Anda di halaman 1dari 10

PERTEMUAN KE-12(DUA BELAS)

GAYA HIDUP DAN KONSUMSI

1. Pengertian Konsumsi dan Gaya Hidup secara umum

Secara umum Konsumsi adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau

menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidup.

Sedangkan Gaya Hidup adalah Bagian dai kebutuhan sekunder manusia yang bisa

berubah bergantung terhadap zaman atau keinginan seseorang untuk mengubah gaya

hidupnya, Gaya hidup dapat dilihat dari cara berpakaian, kebiasaan dan lain-lain.

2. Konsumsi dan Gaya Hidup Dalam Sosiologi

konsumsi tidak hanya dipandang bukan sekedar pemenuh kebutuhan yang bersifat

fisik dan biologis manusia, tetapi berkaitan dengan aspek-aspek social budaya.

Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas, atau gaya hidup.

Menurut ekonom, selera sebagai suatau yang stabil, difokuskan pada nilai guna., dibentuk

132
secara individu, dan dipandang sebagai suatau yang eksogen. Sedangkan menurut

sosiolog, selera sebagai suatau yang dapat berubah, difokuskan pada suatu kualitas

simbolik suatau barang, dan tergantung persepsi selera orang lain.

Weber ([1922 1978)] berpendapat bahwa selera merupakan pengikat kelompok

dalam (ingroup).Actor-aktor kolektif berkompetisi dalam penggunaan barang-barang

simbolik. Keberhasilan dalam berkompetisi ditandai dengan kemampuan untuk

memonopoli sumber budaya, sehingga akan meningkatkan prestis dan solidaritas

kelompok dalam. Sedangkan Veblen ([1899] 1973) memandang selera sebagai senjata

untuk berkompetisi.

Kompetisi tersebut berlangsung antar pribadi, Antara seorang dengan orang lain,

Hal ini tercermin dalam masyarakat modern yang menganggap selera orang dalam

mengkonsumsi suatu barang akan dapat melihat selera dasar dan penghargaan yang

didapat.

Konsumsi dapat dipandang sebagai bentuk identitas.Barang-barang simbolik juga

dapat menunjukkan kelompok pergaulannya. Simmel ([1907]1978:323) mengatakan

bahwa ego akan runtuh dalam kehilangan dimensinya jika ia tidak dikelilingi oleh objek

133
eksternal yang menajdi ekspresi dari kecenderungannya, kekuatannya dan cara

individualnya karena mereka mematuhinya, atau dengan kata lain miliknya.

Sebagai contoh, seorang pejabat yang meletakkan ensiklopedi dalam rak ruang

tamu atau kantornya yang menandakan bahwa ia mampu membeli barang yang harganya

relative mahal tersebut. Walau sebenarnya tidak pernah ia baca, sehingga dapat dikatakan

hanya sebagai pajangan semata.

3. Hubungan Konsumsi dan Gaya Hidup

Webber ([1922]1978) mengatakan bahwa konsumsi terhadap suatu barang

merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu. Konsumsi

terhadap barang merupakan landasan bagi penjenjangan dari kelompok status.Sehingga

situasi kelas ditentukan oleh ekonomi sedang situasi status ditentukan oleh penghargaan

social.Misalnya, pada masyarakat pedesaan, status guru dan pedagang lebih tinggi guru

walaupun pendapatannya lebih besar pedagang.Hal ini dikarenakan guru mempunyai

peluang yang besar untuk mencari peluang tambahan.Sebagai contoh bekerja sampingan

sebagai pedagang. Guru akan lebih berhasil dari pada pedagan tulen karena masyarakat

menganggap guru adalah orang yang berpendidikan dan tidak mungkin berbuat curang.

Sehingga orang akan cenderung berbelanja pada guru. Atau pada masyarakat perkotaan,

134
para pengusaha berhak mendapat gelar bangsawan karena dia mampu memberi suatu

sumbangan pada keraton.Walau ada pihak yang lebih berhak mendapat gelar tersebut.

Sedang menurut vablen ([1899] 1973), penghargaan social terhadap masyarakat

luas terletak pada keperkasaan, misalnya perang.Sedang pada masyarakat industry

terletak pada kepemilikan kesejahteraan seseorang. Juga pada konsumsi yang dilakukan

sebagai indikator dari gaya hidup kelompok status.

Han peter Mueller (1989), mengatakan ada 4 pendekatan dalam memahami gaya

hidup :

Pendekatan psikolog perkembangan : tindakan seseorang tidak hanya disebabkan

oleh teknik, ekonomi dan politik, tetapi juga dikarenakan perubahan nilai.

Pendekatan kuantitatif social struktur : mengukur gaya hidup berdasarkan

konsumsi yang dilakukan seseorang. Pendekatan ini menggunakan sederet daftar

konsumsi yang mempunyai skala nilai.

Pendekatan kualitatif dunia kehidupan : memandang gaya hidup sebagai

lingkungan pergaulan.

Pendekatan kelas : mempunyai pandangan bahwa gaya hidup merupakan rasa

budaya yang direprodiksi bagi kepentingan struktur kelas.

135
4. Gaya Hidup di Indonesia

Gaya Hidup merupakan gambaran bagi setiap orang yang mengenakannya dan

menggambarkan seberapa besar nilai moral orang tersebut dalam masyarakat di

sekitarnya, gaya hidup juga berkaitan dengan perkembangan zaman dan teknologi.

Kelas menengah di Indonesia banyak dibicarakan karena dianggap sebagai agen

penggerak kedinamisan masyarakat atau secara pendekatan konflik, kelas menengah

adalah pendobrak kemapanan (politik dan ekonomi).

Aliran pemikiran Dalam masyarakat,

aliran pemikiran dikelompokkan dalam dua kutub, yakni arus pemikiran abangan

dan arus pemikiran santri. Kedua arus pemikiran ini dapat ditaraik sebagai suatu gais

kontinum, dimana pada satu sudut merupakan sumber arus pemikiran abangan sedangkan

sudut lain merupakan sumber pemikiran santri. arus pemikiran abangan arus pemikiran

santri dikotomi aliran pemikiran di Indonesia Perbedaan antara kedua arus tersebut

berakar pada penghayatan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam agama serta

pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari.

136
Misalnya dalam pemikiran santri, cara berbusana harus berdasarkan ketentuan

agama, yakni menutup aurat. Tapi dalam pemikiran abanangan, boleh memakai rok mini

karena dalam etika yang mereka anut tidak melarang hal demikian.

Perbedaan yang demikian juga menorah pada kanvas sejarah politik Indonesia,

yakni ketika pada orde lama terdapat partai Masyumi sebagai pemikiran santri dan Partai

Nasional Indonesia sebagai arus pemikiran abangan.

Heterogenitas Kelas Menengah Atas Dua arus pemikiran yang memberi warna

pada kanvas kelas atas masyarakat Indonesia juga turut memberikan warna pada kanvas

kelas menengah Indonesia.

Dengan dasar pemikiran tersebut, kita dapat mengklasifikasikan kelas menengah

Indonesia atas :

(1) kelas menengah abangan

(2) kelas menengah santri.

Struktur kelas dan arus pemikiran dalam gaya hidup manusia Indonesia Dengan

demikian setiap lapisan kelas mempunyai arus pemikiran yang berbeda. Inilah penyebab

mengapa kelas menengah Indonesia tidak mampu menjadi agen pembaharu.

Struktur kelas Indonesia terpotong oleh nilai-nilai yang diwarisi secara sejarah

semenjak sebelum pergerakan kemerdekaan.Dalam persaingan untuk memperebutkan

137
dan memperjuangkan kepentingan maka arus pemikiran yang ada dapat mengkristal

menjadi kelompok-kelompok strategis.

Kelas menengah abangan diperkirakan lahir pada dekade 1970-an. Kemunculan

kelas menengah abangan dirangsang oleh menguatnya arus ekonomi Jepang ke Indonesia

dan kemapanan kekuasaan (politik dan ekonomi pada kelompok tertentu).

Hal ini ditandai dengan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang digerakan oleh

mahasiswa terutama Universitas Indonesia, yang diarahkan pada dominasi ekonomi

Jepang pada perekonomian Indonesia dengan perusakan sesuatu yang berhubungan

dengan Jepang, misalnya pembakaran mobil-mobil buatan Jepang.

Sedangkan kelas menengah santri diperkirakan lahir satu dekade setelah kelahiran

kelas menengah abangan yaitu sekitar 1980-an. Kelahirannya ditandai dengan

kemunculan studi-studi keagamaan di kampus-kampus elit di Indonesia. Kemunculan

studi keagamaan tersebut merupakan reaksi terhadap ketidakmampuan gaya hidup

“modern” untuk mengakomodasikan permasalahan kehidupan masyarakat seperti hak-

hak asasi manusia, bank penyelamat semu keuangan, dan seterusnya.

Perbedaan keduanya adalah demonstrasi disertai perusakan oleh kelas menengah

abangan dan demonstrasi damai oleh kelas menengah santri. Gaya Hidup Kelas

Menengah Indonesia Kelas menengah abangan mengikuti arus perkembangan gaya hidup

138
yang ditawarkan melalui proses globalisasi, yaitu gaya hidup barat (Gerke, 1994).

Mereka mengikuti perkembangan mode yang ditawarkan oleh perusahaan garmen

internasional seperti kaos berlengan buatan Hammer atau Benelton, menikmati fast-food,

misalnya seperti di restoran Mc Donald, di Pizza Hut, dan di Burger King.

Sedangkan kelas menengah santri mengikuti arus perkembangan gaya hidup yang

mereka ciptakan sendiri yang dilandaskan pada nila-nilai keagamaan yang mereka anut.

Mereka mengikuti perkembangan jilbab yang ditawarkan oleh Ida Royani atau rumah

mode Ummi Collection, mengadakan liburan dengan melakukan kegiatan umrah ke

Mekkah atau kegiatan shalat tarawih di Masjidil Haram Mekkah dan Masjid Nabawiah di

Madinah, serta memakan makanan yang berlabel halal misal di restoran padang atau

masakan nasional lainnya.

Jika kelas menengah abangan lebih suka meramaikan pasar swalayan dan

menonton bioskop maka kelas menengah santri lebih suka menghadiri pengajian agama

dari rumah ke rumah atau di masjid.

Jika kelas menengah abangan lebih suka menikmati bunga yang ditamankan pada

bank umum maka kelas menengah santri lebih suka menikmati hasil kerja sama dengan

bank Islam, meskipun hasil yang diperoleh lebih kecil dari bunga yang didapat jika

ditabung pada bank-bank umum.

139
Konsumsi Simbolik Tidak semua anggota kelas menengah mampu mengkonsumsi

barang-barang simbol kelas menengah secara nyata. Dengan kata lain mereka

mengkonsumsi barang-barang simbol kelas menengah secara tidak langsung pada barang

yang dimaksud tetapi melalui makna dari barang yang disimbolkan.

Contohnya konsumsi simbol yang dilakukan kelas menengah abangan, orang-

orang muda mengabiskan waktunya untuk duduk sambil makan di Mc Donalds atau

Burger King. Dirumah mereka berjejer miniatur patung Liberty, Merlion yang semuanya

menunjuk pada suatu tempat yang jauh dimana banyak orang yang ingin datang ke sana.

Hal yang sama juga dialami oleh kelas menengah santri, misalnya dalam rumah

mereka pada ruang tamunya ditempel gambar Ka’bah atau Masjid Nabawiah Madinah

walaupun mereka belum pernah berkunjung ke sana. Atau mereka memakai songkok

putih yang lazim dipakai oleh para haji Indonesia sebagai pengenal telah menunaikan

ibadah haji ke Mekkah, padahal mereka belum pernah melakukannya di sana.

Dampak Ekonomi dari Gaya Hidup

Produsen yang berhasil adalah produsen yang mengetahui dan mengikuti

perkembangan selera dari konsumen. Perkembangan kelas menengah santri telah pula

menyebabkan menjamurnya rumah-rumah mode yang khusus memperlihatkan busana

140
muslim dan muslimah seperti Ida Royani serta menjamurnya jumlah penerbit seperti

“Gema Insani Press” dan “ Salahuddin”.

Konsekuensinya dari hal tersebut adalah berkembangnya toko-toko yang khusus

menjual produk-produk yang berhubungan dengan (simbol-simbol) keagamaan.Selain

itu, munculnya tawaran-tawaran baru berumrah ke Mekkah atau berziarah ke tempat yang

ada hubungannya dengan sejarah Islam. Semua itu dapat dipandang sebagai dampak

ekonomi dari perkembangan gaya hidup dari kelas menengah santri Indonesia.

Sedangkan dampak ekonomi dari perkembangan gaya hidup dari kelas menengah

abangan adalah muncul dan membesarnya kelompok perusahaan pasar swalayan seperti

Matahari, Borobudur dan lainnya, dimana tidak hanya menjual barang-barang yang

diproduksi untuk konsumsi dalam negeri tetapi juga menyajikan barang yang berkualitas

ekspor.

Untuk pemahami materi di atas jawablah soal dibawah ini

1. Jelas pengertian gaya hidup dan konsumsi ?

2. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup dan konsusmsi?

3. Sebukkan dampak positif dan negatif dari gaya hidup dan konsusmsi?

4. Bagaimana pendapat saudara tentang gaya hidup dan konsusmsi di Indonesia?

141

Anda mungkin juga menyukai