Anda di halaman 1dari 35

TUGAS Ke-1

“HAKIKAT DAN GENRE SASTRA ANAK”


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah Apresiasi Sastra Anak

Dosen Pengampu: Zulfadli Hamdi, M.Pd.

Oleh:

ABDUL AZIS

180102001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)

FAKULTASILMU PENDIDIKAN (FIP)

UNIVERSITAS HAMZANWADI

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puja-puji beserta syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah Swt, karena
dengan rahmat dan karunianya saya masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dalam keadaan sehat wal afiat,
Alhamdulillah.

Sholawat beserta salam tidak lupa kami haturkankepada Nabi akhirul


zaman yang Rahmatallilalamin Nabi Muhammad Saw, karena beliaulah yang
telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.

Pertama saya ucapkan terimakasih kepada bapak dosen pengampu mata


kuliah “Apresiasi Sastra Anak”, yang telah memeberikan saya tugas makalah
ini, sehingga saya dapat mengetahui, serta paham akan “Hakikat dan Genre
Sastra Anak” untuk menjadi bekal kelak ketika sudah terjun dalam masyarakat,
dengan menerapkan apa yang sudah saya dapatkan dimateri ini, karena
sesungguhnya hakikat ilmu itu semata-mata untuk diamalkan.

Tidak dapat dipungkiri, saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah


ini masih banyak kekurangan dan kesalahan terlebih saya masih dalam tahap
pembelajaran. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari Bapak dosen dan pembaca. Semoga kita sama-sama dapat
mengambil hal yang baik dan membuang hal yang bururk dari isi makalah ini.
Sekian dari saya lebih dan kurangnya saya ucapkan terimaksih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Denggen, 30 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1

A. Latar belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................3
D. Manfaat ……………………………………………………………….3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................4
A. Hakekat Apresisasi Sastra AnakTujuan ...............................................4
B. Tujuan Apresiasi Sastra Anak..............................................................13
C. Fungsi Apresiasi Sastra Anak...............................................................15
D. Genre Dalam Sastra Anak....................................................................17
1. Fiksi................................................................................................17
2. Non-fiksi.........................................................................................17
3. Puisi................................................................................................18
4. Sastra tradisional.............................................................................18
5. Drama.............................................................................................19
6. Beografi..........................................................................................19

BAB III PENUTUP....................................................................................20

A. Kesimpulan...........................................................................................20
B. Saran.....................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sastra (Sansakerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa


Sansakerta sastra, yang berarti “teks yang mengandung instruktur” atau
“pedoman”, dari kata dasar Sas- yang berarti “instruksi” atau “ajaran” dalam
bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada
“kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan
tertentu (Agni, 2009: 1).
Materi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar terdiri empat
keterampilan ditambah dengan tata bahasa dan sastra. Pembelajaran sastra
dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasikan karya
sastra. Tujuan pembelajaran sastra di sekolah dasar merupakan pengembangan
imajinasi anak serta mampu menilai satra dengan batas kemampuanya,
pengembangan kemampuan bersastra sealamiah mungkin sehingga mampu
bertahan lama. Menurut Huck (1987 : 630-623) bahwa pembelajaran sastra di
SD harus memberi pengalaman pada siswa yang akan berkontribusi pada 4
tujuan, yakni :
1. Pencarian kesenangan pada buku
2. Menginterprestasikan bacaan sastra
3. Mengembangkan kesadaran bersastra
4. Mengembangkan apresiasi
Dalam KBBI anak diartikan sebagai manusia yang masih kecil. Seperti
yang dikatakan Sarumpet (2010:4), anak adalah seseorang yang memerlukan
segala fasilitas, perhatian, dorongan, dan kekuatan untuk membuatnya bisa
bertumbuh sehat, mandiri, dan dewasa. Anak adalah orang yang berusia 2
tahun sampai sekitar 12-13 tahun, yaitu masa prasekolah dan berkelompok
(Kurniawan, 2009:39). Anak itu membutuhkan bimbingan agar bisa
berkembang dan menjadi manusia yang baik. Salah satu bimbingan yang bisa

1
mempengaruhi anak dan perkembanganya yaitu melalui sastra.
Ciri sastra anak secara garis besar adalah cerita anak mengandung tema
yang mendidik, alur lurus dan tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang
ada di sekitar atau ada di dunia anak, tokoh dan penokohan mengandung
peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu
mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi
masih dalam jangkauan anak.
Sastra (dalam sastra anak-anak) adalah bentuk kreasi imajinatif dengan
paparan bahasa tertentu yang menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan
pemahaman dan pengalaman tertentu, dan mengandung nilai estetika tertentu
yang bisa dibuat oleh orang dewasa ataupun anak-anak. Apakah sastra anak
merupakan sastra yang ditulis oleh orang dewasa yang ditujukan untuk anak-
anak atau sastra yang ditulis anak-anak untuk kalangan mereka sendiri
tidaklah perlu dipersoalkan. Huck (1987) mengemukakan bahwa siapapun
yang menulis sastra anak-anak tidak perlu dipermasalahkan asalkan dalam
penggambarannya ditekankan pada kehidupan anak yang memiliki nilai
kebermaknaan bagi mereka. Sastra anak-anak adalah sastra yang
mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak melalui pandangan anak-
anak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat apresisasi sastra anak?
2. Apa tujuan apresiasi sastra anak?
3. Apa fungsi apresiasi sastra anak?
4. Apa genre dalam sastra anak?
a. Fiksi
b. Puisi
c. Cerita tradisional
d. Drama
e. Non fiksi
f. Beografi
C. Tujuan

2
1. Mengetahui hakikat apresiasi sasatra anak
2. Mengetahui tujuan apresiasi sastra anak
3. Mengetahui fungsi apresiasi sastra anak
4. Mengetahui genre dalam sastra anak, seperti fiksi, puisi, cerita tradisional,
drama, non fiksi, beografi.
D. Manfaat
Karya sastra memiliki dua segi unsur manfaat bagi pembaca materinya :
1. Dari segi unsur instrinsiknya karya sastra bermanfaat untuk :
a. Memberi kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan bagi anak-anak.
b. Mengembangkan imajinasi anak dan membantu mereka
mempertimbangkan dan memikirkan alam, kehidupan, penagalamaan
atau gagasan.
c. Memberikan pengalaman baru yang seolah-olah dirasakan dan dialami
sendiri.
d. Mengembangkan wawasan kehidupan anak menjadi perilaku
kemanusiaan.
e. Menyajikan dan memperkenalkan anak terhadap pengalaman
universal.
f. Meneruskan warisan sastra.
2. Dari segi unsur ekstrinsiknya sastra anak bermanfaat untuk :
a. Perkembangan bahasa.
b. Perkembangan kognitif.
c. Perkembangan kepribadian
d. Perkembangan sosial.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Apresiasi Sastra Anak

Secara teoretis, sastra anak adalah sastra yang dibaca anakanak “dengan
bimbingan dan pengarahan anggota dewasa suatu masyarakat, sedang
penulisannya juga dilakukan oleh orang dewasa” (Davis 1967 dalam
Sarumpaet 1976:23). Dengan demikian, secara praktis, sastra anak adalah
sastra terbaik yang mereka baca dengan karakteristik berbagai ragam, tema,
dan format. Kita mengenal 'karya sastra anak yang khusus dikerjakan untuk
anak-anak usia dini, eperti buku berbentuk mainan, buku-buku untuk anak
bayi, buku emperkenalkan alfabet, buku mengenal angka dan hitungan, buku
mengenai konsep dan berbagai buku lain yang membicarakan pengalaman
anak seusia itu.

Secara konseptual, sastra anak-anak berbeda dengan sastra orang dewasa.


Keduanya sama berada pada wilayah sastra yang meliputi kehidupan dengan
segala perasaan, pikiran dan wawasan kehidupan. Yang membedakannya
adalah fokus pemberian gambaran kehidupan yang bermakna bagi anak yang
diurai dalam karya tersebut. Kajian sastra anak juga berbeda dengan sastra
dewasa. Sastra anak tidak dapat lepas dari unsur pendidikan. Sastra anak juga
mencakup karya non-fiksi, seperti buku alfabet. Huck (1987) mengemukakan
bahwa siapapun yang menulis sastra anakanak tidak perlu dipermasalahkan
asalkan dalam penggambarannya ditekankan pada kehidupan anak yang
memiliki nilai kebermaknaan bagi mereka. Sastra anak adalah sastra yang
mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak melalui pandangan anak-
anak.

Sastra berbicara tentang hidup dan kehidupan, tentang berbagai persoalan


hidup manusia, tentang kehidupan di sekitar manusia, tentang kehidupan pada
umumnya, yang semuanya diungkapkan dengan cara dan bahasa yang khas.
Artinya, baik cara pengungkapan maupun bahasa yang dipergunakan untuk

4
mengungkapkan berbagai persoalan hidup, atau biasa disebut gagasan, adalah
khas sastra, khas dalam pengertian lain daripada yang lain. Artinya
pengungkapan dalam bahasa sastra berbeda dengan cara-cara pengungkapan
babasa selain sastra, yaitu cara-cara pengungkapan yang telah menjadi biasa,
lazim, atau yang itu-itu saja. Pembentukan karakter anak memang tidak dapat
dilakukan dalam waktu yang singkat. Dibutuhkan proses panjang dalam waktu
yang lama serta dilakukan secara terus-menerus dan yang penting lagi adalah
penggunaan metode yang tepat dan efektif. Salah satu cara menyenangkan
yang dapat digunakan untuk membentuk karakter anak adalah melalui cerita.
Mengapa cerita dan cerita seperti apa yang dapat digunakan untuk
menyampaikan nilai-nilai moral pembentuk karakter pada anak? Sebelumnya
akan dibahas secara singkat apa itu cerita anak dan nilai-nilai apa saja yang
penting untuk ditanamkan pada anak sejak dini.

Lukens (2003:9) mengemukakan bahwa sastra menawarkan dua hal utama,


yaitu resetangan dan pemahaman Sastra hadir kepada pembaca pertamatane
adalah nemberikan hiburan, hiburan yang menyenangkan. Sastra nenampilkan
cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi. membawa
pembaca ke suatu alur kehidupan yang penuh daya response, daya yang
menarik hati pembaca untuk ingin tahu dan merasa terikat karenannya,
"mempermainkan" emosi pembaca sehingga ikut larut ke dalam arus cerita, dan
kesemuanya itu dikemas dalam bahasa yang juga tidak kalah menarik.

Lukens (2003:4) menegaskan bahwa tujuan memberikan hiburan, tujuan


menyenangkan dan memuaskan pembaca, tidak peduli pembaca dewasa
ataupun anak-anak, adalah hal yang esensial dalam sastra. Apa pun aspek
kandungan yang ditawarkan di dalam sebuah teks sastra tujuan memberikan
hiburan dan menyenangkan pembaca harus tidak terpinggirkan. Sastra hadin ke
hadapan pembaca pertama-tama adalah untuk memberikan hiburan. Namun,
karena sastra selalu berbicara tentang kehidupan, sastra sekaligus juga
memberikan'pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan itu. Pemahaman
itu datang dari eksplorasi terhadap berbagai bentuk kehidupan. Informasi

5
adalah sesuatu yang amat dibutuhkan dalam kehidupan manusia, informasi
tentang apa saja, tentang cara-cara kehidupan manusia lain, bahkan juga
binatang dan tumbuhan, tentang kultur dan seni dari bangsa lain, warna kulit,
bermacam karakter manusia, kebohongan dan kebenaran, tentang bermacam
cerita dari tempat lain, dan lain-lain yang ada di dunia ini.

Tewig (1980:18-20) sebelumnya juga sudah menegaskan bahwa salah satu


alasan mengapa anak diberi buku bacaan sastra adalah agar mereka
memperoleh kesenangan. Sastra mampu memberikan kesenangan dan
kenikmatan. Sastra mengandung eksplorasi mengenai kebenaran kemanusiaan.
Sastra juga menawarkan berbagai bentuk motivasi manusia untuk berbuat
sesuatu yang dapat mengundang pembaca untuk mengidentifikasikannya.
Apalagi jika pembaca itu adalah anak-anak yang fantasinya baru berkembang
dan dapat menerima segala macam cerita, terlepas dari cerita itu masuk akal
atau tidak. Oleh karena itu, akhirnya Lukens (2003:9) menawarkan batasan
sastra sebagai sebuah kebenaran yang signifkan yang diekspresikan ke dalam
unsur-unsur yang layak dan bahaso yang mengesankan.

Saxby (1991:4) mengatakan bahwa sastra pada hakikatnya adalah citra


kehidupan, gambaran kehidupan. Sastra tidak lain adalah gambaran kehidupan
yang bersifat universal, tetapi dalam bentuk yang relatif singkat karena
memang dipadatkan. Dalam sastra tergarmbar peristiwa kehidupan lewat
karakrer tokoh dalam menjalani kehidupan yang dikisahkan dalam alur cerita.
Sebuah teks sastra adalah sebuah kesatuan dari berbagai elemen yang
membentuknya. Elemen-elemen itu secara prinsipiel berwujud penggalian,
pengurutan, penilaian, dar pengendapan dari berbagai pengalaman kehidupan
dan/atau kemanusiaan.

Jika sastra merupakan kesatuan dari hal-hal itu semua, teks sastra sebagai
produk penulisan dapat dipandang sebagai sebuah citraan kehidupan dan secara
potensial juga sebagai sebuah metafora kehidupan. Metafora kehidupan
(metaphor for living) dapat dipahami sebagai kiasan kehidupan. Artinya,

6
model-model kehidupan yang dikisahkan lewat cerita sastra merupakan kiasan,
simbolisasi, perbandingan, atau perumpamaan dari kehidupan yang
sesungguhnya. Atau sebaliknya, kehidupan yang sebenarnya dapat ditemukar
perumpamaannya, kiasannya, atau perbandingannya dalam sastra. Cerita dalam
sastra dikreasikan berdasarkan pengalaman hidup, pengamatan, pemahaman,
dan penghayatan terhadap berbagai peristiwa kehidupan yang secara faktual
dijumpai di masyarakat, maka ia dapat dipandang sebagai salah satu
interpretasi terhadap kehidupan itu sendiri.

Saxby (1991:4) mengemukakan bahwa jika citraan dan/atau metafora


kehidupan yang dikisahkan itu berada dalam jangkauan anak, baik yang
melibatkan aspek emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori, maupun pengalaman
moral, dan diekspresikan dalam bentuk-bentuk kebahasaan yang juga dapat
dijangkau dan dipahami oleh pembaca anak-anak, buku atau teks tersebut dapat
diklasifkasikan sebagai sastra anak. Jadi, sebuah buku dapat dipandang sebagai
sastra anak jika citraan dan metafora kehidupan yang dikisahkan baik dalam
hal isi (emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori, dan pengalaman moral) maupun
bentuk (kebahasaan dan cara-cara pengekspresian) dapat dijangkau dan
dipahami oleh anak sesuai dengan tungkat perkembangan jiwanya. Sementara
Ampera(2010:10) berpendapat bahwa sastra anak adalah buku-buku bacaan
atau karya sastra yang sengaja ditulis sebagai bacaan anak, isinya sesuai
dengan minat dan pengalaman anak, sesuai dengan tingkat perkembangan
emosi dan intelektual anak. Sastra anak dapat didefinisikan dengan
memperhatikan definisi sastra secara umum dan sastra bagaimana yang sesuai
untuk anak. Mengenai hal ini ada beberapa pandangan, yaitu antara lain:

1. Sastra anak adalah sastra yang sengaja memang ditujukan untuk anak-
anak. Kesengajaan itu dapat ditunjukkan oleh penulis yang secara
eksplensit menyatakan hal itu dalam kata pengantarnya maupun dapat pula
ditunjukkan oleh media yang memuatnya, miasal buku atau majalah anak-
anak. Misalnya Bobo, Ananda, dan lain-lain.

7
2. Ada pula yang berpandangan sastra anak berisi tentang cerita anak. Isi
cerita yang dimaksud adalah cerita yang menggambarkan pengalaman,
pemahaman, dan perasaan anak. Dalam cerita anak misalnya jarang sekali
ditemukan perasaan yang romantis karena itu tidak sesuai dengan
karakteristik jiwa anak-anak. Pikiran anak-anak lebih tertuju ke masa
depan, karena itu cerita futuristik lebih banyak ditemukan dalam cerita
anak-anak. Cita-cita, keinginan, petualangan di dunia lain, dan cerita-cerita
science fiction sangat sesui dengan jiwa anak-anak.
3. Sastra anak adalah sastra yang ditulis oleh anak-anak. Pandangan ini
memang cukup beralasan karena hanya anak-anak yang bener-bener dapat
mengekpresikan pengalaman, perasaan dan pemikirannya dengan jujur dan
akurat.
4. Ada juga yang berpandangan bahwa sastra anak adalah sastra yang berisi
nilai-nilai moral atau pendidikan yang bermanfaat bagi anak untuk
mengembangkan kepribadiannya menjadi anggota masyarakat yang
beradab dan berbudaya.
a. Pertama, sastra anak hakikatnya diciptakan untuk dibaca oleh anak-
anak. Walaupun demikian, bukan berarti sastra anak tidak dapat dibaca
oleh orang dewasa. Sastra anak dapat dibaca oleh siapa saja karena
keteladanan dalam sastra anak dapat dimanfaatkan oleh siapa saja.
b. Kedua, mengisahkan tentang berbagai hal, bahkan hal-hal yang tidak
dapat diterima nalar orang dewasa, seperti kisah tentang hewan yang
dapat berbicara layaknya manusia.
c. Ketiga, bahasa yang digunakan harus relevan dengan tingkat
penguasaan dan kematangan bahasa anak. Artinya, bahasa dalam karya
sastra anak tidak menggunakan kata-kata yang mengandung makna
konotasi dan simbolik.
d. Keempat, substansi atau kandungan karya sastra anak lebih banyak
memuat berbagai seluk beluk kehidupan anak-anak, misalnya
persahabatan, cinta kepada orang tua, maupun keindahan alam.

8
e. Kelima, sastra anak dapat diciptakan oleh siapa saja, anak-anak bahkan
orang dewasa, yang utama adalag dasar penciptaannya disesuiakan
dengan kapasitas intelektual dan psikologi usia anak.
Berdasarkan fakta bahwa orang bersastra anak di sekeliling kehidupan
keseharian kita. Dilihat dari keadaan yang demikian, sebenarnya sastra
anak merupakan sesuatu yang amat kita akrabi dan sekaligus dapat
dijadikan sarana strategis untuk menanam, memupuk, dan
mengembangkan berbagai nilai yang ingin kita wariskan kepada anak
yang bertujuan untuk pembentukan karakter. Berbagai hal dan aktivitas
yang dimaksud dicontohkan di bawah ini.
1) Ketika si buah hati menangis atau ketika ingin menyenangkan si buah hati,
si Ibu bernyanyi-nyanyi, nembang, rengeng-rengeng sampai si buah hati
diam dan tertawa-tawa senang.
2) Ketika si buah hati membolak-balik buku dan gambar yang dipegangnya,
si Ibu menunjukkan dan atau mengajari nama-nama gambar, huruf, atau
angka terkait sehingga anak terlihat puas memahami.
3) Ketika si buah hati menjelang tidur, si Ibu bercerita, entah cerita yang
pernah didengar, dibaca, atau cerita karangan sendiri, dan entah sudah
diulang berapa kali, sampai si anak tertidur membawa ceritanya.
4) Ketika anak-anak TK yang bermata jernih dan menggemaskan itu ramai.
5) Ibu guru bercerita, juga entah cerita yang mana atau bagaimana atau yang
ke berapa, sampai anak-anak terpana, terkagum, terbuai, atau bersorak
kegirangan karena begitu antusias dan menjiwai.
Bahkan, tidak jarang timbul kesan bahwa pembelajaran sastra tidak
lain adalah pembelajaran moral dan atau nilai-nilai. Hal itu tidak
sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Berbagai teks
kesastraan diyakini mengandung unsur moral dan nilai-nilai yang dapat
dijadikan “bahan baku” pendidikan dan pembentukan karakter. Teks-teks
kesastraan diyakini mengandung suatu “ajaran” karena tidak pengarang
menulis tanpa pesan moral (messages). Namun, penekanan pada bahan
tersebut bahkan tidak jarang berakibat fatal: peserta didik hanya sekadar

9
diminta menginditifikasi moral dan nilai-nilai yang terkandung di dalam
teks-teks kesastraan itu. Padahal, semestinya halhal yang bernuansa nilai
luhur yang lazimnya menjadi sikap dan perilaku tokoh cerita itu adalah
untuk dimengerti, direnungkan, dan diteladani dalam sikap dan perilaku
hidup keseharian. sastra, sedang kandungan teks itulah sebenarnya yang
mengandung muatan moral dan nilainilai. Muatan inilah yang dapat
dijadikan sebagai “bahan baku” pendidikan dan pembentukan karakter
peserta didik lewat strategi yang paling mengena. Misalnya, membaca
sastra sekaligus belajar tentang kehidupan, mengajarkan nilai-nilai luhur
kehidupan tetapi peserta didik tidak merasa sedang diajari. Fokus
pembicaraan di bawah adalah sastra anak yang dengan pangsa pembaca
(pendengar) anak-anak. Hal itu dapat dipahami karena sarana
pengungkapan sastra adalah bahasa. Namun, harus dipahami juga bahwa
sastra, baik sastra anak (children literature) maupun sastra (sastra dewasa,
adult literature) lebih dari sekadar bahasa. Bahasa dalam teks kesastraan
“hanyalah” merupakan aspek sarana, walau harus ada tuntutan yang
berbeda untuk menjadi bahasa.

Itu beberapa contoh kasus bahwa sebenarnya kita, orang tua,


dewasa, atau guru di sekolah sudah amat akrab dengan sastra anak dan
aktivitas bersastra anak. Bahkan, jika dipikir rasanya kita “tidak dapat
hidup” tanpa bersentuhan dengan sastra anak. Tetapi, mengapa sastra anak
dan pembelajaran sastra anak kepada anak-anak selama ini seolaholah
terasa asing? Hal itu sebenarnya karena kita belum menyadari saja walau di
sekeliling kita ada berbagai hal tentang sastra anak dan aktivitas yang
bernuansakan sastra anak.

Ketika berhubungan dengan anak-anak, entah di rumah atau di


sekolah, mau tidak mau kita mesti bersentuhan dengan sastra anak,
langsung atau tidak langsung. Dunia anak adalah dunia bermain, dunia
menyanyi, dunia cerita, dunia bersenang-senang, dan tidak ada kesedihan
sebagaimana kedihan orang dewasa di sana. Jika syair tembang-tembang

10
dolanan dan lagu-lagu anak adalah bagian dari sastra anak, cerita yang
didongengkan oleh si Ibu ketika anak menjelang tidur adalah bagian dari
sastra anak, ketika mengajak dan membawa anak bersenang-senang adalah
aktivitas bersastra anak, hidup keseharian kita bersama anak mau tidak mau
bersentuhan dengan sastra anak.

Dalam KBBI (2001: 47) apresiasi didefinisikan sebagai kesadaran


terhadap nilai seni dan budaya, penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu.
Oleh karena itu, apresiasi sastra berarti rasa memiliki kesadaran dan mampu
memberikan penilaian terhadap suatu nilai sebuah karya sastra, dalam hal
ini sastra anak. Santoso (2003: 8.15) memberikan tiga rumusan apresiai
sastra anak sebagai berikut.

a) Apresiasi sastra anak adalah penghargaan (terhadap karya sastra anak)


yang didasarkan pada pemahaman.
b) Apresiasi sastra anak adalah penghargaan atas karya sastra anak sebagai
hasil pengenalan, pemahaman, penafsiran, penghayatan, dan penikmatan
yang didukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terkandung
dalam karya sastra anak.
c) Apresiasi sastra anak adalah kegiatan menggauli cipta sastra anak dengan
sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, serta kepekaan
pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta karya sastra
anak.
Sedangkan apresiasi sastra anak adalah berupa penghargaan,
penilaian dan pengertian terhadap karya sastra, baik yang berbentuk fiksi
maupun prosa. Apresiasi termasuk apresiasi sastra, berhubungan ert
dengan sikap dan nilali. Oleh sebab itu, agar kita dapat melaksanakan
kegiatanapresiasi dengan baik harus dilandasi oelh pengetahuan yang
cukup dan terampil yang memadai tentang apresiasi. Pada garis besarnya
apresiasi sastra di lakukan pada tiga tahapan yaitu :
1) Tahap penjelajahan
2) Tahap penafsiran

11
3) Tahap pengkreasian
Hal itu juga diperkuat Winch (dalam Saxby & Winch, 1991:19,
yang mengatakan bahwa buku anak yang baik adalah buku yang
mengantarkan dan berangkat dari kacamata anak. Hal itu adalah isu
Fundamental dalam sastra anak. Hal itu merupakan salah satu modal dasar
bagi anak untuk memahami bacaan untuk memperoleh pemahaman
tentang dunia dan kehidupan yang dijalaninya. Anak berhak untuk
memperoleh cerita yang mengandung berbagai informasi tentang
pengalaman kehidupan untuk mengembangkan daya fantasinya. Beri anak
kesempatan untuk berfantasi lewat cerita untuk terbang mengarungi dunia,
sebagaimana yang dikemukakan oieh Paul Hazard (1947, via Saxby,
1991:5) yang menyuarakan kebutuhan anak secara metaforis: “Give us
books", say the children, “give us wings”.

Berdasarkan kata kata Hazard tersebut, Saxby dan Winch (1991)


kemudian menjuduli buku tentang sastra anak yang dieditorinya dengan
Give them Wings, "Beri Anak-anak 'tu Sayap”. Biarkan dan beri
kesempatan anak-anak itu berkembang dan mengembangkan, fantasinya.
Sastra anak tidak harus berkisah tertang anak, tentang dunia anak, tentang
berbagai peristiwa yang mesti melibatkan anak. Sastra anak dapat berkisah
tentang apa saja yang menyangkut kehidupan. baik kehidupan manusia,
binatang, tumbuhan, maupun kehidupan yang lain termasuk makhluk dari
dunia lain. Namun, apa pun isi kandungan cerita yang dikisahkan mestilah
berangkat dari sudut pandang anak, dari kacamata anak dalam memandang
dan memperlakukan sesuatu, dan sesuatu itu haruslah berada dalam
jangkauan pemahaman emosional dan pikiran anak.

Jenis sastra anak meliputi prosa, puisi, dan drama. Jenis prosa dan
puisi dalam sastra anak sangat menonjol. Berdasarkan kehadiran tokoh
utamanya, sastra anak dapat dibedakan atas tiga hal, yaitu :

a) Sastra anak yang mengetengahkan tokoh utama benda mati.

12
b) Sastra anak yang mengetengahkan tokoh utamanya makhluk hidup selain
manusia.
c) Sastra anak yang menghadirkan tokoh utama yang berasal dari manusia itu
sendiri.
Seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak juga
berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian
anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra
anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak,
mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan
keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat
membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira
mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan
mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun
kecerdasan emosinya apresiasi berarti : kesadaran terhadap nilai-nilai seni
dan budaya, penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu, dan kenaikan nilai
barang karena harga pasarnya naik atau permintaan akan barang itu
bertambah.

B. Tujuan Apresiasi Sastra Anak


A. Tujuan dan fungsi apresiasi sastra anak
Manfaat Apresiasi Sastra Apresiasi sastra memiliki berbagai manfaat.
Moody dan Leslie S. (dalam Wardani,1981) mengemukakan manfaat
apresiasi sastra:

a) Melatih keempat keterampilan berbahasa,


b) Menambah pengetahuan tentang pengalaman hidup manusia
seperti adat istiadat, agama, kebudayaan, dsb,
c) Membantu mengembangkan pribadi,
d) Membantu pembentukan watak,
e) Memberi kenyamanan,
f) Meluaskan dimensi kehidupan dengan pengalaman baru.

13
Hal tersebut sejalan dengan Huck (1987) yang mengemukakan dua
manfaat apresiasi sastra, yakni:
a) Nilai personal, memberi kesenangan, mengembangkan
imajinasi, memberi pengalaman yang dapat terhayati,
mengembangkan pandangan ke arah persoalan kemanusiaan,
menyajikan pengalaman yang bersifat emosional.
b) Nilai Pendidikan, membantu perkembangan bahasa,
meningkatkan kelancaran-kemahiran membaca, meningkatkan
keterampilan menulis, mengembangkan kepekaan terhadap
sastra.
Manfaat apresiasi sastra yang dikemukakan tersebut, hanya manfaat
1. Mengembangkan Imajinasi
Salah satu tujuan utama pembelajaran bahasa/sastra adalah
terbentuknya kemampuan siswa yang kreatif. Untuk menjdi
kreatif, salah satu aspek mutlak yang harus dimiliki adalah daya
imajinasi yang memadai. Akhadiah (1992:3) menyatakan
bahwa “sesuangguhnya hanya dapat menjadi kreatif jika siswa
memiliki daya imajinasi.” Sebagaimana yang dikemukakan
Huck (1987) bahwa mengapresiasi sastra dapat
mengembangkan imajinasi siswa. Imajinasi yang dimaksud
adalah daya pikir untuk membayangkan (dalam angan) atau
menciptakan sesuatu (gambar, karangan,dan sejenisnya)
berdasarkan kenyataan atau pengalaman sesorang (dalam
KBBI, 1994:372). Mengapa apresiasi sastra dapat
meningkatkan imajinasi siswa? Sebagai jawaban yang bersifat
tentatif atas pertanyaan ini adalah dalam bersastra daya pikir
didorong untuk mengalami kebebasan berkhayal tanpa
kekangan aturan yang kaku “licentie puetica”.

Kebebasan itu bukan berarti sebebas-bebasnya tanpa batas dan


tidak berakar pda dunia nyata yang bersifat logis, luwes, dan

14
dinamis. Dengan batas yang demikian orang yang bergelut
dalam dunia sastra dapat menciptakan kreasi yang di dalamnya
selalu ada unsur kebaruan, baik dari segi isi maupun dari segi
bentuk. Misalnya, karya Sutan Takdir Alisyahbana, Nur Sutan
Iskandar, dan seniman lainnya.

2. Meluaskan pandangan tentang kemanusiaan


Melalu pergaulan dengan karya sastra berbagai pengalaman
dapat diperoleh yang kelak bisa berfungsi untuk meluaskan
pandangan tentang kemanusian sekaligus berkaitan dengan
pembentukan watak dan pribadi yang baik dalam mengarungi
kehidupan masyarakat. Misalnya dalam puisi POT oleh Sutarji
Kalsum Bachri, memberi perluasan wawasan dan pengalaman
kejiwaan bahwa kita harus menjadi ibu, ibu yang mampu
melahirkan generasi yang berkualitas, generasi dapat
mengharumkan bangsa di tingkat internasional. Puisi Chairil
“Sekali berarti/ Sudah itu mati” jika kita cermati dengan
sedalam-dalamnya, akan mendorong kita untuk memperbanyak
amal saleh, agar kita dapat memperoleh derajat yang tinggi di
sisi-Nya, tidak sederajat binatang atau lebih rendah lagi.

3. Meningkatkan Keterampilan Berbahasa


Tujuan utama pembelajaran BI di SD adalah untuk
meningkatkan keterampilan berbahasa. Kaitannya dengan
apresiasi sastra yang dapat meningkatkan keterampilan
berbahasa siswa, berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemanfaatan karya sastra dalam pembelajaran dapat
meningkatkan keterampilan berbahasa. Misalnya, Lehman
menemukan bahwa siswa yang menggunakan karya sastra
dalam membaca memperoleh nilai yang lebih tinggi dalam hal
kosa kata dan pemahaman isi bacaan dibandingkan siswa yang

15
bukan menggunakan karya sastra sebagai bahan bacaan (dalam
Rofi’uddin,1997).

Adapun hubungannya dengan peningkatan keterampilan


menulis dengan memanfaatkan karya sastra sebagai bahan
pembelajaran. Agustina (1997) menemukan dalam
penelitiannya bahwa anak kelas tiga SD yang diajar menulis
cerita melalui jurnal pribadi menunjukkan peningkatan
kelancaran dan keterampilan menulis. Oleh karena itu, Gani
(1988:3) mengungkapkan bahwa di negara-negara maju
pembelajaran apresiasi sastra tidak dipisahkan dengan
pengajaran membaca dan menulis.

Hal ini sejalan dengan pendekatan terpadu bahwa pembelajaran


kiranya komponen bahasa disajikan secara terpadu seperti
dalam pembelajaran sastra dipadukan antara membaca, dan
menulis .

Sastra anak mempunyai beberapa fungsi khusus berikut ini:


a. Melatih dan memupuk kebiasaan membaca pada anak-anak.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa anak-anak lebih


suka membaca hanya untuk mencari kesenangan. Niat awal untuk
mencari kesenangan dapat dijadikan sebagai jembatan untuk
melatih dan membiasakan anak bergelut dengan dunia buku. Jika
anak-anak telah terbiasa membaca bacaan anak, maka akan
merangsang kebiasaan atau hobinya untuk membaca buku-buku
pelajaran dan buku umum lainnya.

b. Membantu perkembangan intelektual dan psikologi anak.

Memahami suatu bacaan bukanlah pekerjaan yang mudah. Jika


anak-anak telah terbiasa membaca, maka hakikatnya mereka telah
terbiasa memahami apa yang dibacanya. Kebiasaan memahami

16
bacaan tentu akan sangat membantu perkembangan intelektual
atau kognisi anak. Demikian pula sajian cerita atau kisah dan
berbagai hal dalam karya sastra anak akan menumbuhkan rasa
simpati atau empati anak-anak terhadap berbagai kisah tersebut.
Dengan demikian, sastra anak dapat membantu perkembangan
psikologi atau kejiwaan anak untuk lebih sensitif terhadap
berbagai fenomena kehidupannya.

c. Mempercepat perkembangan bahasa anak.

Perkembangan bahasa anak berjalan secara bertahap seiring


dengan perkembangan fisik dan pikirannya. Kematangan berpikir
sangat menentukan perkembangan bahasa anak, demikian pula
sebaliknya, perkembangan bahasa sangat menentukan
kematangan berpikir anak. Anak-anak yang biasa membaca
bacaan anak dapat memperoleh bahasa (kosa kata, kalimat) lebih
banyak dan lebih cepat jika dibandingkan dengan anak-anak lain.
Tentu, jika anak-anak cepat perkembangan bahasanya, akan
membantu tingkat kematangan berpikirnya.

d. Membangkitkan daya imajinasi anak.

Secara leksikal, kata imajinasi memang dapat diartikan sebagai


‘khayalan’. Namun, imajinasi dalam karya sastra tidaklah
sepenuhnya berisi khayalan tanpa ada kaitannya dengan realitas.
Imajinasi dalam sastra tidak lain hanyalah sebuah media untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan pengarangnya. Oleh sebab
itu, esensi dan substansi imajinasi dalam karya sastra adalah
realitas kehidupan manusia.

17
Anak-anak yang biasa membaca sastra (bacaan anak), akan
terbiasa turut merasakan dan melibatkan pikiran (imajinasi)
sehingga seolah-olah dia yang mengalami peristiwa dalam karya
yang dibacanya. Dengan begitu, imajinasi akan menumbuhkan
pemikiran yang kritis dan kepekaan emosional yang tinggi dalam
diri anak.

Sastra anak berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan,


membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi
anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang
moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan
imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan
keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak
dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca,
senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau
dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan
batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya.

Ada beberapa tujuan Pembelajaran Sastra di SD yaitu sebagai berikut:

Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD lebih


diarahkan pada kompetensi siswa untuk berbahasa dan
berapresiasi sastra. Pembelajaran sastra dan bahasa dilaksanakan
secara terintegrasi. Sedangkan pengajaran sastra, ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati,
dan memahami karya sastra. Pengetahuan tentang sastra hanyalah
sebagai penunjang dalam mengapresiasi.

Pernyataan pembelajaran sastra tersebut dapat dilihat


bahwa kegiatan apresiasi menjadi tujuan utama, sedangkan
perangkat pengetahuan sastra diperlukan untuk menunjang
terwujudnya apresiasi dan pembelajaran bahasa secara umum,

18
dengan demikian yang harus terjadi dalam pembelajaran sastra
ialah kegiatan apresiasi sastra bukan hanya sekedar pengetahuan
teori sastra. Huck berpendapat bahwa pembelajaran sastra di SD
harus memberi pengalaman pada murid yang akan berkontribusi
pada empat tujuan

a) Menumbuhkan Kesenangan Terhadap Buku

Salah satu tujuan utama pembelajaran sastra di SD ialah


memberi kesempatan kepada anak untuk memperoleh
pengalaman dari bacaan, serta masuk dan terlibat di dalam
suatubuku. Pembelajaran sastra harus membuat anak
merasa senang membaca, membolakbalik buku, dan gemar
mencari bacaan.

Salah satu cara terbaik untuk membuat siswa tertarik


kepada buku ialah dengan memberi siswa lingkungan yang
kaya dengan buku-buku yang baik. Beri mereka waktu
untuk membaca atau secara teratur guru membacakan buku
untuk mereka. Perkenalkan mereka pada berbagai ragam
bacaan prosa dan puisi, realisme dan fantasi, fiksi historis
dan kontemporer, tradisional dan modern. Beri mereka
waktu untuk membicarakan buku-buku, menceritakan buku
itu satu sama lain dan menginterpretasikannya melalui
berbagai macam aktivitas respons kreatif. Satu hal penting
selain itu siswa juga harus diberi kesempatan mengamati
atau melihat orang-orang dewasa menikmati buku. Melalui
kegiatan-kegiatan yang menarik minatnya, siswa akan
memperoleh kesenangan, dengan demikian, langkah
pertama di dalam pembelajaran sastra di SD ialah
menemukan kesenangan kepada buku.

19
Hal ini hendaknya dijadikan tujuan utama pembelajaran
bahasa dan sastra di sekolah dasar dan hendaknya tidak
dilakukan secara tergesa-gesa atau dengan jalan pintas.
Kesenangan kepada buku hanya muncul melalui
pengalaman yang panjang.

b) Menginterpretasikan Literatur

Cara menciptakan ketertarikan kepada buku adalah siswa


perlu diberi buku bacaan yang banyak. Siswa pun perlu
memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengalaman
yang mendalam dengan buku-buku. Guru dan siswa dapat
membicarakan tentang makna pribadi yang mungkin
terdapat pada suatu cerita untuk kehidupannya sendiri.
Anak kelas lima dan enam mungkin telah merefleksikan
perbandingan antara kejadian-kejadian yang ada pada
cerita atau kaitan cerita dengan kehidupannya secara nyata.
Ketika siswa, mulai membahas penyebab perilaku tertentu
pada cerita, mereka bisa mengembangkawawasan lebih
banyak kepada orang lain. Ketika siswa menghubungkan
apa yang mereka baca itu dengan latar belakang
pengalamannya, mereka menginternalisasikan makna cerita
itu. Pada murid sekolah dasar transaksi itu paling baik
dimulai dengan respons pribadinya pada cerita.

Membantu siswa dalam menginterpretasikan bacaan itu


dengan cara mengidentifikasi para pelaku yang ada pada
cerita. Hal itu dapat dilakukan dengan mendramatisasikan
(role play) adegan tertentu yang ada pada buku cerita.
Kegiatan dramatisasi adegan cerita selain menguatkan
pemahaman pada cerita juga akan melatih mereka
bersosialisasi. Kelompok anak yang lain kemungkinan

20
menulis essay, jurnal, atau surat yang berkaitan dengan
tokoh utama atau tokoh yang lainnya yang ada di dalam
cerita. Semua aktivitas tersebut akan menambah
interpretasi murid terhadap cerita dan memperdalam
tanggapannya pada bacaan.

c) Mengembangkan Kesadaran Bersastra

Anak-anak yang masih berada di sekolah dasar juga harus


diajak mulai mengembangkan kesadaran pada sastra. Tak
dapat dipungkiri bahwa pemahaman literer meningkatkan
kenikmatan anak terhadap bacaan. Ada beberapa anak usia
tujuh dan delapan tahun yang sangat senang menemukan
varian yang berbeda mengenai Cinderella, misalnya.
Mereka sangat senang membandingkan berbagai awal dan
akhir cerita rakyat dan sangat suka menulis sendiri
kisahnya.

Jelasnya kesenangan seperti ini berasal dan pengetahuan


tentang cerita rakyat. Anak-anak harus pula diarahkan
menemukan elemen-elemen sastra secara berangsurangsur,
karena elemen-elemen itu memberikan bekal bagi siswa
dalam pemahaman makna cerita atau puisi, dengan
demikian guru harus menguasai pengetahuan tentang
bentuk-bentuk cerita, elemen-elemen cerita, dan
pengetahuan tentang pengarang.

Selama siswa berada di sekolah dasar mereka


mengembangkan pemahaman mengenai bentuk sastra yang
berasal dari berbagai aliran sedikit demi sedikit. Mereka
sudah dapat membedakan bentuk prosa dan puisi, fiksi dan
nonfiksi, antara realisme dan fantasi, tetapi tidak dengan

21
istilah-istilah tersebut. Mungkin cara mereka memahami
hanya akan bercerita kepada gurunya bahwa buku Dewi
Nawangwulan itu memuat suatu cerita, atau Bawang Putih
itu ceritanya mirip Cinderella yang telah dibacanya. Hal ini
langkah awal yang baik dalam mengembangkan
pemahaman tentang bentuk-bentuk sastra, demikian pula
pengetahuan siswa mengenai elemen cerita misalnya alur,
karakterisasi, tema, dan sudut pandang pengarang akan
muncul secara berangsur-angsur.

Ada siswa yang minatnya tergugah bila mengetahui piranti


sastra seperti simbol, perbandingan, penggunaan sorot
balik, dan sebagainyna. Namun jenis pengetahuan ini lebih
cocok untuk guru. Pembahasan tentang piranti sastra pada
siswa hendaknya hanya diperkenalkan apabila diperlukan
benar untuk dapat membawa ke arah pemahaman yang
lebih kaya terhadap sebuah buku. Yang terpenting bukan
menghafal pirantinya, namun bagaimana anak-anak diberi
waktu untuk memberikan tanggapan personalnya pada
cerita.

d) Mengembangkan Apresiasi

Sasaran jangka panjang pengajaran sastra di SD ialah


mengembangkan kesukaan membaca karya sastra yang
bermutu. Ada tiga tahap urutan dan perkembangan yang
ada dalam pertumbuhan apresiasi tahap kenikmatan yang
tidak sadar, tahap apresiasi yang masih ragu-ragu atau
berada antara tahap kesatu dan ketiga, dan tahap
kegembiraan secara sadar. Tahap pertama sama dengan

22
gagasan menumbuhkan kesenangan terhadap bacaan,
sehingga menjadi terlibat di dalamnya.

Pada tahap ini siswa membaca atau guru membacakannya


untuk mendapatkan kesenangan. Mereka jarang menyentuh
cara pengarang menciptakan makna. Pembaca pada tahap
kedua tertarik tidak hanya pada alur cerita. Pembaca pada
tahap ini mulai bertanya tentang apa yang terjadi pada
suatu cerita dan mendalami isi cerita untuk mendapatkan
makna lebih dalam. Pembaca menikmati dan
mengeksplorasi cerita untuk melihat bagaimana pengarang,
penyair, atau seniman memperkuat makna dengan teks itu.
Tahap ketiga, tahap pembaca yang sudah matang dan
menemukan kegembiraan dalam banyak jenis bacaan dan
banyak periode waktu, memberikan penghargaan pada
aliran dan pengarangnya, dan memberikan tanggapan kritis
sehingga mendapatkan kegembiraannya secara sadar.

Pengajaran sastra untuk sekolah dasar, terutama kelas-kelas


awal difokuskan pada tahap pertama yaitu kesenangan
yang tidak disadari (unconscious enjoyment). Jika semua
siswa bisa diberi kesempatan menemukan kesenangan
terhadap bacaan, mereka akan bisa membangun dasar yang
kokoh bagi apresiasi sastra. Diawali dari menyenangi karya
sastra yang dibacanya itulah, siswa akan meningkat ke
tahap berikutnya. Setelah merasa senang dengan bacaan
baru kemudian siswa didorong untuk menginterpretasikan
makna cerita atau puisi melalui diskusi atau aktivitas
kreatif, mereka bisa memasuki tahap kedua, tahap
kesadaran pada apresiasi.

23
Berangkat dari bekal itulah siswa dapat diajak untuk
memberi tanggapan terhadap buku, membahas bagaimana
perasaan mereka tentang cerita itu dan apa makna cerita itu
bagi mereka. Siswa juga dapat diajak untuk memberi
alasan “mengapa” mereka memiliki perasaan seperti itu
dan cara-cara pengarang atau seni man menciptakan
perasaan itu. Para siswa akan memerlukan bimbingan dari
guru untuk melalui tahap-demi tahap tersebut, namun
bukan mendiktenva atau memberi tafsiran yang harus
diterima begitu saja oleh siswa. Guru hanyalah pemberi
jalan setapak untuk masuk ke dunia indahnya sastra.

C. Fungsi apresiasi sastra anak


Secara umum, karya sastra memiliki fungsi sebagai sarana penyampain
sesuatau kepada orang lain. Seseorang terkadang ingin menyampaikan apa
yang dirasakan kepada orang lain. Penyampaian itu dapat dilakukan secara
jelas dan tegas, tetapi dapat juga dilakukan secara tersirat dan samar.
Pendapat klasik mengenai fungsi sastra, menurut Horatios,filsuf
yunani, Sastra memiliki fungsi dulce et utile (menghibur dan berguna).
Dengan ungkapan yang berbeda, Edgar Allan Poe (dalam Al-Ma’ruf,2007:32)
menyatakan bahwa fngsi sastra adalah didac ticher esy (menghibur sekaligus
mengajarkan sesuatu. Jadi, sastra disamping memberikan kesenangan kepada
pembacanya juga berdaya guna atau bermamfaat bag kehiduapan batiniah.
sastra anak memiliki fungsi sebagai pendidikan dan hiburan. Fungsi
pendidikan pada sastra anak memberi banyak informasi tentang sesuatu hal,
memberi banyak pengetahuan, memberi kreativitas atau keterampilan anak,
dan juga memberi pendidikan moral pada anak. Dalam kisah Asal Usul Nama
Surabaya si anak memperoleh banyak informasi tentang asal usul nama
Surabaya, letak geografis kota Surabaya, informasi tentang lambang
kotamadya Surabaya, pengetahuan praktis tentang kehidupan di air laut dan
sungai, nama binatang air, serta pendidikan moral untuk bermusyawarah,
mempertahankan hak, dan kepahlawanan.

24
Kisah tentang perbutan kekuasaan dan daerah pencarian mangsa pada
ikan Hiu Sura dan Buaya seperti itu, sebenarnya dapat dimusyawarahkan
secara adil dan jujur. Musyawarah merupakan jalan perdamaian yang
dianjurkan untuk menghindari pertumpahan darah. menang daerah kekuasaan
sudah menjadi hak miliknya itu perlu dipertahankan sampai titik darah
penghabisan. Perlu diingat bahwa mempertahankan hak, yaitu sesuatu yang
sudah menjadi milik kita itu merupakan suatu kewajiban. Sifat kita yang
membela kebeneran dan keadilan itu merupakan jiwa kepahlawanan.
Sebaliknya, jika merebut sesuatu yang bukan milik dan hak kita yaitu
merupakan perbuatan yang tak terpuji atau yang termasuk kejahatan.

Dari sajak kembang sepatu karya L.K. Ara banyak hal yang dapat
memberi fungsi pendidikan pada si anak. Mengapa bunga itu dinamakan “
kembang sepatu” ? jawabannya adalah jika kembang itu diusapkan pada
sepatu akan berkilau atau mengkilap. Fungsi informasi yang lain, misalnya
tempat asal kembang sepatu, yaitu India dan Cina. Kebiasaan gadis-gadis Cina
dan India memakai bunga sepatu untuk menghias alis. Bentuk daun sepatu,
yaitu berbentuk hati yang ujungnya meruncing. Ada beberapa macam warna
bunga sepatu, yaitu merah, putih, merah muda, kuning, dan merah kekuning-
kuningan. Hanya sebentar bunga itu mekar, kemudian segera layu. Sajak
kembang sepatu itu juga jelas memberi infoprmasi kreativitas pada diri anak
untuk memanfaatkan kegunaan kembang sepatu. Pertama, sebagai tanaman
hias untuk pagar pekarangan rumah, Kedua, bunga sepatu untuk mengilatkan
warna sepatu. Ketiga, bunga sepatu untuk kecantikan wajah. Keempat, bunga
sepatu itu dapat juga direbus untuk dibuat pewarna kue makanan. dan, kelima,
akar bunga sepatu itu dapat juga direbus sebagai penawar racun. Sementara
amanat atau pendidikan moralnya adalah manusia itu hendaknya menjadi
manusia yang berguna bagi siapa saja, baik bagi masyarakat, bagi nusa bangsa
maupun bagi agamanya.

Fungsi hiburan sastra anak jelas memberi kesenangan, kenikmatan,


dan kepuasan pada diri anak. Ketika membaca dan menghayati sastra anak

25
hiburan yang menyenangkan bagi bacaannya itu. Hati si anak akan terhibur
dengan prilaku tokoh ikan Hiu-Sura dan Buaya yang saling berebut daerah
mangsa. Si anak juga akan terhibur dengan ketulusan hati tokoh Kembeang
sepatu yang banyak memberi manfaat bagi kehidupan disekitarnya. Hiburan
itu akan terasa pula jika karya satra itu dibacakan secara nyaring oleh seorang
siswa didepan kelas. Siswa-siswa yang lainnya, yang mendengar pembacaan
karya sastra itu, akan merasa terhibur pula.

Selain fungsi hiburan dan pendidikan, menurut Suwardi Endraswara


(2002), sastra anak juga berfungsi

1. Membentuk Kepribadian
2. Menentukan Kecerdasan Emosi Anak

Perkembangan emosi anak akan dibentuk melalui karya sastra yang


dibacanya. Setelah menikmati karya sastra yang dibacanya itu anak-anak
secara alamiah akan terbentuk kepribadiannya, menjadi penyeimbang emosi
secars wajar, menanamkan konsep diri, harga diri, menemukan kemampuas
yang realistis, membekali anuk untuk memahami kelebihan dan kekurangan
diri, dan membentuk sifat kemanusiaan pada diri si anak, seperti ingin
dihargai, Ingin mendapatkan cinta kasih yang tulus, ingin menikmati
keindahan, dan ingin meraih kebahagian.

D. Genre

Bicara tentang genre sastra anak juga perlu dilakukan. Genre dapat
dipahami sebagai suatu macam atau tipe kesastraan yang memiliki
seperangkat karakteristik umum (Lukens, 1999:13). Atau, menurut Mitchell
(2003:5-6) genre menunjuk pada pengertian tipe atau kategori
pengelompokan karya sastra yang biasanya berdasarkan style, bentuk, atau isi.
Antara lain :

1. Fiksi
Jenis karya sastra anak fiksi sangatlah mudah untuk dijumpai dan kerap

26
kali digunakan. Bentuk karya sastra yang bernaratif seperti halnya bacaan
yang dibacakan secara lisan atau buku tanpa kata merupakan salah satu
bentuk karya sastra fiksi. Pada tahap sensori awal ini khususnya genre fiksi
anak juga dilatih berimajinasi melalui sastra.
2. Non-fiksi

Buku alfabet, buku hitung, buku konsep (Nurgiantoro, 2015)


merupakan beberapa contoh karya sastra non fiksi. Pada tahap sensori awal
ini anak melalui buku alfabet, buku hitung, dan buku konsep belajar banyak
hal. Buku alfabet adalah buku yang dipergunakan untuk memperkenakan dan
mengidentifikasi simbol (huruf). Pada umumnya buku alfabet ini melatih
anak untuk belajar menulis. Anak akan menirukan bentukbentuk huruf.
Motorik anak juga dilatih pada tahap sensori awal ini, tidak hanya apa yang ia
lihat akan tetapi perabaan, perasaan juga dilatih.
3. Puisi

Merupakan suatu bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran


serta perasaan dari penyair dan secara imajinatif serta disusun dengan
mengonsentrasikan kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik
serta struktur batinnya. Penekanan pada segi estetik pada suatu bahasa serta
penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima merupakan hal yang
membedakan pada puisi dari prosa. Namun dari perbedaan tersebut masih
saja diperdebatkan.

Dari pandangan kaum awam biasanya cara dalam membedakan puisi


dan prosa yaitu dari jumlah huruf serta kalimat dalam karya tersebut.
Puisi umumnya lebih singkat dan padat, sedangkan pada prosa lebih
mengalir seperti pada mengutarakan cerita. Beberapa dari para ahli
modern memiliki pendekatan untuk mendefinisikan puisi tidak sebagai
jenis literatur tetapi sebagai sebuah perwujudan dari imajinasi manusia,
yang hal ini menjadi sumber dari segala kreativitas. Selain itu pada puisi
juga terdapat curahan dari isi hati seseorang yang membawa orang lain ke
dalam keadaan hati yang sedang dialaminya.

27
Jenis-Jenis Puisi :

Puisi dibedakan menjadi 2, yaitu:


a. Puisi lama
b. Puisi baru

4. Sastra Tradisional

Istilah “tradisional” dalam kesastraan menunjukkan bahwa bentuk itu


berasal dari cerita yang telah mentradisi, tidak diketahui kapan mulainya
dan siapa penciptanya, dan dikisahkan secara turun – menurun secara lisan.
Jenis cerita yang dikelompokkan ke dalam genre adalah fabel, dongeng
rakyat, mitologi, legenda, dan epos.

5. Drama

Drama sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu draomai yang berarti
berbuat, bertindak, dan sebagainya. Kata drama dapat diartikan sebagai
suatu perbuatan atau tindakan. Secara umum, pengertian drama merupakan
suatu karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dan dengan maksud
dipertunjukkan oleh aktor. Pementasan naskah drama dapat dikenal dengan
istilah teater. Drama juga dapat dikatakan sebagai cerita yang diperagakan
di panggung dan berdasarkan sebuah naskah.
Unsur-unsur terpenting dalam drama untuk dapat dipentaskan adalah
sebagai berikut:

a. Naskah lakon, berguna untuk menetapkan urutan adegan dan dialog yang ada
dalam drama.

b. Sutradara, yaitu orang yang mengatur dan mengonsep drama yang akan
dimainkan.

c. Pemain, yaitu orang yang memainkan peran di panggung.

6. Biografi

Biografi termasuk bagian dari Genre non fiksi yang dimana lebih menekan

28
pada kebenaran factual, sejarah, atau sesuatu yang sudah jelas kerangka acuanya.
Seperti karangnan ilmiah yang dihasilkan oleh seseorang, atau disini lebih di
hasilkan oleh anak-anak dalam pelajaran mengarang. Jadi beiografi ini adalah
wujud dari hasil karya nonfiksi. Meskipun begitu dikemas juga dalam bentuk
yang sangat menarik, dan memperhitungkan efek keindahan yang dimaksud
menjadi bahan bacaan anak-anak terlebih.

29
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Saxby (1991:4) mengatakan bahwa sastra pada hakikatnya adalah


citra kehidupan, gambaran kehidupan. Citra kehidupan (image of life)
dapat dipahami sebagai penggambaran secara konkret tentang model-
model kehidupan sebagaimana yang dijumpai dalam kehidupan
faktual sehingga mudah diimajinasikan sewaktu dibaca. Sastra tidak
lain adalah gambaran kehidupan yang bersifat universal, tetapi dalam
bentuk yang relatif karena memang dipadatkan.
Lukens (2003:9) mengemukakan bahwa sastra menawarkan dua
hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada
pembaca memberikan hiburan, hiburan yang menyenangkan. Sastra
juga memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan itu.
Pemahaman itu datang dari eksplorasi terhadap berbagai bentuk
kehidupan, rahasia kehidupan, penemuan dan pengungkapan berbagai
macam karakter manusia, dan lain-lain informasi yang dapat
memperkaya pengetahuan dan pemahaman pembaca.
Berdasarkan pendapat dua ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan
bahwa sastra pada umumnya membahas tentang kehidupan yang
diungkapkan dengan cara khas dan bahasa yang khas serta
memberikan hiburan yang menyenangkan sehingga sastra itu
membuat pembaca berimajinasi.

B. Saran

Menyadari dari segi penulis masih dari kata sempurna,


kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan
tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih akurat dan
banyak refrensi yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Nurgiyantoro Burhan. (2019). Sastra Anak. Bulak Sumur Yogyakarta. Gajah


Mada University Press Anggota IKAPAI
Apri, D., & Sagita Kr Issandi, Benedictus Febriyanto, Kelik Agung Cahya. (2018).Sastra
Anak: Media Pembelajaran Bahasa Anak.Yogyakarta. Bakul Buku Indonesia

Prof.Dr.Alilmron, Al-Ma’ruf,M.Hum.Dr.Farida Nurgrahani. (2017).Pengkajian Sastra


Teori dan Aplikasi. Surakarta. CV.Djiwa Amarta Press.

Lilaini, Else.(2010) Pemanfaatan Sastra Anak Sebagai Media Metigasi Bencana Staf
Mengajar Uny Volume 15.Nomor Hal 39-59

Anifiah,Siti.Penumbuhan Kreatifitas Anak Melalui Apresiasi Sastra. Universitas


Sarjanawiyata Tamansiswa. Vol. 4 No. 3, Mei 2018, HLM. 411-414

Miftahuddin.Sastra Anak,Genre Realism. Universitas Negeri Yogyakarta. Vol.6,No. 1,


Juni 2020,Hlm 32-44

Nur’aini,Anisa.Apresiasi Sastra Dan Persepsi Mahasiswa Pascasarjana Linguistic


Terapan Universitas Negeri Yogyakarta.Universitas Nahdlatul Wathan Mataram.
Vol.15, No. 1 MEI 2021. Hlm 32-44

Nurgiyantoro, Burhan. 2016. Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia


Anak. Yogyakarta: UGM Press

Purbarani, Sastra Anak Sebagai Sarana Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Untuk
Menumbuhkan Berbagai Karakter Di Era Global. Lisa. 2015. Sahabat Musik.
Bandung: Mizan

31
32

Anda mungkin juga menyukai