Anda di halaman 1dari 5

KONVERGENSI & NEW MEDIA

“CULTURE SHOCK DIKALANGAN MAHASISWA”

Disusun oleh:
Renaldo Yuvantino
A15.2017.00843

Universitas Dian Nuswantoro


Fakultas Ilmu Komputer
Ilmu Komunikasi
Semarang
2018
Culture Shock Dikalangan Mahasiswa
Pada saat ini merupakan era globalisasi, jaman dimana seluruh Negara serta masyarakatnya
terbuka dengan Negara lain. Mulai dari ekonomi, teknologi, komunikasi, dan ilmu
pengetahuan yang mengubah dunia secara mendasar yang menyumbang terjadinya
Globalisasi. Globalisasi memberi banyak dampak-dampak positif namun, ada juga dampak
negatifnya. Dampak negative diantaranya adalah culture shock. Istilah culture shock pertama
kali diperkenalkan oleh tokoh antropologis Oberg. Menurutnya, culture shock didefinisikan
sebagai kegelisahan yang mengendap yang muncul dari kehilangan semua lambang dan
simbol yang familiar dalam hubungan sosial, termasuk didalamnya seribu satu cara yang
mengarahkan kita dalam situasi keseharian, misalnya bagaimana untuk memberi perintah,
bagaimana membeli sesuatu, kapan dan di mana kita tidak perlu merespon. Deddy Mulyana
lebih mendasarkan cultural shock sebagai benturan persepsi yang diakibatkan penggunaan
pesepsi berdasarkan faktor-faktor internal (nilai-nilai budaya) yang telah dipelajari orang
yang bersangkutan dalam lingkungan baru yang nilai-nilai budayanya berbeda dan belum ia
pahami. Di indonesia cultural shock sering disebut dengan istilah gegar budaya di mana
seseorang mengalami goncangan perasaan (kecemasan) yang diakibatkan oleh perbedaan
nilai kebudayaan baru yang tidak sesuai dengan pola nilai kebudayaan yang sudah di anutnya
sejak lama.

Tingkat-tingkat Culture shock (u-curve)

Meskipun ada berbagai variasi reqaksi terhadap culture hock, dan perbedaan jangka waktu
penyesuaian diri, sebagian besar literatur menyatakan bahwa orang biasanya melewati 4
tingkatan culture shock. Keempat tingkatan ini dapat digambarkan dalam bentuk kurva u,
sehingga disebut u-curve, yaitu:

Fase optimistic, fase pertama yang digambarkan berada pada bagian kiri atas dari kurva U.
fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan euphoria sebagai antisipasi individu
sebelum memasuki budaya baru

Masalah cultural, fase kedua di mana maslah dengan lingkungan baru mulai berkembang,
misalnya karena kesulitan bahasa, system lalu lintas baru, sekolah baru, dll. Fase ini biasanya
ditandai dengan rasa kecewa dan ketidakpuasan. Ini adalah periode krisis daalm culture
shock. Orang menjadi bingung dan tercengan dengan sekitarnya, dan dapat menjadi frustasi
dan mudah tersinggung, bersikap permusuhan, mudah marah, tidak sabaran, dan bahkan
menjadi tidak kompeten.

Fase recovery, fase ketiga dimana orang mulai mengerti mengenai budaya barunya. Pada
tahap ini, orang secara bertahap membuat penyesuaian dan perubahan dalam caranya
menanggulangi budaya baru. Orang-orang dan peristiwa dalam lingkungan baru mulai dapat
terprediksi dan tidak terlalu menekan.

Fase penyesuaian, fase terakhir, pada puncak kanan U, orang telah mengertpi elemen kunci
dari budaya barunya (nilai-nilai, adapt khusus, pola keomunikasi, keyakinan, dll).
Kemampuan untuk hidup dalam 2 budaya yang berbeda, biasanya uga disertai dengan rasa
puas dan menikmati. Namun beberapa ahli menyatakan bahwa, untuk dapat hidup dalam 2
budaya tersebut, seseorang akan perlu beradaptasi kembali dengan budayanya terdahulu, dan
memunculkan gagasan tentang W curve, yaitu gabungan dari 2 U curve.

Manusia secara alamiah memang merupakan mahluk yang paling pandai dan cepat untuk
menyesuaikan dirinya pada suatu keadaan yang baru di bandingkan mahluk yang lain. Akan
tetapi manuasia memerlukan rentang waktu yang cukup untuk memposisikan dirinya dengan
segala hal yang baru tersebut. Contoh dari hal sederhana, bagi seseorang yang sudah terbiasa
tidur dengan waktu ideal 8 jam perhari akan merasakan pusing ataupun lemas ketika sehari
saja ia hanya tidur selama 5 jam. Orang yang menjalankan ibadah puasa, ketika berbuka tidak
lantas makan besar karena akan menyababkan gangguan lambung ia setidaknya minum air
hangat agar memberi kesempatan bagi tubuhnya untuk menyesuaikan. Jika dari hal sederhana
saja tubuh manusia memerlukan waktu untuk mengadaptasikan dirinya apalagi dengan
lingkungan sosial. Faktor Faktor yang Mempengaruhi terjadinya Culture Shock Parrillo
(2008) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi Culture Shock yaitu :

1. Faktor intrapersonal termasuk keterampilan (keterampilan komunikasi), pengalaman


sebelumnya (dalam setting lintas budaya), mandiri atau toleransi, dan akses ke sumber
daya. Karakteristik fisik seperti penampilan, umur, kesehatan, kemampuan sosialisasi
juga mempengaruhi. Penelitian menunujukkan umur dan jenis kelamin berhubungan
dengan Culture Shock Individu yang lebih muda cenderung mengalami Culture Shock
yang lebih tinggi dari pada individu yang lebih tua dan wanita lebih mengalami
culture shock daripada pria (Kazantzis dalam Pederson, 1995)
2. Variasi budaya mempengaruhi transisi dari satu budaya ke budaya lain. Culture Shock
lebih cepat jika budaya tersebut semakin berbeda,hal ini meliputi sosial, perilaku, adat
istiadat, agama, pendidikan, norma dalam masyarakat, dan bahasa. Bochner (2003)
menyatakan bahwa semakin berbeda kebudayaan antar dua individu yang
berinteraksi, semakin sulit kedua induvidu tersebut membangun dan memelihara
hubungan yang harmonis. Pederson (1995) menyatakan bahwa semakin beda antar
dua budaya, maka interaksi sosial dengan mahasiswa lokal akan semakin r

Culture shock dianggap sebagai hal yang wajar bagi sebagian besar mahasiswa. Namun, hal
tersebut jangan dianggap remeh karena dapat memicu gangguan gangguan salah satunya
depresi. Untuk itu, yang berniat melanjutkan kuliah ke luar negeri atau simplenya merantau
ke beda kota atau provinsi atau pulau harus siap menghadapai Culture Shock ini. Biasanya,
mahasiswa yang mengalami culture shock adalah mereka yang masih labil dalam beradaptasi.
Keadaan lingkungan terutama kampus dan kelas yang tidak sesuai harapan dikenal menjadi
salah satu faktor penyebab timbulnya culture shock ini. Culture shock sangat berkaitan
dengan keadaan dimana ada kekhawatiran dan galau berlebih yang dialami orang-orang yang
menempati wilayah baru dan asing. Salah satu contoh, ada seseorang mahasiswa dari Papua
yang kuliah di Jawa, dan itu pertama kalinya juga dia mendarat di tanah orang lain. Saat itu
juga pasti mereka akan merasa aneh dan belum kebiasaan dengan apa yang dilakukan oleh
orang yang disekitar mereka, karena pasti ada perbedaan budaya, bahasa, dan kebiasaan yang
menurut mereka itu asing dan bisa saja salah mengartikan yang membuat penilaian terhadap
suatu budaya di tempat tersebut menjadi buruk citranya, karena disetiap daerah pasti
memiliki kebiasaan dan budaya sendiri sendiri. Dari situ Mahasiswa dari Papua ini mungkin
merasa aneh dan bisa saja menganggu yang akhirnya membuat nya mungkin menjadi tidak
betah di Jawa. Manusia yang disebut sebagai zone politikon tidak akan mampu bertahan
hidup tanpa bantuan dari orang di sekitarnya. Bahkan manusia sangat memerlukan pengakuan
dari orang disekitarnya atas eksistensinya. Dalam pola hubungan masyarakat tentu akan ada
sistem tata nilai kebudayaan yang dianut. Dimana kebudayaan tersebut dijadikan dasar bagi
masyarakat tertentu untuk menjalin keakraban dan mencapai kerukunan bersama. Goncangan
kebudayaan atau cultural shock sebagai salah satu fenomena sosial dapat di alami oleh
siapapun saat orang tersebut tidak mampu memposisikan dirinya dengan kebudayaan baru di
sekitarnya. Contoh lain, Goncangan kebudayaan atau dalam bahasa kerennya sering disebut
dengan istilah cultural shock saya alami ketika awal masuk kuliah. Ketika awal masuk
universitas, saya masuk Universitas Swasta juga, namun mayoritas nya beragama Islam dan
itu hal yang belum terlalu biasa buat saya dan saat peratama kuliah saya memikirkan hal hal
yang negatif, karna takut bila di kuliahan saya tidak memiliki teman dan sebagainya. Karena
pendidikan saya dari SD, SMP, hingga SMA saya tempuh di sekolah Kristen dan saat masuk
kuliah awal awal saya kurang terbiasa dengan relasi seperti ini dan secara mendalam
sedangkan di universitas mau tidak mau saya harus menjalaninya karena itu adalah relasi
yang terjadi dan yang harus di tempuh. Lama lama berjalan nya waktu pasti akan terbiasa
sendiri dengan budaya baru di sekitar.

Untuk itulah ketrampilan memahami kebudayaan masyarakat lain sangat perlu dilakukan agar
kita mampu menjalin komunikasi yang efektif. Dengan komunikasi yang efektif akan
memudahkan kita bersosialisasi dengan pola nilai kebudayaan masyarakat yang baru. Apalagi
Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ragam adat istiadat, bahasa, dan
kebiasaan. Sehingga goncangan kebudayaan atau cultural shock dapat kita minimalisir dan
yang paling penting untuk menghindari adanya bentrokan dan permusuhan karena adanya
miskomunikasi antar kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain.
Daftar Pustaka:

1. http://digilib.uinsby.ac.id/19546/3/Bab%202.pdf
2. https://www.kompasiana.com/mulyanii/551a2232a33311971fb6591c/apa-itu-culture-
shock
3. https://www.hotcourses.co.id/study-abroad-info/once-you-arrive/culture-shock-dan-
cara-mengatasinya/
4. http://forum.detik.com/tdw-club-apa-itu-cultural-shock-dan-5-ciri-tanda-t212251.html

Anda mungkin juga menyukai