Anda di halaman 1dari 204

NILAI-NILAI

KEJUANGAN

i
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Pasal 1:
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Pasal 9:
2. Pencipta atau Pengarang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 memiliki
hak ekonomi untuk melakukan a. Penerbitan Ciptaan; b. Penggandaan Ciptaan
dalam segala bentuknya; c. Penerjemahan Ciptaan; d. Pengadaptasian,
pengaransemen, atau pentransformasian Ciptaan; e. Pendistribusian Ciptaan atau
salinan; f. Pertunjukan Ciptaan; g. Pengumuman Ciptaan; h. Komunikasi Ciptaan;
dan i. Penyewaan Ciptaan.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp100. 000. 000, 00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak C ipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp500. 000. 000, 00 (lima ratus juta rupiah).

ii
Andriyanto, M.Pd.
Drs. Muslikh, M.Pd.
Fauzi Rahman, S.Pd., M.Pd.
Ira Pramudawardhani, M.Pd.
I Made Ratih Rosanawati, M.Pd.
Ageng Sanjaya, S.Pd., M.Pd.

NILAI-NILAI
KEJUANGAN

Penerbit Lakeisha
2022

iii
NILAI-NILAI KEJUANGAN

Penulis:
Andriyanto, M.Pd.
Drs. Muslikh, M.Pd.
Fauzi Rahman, S.Pd., M.Pd.
Ira Pramudawardhani, M.Pd.
I Made Ratih Rosanawati, M.Pd.
Ageng Sanjaya, S.Pd., M.Pd.

Editor: Fauzi Rachman, M.Pd.


Layout: Yusuf Deni Kristanto, S.Pd.
Desain Cover: Tim Lakeisha
Cetak I Oktober 2022
15 cm × 23 cm, 192 Halaman
ISBN: 978-623-420-130-7

Diterbitkan oleh Penerbit Lakeisha


(Anggota IKAPI No.181/JTE/2019)

Redaksi
Srikaton, RT 003, RW 001, Pucangmiliran,
Tulung, Klaten, Jawa Tengah
Hp. 08989880852, Email: penerbit_lakeisha@yahoo.com
Website: www.penerbitlakeisha.com

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit

iv
PRAKATA

P
uji dan syukur atas kehadirat Allah SWT. Akhirnya buku berjudul
Nilai-Nilai Kejuangan ini bisa terselesaikan dengan baik. Melihat
kajian tema nilai-nilai kejuangan masih sangat minim ditemukan
dalam bentuk buku. Hal itulah yang menyebabkan Penulis tertarik untuk
menyusun buku dalam kajian nilai-nilai kejuangan.
Dunia Pendidikan mempunyai peranan yang sangat mendasar dalam
membentuk karakter bangsa seperti pemahaman bahwa, arti kampus
adalah “Mendidik para pejuang dan diharapkan setelah selesai akan menjadi
pejuang-pejuang pendidik (pendidikan dan pengetahuan) di bangsa ini.
Tidak ada bangsa yang dapat melarikan diri dari sejarahnya masing-masing.
Begitu juga dengan sejarah bangsa Indonesia yang merupakan peninggalan
perjuangan bangsa dan menjadi nilai karakter bangsa yang terus akan
tertanam dalam hati rakyat Indonesia. Lembaga pendidikan tidak hanya
berkewajiban meningkatkan mutu akademis, tetapi juga bertanggung jawab
dalam membentuk karakter bangsa. Mutu akademis dan pembentukan
karakter yang baik merupakan dua hal yang harus dikombinasikan sebagai
sebuah solusi tantangan dalam masa globalisasi. Buku ini adalah upaya
untuk memperbaiki apa yang menjadi hambatan dalam pemahaman nilai-
nilai kejuangan bangsa dan karakter bangsa Indonesia. Dalam rangka ikut
berpartisipasi pada ranah literasi dengan memperkenalkan nilai kejuangan
dan nilai karakter bangsa Indonesia pada pendidik, mahasiswa, peserta
didik dan masyarakat secara umum.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan sehingga terwujudlah buku ini. Selama proses
penulisan buku ini, telah banyak pihak yang terlibat di dalamnya. Tentu saja

v
Penulis (Andriyanto) mengucapkan terima kasih kepada Nita Dewi
Angraini, S.Pd., Lakeisha Diandra Andriyanto, Akhsara Kiandra
Andriyanto yang senantiasa bisa memberikan motivasi untuk tidak lelah
dalam berkarya. Hanya kepada Allah penulis berharap semoga buku ini
menjadi suatu amal yang bermanfaat bagi masyarakat. Penulis menyadari
bahwa pembahasan dalam buku ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Kritik dan saran kami butuhkan guna penyempurnaan
buku ini kedepannya. Salam literasi

Sukoharjo, Oktober 2022

Penulis

vi
DAFTAR ISI

PRAKATA ................................................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii

BAGIAN PERTAMA PROLOG ................................................................... 1


BAGIAN KEDUA NILAI-NILAI KEJUANGAN BANGSA ........................ 6
A. Nilai Kejuangan......................................................................................... 6
B. Pengertian Jiwa, Semangat, dan Nilai-nilai 45 ............................................ 9
C. Pengertian Sejarah dan Bangsa ................................................................ 11
D. Nilai-nilai Kejuangan Bangsa Indonesia ............................................... 15
E. Nilai dan Prinsip yang Diwariskan ......................................................... 20
F. Hakikat Mempelajari Perjuangan Bangsa .............................................. 23
G. Ringkasan ................................................................................................ 26
BAGIAN KETIGA MEMBANGUN KARAKTER KEBANGSAAN .............. 27
A. Pengertian Membangun Karakter........................................................... 31
B. Faktor-faktor yang Membangun Karakter ............................................. 33
C. Karakter Bangsa dalam Pancasila .......................................................... 35
D. Ringkasan ................................................................................................ 41
BAGIAN KEEMPAT WAWASAN KEBANGSAAN DAN KETAHANAN
NASIONAL BANGSA INDONESIA ........................................................... 43
A. Wawasan Kebangsaan ............................................................................. 43
B. Pembelaan Negara ................................................................................... 45

vii
C. Ketahanan Nasional .................................................................................. 46
D. Ringkasan ................................................................................................ 53
BAGIAN KELIMA SEJARAH PERJUANGAN INTEGRASI
KEBANGSAAN ......................................................................................... 54
A. Masa Kedaulatan Nusantara ................................................................... 54
B. Pengaruh Islam dalam Proses Integrasi Bangsa .................................... 61
C. Masa Pergerakan Nasional dan Kebangsaan ......................................... 69
D. Masa Pendudukan Jepang di Indonesia .................................................. 75
E. Ringkasan ................................................................................................ 79
BAGIAN KEENAM PERJUANGAN SEKITAR MASA PROKLAMASI
DAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN ............................................. 81
A. Perjuangan Masa Proklamasi.................................................................. 81
B. Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan ......................................... 89
C. Penanggulangan Gangguan Keamanan Dalam Negeri ......................... 95
D. Masa Pemerintahan Orde Baru ............................................................... 96
E. Ringkasan .............................................................................................. 102
BAGIAN KETUJUH PERJUANGAN MASA REFORMASI ....................... 104
A. Awal Masa Reformasi ........................................................................... 104
B. Masa Kepemimpinan Presiden B.J. Habibie ........................................ 106
C. Masa Kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid ......................... 111
D. Dinamika Kehidupan Bernegara Masa Reformasi .............................. 115
E. Ringkasan .............................................................................................. 117
BAGIAN KEDELAPAN KISAH KETELADANAN
PARA PAHLAWAN ................................................................................ 118
A. Menghargai Jasa Pahlawan..................................................................... 118
B. Pahlawan Indonesia ................................................................................ 119
C. Ringkasan .............................................................................................. 135
BAGIAN KESEMBILAN TANTANGAN BANGSA INDONESIA............ 137
A. Tantangan Bangsa Indonesia ................................................................ 137
B. Tantangan dalam Kehidupan Politik .................................................... 141
C. Tantangan dalam Arus Globalisasi....................................................... 145
D. Tantangan dalam Permasalahan Kemiskinan ...................................... 152
E. Tantangan dalam Otonomi Daerah ...................................................... 157
F. Tantangan dalam Permasalahan Korupsi ............................................ 159
G. Ringkasan ............................................................................................... 164

viii
BAGIAN KESEPULUH NILAI KEJUANGAN PEMUDA DALAM
MENGISI KEMERDEKAAN DI MASA GLOBALISASI ............................... 165
A. Perjuangan Pemuda dalam Sejarah Indonesia ..................................... 165
B. Perjuangan Pemuda dalam Mengisi Kemerdekaan ............................ 169
C. Nilai Kejuangan Pemuda dalam Globalisasi ....................................... 183
D. Ringkasan .............................................................................................. 187

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 188


BIODATA PENULIS ............................................................................... 193

ix
x
BAGIAN PERTAMA
PROLOG

B uku berjudul Nilai-Nilai Kejuangan Sebagai Warisan Karakter


Bangsa ini terdiri dari 10 bagian, yaitu 1) Pendahuluan, 2) Nilai-
Nilai Kejuangan Bangsa, 3) Membangun Karakter Kebangsaan, 4)
Wawasan Kebangsaan dan Ketahanan Nasional Bangsa Indonesia, 5)
Sejarah Perjuangan Integrasi Kebangsaan, Masa Kedaulatan Nusantara
Sampai Pergerakan Nasional Indonesia, 6) Perjuangan Masa Sekitar
Proklamasi dan Mempertahankan Kemerdekaan, 7) Perjuangan Masa
Reformasi, 8) Kisah Keteladan Para Pahlawan, 9) Tantangan Bangsa
Indonesia pada Masa Sekarang, 10) Nilai Kejuangan Pemuda dalam Mengisi
Kemerdekaan di Masa Globalisasi.
Sukarno tokoh besar bangsa Indonesia pernah berpesan dalam
menyikapi sejarah bangsa yaitu “Jangan mewarisi abu tetapi warisilah
apinya”. Diharapkan dalam memaknai peristiwa sejarah bangsa Indonesia
tidak sekadar mewarisi abu atau bukti atau fisiknya saja, tetapi mewarisi
api yang dalam artian adalah jiwa, semangat dan nilai dari peristiwa sejarah
tersebut. Kita juga harus bangga dengan hasil kebudayaan nenek moyang
kita. Bangunan monumental yang sudah dibangun pada peradaban
Nusantara seperti Candi Prambanan dan Candi Borobudur. Dua bangunan
monumental tersebut minimal bisa membuka mata kita bersama. Tidak
mungkin bangunan semegah itu tanpa kebudayaan, peradaban, dan
persatuan yang baik. Alangkah hebatnya bangsa kita saat melihat warisan-
warisan bangunan yang begitu indah, apalagi jika kita menempatkan
bangunan itu pada masa pembangunannya.
Dalam peradaban dunia khususnya di Asia Tenggara, bangunan Boro-

NILAI-NILAI KEJUANGAN 1
budur dan Prambanan sebagai artefak yang sangat berharga dan tidak
banyak yang bisa menandinginya. Oleh sebab itu, kita harus mewarisi jiwa
semangat dan nilai sejarah yang ada dalam monumen-monumen bersejarah
bangsa Indonesia tersebut.
Pembangunan Candi Prambanan dan Candi Borobudur sedikitnya
telah menampar ilmu pengetahuan bangsa kita. Sekarang mungkin kita
bisa membangun jalan tol, gedung bertingkat, membuat pesawat, membuat
teknologi lainnya, akan tetapi belum ada yang menggantikan monumen
sejarah bangsa kita yaitu Prambanan dan Borobudur. Pembangunan jalan
tol, bangunan bertingkat, pembuatan pesawat banyak negara yang sudah
bisa membuatnya. Tetapi pembuatan bangunan Candi Prambanan dan
Borobudur tersebut pastinya membutuhkan perancangan, pelaksanaan,
pengaturan dan kerja sama satu sama lain. Pembuatannya membutuhkan
ilmu pengetahuan seperti arsitek, ilmu bumi, ilmu pertukangan, pemahat
relief, sastrawan, tenaga manusia lainnya yang cukup andal dan pada waktu
itu tidak semua negara dan peradaban bisa melakukan itu.
Sampai sekarang para ahli juga masih belum bisa menemukan beberapa
misteri pembuatan bangunan-bangunan suci tersebut. Bagaimana bisa
membentuk batu, menata dengan indahnya dan mengangkat sampai ke
puncak candi. Misteri tentang berapa kekayaan yang harus dihabiskan
untuk membangun Candi Prambanan dan Borobudur, bagaimanapun kita
yakin bahwa pembiayaan itu jika dibandingkan dengan biaya kehidupan
sekarang, juga masih belum bisa terbayangkan. Rasa hormat rakyat pada
masa tersebut kepada agama dan raja merupakan warisan nenek moyang
yang harus kita uri-uri bersama. Bagaimanapun, bangsa kita sekarang tanpa
rasa hormat yang tinggi dari rakyatnya juga akan sulit untuk membangun
dalam berbagai hal untuk bisa bersaing pada masa globalisasi ini.
Selanjutnya, kita bisa mengambil nilai saat perjuangan kemerdekaan
bangsa Indonesia yaitu saat perjuangan melawan Belanda dan Jepang.
Walaupun bangsa Indonesia cuma bermodal bambu runcing dan musuh
memegang senjata modern, tetapi rasa keberanian dan patriotisme waktu
itu mampu mengantar untuk memperoleh kemerdekaan. Kalau
menggunakan hitung-hitungan matematika pastinya kita akan kalah,
tetapi dengan semangat dan nilai kejuangan yang cukup tinggi kita bisa
mengatasi permasalahan tersebut. Rasa kesatuan, rasa kebangsaan, dan
nilai kejuangan merupakan bagian terpenting dalam proses Indonesia
merdeka. Mungkin nilai itu tidak terlihat kasat mata oleh generasi
sekarang, akan tetapi kita terus mencari tahu dan belajar tentang sejarah

2 NILAI-NILAI KEJUANGAN
bangsa sehingga kita bisa merasakan bagaimana sulitnya kehidupan masa
itu. Diharapkan setelah mengetahui tentang sejarah bangsa, kita bisa
menjadikannya modal untuk membentuk wawasan kebangsaan sehingga
bisa untuk mewujudkan ketahanan nasional sebagai modal pembangunan
bangsa Indonesia.
Generasi muda sekarang sebagian besar menganggap monumen-
monumen sejarah itu sebagai tempat tumpukan batu, bangunan kuno
yang hanya untuk swafoto. Mereka sudah cukup bahagia bisa berfoto di
tempat-tempat bersejarah tersebut. Mereka lupa untuk mengetahui
dahulu bagaimana nenek moyang kita membangun, berapa biaya, materi,
tenaga, bahkan nyawa yang harus dikorbankan untuk kepentingan
bersama. Minimal kita bisa membuka dari kacamata moral historis dengan
terus mewarisi nilai kejuangan dari para pendahulu bangsa kita. Sebagai
kekuatan untuk menyongsong kehidupan berbangsa di masa depan yang
semakin banyak dan berat oleh datangnya berbagai tantangan.
Buku ini menjelaskan tentang nilai-nilai perjuangan bangsa
Indonesia yang tercermin dalam proses sejarah sejak Indonesia masih
berdaulat dalam negara kepulauan seperti masa Kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit. Masa Perlawanan daerah yang dipelopori oleh para pemimpin
agama dan raja lokal, dilanjutkan pada masa Pergerakan Nasional yang
menghantarkan pada peristiwa Sumpah Pemuda. Kedatangan bangsa
Jepang dijadikan momentum sebagai persiapan kemerdekaan Indonesia.
Masa proklamasi dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia,
mengisi kemerdekaan sampai masa globalisasi. Dari proses sejarah tersebut
kita bisa mengambil nilai-nilai luhur yang patut kita warisi, baik dari
peristiwa sejarah maupun dari tokoh besar sejarah bangsa. Mempelajari
dan menerapkan perjuangan tokoh-tokoh bangsa di masa sekarang atau
masa globalisasi sebagai sebuah warisan luhur bangsa.
Ada beberapa fase bagaimana Indonesia bisa sampai seperti ini,
pertama fase berdaulat masa kerajaan kuno, kedua adalah fase perjuangan
kemerdekaan dari bangsa penjajah di negeri Indonesia, ketiga fase kita
menjadi negara yang merdeka dan berkedaulatan setelah diproklamasikan
Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945. Dari Proklamasi
Kemerdekaan ini, kita dapat mengambil jiwa, semangat, dan nilai 45 yang
telah bisa menghantarkan Indonesia menjadi bangsa merdeka. Setiap
zaman akan menghasilkan pejuang-pejuang di masanya. Karena setiap
zaman juga mempunyai tantangan-tantangan yang berbeda. Proklamasi
kemerdekaan merupakan jembatan emas untuk menghantarkan bangsa

NILAI-NILAI KEJUANGAN 3
Indonesia menuju ke gerbang kemakmuran, kecerdasan, keadilan sosial,
dan hidup bermartabat di dunia. Pada fase terakhir ini terdiri dari
proklamasi kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan dan mengisi
kemerdekaan. Pada masa mengisi kemerdekaan seperti sekarang adalah
perjuangan untuk membebaskan dari sifat kebodohan, kemiskinan,
penurunan kualitas karakter bangsa.
Pada zaman kedaulatan kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia
musuhnya jelas yaitu daerah yang tidak mau tunduk atau kerajaan yang
akan mengancam kedaulatan kekuasaan kerajaan Nusantara. Pada masa
penjajahan Eropa dan Jepang kita dapat dengan mudah membedakan
antara musuh dan mana kawan, dari bentuk fisik, bahasa, dan agamanya
sudah sangat berbeda sehingga di masa-masa itu kita lebih mudah untuk
mendeteksi musuh yang akan dihadapi. Kondisi berbeda dengan zaman
sekarang bahwa kita sebagai bangsa Indonesia sangat kesulitan untuk
menemukan siapa musuh bersama kita.
Penduduk Indonesia tahun 2017 adalah 260 juta jiwa sehingga bisa
dijelaskan secara sederhana, bahwa dengan jumlah penduduk kita 260
juta berarti musuh kita juga sejumlah tersebut. Saat kita bangun tidur,
belajar, di sekolah, bekerja, beribadah, mengikuti upacara dan lain-lainnya,
musuh kita juga ikut dalam kegiatan itu. Musuh kita sekarang adalah diri
kita sendiri, yaitu sifat-sifat di dalamnya yang bisa menghambat kemajuan
bangsa kita untuk menjadi bangsa yang unggul dibandingkan dengan negara
lain. Sifat-sifat tersebut di antaranya sifat malas, masa bodoh, kebodohan,
tidak semangat belajar, tidak semangat bekerja, tidak semangat beribadah,
sifat kemiskinan karena tidak memiliki daya juang yang tinggi, anarkis,
tidak bangga dengan bangsa dan negara, sifat individu, sifat korupsi, tidak
kreatif, dan masih banyak sifat negatif yang lainnya.
Pada masa globalisasi yang semakin melanda dunia saat ini diperlukan
sebuah filter untuk menyaring pengaruh negatif dan positif dari dampak
yang dihasilkan. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat
secara global. Maka ketika liberalisme, materialisme, individualisme, dan
hedonisme dianggap baik, bisa memengaruhi pola pikir dari masyarakat
Indonesia dan bisa melunturkan nilai ketimuran dari bangsa kita yaitu
religius, gotong royong, musyawarah dan solidaritas bisa terkikis dengan
pengaruh globalisasi tersebut.
Buku ini sebagai sumbangsih kami sebagai pendidik dan akademisi
untuk membangun bangsa dengan sumbangan pemikiran yang terwujud
dalam sebuah pemikiran kecil kami. Semoga bisa menjadi bacaan yang
4 NILAI-NILAI KEJUANGAN
menginspirasi rasa kejuangan di kalangan masyarakat umum, para pendidik,
para mahasiswa, para siswa, warga negara Indonesia, dan khususnya
generasi muda di bangsa ini. Karena dari generasi muda inilah sejarah
perjuangan bangsa Indonesia akan kita wariskan dan merekalah yang
selanjutnya akan meneruskan perjuangan untuk memberikan pemahaman
pentingnya mempelajari sejarah bangsa Indonesia dan mengambil nilai-
nilai kejuangannya yang dapat kita warisi bersama.

Harapan dan keutamaan dari buku ini adalah agar masyarakat


mempunyai wawasan kebangsaan tentang sejarah perjuangan bangsa dan
nilai-nilai kejuangan bangsa Indonesia, dapat menilai segala aktivitas
yang telah dilakukan oleh tokoh besar bangsa dalam upaya mencapai
kemerdekaan, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan. Dengan
kemampuan yang dimiliki bangsa Indonesia dan pemuda sekarang mampu
untuk mewarisi nilai-nilai kejuangan dari tokoh-tokoh besar bangsa kita
dan nilai kejuangan dari peristiwa sejarah yang ada di Indonesia.
Diharapkan hal tersebut dapat dijadikan modal utama untuk membangun
negeri. Membangun karakter bangsa Indonesia yang tangguh dan berdaya
juang tinggi untuk menciptakan ketahanan nasional bagi bangsa Indonesia.
Bangsa yang besar pasti diisi oleh masyarakat dan warga negara dengan
seperangkat nilai kejuangan tinggi. Mustahil jika warga negaranya tidak
mempunyai nilai kejuangan tinggi mampu mengantarkan bangsanya untuk
menjadi negara yang kuat dan maju.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 5
BAGIAN KEDUA
NILAI-NILAI KEJUANGAN
BANGSA

A. Nilai Kejuangan

D
ari segi semantik nilai-nilai kejuangan terdiri dari dua istilah
yaitu “Nilai” dan “Kejuangan”. “Nilai” adalah konsep yang
berkenaan dengan sesuatu (Suhady, 2006: 47). Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 2008, nilai berarti sifat-sifat (hal-hal)
yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Dengan demikian, nilai
merupakan sesuatu yang berharga, yang diapresiasi oleh manusia kerena
nilai tersebut berguna bagi kemanusiaan itu sendiri. Nilai dalam artian
tertentu ada di luar diri subjek, dan subjek sendiri bisa percaya, yakin, atau
memiliki kemantapan terhadap nilai-nilai yang diyakininya tersebut
(Kusuma, 2015: 176-177).
Schwartz (dalam Muthohar, 2009) mendefinisikan nilai sebagai berikut:
Value as desireable transituational goal, varying in importance, that serve as
guiding principles in the life of person or other social entity. Nilai adalah suatu
tujuan akhir yang diinginkan, memengaruhi tingkah laku, yang digunakan
sebagai prinsip atau panduan dalam hidup seseorang atau masyarakat. Bisa
dikatakan bahwa nilai-nilai pada hakikatnya merupakan sejumlah prinsip
yang dianggap berharga dan bernilai sehingga layak diperjuangkan dengan
penuh pengorbanan. Seseorang yang hanya memperjuangkan nilai-nilai
pribadi disebut individualis, namun jika seseorang memperjuangkan nilai-
nilai sosial disebut pejuang atau pahlawan (orang yang banyak pahalanya).
Nilai-nilai merupakan representasi kognitif dari persyaratan hidup manusia

6 NILAI-NILAI KEJUANGAN
dan dapat bergeser karenanya. Tiga tipe persyaratan itu menurut Schwartz
(dalam Mutohar, 2009), yaitu:
1. kebutuhan individu sebagai organisme,
2. persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi
interpersonal,
3. tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok dan
kelangsungan hidup kelompok.

Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin,


dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber
pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap maupun
perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah
satu wujud kebudayaan, di samping sistem sosial dan karya (Syarbaini,
2011: 33). Nilai adalah konsep abstrak mengenai suatu masalah dasar
berupa norma agama, budaya, dan moral bangsa yang sangat penting dalam
kehidupan dan memengaruhi tingkah laku (Dewan Harian Daerah, 2013:
10). Maka, dapat disimpulkan bahwa nilai adalah kualitas yang melekat
pada suatu objek, sesuatu mengandung nilai apabila berguna, berharga,
untuk harkat dan martabatnya.

Kata “juang” sebagai kata kerja berarti “laga, lawan, kelahi, perang
memperebutkan sesuatu dengan mengadu tenaga”. Berjuang adalah berlaga,
berkelahi, berperang dan berlawan (KBBI, 1989). Nilai kejuangan adalah
konsep yang berkenaan dengan sifat, mutu, keadaan tertentu yang berguna
bagi manusia dan kemanusiaan yang menyangkut perihal perang, kelahi,
lawan, dan laga. Kata nilai kejuangan dikenal terhadap konsepsi abstrak,
anutan, paham, dan pendorong yang menyebabkan orang dapat berperang,
berkelahi, berlawan dan berlaga, sehingga bermanfaat bagi dirinya untuk
menang (Suhady, 2006: 47-48). Sama halnya dengan mereka yang merasa
punya nilai kejuangan, pembela tanah air, nusa dan bangsa, disiplin
nasional, dan sebagainya.

Tidak ada metodologi yang jelas untuk menumbuhkembangkannya.


Bagaimana mungkin seseorang tiba-tiba bisa menjadi pejuang dan punya
disiplin nasional, tanpa dibina melalui pembiasaan, sehingga menjadikan
“habitual” dalam kehidupan sehari-hari (Adiwijoyo, 2000: 121-122).

Nilai kejuangan merupakan landasan, kekuatan, dan daya dorong


bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan mencapai tujuan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 7
nasionalnya. Nilai kejuangan itu dikenal dengan nama jiwa, semangat, dan
nilai kejuangan 45 atau nilai kejuangan bangsa, merupakan perekat
wawasan Nusantara dan ketahanan Nasional dalam memperkokoh bangsa
dan negara Indonesia (Dewan Harian Daerah, 2013: 19). Ataupun rakyat
Jepang, yang mengembangkan heroisme, nilai juang dan patriotisme melalui
pembudayaan semangat Bushido (kerja sampai mati) bagi raja, bagi bangsa
dan negaranya (Adiwijoyo, 2000: 121).
Setiap periode sejarah perjuangan bangsa Indonesia, selalu lahir jiwa,
semangat, dan nilai-nilai kejuangannya sebagai kekuatan yang melandasi,
mendorong perjuangan bangsa melakukan perubahan secara gradual pada
aspek kehidupan politik, sosial budaya, ekonomi, dan hankam dalam
menciptakan kehidupan demokratis untuk mewujudkan kedaulatan rakyat.
Bagaimanapun, ada timbal balik yang serasi antara bangsa dan rakyat yaitu
bahwa rakyat yang telah memutuskan membentuk negara yang bernama
Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan negara harusnya juga untuk
memikirkan rakyat secara keseluruhan.
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia nilai kejuangan
dimaksudkan untuk menggambarkan daya dorong perlawanan dan
pendobrak yang mampu membawa bangsa ini untuk membebaskan
dirinya dari penjajahan. Nilai kejuangan ditanamkan kepada beberapa
generasi dalam upaya untuk mencapai kemerdekaan. Nilai kejuangan
seperti ini dimiliki oleh generasi pra 45 dan generasi 45. Sebutan generasi
1945 sangat mengemuka karena pada tahun 1945 inilah keberhasilan
kemerdekaan bangsa itu datang. Namun, tentu saja keberhasilan itu
bukan dibuat oleh generasi 45 belaka. Nilai perjuangan ini terwarisi
terus-menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya (Suhady, 2006:
48). Sebelum masa 1945, kita sudah dihantarkan disuguhi perjuangan-
perjuangan para pemuda dalam sejarah bangsa Indonesia seperti generasi
angkatan 1908 sebagai pelopor masa pergerakan nasional, dan angkatan
1928 saat semua pemuda berikrar dalam Sumpah Pemuda yang ingin
bersatu menjadi sebuah bangsa. Oleh karena itu, generasi pra 1945 yang
mewakili seluruh sifat, kadar, mutu konsepsi yang menggerakkan
perlagaan, perlawanan, dan peperangan yang diperoleh dari generasi
sebelumnya, kemudian berkulminasi pada saat menjelang memasuki
generasi 45. Jadi, generasi 45 mewarisi seluruh sifat dan mutu baik itu
dari generasi pra 45 yang menghasilkan kemerdekaan (Suhady, 2006: 48).
Sekarang semangat generasi 45 mulai berkurang, nilai kejuangan perlu
diwariskan hingga proses perkembangan dan pembangunan bangsa ini
8 NILAI-NILAI KEJUANGAN
berlangsung dengan lancar.

B. Pengertian Jiwa, Semangat, dan Nilai-nilai 45


Jiwa, semangat, dan nilai-nilai 45 sesungguhnya berkaitan sangat erat.
Malahan dapat dikatakan bahwa hal-hal tersebut dapat dibedakan, tetapi
tidak dapat dipisahkan dan harus dilihat sebagai sesuatu yang bulat dan
utuh (Dewan Harian Daerah, 2013: 10-12).
1. Jiwa
Secara umum, jiwa adalah sesuatu yang menjadi sumber kehidupan
dalam ruang lingkup makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Merupakan
keseluruhan keadaan batin manusia yang terdiri atas pengenalan (kognitif),
perasaan (afektif), kehendak (konasi), dan psikomotorik.
Jiwa 45 adalah sumber kehidupan bagi perjuangan bangsa yang
merupakan kekuatan batin dalam merebut, mempertahankan
kemerdekaan, menegakkan kedaulatan rakyat, dan mengisi kemerdekaan.
2. Semangat
Semangat adalah roh kehidupan yang memberi kekuatan dan dorongan
berkehendak, bekerja dan berjuang; baik yang datang dari dalam diri
(intrinsik) maupun dari luar (ekstinsik), dan terutama atas dasar ketakwaan.
Semangat 45 adalah dorongan dan perwujudan yang dinamis dari
jiwa 45 yang membangkitkan kemauan untuk berjuang merebut,
mempertahankan kemerdekaan, menegakkan kedaulatan rakyat, dan
mengisi kemerdekaan.
3. Nilai
Nilai adalah konsep abstrak mengenai suatu masalah dasar berupa
norma agama, budaya dan moral bangsa yang sangat penting dalam
kehidupan dan memengaruhi tingkah laku.
Nilai 45 adalah norma yang telah didapat dan disepakati sebagai
ukuran dari sifat/perbuatan dan dinyatakan dalam kualitas.
4. Angka 45
Angka 45 menunjukkan tahun yang merupakan puncak perjuangan
bangsa Indonesia dalam mengakomodasi etos kejuangan bangsa sehingga
dapat memproklamasikan kemerdekaan bangsa.
Angkatan 45 adalah generasi yang sempat mengalami, menyaksikan,
ikut aktif dan merasakan gelora perjuangan memproklamasikan dan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 9
mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Potensi angkatan 45 identik dengan potensi kejuangan bangsa,
merupakan potensi spiritual yang mengandung jiwa, semangat, dan nilai-
nilai 45.
5. Jiwa, Semangat, dan Nilai 45
Jiwa, semangat dan nilai (45) adalah dasar, kekuatan, daya dorong, dan
moral perjuangan. Merupakan suatu rangkaian kata yang erat berkaitan,
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dan harus diartikan sebagai
kesatuan yang bulat dan utuh.
6. Kekuatan Moral (Moral Force)
Kekuatan moral adalah kekuatan yang tidak nyata (imagine) berupa
kondisi mental dengan suatu kepahaman yang menyatu sebagai suatu
kekuatan yang mampu mengubah suatu keadaan.
7. Kebangsaan
Kebangsaan adalah kesadaran dan sikap sebagai kelompok bangsa yang
memiliki keterikatan sosio-kultural yang disepakati bersama. Kebangsaan
merupakan rasa cinta bangsa (nasionalisme) yang tidak terpisah dari rasa
cinta tanah air (patriotisme). Keduanya bersumber dari rasa cinta, mempunyai
solidaritas, rasa setia kawan terhadap nasib bangsa dan tanah air, merasa
sepenanggungan terhadap kelangsungan hidup bangsa dan tanah air.
8. Gerakan Nasional Kesadaran Kebangsaan
Gerakan nasional kesadaran kebangsaan adalah gerakan yang mampu
menumbuhkan pemahaman, sikap dan tekad yang seimbang, antisipatif,
dialogis terhadap lingkungan sosial budaya, lingkungan alam dan terhadap
diri sendiri melalui panduan sejarah dan nilai-nilai kejuangan bangsa
serta berbagai proyeksi mengenai masa depan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
9. Watak dan Kepribadian Bangsa
Watak dan kepribadian bangsa sebagai bangsa pejuang adalah identitas
dan jati diri bangsa. Identitas dan jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa
pejuang senantiasa dikaitkan dengan kebanggaan akan Proklamasi Agustus
1945, ideologi Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945. Nilai- nilai
kejuangannya tercantum dalam istilah jiwa, semangat, dan nilai-nilai 45.
Generasi angkatan 45 pada waktunya akan sirna secara alami, namun
jiwa, semangat, dan nilai-nilai (kejuangan) 45 akan tetap abadi sebagai
dasar kejuangan bangsa. Generasi muda Indonesia meskipun tidak terlibat
10 NILAI-NILAI KEJUANGAN
secara fisik dalam revolusi kemerdekaan, adalah saksi intelektual revolusi
Kemerdekaan Indonesia, tetap bangga, mensyukuri, dan mengembangkan
sikap positif terhadap perjuangan kemerdekaan serta sanggup memberikan
yang terbaik kepada bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10. Paradigma Nasional
Paradigma nasional adalah komitmen hidup berbangsa yang tercermin
dalam pikiran, perasaan, sikap, dan harapan, serta kesetiakawanan dan
tanggung jawab sosial yang dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata.
Paradigma nasional adalah seperangkat kesepakatan nilai instrumental
yang menjabarkan kaidah-kaidah pelaksanaan kehidupan, yang berlaku
sebagai acuan, dan menuntun penyelenggaraan kehidupan nasional,
termasuk peraturan undang-undangnya. Wujud paradigma nasional
terlihat dalam nilai-nilai praktis setiap individu dan masyarakat Indonesia.
Penjelasan tersebut sesuai dengan syair lagu tema kebangsaan yang
diciptakan Kusbini yang berjudul “Bagimu Negeri” dari syair ini kita bisa
merasakan kekuatan batin dalam mencintai bangsa dan negeri ini.
Bagimu Negeri

Padamu negeri kami berjanji


Padamu negeri kami berbakti
Padamu negeri kami mengabdi
Bagimu negeri jiwa raga kami

Dapat disimpulkan bahwa jiwa 45 adalah sumber kehidupan bagi


perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan batin dalam merebut,
mempertahankan kemerdekaan, menegakkan kedaulatan rakyat, dan
mengisi kemerdekaan. Semangat 45 adalah dorongan dan perwujudan
yang dinamis dari jiwa 45 yang membangkitkan kemauan untuk berjuang
merebut, mempertahankan kemerdekaan, menegakkan kedaulatan rakyat,
dan mengisi kemerdekaan.

C. Pengertian Sejarah dan Bangsa


1. Pengertian Sejarah
Istilah history (sejarah) diambil dari kata historia dalam bahasa Yunani
yang berarti “informasi” atau “penelitian” yang ditujukan untuk memperoleh

NILAI-NILAI KEJUANGAN 11
kebenaran (Kochhar, 2008:1). Kata sejarah berasal dari “Syajarah” yakni
berasal dari bahasa Arab yang berarti pohon. Kata ini masuk ke Indonesia
sesudah terjadi akulturasi antara kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan
Islam. Selain itu, kata sejarah juga berasal dari bahasa Inggris yakni history
yang artinya masa lampau umat manusia (Tamburaka, 2002:2).
Hakikatnya, sejarah adalah suatu ilmu yang mengkaji peristiwa yang
telah terjadi dalam lingkup ruang dan waktu sebagai penjelas untuk masa
kini. Oleh karena itu, bisa ditafsirkan pula bahwa pada dasarnya sejarah
merupakan dialog antara peristiwa masa lampau dan perkembangan ke
masa depan. Sejarah merupakan pengalaman-pengalaman masa lalu
manusia sehingga manusia yang hidup sezaman atau sesudahnya dapat
berguru dan belajar dari pengalaman-pengalaman itu agar menjadi
manusia yang bijak. Manusia harus mampu mengambil nilai-nilai pelajaran
yang terkandung dalam sejarah untuk dijadikan sebagai pedoman hidup
dan inspirasi bagi semua tindakan yang diambilnya pada masa-masa
mendatang (Sjamsuddin, 2007: 285-286).
Sejarah kalau kita samakan dengan komponen dari bagian motor atau
mobil, adalah sama dengan komponen spion. Karena keberadaan spion
tentunya tidak untuk melihat ke belakang terus, tetapi tujuan utamanya
untuk mengamankan saat kita melihat ke depan. Seperti kalau kita mau belok
atau berhenti kita diwajibkan untuk melihat spion untuk mengetahui ada
sesuatu di belakang atau tidak. Itu sama fungsinya sejarah bagi kehidupan
bangsa kita. Kita melihat masa lalu bukan untuk masa lalu itu sendiri, tetapi
melihat sejarah masa lalu untuk kepentingan masa depan kita.
Berkaitan dengan hal ini Sartono menyampaikan bahwa sejarah menjadi
sumber inspirasi dan aspirasi generasi muda dengan pengungkapan model-
model tokoh sejarah pelbagai bidang. Maka dari itu, sejarah masih relevan
untuk dipakai menjadi perbendaharaan suri-tauladan, berkorban untuk
tanah air, berdedikasi tinggi dalam pengabdian, tanggung jawab sosial besar,
kewajiban serta keterlibatan penuh dalam hal-ihwal, bangsa dan tanah air,
mengutamakan “kepentingan umum”, tidak kenal jerih payah dalam usaha
untuk berprestasi, dan lain sebagainya (Kartodirdjo, 1993:254).
Sejarah memiliki berberapa manfaat bagi kehidupan manusia pada
masa sekarang. Wasino (2007: 10-14) menyebutkan bahwa paling tidak
ada beberapa guna sejarah bagi manusia yang mempelajarinya, yakni
edukatif (pendidikan), instruktif (memberikan pengajaran), inspiratif
(memberi ilham), dan rekreatif (memberikan kesenangan). Tatkala sejarah
menyadarkan kita tentang perbedaan-perbedaan, ia sebetulnya telah
12 NILAI-NILAI KEJUANGAN
mengajarkan toleransi dan kebebasan, ujar Francois Caron, profesor
sejarah di Universitas Sorbonne, Paris. Perbedaan (apalagi dalam bentuk
plural), itulah yang tidak diajarkan dalam pembelajaran sejarah 30 tahun
belakangan (Adam, 2007:1).
Dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah dialog antara peristiwa
masa lampau dan perkembangan ke masa depan. Sejarah merupakan
pengalaman-pengalaman masa lalu manusia, maka manusia yang hidup
sezaman atau sesudahnya dapat berguru dan belajar dari pengalaman-
pengalaman itu agar menjadi manusia yang bijak.

2. Pengertian Bangsa
Bangsa menurut Benedict Anderson merupakan sebuah artefak
budaya modern yang terkonstruksikan begitu saja oleh persinggungan
berbagai kekuatan dalam bentangan sejarah (Anderson, 2002:6). Bangsa
merupakan sesuatu yang dibayangkan karena tiap anggotanya yang
paling kecil tidak akan pernah saling mengenal atau bertatap muka
sekalipun dengan sebagian besar anggotanya yang lain (Anderson, 2002:
8). Mengenai pengertian bangsa, Budiyanto (dalam Suhady, 2006: 12-13)
mengemukakan pendapat-pendapat beberapa ahli tentang bangsa.
a. Ernest Renan (Prancis)
Bangsa terbentuk karena adanya keinginan untuk hidup bersama
(hasrat bersatu) dengan perasaan setia kawan yang agung.
b. Otto Bauer (Jerman)
Bangsa adalah kelompok manusia yang mempunyai persamaan
karakter. Karakteristik tumbuh karena adanya persamaan nasib.
c. F. Ratzel (Jerman)
Bangsa terbentuk karena adanya hasrat bersatu. Hasrat itu timbul
karena adanya rasa kesatuan antara manusia dan tempat tinggalnya
(paham geopolitik).
d. Hans Kohn (Jerman)
Bangsa adalah buah hasil hidup manusia dalam sejarah. Suatu
bangsa merupakan golongan yang beraneka ragam dan tidak bisa
dirumuskan secara eksak. Kebanyakan bangsa memiliki faktor-faktor
objektif tertentu yang membedakannya dengan bangsa lain. Faktor-
faktor itu berupa persamaan keturunan, wilayah, bahasa, adat istiadat,
kesamaan politik, perasaan, dan agama.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 13
Bangsa timbul karena persatuan nasib. Menurut Ernest Renan,
syarat bangsa paling tidak harus dimulai dengan kehendak akan bersatu.
Renan menyitir, maka yang menjadi bangsa, yaitu satu gerombolan
manusia yang bersatu, atau yang merasa dirinya satu. Demikian juga
kiranya, mengapa kita menjadi satu bangsa Indonesia (Adiwijoyo,
2000: 59), karena: Pertama, akar terjadinya bangsa adalah kesamaan
dalam nasib dan musuh, yang dikumandangkan oleh Budi Utomo pada
1908. Nasib dan musuh yang sama itu adalah akar bangsa yang
menyatukan masyarakat Nusantara. Kedua, akar terjadinya bangsa
adalah adanya keinginan dan keberanian masyarakat untuk bersatu,
serta kemampuannya untuk mencetuskan keinginan pada Sumpah
Pemuda, 28 Oktober 1928. Ketiga, akar bangsa itu merupakan
campuran dari kedua pilihan tersebut, yakni berbangsa, diawali dari
Budi Utomo (1908), dan diimplementasikan 28 Oktober 1928.
Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa definisi
bangsa adalah rakyat/penduduk yang telah mempunyai kesatuan tekad
untuk ingin hidup bersama, dan hasrat ingin bersatu yang dikarenakan
oleh persamaan karakter, persamaan nasib, dan karena proses sejarah
bersama. Maka, bangsa Indonesia terbentuk karena rasa kesatuan tekad
untuk ingin hidup bersama karena merasa senasib yaitu sama-sama dijajah
dan berjuang bersama dalam proses sejarah tersebut.
Dalam kehidupan suatu bangsa, kita harus menyadari adanya
keanekaragaman yang dilandasi oleh rasa persatuan dan kesatuan tanah
air, bahasa, dan cita-cita. Fredrich Hertz (dalam Suhady, 2006: 12-13),
mengemukakan bahwa setiap bangsa mempunyai 4 (empat) unsur aspirasi
sebagai berikut:
1. Keinginan untuk mencapai kesatuan nasional yang terdiri atas
kesatuan sosial, ekonomi, politik, agama, kebudayaan, komunikasi,
dan solidaritas;
2. Keinginan untuk mencapai kemerdekaan dan kebebasan nasional
sepenuhnya, yaitu bebas dari dominasi dan campur tangan bangsa
asing terhadap urusan dalam negerinya;
3. Keinginan dalam kemandirian, keunggulan, individualitas, keaslian,
atau kekhasan. Misalnya, menjunjung tinggi bahasa nasional yang
mandiri;
4. Keinginan untuk menonjol (unggul) di antara bangsa-bangsa dalam
mengejar kehormatan, pengaruh, dan prestise.

14 NILAI-NILAI KEJUANGAN
Dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah dialog antara peristiwa
masa lampau dan perkembangan ke masa depan. Sejarah merupakan
pengalaman-pengalaman masa lalu manusia. Maka, manusia yang hidup
sezaman atau sesudahnya dapat berguru dan belajar dari pengalaman-
pengalaman itu agar menjadi manusia yang bijak. Pengertian bangsa adalah
rakyat/penduduk yang telah mempunyai kesatuan tekad untuk ingin hidup
bersama, dan hasrat ingin bersatu yang dikarenakan oleh persamaan
karakter, persamaan nasib dan karena proses sejarah bersama.

D. Nilai-nilai Kejuangan Bangsa Indonesia


Sesuai dengan apa yang telah diuraikan, jiwa, semangat, dan nilai-nilai
45 adalah jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan bangsa Indonesia, yang
dapat dirinci menjadi nilai dasar dan nilai-nilai operasional sebagai berikut
(Dewan Harian Daerah, 2013: 12-13).
1. Nilai-nilai dasar
a. semua nilai yang terdapat dalam setiap sila Pancasila.
b. semua nilai yang terdapat dalam Proklamasi Kemerdekaan 17
1945.
c. semua nilai yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1954 (UUD
45), baik dalam Pembukaan, Batang tubuh, maupun Penjelasan.
2. Nilai-nilai operasional
Nilai-nilai operasional adalah nilai-nilai yang lahir dan berkembang
dalam perjuangan bangsa Indonesia selama ini dan merupakan dasar
yang kokoh dan daya dorong mental spiritual yang kuat dalam setiap
tahap perjuangan bangsa seterusnya untuk mencapai Tujuan Nasional
Akhir, seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 45, serta untuk
mempertahankan dan mengamankan semua hasil yang tercapai dalam
perjuangan tersebut. Nilai-nilai operasional ini meliputi (Dewan Harian
Daerah. 2013: 13) hal-hal berikut.
a. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Jiwa dan Semangat Merdeka.
c. Nasionalisme.
d. Patriotisme.
e. Rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka.
f. Pantang mundur dan tidak kenal menyerah.
g. Persatuan dan kesatuan.
h. Anti penjajah dan penjajahan.
NILAI-NILAI KEJUANGAN 15
i. Percaya kepada diri sendiri dan/atau percaya kepada kemampuan
sendiri.
j. Percaya pada hari depan yang gemilang dari bangsanya.
k. Idealisme kejuangan yang tinggi.
l. Berani, rela, dan ikhlas berkorban untuk tanah air, bangsa dan
negara.
m. Kepahlawanan.
n. Sepi ing pamrih rame ing gawe.
o. Kesetiakawanan, setia, senasib sepenanggunggan dan kebersamaan.
p. Disiplin yang tinggi.
q. Ulet dan tabah menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan
gangguan.
Penjelasan dan uraian dari nilai-nilai kejuangan adalah sebagai berikut.
1. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau religius, yakni ketaatan
dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama
(aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk dalam hal ini adalah sikap
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lain,
serta hidup rukun dan berdampingan.
2. Jiwa dan semangat merdeka yaitu jiwa yang sadar akan kemampuan
sendiri tanpa ketergantungan pada negara lain dan memiliki martabat
yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain.
3. Nasionalisme atau semangat kebangsaan, yakni sikap dan tindakan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi atau individu dan golongan. Nasionalisme adalah satu paham
yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan negara dengan
mewujudkan satu konsep bersama untuk sekelompok manusia yang
mempunyai tujuan atau cita-cita yang sama dalam mewujudkan
kepentingan nasional. Nasionalisme juga rasa ingin mempertahankan
negaranya dari ancaman baik dari dalam maupun dari luar.
4. Patriotisme adalah semangat cinta tanah air atau sikap seseorang
yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan
kemakmuran tanah airnya. Patriotisme adalah sikap yang berani,
pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara.
Patriotisme berasal dari kata “patriot” dan “isme” yang berarti sifat
kepahlawanan atau jiwa pahlawan, atau dalam bahasa Inggris “heroism”
dan “patriotism”. Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta
benda maupun jiwa raga.

16 NILAI-NILAI KEJUANGAN
5. Rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka adalah bagaimana rasa
harga diri bangsa Indonesia di depan bangsa-bangsa lain dengan segala
kemampuan yang kita miliki bersama. Harga diri adalah kesadaran
akan berapa besar nilai yang diberikan kepada diri sendiri. Harga diri
juga berarti kehormatan atau martabat atau harkat/nilai manusia.
6. Pantang mundur dan tidak kenal menyerah atau nilai ketangguhan
adalah sikap dan perilaku pantang menyerah atau tidak mudah putus
asa ketika menghadapi berbagai kesulitan dalam melaksanakan
kegiatan atau tugas sehingga mampu mengatasi kesulitan dalam
mencapai tujuan.
7. Persatuan dan kesatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh atau
tidak terpecah-belah. Persatuan dapat diartikan sebagai perkumpulan
dari berbagai komponen yang membentuk menjadi satu. Kesatuan
merupakan hasil perkumpulan tersebut yang telah menjadi satu dan
utuh. Dengan demikian, persatuan dan kesatuan mengandung arti
bersatunya macam-macam kebhinnekaan bangsa Indonesia yang
beraneka ragam menjadi satu kebulatan yang utuh dan serasi. Rasa
ingin bersatu padu demi terwujudnya satu bangsa. Berjuang dalam
satu kesatuan untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka, dengan
bersatu kita menjadi kuat dan mampu melaksanakan tugas-tugas
yang berat sekalipun.
8. Anti penjajah dan penjajahan adalah rasa tidak mau menjajah dan
dijajah karena penjajah dan penjajahan bertentangan dengan rasa
kemanusiaan dan hak asasi manusia untuk bebas merdeka. Penjajah
adalah suatu negara yang merebut kedaulatan negara lain,
sedangkan penjajahan adalah suatu sistem ketika suatu negara
menguasai rakyat dan sumber daya negara lain. Sesuai dengan
Pembukaan UUD 45 yaitu sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
peri-keadilan.
9. Percaya kepada diri sendiri dan/atau percaya kepada kekuatan dan
kemampuan sendiri merupakan salah satu aspek kepribadian yang
sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Warga
negara dan masyarakat yang percaya diri yakin atas kemampuan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 17
mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang realistis, bahkan
ketika harapan tersebut tidak terwujud, sehingga tetap berpikir
positif dan dapat menerimanya.
10. Percaya pada hari depan yang gemilang dari bangsanya adalah rasa
optimisme bangsa dan warga negara dalam memandang masa depan
bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan baik dengan
segala tantangan dan kemampuan yang dimilikinya.
11. Idealisme kejuangan yang tinggi adalah hidup atau berusaha hidup
menurut cita-cita, menurut patokan yang dianggap sempurna bangsa
Indonesia dengan nilai kejuangan yang tinggi. Maka, sebuah konsep
tentang idealnya sebuah perjuangan yang dilandasi dengan
kemampuan dan kejuangan yang besar, berkualitas dan tinggi untuk
mencapai tujuan bangsa.
12. Berani, rela, dan ikhlas berkorban untuk tanah air, bangsa dan
negara adalah sikap perilaku yang menunjukkan rasa percaya diri,
keikhlasan yang besar dan tidak memiliki rasa takut khawatir dalam
menghadapi kesulitan hidup untuk berkorban demi nusa dan bangsa.
13. Kepahlawanan adalah kita sebagai warga negara yang telah berjasa
kepada bangsa dan negara, seseorang yang telah berkorban jiwa dan
raganya demi bangsa dan negara yang dilandasi rasa keikhlasan,
kejujuran, dan tanpa pamrih. Kata “pahlawan” berasal dari bahasa
Sanskerta phala-wan yang berarti orang yang dari dirinya
menghasilkan buah (phala) yang berkualitas bagi bangsa, negara,
dan agama. Pahlawan adalah orang yang menonjol karena
keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau
pejuang yang gagah berani. Kepahlawanan adalah tindakan seorang
pahlawan, yaitu suatu sikap yang dimiliki seseorang dan
menunjukkan jiwa atau sifat keberanian, keperkasaan, kegagahan,
dan kerelaan untuk berkorban dalam membela kebenaran dan
keadilan.
14. Sepi ing pamrih rame ing gawe adalah bekerja tanpa pamrih untuk
kepentingan bangsa tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Juga bisa
berarti sedikit mengharapkan imbalan, banyak bekerja. Ungkapan
tersebut mengandung arti yang menjunjung nilai luhur untuk tidak
selalu mendasarkan pekerjaan karena imbalannya. Sesuai dengan

18 NILAI-NILAI KEJUANGAN
pepatah “Jangan tanyakan apa yang Negara berikan kepada dirimu,
tetapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada Negara”.
15. Kesetiakawanan, setia, senasib sepenanggunggan dan kebersamaan
adalah rasa kesetiakawanan dan senasib sepenanggunggan sebagai
sebuah bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan bersama,
mempertahankan kemerdekaan serta mengisi kemerdekaan dalam
kebersamaan sebagai warga negara; tekad untuk ingin hidup
bersama karena merasa senasib yaitu sama-sama dijajah dan
merasakan sakit dan berjuang bersama dalam proses sejarah
tersebut. Sejarah bangsa Indonesia yang panjang berada dalam
belenggu penjajahan. Kondisi ini telah melahirkan cita-cita yang
sama untuk merdeka sehingga merasa memiliki perasaan senasib,
kesetiakawanan, rasa setia dan kebersamaan untuk bebas dari
belenggu bangsa penjajah. Perasaan senasib sepenanggungan ketika
sama-sama hidup di alam penjajahan menjadikan mereka bersatu
padu, bangkit atau berjuang melawan penjajah tanpa melihat latar
belakang suku, agama, dan asal-usul etnis maupun bahasa.
16. Disiplin yang tinggi merupakan tindakan yang menunjukkan
perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
yang berlaku. Disiplin membentuk kehidupan yang teratur dan
terorganisir dalam pola yang harmonis. Disiplin membuat waktu
yang dimiliki dapat dipergunakan secara produktif untuk
menjalankan semua kegiatan kehidupan dengan baik. Kegigihan,
ketekunan, dan keuletan adalah bagian terpenting dari disiplin diri.
Disiplin diri yang tinggi adalah dasar utama untuk membentuk
kehidupan masyarakat Indonesia yang profesional.
17. Ulet dan tabah menghadapi segala macam ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan adalah sikap dan perilaku pantang
menyerah atau tidak mudah putus asa ketika menghadapi berbagai
kesulitan dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehingga mampu
mengatasi kesulitan dalam mencapai tujuan.

Menurut Muthohar (2009) nilai-nilai perjuangan dan kepahlawanan


yang dapat mempersatukan bangsa ini terbagi menjadi dua.
1. Sebelum kemerdekaan nilai-nilai itu terangkum dalam istilah
merdeka. Merdeka ini dianggap amat bernilai tinggi dan menjadikan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 19
wilayah jajahan Hindia Belanda bersatu padu. Menghilangkan sisi-sisi
perbedaan dan mengedepankan toleransi. Kata-kata merdeka begitu
dirindukan oleh semua pihak, mulai dari gerakan Budi Utomo, Sarekat
Islam, Sumpah Pemuda, dan perjuangan-perjuangan lokal yang lain.
2. Setelah merdeka dicarilah semua kepentingan suku-bangsa ini melalui
wakil-wakilnya dan semua sepakat untuk menjunjung tinggi kesamaan
nilai-nilai yang terangkum dalam istilah Pancasila (lima sila). Suatu
nilai dasar yang telah digali ini, diambil dari semua golongan yang ada
kemudian ditetapkan sebagai dasar kesepahaman untuk bergabung
dan menyatukan diri dalam suatu negara yaitu negara Indonesia.

Dari nilai-nilai kejuangan yang didasari rasa cinta ini muncul semangat
juang dan semangat kepahlawanan, yaitu rela berkorban, teguh, ulet, dan
percaya diri.
Kesimpulannya adalah nilai-nilai dasar kejuangan bangsa Indonesia
yaitu semua nilai yang terdapat dalam setiap sila Pancasila. Semua nilai
yang terdapat dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Semua
nilai yang terdapat dalam UUD 45, baik dalam Pembukaan, Batang tubuh,
maupun Penjelasan. Nilai-nilai kejuangan bangsa Indonesia meliputi
religius, semangat merdeka, nasionalisme, patriotisme, rasa harga diri
sebagai bangsa yang merdeka, pantang mundur dan tidak kenal menyerah,
persatuan dan kesatuan, anti penjajah dan penjajahan, percaya diri dan
percaya pada hari depan yang gemilang dari bangsanya, idealisme kejuangan
tinggi, berani dan rela berkorban untuk tanah air, kepahlawanan, Sepi ing
pamrih rame ing gawe, kebersamaan dan senasib sepenanggungan, ulet,
tabah, dan disiplin.

E. Nilai dan Prinsip yang Diwariskan


Indonesia merupakan bangsa yang mempunyai peradaban kebudayaan
yang tinggi dan itu diakui oleh dunia terlihat dari diakuinya oleh PBB
sebagai organisasi terbesar di dunia. Seperti warisan cagar budaya dunia
dari Indonesia yaitu Kompleks Candi Borobudur (1991), Kompleks Candi
Prambanan (1991), Situs Prasejarah Sangiran (1996), dan Lanskap Budaya
Provinsi Bali: Sistem Subak (2012). Warisan karya budaya tidak benda di
antaranya wayang (2003), keris (2005), batik 2009), angklung (2010), tari
saman (2011), noken (2012), dan terakhir adalah pinisi (2017).
Pengakuan atas pinisi sebagai warisan dunia ditetapkan oleh UNESCO,
20 NILAI-NILAI KEJUANGAN
satu badan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani
pendidikan, keilmuan dan kebudayaan dalam sidang ke-12 Komite Warisan
Budaya tidak Benda (Intangible Cultural Heritage/ICH) di Pulau Jeju,
Korea Selatan, pada Kamis (7/12/2017). Semua itu menempatkan budaya
bangsa Indonesia sebagai warisan budaya dunia yang pantas untuk terus kita
ketahui dan pelajari. Kalau tanpa seni dan keilmuan tinggi tentu pinisi
tidak akan mampu mengarungi ganasnya lautan samudra dan
mengantarkan bangsa Indonesia (Sulawesi Selatan) ke berbagai pulau di
Nusantara maupun di negara lain pada tahun sebelum 1500-an.
Warisan sejarah bangsa Indonesia adalah sebuah bukti dari peradaban
yang berbentuk fisik maupun moral, peninggalan sejarah tersebut, bila dikaji
secara saksama, memiliki arti penting bagi masyarakat maupun kepentingan
bangsa untuk bisa memahami jati dirinya. Mengacu pada awal keberadaan
dari generasi ke generasi yang menunjukkan kepribadian dan nilai-nilai
moral. Nilai-nilai yang baik dari sebuah generasi wajib diwariskan ke
generasi berikutnya. Kita sebagai generasi sekarang juga mempunyai
kewajiban untuk meneruskan dan mewarisi. Bagaimanapun, nilai-nilai baik
tersebut merupakan kearifan setiap generasi.
Sama halnya dengan mereka yang merasa punya nilai kejuangan,
pembela tanah air, nusa dan bangsa, disiplin nasional, dan lain sebagainya.
Padahal tidak ada metodologi yang jelas untuk menumbuhkembangkannya.
Bagaimana mungkin seseorang tiba-tiba bisa menjadi pejuang dan punya
disiplin nasional, tanpa dibina melalui pembiasaan sehingga menjadikan
“habitual” dalam kehidupan sehari-hari (Adiwijoyo, 2000: 121-122).
Sejarah bangsa mempunyai peranan yang sangat strategis dalam rangka
pembentukan kepribadian bangsa atau nation character building. Sesuai
dengan pendapat dari Suyatno Kartodirdjo, tanpa mengetahui sejarahnya
suku bangsa tidak mungkin mengenal dan memiliki identitasnya, untuk itu
pengajaran sejarah berkedudukan sangat strategis dalam pendidikan
nasional sebagai soko guru dalam pembangunan bangsa (Kartodirdjo, 1989:
9) sehingga dalam proses pewarisan nilai kejuangan bangsa Indonesia tanpa
mengetahui sejarah bangsa adalah sebuah kemustahilan.
Walaupun lingkungan masyarakat Indonesia sejak tahun 1945 telah
mengalami kemajuan dan perkembangan seperti dalam bidang penerapan
teknologi modern dan pedekatan-pendekatan dalam pembangunan lain yang
lebih disempurnakan, sistem nilai yang melandasi pembangunan masyarakat
Indonesia sebagaimana yang diungkapkan dalam Pancasila dan UUD tahun

NILAI-NILAI KEJUANGAN 21
1945 tidak berubah dan tidak akan berubah. Pancasila sebagai falsafah
hidup, dasar negara, pandangan hidup, dan pedoman hidup bangsa menuntut
seluruh warga negara untuk bertindak berdasarkan pada Pancasila. Mulai
dari cara berpikir, sikap mental maupun tingkah laku mencerminkan
implementasi dan nilai-nilai luhur Pancasila. Kepatuhan dan ketaatan setiap
warga negara, lembaga negara, organisasi-organisasi kemasyarakatan dan
politik terhadap Pancasila tidak cukup hanya batin saja, tetapi perlu
penghayatan dan pengamalannya. Secara rinci nilai-nilai dan prinsip-
prinsip yang diwariskan dan telah mendapat kesepakatan seluruh rakyat
(Suhady, 2006: 52-53) sebagai berikut.
1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai falsafah dan
pandangan hidup seluruh bangsa Indonesia yang tercermin dalam
pembukaan UUD 1945.
2. Lima sila dalam Pancasila yang masing-masing merupakan nilai-nilai
intrinsik yang abstrak-umum-universal tetap tidak berubah, terlepas
dari perubahan dan perkembangan zaman dan kelima-limanya
merupakan kesatuan bulat dengan susunan yang hierarchis pyramidal.
3. Nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Tahun 1945.
a. Negara Kesatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap
bangsa Indonesia. Negara mengatasi segala paham golongan,
mengatasi segala paham perseorangan.
b. Tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
c. Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan perwakilan.
d. Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
e. Negara yang merdeka dan berdaulat.
f. Anti penjajahan, karena penjajahan tidak sesuai dengan peri-
kemanusiaan dan peri-keadilan.
Kesimpulannya, nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diwariskan dan
telah mendapat kesepakatan seluruh rakyat adalah Proklamasi Kemer-

22 NILAI-NILAI KEJUANGAN
dekaan 17 Agustus 1945 sebagai penjelma falsafah dan pandangan hidup
seluruh bangsa Indonesia yang tercermin dalam pembukaan UUD 1945.
Lima sila dalam Pancasila yang masing-masing merupakan nilai-nilai
intrinsik yang abstrak-umum-universal tetap tidak berubah, terlepas dari
perubahan dan perkembangan zaman dan kelima-limanya merupakan
kesatuan bulat dengan susunan yang hierarchis pyramidal.

F. Hakikat Mempelajari Perjuangan Bangsa


Hakikat adalah intisari dan kenyataan sebenarnya. Hakikat dalam
mempelajari sejarah bangsa bisa terlihat dari keterkaitan sejarah
antargenerasi dalam proses kebangsaan Indonesia sehingga menimbulkan
sebuah pemahaman yang menyeluruh dan utuh dan tidak bisa memutus
hubungan sejarah antargenerasi. Nilai kejuangan dalam sejarah Indonesia,
adalah nilai kejuangan yang dimaksudkan untuk menggambarkan daya
dorong perlawanan dan pendobrak yang mampu membawa bangsa ini
untuk membebaskan dirinya dari penjajahan bangsa asing supaya kita
merdeka dan berdaulat. Hakikat mempelajari dan menghayati sejarah
perjuangan bangsa adalah upaya membangkitkan Kesadaran Nasional yang
mengandung arti peristiwa Nasional di masa lampau, situasi Nasional di
masa kini, dan aspirasi Nasional di masa mendatang (Suhady, 2006: 48-49).
Masa Lalu Kekinian Masa Depan

Menghayati, Sebagai, inspirasi


mencontoh dan modal dan bekal
Sebagai guru & melaksakan nilai dalam menghadapi
pelajaran penting dari perjuangan dinamika kehidupan
sejarah perjuangan bangsa dengan dimasa yang akan
bangsa menyesuaikan datang dengan jiwa,
kondisi sekarang semangat, dan nilai

Gambar 1. Hakikat Mempelajari Perjuangan Bangsa.

Kita bisa melihat bagaimana keterkaitan antara masa lalu, sekarang, dan
masa depan. Masa lalu atau sejarah perjuangan bangsa akan terus menjadi
guru yang paling bijaksana untuk kehidupan masa sekarang. Generasi
sekarang harus menghayati, mencontoh, dan melaksanakan nilai perjuangan
bangsa sebagai sebuah kewajiban sebagai pewaris sejarah bangsa,
sedangkan sejarah perjuangan bangsa mempunyai peranan penting untuk
masa depan adalah sebagai inspirasi modal dan bekal dalam menghadapi
kehidupan yang akan datang.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 23
Kemampuan pandang tiga dimensi harus dimiliki sehingga perjuangan
bangsa Indonesia membimbing kita dan dijadikan sebagai edukasi dan
inspirasi bagi perjuangan selanjutnya. Pada peristiwa nasional di masa
lampau, dari aspek politik, berkat perjuangan bangsa telah mampu berdaulat
dalam sebuah negara di tingkat nasional dan regional yaitu negara Sriwijaya
dan Majapahit. Dari aspek sosial ekonomi kita pernah mencapai martabat
bangsa yang penuh ketenteraman, kesejahteraan, kemakmuran sebagai
gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja, mampu membuktikan
dalam pertanian, perdagangan, pelayanan dan sebagainya. Dari aspek
rohani kita telah menerapkan prinsip-prinsip toleransi hidup beragama
misalnya antara agama Hindu, Buddha, Islam, dan Nasrani. Dengan
kedatangan bangsa-bangsa Eropa Barat di Indonesia kehidupan bangsa
menjadi terpecah. Kita kehilangan kemerdekaan, baik bidang politik,
ekonomi, maupun sendi-sendi kemasyarakatan yang berakibat
penderitaan lahir dan batin.
Dalam sejarah bangsa kita sering kali mengalami penindasan dengan
berbagai bentuk. Rakyat pada awalnya mengadakan perlawanan dalam
wujud “perang lokal” yang dilakukan oleh raja dan pemimpin agama.
Berkat pengalaman sejarah perjuangan bangsa dalam mengusir penjajah
dan mengemban amanat penderitaan rakyat akhirnya mampu melandasi
timbulnya semangat untuk menjadi bangsa yang bersatu. Rakyat Indonesia
mempunyai semangat pengabdian, pengorbanan, sikap perkasa, gagah
berani, rela berkorban karena ada kesadaran dan rasa tanggung jawab
membela kebenaran, keadilan, dan kejujuran demi kebaktian terhadap
nusa dan bangsa yang tercinta.
Jiwa dan makna dalam perjuangan bangsa Indonesia dalam mewu-
judkan membutuhkan proses yang cukup memakan waktu dan pengorbanan
yang cukup besar. Jiwa perjuangan bangsa merupakan penerus perjuangan
yang didahului dengan menghancurkan seluruh kekuatan imperialisme dan
kolonialisme di persada Nusantara berupa sifat mental yang mengandung
moral nasional yang luhur (Suhady, 2006: 50-51) sebagai berikut.
1. Jiwa merdeka, yaitu jiwa yang sadar akan kemampuan sendiri tanpa
ketergantungan pada negara lain dan memiliki martabat yang sejajar
dengan bangsa-bangsa lain.
2. Jiwa persatuan dan kesatuan, yaitu sadar akan pentingnya rasa
persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Jiwa konsekuen tanpa pamrih dan sederhana, yaitu sadar untuk

24 NILAI-NILAI KEJUANGAN
membina prinsip-prinsip, berani berkorban serta wajar dan jujur dalam
bertindak.
4. Jiwa kokoh yang tidak kenal menyerah, sadar membela nilai-nilai
luhur, berinisiatif, dan tidak kenal menyerah.
5. Jiwa propatria, yaitu mempunyai rasa cinta yang besar terhadap tanah
air.
6. Jiwa kepeloporan dan kepemimpinan yaitu ikut aktif dalam berjuang
dan berpartisipasi dalam pembangunan bangsa.
7. Jiwa keikhlasan berjuang, yaitu ikhlas dalam membela kepentingan
nasional.

Gambar 2. Alur Hakikat Perjuangan Bangsa.

Bagaimana generasi bangsa pastinya memiliki jiwa, semangat, dan


nilai kejuangan dalam diri setiap zaman, generasi tersebut pastinya
memiliki eksistensi pada kehidupan bernegara dan memiliki
permasalahan yang akan dihadapi. Pada saat permasalahan itu muncul
maka setiap generasi atau zaman merespons kondisi tersebut sehingga
menghasilkan solusi yang berwujud pengetahuan dan nilai kebangsaan.
Solusi dan wawasan kebangsaan tersebut mewujudkan ketahanan
nasional dan diwariskan kepada generasi berikutnya menjadi sejarah
bangsa Indonesia. Sejarah tersebut diteruskan generasi berikutnya dan
akan terus berulang dengan proses yang sama sehingga kehidupan
bangsa Indonesia tidak akan pernah berhenti dan setiap generasi ke
generasi berikutnya ada benang merah yang akan terus berhubungan.
Sebagaimana bisa dilihat dalam nilai kejuangan pada zaman sekarang
perjuangan adalah membebaskan dari kebodohan, kemiskinan,

NILAI-NILAI KEJUANGAN 25
penurunan kualitas karakter bangsa dan berbeda dengan kejuangan pada
masa penjajahan yang sudah berlalu.
Berdasarkan penjelasan, dapat disimpulkan bahwa hakikat
mempelajari perjuangan bangsa itu adalah sejarah bangsa Indonesia
sebagai sebuah benang merah yang saling berkaitan antargenerasi.
Situasi nasional saat ini pasti disebabkan oleh peristiwa nasional di masa
lampau dan bisa menjadi aspirasi nasional di masa yang akan datang
atau masa depan bangsa.

G. Ringkasan
Pengertian nilai kejuangan adalah konsep yang berkenaan dengan sifat,
mutu, keadaan tertentu yang berguna bagi manusia dan kemanusiaan yang
menyangkut upaya tidak kenal lelah untuk tetap eksis secara bermartabat.
Nilai kejuangan dalam sejarah Indonesia, nilai kejuangan dimaksudkan
untuk menggambarkan daya dorong perlawanan dan pendobrak yang
mampu membawa bangsa ini untuk membebaskan dirinya dari penjajahan
bangsa asing. Nilai kejuangan pada zaman sekarang adalah perjuangan
pada membebaskan dari sifat kebodohan, kemiskinan, penurunan kualitas
karakter bangsa.

26 NILAI-NILAI KEJUANGAN
BAGIAN KETIGA
MEMBANGUN KARAKTER
KEBANGSAAN

K
ebesaran suatu bangsa terlihat dengan kesuksesan dalam
mencapai tujuan kemajuan bangsa. Bukan hanya ditentukan oleh
dimilikinya sumber daya alam yang melimpah ruah, akan tetapi
sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Kita sudah
disuguhi bagaimana kebesaran Yunani juga disebabkan kondisi geografis,
yaitu tanah gersang dan panasnya kondisi alam. Keberadaan bahan
makanan gandum tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh
penduduk Yunani sehingga mengharuskan penduduk Yunani untuk
melakukan perjalanan dan perdagangan ke daerah lain yang jauh dari
tanah kelahirannya. Kondisi alam yang panas juga menyebabkan rasa
optimisme penduduk Yunani untuk mengembangkan kebudayaan dan
pelbagai hal sehingga memunculkan pemikir-pemikir besar seperti,
Socrates, Plato, dan Aristoteles.
Negara Jepang menjadi negara yang tangguh dalam menghadapi gempa
bumi yang hampir setiap tahun melanda daerah tersebut. Masyarakat sangat
terbiasa dengan kondisi tersebut, bahkan karena setiap tahun mengalami
gempa, teknologi kegempaan dan teknologi dalam mengantisipasi sangat
maju dengan pesat sehingga kita bisa melihat saat Jepang terjadi gempa
dalam waktu singkat segera negara membangun dan keadaannya kembali
seperti semula. Kondisi tantangan alam dari penduduk Yunani dan Jepang
menyebabkan munculnya karakter bangsa yang optimis dalam menyikapi
permasalahan yang dihadapi tersebut.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 27
Bangsa kita yang sangat melimpah seperti pepatah Jawa “Gemah
ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo” yang intinya bahwa Indonesia
mempunyai kekayaan yang melimpah dan keadaan yang tenteram. Lagu
Koes Plus yang berjudul “Kolam Susu” bagaimana syairnya menyiratkan
dan menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia dengan hanya bermodal
“kail dan jala bisa untuk menghidupi” dirinya dan keluarga, karena di
syair tersebut juga menggambarkan bagaimana “ikan dan udang datang
menghampirimu”.

Kolam Susu

Bukan lautan hanya kolam susu


Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu

Bukan lautan hanya kolam susu


Kail dan jala cukup menghidupmu
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu

Orang bilang tanah kita tanah surga


Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman

Dari lagu tersebut, dapat digambarkan kehidupan bangsa kita sudah


disediakan oleh alam, dan itu bertolak belakang dengan kondisi pada
Yunani Kuno. Bangsa Indonesia seolah-olah tidak ada daya juang yang
bisa dimunculkan, karena bangun tidur semua sudah ada, air, ikan,
tanaman, semua tersedia dan dapat hidup di bumi persada kita. Tidak
ada badai dan topan yang kita temui sehingga dengan menghubungkan
syair lagu tersebut dengan kehidupan bangsa Indonesia, kita akan sulit
menemukan nilai kejuangan kalau hanya bermodal kekayaan sumber
daya alam. Seharusnya sumber daya alam yang melimpah ini sebagai
modal yang besar untuk terus bersaing dengan bangsa-bangsa yang ada
di dunia saat ini. Bukan sebaliknya semakin membuat kita malas
berjuang karena merasa semua sudah disediakan oleh alam Indonesia.

28 NILAI-NILAI KEJUANGAN
Bahkan, ada yang mengatakan bahwa “Bangsa yang besar dapat
dilihat dari kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri”. Dilihat dari
segi manajemen suatu organisasi, unsur manusia merupakan unsur yang
paling utama dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya seperti: uang
(money), metode kerja (method), mesin (machine), perlengkapan
(material), dan pasar (market), dikatakan demikian, karena tidak dapat
dipungkiri bahwa adanya daya guna, manfaat, dan peran unsur-unsur
tersebut, hanya dimungkinkan apabila unsur “manusia” mempunyai,
memiliki daya/kekuatan untuk memberdayakan berbagai unsur
dimaksud sehingga masing-masing unsur dapat memberi hasil, manfaat,
daya guna dan peran dalam manajemen tersebut (Suhady, 2006: 56).
Ketika bangsa Indonesia bersepakat untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, para pendiri bangsa
menyadari bahwa paling tidak ada tiga tantangan besar yang harus
dihadapi. Pertama, adalah mendirikan negara yang bersatu dan
berdaulat, kedua adalah membangun bangsa, dan ketiga adalah
membangun karakter. Ketiga hal tersebut secara jelas tampak dalam
konsep negara bangsa (nation-state) dan pembangunan karakter bangsa
(nation and character building). Pada implementasinya kemudian upaya
mendirikan negara relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan upaya
untuk membangun bangsa dan membangun karakter. Kedua hal terakhir
itu terbukti harus diupayakan terus-menerus, tidak boleh putus di
sepanjang sejarah kehidupan kebangsaan Indonesia (Samani, 2016: 1).
Salah satu bapak pendiri bangsa, Bung Karno bahkan menegaskan
(Samani, 2016: 1): “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan
pembangunan karakter (character) karena character building inilah yang
akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya,
serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan maka
bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli”.
Kepribadian adalah organisasi dinamis di dalam individu yang
terdiri dari sistem-sistem psiko-fisik yang menentukan tingkah laku dan
pikirannya secara karakteristik dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungan. Watak/ karakter dan kepribadian adalah satu dan sama, tapi
dipandang dari segi yang berlainan. Jika hendak mengadakan penilaian
maka lebih tepat dipakai istilah “watak”. Temperamen adalah gejala
karakteristik yang bergantung pada faktor konstitusional dan karenanya
terutama berasal dari keturunan. Apabila dilihat dari peran warga negara,
maka tidak bisa jika tidak berkarakter (character). Warga negara atau

NILAI-NILAI KEJUANGAN 29
masyarakat diharapkan memiliki perilaku yang membangun yang
kondusif dalam mendukung cita-cita bangsa dan negara. Dengan
demikian, warga negara atau masyarakat dapat memainkan perannya
sebagai perekat persatuan dan kesatuan dalam berbagai segi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sesuai dengan pendapat Hasan (2010: 8) bahwa nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia memiliki empat
sumber autentik. Keempat nilai itu ialah agama, Pancasila, budaya, dan
tujuan pendidikan nasional. Keempat nilai tersebut saling berkelindan
dan menunjukkan hubungan erat. Artinya, keempat nilai tersebut tidak
berdiri secara terpisah. Pertama, agama. Masyarakat Indonesia memiliki
agama yang dapat dijadikan pedoman dalam berperilaku. Di dalam
agama, telah diatur tata kehidupan untuk mewujudkan keharmonisan.
Ketika seseorang telah menginternalisasi nilai-nilai keagamaan dalam
menghayati kehidupan, maka ia memiliki pedoman hidup yang akan
membawa pada keselamatan.
Kedua, Pancasila. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak awal
masa kemerdekaannya tegak dengan asas-asas Pancasila. Artinya, nilai-
nilai Pancasila secara alamiah telah menjadi pengatur kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, muara pendidikan karakter
bangsa ialah mewujudkan generasi yang mampu menjadi warga negara
taat, memiliki kemampuan, kemauan, menerapkan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupannya sebagai warga negara. Ketiga, budaya. Budaya
memiliki peran penting dalam menentukan daya beda. Sementara itu,
budaya timur yang ada di Nusantara, baik berupa sopan santun, nilai
kearifan lokal, teramat penting dalam kehidupan bermasyarakat
mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya
dan karakter bangsa.
Keempat, tujuan pendidikan nasional. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional
yang harus menjadi pijakan dalam pengembangan pendidikan di
Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

30 NILAI-NILAI KEJUANGAN
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

A. Pengertian Membangun Karakter


Karakter adalah cara berpikir dan perilaku yang menjadi ciri khas
tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter
baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat
(Damayanti, 2014: 11). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008)
karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lain. Screnko (1997) men-
definisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan
membedakan ciri pribadi, ciri etis dan kompleksitas mental dari
seseorang, suatu kelompok, atau bangsa (dalam Samani, 2016: 42).
Dari segi bahasa, membangun karakter (character building) terdiri dari 2
(dua) kata yaitu: membangun (to build) dan karakter (character). Adapun arti
“membangun” bersifat memperbaiki, membina, mendirikan, mengadakan
sesuatu. “Karakter” adalah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dalam konteks
bahan ajar ini pengertian “membangun karakter” (character building) adalah
suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki,
dan/atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti),
insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukkan perangai dan tingkah
laku yang baik berlandaskan nilai-nilai Pancasila (Suhady, 2006: 57).
Upaya membangun karakter akan menggambarkan hal-hal pokok
sebagai berikut (Suhady, 2006: 57).
1. Merupakan suatu proses yang terus-menerus dilakukan untuk
membentuk tabiat, watak, dan sifat-sifat kejiwaan yang berlandaskan
kepada semangat pengabdian dan kebersamaan.
2. Menyempurnakan karakter yang ada untuk terwujudnya karakter
yang diharapkan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan.
3. Membina karakter yang ada sehingga menampilkan karakter yang
kondusif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
yang dilandasi dengan nilai-nilai falsafah bangsa yakni Pancasila.
Membangun karakter bangsa pada hakikatnya adalah agar sesuatu

NILAI-NILAI KEJUANGAN 31
bangsa atau masyarakat itu memiliki karakter sebagai berikut (Suhady,
2006: 58).
1. Adanya saling menghormati dan saling menghargai di antara sesama.
2. Adanya rasa kebersamaan dan tolong-menolong.
3. Adanya rasa persatuan dan kesatuan sebagai suatu bangsa.
4. Adanya rasa peduli dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
5. Adanya moral, akhlak yang dilandasi oleh nilai-nilai agama.
6. Adanya perilaku dan sifat-sifat kejiwaan yang saling menghormati dan
saling menguntungkan.
7. Adanya kelakuan dan tingkah laku yang senantiasa menggambarkan
nilai-nilai agama, nilai-nilai hukum, dan nilai-nilai budaya.
8. Sikap dan perilaku yang menggambarkan nilai-nilai kebangsaan.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka sifat karakter suatu bangsa/


masyarakat pada dasarnya dapat dikenali pada dua sifat (Suhady, 2006:
58- 59), yaitu:
1. Karakter yang bersifat positif, yakni suatu tabiat, watak yang
menunjukkan nilai-nilai positif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
2. Karakter yang bersifat negatif, yakni tabiat, watak yang menunjukkan
nilai-nilai negatif terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Kementerian Pendidikan Nasional (dalam Suyadi, 2013:8-9)
merumuskan 18 nilai karakter yang akan ditanamkan dalam diri peserta
didik sebagai upaya membangun karakter bangsa yaitu religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan dan nasionalisme, cinta tanah air,
menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian membangun karakter adalah
suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki,
dan/atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti),
insan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara sehingga mewujudkan sikap, pemikiran, dan tingkah laku
yang baik.

32 NILAI-NILAI KEJUANGAN
B. Faktor-faktor yang Membangun Karakter
Karakter sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau
budi pekerti merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dapat dikatakan bahwa
karakter manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara merupakan kunci yang sangat penting untuk mewujudkan
cita-cita perjuangan guna terwujudnya masyarakat adil dan makmur
berlandaskan Pancasila.
Dikatakan penting karena karakter mempunyai makna atau nilai
yang sangat mendasar untuk memengaruhi segenap pikiran, tindakan,
dan perbuatan setiap insan manusia dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Nilai yang dimaksud antara lain (Suhady,
2006: 59): kejuangan, sopan santun, semangat, persatuan dan kesatuan,
kebersamaan atau gotong royong, kekeluargaan, kepedulian atau solider,
tanggung jawab.
Nilai-nilai tersebut tampaknya cenderung semakin tidak terasa
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Hal itu terlihat secara
jelas pada lemahnya moralitas masyarakat di negeri ini yang terjerat
dalam berbagai kasus seperti korupsi, penyalahgunaan wewenang,
terkena narkoba, asusila, dan lain-lain yang mencerminkan tidak kuatnya
nilai-nilai tanggung jawab masyarakat.
Ironisnya lagi, maraknya pejabat yang korupsi, penyalahgunaan
narkoba, penyelewengan kebijakan, lebih mementingkan kepentingan
partai sehingga menyebabkan banyak energi yang dihabiskan dengan
sia- sia, padahal yang seharusnya bisa digunakan untuk-hal-hal yang
positif untuk memajukan bangsa Indonesia yang lebih unggul ke
depannya.
Kini, sangat sulit ditemukan figur teladan yang mampu menegakkan
sikap-sikap luhur. Faktanya, korupsi yang menggurita, kemunculan
mafia pangan, perselingkuhan yang dilakukan oleh kalangan terdidik,
dan kekerasan kepada pihak yang lebih inferior semakin marak terjadi.
Ironisnya, perbuatan tidak bermoral itu banyak dilakukan oleh pejabat
pemerintah dan insan yang mengenyam pendidikan tinggi (Budiharjo,
2015: 1).
Di dalam dunia internal pendidikan, maraknya jual beli ijazah palsu,
perilaku menyontek di kalangan remaja, guru yang memberikan
bocoransoal, orang tua yang gemar menyiksa anak-anaknya merupakan
fenomena gunung es di negeri ini. Padahal, seharusnya dunia pendidikan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 33
steril dari berbagai bentuk penyimpangan moral. Negeri Indonesia yang
terkenal dengan budi pekerti luhur pun ternoda oleh kenyataan bahwa
mempertahankan sikap beradab secara kolektif dan massal sangat sulit
dilakukan.
Beberapa tahun lalu, marak para pemuda Indonesia yang bergabung
dalam kepemimpinan ISIS (Islamic State in Iraq dan Syiria) di Timur
Tengah untuk mendirikan negara khilafah dan ingin menggantikan
kedudukan Pancasila. Kondisi tersebut mencerminkan ketidakkukuhan
nilai-nilai kebangsaaan. Kebijakan dana desa yang diterapkan oleh
pemerintah yang menggelontorkan dana untuk pembangunan masing-
masing desa di penjuru Indonesia, juga beberapa terjadi ketidaksesuaian
penggunaannya. Seharusnya dana desa itu sebagai perangsang untuk
memunculkan kearifan lokal bangsa kita yaitu gotong royong dan
musyawarah (rembuk desa) tetapi itu tidak dilaksanakan. Rata-rata
pembangunan sekarang dikerjakan oleh tangan kedua atau melalui lelang
sehingga menyebabkan kegagalan memunculkan kearifan lokal gotong
royong dan musyawarah (rembuk desa). Kondisi tersebut mencerminkan
lunturnya nilai-nilai rasa gotong royong, kekeluargaan, dan tanggung
jawab.
Konflik antar-etnis, suku, agama juga memakan banyak korban
harta maupun jiwa. Selain konflik agama dan etnis tersebut, juga
ditemukan konflik politik yang bersifat regional (daerah), yakni adanya
suatu kelompok kekuatan politik di daerah yang ingin memisahkan diri
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam, yang ditandai dengan adanya Gerakan Aceh Merdeka
(GAM). Di Papua juga terjadi hal serupa yang ditandai dengan adanya
gerakan secara terorganisir dari Organisasi Papua Merdeka (OPM),
sedangkan di Maluku ada gerakan RMS (Republik Maluku Selatan).
Bentrok antarsiswa sekolah dan mahasiswa yang juga tidak sedikit
merenggut nyawa di antara sesama mereka dan sudah merembes
terhadap kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat. Wawasan
kebangsaan tampaknya sudah tidak menjiwai watak masyarakat kita
yang selama ini disebut sebagai masyarakat yang penuh toleransi, saling
menghormati di dalam kemajemukan masing-masing dan hidup secara
bergotong royong.
Kini, segenap elemen bangsa perlu berbenah dan berperan sesuai
dengan kapasitasnya masing-masing. Kehidupan yang harmonis,
tenteram, tenang, dan damai merupakan harapan bersama. Hal itu hanya

34 NILAI-NILAI KEJUANGAN
dapat terwujud melalui pembentukan karakter yang luhur, yakni sesuai
dengan kearifan sila-sila Pancasila. Betapapun degradasi moral telah
menjajah ketenteraman bangsa, harapan untuk senantiasa keluar dari
krisis moral harus terus dijaga bersama. Salah satu upaya
mengembalikan citra luhur bangsa ialah melalui pendidikan karakter
(Budiharjo, 2015: 2).
Mengingat karakter suatu masyarakat, bangsa, dan negara
mempunyai nilai dan makna yang sangat strategis, faktor-faktor yang
perlu dan senantiasa diperhatikan antara lain ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, agama, normatif (hukum dan peraturan perundangan),
pendidikan, lingkungan, kepemimpinan (Suhady, 2006: 61).
Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang perlu dan senantiasa
diperhatikan adalah ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama,
hukum dan perundangan, pendidikan, lingkungan, kepemimpinan.
Semuanya bisa berjalan secara menyeluruh dan mendalam dengan
pemahaman yang utuh dari bangsa kita. Tidak mungkin sebuah usaha
pembangunan karakter bangsa disebabkan oleh monofactor sehingga
bisa mengetahui keterkaitan antara faktor yang satu dengan faktor yang
lain.

C. Karakter Bangsa dalam Pancasila


1. Pandangan tentang Pancasila
a. Pendapat Sukarno
Berikut kutipan dari pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945
(Sunoto, 2000: 52).
“Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya, banyak
pikiran telah dikemukakan, macam-macam, tetapi alangkah benarnya
perkataan dr. Soekiman perkataan Ki Bagus Hadikoesoemo, bahwa kita harus
mencari persetujuan, mencari persetujuan paham. Kita bersama-sama mencari
persetujuan philosophiche grondslag mencari satu “Weltanschauung” yang kita
semua setuju. Saya katakan setuju! Yang Ki Hajar Dewantara setujui, yang
saudara Sanusi setujui, yang saudara Abikoesno setujui, yang saudara Lim Koen
Hian setujui, pendeknya kita semua mencari satu modus. Tuan Yamin ini bukan
compromis, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang bersama-sama
setujui. Apakah itu? Pertama-tama, saudara-saudara, yang bertanya: apakah
kita hendak mendirikan Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk
mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan
yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan?

NILAI-NILAI KEJUANGAN 35
Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak! Baik saudara-saudara yang
bernama kaum kebangsaan yang di sini, maupun saudara-saudara yang
dinamakan kaum Islam, semua telah mufakat bahwa bukan negara yang
demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara
“semua buat semua”. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan,
baik golongan yang kaya, tetapi “semua buat semua”.

Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi. Maka yang
selalu mendengung di dalam saya punya jiwa bukan saya di dalam beberapa
hari ini dalam sidang Dokuritsy Zyumbi ini, akan tetapi sejak pertama, yang
baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar kebangsaan. Kita
mendirikan satu negara kebangsaan Indonesia.

Kemudian mengenai sila-sila berikutnya dikatakan sebagai berikut.


Justru inilah prinsip saya yang kedua. Inilah filosofish principe yang nomor dua,
yang saya usulkan kepada tuan-tuan yang boleh saya namakan
“Internasiolisme”. Tetapi jikalau saya katakan internasionalisme, bukanlah saya
bermaksud kosmopolitisme, yang tidak mau adanya kebangsaan, yang
mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada
Inggris, tidak ada Amerika dan lain-lainnya.

Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam


buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup
dalam taman sarinya Internasionalisme. Jadi dua hal ini, saudara- saudara
prinsip 1 dan prinsip 2, yang pertama-tama saya usulkan kepada tuan-tuan
sekalian, adalah bergandengan erat satu sama lain.

Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar
perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara
untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun
golongan kaya.”

Selanjutnya dasar yang telah diusulkan tersebut diberi nama


Pancasila.

Hal ini ditegaskan di dalam kalimat berikut (Sunoto, 2000: 52):


“Saudara-saudara! Dasar-dasar Negara telah saya usulkan Lima Bilangan- nya.
Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma
berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya senang pada simbolik.
Simbolik angka lima. Hukum Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan.
Kita mempunyai pancaindra. Apalagi yang lima bilangannya? (seorang yang
hadir Pandawa Lima). Pandawapun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip,
kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula
bilangannya.

36 NILAI-NILAI KEJUANGAN
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk
seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Panca-Sila. Sila artinya asas atau
dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal
dan abadi. (tepuk tangan riuh). Berhubung dengan itu sebagai yang diusulkan
oleh pembicara-pembicara tadi, barangkali perlu diadakan noodmaatregel,
peraturan yang bersifat sementara. Tetapi dasarnya isinya Indonesia Merdeka yang
kekal abadi menurut pendapat saya, haruslah Panca-Sila. Sebagaimana
dikatakan tadi, saudara-saudara, itulah harus weltanschauung kita. Entah
saudara-saudara, itulah harus weltanschauung kita. Entah saudara-saudara
mufakatinya atau tidak, tetapi saya berjuang sejak tahun 1918 sampai 1945
sekarang ini untuk weltanschauung itu. Untuk membentuk nasionalistis
Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia. Untuk kebangsaan yang hidup di dalam
peri-kemanusiaan; untuk permufakatan; untuk sociale rechtvaardigheid; untuk
ketuhanan.

Panca-Sila, itulah yang berkobar-kobar di dalam dada saya sejak berpuluh


tahun. Tetapi saudara-saudara, diterima atau tidak, terserah kepada
saudara-saudara.”

Dari kutipan tersebut tersirat dan tersurat makna Pancasila tidak


timbul begitu saja atau pernyataan secara spontan, akan tetapi hasil
perenungan jiwa yang dalam.

b. Pendapat Suharto
Pada upacara Pembukaan Penataran Calon Penatar Pegawai Republik
Indonesia Suharto mengatakan sebagai berikut (Sunoto, 2000: 56).
“Sungguh, bangsa kita harus menyatakan terima kasih yang tidak
terhingga dan hormat setinggi-tingginya kepada pendahulu- pendahulunya
kita, pendiri-pendiri Republik ini, karena dengan semangat persatuan dan
tanggung jawab sejarah yang tinggi, mereka telah dapat mengungkapkan
kembali pikiran-pikiran dan cita-cita yang terdalam inilah yang terungkap
dalam Pancasila, yang kemudian kita jadikan dasar falsafah negara kita,
menjadi ideologi bangsa kita. Pancasila adalah landasan moral dan politik
Negara Republik Indonesia. Dengan keluasan wawasan, ketajaman
pandangan dan kebijaksanaan yang matang, pendahulu-pendahulu kita
telah mampu merangkai dengan padat mutiara cita-cita yang tumbuh dan
berkembang dalam sejarah dan kebudayaan kita sendiri, yang menjiwai dan
menyemangati pergerakan dan perjuangan kemerdekaan kita, dalam
Pancasila tadi.

Dilihat dari sudut kemasyarakatan dan kenegaraan, maka Pancasila


menampilkan kembali semangat kekeluargaan yang menjadi ciri dan corak
utama kebudayaan bangsa kita. Dilihat dari kandungan cita- citanya, maka

NILAI-NILAI KEJUANGAN 37
Pancasila merupakan jawaban ideologis bangsa kita terhadap berbagai
falsafah dan ideologi lain yang berkembang di dunia ini, yang tidak urung
juga datang ke tengah-tengah masyarakat”

2. Karakter Berlandaskan Falsafah Pancasila


Para pendiri Republik ini telah merumuskan secara jelas dan tuntas apa
yang sesungguhnya menjadi pandangan hidup bangsa kita, yakni Pancasila.
Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat, pandangan hidup bangsa Indonesia
dan dasar negara. Di samping itu, Pancasila sekaligus adalah tujuan hidup
bangsa Indonesia. Pancasila merupakan pandangan hidup, kesadaran dan
cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berurat/
berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia (Gunandjar, 2013:8).
Pancasila adalah wujud karakter bangsa Indonesia, bangsa yang
berketuhanan YME, bangsa yang berkemanusiaan, yang adil dan
beradab, bangsa yang mengedepankan persatuan, bangsa yang selalu
mengedepankan musyawarah untuk mufakat, dan bangsa yang menjunjung
tinggi keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Pancasila harus ditanamkan
dalam jiwa-jiwa anak bangsa melalui proses pendidikan di semua lapisan
masyarakat. Pancasila harus dihadirkan kembali dalam setiap nurani anak
bangsa dan Pancasila harus tercermin dalam setiap perilaku anak bangsa
(Gunandjar, 2013: 13). Sesuai dengan pendapat Samani mengenai karakter
dalam Pancasila (Samani, 2016: 22-24).
a. Bangsa yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Berketuhanan Yang Maha Esa merupakan bentuk kesadaran dan
perilaku iman dan takwa serta akhlak mulia sebagai karakteristik pribadi
bangsa Indonesia. Dalam kaitan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa,
manusia Indonesia adalah manusia yang taat menjalankan kewajiban
agamanya masing-masing, berlaku sabar atas segala ketentuan-Nya, ikhlas
dalam beramal, tawakal, dan senantiasa bersyukur atas apa pun yang
dikaruniakan Tuhan kepadanya. Dalam hubungan antar-manusia, karakter
ini dicerminkan antara lain dengan saling menghormati, bekerja sama, dan
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya, tidak
memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain, juga tidak
melecehkan kepercayaan agama seseorang (Samani, 2016: 22).

38 NILAI-NILAI KEJUANGAN
b. Bangsa yang Menjunjung Tinggi Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab
Diwujudkan dalam perilaku hormat-menghormati dalam
masyarakat sehingga timbul suasana kewargaan (civic) yang saling
bertanggung jawab, juga adanya saling menghormati antarwarga bangsa
sehingga timbul keyakinan dan perilaku sebagai warga yang baik, adil
dan beradab dan pada gilirannya karakter citizenship (perilaku sebagai
warga negara yang baik) ini akan memunculkan perasaan hormat dari
bangsa lain/ karakter kemanusiaan tercermin dalam pengakuan atas
kesamaan derajat, hak dan kewajiban, saling mengasihi, tenggang rasa,
peduli, tidak semena-mena terhadap orang lain, gemar melakukan
kegiatan kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, berani
membela kebenaran dan keadilan, merasakan dirinya sebagai bagian
dari seluruh warga bangsa dan umat manusia (Samani, 2016: 22-23).

c. Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa


Memiliki komitmen dan perilaku yang selalu mengutamakan
persatuan dan kesatuan Indonesia di atas kepentingan pribadi, kelompok,
dan golongan. Karakter kebangsaan seseorang tercermin dalam sikap
menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa
di atas kepentingan pribadi atau golongan, suka bergotong-royong dengan
siapa saja saudara sebangsa, rela berkorban untuk kepentingan bangsa
dan negara, bangga sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air Indonesia
serta menjunjung tinggi bahasa Indonesia, memajukan pergaulan demi
persatuan dan kesatuan bangsa, cinta tanah air dan negara Indonesia yang
ber-Bhinneka Tunggal Ika (Samani, 2016: 23).

d. Bangsa yang Demokratris dan Menjunjung Tinggi Hukum dan


Hak Asasi Manusia
Bangsa ini merupakan bangsa yang demokratis yang tercermin dari
sikap dan perilakunya yang senantiasa dilandasi nilai dan semangat
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, menghormati pendapat orang lain.
Hikmat kebijaksanaan mengandung arti tidak adanya tirani mayoritas
(majority tyranny) atau sebaliknya juga tidak ada tirani minoritas
(minority tyranny). Tidak ada yang memaksakan kehendak atas nama
mayoritas, atau selalu berharap adanya toleransi (walau salah dan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 39
merugikan sebagai besar warga bangsa) atas nama minoritas. Karakter
kerakyatan, sikap tenggang rasa terhadap rakyat kecil yang menderita,
selalu mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara, meng-
utamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan
untuk kepentingan bersama, beriktikad baik dan bertanggung jawab
dalam melaksanakan keputusan bersama, menggunakan akal sehat dan
nurani luhur dalam melakukan musyawarah, berani mengambil
keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada
Tuhan YME serta selalu dilandasi nilai-nilai kebenaran dan keadilan
(Samani, 2016: 23-24).
e. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan
Memiliki komiten dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan seluruh rakyat bangsa Indonesia. Karakter berkeadilan
sosial tercermin dalam perbuatan yang menjaga adanya kebersamaan dan
kekeluargaan maupun kegotongroyongan, menjaga harmonisasi antara
hak dan kewajiban, hormat terhadap hak-hak orang lain, suka menolong
orang lain, menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain, tidak boros,
tidak bergaya hidup mewah, suka bekerja keras menghargai karya orang
lain (Samani, 2016: 24).
Dalam mencapai karakter bangsa yang ber-Pancasila, diperlukan
individu-individu yang berkarakter khusus. Secara psikologis, karakter
individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah
hati, olah pikir, olah raga, olah rasa, dan karsa. Olah hati berkenaan dengan
perasaan, sikap dan keyakinan keimanan. Olah pikir berkenaan dengan
proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis,
kreatif, dan inovatif. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan,
peniruan, manipulasi, dan menciptakan aktivitas baru disertai sportivitas.
Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan, motivasi, dan kreativitas
yang tercermin dalam kepedulian, citra, dan penciptaan kebaruan (Samani,
2016: 24).

3. Prinsip-prinsip penjelmaan Pancasila dengan


kesepakatan seluruh rakyat
Prinsip-prinsip yang tercantum dalam UUD 45 (Suhady, 2006: 53-54):
a. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik
(Pasal 1 ayat 1).

40 NILAI-NILAI KEJUANGAN
b. Menjunjung tinggi hak asasi manusia dengan pangkal ide kesetaraan
antara individu dan masyarakat yang bersumber pada sifat kodrat
individu makhluk sosial sebagai kesatuan dwi tunggal (Pasal 28 A).
c. Sistem sosial budaya berdasarkan asas Bhinneka Tunggal Ika
(Berbeda- beda tetapi tetap satu).
d. Sistem politik atas dasar kesamaan kedudukan semua Warga Negara
dalam Hukum dan Pemerintahan (Pasal 27 ayat 1).
e. Sistem ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama atas dasar
kekeluargaan (Pasal 33 ayat 1).
f. Sistem pembelaan negara berdasarkan hak dan kewajiban bagi
semua Warga Negara (Pasal 30 ayat 1).
g. Sistem pemerintahan Demokrasi berdasarkan sendi-sendi, Negara
Hukum (Pasal 1 ayat 3), Kedaulatan rakyat (Pasal 1 ayat 2).
h. Pemerintahan yang bertanggung jawab pada rakyat.
i. Pemerintahan Presidensiil: Presiden adalah Kepala Pemerintahan
(Pasal 4 ayat 1).
j. Pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
k. Kekuasaan Kehakiman yang bebas.
l. Otonomi Daerah (Pasal 18).

Dapat disimpulkan bahwa karakter bangsa dalam Pancasila adalah


bangsa yang berketuhanan YME, bangsa yang menjunjung tinggi
kemanusiaan yang adil dan beradab, bangsa yang mengedepankan
persatuan dan kesatuan bangsa, bangsa yang demokratis dan menjunjung
tinggi HAM, dan bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan.

D. Ringkasan
Membangun karakter bangsa merupakan suatu proses untuk membina,
memperbaiki, dan membentuk tabiat, watak insan manusia sebagai warga
negara sehingga menunjukkan perbuatan, perilaku yang baik dan positif
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karakter
bangsa sebagaimana diharapkan dapat dilihat dari ciri-ciri antara lain:
adanya saling menghargai dan menghormati, adanya rasa kebersamaan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 41
dan tolong-menolong, adanya rasa persatuan dan kesatuan, serta adanya
moral dan akhlak. Untuk memelihara kelangsungan karakter bangsa,
faktor-faktor yang senantiasa perlu diperhatikan yaitu: faktor ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, agama, dan kepemimpinan.

42 NILAI-NILAI KEJUANGAN
BAGIAN KEEMPAT
WAWASAN KEBANGSAAN DAN
KETAHANAN NASIONAL BANGSA
INDONESIA

A. Wawasan Kebangsaan

P
ersatuan Indonesia merupakan living idea (gagasan yang terus
hidup) yang menyertai perjalanan bangsa Indonesia dalam
menapaki jalan terjal berliku menuju kemerdekaan bangsa. Dari
awal perjuangan kemerdekaan, kesatuan nasional menjadi titik simpul
dari semua perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia. Persatuan dan
kesatuan merupakan alasan mengapa Indonesia sampai hari ini bisa tetap
kokoh. Semua itu tidak bisa dilepaskan dari perjalanan bangsa Indonesia
dari masa-masa kerajaan kuno sebagai negara yang berdaulat sampai
Indonesia pada masa sekarang.
Istilah wawasan kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu
“wawasan” dan “kebangsaan”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1989) istilah wawasan berarti (1) hasil mewawas; tinjauan; pandangan
dan dapat juga berarti (2) konsepsi cara pandang. Dalam kamus tersebut
diberikan contoh “Wawasan Nusantara” yaitu wawasan (konsepsi cara
pandang) dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan
Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, sosial budaya,
ekonomi, dan pertahanan keamanan. Lebih lanjut diberikan pula
contohdalam pengertian lain seperti “wawasan sosial”, sebagai
“kemampuan untuk memahami cara-cara penyesuaian diri atau
penempatan diri di lingkungan sosial” (Suhady, 2006: 18). Sesuai
dengan pendapat Usman (dalam Winarno, 2005:122) wawasan
Nusantara adalah cara pandangan bangsa Idonesia mengenai diri dan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 43
tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan
yang beragam.
Pendapat Frederick (dalam Hariyono, 1995: 36) bahwa kesadaran
sejarah dan wawasan sejarah mempunyai keterkaitan yang besar. Setiap
masyarakat selalu dipengaruhi oleh wawasan sejarahnya. Kesadaran
sejarah yang tampil pada diri seseorang dan/atau masyarakat adalah
refleksi dari wawasan sejarahnya. Setiap kebudayaan menampilkan
bentuk kesadaran sejarah yang berbeda dengan kebudayaan lain. Untuk
dapat melihat sejarah masyarakat tradisional seyogianya kita tidak picik
menyatakan bahwa yang mempunyai kesadaran sejarah hanyalah
masyarakat modern.
Dalam wawasan kebangsaan terkandung komitmen serta semangat
persatuan untuk menjamin keberadaan dan peningkatan kualitas
kehidupan bangsanya. Selain itu, wawasan kebangsaan menghendaki
pengetahuan yang memadai tentang tantangan masa kini dan mendatang
serta berbagai potensi bangsanya. Wawasan kebangsaan dalam kerangka
NKRI berkembang dan mengkristal tidak lepas dari perjalanan sejarah
bangsa Indonesia dalam membentuk negara ini. Konsep wawasan
kebangsaan Indonesia tercetus pada waktu diikrarkan Sumpah Pemuda
28 Oktober 1928 sebagai tekad perjuangan yang merupakan konvensi
nasional tentang pernyataan eksistensi bangsa Indonesia yaitu: satu nusa,
satu bangsa dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Wawasan seperti itu pada hakikatnya tidak membedakan asal suku,
keturunan, ataupun perbedaan warna kulit. Dengan perkataan lain,
wawasan tersebut mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa atau
yang dapat disebut sebagai wawasan kebangsaan Indonesia (Suhady,
2006: 20-21).
Wawasan Kebangsaan (wawasan Nusantara) merupakan wawasan
nasionalnya bangsa Indonesia. Perumusan wawasan nasional bangsa
Indonesia yang selanjutnya disebut dengan wawasan Nusantara itu
merupakan salah satu konsepsi politik dalam ketatanegaraan Republik
Indonesia. Wawasan Nusantara sebagai pandangan geopolitik Indonesia,
dalam pembangunan nasional. Secara etimologis wawasan Nusantara
adalah cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya.
Agar tidak terjadi penyimpangan nasional selain mengacu pada kon-
sepsi Ketahanan Nasional, harus pula dilandasi oleh wawasan Nusantara
sebagai wawasan nasional Indonesia (nasional outlook). Wawasan
Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai

44 NILAI-NILAI KEJUANGAN
diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan
nasionalnya, yang mencakup satu kesatuan politik, satu kesatuan
ekonomi, satu kesatuan sosial budaya dan satu kesatuan pertahanan.
Menurut Budisantoso (dalam Amal, 1996: vi-vii) wawasan Nusantara
dikembangkan bersumber dari:
1. Kesejahteraan, terutama: Sumpah Pemuda yang esensinya adalah
tekad untuk bersatu sebagai bangsa yang bertanah air Indonesia
dengan menjunjung tinggi bahasa nasional, yaitu Indonesia;
2. Falsafah dan Konstitusi, Pancasila dan UUD 45 yang mengandung
tekad dan semangat persatuan dan keamanan;
3. Lingkungan, Geopolitik dan Geostrategi sebagai sarana pemikiran
apresiasi berdasarkan diri dan lingkungan. Bagi negara kepulauan
seperti Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua samudra,
diperlukan tekad dan semangat serta cara yang khusus untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan yang kokoh.
Jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan bangsa Indonesia tidak
lahir seketika, tetapi merupakan hasil proses perkembangan sejarah dari
zaman ke zaman. Dalam setiap periode sejarah perjuangan bangsa lahir
jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan tertentu yang dalam poriode
berikutnya akan berkembang lebih lanjut dan bersifat akumulatif. Dalam
periode perjuangan fisik sebagai salah satu tahap dalam perjuangan
nasional bangsa Indonesia, telah berkembang menjadi suatu perangkat
nilai-nilai kejuangan yang bulat dan kokoh. Selanjutnya akan berkembang
dalam tahap-tahap perjuangan bangsa Indonesia seterusnya.

B. Pembelaan Negara
Kepulauan Nusantara kita sebagai satu kesatuan pertahanan keamanan
mengandung arti bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada
hakikatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara, dan
bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama
dalam rangka pembelaan negara dan bangsa (Darmodiharjo, 1991:67). Bela
Negara adalah setiap usaha warga negara di dalam mewujudkan ketahanan
nasional berdasarkan wawasan nasional Indonesia. Pada masa Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono diperingati Hari Bela Negara atau HBN sebagai
hari bersejarah Indonesia yang jatuh pada tanggal 19 Desember untuk
memperingati deklarasi Pemerintahan Darurat Republik Indonesia oleh

NILAI-NILAI KEJUANGAN 45
Mr. Sjafruddin Prawiranegara di Sumatra Barat tahun 19 Desember
1948. Pembelaan negara mempunyai suatu makna mendalam bagi
bangsa Indonesia dalam rangka pembelaan negara bangsa Indonesia bisa
menjadi merdeka, mempertahankan kemerdekaan serta mengisi
kemerdekaan. Semangat bela negara bagi bangsa Indonesia harus terus
dijaga dan dikembangkan agar negara ini kuat dari segala ancaman, baik
dari dalam maupun dari luar. Bela negara tidak selamanya berarti
dengan mengangkat senjata. Maka, seharusnya upaya bela negara
senantiasa dilakukan oleh segenap rakyat Indonesia. Konstitusi bangsa
Indonesia telah memuat perihal Bela Negara yang diatur dalam Pasal 27
ayat (3), Pasal 30 ayat (1) dan (2) UUD 1945. UU Nomor 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara Upaya Bela Negara adalah sikap dan
perilaku warga Negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Implementasi wawasan Nusantara dalam kehidupan pertahanan dan
keamanan bertujuan untuk menumbuhkembangkan kesadaran cinta
tanah air dan bangsa yang lebih lanjut akan membentuk sikap bela
negara setiap warga negara Indonesia (Sutoyo, 2011:66). Penjelasan bela
negara dan contoh bentuk bela negara nonfisik (Sutarman, 2011 : 82), di
antaranya meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, taat, patuh
terhadap peraturan perundangan dan demokratis; menanamkan kecintaan
terhadap tanah air, melalui pengabdian yang tulus kepada masyarakat;
berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara; sadar membayar
pajak untuk kepentingan bangsa dan negara.
Berdasarkan penjelasan, dapat disimpulkan bahwa pembelaan
negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara berdasarkan
wawasan nasional dalam mewujudkan ketahanan nasional.

C. Ketahanan Nasional
1. Pengertian Ketahanan Nasional
Kita semua menyadari bahwa setiap bangsa mempunyai cita-cita
luhur dan indah yang ingin dicapai oleh suatu bangsa yang mempunyai
fungsi sebagai penentu dari tujuan nasionalnya. Lazimnya dalam usaha
mencapai tujuan nasional tersebut, bangsa yang bersangkutan

46 NILAI-NILAI KEJUANGAN
menghadapi tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan yang
senantiasa perlu dihadapi ataupun ditanggulangi. Oleh karena itu, suatu
bangsa harus mempunyai kemampuan, kekuatan, ketangguhan, dan
keuletan. Umumnya, hal inilah yang dinamakan ketahanan nasional,
yang dapat juga disebut sebagai ketahanan bangsa. Oleh karena itu,
ketahanan nasional harus senantiasa dibina terus-menerus sepanjang
masa untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup bangsa.
Ketahanan nasional senantiasa perlu dikembangkan dan ditingkatkan.
Dengan perkataan lain, makin tinggi tingkat ketahanan nasional suatu
bangsa, makin kuatlah posisi bangsa tersebut, baik keluar maupun ke
dalam (Suhady, 2006:61-62).
Berbicara mengenai ketahanan nasional, ada dua konteks, yaitu
ketahanan nasional sebagai kondisi dan ketahanan nasional sebagai
konsep. Pertama, sebagai kondisi dinamika bangsa, ketahanan nasional
merupakan output atau resultante dari segenap upaya nasional pada saat
tertentu, dalam rangka menuju tujuan nasional dan cita-cita nasional
seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 45. Kedua, ketahanan
nasional dalam konteks sebagai kondisi adalah penilaian keadaan
tentang ketangguhan dan kelemahan dalam segenap aspek kehidupan
nasional. ketahanan nasional sebagai konsepsi merupakan suatu pisau
analisis untuk memecahkan permasalahan melalui astra gatra (delapan
aspek kehidupan nasional) yang terdiri dari tiga aspek alamiah: geografi
(wilayah), kekayaan alam, dan penduduk, dan lima aspek sosial:
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan,
yang satu sama lainnya memiliki interelasi dan interaksi secara utuh
menyeluruh. Dengan demikian, konsepsi ketahanan nasional sebagai alat
analisis, melihat setiap persoalan secara komprehensif integral dengan
pendekatan kesejahteraan dan keamanan (prosperity dan scurity
approach) secara serasi (harmony) (Amal, 1996:v-vi).
Konsepsi ketahanan nasional pengertiannya belum begitu jelas bagi
beberapa kalangan. Untuk menjelaskannya digunakan sarana dengan
meneliti arti dari istilah ketahanan nasional dan yang merupakan
komponen- komponennya. Ketahanan berasal dari asal kata tahan yang
berarti: tahan penderitaan, tabah, kuat, dapat menguasai dirinya, tidak
kenal menyerah. Dari kata tahan itu terbentuk kata ketahanan nasional
yang berarti: perihal (kuat), keteguhan hati, ketabahan. Jadi, yang
dimaksud dengan ketahanan nasional adalah: perihal tahan (kuat)
keteguhan hati, ketabahan dalam rangka kesadaran. Dalam pengertian

NILAI-NILAI KEJUANGAN 47
nasional (bangsa yang telah menegara) tersimpul paham bahwa produk
dari suatu wilayah tertentu yang telah mempunyai pemerintahan nasional
dan berdaulat. Dengan demikian, istilah nasional itu tidak hanya
mencakup pengertian bangsa atau suatu wilayah semata-mata, tetapi
lebih menunjukkan makna sebagai “kesatuan dan persatuan kepentingan
bangsa yang telah menegara”. Perihal tahan (kuat), keteguhan hati,
ketabahan dari kesatuan dalam memperjuangkan kepentingan nasional
suatu bangsa yang telah menegara (Suhady, 2006: 62).
Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamika suatu bangsa,
berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi
segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan baik yang datang
dari luar maupun dalam yang langsung maupun tidak langsung
membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan
negara, serta perjuangan mengejar tujuan nasionalnya (Suhady, 2006:
63).
Kondisi atau keadaan selalu berkembang serta bahaya dan
tantangan- tantangan selalu berubah. Maka, ketahanan nasional itu juga
harus dikembangkan dan dibina agar memadai dengan perkembangan
keadaan. Jadi, ketahanan nasional dinamis, bukan statis. Ketahanan
nasional adalah tingkat keadaan keuletan dan ketangguhan bangsa dalam
menghimpun dan mengerahkan keseluruhan kemampuan mengembang-
kan kekuatan nasional yang ada sehingga merupakan kekuatan nasional
yang mampu dan sanggup menghadapi segala ancaman, tantangan,
hambatan serta gangguan terhadap keutuhan maupun kepribadian bangsa
dalam mempertahankan kehidupan dan kelangsungan cita-citanya.
Sebagai acuan untuk pemahaman, ada beberapa istilah dalam ketahanan
nasional sebagai berikut (Suhady, 2006: 63):
a. Ketangguhan
Kekuatan yang menyebabkan seseorang atau sesuatu dapat bertahan
kuat menderita atau kuat menanggulangi beban.
b. Keuletan
Usaha terus menerus secara giat dengan kemauan yang keras di dalam
menggunakan segala kemampuan dan kecakapan untuk mencapai
tujuan dan cita-cita.
c. Identitas
Ciri khas suatu negara dilihat secara keseluruhan (holistic), yaitu

48 NILAI-NILAI KEJUANGAN
negara yang dibatasi oleh wilayah, penduduk, sejarah, pemerintahan,
dan tujuan nasionalnya serta peranan yang dimainkannya di dalam
dunia internasional.
d. Integritas
Kesatuan yang menyeluruh di dalam kehidupan nasional suatu
bangsa, baik sosial, alamiah, potensi fungsional. Dari telaahan
dokumen dapat disimak mengenai tantangan, ancaman, hambatan
dan gangguan, dinyatakan bahwa hambatan-hambatan, tantangan-
tantangan, ancaman-ancaman, dan gangguan-gangguan yang timbul
baik dari dalam dan luar dan perlu secara efektif dilakukan untuk
tetap memungkinkan berjalannya pembangunan nasional menuju ke
tujuan yang ingin dicapai, dan untuk itu harus secara terus-menerus
memupuk ketahanan nasional.

2. Hakikat Ketahanan Nasional


Pada hakikatnya suatu bangsa dalam suatu negara tidak ada yang
bebas dari gangguan yang dapat mengancam eksistensinya sebagai suatu
bangsa yang merdeka. Tiap bangsa membedakannya dalam membina
kewaspadaannya. Ketahanan Nasional yang dikembangkan bangsa
Indonesia dapat meliputi sebagai berikut (Suhady, 2006: 65-66).
a. Ketahanan nasional bidang ideologi adalah kondisi mental bangsa
Indonesia yang berlandaskan keyakinan akan kebenaran ideologi
Pancasila yang mengandung kemampuan untuk menggalang dan
memelihara persatuan dan kesatuan nasional dan kemampuan untuk
menangkal penetrasi ideologi asing serta nilai-nilai yang tidak sesuai
dengan kepribadian bangsa.
b. Ketahanan nasional bidang politik adalah kondisi kehidupan politik
bangsa yang berlandaskan demokrasi yang bertumpu pada
pengembangan demokrasi Pancasila dan UUD 1945, mengandung
kemampuan memelihara sehatnya stabilitas politik dan dinamis serta
kemampuan menerapkan politik luar negeri yang bebas aktif.
c. Ketahanan Nasional bidang ekonomi adalah kondisi kehidupan
perekonomian bangsa yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945,
yang mengandung kemampuan menerapkan stabilitas ekonomi yang
sehat dan dinamis serta kemampuan menciptakan kemandirian

NILAI-NILAI KEJUANGAN 49
ekonomi nasional dengan daya saing yang tinggi dan mewujudkan
kemakmuran rakyat yang adil dan makmur.
d. Ketahanan nasional bidang sosial budaya adalah kondisi kehidupan
sosial budaya bangsa yang menjiwai kepribadian nasional berdasarkan
Pancasila, yang mengandung kemampuan membentuk dan
mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat
Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME, hidup
rukun, bersatu, cinta Tanah Air, berkualitas, maju, dan sejahtera
dalam kehidupan yang serba selaras, serasi, dan seimbang serta
kemampuan menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai
dengan kebudayaan nasional.
e. Ketahanan nasional bidang pertahanan keamanan adalah kondisi daya
tangkal bangsa yang dilandasi kesadaran bela negara seluruh rakyat
yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan
keamanan negara yang dinamis, mengamankan pembangunan dan
hasil-hasilnya, serta kemampuan mempertahankan kedaulatan negara
dan menangkal segala bentuk ancaman.

Koento Wibisono (dalam Amal, 1996:8) mengatakan bahwa


kemampuan serta ketangguhan suatu bangsa untuk mempertahankan
eksistensi dirinya menuju masa depan yang dicita-citakan. Diterapkan
kepada bangsa Indonesia, hakikat ketahanan nasional adalah kemampuan
dan ketangguhan bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan
mengembangkan kelestarian negara kesatuan yang wilayah Sabang sampai
Merauke dengan Pancasila sebagai landasan ideologinya.
Apa yang disebut ketahanan nasional harus dipahami sebagai kata
kerja, terbuka, terus-menerus berkembang dan menjadi sehingga lingkup
permasalahannya mengejawantah dalam berbagai nuansa menyangkut
masalah-masalah yang sangat teknis hingga masalah-masalah yang sangat
fundamental-substansial. Terkait di dalamnya berbagai aspek dan gatra, yang
tingkat kehandalannya sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia
(SDM) yang menjadi subjek pendukungnya (Amal, 1996: 8-9).

3. Ciri dan Asas Ketahanan Nasional


Ketahanan nasional yang dikembangkan oleh bangsa Indonesia
bertumpu pada budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sehingga
berbagai ciri ketahanan nasional yang dikembangkan tidak dapat dilepaskan

50 NILAI-NILAI KEJUANGAN
dari tata kehidupan bangsa Indonesia (Suhady, 2006: 67).
a. Ciri Ketahanan Nasional
1) Ketahanan nasional merupakan prasyarat bagi bangsa yang sedang
membangun dirinya menuju bangsa yang maju dan mandiri.
Ketahanan nasional dijadikan prasyarat utama bagi bangsa yang maju
dan mandiri. Ketahanan nasional dijadikan prasyarat utama bagi
bangsa yang sedang membangun karena semangat tidak mengenal
menyerah akan memberikan dorongan dan rangsangan untuk berbuat
dalam mengatasi tantangan, hambatan, dan gangguan yang timbul.
2) Menuju dan mempertahankan kelangsungan hidup. Bagi bangsa yang
baru membangun dirinya tidak lepas dari pencapaian tujuan
sebagaimana dicita-citakan. Hal ini sesuai dengan Pembukaan UUD
45 alinea pertama, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-
keadilan”.
3) Ketahanan Nasional diwujudkan sebagai kondisi dinamis bangsa
yang berisi keuletan dan ketangguhan bangsa untuk mengembangkan
kekuatan. Menjadikan ciri dalam mengembangkan ketahanan
nasional harus berdasarkan pada hal-hal berikut ini:
a) Rasa cinta tanah air;
b) Setia kepada perjuangan;
c) Ulet dalam usaha yang didasarkan pada: ketakwaan dan keimanan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, keuletan, dan ketangguhan sesuai
dengan perubahan yang dihadapi sebagai akibat dinamika
perjuangan, baik dalam pergaulan antarbangsa maupun dalam
rangka pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa.
d) Didasarkan pada Astagatra. Negara Kesatuan Republik Indonesia
secara geografis berada di posisi silang dunia, pengembangan
ketahanan nasional didasarkan baik pada kondisi alamiah maupun
kondisi sosial, sesuai dengan perkembangan dan situasi yang
dihadapi bangsa.
e) Dijiwai wawasan nasional. Dilandasi semangat integralistik,
bangsa Indonesia mengembangkan diri atas dasar: nasionalisme
Indonesia, Pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju dan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 51
mandiri, Pembangunan yang berwawasan teknologi berwajah
manusiawi, Berperan dalam ketertiban dunia atas dasar
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
f) Pola umum operatif didasarkan Pancasila dan UUD 45. Gerakan
pembangunan nasional merupakan keseluruhan semangat yang
diarahkan dalam rangka pengamalan Pancasila. Oleh karena itu,
pembangunan nasional yang berwawasan nasional (kebangsaan)
merupakan rangkaian upaya bangsa yang berkesinambungan
dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila di bumi Nusantara.

4. Asas Pengembangan Ketahanan Nasional


Pengembangan ketahanan nasional bangsa Indonesia didasari pada
asas sebagai berikut (Suhady, 2006: 69-70).
a. Kesejahteraan dan keamanan, penyelenggaraan ketahanan nasional
dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan dan keamanan yang
senantiasa terdapat pada setiap saat dalam kehidupan nasional sesuai
dengan kondisi dan situasi yang dihadapi.
b. Utuh Menyeluruh Terpadu, ketahanan nasional mencakup kehidupan
bangsa secara menyeluruh dari seluruh kehidupan bangsa dalam wujud
persatuan dan kesatuan, perpaduan yang selaras, serasi dan seimbang
dari seluruh aspek kehidupan bangsa dan negara.
c. Kekeluargaan, sikap kekeluargaan mengandung kearifan kebersamaan,
kesamaan, gotong royong, tenggang rasa, dan tanggung jawab dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
d. Mawas Diri, dalam interaksi hubungan dengan lingkungan baik ke
dalam maupun ke luar, bangsa Indonesia harus mampu bermawas
diri. Pengaruh hubungan interaksi itu akan memberikan dampak, baik
yang bersifat positif maupun negatif sehingga diperlukan mawas diri.
Khusus dalam rangka arus globalisasi, bangsa Indonesia harus pandai
dalam menyesuaikan diri.

Ciri Ketahanan Nasional adalah prasyarat bagi bangsa yang sedang


membangun dirinya menuju bangsa yang maju dan mandiri, menuju dan
mempertahankan kelangsungan hidup, sebagai kondisi dinamis bangsa
yang berisi keuletan dan ketangguhan bangsa untuk mengembangkan

52 NILAI-NILAI KEJUANGAN
kekuatan. Asas ketahanan nasional yaitu kesejahteraan dan keamanan,
utuh menyeluruh terpadu, kekeluargaan, dan mawas diri.
Berdasarkan penjelasan, ketahanan nasional bangsa adalah kekuatan,
usaha dan kesatuan mewujudkan cita-cita luhur dari suatu bangsa, yang
tidak dapat dilepaskan dari berbagai tantangan, ancaman, hambatan, dan
gangguan. Oleh karena itu, setiap bangsa harus mempunyai kemampuan,
kekuatan, ketangguhan, dan keuletan untuk menyelesaikan semua
permasalahan yang dihadapi sehingga senantiasa tetap tahan dan kuat
untuk menghadapinya.

D. Ringkasan
Wawasan kebangsaan (wawasan Nusantara) adalah cara pandang
bangsa Indonesia mengenai diri, lingkungannya yang serba beragam,
bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah
dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara untuk mencapai tujuan cita-citanya yaitu tujuan nasional bangsa
Indonesia.
Pembelaan negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai
oleh kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara berdasarkan
Wawasan Nasional dalam mewujudkan Ketahanan Nasional.
Ketahanan nasional bangsa adalah kekuatan, usaha dan kesatuan
mewujudkan cita-cita luhur dari suatu bangsa, yang tidak dapat dilepaskan
dari berbagai tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan. Oleh karena
itu, setiap bangsa harus mempunyai kemampuan, kekuatan, ketangguhan,
dan keuletan untuk menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapi
sehingga senantiasa tetap tahan dan kuat untuk menghadapinya.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 53
BAGIAN KELIMA
SEJARAH PERJUANGAN
INTEGRASI KEBANGSAAN

A. Masa Kedaulatan Nusantara

K
ondisi geografis Kepulauan Indonesia merupakan salah satu
faktor yang paling sulit dalam membentuk kesatuan Nusantara.
Kesulitan itu akan bertambah besar dengan keanekaragaman
suku bangsa yang memiliki adat istiadat dan bahasa berbeda serta tinggal
di pulau-pulau yang terpisah itu. Oleh karena itu, makna integrasi bagi
bangsa Indonesia merupakan hal yang paling penting. Dalam peta
terlihat bahwa wilayah Indonesia terdiri dari kepulauan besar dan kecil
yang jumlahnya belasan ribu, tepatnya sejumlah 16.056 pulau yang
bernama pada tahun 2017. Banyak di antara pulau-pulau tersebut
dipisahkan oleh selat dan laut yang jaraknya ratusan bahkan ribuan
kilometer. Jarak antara Pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi, Timor dan
Papua, lebih dari 2000-an km. Pulau-pulau besar dan kecil tersebut dihuni
oleh berbagai suku bangsa yang masing-masing memiliki keragaman
etnis, budaya, bahasa, dan agama.
Dalam konsep integrasi, laut-laut dan selat yang berada di wilayah
Indonesia merupakan penyatu. Demikian pula keragaman suku-suku
bangsa, budaya, dan bahasa yang secara alami telah mengalami proses
evolusi sejak migrasi bangsa Austronesia ribuan tahun yang lalu.
Terintegrasinya kepulauan yang tersebar di garis khatulistiwa dan memiliki
keragaman budaya daerah, bahasa, dan bentuk fisik tersebut menuju
kesatuan politis merupakan proses yang sulit dan panjang. Untuk itu,
diperlukan keinginan, tekad, dan upaya suku-suku bangsa yang tinggal di
kepulauan tersebut (Supriatna, 2004: 4).

54 NILAI-NILAI KEJUANGAN
Apabila melihat sejarah bangsa Indonesia, kita pernah mengalami
masa yang berdaulat dan berdikari sendiri yaitu pada masa kerajaan-
kerajaan kuno. Bagaimana pada masa Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya
kita mengenal tentang pengertian “archipelago state”, yaitu adalah negara
yang terdiri dari banyak pulau, yang laut, udara, dan daratan adalah satu
kesatuan Nusantara sebagai wawasan ideologi bangsa yang merupakan
kehendak sejarah yang dijamin oleh Hukum Laut Internasional.
Wilayah Nusantara dahulu ditandai dengan adanya kerajaan-kerajaan
Hindu, Buddha, dan Islam yang merdeka dan berdaulat. Kerajaan- kerajaan
itu antara lain adalah Sawerigading, Mataram Kuno, Sriwijaya, Singasari,
Majapahit, Malaka, Samudra Pasai, dan kerajaan Nusantara lainnya.
Sebagian besar kerajaan-kerajaan ini adalah kerajaan bahari yang
kekuasaannya tidak hanya terbatas pada wilayah Indonesia sekarang, tetapi
juga meliputi sebagian wilayah Asia Tenggara. Para pelaut kerajaan-
kerajaan itu mengarungi lautan dan samudra sampai jauh di luar wilayah
Nusantara, ke berbagai kawasan dan negara. Seperti Asia Timur, Asia
Selatan, Madagaskar bahkan sampai Timur Tengah.
Sejak zaman kuno, lokasi Kepulauan Nusantara merupakan tempat
persilangan jaringan lalu lintas yang menghubungkan benua Timur
dengan benua Barat. Sistem angin di Nusantara yang dikenal sebagai
musim-musim merupakan kemungkinan pengembangan jalur Barat-Timur
pulang balik secara teratur dan berpola tetap. Musim barat dan musim
timur sangat menetukan jalur pelayaran dan perdagangan di Nusantara
sehingga muncul kota-kota pelabuhan serta pusat-pusat kerajaan sejak
zaman Sriwijaya sampai akhir zaman Majapahit. Hasil-hasil bumi atau
barang-barang merupakan monopoli alamiah dari Indonesia. Maluku
sebagai penghasil rempah-rempah menjadi terminal jalur perdagangan
yang berpangkal di Teluk Parsi atau Jazirah Arab dan secara sambung-
menyambung melewati Gujarat, Malabar, Koromandel, Benggala, sampai
ke Indonesia (Kartodirdjo: 2014: 1-2).
Pada masa Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah telah dapat
membuat bangunan yang sangat monumental yaitu Candi Borobudur dan
Candi Prambanan. Cri Kahulunnan meresmikan pemberian tanah dan
sawah untuk menjamin keberlangsungan pemeliharaan Kamulan (bangunan
suci untuk memuliakan nenek moyang) di Bhumisambhara. Kumulan ini
tidaklah lain dari pada Borobudur, yang mungkin sekali sudah didirikan
oleh Samaratungga pada 824. Hal ini dapat disimpulkan dari penyebutan
bangunan Kamulan itu secara samar-samar dengan istilah keagamaan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 55
dalam prasasti Karangtengah. Struktur bangunan Candi Borobudur
terdiri dari 3 bagian, yaitu kamadhatu (kaki candi) yang menggambarkan
alam hidup manusia yang masih dikendalikan hasrat nafsu keduniawian;
rupadhatu (badan candi), yang melambangkan masih adanya ikatan
bentuk materi fisik, dan arupadhatu (lingkungan atas teras candi) yang
melambangkan pembebasan manusia dari urusan dunia (Darini,
2013:75). Sementara itu, Rakai Pikatan sendiri telah mendirikan
berbagai bangunan suci agama Hindu yaitu Candi Prambanan
(Soekmono, 1991:46). Hal itu dikuatkan oleh keberadaan Mataram Kuno
dikenal sebagai negeri agraris. Hal inilah yang membedakan antara
Mataram Kuno dengan Sriwijaya. Suatu negeri maritim yang lebih
memperhatikan sektor kelautan sebagai sumber kehidupan bagi seluruh
rakyatnya. Memiliki kelebihan di dalam perhatian sektor dan agama yang
dapat menopang kebutuhan rakyat Mataram Kuno untuk hidup sejahtera
lahir dan batin (Achmad, 2016:27-28). Candi Prambanan yang juga
disebut Candi Lorojonggrang merupakan salah satu kompleks candi
Hindu terbesar di Asia Tenggara.
Coedes dalam mengkritik van Leur menambahkan bahwa peradaban
sebelumnya, yakni peradaban prasejarah di Jawa juga sudah memiliki
kemampuan yang perlu diperhitungkan (Daldjoeni, 1884:54).
1. Dari adanya sistem irigasi dapat disimpulkan bahwa tentunya di
negeri yang bersangkutan telah ada sistem pemerintahan yang
bersifat birokratis-patrimonial. Hanya dalam konstelasi kepegawaian
yang hierarkis seperti itulah dapat diorganisasikan pembangunan
monumen-monumen raksasa seperti canci-candi Borobudur, Mendut
dan Sewu, yang di dalamnya terjalin menjadi satu bidang-bidang
teknik, ekonomi dan pemerintahan.
2. Dari adanya sistem sistem irigasi yang maju itu dapat dipastikan telah
berdirinya berbagai bentuk organisasi pedesaan yang bersendikan
suatu kelompok cikal bakal, sesepuh desa, tata pemerintahan yang
patrimonial.
3. Dari adanya pelayaran di lautan dan perdagangan dapat diketahui
telah terlibatnya masyarakat atau negeri tersebut dalam pergaulan
antarbangsa serta wibawa regional tertentu.
4. Dari adanya pengolahan logam dapat disimpulkan telah hadirnya tenaga
ahli yang terampil dengan ikatan-ikatan serta tata kerja yang khusus.

56 NILAI-NILAI KEJUANGAN
Masa selanjutnya, Kerajaan Sriwijaya mengusasi daerah terpenting
dalam jalur pedagangan internasional Asia Tenggara yaitu Selat Malaka.
Semua aktivitas perdagangan dilakukan di sana. Pada masa Kerajaan
Singasari di bawah pemerintahan Kertanegara dengan ekspedisi pamalayu,
supremasi Kerajaan Singasari dapat diletakkan di bekas pengaruh Sriwijaya
di Sumatra. Tumasik (Singapura sekarang) tempat permukiman orang
melayu dan sisa-sisa dari tentara Kertanegara, juga dikatakan termasuk
dalam daerah di bawah supremasi Jawa. Dasar-dasar bagi lingkungan
hegemoni Majapahit telah diletakkan. Dalam struktur kekuasaan dengan
hierarki piramidanya disintegrasi pusat kekuasaan yang memegang
supremasi dapat mengalihkan supremasi atau suzereinitas (kekuasaan
raja) kepada kekuasaan lain, seperti di sini dari Sriwijaya ke Singasari
dan selanjutnya ke Majapahit (Kartodirdjo, 2014:23-24). Sriwijaya adalah
salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di Pulau Sumatra dan
banyak memberi pengaruh di Nusantara. Dalam bahasa Sanskerta, Sri
berarti “kemenangan” atau “kejayaan”, maka nama Sriwijaya bermakna
“kemenangan yang gemilang”.
Wilayah Nusantara dahulu ditandai dengan adanya kerajaan-kerajaan
Hindu, Buddha, dan Islam yang merdeka dan berdaulat. Kerajaan itu antara
lain adalah Sriwijaya, Majapahit, dan Malaka. Sebagian besar kerajaan-
kerajaan ini adalah kerajaan bahari yang kekuasaannya tidak terbatas pada
wilayah Indonesia sekarang, tetapi juga meliputi sebagain besar Asia
Tenggara. Para pelaut kerajaan-kerajaan itu mengarungi lautan dan samudra
sampai jauh di luar wilayah Nusantara ke berbagai kawasan dan negara,
seperti Asia Timur, Asia Selatan, bahkan sampai Madagaskar dan Timur
Tengah.
Sampai sekitar abad kesebelas, Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat
agama Buddha di Asia Tenggara. Para biksu Buddha dari negara-negara
di Asia bagian timur yang hendak berkunjung ke pusat agama Buddha di
India (Nalanda) dalam perjalanannya singgah terlebih dahulu di Sriwijaya
untuk mempelajari agama Buddha sebagai persiapan. Dharmapala
adalah mahaguru terkenal dari India yang memberi kuliah di Perguruan
Tinggi Buddha di Kerajaan Sriwijaya dan didampingi oleh mahaguru dari
Nusantara yang bernama Sakyakirti.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 57
Gambar 3. Peta Kerajaan Sriwijaya Pada Abad ke-8 M. Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya.

Letak geografi wilayah Nusantara sangat strategis karena wilayah ini


dalam jalur perdagangan mancanegara. Di samping itu, kekayaan akan hasil
bumi, seperti rempah-rempah telah mengandung minat bangsa Asia lainnya
dan Eropa, di antaranya Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris. Pada
mulanya bangsa Eropa itu datang untuk berdagang, tetapi lama-kelamaan
mereka menjadi penjajah. Hal inilah yang menimbulkan perlawanan kerajaan-
kerajaan Nusantara bersama-sama rakyatnya, kemudian bertujuan untuk
merebut kembali kehormatan dan kedaulatan sebagai bangsa yang merdeka.
Gagasan mengenai cakrawala mandala atau wawasan Nusantara,
sebenarnya sudah ada sejak Raja Kertanagara, yakni sejak Kerajaan
Singosari. Pada masa pemerintahannya, Kertanagara sudah mampunyai
cita-cita untuk meluaskan wilayah kekuasaannya hingga ke luar Jawa.
Tindakan Kertanagara untuk meluaskan kekuasaannya ke luar Jawa
tersebut sebenarnya dilakukan untuk menghadang ancaman dari Cina,
yakni Kaisar Khubilai Khan dari Dinasti Yuan, yang juga sedang melebarkan
kekuasaannya hingga ke daerah selatan (Burma, Kamboja, Campa, hingga
ke Jawa). Di sinilah Kertanagara mengubah dari Yawadwimandala (berpusat
pada Jawa) ke cakrawala mandala (perluasan sampai ke luar Pulau Jawa).
Namun, apa yang telah dilakukan oleh Kertanagara ini sempat terhenti
karena penyerangan Jayakatwang dari Kediri (1292). Dari Kertanegara ini,

58 NILAI-NILAI KEJUANGAN
kita bisa mengambil nilai bahwa Kertanegara ingin mewujudkan kedaulatan
Nusantara dan menghalangi apa pun yang menjadi ancaman. Jika dilihat
dari jumlah pasukan Cina dan pasukan Singasari tentu tidak sebanding,
tetapi Kertanegara tidak gentar dan tidak mundur.
Menurut pendapat Agus Aris Munandar (2010) alasan mengapa Gajah
Mada memuliakan Kertanegara hingga mendirikan candi baginya seperti
pada kutipan berikut.
Pertama, Gajah Mada mencari legitimasi untuk membuktikan Sumpah
Palapa. Dia berupaya keras agar wilayah Nusantara mengakui kejayaan
Majapahit. Kertanagara adalah raja yang memiliki wawasan politik luas.
Dengan wawasan Dwipantara Mandala, dia memperhatikan daerah- daerah
lain di luar Pulau Jawa. Dengan demikian, Gajah Mada seakan meneruskan
politik pengembangan mandala hingga seluruh Dwipantara (Nusantara) yang
awalnya telah dirintis oleh Kertanegara. Ditemukan sebuah prasasti
bertuliskan Gajah Mada dan menyebutkan nama beliau untuk memperingati
Kertanegara prabu Singasasri yang mati dibunuh pada tahun 1292 (Yamin,
1956: 13). Kedua, dalam masa Jawa Kuno, candi atau caitya pen-dharma-an
tokoh selalu dibangun oleh kerabat atau keturunan langsung tokoh itu,
seperti Candi Sumberjati bagi Raden Wijaya dibangun tahun 1321 pada
masa Jayanegara; dan Candi Bhayalango bagi Rajapatmi Gayatri dibangun
tahun 1362 oleh cucunya, Hayam Wuruk. Atas alasan itu, Gajah Mada masih
keturunan dari Raja Kertanagara. Setidaknya Gajah Mada masih punya
hubungan darah dengan Kertanagara.
Pada masa kejayaan dan keemasan Kerajaan Majapahit yaitu masa
kepemimpinan Hayam Wuruk dengan patih yang bernama Patih Gajah
Mada, Patih Gajah Mada ketika pengangkatannya sebagai patih
Amangkubhumi pada tahun 1258 Saka (1336 M) mengucapkan “Sumpah
Palapa” yang berisi bahwa ia akan menikmati palapa atau rempah-rempah
(yang diartikan kenikmatan duniawi) bila telah berhasil menaklukkan
Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton dalam teks Jawa
pertengahan yang berbunyi sebagai berikut.
“Sira Gajah Mada pepatih Amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah
Mada: Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring
Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali,
Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa.”

Artinya: “Ia, Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak ingin


melepaskan puasa, Gajah Mada berkata bahwa bila telah mengalahkan
(menguasai) Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa, bila telah
mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali,

NILAI-NILAI KEJUANGAN 59
Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan
puasa.”

Gambar 4. Peta Kerajaan Majapahit pada Masa ke-14 M. Sumber:


https://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit.

Gambar 5. Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit.


Sumber: www.infobiografi.com.

Realisasi dari sumpah Gajah Mada mencapai keberhasilan semasa


pemerintahan Hayam Wuruk. Hal ini dapat dibuktikan bahwa Majapahit
mampu menguasai wilayah-wilayah Nusantara yang meliputi Melayu

60 NILAI-NILAI KEJUANGAN
(Sumatra), Tanjungpura (Kalimantan), Semenajung Melayu (Malaka),
sebelah timur Jawa dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Irian Barat dan
Jawa (kecuali Kerajaan Sunda Galuh dan Sunda Pakuan) (Achmad, 2016:
145). Sesuai dengan pendapat Daldjoeni (1984: 97) bahwa wilayah
kekuasaan kerajaan Majapahit kurang lebih sama dengan wilayah republik
Indonesia sekarang ditambah Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan
sebagian dari Filipina.
Dapat disimpulkan bahwa masa kedaulatan Nusantara, Indonesia
menjadi negara yang berdaulat dan merdeka yang diwakili oleh Mataram
Kuno, Sriwijaya, Singasari, dan Majapahit sebagai pelopor terwujudnya
Nusantara. Wilayah Nusantara meliputi Indonesia sekarang dan sebagian
wilayah Asia Tenggara. Bahkan sebelum masa Sriwijaya dan Majapahit
Indonesia sudah menjadi bangsa yang makmur dengan tanda berdirinya
bangunan Candi Prambanan dan Candi Borobudur yang sangat megah.

Gambar 6. Alur Hakikat Perjuangan Masa Kedaulatan Nusantara.

Nilai yang terkandung pada masa kedaulatan Nusantara adalah rakyat


yang patuh dan setia kepada rajanya memiliki patron klien yang tinggi.
Pada masa ini mulai masuk berbagai agama seperti agama Hindu, Buddha,
dan Islam yang dianut penduduk dengan penuh kerukunan. Dalam periode
ini jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan yang timbul, antara lain adalah
kesadaran akan jiwa merdeka, harga diri, ketakwaan kepada Tuhan YME
serta kerukunan hidup umat beragama, keberanian, dan kepeloporan.

B. Pengaruh Islam dalam Proses Integrasi Bangsa


Masuknya pengaruh Islam di Indonesia membutuhkan proses yang
panjang dan bertahap, dimulai saat jalur perdagangan Nusantara dijadikan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 61
jalur utama pedagang-pedagang Islam dari Asia Barat seperti Arab dan
Persia. Setelah para pedagang ini rutin berdagang dengan Cina dan melalui
jalur pelayaran Nusantara, kedudukan Nusantara menjadi penting dalam
percaturan perdagangan internasional. Pedagang-pedagang Islam mulai
membuat permukiman-permukiman Islam di daerah-daerah pesisir yang
selain untuk berdagang, juga untuk menunggu musim.
Menjelang akhir abad ke-13, Islam tampil di ufuk barat kepulauan
Indonesia. Sebelumnya perantau muslim sudah datang melalui jalan niaga
masih kuat, kontaknya dengan penduduk setempat kurang. Berbarengan
1
dengan kemerosotan negara-negara Hindu, maka saudagar mubalig muslim,
para syahbandar, dan para wali berhasil mendirikan sejumlah kesultanan
pesisir, tempat Islam menjadi agama negara. Rakyat diandaikan menganut
agama para penguasa tanpa ada usaha untuk mengajarkan agamanya
kecuali di beberapa pusat pendidikan. Pusat-pusat itu adalah bekas pusat
pengajaran Hindu, yaitu mandala para sastrin1, pelajar Hindu. Sesudah
mandala-mandala diambil alih oleh penganut-penganut agama baru, nama
lama tetap dipakai dan mereka disebut santri; lembaganya: pesantren. Tentu
saja peralihan kepada Islam dengan ajarannya yang tegas tentang ke-Esa-an
Tuhan merupakan langkah besar ke arah kemajuan kerohanian (Subagya,
1981: 17).
Ajaran agama Islam mudah untuk diterima dikarenakan tidak mengakui
adanya perbedaan golongan dalam masyarakat. Dapat dikatakan bahwa
etika Islam bersifat demokratis karena agama Islam tidak mengenal strata
sosial atau pengkastaan seperti yang ada pada agama Hindu. Semua orang
yang beragama Islam saling menganggap sebagai saudara. Kondisi tersebut
diterapkan oleh para pedagang Islam di seluruh penjuru Nusantara dalam
pergaulan perdagangan. Misalnya, para pedagang yang berada di Malaka,
Banten, dan lain-lain menganggap para pedagang Islam yang berasal dari
berbagai daerah dan suku bangsa Indonesia sebagai saudara. Terjadilah
keterikatan di antara mereka dan perasaan sebagai saudara. Perbedaan-
perbedaan latar belakang suku, adat istiadat, bahasa, tradisi, dan lain-lain
tidak menyebabkan permasalahan karena saling merasa membutuhkan
dan kedudukan yang sama antarpedagang di Nusantara.
Gejala-gejala tentang kota niaga di Pulau Jawa sudah tampak
sebelumnya dan sejak akhir abad ke-13, Marco Polo sudah menyebut

1 1
Pada saat Islam masuk, kata sastrin berubah menjadi santri.

62 NILAI-NILAI KEJUANGAN
beberapa bandar niaga di pantai utara Sumatra yang didiami oleh para
saudagar dan penduduk beragama Islam. Sementara pedagang Tionghoa
beragama Islam (Mazhab Hanafi) teori yang baru ini diajukan oleh Slamet
Muljana (Lombard, 1976:60). Makam di Leran (1082) dan makam putri
Campa (1449) dianggap sebagai bukti. Pertama adalah makam seorang
wanita yang memakai nama Arab, sedangkan yang kedua makam seorang
putri bangsawa Islam yang diperistri Raja Majapahit (Kartodirdjo, 2014:26).
Berbeda dengan pendapat dari Ricklefs dkk. (2013:133), mengatakan
batu ini sepertinya pernah menjadi batu nisan untuk orang lain di tempat
berbeda yang kemudian digunakan sebagai jangkar kapal sehingga tidak
relevan dengan sejarah islamisasi lokal.
Dari persamaan pandangan mengenai etika sosial tersebut terdapat
dua hal yang dipengaruhinya. Pertama, perdagangan di antara orang-
orang Islam berkembang dengan pesat. Masuknya Islam ke Indonesia
terjadi melalui proses perdagangan. Dengan adanya perdagangan
tersebut selain Islam menyebar di Nusantara, perdagangan di kepulauan
ini pun ikut berkembang pesat. Faktor etika sosial yang dianut para
pedagang Nusantara berpengaruh terhadap perkembangan kegiatan
ekonomi dagang. Kedua, adanya pandangan tersebut telah mendorong
terciptanya perasaan terintegrasi di antara para pedagang penganut Islam
yang memiliki latar belakang berbeda-beda tersebut. Tampaknya dalam
kegiatan dagang, faktor perbedaan etnis, budaya, bahasa, dan lain-lain
diabaikan. Budaya Islam atau kultural Islam mendukung terbentuknya
sikap dan pandangan yang integral. Para pedagang dan penganut Islam
di Indonesia pada awal berkembangannya tidak memusuhi penganut
kepercayaan lain (Supriatna, 2004:5).
Dari agama Islam bangsa Indonesia telah menerima cita-cita yang
besar, kepercayaan diri yang kuat, kepercayaan teguh akan panggilan kepada
suatu masyarakat yang baik dan jujur, yang tidak mengenal batas maupun
ras. Kesuksesan lain terutama yang diperoleh agama Islam di Kepulauan
Indonesia yaitu sikap toleransi terhadap hidup pribumi yang kuno,
kesabarannya bukan dalam teori, melainkan dalam praktik hidup terhadap
banyak hal yang tidak sesuai, bahkan kadang kala sama sekali bertentangan
dengan ajaran dan hukum Islam. Tanpa adanya sikap sadar dan toleransi
serta tahu menunggu waktu yang tepat, dan menjadi kekuatannya terutama
dalam membangun dengan penuh sabar dan tidak dengan menjebol secara
kasar, maka ada kemungkinan besar agama Islam tidak pernah akan
berhasil memperoleh saham besar dalam memperkembangkan kebudayaan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 63
Pribumi (De Jong, 1971: 27).
Secara kultural (budaya), pemeluk Islam di Indonesia tidak
mempertentangkan ajaran Islam dengan adat istiadat atau kepercayaan
yang dipengaruhi oleh ajaran Hindu-Buddha. Sebagian besar wali yang
menyebarkan Islam di Jawa menggunakan pendekatan budaya setempat
untuk menyebarkan Islam. Para wali dan ulama penganut ajaran tasawuf
berpandangan bahwa para penganut ajaran lain harus tetap dihormati.
Mereka berpandangan bahwa pemeluk kepercayaan lain harus didekati
dengan metode yang paling bisa diterima oleh mereka (Supriatna, 2004:
6). Kita bisa belajar dari Walisongo bahwa sampai kapanpun kita sebagai
bangsa bisa memaknai bahwa nilai kebudayaan lokal dan nilai agama dapat
diserasikan. Karena kita sedikit miris melihat kondisi zaman sekarang yang
sering membentur-benturkan antara agama dan budaya. Setiap manusia,
lingkungan sosial, dan lingkungan alam akan menghasilkan budaya yang
akan berbeda dengan masyarakat lainnya.
Dilihat dari awal perkembangan Islam di Indonesia, tampaknya
perbedaan kepercayaan, tradisi, dan adat istiadat bukan merupakan faktor
disintegrasi. Sikap para pedagang, penyebar Islam, dan penganut Islam
Indonesia yang akomodatif terhadap perbedaan pandangan, adat istiadat,
dankepercayaansetempatyangtelahlebihdahuludianutmenyebabkantidak
terjadinya konflik budaya. Masuk dan berkembanganya Islam di Indonesia
tidak menimbulkan benturan-benturan budaya antara budaya Islam dan
budaya setempat. Seperti telah diuraikan adanya sikap akomodatif tersebut
dapat mempercepat terjadinya akulturasi dan melahirkan kebudayaan khas
Indonesia. Sikap toleransi pemeluk Islam terhadap pemeluk kepercayaan
lain menjadi salah satu faktor yang membantu terjadinya proses integrasi
bangsa (Supriatna, 2004: 6).
Hasil akulturasi antara kebudayaan Islam dan kebudayaan lokal
Indonesia baik dalam bentuk gagasan maupun bentuk fisik telah
melahirkan identitas baru di kalangan pemeluk Islam di Indonesia.
Ternyata, kebudayaan Islam (bukan sebagai ajaran agama) di Indonesia
berbeda dengan kebudayaan Islam di negara-negara Islam lain. Kekhasan
dan persamaan kebudayaan Islam Indonesia yang dianut oleh suku-suku
bangsa Indonesia menciptakan perasaan bersatu di antara pemeluk-
pemeluknya. Dengan demikian, hasil akulturasi menjadi salah satu faktor
dalam proses integrasi bangsa.

64 NILAI-NILAI KEJUANGAN
Sikap toleransi dalam aspek budaya dapat juga dilihat dalam praktik
perdagangan. Para pedagang Islam berpandangan bahwa mereka bisa
berdagang dengan siapa pun tanpa melihat latar belakang agama. Secara
kultural para pedagang Islam memiliki sikap terbuka terhadap perbedaan
suku bangsa, agama, dan golongan dalam kegiatan dagang. Misalnya, para
pedagang Islam di Malaka, Banten, Makassar, dan lain-lain bukan hanya
berdagang dengan pedagang Islam dari Arab, Persia, Gujarat melainkan
dengan para pedagang non-Islam dari Cina, Champa, dan lain-lain. Jadi,
secara historis, walaupun perdagangan abad ke-14 sampai 17 didominasi para
pedagang Islam, mereka bersedia berdagang dengan siapa pun tanpa melihat
perbedaan latar belakang bangsa dan agama (Supriatna, 2004: 6-7).
Jatuhnya Konstantinopel, ibu kota Romawi Timur, ke tangan kerajaan
Islam Turki Usmania tahun 1453, menimbulkan upaya bangsa Eropa untuk
mencari bahan dan komoditas ke daerah Timur salah satunya Nusantara.
Para awalnya mereka diterima dengan baik, akan tetapi lama-kelamaan ada
keinginan lebih untuk menguasai dan memonopoli perdangan di Nusantara.
Pada perkembangan berikutnya pedagang menyadari bahwa sikap terbuka
tersebut ternyata telah disalahgunakan oleh para pedagang Barat yang
ingin menguasai sumber barang dagangan. Para pedagang Nusantara
melihat bahwa para pedagang Barat tersebut berambisi untuk menguasai
daerah penghasil rempah-rempah. Dalam tahun 1509 muncullah kapal-
kapal Portugis di bandar-bandar Malaka, dan dalam tahun 1511 orang-
orang Portugis mendapatkan alasan untuk menggempur Kota Malaka, yang
segera jatuh ke tangan Portugis (Djakariah, 2014: 35). Jatuhnya Malaka
ke tangan bangsa Portugis adalah bukti adanya pemaksaan kehendak
pedagang Barat dalam menguasai wilayah dagang di Nusantara.
Peristiwa jatuhnya pelabuhan Malaka tersebut merupakan awal
perubahan sikap pedagang Nusantara. Sejak peristiwa itu, para pedagang
Nusantara mulai berhati-hati dengan pedagang asing terutama dari Barat
(Eropa). Para pedagang Islam mulai menyadari bahwa datangnya para
pedagang Portugis di Kepulauan Nusantara bukan hanya ingin berdagang,
tetapi memiliki tujuan politis ingin merusak kekuatan Islam. Tindakan
bangsa Portugis disusul oleh bangsa Belanda yang memiliki ambisi yang
kurang lebih sama. Bangsa Belanda pun berusaha untuk menguasai sumber
penghasil rempah-rempah dan pelabuhan-pelabuhan penting kerajaan Islam
Nusantara. Dengan politik disintegrasinya (devide et impera), satu per satu
pelabuhan-pelabuhan penting Nusantara, seperti Sunda Kalapa, Ambon,
Makassar, Demak, Cirebon, dan lain-lain dikuasai (Supriatna, 2004: 8).

NILAI-NILAI KEJUANGAN 65
Peranan Islam dalam proses integrasi telah dipengaruhi oleh
perkembangan historis. Kita bisa melihat bagaimana peta perkembangan
kerajaan Nusantara Malaka seperti Gambar 7 berikut.

Gambar 7. Peta Kerajaan Malaka Pintu Masuk Portugis di Nusantara.


Sumber: ZamanKesultananmelayu.blogspot.co.id

Dari perkembangan historis tersebut terdapat dua hal penting yang


diakibatkan. Pertama, peranan pedagang Islam di laut Nusantara
mengalami kemunduran karena para pedagang asing (Barat) mulai
memonopoli perdagangan di kawasan tersebut. Kedua, Islam telah dijadikan
sebagai satu kekuatan ideologis untuk melawan kekuatan asing. Latar
belakang historis datangnya bangsa Barat dengan misinya tersebut telah
menyatukan kerajaan-kerajaan Islam secara ideologis untuk menghadapi
Barat. Walaupun mereka tidak bersatu secara politis, terdapat kesamaan
pandangan bahwa kekuatan asing tersebut akan menghancurkan kekuatan
Islam. Oleh karena itu, Islam harus digunakan sebagai satu kekuatan
ideologis untuk mengusir penjajah. Pandangan yang sama secara ideologis
di antara kerajaan-kerajaan Islam Nusantara tersebut menempatkan Islam
sebagai faktor yang mempercepat proses integrasi (Supriatna, 2004:8).
Dalam sejarah Indonesia, Islam telah digunakan sebagai kekuatan
ideologis untuk menyatukan semua unsur perlawanan terhadap kekuatan
kolonialisme Barat. Perlawanan daerah-daerah di Indonesia terhadap
kekuatan Belanda pada abad ke-19 merupakan bukti bahwa Islam telah
digunakan sebagai kekuatan ideologis. Para pemimpin perlawanan di

66 NILAI-NILAI KEJUANGAN
daerah yang pada umumnya karismatis dan memiliki pengetahuan agama
Islam yang tinggi memanfaatkan kekuatan ideologis tersebut yang telah
dianut masyarakat sejak ratusan tahun lalu. Dengan kekuatan tersebut,
semangat untuk mengusir penjajah semakin besar. Rakyat yang berada di
bawah pemimpin karismatis percaya bahwa Belanda adalah kafir, penjajah
yang zalim, dan musuh Islam (Supriatna, 2004: 8-9).
Untuk merebut kembali kehormatan dan kedaulatan dengan semangat
perang Sabil, yang telah direnggut penjajah, timbullah perlawanan rakyat
kerajaan-kerajaan di Nusantara di bawah pemimpin-pemimpin mereka,
seperti antara lain Sultan Agung Hanyokrokusumo (1628-1682), Sultan
Hasanuddin (1633-1636), Kapitan Pattimura (1817), Imam Bonjol (1821-
1837), Pangeran Diponegoro (1825-1830), Pangeran Antasari (1859),
Teuku Umar (1873-1903), Cut Nyak Dien (1850-1908), Sisinga Mangaraja
XII (1870-1907), perlawanan petani Banten (1888) dan perlawanan
rakyat lainnya. Perlawanan ini bersifat lokal, sendiri-sendiri dan tidak
terkoordinasi. Oleh karena itu, satu per satu perlawanan mereka dapat
dipatahkan karena belum memiliki wawasan persatuan dan kesatuan
bangsa. Melalui politik devide et impera (pecah belah: adu domba), penjajah
semakin menguasai wilayah Nusantara. Berdasarkan penjelasan, dapat
disimpulkan bahwa walaupun perang-perang tersebut yang dilaksanakan
oleh para raja dan pemimpin agama masih bersifat kedaerahan, secara
historis dapat dikatakan bahwa perang yang dilandasi oleh kekuatan
ideologis Islam itu telah menjadi dasar bagi lahirnya nasionalisme
Indonesia pada awal abad ke-20. Secara etis, sosial-budaya, ideologis, dan
historis, Islam memiliki peran yang besar dalam proses integrasi bangsa.
Gerakan nasionalisme atau gerakan kebangsaan Indonesia awal abad ke-
20 sebenarnya dasar-dasarnya telah diletakkan sejak tumbuh dan
berkembangnya penganut serta kekuatan politik Islam di Nusantara sejak
abad ke-16.
Dalam mengkaji kembali perkembangan sejarah bangsa Indonesia abad
ke-16–19, banyak pelajaran dapat diambil (Supriyatna, 2004:18- 19).
Pertama, integrasi suatu bangsa merupakan suatu proses historis yang
panjang. Dengan demikian, integrasi tidak dilakukan dalam satu atau dua
kejadian sejarah, melainkan terjadi dalam suatu proses yang dipengaruhi
oleh banyak faktor. Kita merasa sebagai satu bangsa karena ada keterikatan
budaya satu dengan lainnya, ada persamaan kepentingan, menggunakan
bahasa yang sama, mengakui sistem nilai yang sama, ada persamaan
identitas, dan adanya solidaritas sebagai satu bangsa yang sama.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 67
Kedua, semakin sering terjadi hubungan atau komunikasi, kontak
budaya, pergaulan antargolongan suku bangsa, agama dan tradisi daerah di
Indonesia, maka akan semakin baik terbentuknya identitas bangsa. Melalui
komunikasi yang terbuka antarsuku bangsa, sikap prasangka, sentimen
kesukuan atau kedaerahan lambat laun dapat dihilangkan. Dengan demikian,
proses integrasi akan lebih cepat.
Ketiga, semakin terdidik suatu bangsa, semakin baik paham
kebangsaannya. Dalam hal ini pandangan sempit kedaerahan, kesukuan,
agama, dan lain-lain bisa dihilangkan melalui pendidikan. Melalui
pendidikan, cara pandang orang tentang diri dan lingkungannya akan
meluas. Lingkungan hidup mereka bukan hanya daerah dan suku bangsa
yang berada di sekitarnya, melainkan juga daerah dan suku bangsa yang
berada di luar lingkungan geografis mereka.
Keempat, dalam perkembangan proses integrasi terdapat faktor yang
memperkuat dan faktor yang memperlemah. Faktor penguat telah diuraikan.
Adapun faktor yang dapat memperlemah integrasi meliputi, sikap
primordialisme, kesukuan, kedaerahan, diskriminasi, kesenjangan sosial
ekonomi, kemiskinan, dan kebodohan, isolasi, masuknya paham asing yang
negatif, eksklusifisme, fanatisme agama yang sempit, dan lain- lain. Faktor-
faktor tersebut saling berkaitan.

Gambar 8. Alur Hakikat Perjuangan Masa Pengaruh Islam

Dalam tahap perjuangan ini jiwa mereka semakin bergelora dan rasa
harga diri sebagai bangsa yang tidak mau dijajah mengubah semangat
dan perlawanan seluruh lapisan masyarakat terhadap penjajah untuk
merebut kembali kedaulatan dan kehormatan bangsa. Di samping itu,
timbullah berbagai jiwa, semangat, dan nilai kejuangan seperti nilai harkat

68 NILAI-NILAI KEJUANGAN
dan martabat manusia, jiwa dan semangat kepahlawanan, kesadaran anti
penjajah dan penjajahan, kesadaran akan perlunya persatuan dan kesatuan
perjuangan serta nilai-nilai kejuangan lainya.

C. Masa Pergerakan Nasional dan Kebangsaan


Pada akhir abad ke-19 beberapa tokoh Belanda memperjuangkan
kehidupan rakyat Hindia Belanda yang miskin, tertekan, dan tertindas.
Orang-orang seperti van Dedem, van Kol, Brooschooft, dan van Deventer
mengatakan bahwa kemiskinan dan kesengsaraan rakyat Indonesia
akibat dari eksploitasi kolonial Belanda yang sistematis untuk menopang
pembangunan Negeri Belanda. Bahkan, sering dikatakan bahwa kemegahan
Belanda merupakan “keringat emas” orang-orang Indonesia yang bersahaja
(Moedjanto, 1991: 15).
Pada masa transisi dari masa perjuangan yang bersifat kedaerahan
dengan masa pergerakan nasional adalah munculnya beberapa tokoh
besar bangsa Indonesia yang memperjuangkan nasib bangsa Indonesia
dan semuanya berjuang dalam memajukan pendidikan pribumi. Tokoh
tersebut adalah Kartini dan Wahidin Sudirohusodo, Kartini berjuang
mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Belanda melalui tulisan-tulisan
yang kritis, sehingga banyak tokoh Belanda yang mengenalnya. Sebetulnya
Kartini berhasil mendapatkan beasiswa akan tetapi karena pertimbangan
keluarga dan budaya Kartini terpaksa tidak mengambilnya. Tujuan mulia
dari Kartini adalah untuk membuka sekolah untuk wanita-wanita pribumi.
Pada akhirnya untuk mendapatkan pendidikan tinggi beliau gagal, akan
tetapi beliau telah mampu mendirikan sekolah pertama bagi perempuan
pribumi. Perjuangan Kartini sangat berharga bagi bangsa kita karena
tulisan-tulisan yang lahir dari wanita pribumi pada waktu itu sekali lagi
bahwa “pikirannya melebihi zamannya”.
Wahidin Sudirohusodo mengajak para tokoh untuk mendirikan “dana
pelajar”. Dana tersebut direncanakan untuk memberi beasiswa generasi
muda yang cerdas, tetapi tidak mampu. Namun, ajakannya kurang mendapat
sambutan. Wahidin Sudirohusodo sangat prihatin melihat kondisi bangsa
saat itu miskin, terbelakang, dan masih menjadi bangsa terjajah. Akhirnya,
Wahidin Sudirohusodo bergerak mengumpulkan dana pelajar. Dana
tersebut direncanakan untuk memberi beasiswa generasi muda Pribumi
yang cerdas tetapi tidak mampu tersebut untuk diberikan kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan dan memupuk rasa kebangsaan. Harapan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 69
Wahidin Sudirohusodo, pribumi semakin cerdas dan bisa membebaskan
diri dari penjajah. Tetapi (dana pelajar) belum bisa diterima oleh orang-
orang yang ditemui oleh Wahidin. Sekali lagi “pemikiran Wahidin melebihi
zamannya”. Dua tokoh ini telah memberikan pemikiran yang berbeda
dengan zamannya pada waktu itu. Wahidin Sudirohusodo juga memberikan
gagasan dan konsep kebangsaan itu kepada para pelajar STOVIA. Dari
gagasan itulah kemudian terbentuk organisasi Budi Utomo.
Kebijakan politik etis yang diperjuangkan oleh Van Deventer, penulis
artikel yang berjudul “Hutang Budi” yang menggunakan tiga sila sebagai
slogannya yaitu “Irigasi, Edukasi dan Emigrasi” (Sartono Kartodirdjo.
1992: 32). Kebijakan baru itu menyebabkan berdirinya beberapa sekolah di
Indonesia sehingga hal tersebut semakin mendekatkan bangsa Indonesia
pada masa Pergerakan Nasional.
Dilaksanakannya politik kolonial liberal pada akhir abad XIX dan politik
kolonial etika awal abad XX membawa pengaruh besar atas perkembangan
masyarakat jajahan di Indonesia. Pengaruhnya pada waktu itu belum secara
langsung menguntungkan rakyat, tetapi telah menyebabkan munculnya
suatu golongan baru dalam msyarakat dalam masyarakat yang mempunyai
kesadaran baru dalam membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu
penjajahan tidak mungkin dilaksanakan dengan cara seperti yang lalu,
yaitu bersifat kedaerahan dengan perlengkapan yang sederhana,
melainkan harus dengan cara baru. Golongan yang memiliki kesadaran
baru itu terkenal dengan sebutan kaum atau golongan elite nasional.
Tanggal 20 Mei 1908 sebagai tanda masa baru bagi bangsa Indonesia
yaitu perjuangan dengan Organisasi Modern. Tepat pada hari Minggu
tanggal 20 Mei 1908 pukul sembilan pagi. Tepuk tangan gemuruh
menyambut lahirnya organisasi Budi Utomo yang didirikan oleh Soetomo.
Para hadirin yang berkumpul di aula STOVIA tidak saja para siswa sekolah
ini, tetapi juga siswa-siswa pertanian dan kehewanan di Bogor, sekolah
pamong praja di Magelang dan Probolinggo, sekolah menegah petang di
Surabaya, dan sekolah pendidikan guru pribumi di Bandung, Yogyakarta,
dan Probolinggo. Seruan kelompok STOVIA dengan cepat tersebar di
seluruh Jawa (Nagazumi, 1989:62).

70 NILAI-NILAI KEJUANGAN
Tabel 1. Organisasi Pergerakan Berdasarkan Ideologi
Ideologi Pergerakan
Nasionalisme Islam Komunis
Budi Utomo (BU), Sarekat Islam (SI), (ISDV)
Indische Partij (IP), Muhammadiyah, PKI
Perhimpuan Indonesia, Nahdathul Ulama
PNI, dan Taman Siswa. (NU), dan PSII

Pada abad XX perlawanan dengan menggunakan bersenjata beralih


ke perjuangan dengan menggunakan organisasi modern. Pemimpin
pergerakan pada waktu itu sadar bahwa perjuangan harus sudah beralih dan
dibutuhkan yang namanya koordinasi dan persatuan dalam perjuangan.
Tahap perjuangan ini dikenal sebagai Kebangkitan Nasional. Pergerakan-
pergerakan seperti Budi Utomo, Sarekat Dagang Islam, Sarekat Islam,
Indische Partij, gerakan emansipasi wanita yang dipelopori antara lain
R.A. Kartini timbul dalam perjuangan ini. Dalam tahun 1928 terjadilah
Sumpah Pemuda, yang merupakan manifestasi tekad dan keinginan bangsa
Indonesia menemukan dan menentukan identitas, rasa harga diri bangsa,
rasa solidaritas munuju ke persatuan dan kesatuaan bangsa, yang akhirnya
menghantarkan pada kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.
Migrasi penduduk daerah-daerah di Indonesia ke pusat-pusat
pendidikan, walaupun jumlahnya kecil, ternyata berpengaruh paling besar
terhadap proses integrasi bangsa. Sejak pemerintah kolonial membuka
sekolah-sekolah untuk golongan Belanda, Indo, dan pribumi di kota-kota
besar Nusantara abad ke-19 dan awal abad ke-20 terjadi migrasi penduduk
dari berbagai daerah di Nusantara ke kota-kota tersebut. Kemudian kota-
kota tersebut menjadi pusat bermukimnya golongan terdidik yang berasal
dari berbagai daerah. Sekolah-sekolah guru di Bandung, Malang, Surabaya,
dan Medan dimasuki oleh pelajar pribumi dari kalangan bangsawan daerah
di Indonesia (Supriatna, 2004: 17).
Lahirnya organisasi-organisasi politik (Sarekat Islam, Budi Utomo,
Indische Partij, dan lain-lain) serta perkumpulan-perkumpulan pemuda
daerah (Jong Sumatra, Java, Maluku, Aceh, Pemuda Sekar Rukun) di Jakarta
pada awal abad ke-20 adalah sebagai bukti keberhasilan golongan migran
terdidik dalam mengembangkan wawasan integral. Golongan tersebut telah
meninggalkan pandangan sempit kedaerahan (Supriatna, 2004:17).

NILAI-NILAI KEJUANGAN 71
Tabel 2. Periode Berdirinya Partai Masa Pergerakan Nasional
Tahun Tahun 1911/ Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
1908 1912 1912 1920 1922 1926 1927

Budi Muhamadiyah Perhimpunan


Sarekat dan PKI NU PNI
Utomo Islam Indonesia
Indische Partij

Mereka mengembangkan pandangan baru yang lebih integral atau


lebih terpadu berupa wawasan kebangsaan. Melalui pendidikan, pandangan
mereka tentang diri dan lingkungan budayanya sudah lebih luas, dari
pandangan kedaerahan ke pandangan nasional. Dapat disimpulkan bahwa
dengan adanya migrasi golongan terdidik ini, proses integrasi menuju
pada negara kesatuan dilakukan dengan pandangan-pandangan yang luas
golongan terpelajar melalui perjuangan politik kebangsaan.
Sumpah Pemuda adalah suatu peristiwa bersejarah yang sangat penting
dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Semangat Sumpah Pemuda telah
mempersatukan langkah perjuangan yang dahulunya bersifat kedaerahan
menjadi semangat nasionalisme. Pada waktu dahulu, organisasi pemuda
memiliki perbedaan bahasa, agama, adat istiadat, budaya, dan suku bangsa.
Sumpah Pemuda telah memberikan semangat persatuan dan kesatuan yang
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya.
Kongres Pemuda II, yang berlangsung pada 26-28 Oktober 1928 di Jakarta
dapat diikrarkan Sumpah Pemuda yang berbunyi (Moedjanto, 1991: 57).
1. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu tanah
air Indonesia.
2. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu bangsa
Indonesia.
3. Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa
Indonesia.
Kongres berhasil menetapkan Sumpah Pemuda yang nantinya dijadikan
landasan perjuangan Indonesia merdeka. Pada malam penutupan, untuk
pertama kali diperdengarkan lagu “Indonesia Raya” karya W.R. Supratman
yang telah memberikan semangat kebangsaan bagi para pemuda yang hadir
pada waktu itu yang nantinya akan menjadi Lagu Kebangsaan bagi Indonesia
saat merdeka. Syairnya lagu yang berjudul “Indonesia Raya” sebagai
berikut:

72 NILAI-NILAI KEJUANGAN
Indonesia tanah airku,
Tanah tumpah darahku
Di sanalah aku berdiri,
Jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku,
Bangsa dan Tanah Airku,
Marilah kita berseru,
Indonesia bersatu!
Hiduplah tanahku, Hiduplah negeriku,
Bangsaku, Rakyatku, semuanya
Bangunlah jiwanya,
Bangunlah badannya,
Untuk Indonesia Raya.
Indonesia Raya!
Merdeka! Merdeka!
Tanahku, negeriku yang kucinta!
Indonesia Raya!
Merdeka! Merdeka!
Hiduplah Indonesia Raya!
Indonesia Raya!
Merdeka! Merdeka!
Tanahku, negeriku yang kucinta!
Indonesia Raya!
Merdeka! Merdeka!
Hiduplah, Indonesia Raya!

Dalam kongres itu, selain menerima “Indonesia Raya” ciptaan W.R.


Supratman sebagai lagu kebangsaan, juga menetapkan bendera Merah
Putih sebagai bendera kebangsaan. Peristiwa Sumpah Pemuda mempunyai
arti yang sangat besar dalam pembinaan persatuan bangsa, yang hingga
sekarang masih diteruskan. Sebagai perwujudan dari Sumpah Pemuda itu,
pada tahun 1930 terjadilah fusi beberapa organisasi pemuda dalam satu
wadah, yaitu Indonesia Muda (IM) (Moedjanto, 1991: 57).
Kenyataan terbuktilah juga dari kegembiraan rakyat yang luar biasa di
desa-desa ketika pemerintah Belanda pergi dalam bulan Maret 1942; padahal
hanya relatif sedikit dari rakyat yang ikut serta dalam pergerakan nasional.
Kegembiraan luar biasa di mana-mana itu timbul dari kepercayaan dalam
hatinya, bahwa pengusiran Belanda berarti akan datangnya Negara Merdeka
bahagia mulia (Pringgodigdo, 1980: IX).
Proses integrasi menuju kesatuan bangsa, bahasa, dan negara
Indonesia merupakan proses yang panjang. Dengan berbagai faktor yang

NILAI-NILAI KEJUANGAN 73
memengaruhinya, akhirnya paham integralistik muncul pada akhir abad
ke-19 dan awal abad ke-20. Pergerakan Nasional yang berkembang pada
awal abad ke-20 bukan merupakan gerakan yang dilandasi oleh paham
yang muncul pada awal abad tersebut, melainkan dipengaruhi oleh proses
integrasi yang terjadi sejak ratusan tahun.

Gambar 9. Alur Hakikat Perjuangan Masa Pergerakan Nasional

Berdasarkan penjelasan, dapat disimpulkan bahwa masa Pergerakan


Nasional dan Kebangsaan adalah masa peralihan dari masa sebelumnya
yang melakukan perlawanan dengan senjata. Pergerakan Nasional
dimulai saat berdirinya organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908 di
Jakarta. Berdirinya Budi Utomo sebagai simbol kebangkitan nasional
yang menjadi inspirasi bagi kelompok pemuda untuk mendirikan
organisasi modern sebagai senjata baru untuk melawan kolonial. Puncak
pergerakan nasional adalah saat Sumpah Pemuda di Jakarta, pada tahun
1930 terjadi fusi berbagai organisasi pemuda dalam satu wadah yaitu
Indonesia Muda.
Dalam masa pergerakan nasional, perjuangan jiwa mereka semakin
bergelora dan rasa harga diri sebagai bangsa yang tidak mau dijajah
mengubah semangat dan perlawanan seluruh lapisan masyarakat terhadap
penjajah untuk memperoleh kemerdekaan. Di samping itu, timbullah
berbagai jiwa, semangat, dan nilai kejuangan seperti nilai harkat dan
martabat manusia, jiwa dan semangat kepahlawanan, kesadaran anti
penjajah dan penjajahan, kesadaran akan perlunya persatuan dan kesatuan
perjuangan serta nilai-nilai kejuangan lainya.

74 NILAI-NILAI KEJUANGAN
D. Masa Pendudukan Jepang di Indonesia
Di dalam menjalankan keinginan untuk dapat menguasai Asia, Jepang
harus menguasai terlebih dahulu tempat strategis dan berperan penting—
salah satunya Indonesia yang dikuasai oleh Belanda—dan Jepang dengan
cepat bisa menguasai wilayah Hindia Belanda. Pendudukan di Hindia
Belanda penting sekali karena faktor kekayaan, terutama minyak bumi,
karet, dan bahan pangan. Pertama-tama yang dilakukan Jepang adalah
menguasai sumber minyak karena sangat penting untuk melangsungkan
perang. Penyerangan mula-mula dilakukan di daerah Tarakan dan
Balikpapan, yang dikuasai dalam bulan Januari 1942. Selanjutnya ke
Palembang yang dapat dikuasai pada bulan Februari 1942. Sesudah itu,
barulah daerah-daerah lain (Moedjanto, 1991:67).
Awal kekuasaan Jepang di Indonesia ditandai dengan penyerahan
tanpa syarat tentara Belanda kepada Jepang pada 8 Maret 1942 di Kalijati,
Subang, Jawa Barat. Dari pihak Belanda diwakili oleh Panglima Militer
Letnan Jenderal H. Ter Poorten dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda
Tjarda van Starkenborgh Stachouwer yang kemudian diserahkan kepada
militer Jepang yang diwakili oleh Letnan Jenderal Hitosyi Imamura.
Jepang membentuk Organisasi Politik (Sipil) bentukan Jepang di antaranya
Gerakan 3A, Semboyan: Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan
Nippon Pemimpin Asia, PUTERA (Pusat Tenaga Raktyat), Jawa Hokokai
(Himpunan Kebaktian Jawa), Cuo Sangi In badan yang bertugas mengajukan
usul kepada pemerintah, Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Kesemuanya
itu untuk membantu kepentingan Jepang.
Bala tentara Jepang mendarat di Palembang taggal 14 Februari 1942,
tiga minggu sebelum pendaratan di Jawa. Belanda segera membawa
Sukarno dari pengasingan di Bengkulu untuk dibawa ke Australia karena
pihak Belanda takut jika Sukarno dimanfaatkan oleh pihak Belanda. Kapal
yang akan mengangkutnya ada di Teluk Bayur, sesampai di Padang terdengar
kapal yang akan mengangkutnya tenggelam di dekat Pulau Enggano.
Dalam keadaan panik, orang-orang Belanda yang akan mengungsi ke
Australia berebut tempat di kapal terbang. Menurut rencana, Sukarno dan
keluarga juga diangkut dengan kapal terbang, namun dalam keadaan panik
itu Sukarno menyelinap di rumah kawan lamanya di Bengkulu bernama
Wawaruntu. Karena panik pihak Belanda tidak lagi memikirkan Sukarno,
masing-masing mencari keselamatannya sendiri (Muljana, 2008: 1-2).
Hari berikutnya Sukarno mendapat kunjungan Kapten Sakaguci di

NILAI-NILAI KEJUANGAN 75
rumah Woworuntu, yang menyampaikan undangan dari Kolonel Fujiyama,
Panglima Tentara Pendudukan di Bukit Tinggi. Pertemuan Sukarno dengan
kolonel Fujiyama merupakan faktor yang perlu diperhitungkan dalam
penilaian perjuangan di masa pendudukan Jepang karena pembicaraan
Sukarno dengan kolonel Fujiyama merupakan latar belakang tindakan-
tindakannya. Singkatnya, pihak Jepang memerlukan Sukarno, sebaliknya
Sukarno memerlukan pihak Jepang. Di antaranya, dikemukakan hal-hal
dalam tanya jawab di bawah ini (Muljana, 2008: 2-3).
Sukarno: Apakah ada jaminan bahwa saya juga diizinkan bekerja demi
kepentingan bangsa, dalam pengertian bahwa pada akhirnya tujuan saya
adalah melepaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda dan
Jepang selama saya bekerja sama dengan tuan?

Fujiyama: Saya jamin. Pemerintah Jepang tidak akan menghalangi tuan.


Tuan Sukarno, seperti tuan ketahui saya adalah pegawai pemerintah. Bangsa
Indonesia terdiri dari berbagai unsur agama dan budaya, seperti Jawa, Bali, Hindu,
Buddha, Belanda, Melayu, Polinesia, Cina, Filipina, dan Arab. Bangsa tuan
tersebar luas. Hubungan satu sama lain sangat sulit. Tugas saya ialah berusaha
mengatur pemerintahan di wilayah ini secepat mungkin. Cara yang paling efisien
ialah segera menciptakan ketenangan dalam masyarakat sehingga rakyat dapat
segera bekerja sebaik-baiknya. Untuk tujuan itu, kata orang, saya harus bekerja
sama dengan Sukarno. Sebagai balasan, saya menjanjikan kerja sama secara
resmi dan aktif dalam bidang politik.

Sukarno: Baiklah jika demikian. Saya berjanji akan bekerja sama dengan
tuan sepenuh tenaga. Saya akan mengadakan propaganda bagi tuan sejajar
dengan cita-cita demi kepentingan bangsa Indonesia. Artinya, saya akan
berkomplot dengan tuan, namun juga akan berusaha memperoleh kemerdekaan
bangsa saya.

Fujiyama: Setuju.

Sukarno: Syarat bahwa saya akan tetap bekerja demi kepentingan


nasionalisme, tidak hanya tuan saja yang harus mengetahui, tetapi supaya hal itu
diketahui juga oleh Pemerintah Tertinggi.

Fujiyama: Pemerintah saya akan sangat setuju. Atas dasar ini kita
mengadakan kerja sama dan saling membantu.

Dalam tahun 1942-1945, berkecamuk Perang Dunia II Jepang menjajah


wilayah Indonesia. Penjajahan oleh Jepang pada satu pihak mengakibatkan
penderitaan dan tekanan yang tidak terhingga pada rakyat Indonesia.

76 NILAI-NILAI KEJUANGAN
Pada pihak lain, kesempatan memasuki berbagai organisasi militer yang
diberikan oleh tentara pendudukan Jepang, dimanfaatkan sebaik-baiknya
oleh rakyat Indonesia khususnya para pemuda untuk menggembleng diri
dalam memperkokoh semangat dan memupuk militansi yang tinggi
untuk mereka. Keduanya, yakni ketahanan akan penderitaan keprihatinan
rakyat serta semangat dan militansi yang tinggi, dalam tahap perjuangan
berikutnya membuktikan besar hikmah dan manfaatnya dalam merebut
dan menegakkan kemerdekaan. Pada saat-saat akhir penjajahan Jepang,
yakni pada tanggal 1 Juni 1945, di dalam Sidang BPUPKI (Badan Penyidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) Ir. Soekarno menyampaikan
pokok-pokok pikirannya tentang dasar falsafah bangsa dan negara, yang
dinamakan Pancasila, yang sebelumnya didahului pandangan-pandangan
para tokoh pendiri negara yang lain.
Bersama tokoh-tokoh nasional lainnya, seperti Hatta, Ki Hajar Dewan-
tara, Agus Salim, Hasyim Asyari, Tjokroaminoto dan Sjahrir mempersiapkan
segala keperluan untuk meraih kemerdekaan Republik Indonesia. Pahit dan
getirnya hidup telah dirasakan oleh para pejuang tanah air. Kolonialisme
telah membawa kesengsaraan yang berkepanjangan dan akut dalam garis
hidup bangsa Indonesia (Romandhon, 2015: 33).
Masa pendudukan Jepang sekalipun relatif singkat, namun secara efektif
dan efisien berhasil memeras tenaga bangsa Indonesia melalui berbagai
cara. Tenaga yang paling dibutuhkan pada masa itu adalah pekerjaan untuk
membuat lapangan terbang, pembuatan jalan-jalan, tempat penyimpanan
senjata, pertahanan, dan gudang-gudang senjata di bawah tanah. Di desa-
desa segera dibentuk panitia pengerahan tenaga kerja yang dipropagandakan
sebagai pahlawan pekerja. Badan ini berdiri di setiap daerah dan melibatkan
aparat kepamong-prajaan. Para pekerja ini disebut romusa. Sebagian besar
diambilkan dari desa. Pada awalnya pengerahan romusa secara sukarela.
Namun saat Jepang semakin memperluas daerah peperanganya, pengerahan
romusa dilakukan secara paksa. Banyak penduduk Indonesia pada waktu itu
yang hidup sangat tidak layak, seperti berpakaian dengan memanfaatkan
kain karung yang penuh dengan kutu, hingga penduduk yang makan dari
tunas pisang dan makanan yang tidak layak lainnya.
Dalam praktiknya, setiap desa berkewajiban menyerahkan tenaga
kerja dalam jumlah tertentu. Wilayah pengiriman mereka sangat luas,
baik di Jawa maupun luar Jawa, bahkan sampai Malaysia, Serawak,
Burma [Myanmar], Muangthai [Thailand], dan Vietnam. Diperkirakan
jumlah romusa mencapai 300.000 orang. Kondisi kehidupan mereka

NILAI-NILAI KEJUANGAN 77
menyedihkan, sebagain tewas di tempat-tempat kerja. Faktor penyebab
kematian mereka adalah kurang makan, karena sakit dan dibunuh demi
kerahasiaan. Dari seluruh tenaga romusa diperkirakan hanya sekitar
75.000 orang berhasil kembali ke desa asal. Khusus di Yogyakarta, Sultan
Hamengku Buwono IX berhasil membujuk Jepang agar tenaga produktif
tidak untuk romusa, tetapi untuk membangun selokan Mataram. Selokan
itu menyalurkan air dari Sungai Progo ke daerah pertanian di Kabupaten
Sleman (Moedjanto, 1991:76).
Berdirinya berbagai organisasi seperti Seinendan, Keibodan dan Peta
yang dimanfaatkan oleh Jepang sebagai tenaga bantuan ternyata dapat
dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia untuk mempersiapkan kemerdeka-
annya. Sebagai contoh pemuda Abdul Latif dan Sukarni memegang peranan
cukup besar dalam mempersiapkan kemerdekaan. Peranan kesatuan Heiho
dan Peta juga tidak kalah penting dalam ikut mempertahankan keamanan
sekaligus melawan kehadiran Belanda kembali pada Agresi Militer Belanda
I dan II. Beruntunglah bahwa pada masa pendudukan Jepang para pemuda
Indonesia mendapatkan latihan-latihan yang intensif. Latihan-latihan
tersebut tidak hanya untuk membantu Jepang dalam melawan tentara
Sekutu, melainkan terbukti kemudian merupakan persiapan untuk
kepentingan bangsa Indonesia sendiri (Moedjanto, 1991:76).
Pada saat Pemberontakan Peta Blitar pada tanggal 14 Februari 1945
timbul perlawanan baru yang mengejutkan karena dilakukan oleh kesatuan
yang telah dilatih oleh Jepang, yaitu dari tentara Peta yang ada di Blitar
dan dipimpin oleh Supriyadi. Mereka memberontak karena tidak tahan
melihat kesewenangan Jepang terhadap bangsa Indonesia. Pemberontakan
ini dapat dipatahkan dengan mudah karena tidak diikuti serentak oleh
kesatuan Peta yang lain. Tokoh-tokoh yang tertangkap sebagian ditahan
di Cipinang dan beberapa dijatuhi hukuman mati, sedangkan Shodanco
Supriyadi tidak diketahui nasibnya. Pemberontakan ini memiliki makna
yang sangat mendalam. Pertama, baik kepada Jepang maupun dunia.
Perlawanan bersenjata itu menunjukkan bahwa rakyat Indonesia tidak mau
tunduk begitu saja di bawah injakan kaum penindas. Kedua, bagi sesama
rakyat Indonesia para pelaku pemberontakan itu telah membangkitkan
semangat untuk melawan penindasan yang dilakukan oleh bangsa asing,
dari manapun datangnya (Wardaya, 2008:21-22).

78 NILAI-NILAI KEJUANGAN
Gambar 10. Alur Hakikat Perjuangan Pendudukan Jepang.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa masa


pendudukan Jepang sebagai masa persiapan kemerdekaan, yang menurut
perhitungan mereka waktu itu akan segera datang sehingga untuk
meraihnya akan segera tiba. Mereka telah mempersiapkan pula kader-kader
bangsa. Peluang yang ada pada zaman Jepang tidak disia-siakan untuk
lebih meningkatkan persiapan dalam rangka menghadapi perjuangan
kemerdekaan. Jiwa dan semangat merdeka semakin digelorakan. Jiwa,
semangat, dan nilai-nilai kejuangan lainnya, seperti kesadaran berbangsa
dan kebangsaan, kesadaran akan persatuan dan kesatuan perjuangan,
kesadaran anti penjajah dan penjajahan, nasiomalisme, patriotisme, serta
jiwa persatuan dan kesatuan semakin digelorakan.

E. Ringkasan
Sebenarnya terhadap perjuangan antara Kebangkitan Nasional dan
akhir penjajahan Jepang merupakan masa pematangan rasa nasionalisme
dan kebangsaan. Perlawanan dengan menggunakan organisasi modern
sehingga pada masa pergerakan nasional banyak bermunculan organisasi-
organisasi pergerakan nasional, seperti Budi Utomo, Sarekat Islam,
Indische Partij, PKI, Perhimpunan Indonesia PNI dan lain-lainnya. Masa
puncak pergerakan nasional Indonesia adalah saat mengikrarkan Sumpah
Pemuda dan mulai berfusinya organisasi-oranisasi menjadi satu wadah
yaitu Indonesia Muda. Pada masa pendudukan Jepang sebagai masa
persiapan kemerdekaan, yang menurut perhitungan mereka waktu itu
akan segera datang sehingga untuk meraihnya akan segera tiba. Mereka

NILAI-NILAI KEJUANGAN 79
telah mempersiapkan pula kader-kader bangsa. Peluang yang ada pada
zaman Jepang tidak disia-siakan untuk lebih meningkatkan persiapan
dalam rangka menghadapi perjuangan kemerdekaan.
Nilai-nilai kejuangan yang bisa kita petik dari pergerakan nasional
ini adalah Jiwa dan semangat merdeka semakin digelorakan. Jiwa,
semangat, dan nilai-nilai kejuangan lainnya, seperti kesadaran berbangsa
dan kebangsaan, kesadaran akan persatuan dan kesatuan perjuangan,
kesadaran anti penjajah dan penjajahan, nasionalisme, patriotisme, serta
jiwa persatuan dan kesatuan semakin digelorakan.

80 NILAI-NILAI KEJUANGAN
BAGIAN KEENAM
PERJUANGAN SEKITAR MASA
PROKLAMASI DAN MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN

A. Perjuangan Masa Proklamasi

K
edudukan Jepang semakin terjepit dikarenakan serangan sekutu
mengebom atom Hiroshima tanggal 6 Agustus 1945 dan Kota
Nagasaki tiga hari kemudian (9 Agustus 1945). Pada hari itu
juga, Rusia mengumumkan kesediaannya bergabung dengan sekutu dan
segera mengirimkan pasukan- pasukannya untuk menyerbu Manchuria.
Bom atom yang dijatuhkan di Kota Hiroshima dan Nagasaki memaksa
pihak Jepang menyerah dan menerima syarat-syarat yang diumumkan
dalam pertempuran di Postdam tanggal 14 Agustus 1945 (Muljana, 2008:
31).
Tanggal 14 Agustus itu, delegasi Indonesia yang baru pulang dari
Saigon memberikan keterangan di lapangan terbang Kemayoran bahwa soal
kemerdekaan Indonesia sudah sepenuhnya ada di tangan bangsa Indonesia.
Dengan bangga Sukarno menyatakan sewaktu-waktu kita bisa merdeka
dan itu bergantung pada dirinya dan kemauan rakyat dalam memengaruhi
tekadnya meneruskan perang suci Dao Toa. Jika sebelumnya Sukarno
berkata bahwa sebelum jagung berbuah Indonesia akan merdeka, sekarang
bisa dipastikan bahwa Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga.
Pernyataan itu membuktikan bahwa sebenarnya Sukarno tidak tahu bahwa
pada hari itu juga Jepang menyerah pada sekutu (Muljana, 2008: 31-32).
Dalam sebuah memoarnya, Hatta menyatakan betapa gambiranya ia
di tanggal 12 Agustus 1945, sebab bersamaan dengan ulang tahunnya,

NILAI-NILAI KEJUANGAN 81
Jenderal Terauchi menjanjikan kemerdekaan Republik Indonesia. Hatta
yang saat itu ditemani Sukarno dan Rajiman merasa bersyukur, bahwa tidak
ada hadiah di ulang tahunnya yang paling berharga selain kemerdekaan
Republik Indonesia (Romandhon, 2015: 89).
Berita tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu meskipun masih
dirahasiakan oleh bala tentara pendudukan, sudah banyak diketahui
orang. Pada tanggal 14 Agustus 1945 petang, Sutan Syahrir membawa
berita tersebut kepada Hatta dan menanyakan bagaimana masalah
kemerdekaan Indonesia sehubungan dengan peristiwa tersebut. Jawaban
Hatta, soal kemerdekaan ada di tangan bangsa Indonesia sepenuhnya.
Syahrir menyarankan agar kemerdekaan itu sekali-kali jangan diumumkan
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, namun oleh Sukarno
sendiri sebagai pemimpin rakyat melalui radio. Sebab, kemerdekaan yang
diumumkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan akan dianggap oleh pihak
sekutu sebagai hadiah dari Jepang. Jadi, Indonesia merdeka adalah buatan
Jepang (Muljana, 2008: 32).
Sukarno dan Hatta yang dituduh sebagai seorang kolaborasi Jepang
oleh golongan Syahrir dan golongan muda, tidak mau ambil risiko. Hal
itu dikarenakan Jepang masih dengan kekuatan penuh. Sementara itu,
tanggal 15 Agustus 1945 Syahrir telah mendengar bahwa Jepang telah
menyerah kepada sekutu. Kembali ia mendesak Sukarno dan Hatta untuk
segera mengumumkan kemerdekaan akan tetapi Sukarno menolak, karena
kabar itu dari radio gelap, bukan kabar resmi dari pemerintahan Jepang
(Chusbiantoro, 2016: 48).
Kaum muda yang dipelopori mahasiswa kedoktern Jepang Jl.
Prapatan 10, ingin segera memproklamasikan kemerdekaan. Mereka juga
mempersenjatai diri dan mengadakan rapat berkali-kali untuk mendesak
Sukarno dan Hatta segera mengumumkan kemerdekaan. Sebaliknya para
tokoh tua dengan figur Sukarno dan Hatta, menginginkan keputusan
kapan Proklamasi harus diselenggarakan sesuai hasil rapat PPKI pada
tanggal 16 Agustus. Apalagi para anggota PPKI sudah berdatangan di
Jakarta. Mereka tidak ingin terjadi pertumpahan darah. Sebaliknya,
kaum muda berpendapat pertumpahan darah adalah risiko yang tak
bisa dihindarkan (Sularto, 2010:51).
Sukarno tetap menolak dengan alasan bahwa tindakan itu tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Wikana mengancam apabila Sukarno tidak mau
mengucapkan pengumuman malam itu juga, esok harinya akan terjadi
pembunuhan dan pertumpahan darah. Mendengar ancaman itu Sukarno
82 NILAI-NILAI KEJUANGAN
naik darah, mendekati Wikana sambil berkata: “Ini leher saya, seretlah
saya malam ini juga, jangan menunggu sampai besok.” Dalam tanya jawab
Wikana dan Darwis, Hatta berkata: “Dan kami pun tidak dapat ditarik-
tarik mau didesak agar mesti juga mengumumkan proklamasi itu. Tetapi
jika saudara-saudara memang sudah siap dan sanggup memproklamasikan
cobalah! Saya pun ingin melihat kesanggupan saudara-saudara!” Utusan
menjawab: “Kalau begitu pendirian saudara berdua, baiklah! Dan kami
pemuda-pemuda tidak dapat menanggung sesuatunya jika besok siang
Proklamasi belum juga diumumkan. Kami, pemuda-pemuda akan bertindak
dan menunjukkan kesanggupan yang saudara kehendaki itu! (Muljana,
2008: 34)”.
Hari Rabu malam itu juga, hasil pertemuan kaum pemuda dengan Bung
Karno dilaporkan pada pertemuan di Jl. Cikini 71. Rapat memutuskan,
seperti diusulkan Djohan Nur, “Segera bertindak, Bung Karno dan Bung
Hatta harus kita angkat dari rumah masing-masing.” Chaerul Saleh yang
memimpin rapat, menegaskan sebagai keputusan rapat dengan berkata,
“Bung Karno dan Bung Hatta kita angkat saja. Selamatkan mereka dari
tangan Jepang dan laksanakan Proklamasi tanggal 16 Agustus 1945.”.
Pelaksanaan pengungsian diserahkan kepada Soetjipto dari markas Peta
dan Sukarni. Bung Karno dan Bung Hatta akan dibawa ke Rengasdengklok.
Alasannya, disanaada Surjoputro, daidanco yangsudahpastiakanmembantu
perjuangan kemerdekaan dan ada Soebeno, umar Bachsan serta Asisten
Wedono Rengasdengklok. Pada dini hari sekitar pukul 03.00 itu terjadilah
seperti yang mereka rencanakan yang kemudian terkenal dengan Peristiwa
Rengasdengklok. Perjalanan ke Rengasdengklok dilakukan sesudah sahur
sebab waktu itu bulan puasa. Pada esok hari, tanggal 16 Agustus, memang
ada upacara pengibaran Sang Saka Merah Putih di sebuah asrama Peta di
Rengasdengklok yang kemudian disebut oleh para sejarawan sebagai Pra-
Proklamsi (Sularto, 2010:54).
Salah seorang anggota PPKI di antaranya adalah Mr. Subardjo yang
mengetahui bahwa Sukarno dan Hatta dibawa pergi. Satu-satunya jalan
untuk mengetahui di mana Sukarno Hatta adalah dengan menghubungi
Wikana. Dari Wikana ia tahu bahwa Sukarno-Hatta disingkirkan ke
Rengasdengklok. Segera Mr. Subardjo ke Rengasdengklok untuk
menjemput Sukarno-Hatta. Rapat PPKI ditunda sampai malam harinya di
gedung kediaman Admiral Maeda di jalan Nassau Boulevard (Jalan Imam
Bonjol)—karena hotel Des Indes (Hotel Duta Indonesia), tempat rapat akan
diadakan telah ditutup. Beliau memberi jaminan keamanan selama rapat

NILAI-NILAI KEJUANGAN 83
dilangsungkan. Di luar pagar adalah daerah militer Angkatan Darat, bukan
tanggung jawabnya (Muljana, 2008: 36).
Rapat yang semula hanya merupakan rapat PPKI kini diikuti pula oleh
anggota Cou San In dan pimpinan-pimpinan pemuda. Rapat berlangsung
hingga pagi tanggal 17 Agustus 1945, hasilnya adalah rumusan teks
Proklamasi (Chusbiantoro, 2016: 48). Ada perbedaan pendapat tentang
siapa yang akan menandatangani teks Proklamasi itu. Akan tetapi, atas usaha
Sayuti Melik, akhirnya disepakati Sukarno-Hatta saja yang menandatangani
atas nama bangsa Indonesia, juga disepakati bahwa Proklamasi Kemerdekaan
akan diumumkan hari berikutnya tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10 pagi di
halaman Pegangsaan Timur No. 56, rapat pun usai (Muljana, 2008: 37)!”
Semua golongan yang hadir dan mengetahui keputusan rapat, segera
bertindak. Terutama golongan muda, mereka bergerak kian kemari
mengadakan hubungan dengan anggota-anggota golongannya. Atas bantuan
kaum buruh Kantor Berita Domei, mereka berhasil melipatgandakan surat
selebaran. Selain itu, para pemuda bergerak mengerahkan rakyat ke gedung
Pegangsaan Timur 56 untuk mendengarkan Proklamasi Kemerdekaan. Pukul
10 pagi, Proklamasi Kemerdekaan diumumkan oleh Sukarno didampingi
Hatta, dan didahului dengan pidato singkat (Muljana, 2008: 37).
“Saudara-saudara sekalian! Saya telah minta saudara-saudara hadir di sini
untuk menyaksikan satu peristiwa mahapenting dalam sejarah kita.
Berpuluh-puluh tahun bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan
tanah air kita, bahwa telah beratus-ratus tahun. Gelombangnya aksi kita
untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya dan ada turunnya, tetapi
jiwa kita tetap menuju ke arah cita- cita. Juga di zaman Jepang, usaha kita
untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak henti-henti. Di zaman Jepang
ini, tampak saja kita menyadarkan diri kepada mereka, tetapi pada
hakikatnya tetap kita menyusun tenaga kita sendiri. Sekarang tibalah saatnya
kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam
tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam
tangannya sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam
telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia
dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata berpendapat bahwa
sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita. Saudara-
saudara! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah
proklamasi kami!” (Muljana, 2008: 37-38)

84 NILAI-NILAI KEJUANGAN
PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-


hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dll., diselenggarakan dengan
cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, hari 17 bulan 8 tahun 45 Atas


nama bangsa Indonesia
Sukarno-Hatta

“Demikianlah saudara-saudara, kita sekarang telah merdeka! Kita sekarang


telah merdeka! Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air dan
bangsa kita. Mulai saat ini kita menyusun negara kita. Negara merdeka,
Negara Republik Indonesia, negara kekal abadi. Tuhan memberkati
kemerdekaan kita itu” (Muljana, 2008: 37-38).

Titik kulminasi perjuangan kemerdekaan bangsa tercapai dengan


Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18
Agustus 1945 disahkan Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan negara,
serta Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara. Lahirnya
negara Republik Indonesia menimbulkan reaksi dari pihak Belanda yang
ingin menjajah kembali dan mulailah perjuangan yang dahsyat dalam segala
bidang, terutama perjuangan bersenjata dan perjuangan dalam bidang politik
dan diplomasi.
Sehari kemudian setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, secara aklamasi
Sukarno dan Hatta diangkat sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama
bangsa Indonesia. Oleh karena peran kedua tokoh tersebut, keduanya
disebut dwi tunggal, Bapak Proklamator Indonesia. Dalam pengertiannya
Dwi Tunggal adalah dua tetapi satu, dengan kata lain dua yang menyatu.
Bukanlah jelas-jelas mengakui berbeda dalam hal pemikiran, karena
pada masa sebelum kemerdekaan kedua tokoh ini yang paling menonjol.
Sukarno mewakili aktivitas pergerakan paling menonjol dari dalam negeri,
hasil didikan Hindia Belanda dan tidak pernah bersekolah di luar negeri,
sedangkan Hatta mewakili aktivitas pergerakan dari luar negeri melalui
perkumpulan Perhimpunan Indonesia di Eropa khususnya negeri Belanda.
Meski berbeda latar belakang keilmuan, dua sosok ini (Sukarno dan Hatta),
kemudian dipersatukan dalam satu perjuangan kemerdekaan Republik
Indonesia (Romandhon, 2015: 91).
Ketika Bung Karno dan Bung Hatta dengan gagah berani menyatakan
kemerdekaan bangsa ini, rakyat seluruhnya dapat menerima dan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 85
menyambut dengan gegap gempita dengan keyakinan bahwa
Kemerdekaan akan membawa mereka ke gerbang kemakmuran
kecerdasan keadilan sosial dan hidup bermartabat di dunia. Masa awal
kemerdekaan yang dipimpin oleh Sukarno dengan mengutamakan
pematangan nasionalisme. Pidatonya yang berapi-api seperti istilah
berdikari Go To hell with Your Aid mengajak bangsanya untuk percaya
pada kemampuan diri sendiri. Semangat seperti itu sangat dibutuhkan
sebagai sebuah bangsa yang baru melepaskan diri dari penjajahan negara
asing.
Indonesia segera membentuk Kepemerintahan Republik Indonesia,
yaitu dengan berbagai hal (Aman, 2015).
1. Pengesahan UUD 1945
2. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
3. Pembagian wilayah Indonesia
4. Pembentukan Departemen
5. Pembentukan Komite Nasional Indonesia
6. Membentuk Kekuatan Pertahanan dan Keamanan

Pada awal berdirinya negara Republik Indonesia, kehidupan bangsa


Indonesia belum stabil dalam berbagai bidang, baik dalam bidang ekonomi,
sosial, budaya, maupun bidang politik. Pernyataan Proklamasi Kemer-
dekaan Indonesia itu belum berarti wujud kehidupan lalu berubah secara
drastis, tetapi Proklamasi merupakan titik awal untuk mengatar rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang menuju kemajuan dan kesejahteraan
sosial. Dalam hal ini proklamasi mempunyai dua arti penting. Pertama,
bahwa Indonesia dengan tekad dan kekuatan sendiri menjadi bangsa
yang merdeka, bebas dari penjajahan asing yang dideritanya selama 350
tahun masa Belanda dan 3,5 tahun pada masa pendudukan Jepang. Bangsa
Indonesia akan mengatur diri sendiri negaranya dan mempertahankannya
terhadap gangguan dari luar. Kedua, bangsa Indonesia menjadi pelopor
bangsa Asia Afrika karena merupakan bangsa pertama di Asia yang merdeka
setelah Perang Dunia II, yaitu tiga hari setelah perang selesai.
Kita bisa menyelami kondisi gentingnya masa sekitar Proklamasi itu
dengan membaca sebuah puisi. Dengan puisi ini kita akan merasa menjadi
bagian dari masa itu dan kitalah sebagai pemuda sang pewaris sejarah
bangsa Indonesia.

86 NILAI-NILAI KEJUANGAN
Karawang - Bekasi
Karya Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi


tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
Terbayang kami maju dan mendegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi


Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa


Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan


Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau
tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi


Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami


Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami


yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

Pesan moral dari Chairil Anwar kepada para penerus perjuangan


bangsa lewat puisinya adalah (Sunandar, 2015):

NILAI-NILAI KEJUANGAN 87
1. Semangat melanjutkan perjuangan meskipun tidak dalam bentuk
perang ataupun harus mati, tetapi lebih kepada memajukan Negara
dan tetap mengenang jasa-jasa pahlawan yang telah tiada. Puisi Chairil
Anwar ini merupakan satu cara untuk mengingatkan kita terhadap
segala jasa dan perjuangan yang telah dilakukan oleh para pahlawan.
2. Perjuangan para pahlawan belum selesai hingga Chairil Anwar
mencoba mengetuk hati kaum muda untuk melanjutkan perjuangan
para pahlawan. Maka dari itu, hargailah jasa para pahlawan.
3. Puisi ini mengandung makna yang dalam, menggambarkan insan-insan
yang rela mati muda demi perjuangan kemerdekaan yang meminta
kesadaran serta simpati insan masa kini untuk tetap mengenang
mereka dan melanjutkan perjuangan untuk membela tanah air.

Karya Chairil Anwar dengan judul “Karawang-Bekasi” ini betul-betul


hidup dan sangat berkesan bagi siapa saja yang membacanya sehingga
menimbulkan semangat untuk melanjutkan sebuah perjuangan yang selalu
berkelanjutan. Maka tidak salah kalau Chairil Anwar ini dijuluki “Penyair
legendaris Indonesia” dan Pelopor “Angkatan 45.”

Gambar 11. Alur Hakikat Perjuangan Proklamasi.

Jiwa mereka berkembang menjadi semangat merdeka yang semakin


mengggelora di dalam dada para pelaku perjuangan pada tahap ini dan
merupakan motivasi perjuangan yang kuat. Pada gilirannya merupakan
daya dorong yang kuat pula bagi perkembangan jiwa, semangat, dan

88 NILAI-NILAI KEJUANGAN
nilai-nilai kejuangan lain. Jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan yang
tumbuh serta berkembang kemudian diberi nama dan dikenal sebagai
jiwa, semangat, dan nilai-nilai 45. Kemerdekaan adalah hak segala
bangsa. Kemerdekaan fitrah dan hak asasi manusia sebagai ciptaan
Tuhan. Oleh karena itu, wajar kalau bangsa Indonesia berusaha dengan
segala daya, dengan penuh pengorbanan baik jiwa, raga, maupun harta.
Dengan semboyan “merdeka atau mati” dan disertai dengan semangat
jihad, bangsa Indonesia akan berjuang sampai titik darah penghabisan
untuk sebuah kemerdekaan. Hal ini menunjukkan bahwa kemerdekaan
Indonesia merupakan hal yang sangat asasi dan tahapan sangat penting
bagi eksistensi suatu bangsa.
Dalam periode ini, jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan yang
timbul dan berkembang dalam periode ini, menjadi bekal, landasan, serta
daya dorong mental spiritual yang tangguh dan kuat dalam perjuangan
masa Proklamasi bangsa pada tanggal 17 Agustus 1945. Perjuangan
masa Proklamasi melahirkan nilai-nilai operasional, yang memperkuat
jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan yang timbul sebelumnya, di
antaranya adalah rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka, percaya
pada diri sendiri dan kemampuan sendiri, percaya pada hari depan yang
gemilang, idealisme kejuangan yang tinggi, semangat berkorban untuk
tanah air, bangsa dan negara, sepi ing pamrih rame ing gawe, nasionalisme,
patriotisme, jiwa kepahlawanan, rasa setia kawan, senasib sepenangungan,
rasa kekeluargaan, dan kegotong-royongan, semangat tidak kenal menyerah
dan pantang mundur serta nilai-nilai kejuangan lainnya.
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan bahwa Proklamasi
Kemerdekaan sebagai kulminasi perjuangan kemerdekaan bangsa yang
sudah diperjuangkan sejak masa kedaulatan, masa pergerakan nasional,
sehingga mengantar Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Perjuangan kemerdekaan
itu membutuhkan pengorbanan yang cukup besar bagi bangsa Indonesia,
berkorban nyawa, harta benda, dan keluarga.

B. Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan


Setelah Proklamasi Kemerdekaan, bukan berarti perjuangan bangsa
Indonesia selesai. Kedatangan tentara sekutu yang diboncengi tentara
NICA adalah ancaman bagi kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian,
perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan terus berlangsung, baik

NILAI-NILAI KEJUANGAN 89
melalui perang maupun diplomasi (Aman, 2015). Di sinilah mulai
muncul perlawanan dari seluruh rakyat yang bahu-membahu dengan para
pejuang lainnya.

Dengan persenjataan yang sangat sederhana, mereka berani melawan


musuh yang memiliki persenjataan modern dengan modal tekad dan rasa
percaya diri yang tinggi. Dengan meneriakkan semboyan-semboyan yang
begitu membangkitkan semangat, mereka berjuang tanpa pamrih sampai
titik darah penghabisan. Tidak ada rasa takut sedikitpun menghadapi
lawan yang memiliki persenjataan jauh lebih unggul. Rasa sikap bangga
dan mencintai bangsa dan tanah air sangat menggelora di dalam sanubari
rakyat Indonesia pada waktu itu. Sikap bangga dan mencintai bangsa
disebut juga patriotisme. Hal ini senada dengan ungkapan Budiyono
(2007:63) bahwa patriotisme yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai
sifat kepahlawanan merupakan salah satu bagian dari sikap kejuangan.

Pertempuran terjadi hampir di seluruh penjuru Indonesia, seperti di


Semarang, Surabaya, Ambarawa, Bandung, Medan, dan Palembang
yang menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai-nilai kejuangan yang
digunakan sebagai ‘senjata moral’ dapat berperan secara efektif sebagai
pendorong semangat berperang para pejuang dan akhirnya terbukti dapat
mengusir dan mengalahkan Belanda yang ingin kembali menjajah
bangsa Indonesia.

Pertempuran antara kedua belah pihak yang mengakhiri konflik fisik


pada periode ini adalah pertempuran empat hari di Solo yang
berlangsung dari tanggal 7 sampai 10 Agustus I949 yang juga disebut
sebagai pertempuran terakhir yang mengakhiri konflik Indonesia
Belanda sebelumnya. Selanjutnya, diikuti dengan penyerahan kedaulatan
dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27
Desember 1949, kecuali Irian Barat yang dijanjikan akan dibahas
setahun kemudian sebagai tindak lanjut dari Konferensi Meja Bundar
(KMB).
1. Perjuangan Bersenjata
Ketika Belanda kalah oleh Jepang, Belanda membentuk NICA di
Brisbone, Australia, di bawah H.J van Mook. Setelah Jepang kalah,
Belanda ingin kembali ke Indonesia. Alasan utamanya adalah alasan
ekonomi, dengan menyebutkan bahwa Indonesia bukan lagi jajahan
Belanda, melainkan wilayahnya yang sejajar dengan wilayah Belanda di

90 NILAI-NILAI KEJUANGAN
Eropa. Hal ini dimaksudkan agar kembalinya Belanda ke Indonesia
memiliki dasar hukum internasional yang kuat dan itu diterima dunia
Internasional (Aman, 2015).

Pasukan Sekutu yang mengurusi wilayah Indonesia tergabung dalam


AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) pimpinan Sir Philip C.
dari Inggris, dengan tugas melucuti tentara Jepang, membebaskan
tawanan perang, dan melakukan perundingan dengan RI. Perundingan
dilakukan pihak Inggris yang dipimpin oleh Brigjen AWS Mallaby
dengan para wakil pihak RI. Pertemuan tersebut menghasilkan
kesepakatan: a. Tentara Inggris tidak akan memasukkan serdadu
Belanda, b. Menjaga keamanan dan ketenteraman bersama, c. Kerja
sama pemerintah RI dengan Sekutu, d. Inggris akan melucuti tentara
Jepang. Namun dalam pelaksanaannya, Inggris mengingkari
kesepakatan. Secara sepihak AFNEI melakukan perjanjian dengan NICA
bahwa status Indonesia dikembalikan kepada kekuasaan Belanda. Oleh
karena itu, pertempuran antara tentara Indonesia dengan tentara sekutu
ataupun tentara Belanda tidak dapat dihindari di antaranya adalah
Pertempuran Surabaya, Pertempuran Ambarawa, Pertempuran Medan
Area, Peristiwa Bandung Lautan Api, Serangan Umum 1 Maret,
Pertempuran 4 Hari di Surakarta.

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan terjadi di berbagai


daerah dan mengorbankan banyak nyawa dan harta benda. Para pejuang
kemerdekaan tidak pernah gentar menghadapi kekuatan yang ingin
menjajah negara Indonesia lagi dengan sekuat tenaga dan semangat
patriotisme yang tinggi. Beberapa daerah yang melakukan perlawanan.
a. Pertempuran Surabaya
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor
Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan
bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor
dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan
diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 06.00
pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para
pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan perjuangan/ milisi.
Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa
Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan TKR (Tentara Keamanan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 91
Rakyat) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak
organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk
di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya
kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara
Inggris di Indonesia.
Bung Tomo, di Surabaya, salah satu pemimpin revolusioner Indonesia
yang paling dihormati. Tokoh ini bagi banyak orang yang terlibat dalam
Revolusi Nasional Indonesia mewakili jiwa perjuangan revolusi utama
Indonesia saat itu. Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai
melancarkan serangan. Pasukan sekutu mendapatkan perlawanan dari
pasukan dan milisi Indonesia.
Selain Bung Tomo, terdapat pula tokoh-tokoh berpengaruh lain
dalam penggerak rakyat Surabaya pada masa itu, beberapa datang dari
latar belakang agama seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab
Hasbullah serta kiai-kiai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-
santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada
waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan, tetapi
mereka lebih patuh dan taat kepada para kiai/ulama) sehingga
perlawanan pihak Indonesia berlangsung alot, dari hari ke hari, hingga
dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya
dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin
teratur. Pertempuran ini mencapai waktu sekitar tiga minggu.
Setidaknya 6000-16.000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan
200.000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan
Inggris dan India kira-kira sejumlah 600-2000 tentara. Pertempuran
berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah
menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk melakukan
perlawanan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang
menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai
Hari Pahlawan oleh bangsa Indonesia.
b. Pertempuran Bandung Lautan Api
Pada waktu tentara Sekutu memasuki Kota Bandung pada bulan
Oktober 1945, para pemuda dan pejuang sedang dalam pergulatan untuk
melaksanakan pemindahan kekuasaan dan merebut senjata serta
peralatan dari tentara Jepang. Tentara Sekutu menuntut supaya senjata-
senjata yang diperoleh dari pelucutan tentara Jepang dan berada di
tangan para pemuda diserahkan kepada Sekutu. Pada tanggal 21

92 NILAI-NILAI KEJUANGAN
November 1945, tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum pertama agar
Bandung bagian utara paling lambat tanggal 29 November 1945
dikosongkan oleh pihak Indonesia dengan alasan untuk menjaga
keamanan. Ultimatum itu tidak dihiraukan oleh para pejuang sehingga
sejak saat itu sering terjadi insiden dengan pasukan Sekutu. Batas kota
bagian utara dan bagian selatan adalah rel kereta api yang melintasi Kota
Bandung.
Untuk kedua kalinya tanggal 23 Maret 1946 tentara Sekutu
mengeluarkan ultimatum, kali ini supaya TRI mengosongkan seluruh
Kota Bandung. Pemerintah RI di Jakarta memerintahkan agar TRI
mengosongkan Kota Bandung, tetapi sementara itu dari markas di
Yogyakarta menginstruksikan supaya Kota Bandung tidak dikosongkan.
Akhirnya, TRI di Bandung mematuhi perintah dari Jakarta walaupun
dengan berat hati. Sebelum meninggalkan Kota Bandung, pejuang RI
melancarkan serangan umum ke arah kedudukan-kedudukan Sekutu dan
membumihanguskan Kota Bandung selatan. Kota Bandung sebelah
selatan pada tanggal 23 Maret 1946 dibakar dan menjadi lautan api,
sebelum TRI meninggalkannya.
Perang ini melahirkan lagu yang dapat menggelorakan semangat
perjuangan yaitu, lagu “Halo-Halo Bandung” yang di ciptaan oleh Ismail
Marzuki.
Lagu Halo-Halo Bandung Cipt. Ismail Marzuki

Halo-halo Bandung
Ibu kota Periangan
Halo-halo Bandung
Kota kenang-kenangan
Sudah lama beta
Tidak berjumpa dengan kau
Sekarang telah menjadi lautan api
Mari bung rebut kembali

c. Serangan Umum Empat Hari


Serangan Umum Empat Hari berlangsung pada 7–10 Agustus 1949
secara gerilya oleh para pejuang, pelajar, dan mahasiswa. Pelajar dan
mahasiswa yang berjuang tersebut kemudian dikenal sebagai tentara pelajar.
Mereka berhasil membumihanguskan dan menduduki markas-maskas
Belanda di Solo dan sekitarnya. Menurut catatan sejarah, serangan itu

NILAI-NILAI KEJUANGAN 93
digagas di kawasan Monumen Juang 45, Banjarsari, Solo. Untuk menyusun
serangan, para pejuang berkumpul di Desa Wonosido, Kabupaten Sragen
dari situlah ide untuk melakukan serangan umum dikobarkan.
Mereka yang melakukan serangan bergabung dalam Detasemen II
Brigade 17 Surakarta yang dipimpin Mayor Achmadi. Untuk menggempur
markas penjajah, serangan dilakukan dari empat penjuru Kota Solo. Rayon I
dari Pulokarto dipimpin Suhendro, Rayon II dipimpin Sumarto. Sementara
itu, Rayon III dengan komandan Prakosa, Rayon IV dikomandani A Latif
(almarhum), serta Rayon Kota dipimpin Hartono. Menjelang pertengahan
pertempuran Slamet Riyadi dengan pasukan Brigade V/Panembahan
Senopati turut serta dan menjadi tokoh kunci dalam menentukan jalannya
pertempuran.
Kegagalan Tentara Kerajaan Belanda mempertahankan Kota Solo
menggoyahkan keyakinan Parlemen Belanda atas kinerja tentaranya
sehingga memaksa perdana menteri Drees terpaksa mengakomodasi
tuntutan delegasi Indonesia sebagai syarat sebelum mereka bersedia
menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB).

2. Perjuangan Diplomasi
Perjuangan Diplomasi untuk memperoleh pengakuan dunia
Internasional mengenai kemerdekaan RI adalah jalan yang strategis.
Perjuangan diplomasi dimaksudkan untuk mengubah bahwa Indonesia
telah berdaulat dan mengharapkan PBB untuk mendukungnya dan
mendesak Belanda segera pergi dari Indonesia. Untuk kepentingan ini,
Indonesia harus menjalin hubungan yang baik dengan negara-negara lain
maupun PBB untuk mendukung perjuangan melalui diplomasi (Aman,
2015).
a. Menjalin Hubungan g. Pemerintah Darurat Repub-
Internasional lik Indonesia
b. Perjanjian Linggarjati h. Perjanjian Roem-Royen
c. Agresi Militer Belanda I i. Konfrensi Antar Indonesia
d. Upaya Diplomasi j. Konferensi Meja Bundar
(KMB
e. Perjanjian Renville
f. Agresi Militer Belanda II

Dalam periode mempertahankan kemerdekaan, jiwa, semangat, dan


94 NILAI-NILAI KEJUANGAN
nilai-nilai kejuangan yang timbul dan berkembang dalam periode ini,
menjadi bekal, landasan, serta daya dorong mental spiritual yang tangguh.
Masa dalam mempertahankan kemerdekaan yang diproklamasikan pada
17 Agustus 1945 akan memunculkan nilai-nilai kejuangannya. Perjuangan
bersenjata dan perjuangan dalam bidang politik dan diplomasi itu
melahirkan nilai-nilai oprasional, yang memperkuat jiwa, semangat, dan
nilai-nilai kejuangan yang timbul sebelumnya. Di antaranya adalah rasa
harga diri sebagai bangsa yang merdeka, percaya pada diri sendiri, dan
kemampuan sendiri, percaya pada hari depan yang gemilang, idealisme
kejuangan yang tinggi, semangat berkorban untuk tanah air, bangsa dan
negara, sepi ing pamrih rame ing gawe, nasionalisme, patriotisme, jiwa
kepahlawanan, rasa setia kawan, senasib sepenangungan, rasa
kekeluargaan, dan kegotong-royongan, semangat tidak kenal menyerah
dan pantang mundur serta nilai-nilai kejuangan lainnya.
Kesimpulannya adalah perjuangan untuk mempertahankan kemer-
dekaan terus berlangsung, baik melalui perang maupun diplomasi.

C. Penanggulangan Gangguan Keamanan Dalam Negeri


1. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan
ideologi
Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan PKI Madiun,
pemberontakan DI/TII dan peristiwa G30S/PKI. Ideologi yang diusung oleh
PKI tentu saja komunisme, sedangkan pemberontakan DI/TII berlangsung
dengan membawa ideologi agama. Perlu diketahui bahwa menurut Herbert
Feith, seorang akademisi Australia, aliran politik besar yang terdapat di
Indonesia pada masa setelah kemerdekaan (terutama dapat dilihat sejak
Pemilu 1955) terbagi dalam lima kelompok: nasionalisme radikal (diwakili
antara lain oleh PNI), Islam (NU dan Masyumi), komunis (PKI), sosialisme
demokrat (Partai Sosialis Indonesia/PSI), dan tradisionalis Jawa (Partai
Indonesia Raya, kelompok teosofis/kebatinan, dan birokrat pemerintah/
pamong praja). Pada masa itu, kelompok-kelompok tersebut nyatanya
memang saling bersaing dalam ideologi (Abdurakhman, 2015).
2. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan
kepentingan (vested interest)
Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan APRA, RMS dan
Andi Aziz. Vested Interest merupakan kepentingan yang tertanam dengan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 95
kuat pada suatu kelompok. Kelompok ini biasanya berusaha untuk
mengontrol suatu sistem sosial atau kegiatan untuk keuntungan sendiri.
Mereka juga sukar untuk mau melepas posisi atau kedudukannya sehingga
sering menghalangi suatu proses perubahan. Baik APRA, RMS dan
peristiwa Andi Aziz, semuanya berhubungan dengan keberadaan pasukan
KNIL atau Tentara Kerajaan di Hindia Belanda, yang tidak mau menerima
kedatangan tentara Indonesia di wilayah-wilayah yang sebelumnya mereka
kuasai. Dalam situasi seperti ini, konflik muncul (Abdurakhman, 2015).
3. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan
sistem pemerintahan
Termasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO
(Bijeenkomst Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta.
Masalah yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika
berdasarkan Perjanjian Linggarjati, Indonesia disepakati akan berbentuk
negara serikat/federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). RI
menjadi bagian RIS. Negara-negara federal lainnya misalnya adalah Negara
Pasundan, Negara Madura, atau Negara Indonesia Timur. BFO sendiri
adalah badan musyawarah negara-negara federal di luar RI, yang dibentuk
oleh Belanda. Awalnya, BFO berada di bawah kendali Belanda. Namun,
makin lama badan ini makin bertindak netral, tidak lagi melulu memihak
Belanda (Abdurakhman, 2015).
Kesimpulan mempelajari sejarah pergolakan bangsa yang pernah
terjadi dan membahayakan persatuan nasional merupakan hal sangat
penting, agar kita mendapatkan pembelajaran sekaligus peringatan.
Mengapa sampai timbul perpecahan, mengapa perpecahan itu bisa
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, dan apa yang salah dengan
bangsa kita. Memberikan pembelajaran dan inspirasi bagaimana kita
menghadapi berbagai potensi disintegrasi bangsa pada masa kini dan masa
yang akan datang. Semua itu tidak lain harus dilakukan demi lestarinya
kita sebagai sebuah bangsa.

D. Masa Pemerintahan Orde Baru


Masa peralihan dari pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru hingga
kini menjadi peristiwa yang masih menyimpan kontroversi. Utamanya
adalah yang berhubungan dengan pertanyaan “Siapa dalang Gerakan 30
September 1965 sebenarnya?” Setidaknya terdapat enam teori mengenai
peristiwa kudeta G30S tahun 1965 ini (Abdurakhman, 2015).
96 NILAI-NILAI KEJUANGAN
1. Gerakan 30 September merupakan persoalan internal Angkatan
Darat (AD)
Dikemukakan antara lain oleh Anderson, W.F. Wertheim, dan Coen
Hotsapel, teori ini menyatakan bahwa G30S hanyalah peristiwa yang timbul
akibat adanya persoalan di kalangan AD sendiri. Hal ini misalnya didasarkan
pada pernyataan pemimpin gerakan, yaitu Letnan Kolonel Untung yang
menyatakan bahwa para pemimpin AD hidup bermewah- mewahan dan
memperkaya diri sehingga mencemarkan nama baik AD. Pendapat seperti
ini sebenarnya berlawanan dengan kenyataan yang ada. Jenderal
Nasution misalnya, Panglima Angkatan Bersenjata ini justru hidupnya
sederhana.
2. Dalang Gerakan 30 September adalah Dinas Intelijen Amerika
Serikat (CIA)
Teori ini berasal antara lain dari tulisan Peter Dale Scott atau Geoffrey
Robinson. Menurut teori ini AS sangat khawatir Indonesia jatuh ke tangan
komunis. PKI pada masa itu memang tengah kuat-kuatnya menanamkan
pengaruh di Indonesia. Oleh karena itu, CIA bekerja sama dengan suatu
kelompok dalam tubuh AD untuk memprovokasi PKI agar melakukan
gerakan kudeta. Setelah itu, ganti PKI yang dihancurkan. Tujuan akhir
skenario CIA ini adalah menjatuhkan kekuasaan Sukarno.
3. Gerakan 30 September merupakan pertemuan antara kepentingan
Inggris-AS
Menurut teori ini G30S adalah titik temu antara keinginan Inggris yang
ingin sikap konfrontatif Sukarno terhadap Malaysia bisa diakhiri melalui
penggulingan kekuasaan Sukarno, dengan keinginan AS agar Indonesia
terbebas dari komunisme. Di masa itu, Sukarno memang tengah gencar
melancarkan provokasi menyerang Malaysia yang dikatakannya sebagai
negara boneka Inggris. Teori dikemukakan antara lain oleh Greg Poulgrain.
4. Sukarno dalang Gerakan 30 September
Teori yang dikemukakan antara lain oleh Anthony Dake dan John
Hughes ini beranjak dari asumsi bahwa Sukarno berkeinginan melenyapkan
kekuatan oposisi terhadap dirinya, yang berasal dari sebagian perwira tinggi
AD. Karena PKI dekat dengan Sukarno, partai ini pun terseret. Dasar teori
ini antara lain berasal dari kesaksian Shri Biju Patnaik, seorang pilot asal
India yang menjadi sahabat banyak pejabat Indonesia sejak masa revolusi. Ia
mengatakan bahwa pada 30 September 1965 tengah malam Sukarno
memintanya untuk meninggalkan Jakarta sebelum subuh. Menurut Patnaik,

NILAI-NILAI KEJUANGAN 97
Sukarno berkata “sesudah itu saya akan menutup lapangan terbang”. Di sini
Sukarno seakan tahu bahwa akan ada “peristiwa besar” esok harinya.
Namun teori ini dilemahkan antara lain dengan tindakan Sukarno yang
ternyata kemudian menolak mendukung G30S. Bahkan pada 6 Oktober
1965, dalam sidang Kabinet Dwikora di Bogor, ia mengutuk gerakan ini.
5. Tidak ada pemeran tunggal dan skenario besar dalam peristiwa
Gerakan 30 September (teori chaos), dikemukakan antara lain oleh John
D. Legge, teori ini menyatakan bahwa tidak ada dalang tunggal dan tidak
ada skenario besar dalam G30S. Kejadian ini hanya merupakan hasil dari
perpaduan antara, seperti yang disebut Soekarno: “unsur-unsur Nekolim
(negara Barat), pimpinan PKI yang keblinger serta oknum-oknum ABRI
yang tidak benar”. Semuanya pecah dalam improvisasi di lapangan.
6. Dalang Gerakan 30 September adalah PKI
Menurut teori ini, tokoh-tokoh PKI adalah penanggung jawab peristiwa
kudeta, dengan cara memperalat unsur-unsur tentara. Dasarnya adalah
serangkaian kejadian dan aksi yang telah dilancarkan PKI antara tahun 1959-
1965. Dasar lainnya adalah bahwa setelah G30S, beberapa perlawanan
bersenjata yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri CC PKI
sempat terjadi di Blitar Selatan, Grobogan, dan Klaten. Teori yang
dikemukakan antara lain oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh ini
merupakan teori yang paling umum mengenai kudeta 30 September 1965.
Setelah peristiwa G 30 September nantinya akan mengantarkan bangsa
Indonesia ke masa yang baru yang dipimpin oleh Suharto. Masa
kepemimpinan Suharto ini dinamakan Indonesia Masa Orde Baru dengan
dikeluarkannya Surat Sebelas Maret. Terlepas dari teori mana yang benar
mengenai peristiwa G30S, dari peristiwa sejarah ini kita bisa mengambil
nilai-nilai yang ada. Bagaimana kita bisa menjadi manusia yang demokratis
kerena perbedaan pendapat antara setiap orang yang memahami peristiwa
ini. Nilai kesatuan dan persatuan masih menjadi kekuatan utama pada masa-
masa peralihan ke Orde Baru yang sangat berat sehingga bangsa Indonesia
masih kokoh berdiri.
1. Kebijakan dan Kepemimpinan Masa Orde Baru
Tujuan perjuangan Orde Baru adalah menegakkan tata kehidupan
bernegara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Sejalan dengan tujuan tersebut maka ketika
kondisi politik bangsa Indonesia mulai stabil untuk melaksanakan amanat

98 NILAI-NILAI KEJUANGAN
masyarakat maka pemerintah mencanangkan pembangunan nasional yang
diupayakan melalui Program Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan
Jangka Panjang. Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui
pembangunan lima tahun (Pelita) yang di dalamnya memiliki misi
pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan bangsa
Indonesia. Pada masa ini pengertian pembangunan nasional adalah suatu
rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi
seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Pembangunan nasional
dilakukan untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang
tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam usaha mewujudkan tujuan nasional maka Majelis Permusya-
waratan Rakyat pada 1973-1978-1983-1988-1993 menetapkan garis-garis
besar haluan negara (GBHN). GBHN merupakan pola umum pembangunan
nasional dengan rangkaian program-programnya yang kemudian dijabarkan
dalam rencana pembangunan lima tahun (Repelita). Adapun Repelita yang
berisi program-program konkret akan dilaksanakan dalam kurun waktu
lima tahun. Repelita ini dimulai sejak tahun 1969 sebagai awal pelaksanaan
pembangunan jangka pendek dan jangka panjang. Kemudian terkenal
dengan konsep Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (1969-1994) menurut
indikator saat itu pembangunan dianggap telah berhasil memajukan segenap
aspek kehidupan bangsa dan telah meletakkan landasan yang cukup kuat
bagi bangsa Indonesia untuk memasuki Pembangunan Jangka Panjang
Tahap II (1995-2020).
Pemerintahan Orde Baru senantiasa berpedoman pada tiga konsep
pembangunannasional yang terkenal dengansebutan Trilogi Pembangunan,
yaitu: (1) pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada
terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat; (2) pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi; dan (3) stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi akibat
pelaksanaan pembangunan tidak akan bermakna apabila tidak diimbangi
dengan pemerataan pembangunan. Oleh karena itu, sejak Pembangunan
Lima Tahun Tahap III (1 April 1979-31 Maret 1984) maka pemerintahan
Orde Baru menetapkan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu: (1) pemerataan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya pangan, sandang, dan
perumahan; (2) pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 99
pelayanan kesehatan; (3) pemerataan pembagian pendapatan; (4)
pemerataan kesempatan kerja; (5) pemerataan kesempatan berusaha; (6)
pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya
bagi generasi muda dan kaum wanita; (7) pemerataan penyebaran
pembangunan di seluruh wilayah tanah air; dan (8) pemerataan kesempatan
memperoleh keadilan.
2. Dampak Kebijakan Masa Orde Baru
Pendekatan keamanan yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru
dalam menegakkan stabilisasi nasional secara umum memang berhasil
menciptakan suasana aman bagi masyarakat Indonesia. Pembangunan
ekonomi pun berjalan baik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik
dan hasilnya dapat terlihat secara konkret. Indonesia berhasil mengubah
status dari negara pengimpor beras menjadi bangsa yang bisa memenuhi
kebutuhan beras sendiri (swasembada beras). Penurunan angka kemiskinan
yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat, penurunan angka
kematian bayi, dan angka partisipasi pendidikan dasar meningkat.
Namun, di sisi lain kebijakan politik dan ekonomi pemerintah Orde
Baru juga memberi beberapa dampak yang lain, baik di bidang ekonomi
dan politik. Dalam bidang politik, pemerintah Orde Baru cenderung
bersifat otoriter, Presiden mempunyai kekuasaan yang sangat besar dalam
mengatur jalannya pemerintahan. Peran negara menjadi semakin kuat yang
menyebabkan timbulnya pemerintahan yang sentralistis. Pemerintahan
sentralistis ditandai dengan adanya pemusatan penentuan kebijakan publik
pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah diberi peluang yang sangat kecil
untuk mengatur pemerintahan dan mengelola anggaran daerahnya sendiri.
Otoritarianisme merambah ke segenap aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik.
Pemerintah Orde Baru dinilai gagal memberikan pelajaran
berdemokrasi yang baik, Golkar dianggap menjadi alat politik untuk
mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara dua partai lainnya hanya
sebagai alat pendamping agar tercipta citra sebagai negara demokrasi.
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk
melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Demokratisasi yang
terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) sehingga
banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat
dan daerah yang diwakilinya.

100 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Meskipun pembangunan ekonomi Orde Baru menunjukkan
perkembangan yang menggembirakan, namun dampak negatifnya juga
cukup banyak. Dampak negatif ini disebabkan kebijakan Orde Baru yang
terlalu memfokuskan/mengejar pada pertumbuhan ekonomi, yang
berdampak buruk bagi terbentuknya mentalitas dan budaya korupsi para
pejabat di Indonesia. Distribusi hasil pembangunan dan pemanfaatan dana
untuk pembangunan tidak dibarengi kontrol yang efektif dari pemerintah
terhadap aliran dana tersebut sangat rawan untuk disalahgunakan.
Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan terbukanya akses dan
distribusi yang meratanya sumber-sumber ekonomi kepada masyarakat.
Hal ini berdampak pada munculnya kesenjangan sosial dalam masyarakat
Indonesia, kesenjangan kota dan desa, kesenjangan kaya dan miskin, serta
kesenjangan sektor industri dan sektor pertanian. Selain masalah-masalah
tersebut, tidak sedikit pengamat hak asasi manusia (HAM) dalam dan
luar negeri yang menilai bahwa pemerintahan Orde Baru telah melakukan
tindakan anti demokrasi dan diindikasikan telah melanggar HAM.
Beberapa tindakan yang berindikasi pelanggaran HAM, misalnya,
dapat disebut peristiwa Pulau Buru (tempat penjara bagi orang-orang
yang diindikasikan terlibat PKI) (1969-1979), peristiwa Malari (15 Januari
1974) yang berujung pada depolitisasi kampus. Kemudian pencekalan
terhadap Petisi 50 (5 Mei 1980), Penembak Misterius (Petrus) (Juli 1983),
Peristiwa Tanjung Priok (September 1984). Pada kurun 1988-1993, Daerah
Operasi Militer (DOM) Aceh (1989-1998). Kerusuhan Situbondo (Oktober
1996), Dukun Santet Banyuwangi (1998), Tragedi Trisakti (12 Mei 1998)
dan peristiwa-peristiwa lainnya.

Gambar 12. Alur Hakikat Perjuangan Masa Orde Baru.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 101


Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada masa
Orde Baru pembangunan menjadi prioritas kebijakan pemerintah Orde
Baru. Program berupa Repelita menunjukkan adanya pelaksanaan tahap
demi tahap pembangunan yang dilakukan dengan prioritas pembangunan
tertentu. Agenda pembangunan ini diformulasikan oleh pemerintah Orde
Baru dalam bentuk Trilogi Pembangunan. Sistem kepartaian
disederhanakan oleh pemerintah Orde Baru sejak awal tahun 1970-an ke
dalam tiga partai. Krisis ekonomi dan tuntutan demokratisasi menjadi
alasan gerakan mahasiswa yang akhirnya menjadikan orde ini diganti
dengan Orde Reformasi.

E. Ringkasan
Proklamasi Kemerdekaan sebagai kulminasi perjuangan kemerdekaan
bangsa yang sudah diperjuangkan sejak masa kedaulatan dan masa
pergerakan nasional mengantarkan Indonesia ke pintu gerbang
kemerdekaan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Perjuangan kemerdekaan itu membutuhkan pengorbanan yang cukup
besar bagi bangsa Indonesia, berkorban nyawa, harta benda dan keluarga.
Kesimpulan dari perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan
adalah perjuangan mempertahankan kemerdekaan terus berlangsung,
baik melalui perang maupun diplomasi. Di sinilah mulai muncul
perlawanan dari seluruh rakyat yang bahu-membahu dengan para pejuang
lainnya. Perjuangan dengan senjata di antaranya adalah Pertempuran
Surabaya, Pertempuran Ambarawa, Pertempuran Medan Area, Peristiwa
Bandung Lautan Api, Serangan Umum 1 Maret, Pertempuran 4 Hari di
Surakarta. Perjuangan Diplomasi untuk memperoleh pengakuan dunia
Internasional mengenai kemerdekaan RI adalah jalan yang strategis.
Perjuangan diplomasi dimaksudkan untuk mengubah bahwa Indonesia
telah berdaulat dan mengharapkan PBB utk mendukungnya dan mendesak
Belanda segera pergi dari Indonesia. Untuk kepentingan ini, Indonesia
harus menjalin hubungan yang baik dengan negara-negara lain maupun
PBB untuk mendukung perjuangan. Masa Orde baru merupakan masa
yang cukup penting dalam proses pembangunan Indonesia selanjutnya,
yang dikarenakan situasi politik sudah bisa diredam dan pemerintah bisa
memfokuskan dalam pembangunan nasional.
Dalam periode masa proklamasi dan mempertahankan kemerdekaan,
jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan yang timbul dan berkembang

102 NILAI-NILAI KEJUANGAN


dalam periode ini, menjadi bekal, landasan, serta daya dorong mental
spiritual yang tangguh. Masa kemerdekaan dan mempertahankan
kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 akan
memunculkan nilai-nilai kejuangannya. Perjuangan bersenjata,
perjuangan dalam bidang politik dan diplomasi itu melahirkan nilai-nilai
operasional, yang memperkuat jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan
yang timbul sebelumnya, di antaranya adalah rasa harga diri sebagai
bangsa yang merdeka, percaya pada diri sendiri dan kemampuan sendiri,
percaya pada hari depan yang gemilang, idealisme kejuangan yang
tinggi, semangat berkorban untuk tanah air, bangsa dan negara, sepi ing
pamrih rame ing gawe, nasionalisme, patriotisme, jiwa kepahlawanan, rasa
setia kawan, senasib sepenangungan, rasa kekeluargaan, dan kegotong-
royongan, semangat tidak kenal menyerah dan pantang mundur, serta nilai-
nilai kejuangan lainnya.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 103


BAGIAN KETUJUH
PERJUANGAN MASA
REFORMASI

A. Awal Masa Reformasi

P
roses kejatuhan Orde Baru telah tampak ketika Indonesia
mengalami dampak langsung dari krisis ekonomi yang melanda
negara-negara di Asia. Ketika krisis ini melanda Indonesia, nilai
rupiah jatuh secara drastis. Dampaknya terus menggerus di segala bidang
kehidupan, mulai dari bidang ekonomi, politik, dan sosial. Tidak sampai
menempuh waktu yang lama, sejak pertengahan tahun 1997, ketika krisis
moneter melanda dunia, bulan Mei 1998, Orde Baru akhirnya runtuh.
Krisis moneter membuka jalan bagi kita menuju terwujudnya kehidupan
berdemokrasi yang sehat, yang selama ini terkungkung oleh sistem
kekuasaan Orde Baru yang serba menguasai semua sisi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Proses menuju reformasi telah dimulai ketika wacana penentangan
politik secara terbuka kepada Orde Baru mulai muncul. Penentangan ini terus
digulirkan oleh mahasiswa, cendikiawan dan masyarakat, mereka menuntut
pelaksanaan proses demokratisasi yang sehat dan terbebas dari praktik
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) karena dampak tidak diimbanginya
pembangunan fisik dengan pembangunan mental (character building) terhadap
para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan maupun pelaku
ekonomi (pengusaha/konglomerat). Mereka juga menuntut terwujudnya rule
of law, good governance serta berjalannya pemerintahan yang bersih. Oleh
karena itu, bagi mereka reformasi merupakan sebuah masa dan suasana yang
104 NILAI-NILAI KEJUANGAN
senanatiasa terus diperjuangkan dan dipelihara. Jadi, bukan hanya sebuah
momentum, namun sebuah proses yang harus senantiasa dipupuk.
Kemunculan gerakan reformasi dilatarbelakangi terjadinya krisis
multidimensi yang dihadapi bangsa Indonesia. Gerakan ini pada awalnya
hanya berupa demonstrasi di kampus-kampus besar. Namun, mahasiswa
akhirnya harus turun ke jalan karena aspirasi mereka tidak mendapatkan
respons dari pemerintah. Gerakan Reformasi tahun 1998 mempunyai
enam agenda (Abdurakhman, 2015), yaitu:
1. Suksesi kepemimpinan nasional.
2. Amendemen UUD 1945.
3. Pemberantasan KKN.
4. Penghapusan dwifungsi ABRI.
5. Penegakan supremasi hukum.
6. Pelaksanaan otonomi daerah.

Tuntutan reformasi akhirnya menyulut kerusuhan besar di Jakarta


pada 14 Mei 1998 dan merembet ke kota-kota besar lainnya, seperti
Solo, Surabaya, Medan, dan Padang. Ratusan bangunan dan kendaraan
dihancurkan dan dibakar massa. Ratusan nyawa melayang. Belum lagi
luka psikologis yang diderita oleh sebagian warga Tionghoa yang menjadi
sasaran amuk kerusuhan.
Agenda utama gerakan reformasi adalah turunnya Suharto dari
jabatan presiden. Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional
yang akan diselenggarakan pada tanggal 20 Mei 1998 direncanakan oleh
gerakan mahasiswa sebagai momen Hari Reformasi Nasional. Namun
ledakan kerusuhan terjadi lebih awal dan di luar dugaan. Pada tanggal 12
Mei 1998 empat mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta tewas tertembak
peluru aparat keamanan saat demonstrasi menuntut Suharto mundur.
Mereka adalah Elang Mulya, Hery Hertanto, Hendriawan Lesmana, dan
Hafidhin Royan. Mereka tertembak ketika ribuan mahasiswa Trisakti dan
lainnya baru memasuki kampus setelah melakukan demostrasi di MPR.
Penembakan aparat di Universitas Trisakti itu menyulut demonstrasi
yang lebih besar. Pada tanggal 13 Mei 1998 terjadi kerusuhan, pembakaran,
dan penjarahan di Jakarta dan Solo. Kondisi ini memaksa Presiden Suharto
mempercepat kepulangannya dari Mesir. Sementara itu, mulai tanggal 14
Mei 1998 demonstrasi mahasiswa semakin meluas. Bahkan, para demonstran
mulai menduduki gedung-gedung pemerintah di pusat dan daerah. Mahasiswa

NILAI-NILAI KEJUANGAN 105


Jakarta menjadikan gedung DPR/MPR sebagai pusat gerakan yang relatif
aman. Ratusan ribu mahasiswa menduduki gedung rakyat. Bahkan, mereka
menduduki atap gedung tersebut. Mereka berupaya menemui pimpinan
MPR/DPR agar mengambil sikap yang tegas. Akhirnya, tanggal 18 Mei 1998
Ketua MPR/DPR Harmoko meminta Suharto turun dari jabatannya sebagai
presiden.
Pada 21 Mei 1998, Presiden Suharto akhirnya mengundurkan diri
dan segera digantikan oleh B.J. Habibie yang tadinya menjabat sebagai
wakil presiden. Namun, naiknya B.J. Habibie ke kursi presiden tidak secara
bulat dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat. Bahkan, kekuatan
reformasi menjadi terbelah di antara pendukung dan penentang B.J.
Habibie.

B. Masa Kepemimpinan Presiden B.J. Habibie


Setelah Presiden Suharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai
Presiden Republik Indonesia pada 21 Mei 1998, pada hari itu juga Wakil
Presiden B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden RI ketiga di bawah pimpinan
Mahkamah Agung di Istana Negara. Dasar hukum pengangkatan Habibie
adalah berdasarkan TAP MPR No.VII/MPR/1973 yang berisi “jika Presiden
berhalangan, maka Wakil Presiden ditetapkan menjadi Presiden”.
Ketika Habibie naik sebagai Presiden, Indonesia sedang mengalami
krisis ekonomi terburuk dalam waktu 30 tahun terakhir, disebabkan oleh
krisis mata uang yang didorong oleh utang luar negeri yang luar biasa besar
sehingga menurunkan nilai rupiah menjadi seperempat dari nilai tahun
1997. Krisis yang telah menimbulkan kebangkrutan teknis terhadap sektor
industri dan manufaktur serta sektor finansial yang hampir ambruk,
diperparah oleh musim kemarau panjang yang disebabkan oleh El Nino,
mengakibatkan turunnya produksi beras. Ditambah pula kerusuhan Mei
1998 telah menghancurkan pusat-pusat bisnis perkotaan, khususnya di
kalangan investor keturunan Cina yang memainkan peran dominan
dalam ekonomi Indonesia. Larinya modal, dan hancurnya produksi serta
distribusi barang-barang menjadikan upaya pemulihan menjadi sangat
sulit, hal tersebut menyebabkan tingkat inflasi yang tinggi.
Pengunduran diri Suharto telah membebaskan energi sosial dan politik
serta frustasi akibat tertekan selama 32 tahun terakhir. Menciptakan
perasaan senang secara umum akan kemungkinan politik yang sekarang
tampak seperti terjangkau. Kalangan mahasiswa dan kelompok pro

106 NILAI-NILAI KEJUANGAN


demokrasi menuntut adanya demokratisasi sistem politik, yaitu segera
meminta pemilihan umum dilakukan untuk memilih anggota parlemen
MPR yang dapat memilih presiden baru dan wakil presiden. Di samping
tuntutan untuk menyelenggarakan pemilihan umum secepat mungkin,
pemerintah juga berada di bawah tekanan kuat untuk menghapuskan
korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menandai Orde Baru.
Pidato pertama Habibie dilaksanakan pada 21 Mei 1998, malam
harinya setelah dilantik sebagai presiden. Beberapa pokok penting dari
pidatonya tersebut adalah kabinetnya akan menyiapkan proses reformasi
di ketiga bidang (Abdurakhman, 2015: 155).
1. Di bidang politik antara lain dengan memperbarui berbagai
perundang-undangan dalam rangka lebih meningkatkan kualitas
kehidupan berpolitik yang bernuansa pada Pemilu sebagaimana yang
diamanatkan oleh GBHN.
2. Di bidang hukum antara lain meninjau kembali Undang-Undang
Subversi.
3. Di bidang ekonomi dengan mempercepat penyelesaian undang-undang
yang menghilangkan praktik-praktik monopoli dan persaingan tidak
sehat.
Di samping itu, pemerintah akan tetap melaksanakan semua komitmen
yang telah disepakati dengan pihak luar negeri, khususnya dengan
melaksanakan program reformasi ekonomi sesuai dengan kesepakatan
dengan IMF. Pemerintah akan tetap menjunjung tinggi kerja sama
regional dan internasional, seperti yang telah dilaksanakan selama ini dan
akan berusaha dalam waktu yang sesingkat-singkatnya mengembalikan
dinamika pembangunan bangsa Indonesia yang dilandasi atas kepercayaan
nasional dan internasional yang tinggi.
Seperti dituturkan dalam pidato pertamanya, bahwa pemerintahannya
akan komitmen pada aspirasi rakyat untuk memulihkan kehidupan
ekonomi-sosial, meningkatkan kehidupan politik demokrasi dan
menegakkan kepastian hukum. Maka fokus perhatian pemerintahan
Habibie diarahkan pada tiga bidang tersebut (Abdurakhman, 2015: 155).
1. Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan
Dalam Kabinet Reformasi Pembangunan tersebut terdapat sebanyak 20
orang yang merupakan menteri pada Kabinet Pembangunan masa Suharto.
Kabinet Reformasi Pembangunan terdiri dari berbagai elemen kekuatan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 107


politik dalam masyarakat, seperti dari ABRI, partai politik (Golkar, PPP,
dan PDI), unsur daerah, golongan intelektual dari perguruan tinggi, dan
lembaga swadaya masyarakat. Untuk pertama kalinya sejak pemerintahan
Orde Baru, Habibie mengikutsertakan kekuatan sosial politik non Golkar,
unsur daerah, akademisi, profesional dan LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) sehingga diharapkan terjadi sinergi dari semua unsur kekuatan
bangsa tersebut. Langkah ini semacam rainbow coalition yang terakhir kali
diterapkan dalam Kabinet Ampera.
Menindaklanjuti tuntutan yang begitu kuat terhadap reformasi politik,
banyak kalangan menuntut adanya amandemen UUD 1945. Tuntutan
amandemen tersebut berdasarkan pemikiran bahwa salah satu sumber
permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara selama ini
ada pada UUD 1945. UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar
kepada presiden, tidak adanya check and balances system, terlalu fleksibel,
sehingga dalam pelaksanaannya banyak yang disalahgunakan, pengaturan
hak asasi manusia yang minim dan kurangnya pengaturan mengenai pemilu
dan mekanisme demokrasi.
2. Sidang Istimewa MPR 1998
Di tengah maraknya gelombang demonstrasi mahasiswa dan desakan
kaum intelektual terhadap legitimasi pemerintahan Habibie, pada 10-13
November 1998, MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk menentapkan
langkah pemerintah dalam melaksanakan reformasi di segala bidang.
Beberapa hasil yang dijanjikan pemerintah dalam menghadapi tuntutan
keras dari mahasiswa dan gerakan reformasi telah terwujud dalam
ketetapan-ketetapan yang dihasilkan MPR, antara lain:
a. Terbukanya kesempatan untuk mengamandemen UUD 1945 tanpa
melalui referendum. Pencabutan keputusan P4 sebagai mata pelajaran
wajib.
b. Masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi hanya sampai dua
kali masa tugas, masing-masing lima tahun.
c. Agenda reformasi politik meliputi pemilihan umum, ketentuan untuk
memeriksa kekuasaan pemerintah, pengawasan yang baik dan berbagai
perubahan terhadap dwifungsi ABRI.
d. Mendorong kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan pers,
kebebasan berserikat, dan pembebasan tahanan politik dan narapidana
politik.

108 NILAI-NILAI KEJUANGAN


3. Reformasi Bidang Politik
Sesuai dengan Tap MPR No. X/MPR/1998, Kabinet Reformasi
Pembangunan telah berupaya melaksanakan sejumlah agenda politik,
yaitu mengubah budaya politik yang diwariskan oleh pemerintahan
sebelumnya, seperti pemusatan kekuasaan, dilanggarnya prinsip- prinsip
demokrasi, terbatasnya partisipasi politik rakyat, menonjolnya
pendekatan represif yang menekankan keamanan dan stabilitas, serta
terabaikannya nilai-nilai Hak Asasi Manusia dan prinsip supremasi
hukum. Beberapa hal yang telah dilakukan B.J Habibie adalah
(Abdurakhman, 2015: 156-157):
a. Diberlakukannya otonomi daerah yang lebih demokratis dan semakin
luas. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah serta perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan akan meminimalkan
ancaman disintegrasi bangsa.
b. Kebebasan berpolitik dilakukan dengan pencabutan pembatasan
partai politik.
c. Pencabutan ketetapan untuk meminta Surat Izin Terbit (SIT) bagi
media massa cetak sehingga media massa cetak tidak lagi khawatir
diberedel melalui mekanisme pencabutan Surat Izin Terbit.
d. Diberlakukan pembatasan masa jabatan Presiden. Seorang warga negara
Indonesia dibatasi menjadi Presiden sebanyak dua kali masa jabatan saja.

4. Pelaksanaan Pemilu 1999


Pelaksanaan Pemilu 1999, boleh dikatakan sebagai salah satu hasil
terpenting lainnya yang dicapai Habibie pada masa kepresidenannya.
Pemilu 1999 adalah penyelenggaraan pemilu multipartai (yang diikuti
oleh 48 partai politik). Sebelum menyelenggarakan pemilu yang dipercepat
itu, pemerintah mengajukan RUU tentang partai politik, tentang pemilu,
dan tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Setelah RUU
disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil partai
politik dan wakil pemerintah. Hal yang membedakan pemilu 1999 dengan
pemilu sebelumnya (kecuali pemilu 1955) adalah dikuti oleh banyak partai
politik. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan
partai politik. Dengan masa persiapan yang tergolong singkat, pelaksanaan
pemungutan suara pada pemilu 1999 ini dapat dikatakan sesuai dengan
jadwal, 7 Juni 1999 (Abdurakhman, 2015: 158).

NILAI-NILAI KEJUANGAN 109


5. Pelaksanaan Referendum Timor Leste
Di berbagai forum internasional posisi Indonesia selalu dipojokkan.
Sebanyak 8 resolusi Majelis Umum PBB dan 7 resolusi Dewan Keamanan
PBB telah dikeluarkan. Indonesia harus menghadapi kenyataan bahwa untuk
memulihkan citra Indonesia, tidak memiliki pilihan lain kecuali berupaya
menyelesaikan masalah Timor Timur (Timor Leste) dengan cara- cara yang
dapat diterima oleh masyarakat internasional. Rakyat Timor- Timur
melakukan jajak pendapat pada 30 Agustus 1999 sesuai dengan Persetujuan
New York. Hasil jajak pendapat yang diumumkan PBB pada 4 September
1999, adalah 78,5% menolak dan 21,5% menerima. Setelah jajak pendapat
ini telah terjadi berbagai bentuk kekerasan, sehingga demi kemanusiaan
Indonesia menyetujui percepatan pengiriman pasukan multinasional di
Timor Timur.
Sesuai dengan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD
‘45, bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, maka Presiden Habibie
mengharapkan MPR berkenan membahas hasil jajak pendapat tersebut dan
menuangkannya dalam ketetapan yang memberikan pengakuan terhadap
keputusan rakyat Timor Timur. Sesuai dengan Perjanjian New York,
ketetapan tersebut mengesahkan pemisahan Timor Timur dan RI secara
baik, terhormat dan damai, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa
Indonesia adalah bagian dari masyarakat internasional yang bertanggung
jawab, demokratis, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
6. Reformasi Bidang Ekonomi
Sesuai dengan Tap MPR tentang pokok-pokok reformasi yang
menetapkan dua arah kebijakan pokok di bidang ekonomi, yaitu
penanggulangan krisis ekonomi dengan sasaran terkendalinya nilai
rupiah dan tersedianya kebutuhan bahan pokok dan obat-obatan dengan
harga terjangkau, serta berputarnya roda perekonomian nasional, dan
pelaksanaan reformasi ekonomi. Kebijakan ekonomi Presiden B.J. Habibie
dilakukan dengan mengikuti saran-saran dari Dana Moneter Internasional
yang dimodifikasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian
Indonesia yang semakin memburuk. Reformasi ekonomi mempunyai tiga
tujuan utama (Abdurakhman, 2015: 161), yaitu:
a. Merestrukturisasi dan memperkuat sektor keuangan dan perbankan.
b. Memperkuat basis sektor riil ekonomi.
c. Menyediakan jaringan pengaman sosial yang menderita akibat krisis.

110 NILAI-NILAI KEJUANGAN


7. Reformasi Bidang Hukum
Sesuai Tap MPR No.X/MPR/1998 reformasi di bidang hukum diarahkan
untuk menanggulangi krisis dan melaksanakan agenda reformasi di bidang
hukum yang sekaligus dimaksudkan untuk menunjang upaya reformasi di
bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya. Keberhasilan menyelesaikan
68 produk perundang-undangan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu
dalam 16 bulan. Tekad untuk mengadakan reformasi menyeluruh sesuai
dengan kebutuhan zaman. Penyempurnaan UUD dipandang penting untuk
menjamin agar pemerintahan di masa-masa yang akan datang semakin
mengembangkan sesuai dengan semangat demokrasi dan tuntutan ke
arah perwujudan masyarakat madani yang dicita-citakan (Abdurakhman,
2015:161-162).
8. Akhir Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie
Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang
Umum MPR tanggal 15-16 Oktober 1999. Pada umumnya masalah yang
dipersoalkan adalah masalah Timor Timur, pemberantasan KKN, masalah
ekonomi dan masalah HAM. Presiden Habibie memperlihatkan sikap
kenegarawanannya dengan menyatakan bahwa dia ikhlas menerima
keputusan MPR yang menolak laporan pertanggungjawabannya. Pada
kesempatan itu, Habibie juga menyatakan mengundurkan diri dari
pencalonan presiden periode berikutnya. Pada 20 Oktober 1999, Rapat
Paripurna ke-13 MPR dengan agenda pemilihan presiden dilaksanakan.
Lewat dukungan poros tengah (koalisi partai-partai Islam) Abdurrahman
Wahid memenangkan pemilihan presiden melalui proses pemungutan suara.
Ia mengungguli Megawati yang didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP) yang notabene adalah pemenang pemilu 1999. Peristiwa
ini menandai berakhirnya kekuasaan Presiden Habibie hanya berlangsung
singkat yaitu 17 bulan.

C. Masa Kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid


Abdurrahman Wahid yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur
terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia keempat pada tanggal 20
Oktober 1999. Terpilihnya Gus Dur sebagai presiden tidak terlepas dari
keputusan MPR yang menolak laporan pertanggungjawaban Presiden
B.J. Habibie. Berkat dukungan partai-partai Islam yang tergabung dalam
Poros Tengah, Abdurrahman Wahid mengungguli calon presiden lain yakni

NILAI-NILAI KEJUANGAN 111


Megawati Sukarnoputri dalam pemilihan presiden yang dilakukan melalui
pemungutan suara dalam rapat paripurna ke-13 MPR. Megawati
Sukarnoputri sendiri terpilih menjadi wakil presiden setelah mengungguli
Hamzah Haz dalam pemilihan wakil presiden melalui pemungutan suara
pula. Ia dilantik menjadi wakil presiden pada tanggal 21 Oktober 1999
(Abdurakhman, 2015: 163).
Perjalanan pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dalam
melanjutkan cita-cita reformasi diawali dengan membentuk Kabinet
Persatuan Nasional. Kabinetiniadalahkabinetkoalisidaripartai-partaipolitik
yang sebelumnya mengusung Abdurrahman Wahid menjadi presiden yakni
PKB, Golkar, PPP, PAN, PK dan PDI-P. Di awal pemerintahannya, Presiden
Abdurrahman Wahid membubarkan dua departemen yakni Departemen
Penerangan dan Departemen Sosial dengan alasan perampingan struktur
pemerintahan. Selain itu, pemerintah berpandangan bahwa aktivitas yang
dilakukan oleh kedua departemen tersebut dapat ditangani oleh masyarakat
sendiri. Dari sudut pandang politik, pembubaran Departemen Penerangan
merupakansalahsatu upaya untuk melanjutkanreformasi di bidang sosial dan
politik mengingat departemen ini merupakan salah satu alat pemerintahan
Orde Baru dalam mengendalikan media massa terutama media massa yang
mengkritisi kebijakan pemerintah (Abdurakhman, 2015: 164).
Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, MPR melakukan
amandemen terhadap UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 2000.
Amandemen tersebut berkaitan dengan susunan pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas pemerintahan pusat, provinsi,
kabupaten, dan kota. Amandemen ini sekaligus mengubah pelaksanaan
proses pemilihan umum berikutnya yakni pemilik hak suara dapat memilih
langsung wakil-wakil mereka di tiap tingkat Dewan Perwakilan tersebut.
Selain amandemen tersebut, upaya reformasi di bidang hukum dan
pemerintahan juga menyentuh institusi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI) yang terdiri atas unsur TNI dan Polri. Institusi ini kerap
dimanfaatkan oleh Pemerintah Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaan
terutama dalam melakukan tindakan represif terhadap gerakan demokrasi.
Pemisahan TNI dan Polri juga merupakan upaya untuk mengembalikan
fungsi masing-masing unsur tersebut. TNI dapat memfokuskan diri dalam
menjaga kedaulatan wilayah Republik Indonesia dari ancaman kekuatan
asing, sementara Polri dapat lebih berkonsentrasi dalam menjaga keamanan
dan ketertiban (Abdurakhman, 2015: 165).
Masalah lain yang menjadi pekerjaan rumah pemerintahan Presiden

112 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Abdurrahman Wahid adalah upaya untuk menyelesaikan berbagai kasus
KKN yang dilakukan pada masa pemerintahan Orde Baru. Kendati proses
hukum belum dapat dilanjutkan, Kejaksaan Agung menetapkan mantan
Presiden Suharto menjadi tahanan kota dan dilarang bepergian ke luar
negeri. Pada tanggal 3 Agustus 2000 Suharto ditetapkan sebagai terdakwa
terkait beberapa yayasan yang dipimpinnya.
Pencapaian lain pemerintahan Abdurrahman Wahid adalah pemulihan
hak minoritas keturunan Tionghoa untuk menjalankan keyakinan mereka
yang beragama Kong Hu Chu melalui Keputusan Presiden No. 6 tahun
2000 mengenai pemulihan hak-hak sipil penganut agama Kong Hu Chu.
Pada masa pemerintahannya, Presiden Abdurrahman Wahid berupaya
mengurangi campur tangan negara dalam kehidupan umat beragama
namun di sisi lain ia justru mengambil sikap yang berseberangan dengan
sikap partai politik pendukungnya terutama dalam kasus komunisme dan
masalah Israel. Sikap Presiden Abdurrahman Wahid yang cenderung
mendukung pluralisme dalam masyarakat termasuk dalam kehidupan
beragama dan hak-hak kelompok minoritas merupakan salah satu titik
awal munculnya berbagai aksi penolakan terhadap kebijakan dan gagasan-
gagasannya. Dalam kasus komunisme, Presiden Abdurrahman Wahid
melontarkan gagasan kontroversial yaitu gagasan untuk mencabut Tap
MPRS No. XXV tahun 1966 tentang larangan terhadap Partai Komunis
Indonesia dan penyebaran Marxisme dan Leninisme. Gagasan tersebut
mendapat tantangan dari kalangan Islam termasuk Majelis Ulama Indonesia
dan tokoh-tokoh organisasi massa dan partai politik Islam. Berbagai reaksi
tersebut membuat Presiden Abdurrahman Wahid mengurungkan niatnya
untuk membawa rencana dan gagasannya ke Sidang Tahunan MPR tahun
2000 (Abdurakhman, 2015: 165).
Kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Abdurrahman Wahid
dan jajaran pemerintahannya semakin menipis seiring dengan adanya
dugaan bahwa presiden terlibat dalam pencairan dan penggunaan dana
Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan (Yanatera) Bulog sebesar 35 miliar
rupiah dan dana bantuan Sultan Brunei Darussalam sebesar 2 juta dolar
AS. DPR akhirnya membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk melakukan
penyelidikan keterlibatan Presiden Abdurrahman Wahid dalam kasus
tersebut (Gonggong & Asy’arie (ed.), 2005: 220). Pada 1 Februari 2001 DPR
menyetujui dan menerima hasil kerja Pansus. Keputusan tersebut diikuti
dengan memorandum yang dikeluarkan DPR berdasarkan Tap MPR No. III/
MPR/1978 Pasal 7 untuk mengingatkan bahwa presiden telah melanggar

NILAI-NILAI KEJUANGAN 113


haluan negara yaitu melanggar UUD 1945 Pasal 9 tentang Sumpah Jabatan
dan melanggar Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan
Negara yang bebas KKN (Gonggong & Asy’asri (ed.), 2005:221).
Presiden Abdurrahman Wahid tidak menerima isi memorandum
tersebut karena dianggap tidak memenuhi landasan konstitusional. DPR
sendiri kembali mengeluarkan memorandum kedua dalam rapat paripurna
DPR yang diselenggarakan pada tanggal 30 April 2000. Rapat tersebut
memberikan laporan pandangan akhir fraksi-fraksi di DPR atas tanggapan
presiden terhadap memorandum pertama. Hubungan antara presiden dan
DPR semakin memanas seiring dengan ancaman presiden terhadap DPR.
Jika DPR melanjutkan niat mereka untuk menggelar Sidang Istimewa
MPR, maka presiden akan mengumumkan keadaan darurat, mempercepat
penyelenggaraan pemilu yang bermakna pula akan terjadi pergantian
anggota DPR, dan memerintahkan TNI dan Polri untuk mengambil
tindakan hukum terhadap sejumlah orang tertentu yang dianggap menjadi
tokoh yang aktif menyudutkan pemerintah.
Situasi ini juga meningkatkan ketegangan para pendukung presiden
dan pendukung sikap DPR di tingkat akar rumput. Ribuan pendukung
presiden terutama dari kota-kota di Jawa Timur melakukan aksi
menentang diadakannya Sidang Istimewa MPR yang dapat menjatuhkan
Abdurrahman Wahid dari kursi kepresidenan. Aksi ini berujung pada
perusakan dan pembakaran berbagai fasilitas umum dan gedung termasuk
kantor cabang milik sejumlah partai politik dan organisasi massa yang
dianggap mendukung DPR untuk mengadakan Sidang Istimewa MPR.
Dua hari menjelang pelaksanaan Sidang Paipurna DPR, Kejaksaan Agung
mengumumkan bahwa hasil penyelidikan kasus skandal keuangan Yayasan
Yanatera Bulog dan sumbangan Sultan Brunei yang diduga melibatkan
Presiden Abdurrahman Wahid tidak terbukti. Hasil akhir pemeriksaan ini
disampaikan Jaksa Agung Marzuki Darusman kepada pimpinan DPR
tanggal 28 Mei 2001.
Ketegangan antara pendukung presiden dan pendukung diselengga-
rakannya Sidang Istimewa MPR tidak menyurutkan niat DPR untuk
menyelenggarakan Sidang Istimewa MPR. Presiden sendiri menganggap
bahwa landasan hukum memorandum kedua belum jelas. DPR akhirnya
menyelenggarakan rapat paripurna untuk meminta MPR mengadakan Sidang
Istimewa MPR. Pada tanggal 21 Juli 2001 MPR menyelenggarakan Sidang
Istimewa yang dipimpin oleh ketua MPR Amien Rais. Di sisi lain Presiden
Abdurrahman Wahid menegaskan bahwa ia tidak akan mundur dari jabatan

114 NILAI-NILAI KEJUANGAN


presiden dan sebaliknya menganggap bahwa sidang istimewa tersebut
melanggar tata tertib MPR sehingga tidak sah dan ilegal.
Masa kepemimpinan Abdurahman Wahid yaitu melalui Sidang
Istimewa dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi atas
pertanggungjawaban Presiden yang dilanjutkan dengan pemungutan
suara untuk menerima atau menolak Rancangan Ketetapan MPR No. II/
MPR/2001 tentang pertanggungjawaban Presiden Abdurrahman Wahid
dan Rancangan Ketetapan MPR No. III/MPR/2001 tentang penetapan Wakil
Presiden Megawati Sukarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia.
Seluruh anggota MPR yang hadir menerima dua ketetapan tersebut.
Presiden dianggap telah melanggar haluan negara karena tidak hadir dan
menolak untuk memberikan pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa
MPR termasuk penerbitan Maklumat Presiden RI. MPR memberhentikan
Abdurrahman Wahid sebagai Presiden dan mengangkat Wakil Presiden
Megawati Sukarnoputri sebagai Presiden kelima Republik Indonesia pada
tanggal 23 Juli 2001 (Abdurakhman, 2015: 168).

D. Dinamika Kehidupan Bernegara Masa Reformasi


Masa Reformasi yang menumbangkan pemerintahan Orde Baru
memberikan ruang selebar-lebarnya bagi perubahan sistem dan perubahan
demokrasi di Indonesia. Masa Orde Baru yang sangat sentralistik
menimbulkankesenjanganterutamawilayah Jawadanluar Jawayangkurang
diperhatikan. Ketika pemerintah Orde Baru tumbang, keinginan untuk
mendapatkan ruang politik dan pemerintahan untuk mengatur wilayahnya
masing-masing menjadi harapan masyarakat di daerah-daerah yang pada
akhirnya melahirkan Undang-Undang Otonomi Daerah. Pembagian hasil
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam antara pemerintah pusat dan
daerah juga disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penerapan otonomi daerah
tersebut diiringi dengan perubahan sistem pemilu dan diselenggarakannya
pemilu langsung untuk mengangkat kepala daerah mulai dari gubernur
hingga bupati dan wali kota (Abdurakman, 2015).
Di bidang pers, perayaan demokrasi juga melahirkan sejumlah media
massa baru yang lebih leluasa menyuarakan berbagai aspirasi masyarakat.
Namun, kebebasan di bidang pers harus tetap memperhatikan aspek-aspek
keadilan dan kejujuran dalam menyebarkan berita. Berita yang dimuat
dalam media massa harus tetap mengedepankan fakta sehingga perayaan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 115


kebebasan pers yang telah sekian lama terkekang pada masa Orde Baru tidak
menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa
peristiwa Reformasi 1998, seperti halnya juga terjadi di beberapa negara
lain, menunjukkan bahwa sebuah perubahan hingga dapat memengaruhi
situasi politik nasional bahkan pergantian kepemimpinan, memerlukan
energi yang besar dan ide-ide cemerlang sehingga mampu menarik minat
masyarakat untuk berpartisipasi dalam gerbong perubahan itu sendiri.
Pengaruh dan ide-ide tokoh masyarakat yang bersinergi dengan semangat
pemuda dan mahasiswa yang melahirkan kekuatan besar dalam masyarakat
(people power) untuk melakukan perubahan (Abdurakman, 2015).
Tokoh masyarakat dan pemuda khususnya mahasiswa memainkan
peranan penting sebelum dan sesudah peristiwa Reformasi. Tokoh
masyarakat maupun pemuda pada masa Reformasi juga berpartisipasi
secara aktif dalam melanjutkan upaya untuk mewujudkan cita-cita reformasi
merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Gambar 13. Alur Hakikat Perjuangan Masa Reformasi.

Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari perubahan sistem pemilu.


Perubahan sistem tersebut menghasilkan para anggota eksekutif dan
legislatif dalam pemerintahan yang dianggap dapat lebih menyuarakan
kepentingan masyarakat termasuk peran aktif tokoh-tokoh masyarakat
dan mahasiswa yang sejak awal masa Reformasi telah aktif dalam
mengawal perubahan sejak tumbangnya pemerintahan Orde Baru.
Selama masa Reformasi, regenerasi kepemimpinan dari tokoh-tokoh

116 NILAI-NILAI KEJUANGAN


senior kepada tokoh-tokoh yang lebih muda juga memperlihatkan
kepedulian organisasi masyarakat dan partai politik terhadap pentingnya
peran serta aktif pemuda untuk memulai lebih dini dalam mengikuti
perkembangan dan perubahan politik yang dalam beberapa hal juga
memengaruhi ketatanegaraan. Selain itu, peran aktif pemuda juga
diharapkan dapat menyuarakan kepentingan generasi mendatang agar
dapat lebih kompetitif dengan bangsa-bangsa lain di tengah arus globalisasi.
Termasuk peningkatan anggaran di bidang pendidikan yang meliputi
sarana dan prasarana serta peningkatan anggaran untuk melakukan
penelitian.

E. Ringkasan
Berdasarkan penjelasan, dapat disimpulkan bahwa Reformasi lahir
sebagai reaksi langsung terhadap krisis ekonomi yang melanda Indonesia
sekaligus adanya tuntutan untuk terjadinya perubahan-perubahan di
Indonesia dalam berbagai bidang. Selama masa Reformasi hingga kini,
berbagai pembaharuan nyatanya memang terjadi. Pemilu misalnya,
berlangsung lebih demokratis. Pembaharuan di bidang hukum juga terjadi.
Desentralisasi berlangsung dan gerakan separatis GAM bisa diakhiri.
Nilai kejuangan yang kita peroleh dari masa Reformasi adalah
bagaimana hak kebebasan, hak merdeka, demokrasi, perjuangan HAM,
kesatuan dan persatuan, nasionalisme, religius, patriotisme, harga diri
bangsa, kesetiakawanan, disiplin, tanpa pamrih dan nilai-nilai kejuangan
lainnya.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 117


BAGIAN KEDELAPAN
KISAH KETELADANAN PARA
PAHLAWAN

A. Menghargai Jasa Pahlawan

P
erjuangan bangsa Indonesia telah menghasilkan banyak tokoh
besar bagi bangsa kita dalam proses mewujudkan kemerdekaan.
Masyarakat seharusnya melakukan telaah berbagai peristiwa dan
peranan tokoh besar yang kita sebut seorang pahlawan bangsa Indonesia,
untuk kemudian dipahami dan diinternalisasikan dalam kehidupan
kekinian sehingga melahirkan contoh untuk bersikap dan bertindak. Dari
sekian peristiwa itu antara lain pula ada pesan-pesan yang terkait dengan
nilai- nilai kepahlawanan seperti keteladanan, rela berkorban, cinta tanah
air, kebersamaan, kemerdekaan, kesetaraan, nasionalisme dan
patriotisme (Budiyono, 2007). Beberapa nilai ini dapat digali dan
dikembangkan melalui pembelajaran sejarah yang bermakna.
Setiap bangsa membutuhkan pahlawan. “Bangsa yang besar adalah
bangsa yang menghargai pahlawan,” kata Bung Karno. Maka bermunculan
biografi tentang pahlawan di Indonesia seperti dicatat oleh Taufik Abdullah;
Para Pahlawan Sejarah Dahulu Kala Termasuk Tokoh Legenda (Tamar Djaja,
1940), Diponegoro (Sagimun, 1965), Imam Bonjol (Mojoindo, 1951),
Patimura (Sapija, 1959), Si Singamangaraja (Nainggolan, 1957), Umar dan
Istri (Hazil, 1959), Cik Diro (Jakub, 1960), Agus Salim (Salam, 1963), Tjipto
(Balfas, 1951). Penerapan hari pahlawan baru dimulai tahun 1957 dengan
sebuah Keppres.
Pahlawan adalah orang yang memiliki jasa yang sangat besar terhadap

118 NILAI-NILAI KEJUANGAN


bangsa ini. Kalau saat kita dijajah banyak sekali penderitaan yang dirasakan
oleh rakyat Indonesia. Mereka mengalami kelaparan, kerja berat secara paksa,
bahkan miskin pendidikan. Banyak tokoh yang melakuan perlawanan dan
perjuangan terhadap kaum penjajah hingga akhirnya mereka mengorbankan
nyawa sebagai bentuk pengorbanannya terhadap bangsa ini. Pada akhirnya
mereka inilah yang disebut sebagai pahlawan (Sulastriani, 2008: 3).
Saat ini mereka telah tiada dan negara kita juga sudah merdeka seperti
yang diinginkan oleh para tokoh pahlawan tersebut. Kita dapat beraktivitas
dengan nyaman, kita dapat sekolah dengan baik, kita dapat bekerja dengan
nyaman, kita dapat menikmati keindahan bumi Indonesia dengan rasa
penuh syukur. Semua kenyamanan kita ini berkatperjuangan para pahlawan.
Oleh sebab itu, generasi sekarang harus terus bisa menghargai jasa-jasa
perjuangannya dan melanjutkan perjuangan para pahlawan dengan cara
mengisi kemerdekaan ini dengan kegiatan-kegiatan yang positif. Banyak
sekali yang bisa kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan bangsa, seperti
berprestasi dalam olahraga, pendidikan, ekonomi, teknologi, dan informasi
baik di tingkat nasional maupun internasional untuk mengharumkan
nama bangsa Indonesia. Menjaga keberagaman suku, ras, budaya, agama
yang ada di Indonesia untuk tetap utuh sebagai satu kesatuan bangsa yaitu
Indonesia. Para tokoh pahlawan juga mempunyai warisan yang sangat
berharga untuk kita warisi yaitu warisan cinta tanah air, nasionalisme, kerja
keras, tanggung jawab, patriotisme, pemberani, rela berkorban, religius,
dan nilai-nilai perjuangan lainnya.

B. Pahlawan Indonesia
Berbicara mengenai karakter bangsa Indonesia, saat zaman penjajahan,
sering menganggap bahwa orang Indonesia, khususnya Melayu, adalah
pemalas. Bahkan stereotip orang Jawa dikenal sebagai lemah lembut,
nrimo apa adanya, sehingga orang Belanda menganggap manusia
Indonesia tak mungkin mempunyai sikap melawan atau memberontak.
Tetapi sejarah bangsa Indonesia berbicara lain, yaitu munculnya kekuatan
perlawanan di daerah-daerah. Sudah tentu karakter perlawanan terhadap
penjajahan Belanda tidak hanya terjadi di Jawa, hampir di setiap daerah
memperlihatkan semangat perjuangan yang tinggi sebagai cermin rasa
cinta tanah air. Cara perjuangan mereka berbeda-beda. Namun, mereka
memiliki satu tujuan yaitu untuk membebaskan bangsa ini dari penindasan
para penjajah. Maka dari itu, mari kita kenali mereka dengan meneladani

NILAI-NILAI KEJUANGAN 119


semangat perjuangan mereka berikut ini.
1. Pangeran Diponegoro, Kobarkan Perjuangan Rakyat
Pangeran Diponegoro lahir dari keturunan Bangsawan Keraton
Yogyakarta bernama asli Raden Mas Ontowiryo. Lahir di Yogyakarta pada
11 November 1785, ia merupakan putra sulung Hamengkubuwana III,
seorang Raja Mataram di Yogyakarta. Lahir dari seorang selir bernama R.A.
Mangkarawati yang berasal dari Pacitan. Suatu ketika Diponegoro pernah
diangkat oleh ayahnya untuk menjadi seorang raja, namun keinginan
ayahnya pun tidak bisa dijalani. Menyadari bahwa kedudukannya hanyalah
seorang anak dari seorang selir. Sosoknya yang agamis membuat ia memilih
untuk hidup merakyat dan mendalami agama Islam yang dianutnya. Ia
lebih menyukai lingkungan Tegalrejo tempat eyang buyut putrinya yaitu
permaisuri dari Sultan Hamengkubuwana I (HB I) (Sulastriani, 2008).
Pemberontakan terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan
Hamengkubuwana V (HB V) (1822). Diponegoro menjadi salah satu anggota
perwalian yang mendampingi HB V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan
pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen
Belanda dan Diponegoro tidak menyetujui cara ini. Perang Diponegoro
berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro
di Desa Tegalrejo. Saat itu beliau memang sudah sangat tidak menyukai
tingkah laku Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan
sangat menyiksa rakyat dengan pembebanan pajak yang sangat berat.

Gambar 14. Pangeran Diponegoro


Sumber: Sulastriani (2008).

Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka mendapat


simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pengeran Mangkubumi,
120 NILAI-NILAI KEJUANGAN
pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo dan membuat markas di
sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu Diponegoro menyatakan
bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum
kafir. Semangat “perang sabil” yang dikobarkan Diponegoro membawa
pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh
agama di Surakarta, Kiai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro
di Goa Selarong. Dalam perjuangannya Pengeran Diponegoro dibantu oleh
putranya bernama Bagus Singlon atau Ki Sodewo, yang memiliki kesaktian
luar biasa. Ki Sodewo melakuan peperangan di wilayah Kulon Progo dan
Bagelen (Sulastriani, 2008).
Perlawanan Diponegoro yang sulit ditaklukkan membuat Belanda
berpikir keras. Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap
Diponegoro. Bahkan Belanda membuat sebuah sayembara untuk
penangkapan Diponegoro. Sampai akhirnya Diponegoro pun dapat
ditangkap pada 1830. Keinginan penghentian peperangan dari Belanda ia
abaikan. Sampai akhirnya ia beserta keluarga dan para pengikutnya yang
lain diasingkan ke Makassar dan wafat saat di pengasingan tersebut.
2. Kapiten Pattimura, Pahlawan Perjuangan Bangsa
Pahlawan yang satu ini merupakan pahlawan yang berasal dari
wilayah timur Indonesia. Ia bernama Thomas Matulessy tetapi kita lebih
mengenalnya dengan sebutan Kapitan Pattimura. Ia terlahir di sebuah desa
Haria, Pulau Saparua dan lahir pada tanggal 8 Juni 1783 (Kemalasari, 2008).
Thomas Matulessy yang terkenal dengan kekesatriaannya merupakan
keturunan dari keluarga besar Matulessy keluarga Kerajaan Maluku. Saat
usia 15 tahun ia pernah mengikuti pendidikan kemiliteran Inggris yang
menguasai daerah Maluku dan bergabung dalam Korps Ambon. Karena
kecakapan dan keterampilan yang tinggi pangkatnya dinaikkan dari sersan
menjadi sersan mayor.
Pada 1817 terjadi peperangan melawan Belanda karena membuat
aturan-aturan yang memberatkan rakyat. Beliau merupakan pria yang
tumbuh dengan jiwa kesatria, taatberagama, serta memiliki jiwa patriotisme
yang tinggi terhadap tanah airnya. Karena karakter itulah, ia memimpin
perlawanan terhadap Belanda dan didukung oleh para tokoh Maluku. Pada
tanggal 7 Mei 1817 dalam suatu rapat di Baileu, seluruh rakyat Saparua
mengangkat Thomas Matulessy menjadi panglima perang “Kapitan Besar”
dan memakai nama Pattimura. Dua hari kemudian perjuangan Pattimura
membawa hasil dengan merebut Benteng Duurstede dan menewaskan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 121


Residen Belanda Van den Berg. Belanda pun menambah pasukannya di
Maluku untuk merebut kembali benteng tersebut. Selain itu, Belanda
menjanjikan hadiah 1.000 gulden untuk siapa saja yang bisa menangkap
Pattimura, tetapi tidak ada yang tertarik.
Setelah beberapa hari gagal, akhirnya Belanda mengerahkan armada
pasukannya secara besar-besaran untuk menyerbu benteng yang dikuasai
Pattimura dari segala arah. Penyerangan ini dipimpin oleh Laksamana
Buyskes. Karena kekuatan perangnya tidak berimbang, akhirnya benteng
tersebut kembali direbut Belanda. Pasukan Pattimura pun mundur
meninggalkan benteng dan melakukan perjuangan melalui perang gerilya,
namun beberapa pejuang dapat ditangkap Belanda.

Gambar 15. Pattimura.


Sumber: Sulastriani (2008).

Pada 1817, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Mayor C.F. Meyer
berhasil mendesak pasukan Pattimura karena memiliki persenjataan
lengkap dan pasukan besar sehingga akhirnya bisa menangkap Pattimura
akibat pengkhianatan Raja Booi. Setelah ditangkap, Belanda menawarkan
kerja sama kepada Pattimura namun ditolaknya dengan tegas. Belanda
akhirnya mengajukan ke sidang pengadilan dan dijatuhi hukuman gantung
di depan benteng Nieuw Victoria pada tanggal 16 November 1817 dan
dimakamkan di Ambon. Atas jasa-jasanya diangkat sebagai Pahlawan
Perjuangan Kemerdekaan melalui SK Presiden RI No.087/TK/1973
November 1973.
3. Cut Nyak Dien, Perempuan Berhati Baja
Perempuan ini lahir di Lampadang, Aceh pada 1850. Ia adalah pahlawan

122 NILAI-NILAI KEJUANGAN


kemerdekaan nasional perempuan yang berhati baja. Terlahir sebagai
seorang perempuan, tidak membuat gentar akan peperangan. Dengan
gagah berani dan hati yang tidak kenal kompromi ia berjuang melawan para
penjajah.
Sosok seperti Cut Nyak Dien merupakan seorang pejuang kemerdekaan
yang banyak berjasa untuk bangsa ini. Jiwa kesatria yang ia miliki sudah
tertanam sejak kecil, mewarisi sifat ayahnya yang juga seorang pejuang
negeri. Saat kecil lingkungan mendidiknya menjadi seorang yang pemberani
karena saat itu situasi tengah memanas, hubungan Belanda dengan kerajaan
Aceh yang ia cintai tengah memburuk. Cut Nyak Dien dinikahkan oleh
orang tuanya pada usia belia, yaitu tahun 1862 dengan Teuku Ibrahim
Lamnga putra dari uleebalang Lam Nga XIII. Perayaan pernikahan
dimeriahkan oleh kehadiran penyair terkenal Abdul Karim yang
membawakan syair-syair bernapaskan agama dan mengagungkan
perbuatan-perbuatan heroik sehingga dapat menggugah semangat bagi
yang mendengarkannya, khususnya dalam rangka melawan kafir. Setelah
dianggap mampu mengurus rumah tangga sendiri, pasangan tersebut
pindah dari rumah orang tuanya. Selanjutnya, kehidupan rumah
tangganya berjalan baik dan harmonis. Mereka dikaruniai seorang anak
laki-laki. Namun pernikahannya tidak berlangsung lama. Suami tercintanya
gugur di medan perang. Saat itu ayah dan suaminya tengah melanjutkan
pertempuran melawan kolonial Belanda. Tanah kelahiran Cut Nyak Dien
yaitu Lamnga kala itu tengah diduduki oleh imperialis. Sang suami gugur
sebagai pahlawan pada bulan Juli 1878.
Sepeninggal suaminya, ia bersama pasukannya tetap melanjutkan
perlawanan terhadap Belanda. Saat suaminya meninggal, ia merasa sangat
terpukul dan sedih. Namun kesedihannya tidak membuat ia putus asa.
Lantas ia berjanji untuk terus melanjutkan perjuangan suaminya yang
sangat ia sayangi. Selain itu ia juga berjanji, akan menikah kembali dengan
seseorang yang bersedia mendukung perjuangan melawan imperialis
Belanda yang sangat serakah. Begitulah tekad seorang kesatria yang
mempunyai jiwa patritosme yang tinggi terhadap bangsa dan tanah air
(Sulastriani, 2008).
Sebagaimana tekadnya terdahulu, dua tahun setelah suami pertamanya
gugur, ia dipersunting kembali oleh seseorang yang mempunyai jiwa
kesatria dan sangat mendukung perjuangan Cut Nyak Dien. Ia bernama
Teuku Umar. Ia juga adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Untuk
kedua kalinya kesabaran dan ketegaran hati Cut Nyak Dien kembali diuji.
NILAI-NILAI KEJUANGAN 123
Suami tercintanya kembali harus gugur dalam sebuah perlawanan terhadap
Belanda. Ia gugur saat pertempuran di Meulaboh pada 11 Februari 1899.
Kesedihan Cut Nyak Dien kembali menimpa seperti saat suami pertamanya
gugur. Walaupun demikian, hatinya yang sekeras baja tidak pernah lelah
untuk menyerang kembali imperialis yang telah merenggut orang-orang
yang ia cintai.

Gambar 16. Cut Nyak Dien.


Sumber: Sulastriani (2008).

Di tengah kesendiriannya yang tanpa seorang pendamping, ia bertekad


untuk kembali meneruskan cita-cita perjuangan serta perjuangan suami-
nya yang rela berkorban nyawa untuk tanah air. Walau seorang perem-
puan, dengan jiwa yang pemberani dan tanpa kompromi ia ikut dalam
sebuah gerilya melawan Belanda. Pergerakannya semakin meresahkan
pihak Belanda sehingga berkali-kali ia dijadikan sasaran untuk ditangkap.
Namun, dengan kehendak-Nya, ia tidak pernah berhasil ditangkap.
Saat usianya semakin senja, fisiknya pun melemah. Cut Nyak Dien
semakin sering sakit-sakitan dan semakin berkurang pasukannya. Kala itu
satu hal yang tidak disangka adalah pengepungan oleh Belanda. Karena
pasukan Belanda yang jumlahnya jauh lebih banyak, akhirnya dapat
melumpuhkan perlawanan Cut Nya Dien, kemudian ditawan oleh Belanda.
Walaupundalam tawanan, perjuangannya tidak pernah berhenti. Ia kemudian
diasingkan di sebuah kota di Jawa Barat yaitu Sumedang dan pada akhirnya
perempuan yang berhati baja tersebut wafat dalam kondisi pengasingan.

124 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Walaupun jasadnya sudah tiada, tetapi jiwa patriotnya tetap tumbuh
di hati perempuan-perempuan Indonesia karena kemudian ia menjadi
inspirasi bagi pejuang-pejuang yang lain. Begitulah akhir hidup seorang
patriot yang berhati baja. Keberaniannya semakin membuat negeri ini
kagum.
4. R.A Kartini, Pelopor Kebangkitan Kaum Perempuan
Raden Ajeng Kartini yang memiliki nama asli Raden Ayu Kartini,
lahir di Jepara, 21 April 1879. Ia seorang perempuan yang terlahir dari
lingkungan bangsawan. Merupakan keturunan ningrat dari Raden Mas
Sosroningrat. Selain bangsawan, ayahnya merupakan seorang Bupati
Jepara. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
Kartini merupakan perempuan yang cerdas dan memiliki semangat belajar
yang tinggi. Walau terlahir sebagai putri bangsawan, kondisi tersebut tidak
membuatnya menjadi orang yang pemalas. Justru ia tumbuh menjadi sosok
perempuan yang mandiri, rajin, dan tumbuh dewasa dengan memiliki
pandangan-pandangan kritis terhadap kondisi-kondisi di lingkungannya
(Sulastriani, 2008: 11-12).
Emansipasi wanita dan masalah sosial lain menjadi pemikirannya.
Kartini sangat suka membaca, sebagian besar yang dibaca adalah buku- buku
berbahasa Belanda. Selain buku, juga membaca majalah-majalah di
antaranya terdapat kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga
ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Tidak hanya membaca,
Kartini juga rajin mengirimkan tulisan-tulisan sebagian buah dari pikirannya
pada majalah yang pada waktu itu dikelola oleh Belanda, yaitu majalah
wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini melihat perjuangan
perempuan agar memperoleh kebebasan, otonomi, dan persamaan hukum
sebagai bagian dari gerakan.
Pada masa itu, masyarakat banyak menggunakan agama sebagai alasan
untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. Maka dari itu, dalam
tulisan-tulisan yang ia kirimkan salah satunya memuat tentang kritik
terhadap agama. Dari pemikirannya ia mempertanyakan mengapa kitab
suci harus dihafalkan dan dilafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami.
Padahal menurutnya, agama harus menjaga kita dari perbuatan dosa, tetapi
berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama. Surat-surat yang
ia kirimkan tersebut juga membuat perubahan pada pandangan Belanda
terhadap perempuan Jawa.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 125


Gambar 17. R.A Kartini.
Sumber: Sulastriani (2008).

Selain itu, surat-surat Kartini juga banyak mengungkap tentang


kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi
perempuan Jawa yang lebih maju. Walaupun memiliki ayah yang cukup
maju namun tetap saja keinginannya untuk menjadi wanita lebih maju
sangat sulit ia dapatkan. Cita-cita yang sangat ia dambakan adalah dapat
melanjutkan sekolah ke Belanda atau Batavia. Walaupun pada akhirnya
diizinkan, namun Kartini mengurungkan kembali niatnya karena akan
segera dinikahkan. Dari pernikahannya tersebut Kartini menjadi lebih
toleran terhadap adat Jawa. Karena dari pernikahan justru ia mendapatkan
dukungan dari suaminya untuk mendirikan sekolah wanita serta dukungan
untuk menulis buku. Sekolah tersebut dinamakan Sekolah Kartini.
Setelah Kartini wafat, tulisan-tulisan yang pernah dikirimkan
R.A.Kartini pada para teman-temannya di Eropa kemudian dikumpulkan
menjadi satu. Mr.J.H. Abendanom mengumpulkan dan membukukan surat-
surat tersebut. Abendanom saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan
Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku tersebut kemudian diberi
judul Door Duisternis tot licht yang artinya Habis Gelap Terbitlah Terang.
Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada 1911. Selain dalam
bahasa Belanda, bukunya tersebut juga diterbitakan dalam bahasa Inggris.
Walau Kartini telah tiada, sampai saat ini jiwanya terus menggema di hati
perempuan Indonesia. Ia sangat berjasa bagi kaum perempuan Indonesia,
karena dari dirinya kini perempuan Indonesia dapat mengenyam pendidikan
ke jenjang lebih tinggi. Maka dari itu, sudah selayaknya kita manfaatkan
kesempatan ini sebaik-baiknya dengan belajar yang tekun dan mencapai cita-
cita yang setinggi-tingginya untuk meneruskan perjuangan seorang Kartini.

126 NILAI-NILAI KEJUANGAN


5. Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Bangsa
Pahlawan yang satu ini sepertinya sudah tidak asing lagi bagi kita. Ia
dikenal sebagai Bapak Pendidikan. Hal ini karena jasa-jasanya yang
besar terhadap dunia pendidikan di Tanah Air, hingga tanggal lahirnya
diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ia lahir dari keluarga priayi
atau kalangan bangsawan Jawa pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta
dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Saat berumur 40 tahun
berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara (Sulastriani, 2008: 14).
Sejak saat itu ia sengaja tidak lagi menggunakan gelar kebangsa-
wanannya. Karena kerendahan hatinya, ia mengubah namanya tersebut agar
dapat bebas lebih dekat dengan masyarakat/rakyat. Perjalanan hidupnya
benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan
bangsanya. Ki Hajar Dewantara kecil dapat menamatkan sekolah dasarnya
di ELS, yaitu sekolah dasar Belanda yang hanya dapat dimasuki oleh
kalangan bangsawan dan Belanda. Setelah itu, ia sempat melanjutkan ke
Sekolah Dokter Bumiputera, atau dikenal juga dengan STOVIA. Namun
sayang, tidak dapat menyelesaikan sekolahnya yang dikarenakan sakit.
Walaupun tidak berhasil menyelesaikan sokolahnya, ia tidak lantas
menjadi putus asa. Beliau tetap semangat dan kemudian mencoba melamar
bekerja menjadi seorang wartawan pada sebuah surat kabar. Sempat bekerja
pada beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express,
Oetusan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada saat menjadi
wartawan dia menjelma menjadi penulis yang andal. Tulisan-tulisannya
mampu membangkitkan semangat anti kolonial bagi pembacanya. Selain
itu, tulisannya pun sangat komunikatif, tajam, dan patriotik.
Kehidupannya penuh dengan perjuangan dan pengabdian terhadap
bangsa. Selain menjadi seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam sebuah
organisasi sosial dan politik. Ia berperan aktif dalam organisasi Budi
Utomo, keberadaannya turut menyosialisasikan dan menggugah kesadaran
masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan
kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kemudian bersama kedua
temannya yaitu Douwes Dekker (Dr. Danudirdjo Setyabudhi) dan dr. Cipto
Mangoenkoesoemo, ia berusaha mendirikaan partai politik pertama yaitu
Indische Partij beraliran nasionalis Indonesia. Partai tersebut sengaja
didirikan sebagai wadah untuk mencapai Indonesia merdeka, namun usaha
mereka terhalang oleh pemerintah Kolonial Belanda. Belanda melihat partai
tersebut sebagai ancaman bagi keberadaannya sehingga menolak

NILAI-NILAI KEJUANGAN 127


organisasi ini untuk mendapatkan badan hukum.

Gambar 18. Ki Hajar Dewantara.


Sumber: Sulastriani (2008).

Walaupun organisasi tersebut gagal mendapat status badan hukum,


perjuangan mereka tidak pernah menyerah. Mereka lantas ikut
membentuk Komite Bumipoetra yang didirikan pada November 1913.
Komite itu sekaligus sebagai tandingan dari Komite Perayaan Seratus
Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemiputra itu melancarkan
kritik terhadap pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus
tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik
uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan.
Artikel yang ia tulis berjudul Als ik eens Nederlander was (Seandainya
Seorang Belanda). Isi dari artikel tersebut adalah seperti ini.
“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-
pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas
kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi
juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk
dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah
menghina mereka, dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan
penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang
menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah
kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu
pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingan sedikitpun”.

128 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Oleh karena kritikannya tersebut, akhirnya beliau dihukum dengan
diasingkan ke negeri Belanda seperti permintaannya. Dalam pengasingan
tersebut, ia manfaatkan untuk mendalami masalah pendidikan sehingga
ketika masa hukumannya selesai ia kembali ke tanah air dan mendirikan
sebuah perguruan. Perguruan tersebut dinamakan Perguruan Taman
Siswa. Sebagai seorang yang sangat peduli terhadap bangsanya, ia sengaja
mendirikan perguruan tersebut agar dapat dinikmati oleh kalangan pribumi
layaknya para priayi dan orang Belanda. Setelah Indonesia merdeka, ia
sempat diangkat menjadi Menteri Pendidikan Indonesia.
Bangsa ini perlu mewarisi buah pikirannya tentang tujuan pendidikan,
yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan
agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial,
dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan
yang asasi. Sampai saat ini, ajarannya yang sangat kita kenal ialah Ing Ngarso
Sung Tulada (di depan memberi teladan), Ing Madyo Mangun Karsa (di tengah
menciptakan peluang untuk berprakarsa), Tut Wuri Handayani (di belakang
memberi dorongan). Ki Hajar Dewantara wafat di Yogyakarta tanggal 28
April 1959, sebagai rasa hormat atas jasa-jasanya, bangsa ini tidak hanya
mengenang hari kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional. Namanya
pun dijadikan nama sebuah kapal perang tentara Indonesia.
6. Wage Rudolf Supratman, Pencipta Lagu Indonesia Raya
Wage Rudolf Supratman merupakan pencipta lagu “Indonesia Raya”,
lagu kebangsaan Negara Republik Indonesia. Lahir pada tanggal 9 Maret
1903 di Jatinegara, Jakarta dan lahir dari keluarga yang biasa. Ayahnya
bernama Senen, sersan di Batalion VIII dan mempunyai enam saudara
kandung, salah satunya bernama Roekijem. Pada tahun 1914, Supratman
ikut bersama saudara perempuannya tersebut ke Makassar (Sulastriani, 2008:
36). Di Makassar, ia mulai mengikuti pendidikan di sekolah dengan biaya
dari suami saudara perempuannya Willem van Eldik. Supratman kecil
belajar berbagai hal. Ia mulai belajar bahasa Belanda selama 3 tahun.
Pendidikannya dilanjutkan ke Normaalschool di Makassar sampai selesai.
Karena kecerdasannya, saat berumur 20 tahun pihak sekolah meminta untuk
menjadi guru di Sekolah Angka 2, kemudian dua tahun selanjutnya
mendapatkan ijazah Klein Ambtenaar.
Roekijem seorang perempuan yang sangat gemar akan sandiwara dan
musik. Ia sering membuat karangan sandiwara dan musik. Tidak sedikit
karangannya tersebut yang dipertunjukkan di mes militer. Selain itu juga

NILAI-NILAI KEJUANGAN 129


suka bermain biola. Dari lingkungan ini ternyata membuat Supratman
tumbuh menjadi sosok yang menggemari musik. Ia pun mulai senang
memainkan musik dan sering membaca buku-buku yang bernuansa
musik. Menyadari akan kegemaran Supratman, akhirnya sewaktu tinggal
di Makassar, kakak iparnya yaitu Willem van Eldik mengajarinya musik.
Supratman tidak pernah bosan untuk selalu terus belajar dan selalu
mengikuti pelajaran musik dari kakak iparnya sehingga menghantarkan
beliau piawai dalam bermain biola dan dapat menciptakan lagu.

Gambar 19. W.R. Supratman.


Sumber: Sulastriani (2008).

Setelah mendapatkan ijazah dari Klein Ambtenaar, ia mencoba bekerja


pada sebuah perusahaan dagang di Ujung Pandang. Setelah bekerja
cukup lama kemudian pindah kerja ke Bandung. Di Bandung mendapat
kesempatan untuk bekerja sebagai wartawan, kemudian pindah ke Jakarta.
Dalam pekerjaannya sebagai jurnalis itu sebagai awal memulai perjuangan
dan menghantarkan ketertarikannya kepada pergerakan nasional dan
banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan. Sebagai ungkapan rasa
ketidaksukaan kepada Belanda, ia tuangkan dalam sebuah buku yang
berjudul “Perawan Desa”. Namun, Belanda yang merasa tersinggung dengan
isi buku tersebut menyita dan bahkan melarang peredarannya.
Atas penerbitan bukunya tersebut, Supratman dipindahkan ke Kota
Singkang. Merasa tidak nyaman, ia mengajukan pengunduran diri dari
pekerjaannya dan kembali ke Makassar. Saat tinggal di Jakarta secara
tidak sengaja ia membaca sebuah karangan dalam majalah Timbul. Penulis
karangan itu menantang ahli-ahli musik Indonesia untuk menciptakan
lagu kebangsaan. Supratman merasa tertantang dengan tulisan tersebut,

130 NILAI-NILAI KEJUANGAN


dengan berbekal keahlian dalam bermain musik dan menggubah lagu,
kemudian mengarang sebuah lagu. Ia lakukan sebagai bukti kecintaannya
terhadap Tanah Air Indonesia. Lalu pada bulan Oktober 1928 di Jakarta
dilangsungkan Kongres Pemuda II yang melahirkan “Sumpah Pemuda”.
Pada malam penutupan kongres tersebut Supratman mendapatkan
kesempatan untuk mendengarkan lagu ciptaannya secara instrumental
yang diperdengarkan di depan peserta umum (Sulastriani, 2008).
Pada saat itulah untuk pertama kalinya lagu “Indonesia Raya”
dikumandangkan di depan umum. Merasakan keharuan terhadap lagu
tersebut, semua yang hadir pun terpukau mendengarkannya. Kemudian
dengan cepat lagu itu terkenal di kalangan pergerakan nasional. Lagu
tersebut merupakan perwujudan dan kehendak untuk merdeka. Sesudah
Indonesia Merdeka, lagu “Indonesia Raya” ciptaannya dijadikan lagu
kebangsaan dan lambang persatuan bangsa kita. Keberadaan lagu tersebut
pada masa kolonial Belanda membuat polisi Hindia Belanda geram, karena
dianggap sebagai ancaman bagi keberadaan Belanda. Supratman sering
diburu oleh polisi sehingga menyebabkan kondisi fisiknya menjadi sering
jatuh sakit.
Walaupun dalam keadaan sakit, tetapi karyanya terus mengalir,
dibuktikan dengan terciptanya lagu yang berjudul “Matahari Terbit”. Karena
lagu ciptaannya yang terakhir tersebut pada awal Agustus 1938, ia ditangkap
saat tengah menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di NIROM jalan
Embong Malang-Surabaya. Kemudian ia dipenjara di Kalisosok Surabaya,
kemudian beliau wafat pada tanggal 17 Agustus 1938 karena sakit. Wage
Roedolf Soepratman, tidak sempat menikmati hidup dalam suasana
kemerdekaan. Beliau tidak dapat menyaksikan suasana pengibaran sang
Merah Putih diiringi lagu buah karya terbaiknya.
7. Bung Tomo, Pembangkit Semangat Rakyat
Ingatkah kita pada sebuah orasi yang disampaikan oleh seorang
pahlawan yang pada waktu itu dapat menggugah kembali semangat
rakyat? Ia adalah Bung Tomo dengan nama aslinya adalah Sutomo,
pahlawan Nasional yang berasal dari wilayah Jawa Timur. Masyarakat lebih
mengenal dengan sebutan Bung Tomo. Lahir di Surabaya 3 Oktober 1920
dan meninggal di Mekah pada 7 Oktober 1981. Ia adalah pahlawan yang
terkenal karena peranannya dalam membangkitkan semangat rakyat untuk
melawan kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA. Perlawanan
tersebut berakhir dengan Pertempuran 10 November 1945 yang hingga

NILAI-NILAI KEJUANGAN 131


kini diperingati sebagai Hari Pahlawan (Nurnitasari, 2008).
Sutomo dilahirkan di kampung Blauran, di pusat Kota Surabaya.
Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari
kelas menengah. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan
Madura. Ayahnya bekerja sebagai polisi di kota praja dan pernah pula menjadi
anggota Sarekat Islam. Sutomo dibesarkan di rumah yang sangat menghargai
pendidikan. Ia adalah sosok yang selalu berbicara dengan terus terang dan
penuh semangat serta suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan.
Pada usia 12 tahun, ketika ia terpaksa meninggalkan pendidikannya
di MULO, Sutomo melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk
mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu. Belakangan Sutomo
menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat korespondensi, namun tidak
pernah resmi lulus. Sutomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan
Bangsa Indonesia). Belakangan, Sutomo menegaskan bahwa filsafat
kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya dari
kelompok ini dan dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik untuk
pendidikan formalnya (Sulastriani, 2008).
Pada usia 17 tahun, ia menjadi terkenal ketika berhasil menjadi orang
kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda. Sutomo
pernah menjadi seorang jurnalis yang sukses. Kemudian ia bergabung
dengan sejumlah kelompok politik dan sosial. Ketika ia terpilih pada
1944 untuk menjadi anggota Gerakan Rakyat baru yang disponsori oleh
Jepang, hampir tidak seorang pun yang mengenalnya. Namun semua ini
mempersiapkan Sutomo untuk peranannya yang sangat penting.
Pada Oktober dan November 1945, ia berusaha membangkitkan
semangat rakyat sementara Surabaya diserang habis-habisan oleh tentara-
tentara NICA. Sutomo terutama sekali dikenang karena seruan-seruan
pembukaannya di dalam siaran-siaran radionya yang penuh dengan emosi,
“Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!” setelah kemerdekaan Indonesia,
Sutomo sempat terjun dalam dunia politik pada tahun 1950-an, namun dia
tidak merasa bahagia lalu menghilang dari panggung politik. Pada akhir
pemerintahan Sukarno dan awal pemerintahan Suharto yang mula-mula
didukungnya, Sutomo muncul lagi sebagai tokoh nasional.

132 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Gambar 20. Bung Tomo.
Sumber: Sulastriani (2008).

Awal 1970-an ia kembali berbeda pendapat dengan pemerintahan


Orde Baru. Ia berbicara dengan keras terhadap program-program Suharto
sehingga pada 11 April 1978 ia ditahan oleh pemerintah Indonesia yang
tampaknya khawatir akan kritik-kritik yang keras, baru setahun kemudian
ia dilepaskan dari penjara. Meskipun semangatnya tidak hancur di dalam
penjara, Sutomo tampaknya tidak lagi berminat untuk bersikap vokal. Ia
masih tetap berminat terhadap masalah-masalah politik, namun ia tidak
pernah mengangkat-angkat peranannya di dalam sejarah perjuangan
bangsa Indonesia.
Ia adalah sosok yang sangat dekat dengan keluarga dan anak-anknya.
Sutomo sangat bersungguh-sungguh dalam kehidupan imannya. Pada 7
Oktober 1981 ia meninggal dunia di Mekah ketika sedang menunaikan
ibadah haji. Jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke Tanah Air dan
dimakamkan bukan di sebuah makam pahlawan, melainkan di Tempat
Pemakaman Umum Ngagel di Surabaya. Semua pengorbanan dilakukan
oleh Sutomo untuk memimpin Arek-Arek Suroboyo ketika Pertempuran 10
November. Walaupun kini ia telah tiada, namun semangat perjuangannya
harus terus hidup di sanubari generasi penerus bangsa ini. Pada 2018 Bung
Tomo diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berkat jasa-jasanya
bagi bangsa ini.
8. Semangat Juang Jenderal Sudirman
Jenderal Sudirman, dilahirkan di Bodas Karangjati, Purbalingga
tepatnya pada tanggal 24 Januari 1916. Ia lahir dari ibu keturunan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 133


Wedana Rembang yang bernama Siyem dan ayah seorang pekerja pabrik
gula di Kalibagor yang bernama Karsid Kartowirodji (Aprianita, 2008: 3).
Sudirman adalah seorang pahlawan yang tidak peduli pada keadaan dirinya
sendiri. Ia lebih mementingkan perjuangannya demi mempertahankan
bangsa yang sangat ia cintai. Hal ini terbukti saat terjadi gerilya melawan
Belanda.
Sudirman kecil memperoleh pendidikan formal dari suatu sekolah yang
dikenal dengan jiwa nasional yang tinggi yaitu Sekolah Taman Siswa.
Kemudian melanjutkan ke sekolah Guru Muhammadyah, tetapi tidak sampai
selesai. Ia adalah pemuda yang aktif dalam sebuah organisasi kepanduan
yaitu Pramuka Hizbul Wathan. Waluapun ia tidak sampai menyelesaikan
pendidikan gurunya, ia kemudian diangkat menjadi guru HIS
Muhammadyah di Cilacap. Ia memiliki jiwa kedisiplinan yang tinggi, giat,
dan berjiwa pendidik (Sulastriani, 2008).
Sebelum akhirnya ia menjadi seorang panglima yang gagah berani, ia
terlebih dahulu mengikuti pendidikan militer yaitu tentara Pembela Tanah
Air (Peta) yang bertempat Kota Bogor. Saat terjadi perang melawan Jepang,
Soedirman yang saat itu menjabat sebagai Komandan Batalyon di Kroya
berhasil merebut senjata dari tentara Jepang. Keberhasilan tersebut
merupakan prestasi awal yang diraih. Selanjutnya ia terus mencetak prestasi
untuk bangsa ini sampai akhirnya ia diangkat menjadi Panglima Besar
Angkatan Perang Republik Indonesia. Beberapa waktu kemudian diangkat
menjadi jenderal walau tidak melalui pendidikan seorang jenderal
sebagaimana mestinya, semua itu tidak lain berkat prestasinya.

Gambar 21. Jenderal Sudirman.


Sumber: Sulastriani (2008).

134 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Jenderal Sudirman yang memiliki prestasi begitu banyak untuk bangsa
ini, ternyata diawali dari sikap dirinya yang sangat disiplin dan memiliki
jiwa yang tegas. Prinsip yang selalu ia pegang teguh membuat geram para
sekutu dan tentara Jepang. Pernah suatu ketika Jenderal Sudirman akan
dibunuh oleh tentara Jepang. Hal tersebut karena ia banyak mengkritik
tindakan tentara Jepang terhadap bangsa Indonesia.
Jenderal yang berjiwa sosial sangat tinggi ini merupakan pemimpin
teladan bangsa yang selalu mengedepankan kepentingan rakyatnya
dibandingkan kepentingan dirinya sendiri. Bahkan sampai akhir hidupnya ia
tetap memilih mengorbankan dirinya demi tanah air, bangsa dan negara
yang sangat ia cintai. Hal ini bisa kita lihat saat Agresi Militer II Belanda. Sang
Jenderal yang saat itu dalam keadaan lemah tidak berdaya karena sakit tetap
bertekad ikut terjun bergerilya walaupun ia rela harus ditandu. Walaupun
secara fisisk ia dalam keadaan sakit, tapi semangatnya tetap membara. Saat
itu ia memimpin dan memberi semangat pada prajuritnya untuk melakukan
perlawanan terhadap Belanda. Itulah sebabnya kenapa ia disebutkan
merupakan salah satu tokoh besar yang dilahirkan oleh revolusi negeri ini.
Cerita perjalanan perjuangan sang Jenderal besar tersebut patut
dijadikan contoh bagi kita semua. Kedisiplinan, sikap tegas terhadap
kebenaran, keyakinan terhadap Tuhan, dan selalu mendahulukan
kepentingan orang banyak merupakan jiwa pahlawan yang berjiwa besar
yang wajib diterapkan dalam kehidupan kita untuk meraih prestasi seperti
Jenderal Sudirman yang dibanggakan.

C. Ringkasan
Perjuangan bangsa Indonesia telah menghasilkan banyak tokoh besar
bagi bangsa kita dalam proses mewujudkan kemerdekaan. Masyarakat
seharusnya melakukan telaah berbagai peristiwa dan peranan tokoh besar
yang kita sebut seorang pahlawan bangsa Indonesia, untuk kemudian
dipahami dan diinternalisasikan dalam kehidupan kekinian sehingga
melahirkan contoh untuk bersikap dan bertindak. Dari sekian peristiwa itu
antara lain pula ada pesan-pesan yang terkait dengan nilai-nilai
kepahlawanan seperti keteladanan, rela berkorban, cinta tanah air,
kebersamaan, kemerdekaan, kesetaraan, nasionalisme, patriotisme, dan
nilai-nilai lainnya. Banyak pahlawan bangsa Indonesia yang patut kita
kenang seperti Diponegoro pahlawan dari Jawa yang mengobarkan
perjuangan rakyat, Pattimura pahlawan perjuangan yang pemberani dari
Maluku, Cut Nya Dien pahlawan wanita berhati baja dari Aceh, RA. Kartini
sebagai pahlawan pelopor kebangkitan wanita, Ki Hajar Dewantara sebagai

NILAI-NILAI KEJUANGAN 135


pahlawan pendidikan bangsa, W.R. Supratman sang pencipta lagu
“Indonesia Raya”, Bung Tomo sebagai pahlawan pembangkit semangat
rakyat Surabaya dan Jenderal Sudirman sang pejuang gerilyawan yang
tangguh.

136 NILAI-NILAI KEJUANGAN


BAGIAN KESEMBILAN
TANTANGAN BANGSA
INDONESIA

A. Tantangan Bangsa Indonesia

T
antangan Bangsa Indonesia adalah hal yang menggugah tekad
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mengatasi
masalah yang dihadapi; alhasil akan merangsang bangsa
Indonesia bekerja lebih giat, sehingga sebetulnya bahwa tantangan itu
adalah sebuah pijakan atau batu loncatan untuk bangsa ini bekerja lebih
giat untuk mengatasi masalah yang dihadapi tersebut. Tantangan
potensial dari bangsa Indonesia terutama: kemiskinan harta dan ilmu,
sifat feodalisme, konsumerisme dan primordialisme (agama, dan
ras/etnik), wilayah yang dibatasi dengan laut, selat, dan sungai-sungai
besar, kesenjangan sosial antara “si miskin dan si kaya” serta antara
pemerintah pusat dan daerah, kesadaran hukum disiplin nasional yang
relatif rendah (Adiwijoyo, 2000: 167).
Data lingkungan demografi Indonesia dapat diketahui yaitu populasi
237,64 juta jiwa (BPS, 2010). Jumlah etnis di Indonesia 1.340 etnik dari
Sabang sampai Merauke (BPPB, 2016). Jumlah bahasa daerah 646 dan suku
bangsa 1.340 kelompok etnik (BPPB, 2017). Indeks Pembangunan Manusia:
110 (UNDP, 2015). Sementara itu, mengenai data lingkungan politik dan
ekonomi Peringkat Indeks Daya Saing Global: 41 dari 138 Negara (WEF,
2016) Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, peringkat ke-88 (Transparency
International, 2015), naik dari tahun 2014 yang berada di peringkat 107
Penduduk miskin 10,86% sebesar 28,01 juta jiwa (BPS, 2016), turun dari
NILAI-NILAI KEJUANGAN 137
tahun 2015 yang berjumlah 11,22% sebesar 28,59 juta jiwa. Pertumbuhan
ekonomi sebesar 4,8%–5,18% (BBC, 2016) Indeks Kebahagiaan: survei BPS
tahun 2014 sebesar 68,28 pada skala 0–100, Indeks Kebahagiaan Dunia
peringkat 79 dari 157 negara (PBB, 2016).
Data lingkungan ideologi, sosbud, hankam, dan teknologi
kekerasan, 1000 kasus sepanjang Tahun 2016 (KPAI), intoleransi,
radikalisme/ terorisme, separatisme, 5,1 juta pengguna, 15.000
meninggal setiap tahun (BNN, 2016). Pornografi dan kejahatan
siber, 1.111 kasus tahun 2011- 2015 (KPAI), 767 ribu situs
pornografi diblokir Kemenkominfo selama tahun 2016.
Penyimpangan seksual, 119 komunitas LGBT di Indonesia (UNDP,
2014), serta krisis kepribadian bangsa dan melemahnya kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Sesuai dengan pendapat Lickona (1992: 12-22), tanda-tanda zaman


sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran sebagai berikut.
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja.
2. Membudayanya ketidakjujuran.
3. Sikap fanatik terhadap kelompok/peer group.
4. Rendahnya rasa hormat kepada orang tua & guru.
5. Semakin kaburnya moral baik dan buruk.
6. Penggunaan bahasa yang memburuk.
7. Meningkatnya perilaku merusak diri, penggunaan narkoba, alkohol,
dan seks bebas.
8. Rendahnya rasa tanggung jawab sebagai individu dan sebagai warga
negara.
9. Menurunnya etos kerja dan adanya rasa saling curiga.
10. Kurangnya kepedulian antarsesama.

Setiap negara dan bangsa pastilah mempunyai permasalahan yang


berbeda-beda. Bangsa Indonesia yang sudah lama menjadi negara merdeka
juga tidak bisa luput dari permasalahan-permasalahan dan itu harus
segera untuk diselesaikan.
Pertama primordialisme, yaitu sikap yang lebih mementingkan
kepentingan golongan berdasarkan identitas daerah, agama, ras, suku,
atau golongannya. Secara etimologi, primordialisme berasal dari kata
Latin prima atau primus yang artinya (yang utama). Primordialisme

138 NILAI-NILAI KEJUANGAN


merupakan sikap atau pandangan yang sempit karena lebih
mengutamakan identitas atau kepentingan daerah, suku, atau budaya
lokalnya dibandingkan dengan kepentingan umum atau bangsa. Dengan
demikian, pandangan primordialisme sering diartikan sebagai suatu paham
kedaerahan, kesukuan, ras, fanatisme agama yang sempit, dan lain-lain.
Kedua, kebodohan dan isolasi atau ketertutupan juga faktor-faktor
yang menghambat integrasi. Masyarakat yang bodoh biasanya memiliki
pandangan yang sempit. Mereka mengisolasi diri dalam lingkungan
tempat tinggalnya. Memandang dunia ini hanya terbatas pada lingkungan
sosialnya. Di luar lingkungan sosial mereka adalah orang lain atau orang
asing yang dipandang berbeda. Kondisi masyarakat seperti ini merupakan
faktor penghambat integrasi karena akan sangat mudah dipecah-pecah oleh
golongan yang berniat untuk mengadakan perpecahan atau disintegrasi.
Ketiga kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi. Kesenjangan sosial
ekonomi, baik kesenjangan antargolongan masyarakat atau kesenjangan
antardaerah adalah faktor yang memperlemah integrasi. Apabila kemiskinan
dan kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin ini terjadi kebetulan
pada etnis atau golongan tertentu, yang muncul adalah sikap prasangka dan
kecemburuan dari golongan miskin terhadap golongan kaya. Apabila
kebetulan yang miskin dan yang kaya tersebut berasal dari etnis atau suku
yang berbeda, isu yang muncul ke permukaan bukan masalah kesenjangan
sosial-ekonominya, melainkan soal etnis atau suku bangsa. Faktor ini bahkan
jauh lebih buruk dibandingkan dengan faktor-faktor awal. Alasannya, karena
aspek sosial ekonomi merupakan aspek yang paling mendasar karena
sebagai kebutuhan manusia.
Keempat gerakan disintegrasi yang terjadi di beberapa kawasan dunia,
seperti di Eropa Timur, Uni Soviet, dan Yugoslavia dapat dijadikan sebagai
contoh betapa faktor kesenjangan mempercepat disintegrasi bangsa.
Walaupun dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, gerakan disintegrasi di
kawasan tersebut memperlihatkan kuatnya kesenjangan sosial ekonomi
dan kesenjangan daerah. Daerah-daerah yang miskin yang dihuni oleh etnis
tertentu merasa didominasi oleh etnis lain yang berhasil dalam bidang
ekonomi. Pertentangan antaretnis atau golongan di negara-negara tersebut
menyebabkan terjadinya disintegrasi atau perpecahan.
Fakta disintegrasi yang terjadi pada beberapa negara menjadi pelajaran
yang sangat berharga bagi negara Indonesia untuk mempertahankan
eksistensinya sebagai negara kesatuan. Lepasnya Timor Timurmenjadi negara
baru Timor Leste di penghujung tahun 1999, serta keputusan menyerahkan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 139


Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kepada Malaysia akhir tahun 2002 silam
menjadi ujian nasionalisme bagi bangsa Indonesia. Kerawanan disintegrasi
dalam lingkup NKRI, dirasakan semakin menguat di berbagai daerah, antara
lain Aceh, Ambon, Papua, dan Riau yang menyebabkan munculnya konflik-
konflik sosial dalam masyarakat, terutama benturan antara penduduk asli
pribumi dan penduduk pendatang (Anggraeni, 2004: 62).
Proses integrasi bangsa Indonesia yang dimulai sejak abad ke-16
sampai abad ke-19 dan diteruskan pada abad ke-20 melalui gerakan
kebangsaan sebenarnya tidak berakhir sampai terbentuknya negara
kesatuan RI, 17 Agustus 1945, melainkan terus berlanjut sampai sekarang.
Selama proses tersebut, kedua faktor penguat dan penghambat terus
berhadapan. Mengenai faktor mana yang lebih kuat memengaruhi proses
integrasi tersebut, bergantung bagaimana bangsa dan negara tersebut
memperjuangkannya. Apabila faktor penguat itu terus dipelihara dan
faktor penghambat terus dihilangkan, integrasi bangsa akan tetap terjaga.
Dalam rangka memperkokoh fundamen dan menegakkan empat pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, Undang- Undang
Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal
Ika, harus disadari bahwa banyak ancaman dan tantangan yang dihadapi
bangsa Indonesia, baik secara geografis, demografis, politik, globalisasi,
sosial budaya, ekonomi, dan lain sebagainya. Pada hakikatnya suatu
bangsa dalam suatu negara tidak ada yang bebas dari gangguan dan
ancaman eksistensi sebagai suatu bangsa yang merdeka. Diperlukan
ketahanan nasional, yaitu kondisi dinamis yang mengandung kemampuan
pengembangan kekuatan nasional dalam menghadapi tantangan dan
ancaman, baik dari luar maupun dari dalam.
Ancaman dan tantangan yang dihadapi, jangan sampai melunturkan
nasionalisme dan menghilangkan karakter atau jati diri suatu bangsa.
Sebagaimana diketahui keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai
tujuannya tidak hanya ditentukan oleh kualitas sumber daya alamnya,
tetapi yang terpenting adalah sumber daya manusianya. Penyelenggara
pemerintah dan pelaksanaan pembangunan ditentukan unsur manusianya.
Diperlukan masyarakat Indonesia yang bersatu padu, berwibawa, bersih,
proporsional, dan akuntabel dalam memberikan sumbangan pemikiran
terhadap bangsa. Di samping itu, harus dicegah hal-hal yang dapat
mengancam keutuhan bangsa, baik berasal dari dalam negeri maupun luar
negeri seperti berikut.
1. Pikiran dan perasaan antarsuku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat,

140 NILAI-NILAI KEJUANGAN


golongan masyarakat ketika yang satu merasa superior dan inferior
terhadap lainnya, yang satu merasa kuat atau lemah terhadap yang
lain.
2. Semangat separatisme yang muncul karena perlakuan tidak adil dari
pemerintah pusat kepada daerah, terutama dalam pembagian
keuangan pusat dan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber
daya alam.
3. Ancaman globalisasi, terutama melalui perdagangan bebas (free
trade) yang merugikan perusahaan di Indonesia yang belum siap
bersaing dengan pasar global. Kemudian korporasi dengan MOU
yang merugikan bangsa Indonesia. Masuknya nilai, budaya serta gaya
hidup dari luar terutama dari kebudayaan Barat yang memudarkan
rasa nasionalisme.
4. Otonomi daerah yang menimbulkan kesenjangan pembangunan
antarwilayah harus dicegah karena kemajuan pembangunan yang
terlalu pesat di satu daerah dan daerah lainnya yang sangat tertinggal
dapat menimbulkan kecemburuan sosial.
5. Kesenjangan sosial dan ekonomi antargolongan penduduk yang
dicegah melalui upaya sungguh-sungguh untuk mengentaskan
kemiskinan.

B. Tantangan dalam Kehidupan Politik


Pada masa Reformasi ini kita telah mengalami perkembangan demokrasi
yang cukup baik, berbeda saat Orde Baru politik kita dipegang erat oleh
kekuasaan yang dibantu dengan kekuatan militer masa Suharto. Sekarang
kita sudah sampai ke masa yang lebih demokratis dengan bertumpu pada
kekuatan rakyat. Akan tetapi, kondisi politik tersebut dapat menjadi
tantangan bagi bangsa Indonesia untuk menyongsong hari esok yang lebih
baik ketika bangsa kita tidak arif dalam menyikapi perubahan ini.
Kehidupan politik di Indonesia mengalami kemajuan, misalnya dalam
rangka kebebasan menyatakan pendapat. Sekarang ini bermunculan media
cetak, elektronik maupun media online yang tumbuh subur di Indonesia
bahwa hampir setiap daerah mempunyai media informasi tersebut.
Kebebasan untuk menyatakan pendapat bahwa kritik melalui media-
media tersebut dapat dilakukan setiap saat, kapan saja, dan di mana saja.
Kondisi tersebut sebagai bagian dari kehidupan berdemokrasi. Tetapi

NILAI-NILAI KEJUANGAN 141


kebebasan menyatakan pendapat kadang disalahgunakan, seperti demo
yang merusak fasilitas umum, masyarakat yang menulis di dunia maya
yang tidak etis atau menyebarkan berita yang belum tentu kebenarannya.
Sekarang pemerintah juga mengantisipasi hal tersebut dengan membuat
undang-undang untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan
tersebut. Kebebasan berpendapat dengan cara melanggar hukum seperti
swiping ormas kepada tempat hiburan, membakar tempat ibadah umat lain,
merusak fasilitas publik bukanlah tujuan utama dari kebebasan berekspresi
yang kita harapkan.
Atas nama kebebasan berpendapatsekarang juga sering disalahgunakan
seorang yang berpendidikan tinggi seperti para tokoh nasional. Saling
menyerang atau mengkritik dengan cara yang tidak etis yang bisa memicu
konflik di masyarakat rumpun bawah. Pembenaran melakukan tindakan
anarkis dengan landasan ketidakterimaan dalam menerima kesenjangan
antarkelompok di Indonesia marak terjadi di Indonesia. Kasus-kasus
berikut ini sebagai contoh gejala anarkis, yaitu pada tahun 2017 perusakan
kantor Kemendagri karena kisruh pilkada di Papua, konflik pilkada DKI
dan konflik pemilu lainnya.
Kebebasan berdemokrasi sedikit banyak telah memberikan celah
untuk menjauhkan dari nilai-nilai Pencasila. Padahal semestinya
semuanya mewujudkan menjadi bangsa yang beradab, santun, religius,
mengedepankan persatuan dan musyawarah mufakat. Perbedaan pendapat
merupakan hal yang wajar, tetapi harus mengarah pada sebuah konsensus
dan solusi. Kritik kepada pemerintah diberikan ruang, akan tetapi harus
dilakukan dengan baik. Sebagai bangsa yang beradab harus tetap
menghormati simbol-simbol kenegaraan sehingga bangsa kita menjadi
bangsa yang terhormat. Bayangkan jika warga negara Indonesia tidak ada
rasa hormat dengan lambang dan simbol negara, kita yakin kondisi tersebut
juga akan berakibat fatal dalam sejarah Indonesia ke depan.
Jika kita lihat, ada hal yang bertolak belakang dan ketidaksesuaian
sistem pemerintahan kita, yaitu antara Presidensiil dan Parlementer. Mari
kita lihat kondisi sistem pemerintahan kita, yang jelas dalam UUD 1945
merupakan sistem presidensiil, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab
kepada DPR dan DPR tidak bisa dijatuhkan oleh Presiden. Tetapi kenyataan
yang terjadi, koalisi antara partai yang mendukung pemerintah dan partai
yang tidak mendukung pemerintah sehingga kita pada masa reformasi
terkesan menggunakan sistem pemerintahan Parlementer. Sekarang
Presiden Jokowi yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

142 NILAI-NILAI KEJUANGAN


(PDIP) disibukkan dengan urusan koalisi partai dan hitung-hitungan
kekuasaan di tubuh DPR dalam rangka proses pengambilan keputusan.
Kekuasaan masa Orde Baru dalam kehidupan politik yang diikuti oleh
3 partai dan selanjutnya masa Reformasi menyebabkan perubahan dalam
sistem multipartai. Masa Reformasi dengan sistem multipartai dan Orde
Baru yang hanya memiliki 3 partai atau dominant party system sehingga
dalam masa Orde Baru Golkar dan perwakilan ABRI menguasai mayoritas
kursi di DPR. Posisi presiden yang didukung oleh Golkar dan ABRI sangat
kuat sehingga sangat terasa bahwa pemerintahan (eksekutif) terlalu
otoriter dan superior dibanding dengan legislatif dan yudikatif. Dinamika
kehidupan berdemokrasi hampir tidak tampak. Proses pengambilan
keputusan di bidang apa pun, politik, ekonomi dan sosial, didominasi oleh
eksekutif. Akibatnya bisa kita ketahui korupsi, kolusi, dan nepotisme pada
pemerintahan Orde Baru merajalela. Berjalannya masa Reformasi, kita
menganut sistem multipartai, logikanya dengan multipartai maka kontrol
atas eksekutif lebih kuat. Presiden tidak lebih dominan atau superior
dibandingkan legislatif (DPR) sehingga dinamika kehidupan berdemokrasi
menghasilkan pemerintahan yang lebih baik.
Pemerintahan saat partai pendukung Presiden menguasai parlemen
seperti kasus Presiden Joko Widodo. Pada awal pemerintahan partai yang
mengusung Presiden Joko Widodo termasuk kecil karena hanya diusung
oleh PDI, Hanura, PKB, Nasdem, dan PKPI. Menimbulkan ketakutan
yang berlebihan karena di awal-awal pemerintahannya, banyak kebijakan
yang terjegal di DPR dikarenakan kekuatan Oposisi (partai di luar
Pemerintah) lebih besar ketimbang partai pemerintah, partai yang ada di
luar pemerintahan di antaranya seperti Gerindra, Golkar, PKS, PBB, PPP,
PAN, dan Demokrat. Akan tetapi pada perkembangannya, beberapa
partai politik yang ada di luar pemerintahan menyeberang masuk ke dalam
partai pendukung pemerintahan. Ketakutan-ketakutan itu akan muncul
lagi yaitu bagaimana saat Pesiden Joko Widodo mendapat dukungan
besar di parlemen akan memunculkan kekhawatiran kekuasaan Presiden
akan menguat lagi dan dinamika kehidupan berdemokrasi akan memudar
sehingga Presiden Joko Widodo akan sangat kuat. Kehidupan berdemokrasi
akan melemah seiring melemahnya kontrol dari partai oposisi. Tetapi tanpa
adanya dukungan koalisi yang kuat akan sangat mudah terjadi instabilitas
politik antara Presiden dan parlemen. Sebab dalam sistem multipartai,
sangat jarang terjadi sebuah partai politik meraih kemenangan mayoritas
lebih dari 50% suara.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 143


Kondisi riil bahwa jabatan menteri di kabinet tampaknya dibagi- bagi
kepada partai yang mendukung pemerintahan sehingga terjadi barter politik
yang rentan dengan penyelewengan, karena kita ketahui bahwa jabatan
Menteri merupakan jabatan yang sangat vital di bangsa kita. Bahkan kita
mengetahui bahwa menteri adalah kepanjangan tangan dari presiden di
berbagai sektor. Kabinet yang diisi oleh pejabat partai dan bukan dari
kalangan profesional yang memiliki kompetensi tertentu seperti sistem
pemerintahan Parlemen. Padahal secara jelas dalam UUD 1945, kita
menganut sistem pemerintahan Presidensiil. Sementara itu, jabatan menteri
di kabinet menjadi jabatan politik karena hak prerogatif presiden untuk bisa
menentukan petinggi partai menjadi menteri. Tetapi pada praktiknya
jabatan menteri sering dipakai untuk menggalang dana bagi partai
politiknya.
Kondisi inilah yang harus diperhatikan oleh Presiden masa
Reformasi, yaitu jangan sampai seorang petinggi partai politik, dalam
rangka memperkuat koalisi dengan partai direkrut menjadi menteri.
Pengangkatan menteri berdasarkan komptensi dan kualitas keilmuannya
berkaitan dengan kementerian yang akan dipimpinnya. Politik balas budi
merupakan sesuatu yang wajar, tetapi dalam kaitannya dengan kursi
menteri. Pertimbangan atas asas kemanfaatan dalam penyelenggaraan
pemerintah harus tetap diperhatikan. Lebih dari itu, untuk menjaga
stabilitas politik, koalisi yang telah terbangun harus tetap dijaga. Koalisi
ini idealnya merupakan mayoritas kursi di parlemen, tetapi tetap memberi
peluang bagi terbentuknya oposisi yang memberikan kontrol sehingga
kehidupan berdemokrasi tetap terjaga dengan baik.
Dalam Pilkada dan Pemilu legislatif yang menggunakan sistem
pemilihan gambar partai politik menimbulkan ongkos politik yang luar
biasa besarnya. Pemilihan langsung di daerah harus dibiayai oleh
pemerintah daerah sehingga kita menghabiskan triliunan keuangan negara
untuk menyelenggarakan pesta demokrasi rakyat kita ini. Walaupun kita
masih terpuruk dalam kemiskinan dan banyaknya pengangguran. Padahal
beberapa akibat dari pilkada langsung adalah konflik antar-pendukung,
politik uang, dan biaya politik bagi calon kepala daerah sendiri juga
sangat besar. Alasan terakhir ini yang nantinya menimbulkan munculnya
banyak korupsi oleh beberapa pemerintah daerah dikarenakan untuk
mengembalikan biaya politik yang telah dikeluarkan pada pesta rakyat.
Akhir-akhir ini, banyak anggota DPR dan DPRD terlibat korupsi
memperlihatkan bahwa tujuan menduduki kursi legislatif sebagai wakil

144 NILAI-NILAI KEJUANGAN


rakyat tidak didasari lagi dengan idealisme sebagai wakil rakyat yang merasa
memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat, juga
memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Tetapi
maraknya kasus-kasus korupsi di kalangan legislatif memperlihatkan
bahwa pengawasan atau kontrol terhadap eksekutif tersebut tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Tujuan berpolitik atau memperebutkan kursi
legislatif sudah tidak dalam rangka memperjuangkan visi misi partai atau
aspirasi rakyat, tetapi lebih kepada kepentingan kekuasaan, jabatan, dan
kepentingan diri sendiri. Sesuatu yang berbeda dengan politikus pada awal
kemerdekaan bangsa kita, yang berjuang murni berdasarkan idealisme
partai. Para politikus kita sekarang ini terjebak dalam materialisme,
individualisme, dan kepentingan sesaat.
Kita bisa membandingkan dengan kondisi Bung Hatta yang menjadi
Wakil Presiden untuk membeli barang kesukaannya saja sampai tidak bisa
terwujud walaupun hanya berwujud sepatu. Bayangkan seorang Wakil
Presiden tidak bisa membeli sebuah sepatu yang sangat didambakannya
seumur hidup, tetapi seandainya kita bandingkan dengan pejabat
sekarang, kita yakin mereka sangat mudah untuk membeli karena hanya
sekadar sepatu.
Ada satu yang mungkin tidak terbayangkan oleh kita, mengenai
keinginan kecil yang Hatta yang belum terpenuhi. Di masa hidupnya, diam-
diam Hatta ingin memiliki sepatu Bally, yakni sebuah sepatu bermerek
yang harganya sangat mahal. Sudah lama sekali Hatta menginginkan
sepatu Bally. Bahkan ia rela menabung demi mendapatkan sepatu tersebut.
Namun, tabungannya tidak pernah cukup untuk membelinya, karena uang
tabungannya kerap habis untuk kebutuhan keluarga sehari-hari. Hingga
akhir hayatnya, sepatu Bally idaman Bung Hatta tidak pernah terbeli karena
tabungannya tidak pernah mencukupi. Hal yang sangat mengharukan dari
cerita ini, guntingan iklan sepatu Bally itu hingga Bung Hatta wafat masih
tersimpan dan menjadi saksi keinginan sederhana dari seorang Wakil
Presiden Indonesia (Romandhon, 2015: 156).

C. Tantangan dalam Arus Globalisasi


Globalisasi membawa negara-negara bangsa terintegrasi dalam jaringan
global seakan menyatu dalam sebuah “Global Village”. Sebagai bangsa yang
merdeka dan berdaulat dalam rangka memenangkan persaingan di pasar
global, bangsa Indonesia harus memiliki jati diri. Para pendiri negara telah

NILAI-NILAI KEJUANGAN 145


menetapkan Pancasila sebagai dasar Negara sekaligus sebagai pandangan
hidup bangsa. Kedudukan dan fungsi tersebut bersifat hakiki, karena itu
nilai-nilai Pancasila harus diaktualisasikan secara berkelanjutan untuk
membangun karakter bangsa. Menggali dan menanamkan nilai-nilai
Pancasila yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal secara inheren lewat
pendidikan memiliki fungsi strategis bagi penguatan karakter dan jati diri
bangsa. Kearifan lokal sebagai strategi revitalisasi nilai-nilai Pancasila untuk
penguatan karakter dan jati diri bangsa. Tantangan mendasar globalisasi
yang akan dihadapi seperti berikut.
1. Globalisasi dapat menciptakan sikap individualisme, yaitu masyarakat
lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri di atas kepentingan
bangsa, mulai menipisnya rasa solidaritas dan kesetiakawanan sosial,
gotong royong, rembuk desa/musyawarah, gotong royong, dan
sebagainya.
2. Globalisasi dapat menyebabkan semakin rendahnya apresiasi para
pemuda, yaitu banyaknya generasi sekarang yang sudah melupakan
para pejuang dan jati diri bangsanya dengan fenomena baru, yaitu
lebih mengenal dan mengidolakan tokoh-tokoh dari luar negeri seperti
pemain sepak bola, penyanyi, pemain film, band luar, artis, superhero
luar negeri, semuanya itu dianggap sebagai manusia yang sempurna di
hadapan mereka.
3. Globalisasi menyebabkan pandangan kritis terhadap ideologi
negaranya, yaitu banyaknya masyarakat yang apatis terhadap
ideologi atau falsafah negaranya. Mereka sudah tidak tertarik lagi
untuk membahasnya, bahkan lebih cenderung bersifat kritis dalam
operasionalnya dengan cara membanding-bandingkan dengan ideologi
lain yang dianggap lebih baik.
4. Globalisasi memunculkan yang namanya diversifikasi masyarakat,
yaitu bermunculannya kelompok-kelompok masyarakat dengan profesi
profesional dan berkompetisi dalam berbagai bidang kehidupan guna
mencapai tingkat kesejahteraan yang bertaraf internasional.
5. Globalisasi menyebabkan keinginan masyarakat dalam keterbukaan
yang lebih tinggi, yaitu tuntutan masyarakat terhadap penyeleng-
garaan, pemerintah yang lebih mengedepankan pendekatan
dialogis, demokratisasi, supremasi hukum, transparasi, akuntabilitas,
efektivitas, dan efisiensi.

146 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Globalisasi terjadi melalui berbagai saluran, di antaranya pendidikan
dan ilmu pengetahuan, keagamaan, industri internasional dan lembaga
perdagangan, wisata mancanegara, saluran komunikasi dan telekomunikasi
internasional, media elektronik termasuk internet, etika, dan budaya.
Perkembangan teknologi di Indonesia ke arah globalisasi mendapat respons
positif dan negatif. Perkembangan teknologi tersebut di satu sisi dapat
membawa kemajuan bagi masyarakat Indonesia, akan tetapi di sisi lain
mereka khawatir dengan dampak yang ditimbulkan dari perkembangan
teknologi itu.
Ada beberapa hal yang menjadi keuntungan dan kelemahan
perkembangan teknologi ke arah globalisasi. Keuntungan dari arus
globalisasi di antaranya adalah: segala aktivitas manusia menjadi lebih efektif
dan efisien, perdagangan dan perindustrian maju pesat, tercipta integrasi
bangsa, sistem transportasi dan komunikasi berkembang pesat, adanya alam
keterbukaan dan kebebasan sehingga masing-masing dapat menyuarakan
haknya, sistem perekonomian yang kuat dapat membawa kemajuan suatu
bangsa, munculnya teknologi-teknologi modern yang dapat dimanfaatkan
untuk mengatasi permasalahan-permasalahan dalam kehidupan masyarakat
seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pencemaran lingkungan.
Sementara itu, berikut kelemahan dari arus globalisasi yang sangat
deras masuk Indonesia.
1. Munculnya homogenisasi akibat kemajuan teknologi komunikasi yang
bersifat satu arah yang disebarkan melalui media massa, televisi, radio,
serta saluran internet yang menyebabkan nilai budaya asli mengalami
kemerosotan, bahkan ditinggalkan dan digantikan dengan nilai-nilai
budaya baru yang bersifat global dan modern.
2. Munculnya sikap ketergantungan negara-negara berkembang pada
negara-negara maju karena negara maju membuat segala peralatan yang
menggunakan teknologi modern yang akan digunakan oleh negara-
negara lain sehingga bersifat global. Hasil teknologi yang dimiliki oleh
negara-negara maju menjadi tanda untuk menunjukkan eksistensi
bangsanya. Karena negara berkembang tidak mampu mengikuti
persaingan bebas, maka akan selalu bergantung pada negara maju.
3. Munculnya keterbukaan dan integrasi menyebabkan batas-batas
wilayah secara geografi tidak lagi menjadi permasalahan penting
sehingga tiap daerah tidak ada batas. Hal tersebut menyebabkan
perkembangan arus globalisasi dalam masyarakat tidak lagi dapat

NILAI-NILAI KEJUANGAN 147


dikontrol dengan baik.
4. Munculnya budaya konsumtif yang disebabkan oleh adanya iklan-
iklan yang ditayangkan di televisi, saluran internet, dan radio sehingga
masyarakat memiliki ketertarikan yang tinggi untuk membeli barang-
barang produksi yang ditawarkan.
5. Munculnya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh adanya
perkembangan teknologi yang dibuat oleh manusia, tetapi
menimbulkan dampak berupa kerusakan lingkungan, seperti bahaya
limbah industri, serta pencemaran udara, air, dan tanah.

Globalisasi merupakan perkembangan masyarakat di dunia tanpa ada


batas sehingga tercipta penyatuan masyarakat yang saling bergantung
antara satu dan yang lain. Masa globalisasi ditandai dengan adanya
persaingan bebas dan perdagangan bebas sehingga mereka yang kuat dan
mampu bersaing akan mendapatkan keuntungan yang besar. Dalam masa
globalisasi, ada tiga bidang yang dapat mengalami perubahan secara
global, yaitu globalisasi ekonomi, politik, dan budaya. Ada beberapa usaha
yang dapat dilakukan rakyat Indonesia dalam menghadapi globalisasi
tersebut. Pertama, untuk menghadapi globalisasi ekonomi, dapat
dilakukan dengan cara menjalin kerja sama ekonomi, baik secara bilateral,
regional, dan internasional. Sebab dalam era globalisasi ditandai dengan
sistem perdagangan dan pasar bebas sehingga kerja sama ekonomi harus
diikuti oleh setiap negara yang ingin maju dan terlibat dalam tatanan baru
ekonomi dunia.
Kedua, untuk menghadapi globalisasi politik, dapat dilakukan dengan
cara menjalin kerja sama politik baik secara bilateral, regional, dan
internasional seperti OKI, ASEAN, PBB, GNB, dan organisasi lainnya.
Sebab melalui kerja sama politik tersebut, dapat melahirkan keputusan-
keputusan politik yang menjadi dasar terwujudnya perjanjian perdagangan
bebas dan pasar bebas. Ketiga, untuk menghadapi globalisasi budaya,
dapat dilakukan dengan menyeleksi pengaruh budaya luar yang masuk
ke Indonesia. Bagi unsur budaya yang sesuai dengan budaya asli dipakai,
sedangkan yang bertentangan dengan budaya asli Indonesia dihilangkan.
Media komunikasi baik itu melalui media massa, televisi, radio, dan media
internet merupakan sarana yang paling mudah dalam menyebarkan
perilaku global.
Selain persoalan yang mengancam keutuhan dan masa depan bangsa,

148 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Indonesia juga menghadapi tantangan menghadapi persaingan di pentas
global, seperti rendahnya indeks pembangunan manusia Indonesia
mengancam daya saing bangsa, lemahnya fisik anak-anak Indonesia karena
kurang olahraga, rendahnya rasa seni dan estetika serta pemahaman etika
yang belum terbentuk selama masa pendidikan. Globalisasi dan
berkembangnya teknologi informasi telah mengakibatkan kaburnya jiwa
semangat dan nilai-nilai kejuangan 45 serta memudarnya rasa nasionalisme,
patriotisme, dan kecintaan terhadap negara.
Pada awalnya globalisasi didorong oleh kekuatan kapitalisme, yaitu
pemilik modal kuat mendorong munculnya perdagangan internasional.
Pada tahap berikutnya perdagangan internasional berkembang cepat dan
beberapa negara sepakat untuk melakukan perdagangan bebas, yang
menembus batas-batas wilayah negara dan menghilangkan berbagai
hambatan administrasi baik dalam perdagangan, perpindahan manusia,
maupun jasa. Proses globalisasi ini tidak bisa dihindari dan dielakkan
dengan perkembangan teknologi, informasi, dan transportasi yang
berkembang begitu cepat. Kehidupan masyarakat dunia bagaikan tanpa
batas-batas wilayah negara. Globalisasi dapat menciptakan peluang dan
ancaman.
Di masa depan, orang, barang, jasa dari negara Malaysia atau Vietnam
akan mudah masuk ke Indonesia, begitu juga sebaliknya. Bayangkan jika
kita tidak mempersiapkan hal tersebut, pastinya kalau kemampuan,
pengetahuan dan kualitas manusia Indonesia secara keseluruhan kalah
dengan sumber daya dari negara lain maka kita akan dijajah kembali
dengan cara yang berbeda. Diharapkan kemampuan dan kualitas kita lebih
baik sehingga kita bisa melakukan perluasan jaringan di negara lain, jadi
nanti barang, jasa, dan manusia Indonesia bisa melakukan ekspansi ke
negara lain, dan bukan sebaliknya. Kalau kualitas sumber daya manusia,
barang dan jasa kalah dengan negara lain akan menyebabkan banyak
kerugian, contohnya banyak perusahaan yang tutup karena tidak bisa
bersaing dengan perusahaan asing. Kalau itu terjadi akan menyebabkan
pengangguran dan kemiskinan. Oleh karena itu, kita harus meningkatkan
kualitas dan profesionalisme di segala bidang untuk meningkatkan daya
saing bangsa.
Dalam berbagai hal kita mengeluh karena kalah bersaing dengan
produk-produk luar negeri yang lebih baik sekaligus lebih murah. Petani
mengeluh jika panen raya hasilnya menjadi murah karena di saat yang
bersamaan pemerintah juga mengimpor. Supermarket kita dipenuhi

NILAI-NILAI KEJUANGAN 149


dengan buah import dan lebih disukai oleh masyarakat seperti jeruk dari
Cina, apel dari New Zeland, durian montong dari Thailand. Tahu tempe yang
kita makan kedelainya dihasilkan dari Amerika. Barang-barang elektronik
dan otomotif sebagian besar juga produk luar. Para tokoh besar Indonesia
kalau mau perawatan kesehatan juga lebih mempercayai rumah sakit di luar
negeri seperti Singapura atau Jepang. Aksesoris-aksesoris yang dijual di
pasar-pasar tradisional seperti sisir, pita, bando dan lain-lain sebagian besar
didatangkan dari Cina dan Korea. Sementara itu, dalam bidang kuliner kita
juga lebih tertarik dengan restoran cepat saji dari luar negeri.
Kapitalis internasional juga sudah merambah untuk menginvestasikan
modal dalam mengolah sumber daya alam di Indonesia. Tambang dan
kilang minyak beberapa sudah dikuasai oleh perusahaan asing seperti
Chevron, Petronas, Exxon. Perusahaan BUMN Indonesia Pertamina
tidak bisa menggarap semua kilang minyak yang cukup banyak di tanah
Indonesia. Tambang emas di Papua dikuasai Freeport, tambang tembaga di
NTB dikuasai oleh Newmont yang pada tahun 2016 berganti nama menjadi
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (PT. AMNT). Perkebunan sawit juga
beberapa dikuasai oleh asing yaitu perusahaan Malaysia. Perusahaan-
perusahaan milik orang Indonesia sudah jatuh ke tangan perusahaan luar,
seperti kecap/saos ABC, teh celup Sariwangi, kecap Bango, air mineral
Aqua, susu formula SGM, rokok Dji Sam Soe. Beberapa bank nasional dan
perusahaan telekomunikasi juga telah diakuisisi oleh pengusaha asing.
Globalisasi merasuk kepada kehidupan sosial budaya memengaruhi
kehidupan generasi muda bangsa Indonesia, terutama gaya hidup dan
minat kesenian dalam berbagai hal. Cara berpakaian, musik, kuliner, seni
tari banyak dipengaruhi oleh budaya global. Sebagai contoh musik Jawa,
musik keroncong berganti menjadi musik pop. Seni tari dari berbagai
daerah sudah berganti dengan rap, hip-hop, dan tarian modern lainnya.
Jika itu dibiarkan terus dapat melunturkan jati diri atau karakter sebagai
manusia Indonesia. Pengaruh-pengaruh tersebut memang tidak secara
langsung berpengaruh terhadap nasionalisme, tetapi secara keseluruhan
dapat menimbulkan rasa nasionalisme memudar. Sebab globalisasi mampu
membuka cakarawala masyarakat secara global. Maka ketika liberalisme,
materialisme, individualisme, hedonisme dianggap baik, bisa memengaruhi
pola pikir dari masyarakat Indonesia dan bisa melunturkan nilai ketimuran
dari bangsa kita yaitu religius, gotong royong, musyawarah, dan solidaritas
bisa terkikis dengan pengaruh globalisasi tersebut.
Teknologi informasi yaitu internet sudah sangat maju sehingga

150 NILAI-NILAI KEJUANGAN


dengan mudah dapat diakses di mana saja dan kapan saja. Sekarang anak
muda sudah menganggap kebutuhan internet sebagai kebutuhan penting,
bahkan bisa dikatakan sebagai kebutuhan yang setiap hari harus ada.
Pengetahuan dan teknologi diciptakan pastinya mempunyai tujuan yang
mulia dan baik. Tetapi manusia kadang menyalahgunakan hal-hal tersebut
seperti diciptakannya nuklir untuk menemukan energi baru, akan tetapi
malah disalahgunakan untuk berperang dan membuat bom atom yang
bisa membunuh ribuan orang. Munculnya mesin-mesin pada awalnya
untuk membantu dalam memproduksi barang. Kondisinya berbeda dengan
harapan karena mesin itu menyebabkan orang-orang kaya memperlakukan
manusia seperti mesin dan membayar tenaga manusia menjadi murah.
Internet pada awalnya juga diciptakan untuk mempermudah dalam
informasi dan komunikasi akan tetapi sekarang banyak anak muda
menyalahgunakan internet untuk melihat film porno, kecanduan
permainan online, menyebarkan berita hoax, saling menghujat di dunia
maya, dan kecanduan media sosial sehingga anak muda sekarang rasa
kesetiakawanannya luntur, kita bisa melihat anak muda saling mengobrol,
akan tetapi sambil pegang HP dan berkomunikasi dengan teman di media
sosial. Teknologi terkesan menjauhkan teman yang dekat dan
mendekatkan teman yang jauh. Rasa sosial menjadi tidak ada karena lebih
menyukai untuk bersentuhan dengan media sosial seperti chatting, BBM,
WA, Facebook, Twitter, HP, dan teknologi komunikasi lainnya.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan
suatu negara termasuk Indonesia, baik positif maupun negatif. Pengaruh
globalisasi menyeluruh di berbagai bidang kehidupan ekonomi, ideologi,
politik, sosial budaya dan memengaruhi nilai-nilai nasionalisme terhadap
bangsa. Dalam hal ini perlu dilakukan langkah-langkah menyikapi pengaruh
globalisasi secara baik, misalnya seperti berikut.
1. Pengaruh globalisasi (modernisasi) dicegah dan ditangani secara arif.
2. Memperkuat nilai-nilai luhur bangsa dengan sosialisasi intens kepada
generasi muda.
3. Memperkuat daya saing produk nasional dan SDM.
4. Mengeksplorasi kekayaan SDA dengan kemampuan sendiri.

Sebagai bagian kecil dari komunitas dunia, banyak pengaruh luar


yang datang ke Indonesia. Begitu juga sebaliknya, banyak pengaruh dari
Indonesia yang juga dirasakan oleh masyarakat dunia. Bagaimana dalam

NILAI-NILAI KEJUANGAN 151


sejarah Indonesia tentang nasionalisme Sukarno yang mampu
memengaruhi dunia? Label kepahlawanan Sukarno tidak hanya berlaku
dalam negeri, tetapi juga menjadi pahlawan bagi sebagian besar masyarakat
di negara-negara ketiga seperti Kuba, Mesir, Afrika Selatan, dan Pakistan.
Tidak heran jika berkunjung ke negara-negara tersebut, dengan mudah kita
akan menjumpai nama-nama jalan “Sukarno”.
Dalam kunjungan ke Kota St.Petersburg, Rusia, Sukarno tanpa sengaja
melihat sebuah bangunan indah yang tidak lain adalah masjid yang berubah
fungsi menjadi tempat penyimpanan senjata pasca Revolusi Bolshevik.
Dalam pertemuannya dengan Nikita Kruschev, di sela-sela usai perundingan
dua negara, Sukarno pun melontarkan kekecewaannya, ihwal masjid yang ia
lihat tempo hari. Seminggu setelah kunjungan usai, kabar gembira datang
dari pusat kekuasaan, Kremlin di Moskow yang mengumumkan bahwa
masjid di St. Petersburg dibuka kembali untuk beribadah umat Islam. Di
masa sekarang bangsa Indonesia juga telah memberikan sumbangsih besar
dalam kehidupan globalisasi seperti membantu penyelesaian konflik
Rohingya di Myanmar, yang terakhir adalah Konflik Palestina-Israel. Posisi
Indonesia jelas dalam membantu penyelesaikan permasalahan dunia itu.

D. Tantangan dalam Permasalahan Kemiskinan


Maju dan sejahteranya suatu negara tidak ditentukan oleh melimpahnya
sumber daya alam, tetapi oleh kualitas dan karakter sumber daya manusianya.
Jepang tidak memiliki sumber daya alam yang memadai, 80% tanahnya
berupa pegunungan sehingga tidak bisa mengembangkan pertanian dan
perkebunan. Tetapi Jepang mempunyai budaya kerja yang baik sehingga
saat ini menjadi salah satu negara industri terbesar di Dunia. Swiss hanya
11% lahannya yang bisa ditanami. Negara ini tidak memiliki perkebunan
cokelat, tetapi menjadi negara penghasil cokelat terbaik di dunia. Perusahaan
terbesar dunia Nestle juga berpusat di Swiss. Singapura merupakan negara
termaju di kawasan Asia Tenggara, tidak memiliki tambak udang tetapi
merupakan negara pengekspor udang terbesar di dunia. Bahkan udang yang
diproduksi di Singapura berasal dari negara Asia Tenggara termasuk dari
wilayah Indonesia.

Sebaliknya, Indonesia yang melimpah dengan sumber daya alam, hutan,


perkebunan, pertanian, kelautan, tambang, dan sumber daya alam
lainnya, tidak bisa dijadikan pijakan bahwa Indonesia menjadi negara
yang kaya, bahkan kita masih berada di negara berkembang. Masih banyak

152 NILAI-NILAI KEJUANGAN


rakyat dan masyarakatnya yang berada di garis kemiskinan. Menurut BPS,
jumlah orang miskin memang sudah berkurang jika dibandingkan dengan
beberapa tahun sebelumnya. Kita memang bukan negara paling miskin,
jika kemiskinan dikaitkan dengan Human Development Index, meliputi
angka harapan hidup (life expectancy), jumlah orang buta huruf (literacy),
tingkat pendidikan rata-rata (education) dan sumber kehidupan yang layak
(standart of living), maka kita masih lebih sejahtera daripada Timor Leste,
Myanmar, India, Pakistan, Papua Nugini, dan banyak negara Afrika.
Berkaitan dengan kemiskinan ini, banyak hal yang perlu ditanyakan:
Pertama, mengapa sebagai negara dengan sumber daya alam yang begitu
berlimpah (salah satunya tambang emas terbesar di dunia), kita tetap
miskin. Kedua, mengapa ketika kita masih terpuruk dalam kemiskinan,
korupsi terus merajalela sehingga membuat kita semakin miskin karena
dana pembangunan baik dari APBN maupun APBD mengalami kebocoran.
Ketiga, mengapa sistem perekonomian kita tidak pro dengan rakyat.
Banyak kebijakan pemerintah yang justru memiskinkan rakyat. Negara
kita merupakan negara agraris dan mayoritas penduduk kita adalah petani.
Tetapi setelah lebih dari 70 tahun merdeka mengapa mereka masih menjadi
miskin. Banyak petani di pedesaan sekarang ini hanya menjadi buruh tani
yang tidak memiliki tanah yang digarap. Kita kaya beraneka tambang, tetapi
mengapa selalu jatuh ke perusahaan asing. Dalam sektor perdagangan
pemerintah juga terkesan membela para pemilik modal. Sekarang ini sudah
sangat menjamur minimarket di penjuru kota bahkan juga sudah sampai
ke pelosok-pelosok desa yang dampaknya mematikan warung-warung kecil
dan pasar tradisional. Keempat, bagaimana dengan ketentuan Pasal 33
UUD 1945, yang berbunyi Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan (ayat 1). Kemudian cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak
dikuasai negara (ayat 2). Dan, bumi dan air dan kekayaan yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat (ayat 3).
Sekarang ini pemerintah memang telah menggulirkan sejumlah
kebijakan untuk mengentaskan kemiskinan di antaranya adalah Kartu
Indonesia Pintar (KIP), Beasiswa (Bidikmisi) beasiswa untuk mahasiswa
yang berprestasi tetapi tidak mampu, Kartu Indonesia Sehat (KIS) atau
BPJS Kesehatan, Kartu Indonesia Sejahtera, Penyaluran Kredit Usaha
Rakyat (KUR), mengembangkan ekonomi kreatif dan yang paling utama
di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo yaitu dalam pembangunan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 153


infrastruktur struktur seperti jalan Trans Papua, tol di Jawa, tol di
Sumatra, infrastruktur kelistrikan, dan transportasi. Pemerintah saat ini
sudah mulai mempertimbangkan investasi jangka menengah dan panjang,
kita ketahui dari beberapa program tersebut, beberapa kebijakan baru bisa
kita rasakan antara 5-10 tahun kemudian. Tetapi seperti KIS, BPJS dan KIP
merupakan kebijakan untuk memberikan kemudahan bagi warga Indonesia
yang miskin. Tetapi koreksi untuk BPJS dan KIS bahwa masyarakat yang
menggunakan kartu tersebut saat di rumah sakit atau pelayanan kesehatan
lainnya sering tidak dilayani dengan baik dan prosesnya terlalu ribet
sehingga beberapa masyarakat enggan menggunakan kartu tersebut.
Penanggulangan kemiskinan tidak terlepas dari konteks pembangunan
nasional. Pilihan terhadap konsep dan indikator kemiskinan dalam suatu
masa akan mewarnai berbagai kebijakan yang diambil. Pemakaian konsep
yang berbeda akan melahirkan cara pandang yang berbeda pula. Kemiskinan
merupakan persoalan serius yang perlu penanganan secara intensif dan
selalu diusahakan untuk diminimalisir. Kebijakan yang diambil tanpa
mempertimbangkan akar permasalahan kemiskinan di tiap-tiap daerah
yang bersifat spesifik hanya akan berakhir dengan sia-sia. Secara teori
kemiskinan sesungguhnya ditunjukkan dengan adanya jarak antara nilai-
nilai utama yang berakumulasikan dengan pemenuhan kebutuhan akan
nilai tersebut secara layak. Selain itu, kemiskinan berkaitan dengan aspek-
aspek material seperti pendapatan dan pendidikan, sedangkan aspek-
aspek non material di antaranya berbagai macam kebebasan, hak untuk
hidup yang layak, serta merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam
suatu proses pembangunan. Untuk itu, diperlukan alternatif kebijakan
mengurangi kemiskinan dengan cara seperti berikut.
1. Menciptakan lapangan pekerjaan.
2. Memanfaatkan tanah-tanah tidak produktif untuk dimanfaatkan
dalam bidang pertanian maupun peternakan.
3. Perluasan jangkauan kredit mikro dengan bunga yang ringan dan
syarat mudah.
4. Peningkatan dan kemudahan pelayanan dalam bidang kesehatan,
pendidikan dan layanan publik.
5. Pengembangan kemampuan manajemen dan keuangan serta
penguasaan teknologi (berbasis IT), soft skill dan hard skill dalam
bidang yang ditekuni oleh masing-masing masyarakat.

154 NILAI-NILAI KEJUANGAN


6. Pengembangan struktur ekonomi seperti pasar, koperasi, dan
organisasi ekonomi.
7. Membuka jaringan dan data bersama contohnya bagaimana untuk
mengetahui daerah yang surplus komoditas dan daerah yang
kekurangan dan surplus komoditas untuk menurunkan harga jual
produksi Indonesia.
8. Pengembangan wadah dinamika masyarakat (rembuk kampung,
rembuk desa, rembuk kecamatan, dan lain-lain) yaitu pemberdayaan
masyarakat di tingkat lokal dengan budaya musyawarah dan gotong
royong.

Sebagaimana kita ketahui produktivitas ikan suatu negara bergantung


pada panjang pantainya. Pantai Indonesia cukup panjang, akan tetapi
pendapatan produksi dan ekspor termasuk rendah. Terlihat perbedaan
yang signifikan jika dibandingkan denga negara Cina. Berarti kemampuan
mengeksplorasi kekayaan laut kita masih rendah. Potensi perikanan kita
masih sangat besar, tetapi sumber daya manusia kita yang kurang baik,
bisa dilihat dari indikator banyaknya pencurian ikan terjadi di kawasan
Indonesia. Kebijakan Menteri Kelautan Indonesia Susi Pujiastuti dengan
banyak kapal asing yang ditangkap dan ditenggelamkan menandakan bahwa
bangsa Indonesia sebetulnya sangat kaya, tinggal cara pengelolaannya
seperti apa.

Tabel 3. Pendapatan Sektor Perikanan Laut pada 2014

Berkaitan dengan kasus pencurian ikan oleh nelayan Malaysia,


Filipina, Vietnam tersebut dapat memberikan pelajaran berharga bagi
bangsa kita. Salah satunya adalah agar bangsa Indonesia tidak hanya
membangun di daratan, tetapi juga mengembangkan potensi kelautan.
Jiwa bahari harus kita tumbuhkan bagaimana pada masa Sriwijaya dan
Majapahit kita bisa menguasai lautan di wilayah Asia Tenggara.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 155


Bagaimana orang-orang Bugis sebagai masyarakat yang terkenal mampu
mengarungi lautan dan samudra, bahkan sampai ke Madagaskar di
Afrika dengan kapal Pinisi.

Orang-orang Bugis menyebar di kawasan Asia Tenggara pada masa


pelayaran Nusantara seperti Singapura, Malaysia bahkan sampai ke
Australia sesuai dengan diakuinya Kapal “Pinisi” sebagai Warisan
Budaya Dunia oleh UNESCO di bawah PBB pada tahun 2017. Jadi, kita
sebetulnya bisa menjadi negara kaya dengan memanfaatkan sektor
kelautan. Padahal kita masih punya hutan yang merupakan terluas nomor
3 sedunia. Negara Indonesia juga mempunyai tambang strategis, antara
lain Freeport di Papua merupakan tambang emas terbesar di dunia.
Tidak kalah pentingnya potensi pariwisata Indonesia kalau dikelola
dengan baik terutama infrastruktur akan memberi pengaruh yang cukup
besar bagi masyarakat di Indonesia.

Maka dapat disimpulkan bahwa ke depan arah kebijakan pemerintah


untuk lebih memfokuskan pada bidang yang disesuaikan dengan wilayah
dan karakteristik masing-masing daerah. Dalam sejarah bangsa
Indonesia kita hanya mengenal tipe dan sistem pemerintahan yaitu
agraris dan maritim sehingga dengan melihat sejarah panjang bangsa,
kita bisa lebih memfokuskan pada dua sektor ini. Pengembangan
teknologi dan informasi diharapkan bisa menyokong kemajuan dari
bidang maritim dan agraris atau pertanian di bangsa kita.

Kita bisa belajar tentang arti kemiskinan dari tokoh Bung Hatta,
bagaimana saat beliau pensiun mengalami kehidupan dalam
kesederhanaan. Bagaimanapun, kemiskinan itu bukan alasan untuk
merengek dan meminta belas kasihan. Dengan senjata tulisan beliau
mampu menghidupi keluarga dengan uang yang didapat dari tulisan-
tulisan. Bangsa kita harus belajar dari sosok seperti beliau, walaupun
dalam keadaan kesulitan beliau masih kukuh untuk tidak meminta belas
kasihan dari siapa pun.

Setelah mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden, ekonomi


keluarga Hatta semakin sulit. Ia hidup bersama Rahmi secara pas-pasan.
Uang pensiun yang diberikan oleh negara tetap tidak mampu untuk
mencukupi kebutuhan keluarga. Hingga pernah suatu ketika, sekadar
untuk membayar listrik saja, Hatta tidak mampu. Karena semua dana
pensiunan sudah habis digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lainnya.

156 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Karena memang uang pensiun yang diberikan negara saat itu sangat
kecil. Untuk menyiasati keuangan keluarga yang semakin sulit, ia pun
tidak mau merengek-rengek bantuan pada pemerintah untuk mendapat
belas kasihan. Sebaliknya, Hatta justru lebih memilih untuk
mengirimkan tulisan ke penerbit atau ke surat kabar, guna memenuhi
kebutuhan keluarga (Romandhon, 2015: 154-155).

E. Tantangan dalam Otonomi Daerah


Pada masa Reformasi, Indonesia mulai menerapkan dan member-
lakukan otonomi daerah, dengan mendesentralisasikan berbagai kewe-
nangan atau urusan pemerintah kepada Pemerintah Daerah. Pemerintah
tidak lagi sentralisasi, tetapi sekarang sudah terdesentralisasi, dalam arti
daerah memiliki keluasan untuk menyelenggarakan pemerintah secara
lebih demokratis. Kebijakan ini dilakukan untuk memberdayakan
masyarakat dalam pembangunan, memacu kehidupan lebih demokratis
dan memberikan pelayanan publik yang lebih optimal. Tetapi harus
disadari bahwa otonomi harus tetap dalam kerangka NKRI. Otonomi
diharapkan tidak melahirkan raja-raja kecil yang menggoyahkan
keutuhan bangsa kita.

Kondisi semakin ke sini memperlihatkan otonomi cenderung


melahirkan kepala daerah sebagai raja-raja kecil yang merasa paling
berkuasa di daerah. Sekarang banyak peraturan dan keputusan yang
bertentangan dengan peraturan perundangan yang ada di tingkat
nasional. Kekuasaan yang otonomi memunculkan sikap sempit dari tiap
daerah seperti sikap egoisme kelompok (suku, agama, atau ras),
eksklusivisme teritorial (wilayah, daerah dan kawasan), primordialisme,
serta sikap intoleran terhadap kelompok lain, yang mempunyai potensi
menjadi ancaman disintegrasi bangsa. Sebagai contoh ada provinsi atau
kabupaten/ daerah yang menginginkan calon kepala daerah harus putra
daerah asli. Pengalaman penulis saat merantau di daerah Indonesia timur
saat pilkada dan pemilihan calon pemimpin daerah para elite juga
menggunakan suku dan agama sebagai alat untuk meraup suara karena
isu tersebut itu akan mudah untuk diterima masyarakat pemilih. Kita
juga bisa melihat juga pada kasus pilkada DKI yang baru saya
dilaksanakan wacana agama, ras digunakan untuk menjadi senjata yang
sangat ampuh untuk meraup suara. Semoga ke depan hal-hal tersebut
tidak berulang lagi, sebab bagaimanapun, kita membutuhkan pemimpin-
NILAI-NILAI KEJUANGAN 157
pemimpin yang visioner ke depan untuk menyelesaikan permasalahan-
permasalahan bukan mencari pemimpin yang satu golongan dengan kita
atau satu agama dengan kita.

Sesuai Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah


Daerah, pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap daerah, sedangkan untuk
kabupaten/kota, pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh gubernur,
selaku kepala wilayah, yaitu wakil pemerintah pusat di daerah sehingga
tidak boleh pemerintah kabupaten atau pemerintah kota, dengan alasan
otonomi mengabaikan pengawasan dan pembinaan dari gubernur.
Walaupun dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi kabupaten dan
kota harus bekerja sama dan bersinergi untuk membangun kawasan
sesuai dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia masing-
masing yang ada di tingkat daerah.

Otonomi ternyata pada praktiknya tidak setiap daerah benar-benar


bisa otonom, dalam arti seluruh pembiayaan, baik berupa belanja rutin
atau belanja pembangunan dapat ditanggulangi sendiri. Pada umumnya
keuangan daerah masih bergantung dari dana perimbangan yang
bersumber dari APBN pemerintah pusat sehingga yang disebut otonomi
baru sebatas pemberian keluwesan kepada pemerintah daerah untuk
mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri. Semisal penyusunan
Peraturan Daerah (Perda) sebagai penjabaran dari peraturan
perundangan di atasnya, sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah.
Dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dilakukan dengan
sistem demokrasi secara langsung. Kondisi ini sebagai antitesis dari
pemerintah sebelumnya yaitu masa pemerintahan Orde Baru masa
kepemimpinan Suharto yang cenderung otoriter dan pemilihan kepala
daerah tidak sedemokratis masa Reformasi sekarang. Tetapi harus diakui
pilkada belum sesuai dengan harapan. Kondisi tersebut bisa terlihat
semakin rendahnya tingkat partisipasi publik masyarakat dalam pilkada,
munculnya politik uang dan konflik yang disebabkan oleh pilkada ini.

Sementara itu, harus diakui bahwa penerapan otonomi daerah pada


masa reformasi belum mampu memberikan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan tetap saja
menjadi masalah yang cukup pelik dalam penyelesaiannya. Menghadapi
pelaksanaan sistem otonomi daerah terkesan ragu-ragu antara
mengambil tindakan tegas dengan segenap risikonya atau bersifat

158 NILAI-NILAI KEJUANGAN


kompromi seperti yang selama ini masih banyak terjadi. Sikap tidak
tegas terlihat saat evaluasi sudah dilakukan oleh pemerintah, tetapi tidak
ada tindak lanjutnya. Bagaimanapun, kita juga harus bisa melihat
kemajuan dari penerapan otonomi daerah yang tampak pada penerapan
dan peningkatan pelayanan publik. Pendirian pelayanan terpadu satu
atap yang mengurangi kesulitan dalam perizinan yang ribet dan
memakan waktu. Kemudian perencanaan dilakukan dengan sistem
botton up dan top planing yang seimbang sehingga keperluan dan
pertimbangan dari bawah diutamakan dalam perencanaan pembangunan
tersebut.

Tetapi penyimpangan terjadi perencanaan melalui Musrenbang


dikalahkan oleh usulan proyek dari anggota DPRD, yang bertujuan
untuk menggalang konstituennya di daerah pemilihan. Otonomi yang
sudah berjalan pada masa Reformasi telah dianggap mampu mendorong
kehidupan yang lebih demokratis yaitu pemilihan kepala daerah dengan
langsung oleh rakyat. Tetapi kita ketahui bahwa pemilihan langsung ini
membutuhkan ongkos politik yang sangat mahal sehingga banyak kepala
daerah yang terjerat kasus korupsi yang intinya untuk mengembalikan
modal politik yang sudah digunakan pada masa pemilihan kepala daerah.

Dalam sejarah bangsa Indonesia kegiatan otonomi tersebut juga


sudah diterapkan pada masa kedaulatan Sriwijaya dan Majapahit,
bagaimana kerajaan-kerajaan kecil yang tunduk dengan kekuasaan raja
Nusantara. Kondisi sebetulnya bahwa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit
tidak perlu mengawasi secara langsung di kerajaan-kerajaan vasal dan
hanya memberikan upeti sebagai tanda bahwa kerajaannya tunduk di
bawah kekuasaannya. Kondisi tersebut bisa berjalan dengan baik selama
pusat Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit kondisinya masih kuat, akan
tetapi jika pusat pemerintahan melemah maka segera kerajaan-kerajaan
vasal melepaskan diri.

F. Tantangan dalam Permasalahan Korupsi


Korupsi adalah topik pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari dari
pegawai kantoran, pegawai pemerintahan, akademisi, ibu-ibu di pasar,
sampai obrolan di angkringan. Penangkapan demi penangkapan terjadi,
baik kepada para pejabat pemerintah daerah maupun pusat bahkan pihak
swasta memberikan kesan pada masyarakat Indonesia dan Internasional

NILAI-NILAI KEJUANGAN 159


dipertunjukkan sebuah drama korupsi yang tidak pernah habis-habisnya.
Kondisi tersebut disebabkan karena pengetahuan moral, etika, dan
karakter yang tidak berjalan baik. Ilmu pengetahuan dan teknologi
seolah- olah berlari kencang, akan tetapi pengetahuan moral, etika dan
karakter berjalan di tempat dan lamban.

Berbagai pihak yang terjerat kasus korupsi sudah melibatkan semua


lini kehidupan berbangsa dan bernegara kita, korupsi melibatkan pejabat
pemerintah, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif, pengusaha, ilmuwan,
LSM, penegak hukum (kejaksaan, kepolisian, kehakiman, Mahkamah
Konstitusi). Sekarang dengan dana desa yang digelontorkan oleh negara
juga mulai mengalami permasalahan seperti ditemukan beberapa kasus
korupsi dana desa yang terbaru bupati di Madura terkena Operasi
Tangkap Tangan (OTT) KPK dan beberapa oknum lainnya. Kesemua
tokoh besar dan terhormat di negeri kita ini bisa dengan mudahnya
terjerumus dalam lubang korupsi yang sudah menggurita. Kondisi
mentalitas para pemangku kepentingan tersebut harus dipertanyakan
seperti kejujuran, tanggung jawab, ketaatan hukum, rela berkorban, dan
pengabdian yang mungkin semuanya semakin luntur karena budaya
hedonis.

Pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak zaman Orde Lama,


Orde baru, dan sekarang Reformasi. Semua presiden di Indonesia pernah
menciptakan kebijakan memberantas korupsi. Tetapi sampai saat ini
hasilnya belum begitu terlihat. Berikut ini beberapa contoh kebijakan
pemerintah Indonesia dalam melakukan pemberantasan korupsi.

Tabel 4. Kebijakan Pemerintah dalam Pembetukan Anti Korupsi


No Waktu Bentuk Kebijakan
.
1 Tahun 1963 Dengan Keppres No. 275 dibentuk Operasi Budhi
Berdasarkan Keppes No. 228 Tahun 1967
2 Tahun 1967
dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi
3 Tahun 1970 Dibentuk Komite Anti Korupsi
Dibentuk Komisi Empat berdasarkan Keppres
4 Tahun 1970
No.12 Tahun 1970
Dibentuk OPSTIB dengan Koordinator Menpan
5 Tahun 1977
dan
pelaksana Operasional Pangkopkamtib
6 Tahun 1982 Dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi

160 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Dibentuk KPKPN yang bertugas memeriksa
7 Tahun 1998
Kekayaan Pejabat Negara
Dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Korupsi
8 Tahun 1999
(TGPTPK)
Dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002
9 Tahun 2002
dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi

Ketika pemerintah membetuk KPK, dasar pertimbangannya adalah


korupsi telah menjadi kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime)
maka perlu dibentuk lembaga yang memiliki kewenangan luar biasa
dalam memberantas korupsi. Meskipun korupsi merajalela, tetapi kita
harus optimis bahwa lambat laun korupsi akan berkurang. Kalau kita
katakan bahwa Indonesia akan bebas dari korupsi mungkin terlalu
optimis, tetapi kalau mengatakan korupsi tidak bisa diberantas berarti
kita juga terlalu pesimis.

Faktor-faktor penyebab kepala daerah melakukan korupsi antara


lain, monopoli kekuasaan, diskresi kebijakan yaitu diskresi dilakukan
karena tidak semua tercakup dalam peraturan sehingga diperlukan
kebijakan untuk memutuskan sesuatu, lemahnya akuntabilitas, biaya
pemilukada langsung yang mahal, kurangnya kompetensi dalam
pengelolaan keuangan daerah, kurang pahamnya peraturan, dan
pemahaman terhadap konsep budaya yang salah. Korupsi di Indonesia
juga memprihatinkan karena sering kali justru melibatkan aparat
penegak hukum yang justru seharusnya melakukan pemberantasan
korupsi, seperti kepolisian, kejaksaan, bahkan pengadilan. Lembaga
yang paling berpotensi korupsi di Indonesia adalah legislatif, lembaga
peradilan, kepolisian, dan partai politik.

Kasus di institusi tersebut memperlihatkan betapa parahnya korupsi


di Indonesia. Tampak jelas bahwa kita tidak bisa memberantas korupsi
dengan menangkap para pelaku korupsi, tetapi harus diberantas dari
akarnya. Segala kemungkinan yang menyebabkan terjadinya korupsi
harus dibenahi seperti sistem pelayanan, sistem pengawasan, dan sistem
rekrutmen pegawai. Secara teoretis faktor penyebab korupsi adalah
adanya minat (faktor intern), adanya kesempatan (faktor ekstern), dan
adanya rasionalisasi atau pembenaran (faktor mindset).

Faktor pertama, minat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya


dorongan kebutuhan. Jadi, korupsi terjadi karena terdesak oleh

NILAI-NILAI KEJUANGAN 161


kebutuhan, seperti biaya untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan
anak dan kebutuhan untuk berobat keluarga yang semakin meningkat.
Korupsi yang karena terdesak ini biasanya tidak terlalu tinggi. Dari
kondisi minat ini bisa terjadi korupsi karena keserakahan seperti pejabat-
pejabat tinggi yang ada di negeri ini. Kalau dilihat gajinya yang tinggi,
akan tetapi tetap masih banyak korupsi, karena keserakahan ini paling
berbahaya. Minat juga bisa karena gaya hidup dari individu atau
keluarganya yang konsumtif, memiliki barang-barang yang mahal
seperti rumah besar, mobil mewah, perhiasan mahal, baju mahal, tas
mahal, sepatu mahal, suka liburan keluar negeri dan hal-hal mewah
lainnya. Minat korupsi ini bisa juga disebabkan karena iman yang tidak
cukup kuat, adanya rasa malu karena konsekuensi jabatan.

Faktor kesempatan disebabkan sistem manajemen yang lemah, tanpa


pengawasan, pemisahan kewenangan yang tidak tegas dan otorisasi yang
berlebihan sehingga korupsi juga disebabkan karena berbelit-belitnya
sesuatu sehingga untuk bisa mempermudah pengurusan maka seseorang
melakukan korupsi dan penyogokan. Kondisi dari faktor rasionalissi atau
pembenaran bisa muncul disebabkan karena mindset atau cara berpikir
yang tidak benar. Misalnya pembenaran melakukan korupsi karena
gajinya rendah, karena atasannya atau orang lain juga melakukan, karena
merasa sebagai manusia berbuat kesalahan atau kekhilafan itu biasa dan
merasa tidak ada yang dirugikan karena suap dari pengusaha itu tidak
merugikan keuangan negara.

Korupsi yang masih banyak sering disebabkan penegakan hukum di


Indonesia masih lemah (rule of low). Hukum masih bisa ditawar bahkan
dapat dibeli. Akibatnya, hukum seolah-olah bagaikan pedang yang
tumpul ke atas dan tajam ke bawah, yaitu hukum terlihat akan tajam jika
digunakan untuk menghukum rakyat kecil dikarenakan rakyat kecil tidak
bisa untuk menyewa pengacara yang handal karena membutuhkan biaya
yang cukup mahal. Maksud tumpul ke atas yaitu terlihat hukum saat
mengadili para pejabat tinggi seolah olah menjadi lemah, bayangkan
korupsi pejabat yang sangat merugikan keuangan negara yang sangat
banyak hanya dihukum beberapa tahun saja. Bisa dibandingkan kasus
rakyat kecil yang hanya mencuri ayam, mencuri kayu, mencuri lainnya
juga dihukum dengan cukup berat.

Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana


korupsi disebutkan (Pasal 2 ayat 2): “Korupsi yang dilakukan dalam

162 NILAI-NILAI KEJUANGAN


keadaan tertentu seperti negara dalam keadaaan bahaya, terjadi bencana
alam atau negara mengalami krisis ekonomi atau moneter, dapat
dipidana mati”. Dengan pasal ini, seorang koruptor dapat dipidana mati,
kalau ini dilaksanakan bisa menjadi efek jera bagi masyarakat Indonesia
yang ingin melakukan korupsi. Kasus megakorupsi E-KTP telah
menjerat beberapa angota DPR, pejabat negara, dan pengusaha, bahkan
Ketua DPR juga menjadi tersangka dalam kasus ini. Bahkan, ada
beberapa koruptor dana E-KTP yang belum tersentuh hukum. Takutnya
orang-orang ini nanti akan melakukan perlawanan bawah tanah dengan
segala kemampuan untuk memperlemah KPK yang terus melakukan
penangkapan demi penangkapan terhadap kasus korupsi. Korupsi harus
diberantas dan kita sebagai warga negara yang bijak harus mendukung
kebijakan percepatan pemberantasan korupsi karena beberapa alasan:
1. Korupsi menyebabkan pemasukan dari SDA di Indonesia akan
berkurang.
2. Menyebabkan dunia usaha dan kegiatan perekonomian gagal dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3. Banyak aset negara yang hilang padahal diperlukan untuk melaksa-
nakan pembangunan sekarang dan yang akan datang.
4. Korupsi merusak kehormatan bangsa di hadapan negara lain yang ada
di dunia ini.
5. Korupsi menciptakan lingkungan yang tidak baik karena dapat
menimbulkan rasa saling curiga dan ketidakpercayaan di lingkungan
tersebut.

Sejarah dunia dan Indonesia sebetulnya telah memberikan


pembelajaran bagi kita semua. Bagaimana VOC masa penjajahan
Belanda bangkrut dan bagaimana Kerajaan Abassyah mulai runtuh yang
ada di Timur Tengah. Kedua pemerintahan tersebut runtuh dikarenakan
korupsi yang merajalela. Kekuatan VOC dan Kerajaan Abassyah yang
semegah itu bisa hancur dikarenakan busuknya para pejabat yang
mengelola keuangan dan kekayaan. Jika uang rakyat tidak dikorupsi
namun digunakan untuk kemaslahatan bangsa, Indonesia akan menjadi
negara yang kaya.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 163


G. Ringkasan
Tantangan bangsa Indonesia adalah hal yang menggugah tekad bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mengatasi masalah yang
dihadapi sehingga akan merangsang bangsa Indonesia untuk bekerja lebih
giat. Sebetulnya tantangan itu adalah sebuah pijakan atau batu loncatan
untuk bangsa ini supaya bekerja lebih giat untuk mengatasi masalah yang
dihadapi. Tantangan potensial dari bangsa Indonesia terutama: kemiskinan
harta dan ilmu, sifat feodalisme, konsumerisme dan primordialisme
(agama, dan ras/etnik), wilayah yang dibatasi dengan laut, selat, dan
sungai-sungai besar, kesenjangan sosial antara “si miskin dan si kaya” serta
antara pemerintah pusat dan daerah, kesadaran hukum disiplin nasional
yang rendah.

164 NILAI-NILAI KEJUANGAN


BAGIAN KESEPULUH
NILAI KEJUANGAN PEMUDA
DALAM MENGISI KEMERDEKAAN DI
MASA GLOBALISASI

A. Perjuangan Pemuda dalam Sejarah Indonesia

I
ndonesia terdiri dari berbagai keanekaragaman suku, bahasa,
budaya, ras, agama, dan keanekaragaman lainnya. Kearifan budaya
Indonesia yang di dalamnya terkandung nilai-nilai etik dan moral,
serta norma-norma yang sangat mengedepankan rasa kebersamaan,
solidaritas, musyawarah, gotong-royong dan nilai-nilai moral lainnya.
Nilai-nilai Indonesia ini nantilah yang akan menjadi modal bangsa
Indonesia dan pemuda Indonesia dalam menyikapi perubahan dunia ke
depan. Jangan sampai budaya Indonesia saat bersentuhan dengan budaya
global akan tersisih karena kalah bersaing. Bagaimanapun, karakter
bangsa yang kita miliki ini seharusnya mampu mendampingi para
generasi muda untuk bersaing di masa globalisasi ini.

Pemuda sebagai salah satu sumber pembangunan bangsa Indonesia.


Pemuda diharapkan mampu menyesuaikan dengan kemajuan iptek
dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan guna
penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi bangsa. Meskipun tidak
dipungkiri bahwa pemuda sebagai objek pemberdayaan sehingga sangat
memerlukan bantuan, dukungan, dan pengembangan kemampuannya ke
tingkat yang lebih supaya menjadi pemuda yang mandiri. Pemuda adalah
masyarakat yang berusia 10-24 tahun. Di sisi lain, seseorang bisa saja
dianggap muda jika mempunyai semangat sebagaimana kaum muda.
Bisa jadi usianya 30 atau 50 tahun, akan tetapi masih berjiwa muda.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 165


Pemuda berada dalam status yang sama dalam menghadapi
dinamika kehidupan seperti halnya orang tua berkewajiban membimbing
pemuda sebagai generasi penerus, mempersiapkan pemuda untuk
memikul tanggung jawabnya yang semakin berat. Pemuda dengan segala
dinamika- nya berkewajiban mengisi akumulator generasi tua yang
makin melemah dan memetik buah pengalaman generasi tua. Dalam
hubungan ini, generasi tua tidak dapat mengklaim bahwa merekalah
satu-satunya penyelamat masyarakat dan negara. Sebaliknya, generasi
muda tidak bisa melepaskan diri dari kewajiban untuk memelihara dan
membangun negara. Pemuda memiliki peran yang lebih berat karena
merekalah yang akan hidup dan menikmati masa depan.

Sejarah Indonesia sudah memperlihatkan peran muda selalu menjadi


bagian penting dalam proses sejarah yang sedang berjalan dalam semua
dinamikanya. Pemuda menjadi komponen kekuatan penting dalam
perubahan zaman. Bangsa Indonesia membutuhkan pemuda-pemuda
yang terdidik yang mempunyai kelebihan dalam pemikiran ilmiah,
semangat, kekritisannya, kematangan logika, kemampuan dalam melihat
permasalahan bangsa, dan memberi solusi. Kita bisa melihat peranan
pemuda dalam sejarah bangsa Indonesia yang sudah tergambarkan
dalam beberapa generasi.
1. Angkatan 1908. Generasi muda angkatan 1908 ini menjadi pelopor
sebuah pergerakan nasional, pergerakan nasional yang mendapat
inspirasi dari pendidikan dan rasa nasionalisme barat dalam melihat
pentingnya sebuah organisasi modern untuk mencapai tujuan.
Meninggalkan perjuangan bersifat kedaerahan menjadi bersifat
nasional sehingga mulai tumbuh kesadaran sebagai bangsa.
2. Angkatan 1928. Generasi muda melalui Sumpah Pemuda tanggal
28 Oktober 1928 para pemuda merasa semakin ingin bersatu untuk
menjadi sebuah bangsa yaitu, bertumpah darah, bangsa dan berbahasa
persatuan, yaitu Indonesia.
3. Angkatan 1945. Generasi muda angkatan 1945 ini mempunyai peran
yang sangat vital, bagaimana tokoh muda sangat aktif dan antusias
dalam proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pemuda dalam
peristiwa Rengasdengklok, pemuda dalam mempertahankan kemer-
dekaan mengangkat senjata dengan bambu runcing dan patriotisme
tinggi melawan penjajah yang menggunakan senjata modern.

166 NILAI-NILAI KEJUANGAN


4. Angkatan 1966. Generasi muda dengan kekuatan bersatu mampu
menyelesaikan masalah bangsa dengan menurunkan pemerintahan
Orde Lama menuju masa yang baru. Angkatan 1966 juga dianggap
sebagai penyelamat atas keutuhan NKRI.
5. Angkatan 1974. Generasi muda angkatan 1974 ini menjadi angkatan
yang mengkritisi kebijakan pemerintah Orde Baru yang mengantarkan
ke masa Reformasi. Dengan sistem pemerintahan Orde Baru yang
otoriter dan militer mereka tidak gentar untuk menyuarakan hal- hal
yang dirasa tidak sesuai dengan harapan rakyat walaupun akan
mengorbankan nyawa atau mungkin dipenjara.
6. Angkatan 1998. Generasi muda angkatan 1998 ini sebagai kekuatan
utama peroboh kekuatan otoriter Presiden Suharto. Dengan gerakan
Reformasi, kembali peran pemuda bisa mengantarkan Indonesia pada
masa yang baru. Diharapkan di masa Reformasi yang tengah berjalan
pemuda bisa membantu bangsa dalam menyelesaikan berbagai
masalah yang melanda bangsa kita.
Bagaimana kekuatan pemuda bisa terlihat dari puisi Taufik Ismail yang
memahami arti seorang pemuda dalam setiap pergantian rezim di pusaran
sejarah bangsa Indonesia.
Puisi (Takut 66, Takut 98)

Karya Taufik Ismail Mahasiswa takut pada dosen

Dosen takut pada dekan

Dekan takut pada rektor

Rektor takut pada Menteri

Menteri takut pada Presiden

Presiden takut pada mahasiswa

Menjadi seorang pemuda yang baru mencari jati dirinya memang


akan terasa lebih mudah untuk mendapatkan pengaruh. Kebanyakan
anak muda mempunyai pemikiran yang instan dan tidak mau
memikirkan yang rumit-umit, cenderung labil atau mengikuti
perkembangan di sekitarnya. Para pemuda beranggapan mereka bebas
melakukan apa saja yang mereka sukai, jika tidak mengikuti
perkembangan, berarti mereka tidak modern atau ketinggalan zaman.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 167


Peran nasionalisme kebangsaaan sekarang mempunyai kedudukan
yang sangat penting dalam menyikapi generasi muda untuk menghadapi
arus globalisasi yang semakin deras masuk ke Indonesia. Bangsa
Indonesia yang hidup dalam jaringan internasional tidak bisa
menghindari perkembangan dunia dengan segala dinamikanya.
Globalisasi dapat berdampak bagi masyarakat secara umum dan pemuda
secara khusus. Sebagai pemuda yang terdidik dan terpelajar, kita harus
dapat memilah-milah dampak dari globalisasi, mana yang patut
dicontoh, dan mana yang tidak.

Membangun watak bangsa atau nation character building sering


didengar dari para founding father kita. Berbeda dengan masa
pergerakan, membangun watak bangsa lebih bersifat populis dan lebih
mengena di hati rakyat karena kebangsaan sebagai suatu nilai
perjuangan dihimpun dalam terminologi nasionalisme. Nasionalisme di
masa globalisasi selalu berbenturan dengan pemahaman yang keliru,
baik dalam konteks nasionalisme maupun dalam konteks globalisasi.
Keduanya tampak berjalan sendiri-sendiri. Kita seharusnya bisa melihat
ada kemiripan yang dapat kita serasikan antara nasionalisme dan
globalisasi. Bahwa nasionalisme lebih banyak mengembangkan nilai
intern seperti budi pekerti, keyakinan terhadap kesamaan pluralisme, dan
kesamaan tujuan dalam memandang ideologi. Sementara itu, globalisasi
lebih banyak membangun transformasi nilai-nilai baru yang bisa
berbenturan dan melahirkan implikasi negatif.

Globalisasi merupakan suatu proses ketika segala sesuatu berupa


kebudayaan, teknologi, perdagangan, investasi, maupun interaksi
antarnegara dapat masuk ke wilayah negara mana saja, tanpa mengenal
batas suatu wilayah. Teori globalisasi juga muncul sebagai akibat dari
serangkaian perkembangan internal teori sosial, khususnya reaksi
terhadap perspektif terdahulu seperti teori modernisasi (Ritzer, 2007:
587). Globalisasi melibatkan pasar kapitalis dan seperangkat relasi sosial
dan aliran komoditas, kapital, teknologi, ide-ide, bentuk kultur, dan
penduduk yang melewati batas-batas nasional via jaringan masyarakat
global. Transmutasi teknologi dan modal bekerja sama menciptakan
dunia baru yang mengglobal dan saling terhubung. Revolusi teknologi
yang menghasilkan jaringan komunikasi komputer, transportasi, dan
pertukaran merupakan pra-anggapan dari ekonomi global, bersama
dengan perluasan dari sistem pasar kapitalis dunia yang menarik lebih

168 NILAI-NILAI KEJUANGAN


banyak area dunia dan ruang produksi, perdagangan, dan konsumsi ke
dalam orbitnya (Ritzer, 2007:590).

Di masa globalisasi ini, budaya luar yang sudah sangat deras masuk
ke Indonesia sehingga pastilah para generasi muda tidak mudah untuk
mempersiapkan dengan baik. Zaman globalisasi ini ditandai dengan
serba mudah, cepat dalam mendapatkan informasi dari penjuru dunia.
Dengan sifat seperti itu, akan lebih banyak dampak globalisasi yang
mereka dapatkan secara tidak sadar, baik dampak positif maupun
negatif. Dampak-dampak bagi para pemuda umumnya mudah
didapatkan dari perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan,
perkembangan dalam media komunikasi, elektronik, termasuk internet,
dan dalam perkembangan etika dan budaya. Pemuda Indonesia sekarang
memerlukan saringan untuk memfilter setiap pengaruh yang muncul dari
dampak globalisasi sehingga tidak mengancam keutuhan bangsa.

B. Perjuangan Pemuda dalam Mengisi Kemerdekaan


Perjalanan sejarah melahirkan nilai-nilai sesuai dengan nuansa, suasana
batin, dan dinamika yang mengiringi perjalanannya. Sejarah kejuangan
sarat dengan nilai-nilai yang memberi warna dan makna kejuangan dan
perjuangan bangsa. Nilai kejuangan merupakan landasan, kekuatan, dan
daya dorong bangsa dalam merebut kemerdekaan dan mencapai tujuan
nasionalnya. Nilai kejuangan itu dikenal dengan nama jiwa, semangat,
dan nilai kejuangan 45 atau nilai kejuangan bangsa, merupakan perekat
wawasan Nusantara dan ketahanan nasional dalam rangka memperkokoh
NKRI. Mengisi kemerdekaan dengan pembangunan juga merupakan
perjuangan yang bukan tanpa tantangan, bukan tanpa pengorbanan.
Prinsip-prinsip yang lahir dari perjuangan mencapai, mempertahankan
dan mengisi kemerdekaan menurut Suhady (2006: 54-55) di antaranya
sebagai berikut.
1. Rasa senasib sepenanggungan dan rasa persatuan yang kuat.
2. Mempertahankan dan mengembangkan kepribadian bangsa Indonesia
yang berakar pada sejarah dan kebudayaan bangsa.
3. Mengambil segi-segi positif dari kebudayaan bangsa lain yang
bermanfaat untuk pembangunan bangsa dan negara.
4. Tridarma: merasa ikut memiliki sesuatu yang menjadi milik umum

NILAI-NILAI KEJUANGAN 169


atau kepentingan umum, milik dan kepentingan bangsa dan negara;
bertanggung jawab untuk mempertahankan milik bersama atau
kepentingan umum; berani berterus terang mawas diri sampai ke mana
kita telah berbuat untuk mempertahankan milik atau kepentingan
bersama tersebut, termasuk di dalamnya nilai-nilai 45 yang menjadi
milik kepentingan bersama seluruh bangsa Indonesia.
5. Rasa kekeluargaan dan prinsip hidup gotong royong.

Nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diwariskan tersebut secara terus-


menerus ditegakkan, ditaati agar ketaatan yang berlaku membudaya
sekaligus sebagai kewajiban akan menjadi norma. Norma inilah yang harus
selalu dilestarikan dari generasi ke generasi. Tanpa adanya kehendak dan
keikhlasan menggali dan mengembangkan nilai-nilai kejuangan bangsa,
akan membawa generasi penerus kehilangan arah dan pedoman dalam
upaya mempertahankan jiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 atau nilai-nilai
kejuangan bangsa.
Perjuangan bangsa dalam periode ini tidak terbatas dalam waktu.
Dalam periode ini berlangsung perjuangan yang tidak henti-hentinya
untuk mencapai Tujuan Nasional Akhir, seperti yang dalam Pembukaan
UUD 1945. Dalam tahap perjuangan ini tetap diperlukan jiwa, semangat,
dan nilai-nilai kejuangan yang merupakan landasan dan daya dorong
mental spiritual yang kuat untuk menghadapi segala ancaman, tantangan,
hambatan, dan gangguan tahap demi tahap. Dalam periode ini jiwa,
semangat, dan nilai-nilai kejuangan yang hakiki, yang telah lahir dan
berkembang dalam tahap-tahap perjuangan sebelumnya tetap lestari, yakni
nilai-nilai dasar yang terdapat dalam Pancasila, Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945, dan UUD 1945.
Konsep karakter keindonesiaan pada dasarnya adalah sikap moral
kemasyarakatan yang bercorak kepribadian Indonesia yang dijiwai oleh
nilai-nilai Pancasila dan norma yang berlandaskan pada UUD 1945.
Membangun karakter keindonesiaan dengan demikian merupakan suatu
proses memberikan posisi warga negara yang lebih mandiri terhadap
negara, membina etos demokrasi yang bukan sekadar menekankan hak
individual, tetapi terutama menekankan pada pembenahan moral hubungan
antarwarga negara, penanaman nilai kerukunan yang menghasilkan
kepedulian terhadap nasib seluruh masyarakat Indonesia.
Kemungkinan besar yang akan mengalami perubahan adalah nilai-

170 NILAI-NILAI KEJUANGAN


nilai operasional secara kuantitatif dan kualitatif. Kuantitatif: dalam masa
perjuangan mengisi kemerdekaan kemungkinan nilai-nilai ini akan
bertambah. Kualitatif: kemungkinan besar dalam masa perjuangan mengisi
kemerdekan ini akan terjadi perubahan-perubahan sesuai dengan dinamika
dan kreativitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Jiwa, semangat, dan nilai-nilai 45 lahir sebagai hasil proses perkem-
bangan sejarah kejuangan bangsa dan berakumulasi hingga mencapai
puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Semuanya itu
juga bisa menjadi kekuatan yang melandasi, mendorong perjuangaan bangsa
melakukan perubahan secara gradual pada semua aspek kehidupan politik,
ideologi, sosial budaya, ekonomi dan hankam dalam rangka menciptakan
kehidupan demokratis untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, kebebasan,
persamaan, dan keadilan demi tegaknya bangsa Indonesia. Mengadung nilai
historis psikologis dan merupakan wujud jati diri bangsa Indonesia yang
patriotik religius serta memiliki kesadaran kebangsaan untuk mengabdi
kepada bangsa. Secara teoretis nilai kejuangan bangsa sebagai sistem nilai
budaya bangsa merupakan suatu rangkaian dari konsepsi-konsepsi abstrak
yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai
apa yang harus dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa
yang dapat dianggap tidak berharga dalam hidup.
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, nilai kejuangan
dimaksudkan untuk menggambarkan daya pendorong, pelawan, dan
pendobrak yang mampu membawa bangsa ini untuk membebaskan dirinya
dari penjajahan sehingga bebas merdeka. Berkat pengalaman sejarah
perjuangan bangsa dalam mengusir penjajah dan mengemban amanat
penderitaan rakyat akhirnya mampu melandasi timbulnya semangat
untuk menjadi bangsa yang bersatu, mempunyai semangat pengabdian,
pengorbanan, sikap perkasa, gagah berani, rela berkorban karena ada
kesadaran dan rasa tanggung jawab membela kebenaran, keadilan, dan
kejujuran demi kebaktian terhadap nusa dan bangsa yang tercinta.
Penjelasan berikutnya ini akan memaparkan tentang peranan pemuda
dalam memberi sumbangsih pada bangsa untuk membantu menyelesaikan
permasalahan bangsa sebagai perwujudan pemuda dalam mengisi
kemerdekaan bangsa kita saat ini.
1. Peranan Pemuda dalam Permasalahan Politik
Politik adalah jalur efektif untuk membuat sebuah perubahan dan
kemajuan perjalanan bangsa. Keikutsertaan pemuda sangat dibutuhkan

NILAI-NILAI KEJUANGAN 171


sebagai penerus perjuangan bangsa dan sebagai pewaris yang sah untuk
kemajuan bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Pemuda Indonesia
harus ikut bagian dari perubahan melalui jalan politik saat ini. Indonesia
mendambakan pemuda yang mampu membuat perubahan bangsa ini dan
tidak hanya mendambakan perubahan itu. Sesuai dengan ucapan dari
tokoh besar bangsa kita yaitu Sukarno, Beri aku Sepuluh Pemuda, maka
akan kuguncang dunia. Bagaimana terlihat keyakinan Sukarno sangat
percaya dengan kekuatan pemuda pada bangsa kita. Kedudukan pemuda
menjadi seorang pioner dalam perubahan dalam bentuk ide, gagasan,
inovasi, kreativitas, dan energi bagi segala permasalahan politik pada
bangsa ini.
Fakta yang bisa kita rasakan saat ini adalah banyaknya para pemuda
yang bersikap masa bodoh terhadap politik di Indonesia. Politik tidak
bisa terlepas dari kehidupan bermasyarakat. Kini, kepercayaan
masyarakat pada dunia politik bangsa kita semkain berkurang yang
disebabkan pudarnya nasionalisme dan profesionalisme yang ada pada
penguasa dan para elite politik, maupun birokrasi yang kini dipenuhi
oleh golongan tua dan kurangnya sumbangsih pemikiran pemuda pada
tataran elite negara. Sebagian besar masyarakat mempunyai pemahaman
bahwa dunia politik sangat buruk dan negatif. Di sinilah dibutuhkan
pemuda yang membuka kesempatan untuk bersuara, berperan dalam
perubahan bangsa ke arah yang lebih baik tentunya.
Sistem multipartai di Indonesia dihasilkan akibat perubahan masa
Orde Baru menjadi masa Reformasi. Tokoh Reformasi bangsa kita
awalnya menyakini bahwa jalan politik menjadi solusi. Sama dengan
kehidupan dan kebijakan bangsa bahwa dalam kita menyelesaikan
masalah dengan satu jalan, maka setelah kita selesaikan, masalah baru
akan muncul dan seterusnya. Sistem multipartai di masa Reformasi
mengakibatkan berbagai masalah seperti gesekan kepentingan dengan
banyaknya partai, biaya partai yang cukup mahal, dan kurangnya rasa
kesatuan. Setelah Reformasi menjadi sebuah kebiasaan, yaitu jika ada
seorang tokoh besar dalam sebuah partai lalu terjadi permalahan dengan
tokoh besar lainnya di partai itu, dia membuat parta baru sehingga
beberapa partai bisa pecah menjadi 4 atau lebih partai yang sama-sama
bertarung dalam arena politik di masa Reformasi ini. Kecenderungan
ketidaksesuaian sistem multipartai dengan konstitusi negara, yang secara
langsung mengarahkan Indonesia sebagai negara yang menganut sistem

172 NILAI-NILAI KEJUANGAN


presidensial, juga merupakan satu permasalahan yang cukup pelik yang
belum terselesaikan. Ketidaksesuaian antara sistem multipartai dan
sistem presidensial tidak menyokong terciptanya kestabilan
pemerintahan.
Keuntungan dari sistem multipartai adalah semakin banyaknya
akses untuk dapat terakomodirnya berbagai golongan, terlebih untuk
Indonesia yang memiliki golongan masyarakat yang sangat beraneka
ragam. Pada kenyataannya, partai politik kurang efektif untuk dapat
menampung semua aspirasi dari golongan. Kondisi tersebut dapat dilihat
dari masih banyaknya kepentingan politik yang menjadikan aturan yang
terkait mengandung kepentingan politik yang cenderung menguntungkan
partai-partai besar. Hal ini akan menghambat regenerasi partai politik di
DPR RI.
Tahun 2017 ada secercah harapan dari partai baru untuk
kepentingan pemuda yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang
merupakan sekumpulan anak muda yang sepakat menempuh jalan
politik untuk memperbaiki bangsa ini. Peranan pemuda dalam partisipasi
politik secara yuridis sudah terpenuhi melalui penetapan batas minimum
usia. Namun, memungkinkan keterlibatan pemuda hanya digunakan
sebagai formalitas pemenuhan dari undang-undang, yaitu penyalah-
gunaan pemuda oleh elite partai sebagai kendaraan politik dan tetap
menanamkan pandangan-pandangan politik yang konservatif. Kenyataan
itu diperparah ketika fenomena kedinastian dalam tubuh partai politik
dan dinasti di pemerintahan pusat maupun daerah. Oleh sebab itu,
diperlukan perubahan cara pandang terhadap partisipasi politik, yang
tidak hanya cukup dengan gagasan akan regenerasi yang tidak serius dan
baik.
Pentingnya regenerasi politik, sebaiknya bukan sekadar regenerasi
terhadap usia generasi, tapi juga dalam bentuk pemikiran, visi, dan
pandangan, nilai-nilai utama kepemimpinan, demokrasi, kesetaraan, dan
kesejahteraan. Nilai-nilai tersebut dapatlah tertampung ketika perubahan
mendasar tersebut dilakukan melalui regenerasi pemikiran pembaharuan.
Hal ini akan berdampak pada kemerdekaan pemuda dalam mengemas
gagasan dengan semangat perubahan tanpa harus dipengaruhi oleh
golongan tua dengan segala kepentingannya, dan terjebak oleh suatu
sistem yang cenderung tidak aspiratif dan akomodatif dalam
pemerintahan yang telah mengakar pada bangsa kita.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 173


Kelompok pemuda di bangsa kita memiliki kesempatan yang besar
dalam meningkatkan partisipasi politiknya. Secara umum pihak
pelaksana wewenang penyelenggaraan pemilu, secara utuh tunduk pada
aturan teknis yang berlaku. Kepentingan elite politik yang secara
langsung terlibat dalam penyelenggaraan aktivitas politik, lebih
mementingkan kepentingan golongan dan terkesan menghambat
keikutsertaan pemuda dengan ideologi yang dibawa. Kenyataan tersebut
cukup menghambat bagi kaum pemuda untuk menembus tembok
penguasa yang telah terbangun sejak lama oleh kepentingan oknum elite
politik.
Di Indonesia sering memandang sebelah mata ketika kemunculan
para muda pada arena politik sehingga ketika pemuda memandang hal
sersebut sebagai penghambat dalam keaktifan dalam arena perpolitikan
bangsa Indonesia. Pemuda selalu dipertanyakan dengan persoalan
pengalaman, kredibilitas, dan modal yang mereka miliki dalam hal
aktivitas politik. Pos- pos pemimpin, baik nasional maupun daerah diisi
mayoritas oleh golongan tua yang tidak mempunyai visi dan misi yang
progresif sehingga proses pembangunan mengalami jalan di tempat
tanpa ada pembaruan yang tampak. Kita sebagai pemuda dalam politik
membutuhkan kesadaran dan kesungguhan dari para pemuda untuk
mempersiapkan diri menjadi para pemimpin di masa yang akan datang.
Menjadi seorang pemimpin membutuhkan banyak kemampuan di
segala bidang, mempersiapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan
informasi yang terus berkembang. Keberadaan pemuda yang paling
utama dalam mempersiapkan diri menjadi pemimpin-pemimpin di
bangsa kita ke depan adalah mempersiapkan generasi muda yang
berkarakter. Manusia itu akan lebih bisa terkendali, jika diawali dari
orang baik menjadi orang pintar, ketimbang orang pintar belajar menjadi
orang baik. Diharapkan pemuda menjadi penyeimbang benturan-
benturan kepentingan para golongan tua dengan fondasi
mempertahankan kemapanan.
2. Peranan Pemuda dalam Permasalahan Globalisasi
Indonesia pada masa globalisasi masih meninggalkan celah dalam
rentannya pengaruh yang mungkin tidak kita kehendaki. Akan tetapi,
mau tidak mau kita harus mengikuti arus globalisasi ini. Oleh sebab itu,
kita sebagai sebuah bangsa harus menyiapkan masyarakat khususnya
untuk menghadapi masa globalisasi yang menyentuh berbagai sendi

174 NILAI-NILAI KEJUANGAN


bidang kehidupan. Garis-garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa
ditandai dengan semakin maraknya motivasi pemuda untuk meraih
kesuksesan demi harumnya nama Indonesia. Sejarah Indonesia merupakan
sejarah yang patut untuk dipertahankan dan ditingkatkan, bukan untuk
dikembalikan pada posisi awal. Ini bukan hanya tugas para generasi tua.
Perlu diperhatikan bahwa Indonesia sangat menjunjung tinggi keadilan,
keadilan terhadap hak dan kewajiban. Indonesia memperhatikan betul
setiap celah yang perlu diisi dalam benak para pemuda, yakni kebanggaan
terhadap negerinya melalui cermin para pendahulunya. Jangan biarkan
pemuda masa bodoh dengan kondisi negeri ini, karena pemuda butuh
tuntunan dengan impian menjadi sebuah tujuan selanjutnya memajukan
bangsa Indonesia ke depan.
Masa globalisasi saat ini sebetulnya kalau disadari mampu memberikan
peluang besar terhadap impian pemuda Indonesia. Dalam menghadapinya,
tidak hanya pengetahuan terapan saja yang dibutuhkan, keterampilan, dan
sikap pun menjadi bagian dalam syarat keberhasilan. Namun, adakalanya
masa globalisasi justru mengalihkan target pemuda. Orientasi terhadap
dunia luar yang terasa begitu dekat, rentan mengikis semangat juang
untuk Indonesia, dan meningkatkan rasa individualisme. Pemuda perlu
menanam dan ditanamkan jiwa kepemimpinan. Bertahannya suatu negara
dapat dilihat dari pertahanan warganya. Jiwa kepemimpinan yang terus
dipupuk akan menghilangkan sikap masa bodoh dan sikap anti sosial pada
masyarakat Indonesia.
Semua warga negara dapat memberikan sumbangsih dalam mencip-
takan suasana kepemimpinan, terlebih untuk para pemuda Indonesia.
Adanya dorongan membentuk suatu organisasi atau kelompok untuk
mencapai tujuan bersama yakni memberikan manfaat kepada individu,
masyarakat, dan organisasi. Pemuda akan menjadi tonggak dari sistem
suatu negara dan bangsa. Apakah bangsa itu akan memiliki alur cerita
yang baik atau berakhir buruk di zona degradasi dalam permainan bangsa-
bangsa di dunia ini. Indonesia adalah negara yang menyimpan banyak
bakat pemimpin luar biasa yang berkualitas. Setiap pemuda memiliki
potensi besar dalam mencapai proses kepemimpinan dan mencapai hakikat
jiwa kepemimpinan itu sendiri. Pemuda, khususnya mahasiswa adalah
kumpulan orang-orang terpelajar yang akan mengubah asumsi-asumsi
kuno di masyarakat dengan cara mereka sendiri. Cara yang sesuai dengan
norma, nilai, peraturan, dan gaya karakteristik pemuda Indonesia.
Tersadar ataupun tidak, setiap orang memiliki benih jiwa

NILAI-NILAI KEJUANGAN 175


kepemimpinan dalam dirinya. Akan tetapi, untuk menyempurnakannya,
yang menjadi harta kita adalah jiwa kepemimpinan sehingga perlu
adanya proses pembelajaran agar terarah dengan baik dan selanjutnya
dapat mengarahkan hal lain ke arah yang lebih baik pula. Dengan adanya
pembelajaran dan pelatihan kepemimpinan diharapkan generasi muda
memiliki jiwa kepemimpinan yang cerdas, kreatif, dan inovatif sehingga
kepemimpinan oleh pemuda memiliki dampak yang besar terhadap
pembangunan peradaban di Indonesia. Sebagaimana sebuah ungkapan
menyatakan “Pemuda hari ini pemimpin hari esok”. Baik buruknya sebuah
negara bergantung dari sikap pemuda pada estafet kepemimpinan guna
mempertahankan, mengisi, dan menghasilkan kemerdekaan Indonesia.
Diharapkan tidak dipandang sebelah mata sehingga membuat para pemuda
memiliki semangat ekstra untuk memperbaiki sistem peradaban bangsa
Indonesia ke arah yang lebih baik. Inilah peran pemuda, inilah harapan
bangsa, dengan jiwa kepemimpinannya mampu membawa Indonesia
menjadi Indonesia yang lebih baik lagi dalam menghadapi masa globalisasi
dan di masa-masa selanjutnya.
3. Peranan Pemuda dalam Permasalahan Kemiskinan
Kelompok masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan sampai
sekarang menjadi permasalahan yang pelik dalam pengentasaannya.
Berbagai kalangan memberikan sumbangan pemikiran ataupun strategi
dalam pengentasan kemiskinan ini, demikian juga kaum muda diharapkan
perannya dalam memberantas kemiskinan di daerahnya.
Pemuda perlu diberi penanaman nilai kesetiakawanan sosial dan
pemupukan jiwa kepeloporan pemuda. Dengan misi tersebut diharapkan
pemuda dapat ikut serta secara proaktif di dalam setiap kegiatan sosial dan
upaya penanggulangan kemiskinan di lingkungannya sehingga nantinya
diharapkan akan tumbuh kepedulian dan kepeloporan pemuda dalam
kegiatan penanggulangan kemiskinan. Solidaritas sosial yang dimotori
oleh golongan pemuda dan terpelajar, dengan semangat tinggi, tenaga yang
masih kuat dan pemikiran yang masih segar, pemuda bisa menjadi pelopor
gerakan pengentasan kemiskinan, minimal di lingkungan dia berada.
Sekarang yang harus dilakukan adalah bagaimana mengelola potensi
pemuda yang sedemikian besar tersebut untuk diwujudkan di dalam karya
pengentasan kemiskinan. Jangan sampai potensi yang sedemikian besar itu
malah tidak tergarap. Karena itulah, dengan menyadari potensi yang cukup
besar itu sebaiknya semua kalangan masyarakat mencoba duduk bersama

176 NILAI-NILAI KEJUANGAN


memberikan peran yang seluas-luasnya bagi pemuda untuk turut serta di
dalam upaya pengentasan kemiskinan. Peran pemuda dalam pengentasan
kemiskinan perlu difasilitasi dengan berbagai hal, terutama berupa
pemberdayaan. Pemuda perlu dibekali pembedayaan seperti manajemen
yang baik yang dapat memecahkan permasalahan dalam pemberantasan
kemiskinan di daerahnya, agar dalam pelaksanaannya dapat bekerja lebih
efektif dan efisien.
Kemiskinan pemuda di masa depan merupakan sebuah hal yang
menakutkan bagi keberadaan bangsa. Kewajiban setiap pemuda untuk
sukses di masa yang akan datang dapat memberikan sumbangan
kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia sehingga kelak bisa menjadi
bangsa yang besar kedepannya.

Lingkungan Luar Mental Belajar


rumah, sekolah, Biaya mahal, Budaya Rendahnya Motivasi, minat,
kerja kurang baik. Lokasi jauh Boros, foya- kejujuran, pantang menyerah,
foya, Gengsi disiplin, keberanian, setia kawan,
Fasilitas Dalam
tinggi percaya diri, harga diri, tabah,
Jalan, informsi, Merasa tidak
Manajemen tangguh, religius
transportasi perlu, Tidak ada
Tidak memiliki Bekerja
kurang baik minat tabungan, Rendahnya Motivasi, minat,
Manajemen kejujuran, pantang menyerah,
keuangan disiplin, keberanian, setia kawan,
percaya diri, harga diri, tabah,
tangguh, religius

Upaya Penaggulangan

Penguasaan akses Mencari Mengubah Belajar


teknologi & beasiswa mindset tidak tinggi Motivasi, minat, kejujuran,
informasi (prestasi & boros, foya- pantang menyerah, disiplin,
miskin), foya, gengsi. keberanian, setia kawan, percaya
Membuka jaringan mengubah diri, harga diri, tabah, tangguh,
mindset bahwa Memiliki religius
Mengembangkan tabungan,
pendidikan Bekerja
keunggulan menageme
penting, tinggi Motivasi, minat, kejujuran,
daerah/desa n keuangan
pendidikan pantang menyerah, disiplin,
sebuah keberanian, setia kawan, percaya
investasi diri, harga diri, tabah, tangguh,
religius
Gambar 22. Masalah Kemiskinan Pemuda di Masa Depan.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 177


Melihat peran pemuda dalam catatan sejarah, posisi pemuda sebagai
salah satu elemen bangsa sangat urgen. Krisis ekonomi yang merambat ke
krisis multidimensi ini belum berakhir. Pemuda yang menjadi penggerak
pada setiap zamannya, kembali dituntut untuk tampil, meski tantangan
yang dihadapi selalu berbeda. Dalam konstruksi pemuda, posisi generasi
muda lebih sebagai subjek dibanding sebagai objek dan pada tingkat
tertentu berperan secara lebih aktif, produktif dalam membangun jati diri
secara bertanggung jawab dan efektif. Artinya, kalaupun masih banyak
pemuda yang berposisi sebagai objek pembangunan maka harus terjadi
perubahan paradigma sehingga posisi mereka sebagai objek bisa berubah
dengan pemberdayaan diri dan kesadaran berkarya. Oleh sebab itu, yang
harus dilakukan pemuda adalah mengubah paradigma dari menjadi objek
pembangunan ke subjek pembangunan. Apabila paradigma pemuda belum
berubah, masih kolot menjadi objek pembangunan. Jangan sampai nanti
pemuda hanya menjadi bentuk kemiskinan yang menjadi fungsi politik.
a. Orang miskin berjasa sebagai kelompok gelisah atau menjadi musuh bagi
kelompok politik tertentu.
b. Isu pokok pertumbuhan dan perubahan masyarakat bisa diletakkan di
atas masalah bagaimana membantu orang miskin.
c. Kemiskinan menyebabkan sistem politik lebih sentris dan lebih stabil.

Dengan demikian, pemuda tidak hanya memiliki tantangan terhadap


dirinya sendiri yaitu melihat sebagai objek pembangunan sebagai warga
miskin, tetapi tantangan luar yang menghampiri seluruh bangsa. Kesadaran
untuk menjadi subjek sangat perlu dihayati bahwa solusi pengangguran
dan berbagai permasalahan pemuda lainnya bisa diselesaikan oleh mereka
sendiri. Kemampuan menyelesaikan masalah mampu mengantarkan
pemuda untuk tampil menghadapi tantangan yang lebih luas lagi yang
dapat diawali dari pemberdayaan pemuda melalui organisasi kepemudaan.
a. Pemberdayaan pemuda sebagai upaya peningkatan kualitas SDM
dilakukan melalui dorongan, bimbingan, kesempatan, pendidikan,
pelatihan dan panduan sehingga mempunyai kesempatan untuk
tumbuh sehat, dinamis, maju, mandiri, berjiwa wirausaha, tangguh,
unggul, berdaya saing, demokratis, dan bertanggung jawab dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b. Pemberdayaan generasi muda yang dilaksanakan harus terencana,
menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap, dan berlanjut untuk memacu

178 NILAI-NILAI KEJUANGAN


tumbuh-kembangnya wawasan generasi muda dalam mewujudkan
kehidupan yang sejajar dengan generasi muda bangsa-bangsa lain.
Usaha pengembangan ini merupakan pemerataan serta perluasan dari
tahap sebelumnya dan merupakan rangkaian yang berkelanjutan.
c. Pemberdayaan generasi muda merupakan program pembangunan
yang bersifat lintas bidang dan lintas sektoral, harus dikoordinasikan
sedini mungkin dari perumusan kebijaksanaan, perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan serta melibatkan peran
serta masyarakat.
d. Penempatkan posisi generasi muda lebih sebagai subjek dibanding
sebagai objek dan pada tingkat tertentu diharapkan agar generasi
muda dapat berperan secara lebih aktif, efektif, dan produktif dalam
membangun jati diri secara bertanggung jawab.

1. Peranan Pemuda dalam Permasalahan Otonomi Daerah


Pemuda adalah agen perubahan yang sangat nyata, agen dalam
pemecahan masalah pembangunan daerah dan bangsa dalam
menyejahterakan masyarakat. Pemuda adalah aset bangsa sehingga harus
dituntut untuk aspiratif, akomodatif, responsif, dan reaktif menjadi problem
solver terhadap permasalahan pembangunan daerah. Pemuda diharapkan
memiliki daya juang, motivasi tinggi dalam bekerja dan harapan tinggi.
Hilangkan pemikiran bahwa pemuda hanya mau bekerja sebagai PNS atau
bekerja di kantoran, dan menganggap kerja di luar kantor atau instansi
besar adalah kerja yang tidak layak.
Diharapkan pemuda sakarang mampu untuk menciptakan lapangan-
lapangan pekerjaan minimal untuk dirinya sendiri. Beberapa tahun ini
sudah sangat tampak bermunculan banyak pemuda yang sukses dalam
berbisnis atau berwirausaha. Masa globalisasi ini, pemuda diharuskan
dapat mengembangkan potensi diri sehingga memiliki daya juang dan daya
saing yang tinggi. Pemuda seharusnya menjadi pionir-pionir dalam praktik
ekonomi bangsa di daerah. Misalnya, menjadi calon wirausaha muda yang
mampu membangun wirausaha di tingkat lokal sehingga menciptakan
lapangan kerja bagi masyarakat. Seperti Andrew Darwis kelahiran tahun
1979 yang mampu mendirikan komunitas daring terbesar di Indonesia
yaitu Kaskus.
Tokoh muda lainnya adalah Riezka Rahmatiana pemilik usaha
Justmine Pisang Ijo ini mengalami sejumlah perjuangan yang panjang

NILAI-NILAI KEJUANGAN 179


untuk dapat meraih kesuksesannya. Berbagai usahanya pernah mengalami
kegagalan sebelumnya, hingga pada 2008 dia menemukan ide untuk
memulai berjualan es pisang ijo. Riezka memulai usaha ini hanya dengan
modal sebesar Rp150.000. Dia berusaha untuk mencari dan mencoba
berbagai resep pisang ijo, termasuk dengan cara belajar langsung pada
pemilik restoran Makassar. Pada awalnya orang tuanya menentang
keinginannya untuk berbisnis di bidang ini, namun tekad yang kuat
akhirnya membawa Riezka meraih kesuksesan. Dia berhasil mendapatkan
berbagai penghargaan, salah satunya adalah The Young Entrepreneur Award.
Kebijakan pemerintah yaitu otonomi daerah yang sudah diterapkan
setelah masa Reformasi, membutuhkan peran pemuda sebagai komponen
utama pembangunan daerah. Pemuda memiliki jiwa pemberani dan
revolusioner sebagai pendobrak zamannya. Jelas bahwa kedudukannya
sebagai pilar, penggerak dan pengawal otonomi daerah. Dengan organisasi
dan jaringannya yang luas, pemuda dan generasi muda dapat memainkan
peran yang lebih besar untuk mengawalnya.
Para pemuda perlu memahami otonomi daerah secara komprehensif.
Mereka harus mampu memahami potensi-potensi yang bisa terjadi dalam
penerapan dan pelaksanaannya. Salah satu dampak adalah potensi konflik
karena bisa menjadi kendala dalam pemuda membantu masyarakat dalam
program otonomi daerah ini. Salah satu solusi adalah segera memahami
lingkungan sosial, lingkungan geografi, lingkungan budaya, lingkungan
adat, dan lingkungan masyarakat secara menyeluruh sehingga kita bisa
mendapatkan data untuk memberdayakan masyarakat itu. Peran yang
dapat dilakukan oleh para pemuda dalam menyukseskan pelaksanaan
otonomi daerah adalah sebagai berikut.
a. Pemuda sebagai mediator atau berperan menjembatani hubungan
antara pemerintah daerah dengan masyarakat.
b. Pemuda diharapkan berperan memberikan semangat baru kepada
mereka agar dapat optimis lagi dalam menjalani hidupnya di masa
depan.
c. Pemuda sebagai mitra pemerintah dalam kebijakan daerah maupun
dalam pemberdayaan masyarakat.
d. Pemuda sebagai kontrol sosial, karena pemuda merupakan kelompok
yang netral atau bebas kepentingan. Pemuda sebagai kekuatan moral
dalam menyuarakan hal yang benar dan memiliki keberpihakan
terhadap rakyat.

180 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Peranan pemuda dapat dilakukan, baik secara individual maupun
secara kelompok atau tergabung dalam sebuah organisasi kepemudaan.
Seandainya dilaksanakan secara kelompok, peran tersebut dapat berjalan
lebih efektif karena dapat berjalan lebih maksimal, dikarenakan banyak
memiliki sumber daya manusia sehingga ada penyempurnaan peran dan
saling melengkapi di antara individu kelompok tersebut.
Bagaimana kebutuhan pemuda dalam membangun bangsa diharapkan
juga menggunakan pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan kondisi yang
ada. Untuk mengembangkan peran pemuda Indonesia, kita perlu mengasah
kemampuan reflektif dan kebiasaan bertindak efektif. Daya refleksi kita
bangun berdasarkan bacaan maupun bacaan kehidupan melalui pergaulan
dan pengalaman di tengah masyarakat. Makin luas dan mendalam sumber-
sumber bacaan dan daya serap informasi yang kita terima, makin luas dan
mendalam pula daya refleksi yang berhasil kita asah. Pemuda Indonesia
juga perlu melatih diri dengan kebiasaan untuk bertindak, mempunyai
agenda aksi, dan benar-benar bekerja dalam arti yang nyata. Pemuda
sekarang diharapkan membiasakan diri untuk lebih semangat bekerja dan
bertindak memajukan ekonomi bangsa ketimbang sekadar berwacana
tanpa implementasi yang nyata. Segala sesuatu dan perkembangan iptek
membuka luas ruang berekspresi dan semangat berwiraswasta.
Pemuda di bangsa ini jika ingin bisa berperan produktif di masa depan,
hendaklah melengkapi diri dengan kemampuan dan ilmu pengetahuan
sehingga benar-benar menjamin terjadinya perbaikan dalam kehidupan
bangsa dan negara kita ke depan. Pemuda harus mampu mengedukasi
masyarakat agar pemahamannya tentang ekonomi bangsa bisa meningkat
hingga mempraktikkan dalam meningkatkan ekonomi bangsa di tengah
masyarakat yang terus berkembang. Sebagai contoh, pertumbuhan
ekonomi suatu negara pada dasarnya tidak terlepas dari meningkatnya
jumlah penduduk yang berjiwa wirausaha. Kurangnya jumlah masyarakat
yang memiliki jiwa wirausaha di Indonesia, antara lain disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan tentang kewirausahaan, kurangnya etos kerja,
kurangnya kerja keras, cepat puas dengan segala sesuatu, kurangnya daya
juang, kurangnya jiwa mandiri, dan kurangnya rasa nasionalisme yang ada
di generasi muda sekarang.
2. Peranan Pemuda dalam Permasalahan Korupsi
Pemuda memiliki peran yang sangat signifikan dalam sejarah Indonesia.
Dimulai dari sejarah perjuangan kemerdekaan sampai pada fase mengisi

NILAI-NILAI KEJUANGAN 181


kemerdekaan dan mengawal keutuhan bangsa. Pemuda juga selalu siap
untuk maju jika ternyata pemegang amanat rakyat tidak menjalankannya
dengan baik. Orde Lama ditumbangkan oleh kekuatan pemuda, begitu
juga dengan Orde Baru. Pada masa Reformasi peran pemuda sebaiknya
mengambil peran yang signifikan mengenai isu korupsi, apalagi dalam
konteks pelemahan KPK.
Namun apakah peran pemuda saat ini hanya sebatas pengawalan dan
wacana dalam permasalahan korupsi? Memang pemuda saat ini banyak
terjebak dalam tindakan responsif bersifat aksi ketika terdapat
pelanggaran. Bahkan, kondisi yang sangat menyedihkan adalah pemuda
saat ini terjebak dalam pragmatisme sehingga mampu dijadikan alat
kekuasaan untuk menghilangkan kekritisannya terhadap korupsi, justru
menjadi aktor penikmat hasil korupsi.
Pemuda melawan korupsi bukanlah perkara mudah karena korupsi
sudah menjalar ke seluruh lapisan masyarakat. Pemuda harus mampu
melawan atasan yang korupsi, dosen yang korupsi, keluarga atau teman yang
korupsi. Pemuda harus mampu melawan dirinya untuk tidak ikut menikmati
harta hasil korupsi. Ketika berkendara dan ditilang ia harus mampu untuk
tidak menyuap polisi, tidak menyogok aparatur negara dalam mempercepat
urusan pelayanan, tidak menyogok dalam masuk kerja atau menjadi PNS,
melaporkan kepala desa ataupun perangkat yang korup dan lain sebagainya.
Jika hal tersebut dapat dilakukan oleh para pemuda maka kekuatan pemuda
akan menjadi penghalang utama bagi koruptor-koruptor yang merugikan
keuangan negara dan memiskinkan warga negara Indonesia.
Di lembaga pendidikan seperti kampus, sekolah, pondok pesantren,
desa/kampung, organisasi kepemudaan, pemuda jangan ragu untuk
membuat kelompok studi dan gerakan anti korupsi yang menjadi kegiatan
rutin atau menjadikan sebuah gerakan organisasi. Tindakan konkretnya
dimulai dengan mengawasi penggunaan anggaran lembaga tempat kita
berada dan beraktivitas. Organisasi mahasiswa dan kepemudaan pun harus
mampu secara konkret mengambil bagian. Hal tersebut dapat dimulai
dengan menambah Bidang Anti Korupsi di struktur organisasinya dan
kemudian terjun dalam gerakan anti korupsi. Organisasi pemuda tingkatan
daerah haruslah menjadi pengawas kinerja aparatur di daerah, sedangkan
organisasi pemuda di tingkat nasional haruslah menjadi pengawas kinerja
aparatur di tingkat nasional. Lalu bagaimana dengan pemuda yang tidak
berorganisasi? Meskipun hanya sebagai individu, tidak menutup
kemungkinan seseorang berperan serta dalam pemberantasan korupsi.

182 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Peran tersebut dapat dimulai dari sikap intoleran terhadap tindakan
korupsi, melakukan pengawasan, bahkan sampai pelaporan kasus korupsi
dapat dilakukan oleh setiap orang tidak hanya organisasi.
Jika telah terdapat komitmen untuk berperan dalam pemberantasan
korupsi, maka membuka jaringan dengan sesama pemuda yang juga
berkomitmen dalam pemberantasan korupsi. Hal tersebut dikarenakan
pemberantasan korupsi tidak akan berhasil karena individu, kelompok
ataupun satu organisasi, melainkan oleh gerakan anti korupsi yang kuat,
membudaya dan menjadi gerakan nasional.

C. Nilai Kejuangan Pemuda dalam Globalisasi


Penjelasan tentang nilai kejuangan adalah konsep yang berkenaan
dengan sifat, mutu, keadaan tertentu yang berguna bagi manusia dan
kemanusiaan yang menyangkut upaya tidak kenal lelah untuk tetap eksis
secara bermartabat. Nilai kejuangan dalam sejarah Indonesia, nilai
kejuangan dimaksudkan untuk menggambarkan daya dorong perlawanan
dan pendobrak yang mampu membawa bangsa ini untuk membebaskan
dirinya dari penjajahan bangsa asing. Nilai kejuangan pada zaman sekarang
adalah perjuangan pada pembebasan dari sifat kebodohan, kemiskinan,
penurunan kualitas karakter bangsa.
Nilai-nilai kejuangan bangsa Indonesia meliputi religius, semangat
merdeka, nasionalisme, patriotisme, rasa harga diri sebagai bangsa yang
merdeka, pantang mundur dan tidak kenal menyerah, persatuan dan
persatuan, anti penjajah dan penjajahan, percaya diri dan percaya pada
hari depan yang gemilang dari bangsanya, idealisme kejuangan yang tinggi,
berani dan rela berkorban untuk tanah air, kepahlawanan, tidak pamrih,
sepi ing pamrih rame ing gawe, kesetiakawanan kebersamaan dan senasib
sepenanggungan, ulet, tabah, dan disiplin.
Globalisasi membuat dunia transparan seolah-olah tidak mengenal
batas antar-negara. Globalisasi membuat budaya asing dapat masuk
secara mudah dan memengaruhi generasi muda. Budaya asing tersebut
berdampak positif dan berdampak negatif. Mudahnya informasi dengan
pesatnya perkembangan teknologi dan informasi merupakan dampak
positif, sedangkan dampak negatif yaitu mulai lunturnya jiwa patriotisme
pada generasi muda bangsa. Kondisi tersebut terlihat bagaimana para
pemuda lebih suka dalam memakai dan mengonsumsi segala sesuatu yang
berbau internasional. Pengaruh globalisasi yang melanda, telah merusak

NILAI-NILAI KEJUANGAN 183


bangunan negara bangsa kita, yang selanjutnya hendak diubah menjadi
bangunan negara korporasi, sendi-sendi kebangsaan tercabik-cabik oleh
kepentingan pragmatisme, golongan, dan individu. Berbagai kepentingan
bangsa yang lebih besar sering kali justru dikalahkan oleh kepentingan
kelompok dengan imbalan sesaat.
Untuk itu, tentunya diperlukan beberapa upaya dari seluruh bangsa
untuk menghadapi masa globalisasi ini, antara lain bisa terlihat dalam
gambar berikut ini.

Gambar 23. Peta konsep globalisasi dan nilai kejuangan bangsa Indonesia.

Problematika dan tantangan zaman yang kekinian penuh dengan


hambatan, baik dari dalam maupun dari luar. Arus globalisasi
mengharuskan kita untuk bersentuhan dengan teknologi informasi yang
begitu cepatnya berkembang. Bangsa kita membutuhkan para pemuda
untuk bisa dijadikan generasi tangguh untuk bisa berbuat banyak demi
kesatuan bangsa. Pemberian kesempatan kepada anak muda untuk melihat
dan merasakan semua kondisi yang dihadapi bangsa, merasa terpanggil

184 NILAI-NILAI KEJUANGAN


untuk ikut berperan serta dengan memberikan sumbangan pemikiran dan
tenaga untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bangsa.
Penduduk Indonesia tahun 2017 adalah 260 juta jiwa sehingga bisa
dijelaskan secara sederhana yaitu bahwa dengan jumlah penduduk kita
260 juta berarti musuh kita juga sejumlah tersebut sehingga saat kita
bangun tidur, belajar, di sekolah, bekerja, beribadah, mengikuti upacara
dan lain-lainnya, maka musuh kita juga ikut dalam kegiatan itu. Musuh
kita sekarang adalah diri kita sendiri, yaitu sifat-sifat di dalamnya yang bisa
menghambat kemajuan bangsa kita untuk menjadi bangsa yang unggul
dibandingkan dengan negara lain. Sifat-sifat tersebut di antaranya sifat
malas, masa bodoh, kebodohan, tidak semangat belajar, tidak semangat
bekerja, tidak semangat beribadah, sifat kemiskinan karena tidak memiliki
daya juang yang tinggi, anarkis, tidak bangga dengan bangsa dan negara,
sifat individu, sifat korupsi, tidak kreatif, dan masih banyak sifat negatif
yang lainnya.
Kita berharap banyak pada nilai-nilai kejuangan mampu berperan
menjadi benteng dalam menghadapi pengaruh buruk globalisme. Nilai-
nilai kejuangan dan nasionalisme telah mengalami degradasi akibat
gempuran nilai-nilai global. Salah satunya adalah nilai-nilai kebersamaan,
gotong royong, musyawarah mufakat, semangat berkorban. Pengaruh
hedonisme, konsumerisme, kapitalisme, individualisme, melahirkan pola
hidup konsumtif, egoisme, dan mementingkan kepentingan individu
daripada kepentingan bangsa. Kehidupan bergotong royong dan ronda di
kampung-kampung di beberapa tempat telah digantikan pada nilai-nilai
transaksional dengan lebih memilih membayar orang daripada bergotong
royong bersama-sama warga desa.
Tentunya semua itu patut diwaspadai sebab negara Indonesia
merupakan bangsa yang pluralis. Sebab nilai-nilai dan semangat
kebersamaan sangat penting untuk membangun keterikatan sebagai
bangsa. Oleh karena itu, penting ditanamkan secara terus-menerus
kesadaran untuk membangun kebersamaan melalui berbagai cara salah
satunya adalah nilai-nilai kejuangan yang ada pada empat pilar kebangsaan
yaitu Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Sebagai generasi pengisi kemerdekaan pada masa globalisasi
menghadapi kompleksnya permasalahan bangsa yang multidimensional
dalam segala aspek masih meninggalkan problematika yang rumit.
Permasalahan tersebut antara lain korupsi yang semakin merajalela,
ketidakadilan yang terjadi di segala aspek, kemiskinan, tumpulnya
NILAI-NILAI KEJUANGAN 185
penegakan hukum, anarkisme sosial, separatisme, adu domba SARA,
kesehatan yang tidak merata, kesenjangan sosial yang tinggi, lunturnya
arti sebuah Pancasila bagi generasi muda bahkan beberapa kelompok yang
ingin mengganti ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Bagaimana rasa malas, bodoh, rasa miskin, rasa egoisme, rasa
individulisme, sombong, rakus, dengki, tidak bersyukur semuanya itu
sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dari diri masing-masing
masyarakat Indonesia sehingga musuh-musuh itu harus bisa segera
dikalahkan oleh masing-masing individu sebagai bagian dari masyarakat
Indonesia. Bayangkan saat bangsa kita harus maju di segala bidang untuk
bisa bersaing dengan bangsa lain. Seandainya masyarakat dan para pemuda
kita malas untuk belajar, malas untuk bekerja, rasa egoisme yang tinggi dan
mementingkan diri sendiri saya yakin cita-cita bangsa Indonesia yang besar
akan sulit untuk terwujud. Sebaliknya, jika kita memiliki kejuangan yang
tinggi, masyarakat dan para pemuda bersemangat belajar, bersemangat
bekerja, tekun dalam berbagai hal dan mementingkan kepentingan bersama
maka bangsa kita bisa menjadi bangsa yang besar di kemudian hari.
Nilai-nilai kejuangan pemuda sekarang sebagai bagian dari bangsa
yang muncul sesuai dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara dalam
periode mengisi kemerdekaan bukannya tidak ada. Nilai keterbukaan,
kebebasan berpendapat, anti korupsi, anti kebodohan, anti kemiskinan,
anti narkoba dan lain-lainnya muncul sebagai antitesis dari fenomena
kehidupan masa kini. Pangkal persoalannya adalah mengapa segala macam
nilai kekinian yang ada tersebut tidak bisa mengatasi permasalahan yang
terjadi. Salah satu penyebabnya adalah seolah berbagai permasalahan itu
belum menjadi musuh bersama bangsa. Nilai “anti” tersebut baru dimiliki
oleh sebagian masyarakat, belum menjadi musuh bersama seluruh rakyat
Indonesia. Untuk itu, menjadi tugas kita semua untuk menggelorakan
semangat dan sikap anti segala permasalahan bangsa sehingga terpateri
dan menjiwai hati sanubari setiap manusia Indonesia.
Nilai-nilai kejuangan yang disinergikan dengan nilai-nilai yang ada
pada masa kini, jika dilaksakanan dengan konsisten diimplementasikan
dalam segala bidang kehidupan bangsa, maka apa yang diidam-idamkan
akan dapat terwujud. Kita harus tetap menjadikan nilai-nilai kejuangan
bangsa (dulu dan masa kini) sebagai senjata moral dalam menghadapi
permasalahan pada masa kini. Diperlukan kemauan, tekad, dan tindakan
nyata dari seluruh warga dalam menghadapi dan melawan apa yang menjadi
musuh bersama.

186 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Kita memiliki karakter yang mulia, tetapi jiwa semangat dan nilai-nilai
kejuangan yang mulia itu tidak akan dengan sendirinya terpancar dalam
kehidupan kita sehari-hari seandainya kita mengawinkannya dengan
tindakan-tindakan yang bertentangan atau tindakan yang tidak mulia.
Watak atau karakter yang baik hanya akan didapat bila dibina, dibangun,
dan ditempa dengan kebiasaan baik secara berkelanjutan, dan dijadikan
suatu tuntunan perubahan tanpa henti. Demikianlah nilai-nilai kejuangan
yang disinergikan dengan nilai-nilai kejuangan masa kini diharapkan dapat
berhasil dalam upaya memerangi dan mengatasi permasalahan bangsa yang
timbul. Diharapkan pemuda dapat memberikan sumbangan bagi upaya
mempercepat pencapaian apa yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia.

D. Ringkasan
Nilai-nilai kejuangan pemuda sekarang sebagai bagian dari bangsa
yang muncul sesuai dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara dalam
periode mengisi kemerdekaan bukannya tidak ada. Nilai keterbukaan,
kebebasan berpendapat, anti korupsi, anti kebodohan, anti kemiskinan,
anti narkoba dan lain-lainnya muncul sebagai antitesis dari fenomena
kehidupan masa kini. Hal-hal nyata bisa dilakukan pemuda di antaranya
yaitu peranan pemuda dalam politik, peranan pemuda dalam globalisasi,
peranan pemuda dalam kemiskinan, peranan pemuda dalam otonomi
daerah, dan peranan pemuda dalam mengentaskan korupsi.

NILAI-NILAI KEJUANGAN 187


DAFTAR PUSTAKA

Abdurakhman, dkk. 2015. Sejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian


Pendidikan dan Kebudayaan.
Achmad, Sri Wintala. 2016. Politik dalam Sejarah Kerajaan Jawa. Yogyakarta:
Araska Publisher.
Adam, Asvi Warman. 2007. Seabad Kontroversi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Adiwijoyo, Suwarno. 2000. TNI Antara Tuntutan Reformasi dan
Beban Sejarah. Jakarta: Penerbit Intermasa.
Amal, Ichlasul dan Armaidy Armawi (Penyunting). 1996. Sumbangan Ilmu
Sosial Terhadap Konsepsi Ketahanan Nasional. Yogyakarta: UGM
Press.
Aman. 2015. Sejarah Indonesia Masa Kemerdekaan 1945–1998. Yogyakarta:
Ombak.
Anderson, Benedict. 2011. Imagined Communities. Komunitas-Komunitas
Terbayang. Yogyakarta: Insist Press.
Anggraeni. 2004. Nasionalisme. Buletin Psikologi: No. 2 Tahun edisi
Desember. Yogyakarta: UGM. Halaman 61-72.
Aprianita, Tantrina Dwi. 2008. Bung Karno Sang Proklamator. Jakarta: Pacu
Minat Baca.
Aprianita, Tantrina Dwi. 2008. Jenderal Sudirman, Berjuang Sampai Akhir
Hayat. Jakarta: Pacu Minat Baca.
Arndt, H.W. (penyunting). Pembangunan dan Pemerataan Indonesia di Masa
Orde Baru. Jakarta: Penerbit LP3ES.
Budiharjo. 2015. Pendidikan Karakter Bangsa, Membangun Karakter Bangsa.
Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru.
Budiyono, Kabul. 2007. Nilai-nilai Kepribadian dan Kejuangan Bangsa
Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Chusbiantoro, Jauhari dan Agus Sulistya. 2016. Buku Panduan Museum
Perjuangan Yogyakarta. Yogyakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Museum Perjuangan Yogyakarta.

188 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Daldjoeni. 1884. Geografi Kesejarahan II Indonesia. Bandung: Penerbit
Alumni.
Darini, Ririn. 2013. Sejarah Kebudayaan Indonesia Masa Hindu Buddha.
Yogyakarta: Ombak.
De Jong, J.P.B De Josselin. 1971. Kepulauan Indonesia Sebagai Lapangan
Penelitian Etnologi. Jakarta: Bharatara.
Dewan Harian Daerah Badan Penerus Pembudayaan Kejuangan 45 Provinsi
Jawa Tengah. 2013. Pembudayaan Jiwa, Semangat, dan Nilai-Nilai
Kejuangan 45 Dalam Rangka Wawasan Kebangsaan. Semarang:
Badan Penerus Pembudayaan Kejuangan 45 Provinsi Jawa Tengah.
Djakariah. 2014. Sejarah Indonesia II. Yogyakarta: Ombak.
Feith, Herbert dan Lance Castles (editor).1988. Pemikiran Politik Indonesia
1945-1966. Jakarta: Penerbit LP3ES.
Gonggong, Anhar & Musa Asy’arie. 2005. Sketsa Perjalanan Bangsa
Berdemokrasi. Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika.
Gunandjar, Agun. 2013. Pancasila Sebagai Rumah Bersama. Jakarta: PT.
Wahana Semesta Intermedia.
Hariyono. 1995. Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Jakarta: Pustaka Jaya.
Hutagalung, Saut P. 2014. Tanggapan Atas Substansi Perikanan Dokumen:
“Indonesia Agri-Incorporated: Revolusi Pembangunan Pertanian Menuju
Visi Pertanian Indonesia 2045”, http://kskp.ipb.ac.id/wp-content/
uploads/2014/12/2014-12-08-IAI-Saut-P-Hutagalung.pdf.
Kemalasari, Ciciek. 2008. Pattimura. Patriot Maluku Berjiwa Besar. Jakarta:
Pacu Minat baca.
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pengatar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah
Pergerakan Nasional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi
Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kartodirdjo, Sartono. 2014. Pengatar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900.
Yogyakarta: Ombak.
Kartodirdjo, Suyatno. 1989. Fungsi Pengajaran Sejarah dalam Pembangunan
Nasional, Historika. No. 5. Tahun III. Surakarta: Program
Pascasarjana IKIP Jakarta KDK UNS.
Kochhar, S.K. 2008. Pembelajaran Sejarah: Teachingof History.
Diterjemahkan oleh Purwanta dan Yovita Hardiwati. Jakarta: PT.
Grasindo.
Kusuma, Doni. 2015. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Lickona. 1992. Educating for Character: How our school can teach respect &
responsibility. New York: Bantam Books.
Lombard, Denys. 1976. Sumbangan Kepada Sejarah Kota-Kota di Asia

NILAI-NILAI KEJUANGAN 189


Tenggara. Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia. Juni 1976 Jilid III Nomor 1.
hlm. 51-69.
Moedjanto, G., dkk. 1991. Sejarah Nasional Indonesia Jilid 3. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai
Kemerdekaan. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta.
Munandar, Agus Aris. 2010. Gajah Mada: Biografi Politik. Depok: Komunitas
Bambu.
Munanta, Hatma. 2008. Pahlawan Kemerdekaan. Jakarta: Pacu Minat Baca.
Muthohar, Sofa. 2009. Upaya Menanamkan Nilai-nilai Perjuangan
Kepahlawanan. http://www.averroes.or.id/upaya-menanamkan-
nilai-nilai-perjuangan-kepahlawanan.html.
Nagazumi, Akira. 1989. Bangkitya Nasionalisme Indonesia, Budi Utomo 1908-
1918. Jakarta: P.T. Pustaka Utama Grafiti.
Nurnitasari, Putri. 2008. Bung Tomo, Pejuang Pertempuran 10 November.
Jakarta: Pacu Minat Baca.
Nurnitasari, Putri. 2008. Cut Nyak Dhien, Perempuan Perkasa dari tanah
Rencong. Jakarta: Pacu Minat Baca.
Pringgodigdo. 1980. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian
Rakyat. Ricklefs dkk. 2013. Sejarah Asia Tenggara. Depok:
Kumunitas Bambu.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern.
Jakarta: Prenada Media Grup.
Romandhon, M. 2015. Soekarno, Hatta, Syahrir Kisah dan Memoar Tiga
Macan Asia di Tengah Hiruk Pikuk Perjuangan. Yogyakarta: Araska.
Samani, Muchlas & Hariyanto. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Situmorang, Mangadar. 2014. Orientasi Kebijakan Politik Luar Negeri
Indonesia di bawah Pemerintahan Jokowi-JK. Makalah yang
dipresentasikan sebagai bahan diskusi oleh Kantor Sekretariat Wakil
Presiden, Kementerian Sekretariat Negara. Bandung.
Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Soekmono. 1973. Pengatar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3.
Yogyakarta: Kanisius.
–––––––. 1991. Pengatar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta:
Kanisius.
Suasta, Putu. 2013. Menegakkan Demokrasi Mengawal Perubahan. Jakarta:
Lestari Kiranatana.
Subagya, Rachmat. 1981. Agama Asli Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.

190 NILAI-NILAI KEJUANGAN


Suhady, Idup dan A.M. Sinaga. 2006. Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka
Negara Republik Indonesia. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara
Republik Indonesia.
Sularto dan D. Rini Yunarti. 2010. Konflik di Balik Proklamsi. Jakarta: PT.
Kompas Media Nusantara.
Sulastriani, Reni. 2008. Kisah Teladan Para Pahlawan Indonesia. Jakarta:
Pacu Minat Baca.
Sunoto. 2000. Mengenal Filsafat Pancasila, Pendekatan Melalui Metafisika,
Logika dan Etika. Edisi 3. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya.
Supriatna, Nana. 2004. Terbentuknya Identitas Kebangsaan Pada Masa
Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan. Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Sutarman. 2011. Persepsi dan Pengertian Pembelaan Negara Berdasarkan
UUD 1945 (Amandemen). Magistra No. 75 Th. XXIII. Hlm. 77-86.
Sutoyo. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Syarbaini, Syahrial. 2011. Pendidikan Pancasila. Bogor: Ghalia Indonesia.
Tamburaka, Rustam E. 2002. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat
Sejarah, Sejarah Filsafat, dan IPTEK. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Dosen Univet Bantara. 2014. Nilai Kejuangan (kalangan sendiri).
Sukoharjo: Universitas Veteran Bangun Nusantara.
Wardaya, Baskara T. 2008. Mencari Supriyadi. Yogyakarta: Galang Press.
Wasino. 2007. Dari Riset Hingga Tulisan Sejarah. Semarang: UNNES
Press. William H. Frederick, Soeri Soeroto (Penyunting). 2005.
Pemahaman
Sejarah Indonesia, Sebelum dan Sesudah Revolusi. Jakarta: Penerbit Pustaka
LP3ES.
Winarno. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Surakarta: Bumi Aksara.
Yamin, Muhammad. 1956. Lukisan Sejarah. Jakarta: Djambatan.
Yudhoyono, Susilo Bambang. 2013. Orasi Ilmiah Presiden SBY pada
Pengukuhan Doktor Honoris Causa dari Universitas Syiah Kuala.
Banda Aceh.

Sumber Artikel Internet


https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171030065901-32-252048/
revisi-uu-ormas-beri-keuntungan-politik-bagi-jokowi/diakses

NILAI-NILAI KEJUANGAN 191


Tanggal 19 Oktober 2017.
https://uns.ac.id/id/uns-update/politik-luar-negeri-indonesia-era-jokowi-
jadi-buah-bibir-di-fisip.html diakses tanggal 18 diakses tanggal 18
Oktober 2017.
http://nasional.kompas.com/read/2017/09/19/07000031/hingga-
september-2017-5kepala-daerah-terjaring-ott-kpk-siapa-saja-
mereka?page=all diakses tanggal 19 Oktober 2017.
https://id.wikipedia.org/wiki/Joko_Widodo diakses tanggal 19 Oktober
2017.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pelantikan_Presiden_Joko_Widodo diakses
tanggal 19 Oktober 2017.
https://id.wikipedia.org/wiki/Susilo_Bambang_Yudhoyono diakses tanggal
19 Oktober 2017.
https://id.wikipedia.org/wiki/Megawati_Soekarnoputri diakses tanggal 19
Oktober 2017.
https://id.wikipedia.org/wiki/Bacharuddin_Jusuf_Habibie diakses tanggal
19 Oktober 2017.
https://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid diakses tanggal 19
Oktober 2017.
https://id.linkedin.com/pulse/karawang-bekasi-karya-chairil-anwar-eddy-
sunandar-s-han diakses tanggal 17 Oktober 2017
http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/17/12/09/
p0p4a2396-pinisi-warisan-dunia, diakses 10 Desember 2017.
http://www.infobiografi.com, diakses tanggal 19 Oktober 2017.
http://www.infobiografi.com/biografi-dan-profil-lengkap-gajah-mada/,
diakses tanggal 19 Oktober 2017.
https://id.wikipedia.org/wiki/sriwijaya, diakses tanggal 19 Oktober 2017.
https://id.wikipedia.org/wiki/majapahit, diakses tanggal 19 Oktober 2017.

192 NILAI-NILAI KEJUANGAN

Anda mungkin juga menyukai