa
sastrawan kita pun memiliki kegelisahan tentang nasib genre
esai pada masa ini. Meskipun telah dimasukkan ke dalam
kurikulum sekolah, pada kenyataannya pembelajaran esai belum
juga mak- simal.
Penutup
Tampaknya remaja belum menyadari pentingnya esai dalam
kegiatan akademis. Tentu saja hal ini juga merupakan akibat dari
pembelajaran oleh guru yang tidak menekankan dan
menyampai- kan pentingnya esai untuk mereka, sehingga remaja
kurang mema- hami hal tersebut. Setidaknya ada dua alasan
mengapa esai kurang berkembang di kalangan remaja.
Pertama, adanya persepsi bahwa esai terlalu bersifat ilmiah,
harus mengikuti kaidah atau aturan penulisan tertentu, sehingga
menyebabkan adanya asumsi bahwa terlalu banyak batasan yang
diberikan dalam penulisan esai, sehingga remaja yang merasa ingin
36 Burung-Burung Kertas
bebas berekspresi tertekan batasan-batasan tersebut. Aturan penu-
lisan esai yang memang bersifat semi-ilmiah menghambat kemauan
remaja yang cenderung labil dan belum memahami fungsi esai.
Secara psikologis usia remaja memang menyebabkan mereka lebih
senang dengan hal-hal bersifat imajinatif, karena mereka sendiri
pun suka berimajinasi. Itulah yang mengakibatkan dalam dunia
sastra hasil cipta lebih banyak dibanding ulasannya seperti yang
diungkapkan oleh S.M. Ardan.
Kedua, kurangnya perhatian guru terhadap perkembangan
kemampuan siswanya dalam menulis esai yang mengakibatkan
kurangnya pemahaman siswa terhadap fungsi esai. Seperti yang
telah dipaparkan sebelumnya bahwa banyak guru yang malah
be- lum menguasai esai dengan benar, maka bagaimana siswa
dapat menguasai esai dengan baik pula? Padahal dalam tingkat
univer- sitas, mahasiswa diasumsikan sudah mampu menulis
esai dengan baik dan benar sehingga banyak dosen mata kuliah
menguji pema- haman mahasiswanya dengan tugas menulis esai.
Sosialisasi terhadap guru semua bidang studi tentang
penting- nya penulisan esai sebagai bekal dasar penulisan karya
ilmiah dapat menjadi solusi. Tidak hanya sosialisasi, akan tetapi
juga pelatihan penulisan esai yang kemudian diharapkan mampu
ditularkan kepa- da siswa-siswanya. Tentu saja, sosialisasi dan
pelatihan tersebut tidak hanya diberikan kepada para guru,
tetapi juga kepada para mahasiswa calon guru.
Dalam sudut pandang lain, jika memang pada dasarnya
remaja banyak yang mencintai sastra, bukan tidak mungkin
pengembang- an awal kecintaan untuk menulis esai adalah
dengan menulis esai sastra. Dengan ketertarikan yang condong
ke sastra, esai akan menjadi lebih menyenangkan jika yang diulas
adalah sebuah topik yang mereka sukai dan kuasai. Lama-lama
remaja akan menyadari bahwa penting sekali mempelajari esai.
Antara lain melatih peka dalam lingkungan sekitar, menangkap
dengan cepat masalah yang ada, berpikir kritis, dan
mengungkapkan data dengan argumen yang kuat, yang
menjadikan bekal untuk menyusun kerangka ber-
Burung-Burung Kertas 37
pikir ilmiah. Menulis bukan hanya masalah tertarik atau tidak
ter- tarik, menulis juga sebagai kebutuhan, apapun jenisnya.
Dalam menulis esai dapat dimulai pula dari penulisan esai
informal, yang kemudian berlanjut ke tahapan esai formal yang
mengharuskan adanya data-data dari studi pustaka.
Pada akhirnya, seperti wahyu Tuhan yang disampaikan
pertama kali kepada Nabi Muhammad saw., iqro’ ‘bacalah’.
Bacalah kemudian menulislah. Jika ingin menaklukkan dunia,
silakan Anda membacalah. Jika ingin dikenal dunia, silakan Anda
menulislah. Cogito ergo sum. Aku berpikir karena itu aku ada.
Scribo ergo sum. Aku menulis karena itu aku ada, maka mari
mulailah berpikir untuk menulis agar segera dikenal dunia.
Daftar Bacaan
Kratz, E. Ulrich. 2000. Sumber Terpilih Sejarah Sastra Indonesia Abad
XX. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Pujiono, Setyawan. 2013. Terampil Menulis: Cara Mudah dan Praktis
dalam Menulis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wiedarti, Pangesti. 2006. “Menulis Karya Ilmiah dan
Pengajarannya”. Diktat FBS, Universitas Negeri Yogyakarta.
Biodata
Anita Meilani. Tinggal di Celep, Srigading, Sanden, Bantul. Saat ini Anita
Meilani kuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta. Jika ingin
berkorespondensi dengan Anita Meilani dapat menghubungi HP:
085743802244 dan pos-el: meilanitta@yahoo.com.
38 Burung-Burung Kertas
AKU GUNCANGKAN DUNIA
DENGAN MEMBACA
Surya Jatmika
“Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari
akarnya. Berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan
dunia.”(Bung Karno)
Pendahuluan
Tentu kita pernah mendengar salah satu pekik retorik yang
digaungkan Sang maha mentor abadi, Bung Karno, di atas. Kata
mutiara di atas telah menunjukan betapa besarnya harapan beliau
terhadap kaum muda. Beliau telah menyadari sepenuhnya akan
arti pentingnya kaum muda untuk membawa bangsa ini menuju
keperadaban yang lebih baik.
Satu pemuda bukanlah sembarang pemuda. Pemuda yang
diharapkan Bung Karno adalah pemuda yang cerdas, kritis dan
pintar dalam setiap hal. Apalah gunanya satu pemuda, seratus,
sejuta, bahkan semilyar, jika mereka bodoh, tentu keadaan stagnasi
atau tidak bergerak yang ada. Oleh karena itu, jika lebih diper-
dalam, makna tersirat Bung Karno dalam kata mutiaranya adalah
harapan satu orang pemuda yang cerdas, kritis dan pintar.
Satu kunci untuk menjadi pemuda cerdas, kritis dan pintar,
yaitu dengan membaca segala buku bermutu, yang
mencerdaskan dan mencerahkan pikiran, serta menjadikan
hidup lebih berkuali- tas. Membaca buku sampah (buku porno,
buku makna kosong) hanya membuat pikiran miring atau
melenceng dalam ketidakseim- bangan, menjadikan kita sebagai
pribadi tak berkarakter dan terke- san liar, menghalalkan segala
cara untuk menyelesaikan setiap persoalan.
Burung-Burung Kertas 39
Akan tetapi, di negeri ini tampaknya membaca buku
bermutu belum menjadi budaya. Masyarakat terutama pemuda
belum me- mahami arti penting membaca bagi kehidupan,
padahal membaca adalah kunci segala kesuksesan. Tidak ada
orang di muka bumi ini sukses tanpa membaca. Seorang Thomas
Alfa Edison tidak akan menemukan bola lampu jika tidak
membaca. Oleh karena itu, reali- ta ini menjadi dasar penulis
mengemukakan gagasannya.
40 Burung-Burung Kertas
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),
Burung-Burung Kertas 41
Ella Yulaelawati, mengatakan bahwa skor rata-rata kemampu-
an membaca remaja Indonesia adalah 402, di bawah skor rata-
rata negara yang masuk Organization for Economic Cooperation
and Development (OECD) dan Indonesia menempati urutan 57
dari 62 negara.
3. Laporan Bank Dunia no.16369-IND (Education in Indonesia
from Crisis to recovery) menyebutkan bahwa tingkat membaca
usia kelas VI Sekolah Dasar di Indonesia hanya mampu
meraih skor 51,7 di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1), dan
Singa- pura (74,0).
Pemuda Kita
Pemuda Indonesia memang rendah dalam hal minat
membaca buku bermutu, tetapi tidak untuk minat membaca pada
dunia maya (internet). Mereka sudah menjadikan internet
sebagai kebutuhan pokok dalam hidup mereka. Tanpa adanya
internet, hidup mereka bagaikan sayur tanpa garam yang
42 Burung-Burung Kertas
hambar rasanya.
Burung-Burung Kertas 43
Saat ini internet mereka gunakan sebagai sumber informasi
pertama dan utama akan setiap hal, seperti tugas, teori makalah,
kajian dan berbagai karya. Pemanfaatan internet yang besar
seba- gai sumber informan utama daripada buku, didasari alasan
mudah, ringkas dan tidak menjenuhkan sehingga keadaan tersebut
menye- babkan Indonesia menduduki peringkat lima dunia
sebagai peng- guna internet terbanyak di dunia.
Fakta mengenai prestasi penggunaan internet pada masyarakat
bagaikan dua sisi perasaan kehidupan, antara kebanggaan dan
keprihatinanan. Kebanggan yang dirasakan adalah penduduk In-
donesia terutama pemuda ternyata memiliki wawasan IPTEK (Il-
mu pengetahuan dan teknologi) yang tinggi. Keprihatinnanya,
ma- syarakat kita, terutama pemuda, masih menjadikan bacaan di
inter- net sebagai sumber informasi pertama dan utama dalam
menger- jakan setiap karya mereka.
Penggunaan internet sebagai sumber informasi merupakan
jalan yang salah. Kevalidan, keakuratan, mutu, dan kebenaran tu-
lisan di dalam internet masih menjadi keraguan bagi para pakar.
Ini disebabkan penulisannya yang masih dibelenggu oleh emosi
sesaat penulis sehingga tanggung jawab dan makna tulisan
kabur. Oleh sebab itu, para ahli menempatkan internet sebagai
pustaka kelas terbawah dan disarankan agar tidak dipakai dalam
setiap penulisan ilmiah dan yang penulisan karya yang lain.
Pustaka kelas teratas tentu adalah tulisan-tulisan bermutu hasil
pemikiran dan penelitian para ahli yang ditulis dengan makna
dan tanggung jawab yang penuh sehingga validasi dan keakurat-
annya tidak menjadi keraguan. Akan tetapi, dengan alasan
mudah, ringkas, dan tidak menjenuhkan, tetap saja menjadikan
internet sebagai primadona pemuda kita sebagai bacaan dan
acuan.
Keadaan ini tentu bukanlah hal yang sepele. Pembacaan bacaan
yang tidak bermutu tentu akan melencengkan pikiran, merusak
moral dan mengubah pola perilaku kita menjadi tidak terkendali.
Selain itu, penggunaan bacaan tidak bermutu sebagai penunjang
gagasan akan melahirkan dan menyuguhkan tulisan sampah
yang dapat meracuni pikiran pembacanya.
44 Burung-Burung Kertas
Ketika pikiran rusak, moral pun menjadi rusak dan tentu
me- rembet pada perilaku pembacanya yang menjadi tidak
terkendali. Keadaan yang terjadi adalah carut marut dan hidup di
bawah bayang-bayang ketakutan. Itulah gambaran yang terjadi
ketika kita mengabaikan hal sepele, yaitu rendahnya minat
membaca baca- an bermutu pada masyarakat kita, terutama
pemuda (generasi penerus bangsa).
Burung-Burung Kertas 45
diinginkan masyarakat
46 Burung-Burung Kertas
terutama pemuda sehingga minat baca penduduk di
perpustakaan semakin tinggi.
Solusi terakhir yang penulis tawarkan adalah sistem wajib
membaca satu semester bagi siswa. Sistem ini mengajak guru (pen-
didik) untuk mewajibkan siswanya (baik dari tingkat SD (sekolah
dasar) maupun perguruan tinggi) untuk membaca beberapa buku
setiap satu semesternya (buku yang bermutu). Pemberian
kewajiban ini harus didasari kemampuan anak dalam hal membaca,
sebagai contoh untuk SD 1 buku, SMP 3 buku, SMA 4 buku, dan
mahasiswa 5 buku.
Setelah selesai membaca, guru diharapkan mengajak siswanya
untuk meresensi atau meringkas setiap bacaan mereka,
kemudian memberikan pertanyaan mengenai buku yang mereka
baca. Hal ini tentu menekan angka kecurangan yang dilakukan
siswa se- hingga mereka sungguh-sungguh melakukan kegiatan
membaca. Penulis melihat sistem ini belum diterapkan oleh
pemerintah kita. Padahal jika kita menengok negeri tetangga
(Malaysia) dan negara-negara maju (Amerika Serikat dan
negara-negara Eropa), sistem ini adalah suatu kewajiban bagi
setiap peserta didik. Oleh karena itu, tidak salah kita
mengadopsinya demi mencetak ma-
nusia berkualitas dan Indonesia yang maju.
Dengan solusi yang penulis tawarkan di atas diharapkan
mam- pu menggerakkan hati masyarakat kita terutama pemuda
untuk meningkatkan minat baca mereka terhadap buku bermutu.
Dengan demikian, akan terbentuklah manusia berkualitas dan
terbentuklah Indonesia yang jaya. Lalu yang menjadi pertanyaan,
bagaimana membaca dapat membuat hidup kita lebih berkualitas
dan mampu memajukan bangsa?
Burung-Burung Kertas 47
buku-buku bermutu.
48 Burung-Burung Kertas
Akan tetapi, mereka masih belum menyadari sepenuhnya akan
hal tersebut karena belum mengetahui arti penting membaca buku
bermutu.
Membaca buku bermutu adalah kegiatan yang tidak ada
rugi- nya. Menurut Sri Harjanto Sahid, membaca sama halnya
menyerap pengetahuan dari buku sama artinya dengan
menimbun investasi untuk membangun masa depan, berarti
memperkaya dan memper- kuat kerajaan pikiran, sekaligus
meluaskan dan memenuhkan gu- dang kerajaan sunyi kalbu
dengan mutiara-mutiara kebijaksanaan hidup sehingga terciptalah
manusia berkualitas dan beretika.
Dengan terciptanya manusia berkualitas dan beretika, hal itu
akan membawa bangsa ini menuju peradaban yang lebih baik. Ini
dikarenakan manusia berkualitas akan mendorong terlahirnya tin-
dakan-tindakan nyata yang memajukan peradaban. Berbeda de-
ngan manusia tidak berkualitas, mereka hanya akan memperkeruh
keadaan dan menyebabkan hancurnya peradaban dengan omong
kosong mereka.
Kemudian, bukti selanjutnya yang menguatkan argumen pe-
nulis membaca buku bermutu mampu mengguncang dunia telah
terpampang nyata di muka bumi ini. Keadaan itu dapat kita lihat
perbedaan antara Indonesia dengan Amerika Serikat.
Indonesia dan Amerika Serikat adalah negara yang sama,
yaitu sama tergolong lima besar penduduk terbanyak di dunia
(Amerika ke-3 dan Indonesia ke-4). Namun, yang membedakan,
Amerika adalah negara adidaya penguasa dunia di balik
keterbatasan sum- ber daya alam, sedangkan Indonesia adalah
negara miskin di balik keterlimpahan sumber daya alamnya.
Tentu ini merupakan fakta yang sangat ironi bagi kita (orang
Indonesia).
Terjadinya keadaan tersebut lantaran kualitas penduduk ke-
dua negara sangatlah berbeda. Perbedaan kualitas hidup
disebab- kan budaya membacanya. Dari fakta yang telah
dijelaskan sebe- lumnya menyatakan bahwa jumlah buku yang
wajib dibaca pemuda Amerika adalah 32 buku, sedangkan
Indonesia 0 buku. Nah, dari bukti yang telah ada, kita dapat
melihat dampak besar di kemudian hari orang yang membaca
Burung-Burung Kertas 49
buku bermutu dibanding dengan yang tidak.
50 Burung-Burung Kertas
Amerika, negara dengan penduduk terbesar ketiga dunia de-
ngan keterbatasan sumber daya alam, mampu menjadi penguasa
dunia lantaran kualitas penduduknya yang sangat tinggi. Hal itu
hanya diperoleh dengan cara membudayakan membaca bacaan
bermutu dari usia dini hingga seterusnya. Mengapa kita tidak
bisa?
Kita, Indonesia, janganlah kalah dengan Amerika. Kelebihan
yang kita miliki dari Amerika sangatlah berpotensi besar untuk
menjadikan negeri ini menjadi penguasa dunia selanjutnya yang
bahkan mampu mengalahkan Amerika dengan jalan
meningkatkan minat baca buku bermutu sebagai jalan keluarnya.
Masa depan bangsa ini ada digenggaman tangan kita. Oleh
karena itu, mari pemuda bawa bangsa kita menjadi macan dunia
melalui membaca buku bermutu.
Penutup
Rendahnya minat baca buku bermutu pemuda kita menjadi
suatu keprihatinan bagi kita. Ditambah lagi kesenangan mereka
membaca bacaan di dunia maya yang kualitasnya jauh dari kata
berkualitas membuat kita menjadi lebih prihatin. Bacaan-bacaan
tidak bermutu mampu merusak moral pembaca yang merembet
rusaknya tingkah laku kita. Ketika tingkah laku kita menjadi
tidak terkendali membuat kondisi menjadi tidak kondusif.
Situasi tidak kondusif menyebabkan terhambatnya segala
sistem yang bekerja sehingga menyebabkan terhambatnya negara
memperoleh kemajuan dalam segala aspek. Itulah sedikit gam-
baran jika kita masih menyepelekan masalah minat membaca buku
bermutu di kalangan masyarakat terutama pemuda sebagai
pene- rus bangsa.
Oleh karena itu, penulis berharap pihak-pihak terkait
mampu merealisasikan solusi yang penulis gagas dalam esai ini.
jika telah terealisasi meningkatlah minat membaca buku bermutu
masyarakat terutama pemuda kita. Ketika kita memiliki pemuda
berkualitas karena minat baca buku bermutu yang tinggi,
terbentuklah negara makmur dan bukan tidak mungkin lagi
Indonesia mampu meng-
Burung-Burung Kertas 51
ungguli Amerika “Sang Penguasa” dunia melalui membaca buku
bermutu.
Biodata
Surya Jatmika. Tinggal di Pulutan, Pendowoharjo, Sewon, Bantul. Saat ini
Surya Jatmika kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta. Jika ingin berkores-
pondensi dengan Surya Jatmika dapat menghubungi HP: 085643951994.
52 Burung-Burung Kertas
MENCIPTA TOKOH FIKTIF
DALAM KARYA SASTRA
Ratu Pandan Wangi
56 Burung-Burung Kertas
Tokoh utama juga bisa dijadikan antagonis asalkan memikat.
Contohnya adalah tokoh utama dalam novel Out karya Natsuo
Kirino yang memenangkan Japan’s Grand Prix for Crime Fiction, na-
manya Yayoi, buruh pabrik yang tidak sengaja membunuh
suami- nya. Sebelum kejadian tersebut, ia adalah orang yang
biasa-biasa saja. Namun, karena harus menyingkirkan mayat itu
dengan cara memutilasi, kepribadian Yayoi perlahan-lahan
berubah. Ia men- jadi psikopat. Namun, kekejamannya justru
memperindah cerita. Baik antagonis maupun protagonis,
pastikan tokoh utama sering muncul agar pembaca akrab
dengannya. Tonjolkan ia, le- mahkan tokoh lainnya. Kita bisa
juga menggunakan sudut pandang tokoh utama itu agar pembaca
lebih bersimpati. Dalam bercerita ada sudut pandang orang
pertama dan sudut pandang orang keti- ga. Sudut pandang
orang pertama sering dipilih penulis pemula sebab sederhana
dan terasa alami. Sudut pandang ini digunakan apabila penutur
ingin menjadi tokoh yang terlibat dalam cerita, kecuali kita
sedang menceritakan diri sendiri, jadikan si penutur orang yang
berbeda dari kita. Beri ia kepribadian sendiri. Pastikan gaya
bertuturnya mencerminkan kepribadian itu, juga pendidikan dan
status sosialnya. Tokoh yang dijadikan penutur mesti hadir di
adegan-adegan penting dan minimalkan adegan yang kurang
penting baginya.
Sudut pandang orang ketiga dibagi jadi dua, yaitu serba tahu
dan terbatas. Orang ketiga serba tahu, seperti sebutannya, menge-
tahui segala sesuatu. Ia seolah berada di mana pun dan kapan
pun. Ia tahu pikiran dan keinginan para tokoh, juga masa lalu dan
masa depan, sedangkan orang ketiga terbatas hanya melihat dari
sudut pandang salah satu tokoh. Penuturannya tergantung pada
yang dilihat orang itu dan hanya bisa menduga-duga.
Tokoh yang dijadikan sudut pandang bisa diganti-ganti, con-
tohnya, Traveler’s Tale karya Adhitya Mulya, Alaya Setya, Iman
Hidajat, dan Ninit Yunita. Ada empat tokoh utama dalam novel
itu. Tiap bab menggunakan sudut pandang orang yang berbeda.
Terdapat ciri yang jelas dalam pergantiannya walaupun semua
bab menggunakan sudut pandang orang pertama sebab dalam
bercerita Francis menyebut dirinya “aku”, Retno menyebut
Burung-Burung Kertas 57
dirinya
58 Burung-Burung Kertas
“saya”, sedangkan Farah “gue” dan Jusuf “gua”. Dengan demikian,
pembaca tidak merasa bingung.
Manakah sudut pandang yang sebaiknya dipilih? Tergantung
keinginan kita. Apabila ingin pembaca mendalami tokoh-tokoh
dalam cerita, pilih sudut pandang orang ketiga terbatas. Namun,
jika ingin bermain dengan bahasa, pilih sudut pandang orang
ketiga serba tahu atau orang pertama. Sebaiknya kita berhati-
hati agar permainan bahasa itu tidak mengaburkan ceritanya.
Kita bisa melakukan penjajakan pendapat mengenai
karakter tokoh fiktif yang diharapkan orang-orang. Hasilnya bisa
sangat berguna, sebagai contoh, kita hendak menulis karya
sastra yang sasaran pembacanya para ibu. Kita mesti mengetahui
tokoh seperti apa yang mereka inginkan. Apakah tokoh ibu
bersifat kuat yang bisa mengangkat isu persamaan gender, tokoh
ibu yang lemah dan tidak berdaya, tokoh ibu yang bebas dan
modern, atau justru tokoh lelaki yang memesona? Data-data
mengenai hal ini akan membantu pemasaran karya kita.
Sastra bisa menghubungkan kita dengan banyak orang.
Selain menjadikan orang lain sebagai inspirasi penciptaan tokoh
fiktif, ada banyak penggemar sastra yang bisa dimanfaatkan.
Mari ber- hubungan dengan mereka supaya memperoleh berbagai
informasi, misalnya, mengetahui macam-macam penafsiran dari
suatu karya sastra. Bisa juga saling bertanya, atau ikuti
komunitas sastra, ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan,
seperti diskusi, talk show dengan penulis terkenal, bahkan
menerbitkan buku antologi anggota.
Sastra memang seolah tak mengenal batas. Kita bisa berhu-
bungan dengan pencinta sastra dari seluruh dunia. Pengetahuan
kita akan makin melimpah. Persediaan tokoh-tokoh fiktif juga
makin kaya. Dengan orang Perancis, misalnya, kita bisa mendis-
kusikan novel Les Misérables karya Victor Hugo. Novel fenomenal
ini menggambarkan dan mengutuk ketidakadilan sosial Perancis
pada abad ke-19. Kita bisa bertanya lebih jauh mengenai sejarah
dan budaya di novel itu dari penduduk aslinya. Bisa juga mendis-
kusikan novel Musashi karya Eiji Yoshikawa dengan orang
Jepang, novel legendaris yang membahas situasi Jepang abad 16—
17 yang
Burung-Burung Kertas 59
mengandung idealisasi Jepang mengenai harga diri. Tokoh
utama- nya memilih jalan hidup yang sangat menarik, yaitu jalan
pedang. Ia melenyapkan segala nafsunya akan segala sesuatu
kecuali nafsu akan pertempuran.
Namun, tak salah juga kita memilih menikmati sastra
seorang diri sebab sastra bisa menjadi sesuatu yang sangat
universal sekali- gus sangat pribadi. Kita bisa membaca karya sastra
di suatu tempat sunyi, kemudian bercakap-cakap dengan diri
sendiri dan mencari penafsiran yang paling tepat, tak terbebani
pendapat-pendapat orang lain. Sastra bisa menjadi milik pribadi,
bisa menjadi pelarian dari hidup yang serba rumit, bisa pula
sebagai terapi. Membaca karya sastra merupakan proses
berkenalan lebih jauh dengan ke- pribadian, hasrat, dan sisi lain
dari diri kita.
Alangkah baiknya apabila dalam membaca karya sastra, kita
mempunyai pembimbing sebab kegiatan membaca sebaiknya
ter- arah sejak awal dan harus ada pegangan yang bersifat luwes.
Tak semua buku layak dibaca. Oleh karena itu, kita mesti selektif.
Tak perlu membaca buku yang hanya memberi kesenangan
semu, cari buku yang menambahkan sesuatu pada diri kita, baik
berupa tambahan wawasan, kecerdasan emosi, maupun
spiritualitas. Pilih karya-karya yang memenangkan penghargaan,
seperti Nobel Sastra, Pulitzer, dan sebagainya. Apabila masih
bingung dalam memilih, kita minta saja bantuan orang yang
berpengalaman, seperti orang tua, atau guru. Dengan catatan,
mereka tidak memberi pak- saan-paksaan atau larangan yang
justru membuat orang malas membaca.
Sastra membuat kita lebih peka pada berbagai macam emosi,
seperti keriangan, kepahitan, kegundahan, keluguan, dan
sebagai- nya. Kita menjadi lebih memperhatikan keindahan
maupun keburukan sebab kedua hal itu tumpang tindih dalam
sastra, bah- kan melebur. Yang tampak indah bisa saja
sebenarnya buruk, be- gitu pula sebaliknya. Untuk mengasah
kepekaan ini, kita mesti membaca tak hanya dengan mata, tetapi
juga dengan hati dan pikiran.
Membaca erat kaitannya dengan menulis. Aktivitas
membaca yang intens berarti belajar menulis secara alami.
60 Burung-Burung Kertas
Lama-lama kita
Burung-Burung Kertas 61
akan hafal porsi untuk pembuka, isi dan penutup supaya tulisan
menarik. Kita mengetahui cara memilih sudut pandang.
Bagaimana supaya kalimat ringkas dan padat, atau sebaliknya—
penuh meta- fora? Bagaimana membuat orang berdebar-debar
membaca sampai akhir? Bagaimana mencipta tokoh fiktif yang
membekas di benak pembaca?
Segala pengetahuan mengenai tulis-menulis tak ada gunanya
apabila tidak dipraktikkan. Oleh karena itu, terlintas ide untuk
mencipta tokoh fiktif, sebaiknya kita segera mengajukan pertanya-
an bertubi-tubi mengenai dirinya. Apa jenis kelamin tokoh itu,
laki-laki atau perempuan? Bagaimana penampilannya?
Tubuhnya tinggi atau pendek? Memakai kacamata tidak?
Bagaimana caranya berdiri dan berjalan? Seperti apa sifatnya?
Apakah ia pemarah, pemurung, periang, atau pendengki? Seperti
apa teman-temannya? Ia memiliki berapa anggota keluarga? Apa
saja hobinya? Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
mendetail dan menjawabnya, kita akan mendapat gambaran utuh
mengenai sang tokoh. Kita juga mesti memikirkan kebiasaan,
bakat, dan seleranya.
Pastikan kepribadian tokoh tampak dalam dialognya. Beri ia
ciri khas dalam berbicara. Tak perlu membuat dialog yang tak
ada gunanya. Dialog mesti ikut berperan mengembangkan cerita.
Pesan moral juga bisa disisipkan dalam dialog supaya kesannya
pembaca tidak digurui.
Yang tidak kalah penting adalah menamai sang tokoh. Nama
adalah sesuatu yang mewakili seseorang, maka mesti dipilih
dengan tepat. Apabila tokoh kita bersifat kejam, kita berikan juga
nama yang berkesan kejam supaya pembaca mudah
mengidentifi- kasinya. Bisa juga memberi julukan-julukan.
Sebaiknya jangan beri nama yang mirip untuk tokoh-tokoh yang
berdekatan. Sebagai contoh, apabila tokoh kakak bernama Maria,
jangan namai si adik Mirna atau Melisa. Beri nama dengan huruf
depan yang berbeda, misalnya Cintia.
Beberapa penulis sengaja meniadakan nama tokoh-
tokohnya. Salah satu contoh adalah novel berjudul Blindness
karya Jose Saramago. Novel ini berkisah mengenai wabah
kebutaan yang menjangkit suatu negara. Hampir semua orang
62 Burung-Burung Kertas
menjadi buta.
Burung-Burung Kertas 63
Karena tidak bisa melihat, para tokoh tidak bisa saling mengidenti-
fikasi penampilan. Oleh karena itu, nama menjadi sesuatu yang
tak penting. Sang penulis hanya menjuluki tokohnya lelaki buta
pertama, istri lelaki buta pertama, gadis berkacamata hitam,
lelaki bertampal mata, dan sebagainya. Ketiadaan nama ini tidak
meng- ganggu pembaca, justru menjadikannya istimewa.
Buktinya, novel ini menjadi pemenang Penghargaan Nobel Sastra
tahun 1998.
Setelah berhasil mencipta tokoh-tokoh fiktif, sebaiknya kita
segera menulis. Hambatan utama memulainya adalah rasa takut
kalau hasil tulisan kita buruk, padahal itu wajar bagi orang yang
baru belajar menulis. Cobalah kita menulis setiap hari. Bisa berupa
buku harian atau jurnal singkat mengenai hal-hal yang terjadi
hari ini. Kita jadikan menulis sebagai suatu kebiasaan, jangan
merasa terbebani. Apabila kegiatan menulis mulai terasa tak
menyenang- kan, kita sebaiknya berhenti sejenak, lalu mulai lagi.
Kita bisa me- nulis tentang apa saja. Apabila masih terasa sulit,
kita cari tempat menulis yang nyaman. Menulis memang bisa
dilakukan di mana saja, tetapi gairah menulis bisa lebih tersulut
apabila berada di tempat favorit. Mungkin tempat yang udaranya
segar dan suasana- nya sunyi, atau justru tempat yang riuh
rendah, sebab banyak objek yang bisa dijadikan ide tulisan.
Apabila masih juga sulit untuk mencipta tokoh fiktif, kita
bisa menulis fan fiction. Itu adalah fiksi yang ditulis oleh fan
‘penggemar’ dari novel, komik, serial televisi, dan sebagainya.
Karya-karya tersebut sudah mempunyai berbagai tokoh dengan
segala latar belakangnya. Kita tinggal mengubah jalan cerita.
Sebagai contoh, kita adalah penggemar dari Harry Potter karya J.
K. Rowling. Tokoh utamanya adalah Harry, penyihir yang
berusaha menyelamatkan dunia sihir dari Pangeran Kegelapan.
Kita bisa menggunakan tokoh itu. Namun ubah ceritanya,
mungkin Harry justru berperan sebagai antagonis dan membantu
sang Pangeran Kegelapan untuk me- nguasai dunia sihir. Hal itu
tentu akan menarik. Dengan mengem- bangkan tokoh milik
orang lain, lama-lama kita bisa menciptakan tokoh sendiri.
Namun, perlu diingat bahwa fan fiction tidak di- maksudkan
untuk mengambil keuntungan berupa materi. Hanya untuk
64 Burung-Burung Kertas
bersenang-senang dan mengembangkan imajinasi.
Burung-Burung Kertas 65
Sebaiknya berhati-hati dan konsisten dalam menceritakan
to- koh-tokoh kita. Apabila di awal cerita seorang tokoh adalah
anak tunggal, di tengah cerita kita jangan membuat adegan ia
mengun- jungi kakaknya. Hal demikian terjadi apabila proses
penulisan berjeda lama sebab kita bisa lupa. Setelah
menyelesaikan suatu tulisan, kita baca tulisan itu berkali-kali
dengan cermat. Pastikan tak ada kesalahan penokohan. Bisa juga
minta tolong pada orang lain untuk memeriksanya.
Mari kita terus menulis. Pada awalnya tak perlu takut pada
kualitas. Jangan mencoba menjadi perfeksionis sebab sifat itu
ber- bahaya pada awal-awal pembelajaran. Apabila ingin
semuanya sempurna, kita menulis akan sangat berhati-hati dan
takut meng- ambil risiko. Mutu tulisan mungkin akan menjadi
lebih bagus, tetapi produktivitas kurang. Dalam sebulan,
barangkali kita hanya akan menghasilkan satu karya. Namun,
apabila menulis tanpa takut- takut, kita bisa menghasilkan tujuh
karya dalam sebulan, bahkan lebih. Hal itu menjadi lebih baik
sebab sesungguhnya kualitas bu- kan ditentukan oleh kehati-
hatian, melainkan ditentukan oleh se- berapa banyak kita
menulis.
Biasanya apabila penulis berusaha mengesankan pembaca,
karyanya justru terasa datar sebab kosakata indah dihambur-ham-
burkan sampai inti dari tulisan itu sendiri terkubur. Bisa juga
kita menggunakan teknik menulis terlalu banyak sehingga karya
tidak alami. Padahal yang terpenting dari suatu karya sastra adalah
emo- sinya. Lepaskan segala emosi kita saat menulis, niscaya
hasilnya akan terasa nyata dan hidup. Pembaca seolah-olah masuk
ke dalam dunia yang kita ciptakan.
Dalam menulis, upayakan jangan beri celah yang bisa
dikritik orang lain. Namun apabila mendapat kritik, kita terima
saja dengan lapang dada sebab seperti kata Putu Wijaya, “Tanpa
kritik, kesenian akan berpacu tanpa cemeti.” Kritik sebenarnya
sangat berguna sebab membuat karya sastra menjadi lebih
sederhana dan lebih jelas bagi pembaca. Karya sastra dibedah
sedemikian rupa, dibagi-bagi ke dalam fungsi yang mudah
dipahami, lantas diberi komentar positif dan negatif. Tak hanya
pembaca yang lebih ter-
66 Burung-Burung Kertas
buka pandangannya, sang penulis pun juga. Namun sebaiknya,
kita berhati-hati karena kritik adalah pedang bermata dua. Ada
sebagian orang yang mencoba menjatuhkan penulis dengan
kritik yang bukan-bukan sehinga tak perlu pedulikan kritik
semacam itu.
Kita bisa menjadi kritikus untuk karya kita sendiri. Baca
dengan keyakinan bahwa kita orang lain. Usahakan seobjektif
mungkin. Barangkali ada cerita yang menghibur bagi
sekelompok orang, tetapi menyinggung kelompok lainnya.
Ada kesulitan dan kemudahan dalam segala sesuatu, begitu
pula dalam menulis dan mencipta tokoh fiktif. Pada awalnya kita
memang sulit, tetapi jangan cepat menyerah! Sesungguhnya,
satu- satunya batasan yang ada ialah batasan yang dibuat sendiri
se- hingga dorong batas kemampuan kita lebih jauh, jangan
bersikap tak sabaran ataupun tamak. Sesuatu berhasil dilakukan
apabila kita fokus dan menjalaninya selangkah demi selangkah.
Dalam menulis karya sastra, kita mesti menciptakan tokoh
fiktif yang menarik agar orang-orang betah membacanya. Kita
dapat mengawali dengan mencari ide. Ide bisa ditemukan kapan
pun dan di mana pun, terutama dalam proses membaca.
Sebaiknya kita membaca karya sastra yang bermutu dan
menyerap segala pengetahuan darinya. Selanjutnya, kita
praktikkan menulis. Realisa- sikan tokoh fiktif kita ke dalam
cerita.
Biodata Penulis
Ratu Pandan Wangi. Tinggal lahir di di Jalan Lowanu Gang Dahlia UH VI /
686D Sorosutan, Yogyakarta. Saat ini Ratu Pandan Wangi kuliah di
Universitas Gadjah Mada, Jurusan Sastra Perancis. Hobinya membaca,
menulis dan melukis. Jika ingin berkorespondensi dengan Ratu Pandan
Wangi dapat menghubungi HP: 085743655818.
Burung-Burung Kertas 67
APLIKASI PINTAR TEBAKU
UNTUK MENINGKATKAN MINAT
BERBAHASA DAN BERSASTRA PADA
REMAJA
Sangga Hadi Pratama
Latar Belakang
Minat sastra dan bahasa di kalangan remaja masih sangat ren-
dah. Fakta ini didukung oleh beberapa survai yang dilakukan
lembaga kredibel dan pandangan dari beberapa ahli. Hal ini juga
disadari oleh objek yang bersangkutan, yaitu remaja itu sendiri.
Mereka merasa enggan untuk mendalami bahasa dan sastra. Se-
bagian dari mereka mungkin merasa prihatin dan sangat ingin
mengatasi masalah ini, karena mereka sendirilah yang mengerti
akan apa yang diinginkan dan dibutuhkan. Disadari atau tidak,
sesungguhnya banyak celah yang dapat dimanfaatkan untuk me-
ningkatkan minat bahasa dan sastra bagi remaja.
Kenyataannya, remaja di Indonesia saat ini lebih menggan-
drungi barang-barang elektronik impor yang dapat melakukan
banyak hal, seperti gadget, smartphone, maupun pc tablet. Namun di
antara produk gadget tersebut, smartphone-lah yang paling
jamak digunakan. Di era globalisasi yang serba dekat seperti
sekarang, alat-alat seperti di atas sudah umum dimiliki remaja di
Indonesia dan cukup ampuh untuk membuat ketagihan. Di dalam
gadget ter- dapat ribuan hiburan, pengetahuan, dan permainan
yang dikemas secara menarik sehingga membuat mereka tidak
dapat lepas dari- nya. Selanjunya, apakah premis “ketagihan
gadget” dapat diubah menjadi “ketagihan sastra dan bahasa”?
Di sinilah penulis ingin menggabungkan keduanya menjadi
inovasi yang mutakhir, atau bahkan belum ada dalam sejarah keba-
hasaan dan kesastraan di Indonesia. Sebuah aplikasi pintar yang
68 Burung-Burung Kertas
berisi materi-materi menarik tentang kebahasaan dan
kesastraan, tetapi tetap mendidik dan mampu memikat minat
muda-mudi Indonesia agar mencintai bahasa dan sastra
bangsanya sendiri. Selanjutnya, bagaimanakah rancangannya?
Hal tersebutlah yang akan penulis kupas di bagian selanjutnya.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang tersebut di atas, penulis menyebut-
kan beberapa masalah yang akan dibahas pada bagian
pembahasan, seperti bagaimana membuat remaja agar tertarik
dengan dunia bahasa dan sastra; aplikasi pintar seperti apa yang
mampu me- ningkatkan minat berbahasa dan bersastra remaja
Indonesia; dan fasilitas seperti apa yang akan ditanamkan pada
aplikasi tersebut untuk menarik minat bahasa dan sastra di
kalangan remaja.
Tujuan
Dengan dibuatnya karya tulis ini, penulis bertujuan
meningkat- kan minat berbahasa dan bersastra melalui cara yang
disukai oleh remaja Indonesia, kemudian menjadikan Balai
Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pelopor
dalam hal menjaring segmen remaja untuk peduli terhadap hal-hal
yang terkait dengan kebahasaan dan kesusastraan. Yang terakhir
adalah menjawab tan- tangan global akan kemudahan dalam
mengakses informasi, ter- lebih yang berhubungan dengan
kebahasaan dan kesusastraan Indonesia yang sangat kaya dan
beragam.
70 Burung-Burung Kertas
Lalu di manakah letak prestasi bahasa dan sastra? Ternyata
prestasi di bidang ini masih dipandang sebelah mata oleh banyak
pihak, padahal untuk berprestasi di bidang ini bukanlah perkara
mudah. Prestasi tersebut diperlukan pemahaman yang
mendalam dan holistik. Sebut saja prestasi di bidang pembuatan
esai, kita membutuhkan wawasan serta kemampuan tata bahasa
yang mum- puni. Jika tidak memiliki kelebihan, kita keluar sebagai
juara mung- kin hanya akan menjadi angan-angan belaka.
Sebuah pertanyaan akan muncul ke permukaan. Bagaimana
merangkul pemuda agar gemar mendalami bahasa dan sastra
Indonesia demi prestasi yang lebih cemerlang di masa yang akan
datang? Jawaban dari pertanyaan di atas telah dijawab oleh
perta- nyaan itu sendiri. Jika ingin membuat kawula muda
memiliki minat yang tinggi, kita harus “merangkul” mereka
dengan cara yang mereka sukai. Bagaimanakah cara yang
mereka sukai? Tentu saja dengan masuk ke dunia mereka
dengan mengikuti “tren” per- gaulan mereka. Bergaul di sini
berbeda dengan makna bergaul dalam arti yang sebenarnya.
Bergaul di sini berarti mengenal du- nianya dan mau menerima
kebiasaannya.
Pergaulan remaja pada beberapa tahun ini telah bergeser ke
pergaulan “awan” yang berbeda dengan satu dekade sebelumnya
yang lebih condong pada pergaulan “nongkrong”. Pergaulan
awan membuat remaja bisa tetap bersosialisasi dengan sesamanya
mes- kipun dengan jarak yang jauh dan mengurangi risiko yang
ada pada pergaulan “nongkrong”, seperti narkoba, perkelahian
remaja, dan maksiat. Hal inilah yang menjadi dasar penulis
berusaha untuk menjadikan pergaulan awan sebagai sarana
mempromosikan kesa- daran minat berbahasa dan sastra.
Selanjutnya, bagaimana caranya memanfaatkan tren ini? Apakah
mungkin Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atau
instansi yang terkait dengan kebahasaan dan kesastraan “turun
gunung” menjadikan momen ini sebagai titik balik di tengah
kekeringan sastra dan bahasa di kalangan remaja?
Survei yang dilansir Growth for Knowledge (GfK) pada tahun
2012 menunjukkan bahwa pengguna smartphone di Indonesia me-
nembus angka 13 juta orang dan diprediksi akan terus tumbuh
Burung-Burung Kertas 71
di
72 Burung-Burung Kertas
angka 20--50% setiap tahunnya sehingga pada akhir tahun 2013
jumlah pengguna smartphone akan menembus 20 juta orang dan
dari jumlah tersebut 38% penggunanya ternyata masih berusia
di antara 14--24 tahun.
Ini merupakan salah satu celah untuk merangkul mereka.
Me- manfaatkan banyaknya pengguna smartphone di usia belia
dengan membuat sebuah aplikasi yang dapat diunduh secara
gratis, me- narik, dan memiliki banyak manfaat. Selanjutnya, apa
nilai lebihnya jika kita menggunakan aplikasi pintar pada
smartphone dibanding- kan dengan menggunakan media promosi
lain?
Aplikasi di smartphone dapat diunduh secara gratis. Sesuatu
yang gratis, pada umumnya, dapat memikat khalayak ramai
untuk memilikinya. Inilah tujuannya, dengan aplikasi yang gratis,
diha- rapkan makin banyak pula remaja yang tertarik
mengunduh dan menggunakannya secara optimal. Aplikasi
pintar yang gratis ini penulis harapkan dapat menyasar semua
kalangan, termasuk ke- pada mereka yang tidak memiliki
perangkat yang memadai. Cara- nya adalah dengan
memasukkannya ke pembelajaran mata pelajar- an terkait, yaitu
Bahasa Indonesia. Peran guru pembimbing diper- lukan di sini
dengan mengikutsertakan aplikasi ini pada pem- belajaran
sehari-hari.
Biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat aplikasi
pintar ini juga terbilang sangat murah dan waktu pembuatannya
tidak terlalu lama. Cukup dengan membuat sebuah tim IT yang
kompe- ten di bidangnya masing-masing dan ditambah dengan
sedikit modal teknis, jadilah aplikasi impian ini dalam waktu
lebih kurang satu tahun. Namun, penulis berharap, dengan ide
dan konsep dasar yang sudah dituliskan dalam karya tulis ini,
waktu pembuatannya bisa dipercepat. Belum ditambah dengan
peluang iklan yang dapat disematkan pada aplikasi ini sehingga
dapat menjadi pemasukan secara kontinu bagi keberlangsungan
aplikasi dan tentunya untuk pengembang serta lembaga di
belakangnya. Selain itu, pembuatan aplikasi pintar lebih ramah
lingkungan karena tidak menggunakan banyak kertas. Penulis
juga bersedia terjun langsung ke dalam proyek ini jika
Burung-Burung Kertas 73
memungkinkan.
74 Burung-Burung Kertas
Selanjutnya, aplikasi pintar seperti apa yang dapat membuat
kawula muda tertarik dengan dunia sastra dan bahasa? Pertama,
aplikasi ini harus memberi kesan awal yang menarik dan
pengguna tidak menyadari bahwa sebenarnya ini adalah sebuah
aplikasi edukasi. Oleh karena itu, nama aplikasi pintar ini harus
unik dan menggoda sehingga dapat membimbing mereka untuk
mengun- duh dan mencobanya. Penulis pun menamai aplikasi
pintar ini dengan nama tebaku.
Tebaku adalah akronim dari tebak baku. Tebak baku adalah konten
andalan dari aplikasi ini. Inspirasinya ialah guru mata pelajaran
bahasa Indonesia di sekolah penulis yang melakukan kuis kata
baku dan tidak baku di kelas. Sayangnya, penulis dan teman-
teman mendapatkan nilai yang kurang memuaskan. Dari kejadian
di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa pengetahuan remaja
tentang kebahasaan dan kesastraan di Yogyakarta, khususnya,
masih cukup rendah sehingga sebuah permainan edukasi
mendesak untuk diwujudkan.
Tebaku harus memiliki identitas. Mengapa identitas? Tentu
agar aplikasi pintar ini memiliki sesuatu yang dapat diingat para
penggunanya, misalnya saja, tebaku memiliki sebuah maskot
yang menarik dan berjiwa muda, tetapi yang dimaksud identitas
di sini tidak hanya sebatas pada pembuatan maskot. Identitas
berarti ciri khas yang membuat aplikasi ini berbeda dengan
aplikasi lain- nya di smartphone yang umumnya hanya
menyajikan permainan, hiburan, berita, wawasan, dan
pengetahuan secara terpisah. Hal itu akan menjadi sangat hebat
jika tebaku mampu menyajikan semua elemen tersebut menjadi
satu aplikasi yang luar biasa. Itulah yang menyebabkan penulis
selalu menyebutkan Tebaku adalah sebuah aplikasi pintar, bukan
aplikasi biasa.
Tebak baku sebagai konten andalan dari aplikasi tebaku, harus
memiliki konsep yang kuat, mencakup bagaimana isi materinya,
teknisnya, dan lain sebagainya. Di sini, penulis akan
membahasnya secara detail ditambah dengan beberapa konten
pendukung lain yang tak kalah penting, seperti pencarian kata
baku, info unik bahasa dan sastra Indonesia, e-book downloader,
pedoman penulisan baku, dan forum diskusi. Tebak baku
Burung-Burung Kertas 75
merupakan sebuah permain-
76 Burung-Burung Kertas
an yang menyerupai kuis berperingkat. Teknis permainannya sa-
ngat sederhana. Pengguna akan dihadapkan pada beberapa
pilihan kata, bisa dua, tiga, atau lebih, yang salah satunya adalah
kata baku sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kita
tentu menyadari bahwa hingga sekarang masyarakat awam,
terutama remaja, masih bimbang tentang mana kata yang baku
dan mana yang tidak baku. Tentu dengan permainan sederhana
ini, mereka merasa tertantang untuk menguji sejauh mana
kemampuan mereka. Setelah memilih kata yang mereka anggap
benar, pengguna diha- ruskan menekan tombol OK untuk
mengetahui apakah jawaban mereka benar atau salah. Jika benar,
pengguna dapat melanjutkan permainan ke babak berikutnya.
Namun, jika salah, pengguna tidak dapat melanjutkan permainan
ke babak berikutnya.
Sesuai dengan tujuan penulis, aplikasi pintar tebaku tidak boleh
hanya sekadar mengedepankan sisi hiburan. Di mana letak aspek
edukasinya? Setelah pengguna yang gagal melanjutkan
permainan ke babak berikutnya, maskot tebaku, sebut saja
dengan nama Ku- baku (singkatan dari Aku Bangga Berbahasa
Baku) akan memberi- kan penjelasan, mengapa jawaban yang
dipilih pengguna salah, dan mengapa jawaban yang benar adalah
jawaban yang lain dengan menyertakan analisisnya.
Sedikit “obat candu” diperlukan agar aplikasi ini semakin ba-
nyak diminati. Karena permainan ini bertemakan kuis berpering-
kat, peringkat para penggunanya wajib disajikan. Dengan
mendaf- tar sebagai member tebaku, pengguna akan terdaftar dan
tercatat pada server. Server akan mencatat bagaimana
perkembangan level dan skor dari para pengguna. Semakin tinggi
level dan skor peng- guna tersebut, makin tinggi pula
peringkatnya. Perlu penulis informasikan pula bahwa kriteria
skor adalah seberapa banyak pengguna mampu menjawab soal
tebaku dengan benar, sedangkan level ditentukan berdasarkan
seberapa cepat pengguna mampu menyelesaikan kuis tebaku.
Semakin cepat pengguna menyelesaikan- nya, semakin tinggi pula
levelnya.
Dengan adanya sistem ranking ini, penulis memprediksi
akan terjadi persaingan untuk memperebutkan peringkat tebaku
Burung-Burung Kertas 77
secara paralel. Akibatnya, pengguna setia tebaku akan terus
mengasah
78 Burung-Burung Kertas
dirinya untuk lebih banyak mengenal kata-kata baku. Sistem
ranking seperti ini tentunya akan menjadikan para penghuni pe-
ringkat teratas memiliki tingkat ketenaran yang tinggi.
Ketenaran merupakan satu dari beberapa hal yang ingin dimiliki
remaja Indonesia.
Setelah ranking ditentukan, perlu rasanya memberikan apre-
siasi kepada jawara tebaku setiap periodenya. Apresiasinya
dapat berupa apa saja, tetapi penulis merekomendasikan untuk
tidak memberikan hadiah berupa uang. Akan lebih baik, hadiah
tersebut berupa buku pembelajaran yang mendukung program
peningkatan kemampuan berbahasa dan sastra.
Konten berikutnya dari aplikasi pintar tebaku masih berhu-
bungan dengan kata baku dan tidak baku. Konten ini cukup mirip
dengan search engine terkemuka di dunia, google.com. Akan
tetapi, konten ini dikhususkan untuk mengetahui kata mana yang
baku dan tidak baku, misalnya saja, pengguna aplikasi pintar tebaku
ingin mengetahui apakah kata “jaman” merupakan kata baku
atau bu- kan, pengguna tersebut cukup mengetikkan kata
“jaman” di dalam tempat yang disediakan. Setelah selesai, server
akan mengeluarkan jawaban bahwa kata yang ia masukkan
adalah tidak baku disertai dengan penjelasannya. Secara umum,
konten yang satu ini lebih mirip dengan kamus elektronik dan
sejenis dengan games tebak baku, hanya saja sisi permainannya
dihilangkan. Oleh karena itu, penulis memberikan nama cari
baku untuk konten ini.
Tampaknya konten aplikasi tebaku masih terlalu sedikit.
Oleh karena itu, penulis masih memiliki beberapa konten lainnya,
seperti infoku. Infoku adalah sebuah media dalam tebaku yang
menyajikan info-info unik dari dunia kebahasaan dan kesastraan,
baik di Indo- nesia maupun mancanegara, misalnya saja,
penelitian-penelitian di dunia tentang kebahasaan yang
membuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang
paling mudah untuk dipelajari ka- rena di dalamnya tidak
mengandung kata kerja bentuk aktual, lampau, dan sebagainya.
Dapat pula berupa kisah berwawasan, cerita inspiratif, motivasi,
ataupun sejarah kebahasaan dan kesas- traan yang ada di
Indonesia, seperti tokoh Taufiq Ismail merupa- kan seorang
Burung-Burung Kertas 79
penyair dua era, yaitu angkatan 66 dan reformasi.
80 Burung-Burung Kertas
Setelah infoku, masih ada e-book downloader. E-book
downloader adalah fasilitas bagi para pengguna setia tebaku
berupa kumpulan buku elektronik gratis yang dapat diunduh.
Untuk menambah tantangan disediakan buku-buku elektronik
baru yang berkualitas. Namun, untuk mengunduhnya, pengguna
diharuskan menjawab pertanyaan atau kuis yang berkaitan dengan
wawasan bahasa dan sastra. Pengguna yang hendak membaca
buku elektronik tersebut lantas akan mencari tahu jawabannya.
Akibatnya, pengetahuan dan wawasan pengguna tebaku pun
akan bertambah.
Untuk menyelesaikan masalah rendahnya pengetahuan akan
bahasa dan sastra yang benar, pedoman penulisan karya tulis atau
sastra wajib dimasukkan. Hal ini dilakukan karena referensi yang
ada di setiap buku berbeda-beda. Akan lebih indah, panduan ber-
bahasa dan bersastra di Indonesia dapat lebih terperinci melalui
aplikasi tebaku ini sehingga ke depannya kesalahan dalam penulisan
karya tulis dapat dikurangi, atau bahkan dihilangkan.
Konten terakhir, agar pengguna tebaku tidak kehilangan
wak- tunya untuk bersosialisasi, perlu rasanya kita memberikan
sebuah forum diskusi. Forum ini tidak hanya bermanfaat dalam
berdiskusi tentang bahasa dan sastra, tetapi juga tentang topik
pelajaran lain yang ada di sekolah ataupun kampus. Penulis
berharap bahwa tebaku dapat dijadikan sebagai “jujukan”
aplikasi berkualitas dan mendidik karena memiliki fasilitas
edukasi yang lengkap.
Penutup
Sebagai penutup, penulis akan menggarisbawahi hal-hal
yang menjadi jawaban dari rumusan masalah bahwa untuk
membang- kitkan minat remaja Indonesia untuk bahasa dan sastra
tidak cukup hanya dengan cara konvensional. Cara luar biasa dan
modern ha- rus dilakukan, yaitu dengan cara merebut hati
mereka dan mema- suki dunia mereka. Langkah ini dapat
dilakukan dengan aplikasi pintar yang telah penulis kemukakan di
bagian analisis. Fasilitasnya pun dibuat sedemikian rupa agar
lebih menarik karena kami re- maja Indonesia yang aktif,
dinamis, kreatif, dan penuh energi. Kami akan menyambut
Burung-Burung Kertas 81
dengan baik kehadiran aplikasi pintar ini karena tebaku sesuai
dengan jiwa muda kami.
82 Burung-Burung Kertas
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih memiliki
banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang
membangun akan sangat bermanfaat bagi penulis ke depannya.
Adapun sebagai saran, penulis berharap pihak-pihak terkait
dapat membantu terwujudnya aplikasi edukasi ini. Semoga karya
tulis ini dapat diteliti lebih lanjut agar ke depannya dapat menjadi
lebih sempurna. Jika nantinya aplikasi pintar ini dapat terwujud,
kekurangan penulis-penulis lain dalam menyusun karya tulis
dapat dikurangi.
Biodata Penulis
Sangga Hadi Pratama. Tinggal di Jalan Sidokabul No. 32 031/008,
Sorosutan, Umbulharjo, Yogyakarta. Saat ini Sangga Hadi Pratama sekolah di
SMA Negeri 2 Yogyakarta. Jika ingin berkorespondensi dengan Sangga Hadi
Pratama dapat menghubungi HP: 083840053737, pos-el:
sanggapratama@gmail.com.
Burung-Burung Kertas 83
PERSPEKTIF: KEBUDAYAAN SEBAGAI ASET
PEMBANGUNAN
Sri Mulyani
84 Burung-Burung Kertas
sebagai modal untuk bersatu.
Burung-Burung Kertas 85
Perbedaan tidak menjadi alasan alasan untuk tidak bersatu, karena
bersatu bukan berarti sama.
Menyesuaikan karakteristik yang beragam, sifat pemerintahan
Indonesia yang semula sentralistik kini menjadi desentralistik.
Desentralisasi ini, selain hak untuk mengelola daerahnya sendiri,
juga diikuti oleh desentralisasi fiskal dari pusat ke daerah.
Daerah memiliki hak otonom. Pelaksanaan otonomi daerah,
sejak Januari 2001, sejalan dengan pembangunan nasional melalui
pembangunan daerah untuk meningkatkan kemandirian daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah sebagai amanat UUD 1945,
baik secara konstitusional maupun legal, diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pe- layanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat. Dalam pen- jelasan UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa melalui otonomi luas
daerah diharapkan mam- pu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip de- mokrasi, pemerataan keadilan,
keistimewaaan dan kekhususan, serta potensi dan
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Berbagai potensi alam, sosial, budaya di daerah diharapkan
dapat dikelola secara maksimal dengan adanya hak otonomi ter-
sebut. Akan tetapi, sebagian besar daerah di Indonesia relatif masih
bergantung pada dana perimbangan dari pemerintah pusat. Hal
ini dapat dilihat dari komponen pemasukan APBD. Artinya, dae-
rah belum optimal melakukan pembangunan daerah. Penyebab
pertama ialah daerah belum menemukan potensinya untuk dike-
lola. Kedua, daerah tidak mengetahui cara mengelola potensinya.
Perdagangan, pertanian, peternakan, dan pertambangan me-
rupakan potensi fisik-alam yang mudah terlihat. Namun, belum
banyak daerah yang memperhatikan potensi budaya daerahnya
dan mengelolanya menjadi manuver ampuh untuk pembangunan
daerah. Beberapa daerah memang telah memberikan wadah bagi
budayanya, tetapi belum tahu cara memberikan nilai terhadap bu-
dayanya tersebut untuk “dijual”.
86 Burung-Burung Kertas
Kebudayaan: Hilang atau Termarjinalkan?
Kebudayaan memiliki arti luas yang terdiri atas hal-hal yang
bersifat tangible dan intangible. Definisi kebudayaan paling tua
dikemukakan oleh Taylor, yaitu bahwa kebudayaan adalah kese-
luruhan aktivitas-aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, keper-
cayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan lain.
Koentjaraningrat menyebutkan tiga macam perwujudan
kebudaya- an, yaitu 1) kebudayaan sebagai kompleks ide,
gagasan, nilai, nor- ma dan peraturan; 2) kebudayaan sebagai
suatu kompleks aktivi- tas kelakuan berpola manusia dan
masyarakat; dan 3) benda-benda sebagai karya manusia. Dengan
demikian, pada dasarnya kebuda- yaan melekat pada diri
manusia. Eksistensi kebudayaan akan selalu ada seiring dengan
berlangsungnya kehidupan manusia. Kebudayaan menjadi
simbol dan tingkat peradaban umat manu- sia yang akan
berubah dan berkembang seiring perubahan zaman. Namun
demikian, pengertian kebudayaan berbeda dalam masyarakat
yang masih awam kebudayaan. Pertama, ketika men- dengar
“budaya” atau “kebudayaan” apa yang terlintas dipikiran adalah
seni pertunjukan, hiburan tradisonal, dan barang-barang kuno.
Kebudayaan didudukkan sebagai tontonan dilihat sebagai
sarana relaksasi dari penat dan lelah. Kebudayaan seolah-olah
ha- nya memiliki nilai seni dan estetika walaupun beberapa
pihak terkadang berupaya menggali dan mempertahankan nilai
filosofis
dari kebudayaan.
Diakui ataupun tidak, kebudayaan merupakan bidang nomor
sekian dalam pembangunan. Pembangunan dan pengembangan
kebudayaan tetap ada, tetapi belum menjadi prioritas. Bukan salah
satu pihak atau pihak lain, kondisi perekonomian dan
perpolitikan Indonesia masih rentan, demikian juga dengan
pendidikan. Akan tetapi, kesedihan sebenarnya ialah tidak
sedikit pihak apatis ter- hadap keberadaan budaya Indonesia.
Kebudayaan belum dipan- dang sebagai jalan. Dalam sepeda,
mungkin kebudayaan adalah satu dari sekian banyak sekrup,
keberadaannya tidak terlihat, ke- tiadaannya dalam jangka
Burung-Burung Kertas 87
pendek tidak terasa. Akan tetapi, dengan sekrup itulah
sebenarnya roda dapat terbaut dengan kuat, sepeda
88 Burung-Burung Kertas
akan lebih tangguh dan cepat menapaki, bahkan jalan terjal dan
curam.
Ketiga, yang paling tragis adalah ketika kebudayaan itu
hilang, tidak diketahui, dan dilupakan. Permasalahan mendasar
kebudaya- an di Indonesia adalah keberadaan budaya yang mulai
terancam keberlangsungannya. Insentif yang relatif rendah dan
pandangan miring bagi pelaku budaya menjadikan keengganan
tersendiri un- tuk terjun dalam bidang kebudayaan. Pelestari
budaya dan buda- yawan yang tertinggal hanyalah orang-orang
yang benar-benar peduli dan cinta dengan kebudayaannya. Hal
ini diperparah de- ngan semakin kerasnya tuntutan hidup di era
globalisasi dan kema- juan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kedua hal tersebut cukup hebat mengalihkan perhatian sebagian
besar masyarakat terhadap kebudayaan.
Singkat kata, kebudayaan belum dipandang sebagai sesuatu
yang penting. Jika itu tanaman, kebudayaan belum memiliki
tempat pasti untuk tumbuh sehingga tak akan berbuah. Yang
harus dila- kukan adalah menentukan quo vadis kebudayaan
sebelum kebuda- yaan benar-benar tak dikenal.
Burung-Burung Kertas 89
menjadi aset dan
90 Burung-Burung Kertas
sumber daya perekonomian. Kekayaan budaya Indonesia
beragam dan berlimpah, mulai dari budaya Aceh sampai budaya
Papua, dan apabila didaftar akan mencapai ratusan budaya.
Tidak perlu bermuluk-muluk untuk menjadikan kebudayaan
sebagai golden manuver bagi pembangunan nasional, tetapi setidak-
nya tahu cara mengelola kebudayaan, lebih lagi mengelola
kebuda- yaan agar menjadi aset dalam pembangunan. Jangan
sampai kedua kalinya Indonesia mengalami Dutch Disease.
Dutch Disease merupakan sintesis yang polpuler untuk
meng- gambarkan paradoks pertumbuhan yang lamban di
negara yang kaya sumber daya alam. Kelambanan ini disebabkan
negara tidak mampu mengelola sumber daya alamnya. Sumber
daya alam Indo- nesia yang melimpah belum bisa mendatangkan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat.Sebagian besar kekayaan alam
Indonesia dinikmati oleh negara lain yang baru disadari ketika
sumber daya alam ter- sebut hampir habis.
Di tengah kebingungan menipisnya sumber daya alam,
sudah saatnya untuk menggali, mengelola, dan mengembangkan
sumber daya budaya di Indonesia. Jangan sampai kebudayaan
Indonesia yang banyak dan beragam baru disadari
kebermanfaatnya setelah hampir hilang. Kebudayaan potensial
sebagai aset dalam pemba- ngunan. Terlebih dunia internasional
telah cukup mengenal dan ‘memandang’ kebudayaan dan
kesenian Indonesia. Sebagai aset pembangunan kebudayaan
memiliki peran pendukung pengem- bangan pariwisata daerah
dan nasional. Kebudayaan berperan sebagai daya tarik wisata.
Apabila dipadukan dengan keeksotisan bentang alam dan sosial
Indonesia akan tercipta wisata terpadu di Indonesia dalam skala
daerah maupun nasional.
Hal senada pun diungkapkan oleh Gita Wirjawan, Menteri
Perdagangan Indonesia, “Indonesia memiliki banyak desainer,
se- niman, arsitek, artis panggung, musisi, produser, dan
sutradara berkelas internasional. Berbagai produk khas
Indonesia, seperti batik, songket Palembang, patung Bali, produk
unik dari Papua, berbagai kreasi seni Jawa Barat, dan mebel
Jepara bahkan telah diakui mancanegara.” Hal tersebut
memberikan optimisme bahwa seni dan budaya dapat dijadikan
Burung-Burung Kertas 91
sebagai salah satu alternatif yang
92 Burung-Burung Kertas
strategis untuk menjawab permasalahan dasar jangka pendek dan
menengah antara lain tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan,
dan daya saing industri di Indonesia.
Pengelolaan kebudayaan nasional-daerah untuk mendongkrak
pembangunan akan sejalan dengan upaya pemerintah mengem-
bangkan ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif merupakan bagian inte-
gratif dari pengetahuan yang bersifat inovatif, pemanfaatan tekno-
logi secara kreatif, dan budaya. Pertama adalah pengembangan
ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya, meliputi perfilman, seni
rupa, industri musik, dan seni pertunjukkan. Kedua ekonomi
kreatif bebasis media, desain dan iptek yang meliputi media, de-
sain, arsitektur, dan fashion. Pengembangan ekonomi kreatif ini
ditujukan untuk pengelolaan kebudayaan nasional-daerah untuk
mendongkrak pembangunan akan sejalan dengan upaya
pemerin- tah mengembangkan ekonomi kreatif.
Pemberdayaan kebudayaan sebagai daya dukung dalam ke-
rangka pembangunan nasional, tahap yang pertama kali perlu
dila- kukan adalah inventarisasi kebudayaan nasional/daerah.
Cassier membagi kebudayaan dalam lima aspek, yaitu: 1)
kehidupan spi- ritual, 2) bahasa dan kesustraan, 3) kesenian, 4)
sejarah, dan 5) ilmu pengetahuan. Pendataan ini akan lebih
efisien jika dilakukan dalam tingkat daerah. Dalam inventarisasi,
kebudayaan diklasifi- kasikan berdasarkan kelima kategori
tersebut di atas. Data nanti- nya akan dikompilasi secara
nasional. Meskipun demikian, daerah tetap memiliki arsip
potensi budayanya sendiri demi kepentingan perencanaan
pembangunan daerah.
Tahap kedua adalah pemilihan skala prioritas. Prinsip
pengem- bangan kebudayaan tersebut adalah kedaerahan,
dengan tujuan untuk menciptakan icon daerah sebagai sarana
promosi pariwisata daerah. Akan tetapi, dimungkinkan pemilihan
aspek kebudayaan untuk dikembangkan dalam skala nasional.
Penetapan skala priori- tas aspek kebudayaan mana yang akan
dikembangkan diselaraskan dengan 1) rencana pembangunan
daerah jangka panjang dan atau menengah (RPJPD/RPJMD). 2)
Masterplan pengembangan daerah,
3) analisis SWOT, dan 4) analisis biaya manfaat.
Burung-Burung Kertas 93
Tahap ketiga adalah rehabilitasi dan revitalisasi aspek budaya
yang telah dipilih untuk menjadi prioritas pengembangan. Proses
ini disertai koordinasi pengembangan kebudayaan dengan
bidang lain yang juga akan dikembangkan daerah, misalnya
ekonomi, pariwisata, dan pendidikan. Tahap terakhir adalah
finishing, aspek kebudayaan yang telah berhasil direhabilitasi dan
direvitalisasi kemudian dikembangkan dengan dipadukan
dengan wisata lain, misalnya wisata alam dan kuliner. Upaya ini
dilalukan untuk men- dukung terwujudnya wisata terpadu.
Apabila sudah mapan, dapat dikembangkan aspek kebudayaan
yang lain.
Pengelolaan kebudayaan oleh daerah pada dasarnya menye-
suaikan sistem pemerintahan Indonesia yang desentralistik. Dalam
otonomi daerah tata kelola otonomi secara makro menghendaki
interaksi atau kompatibilitas diantara pemerintah (public), swasta
(private) dan masyarakat (community). Dengan demikian, pengelo-
laan kebudayaan di daerah harus bersifat pemberdayaan dengan
masyarakat dan komunitas berperan sebagai subjek, sedangkan
pemerintah berperan sebagai fasilitator. Kebudayaan digali dari
masyarakat, oleh masyarakat sendiri, dan dikelola masyarakat
sehingga hasilnya pun akan dinikmati oleh masyarakat.
Simpulan
Indonesia sebagai bangsa yang besar, luas, dan majemuk me-
rupakan negara yang kaya sumber daya alam untuk
pembangunan. Akan tetapi, disadari oleh pendiri bangsa, potensi
besar yang dimi- liki Indonesia juga merupakan tantangan yang
juga bisa menjadi ancaman. Ductch disease yang pernah dialami
Indonesia tidak perlu terulang. Kekayaan alam yang melimpah di
Indonesia hampir hi- lang tanpa banyak rakyat Indonesia yang
menikmatinya. Ketidak- mampuan mengelola menjadikan
sumber daya alam seolah tidak berguna bagi pembangunan
nasional.
Selain keanekaragaman alam dan sumber dayanya,
Indonesia memiliki keberagaman kebudayaan. Di tengah
menipisnya sumber daya alam Indonesia, sudah saatnya
94 Burung-Burung Kertas
kebudayaan diberdayakan sebagai aset pembangunan.
Pemberdayaan ini akan sejalan dengan
Burung-Burung Kertas 95
upaya pemerintah mengembangkan ekonomi kreatif sebagai
pendukung pengembangan pariwisata.
Tahap pertama yang perlu dilakukan adalah inventarisasi
kebudayaan nasional/daerah dan mengategorikan dalam lima
aspek, yaitu: 1) kehidupan spiritual, 2) bahasa dan sastra, 3)
kese- nian, 4) sejarah, dan 5) ilmu pengetahuan. Tahap kedua
adalah pemilihan skala prioritas dengan mempertimbangkan 1)
rencana pembangunan daerah jangka panjang dan atau
menengah (RPJPD/ RPJMD). 2) Masterplan pengembangan
daerah, 3) analisis SWOT, dan 4) analisis biaya manfaat. Tahap
ketiga adalah rehabilitasi dan revitalisasi aspek budaya yang
telah dipilih untuk menjadi prioritas pengembangan.
Pengelolaan kebudayaan ini dilakukan dengan prinsip pem-
berdayaan masyarakat dengan melibatkan pemerintah (public),
swasta (private) dan masyarakat (community). Swasta berperan
sebagai generator, masyarakat sebagai aktor, sedangkan
pemerin- tah sebagai fasilitator. Kebudayaan digali dari
masyarakat, oleh masyarakat, diolah masyarakat, dan akhirnya
kembali ke ma- syarakat untuk peningkatan kesejahteraan.
Kebudayaan selalu ada mengiringi kehidupan masyarakat
sehingga sebagai aset bagi pem- bangunan nasional, kebudayaan
adalah sumber daya yang tidak akan pernah habis.
Biodata
Sri Mulyani tinggal di Manukan RT 03, Sendangsari, Pajangan, Bantul. Saat
ini Sri Mulyani kuliah Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah
Mada. Jika ingin berkorespondensi dengan Sri Mulyani dapat menghubungi
pos-el: mulyanisri729@gmail.com, atau sri.mulyani.tw@mail.ugm.ac.id
96 Burung-Burung Kertas
FIKSI MINI:
KREATIVITAS SASTRA YANG TIDAK BIASA
Muhammad Ikhwan Anas
Pendahuluan
Fiksi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memiliki
arti: bagian dari sastra yang berupa cerita rekaan atau tidak
berdasar- kan kenyataan, sedangkan mini memiliki arti: kecil,
sedikit. Apabila kedua kata tersebut digabung, pengertian baru
akan terbentuk, yaitu fiksi mini. Fiksi mini adalah kisah fiksi yang
hanya terdiri beberapa kalimat saja, tidak lebih dari satu
paragraf, tetapi sudah memiliki isi cerita.
Fiksi mini memiliki sejarah sangat panjang. Sejauh yang
telah diketahui, dimulai oleh kisah fabel yang ditulis oleh Aesop
(620-- 560 SM) yang berbentuk cerita mini, tetapi sudah mampu
bercerita dalam kependekannya. Timur Tengah, terutama kisah-
kisah sufi memiliki cerita mini yang tak kalah populer, berbentuk
anekdot- anekdot, seperti Narsuddin ataupun Abunawas.
Tiongkok me- miliki fiksi mini Zen yang sering dianggap lebih
menggugah dari- pada tuturan panjang yang sudah ada. Pada
tahun 1920, seorang penulis Amerika, Ernest Hemingway
menantang temannya bahwa dia bisa menulis cerita utuh hanya
dalam enam kata, dan dia me- nyatakan bahwa tulisan tersebut
adalah karya terbaiknya.
Fiksi mini berkembang di semua negara, dalam bahasa Inggris
kita mengenalnya sebagai flash fiction, sudden fiction ataupun micro
fiction, bahkan Sean Borgstrom melontarkan istilah lainnya, yaitu
nanofiction. Dalam bahasa Perancis dikenal sebagai nouvelles, orang
Jepang menyebutnya “cerita telapak tangan” hal ini tidak lain
dise- babkan karena fiksi mini cukup apabila dituliskan pada
Burung-Burung Kertas 97
telapak
98 Burung-Burung Kertas
tangan kita. Ada juga istilah lain seperti postcard fiction karena
kisah ini cukup untuk dituliskan di selembar kartu pos.
Fiksi mini bisa dibilang layaknya kalimat iklan: padat,
singkat dan memiliki “efek” yang seringkali melebihi karya sastra
yang lebih panjang. Seperti dikutip dari Cortazar, perbandingan
novel, cerpen, dan fiksi mini bisa diumpamakan: novel seperti
pertan- dingan tinju dua belas ronde, cerpen seperti
pertandingan tinju dengan jumlah ronde lebih sedikit dan
berakhir KO atau TKO, sedangkan fiksi mini bisa digambarkan
sebagai pukulan telak yang langsung menyebabkan lawan KO
pada kesempatan pertama.
Sebegitu hebatkah fiksi mini? Apakah fiksi mini bisa disebut
sebagai kisah fiksi? Apakah fiksi mini bisa diaplikasikan di
sekolah? Berapa batasan fiksi mini? Adakah wadah untuk penulis
fiksi mini di Indonesia? Bersumber dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut, esai ini akan menguraikan “fiksi mini” lebih jelas.
Burung-Burung Kertas 99
memiliki
10 Burung-Burung Kertas
0
awal, tengah dan akhir dengan berbagai unsur seperti plot,
tokoh, penokohan, suasana, konflik, dan penyelesaian.
Ernest Hemingway yang disebut sebagai pembangkit fiksi
mini modern pernah mengungkapkan, “Cerita fiksi itu cuma
enam kata. Selebihnya hanya imajinasi.” Hemingway menyatakan
bahwa hal itu tidak lain karena didasarkan pada karyanya yang
lahir berkat sikapnya menantang temannya bahwa dia bisa
menciptakan sebuah karya fiksi utuh hanya dengan beberapa
kata saja. Mari kita simak fiksi mini yang dimaksud:
FOR SALE: Baby shoes, never worn.
(DIJUAL: sepatu bayi, tidak pernah dipakai)
Burung-Burung Kertas 10
1
kalimatnya, fiksi mini menjadi salah satu sastra yang juga sangat
efektif berperan sebagai sebuah media penyampai pesan.
Mari kita simak dua fiksi mini yang di-tweet oleh akun twitter
@sandiskanok dan @rkzvberikut ini:
UDIN
“Bu, si Udin mau dikubur kapan?”
“Setelah UN-nya selesai, Pak Haji.” Oleh @sandiskanok
DI KANTOR POLISI
“Saya mau lapor kehilangan,
Pak.” “Kehilangan apa, Mas?”
“Kepercayaan!” Oleh @rkzv
10 Burung-Burung Kertas
2
Lalu, tema apa yang sering dituliskan? Masalah kritik kepe-
mimpinan dan ketidakadilan sampai sekarang masih menjadi
salah satu topik terlaris untuk ditulis dalam bentuk fiksi mini.
Berikut ini beberapa fiksi mini yang menggunakan tema
tersebut:
MALAM DITIADAKAN
“Supaya presiden kalian cepat ketemu,” kata Tuhan.
Oleh: @sepertihidup_
10 Burung-Burung Kertas
4
pada17 Maret 2010 oleh Agus Noor (sastrawan dari Yogyakarta)
bersama Eka Kurniawan dan Clara Ng yang bertindak sebagai
moderator.
Salah satu pencapaian terbesar @fiksimini adalah berhasil
menggaet lebih dari 132 ribu followers, di mana jumlah fantastis
tersebut termasuk sangat jarang dimiliki akun yang berfokus pada
sastra. Fiksi mini di Indonesia ini rutin melempar topik baru untuk
kemudian ditanggapi pengikutnya dengan menggunakan tweet
ber- isi fiksi mini. Contoh kicauan tentang usulan topik sebagai
berikut.
@fiksimini: Hai fiksiminier, presidennya sudah
ditemukan? Mungkin dia ada di balik imajinasimu. Ayo
temukan.
Burung-Burung Kertas 10
5
Gambar 2 dan 3. Gathering @fiksimini
Penutup
Sebagai bagian dari sastra dan juga memiliki fungsi media
penyampai pesan, fiksi mini berhasil bertahan dan semakin ber-
kembang. Fiksi mini bisa ditulis dan dinikmati siapa saja, apa pun
latar belakang sosial, profesi, ataupun umurnya. “Hampir di
semua kota-kota besar ada komunitas fiksiminiers, termasuk di
Bandung. Tak hanya yang aktif mengirim tulisan ke @fiksimini
saja, tetapi penikmat (yang hanya sekadar membaca timeline
fiksimini-red) saja juga bisa ikutan,” ujar Michan, salah satu anggota
aktif @FmersBdg. Selain keaktifan di dunia maya, fiksi mini juga
telah banyak merambah dunia cetak. Ini tentu saja memberi
napas segar bagi sastra Indonesia dan dunia karena bisa lebih
mengenalkan pada masyarakat yang belum terbiasa dengan
bentuk sastra yang satu ini sehingga khalayak luas mengetahui
bahwa bentuk sastra po- puler yang ada tidak hanya puisi,
novel, dan cerpen, tetapi fiksi mini juga dapat mengambil peran.
Di sekolah pun, guru bisa ber-
inisiatif memasukkan fiksi mini ke dalam materi pelajaran.
Tidak semua orang mampu menulis panjang dan
menyelesai- kan naskah cerita, tetapi semua orang bisa menulis
fiksi mini. Pen- dapat ini sejalan dengan Agus Noor, pencetus
@fiksimini yang per- nah menuliskan 14+1 Diktum Fiksimini pada
tahun 2010:
Diktum Fiksimini 1: Menceritakan seluas mungkin dunia,
dengan seminim mungkin kata. Diktum Fiksimini 2: Ibarat
dalam tinju, fiksimini serupa satu pukulan yang telak dan
menohok. Diktum Fiksimini 3: Kisahnya ibarat lubang kun-
ci, yang justru membuat kita bisa “mengintip” dunia
10 Burung-Burung Kertas
6
secara berbeda. Diktum Fiksimini 4: Bila novel
membangun du-
Burung-Burung Kertas 10
7
nia. Cerpen menata kepingan dunia. Fiksimini
mengganggu- nya. Diktum Fiksimini 5: Fiksimini yang kuat
ibarat granat yang meledak dalam kepala kita. Diktum
Fiksimini 6: Ia bisa berupa kisah sederhana, diceritakan
dengan sederhana, tetapi selalu terasa ada yang tidak
sederhana di dalamnya. Diktum Fiksimini 7: Alurnya
seperti bayangan berkelebat, tetapi membuat kita terus
teringat. Diktum Fiksimini 8: Serupa permata mungil
yang membiaskan banyak cahaya, kita terus terpesona
setiap kali membacanya. Diktum Fiksi- mini 9: Seperti
sebuah ciuman, fiksimini jangan terlalu se- ring diulang-
ulang. Diktum Fiksimini 10: Bila puisi meng- olah bahasa,
fiksimini menyuling cerita, menyuling dunia. Diktum
Fiksimini 11: Ia tak semata membuat tawa. Karena ia adalah
gema tawanya. Diktum Fiksimini 12: Kau kira fiksimini
ialah kolam kecil, tapi kau tak pernah mampu men- duga
kedalamannya. Diktum Fiksimini 13: Di ujung kisah- nya:
kita seperti mendapati teka-teki abadi yang tak bertepi.
Diktum Fiksimini 14: Pelan-pelan kau menyadari, ia sebu-
tir debu yang mampu meledakkan semesta. Diktum
Fiksi- mini Terakhir: Lupakan semua diktum itu. Mulailah
menulis fiksimini!
Daftar Bacaan
Tim Penyusun Kamus. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi
Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Biodata Penulis
Muhammad Ikhwan Anas. Tinggal di Dhuri, RT 05/20, Tirtomartani,
Kalasan, Sleman. Saat ini Muhammad Ikhwan Anas kuliah di Universitas
Gadjah Mada, Jurusan Ilmu Komunikasi. Jika ingin berkorespondensi
dengan Muhammad Ikhwan Anas dapat menghubungi HP: 081904008875.-
10 Burung-Burung Kertas
8
EKSPANSI BUDAYA: LUNTURNYA
KEBUDAYAAN ASLI INDONESIA
Alfiani Dyah Kurnia Sari
Burung-Burung Kertas 11
1
Globalisasi budaya identik dengan budaya pop dan postmo-
dernisme yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah. Budaya pop
awalnya merupakan hegemoni budaya Barat (terutama
Amerika), ditandai dengan merebaknya gaya hidup Amerika
melalui industri budayanya seperti musik, olahraga, fastfood,
mode pakaian, dan film-film Amerika di seluruh dunia. Namun,
kondisi ini pun tidak selalu statis. Sesuai sifatnya yang fleksibel
dan berubah-ubah, bu- daya pop menjadi sangat terbuka untuk
diisi oleh budaya mana pun. Globalisasi budaya memungkinkan
dibukanya kelas-kelas yoga di New York dan restoran sushi di
Kuwait. Peran media massa yang semakin canggih dalam
menyebarkan informasi men- jadikan proses ini makin cepat,
dengan persinggungan antarbudaya yang mengalir deras
melahirkan variasi kebudayaan yang sangat beragam. Dalam
situasi seperti ini, pilihannya hanya mempenga- ruhi atau
dipengaruhi. Jika kita tidak mampu menghindar dari pengaruh,
mengapa kita tidak ikut memberi pengaruh? Sudah saatnya
kita bersikap serius untuk terjun dalam globalisasi budaya dan
turut membawa kebudayaan negara Indonesia kepada dunia.
Yang harus kita tentukan pertama kali adalah definisi kebuda-
yaan asli negara kita sendiri. Apa itu budaya asli Indonesia?
Batik, angklung, wayang, mandau, tari saman, gotong royong,
paguyub- an, nagari, apa pun itu, daftarkan satu per satu baik
budaya tradisi maupun kontemporer, baik budaya konkret maupun
abstrak. Sebe- lum mulai menyebarkan budaya, kita perlu
mengenali dulu budaya kita. Ini penting terutama ketika kita
berurusan dengan masalah
hak cipta, kekayaan intelektual dan kekayaan budaya.
Budayawan Jepang, Yamada Shoji, mengatakan bahwa ada
dua hal yang bertentangan dalam budaya, yakni perilaku “memi-
liki” sekaligus “menyebarkan”. Pernyataan ini kita temukan
tatkala terjadi saling klaim atas suatu budaya seperti yang negara
kita alami akhir-akhir ini dengan negara Malaysia. Ini menjadi
satu kesulitan tersendiri karena di satu sisi kita semestinya
bangga terhadap luasnya penyebaran budaya kita, tetapi di sisi
lain kita merasa hak milik kita dirampas. Kebudayaan Indonesia
pun nya- tanya sangat banyak yang merupakan pengaruh
11 Burung-Burung Kertas
2
kebudayaan asing. Apakah salah jika kita mengikutsertakan
barongsai dan potehi
Burung-Burung Kertas 11
3
dalam festival budaya Indonesia? Saya juga tak ingin rakyat India
mendemo kita karena memainkan lakon-lakon Ramayana. Oleh
karena itu, inventarisasi terhadap aset-aset kebudayaan kita
pen- ting untuk dilakukan, tetapi dengan tetap meniscayakan
asimilasi dan akulturasi. Berbagai undang-undang perlindungan
budaya yang telah ada selayaknya harus dimaksimalkan.
Setelah memegang daftar inventaris budaya Indonesia, kita
perlu mempercepat industrialisasi budaya. Industrialisasi
budaya adalah usaha menggalakkan industri budaya di suatu
negara. Ha- nya dengan memberikan nilai ekonomi yang tinggi,
kebudayaan kita akan memiliki daya jual yang meningkatkan
daya saing dan kemampuan survival-nya, menjadi pengaruh
positif bagi kesejah- teraan masyarakat serta menjadi jalan
menuju ekspansi budaya besar-besaran. Bagaimana
industrialisasi budaya mendorong eks- pansi budaya? Hal ini
terjadi karena industri membutuhkan pasar yang besar, dan
pasar dari industri budaya adalah orang-orang yang berminat
terhadap budaya tersebut. Kesuksesan industri bu- daya berbanding
lurus dengan kesuksesan ekspansi budaya. Setiap kali industri
tersebut melakukan ekspansi pasar, ia juga telah me- lakukan
ekspansi budaya. Adapun ekspansi budaya membutuhkan
produk-produk yang agresif, yaitu produk-produk berorientasi
atau berkualitas ekspor yang mampu membawa nama negara Indo-
nesia ke seluruh penjuru dunia.
Dalam proses ekspansi budaya ini, kita pun memerlukan me-
tode penyebaran yang tepat. Meskipun kita telah melakukan in-
dustrialisasi batik, permintaan batik di luar negeri tidak akan serta
merta melonjak karena pasar harus tertarik lebih dulu dengan
produk batik. Lalu, bagaimana kita akan mempromosikan begitu
banyak budaya asli negara kita kepada pasar luar negeri? Bahkan
untuk memperkenalkan budayanya saja sudah sulit. Budaya pop
dan media massa memiliki hubungan simbiotik yang keduanya
saling tergantung dalam sebuah kolaborasi yang sangat kuat. Ke-
populeran suatu budaya sangat bergantung pada seberapa jauh
media massa gencar mengkampanyekannya. Begitu pula media
massa hidup dengan cara mengekspos budaya-budaya yang
sedang dan akan populer. Oleh karena itu, kita harus
11 Burung-Burung Kertas
4
memprioritaskan
Burung-Burung Kertas 11
5
terlebih dahulu produk-produk budaya yang berkaitan dengan
komunikasi massa.
Saya memilih industri film sebagai langkah awal ekspansi
bu- daya secara serius. Indonesia terhadap perfilman nasional?
Pada umumnya, masyarakat akan menjawab sinis untuk
pertanyaan tersebut karena ada beberapa faktor. Pertama,
kesuksesan sebuah film berimbas pada berlomba-lombanya sineas
film untuk membuat film yang sejenis. Kondisi ini jelas akan
membuat jenuh penikmat film nasional. Kasus ini terjadi ketika
film “Jelangkung” banyak mendapatkan apresiasi dari
masyarakat. Kemudian muncul film- film horor yang dalam
perkembangannya bergeser pada genre film horor “nakal”.
Kedua, film bagus adalah film dengan visual effect yang bagus.
Sebuah pemahaman keliru bagi penonton awam yang menuntut
mutu. The Artist merupakan contoh konkret. Film bisu dan hitam
putih yang menjadi film terbaik Academy Award ke-84 tahun
2012 mengalahkan delapan film pesaingnya. Ini me- nunjukkan
bahwa tidak selamanya film bagus mesti menampilkan
kecanggihan teknologi dalam setiap adegannya. Maklum, melihat
masyarakat kita yang mudah terpukau terhadap sebuah kecang-
gihan. Ketiga, hanya mengejar profit tanpa disertai kualitas. For-
mat audio visual memungkinkan film untuk menarik perhatian
lebih besar, menjadikannya efektif dalam komunikasi massa.
Alur cerita akan memudahkan para penonton untuk menangkap
mak- sud film dengan cara yang menyenangkan, sementara film
juga mudah disisipi pesan-pesan sampingan yang tidak begitu
disadari seperti iklan dan propaganda.
Film merupakan whole package karena mampu mengakomoda-
sikan unsur-unsur budaya seperti bahasa, musik, pakaian, adat,
kebiasaan, nilai-nilai sikap positif, dan sebagainya. Contohnya
suatu film Indonesia akan menampilkan keseharian masyarakat
Indonesia, para pemerannya berdialog dengan bahasa Indonesia,
menyantap masakan seluruh daerah Indonesia, memamerkan alam
seluruh daerah Indonesia, menampilkan hasil budaya seluruh
daerah Indonesia. Mengapa harus seluruh daerah Indonesia? Ya,
hal ini dikarenakan agar tidak menimbulkan suatu perasaan iri
di berbagai daerah jika hanya satu budaya Indonesia yang
11 Burung-Burung Kertas
6
ditam-
Burung-Burung Kertas 11
7
pilkan. Bagi negara-negara yang sama sekali tidak tahu atau me-
ngenal dengan Negara Indonesia, film akan menjadi ajang perke-
nalan sekaligus promosi budaya, sedangkan perbedaan bahasa
dapat diatasi dengan subtitle dan dubbing. Tugas dari film-film
ini adalah untuk menjadi sepopuler mungkin di negara-negara
tujuan karena budaya pop menjanjikan suatu kelas fanatik yang
sangat setia, yaitu penggemar atau sering juga disebut dengan fans.
Selain sebagai konsumen utama produk-produk budaya kita,
merekalah yang juga kita harapkan akan mampu menjadi agen
budaya kita di samping media massa, seperti televisi, radio,
majalah, dan inter- net. Saya ingin mengambil contoh, di sebuah
kampus terdapat sebuah klub yang membahas semua hal tentang
Jepang. Mereka awalnya adalah fans dari satu atau beberapa
produk budaya Je- pang, seperti komik, anime, dan J-dorama.
Setiap bulan mereka mengadakan kegiatan membahas bagian
tertentu dari budaya Jepang, seperti festivalnya, masakannya,
permainannya, kebiasaan- nya, sampai hantunya dan tentu saja
mereka tidak dibayar oleh pemerintah Jepang untuk melakukan
semua itu. Oleh karena itu, potensi fans sangat besar bagi
ekspansi budaya, tergantung dari seberapa besar produk budaya
yang digandrunginya kemudian mengarahkannya pada produk
lain. Film sebagai media ekspansi yang memiliki pengaruh positif
yang besar karena kesuksesannya akan membuka peluang bagi
kesuksesan unsur-unsur yang terkan- dung di dalamnya. Industri
perfilman Indonesia yang tengah bang- kit saat ini dapat
diandalkan untuk memimpin ekspansi budaya kita ke manca
negara. Jika ekspor film-film Indonesia sukses di negara-negara
tujuan, hal itu diharapkan akan membuka pintu bagi pemasaran
produk-produk budaya lainnya. Pemerintah di- tuntut aktif
untuk mengawal, melindungi, serta menggunakan lo- binya
untuk memuluskan jalan bagi produk-produk budaya kita di
negara lain. Target ekspor budaya kita diharapkan mampu men-
jangkau kawasan Asia, Timur Tengah, Afrika, Amerika Latin,
hing- ga dunia Barat.
Apabila produk-produk budaya kita yang dipelopori oleh per-
filman telah berhasil meraih pasar dan menumbuhkan minat ter-
hadap budaya Indonesia di manca negara, tugas berikutnya
11 Burung-Burung Kertas
8
adalah
Burung-Burung Kertas 11
9
memelihara dan mengembangkan minat itu dari sebuah infiltrasi
menjadi suatu gelombang budaya negara Indonesia yang deras.
Pada tahap ini, produk-produk budaya lainnya seperti musik,
sastra, hingga fashion akan berperan penting untuk menarik dan
mengikat minat budaya itu lebih jauh dan lebih kuat lagi. Jika
kelompok-kelompok fans telah terbentuk di mancanegara, maka
para selebriti Indonesia akan meraih momentumnya untuk go inter-
national. Tren-tren yang berlaku di Indonesia akan turut
digemari pula di negara-negara yang telah menerima ekspansi
budaya kita. Ini dapat diiringi pula dengan masuknya produk-
produk lain se- perti beragam manufaktur yang membawa nama
dan gaya hidup Indonesia. Selangkah demi selangkah, kita
menuju kegemilangan budaya Indonesia. Jika saatnya tiba, kita
boleh tersenyum melihat budaya Indonesia berkibar di mana-
mana.
Avanpeursen mengatakan kebudayaan merupakan gejala
ma- nusiawi dari kegiatan berpikir (mitos, ideologi, dan ilmu),
komuni- kasi (sistem masyarakat), kerja (ilmu alam dan
teknologi), dan kegiatan-kegiatan lain yang lebih sederhana.
Sejumlah Resiko
Industrialisasi budaya merupakan sebuah pilihan yang mem-
bingungkan. Sifat industri yang cenderung berorientasi pasar di-
khawatirkan justru akan menurunkan kualitas budaya, karena me-
nyerahkannya pada selera pasar yang belum tentu bermutu baik.
Hal ini bisa kita perhatikan, misalnya, pada dunia sinetron
negara kita yang sangat memprihatinkan. Tayangan yang ada
sifatnya membodohi bahkan merusak budaya asli negara Indonesia,
seperti ini memang meresahkan. Oleh karena itu, pemerintah
Indonesia harus campur tangan dengan mengontrol kualitas
produk-produk budaya sebagai bentuk tanggung jawab sosial
budaya sekaligus strategi pencitraan Indonesia di mata dunia.
Jangan sampai sine- tron dan film-film sampah bisa lolos ekspor.
Sebagai konsekuensi dari peningkatan kualitas produk,
pemerintah pun wajib menge- luarkan kebijakan yang
memudahkan sektor industri budaya kita. Beban pajak yang
12 Burung-Burung Kertas
0
tinggi yang selama ini dikenakan kepada produk
Burung-Burung Kertas 12
1
dan aktivitas kebudayaan harus dikurangi, atau
pengalokasiannya ditujukan secara jelas bagi perkembangan
budaya itu sendiri. Selain itu, pemerintah juga dapat
memberlakukan subsidi silang dengan menggunakan pajak-pajak
dari sektor budaya pop untuk membiayai keberlangsungan
higher culture. Kita semua sangat menanti dukungan dan peran
aktif pemerintah.
Selanjutnya, ada hal-hal yang masih mengganjal bagi saya
me- ngenai kebudayaan kita ini. Sementara kita membicarakan
eks- pansi budaya, ada ketimpangan yang sangat nyata dalam
perkem- bangan kebudayaan kita selama beberapa 10 tahun
terakhir. Ke- bijakan sentralisasi yang dulu diterapkan telah
menjadikan Jakarta sebagai satu-satunya episentrum kebudayaan
di Indonesia yang memberi pengaruh langsung ke seluruh
negeri. Katakan, apa itu film nasional? Apa itu artis nasional? Apa
itu surat kabar nasional? Apa itu televisi nasional? Semuanya itu
bohong sebab yang ada hanyalah film-film dan artis-artis Jakarta,
serta surat-surat kabar dan televisi-televisi Jakarta. Apakah itu
Monas? Monumen nasio- nal? Itu juga bohong. Itu adalah
monumen yang ada di emblem Pemda DKI Jakarta.
Seharusnya kita memang perlu mengingat kembali makna
ke- budayaan nasional. Dalam penjelasan pasal 32 Undang-
Undang Dasar 1945 sudah diterangkan bahwa kebudayaan
bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi
rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang
terdapat sebagai pun- cak-puncak kebudayaan di daerah-daerah
di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa.
Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab,
budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari
kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau
memperkaya kebudayaan bangsa sen- diri, serta mempertinggi
derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Para penyusun undang-
undang ini telah menyadari bahwa seluruh masyarakat kita sejak
dulu telah memiliki banyak kebu- dayaan, bukan hanya satu.
Konsep kebangsaan kita terlihat unik karena memayungi ratusan
suku, bangsa, budaya, dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam
satu identitas baru, yaitu Indonesia. Harus diakui bahwa konsep
12 Burung-Burung Kertas
2
kebangsaan kita memang didefinisikan oleh
Burung-Burung Kertas 12
3
penjajah. Itu menjelaskan penyebab masyarakat Riau harus berbeda
bangsa dengan masyarakat Johor meskipun mereka berbudaya
yang sama di masa lalu, juga penyebab masyarakat Timor Timur
dan Timor Barat harus berbeda bangsa meskipun sesama anak
Timor. Begitu juga, putra-putri Dayak, Papua, dan lain-lain yang
terbelah oleh batas-batas teritorial yang dulu dibuat para penjajah
dan kini diwariskan dalam bentuk negara-negara bangsa (nation-
states) modern seperti yang kita kenal saat ini.
Oleh karena itu, nasionalisme yang kita miliki sepatutnya
dipa- hami secara bijak. Nasionalisme merupakan manifestasi
kesadaran nasional yang mengandung cita-cita dan pendorong
bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan dari
penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun
dirinya, lingkungan masya- rakat, bangsa, dan negaranya. Kita,
sebagai warga negara Indo- nesia, sudah tentu merasa bangga
dan mencintai bangsa dan ne- gara Indonesia. Hal ini senada
dengan pandangan Prof. Sartono Kartodirdjo yang
mengungkapkan bahwa nasionalisme merupakan pandangan
tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan
sekaligus menghormati bangsa lain.
Bangsa Indonesia terdiri atas suku yang berbeda-beda yang
dulu memutuskan untuk bersatu karena kesamaan nasib di bawah
penjajah yang sama. Nasionalisme kita bertujuan memerdekakan
seluruh negeri dari penjajahan sehingga sangat tidak pantas jika
Negara Kesatuan Republik Indonesia dijadikan alat penjajahan
baru. Bentuk negara kesatuan tidak boleh dijadikan alasan untuk
mematikan keragaman identitas bangsa-bangsa yang kini bernaung
dalam rumah bangsa Indonesia.
Era reformasi saat ini menjadi tantangan masyarakat Indonesia
untuk mematahkan dominasi pusat terhadap kebudayaan
nasional. Dalam semangat desentralisasi saat ini, saya sangat
berharap di masa depan nanti perkembangan kebudayaan
nasional kita akan berlangsung lebih adil dan lebih kokoh. Kita
membutuhkan lebih banyak lagi pusat-pusat kebudayaan di
Indonesia, bukan hanya di Jakarta. Beberapa waktu lalu, saya
mendengar berita tentang peresmian Trans Studio di Makassar.
Terlepas dari sejumlah kritik
12 Burung-Burung Kertas
4
mengenai efek-efek negatif yang ditimbulkannya, saya cukup
salut karena pembangunan pusat hiburan sebesar itu merupakan
suatu bentuk keberanian untuk berpaling dari Jakarta.
Perkembangan kebudayaan nasional secara dinamis yang
didorong oleh desen- tralisasi menghadirkan wajah kebudayaan
Indonesia yang lebih integratif dan representatif. Apabila putra-
putri Indonesia telah mampu untuk berdiri lebih setara dari
Sabang sampai Merauke, kita akan lebih mudah bersatu untuk
melebarkan sayap kebuda- yaan asli kita ke mancanegara.
Biodata Penulis
Alfiani Dyah Kurnia Sari. Tinggal di Rogocolo RT 09, Tirtonirmolo, Kasihan,
Bantul. Saat ini Alfiani Dyah Kurnia Sari sekolah di SMA Negeri 1 Sewon,
Bantul. Jika ingin berkorespondensi dengan Alfiani Dyah Kurnia Sari dapat
menghubungi HP: 083869995570.
Burung-Burung Kertas 12
5
BUDAYA DAN PERMAINAN TRADISIONAL
PEMBANGUN KARAKTER ANAK
Dian Andri Ani
Pendahuluan
Budaya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
pikiran, akal budi, atau adat istiadat. Indonesia memiliki banyak
ragam budaya tradisional, yaitu dalam kesenian dan permainan.
Di Indonesia hampir di setiap daerah memiliki budaya
tradisional sendiri-sendiri. Budaya di setiap daerah berbeda-beda
dan budaya tersebut telah menyatu dengan kebiasaan
masyarakat setempat. Sangat beragamnya budaya Indonesia
membuat masyarakat sulit untuk mengenalnya semua, bahkan
ada yang tidak mengenal satu pun budaya di negeri sendiri.
Betapa ironisnya negeri ini bila warganya tidak mengenal
kebudayaan sendiri. Oleh karena itu, budaya yang dimiliki
negeri ini perlu diperkenalkan pada ge-
nerasi muda.
Budaya dapat diperkenalkan melalui keluarga dan
lingkungan sekitar. Di dalam keluarga, budaya dapat
diperkenalkan melalui penggunaan bahasa ibu dalam kehidupan
sehari-hari. Melalui lingkungan sekitar budaya dapat
diperkenalkan melalui tontonan tradisional dan teman
sepermainan sang anak. Tontonan tradisional biasanya didapati di
lingkunga sekitar atau di daerah tersebut. Saat bersama teman
sepermainan biasanya anak akan bermain, di situlah budaya
bangsa ini dapat diperkenalkan, yaitu permainan tradisional.
Tontonan tradisional dan permainan tradisional sangat mem-
bantu dalam pembentukan karakter. Oleh karena itu, budaya ter-
sebut harus diperkenalkan kepada anak guna membangun
12 Burung-Burung Kertas
6
karak-
Burung-Burung Kertas 12
7
ter sang anak. Karakter anak sangat penting bagi bangsa karena
karakter penting dalam pembangunan karakter bangsa.
Saat ini banyak pejabat negara yang tidak memiliki karakter
bangsa, contohnya mereka mengambil hak rakyat, mengambil
uang negara atau korupsi. Betapa menyedihkan nasib bangsa ini
yang seharusnya memiliki tanggung jawab malah menyalahguna-
kan kedudukannya. Keadaan yang seperti itu akan membuat
bang- sa Indonesia ini terpuruk. Mungkin bangsa ini tidak hanya
terpu- ruk, tetapi kehilangan karakter bangsa dan budaya. Para
penjahat seperti itu melakukan tindak kejahatan yang seolah-olah
tidak me- miliki rasa cinta tanah air, semangat kebangsaan, serta
peduli sosial.
Karakter seseorang mulai dibentuk saat mereka masih
balita, masa kanak-kanak hingga remaja. Di masa era globalisai
ini, ka- rakter anak tidak terbentuk dengan baik, bahkan ada
yang tidak memiliki karakter. Di era globalisasi yang modern
disertai tekno- logi yang canggih membuat hilangnya karakter
anak. Alat-alat yang canggih seperti komputer, smartphone, laptop,
atau yang lain- nya membuat anak malas, kebanyakan anak bila
mereka sudah di depan komputer untuk ngegame pasti mereka
akan lupa untuk bel- ajar, bahkan makan pun lupa. Komputer dan
laptop tidak hanya untuk ngegame saja, tetapi dapat mengakses
internet. Situs di inter- net dapat membahayakan bagi anak,
contohnya, mereka dapat membuka situs dewasa atau melihat
kekerasan-kekerasan orang dewasa. Hal seperti itu dapat
mengganggu pembentukan karakter anak.
Fasilitas anak di masa era globalisasi yang modern seperti
saat ini juga membuat anak kurang untuk bersosialisasi dan
tidak peduli akan lingkungan sekitar. Jika anak tidak peduli akan
ling- kungan di sekitarnya lalu apa yang akan terjadi pada bangsa
ini untuk kedepannya. Hilangnya kepedulian pada lingkungan
sekitar akan membuat hilangnya rasa untuk memajukan bangsa
ini.
12 Burung-Burung Kertas
8
Isi
Dihentikannya liberalisme oleh UUD 1945 yang kembali di
tengah-tengah kita, kreativitas dalam kebudayaan mendapat ke-
sempatan untuk tumbuh sepesat-pesatnya. Kreativitas tidak lagi
dihalang-halangi oleh dominasi. Dalam abad ke-20, Pancasila
men- jadi suatu filsafat kebudayaan.
Budaya yang sangat beragam di bangsa ini sangat sayang
bila tidak diperkenalkan dan dilestarikan pada generasi muda.
Budaya bukan hanya sekadar budaya saja, melainkan dapat
membangun karakter anak guna membangun karakter bangsa
ini. Karakter anak sangat dibutuhkan untuk membangun bangsa
ini agar menjadi bangsa yang aman, damai, dan maju.
Budaya dapat dijadikan sebagai senjata untuk membangun
bangsa ini menuju bangsa yang gemilang. Budaya Indonesia
harus di lestarikan dan diterapkan dan mewujudkan nilai-nilai
karakter yang telah dibuat oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan seba- gai berikut.
1. Religius
Religius adalah karakter yang berhubungan dengan
kepercaya- an atau agama. Kebudayaan Indonesia banyak yang
mengajarkan tentang keagamaan atau disebut juga religius.
Contoh kebudayaan yang mengandung religius, yaitu kesenian
wayang. Kesenian wa- yang merupakan budaya yang berbentuk
tontonan. Di dalam cerita wayang tersebut terdapat nilai-nilai
religius yang mengenai sifat manusia, yaitu baik dan buruk.
Dalam kisah pewayangan digam- barkan dengan seseorang yang
melakukan kesalahan dia akan me- lakukan semedi. Semedi adalah
cara wayang untuk memohon am- punan pada Tuhan.
2. Jujur
Jujur adalah apa adanya tidak ada kepalsuan disertai dengan
fakta yang benar-benar terjadi. Kejujuran sangat penting dalam
berkehidupan. Kejujuran dapat ditanamkan melalui permainan tra-
disional. Contoh permainan tradisional yang menanamkan sifat
jujur, yaitu permainan dakon, kelereng, dan bekelan.
Burung-Burung Kertas 12
9
Dalam permainan dakon, kelereng,dan bekelan anak dilatih
untuk berbuat jujur. Jika anak tersebut tidak jujur, saat ia
bermain tidak mengakui kekalahannya dan akan bermain terus.
3. Toleransi
Toleransi adalah sikap seseorang yang tidak menyimpang
dari aturan dan seseorang tersebut menghargai atau
menghormati tin- dakan yang dilakukan oleh orang lain. Di dalam
budaya dapat diartikan sikap dan perbuatan yang tidak melarang
atau mendes- kriminasi terhadap kelompok-kelompok yang
berbeda.
Permainan tradisonal yang mempunyai nilai karakter toleransi
salah satunya ialah permainan pak tepong. Permainan pak tepong
dilakukan oleh beberapa orang. Caranya dibuat garis sebagai batas
pelempar dan beberapa meter di depannya dibuat lingkaran.
Penata pecahan genteng harus menutup mata dan teman-temannya
lari untuk bersembunyi jika melihat temannya sang penjaga
harus memegang tumpukan pecahan genteng dan mengucapkan
Pak Tepong. Namun, teman yang bersembunyi harus merobohkan
tum- pukan genteng tersebut. Pada saat itulah toleransi
ditumbuhkan, yaitu genteng boleh dirobohkan dengan cara
mereka sendiri asal masih di dalam lingkaran.
4. Disiplin
Disiplin adalah patuh, taat, dan hormat pada suatu ketentuan
atau peraturan yang berlaku. Disiplin sangat penting dalam
meraih kesuksesan dan memajukan bangsa ini. Kedisiplinan
pada anak dapat dibentuk melalui permainan tradisional.
Permainan tradi- sional yang membantu anak untuk disiplin
salah satunya ialah per- mainan kasti. Permainan kasti dapat
membentuk kedisiplinan me- lalui aturan atau kesepakatan yang
telah dibuat oleh kedua kelom- pok. Anggota dari kelompok harus
menaati kesepakatan-kesepa- katan tersebut. Bila tidak menaati,
orang tersebut akan mendapat- kan sebuah hukuman.
5. Kerja Keras
Kerja keras adalah bekerja dengan sungguh-sungguh atau
se- mangat untuk mencapai apa yang diinginkannya. Kerja keras
sa- ngat penting untuk mencapai suatu keberhasilan. Permainan
tra-
13 Burung-Burung Kertas
0
disional yang menggambarkan kerja keras salah satunnya adalah
permainan gobak sodor.
Permainan gobak sodor dilakukan oleh dua kelompok.
Pemain harus bisa melewati garis tanpa tersentuh oleh lawan. Oleh
karena itu, pemain harus berusaha keras agar bisa melewati
lawan tanpa tersentuh lawan. Hal tersebut melatih seseorang
untuk bekerja keras.
6. Kreatif
Kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan atau
mengha- silkan sesuatu yang baru. Kreativitas sangat diperlukan
dalam era globalisasi yang modern seperti saat ini untuk
mengembangkan potensi pada dirinya.
Kreatif dapat dibentuk melalui permainan tradisional,
seperti mobil-mobilan kulit jeruk. Mobil-mobilan kulit jeruk
biasanya menggunakan kulit jeruk gulung atau jeruk bali. Kulit
jeruk yang sedemikian rupa harus dibentuk mobil-mobilan, di
situlah kreativi- tas harus dikembangkan untuk membentuk mobil-
mobilan. Proses kreativitas seperti itu melatih seseorang
mengembangkan potensi untuk menemukan hal yang baru.
7. Mandiri
Mandiri adalah keadaan seseorang yang dapat berdiri
sendiri, tidak bergantung pada orang lain sehingga bebas dari
ketergan- tungan. Mandiri merupakan keadaan dapat berdiri
sendiri tanpa bergantung pada orang lain.
Kemandirian dapat dilatihkan kepada anak melalui
permainan tradisional. Permainan tradisional yang melatih
kemandirian ada- lah permainan egrang. Egrang merupakan
permainan yang meng- gunakan dua bambu. Bambu tersebut
diberi panjatan sehingga bisa untuk dinaiki dengan satu bambu
dipegang tangan kanan dan satu bambu bambu dipegang tangan
kiri. Dengan posisi seperti itulah, kita dapat melatih kemandirian.
Kita bisa berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain.
8. Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu merupakan suatu dorongan untuk
mengetahui hal-hal baru. Rasa ingin tahu membuat seseorang
aktif dan dapat mendorong seseorang untuk kreatif.
Burung-Burung Kertas 13
1
Permainan tradisional yang dapat menumbuhkan karakter
rasa ingin tahu ialah jamuran. Permainan jamuran dilakukan mi-
nimal empat orang. Jamuran adalah permainan yang menyebutkan
nama-nama tumbuhan. Jadi, pemain harus mengetahui jenis-
jenis tumbuhan. Dari situlah membuat pemain mempunyai rasa
ingin mengetahui berbagai macam atau jenis pada tumbuhan.
9. Semangat Kebangsaan
Semangat kebangsaan adalah perasaan atau keturunan, se-
nasib, sejiwa dengan bangsa dan tanah air. Semangat kebangsaan
seperti ini diperlukan dalam persatuan dan kesatuan dalam bangsa
Indonesia ini.
Budaya yang dapat membuat tumbuhnya rasa kebangsaan
ialah kesenian kethoprak. Kethoprak merupakan kesenian yang
menceritakan peperangan antara kedua kerajaan yang
mempere- butkan daerah kekuasaan. Peperangan yang dilakukan
oleh kedua kerajaan tersebut merupakan gambaran saat
Indonesia pada saat penjajahan dan ingin merdeka.
10. Cinta Tanah Air
Cinta tanah air merupakan perasaan cinta terhadap bangsa
dan negaranya sendiri. Dalam rasa cinta tanah air terdapat nilai-
nilai rela berkorban untuk bangsa dan negara. Cinta tanah air
dapat ditanamkan pada generasi muda melalui kebudayaan salah
satunya melalui bahasa daerah. Bahasa daerah digunakan dalam
bahasa sehari-hari. Bahasa daerah dapat digunakan untuk melatih
rasa cinta tanah air karena salah satu wujud cinta tanah air adalah
bangga dengan bahasa sendiri.
11. Menghargai Prestasi
Menghargai prestasi merupakan suatu sikap atau tindakan
yang mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain. Di
dalam sebuah permainan, pasti akan ada yang mengalami keme-
nangan dan kekalahan. Jika menang, kita jangan merasa
sombong. Sebaliknya, bila kita kalah, kita harus menghargai
keberhasilan atau kemenangan mereka. Menghargai kemenangan
dapat dilaku- kan melalui ucapan selamat dan berjabat tangan.
13 Burung-Burung Kertas
2
12. Bersahabat/Komunikatif
Yang dimaksud bersahabat komunikatif adalah suatu
tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul,
dan bekerja sama dengan orang lain. Bersahabat dan
komunikatif dapat dita- namkan dalam permainan tradisional
salah satunya adalah bermain kelereng. Dari permainan tersebut,
anak akan menjalin pertemanan dengan teman lainnya. Permainan
kelereng juga melatih anak untuk belajar bekerja sama dan
mengomunikasikan keinginan dan pi- kirannya.
13. Cinta Damai
Cinta damai merupakan sebuah perbuatan yang
menciptakan harmoni dalam kehidupan. Cinta damai
menghindari pertikaian dan peperangan. Karakter cinta damai
dapat ditanamkan melalui kebudayaan atau dalam sebuah
permainan tradisional. Salah satu permainan tradisional tersebut
adalah hom pi pah. Hom pi pah adalah permainan yang dimainkan
minimal tiga orang. Dalam permainan tersebut, jika tangan
mereka beda, dia akan kalah. Dari kekalahan tersebut anak
dididik untuk tidak marah dan menjalin hubungan yang
harmonis dengan temannya.
14. Gemar Membaca
Yang dimaksud gemar membaca adalah suka membaca buku
atau informasi. Kata pepatah “membaca adalah jendela dunia”
karena dengan membaca kita bisa mengetahui semu hal yang be-
lum pernah kita tahu.
Nilai karakter gemar membaca bisa diterapkan kepada anak
melalui permainan ABCD. Permainan ABCD adalah permainan
yang menggunakan jari dengan suatu topik misal hewan dan
buah. Permainannya adalah mengucapkan huruf abjad sampai
urutan yang terakhir, nah saat huruf terakhirlah yang
menentukan huruf awal dari nama hewan dan buah tersebut.
Melalui permainan tersebut memacu anak untuk banyak
membaca agar mengetahui nama-nama buah dan hewan.
15. Peduli Lingkungan
Peduli lingkungan merupakan sikap seseorang terhadap
ling- kungan untuk menjaganya. Lingkungan sekitar perlu untuk
kita jaga agar tidak terjadi banyaknya bencana. Peduli lingkungan
Burung-Burung Kertas 13
3
dapat
13 Burung-Burung Kertas
4
diterapkan melalui permainan tradisional. Permainan tersebut
adalah pasaran. Pasaran biasanya dilakukan di luar rumah
dengan membuat rumah-rumahan. Di situlah penanaman peduli
lingkung- an, rumah-rumahan yang dibuat harus dijaga dengan
baik agar tidak rusak.
16. Peduli Sosial
Peduli sosial merupakan perilaku seseorang yang berbuat baik
terhadap sesama, yaitu berbagi dan membantu. Nilai karakter
pe- duli sosial sangat diperlukan dalam kehidupan di bangsa ini
agar warga negara tidak sengsara seperti saat ini karena
banyaknya korupsi di badan legislatif.
Permainan tradisional yang mengandung nilai karakter
peduli sosial, yaitu uding (berkelompok). Uding adalah
permainan yang menggunakan tali yang tersusun dari karet.
Permainan tersebut membantu menanamkan nilai peduli sosial.
Nilai karakter tersebut dilakukan melalui cara saling membantu
antarteman.
17. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah keadaan yang wajib menanggung
segala sesuatu atas perbuatannya. Tanggung jawab sangat
dibutuh- kan dalam pekerjaan ataupun yang lainnya. Tanggung
jawab dapat ditanamkan kepada anak melalui permainan
tradisional ibu-ibuan. Permainan yang berperan sebagai ibu harus
melindungi anak-anak. Peran ibu harus bertanggung jawab dan
menjaga anak-anaknya agar tidak diambil musuhnya. Dari
situlah nilai tanggung jawab ditanamkan kepada anak.
18. Demokratis
Demokratis adalah memutuskan suatu masalah berdasarkan
kesepakatan bersama. Setiap orang berhak untuk memberikan pen-
dapatnya. Karakter demokratis dapat ditanamkan melalui per-
mainan tradisional, contohnya adalah permainan boi-boinan.
Sebelum permainan dimulai, kesepakatan-kesepakatan dan aturan-
aturan dalam permainan di musyawarahkan bersama. Di saat
membuat kesepakatan itulah yang melatih untuk demokratis.
Burung-Burung Kertas 13
5
Penutup
Dalam pembentukan karakter yang dibuat oleh kementrian
pendidikan dan kebudayaan terdapat delapan belas nilai, yaitu
religius, jujur, toleransi, disiplin kerja keras, kreatif, mandiri, de-
mokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Karakter seperti itu sangat dibutuhkan dalam kemajuan bangsa
ini. Untuk itu, karakter anak harus dibangun agar pembangunan
di bangsa ini terlaksana dengan baik.
Betapa pentingnya kebudayaan yang kita miliki dan banyak
manfaat yang kita peroleh dari kebudayaan tersebut. Jangan
sam- pai kebudayaan yang kita miliki direbut oleh bangsa lain.
Kebu- dayaan juga perlu dikembangkan agar seluruh warga
bangsa Indo- nesia mengenalnya.
Manfaat kebudayaan bangsa ini salah satunya, yaitu memba-
ngun karakter yang dimiliki dalam bangsa ini. Karakter itu
sangat penting bagi suatu bangsa karena karakter bangsa
menunjukan bagaimana bangsa tersebut.
Oleh karena itu, kita sebagai orang tua dan generasi muda
diharapkan untuk dapat memperkenalkan kebudayaan bangsa
ke- pada anak-anak dan generasi yang selanjutnya. Selain kita
meles- tarikan budaya bangsa ini, anak kita juga dapat
membangun karak- ter kepada generasi muda untuk memajukan
bangsa dan menunjuk- kan karakter bangsa ini.
Biodata Penulis
Dian Andri Ani. Tinggal di Pendul RT 50, Argorejo, Sedayu, Bantul. Saat ini
Dian Andri Ani sekolah di SMA Negeri 1 Sedayu. Jika ingin
berkorespondensi dengan Dian Andri Ani dapat menghubungi HP:
087738706117.
13 Burung-Burung Kertas
6
96 Burung-Burung Kertas
CERPEN
Burung-Burung Kertas 97
98 Burung-Burung Kertas
BERMULA DARI SUARA
Deliana Poetriayu Siregar
Burung-Burung Kertas 99
“Untaian memori itu. Satu babak memori mengenang Sam.
Padahal aku tak menyukai itu.”
“Kau harus biasakan untuk terlepas dari memori tentang Sam.”
“Aku sudah berusaha. Tapi kali ini ceritanya begitu emo-
sional.”
“Kau harus coba lebih kuat. Terlebih, Sam sudah sepuluh ta-
hun menghilang. Sepuluh tahun juga ia tidak menyapa
kehidupan- mu lagi,” papar Ben mencoba menguatkan
perasaanku.
Ia menyampaikan dengan suara yang lebih empuk dan
penuh optimisme. Seharusnya hanya engkau yang muncul saat
itu, Ben. Aku tak merasa seteduh saat bersamamu kala aku
bercengkerama dengan Sam sepuluh tahun lalu. Sesungguhnya ia
adalah kekacauan yang berbalut romantisme senja. Ia adalah Sam
yang dengan se- enaknya mengambil bagian dalam hidupku dan
merenggut keba- hagiaanku. Ia adalah Sam sosok Bengis yang
berkedok cinta tanpa batas. Ia adalah Sam yang tega-teganya
membuat kelam satu babak perjalanan ini sepuluh tahun lalu. Ia
adalah Sam yang berganti dengan sosok Ben yang begitu aku
kagumi.
“Apa yang paling engkau benci dari babak itu?” tanya Ben
kemudian.
Aku hanya terdiam tak mampu menjawab pertanyaan, Ben.
Sepuluh tahun lalu, semua begitu menyiksa. Ibuku
menganggapku aib dan ini semua hanya karena Sam. Sam yang
muncul dalam hidupku, semula membawa pelangi yang begitu
nyata dan indah. Sayang semua berakhir dengan luka yang
mendalam. Bagaikan sayatan dalam yang sakitnya begitu dalam
dan tak kunjung pudar. Hanya sebab keberadaan Sam, aku
dikucilkan dari lingkunganku. Aku pun pada akhirnya harus
menerima perpisahan dengan Maurin. Semua karena Sam
sampai aku harus lama mendekam di balik jeruji besi. Semua
terasa sakit hingga entah apa yang aku harus katakan pada Ben.
“Tak perlu kau nyatakan bila memang engkau tak
mengingin- kannya,” ujar Ben kemudian.
Peluh air mata membasahi pipi. Ia sepertinya tak terbendung
kembali. Jemari mungilku kupakai untuk menyeka tetesannya.
100 Burung-Burung Kertas
Aku
Biodata Penulis
Deliani Poetriayu Siregar tinggal di Jalan Kaliurang km.14, Sleman. Saat ini
Poetri kuliah di Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Hobinya adalah
menulis, “berbicara”, jalan-jalan, dan mendesain. Jika ingin berkores-
pondensi dengan Poetri dapat menghubungi: HP 087834859655, email:
delianipsiregar@yahoo.com, twitter: @anggsiregar, FB: Anggi Siregar.
Aku selalu berpikir hidup itu seperti garis lurus. Tak ada yang
menarik untuk didefinisikan tentang garis-garis yang saling beraturan.
Sekalipun mereka berkooordinasi membentuk suatu bidang asimetri, itu
sama sekali tak bisa disebut seni. Menurutku, hidup tak pernah punya
cerita. Setidaknya sampai aku bertemu denganmu, teman kecil yang
bicara dalam kebisuan, yang bertindak dalam kebungkaman.
“Kelompok tiga, Sofi, Igo, Eka, Miko, Bagus…!” seruku.
“Hahahaha…!” tiba-tiba seisi kelas meledak oleh tawa.
Aku yang dipercaya membuka undian kelompok, berdiri me-
matung menatap sekitar. Pandanganku terhenti di mata Sofi, dia
nampak kecewa dan masih tak percaya dengan hasil undian. Dan
aku tahu apa sebabnya. Aku memberanikan diri menatapnya de-
ngan tatapan ala Tom Hanks dalam film di mana ia terdampar di
suatu pulau sepi, tidak bertemu manusia selama tujuh belas bulan,
dan mulai berbicara dengan sebuah bola voli. Alih-alih
menenang- kan hatinya, itu justru membuat orang merasa mual
dan ingin muntah.
Sambil beranjak duduk, aku melihat beberapa teman menu-
ding Sofi sambil terbahak-bahak. Wajahnya memerah. Kulirik so-
sok bernama Bagus yang duduk sendirian di depan. Dia
bergeming layaknya sebuah tiang seolah tak merespon
lingkungan sekitar. Sungguh, dia adalah orang paling tolol dan
kolotan yang pernah kukenal. Untungnya aku tidak sekolompok
dengannya. Sofi dan teman sekelompoknya, kecuali Bagus
sampai menggerutu habis-
Biodata Penulis
Akbar Yoga Pratama tinggal di Jalan Menjangan 19, Wirobrajan, Yogya-
karta. Saat ini Yoga bersekolah di SMA N 7, Yogyakarta. Hobinya adalah
menulis, bermain futsal, dan meracik kopi. Jika ingin berkorespondensi
dengan Yoga dapat menghubungi: HP 087838519163, email:
akbar_yogapratama@yahoo.com, FB: Akbar Yoga Pratama, twitter:
@yogakbaar.
Biodata Penulis
Beladiena Herdiani tinggal di Pogung Dalangan Sia XVI/VII No. 178. Saat ini
Bela bersekolah di MAN Maguwoharjo. Hobinya adalah memasak, menulis,
mendengarkan musik, memancing, dan membaca. Jika ingin
berkorespondensi dengan Beladiena Herdiani dapat menghubungi: HP
083867631160, twitter: @Beladieena dee, FB: Beladiena Herdiani.
Biodata Penulis
Gabriela Ajeng Cahyaning Puspitajati tinggal di Minggiran MJ II/IIIb,
Yogyakarta. Saat ini Ajeng kuliah di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Hobinya adalah menulis, membaca, travelling, bersepeda. Jika ingin
berkorespondensi dengan Ajeng dapat menghubungi: HP 085643524774,
email: gabrielle_benice@yahoo.com, FB: Gabriela Ajeng.
Biodata Penulis
Nur Cholifah tinggal di Jalan Kemuning No. 140 B, Sanggrahan, Condong-
catur, Depok, Sleman. Saat ini Olif bersekolah di MAN Maguwoharjo,
Sleman. Hobinya adalah membuat kolase, membaca, menulis,
travelling , mendengarkan musik, fashion photography, menyanyi, dan
bermain basket. Jika ingin berkorespondensi dengan Olif dapat
menghubungi: HP 089647950078, twitter: @olivianast. FB: oliv on oiiv II.
Biodata Penulis
Ratu Pandan Wangi tinggal di Jalan Lowano, Gang Dahlia UH VI/686 D,
Sorosutan, Yogyakarta. Saat ini Pandan kuliah di Jurusan Sastra Prancis,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Hobinya adalah membaca,
melukis, bermain teater, dan bermain musik. Jika ingin berkorespondensi
dengan Pandan dapat menghubungi: HP 085743655818, email:
ratupandanw@gmail.com, FB: Ratu Pandan Wangi, twitter: @pandanw.
Biodata Penulis
Galih Pangestu Jati tinggal di Cenangan, Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Saat
ini Galih kuliah di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Hobinya
adalah membaca, menulis, dan nonton film. Jika ingin berkorespondensi
dengan Galih dapat menghubungi: HP 081390028378, email:
gpangestujati@gmail.com, twitter:@pangestujati.
Biodata Penulis
Primadita Herdiani tinggal di Sanggrahan, RT 04/RW 036, Wedomartani,
Depok, Sleman. Saat ini Dita kuliah di Universitas Diponegoro, Semarang.
Hobinya dalah membaca, mendengarkan musik, dan memancing. Jika ingin
berkorespondensi dengannya, dapat menghubungi HP 089669550379,
email: primadita_3005@yahoo.co.id, twitter: @primdiitt.
Biodata Penulis
Nisrina Salsabila tinggal di PMA No.86, Jamblangan, Margomulyo, Seyegan,
Sleman. Saat ini Nisrina bersekolah di SMP N 1 Godean, Sleman. Hobinya
adalah membaca buku dan menulis cerita. Jika ingin berkorespondensi
dengan Nisrina dapat menghubungi: HP 087843193363, email:
nis_salsabila57@yahoo.co.id, FB: Nisrina Salsabila, twitter:
@Nisrina_Chacca.
Biodata Penulis
Wahyu Sekar Sari tinggal di Butuh RT 02, RW 06, Pulutan, Wonosari,
Gunungkidul, DIY, 55851. Saat ini Wahyu kuliah di Universitas Negeri
Yogyakarta. Hobinya adalah menulis, membaca, dan mendengarkan musik.
Jika ingin berkorespondensi dengan Wahyu dapat menghubungi: HP
08972598923, email: wahyunjededeg@yahoo.com, FB: Wahyu Sekar Sari,
twitter: @wahyu_njededeg.
Pemuda itu masih saja berdoa di masjid. Sudah tiga jam berse-
lang setelah salat isya berjamaah, tetapi pemuda itu masih saja
duduk bersimpuh menengadahkan tangan. Kepalanya sedikit di-
condongkan ke atas. Pandangannya menerawang jauh ke ukiran
kaligrafi yang terhias pada dinding. Mulutnya komat-kamit me-
nyerukan doa dalam bisik.
Tidak seperti biasanya lampu masjid masih menyala pada jam-
jam orang tidur. Biasanya sehabis isya, semua lampu kecuali
lampu luar masjid selalu dipadamkan. Kali ini pemandangan tak
biasa itu membuat penjaga masjid merasa aneh. Pemuda tadi masih
saja berdoa. Begitu seterusnya hingga menjelang subuh. Penjaga
masjid pun tak kuasa untuk mengusirnya. Ia tidak mempunyai
hak untuk mengganggu seseorang yang datang ke rumah Tuhan
sekalipun ialah yang bertanggungjawab atas lingkungan masjid.
Lalu penjaga masjid itu menceritakan pemandangan aneh itu
kepada imam masjid. Lalu imam masjid menceritakan hal itu
kepada jamaah-jamaahnya yang jumlahnya sedikit. Lama-
kelamaan hampir seluruh jamaah masjid itu tahu, pemuda itu
selalu berdoa lama sekali sepanjang malam. Dari habis isya
sampai subuh. Begitu seterusnya setiap hari.
Semua jamaah merasa penasaran dengan sosok pemuda
yang diceritakan itu. Mereka ingin mengetahui secara langsung
siapa pemuda itu. Maka jamaah yang biasanya tidak datang saat
isya pun mulai datang untuk ikut salat isya berjamaah. Benar saja
setelah semua selesai, yang tersisa hanyalah pemuda itu.
Mereka membicarakannya di serambi masjid hingga kelamaan
menunggu
Burung-Burung Kertas 171
membuat mereka pulang. Tak ada kesempatan bagi mereka
untuk berbicara dengan pemuda itu. Dalam berdoa, pemuda itu
tidak pernah berhenti. Ia terus saja berdoa. Pemuda itu tiba-tiba
meng- hilang begitu subuh usai.
Penjaga masjid, imam, hingga para jamaah salat subuh selalu
kehilangan jejaknya. Tiap sehabis salam kedua, pemuda itu
berge- gas pergi. Tanpa jejak. Sudah ditanya kepada orang-orang
yang terjaga saat subuh tetapi mereka tidak merasa melihat
pemuda itu lewat. Pernah juga seorang jamaah sengaja cepat-cepat
menye- lesaikan salat dengan salam lebih cepat dan segera
menghampiri pemuda itu tetapi selalu saja gagal. Mulai dari
kesandung karpet masjid sampai lupa menaruh sandal dimana.
Ada saja halangan yang membuat pemuda itu lolos dan pergi
entah ke mana sebelum datang lagi waktu isya.
Pemuda itu terus berdoa. Pemuda itu dengan khidmat
berdoa, mulutnya tak henti-hentinya berkomat-kamit secara
cepat. Para jamaah yang mendengarnya tidak tahu doa apa yang
ia ucapkan. Pemuda itu terus berkomat-kamit sambil suaranya
berkecap tanpa ada yang tahu doa apa yang ia ucapkan. Cepat
sekali. Bahkan mereka menyodorkan mikrofon ke mulutnya
mereka tetap tidak tahu doa apa yang diucapkan pemuda itu.
Mereka mengira pemu- da itu kafir karena imam masjid itu tidak
tahu doa apa yang di- ucapkan pemuda itu.
Pernah masalah ini dicoba untuk dimusyawarahkan oleh
takmir masjid. Maka mereka menepuk bahu pemuda itu saat
berdoa. Namun pemuda itu tidak bereaksi sedikit pun. Ia tidak
menggubris orang-orang mengguncang-guncangkan tubuhnya.
Pemuda itu tetap khidmat berdoa. Tetapi anggapan mereka bahwa
pemuda itu kafir seketika buyar setelah mereka mendengar kata
Tuhan dalam doanya.
Pemuda itu terus saja datang dan pergi. Setiap hari dan di
setiap harinya ada beberapa jamaah yang kelelahan karena terlalu
lama menunggu pemuda itu selesai berdoa. Pernah ada jamaah
yang mengajaknya bicara, tetapi pemuda itu malah mengeraskan
ucapan doanya seolah-olah tidak mau diganggu. Mereka
menung- gu sampai ada kesempatan untuk berbicara dengan
pemuda itu
172 Burung-Burung Kertas
tetapi mereka malah tertidur lelap karena kelelahan. Tidak pernah
ada jeda dalam doanya. Ia terus berkomat-kamit tanpa henti sepan-
jang malam. Sudah berhari-hari dan sudah berganti-ganti jamaah
yang mengawasinya tetapi tetap saja pemuda itu khidmat berdoa
tanpa jeda sepanjang malam.
Sudah berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bu-
lan pemuda itu terus saja berdoa sepanjang malam setiap
harinya. Hingga para jamaah prihatin pada pemuda itu. Mereka
merasa kasihan dengan masalah apa yang dihadapi pemuda itu
hingga ia rajin berdoa sepanjang malam setiap harinya. Mereka
bertanya- tanya dalam hati, sebenarnya siapakah pemuda ini dan
apa masalah yang sedang ia hadapi? Apakah masalahnya sangat
besar hingga tak ada yang mampu membuatnya tidur
semalaman?
Mereka hanya bisa menonton pemuda itu berdoa dan terus
berdoa. Kadang-kadang mereka melihat air matanya berlinang.
Mereka yakin pemuda itu sedang dirundung masalah yang
sangat berat sampai tidak ada yang lebih berat daripada
masalahnya. Mereka yakin pemuda itu telah melakukan dosa
yang berakibat ia menyesal seumur hidupnya. Para jamaah pun
akhirnya sepakat untuk tidak mengganggunya lagi. Mereka
hanya bisa menonton pemuda itu berdoa dan terus berdoa.
Lama-kelamaan kabar ini tercium sampai seisi kampung.
Me- reka yang mendengar cerita tentang pemuda itu pun
akhirnya penasaran. Mereka ingin menyaksikan secara langsung
apakah be- nar di dunia ini masih ada pemuda yang mau berdoa
sepanjang malam. Mereka yang dulu tidak pernah lewat di
masjid pun akhir- nya menyempatkan untuk lewat masjid untuk
sekadar menengok. Mereka yang dulu meremehkan dan
menganggap bahwa cerita tentang pemuda yang berdoa
sepanjang malam itu bohongan pun ikut penasaran. Mereka yang
telah membuktikan bahwa memang benar ada pemuda yang
berdoa sepanjang malam pun akhirnya ikut prihatin.
Mereka satu persatu menyaksikan sendiri. Malahan ada pe-
muda-pemudi yang menyesali perbuatannya hingga ikut berdoa
sepanjang malam menemani pemuda itu. Satu persatu yang
penasa- ran dan belum menyaksikan sendiri pun mulai berdatangan
Burung-Burung Kertas 173
ke mas-
Biodata Penulis
Achmad Muchtar tinggal di Sobayan, Bangunharjo, Sewon, Bantul,
Yogyakarta. Saat ini Achmad kuliah di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Gadjah Mada. Hobinya adalah membaca buku dan menonton film. Jika
ingin berkorespondensi dengan Ahmad dapat menghubungi: HP
087838567818, email: achmadmuchtar@gmail.com, twitter:
@achmadmuchtar.
Jika kau pernah berkunjung ke kota tua ini maka kau akan
menemukan sesuatu yang tidak pernah kau temui di kota mana
pun di dunia ini. Kota di mana kau bisa menjumpai kenyamanan
serta kemudahan yang ditawarkan oleh modernitas bersatu
padu dengan arkaisme budaya yang masih mengakar kuat di
setiap jengkal tanah yang kau pijak. Kau bisa melihat di setiap
sudut kota; penjaja kaos yang sedang berjuang dalam perang
tawar-me- nawar dengan seorang pelancong yang hendak
membeli barang dagangannya seharga sepersepuluh harga jersey
impor yang ia kenakan. Pengamen bersuara fals yang
melantunkan tembang tentang beratnya perjuangan hidup. Kau
juga bisa menyaksikan pengemis renta yang setiap pagi diantar
oleh wanita berbadan gemuk ke tempat ia biasa meminta belas
kasihan orang yang lalu lalang. Semua potret kehidupan kota ini
dapat kau jumpai dalam naungan gedung-gedung kuno
peninggalan zaman penjajahan.
Jika hari telah beranjak senja, dan sekitar mulai bertambah
ramai, dan wanita gemuk tadi telah datang kembali untuk men-
jemput si pengemis renta, kau bisa menjumpai sisi lain dari kota
ini. Di sana, di sudut lain kota ini, di tengah kerumunan itu
tampak sesosok penari yang berlenggak-lenggok lincah
mengikuti irama gending yang mengalun sembari memamerkan
pinggul yang aduhai. Ia membawakan tari Sekar Ganjen, kalau
tidak salah. Se- sekali ia melempar kerlingan genit pada penikmat
pertunjukannya yang sebagian besar kaum adam. Tariannya yang
begitu centil membuat para pria itu beberapa kali bersorak
sembari menyawer uang seribu rupiah.
Burung-Burung Kertas 177
Di sini, di warung lesehan yang terletak tak jauh dari keru-
munan itu, aku duduk mengawasi si Penari dari balik kacamata
minusku. Sesekali aku menyeruput kopi pahit yang masih
menge- pul untuk mengusir dingin yang menusuk kulit.
Tak mau mengambil risiko tertangkap basah memandangi si
Penari, aku segera mengalihkan perhatian dan segala
konsentrasi pada deretan tulisan dalam buku yang aku pegang
tatkala gending yang mengiringi tariannya berhenti dan orang-
orang mulai me- ninggalkannya.
Sesaat kemudian, kurasakan kehadiran seseorang di
dekatku. Bukan pelayan warung ini tentunya. Bau minyak wangi
murahan yang menyengat memenuhi udara sekitar saat ia
datang dan du- duk tepat di hadapanku. Si Penari rupanya. Ia
kemudian memesan segelas kopi dan satu porsi bebek bakar
pada wanita paruh baya pemilik warung yang sedari tadi
mondar-mandir melayani pe- ngunjung.
“Kapan kau datang?” Ia memecah kebisuan di antara kami.
“Tadi pagi,” jawabku singkat tanpa mengalihkan pandangan
dari halaman buku.
Lalu kami larut dalam kebisuan hingga wanita paruh baya
tadi datang membawa segelas kopi panas dan sepiring bebek go-
reng yang aromanya merangsang liur untuk menetes. Tanpa me-
nunggu aba-aba, si Penari kelaparan itu segera melahap bebek
bakar yang telah tersaji di hadapannya. Melihat caranya makan,
aku menjadi terbuai keasyikan menebak-nebak sudah berapa lama
ia tidak makan enak seperti itu.
Dari balik buku bisa kulihat samar-samar rupa lelaki yang
berdandan menyerupai wanita ini. Layaknya topeng, riasan tebal
menutupi wajahnya yang dulu selalu menampakkan senyum
hangat padaku. Lipstik merah menyala menghiasi bibirnya yang
tipis. Sanggul besar yang ia kenakan seakan terlalu berat di ke-
palanya sehingga ia hanya bisa duduk terbatas, tegak seperti sin-
den. Kebaya yang membalut tubuhnya memperlihatkan betapa
kerasnya hidup yang ia jalani selama ini telah membuatnya
menjadi kurus kering.
Biodata Penulis
Dyah Inase Sobri tinggal di Bejen, RT 03, Bantul, Yogyakarta 55711. Saat ini
Dyah kuliah di Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Hobinya adalah
menulis, Public Speaking. Moto hidup “Study Hard, Play Hard”. Jika ingin
berkorespondensi dengan Dyah dapat menghubungi: HP 085743773660,
email: dynaz.inase@yahoo.com, twitter: @dyah inase, FB: DYAH INASE
SOBRI.
Biodata Penulis
Eni Puji Utami tinggal di Kepuh RT 05, Mulyodadi, Bambanglipuro, Bantul.
Saat ini Eni kuliah di Ilmu Komunikasi UIN, Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Hobinya adalah membaca karya sastra dan buku-buku kesastraan dan
kebudayaan, membuat film dokumenter. Jika ingin berkorespondensi
dengan Eni dapat menghubungi: HP 087839420097, email: enisimatupang
15@gmail.com, twitter: @Enisimatupang.
Orion, canis major dan canis minor adalah konstelasi yang akan
selalu bersama di langit. Sebuah kesalahan apabila mereka terpi-
sah. Sebuah kesalahan juga jika aku meninggalkan tempat ini,
mungkin.
***
Angin berhembus pelan menerbangkan pasir-pasir lembut di
pinggir pantai. Suara pasir-pasir putih yang saling bergesekan itu
berdesir. Sepasang sepatu berwarna hijau menginjakkan kakiknya
dengan dalam dan membuat puluhan butir pasir tertahan, tak
mam- pu terbang.
Pemakai sepatu hijau meringkuk rendah dan meletakkan se-
ekor kura-kura kecil di atas pasir. Ia tersenyum. Kura-kura itu
berjalan pelan dengan bingung membuat pemakai sepatu hijau me-
nujukkan ekspresi tak tega.
“Hei Sirius! Aku akan membawa Procyon bersamaku,” seru
gadis pemakai sepatu hijau itu dengan pelan pada kura-kura di
atas pasir. Gadis itu membuka genggaman tangan lainnya yang
berisi seekor kura-kura lain.
“Nah, Procyon. Sampaikan salam perpisahanmu pada Sirius,”
ujar gadis itu sembari mendekatkan kura-kura di tangannya
pada kura-kura yang berada di pasir. Seakan tak bisa menerima
perpi- sahan yang mendadak, kedua kura-kura itu
menyembunyikan ke- pala mereka ke dalam tempurung masing-
masing.
“Elayna! Bergegaslah!” seru seseorang dari kejauhan. Gadis
bersepatu hijau menoleh ke belakang dengan terkejut.
Biodata Penulis
Ambar Fidianingsih tinggal di Sungapan, Argodadi, Sedayu, Bantul, Yogya-
karta, 55752. Saat ini Ambar kuliah di Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta. Hobinya adalah membaca
karya fiksi dan membuat desain cover. Jika ingin berkorespondensi dengan
Ambar dapat menghubungi: HP 082137334739, email: ambar.fidia
@yahoo.com, FB: ambar.fidia, twitter: @Archie Fidia.
Biodata Penulis
Fajar Wijanarko tinggal di Timuran Mg III/09, RT 01, RW 01, Yogyakarta.
Saat ini Fajar kuliah di Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Gadjah Mada. Hobinya adalah menari dan menulis. Moto
hidupnya adalah “Berlarilah ketika orang lain berjalan”. Jika ingin
berkorespondensi dengan Fajar dapat menghubungi: HP 08975802008,
email: Widjanarko.fajar@gmail.com, FB: Fajar Widjanarko, twitter:
@widjanarkof.
Biodata Penulis
Arlina Hapsari tinggal di Jalan Ringroad Utara, Gandok, Condongcatur
No.10, Depok, Sleman, Yogyakarta. Saat ini Arlina kuliah di Jurusan
Akuntasi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada.
Hobinya adalah membaca, menulis, bercerita. Jika ingin berkorespondensi
dengan Arlina dapat menghubungi: HP 085640635505, 0274-540545,
email: arlinahapsari@hotmail.com, hapsariarlina@gmail.com.
Biodata Penulis
Suci Nurani Wulandari tinggal di Plaosan RT 07/RW 18, Tlogodadi, Mlati,
Sleman. Saat ini Suci kuliah di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Gadjah Mada. Hobinya adalah menulis, membaca buku
cerita. Jika ingin berkorespondensi dengan Suci Nurani Wulandari dapat
menghubungi: HP 085643338861, email: uc_13@yahoo.com, FB: Ucig
Wulandari, twitter: @ucig.
Biodata Penulis
Anita Meilani tinggal di Celep, Srigading, Sanden, Bantul. Saat ini Anita
kuliah di FPBS, Universitas Negeri Yogyakarta. Hobinya adalah membaca.
Jika ingin berkorespon dengan Anita dapat menghubungi: HP
085743802244, email: meilanitta@yahoo.com.
Biodata Penulis
Nopa Triana tinggal di Tambak Boyo, RT 21/61 Condongcatur, Depok,
Sleman. Saat ini Triana bersekolah di SMA N 1 Depok, Sleman. Hobinya
adalah bersepeda, mendengarkan musik, dan menulis. Jika ingin
berkorespondensi dengan Nopa Triana dapat menghubungi: HP
08999518245, email: Nopa_354@yahoo.com.
1
Parisians: Sebutan bagi penduduk Paris.
Biodata Penulis
Annisa Nur Harwiningtyas tinggal di (…) Saat ini Annisa bersekolah di SMA
9 Yogyakarta, kelas X. Hobinya adalah membaca buku-buku karya sastra
dan menulis karya sastra. Annisa dapat dihubungi melalui email:
nisa_nurh@yahoo.co.id, jejaring facebook: Annisa Nur Harwiningtyas.
242
dewan juri bahwa masih banyak tulisan yang sifatnya kopi paste
dari internet, blog atau twiter sebagai rujukan. Kedua, diabaikan-
nya kelayakan pengutipan atau perujukan. Sedangkan yang lain,
penulis idealnya tidak terlalu mempercayai tulisannya pada
tulisan-tulisan umum atau blog karena alas an validitas. Penulis
disarankan untuk merujuk pada buku elektronik atau ebook jika
berkehendak mengambil referensi dari internet.
Perihal lain berkenaan dengan tema dan tinjauan pustaka.
Tema idealnya mengangkat permasalahan baru. Kalaupun tidak,
sudut pandang atau pembahasan harus memperhatikan kebaruan.
Dalam kaitannya dengan tinjauan pustaka, esai hendaknya ber-
tolak dari kajian yang sudah ada. Selain memudahkan
pembahasan, langkah itu sesuai dengan pengertian esai sebagai
karya semiilmiah yang harus menghindari plagiarism. Dengan
langkah-langkah itu, esai akan mengungkap hal-hal baru, baik
perihal tema, cara pemahaman, maupun solusi.
Terakhir, adalah masalah bahasa dan gramatika. Sebuah tulis-
an akan mudah dicerna atau dibaca jika cermat dalam menerapkan
tata bahasa maupun ejaan. Tata bahasa berkenaan dengan bagai-
mana menyusun paragraph/kalimat/diksi. Ejaan berkenaan
dengan bagaimana esais menuliskan semua gagasannya.
Demikian sekelumit catatan kami, semoga mampu memberikan
gabaran untuk penulis supaya dapat “menulis” dengan lebih
baik. Salam.