ii Burung-Burung Kertas
Antologi Esai dan Cerpen
Pemenang Lomba Penulisan Esai dan Cerpen
bagi Remaja Tahun 2013
Penyunting
Yohanes Adhi Satiyoko
Aji Prasetyo
Cetakan Pertama
Desember 2013
iv Burung-Burung Kertas
KATA PENGANTAR
KEPALA BALAI BAHASA PROVINSI DIY
Burung-Burung Kertas v
Sejumlah karya “terbaik’ hasil nominasi esai dan cerpen buku
antologi ini adalah bukti bahwa remaja di DIY, mampu “mencipta”
sesuatu (karangan) melalui proses kreatif (perenungan dan
pemikiran); dan di dalamnya mereka menunjukkan bahwa mereka
memiliki ketajaman penglihatan dan kepekaan menangkap
problem-problem sosial dan kemanusiaan yang dihadapinya.
Untuk itu, kegiatan kreatif-kompetitif ini perlu terus dipertahankan
dan dikembangkan untuk menghasilkan generasi yang aktif-
kreatif-kompetitif sebagai generasi yang “pilih tanding” bagi
negara dan bangsa Indonesia.
vi Burung-Burung Kertas
MENGUNGGAH DIRI
Y. Adhi Satiyoko
KATA PENGANTAR
KEPALA BALAI BAHASA PROVINSI DIY ............................... v
MENGUNGGAH DIRI ................................................................. vii
DAFTAR ISI ...................................................................................... ix
ESAI
Burung-Burung Kertas ix
FIKSI MINI: KREATIVITAS SASTRA YANG TIDAK BIASA
Muhammad Ikhwan Anas .............................................................. 69
EKSPANSI BUDAYA: LUNTURNYA KEBUDAYAAN ASLI
INDONESIA
Alfiani Dyah Kurnia Sari .............................................................. 77
BUDAYA DAN PERMAINAN TRADISIONAL
PEMBANGUN KARAKTER ANAK
Dian Andri Ani ............................................................................. 87
CERPEN
x Burung-Burung Kertas
PEMUDA YANG BERDOA SEPANJANG MALAM
Achmad Muchtar ......................................................................... 170
PENARI JALANAN
Dyah Inase Sobri .......................................................................... 175
PETA LUKA BERBINGKAI
Eni Puji Utami ............................................................................ 182
PINDAHNYA ORION
Ambar Fidianingsih ..................................................................... 188
LASKAR DILEM
Fajar Wijanarko ............................................................................ 196
KABAR KEMATIAN
Arlina Hapsari ............................................................................. 204
CERITA BAHAGIA SELEPAS HUJAN
Suci Nurani Wulandari ............................................................... 210
PAKDHE
Anita Meilani ............................................................................... 218
TIGA BUNGKUS KERUPUK PASIR DI PENGHUJUNG
SENJA
Nopa Triana ................................................................................. 224
PULANG
Annisa Nur Harwiningtyas ........................................................ 232
Burung-Burung Kertas xi
xii Burung-Burung Kertas
ESAI
Burung-Burung Kertas 1
2 Burung-Burung Kertas
MINAT BACA RENDAH:
PENYEBAB MARAKNYA BAHASA ALAY
Imas Indra Hapsari
Burung-Burung Kertas 3
tor seluler 3 juga menyumbang istilah eksmud yang artinya ‘eksekutif
muda’. Makin luas saja penggunaan istilah-istilah singkatan ini di
kalangan muda.
Sepertinya betul juga hipotesis mahasiswa bersama Berthold
Damshauser dalam majalah Tempo, 30 Juni 2013. Dalam diskusi
dengan mahasiswanya, Damshauser dihadapkan pada dugaan
bahwa bahasa dan manusia Indonesia sedang dalam proses evo-
lusi. Bukan tidak mungkin evolusi yang dimaksudkan mahasiswa
Damshauer menyangkut bagaimana kepedulian manusia Indonesia
terhadap bahasanya sendiri karena suatu evolusi tidak akan dikenal
sebagai evolusi ketika proses tersebut belum usai. Sekarang mau-
kah kita membiarkan bahasa kita berevolusi menjadi bahasa yang
tidak pada tempatnya?
4 Burung-Burung Kertas
liputi penulisan paragraf yang menjorok, huruf kapital di awal
kalimat, tanda baca titik di akhir kalimat, dan jumlah kata dan
satu kalimat supaya menjadi kalimat efektif. Pemateri juga menje-
laskan bagaimana membuat kalimat sesuai dengan logika kalimat
supaya kalimat yang dibuat tidak berbelit-belit. Tidak lupa, pema-
teri menyelipkan permainan kereta kata, yaitu sebuah permainan
menyusun kata-kata menjadi sebuah kalimat yang memiliki cerita.
Mirip dengan soal yang biasanya ada di lembar kerja siswa. Per-
mainan ni menguji seberapa anak memahami struktur kalimat.
Selanjutnya, pelatihan dilanjutkan dengan latihan wawancara.
Siswa-siswi ini diajari untuk berani bertanya dan mendapat infor-
masi. Mereka mewawancarai guru, tim dari Save The Children, atau
tim pemateri sendiri. Mereka juga diminta untuk mengamati ling-
kungan sekitar mereka dan mengkolaborasikannya dalam sebuah
tulisan. Penilaian akhir ditujukan untuk menilai seberapa siswa-
siswi menyerap apa yang telah disampaikan oleh para pemateri.
Hasil penilaian akhir meliputi aspek yang sama adalah 38%
atau 127 siswa tidak memahami, 168 siswa atau 50% siswa cukup
memahami, dan sebanyak 12% atau 42 siswa memahami kepenulis-
an dasar bahasa Indonesia yang baik dan benar. Peningkatan ini
cukup baik walaupun tidak sesignifikan seperti yang diharapkan.
Dalam praktiknya, pelajaran bahasa Indonesia belum menjadi
perhatian serius bagi siswa. Ini terlihat dari bagaimana cara mereka
menulis kalimat. Ketika pemateri meminta mereka menulis para-
graf, banyak di antara mereka menulis dengan awalan nomor.
Seolah mereka menjawab soal. Mereka masih menulis dengan huruf
besar dan kecil, seperti yang digunakan pada bahasa alay. Mereka
belum mengindahkan peraturan bahwa hanya huruf di awal kali-
mat dan nama yang berawalan huruf kapital. Mereka masih ba-
nyak pula menulis tanpa tanda titik di akhir kalimat.
Hampir setiap tulisan yang kami baca mengandung pengulang-
an kata yang berlebihan. Ini berarti kosakata anak-anak di sini
sangatlah terbatas. Hal ini diperkuat dengan banyak anak-anak
yang menyisipkan kata-kata berbahasa daerah. Banyak anak meng-
gunakan kata ngarit, njegur, mbajak, dan sebagainya.
Burung-Burung Kertas 5
Di SD Wonolelo 3, pemateri banyak menemui siswa yang sa-
ma sekali tidak mengerti arti dari kalimat tertentu. Parahnya ketika
mereka diminta menulis kalimat, tulisan yang muncul hanyalah
frasa-frasa, contohnya, bangun tidur, makan, berangkat sekolah, ber-
main, pulang, dan seterusnya.
Di SD N 1 Srumbung, kami juga menemukan anak yang ber-
seru, “Satu paragraf doang ya!” memprotes arahan para pemateri.
Setelah itu, kami menyadari penggunaan ekspresi “doang” yang
menunjukkan bahwa peran media sangat besar terhadap anak-
anak ini.
6 Burung-Burung Kertas
tetapi, pesannya sendiri kurang bermakna, contohnya, pesan-pe-
san yang disebar karena ada gratis sms, atau pesan-pesan di media
sosial yang kurang penting isinya.
Rata-rata pengguna internet di Amerika Serikat menghabiskan
waktu 121 milyar menit pada Juli 2012 untuk media sosial. Jumlah
ini meningkat 37% dari jumlah pada Juni 2012, yaitu 88 miliar menit.
Dengan waktu selama itu, mereka dapat mengamati tren-tren
yang terjadi di media sosial. Dengan jumlah pengguna yang ba-
nyak, akses informasi yang mudah dan cepat membuat suatu hal
yang baru dapat dinikmati dengan mudahnya sehingga bukan se-
kali-dua kali muncul celetukan atau kosakata khas anak muda yang
diikuti oleh banyak orang. Sesuai dengan teori konformitas, peng-
guna media sosial secara tidak sadar akan menyesuaikan diri de-
ngan kebiasan dan tren yang terjadi. Jika hal ini tidak ditanggapi
secara dewasa, hal itu akan muncul kata-kata yang melenceng dari
makna sebenarnya.
Contoh paling baru adalah fenomena vickiisme yang terjadi akhir-
akhir ini. Gejala vickiisme sebenarnya bukan gejala baru, bahkan
sejak lepas dari penjajahan. Sebagian masyarakat kita sudah ter-
kena virus “ngintelektual” itu. Sebuah penyakit yang umum terjadi
ketika modernisme atau zaman rasional masuk ke dalam komunitas
atau negeri yang sebelumnya dikenal sangat tradisional.
Memang untuk sebagian orang gaya bahasa Vicky terlihat sa-
ngat intelektual. Akan tetapi bagi orang lain, gaya bahasa Vicky
hanya menjadi hiburan yang mengocok perut. Hal yang patut
diwaspadai di sini ialah bagaimana anak-anak dengan usia yang
masih berkembang disuguhi berbagai tayangan yang mengeskpos
vickiisme. Ditambah lagi, pengaruh komunitas yang sering meng-
gunakan gaya bahasa Vicky untuk bahan lelucon. Bukan hal yang
berlebihan, kita mengkhawatirkan anak-anak yang masih dalam
masa meniru ini menggunakan bahasa Vicky. Apalagi dengan data
yang ada, masih banyak anak sekolah dasar yang belum mema-
hami bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengingat berapa
usia Vicky dan bagaimana dia berkomunikasi dengan bahasanya,
kita tidak bisa menutup mata pada kemungkinan bahwa anak-
anak bisa juga mengikuti kiblat Vicky.
Burung-Burung Kertas 7
Contoh lain adalah fenomena merebaknya ciyus dan miapah
di pertengahan bulan Oktober tahun lalu. Kata-kata ini sebenarnya
muncul dari pemakaian sosial media. Ada beberapa anak pengguna
sosial media berpura-pura cadel. Alhasil, kata-kata ini dianggap
sebagai sesuatu yang lucu sehingga banyak digunakan oleh ka-
langan muda saat itu. Akan tetapi, fenomena kata-kata tersebut
hanyalah bersifat musiman. Alasannya, masyarakat lambat laun
akan menganggap kata-kata tersebut biasa atau ada kata lainnya
yang lebih menarik.
Kembali mengingatkan, fenomena ragam bahasa sebenarnya
bukan setahun dua tahun saja mulai terjadi. Banyak kata yang
diadopsi dari artis-artis televisi. Cetar membahana, sesuatu, dan alham-
dulillah ya sering kita dengar dari penyanyi Syahrini. Entah apa
maksudnya, kata-kata ini juga menjadi tren di kalangan muda.
Sebelumnya, Titi D.J. sempat membuat tren ember (memang begitu);
Titi Kamal dengan jablai (jarang dibelai) dan seruan khas ala pela-
wak Sule, prikitiew.
Dengan timbul-tenggelamnya fenomena ragam bahasa, kita
patut mengingat bahwa sebenarnya bahasa senantiasa berkem-
bang. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh budaya yang juga
selalu berkembang. Sebagai manusia evolusioner, manusia Indo-
nesia pasti juga mengevolusikan bahasanya. Tipe kalimat “diam-
bilnya buku ini” semakin jarang terdengar. Kini orang cenderung
mengatakan “ia mengambil buku”. Dulu perbuatan yang difokus-
kan, kini individulah yang ditonjolkan dan dijadikan fokus kalimat,
tak lagi hanya menjadi imbuhan. Selain itu, kata ganti orang seperti
hamba tidak lagi dipakai.
Ini sebuah fenomena yang wajar jika kita melihat bahasa dalam
konteks budaya. Apalagi dengan perkembangan komunikasi yang
begitu cepat. Akan tetapi di balik itu semua, tentu saja ada urgensi
untuk melindungi bahasa Indonesia dari degradasi makna dan
salah pemakaian. Di lihat dari sisi historis, kita semua mengerti
bahwa bahasa Indonesia menjadi komponen penting terhadap per-
satuan bangsa. Bahasa juga merupakan salah satu dari tujuh unsur
budaya universal. Ini artinya bahasa Indonesia akan menjadi pe-
8 Burung-Burung Kertas
nanda peradaban manusia Indonesia. Jangan sampai muncul, orang
Indonesia kehilangan kemampuannya berbahasa Indonesia.
Akan tetapi di sisi lain, perlindungan terhadap bahasa Indo-
nesia sangatlah dilematis. Bahasa Indonesia menghadapi berbagai
“ancaman” dan “gangguan”, mulai dari kebutuhan bahasa asing
yang lebih memiliki pamor, pencanangan penggunaan bahasa dae-
rah, hingga bahasa nonformal yang sering dipakai di media sosial.
Perlindungan bahasa Indonesia sendiri tampak menjadi sangat
klise. Apa yang patut dilindungi?
Fenomena ragam bahasa memang sangatlah wajar. Akan tetapi,
ragam bahasa akan menjadi berbahaya apabila anak-anak, khusus-
nya, mulai tidak peduli dengan aturan berbahasa yang baik dan
benar. Hal inilah yang patut kita waspadai. Jangan sampai penggu-
naan bahasa yang salah ini kita biarkan begitu saja sehingga terjadi
pemakluman-pemakluman yang fatal. Implikasinya adalah anak-
anak tidak lagi bisa berbahasa dengan baik dan benar.
Burung-Burung Kertas 9
anak harus bisa membaca untuk masuk sekolah dasar, semasa ta-
man kanak-kanak atau PAUD mereka akan dipaksa untuk belajar
membaca. Jika mereka dipaksa untuk membaca, ke depan, mereka
akan membenci membaca. Rata-rata yang dibaca anak Indonesia
adalah 27 halaman per tahun, jauh dari rata-rata Finlandia yang
membaca 300 halaman dalam 5 hari.
Membaca menjadi sangat penting untuk menjadi fondasi ber-
bahasa anak-anak. Dengan membaca, anak-anak belajar kosakata
baru. Mereka belajar menyusun kalimat dan menggunakan ber-
bagai variasi kosakata dalam kalimatnya. Hampir seluruh sekolah-
sekolah yang saya kunjungi di Magelang menutup perpustakaan-
nya. Ini merupakan jawaban mengapa selama ini anak-anak tidak
gemar membaca.
Meningkatkan minat baca akan sama dengan melindungi ba-
hasa Indonesia. Kebijakan dinas pendidikan selama ini mewajibkan
siswa-siswi untuk membaca minimal 15 buku dalam waktu 3 tahun
ketika di bangku sekolah menengah atas. Pada dasarnya, kebijakan
ini memang dimaksudkan untuk meningkatkan minat baca siswa,
tetapi saya kira pemberian tugas semacam itu sudah sangat ter-
lambat untuk siswa menengah atas. Berdasarkan pengalaman saya
ketika di bangku sekolah, banyak anak-anak yang mengeluh ketika
mengerjakan tersebut. Bagi mereka, tugas tersebut tidak begitu
penting dibandingkan dengan materi yang harus dikejar untuk
masuk perguruan tinggi. Ini menunjukkan indikasi bahwa sejak
kecil mereka tidak dibiasakan untuk membaca buku selain buku
pelajaran.
Jika memang dinas pendidikan menghendaki tugas sedemi-
kian rupa, praktiknya harus dilakukan berjenjang. Pada tingkat
taman kanak-kanak, minat baca dilatih bukan dari paksaan. Pada
usia bermain, mereka justru harus banyak dibacakan cerita-cerita
sehingga ada ketertarikan bagi mereka untuk mengenal buku.
Di tingkat sekolah dasar, anak-anak mulai belajar membaca.
Di sini, setiap minggunya mereka wajib membaca sebuah buku
cerita yang menurut mereka menarik. Setelah membaca buku ter-
sebut, mereka satu per satu akan menceritakan apa yang telah
10 Burung-Burung Kertas
mereka baca di depan kelas. Dengan bercerita, mereka akan mem-
budayakan kebiasaan membaca. Mereka juga akan tertarik untuk
membaca buku-buku yang lain.
Di tingkat sekolah menengah pertama, siswa-siswi diarahkan
untuk membaca buku dengan jumlah halaman dan tema tertentu.
Mereka diarahkan untuk bisa menuangkan apa yang telah mereka
baca lewat tulisan atau membuat resensi. Metode ini juga diguna-
kan untuk sekolah menengah atas dengan ketentuan yang lebih
kompleks.
Ritme pembelajaran seperti ini memang sudah diterapkan
dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Akan tetapi menurut
pengalaman saya, membaca buku menjadi standar kompetensi ta-
hunan belaka. Pada setiap penugasannya, masih ada juga siswa-
siswi yang bingung dalam mengerjakan tugas dan akhirnya meng-
ambil jalan pintas. Untuk membentuk kebiasaan membaca, pola
pembelajaran di atas bisa dilakukan dalam skala waktu dua
mingguan.
Penutup
Terlepas dari normal atau tidaknya evolusi bahasa Indonesia,
sebagai masyarakat Indonesia, kita harus melindungi bahasa persa-
tuan kita. Kebanggaan berbahasa Indonesia harus dipupuk sejak
dini. Peningkatan minat baca sebagai salah satu solusi melindungi
bahasa Indonesia yang baik dan benar juga harus dipertimbang-
kan. Ibarat sambil menyelam minum air, solusi ini tidak saja akan
membiasakan anak-anak untuk berbahasa yang baik dan benar,
tetapi anak-anak juga belajar ilmu pengetahuan secara luas.
Daftar Bacaan
Damshauer, Berthold. “Evolusi Bahasa dan Manusia Indonesia”.
Dalam Majalah Tempo, 24--30 Juni 2013, hlm. 130.
Burung-Burung Kertas 11
Biodata
Imas Indra Hapsari. Tinggal di Tempel RT 004, Lumbungrejo, Tempel, Sleman.
Saat ini Imas Indra Hapsari kuliah di Fakultas ISIPOL, Jurusan Ilmu Hubungan
Internasional, Universitas Gadjah Mada. Jika ingin berkorespondensi dengan
Imas Indra Hapsari dapat menghubungi HP: 085747519933 dan pos-el:
imasindrahapsari@gmail.com.
12 Burung-Burung Kertas
SENI ALA KADARNYA
Anggalih Bayu Muh. Kamim
Burung-Burung Kertas 13
Rumusan Masalah
a. Dampak negatif apa sajakah yang ditimbulkan dari sinetron
religi?
b. Bagaimana dampak negatif yang ditimbulkan dari sinetron
religi dapat terjadi?
Tujuan Kajian
a. Esai ini bertujuan untuk menelisik jabaran dampak negatif
dari sinetron religi.
b. Esai ini bertujuan untuk menelisik proses munculnya dampak
negatif dari sinetron religi.
14 Burung-Burung Kertas
dakwah kepada para pemain yang terlibat dalam suatu konflik.
Namun, tak jarang pemain ustaz tersebut justru dijadikan bahan
lelucon oleh pemain lain yang berfungsi agar sinetron terkesan
lucu. Hal ini justru dapat merendahkan peran ustaz sebagai pen-
dakwah. Selain itu, dalam suatu sinetron religi seorang ustaz lebih
terlihat sebagai seorang aktor dari pada seorang pendakwah.
Akibatnya, seakan-akan ustaz tersebut hanyalah mengejar suatu
popularitas, bukannya menjalankan perannya sebagai pendakwah.
Selain itu, dalam sinetron religi yang bertemakan hidayah se-
ring diperlihatkan adegan-adegan yang memuat unsur pornografi,
contohnya saja, adegan lelaki hidung belang yang main di kafe
dengan selingkuhannya dengan diperlihatkan kehidupan para pe-
kerja seks komersial secara konkret. Tujuan penyampaian cerita
tersebut sebenarnya sangat mulia, yaitu ingin menggambarkan
bahwa dalam kehidupan itu ada yang namanya azab dan kemu-
liaan. Namun, jika cara penyampaiannya salah, hal itu justru akan
menyebabkan masalah tersendiri. Menurut Syaikh bin Baz Rahima-
hullah, tidak boleh seorang laki-laki menyaksikan wanita telan-
jang, setengah telanjang, atau yang membuka wajahnya, begitu
pula seorang wanita tidak boleh menyaksikan laki-laki yang mem-
buka pahanya, baik di televisi atau video, film, maupun visual
lainnya, seseorang berkewajiban untuk menahan pandangan atau
berpaling sebab hal itu merupakan sumber fitnah dan salah satu
penyebab rusaknya hati dan menyimpangnya dari kebenaran. Pen-
dapat beliau didukung oleh ayat Alquran Surah An Nur: 30--31
yang artinya Hendaklah mereka menahan pandanganya dan memelihara
kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguh-
nya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada
wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya.
Hal ini tentunya sangat ironis, sinetron religi yang seharusnya
dapat digunakan sebagai sarana dakwah, tetapi jika cara penyajian-
nya salah, justru dapat berakibat fatal. Selain itu, dengan dimuat-
nya unsur-unsur pornografi justru dapat mencoreng nama baik
agama Islam. Belum lagi sinetron religi saat ini tidak hanya diton-
ton oleh dewasa, tetapi juga anak-anak. Oleh karena itu, kunci
Burung-Burung Kertas 15
utamanya adalah perlu diperhatikan cara pengemasan sinetron
religi tersebut. Dalam sinetron religi, saat ini juga sering muncul
jargon-jargon atau kata-kata yang tidak mendidik. Contohnya saja
dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji terdapat tokoh-tokoh yang
sering mengucapkan kata-kata kotor seperti dasar pe ak lu, ah dasar
tukang ngibul, dan masih banyak lagi. Kata-kata yang tidak men-
didik ini tentunya juga dapat mencoreng agama Islam karena meng-
gambarkan seolah-olah umat agama Islam itu suka bertutur kata
yang tidak sopan dan suka mencela orang lain. Hal ini tentunya
menambah poin keburukan sinetron religi saat ini.
Tak jarang sering muncul kata-kata yang bersifat menghina
dan terlalu merendahkan derajat orang lain. Contoh nyata adalah
dalam sinetron Islam KTP, dalam sinetron tersebut terdapat tokoh
orang kaya yang selalu menghina orang miskin yang ditemuinya.
Tokoh tersebut bahkan menghina orang miskin yang bertemu de-
ngannya dengan kata-kata di luar batas kemanusiaan, seperti Ah,
dasar Kaum melarat, Kaum Marjinal, Merakbal dan masih banyak lagi.
Hal itu justru dapat menggambarkan bahwa agama Islam itu adalah
yang tidak menghargai dan mengasihi orang-orang berperekono-
mian rendah. Dengan begitu, hal ini tentunya sangatlah disa-
yangkan.
Sineas senior, Deddy Mizwar, menilai bahwa banyak karya
berupa film ataupun sinetron yang belum mampu menyampaikan
pesan secara islami. Soalnya yang memproduksi karya-karya terse-
but bukan orang Islam, tetapi tontonan yang dijualnya diklaim
tontonan islami. Itu artinya tontonan semacam itu hanya sebagai
barang dagangan saja. Hal itu artinya yang dikejar hanyalah per-
mintaan pasar sehingga yang dikejar hanyalah popularitas dan
semakin membuktikan karya tersebut tidak sesuai dengan tujuan
pembuatannya. Akibatnya, yang pada mulanya ingin digunakan
sebagai sarana penyebaran agama Islam, akhirnya justru menco-
reng agama Islam itu sendiri, sedangkan Allah pernah berfirman
dalam Surah Al Maidah: 57—58 yang artinya Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang
membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara
orang-orang yang Telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang
16 Burung-Burung Kertas
kafir (orang-orang musyrik). dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-
betul orang-orang yang beriman. Dan apabila kamu menyeru (mereka)
untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan
dan permainan. yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum
yang tidak mau mempergunakan akal.
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwasannya orang-orang
yang menjelekan agama Islam itu adalah orang-orang yang tidak
mau mempergunakan akal, sedangkan Allah telah memberikan
suatu anugerah yang luar biasa pada manusia, yaitu berupa akal
dan pikiran, tetapi jika akal tidak digunakan dapat mencerminkan
bahwa orang tersebut tidak lebih berharga dari seekor binatang.
Mengapa dapat digambarkan seperti binatang? Karena mereka
hanya mengedepankan hawa nafsu mereka, yaitu keinginan me-
ngejar suatu popularitas tanpa memikirkan dampak buruk dari
hasil perbuatan mereka tersebut.
Satu hal lagi yang dapat menunjukan keburukan dari sinetron
religi zaman sekarang ini adalah adanya tokoh sentral dalam cerita
berupa seorang ustaz atau haji yang mempunyai tabiat buruk. Hal
ini tentunya sangat bertentangan dengan realitas sebenarnya yang
ada di dalam masyarakat. Haji dan para mubalig yang dalam kehi-
dupan bermasyarakat sangat disegani, dihormati, dan bahkan di-
jadikan panutan dan teladan. Namun, justru dalam kebanyakan
sinetron religi digambarkan sebagai orang yang bengis dan ber-
tabiat buruk. Tentunya hal ini mencoreng nama baik para pendak-
wah Islam. Contoh nyata adalah dalam sinetron Tukang Bubur Naik
Haji. Di dalam sinetron tersebut terdapat tokoh bernama Haji Mu-
hidin yang sombong dengan memberi gelar pada dirinya “haji
tiga kali”. Haji Muhidin juga digambarkan sebagai orang yang
selalu iri terhadap rezeki yang selalu diterima keluarga Haji Sulam.
Pelukisan tokoh yang demikian dapat memberikan gambaran
yang salah pada masyarakat tentang seorang haji. Masyarakat men-
jadi selalu mengidentikkan seorang haji sebagai seorang yang sa-
ngat sombong dan bertabiat buruk. Hal ini tentunya juga dapat
mengubah cara pandang masyarakat terhadap para pendakwah.
Masyarakat akan menaruh kecurigaan terhadap para pendakwah
dan terjadilah saling ketidakpercayaan. Para pendakwah yang
Burung-Burung Kertas 17
dahulu selalu disegani, dihormati, bahkan dijadikan tauladan, aki-
bat dari perubahan cara pandang ini, menyebabkan masyarakat
tidak percaya pada dakwah mereka yang menyebabkan masyara-
kat menjadi terjerumus ke jurang kesesatan. Hal ini juga memper-
lihatkan bahwa sinetron religi yang ada bukannya menyampaikan
nilai-nilai islami, tetapi justru menjerumuskan masyarakat.
Sinetron religi saat ini juga terlalu merendahkan harkat dan
martabat seorang wanita. Ini terlihat dari adanya pengidentikan
wanita dengan seorang pekerja seks komersial, istri selingkuhan,
dan penipu. Dalam sinetron religi bertema hidayah, wanita sering
digambarkan sebagai seorang penghasut para pria, bahkan juga
tak jarang wanita diidentikkan dengan pemeras harta para pria
melalui perannya sebagai istri selingkuhan dan juga wanita yang
berperan sebagai seorang istri yang sah dalam sinetron religi terse-
but sering digambarkan sebagai seorang yang tidak mempunyai
harga diri. Hal ini terlihat dari adegan lelaki hidung belang yang
selalu memukuli istrinya yang sah.
Alquran telah menjelaskan larangan untuk merendahkan para
wanita. Hal ini sesuai dengan ayat Alquran dalam Surah Hujuraat:
11 yang artinya Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan
orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang diter-
tawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perem-
puan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu
lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memang-
gil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Selain hal di atas, dampak sosiologis lain yang muncul adalah
mulai berkurangnya rasa hormat masyarakat terhadap ustaz, haji,
dan mubalig. Para pendakwah yang dahulu disegani, dihormati,
dan bahkan dijadikan seorang tauladan, justru kini mulai dilupakan.
Ini sebagai akibat dari terlalu seringnya penggambaran tokoh haji
sebagai tokoh antagonis. Contoh konkret adalah dalam sinetron
Haji Medit, Islam KTP, Tukang Bubur Naik Haji, Mak Ijah Pengen
Naik Haji, Anak-anak Manusia, dan masih banyak lagi. Seorang haji
selalu digambarkan sebagai orang kaya yang agamis, tetapi jika
18 Burung-Burung Kertas
bertemu orang miskin, orang miskin tersebut selalu dihina dan
diremehkan oleh tokoh haji tersebut, sedangkan realitas yang
ada dalam masyarakat tidak seperti itu. Akibat adegan tersebut
sering ditonton oleh masyarakat, hal ini menyebabkan cara pan-
dang masyarakat terhadap para pemuka agama menjadi berubah.
Masyarakat akan cenderung mengidentikkan para pemuka agama
di masyarakat tersebut sama dengan yang ada dalam sinetron
yang mereka tonton sehingga muncullah kecurigaan masyarakat
terhadap pemuka agama mereka sendiri. Akibatnya, pemuka aga-
ma selalu digosipkan dengan hal-hal yang tidak baik, bahkan mulai
muncul desas-desus yang dapat menganggu pribadi pemuka aga-
ma tersebut.
Yang semakin memprihatinkan masyarakat saat ini lebih suka
main hakim sendiri. Mereka dengan seenaknya menuduh dan mem-
fitnah seorang pemuka agama telah mengajarkan ajaran yang me-
nyesatkan, bahkan sering kali mereka menangkap dan mengusir
pemuka agama yang dituduh tersebut. Tentunya ini merupakan
suatu tindakan di luar batas kemanusiaan. Hal ini juga menambah
poin negatif dari sinetron religi saat ini. Padahal secara jelas Islam
telah melarang umatnya untuk merendahkan harkat dan martabat
para pendakwah dan pemuka agama, hal ini tertuang dalam
Alquran Surah At Taubah: 65 yang artinya Dan jika kamu tanyakan
kepada mereka (tanggapan apa yang mereka lakuka itu), tentulah mereka
akan menjawab, ‘sesungguhnya kami hanyalah bersendagurau dan ber-
main-main saja.’ Katakanlah, ‘Apakah dengan nama Allah, ayat-ayat-
Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?
Ayat lain yang memperkuat ayat ini adalah dalam Surah Fathir
ayat: 28 yang artinya Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Pengampun.”. Hal ini membuktikan bahwasanya kita
tidak boleh merendahkan para pemuka agama sehingga diperlukan
suatu pengemasan cerita yang lebih santun dan tidak menyesatkan.
Burung-Burung Kertas 19
dalam tayangan sinetron akan banyak memberikan pengaruh bu-
ruk kepada anak. Anak yang masih polos dan belum bisa membe-
dakan hidup nyata dan akting dengan mudah meniru apa yang
ada di sinetron, misalnya adegan kekerasan. Jika anak tidak di-
dampingi orang tua, bisa saja anak meniru adegan kekerasan dalam
sinetron, seperti berantem, memukul hingga menjambak rambut
temannya. Contoh lainnya ialah adegan antagonis yang selalu ada
di setiap sinetron juga dengan mudah ditiru anak-anak. Untuk
itu, jangan heran jika anak yang sering nonton sinetron, dia lebih
cepat marah jika keinginannya tak dipenuhi. “Anak itu rasa ingin
tahunya besar. Dan, anak suka meniru apa yang dilihatnya. Jika
yang dilihatnya memberi contoh buruk, bisa saja anak pun berperi-
laku buruk seperti apa. yang dilihatnya,” terang Astrid saat ditemui
di sela-sela seminar yang berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta
belum lama ini.
Senada dengan Astrid, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi. Psi-
kolog dari Lembaga Psikologi Terapan UI dan Klinik Raditya Me-
dical Center Depok, Jawa Barat, juga mengatakan anak belum bisa
membedakan informasi yang diterimanya antara kisah nyata atau
fiksi (khayalan). “Sinetron saat ini masih banyak menyajikan ke-
bencian, kebohongan, tipu muslihat, dan hal-hal tidak realistis lain-
nya. Ini sangat buruk jika ditonton dan ditiru anak-anak, tambah
Vera.
Tak jarang dalam sinetron religi bertema hidayah sering mun-
cul tayangan berbau seksualitas. Tayangan adegan bertema sek-
sualitas yang sering muncul dapat merangsang anak. Anak menjadi
cepat mengalami tahap kedewasaan karena hormon seksualnya
telah dirangsang oleh tayangan tersebut. Akibatnya, anak yang
belum paham mengenai hal-hal seksualitas menjadi terjebak ke
jurang kegelapan sehingga tak heran jika saat ini sering terjadi
kasus pemerkosaan dan pencabulan anak di bawah umur, bahkan
pada pertengahan tahun 2013 di salah satu wilayah di Kecamatan
Depok, Kabupaten Sleman, telah terjadi kasus pencabulan anak
sekolah dasar, yang ternyata pelakunya adalah teman laki-lakinya
sendiri.
20 Burung-Burung Kertas
Tentunya hal ini sangatlah menyedihkan. Belum lagi, dalam
sinetron juga sering didengar kata-kata berbau seksualitas yang
pada akhirnya juga berdampak buruk pada anak. Anak yang masih
belum mengerti arti kata itu sebenarnya, karena terlalu sering
menonton sinetron tersebut, menyebabkan anak memiliki kebiasa-
an dengan kata-kata yang berhubungan dengan hal seksualitas
tersebut.
Solusi
Karena dampak negatif sinetron religi menyebabkan efek yang
berbahaya, perlu dicari solusi untuk penyelesaian masalah ini. Cara
yang pertama adalah membatasi waktu anak untuk menonton te-
levisi. Kemudian, pilih tontonan yang sesuai dengan usia anak.
Sedapat mungkin orang tua atau orang dewasa di rumah menahan
sementara waktu tidak dulu menonton sinetron sebelum anak-
anak tidur. Jika pun anak meminta nonton sinetron, orang tua
tetap harus mendampingi anaknya meskipun saat nonton sinetron
anak-anak ataupun sinetron religi yang saat ini marak. Peran orang
tua sesungguhnya adalah mendampingi anak menonton untuk
mengajarkan bahwa apa yang ditontonnya tidak semuanya patut
ditirunya.
Namun, yang paling tepat adalah mengarahkan anak melaku-
kan aktivitas lain bersama anggota keluarga, mengerjakan tugas
sekolah, atau hanya berkumpul dan bercanda bersama keluarga.
Sebaiknya, orang tua mengalihkan ke tontonan lain, seperti film
edukasi anak atau film kartun yang banyak menampilkan gambar
warna, ukuran, dan jalan cerita sesuai dengan umur anak- anak,
juga lebih baik yang bisa melatih kemampuan pola pikir anak.
Selain itu, orang tua juga bisa mengajak anak melakukan aktivitas
yang lebih bermanfaat, seperti main ludo, atau permainan edukasi
lainnya. Cara kedua kita sebagai masyarakat harus bisa memfilter
tontonan yang layak ditonton sehingga kita bisa menjadi masya-
rakat yang waspada sekaligus kritis.
Burung-Burung Kertas 21
Simpulan
Agar sinetron religi berkualitas dan layak tonton, sebaiknya
dalam pengemasan sinetron tersebut tidak meninggalkan tujuan
utama pembuatan sinetron tersebut dan adegan yang kurang
mendidik sebaiknya dikurangi. Dengan demikian, akan tercipta
karya seni yang benar-benar berkualitas.
Biodata Penulis
Anggalih Bayu Muh. Kamim. Tinggal di Topanrejo, Maguwoharjo, Depok,
Sleman. Saat ini Anggalih Bayu Muh. Kamim sekolah di SMA Negeri 2 Ngaglik,
Sleman. Jika ingin berkorespondensi dengan Anggalih Bayu Muh. Kamim
dapat menghubungi HP: 085293198545.
22 Burung-Burung Kertas
ESAI BAGI REMAJA:
KEBUTUHAN ATAU KETERTARIKAN?
Anita Meilani
Pendahuluan
Pengadaaan lomba atau sayembara menulis untuk kalangan
remaja dari berbagai lembaga pemerintah maupun swasta sudah
sering kita dengar, baik menulis cerpen, puisi, esai, maupun karya
ilmiah. Hadiah yang diberikan pun sangat menarik minat. Bedanya
adalah, ketertarikan remaja terhadap jenis tulisan yang dilomba-
kan. Sadar atau tidak, acuh atau tidak, peminat cerpen lebih ba-
nyak dibandingkan dengan esai. Sebagai tulisan yang sama-sama
berbentuk prosa, esai ternyata tidak begitu menarik perhatian re-
maja. Padahal, pembelajaran menulis esai ada dalam kurikulum
sekolah. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), ke-
terampilan menulis esai diberikan pada kelas XII semester 2. Secara
normatif, siswa seharusnya sudah mengerti prinsip-prinsip penu-
lisan esai.
Pada kenyataannya, cerpen yang sifatnya lebih imajinatif tetap
mengambil banyak minat dari remaja. Padahal banyak tulisan yang
menyoroti kurangnya minat siswa atau remaja terhadap sastra.
Kelihatannya sastra yang dimaksudkan adalah karya-karya yang
bersifat fiksi seperti novel sastra dan bukan karangan nonfiksi.
Pandangan tersebut tidak sepenuhnya benar karena terbukti pe-
serta lomba-lomba menulis cerpen tidak sedikit jumlahnya. Itu
berarti remaja sudah menunjukkan apresiasi yang cukup tinggi
terhadap sastra. Jika sastra yang dianggap kurang diminati saja
kini sudah semakin menarik bagi remaja, lalu bagaimana dengan
esai sendiri?
Burung-Burung Kertas 23
Banyak yang menganggap bahwa menulis adalah suatu bakat,
minat atau ketertarikan. Dalam hal ini termasuk pula menulis esai.
Ketika dihadapkan pada dua pilihan misalnya, diperintahkan me-
nulis esai atau cerpen, remaja cenderung memilih menulis cerpen.
Buktinya, setiap tahun peserta sayembara penulisan cerpen di Balai
Bahasa Yogyakarta lebih banyak menarik perhatian remaja diban-
dingkan dengan peserta sayembara penulisan esai, dengan per-
bandingan peserta mencapai 1:8 pada tahun 2012.
Esai adalah kebutuhan setiap remaja dalam dunia pendidikan
formal. Esai merupakan dasar bagi penulisan yang bersifat aka-
demik pada jenjang pendidikan selanjutnya. Oleh karena itu,
pelajaran menulis esai diberikan di sekolah pada jenjang kelas XII.
Namun, mengapa esai hanyalah dianggap sebuah ketertarikan?
24 Burung-Burung Kertas
rangan esai sendiri meliputi judul, pendahuluan, pokok bahasan
(isi), dan kesimpulan. Dengan karakteristik seperti itu, esai sebe-
narnya menjadi kebutuhan penting dalam dunia pendidikan
formal.
Esai sebagai karangan semi-ilmiah yang tidak terlalu panjang
dapat menjadi bekal dasar dalam kegiatan penulisan ilmiah. Pada
tingkatan pendidikan formal, esai digunakan sebagai penugasan
untuk mengetahui tingkat pemahaman dan apresiasi siswa/maha-
siswa terhadap materi ajar yang diberikan. Dalam pembelajaran
penulisan esai di SMA, biasanya siswa diperintahkan membuat
esai pendek yang di dalamnya telah mencakup unsur organisasi
esai yaitu pernyataan tesis (pendahuluan), isi gagasan, dan kesim-
pulan. Berdasarkan esai pendek yang kurang lebih hanya lima
paragraf ini diharapkan siswa mampu mengembangkan tulisannya
menjadi argumen panjang berdasarkan studi pustaka.
Selain sebagai bekal dasar penulisan karya ilmiah, esai juga
dianggap sebagai bekal menuju literasi madani. Literasi madani
sendiri adalah “kemampuan masyarakat untuk membaca agar
mampu memberi keputusan sosial yang bertanggung jawab dan
kemampuan menulis secara kritis untuk mengaktualisasi peran
sosialnya dalam masyarakat” (Alwasilah, via Wiedarti, 2006:65).
Artinya dengan literasi madani kita bisa menjadi bangsa yang cer-
das yang mencerminkan keterampilan hidup berdemokrasi.
Dalam konteks masyarakat madani, literasi (keterampilan
membaca dan menulis) diarahkan pada membaca madani dan me-
nulis madani. Perwujudan literasi madani dapat dilihat dalam arti-
kel-artikel, tajuk, opini, kritik, dan resensi yang termuat dalam
surat-surat kabar. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagai ma-
syarakat kita sudah mampu menyuarakan pikiran sebagai kontrol
terhadap pemerintah, yang merupakan ciri dari bangsa yang meng-
anut sistem demokratis. Madani sendiri dapat diartikan sebagai
“seimbang”.
Hal-hal yang berbau politik, ilmiah, dan lain sebagainya, sebe-
narnya bukan tugas guru bahasa Indonesia saja untuk mengajarkan
esai kepada anak didik atau remaja. Guru mata pelajaran lain se-
harusnya juga menguasai teknik penulisan esai. Esai tidak hanya
Burung-Burung Kertas 25
dipergunakan dalam karangan sastra saja, tetapi juga pada bidang-
bidang yang lain. Esai merupakan dasar dari penulisan ilmiah,
tidak terbatas pada sastra. Materi pada bidang studi lain dapat
dikaji dalam bentuk esai.
26 Burung-Burung Kertas
dengan pola pengembangan deduktif dan induktif) yang kesemua-
nya diasumsikan mampu mendukung pemelajaran penulisan esai.
Itulah mengapa esai tidak diberikan di kelas X atau XI, bahkan di
kelas XII semester 1.
Burung-Burung Kertas 27
Esai Sastra
Perkembangan esai di Indonesia dipopulerkan oleh H.B. Jassin.
Karya Jassin yang berjudul Kesusastraan Indonesia Modern dalam
Kritik dan Esei (1985) merupakan rujukan penulis esai di Indonesia.
Esai-esai yang ditulis sebagian besar adalah esai sastra. Menurut
Jassin, esai adalah uraian yang mebicarakan berbagai macam ra-
gam, tidak tersusun secara teratur, tetapi seperti dipetik dari ber-
bagai macam jalan pikiran (via Pujiono, 2013:53). Esais-esais
Indonesia yang terkenal hingga sekarang antara lain adalah Iwan
Simatupang, Sutan Takdir Alisyahbana, dan Sitor Situmorang.
Esai sastra sendiri merupakan pandangan atau pendapat
pribadi penulisnya mengenai suatu masalah kesastraan. Ternyata
sejak dulu, eksistensi esai telah dipermasalahkan. Hal tersebut
pernah diungkapkan oleh Nugroho Notosusanto dalam “Persada”
lampiran majalah “Kisah” November 2006. Nugroho mengeluh
bahwa genre esai merupakan genre yang dianaktirikan dalam
dunia sastra kita. Di dalamnya juga terdapat pernyataan dari S.M.
Ardan bahwa hasil sastra terbaru lebih banyak cipta daripada be-
rupa esai atau kritik atau resensi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
bukan hal yang mengherankan jika kini pun remaja lebih menyukai
cerpen sebagai hasil cipta sastra dibandingkan esai, baik esai sastra
maupun esai yang membahas masalah lain.
Contoh dari esai sastra adalah tulisan Jakob Soemardjo terha-
dap cerpen “Mangga Arumanis” karya Muh Rustandi Kartakusuma
dengan ciri-ciri subjektivitas penulis berdasarkan pengalaman dan
pengetahuannya.
Mangga Arumanis adalah simbol Rustandi untuk menyatakan
kehidupan (keluarga) masyarakat dan bangsa yang otentik, jujur,
sesuai tuntutan hati nurani, bermoral dan teguh iman. Mangga
Arumanis juga berarti pengorbanan kepentingan diri sendiri.
Meskipun sebuah keluarga, sebuah masyarakat atau sebuah bangsa
itu miskin, asal hidup bermoral dan beriman, akan menjadikan
hidup ini akan menjadi manis dijalani dan dinikmat dihayati. Keka-
yaan itu baru berharga, baru manis, kalau diperoleh pula secara
otentik, jujur, bermoral, dan beriman. Tokoh Hendra adalah pah-
28 Burung-Burung Kertas
lawan bagi pengarangnya, Rustandi Kartakusuma. Pahlawan itu
dengan gagah berani menyumbangkan buah-buah mangga yang
tidak halal itu kepada mereka yang membutuhkan makanan. Ha-
nya dengan berbuat demikian, ia dapat kembali bermesraan de-
ngan istrinya, Yanti. Meskipun Yanti berasal dari keluarga kaya,
ia mau hidup dalam kemiskinan mendampingi Pahlawannya, Hen-
dra, yang bersikukuh mempertahankan sikap bermoral dan ber-
iman, penuh pengorbanan, dan pengabdian kepada sesama.”
Pengetahuan penulis tentang mangga arumanis, pandangan
positifnya terhadap tokoh di dalam cerpen yang diulas sangat
memperlihatkan betapa pribadinya sebuah esai. Inilah yang me-
nyangkal pernyataan bahwa esai terlalu ilmiah yang berindikasi
terlalu “serius”, karena esai sendiri malah sangat subjektif. Pan-
dangan yang seperti itu di kalangan remaja harus segera dilu-
ruskan.
Sebenarnya tanggapan terhadap karya sastra yang ada tidak
hanya dapat diapresiasi melalui esai, namun juga kritik dan resensi.
Walaupun sama-sama memuat argumen, ketiga jenis tulisan terse-
but memiliki perbedaan pada tujuannya. Dapat dipahami bahwa
sastrawan kita pun memiliki kegelisahan tentang nasib genre esai
pada masa ini. Meskipun telah dimasukkan ke dalam kurikulum
sekolah, pada kenyataannya pembelajaran esai belum juga mak-
simal.
Penutup
Tampaknya remaja belum menyadari pentingnya esai dalam
kegiatan akademis. Tentu saja hal ini juga merupakan akibat dari
pembelajaran oleh guru yang tidak menekankan dan menyampai-
kan pentingnya esai untuk mereka, sehingga remaja kurang mema-
hami hal tersebut. Setidaknya ada dua alasan mengapa esai kurang
berkembang di kalangan remaja.
Pertama, adanya persepsi bahwa esai terlalu bersifat ilmiah,
harus mengikuti kaidah atau aturan penulisan tertentu, sehingga
menyebabkan adanya asumsi bahwa terlalu banyak batasan yang
diberikan dalam penulisan esai, sehingga remaja yang merasa ingin
Burung-Burung Kertas 29
bebas berekspresi tertekan batasan-batasan tersebut. Aturan penu-
lisan esai yang memang bersifat semi-ilmiah menghambat kemauan
remaja yang cenderung labil dan belum memahami fungsi esai.
Secara psikologis usia remaja memang menyebabkan mereka lebih
senang dengan hal-hal bersifat imajinatif, karena mereka sendiri
pun suka berimajinasi. Itulah yang mengakibatkan dalam dunia
sastra hasil cipta lebih banyak dibanding ulasannya seperti yang
diungkapkan oleh S.M. Ardan.
Kedua, kurangnya perhatian guru terhadap perkembangan
kemampuan siswanya dalam menulis esai yang mengakibatkan
kurangnya pemahaman siswa terhadap fungsi esai. Seperti yang
telah dipaparkan sebelumnya bahwa banyak guru yang malah be-
lum menguasai esai dengan benar, maka bagaimana siswa dapat
menguasai esai dengan baik pula? Padahal dalam tingkat univer-
sitas, mahasiswa diasumsikan sudah mampu menulis esai dengan
baik dan benar sehingga banyak dosen mata kuliah menguji pema-
haman mahasiswanya dengan tugas menulis esai.
Sosialisasi terhadap guru semua bidang studi tentang penting-
nya penulisan esai sebagai bekal dasar penulisan karya ilmiah dapat
menjadi solusi. Tidak hanya sosialisasi, akan tetapi juga pelatihan
penulisan esai yang kemudian diharapkan mampu ditularkan kepa-
da siswa-siswanya. Tentu saja, sosialisasi dan pelatihan tersebut
tidak hanya diberikan kepada para guru, tetapi juga kepada para
mahasiswa calon guru.
Dalam sudut pandang lain, jika memang pada dasarnya remaja
banyak yang mencintai sastra, bukan tidak mungkin pengembang-
an awal kecintaan untuk menulis esai adalah dengan menulis esai
sastra. Dengan ketertarikan yang condong ke sastra, esai akan
menjadi lebih menyenangkan jika yang diulas adalah sebuah topik
yang mereka sukai dan kuasai. Lama-lama remaja akan menyadari
bahwa penting sekali mempelajari esai. Antara lain melatih peka
dalam lingkungan sekitar, menangkap dengan cepat masalah yang
ada, berpikir kritis, dan mengungkapkan data dengan argumen
yang kuat, yang menjadikan bekal untuk menyusun kerangka ber-
30 Burung-Burung Kertas
pikir ilmiah. Menulis bukan hanya masalah tertarik atau tidak ter-
tarik, menulis juga sebagai kebutuhan, apapun jenisnya. Dalam
menulis esai dapat dimulai pula dari penulisan esai informal, yang
kemudian berlanjut ke tahapan esai formal yang mengharuskan
adanya data-data dari studi pustaka.
Pada akhirnya, seperti wahyu Tuhan yang disampaikan
pertama kali kepada Nabi Muhammad saw., iqro’ ‘bacalah’. Bacalah
kemudian menulislah. Jika ingin menaklukkan dunia, silakan Anda
membacalah. Jika ingin dikenal dunia, silakan Anda menulislah.
Cogito ergo sum. Aku berpikir karena itu aku ada. Scribo ergo sum.
Aku menulis karena itu aku ada, maka mari mulailah berpikir untuk
menulis agar segera dikenal dunia.
Daftar Bacaan
Kratz, E. Ulrich. 2000. Sumber Terpilih Sejarah Sastra Indonesia Abad
XX. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Pujiono, Setyawan. 2013. Terampil Menulis: Cara Mudah dan Praktis
dalam Menulis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wiedarti, Pangesti. 2006. “Menulis Karya Ilmiah dan
Pengajarannya”. Diktat FBS, Universitas Negeri Yogyakarta.
Biodata
Anita Meilani. Tinggal di Celep, Srigading, Sanden, Bantul. Saat ini Anita
Meilani kuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta. Jika ingin berkorespondensi
dengan Anita Meilani dapat menghubungi HP: 085743802244 dan pos-el:
meilanitta@yahoo.com.
Burung-Burung Kertas 31
AKU GUNCANGKAN DUNIA
DENGAN MEMBACA
Surya Jatmika
“Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari
akarnya. Berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan
dunia.”(Bung Karno)
Pendahuluan
Tentu kita pernah mendengar salah satu pekik retorik yang
digaungkan Sang maha mentor abadi, Bung Karno, di atas. Kata
mutiara di atas telah menunjukan betapa besarnya harapan beliau
terhadap kaum muda. Beliau telah menyadari sepenuhnya akan
arti pentingnya kaum muda untuk membawa bangsa ini menuju
keperadaban yang lebih baik.
Satu pemuda bukanlah sembarang pemuda. Pemuda yang
diharapkan Bung Karno adalah pemuda yang cerdas, kritis dan
pintar dalam setiap hal. Apalah gunanya satu pemuda, seratus,
sejuta, bahkan semilyar, jika mereka bodoh, tentu keadaan stagnasi
atau tidak bergerak yang ada. Oleh karena itu, jika lebih diper-
dalam, makna tersirat Bung Karno dalam kata mutiaranya adalah
harapan satu orang pemuda yang cerdas, kritis dan pintar.
Satu kunci untuk menjadi pemuda cerdas, kritis dan pintar,
yaitu dengan membaca segala buku bermutu, yang mencerdaskan
dan mencerahkan pikiran, serta menjadikan hidup lebih berkuali-
tas. Membaca buku sampah (buku porno, buku makna kosong)
hanya membuat pikiran miring atau melenceng dalam ketidakseim-
bangan, menjadikan kita sebagai pribadi tak berkarakter dan terke-
san liar, menghalalkan segala cara untuk menyelesaikan setiap
persoalan.
32 Burung-Burung Kertas
Akan tetapi, di negeri ini tampaknya membaca buku bermutu
belum menjadi budaya. Masyarakat terutama pemuda belum me-
mahami arti penting membaca bagi kehidupan, padahal membaca
adalah kunci segala kesuksesan. Tidak ada orang di muka bumi
ini sukses tanpa membaca. Seorang Thomas Alfa Edison tidak akan
menemukan bola lampu jika tidak membaca. Oleh karena itu, reali-
ta ini menjadi dasar penulis mengemukakan gagasannya.
Burung-Burung Kertas 33
Ella Yulaelawati, mengatakan bahwa skor rata-rata kemampu-
an membaca remaja Indonesia adalah 402, di bawah skor rata-
rata negara yang masuk Organization for Economic Cooperation
and Development (OECD) dan Indonesia menempati urutan 57
dari 62 negara.
3. Laporan Bank Dunia no.16369-IND (Education in Indonesia from
Crisis to recovery) menyebutkan bahwa tingkat membaca usia
kelas VI Sekolah Dasar di Indonesia hanya mampu meraih
skor 51,7 di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1), dan Singa-
pura (74,0).
Pemuda Kita
Pemuda Indonesia memang rendah dalam hal minat membaca
buku bermutu, tetapi tidak untuk minat membaca pada dunia maya
(internet). Mereka sudah menjadikan internet sebagai kebutuhan
pokok dalam hidup mereka. Tanpa adanya internet, hidup mereka
bagaikan sayur tanpa garam yang hambar rasanya.
34 Burung-Burung Kertas
Saat ini internet mereka gunakan sebagai sumber informasi
pertama dan utama akan setiap hal, seperti tugas, teori makalah,
kajian dan berbagai karya. Pemanfaatan internet yang besar seba-
gai sumber informan utama daripada buku, didasari alasan mudah,
ringkas dan tidak menjenuhkan sehingga keadaan tersebut menye-
babkan Indonesia menduduki peringkat lima dunia sebagai peng-
guna internet terbanyak di dunia.
Fakta mengenai prestasi penggunaan internet pada masyarakat
bagaikan dua sisi perasaan kehidupan, antara kebanggaan dan
keprihatinanan. Kebanggan yang dirasakan adalah penduduk In-
donesia terutama pemuda ternyata memiliki wawasan IPTEK (Il-
mu pengetahuan dan teknologi) yang tinggi. Keprihatinnanya, ma-
syarakat kita, terutama pemuda, masih menjadikan bacaan di inter-
net sebagai sumber informasi pertama dan utama dalam menger-
jakan setiap karya mereka.
Penggunaan internet sebagai sumber informasi merupakan
jalan yang salah. Kevalidan, keakuratan, mutu, dan kebenaran tu-
lisan di dalam internet masih menjadi keraguan bagi para pakar.
Ini disebabkan penulisannya yang masih dibelenggu oleh emosi
sesaat penulis sehingga tanggung jawab dan makna tulisan kabur.
Oleh sebab itu, para ahli menempatkan internet sebagai pustaka
kelas terbawah dan disarankan agar tidak dipakai dalam setiap
penulisan ilmiah dan yang penulisan karya yang lain.
Pustaka kelas teratas tentu adalah tulisan-tulisan bermutu hasil
pemikiran dan penelitian para ahli yang ditulis dengan makna
dan tanggung jawab yang penuh sehingga validasi dan keakurat-
annya tidak menjadi keraguan. Akan tetapi, dengan alasan mudah,
ringkas, dan tidak menjenuhkan, tetap saja menjadikan internet
sebagai primadona pemuda kita sebagai bacaan dan acuan.
Keadaan ini tentu bukanlah hal yang sepele. Pembacaan bacaan
yang tidak bermutu tentu akan melencengkan pikiran, merusak
moral dan mengubah pola perilaku kita menjadi tidak terkendali.
Selain itu, penggunaan bacaan tidak bermutu sebagai penunjang
gagasan akan melahirkan dan menyuguhkan tulisan sampah yang
dapat meracuni pikiran pembacanya.
Burung-Burung Kertas 35
Ketika pikiran rusak, moral pun menjadi rusak dan tentu me-
rembet pada perilaku pembacanya yang menjadi tidak terkendali.
Keadaan yang terjadi adalah carut marut dan hidup di bawah
bayang-bayang ketakutan. Itulah gambaran yang terjadi ketika
kita mengabaikan hal sepele, yaitu rendahnya minat membaca baca-
an bermutu pada masyarakat kita, terutama pemuda (generasi
penerus bangsa).
36 Burung-Burung Kertas
terutama pemuda sehingga minat baca penduduk di perpustakaan
semakin tinggi.
Solusi terakhir yang penulis tawarkan adalah sistem wajib
membaca satu semester bagi siswa. Sistem ini mengajak guru (pen-
didik) untuk mewajibkan siswanya (baik dari tingkat SD (sekolah
dasar) maupun perguruan tinggi) untuk membaca beberapa buku
setiap satu semesternya (buku yang bermutu). Pemberian
kewajiban ini harus didasari kemampuan anak dalam hal membaca,
sebagai contoh untuk SD 1 buku, SMP 3 buku, SMA 4 buku, dan
mahasiswa 5 buku.
Setelah selesai membaca, guru diharapkan mengajak siswanya
untuk meresensi atau meringkas setiap bacaan mereka, kemudian
memberikan pertanyaan mengenai buku yang mereka baca. Hal
ini tentu menekan angka kecurangan yang dilakukan siswa se-
hingga mereka sungguh-sungguh melakukan kegiatan membaca.
Penulis melihat sistem ini belum diterapkan oleh pemerintah
kita. Padahal jika kita menengok negeri tetangga (Malaysia) dan
negara-negara maju (Amerika Serikat dan negara-negara Eropa),
sistem ini adalah suatu kewajiban bagi setiap peserta didik. Oleh
karena itu, tidak salah kita mengadopsinya demi mencetak ma-
nusia berkualitas dan Indonesia yang maju.
Dengan solusi yang penulis tawarkan di atas diharapkan mam-
pu menggerakkan hati masyarakat kita terutama pemuda untuk
meningkatkan minat baca mereka terhadap buku bermutu. Dengan
demikian, akan terbentuklah manusia berkualitas dan terbentuklah
Indonesia yang jaya. Lalu yang menjadi pertanyaan, bagaimana
membaca dapat membuat hidup kita lebih berkualitas dan mampu
memajukan bangsa?
Burung-Burung Kertas 37
Akan tetapi, mereka masih belum menyadari sepenuhnya akan
hal tersebut karena belum mengetahui arti penting membaca buku
bermutu.
Membaca buku bermutu adalah kegiatan yang tidak ada rugi-
nya. Menurut Sri Harjanto Sahid, membaca sama halnya menyerap
pengetahuan dari buku sama artinya dengan menimbun investasi
untuk membangun masa depan, berarti memperkaya dan memper-
kuat kerajaan pikiran, sekaligus meluaskan dan memenuhkan gu-
dang kerajaan sunyi kalbu dengan mutiara-mutiara kebijaksanaan
hidup sehingga terciptalah manusia berkualitas dan beretika.
Dengan terciptanya manusia berkualitas dan beretika, hal itu
akan membawa bangsa ini menuju peradaban yang lebih baik. Ini
dikarenakan manusia berkualitas akan mendorong terlahirnya tin-
dakan-tindakan nyata yang memajukan peradaban. Berbeda de-
ngan manusia tidak berkualitas, mereka hanya akan memperkeruh
keadaan dan menyebabkan hancurnya peradaban dengan omong
kosong mereka.
Kemudian, bukti selanjutnya yang menguatkan argumen pe-
nulis membaca buku bermutu mampu mengguncang dunia telah
terpampang nyata di muka bumi ini. Keadaan itu dapat kita lihat
perbedaan antara Indonesia dengan Amerika Serikat.
Indonesia dan Amerika Serikat adalah negara yang sama, yaitu
sama tergolong lima besar penduduk terbanyak di dunia (Amerika
ke-3 dan Indonesia ke-4). Namun, yang membedakan, Amerika
adalah negara adidaya penguasa dunia di balik keterbatasan sum-
ber daya alam, sedangkan Indonesia adalah negara miskin di balik
keterlimpahan sumber daya alamnya. Tentu ini merupakan fakta
yang sangat ironi bagi kita (orang Indonesia).
Terjadinya keadaan tersebut lantaran kualitas penduduk ke-
dua negara sangatlah berbeda. Perbedaan kualitas hidup disebab-
kan budaya membacanya. Dari fakta yang telah dijelaskan sebe-
lumnya menyatakan bahwa jumlah buku yang wajib dibaca pemuda
Amerika adalah 32 buku, sedangkan Indonesia 0 buku. Nah, dari
bukti yang telah ada, kita dapat melihat dampak besar di kemudian
hari orang yang membaca buku bermutu dibanding dengan yang
tidak.
38 Burung-Burung Kertas
Amerika, negara dengan penduduk terbesar ketiga dunia de-
ngan keterbatasan sumber daya alam, mampu menjadi penguasa
dunia lantaran kualitas penduduknya yang sangat tinggi. Hal itu
hanya diperoleh dengan cara membudayakan membaca bacaan
bermutu dari usia dini hingga seterusnya. Mengapa kita tidak
bisa?
Kita, Indonesia, janganlah kalah dengan Amerika. Kelebihan
yang kita miliki dari Amerika sangatlah berpotensi besar untuk
menjadikan negeri ini menjadi penguasa dunia selanjutnya yang
bahkan mampu mengalahkan Amerika dengan jalan meningkatkan
minat baca buku bermutu sebagai jalan keluarnya. Masa depan
bangsa ini ada digenggaman tangan kita. Oleh karena itu, mari
pemuda bawa bangsa kita menjadi macan dunia melalui membaca
buku bermutu.
Penutup
Rendahnya minat baca buku bermutu pemuda kita menjadi
suatu keprihatinan bagi kita. Ditambah lagi kesenangan mereka
membaca bacaan di dunia maya yang kualitasnya jauh dari kata
berkualitas membuat kita menjadi lebih prihatin. Bacaan-bacaan
tidak bermutu mampu merusak moral pembaca yang merembet
rusaknya tingkah laku kita. Ketika tingkah laku kita menjadi tidak
terkendali membuat kondisi menjadi tidak kondusif.
Situasi tidak kondusif menyebabkan terhambatnya segala
sistem yang bekerja sehingga menyebabkan terhambatnya negara
memperoleh kemajuan dalam segala aspek. Itulah sedikit gam-
baran jika kita masih menyepelekan masalah minat membaca buku
bermutu di kalangan masyarakat terutama pemuda sebagai pene-
rus bangsa.
Oleh karena itu, penulis berharap pihak-pihak terkait mampu
merealisasikan solusi yang penulis gagas dalam esai ini. jika telah
terealisasi meningkatlah minat membaca buku bermutu masyarakat
terutama pemuda kita. Ketika kita memiliki pemuda berkualitas
karena minat baca buku bermutu yang tinggi, terbentuklah negara
makmur dan bukan tidak mungkin lagi Indonesia mampu meng-
Burung-Burung Kertas 39
ungguli Amerika “Sang Penguasa” dunia melalui membaca buku
bermutu.
Biodata
Surya Jatmika. Tinggal di Pulutan, Pendowoharjo, Sewon, Bantul. Saat ini
Surya Jatmika kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta. Jika ingin berkores-
pondensi dengan Surya Jatmika dapat menghubungi HP: 085643951994.
40 Burung-Burung Kertas
MENCIPTA TOKOH FIKTIF
DALAM KARYA SASTRA
Ratu Pandan Wangi
Burung-Burung Kertas 41
yang menyeramkan. Dua kepribadian tersebut bersatu menjadi
tokoh yang menyedot perhatian pembaca sampai akhir cerita.
Sebelum mencipta tokoh fiktif, tentukan jenis karya sastra
yang hendak ditulis sebab penokohan berbeda-beda untuk setiap
jenis cerita. Apabila ingin menulis tentang sejarah ataupun budaya,
kita dapat menampilkan tokoh yang sekaligus mencerminkannya.
Apabila ingin menulis tentang misteri, kita jangan membuat tokoh
yang memperumit isi cerita. Buat saja tokoh yang sederhana, tetapi
berbeda halnya apabila ingin menulis cerita mengenai pencarian
jati diri. Dalam jenis tulisan ini, penokohan mesti kita buat secara
utuh.
Salah satu cerita tentang pencarian jati diri adalah Sybil karya
Flora Rheta Schreiber. Novel yang berdasarkan kisah nyata dan
menggoncang dunia psikologi ini mengisahkan seorang perempu-
an bernama Sybil yang mempunyai 16 kepribadian. Dikisahkan
pada awalnya, Sybil tak menyadari kemunculan kepribadian-ke-
pribadian itu. Lalu, ia mulai mengunjungi psikolog. Dalam perte-
muan-pertemuan mereka terkuaklah penyebab Sybil menjadi
demikian. Ia melakukan penyembuhan dan akhirnya berhasil.
Keenam belas kepribadian itu menyatu. Pembaca pun mendapat
penuturan mendetail dari kejadian awal sampai akhir, dari sebab
sampai akibat.
Biasanya pembaca mudah menyukai tokoh yang mirip dirinya
sendiri. Kemiripan itu bisa di permukaan, misalnya, remaja lebih
menyukai karya sastra yang tokohnya sesama remaja daripada
tokohnya orang tua. Bisa juga kemiripan yang lebih dalam, seperti
sifat dan kebiasaan. Namun, kemiripan-kemiripan itu pada akhir-
nya dapat membuat bosan sehingga ciptakan juga tokoh yang
membuat pembaca penasaran.
Sumber ide untuk mencipta tokoh fiktif bisa berasal dari mana
saja. Perhatikan orang-orang yang sudah dikenal baik. Kita tentu
hafal penampilan, kepribadian, dan latar belakang mereka. Coba
tulis deskripsi mengenainya secara terperinci, atau kita bisa pergi
ke beberapa tempat, misalnya, taman kota, kedai minuman, se-
kolah kejuruan, tempat ibadah, dan lain-lain. Lalu, kita cermati
orang-orang yang berada di sana. Apakah lebih banyak anak muda
42 Burung-Burung Kertas
atau orang tua? Apakah mereka berkelompok atau terpisah? Apa
saja topik pembicaraannya? Kita coba menebak-nebak yang sedang
mereka pikirkan.
Kita juga bisa melakukan pengembaraan ke dalam diri sendiri.
Pikirkan hal-hal yang kita sukai dan yang tidak, bagaimana me-
nyikapi suatu kejadian, apa saja mimpi kita. Mari bercakap-cakap
dengan diri sendiri. Korek berbagai kenangan sebab kenangan
merupakan sumber ide lainnya. Barangkali kita mempunyai ke-
nangan yang sangat berharga. Daripada membiarkannya terlupa-
kan, coba diabadikan dalam bentuk tulisan, atau sebaliknya kita
mempunyai kenangan pahit dan menyakitkan yang selama ini ter-
bayang-bayang. Mungkin jika dituangkan menjadi kata-kata, kita
bisa memaafkan dan melupakan kenangan tersebut. Selain kenang-
an mengenai peristiwa yang telah terjadi, kita bisa menciptakan
kenangan baru. Caranya adalah pergi ke tempat-tempat yang be-
lum pernah dikunjungi. Lain kali saat pergi ke restoran, pesan
menu yang kelihatannya tak ingin kita pesan, atau bicara dengan
orang-orang asing. Semakin banyak kenangan yang dimiliki, se-
makin banyak pula peluang untuk memperoleh ide.
Ide adalah sesuatu yang murah dan ada di mana pun asalkan
kita kreatif. Buka pikiran dan pandangan lebar-lebar. Biarkan ide
mengalir deras. Namun, jangan loloskan ide tanpa disaring karena
bisa saja ide yang ditemukan sangat klise. Peras pikiran kita dan
barangkali ide pertama, kedua, dan ketiga kita klise. Oleh karena
itu, kita sebaiknya berpikir dari berbagai sudut pandang. Cari
referensi dari buku, surat kabar, majalah, dan lain-lain. Bisa juga
kita mengikuti seminar dan diskusi. Tanyakan pendapat orang
lain mengenai ide kita. Mari terus berpikir dan berpikir sampai
mendapat ide yang luar biasa.
Kita dapat memilih ide yang unik dan tak ada duanya, atau
sudut pandangnya dibuat lain sehingga pembaca tak berpikir yang
itu-itu saja. Sebagai contoh, kerusuhan Mei 1998 di Jakarta sudah
begitu sering dibahas hingga daya tariknya berkurang. Namun,
cerpen berjudul Kunang-kunang di Langit Jakarta oleh Agus Noor—
salah satu pemenang 20 Tahun Cerpen Pilihan Kompas 1992—
2012—menghadirkan sesuatu yang berbeda. Cerpen ini melukis-
Burung-Burung Kertas 43
kan realitas tragedi dengan cara romantis. Para perempuan yang
diperkosa dalam kerusuhan itu disimbolkan sebagai kunang-ku-
nang dan roh penasaran. Mereka beterbangan bebas di gedung-
gedung kosong, sederhana, tetapi menggugah.
Setelah mendapat ide, sebaiknya kita segera merealisasikan-
nya. Jangan tunggu terlalu lama sebab bisa-bisa lupa atau ide itu
kehilangan momentumnya. Ciptakan tokoh-tokoh fiktif yang men-
dukung ide tersebut. Tempatkan mereka di posisi yang tepat.
Berdasarkan kepentingannya, tokoh dibagi menjadi tiga, yaitu fi-
guran, tokoh sampingan, dan tokoh utama. Figuran ialah tokoh
yang hanya berada di latar belakang, keberadaannya untuk mela-
kukan fungsi sederhana lalu hilang dan dilupakan, sedangkan to-
koh sampingan berperan lebih banyak, bisa mempengaruhi cerita,
tetapi hanya muncul sebentar.
Tokoh utama adalah fokus pembaca sehingga mesti dibuat
memukau agar pembaca ingin terus mengikuti kisahnya. Penam-
pilannya bisa dibuat menarik, seperti cantik, tampan, rupawan,
anggun, eksotis, karismatik. Namun yang penting, ia menarik sim-
pati pembaca. Beri peran protagonis sebagai korban atau penye-
lamat, penyembuh, pencinta kedamaian, dan sebagainya. Namun,
jangan ciptakan tokoh yang terlalu sempurna. Bukannya bersim-
pati, bisa-bisa pembaca merasa bosan. Untuk itu, sisipkan keku-
rangan atau keburukan pada sang tokoh.
Dalam tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, tokoh
utamanya dijuluki Ikal. Ia lelaki yang penampilannya biasa saja,
tidak kaya dan tidak digilai perempuan, cerdas, tetapi akhirnya
menjadi pengangguran. Karakter seperti ini terasa akrab dengan
pembaca sehingga mendapat banyak simpati. Ikal adalah orang
yang pantang menyerah. Ia bercita-cita menempuh pendidikan di
Perancis walaupun keadaannya tak memungkinkan. Berkat usaha
keras, dukungan orang-orang terdekat, dan campur tangan Tuhan,
akhirnya Ikal bisa mewujudkan keinginannya. Karakter dan plot
ceritanya sangat sesuai bagi pembaca untuk menganggap Ikal orang
yang dekat dengan mereka. Pembaca ikut menangis saat Ikal me-
nangis, tertawa saat Ikal tertawa, dan bangga bukan main saat ia
akhirnya berhasil.
44 Burung-Burung Kertas
Tokoh utama juga bisa dijadikan antagonis asalkan memikat.
Contohnya adalah tokoh utama dalam novel Out karya Natsuo
Kirino yang memenangkan Japan’s Grand Prix for Crime Fiction, na-
manya Yayoi, buruh pabrik yang tidak sengaja membunuh suami-
nya. Sebelum kejadian tersebut, ia adalah orang yang biasa-biasa
saja. Namun, karena harus menyingkirkan mayat itu dengan cara
memutilasi, kepribadian Yayoi perlahan-lahan berubah. Ia men-
jadi psikopat. Namun, kekejamannya justru memperindah cerita.
Baik antagonis maupun protagonis, pastikan tokoh utama
sering muncul agar pembaca akrab dengannya. Tonjolkan ia, le-
mahkan tokoh lainnya. Kita bisa juga menggunakan sudut pandang
tokoh utama itu agar pembaca lebih bersimpati. Dalam bercerita
ada sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang keti-
ga. Sudut pandang orang pertama sering dipilih penulis pemula
sebab sederhana dan terasa alami. Sudut pandang ini digunakan
apabila penutur ingin menjadi tokoh yang terlibat dalam cerita,
kecuali kita sedang menceritakan diri sendiri, jadikan si penutur
orang yang berbeda dari kita. Beri ia kepribadian sendiri. Pastikan
gaya bertuturnya mencerminkan kepribadian itu, juga pendidikan
dan status sosialnya. Tokoh yang dijadikan penutur mesti hadir
di adegan-adegan penting dan minimalkan adegan yang kurang
penting baginya.
Sudut pandang orang ketiga dibagi jadi dua, yaitu serba tahu
dan terbatas. Orang ketiga serba tahu, seperti sebutannya, menge-
tahui segala sesuatu. Ia seolah berada di mana pun dan kapan
pun. Ia tahu pikiran dan keinginan para tokoh, juga masa lalu dan
masa depan, sedangkan orang ketiga terbatas hanya melihat dari
sudut pandang salah satu tokoh. Penuturannya tergantung pada
yang dilihat orang itu dan hanya bisa menduga-duga.
Tokoh yang dijadikan sudut pandang bisa diganti-ganti, con-
tohnya, Traveler’s Tale karya Adhitya Mulya, Alaya Setya, Iman
Hidajat, dan Ninit Yunita. Ada empat tokoh utama dalam novel
itu. Tiap bab menggunakan sudut pandang orang yang berbeda.
Terdapat ciri yang jelas dalam pergantiannya walaupun semua
bab menggunakan sudut pandang orang pertama sebab dalam
bercerita Francis menyebut dirinya “aku”, Retno menyebut dirinya
Burung-Burung Kertas 45
“saya”, sedangkan Farah “gue” dan Jusuf “gua”. Dengan demikian,
pembaca tidak merasa bingung.
Manakah sudut pandang yang sebaiknya dipilih? Tergantung
keinginan kita. Apabila ingin pembaca mendalami tokoh-tokoh
dalam cerita, pilih sudut pandang orang ketiga terbatas. Namun,
jika ingin bermain dengan bahasa, pilih sudut pandang orang ketiga
serba tahu atau orang pertama. Sebaiknya kita berhati-hati agar
permainan bahasa itu tidak mengaburkan ceritanya.
Kita bisa melakukan penjajakan pendapat mengenai karakter
tokoh fiktif yang diharapkan orang-orang. Hasilnya bisa sangat
berguna, sebagai contoh, kita hendak menulis karya sastra yang
sasaran pembacanya para ibu. Kita mesti mengetahui tokoh seperti
apa yang mereka inginkan. Apakah tokoh ibu bersifat kuat yang
bisa mengangkat isu persamaan gender, tokoh ibu yang lemah
dan tidak berdaya, tokoh ibu yang bebas dan modern, atau justru
tokoh lelaki yang memesona? Data-data mengenai hal ini akan
membantu pemasaran karya kita.
Sastra bisa menghubungkan kita dengan banyak orang. Selain
menjadikan orang lain sebagai inspirasi penciptaan tokoh fiktif,
ada banyak penggemar sastra yang bisa dimanfaatkan. Mari ber-
hubungan dengan mereka supaya memperoleh berbagai informasi,
misalnya, mengetahui macam-macam penafsiran dari suatu karya
sastra. Bisa juga saling bertanya, atau ikuti komunitas sastra, ada
banyak kegiatan yang bisa dilakukan, seperti diskusi, talk show
dengan penulis terkenal, bahkan menerbitkan buku antologi
anggota.
Sastra memang seolah tak mengenal batas. Kita bisa berhu-
bungan dengan pencinta sastra dari seluruh dunia. Pengetahuan
kita akan makin melimpah. Persediaan tokoh-tokoh fiktif juga
makin kaya. Dengan orang Perancis, misalnya, kita bisa mendis-
kusikan novel Les Misérables karya Victor Hugo. Novel fenomenal
ini menggambarkan dan mengutuk ketidakadilan sosial Perancis
pada abad ke-19. Kita bisa bertanya lebih jauh mengenai sejarah
dan budaya di novel itu dari penduduk aslinya. Bisa juga mendis-
kusikan novel Musashi karya Eiji Yoshikawa dengan orang Jepang,
novel legendaris yang membahas situasi Jepang abad 16—17 yang
46 Burung-Burung Kertas
mengandung idealisasi Jepang mengenai harga diri. Tokoh utama-
nya memilih jalan hidup yang sangat menarik, yaitu jalan pedang.
Ia melenyapkan segala nafsunya akan segala sesuatu kecuali nafsu
akan pertempuran.
Namun, tak salah juga kita memilih menikmati sastra seorang
diri sebab sastra bisa menjadi sesuatu yang sangat universal sekali-
gus sangat pribadi. Kita bisa membaca karya sastra di suatu tempat
sunyi, kemudian bercakap-cakap dengan diri sendiri dan mencari
penafsiran yang paling tepat, tak terbebani pendapat-pendapat
orang lain. Sastra bisa menjadi milik pribadi, bisa menjadi pelarian
dari hidup yang serba rumit, bisa pula sebagai terapi. Membaca
karya sastra merupakan proses berkenalan lebih jauh dengan ke-
pribadian, hasrat, dan sisi lain dari diri kita.
Alangkah baiknya apabila dalam membaca karya sastra, kita
mempunyai pembimbing sebab kegiatan membaca sebaiknya ter-
arah sejak awal dan harus ada pegangan yang bersifat luwes. Tak
semua buku layak dibaca. Oleh karena itu, kita mesti selektif. Tak
perlu membaca buku yang hanya memberi kesenangan semu, cari
buku yang menambahkan sesuatu pada diri kita, baik berupa
tambahan wawasan, kecerdasan emosi, maupun spiritualitas. Pilih
karya-karya yang memenangkan penghargaan, seperti Nobel
Sastra, Pulitzer, dan sebagainya. Apabila masih bingung dalam
memilih, kita minta saja bantuan orang yang berpengalaman, seperti
orang tua, atau guru. Dengan catatan, mereka tidak memberi pak-
saan-paksaan atau larangan yang justru membuat orang malas
membaca.
Sastra membuat kita lebih peka pada berbagai macam emosi,
seperti keriangan, kepahitan, kegundahan, keluguan, dan sebagai-
nya. Kita menjadi lebih memperhatikan keindahan maupun
keburukan sebab kedua hal itu tumpang tindih dalam sastra, bah-
kan melebur. Yang tampak indah bisa saja sebenarnya buruk, be-
gitu pula sebaliknya. Untuk mengasah kepekaan ini, kita mesti
membaca tak hanya dengan mata, tetapi juga dengan hati dan
pikiran.
Membaca erat kaitannya dengan menulis. Aktivitas membaca
yang intens berarti belajar menulis secara alami. Lama-lama kita
Burung-Burung Kertas 47
akan hafal porsi untuk pembuka, isi dan penutup supaya tulisan
menarik. Kita mengetahui cara memilih sudut pandang. Bagaimana
supaya kalimat ringkas dan padat, atau sebaliknya—penuh meta-
fora? Bagaimana membuat orang berdebar-debar membaca sampai
akhir? Bagaimana mencipta tokoh fiktif yang membekas di benak
pembaca?
Segala pengetahuan mengenai tulis-menulis tak ada gunanya
apabila tidak dipraktikkan. Oleh karena itu, terlintas ide untuk
mencipta tokoh fiktif, sebaiknya kita segera mengajukan pertanya-
an bertubi-tubi mengenai dirinya. Apa jenis kelamin tokoh itu,
laki-laki atau perempuan? Bagaimana penampilannya? Tubuhnya
tinggi atau pendek? Memakai kacamata tidak? Bagaimana caranya
berdiri dan berjalan? Seperti apa sifatnya? Apakah ia pemarah,
pemurung, periang, atau pendengki? Seperti apa teman-temannya?
Ia memiliki berapa anggota keluarga? Apa saja hobinya? Dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendetail dan menjawabnya,
kita akan mendapat gambaran utuh mengenai sang tokoh. Kita
juga mesti memikirkan kebiasaan, bakat, dan seleranya.
Pastikan kepribadian tokoh tampak dalam dialognya. Beri ia
ciri khas dalam berbicara. Tak perlu membuat dialog yang tak
ada gunanya. Dialog mesti ikut berperan mengembangkan cerita.
Pesan moral juga bisa disisipkan dalam dialog supaya kesannya
pembaca tidak digurui.
Yang tidak kalah penting adalah menamai sang tokoh. Nama
adalah sesuatu yang mewakili seseorang, maka mesti dipilih
dengan tepat. Apabila tokoh kita bersifat kejam, kita berikan juga
nama yang berkesan kejam supaya pembaca mudah mengidentifi-
kasinya. Bisa juga memberi julukan-julukan. Sebaiknya jangan beri
nama yang mirip untuk tokoh-tokoh yang berdekatan. Sebagai
contoh, apabila tokoh kakak bernama Maria, jangan namai si adik
Mirna atau Melisa. Beri nama dengan huruf depan yang berbeda,
misalnya Cintia.
Beberapa penulis sengaja meniadakan nama tokoh-tokohnya.
Salah satu contoh adalah novel berjudul Blindness karya Jose
Saramago. Novel ini berkisah mengenai wabah kebutaan yang
menjangkit suatu negara. Hampir semua orang menjadi buta.
48 Burung-Burung Kertas
Karena tidak bisa melihat, para tokoh tidak bisa saling mengidenti-
fikasi penampilan. Oleh karena itu, nama menjadi sesuatu yang
tak penting. Sang penulis hanya menjuluki tokohnya lelaki buta
pertama, istri lelaki buta pertama, gadis berkacamata hitam, lelaki
bertampal mata, dan sebagainya. Ketiadaan nama ini tidak meng-
ganggu pembaca, justru menjadikannya istimewa. Buktinya, novel
ini menjadi pemenang Penghargaan Nobel Sastra tahun 1998.
Setelah berhasil mencipta tokoh-tokoh fiktif, sebaiknya kita
segera menulis. Hambatan utama memulainya adalah rasa takut
kalau hasil tulisan kita buruk, padahal itu wajar bagi orang yang
baru belajar menulis. Cobalah kita menulis setiap hari. Bisa berupa
buku harian atau jurnal singkat mengenai hal-hal yang terjadi hari
ini. Kita jadikan menulis sebagai suatu kebiasaan, jangan merasa
terbebani. Apabila kegiatan menulis mulai terasa tak menyenang-
kan, kita sebaiknya berhenti sejenak, lalu mulai lagi. Kita bisa me-
nulis tentang apa saja. Apabila masih terasa sulit, kita cari tempat
menulis yang nyaman. Menulis memang bisa dilakukan di mana
saja, tetapi gairah menulis bisa lebih tersulut apabila berada di
tempat favorit. Mungkin tempat yang udaranya segar dan suasana-
nya sunyi, atau justru tempat yang riuh rendah, sebab banyak
objek yang bisa dijadikan ide tulisan.
Apabila masih juga sulit untuk mencipta tokoh fiktif, kita bisa
menulis fan fiction. Itu adalah fiksi yang ditulis oleh fan ‘penggemar’
dari novel, komik, serial televisi, dan sebagainya. Karya-karya
tersebut sudah mempunyai berbagai tokoh dengan segala latar
belakangnya. Kita tinggal mengubah jalan cerita. Sebagai contoh,
kita adalah penggemar dari Harry Potter karya J. K. Rowling. Tokoh
utamanya adalah Harry, penyihir yang berusaha menyelamatkan
dunia sihir dari Pangeran Kegelapan. Kita bisa menggunakan tokoh
itu. Namun ubah ceritanya, mungkin Harry justru berperan sebagai
antagonis dan membantu sang Pangeran Kegelapan untuk me-
nguasai dunia sihir. Hal itu tentu akan menarik. Dengan mengem-
bangkan tokoh milik orang lain, lama-lama kita bisa menciptakan
tokoh sendiri. Namun, perlu diingat bahwa fan fiction tidak di-
maksudkan untuk mengambil keuntungan berupa materi. Hanya
untuk bersenang-senang dan mengembangkan imajinasi.
Burung-Burung Kertas 49
Sebaiknya berhati-hati dan konsisten dalam menceritakan to-
koh-tokoh kita. Apabila di awal cerita seorang tokoh adalah anak
tunggal, di tengah cerita kita jangan membuat adegan ia mengun-
jungi kakaknya. Hal demikian terjadi apabila proses penulisan
berjeda lama sebab kita bisa lupa. Setelah menyelesaikan suatu
tulisan, kita baca tulisan itu berkali-kali dengan cermat. Pastikan
tak ada kesalahan penokohan. Bisa juga minta tolong pada orang
lain untuk memeriksanya.
Mari kita terus menulis. Pada awalnya tak perlu takut pada
kualitas. Jangan mencoba menjadi perfeksionis sebab sifat itu ber-
bahaya pada awal-awal pembelajaran. Apabila ingin semuanya
sempurna, kita menulis akan sangat berhati-hati dan takut meng-
ambil risiko. Mutu tulisan mungkin akan menjadi lebih bagus, tetapi
produktivitas kurang. Dalam sebulan, barangkali kita hanya akan
menghasilkan satu karya. Namun, apabila menulis tanpa takut-
takut, kita bisa menghasilkan tujuh karya dalam sebulan, bahkan
lebih. Hal itu menjadi lebih baik sebab sesungguhnya kualitas bu-
kan ditentukan oleh kehati-hatian, melainkan ditentukan oleh se-
berapa banyak kita menulis.
Biasanya apabila penulis berusaha mengesankan pembaca,
karyanya justru terasa datar sebab kosakata indah dihambur-ham-
burkan sampai inti dari tulisan itu sendiri terkubur. Bisa juga kita
menggunakan teknik menulis terlalu banyak sehingga karya tidak
alami. Padahal yang terpenting dari suatu karya sastra adalah emo-
sinya. Lepaskan segala emosi kita saat menulis, niscaya hasilnya
akan terasa nyata dan hidup. Pembaca seolah-olah masuk ke dalam
dunia yang kita ciptakan.
Dalam menulis, upayakan jangan beri celah yang bisa dikritik
orang lain. Namun apabila mendapat kritik, kita terima saja
dengan lapang dada sebab seperti kata Putu Wijaya, “Tanpa kritik,
kesenian akan berpacu tanpa cemeti.” Kritik sebenarnya sangat
berguna sebab membuat karya sastra menjadi lebih sederhana dan
lebih jelas bagi pembaca. Karya sastra dibedah sedemikian rupa,
dibagi-bagi ke dalam fungsi yang mudah dipahami, lantas diberi
komentar positif dan negatif. Tak hanya pembaca yang lebih ter-
50 Burung-Burung Kertas
buka pandangannya, sang penulis pun juga. Namun sebaiknya,
kita berhati-hati karena kritik adalah pedang bermata dua. Ada
sebagian orang yang mencoba menjatuhkan penulis dengan kritik
yang bukan-bukan sehinga tak perlu pedulikan kritik semacam
itu.
Kita bisa menjadi kritikus untuk karya kita sendiri. Baca
dengan keyakinan bahwa kita orang lain. Usahakan seobjektif
mungkin. Barangkali ada cerita yang menghibur bagi sekelompok
orang, tetapi menyinggung kelompok lainnya.
Ada kesulitan dan kemudahan dalam segala sesuatu, begitu
pula dalam menulis dan mencipta tokoh fiktif. Pada awalnya kita
memang sulit, tetapi jangan cepat menyerah! Sesungguhnya, satu-
satunya batasan yang ada ialah batasan yang dibuat sendiri se-
hingga dorong batas kemampuan kita lebih jauh, jangan bersikap
tak sabaran ataupun tamak. Sesuatu berhasil dilakukan apabila
kita fokus dan menjalaninya selangkah demi selangkah.
Dalam menulis karya sastra, kita mesti menciptakan tokoh
fiktif yang menarik agar orang-orang betah membacanya. Kita
dapat mengawali dengan mencari ide. Ide bisa ditemukan kapan
pun dan di mana pun, terutama dalam proses membaca. Sebaiknya
kita membaca karya sastra yang bermutu dan menyerap segala
pengetahuan darinya. Selanjutnya, kita praktikkan menulis. Realisa-
sikan tokoh fiktif kita ke dalam cerita.
Biodata Penulis
Ratu Pandan Wangi. Tinggal lahir di di Jalan Lowanu Gang Dahlia UH VI /
686D Sorosutan, Yogyakarta. Saat ini Ratu Pandan Wangi kuliah di
Universitas Gadjah Mada, Jurusan Sastra Perancis. Hobinya membaca,
menulis dan melukis. Jika ingin berkorespondensi dengan Ratu Pandan
Wangi dapat menghubungi HP: 085743655818.
Burung-Burung Kertas 51
APLIKASI PINTAR TEBAKU
UNTUK MENINGKATKAN MINAT
BERBAHASA DAN BERSASTRA PADA
R E MAJA
Sangga Hadi Pratama
Latar Belakang
Minat sastra dan bahasa di kalangan remaja masih sangat ren-
dah. Fakta ini didukung oleh beberapa survai yang dilakukan
lembaga kredibel dan pandangan dari beberapa ahli. Hal ini juga
disadari oleh objek yang bersangkutan, yaitu remaja itu sendiri.
Mereka merasa enggan untuk mendalami bahasa dan sastra. Se-
bagian dari mereka mungkin merasa prihatin dan sangat ingin
mengatasi masalah ini, karena mereka sendirilah yang mengerti
akan apa yang diinginkan dan dibutuhkan. Disadari atau tidak,
sesungguhnya banyak celah yang dapat dimanfaatkan untuk me-
ningkatkan minat bahasa dan sastra bagi remaja.
Kenyataannya, remaja di Indonesia saat ini lebih menggan-
drungi barang-barang elektronik impor yang dapat melakukan
banyak hal, seperti gadget, smartphone, maupun pc tablet. Namun di
antara produk gadget tersebut, smartphone-lah yang paling jamak
digunakan. Di era globalisasi yang serba dekat seperti sekarang,
alat-alat seperti di atas sudah umum dimiliki remaja di Indonesia
dan cukup ampuh untuk membuat ketagihan. Di dalam gadget ter-
dapat ribuan hiburan, pengetahuan, dan permainan yang dikemas
secara menarik sehingga membuat mereka tidak dapat lepas dari-
nya. Selanjunya, apakah premis “ketagihan gadget” dapat diubah
menjadi “ketagihan sastra dan bahasa”?
Di sinilah penulis ingin menggabungkan keduanya menjadi
inovasi yang mutakhir, atau bahkan belum ada dalam sejarah keba-
hasaan dan kesastraan di Indonesia. Sebuah aplikasi pintar yang
52 Burung-Burung Kertas
berisi materi-materi menarik tentang kebahasaan dan kesastraan,
tetapi tetap mendidik dan mampu memikat minat muda-mudi
Indonesia agar mencintai bahasa dan sastra bangsanya sendiri.
Selanjutnya, bagaimanakah rancangannya? Hal tersebutlah yang
akan penulis kupas di bagian selanjutnya.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang tersebut di atas, penulis menyebut-
kan beberapa masalah yang akan dibahas pada bagian pembahasan,
seperti bagaimana membuat remaja agar tertarik dengan dunia
bahasa dan sastra; aplikasi pintar seperti apa yang mampu me-
ningkatkan minat berbahasa dan bersastra remaja Indonesia; dan
fasilitas seperti apa yang akan ditanamkan pada aplikasi tersebut
untuk menarik minat bahasa dan sastra di kalangan remaja.
Tujuan
Dengan dibuatnya karya tulis ini, penulis bertujuan meningkat-
kan minat berbahasa dan bersastra melalui cara yang disukai oleh
remaja Indonesia, kemudian menjadikan Balai Bahasa Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pelopor dalam hal menjaring
segmen remaja untuk peduli terhadap hal-hal yang terkait dengan
kebahasaan dan kesusastraan. Yang terakhir adalah menjawab tan-
tangan global akan kemudahan dalam mengakses informasi, ter-
lebih yang berhubungan dengan kebahasaan dan kesusastraan
Indonesia yang sangat kaya dan beragam.
Burung-Burung Kertas 53
Lalu di manakah letak prestasi bahasa dan sastra? Ternyata
prestasi di bidang ini masih dipandang sebelah mata oleh banyak
pihak, padahal untuk berprestasi di bidang ini bukanlah perkara
mudah. Prestasi tersebut diperlukan pemahaman yang mendalam
dan holistik. Sebut saja prestasi di bidang pembuatan esai, kita
membutuhkan wawasan serta kemampuan tata bahasa yang mum-
puni. Jika tidak memiliki kelebihan, kita keluar sebagai juara mung-
kin hanya akan menjadi angan-angan belaka.
Sebuah pertanyaan akan muncul ke permukaan. Bagaimana
merangkul pemuda agar gemar mendalami bahasa dan sastra
Indonesia demi prestasi yang lebih cemerlang di masa yang akan
datang? Jawaban dari pertanyaan di atas telah dijawab oleh perta-
nyaan itu sendiri. Jika ingin membuat kawula muda memiliki minat
yang tinggi, kita harus “merangkul” mereka dengan cara yang
mereka sukai. Bagaimanakah cara yang mereka sukai? Tentu saja
dengan masuk ke dunia mereka dengan mengikuti “tren” per-
gaulan mereka. Bergaul di sini berbeda dengan makna bergaul
dalam arti yang sebenarnya. Bergaul di sini berarti mengenal du-
nianya dan mau menerima kebiasaannya.
Pergaulan remaja pada beberapa tahun ini telah bergeser ke
pergaulan “awan” yang berbeda dengan satu dekade sebelumnya
yang lebih condong pada pergaulan “nongkrong”. Pergaulan awan
membuat remaja bisa tetap bersosialisasi dengan sesamanya mes-
kipun dengan jarak yang jauh dan mengurangi risiko yang ada
pada pergaulan “nongkrong”, seperti narkoba, perkelahian remaja,
dan maksiat. Hal inilah yang menjadi dasar penulis berusaha untuk
menjadikan pergaulan awan sebagai sarana mempromosikan kesa-
daran minat berbahasa dan sastra. Selanjutnya, bagaimana caranya
memanfaatkan tren ini? Apakah mungkin Balai Bahasa Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta atau instansi yang terkait dengan
kebahasaan dan kesastraan “turun gunung” menjadikan momen
ini sebagai titik balik di tengah kekeringan sastra dan bahasa di
kalangan remaja?
Survei yang dilansir Growth for Knowledge (GfK) pada tahun
2012 menunjukkan bahwa pengguna smartphone di Indonesia me-
nembus angka 13 juta orang dan diprediksi akan terus tumbuh di
54 Burung-Burung Kertas
angka 20--50% setiap tahunnya sehingga pada akhir tahun 2013
jumlah pengguna smartphone akan menembus 20 juta orang dan
dari jumlah tersebut 38% penggunanya ternyata masih berusia di
antara 14--24 tahun.
Ini merupakan salah satu celah untuk merangkul mereka. Me-
manfaatkan banyaknya pengguna smartphone di usia belia dengan
membuat sebuah aplikasi yang dapat diunduh secara gratis, me-
narik, dan memiliki banyak manfaat. Selanjutnya, apa nilai lebihnya
jika kita menggunakan aplikasi pintar pada smartphone dibanding-
kan dengan menggunakan media promosi lain?
Aplikasi di smartphone dapat diunduh secara gratis. Sesuatu
yang gratis, pada umumnya, dapat memikat khalayak ramai untuk
memilikinya. Inilah tujuannya, dengan aplikasi yang gratis, diha-
rapkan makin banyak pula remaja yang tertarik mengunduh dan
menggunakannya secara optimal. Aplikasi pintar yang gratis ini
penulis harapkan dapat menyasar semua kalangan, termasuk ke-
pada mereka yang tidak memiliki perangkat yang memadai. Cara-
nya adalah dengan memasukkannya ke pembelajaran mata pelajar-
an terkait, yaitu Bahasa Indonesia. Peran guru pembimbing diper-
lukan di sini dengan mengikutsertakan aplikasi ini pada pem-
belajaran sehari-hari.
Biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat aplikasi pintar
ini juga terbilang sangat murah dan waktu pembuatannya tidak
terlalu lama. Cukup dengan membuat sebuah tim IT yang kompe-
ten di bidangnya masing-masing dan ditambah dengan sedikit
modal teknis, jadilah aplikasi impian ini dalam waktu lebih kurang
satu tahun. Namun, penulis berharap, dengan ide dan konsep dasar
yang sudah dituliskan dalam karya tulis ini, waktu pembuatannya
bisa dipercepat. Belum ditambah dengan peluang iklan yang dapat
disematkan pada aplikasi ini sehingga dapat menjadi pemasukan
secara kontinu bagi keberlangsungan aplikasi dan tentunya untuk
pengembang serta lembaga di belakangnya. Selain itu, pembuatan
aplikasi pintar lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan
banyak kertas. Penulis juga bersedia terjun langsung ke dalam
proyek ini jika memungkinkan.
Burung-Burung Kertas 55
Selanjutnya, aplikasi pintar seperti apa yang dapat membuat
kawula muda tertarik dengan dunia sastra dan bahasa? Pertama,
aplikasi ini harus memberi kesan awal yang menarik dan pengguna
tidak menyadari bahwa sebenarnya ini adalah sebuah aplikasi
edukasi. Oleh karena itu, nama aplikasi pintar ini harus unik dan
menggoda sehingga dapat membimbing mereka untuk mengun-
duh dan mencobanya. Penulis pun menamai aplikasi pintar ini
dengan nama tebaku.
Tebaku adalah akronim dari tebak baku. Tebak baku adalah konten
andalan dari aplikasi ini. Inspirasinya ialah guru mata pelajaran
bahasa Indonesia di sekolah penulis yang melakukan kuis kata
baku dan tidak baku di kelas. Sayangnya, penulis dan teman-teman
mendapatkan nilai yang kurang memuaskan. Dari kejadian di atas,
kita dapat menyimpulkan bahwa pengetahuan remaja tentang
kebahasaan dan kesastraan di Yogyakarta, khususnya, masih cukup
rendah sehingga sebuah permainan edukasi mendesak untuk
diwujudkan.
Tebaku harus memiliki identitas. Mengapa identitas? Tentu
agar aplikasi pintar ini memiliki sesuatu yang dapat diingat para
penggunanya, misalnya saja, tebaku memiliki sebuah maskot yang
menarik dan berjiwa muda, tetapi yang dimaksud identitas di
sini tidak hanya sebatas pada pembuatan maskot. Identitas berarti
ciri khas yang membuat aplikasi ini berbeda dengan aplikasi lain-
nya di smartphone yang umumnya hanya menyajikan permainan,
hiburan, berita, wawasan, dan pengetahuan secara terpisah. Hal
itu akan menjadi sangat hebat jika tebaku mampu menyajikan semua
elemen tersebut menjadi satu aplikasi yang luar biasa. Itulah yang
menyebabkan penulis selalu menyebutkan Tebaku adalah sebuah
aplikasi pintar, bukan aplikasi biasa.
Tebak baku sebagai konten andalan dari aplikasi tebaku, harus
memiliki konsep yang kuat, mencakup bagaimana isi materinya,
teknisnya, dan lain sebagainya. Di sini, penulis akan membahasnya
secara detail ditambah dengan beberapa konten pendukung lain
yang tak kalah penting, seperti pencarian kata baku, info unik
bahasa dan sastra Indonesia, e-book downloader, pedoman penulisan
baku, dan forum diskusi. Tebak baku merupakan sebuah permain-
56 Burung-Burung Kertas
an yang menyerupai kuis berperingkat. Teknis permainannya sa-
ngat sederhana. Pengguna akan dihadapkan pada beberapa pilihan
kata, bisa dua, tiga, atau lebih, yang salah satunya adalah kata
baku sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kita tentu
menyadari bahwa hingga sekarang masyarakat awam, terutama
remaja, masih bimbang tentang mana kata yang baku dan mana
yang tidak baku. Tentu dengan permainan sederhana ini, mereka
merasa tertantang untuk menguji sejauh mana kemampuan mereka.
Setelah memilih kata yang mereka anggap benar, pengguna diha-
ruskan menekan tombol OK untuk mengetahui apakah jawaban
mereka benar atau salah. Jika benar, pengguna dapat melanjutkan
permainan ke babak berikutnya. Namun, jika salah, pengguna
tidak dapat melanjutkan permainan ke babak berikutnya.
Sesuai dengan tujuan penulis, aplikasi pintar tebaku tidak boleh
hanya sekadar mengedepankan sisi hiburan. Di mana letak aspek
edukasinya? Setelah pengguna yang gagal melanjutkan permainan
ke babak berikutnya, maskot tebaku, sebut saja dengan nama Ku-
baku (singkatan dari Aku Bangga Berbahasa Baku) akan memberi-
kan penjelasan, mengapa jawaban yang dipilih pengguna salah,
dan mengapa jawaban yang benar adalah jawaban yang lain
dengan menyertakan analisisnya.
Sedikit “obat candu” diperlukan agar aplikasi ini semakin ba-
nyak diminati. Karena permainan ini bertemakan kuis berpering-
kat, peringkat para penggunanya wajib disajikan. Dengan mendaf-
tar sebagai member tebaku, pengguna akan terdaftar dan tercatat
pada server. Server akan mencatat bagaimana perkembangan level
dan skor dari para pengguna. Semakin tinggi level dan skor peng-
guna tersebut, makin tinggi pula peringkatnya. Perlu penulis
informasikan pula bahwa kriteria skor adalah seberapa banyak
pengguna mampu menjawab soal tebaku dengan benar, sedangkan
level ditentukan berdasarkan seberapa cepat pengguna mampu
menyelesaikan kuis tebaku. Semakin cepat pengguna menyelesaikan-
nya, semakin tinggi pula levelnya.
Dengan adanya sistem ranking ini, penulis memprediksi akan
terjadi persaingan untuk memperebutkan peringkat tebaku secara
paralel. Akibatnya, pengguna setia tebaku akan terus mengasah
Burung-Burung Kertas 57
dirinya untuk lebih banyak mengenal kata-kata baku. Sistem
ranking seperti ini tentunya akan menjadikan para penghuni pe-
ringkat teratas memiliki tingkat ketenaran yang tinggi. Ketenaran
merupakan satu dari beberapa hal yang ingin dimiliki remaja
Indonesia.
Setelah ranking ditentukan, perlu rasanya memberikan apre-
siasi kepada jawara tebaku setiap periodenya. Apresiasinya dapat
berupa apa saja, tetapi penulis merekomendasikan untuk tidak
memberikan hadiah berupa uang. Akan lebih baik, hadiah tersebut
berupa buku pembelajaran yang mendukung program peningkatan
kemampuan berbahasa dan sastra.
Konten berikutnya dari aplikasi pintar tebaku masih berhu-
bungan dengan kata baku dan tidak baku. Konten ini cukup mirip
dengan search engine terkemuka di dunia, google.com. Akan tetapi,
konten ini dikhususkan untuk mengetahui kata mana yang baku
dan tidak baku, misalnya saja, pengguna aplikasi pintar tebaku ingin
mengetahui apakah kata “jaman” merupakan kata baku atau bu-
kan, pengguna tersebut cukup mengetikkan kata “jaman” di dalam
tempat yang disediakan. Setelah selesai, server akan mengeluarkan
jawaban bahwa kata yang ia masukkan adalah tidak baku disertai
dengan penjelasannya. Secara umum, konten yang satu ini lebih
mirip dengan kamus elektronik dan sejenis dengan games tebak
baku, hanya saja sisi permainannya dihilangkan. Oleh karena itu,
penulis memberikan nama cari baku untuk konten ini.
Tampaknya konten aplikasi tebaku masih terlalu sedikit. Oleh
karena itu, penulis masih memiliki beberapa konten lainnya, seperti
infoku. Infoku adalah sebuah media dalam tebaku yang menyajikan
info-info unik dari dunia kebahasaan dan kesastraan, baik di Indo-
nesia maupun mancanegara, misalnya saja, penelitian-penelitian
di dunia tentang kebahasaan yang membuktikan bahwa bahasa
Indonesia adalah bahasa yang paling mudah untuk dipelajari ka-
rena di dalamnya tidak mengandung kata kerja bentuk aktual,
lampau, dan sebagainya. Dapat pula berupa kisah berwawasan,
cerita inspiratif, motivasi, ataupun sejarah kebahasaan dan kesas-
traan yang ada di Indonesia, seperti tokoh Taufiq Ismail merupa-
kan seorang penyair dua era, yaitu angkatan 66 dan reformasi.
58 Burung-Burung Kertas
Setelah infoku, masih ada e-book downloader. E-book downloader
adalah fasilitas bagi para pengguna setia tebaku berupa kumpulan
buku elektronik gratis yang dapat diunduh. Untuk menambah
tantangan disediakan buku-buku elektronik baru yang berkualitas.
Namun, untuk mengunduhnya, pengguna diharuskan menjawab
pertanyaan atau kuis yang berkaitan dengan wawasan bahasa dan
sastra. Pengguna yang hendak membaca buku elektronik tersebut
lantas akan mencari tahu jawabannya. Akibatnya, pengetahuan
dan wawasan pengguna tebaku pun akan bertambah.
Untuk menyelesaikan masalah rendahnya pengetahuan akan
bahasa dan sastra yang benar, pedoman penulisan karya tulis atau
sastra wajib dimasukkan. Hal ini dilakukan karena referensi yang
ada di setiap buku berbeda-beda. Akan lebih indah, panduan ber-
bahasa dan bersastra di Indonesia dapat lebih terperinci melalui
aplikasi tebaku ini sehingga ke depannya kesalahan dalam penulisan
karya tulis dapat dikurangi, atau bahkan dihilangkan.
Konten terakhir, agar pengguna tebaku tidak kehilangan wak-
tunya untuk bersosialisasi, perlu rasanya kita memberikan sebuah
forum diskusi. Forum ini tidak hanya bermanfaat dalam berdiskusi
tentang bahasa dan sastra, tetapi juga tentang topik pelajaran lain
yang ada di sekolah ataupun kampus. Penulis berharap bahwa
tebaku dapat dijadikan sebagai “jujukan” aplikasi berkualitas dan
mendidik karena memiliki fasilitas edukasi yang lengkap.
Penutup
Sebagai penutup, penulis akan menggarisbawahi hal-hal yang
menjadi jawaban dari rumusan masalah bahwa untuk membang-
kitkan minat remaja Indonesia untuk bahasa dan sastra tidak cukup
hanya dengan cara konvensional. Cara luar biasa dan modern ha-
rus dilakukan, yaitu dengan cara merebut hati mereka dan mema-
suki dunia mereka. Langkah ini dapat dilakukan dengan aplikasi
pintar yang telah penulis kemukakan di bagian analisis. Fasilitasnya
pun dibuat sedemikian rupa agar lebih menarik karena kami re-
maja Indonesia yang aktif, dinamis, kreatif, dan penuh energi.
Kami akan menyambut dengan baik kehadiran aplikasi pintar ini
karena tebaku sesuai dengan jiwa muda kami.
Burung-Burung Kertas 59
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih memiliki
banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun
akan sangat bermanfaat bagi penulis ke depannya. Adapun sebagai
saran, penulis berharap pihak-pihak terkait dapat membantu
terwujudnya aplikasi edukasi ini. Semoga karya tulis ini dapat
diteliti lebih lanjut agar ke depannya dapat menjadi lebih sempurna.
Jika nantinya aplikasi pintar ini dapat terwujud, kekurangan
penulis-penulis lain dalam menyusun karya tulis dapat dikurangi.
Biodata Penulis
Sangga Hadi Pratama. Tinggal di Jalan Sidokabul No. 32 031/008, Sorosutan,
Umbulharjo, Yogyakarta. Saat ini Sangga Hadi Pratama sekolah di SMA Negeri
2 Yogyakarta. Jika ingin berkorespondensi dengan Sangga Hadi Pratama
dapat menghubungi HP: 083840053737, pos-el: sanggapratama@gmail.com.
60 Burung-Burung Kertas
PERSPEKTIF: KEBUDAYAAN SEBAGAI ASET
PE MB ANGUNAN
Sri Mulyani
Burung-Burung Kertas 61
Perbedaan tidak menjadi alasan alasan untuk tidak bersatu, karena
bersatu bukan berarti sama.
Menyesuaikan karakteristik yang beragam, sifat pemerintahan
Indonesia yang semula sentralistik kini menjadi desentralistik.
Desentralisasi ini, selain hak untuk mengelola daerahnya sendiri,
juga diikuti oleh desentralisasi fiskal dari pusat ke daerah. Daerah
memiliki hak otonom. Pelaksanaan otonomi daerah, sejak Januari
2001, sejalan dengan pembangunan nasional melalui pembangunan
daerah untuk meningkatkan kemandirian daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah sebagai amanat UUD 1945, baik
secara konstitusional maupun legal, diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pe-
layanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Dalam pen-
jelasan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
ditegaskan bahwa melalui otonomi luas daerah diharapkan mam-
pu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip de-
mokrasi, pemerataan keadilan, keistimewaaan dan kekhususan,
serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Berbagai potensi alam, sosial, budaya di daerah diharapkan
dapat dikelola secara maksimal dengan adanya hak otonomi ter-
sebut. Akan tetapi, sebagian besar daerah di Indonesia relatif masih
bergantung pada dana perimbangan dari pemerintah pusat. Hal
ini dapat dilihat dari komponen pemasukan APBD. Artinya, dae-
rah belum optimal melakukan pembangunan daerah. Penyebab
pertama ialah daerah belum menemukan potensinya untuk dike-
lola. Kedua, daerah tidak mengetahui cara mengelola potensinya.
Perdagangan, pertanian, peternakan, dan pertambangan me-
rupakan potensi fisik-alam yang mudah terlihat. Namun, belum
banyak daerah yang memperhatikan potensi budaya daerahnya
dan mengelolanya menjadi manuver ampuh untuk pembangunan
daerah. Beberapa daerah memang telah memberikan wadah bagi
budayanya, tetapi belum tahu cara memberikan nilai terhadap bu-
dayanya tersebut untuk “dijual”.
62 Burung-Burung Kertas
Kebudayaan: Hilang atau Termarjinalkan?
Kebudayaan memiliki arti luas yang terdiri atas hal-hal yang
bersifat tangible dan intangible. Definisi kebudayaan paling tua
dikemukakan oleh Taylor, yaitu bahwa kebudayaan adalah kese-
luruhan aktivitas-aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, keper-
cayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan lain.
Koentjaraningrat menyebutkan tiga macam perwujudan kebudaya-
an, yaitu 1) kebudayaan sebagai kompleks ide, gagasan, nilai, nor-
ma dan peraturan; 2) kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivi-
tas kelakuan berpola manusia dan masyarakat; dan 3) benda-benda
sebagai karya manusia. Dengan demikian, pada dasarnya kebuda-
yaan melekat pada diri manusia. Eksistensi kebudayaan akan
selalu ada seiring dengan berlangsungnya kehidupan manusia.
Kebudayaan menjadi simbol dan tingkat peradaban umat manu-
sia yang akan berubah dan berkembang seiring perubahan zaman.
Namun demikian, pengertian kebudayaan berbeda dalam
masyarakat yang masih awam kebudayaan. Pertama, ketika men-
dengar “budaya” atau “kebudayaan” apa yang terlintas dipikiran
adalah seni pertunjukan, hiburan tradisonal, dan barang-barang
kuno. Kebudayaan didudukkan sebagai tontonan dilihat sebagai
sarana relaksasi dari penat dan lelah. Kebudayaan seolah-olah ha-
nya memiliki nilai seni dan estetika walaupun beberapa pihak
terkadang berupaya menggali dan mempertahankan nilai filosofis
dari kebudayaan.
Diakui ataupun tidak, kebudayaan merupakan bidang nomor
sekian dalam pembangunan. Pembangunan dan pengembangan
kebudayaan tetap ada, tetapi belum menjadi prioritas. Bukan salah
satu pihak atau pihak lain, kondisi perekonomian dan perpolitikan
Indonesia masih rentan, demikian juga dengan pendidikan. Akan
tetapi, kesedihan sebenarnya ialah tidak sedikit pihak apatis ter-
hadap keberadaan budaya Indonesia. Kebudayaan belum dipan-
dang sebagai jalan. Dalam sepeda, mungkin kebudayaan adalah
satu dari sekian banyak sekrup, keberadaannya tidak terlihat, ke-
tiadaannya dalam jangka pendek tidak terasa. Akan tetapi, dengan
sekrup itulah sebenarnya roda dapat terbaut dengan kuat, sepeda
Burung-Burung Kertas 63
akan lebih tangguh dan cepat menapaki, bahkan jalan terjal dan
curam.
Ketiga, yang paling tragis adalah ketika kebudayaan itu hilang,
tidak diketahui, dan dilupakan. Permasalahan mendasar kebudaya-
an di Indonesia adalah keberadaan budaya yang mulai terancam
keberlangsungannya. Insentif yang relatif rendah dan pandangan
miring bagi pelaku budaya menjadikan keengganan tersendiri un-
tuk terjun dalam bidang kebudayaan. Pelestari budaya dan buda-
yawan yang tertinggal hanyalah orang-orang yang benar-benar
peduli dan cinta dengan kebudayaannya. Hal ini diperparah de-
ngan semakin kerasnya tuntutan hidup di era globalisasi dan kema-
juan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua hal tersebut cukup
hebat mengalihkan perhatian sebagian besar masyarakat terhadap
kebudayaan.
Singkat kata, kebudayaan belum dipandang sebagai sesuatu
yang penting. Jika itu tanaman, kebudayaan belum memiliki tempat
pasti untuk tumbuh sehingga tak akan berbuah. Yang harus dila-
kukan adalah menentukan quo vadis kebudayaan sebelum kebuda-
yaan benar-benar tak dikenal.
64 Burung-Burung Kertas
sumber daya perekonomian. Kekayaan budaya Indonesia beragam
dan berlimpah, mulai dari budaya Aceh sampai budaya Papua,
dan apabila didaftar akan mencapai ratusan budaya.
Tidak perlu bermuluk-muluk untuk menjadikan kebudayaan
sebagai golden manuver bagi pembangunan nasional, tetapi setidak-
nya tahu cara mengelola kebudayaan, lebih lagi mengelola kebuda-
yaan agar menjadi aset dalam pembangunan. Jangan sampai kedua
kalinya Indonesia mengalami Dutch Disease.
Dutch Disease merupakan sintesis yang polpuler untuk meng-
gambarkan paradoks pertumbuhan yang lamban di negara yang
kaya sumber daya alam. Kelambanan ini disebabkan negara tidak
mampu mengelola sumber daya alamnya. Sumber daya alam Indo-
nesia yang melimpah belum bisa mendatangkan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat. Sebagian besar kekayaan alam Indonesia dinikmati
oleh negara lain yang baru disadari ketika sumber daya alam ter-
sebut hampir habis.
Di tengah kebingungan menipisnya sumber daya alam, sudah
saatnya untuk menggali, mengelola, dan mengembangkan sumber
daya budaya di Indonesia. Jangan sampai kebudayaan Indonesia
yang banyak dan beragam baru disadari kebermanfaatnya setelah
hampir hilang. Kebudayaan potensial sebagai aset dalam pemba-
ngunan. Terlebih dunia internasional telah cukup mengenal dan
‘memandang’ kebudayaan dan kesenian Indonesia. Sebagai aset
pembangunan kebudayaan memiliki peran pendukung pengem-
bangan pariwisata daerah dan nasional. Kebudayaan berperan
sebagai daya tarik wisata. Apabila dipadukan dengan keeksotisan
bentang alam dan sosial Indonesia akan tercipta wisata terpadu
di Indonesia dalam skala daerah maupun nasional.
Hal senada pun diungkapkan oleh Gita Wirjawan, Menteri
Perdagangan Indonesia, “Indonesia memiliki banyak desainer, se-
niman, arsitek, artis panggung, musisi, produser, dan sutradara
berkelas internasional. Berbagai produk khas Indonesia, seperti
batik, songket Palembang, patung Bali, produk unik dari Papua,
berbagai kreasi seni Jawa Barat, dan mebel Jepara bahkan telah
diakui mancanegara.” Hal tersebut memberikan optimisme bahwa
seni dan budaya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif yang
Burung-Burung Kertas 65
strategis untuk menjawab permasalahan dasar jangka pendek dan
menengah antara lain tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan,
dan daya saing industri di Indonesia.
Pengelolaan kebudayaan nasional-daerah untuk mendongkrak
pembangunan akan sejalan dengan upaya pemerintah mengem-
bangkan ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif merupakan bagian inte-
gratif dari pengetahuan yang bersifat inovatif, pemanfaatan tekno-
logi secara kreatif, dan budaya. Pertama adalah pengembangan
ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya, meliputi perfilman, seni
rupa, industri musik, dan seni pertunjukkan. Kedua ekonomi
kreatif bebasis media, desain dan iptek yang meliputi media, de-
sain, arsitektur, dan fashion. Pengembangan ekonomi kreatif ini
ditujukan untuk pengelolaan kebudayaan nasional-daerah untuk
mendongkrak pembangunan akan sejalan dengan upaya pemerin-
tah mengembangkan ekonomi kreatif.
Pemberdayaan kebudayaan sebagai daya dukung dalam ke-
rangka pembangunan nasional, tahap yang pertama kali perlu dila-
kukan adalah inventarisasi kebudayaan nasional/daerah. Cassier
membagi kebudayaan dalam lima aspek, yaitu: 1) kehidupan spi-
ritual, 2) bahasa dan kesustraan, 3) kesenian, 4) sejarah, dan 5)
ilmu pengetahuan. Pendataan ini akan lebih efisien jika dilakukan
dalam tingkat daerah. Dalam inventarisasi, kebudayaan diklasifi-
kasikan berdasarkan kelima kategori tersebut di atas. Data nanti-
nya akan dikompilasi secara nasional. Meskipun demikian, daerah
tetap memiliki arsip potensi budayanya sendiri demi kepentingan
perencanaan pembangunan daerah.
Tahap kedua adalah pemilihan skala prioritas. Prinsip pengem-
bangan kebudayaan tersebut adalah kedaerahan, dengan tujuan
untuk menciptakan icon daerah sebagai sarana promosi pariwisata
daerah. Akan tetapi, dimungkinkan pemilihan aspek kebudayaan
untuk dikembangkan dalam skala nasional. Penetapan skala priori-
tas aspek kebudayaan mana yang akan dikembangkan diselaraskan
dengan 1) rencana pembangunan daerah jangka panjang dan atau
menengah (RPJPD/RPJMD). 2) Masterplan pengembangan daerah,
3) analisis SWOT, dan 4) analisis biaya manfaat.
66 Burung-Burung Kertas
Tahap ketiga adalah rehabilitasi dan revitalisasi aspek budaya
yang telah dipilih untuk menjadi prioritas pengembangan. Proses
ini disertai koordinasi pengembangan kebudayaan dengan bidang
lain yang juga akan dikembangkan daerah, misalnya ekonomi,
pariwisata, dan pendidikan. Tahap terakhir adalah finishing, aspek
kebudayaan yang telah berhasil direhabilitasi dan direvitalisasi
kemudian dikembangkan dengan dipadukan dengan wisata lain,
misalnya wisata alam dan kuliner. Upaya ini dilalukan untuk men-
dukung terwujudnya wisata terpadu. Apabila sudah mapan, dapat
dikembangkan aspek kebudayaan yang lain.
Pengelolaan kebudayaan oleh daerah pada dasarnya menye-
suaikan sistem pemerintahan Indonesia yang desentralistik. Dalam
otonomi daerah tata kelola otonomi secara makro menghendaki
interaksi atau kompatibilitas diantara pemerintah (public), swasta
(private) dan masyarakat (community). Dengan demikian, pengelo-
laan kebudayaan di daerah harus bersifat pemberdayaan dengan
masyarakat dan komunitas berperan sebagai subjek, sedangkan
pemerintah berperan sebagai fasilitator. Kebudayaan digali dari
masyarakat, oleh masyarakat sendiri, dan dikelola masyarakat
sehingga hasilnya pun akan dinikmati oleh masyarakat.
Simpulan
Indonesia sebagai bangsa yang besar, luas, dan majemuk me-
rupakan negara yang kaya sumber daya alam untuk pembangunan.
Akan tetapi, disadari oleh pendiri bangsa, potensi besar yang dimi-
liki Indonesia juga merupakan tantangan yang juga bisa menjadi
ancaman. Ductch disease yang pernah dialami Indonesia tidak perlu
terulang. Kekayaan alam yang melimpah di Indonesia hampir hi-
lang tanpa banyak rakyat Indonesia yang menikmatinya. Ketidak-
mampuan mengelola menjadikan sumber daya alam seolah tidak
berguna bagi pembangunan nasional.
Selain keanekaragaman alam dan sumber dayanya, Indonesia
memiliki keberagaman kebudayaan. Di tengah menipisnya sumber
daya alam Indonesia, sudah saatnya kebudayaan diberdayakan
sebagai aset pembangunan. Pemberdayaan ini akan sejalan dengan
Burung-Burung Kertas 67
upaya pemerintah mengembangkan ekonomi kreatif sebagai
pendukung pengembangan pariwisata.
Tahap pertama yang perlu dilakukan adalah inventarisasi
kebudayaan nasional/daerah dan mengategorikan dalam lima
aspek, yaitu: 1) kehidupan spiritual, 2) bahasa dan sastra, 3) kese-
nian, 4) sejarah, dan 5) ilmu pengetahuan. Tahap kedua adalah
pemilihan skala prioritas dengan mempertimbangkan 1) rencana
pembangunan daerah jangka panjang dan atau menengah (RPJPD/
RPJMD). 2) Masterplan pengembangan daerah, 3) analisis SWOT,
dan 4) analisis biaya manfaat. Tahap ketiga adalah rehabilitasi
dan revitalisasi aspek budaya yang telah dipilih untuk menjadi
prioritas pengembangan.
Pengelolaan kebudayaan ini dilakukan dengan prinsip pem-
berdayaan masyarakat dengan melibatkan pemerintah (public),
swasta (private) dan masyarakat (community). Swasta berperan
sebagai generator, masyarakat sebagai aktor, sedangkan pemerin-
tah sebagai fasilitator. Kebudayaan digali dari masyarakat, oleh
masyarakat, diolah masyarakat, dan akhirnya kembali ke ma-
syarakat untuk peningkatan kesejahteraan. Kebudayaan selalu ada
mengiringi kehidupan masyarakat sehingga sebagai aset bagi pem-
bangunan nasional, kebudayaan adalah sumber daya yang tidak
akan pernah habis.
Biodata
Sri Mulyani tinggal di Manukan RT 03, Sendangsari, Pajangan, Bantul. Saat
ini Sri Mulyani kuliah Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah
Mada. Jika ingin berkorespondensi dengan Sri Mulyani dapat menghubungi
pos-el: mulyanisri729@gmail.com, atau sri.mulyani.tw@mail.ugm.ac.id
68 Burung-Burung Kertas
FIKSI MINI:
KREATIVITAS SASTRA YANG TIDAK BIASA
Muhammad Ikhwan Anas
Pendahuluan
Fiksi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memiliki arti:
bagian dari sastra yang berupa cerita rekaan atau tidak berdasar-
kan kenyataan, sedangkan mini memiliki arti: kecil, sedikit. Apabila
kedua kata tersebut digabung, pengertian baru akan terbentuk,
yaitu fiksi mini. Fiksi mini adalah kisah fiksi yang hanya terdiri
beberapa kalimat saja, tidak lebih dari satu paragraf, tetapi sudah
memiliki isi cerita.
Fiksi mini memiliki sejarah sangat panjang. Sejauh yang telah
diketahui, dimulai oleh kisah fabel yang ditulis oleh Aesop (620--
560 SM) yang berbentuk cerita mini, tetapi sudah mampu bercerita
dalam kependekannya. Timur Tengah, terutama kisah-kisah sufi
memiliki cerita mini yang tak kalah populer, berbentuk anekdot-
anekdot, seperti Narsuddin ataupun Abunawas. Tiongkok me-
miliki fiksi mini Zen yang sering dianggap lebih menggugah dari-
pada tuturan panjang yang sudah ada. Pada tahun 1920, seorang
penulis Amerika, Ernest Hemingway menantang temannya bahwa
dia bisa menulis cerita utuh hanya dalam enam kata, dan dia me-
nyatakan bahwa tulisan tersebut adalah karya terbaiknya.
Fiksi mini berkembang di semua negara, dalam bahasa Inggris
kita mengenalnya sebagai flash fiction, sudden fiction ataupun micro
fiction, bahkan Sean Borgstrom melontarkan istilah lainnya, yaitu
nanofiction. Dalam bahasa Perancis dikenal sebagai nouvelles, orang
Jepang menyebutnya “cerita telapak tangan” hal ini tidak lain dise-
babkan karena fiksi mini cukup apabila dituliskan pada telapak
Burung-Burung Kertas 69
tangan kita. Ada juga istilah lain seperti postcard fiction karena
kisah ini cukup untuk dituliskan di selembar kartu pos.
Fiksi mini bisa dibilang layaknya kalimat iklan: padat, singkat
dan memiliki “efek” yang seringkali melebihi karya sastra yang
lebih panjang. Seperti dikutip dari Cortazar, perbandingan novel,
cerpen, dan fiksi mini bisa diumpamakan: novel seperti pertan-
dingan tinju dua belas ronde, cerpen seperti pertandingan tinju
dengan jumlah ronde lebih sedikit dan berakhir KO atau TKO,
sedangkan fiksi mini bisa digambarkan sebagai pukulan telak yang
langsung menyebabkan lawan KO pada kesempatan pertama.
Sebegitu hebatkah fiksi mini? Apakah fiksi mini bisa disebut
sebagai kisah fiksi? Apakah fiksi mini bisa diaplikasikan di sekolah?
Berapa batasan fiksi mini? Adakah wadah untuk penulis fiksi mini
di Indonesia? Bersumber dari pertanyaan-pertanyaan tersebut,
esai ini akan menguraikan “fiksi mini” lebih jelas.
70 Burung-Burung Kertas
awal, tengah dan akhir dengan berbagai unsur seperti plot, tokoh,
penokohan, suasana, konflik, dan penyelesaian.
Ernest Hemingway yang disebut sebagai pembangkit fiksi
mini modern pernah mengungkapkan, “Cerita fiksi itu cuma enam
kata. Selebihnya hanya imajinasi.” Hemingway menyatakan bahwa
hal itu tidak lain karena didasarkan pada karyanya yang lahir
berkat sikapnya menantang temannya bahwa dia bisa menciptakan
sebuah karya fiksi utuh hanya dengan beberapa kata saja. Mari
kita simak fiksi mini yang dimaksud:
FOR SALE: Baby shoes, never worn.
(DIJUAL: sepatu bayi, tidak pernah dipakai)
Burung-Burung Kertas 71
kalimatnya, fiksi mini menjadi salah satu sastra yang juga sangat
efektif berperan sebagai sebuah media penyampai pesan.
Mari kita simak dua fiksi mini yang di-tweet oleh akun twitter
@sandiskanok dan @rkzvberikut ini:
UDIN
“Bu, si Udin mau dikubur kapan?”
“Setelah UN-nya selesai, Pak Haji.” Oleh @sandiskanok
DI KANTOR POLISI
“Saya mau lapor kehilangan, Pak.”
“Kehilangan apa, Mas?”
“Kepercayaan!” Oleh @rkzv
72 Burung-Burung Kertas
Lalu, tema apa yang sering dituliskan? Masalah kritik kepe-
mimpinan dan ketidakadilan sampai sekarang masih menjadi salah
satu topik terlaris untuk ditulis dalam bentuk fiksi mini. Berikut
ini beberapa fiksi mini yang menggunakan tema tersebut:
MALAM DITIADAKAN
“Supaya presiden kalian cepat ketemu,” kata Tuhan.
Oleh: @sepertihidup_
Burung-Burung Kertas 73
pada17 Maret 2010 oleh Agus Noor (sastrawan dari Yogyakarta)
bersama Eka Kurniawan dan Clara Ng yang bertindak sebagai
moderator.
Salah satu pencapaian terbesar @fiksimini adalah berhasil
menggaet lebih dari 132 ribu followers, di mana jumlah fantastis
tersebut termasuk sangat jarang dimiliki akun yang berfokus pada
sastra. Fiksi mini di Indonesia ini rutin melempar topik baru untuk
kemudian ditanggapi pengikutnya dengan menggunakan tweet ber-
isi fiksi mini. Contoh kicauan tentang usulan topik sebagai berikut.
@fiksimini: Hai fiksiminier, presidennya sudah ditemukan?
Mungkin dia ada di balik imajinasimu. Ayo temukan.
74 Burung-Burung Kertas
Gambar 2 dan 3. Gathering @fiksimini
Penutup
Sebagai bagian dari sastra dan juga memiliki fungsi media
penyampai pesan, fiksi mini berhasil bertahan dan semakin ber-
kembang. Fiksi mini bisa ditulis dan dinikmati siapa saja, apa pun
latar belakang sosial, profesi, ataupun umurnya. “Hampir di semua
kota-kota besar ada komunitas fiksiminiers, termasuk di Bandung.
Tak hanya yang aktif mengirim tulisan ke @fiksimini saja, tetapi
penikmat (yang hanya sekadar membaca timeline fiksimini-red) saja
juga bisa ikutan,” ujar Michan, salah satu anggota aktif @FmersBdg.
Selain keaktifan di dunia maya, fiksi mini juga telah banyak
merambah dunia cetak. Ini tentu saja memberi napas segar bagi
sastra Indonesia dan dunia karena bisa lebih mengenalkan pada
masyarakat yang belum terbiasa dengan bentuk sastra yang satu
ini sehingga khalayak luas mengetahui bahwa bentuk sastra po-
puler yang ada tidak hanya puisi, novel, dan cerpen, tetapi fiksi
mini juga dapat mengambil peran. Di sekolah pun, guru bisa ber-
inisiatif memasukkan fiksi mini ke dalam materi pelajaran.
Tidak semua orang mampu menulis panjang dan menyelesai-
kan naskah cerita, tetapi semua orang bisa menulis fiksi mini. Pen-
dapat ini sejalan dengan Agus Noor, pencetus @fiksimini yang per-
nah menuliskan 14+1 Diktum Fiksimini pada tahun 2010:
Diktum Fiksimini 1: Menceritakan seluas mungkin dunia,
dengan seminim mungkin kata. Diktum Fiksimini 2: Ibarat
dalam tinju, fiksimini serupa satu pukulan yang telak dan
menohok. Diktum Fiksimini 3: Kisahnya ibarat lubang kun-
ci, yang justru membuat kita bisa “mengintip” dunia secara
berbeda. Diktum Fiksimini 4: Bila novel membangun du-
Burung-Burung Kertas 75
nia. Cerpen menata kepingan dunia. Fiksimini mengganggu-
nya. Diktum Fiksimini 5: Fiksimini yang kuat ibarat granat
yang meledak dalam kepala kita. Diktum Fiksimini 6: Ia
bisa berupa kisah sederhana, diceritakan dengan sederhana,
tetapi selalu terasa ada yang tidak sederhana di dalamnya.
Diktum Fiksimini 7: Alurnya seperti bayangan berkelebat,
tetapi membuat kita terus teringat. Diktum Fiksimini 8:
Serupa permata mungil yang membiaskan banyak cahaya,
kita terus terpesona setiap kali membacanya. Diktum Fiksi-
mini 9: Seperti sebuah ciuman, fiksimini jangan terlalu se-
ring diulang-ulang. Diktum Fiksimini 10: Bila puisi meng-
olah bahasa, fiksimini menyuling cerita, menyuling dunia.
Diktum Fiksimini 11: Ia tak semata membuat tawa. Karena
ia adalah gema tawanya. Diktum Fiksimini 12: Kau kira
fiksimini ialah kolam kecil, tapi kau tak pernah mampu men-
duga kedalamannya. Diktum Fiksimini 13: Di ujung kisah-
nya: kita seperti mendapati teka-teki abadi yang tak bertepi.
Diktum Fiksimini 14: Pelan-pelan kau menyadari, ia sebu-
tir debu yang mampu meledakkan semesta. Diktum Fiksi-
mini Terakhir: Lupakan semua diktum itu. Mulailah menulis
fiksimini!
Daftar Bacaan
Tim Penyusun Kamus. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi
Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Biodata Penulis
Muhammad Ikhwan Anas. Tinggal di Dhuri, RT 05/20, Tirtomartani, Kalasan,
Sleman. Saat ini Muhammad Ikhwan Anas kuliah di Universitas Gadjah
Mada, Jurusan Ilmu Komunikasi. Jika ingin berkorespondensi dengan
Muhammad Ikhwan Anas dapat menghubungi HP: 081904008875.-
76 Burung-Burung Kertas
EKSPANSI BUDAYA: LUNTURNYA
KEBUDAYAAN ASLI INDONESIA
Alfiani Dyah Kurnia Sari
Burung-Burung Kertas 77
tahun 1990-an telah menyapu banyak negara di Asia dan kawasan
lainnya. Di Indonesia sendiri, gelombang Hallyu mulai dirasakan
sejak tahun 2000-an ketika film-film Korea banyak diputar di tele-
visi nasional dan mendapat sambutan hangat dari masyarakat In-
donesia dan sejak saat itu pulalah kebudayaan asli Indonesia mulai
memudar. Sebelum diterjang oleh gelombang Korea, Indonesia
juga sudah diterjang lebih dahulu oleh gelombang India, Jepang,
Eropa, Latin, dan tentu saja Amerika. Berbagai tanggapan pun
muncul menanggapi terjangan budaya asing di negara Indonesia.
Selama ini, kita sering kali mengulang-ulang seruan waspada
terhadap globalisasi dan ekspansi budaya global. Contohnya, “Ha-
ti-hati terhadap bahaya westernisasi!”, “Lindungi generasi muda
dari pengaruh buruk budaya asing!”. Seruan semacam itu pada
dasarnya tidak salah karena salah satu usaha untuk memperta-
hankan budaya dan identitas bangsa kita.
Sosiolog, Ibnu Khaldun, menjelaskan bahwa ciri-ciri bangsa
yang kalah adalah terjadinya imitasi massal terhadap cara hidup
bangsa pemenang seperti dalam model pakaian, kendaraan, gaya
arsitektur, jenis makanan, bahasa, hingga pemikiran dan adat ke-
biasaan. Ciri-ciri itu sangat relevan dengan negara-negara dunia
ketiga seperti Indonesia saat ini yang terkatung-katung dalam peta
kebudayaan global. Ya, Indonesia sedang kalah saat ini, tetapi
resistensi dan sikap-sikap defensif yang cenderung menutup diri
juga tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena suka atau tidak
suka globalisasi telah sampai di rumah-rumah kita. Bagaimanapun
juga globalisasi akan sulit dicegah dengan apa pun caranya karena
globalisasi bisa dikatakan perubahan global yang mempengaruhi
seluruh sudut dunia. Mengenai pengaruh positif dan negatifnya,
kita harus bisa menanganinya dengan segala konsekuensi bukan
dengan menyuarakan seruan yang sesungguhnya tidak dapat men-
cegah masuknya budaya globalisasi yang sebenarnya. Ketakutan
yang berlebihan terhadap ekspansi budaya global hanya makin
menunjukkan bahwa kita bangsa yang inferior, yang selalu menjadi
objek paparan budaya asing tanpa mampu berbuat apa pun. Oleh
karena itu, strategi bertahan yang paling tepat adalah dengan men-
jadi bagian yang signifikan dari arus globalisasi itu sendiri.
78 Burung-Burung Kertas
Globalisasi budaya identik dengan budaya pop dan postmo-
dernisme yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah. Budaya pop
awalnya merupakan hegemoni budaya Barat (terutama Amerika),
ditandai dengan merebaknya gaya hidup Amerika melalui industri
budayanya seperti musik, olahraga, fastfood, mode pakaian, dan
film-film Amerika di seluruh dunia. Namun, kondisi ini pun tidak
selalu statis. Sesuai sifatnya yang fleksibel dan berubah-ubah, bu-
daya pop menjadi sangat terbuka untuk diisi oleh budaya mana
pun. Globalisasi budaya memungkinkan dibukanya kelas-kelas
yoga di New York dan restoran sushi di Kuwait. Peran media
massa yang semakin canggih dalam menyebarkan informasi men-
jadikan proses ini makin cepat, dengan persinggungan antarbudaya
yang mengalir deras melahirkan variasi kebudayaan yang sangat
beragam. Dalam situasi seperti ini, pilihannya hanya mempenga-
ruhi atau dipengaruhi. Jika kita tidak mampu menghindar dari
pengaruh, mengapa kita tidak ikut memberi pengaruh? Sudah
saatnya kita bersikap serius untuk terjun dalam globalisasi budaya
dan turut membawa kebudayaan negara Indonesia kepada dunia.
Yang harus kita tentukan pertama kali adalah definisi kebuda-
yaan asli negara kita sendiri. Apa itu budaya asli Indonesia? Batik,
angklung, wayang, mandau, tari saman, gotong royong, paguyub-
an, nagari, apa pun itu, daftarkan satu per satu baik budaya tradisi
maupun kontemporer, baik budaya konkret maupun abstrak. Sebe-
lum mulai menyebarkan budaya, kita perlu mengenali dulu budaya
kita. Ini penting terutama ketika kita berurusan dengan masalah
hak cipta, kekayaan intelektual dan kekayaan budaya.
Budayawan Jepang, Yamada Shoji, mengatakan bahwa ada
dua hal yang bertentangan dalam budaya, yakni perilaku “memi-
liki” sekaligus “menyebarkan”. Pernyataan ini kita temukan tatkala
terjadi saling klaim atas suatu budaya seperti yang negara kita
alami akhir-akhir ini dengan negara Malaysia. Ini menjadi satu
kesulitan tersendiri karena di satu sisi kita semestinya bangga
terhadap luasnya penyebaran budaya kita, tetapi di sisi lain kita
merasa hak milik kita dirampas. Kebudayaan Indonesia pun nya-
tanya sangat banyak yang merupakan pengaruh kebudayaan asing.
Apakah salah jika kita mengikutsertakan barongsai dan potehi
Burung-Burung Kertas 79
dalam festival budaya Indonesia? Saya juga tak ingin rakyat India
mendemo kita karena memainkan lakon-lakon Ramayana. Oleh
karena itu, inventarisasi terhadap aset-aset kebudayaan kita pen-
ting untuk dilakukan, tetapi dengan tetap meniscayakan asimilasi
dan akulturasi. Berbagai undang-undang perlindungan budaya
yang telah ada selayaknya harus dimaksimalkan.
Setelah memegang daftar inventaris budaya Indonesia, kita
perlu mempercepat industrialisasi budaya. Industrialisasi budaya
adalah usaha menggalakkan industri budaya di suatu negara. Ha-
nya dengan memberikan nilai ekonomi yang tinggi, kebudayaan
kita akan memiliki daya jual yang meningkatkan daya saing dan
kemampuan survival-nya, menjadi pengaruh positif bagi kesejah-
teraan masyarakat serta menjadi jalan menuju ekspansi budaya
besar-besaran. Bagaimana industrialisasi budaya mendorong eks-
pansi budaya? Hal ini terjadi karena industri membutuhkan pasar
yang besar, dan pasar dari industri budaya adalah orang-orang
yang berminat terhadap budaya tersebut. Kesuksesan industri bu-
daya berbanding lurus dengan kesuksesan ekspansi budaya. Setiap
kali industri tersebut melakukan ekspansi pasar, ia juga telah me-
lakukan ekspansi budaya. Adapun ekspansi budaya membutuhkan
produk-produk yang agresif, yaitu produk-produk berorientasi
atau berkualitas ekspor yang mampu membawa nama negara Indo-
nesia ke seluruh penjuru dunia.
Dalam proses ekspansi budaya ini, kita pun memerlukan me-
tode penyebaran yang tepat. Meskipun kita telah melakukan in-
dustrialisasi batik, permintaan batik di luar negeri tidak akan serta
merta melonjak karena pasar harus tertarik lebih dulu dengan
produk batik. Lalu, bagaimana kita akan mempromosikan begitu
banyak budaya asli negara kita kepada pasar luar negeri? Bahkan
untuk memperkenalkan budayanya saja sudah sulit. Budaya pop
dan media massa memiliki hubungan simbiotik yang keduanya
saling tergantung dalam sebuah kolaborasi yang sangat kuat. Ke-
populeran suatu budaya sangat bergantung pada seberapa jauh
media massa gencar mengkampanyekannya. Begitu pula media
massa hidup dengan cara mengekspos budaya-budaya yang sedang
dan akan populer. Oleh karena itu, kita harus memprioritaskan
80 Burung-Burung Kertas
terlebih dahulu produk-produk budaya yang berkaitan dengan
komunikasi massa.
Saya memilih industri film sebagai langkah awal ekspansi bu-
daya secara serius. Indonesia terhadap perfilman nasional? Pada
umumnya, masyarakat akan menjawab sinis untuk pertanyaan
tersebut karena ada beberapa faktor. Pertama, kesuksesan sebuah
film berimbas pada berlomba-lombanya sineas film untuk membuat
film yang sejenis. Kondisi ini jelas akan membuat jenuh penikmat
film nasional. Kasus ini terjadi ketika film “Jelangkung” banyak
mendapatkan apresiasi dari masyarakat. Kemudian muncul film-
film horor yang dalam perkembangannya bergeser pada genre
film horor “nakal”. Kedua, film bagus adalah film dengan visual
effect yang bagus. Sebuah pemahaman keliru bagi penonton awam
yang menuntut mutu. The Artist merupakan contoh konkret. Film
bisu dan hitam putih yang menjadi film terbaik Academy Award
ke-84 tahun 2012 mengalahkan delapan film pesaingnya. Ini me-
nunjukkan bahwa tidak selamanya film bagus mesti menampilkan
kecanggihan teknologi dalam setiap adegannya. Maklum, melihat
masyarakat kita yang mudah terpukau terhadap sebuah kecang-
gihan. Ketiga, hanya mengejar profit tanpa disertai kualitas. For-
mat audio visual memungkinkan film untuk menarik perhatian
lebih besar, menjadikannya efektif dalam komunikasi massa. Alur
cerita akan memudahkan para penonton untuk menangkap mak-
sud film dengan cara yang menyenangkan, sementara film juga
mudah disisipi pesan-pesan sampingan yang tidak begitu disadari
seperti iklan dan propaganda.
Film merupakan whole package karena mampu mengakomoda-
sikan unsur-unsur budaya seperti bahasa, musik, pakaian, adat,
kebiasaan, nilai-nilai sikap positif, dan sebagainya. Contohnya
suatu film Indonesia akan menampilkan keseharian masyarakat
Indonesia, para pemerannya berdialog dengan bahasa Indonesia,
menyantap masakan seluruh daerah Indonesia, memamerkan alam
seluruh daerah Indonesia, menampilkan hasil budaya seluruh
daerah Indonesia. Mengapa harus seluruh daerah Indonesia? Ya,
hal ini dikarenakan agar tidak menimbulkan suatu perasaan iri di
berbagai daerah jika hanya satu budaya Indonesia yang ditam-
Burung-Burung Kertas 81
pilkan. Bagi negara-negara yang sama sekali tidak tahu atau me-
ngenal dengan Negara Indonesia, film akan menjadi ajang perke-
nalan sekaligus promosi budaya, sedangkan perbedaan bahasa
dapat diatasi dengan subtitle dan dubbing. Tugas dari film-film ini
adalah untuk menjadi sepopuler mungkin di negara-negara tujuan
karena budaya pop menjanjikan suatu kelas fanatik yang sangat
setia, yaitu penggemar atau sering juga disebut dengan fans. Selain
sebagai konsumen utama produk-produk budaya kita, merekalah
yang juga kita harapkan akan mampu menjadi agen budaya kita
di samping media massa, seperti televisi, radio, majalah, dan inter-
net. Saya ingin mengambil contoh, di sebuah kampus terdapat
sebuah klub yang membahas semua hal tentang Jepang. Mereka
awalnya adalah fans dari satu atau beberapa produk budaya Je-
pang, seperti komik, anime, dan J-dorama. Setiap bulan mereka
mengadakan kegiatan membahas bagian tertentu dari budaya
Jepang, seperti festivalnya, masakannya, permainannya, kebiasaan-
nya, sampai hantunya dan tentu saja mereka tidak dibayar oleh
pemerintah Jepang untuk melakukan semua itu. Oleh karena itu,
potensi fans sangat besar bagi ekspansi budaya, tergantung dari
seberapa besar produk budaya yang digandrunginya kemudian
mengarahkannya pada produk lain. Film sebagai media ekspansi
yang memiliki pengaruh positif yang besar karena kesuksesannya
akan membuka peluang bagi kesuksesan unsur-unsur yang terkan-
dung di dalamnya. Industri perfilman Indonesia yang tengah bang-
kit saat ini dapat diandalkan untuk memimpin ekspansi budaya
kita ke manca negara. Jika ekspor film-film Indonesia sukses di
negara-negara tujuan, hal itu diharapkan akan membuka pintu
bagi pemasaran produk-produk budaya lainnya. Pemerintah di-
tuntut aktif untuk mengawal, melindungi, serta menggunakan lo-
binya untuk memuluskan jalan bagi produk-produk budaya kita
di negara lain. Target ekspor budaya kita diharapkan mampu men-
jangkau kawasan Asia, Timur Tengah, Afrika, Amerika Latin, hing-
ga dunia Barat.
Apabila produk-produk budaya kita yang dipelopori oleh per-
filman telah berhasil meraih pasar dan menumbuhkan minat ter-
hadap budaya Indonesia di manca negara, tugas berikutnya adalah
82 Burung-Burung Kertas
memelihara dan mengembangkan minat itu dari sebuah infiltrasi
menjadi suatu gelombang budaya negara Indonesia yang deras.
Pada tahap ini, produk-produk budaya lainnya seperti musik,
sastra, hingga fashion akan berperan penting untuk menarik dan
mengikat minat budaya itu lebih jauh dan lebih kuat lagi. Jika
kelompok-kelompok fans telah terbentuk di mancanegara, maka
para selebriti Indonesia akan meraih momentumnya untuk go inter-
national. Tren-tren yang berlaku di Indonesia akan turut digemari
pula di negara-negara yang telah menerima ekspansi budaya kita.
Ini dapat diiringi pula dengan masuknya produk-produk lain se-
perti beragam manufaktur yang membawa nama dan gaya hidup
Indonesia. Selangkah demi selangkah, kita menuju kegemilangan
budaya Indonesia. Jika saatnya tiba, kita boleh tersenyum melihat
budaya Indonesia berkibar di mana-mana.
Avanpeursen mengatakan kebudayaan merupakan gejala ma-
nusiawi dari kegiatan berpikir (mitos, ideologi, dan ilmu), komuni-
kasi (sistem masyarakat), kerja (ilmu alam dan teknologi), dan
kegiatan-kegiatan lain yang lebih sederhana.
Sejumlah Resiko
Industrialisasi budaya merupakan sebuah pilihan yang mem-
bingungkan. Sifat industri yang cenderung berorientasi pasar di-
khawatirkan justru akan menurunkan kualitas budaya, karena me-
nyerahkannya pada selera pasar yang belum tentu bermutu baik.
Hal ini bisa kita perhatikan, misalnya, pada dunia sinetron negara
kita yang sangat memprihatinkan. Tayangan yang ada sifatnya
membodohi bahkan merusak budaya asli negara Indonesia, seperti
ini memang meresahkan. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia
harus campur tangan dengan mengontrol kualitas produk-produk
budaya sebagai bentuk tanggung jawab sosial budaya sekaligus
strategi pencitraan Indonesia di mata dunia. Jangan sampai sine-
tron dan film-film sampah bisa lolos ekspor. Sebagai konsekuensi
dari peningkatan kualitas produk, pemerintah pun wajib menge-
luarkan kebijakan yang memudahkan sektor industri budaya kita.
Beban pajak yang tinggi yang selama ini dikenakan kepada produk
Burung-Burung Kertas 83
dan aktivitas kebudayaan harus dikurangi, atau pengalokasiannya
ditujukan secara jelas bagi perkembangan budaya itu sendiri.
Selain itu, pemerintah juga dapat memberlakukan subsidi silang
dengan menggunakan pajak-pajak dari sektor budaya pop untuk
membiayai keberlangsungan higher culture. Kita semua sangat
menanti dukungan dan peran aktif pemerintah.
Selanjutnya, ada hal-hal yang masih mengganjal bagi saya me-
ngenai kebudayaan kita ini. Sementara kita membicarakan eks-
pansi budaya, ada ketimpangan yang sangat nyata dalam perkem-
bangan kebudayaan kita selama beberapa 10 tahun terakhir. Ke-
bijakan sentralisasi yang dulu diterapkan telah menjadikan Jakarta
sebagai satu-satunya episentrum kebudayaan di Indonesia yang
memberi pengaruh langsung ke seluruh negeri. Katakan, apa itu
film nasional? Apa itu artis nasional? Apa itu surat kabar nasional?
Apa itu televisi nasional? Semuanya itu bohong sebab yang ada
hanyalah film-film dan artis-artis Jakarta, serta surat-surat kabar
dan televisi-televisi Jakarta. Apakah itu Monas? Monumen nasio-
nal? Itu juga bohong. Itu adalah monumen yang ada di emblem
Pemda DKI Jakarta.
Seharusnya kita memang perlu mengingat kembali makna ke-
budayaan nasional. Dalam penjelasan pasal 32 Undang-Undang
Dasar 1945 sudah diterangkan bahwa kebudayaan bangsa ialah
kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi rakyat Indonesia
seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai pun-
cak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia,
terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus
menuju ke arah kemajuan adab, budaya, persatuan, dengan tidak
menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat
memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sen-
diri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
Para penyusun undang-undang ini telah menyadari bahwa
seluruh masyarakat kita sejak dulu telah memiliki banyak kebu-
dayaan, bukan hanya satu. Konsep kebangsaan kita terlihat unik
karena memayungi ratusan suku, bangsa, budaya, dan bahasa yang
berbeda-beda ke dalam satu identitas baru, yaitu Indonesia. Harus
diakui bahwa konsep kebangsaan kita memang didefinisikan oleh
84 Burung-Burung Kertas
penjajah. Itu menjelaskan penyebab masyarakat Riau harus berbeda
bangsa dengan masyarakat Johor meskipun mereka berbudaya
yang sama di masa lalu, juga penyebab masyarakat Timor Timur
dan Timor Barat harus berbeda bangsa meskipun sesama anak
Timor. Begitu juga, putra-putri Dayak, Papua, dan lain-lain yang
terbelah oleh batas-batas teritorial yang dulu dibuat para penjajah
dan kini diwariskan dalam bentuk negara-negara bangsa (nation-
states) modern seperti yang kita kenal saat ini.
Oleh karena itu, nasionalisme yang kita miliki sepatutnya dipa-
hami secara bijak. Nasionalisme merupakan manifestasi kesadaran
nasional yang mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu
bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan dari penjajahan maupun
sebagai pendorong untuk membangun dirinya, lingkungan masya-
rakat, bangsa, dan negaranya. Kita, sebagai warga negara Indo-
nesia, sudah tentu merasa bangga dan mencintai bangsa dan ne-
gara Indonesia. Hal ini senada dengan pandangan Prof. Sartono
Kartodirdjo yang mengungkapkan bahwa nasionalisme merupakan
pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan
negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain.
Bangsa Indonesia terdiri atas suku yang berbeda-beda yang
dulu memutuskan untuk bersatu karena kesamaan nasib di bawah
penjajah yang sama. Nasionalisme kita bertujuan memerdekakan
seluruh negeri dari penjajahan sehingga sangat tidak pantas jika
Negara Kesatuan Republik Indonesia dijadikan alat penjajahan
baru. Bentuk negara kesatuan tidak boleh dijadikan alasan untuk
mematikan keragaman identitas bangsa-bangsa yang kini bernaung
dalam rumah bangsa Indonesia.
Era reformasi saat ini menjadi tantangan masyarakat Indonesia
untuk mematahkan dominasi pusat terhadap kebudayaan nasional.
Dalam semangat desentralisasi saat ini, saya sangat berharap di
masa depan nanti perkembangan kebudayaan nasional kita akan
berlangsung lebih adil dan lebih kokoh. Kita membutuhkan lebih
banyak lagi pusat-pusat kebudayaan di Indonesia, bukan hanya
di Jakarta. Beberapa waktu lalu, saya mendengar berita tentang
peresmian Trans Studio di Makassar. Terlepas dari sejumlah kritik
Burung-Burung Kertas 85
mengenai efek-efek negatif yang ditimbulkannya, saya cukup salut
karena pembangunan pusat hiburan sebesar itu merupakan suatu
bentuk keberanian untuk berpaling dari Jakarta. Perkembangan
kebudayaan nasional secara dinamis yang didorong oleh desen-
tralisasi menghadirkan wajah kebudayaan Indonesia yang lebih
integratif dan representatif. Apabila putra-putri Indonesia telah
mampu untuk berdiri lebih setara dari Sabang sampai Merauke,
kita akan lebih mudah bersatu untuk melebarkan sayap kebuda-
yaan asli kita ke mancanegara.
Biodata Penulis
Alfiani Dyah Kurnia Sari. Tinggal di Rogocolo RT 09, Tirtonirmolo, Kasihan,
Bantul. Saat ini Alfiani Dyah Kurnia Sari sekolah di SMA Negeri 1 Sewon,
Bantul. Jika ingin berkorespondensi dengan Alfiani Dyah Kurnia Sari dapat
menghubungi HP: 083869995570.
86 Burung-Burung Kertas
BUDAYA DAN PERMAINAN TRADISIONAL
PEMBANGUN KARAKTER ANAK
Dian Andri Ani
Pendahuluan
Budaya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
pikiran, akal budi, atau adat istiadat. Indonesia memiliki banyak
ragam budaya tradisional, yaitu dalam kesenian dan permainan.
Di Indonesia hampir di setiap daerah memiliki budaya tradisional
sendiri-sendiri. Budaya di setiap daerah berbeda-beda dan budaya
tersebut telah menyatu dengan kebiasaan masyarakat setempat.
Sangat beragamnya budaya Indonesia membuat masyarakat
sulit untuk mengenalnya semua, bahkan ada yang tidak mengenal
satu pun budaya di negeri sendiri. Betapa ironisnya negeri ini
bila warganya tidak mengenal kebudayaan sendiri. Oleh karena
itu, budaya yang dimiliki negeri ini perlu diperkenalkan pada ge-
nerasi muda.
Budaya dapat diperkenalkan melalui keluarga dan lingkungan
sekitar. Di dalam keluarga, budaya dapat diperkenalkan melalui
penggunaan bahasa ibu dalam kehidupan sehari-hari. Melalui
lingkungan sekitar budaya dapat diperkenalkan melalui tontonan
tradisional dan teman sepermainan sang anak. Tontonan tradisional
biasanya didapati di lingkunga sekitar atau di daerah tersebut.
Saat bersama teman sepermainan biasanya anak akan bermain, di
situlah budaya bangsa ini dapat diperkenalkan, yaitu permainan
tradisional.
Tontonan tradisional dan permainan tradisional sangat mem-
bantu dalam pembentukan karakter. Oleh karena itu, budaya ter-
sebut harus diperkenalkan kepada anak guna membangun karak-
Burung-Burung Kertas 87
ter sang anak. Karakter anak sangat penting bagi bangsa karena
karakter penting dalam pembangunan karakter bangsa.
Saat ini banyak pejabat negara yang tidak memiliki karakter
bangsa, contohnya mereka mengambil hak rakyat, mengambil
uang negara atau korupsi. Betapa menyedihkan nasib bangsa ini
yang seharusnya memiliki tanggung jawab malah menyalahguna-
kan kedudukannya. Keadaan yang seperti itu akan membuat bang-
sa Indonesia ini terpuruk. Mungkin bangsa ini tidak hanya terpu-
ruk, tetapi kehilangan karakter bangsa dan budaya. Para penjahat
seperti itu melakukan tindak kejahatan yang seolah-olah tidak me-
miliki rasa cinta tanah air, semangat kebangsaan, serta peduli
sosial.
Karakter seseorang mulai dibentuk saat mereka masih balita,
masa kanak-kanak hingga remaja. Di masa era globalisai ini, ka-
rakter anak tidak terbentuk dengan baik, bahkan ada yang tidak
memiliki karakter. Di era globalisasi yang modern disertai tekno-
logi yang canggih membuat hilangnya karakter anak. Alat-alat
yang canggih seperti komputer, smartphone, laptop, atau yang lain-
nya membuat anak malas, kebanyakan anak bila mereka sudah di
depan komputer untuk ngegame pasti mereka akan lupa untuk bel-
ajar, bahkan makan pun lupa. Komputer dan laptop tidak hanya
untuk ngegame saja, tetapi dapat mengakses internet. Situs di inter-
net dapat membahayakan bagi anak, contohnya, mereka dapat
membuka situs dewasa atau melihat kekerasan-kekerasan orang
dewasa. Hal seperti itu dapat mengganggu pembentukan karakter
anak.
Fasilitas anak di masa era globalisasi yang modern seperti
saat ini juga membuat anak kurang untuk bersosialisasi dan tidak
peduli akan lingkungan sekitar. Jika anak tidak peduli akan ling-
kungan di sekitarnya lalu apa yang akan terjadi pada bangsa ini
untuk kedepannya. Hilangnya kepedulian pada lingkungan sekitar
akan membuat hilangnya rasa untuk memajukan bangsa ini.
88 Burung-Burung Kertas
Isi
Dihentikannya liberalisme oleh UUD 1945 yang kembali di
tengah-tengah kita, kreativitas dalam kebudayaan mendapat ke-
sempatan untuk tumbuh sepesat-pesatnya. Kreativitas tidak lagi
dihalang-halangi oleh dominasi. Dalam abad ke-20, Pancasila men-
jadi suatu filsafat kebudayaan.
Budaya yang sangat beragam di bangsa ini sangat sayang bila
tidak diperkenalkan dan dilestarikan pada generasi muda. Budaya
bukan hanya sekadar budaya saja, melainkan dapat membangun
karakter anak guna membangun karakter bangsa ini. Karakter
anak sangat dibutuhkan untuk membangun bangsa ini agar menjadi
bangsa yang aman, damai, dan maju.
Budaya dapat dijadikan sebagai senjata untuk membangun
bangsa ini menuju bangsa yang gemilang. Budaya Indonesia harus
di lestarikan dan diterapkan dan mewujudkan nilai-nilai karakter
yang telah dibuat oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan seba-
gai berikut.
1. Religius
Religius adalah karakter yang berhubungan dengan kepercaya-
an atau agama. Kebudayaan Indonesia banyak yang mengajarkan
tentang keagamaan atau disebut juga religius. Contoh kebudayaan
yang mengandung religius, yaitu kesenian wayang. Kesenian wa-
yang merupakan budaya yang berbentuk tontonan. Di dalam cerita
wayang tersebut terdapat nilai-nilai religius yang mengenai sifat
manusia, yaitu baik dan buruk. Dalam kisah pewayangan digam-
barkan dengan seseorang yang melakukan kesalahan dia akan me-
lakukan semedi. Semedi adalah cara wayang untuk memohon am-
punan pada Tuhan.
2. Jujur
Jujur adalah apa adanya tidak ada kepalsuan disertai dengan
fakta yang benar-benar terjadi. Kejujuran sangat penting dalam
berkehidupan. Kejujuran dapat ditanamkan melalui permainan tra-
disional. Contoh permainan tradisional yang menanamkan sifat
jujur, yaitu permainan dakon, kelereng, dan bekelan.
Burung-Burung Kertas 89
Dalam permainan dakon, kelereng,dan bekelan anak dilatih
untuk berbuat jujur. Jika anak tersebut tidak jujur, saat ia bermain
tidak mengakui kekalahannya dan akan bermain terus.
3. Toleransi
Toleransi adalah sikap seseorang yang tidak menyimpang dari
aturan dan seseorang tersebut menghargai atau menghormati tin-
dakan yang dilakukan oleh orang lain. Di dalam budaya dapat
diartikan sikap dan perbuatan yang tidak melarang atau mendes-
kriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda.
Permainan tradisonal yang mempunyai nilai karakter toleransi
salah satunya ialah permainan pak tepong. Permainan pak tepong
dilakukan oleh beberapa orang. Caranya dibuat garis sebagai batas
pelempar dan beberapa meter di depannya dibuat lingkaran.
Penata pecahan genteng harus menutup mata dan teman-temannya
lari untuk bersembunyi jika melihat temannya sang penjaga harus
memegang tumpukan pecahan genteng dan mengucapkan Pak
Tepong. Namun, teman yang bersembunyi harus merobohkan tum-
pukan genteng tersebut. Pada saat itulah toleransi ditumbuhkan,
yaitu genteng boleh dirobohkan dengan cara mereka sendiri asal
masih di dalam lingkaran.
4. Disiplin
Disiplin adalah patuh, taat, dan hormat pada suatu ketentuan
atau peraturan yang berlaku. Disiplin sangat penting dalam meraih
kesuksesan dan memajukan bangsa ini. Kedisiplinan pada anak
dapat dibentuk melalui permainan tradisional. Permainan tradi-
sional yang membantu anak untuk disiplin salah satunya ialah per-
mainan kasti. Permainan kasti dapat membentuk kedisiplinan me-
lalui aturan atau kesepakatan yang telah dibuat oleh kedua kelom-
pok. Anggota dari kelompok harus menaati kesepakatan-kesepa-
katan tersebut. Bila tidak menaati, orang tersebut akan mendapat-
kan sebuah hukuman.
5. Kerja Keras
Kerja keras adalah bekerja dengan sungguh-sungguh atau se-
mangat untuk mencapai apa yang diinginkannya. Kerja keras sa-
ngat penting untuk mencapai suatu keberhasilan. Permainan tra-
90 Burung-Burung Kertas
disional yang menggambarkan kerja keras salah satunnya adalah
permainan gobak sodor.
Permainan gobak sodor dilakukan oleh dua kelompok. Pemain
harus bisa melewati garis tanpa tersentuh oleh lawan. Oleh karena
itu, pemain harus berusaha keras agar bisa melewati lawan tanpa
tersentuh lawan. Hal tersebut melatih seseorang untuk bekerja
keras.
6. Kreatif
Kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan atau mengha-
silkan sesuatu yang baru. Kreativitas sangat diperlukan dalam era
globalisasi yang modern seperti saat ini untuk mengembangkan
potensi pada dirinya.
Kreatif dapat dibentuk melalui permainan tradisional, seperti
mobil-mobilan kulit jeruk. Mobil-mobilan kulit jeruk biasanya
menggunakan kulit jeruk gulung atau jeruk bali. Kulit jeruk yang
sedemikian rupa harus dibentuk mobil-mobilan, di situlah kreativi-
tas harus dikembangkan untuk membentuk mobil-mobilan. Proses
kreativitas seperti itu melatih seseorang mengembangkan potensi
untuk menemukan hal yang baru.
7. Mandiri
Mandiri adalah keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri,
tidak bergantung pada orang lain sehingga bebas dari ketergan-
tungan. Mandiri merupakan keadaan dapat berdiri sendiri tanpa
bergantung pada orang lain.
Kemandirian dapat dilatihkan kepada anak melalui permainan
tradisional. Permainan tradisional yang melatih kemandirian ada-
lah permainan egrang. Egrang merupakan permainan yang meng-
gunakan dua bambu. Bambu tersebut diberi panjatan sehingga
bisa untuk dinaiki dengan satu bambu dipegang tangan kanan
dan satu bambu bambu dipegang tangan kiri. Dengan posisi seperti
itulah, kita dapat melatih kemandirian. Kita bisa berdiri sendiri
tanpa bergantung pada orang lain.
8. Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu merupakan suatu dorongan untuk mengetahui
hal-hal baru. Rasa ingin tahu membuat seseorang aktif dan dapat
mendorong seseorang untuk kreatif.
Burung-Burung Kertas 91
Permainan tradisional yang dapat menumbuhkan karakter
rasa ingin tahu ialah jamuran. Permainan jamuran dilakukan mi-
nimal empat orang. Jamuran adalah permainan yang menyebutkan
nama-nama tumbuhan. Jadi, pemain harus mengetahui jenis-jenis
tumbuhan. Dari situlah membuat pemain mempunyai rasa ingin
mengetahui berbagai macam atau jenis pada tumbuhan.
9. Semangat Kebangsaan
Semangat kebangsaan adalah perasaan atau keturunan, se-
nasib, sejiwa dengan bangsa dan tanah air. Semangat kebangsaan
seperti ini diperlukan dalam persatuan dan kesatuan dalam bangsa
Indonesia ini.
Budaya yang dapat membuat tumbuhnya rasa kebangsaan
ialah kesenian kethoprak. Kethoprak merupakan kesenian yang
menceritakan peperangan antara kedua kerajaan yang mempere-
butkan daerah kekuasaan. Peperangan yang dilakukan oleh kedua
kerajaan tersebut merupakan gambaran saat Indonesia pada saat
penjajahan dan ingin merdeka.
10. Cinta Tanah Air
Cinta tanah air merupakan perasaan cinta terhadap bangsa
dan negaranya sendiri. Dalam rasa cinta tanah air terdapat nilai-
nilai rela berkorban untuk bangsa dan negara. Cinta tanah air
dapat ditanamkan pada generasi muda melalui kebudayaan salah
satunya melalui bahasa daerah. Bahasa daerah digunakan dalam
bahasa sehari-hari. Bahasa daerah dapat digunakan untuk melatih
rasa cinta tanah air karena salah satu wujud cinta tanah air adalah
bangga dengan bahasa sendiri.
11. Menghargai Prestasi
Menghargai prestasi merupakan suatu sikap atau tindakan
yang mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain. Di
dalam sebuah permainan, pasti akan ada yang mengalami keme-
nangan dan kekalahan. Jika menang, kita jangan merasa sombong.
Sebaliknya, bila kita kalah, kita harus menghargai keberhasilan
atau kemenangan mereka. Menghargai kemenangan dapat dilaku-
kan melalui ucapan selamat dan berjabat tangan.
92 Burung-Burung Kertas
12. Bersahabat/Komunikatif
Yang dimaksud bersahabat komunikatif adalah suatu tindakan
yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain. Bersahabat dan komunikatif dapat dita-
namkan dalam permainan tradisional salah satunya adalah bermain
kelereng. Dari permainan tersebut, anak akan menjalin pertemanan
dengan teman lainnya. Permainan kelereng juga melatih anak untuk
belajar bekerja sama dan mengomunikasikan keinginan dan pi-
kirannya.
13. Cinta Damai
Cinta damai merupakan sebuah perbuatan yang menciptakan
harmoni dalam kehidupan. Cinta damai menghindari pertikaian
dan peperangan. Karakter cinta damai dapat ditanamkan melalui
kebudayaan atau dalam sebuah permainan tradisional. Salah satu
permainan tradisional tersebut adalah hom pi pah. Hom pi pah adalah
permainan yang dimainkan minimal tiga orang. Dalam permainan
tersebut, jika tangan mereka beda, dia akan kalah. Dari kekalahan
tersebut anak dididik untuk tidak marah dan menjalin hubungan
yang harmonis dengan temannya.
14. Gemar Membaca
Yang dimaksud gemar membaca adalah suka membaca buku
atau informasi. Kata pepatah “membaca adalah jendela dunia”
karena dengan membaca kita bisa mengetahui semu hal yang be-
lum pernah kita tahu.
Nilai karakter gemar membaca bisa diterapkan kepada anak
melalui permainan ABCD. Permainan ABCD adalah permainan
yang menggunakan jari dengan suatu topik misal hewan dan buah.
Permainannya adalah mengucapkan huruf abjad sampai urutan
yang terakhir, nah saat huruf terakhirlah yang menentukan huruf
awal dari nama hewan dan buah tersebut. Melalui permainan
tersebut memacu anak untuk banyak membaca agar mengetahui
nama-nama buah dan hewan.
15. Peduli Lingkungan
Peduli lingkungan merupakan sikap seseorang terhadap ling-
kungan untuk menjaganya. Lingkungan sekitar perlu untuk kita
jaga agar tidak terjadi banyaknya bencana. Peduli lingkungan dapat
Burung-Burung Kertas 93
diterapkan melalui permainan tradisional. Permainan tersebut
adalah pasaran. Pasaran biasanya dilakukan di luar rumah dengan
membuat rumah-rumahan. Di situlah penanaman peduli lingkung-
an, rumah-rumahan yang dibuat harus dijaga dengan baik agar
tidak rusak.
16. Peduli Sosial
Peduli sosial merupakan perilaku seseorang yang berbuat baik
terhadap sesama, yaitu berbagi dan membantu. Nilai karakter pe-
duli sosial sangat diperlukan dalam kehidupan di bangsa ini agar
warga negara tidak sengsara seperti saat ini karena banyaknya
korupsi di badan legislatif.
Permainan tradisional yang mengandung nilai karakter peduli
sosial, yaitu uding (berkelompok). Uding adalah permainan yang
menggunakan tali yang tersusun dari karet. Permainan tersebut
membantu menanamkan nilai peduli sosial. Nilai karakter tersebut
dilakukan melalui cara saling membantu antarteman.
17. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah keadaan yang wajib menanggung
segala sesuatu atas perbuatannya. Tanggung jawab sangat dibutuh-
kan dalam pekerjaan ataupun yang lainnya. Tanggung jawab dapat
ditanamkan kepada anak melalui permainan tradisional ibu-ibuan.
Permainan yang berperan sebagai ibu harus melindungi anak-anak.
Peran ibu harus bertanggung jawab dan menjaga anak-anaknya
agar tidak diambil musuhnya. Dari situlah nilai tanggung jawab
ditanamkan kepada anak.
18. Demokratis
Demokratis adalah memutuskan suatu masalah berdasarkan
kesepakatan bersama. Setiap orang berhak untuk memberikan pen-
dapatnya. Karakter demokratis dapat ditanamkan melalui per-
mainan tradisional, contohnya adalah permainan boi-boinan.
Sebelum permainan dimulai, kesepakatan-kesepakatan dan aturan-
aturan dalam permainan di musyawarahkan bersama. Di saat
membuat kesepakatan itulah yang melatih untuk demokratis.
94 Burung-Burung Kertas
Penutup
Dalam pembentukan karakter yang dibuat oleh kementrian
pendidikan dan kebudayaan terdapat delapan belas nilai, yaitu
religius, jujur, toleransi, disiplin kerja keras, kreatif, mandiri, de-
mokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Karakter seperti itu sangat dibutuhkan dalam kemajuan bangsa
ini. Untuk itu, karakter anak harus dibangun agar pembangunan
di bangsa ini terlaksana dengan baik.
Betapa pentingnya kebudayaan yang kita miliki dan banyak
manfaat yang kita peroleh dari kebudayaan tersebut. Jangan sam-
pai kebudayaan yang kita miliki direbut oleh bangsa lain. Kebu-
dayaan juga perlu dikembangkan agar seluruh warga bangsa Indo-
nesia mengenalnya.
Manfaat kebudayaan bangsa ini salah satunya, yaitu memba-
ngun karakter yang dimiliki dalam bangsa ini. Karakter itu sangat
penting bagi suatu bangsa karena karakter bangsa menunjukan
bagaimana bangsa tersebut.
Oleh karena itu, kita sebagai orang tua dan generasi muda
diharapkan untuk dapat memperkenalkan kebudayaan bangsa ke-
pada anak-anak dan generasi yang selanjutnya. Selain kita meles-
tarikan budaya bangsa ini, anak kita juga dapat membangun karak-
ter kepada generasi muda untuk memajukan bangsa dan menunjuk-
kan karakter bangsa ini.
Biodata Penulis
Dian Andri Ani. Tinggal di Pendul RT 50, Argorejo, Sedayu, Bantul. Saat ini
Dian Andri Ani sekolah di SMA Negeri 1 Sedayu. Jika ingin berkorespondensi
dengan Dian Andri Ani dapat menghubungi HP: 087738706117.
Burung-Burung Kertas 95
96 Burung-Burung Kertas
CERPEN
Burung-Burung Kertas 97
98 Burung-Burung Kertas
BERMULA DARI SUARA
Deliana Poetriayu Siregar
Burung-Burung Kertas 99
“Untaian memori itu. Satu babak memori mengenang Sam.
Padahal aku tak menyukai itu.”
“Kau harus biasakan untuk terlepas dari memori tentang Sam.”
“Aku sudah berusaha. Tapi kali ini ceritanya begitu emo-
sional.”
“Kau harus coba lebih kuat. Terlebih, Sam sudah sepuluh ta-
hun menghilang. Sepuluh tahun juga ia tidak menyapa kehidupan-
mu lagi,” papar Ben mencoba menguatkan perasaanku.
Ia menyampaikan dengan suara yang lebih empuk dan penuh
optimisme. Seharusnya hanya engkau yang muncul saat itu, Ben.
Aku tak merasa seteduh saat bersamamu kala aku bercengkerama
dengan Sam sepuluh tahun lalu. Sesungguhnya ia adalah kekacauan
yang berbalut romantisme senja. Ia adalah Sam yang dengan se-
enaknya mengambil bagian dalam hidupku dan merenggut keba-
hagiaanku. Ia adalah Sam sosok Bengis yang berkedok cinta tanpa
batas. Ia adalah Sam yang tega-teganya membuat kelam satu babak
perjalanan ini sepuluh tahun lalu. Ia adalah Sam yang berganti
dengan sosok Ben yang begitu aku kagumi.
“Apa yang paling engkau benci dari babak itu?” tanya Ben
kemudian.
Aku hanya terdiam tak mampu menjawab pertanyaan, Ben.
Sepuluh tahun lalu, semua begitu menyiksa. Ibuku menganggapku
aib dan ini semua hanya karena Sam. Sam yang muncul dalam
hidupku, semula membawa pelangi yang begitu nyata dan indah.
Sayang semua berakhir dengan luka yang mendalam. Bagaikan
sayatan dalam yang sakitnya begitu dalam dan tak kunjung pudar.
Hanya sebab keberadaan Sam, aku dikucilkan dari lingkunganku.
Aku pun pada akhirnya harus menerima perpisahan dengan
Maurin. Semua karena Sam sampai aku harus lama mendekam di
balik jeruji besi. Semua terasa sakit hingga entah apa yang aku
harus katakan pada Ben.
“Tak perlu kau nyatakan bila memang engkau tak mengingin-
kannya,” ujar Ben kemudian.
Peluh air mata membasahi pipi. Ia sepertinya tak terbendung
kembali. Jemari mungilku kupakai untuk menyeka tetesannya. Aku
Biodata Penulis
Deliani Poetriayu Siregar tinggal di Jalan Kaliurang km.14, Sleman. Saat ini
Poetri kuliah di Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Hobinya adalah
menulis, “berbicara”, jalan-jalan, dan mendesain. Jika ingin berkores-
pondensi dengan Poetri dapat menghubungi: HP 087834859655, email:
delianipsiregar@yahoo.com, twitter: @anggsiregar, FB: Anggi Siregar.
Aku selalu berpikir hidup itu seperti garis lurus. Tak ada yang menarik
untuk didefinisikan tentang garis-garis yang saling beraturan. Sekalipun
mereka berkooordinasi membentuk suatu bidang asimetri, itu sama sekali
tak bisa disebut seni. Menurutku, hidup tak pernah punya cerita. Setidaknya
sampai aku bertemu denganmu, teman kecil yang bicara dalam kebisuan,
yang bertindak dalam kebungkaman.
“Kelompok tiga, Sofi, Igo, Eka, Miko, Bagus…!” seruku.
“Hahahaha…!” tiba-tiba seisi kelas meledak oleh tawa.
Aku yang dipercaya membuka undian kelompok, berdiri me-
matung menatap sekitar. Pandanganku terhenti di mata Sofi, dia
nampak kecewa dan masih tak percaya dengan hasil undian. Dan
aku tahu apa sebabnya. Aku memberanikan diri menatapnya de-
ngan tatapan ala Tom Hanks dalam film di mana ia terdampar di
suatu pulau sepi, tidak bertemu manusia selama tujuh belas bulan,
dan mulai berbicara dengan sebuah bola voli. Alih-alih menenang-
kan hatinya, itu justru membuat orang merasa mual dan ingin
muntah.
Sambil beranjak duduk, aku melihat beberapa teman menu-
ding Sofi sambil terbahak-bahak. Wajahnya memerah. Kulirik so-
sok bernama Bagus yang duduk sendirian di depan. Dia bergeming
layaknya sebuah tiang seolah tak merespon lingkungan sekitar.
Sungguh, dia adalah orang paling tolol dan kolotan yang pernah
kukenal. Untungnya aku tidak sekolompok dengannya. Sofi dan
teman sekelompoknya, kecuali Bagus sampai menggerutu habis-
Biodata Penulis
Akbar Yoga Pratama tinggal di Jalan Menjangan 19, Wirobrajan, Yogya-
karta. Saat ini Yoga bersekolah di SMA N 7, Yogyakarta. Hobinya adalah
menulis, bermain futsal, dan meracik kopi. Jika ingin berkorespondensi
dengan Yoga dapat menghubungi: HP 087838519163, email:
akbar_yogapratama@yahoo.com, FB: Akbar Yoga Pratama, twitter:
@yogakbaar.
Biodata Penulis
Beladiena Herdiani tinggal di Pogung Dalangan Sia XVI/VII No. 178. Saat ini
Bela bersekolah di MAN Maguwoharjo. Hobinya adalah memasak, menulis,
mendengarkan musik, memancing, dan membaca. Jika ingin
berkorespondensi dengan Beladiena Herdiani dapat menghubungi: HP
083867631160, twitter: @Beladieena dee, FB: Beladiena Herdiani.
Biodata Penulis
Gabriela Ajeng Cahyaning Puspitajati tinggal di Minggiran MJ II/IIIb,
Yogyakarta. Saat ini Ajeng kuliah di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Hobinya adalah menulis, membaca, travelling, bersepeda. Jika ingin
berkorespondensi dengan Ajeng dapat menghubungi: HP 085643524774,
email: gabrielle_benice@yahoo.com, FB: Gabriela Ajeng.
Biodata Penulis
Nur Cholifah tinggal di Jalan Kemuning No. 140 B, Sanggrahan, Condong-
catur, Depok, Sleman. Saat ini Olif bersekolah di MAN Maguwoharjo, Sleman.
Hobinya adalah membuat kolase, membaca, menulis, travelling,
mendengarkan musik, fashion photography, menyanyi, dan bermain basket.
Jika ingin berkorespondensi dengan Olif dapat menghubungi: HP
089647950078, twitter: @olivianast. FB: oliv on oiiv II.
Biodata Penulis
Ratu Pandan Wangi tinggal di Jalan Lowano, Gang Dahlia UH VI/686 D,
Sorosutan, Yogyakarta. Saat ini Pandan kuliah di Jurusan Sastra Prancis,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Hobinya adalah membaca,
melukis, bermain teater, dan bermain musik. Jika ingin berkorespondensi
dengan Pandan dapat menghubungi: HP 085743655818, email:
ratupandanw@gmail.com, FB: Ratu Pandan Wangi, twitter: @pandanw.
1
Bisa disangkal
Biodata Penulis
Galih Pangestu Jati tinggal di Cenangan, Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Saat
ini Galih kuliah di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Hobinya
adalah membaca, menulis, dan nonton film. Jika ingin berkorespondensi
dengan Galih dapat menghubungi: HP 081390028378, email:
gpangestujati@gmail.com, twitter:@pangestujati.
Biodata Penulis
Primadita Herdiani tinggal di Sanggrahan, RT 04/RW 036, Wedomartani,
Depok, Sleman. Saat ini Dita kuliah di Universitas Diponegoro, Semarang.
Hobinya dalah membaca, mendengarkan musik, dan memancing. Jika ingin
berkorespondensi dengannya, dapat menghubungi HP 089669550379, email:
primadita_3005@yahoo.co.id, twitter: @primdiitt.
Biodata Penulis
Nisrina Salsabila tinggal di PMA No.86, Jamblangan, Margomulyo, Seyegan,
Sleman. Saat ini Nisrina bersekolah di SMP N 1 Godean, Sleman. Hobinya
adalah membaca buku dan menulis cerita. Jika ingin berkorespondensi
dengan Nisrina dapat menghubungi: HP 087843193363, email:
nis_salsabila57@yahoo.co.id, FB: Nisrina Salsabila, twitter:
@Nisrina_Chacca.
Biodata Penulis
Wahyu Sekar Sari tinggal di Butuh RT 02, RW 06, Pulutan, Wonosari,
Gunungkidul, DIY, 55851. Saat ini Wahyu kuliah di Universitas Negeri
Yogyakarta. Hobinya adalah menulis, membaca, dan mendengarkan musik.
Jika ingin berkorespondensi dengan Wahyu dapat menghubungi: HP
08972598923, email: wahyunjededeg@yahoo.com, FB: Wahyu Sekar Sari,
twitter: @wahyu_njededeg.
Pemuda itu masih saja berdoa di masjid. Sudah tiga jam berse-
lang setelah salat isya berjamaah, tetapi pemuda itu masih saja
duduk bersimpuh menengadahkan tangan. Kepalanya sedikit di-
condongkan ke atas. Pandangannya menerawang jauh ke ukiran
kaligrafi yang terhias pada dinding. Mulutnya komat-kamit me-
nyerukan doa dalam bisik.
Tidak seperti biasanya lampu masjid masih menyala pada jam-
jam orang tidur. Biasanya sehabis isya, semua lampu kecuali lampu
luar masjid selalu dipadamkan. Kali ini pemandangan tak biasa
itu membuat penjaga masjid merasa aneh. Pemuda tadi masih saja
berdoa. Begitu seterusnya hingga menjelang subuh. Penjaga masjid
pun tak kuasa untuk mengusirnya. Ia tidak mempunyai hak untuk
mengganggu seseorang yang datang ke rumah Tuhan sekalipun
ialah yang bertanggungjawab atas lingkungan masjid.
Lalu penjaga masjid itu menceritakan pemandangan aneh itu
kepada imam masjid. Lalu imam masjid menceritakan hal itu
kepada jamaah-jamaahnya yang jumlahnya sedikit. Lama-kelamaan
hampir seluruh jamaah masjid itu tahu, pemuda itu selalu berdoa
lama sekali sepanjang malam. Dari habis isya sampai subuh. Begitu
seterusnya setiap hari.
Semua jamaah merasa penasaran dengan sosok pemuda yang
diceritakan itu. Mereka ingin mengetahui secara langsung siapa
pemuda itu. Maka jamaah yang biasanya tidak datang saat isya
pun mulai datang untuk ikut salat isya berjamaah. Benar saja setelah
semua selesai, yang tersisa hanyalah pemuda itu. Mereka
membicarakannya di serambi masjid hingga kelamaan menunggu
2
Saf adalah barisan salat.
Biodata Penulis
Achmad Muchtar tinggal di Sobayan, Bangunharjo, Sewon, Bantul,
Yogyakarta. Saat ini Achmad kuliah di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Gadjah Mada. Hobinya adalah membaca buku dan menonton film. Jika ingin
berkorespondensi dengan Ahmad dapat menghubungi: HP 087838567818,
email: achmadmuchtar@gmail.com, twitter: @achmadmuchtar.
Jika kau pernah berkunjung ke kota tua ini maka kau akan
menemukan sesuatu yang tidak pernah kau temui di kota mana
pun di dunia ini. Kota di mana kau bisa menjumpai kenyamanan
serta kemudahan yang ditawarkan oleh modernitas bersatu padu
dengan arkaisme budaya yang masih mengakar kuat di setiap
jengkal tanah yang kau pijak. Kau bisa melihat di setiap sudut
kota; penjaja kaos yang sedang berjuang dalam perang tawar-me-
nawar dengan seorang pelancong yang hendak membeli barang
dagangannya seharga sepersepuluh harga jersey impor yang ia
kenakan. Pengamen bersuara fals yang melantunkan tembang
tentang beratnya perjuangan hidup. Kau juga bisa menyaksikan
pengemis renta yang setiap pagi diantar oleh wanita berbadan
gemuk ke tempat ia biasa meminta belas kasihan orang yang lalu
lalang. Semua potret kehidupan kota ini dapat kau jumpai dalam
naungan gedung-gedung kuno peninggalan zaman penjajahan.
Jika hari telah beranjak senja, dan sekitar mulai bertambah
ramai, dan wanita gemuk tadi telah datang kembali untuk men-
jemput si pengemis renta, kau bisa menjumpai sisi lain dari kota
ini. Di sana, di sudut lain kota ini, di tengah kerumunan itu tampak
sesosok penari yang berlenggak-lenggok lincah mengikuti irama
gending yang mengalun sembari memamerkan pinggul yang
aduhai. Ia membawakan tari Sekar Ganjen, kalau tidak salah. Se-
sekali ia melempar kerlingan genit pada penikmat pertunjukannya
yang sebagian besar kaum adam. Tariannya yang begitu centil
membuat para pria itu beberapa kali bersorak sembari menyawer
uang seribu rupiah.
Biodata Penulis
Dyah Inase Sobri tinggal di Bejen, RT 03, Bantul, Yogyakarta 55711. Saat ini
Dyah kuliah di Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Hobinya adalah
menulis, Public Speaking. Moto hidup “Study Hard, Play Hard”. Jika ingin
berkorespondensi dengan Dyah dapat menghubungi: HP 085743773660,
email: dynaz.inase@yahoo.com, twitter: @dyah inase, FB: DYAH INASE SOBRI.
Biodata Penulis
Eni Puji Utami tinggal di Kepuh RT 05, Mulyodadi, Bambanglipuro, Bantul.
Saat ini Eni kuliah di Ilmu Komunikasi UIN, Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Hobinya adalah membaca karya sastra dan buku-buku kesastraan dan
kebudayaan, membuat film dokumenter. Jika ingin berkorespondensi dengan
Eni dapat menghubungi: HP 087839420097, email: enisimatupang
15@gmail.com, twitter: @Enisimatupang.
Orion, canis major dan canis minor adalah konstelasi yang akan
selalu bersama di langit. Sebuah kesalahan apabila mereka terpi-
sah. Sebuah kesalahan juga jika aku meninggalkan tempat ini,
mungkin.
***
Angin berhembus pelan menerbangkan pasir-pasir lembut di
pinggir pantai. Suara pasir-pasir putih yang saling bergesekan itu
berdesir. Sepasang sepatu berwarna hijau menginjakkan kakiknya
dengan dalam dan membuat puluhan butir pasir tertahan, tak mam-
pu terbang.
Pemakai sepatu hijau meringkuk rendah dan meletakkan se-
ekor kura-kura kecil di atas pasir. Ia tersenyum. Kura-kura itu
berjalan pelan dengan bingung membuat pemakai sepatu hijau me-
nujukkan ekspresi tak tega.
“Hei Sirius! Aku akan membawa Procyon bersamaku,” seru
gadis pemakai sepatu hijau itu dengan pelan pada kura-kura di
atas pasir. Gadis itu membuka genggaman tangan lainnya yang
berisi seekor kura-kura lain.
“Nah, Procyon. Sampaikan salam perpisahanmu pada Sirius,”
ujar gadis itu sembari mendekatkan kura-kura di tangannya pada
kura-kura yang berada di pasir. Seakan tak bisa menerima perpi-
sahan yang mendadak, kedua kura-kura itu menyembunyikan ke-
pala mereka ke dalam tempurung masing-masing.
“Elayna! Bergegaslah!” seru seseorang dari kejauhan. Gadis
bersepatu hijau menoleh ke belakang dengan terkejut.
Biodata Penulis
Ambar Fidianingsih tinggal di Sungapan, Argodadi, Sedayu, Bantul, Yogya-
karta, 55752. Saat ini Ambar kuliah di Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta. Hobinya adalah membaca
karya fiksi dan membuat desain cover. Jika ingin berkorespondensi dengan
Ambar dapat menghubungi: HP 082137334739, email: ambar.fidia
@yahoo.com, FB: ambar.fidia, twitter: @Archie Fidia.
Biodata Penulis
Fajar Wijanarko tinggal di Timuran Mg III/09, RT 01, RW 01, Yogyakarta.
Saat ini Fajar kuliah di Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Gadjah Mada. Hobinya adalah menari dan menulis. Moto
hidupnya adalah “Berlarilah ketika orang lain berjalan”. Jika ingin
berkorespondensi dengan Fajar dapat menghubungi: HP 08975802008,
email: Widjanarko.fajar@gmail.com, FB: Fajar Widjanarko, twitter:
@widjanarkof.
Biodata Penulis
Arlina Hapsari tinggal di Jalan Ringroad Utara, Gandok, Condongcatur No.10,
Depok, Sleman, Yogyakarta. Saat ini Arlina kuliah di Jurusan Akuntasi,
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada. Hobinya adalah
membaca, menulis, bercerita. Jika ingin berkorespondensi dengan Arlina
dapat menghubungi: HP 085640635505, 0274-540545, email:
arlinahapsari@hotmail.com, hapsariarlina@gmail.com.
Biodata Penulis
Suci Nurani Wulandari tinggal di Plaosan RT 07/RW 18, Tlogodadi, Mlati,
Sleman. Saat ini Suci kuliah di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Gadjah Mada. Hobinya adalah menulis, membaca buku
cerita. Jika ingin berkorespondensi dengan Suci Nurani Wulandari dapat
menghubungi: HP 085643338861, email: uc_13@yahoo.com, FB: Ucig
Wulandari, twitter: @ucig.
Biodata Penulis
Anita Meilani tinggal di Celep, Srigading, Sanden, Bantul. Saat ini Anita
kuliah di FPBS, Universitas Negeri Yogyakarta. Hobinya adalah membaca.
Jika ingin berkorespon dengan Anita dapat menghubungi: HP 085743802244,
email: meilanitta@yahoo.com.
Biodata Penulis
Nopa Triana tinggal di Tambak Boyo, RT 21/61 Condongcatur, Depok, Sleman.
Saat ini Triana bersekolah di SMA N 1 Depok, Sleman. Hobinya adalah
bersepeda, mendengarkan musik, dan menulis. Jika ingin berkorespondensi
dengan Nopa Triana dapat menghubungi: HP 08999518245, email:
Nopa_354@yahoo.com.
1
Parisians: Sebutan bagi penduduk Paris.
Biodata Penulis
Annisa Nur Harwiningtyas tinggal di (…) Saat ini Annisa bersekolah di SMA
9 Yogyakarta, kelas X. Hobinya adalah membaca buku-buku karya sastra
dan menulis karya sastra. Annisa dapat dihubungi melalui email:
nisa_nurh@yahoo.co.id, jejaring facebook: Annisa Nur Harwiningtyas.