Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH MASYARAKAT MADANI DAN

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (KODE SEKSI 1000000474)
Dosen Pengampu:
Hendrawanto, M.Pd., M.A.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9
VENA LEGITA NIM: 1701617108
LUIS FERNANDO NIM: 1209617031
MUHAMMAD QAIS NIM: 5315160882

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya saya sebagai penulis telah berhasil menyelesaikan makalah
pengantar konversi energi. Shalawat dan salam tak lupa selalu dipanjatkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad Rasulullah SAW beserta keluarganya, para
sahabatnya, para tabi'in, para tabi'ut, serta kita semua umatnya hingga akhir
zaman.
Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu mata kuliah umum
yang wajib ditempuh di Universitas Negeri Jakarta. Salah satu bab dari bahan ajar
mata kuliah PAI yaitu “Masyarakat Madani dan Kerukunan Antar Umat
Beragama” yang akan diuraikan dalam bentuk makalah oleh kelompok 9 selaku
penulis. Penulisan makalah ini dalam rangka memenuhi penugasan yang telah
diamanatkan kepada masing-masing kelompok dalam mata kuliah PAI.
Dengan selesainya makalah ini, tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang telah memberi masukan-masukan kepada kami selaku penulis. Untuk itu
kami mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Hendrawanto M.Pd M.A
selaku dosen pengampu mata kuliah PAI, serta seluruh pihak yang telah memandu
dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
penulisan laporan ini. maka Kami mengharapkan kritik dan saran kepada pembaca
yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata semoga
laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 15 Oktober 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................i


DAFTAR ISI .......................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................1
I.1 Latar
Belakang .............................................................................................1
I.2 Perumusan
Masalah .....................................................................................1
I.3 Tujuan Penulisan .........................................................................................2
I.4 Manfaat Penulisan .......................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN .....................................................................3
2.1 Konsep Masyarakat Madani ........................................................................3
2.1.1 Pengertian Masyarakat
Madani ........................................................3
2.1.2 Dasar Pembentukan Masyarakat Madani Menurut Al-
Quran ..........4
2.2 Masyarakat Madani dalam
Sejarah ..............................................................6
2.2.1 Masyarakat
Saba ..............................................................................6
2.2.2 Masyarakat Madinah .......................................................................6
2.2.3 Perkembangan Masyarakat Madani di
Indonesia .............................7
2.3 Karakteristik Masyarakat
Madani ................................................................9

ii
2.4 Peranan Umat Islam dalam Membangun Masyarakat
Madani ...................11
2.5 Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan
Lokal .......................12
2.5.1 Inventarisasi dan Pengkajian Kearifan
Lokal .................................13
2.5.2 Pengetahuan Budaya Lokal sebagai Muatan
Lokal ........................13
2.5.3 Forum Komunikasi Pemikiran
Budaya ..........................................14
2.5.4 Festival Budaya Lokal ...................................................................15
2.6 Kerukunan Antar Umat
Beragama .............................................................15
2.6.1 Kerukunan Antar Umat Beragama di
Indonesia .............................17
BAB III
PENUTUP ...........................................................................18
3.1

Kesimpulan ................................................................................................18
3.2
Saran ..........................................................................................................19
DAFTAR
PUSTAKA ........................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Madani menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti menjunjung
tinggi nilai, norma, hukum yg ditopang oleh penguasaan iman, ilmu, dan
teknologi yg berperadaban. Kehidupan dengan masyarakat madani dapat
disebut sebagai bentuk kehidupan yang ideal yang mewujudkannya dengan
membangun masyarakat yang agamis sesuai keyakinan individu, masyarakat
berbudaya yang saling cinta dan kasih yang menghargai nilai-nilai
kemanusiaan. Untuk mewujudkan masyarakat madani tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Namun, memerlukan proses panjang dan waktu
serta menuntut komitmen masing-masing individu ini untuk mereformasi diri
secara total dan konsisten dalam sesuatu perjuangan yang gigih. Supaya
tercipta pemahaman yang menyeluruh tentang masyarakat madani, kami
kelompok 9 selaku penulis ingin membahas konsep masyarakat madani yang
lebih kompleks mencakup konsep masyarakat madani, masyarakat madani
dalam sejarah, karakteristik masyarakat madani, peranan umat islam dalam
membangun masyarakat madani dan membangun masyarakat madani
berbasis kearifan lokal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep masyarakat madani?
2. Bagaimana bentuk-bentuk masyarakat madani dalam sejarah?
3. Bagaimana karakteristik masyarakat madani?
4. Apa saja peranan umat islam dalam membangun masyarakat madani?
5. Bagaimana membangun masyarakat madani berbasis kearifan lokal?

1
6. Bagaimana bentuk kerukunan antar umat beragama khususnya di
Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu:
1) Memahami materi masyarakat madani dan kerukunan antar umat
beragama
2) Menjelaskan definisi dan dasar-dasar masyarakat madani
3) Mendeskripsikan karakteristik dan model masyarakat madani
4) Mendeskripsikan kerukunan antar umat beragama terkhusus di Indonesia
dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan makalah ini adalah memperluas wawasan keislaman
mahasiswa khususnya tentang masyarakat madani dan kerukunan antar umat
beragama dan memahaminya secara mendalam, sistematis dan rasional.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Masyarakat Madani


Pembentukan masyarakat dalam Islam diawali dengan pembentukan
keluarga dengan mengemukakan konsep pernikahan. Pembentukan keluarga
sakinah penuh mawaddah wa rahmah, merupakan cikal bakal pembentukan
masyarakat ideal, yang hidup dalam sebuah tantangan kemasyarakatan sesuai
dengan aturan Allah SWT sebagaimana dalam Al-Quran, baldatun
thoyyibatun wa robbun ghoffuur (Q.S. 34; 35).
2.1.1 Pengertian Masyarakat Madani

Berbagai definisi tentang masyarakat madani berkembang sesuai


dengan perkembangan kondisi sosio-cultural suatu bangsa seperti di
Eropa Barat dan Selatan yang dikembangkan oleh Zbiyniew Rau atau di
Korea Selatan dikembangkan oleh Han Sung – Joo dan Kim Sunhui
dengan batasan yang berbeda.

Secara umum masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau


tatanan masyarakat yang berdiri sendiri secara mandiri di hadapan
penguasa dan negara memiliki ruang publik dalam mengemukakan
pendapat, serta adanya lembaga-lembaga yang mandiri dan dapat
memyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.

Istilah masyarakat madani di Indonesia diperkenalkan oleh Dato


Anwar Ibrahim ketika berkunjung ke Indonesia, dalam ceramahnya pada
sinponsium nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival
Istiqlal 26 September 1995, memperkenalkan istilah masyarakat madani

3
sebagai terjemahan civil society.1 Lebih lanjut Anwar Ibrahim
menyebutkan bahwa masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur
yang di asaskan pada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan perseorangan dengan kestabilan masyarakat. Penerjemahan
civil society menjadi masyarakat madani didasari oleh konsep kota Ilahi,
kota peradaban atau masyarakat kota dan di sisi lain pemaknaan itu juga
dilandasi oleh konsep al-Mujtama’ al-Madani yang dikenalkan oleh
Naqwib al-Attas.2

Masyarakat madani merupakan konsep tentang masyarakat yang


mampu memajukan dirinya melalui aktifitas mandiri dalam suatu ruang
gerak yang tidak mungkin Negara melakukan intervensi terhadapnya. Hal
ini terkait erat dengan konsep masyarakat madani dengan konsep
demokrasi dan demokratisasi, karena demokrasi hanya mungkin tubuh
pada masyarakat madani dan masyarakat madani hanya berkembang
pada lingkungan yang demokratis.3

2.1.2 Dasar Pembentukan Masyarakat Madani Menurut Al – Quran


Dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang mengemukakan
mengenai tentang bermasyarakat, mulai dasar pembentukan keluarga
sampai kepada bagaimana mengembangkan tatanan kemasyarakatan
menuju sebuah masyarakat yang hidup rukun, damai dan sejatera serta
selalu dalam ampunan Allah SWT. Di antara ayat-ayat tersebut adalah:

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah


menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak…” (Q.S. 4; 1)

1
Culla. Masyarakat Madani, hlm. 7.
2
PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah. Pendidikan Kewargaan, hlm. 140.
3
Ibid., hlm. 54.

4
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang…” (Q.S. 30; 21)

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-


laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal…” (Q.S. 49; 13)

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru


kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. 3; 104)
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah…” (Q.S. 3; 110)

“Maka disebabkan rahrnat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut


terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar
tentulah mereka menjauhkan diri darimu sekeliingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka. Dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam segalah urusan” (Q.S 3;159)

“Manusia itu adalah umat yang satu.” (Q.S 2;213)

“Sesungguhnya pada kaum Saba' ada tanda ( kekuasaan Tuhan) ditempat


kediaman mereka yaitu dua buah kebun disebelah kanan dan disebelah
kiri. ( kepada mereka dikatakan ); "Makanlah olehmu dari rezki yang
dianugtrahkan tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepadanya, negerimu
adalah negeri yang baik dan Tuhanmu adalah Maha Pengampun”” (Q.S
34;15)

5
2.2 Masyarakat Madani dalam Sejarah
Ada dua corak masyarakat dalam al Qur’an yang dapat kita lihat dan
pahami sebagai dasar pembentukan masyrakat madani, yaitu tatanan
kemasyarakatan yan dicerminkan oleh kaum Saba dan masyarakat Madinah
yang dibentuk oleh Muhammad SAW.
2.2.1 Masyarakat Saba
Sebuah masyrakat seperti yang digambarkan dalam surat Saba
(34) ayat 15 yaitu Masrakat yang hidup dalam wilayah yang tanahnya
subur dan negerinya makmur lebih dari cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup masyrakatnya, sehingga Allah memerintahkan
mereka untuk menikmatinya sebagai rezeki yang telah dianugerahkan
untuk hambaNya. Kehidupan masyarakat seperti inilah yang
digambarkan dengan sebutan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur
(sebuah negeri yang subur dan makmur, adil dan aman. Dimana yang
berhak akan mendapat haknya, yang berkewajiban akan melaksanakan
kewajibannya dan yang yang berbuat baik akan mendapat anugerah
sebesar kebaikannya. Tidak ada lagi kezaliman.
2.2.2. Masyarakat Madinah
Hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke kota Yastrib dan
mengganti namanya dengan Madinah, membuka peluang bagi
terbentuknya masyarakat yang memiliki tatanan etika, moral dan
akhlak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Ada beberapa pilar yang
melandasi proses pembentukan masyarakat Madinah saat itu antara
lain ialah:

 Mempersaudarakan pengungsi dari Mekkah dengan penduduk asli


Madinah (Muhajirin-Anshar), yang keduanya merupakan tonggak
pilar dalam pembentukan masyarkat Madinah.
 Menganut tata kehidupan individu maupun dalam menjalankan
kehidupan bermasyarakat (mu‟amalah).

6
 Mengkukuhkan kedudukan Nabi Muhammad SAW bukan saja
sebgai seorang rasul, tetapi sebagai pemimpin masyarakat yang
dalam menjalankan kebijakan selalu bermusyawarah dengan para
sahabat besar serta menampung aspirasi masyrakatnya.
 Menjalin perjanjian perdamaian dengan semua kekuatan social
yang ada dalam sebuah konstitusi tertulis yang dikenal dengan
Piagam Madinah.
 Menegakkan hukum yang telah disepakati bersama (supremasi
hukum).
 Memeberikan keteladanan yang sangat tinggi dalam tatanan
kehidupan sosial, baik dalam kehidupan pribadi maupun sebagai
pemimpin agama dan pemimpin masyarakat.
2.2.3 Perkembangan Masyarakat Madani di Indonesia
Secara historis kelembagaan civil society muncul ketika proses
proses tranformasi akibat modernisasi terjadi dan menghasilkan
pembentukan sosial baru yang berbeda dengan masyarakat tradisional.
Hal ini dapat ditelaah ulang ketika terjadi perubahan sosial pada masa
kolonial, utamanya ketika kapitalisme mulai di kenalkan oleh Belanda.
Hal itu telah mendorong terjadinya pembentukan sosial lewat proses
industrialisasi, urbanisasi dan pendidikan modern. Pada akhirnya
muncul kesadaran dikalangan kaum elit pribumi yang kemudian
mendorong terbentuknya organisasi sosial modern di awal abad ke-XX,
gejala ini menandai mulai berseminya masyarakat madani.4
Pada awal ini gerakan-gerakan organisasi melibatkan pekerja
dan intelektual yang masih muda dan ditandai juga dengan timbulnya
kesadaran para buruh tentang kebutuhan mereka untuk berorganisasi
dalam rangka menuju ke-arah yang lebih baik. Sebenarnya pekerja
Eropa yang memperkenalkan semangat persyarikatan kepada para
pekerja Indonesia, dan pada bulan Oktober 1905 pertama kali didirikan
serikat buruh oleh pekerja Eropa diperumka Bandung.
4
Hikam. Demokrasi dan Civil Society. Cet I, hlm. 5.

7
Pada tahun 1980-an terjadi perubahan politik yang cukup
signifikan yang dipandang sebagai proses demokratisasi dan
perkembangan masyarakat madani di Indonesia. Kalangan muslim yang
sebelumnya berada dimargin politik mulai berani masuk ketengah
kekuasaan dan pada saat yang sama proses demokratisasi menemukan
hal yang baru dan katup yang membendung proses demokratisasi mulai
terbuka terbukti dengan maraknya gerakan prodemokrasi.
Turunnya rezim Soeharto dan munculnya orde baru
menunjukkan proses rekonstruksi politik, ekonomi, sosial dan
membawa dampak bagi perkembangan masyarakat madani di
Indonesia. Pada tataran sosial ekonomi akselerasi pembangunan melalui
industrialisasi telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
belum pernah terjadi sebelumnya dan mendorong terjadinya perubahan
struktur sosial masyarakat Indonesia yang diandai dengan bergesernya
pola-pola kehidupan masyarakat agraris.5
Berakhirnya rezim orde baru dibawah pimpinan Soeharto yang
memerintah dengan memperkuat posisi negara disegala bidang yang
menyebabkan merosotnya kemandirian dan partisipasi masyarakat
sehingga menyebabkan kondisi dan pertumbuhan masyarakat madani
menampilkan beberapa produk. Misalnya dengan semakin
berkembangnya kelas menengah seharusnya semakin mandiri sebagai
keseimbangan kekuatan negara sebagaimana yang terdapat dinegara
kapatalis Barat, tetapi kenyataannya kelas menengah yang tumbuh
masih bergantung kepada negara.
Tumbangnya pemerintahan Soeharto dengan cepat dan dramatis
pada Mei 1998 dan diikuti dengan perubahan-perubahan sosial dan
politik sangat penting dan potensial bagi terciptanya masyarakat
madani. Secara umum politik represi (menekan) yang menandai
pemerintahan Soeharto berakhir dan digantikan dengan politik yang
lebih bebas dan demokratis. Berakhirnya era 3 parpol yaitu PPP, PDI,

5
Ibid., hlm. 5.

8
dan GOLKAR dengan pemberian kebebasan kepada masyarakat untuk
mendirikan partai-partai, sehingga pada akhirnya terdapat lebih dari 100
partai, namun setelah melalui seleksi tim 11 hanya ada 48 partai yang
dinyatakan berhak mengikuti pemilu serta berakhirnya era asas tunggal
Pancasila dan memberikan kebebasan memilih asas lain termasuk asas
agama.6
Pemerintahan orde baru yang telah menghilangkan kekuatan
kebhinekaan dan mencoba menggusur suatu masyarakat yang uniform
sehingga terciptalah suatu struktur kekuasaan yang sangat sentralistik
dan birokratik yang menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia karena
dalam usaha menekan persatuan yang mengesampingkan perbedaan
melalui cara-cara represif yang berakibat mematikan inisiatif dan
kebebasan berfikir serta bertindak dalam pembangunan bangsa. Maka
era reformasi yang mempunyai cita-cita pengakuan kebhinekaan
sebagai modal bangsa Indonesia dalam rangka untuk menciptakan
masyarakat madani yang menghargai perbedaan sebagai kekuatan dan
sebagai identitas bangsa yang secara kultural dinilai sangat kaya dan
bervariasi.
Gerakan untuk membentuk masyarakat madani berkaitan
dengan proses demokratisasi merupakan tujuan era reformasi untuk
membina suatu masyarakat Indonesia yang baru dalam rangka
mewujudkan proklamasi tahun 1945 yaitu membangun masyarakat
Indonesia yang demokratis atau masyarakat madani Indonesia
merupakan misi dari gerakan reformsi dan misi dari reformasi sistem
pendidikan nasional.7

2.3 Karakteristik Masyarakat Madani


Secara umum masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu
masyarakat atau institusi yang mempunyai ciri-ciri antara lain : Kemandirian,

6
Azumardi Azra. Menuju Masyarakat Madani, Vi
7
Tilaar. Pendidikan Kebudayaan, hlm. 157.

9
toleransi, keswadayaan, kerelaan menolong satu sama lain dan menjujung
tinggi norma dan etika yang telah disepakati bersama-sama. 8 Secara historis
upaya untuk merintis institusi tersebut sudah muncul sejak masyarakat
Indonesia mulai mengenal pendidikan modern dan sisitem kapitlisme global
serta modernisasi yang memunculkan kesadaran untuk mendirikan orgnisasi-
orgnisasi modern seperti Budi Utomo (1908), Syarikat Dagang Islam (1911),
Muhammadiyah (1912) dan lain-lain.
Jika merujuk kepada tatanan masyarakat yang dibagun oleh Nabi
Muhammad SAW setelah hijrah dari Mekkah ke Yastrib dan menggantikan
nama kota tersebut menjadi Madinah, di sana ditemui sebuah masyarakat
dengan tatanan etik dan moral sesuai ajaran Islam. Piagam Madinah sebagai
sebuah konstitusi tertulis yang disepakati untuk diterapkan dalam kehidupan
masyarakat, mencirikan karakter dari masyarakat tersebut yang antara lain
ialah:
 Masyarakat yang berTuhan yaitu sebuah masyarakat yang mengakui
adanya Tuhan dan mengakui hokum Tuhan sebagai landasan pengaturan
kehidupan mereka.
 Masyarakat yang pluralistik yang terdiri dari berbagai suku dan agama,
namun dapat hidup berdampingan secara aman, damai, dan sejahtera.
 Mengembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama dengan baik
tanpa adanya diskriminatif, sehingga terlihat adanya pengakuan persamaan
hak.
 Adanya pengakuan dan perlindungan negara dalam menjamin kebebasan
dalam menjalankan ibadah bagi pemeluknya sesuai keyakinan mereka.
 Berperadaban tinggi, yaitu unggul dalam penguasaan IPTEK, sehingga
dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakat sesuai dengan peran
dan fungsinya sebagai khalifatullah fil ardh.

8
M Din Syamsuddin. Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani. Cet I,
vii.

10
 Berakhlak mulia, dengan kata lain anggun dalam moral. Indahnya sebuah
masyarakat terlihat dari tatanan akhlak yang ditampilkan sebagai
manifestasi dari keyakinan dan pelaksanaan syariah mereka.

2.4 Peranan Umat Islam dalam Membangun Masyarakat Madani


Membangun masyarakat madani, sebagai sebuah masyrakat ideal
secara yang berperadaban tinggi sebagaimana yang dicita-citakan setiap
bangsa tidaklah mudah. Jumlah atau kuantitas saja tidak dapat menjamin,
tanpa didukung oleh beberapa faktor, seperti sumber daya manusia yang
berkualitas,system politik yang tangguh, perekonomian yang kuat, kehidupan
sosial kemasyarakatan secara teratur yang dibangun dalam masyarakat
tersebut.
Melihat kondisi umat islam saat ini, secara kuantitas tidak diragukan
lagi, namun secara kualitas sumber daya manusianya masih perlu
ditingkatkan, mengingat masih banyakya jumlah umat Islam yang hidup
dibawah garis kemiskinan dan tidak tersentuh pendidikan, khususnya umat
Islam di Indonesia. Begitu juga kalau kita lihat dari segi sistem politiknya,
masih diperlukan kekuatan untuk membangun masyarakat Islam yang ideal.
Peranan umat Islam dalam segala bidang dituntut untuk lebih maksimal.
Umat Islam harus bertekad meningkatkan kualitas sumber daya manusianya
dengan megejar ketertinggalannya terutama dalam bidang pendidikan,
sehingga memiliki kompetensi penguasaan IPTEK.
Kita harus mampu keluar dari persoalan-persoalan yang sedang
dihadapi umat Islam. Kebodohan dan kemiskinan merupakan persoalan utama
yang sedang kita alami, untuk itu upaya mencerdaskan bangsa melalui
peningkatan mutu pendidikan merupakan program utama yang harus
diproriotaskan. Budaya membaca, meneliti, dan bagaimana menghasilkan
karya dengan membangkitkan dan memberdayakan potensi yang dimilikinya
harus dibina sedini mungkin.

11
Dalam rangka mengentaskan kemiskinan, perencanaan dan
pengembanganbidang ekonomi untuk meningkatkan lesejahteraan umat, perlu
ditingkatkan manajemen pengelolaan sumber daya dan lembaga ekonomi
Islam secara profesional, serta harus menjadi tonggak pembangunan ekonomi
umat. Kesadaran untuk membayar zakat dan memberdayakan harta wakaf,
serta mengembangkan sikap kerjasama baik sesama umat Islam maupun di
luar Islam perlu dipupuk dengan subur. Memperkokoh kekuatan dalam
pembentukan Ukhuwah Islamiyah ataupun hubungan dengan masyarakat di
luar Islam (Ukhuwah Insaniyah) perlu dibina dengan baik untuk mewujudkan
sebuah masyarakat Islam sebagai ummatan wahidah, ummatan washathan,
yang hidup dalam negeri yang aman makmur dan sejahtera baidatun
thayyibatun wa rabbun ghafuur.

2.5 Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal


Beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran tercapainya
kondisi madani, yaitu:
 Terpeliharanya eksistensi agama atau ajaran-ajaran yang ada dalam
masyarakat
 Terpelihara dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan keselamatan
 Tegaknya kebebasan berpikir yang jernih dan sehat
 Terbangunnya eksistensi kekeluargaan yang tenang dan tenteram dengan
penuh toleransi dan tenggang rasa
 Terbangunnya kondisi daerah yang demokratis, santun, beradab serta
bermoral tinggi
 Terbangunnya profesionalisme aparatur yang tinggi untuk mewujudkan
tata pemerintahan yang baik, bersih berwibawa dan bertanggung jawab
yang mampu mendukung pembangunan daerah.
Pencapaian visi pembangunan itu antara lain ditempuh melalui misi
mewujudkan pengamalan nilai-nilai agama dan kearifan lokal. Dalam misi itu
dijelaskan bahwa “masyarakat yang memiliki basis agama dan nilai-nilai

12
budaya yang kuat membentuk manusia yang beriman, bertaqwa kepada
Tuhan, berakhlak mulia, bermoral, beretika, yang akhirnya mampu berpikir,
bersikap, dan bertindak sebagai manusia yang tangguh, kompetitif, berbudi
luhur, bertoleransi, bergotong-royong, berjiwa patriotik, menjunjung nilai-
nilai luhur budaya bangsa, mengedepankan kearifan lokal, dan selalu
berkembang secara dinamis”.
Persoalannya adalah bagaimana mengimplementasikan kearifan lokal
untuk membangun masyarakat madani? Walaupun kearifan lokal terdapat
dalam kebudayaan lokal yang dijiwai oleh masyarakatnya, namun sejalan
dengan perubahan sosial kultural yang demikian cepat kebudayaan lokal yang
menyimpan kearifan lokal sebagaimana sinyalemen para ahli sebagian telah
tergerus oleh kebudayaan global (Smiers, 2008: 383). Oleh karena itu, perlu
ada revitalisasi budaya lokal (kearifan lokal) yang relevan untuk membangun
masyarakat madani. Untuk merevitalisasi budaya lokal diperlukan adanya
strategi politik kebudayaan dan rekayasa sosial dengan pembuatan dan
implementasi kebijakan yang jelas. Salah satu di antaranya adalah adanya
peraturan daerah tentang pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan
budaya lokal yang dapat menjadi payung hukum dalam perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan-kegiatan budaya oleh dinas-dinas atau lembaga-
lembaga terkait.
Ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan untuk
merevitalisasi budaya lokal untuk membangun masyarakat madani berbasis
kearifan lokal:
2.5.3 Inventarisasi dan Pengkajian Kearifan Lokal
Tidak semua kearifan lokal yang terdapat dalam budaya lokal
telah diketahui olehmasyarakat. Oleh karena itu, dalam membangun
masyarakat madani berbasis kearifan
lokal perlu dilakukan inventarisasi, dokumentasi, dan pengkajian terhad
ap budaya lokal untukmenemukan kearifan lokal. Sebagai
contoh melalui pengkajian terhadap cerita rakyat dapatditemukan
kearifan lokal yang relevan untuk membangun masyarakat madani,

13
seperti: sikap-sikap antikejahatan, suka menolong, dan giat membangun
(Nasirun, Cikal Bakal Desa Tanggungsari); nilai-nilai patriotisme dan
memperjuangkan nasib rakyat; nilai-nilai kepemimpinan
yang bertanggung jawab dan menepati janji; nilai kepemimpinan yang
peduli pada daerah dan rakyatnya; nilai demokrasi dengan cara pemilih
an kepala desa yangdemokratis dan transparan, nilai kejujuran,
keikhlasan, dan tanpa pamrih. Selanjutnya, kearifan lokal yang relevan
dengan pembangunan masyarakat madani perlu disosialisasikandan
diinternalisasikan kepada masyarakat.
2.5.4 Pengetahuan Budaya Lokal sebagai Muatan Lokal
Sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal untuk membangun
masyarakat madani dapatdilakukan melalui jalur pendidikan formal
dalam bentuk muatan lokal. Namun demikian,gagasan untuk
memberikan muatan lokal yang berupa pengetahuan budaya (yang
didalamnya terdapat kearifan lokal) dalam pendidikan umum dalam
kenyataannya menghadapi kendala yang berkaitan dengan kurikulum
dan tenaga pengajarnya.
Mengatasi permasalahan ini baik dalam penyediaan bahan pelaja
ran maupun tenaga pengajarnya dapatdiupayakan dan dilegalkan
dengan penggunaan tenaga-tenaga nonguru dalam masyarakatyang
mempunyai keahlian-keahlian yang khas mengenai berbagai aspek
kehidupan yang khasdi daerah. Pengetahuan budaya lokal dapat dipilah
ke dalam
pengetahuan&keterampilan bahasa serta pengetahuan dan ketrampilan s
eni. Selain itu dapat ditambahkan pengetahuantentang adat-istiadat/
sistem budaya (cultural system) yang tidak bertentangan dengan nilai-
nilai budaya nasional (Sedyawati, 2007: 5), khususnya tentang kearifan
lokal yang relevandengan pembangunan masyarakat madani.
2.5.5 Forum Komunikasi Pemikiran Budaya
Pemerintah daerah tidak harus menyelenggarakan sendiri segala
upaya pembangunanmasyarakat madani berbasis kearifan lokal.

14
Berbagai elemen masyarakat juga memiliki tugasdalam kegiatan
tersebut. Demi tercapainya cita-cita luhur yang harmonis diperlukan
berbagaiforum dialog. Prakarsa untuk memulai forum ini dapat
dilakukan oleh pemerintah denganmelibatkan elemen-elemen di luar
birokrasi pemerintahan seperti lembaga-lembagakebudayaan dan
penyelenggara media massa swasta meliputi radio, televisi, majalah,
dansurat kabar. Dalam forum dialog itu perlu dibahas masalah-masalah
aktual di bidangkebudayaan yang berkembang di masyarakat, seperti
budaya (lokal) yang menghambatterbentuknya masyarakat madani,
pembentukan warga negara Indonesia yang dwibudayawan(lokal dan
nasional), mempersiapkan eksekutif yang mampu menghayati nilai-nilai
budayayang luhur, dan lain-lain (Sedyawati, 2007: 6-7).
2.5.6 Festival Budaya Lokal
Unsur-unsur budaya lokal yang berpotensi untuk
membangun masyarakat madani dapatdipergelarkan dalam bentuk
festival budaya. Sebagai contoh festival seni tradisi, upacaratradisi, dan
permainan (dolanan) tradisional anak-anak dapat dijadikan sebagai
wahana untukmembangun kesadaran pluralisme, membangun integrasi
sosial dalam masyarakat, dantumbuhnya multikulturalisme.Langkah-
langkah strategis sebagaimana telah diuraikan di atas diharapkan akan
membentuksuatu kesadaran kultural (Kartodirdjo, 1994a dan 1994b)
yang pada gilirannya akanmembentuk ketahanan kultural pada
masyarakat. Kesadaran dan ketahanan kultural menjadi pilar yang
sangat kuat untuk membangun masyarakat madani yang berbasis
kearifan lokal.

2.6 Kerukunan Antar Umat Beragama


Kerukunan antar umat beragama sangat penting dan sangat
dibutuhkan oleh bangsa yang majemuk dalam hal agama. Jika toleransi
beragama tidak ditegakkan, bangsa atau negara tersebut akan menghadapi
berbagai konflik antar pemeluk masing-masing agama dan dapat

15
menyebabkan disintegrasi nasional. Untuk memberi perhatian khusus kepada
masalah kerukunan antar umat beragama, harus diupayakan pemahaman yang
benar dan ditemukan cara untuk menciptakan kerukunan tersebut.
Kerukunan antar umat beragama dalam pandangan Islam (seharusnya)
merupakan suatu nilai yang terlembagakan dalam masyarakat. Islam
mengajarkan bahwa agama Tuhan adalah universal karena Tuhan telah
mengutus Rasul-Nya kepada setiap umat manusia (QS. al-Nahl (16): 36).
Selain itu, ajaran Islam juga mengajarkan tentang pandangan tentang kesatuan
kenabian (nubuwwah) dan umat yang percaya kepada Tuhan (QS. al-Anbiya’
(21): 92).
Ditegaskan juga bahwa agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW. (Islam) adalah kelanjutan langsung agama-agama yang dibawa nabi-
nabi sebelumnya (QS. al-Syura (42): 13). Oleh karena itu, Islam
memerintahkan umatnya untuk menjaga hubungan baik dengan para pemeluk
agama lain, khususnya para penganut kitab suci (Ahli Kitab) (QS. al-’Ankabut
(29): 46).
Prinsip-prinsip Islam seperti yang terbubuh dalam ayat-ayat al-Quran
di atas membawa konsekuensi adanya larangan untuk memaksakan agama
(QS. al-Baqarah (2): 256). Ayat ini, menurut Ibn al-Qayyim al-Jauzi, seperti
dikutip oleh Nurcholish Madjid (1990, h. 110), diturunkan karena ada anak-
anak kaum Anshar di Madinah yang tidak mau mengikuti jejak orangtua
mereka untuk memeluk Islam dan memilih agama Yahudi yang sudah mereka
kenal, tetapi kemudian orangtua mereka ingin memaksa mereka memeluk
agama Islam. Hal ini mendapat penegasan firman Allah, ”Dan jika seandainya
Tuhanmu menghendaki, maka pastilah beriman semua orang di bumi, tanpa
kecuali. Apakah Engkau (Muhammad) akan memaksa umat manusia sehingga
mereka beriman semua?” (QS. Yunus (10): 99). Pendirian ini perlu
dikemukakan karena sampai sekarang masih dirasakan kekurangpercayaan
kepada prinsip ini dari berbagai kalangan.
Umat Islam tidak dilarang untuk berbuat baik dan adil kepada siapa
pun dari kalangan nonMuslim yang tidak menunjukkan sikap permusuhan

16
berdasarkan prinsip di atas. Pada zaman Nabi SAW, telah terjalin hubungan
yang baik dari beberapa kelompok non-Muslim dengan kelompok Muslim.
Pemerintahan Islam banyak menunjukkan toleransi kepada umat-umat
beragama lain. Golongan minoritas mendapatkan perlindungan dari
pemerintah Islam dan dapat menjalin hubungan dengan masyarakat Muslim
dengan baik dalam melaksanakan berbagai aktivitasnya.
2.6.1 Kerukunan umat beragama di Indonesia
Negara Indonesia menjamin kehidupan agama bagi seluruh
rakyatnya. Dasar negara Pancasila memberikan jaminan kebebasan
beragama dengan sila yang pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa.” UU
D 1945 juga menjamin kebebasan menjalankan agama dengan satu pasal
khusus, yaitu pasal 29. Di samping itu, semboyan ”Bhinneka Tunggal
Ika” memberikan peluang leluasa bagi beragam agama yang ada untuk
mengikuti dan melaksanakan ajaran agama di bawah satu kesatuan dasar
Pancasila dan UUD 1945.
Menteri Agama RI tahun 1978-1984 (H. Alamsjah Ratu
Perwiranegara) menetapkan Tri Kerukunan Beragama, yaitu tiga prinsip
dasar aturan yang bisa dijadikan sebagai landasan toleransi antarumat
beragama di Indonesia. Tiga prinsip dasar yang dimaksud tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Kerukunan intern umat beragama.
2) Kerukunan antar umat beragama.
3) Kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah (Departemen
Agama RI, 1982/1983, h. 13).
Untuk melaksanakan Tri Kerukunan Beragama ini, dikeluarkan
juga Keputusan Menteri Agama yang menjabarkan aturan itu dengan
lebih rinci, yaitu Keputusan Menteri Agama no. 70 tahun 1978 tentang
Pedoman Penyiaran Agama dan Keputusan Menteri Agama no. 77 tahun
1978 tentang Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga-lembaga
Keagamaan di Indonesia.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dalam materi ini, yaitu :
 Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan taraf
kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.
 Masyarakat madani tidak muncul dengan sendirinya. Ia
membutuhkan unsur-unsur sosial yang menjadi prasyarat
terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor-faktor tersebut
merupakan satu kesatuan yang mengikat dan menjadi karakter khas
masyarakat madani.
 Karakteristik dari masyarakat madani yaitu wilayah Publik yang
bebas Demokrasi, Toleransi, Pliralisme, dan Keadilan.
 Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensi
umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat
Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu
pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan
bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat
terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir
pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-
Farabi, dan yang lain.
 Tujuan-tujuan tersebut tidak hanya mencakup masalah
kesejahteraan ekonomi, melainkan juga mencakup permasalahan
persaudaran manusia-manusia dan keadilan sosial-ekonomi,

18
kesucian kehidupan, kehormatan individu, kehormatan harta,
kedamaian jiwa dan kebahagiaan, serta keharmonisan kehidpan
keluarga dan masyarakat. Ajaran Islam, sama sekali tidak pernah
melupakan unsur materi dalam kehidupan dunia. Materi penting
dalam kemajuan, kemajuan umat Islam, realisasi kehidupan yang
baik bagi setiap umat manusia, dan membantu manusia
melaksanakan kewajibannya kepada Allah.
 Kerukunan umat beragama di Indonesia pada prinsipnya sudah di
atur dengan baik. Berbagai aturan sudah dibuat oleh pemerintah
untuk melaksanakannya. Aturanaturan ini tidak jauh berbeda
dengan aturan yang tertuang dalam Piagam Madinah. Jika pada
akhirnya muncul berbagai konflik antar umat beragama di
Indonesia, hal ini tidak semata-mata terkait dengan masalah agama
belaka, tetapi sudah ditunggangi oleh berbagai kepentingan,
terutama kepentingan politik.

3.2 Saran
Saran dari kami selaku penulis diharapkan kepada kita semua baik
yang tua maupun yang muda agar dapat mewujudkan masyarakat madani
di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia, belajar dari sejarah dan
ajaran agama. Yakni melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia,
potensi, perbaikan sistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak,
dan sedekah. Semoga dengan izin Allah dan dengan menjalankan syariat
Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa
ini secara perlahan. Demikianlah makalah rangkuman materi yang dapat
kami sampaikan, semoga di dalam penulisan ini dapat dimengerti sehingga
tidak menimbulkan kesalah-pahaman di masa yang akan datang. Kurang
lebihnya mohon maaf, terima kasih.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, dkk. 2016. Agama Islam Universal. Jakarta: UNJ Press.


Anonim. t.t. BAB II MASYARAKAT MADANI (Suatu Telaah Pustaka).
http://digilib.uinsby.ac.id/8316/2/Bab%202.pdf. Diakses pada 15 Oktober 2017.

Marzuki. t.t. Kerukunan Antar Umat Beragama Dalam Wacana Masyarakat


Madani: Analisis Isi Piagam Madinah dan Relevansinya bagi Indonesia.
http://staff.uny.ac.id/system/files/penelitian/Marzuki,%20Dr.
%20M.Ag./17.%20KERUKUNAN%20ANTARUMAT%20BERAGAMA
%20MASYARAKAT%20MADANI.pdf. Diakses pada 15 Oktober 2017.

20

Anda mungkin juga menyukai