Anda di halaman 1dari 126

Pembinaan Bhs.

Indonesia Laeli Qadrianti

1
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti

UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta


Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 2
1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis
setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku
Hak Cipta pasal 49
1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain
yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman
suara dan/atau gambar pertunjukannya.
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan / atau denda paling
sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana pennjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mendengarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

2
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti

Penulis
Laeli Qadrianti

Latinulu Press

3
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti

Penulis
Laeli Qadrianti

Editor
Ismail
Takdir

Design Cover
Muhsin

Cetakan I, 2017
Ukr. 14 x 21 cm

ISBN. 978-602-60220-7-3

Penerbit
CV. Latinulu
Jln. PorosSinjai – Kajang KM. 5 Tongke-tongkeKec. SinjaiTimur
Sulawesi Selatan
HP. 0813 4222 0389

Email :cv.latinulu@gmail.com

Pencetak
Latinulu Press

4
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
KATA PENGANTAR

P
uji syukur penulis haturkan kepada Allah Swt. atas
rahmat-Nya. Salam dan Shalawat kepada Nabi Saw.
uswatun hasanah dan rahmatan lil alamiin. Penyusunan
Buku ajar ini bertujuan agar dapat memberikan gambaran umum
mata kuliah Bahasa Indonesia, dan diharapkan memudahkan
mahasiswa dalam mengikuti kuliah Bahasa Indonesia.
Buku ajar ini terdiri atas sembilan bab yang memparkan
tentang: Pendahuluan; Sejarah, kedudukan, dan fungsi bahasa
Indonesia; Sejarah ejaan di Indonesia; Ragam Bahasa Indonesia;
Kalimat Efektif; Kerangka karangan; Pengembangan paragraf;
Pengumpulan data, kutipan, Catatan kaki, dan bibliografi; dan
Ringkasan, resensi atau laporan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan materil maupun nonmateril,
dukungan, dan motivasi dalam penyelesaian buku ajar ini. Penulis
menyadari bahwa buku ajar ini banyak kekurangan. Oleh karena
itu, saran dan kritik para pembaca sangat diharapkan. Semoga
bahan ajar ini bermanfaat bagi kita semua. Amin!
Sinjai, September 2016
Penulis

i
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
DAFTAR ISI

Sampul
Kata Pengantar .................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................... ii
BAB I Pendahuluan .......................................................... 1
A. Deskripsi Kuliah ............................................. 1
B. Tujuan Kuliah ................................................. 1
C. Materi Kuliah ................................................. 2
BAB II Sejarah, Kedudukan, dan Fungsi Bahasa
Indonesia .............................................................. 3
A. Sejarah Bahasa Indonesia ................................ 3
B. Lahirnya Bahasa Indonesia dan
Perkembangannya ........................................... 8
C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia ....... 13
BAB III Sejarah Ejaan di Indonesia ................................... 20
A. Ejaan Van Ophuijsen....................................... 20
B. Ejaan Soewandi ............................................... 21
C. Ejaan Melindo ................................................. 21
D. Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan ............................................... 22
BAB IV Ragam Bahasa Indonesia ..................................... 24
A. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Media 24
B. Ragam Bahasa Berdasarkan Waktu ................ 31
C. Ragam Bahasa Berdasarkan Pesan
Komunikasi ..................................................... 31
D. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar .......... 33
BAB V Kalimat Efektif...................................................... 35
A. Definisi Kalimat Efektif .................................. 35
B. Ciri-ciri dan Kriteria Kalimat Efektif .............. 36
ii
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
BAB VI Karangan .............................................................. 43
A. Topik, Tema, dan Judul ................................... 43
B. Kerangka Karangan ......................................... 47
BAB VII Pengembangan Paragraf ..................................... 51
A. Struktur Paragraf ............................................. 51
B. Ciri-ciri Paragraf ............................................. 53
C. Syarat Paragraf ................................................ 53
D. Jenis Paragraf .................................................. 55
E. Pola Pengembangan Paragraf .......................... 71
BAB VIII Pengumpulan Data dan Kutipan, Catatan
Kaki, dan Bibliografi.............................................. 81
A. Pengumpulan Data .......................................... 81
B. Kutipan ............................................................ 81
C. Catatan Kaki .................................................... 85
D. Bibliografi ....................................................... 93
BAB IX Ringkasan, Resensi dan Laporan ......................... 100
A. Ringkasan ........................................................ 100
B. Resensi ............................................................ 102
C. Laporan ........................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 113
GLOSARIUM .................................................................... 116

iii
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Kuliah

B
erdasarkan Surat Putusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan
Nasional, Republik Indonesia Nomor
43/DIKTI/Kep/2006 tanggal 6 September 2006, tentang Rambu-
rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi, mata kuliah bahasa Indonesia
sebagai MPK menekankan keterampilan mahasiswa untuk
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Keterampilan berbahasa mahasiswa dapat dibina melalui kegiatan
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

B. Tujuan Kuliah
Ada dua tujuan yang akan dicapai dalam kuliah bahasa
Indonesia, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum
Bahasa Indonesia dijadikan mata kuliah pengembang
kepribadian di setiap perguruan tinggi dengan tujuan agar
mahasiswa memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
Sikap positif terhadap bahasa Indonesia diwujudkan dengan: a)
kesetiaan bahasa, mendorong mahasiswa memelihara bahasa
nasional; b) kebanggaan bahasa, mendorong mahasiswa

1
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
mengutamakan bahasa Indonesia dan menggunakan bahasa
Indonesia sebagai lambang identitas bangsa, dan c) kesadaran
akan adanya norma bahasa, mendorong mahasiswa
menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah dan
aturan yang berlaku.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus kuliah bahasa Indonesia di perguruan
tinggi adalah agar mahasiswa terampil menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar, secara lisan maupun tertulis
sebagai sarana pengungkapan gagasan ilmiah.

C. Materi Kuliah
Adapun pokok-pokok materi kuliah bahasa Indonesia, yaitu:
1. Sejarah, kedudukan, dan fungsi bahasa Indonesia
2. Sejarah ejaan di Indonesia
3. Ragam Bahasa Indonesia
4. Kalimat Efektif
5. Kerangka karangan
6. Pengembangan paragraf
7. Pengumpulan data, kutipan, Catatan kaki, dan bibliografi
8. Ringkasan, resensi dan laporan

2
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
BAB II
SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI
BAHASA INDONESIA

P
embicaraan tentang sejarah, kedudukan, dan fungsi
bahasa Indonesia tidak asing lagi. Apabila ingin
membicarakan tentang sejarah bahasa Indonesia,
mau tidak mau kita akan membicarakan bahasa Melayu sebagai
sumber bahasa Indonesia yang digunakan hingga saat ini.
Pada bagian ini dibahas tiga bagian, yaitu (a) sejarah bahasa
Indonesia, (b) lahirnya bahasa Indonesia dan perkembangannya,
dan (c) kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Untuk itu
cermatilah materi berikut ini.

A. Sejarah Bahasa Indonesia


Perkembangan bahasa Indonesia tidak lepas dari bahasa
Melayu sebagai sumber bahasa Indonesia yang digunakan hingga
sekarang. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa
Melayu, yang sejak dahulu telah dipakai sebagai bahasa perantara
(lingua franca).
1. Bahasa Indonesia Sebelum Kemerdekaan
Bahasa Melayu adalah bahasa kebangsaan Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Nama
Melayu mula-mula digunakan sebagai nama kerajaan tua di
daerah Jambi di tepi sungai Batanghari, yang pada pertengahan

3
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
abad ke-7 ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya. Selama empat
abad kerajaan ini berkuasa di daerah Sumatera Selatan bagian
timur dan di bawah pemerintahan raja-raja Syailendra, bukan
saja menjadi pusat politik di Asia Tenggara, melainkan juga
menjadi pusat ilmu pengetahuan.
Berbagai batu bertulis (prasasti) kuno yang ditemukan,
seperti a) Prasasti Kedukan Bukit di Palembang (682 M); b)
Prasasti Talang Tuo di Palembang (684 M); c) Prasasti Kota
Kapur di Bangka Barat (686 M), dan d) Prasasti Karang Brahi,
Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi (688 M). Prasasti
tersebut membuktikan bahwa bahasa Melayu Kuno sudah
dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya (Halim
dalam Arifin dan Tasai, 2015: 5).
Prasasti-prasasti yang juga tertulis di dalam bahasa
Melayu Kuno terdapat di Jawa Tengah, Prasasti Gandasuli
(832 M) dan di Bogor (942 M). Kedua prasasti di pulau Jawa
memperkuat dugaan bahwa bahasa Melayu Kuno pada waktu
itu tidak saja dipakai di Pulau Sumatera, tetapi juga dipakai di
Pulau Jawa. Berdasarkan petunjuk-petunjuk tersebut, dapatlah
dikemukakan bahwa pada zaman Sriwijaya bahasa Melayu
berfungsi sebagai:
a. Bahasa Melayu sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa
buku-buku yang berisi aturan hidup dan sastra.

4
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
b. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perhubungan
(lingua franca) antarsuku di Indonesia.
Bahasa Melayu didukung oleh medan tuturnya yang
berada di daerah geografis yang sangat strategis. Dalam hal
ini, bahasa Melayu terletak dalam jalur perdagangan hingga
penyebarannya lebih mudah dan cepat untuk semua etnik
atau suku. Para pedagang yang datang dari Arab, Eropa,
Asia, dan kepulauan nusantara bertemu bandar-bandar selat
Malaka. Di tempat pertemuan itulah terjadi transaksi jual
beli dengan pedagang pribumi. Bahasa yang digunakan
adalah bahasa penduduk setempat yakni bahasa Melayu.
c. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perdagangan
terutama di sepanjang pantai, baik bagi suku yang ada di
Indonesia maupun bagi pedagang-pedagang yang datang
dari luar Indonesia.
d. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa resmi kerajaan.
Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit adalah dua
buah kerajaan yang sangat terkenal di kawasan nusantara pada
abad yang lalu. Kedua kerajaan memiliki sejarah kejayaan
yang tersohor keberadaannya, bahasa resminya adalah salah
satu diantaranya bahasa Melayu. Demikian pula pada zaman
penjajahan Belanda, bahasa Melayu merupakan bahasa resmi
kedua mendampingi bahasa Belanda, begitu pula para
misionaris, yang menyebarkan Injil dengan menggunakan

5
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
bahasa melayu. Hal yang sama dalam penyebaran agama Islam,
pada abad ke 15 bahasa Melayu sebagai bahasa agama atau
bahasa dalam penyiaran Islam.
Sesuai dengan fungsi bahasa Melayu tersebut, kedudukan
bahasa Melayu sebagai lingua franca semakin kuat, terutama
dengan tumbuhnya rasa persatuan dan kebangsaan di kalangan
pemuda pada awal abad ke-20. Hal ini dibuktikan dengan
diadakannya Kongres Pemuda di Jakarta pada tanggal 28
Oktober 1928. Dalam kongres itu para pemuda dari berbagai
organisasi mengikrarkan Sumpah Pemuda. Kongres pemuda
Indonesia tahun 1928 itu berisi tiga butir kebulatan tekad
sebagai berikut:
Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertanah air satu,
tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu,
bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa
persatuan, bahasa Indonesia.
Dengan diikrarkannya sumpah pemuda, resmilah bahasa
Melayu yang sudah dipakai sejak pertengahan abad ke-7
menjadi bahasa Indonesia. Adapun faktor yang menjadi
penyebab bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia,
yaitu:

6
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
a. Bahasa Melayu merupakan lingua franca di Indonesia,
bahasa perhubungan, dan bahasa perdagangan.
b. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena
dalam bahasa ini tidak dikenal tingkatan bahasa, seperti
dalam bahasa Jawa atau perbedaan bahasa kasar dan halus,
seperti dalam bahasa Sunda.
c. Suku Jawa, suku Sunda, dan suku-suku yang lain dengan
sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional.
d. Bahasa Melayu memiliki kesanggupan untuk dipakai
sebagai bahasa kebudayaan dalam arti luas.
2. Bahasa Indonesia Sesudah Kemerdekaan
Kedudukan bahasa Indonesia semakin mantap setelah
proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945. Perkembangan
bahasa Indonesia juga semakin pesat. Sehari setelah proklamasi
kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan
Undang-undang Dasar 1945 yang di dalamnya terdapat pasal
36 yang menyatakan bahwa “Bahasa Negara adalah Bahasa
Indonesia”. Penegasan ini menunjukkan kedudukan dan fungsi
yang bersifat formal. Sebagai bahasa negara, bahasa ini harus
digunakan secara nasionaldalam berbagai komunikasi formal
yang bersifat kenegaraan dan kedinasan dalam berbagai
komunikasi resmi baik dalam lembaga pemerintah maupun

7
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
nonpemerintah, termasuk dalam berbagai tingkat lembaga
pendidikan di negara Republik Indonesia.
Perkembangan selanjutnya membuktikan bahwa sejak
proklamasi setiap komunikasi nonformal pun bangsa Indonesia
menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa
pemakaian bahasa Indonesia telah berakar pada seluruh lapisan
masyarakat di Indonesia dalam suasana keakraban. Selain itu,
fungsinya dalam komunikasi berkembang menjadi simbol
kebersamaan, dorongan untuk bersatu, dan kepribadian
pemakainya.
Melalui perjalanan sejarah yang panjang, bahasa
Indonesia telah mencapai perkembangan yang luar biasa, baik
dari segi penggunanya, maupun dari sistem tata bahasa dan
kosakata serta maknanya. Saat ini, bahasa Indonesia telah
menjadi bahasa besar yang dipelajari dan digunakan tidak
hanya di seluruh Indonesia tetapi juga di banyak negara.

B. Lahirnya Bahasa Indonesia dan Perkembangannya


Sejarah perkembangan bahasa Indonesia dapat dirinci dari
tahun ke tahun sebagai berikut:
1. Pada tahun 1901 disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch.
A. van Ophuijsen dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
2. Pada tahun 1908 pemerintah mendirikan sebuah badan
penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor

8
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
de Volkslectur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada
tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Balai Pustaka
menerbitkan buku-buku novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah
Asuhan dan buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun
memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3. Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling
menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena
pada tanggal itulah para pemuda pilihan memancangkan
tonggak yang kokoh untuk perjalanan bahasa Indonesia.
4. Pada tahun 1933 resmi berdiri sebuah angkatan sastrawan
muda yang menamakan dirinya Pujangga Baru yang
dipimpin oleh Sutan Takdir Ali Syahbana dan kawan-kawan.
5. Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa
Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres di Solo ini dapat
disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh
cendekiawan dan budayawan kita saat itu.
6. Masa pendudukan Jepang (1942-1945) merupakan pula suatu
masa penting. Jepang memilih bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi resmi antara pemerintah Jepang dengan rakyat
Indonesia karena niat menggunakan bahasa Jepang sebagai
pengganti bahasa Belanda untuk alat komunikasi tidak
terlaksana. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa

9
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
pengantar di lembaga-lembaga pendidikan dan untuk
keperluan ilmu pengetahuan.
7. Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditanda tanganilah Undang-
Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36)
menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
8. Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan
Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van
Ophuysen yang berlaku sebelumnya.
9. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28
Oktober – 2 November 1954 adalah juga salah satu
perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai
bahasa nasional dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
10. Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia
meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan melalui pidato kenegaraan di depan sidang
DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57
tahun 1972.
11. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh Indonesia.
12. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1978

10
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
merupakan peristiwa yang penting bagi kehidupan bahasa
Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka peringatan
hari Sumpah Pemuda yang kelima puluh ini, selain
memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan
bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha
memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
13. Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 21 – 26 November 1983. Kongres ini diselenggarakan
dalam rangka peringatan hari Sumpah Pemuda yang ke-55.
Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan
sehingga amanat yang tercantum dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga
Negara Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai
semaksimal mungkin. Selain itu, kongres menugasi Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa untuk memantau
hasil-hasil kongres sebelumnya kepada kongres berikutnya.
14. Kongres bahasa Indonesia V juga diadakan di Jakarta pada
tanggal 28 Oktober – 3 November 1988. Kongres ini
merupakan kongres yang terbesar dalam sejarah
perkembangan bahasa Indonesia karena selain dihadiri oleh
kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh
Nusantara, juga kongres ini diikuti oleh peserta tamu dari
Negara sahabat, seperti Malaysia, Singapura, Brunai

11
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Darussalam, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres ke-5
ini dibuka oleh Presiden Soeharto di Istana Negara Jakarta.
Kongres ini ditandai dengan dipersembahkannya karya besar
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada seluruh
pencinta bahasa di Nusantara, yakni berupa (1) Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (2) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia,
dan (3) buku-buku bahan penyuluhan bahasa Indonesia.
15. Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1993. Dalam kongres
ini diselenggarakan pula pameran buku yang menyajikan 385
judul buku yang terdiri atas buku-buku yang berkaitan dengan
kongres bahasa Indonesia, Sumpah Pemuda, Bahasa dan
Sastra Indonesia, serta kamus berbagai bidang ilmu, antara
lain Kimia, Matematika, Fisika, Biologi, Kedokteran, dan
Manajemen. Selain itu, disajikan pula panel Sumpah Pemuda,
foto kegiatan kebahasaan/kesastraan, dan peragaan komputer
sebagai pengolah data kebahasaan.
16. Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres ini melanjutkan
program kegiatan dari kongres VI.
17. Kongres Bahasa Indonesia VIII diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 14-17 Oktober 2003. Kongres ini merupakan
kongres yang terbesar dalam sejarah perkembangan bahasa
Indonesia karena selain dihadiri oleh kira-kira seribu pakar

12
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara, juga kongres ini
diikuti oleh peserta tamu dari hampir seluruh negara. Di
samping itu, dalam kongres ini dianugerahkan penghargaan
bagi pejabat yang selalu menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar.
18. Kongres Bahasa Indonesia IX diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober – 1 November 2008. Kongres ini
merupakan kongres yang terbesar dalam sejarah
perkembangan bahasa Indonesia karena selain dihadiri oleh
kira-kira 1.300 pakar bahasa Indonesia dari seluruh
Nusantara, juga kongres ini diikuti oleh peserta tamu dari
hampir seluruh negara. Di samping itu, dalam kongres ini
dianugerahkan penghargaan bagi pejabat yang senantiasa
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia


Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh
pemakainya perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan
„label‟ yang diberikan akan mempengaruhi masa depan bahasa
yang bersangkutan. Pemakaianya akan menyikapinya secara jelas
terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai
dengan „label‟ yang dikenakan padanya. Di pihak lain, bagi
masyarakat yang dwi bahasa (dwilingual), akan dapat „memilah-
milahkan‟ sikap dan pemakaian kedua atau lebih bahasa yang

13
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
digunakannya. Mereka tidak akan memakai secara sembarangan.
Mereka bisa mengetahui kapan dan dalam situasi apa bahasa yang
satu dipakai, dan kapan dan dalam situasi apa pula bahasa yang
lainnya dipakai. Dengan demikian perkembangan bahasa itu akan
menjadi terarah. Pemakaiannya akan berusaha mempertahankan
kedudukan dan fungsi bahasa yang telah disepakatinya antara lain
menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang masuk ke dalamnya.
Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan diterima,
sedangkan unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak
(Rahim, 2013: 13).
1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai a) lambang kebanggaan
kebangsaan, b) lambang identitas nasional, c) alat perhubungan
antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, dan d) alat
pemersatu berbagai suku bangsa.
2. Bahasa Indonesia sebagai Lambang Kebanggaan
Kebangsaan
Fungsi bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan
kebangsaan mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang
mendasari rasa kebanggaan. Atas dasar kebanggan inilah
bahasa Indonesia harus dipelihara dan dikembangkan. Bangsa
Indonesia sebagai pemilik bahasa Indonesia harus bangga
menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.

14
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
3. Bahasa Indonesia sebagai Lambang Identitas Nasional
Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa yang budaya
dan bahasanya berbeda. Untuk membangun kepercayaan diri
yang kuat, bangsa memerlukan identitas. Identitas bangsa dapat
diwujudkan melalui bahasanya. Sebagai lambang identitas
nasional, bahasa Indonesia harus dijunjung di samping bendera
dan lagu kebangsaan. Bahasa Indonesia dapat memiliki
identitasnya apabila masyarakat pemakainya membina dan
mengembangkan bahasa Indonesia sehingga bersih dari unsur-
unsur bahasa lain.
4. Bahasa Indonesia sebagai Alat Perhubungan antarwarga,
antardaerah, dan antarbudaya
Masalah yang dihadapi bangsa yang terdiri atas berbagai
suku bangsa dengan budaya dan bahasa yang berbeda adalah
komunikasi. Namun hal ini dapat diatasi berkat adanya bahasa
Indonesia sehingga dapat digunakan untuk berkomunikasi satu
dengan yang lain sedemikian rupa sehingga dapat
meminimalisir kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar
belakang sosial budaya dan bahasa. Bahasa inilah yang berhasil
menyatukan cita dan semangat masyarakat Indonesia yang
majemuk.

15
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
5. Bahasa Indonesia sebagai Alat Pemersatu Berbagai Suku
Bangsa
Bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa
untuk mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu
dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan
kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang
bahasa daerah yang bersangkutan. Bahasa Indonesia sebagai
alat pemersatu berbagai suku bangsa meletakkan kepentingan
nasional di atas kepentingan daerah atau golongan.
6. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai (a) bahasa resmi kenegaraan, (b)
bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, (c) alat
perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan (d) alat
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
7. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Resmi Kenegaraan
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai untuk
urusan-urusan kenegaraan. Sesuai dengan fungsi ini, bahasa
Indonesia dipakai pada semua upacara, peristiwa dan kegiatan
kenegaraan, baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan.
Pidato-pidato resmi, dokumen negara, surat keputusan, dan
surat-surat resmi ditulis dalam bahasa Indonesia. Pelaksanaan

16
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
upacara-upacara kenegaraan juga menggunakan bahasa
Indonesia.
8. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pengantar dalam Dunia
Pendidikan
Bahasa Indonesia merupakan satu bahasa yang dapat
memnuhi kebutuhan akan bahasa yang seragam dalam
pendidikan di Indonesia. Pemakaian bahasa Indonesia dalam
dunia pendidikan tidak terbatas sebagai bahasa pengantar,
bahan-bahan ajar juga menggunakan bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam
dunia pendidikan dimulai taman kanak-kanak sampai dengan
perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
9. Bahasa Indonesia sebagai Alat Perhubungan di Tingkat
Nasional untuk Kepentingan Pembangunan dan
Pemerintahan
Bahasa Indonesia diperlukan sebagai alat perhubungan di
tingkat nasional untuk kepentingan pembangunan dan
pemerintahan sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik.
Berkaitan dengan fungsi ini, bahasa Indonesia bukan saja
sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan
antardaerah dan antarsuku, tetapi juga sebagai alat
perhubungan di dalam masyarakat yang sama latar belakang
sosial budaya dan bahasanya.

17
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
10. Bahasa Indonesia sebagai Alat Pengembangan
Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi
Pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi memerlukan bahasa yang bisa dipakai untuk
kepentingan tersebut dan bahasa tersebut dapat dimengerti oleh
masyarakat luas. Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia
adalah alat yang memungkinkan untuk membina dan
mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa
sehingga memiliki ciri-ciri dan identitasnya yang
membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang
sama, bahasa Indonesia digunakan sebagai alat untuk
menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional (Halim dalam
Arifin dan Tasai, 2015: 15).
Saat ini, fungsi bahasa Indonesia semakin luas. Bahasa
Indonesia berfunsgi sebagai bahasa media massa. Media massa
cetak dan elektronik, baik visual, audio, maupun audiovisual
harus memakai bahasa Indonesia. Media massa menjadi
tumpuan dalam menyebarluaskan bahasa Indonesia secara baik
dan benar. Selain itu, bahasa Indonesia sebagai alat
menyebarluaskan sastra Indonesia dapat dipakai. Sastra
Indonesia merupakan wahana pemakaian bahasa Indonesia dari
segi estetis bahasa sehingga bahasa Indonesia menjadi bahasa
yang penting dalam dunia internasional.

18
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Soal Latihan
1. Mengapa bahasa Melayu dijadikan sebagai bahasa persatuan
bangsa Indonesia?
2. Jelaskan fungsi bahasa Indonesia sebagai lambang identitas
nasional!
3. Bagaimana fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara?

19
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
BAB III
SEJARAH EJAAN DI INDONESIA

B
erkaitan dengan sejarah ejaan di Indonesia, pada
bagian ini ada empat hal yang dibahas, yaitu (a)
ejaan Van Ophuijsen, (b) ejaan Soewandi, (c)
ejaan Melindo, dan (d) ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD). Untuk menambah wawasan Anda,
cermatilah materi berikut ini.

A. Ejaan Van Ophuijsen


Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana
melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antarhubungan antara
lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam
suatu bahasa). Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan adalah
penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca (Arifin
dan Tasai, 2014: 164).
Pada tahun 1901 ditetapkan ejaan bahasa Melayu dengan
huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen. Van Ophuijsen
merancang ejaan itu yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar
Soetan Ma‟moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal
yang menonjol dalam ejaan van Ophuijsen, sebagai berikut:
1. Huruf j dipakai untuk menuliskan kata-kata jang, pajah,
sajang.

20
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
2. Huruf oe dipakai untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe,
oemoer.
3. Tanda diakritik, seperti koma, ain, dan tanda trema, dipakai
untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamai’.

B. Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan
untuk menggantikan Ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh
masyarakat dikenal dengan nama Ejaan Republik. Hal-hal yang
perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu sebagai
berikut:
1. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada
kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka-2, seperti anak2,
berjalan2, ke-barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai
dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada
dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis,
dikarang.

C. Ejaan Melindo
Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu
(Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail, ketua) menghasilkan

21
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan
Melindo (Melayu Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-
tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan itu.

D. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan


Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia
meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan
baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan meyebarkan buku kecil
yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan.
Beberapa hal yang berkaitan dengan Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan sebagai berikut:
1. Pengubahan Huruf
Ejaan Soewandi Ejaan yang Disempurnakan
Dj djalan, djauh j jalan, jauh
J pajung, laju y payung, layu
Nj njonja, bunji ny nyonya, bunyi
Sj isjarat, masjarakat sy isyarat, masyarakat
Tj tjukup, tjutji c cukup, cuci
Ch tarich, achir kh tarikh, akhir

2. Huruf-huruf di bawah ini yang sebelumnya sudah terdapat


dalam Ejaan Soewandi sebagai unsur pinjaman abjad asing,
diresmikan pemakaiannya.

22
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
f maaf, fakir
v valuta, universitas
z zeni, lezat
3. Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta
tetap dipakai
4. Penulisan di- atau ke sebagai awalan dan di atau ke sebagai
kata depan dibedakan, yaitu di- atau ke- sebagai awalan ditulis
serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan di atau
ke sebagai kata depan ditulis terpisah dengan yang
mengikutinya.
di- (awalan) di (kata depan)
Ditulis di kampus
Dibakar di rumah
Dilempar di jalan
Dipikirkan di sini
Ketua ke kampus
Kekasih ke luar negeri
Kehendak ke atas

5. Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan


angka 2. anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat

23
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
BAB IV
RAGAM BAHASA INDONESIA

B
ahasa Indonesia yang luas wilayah pemakaiannya
dan bermacam ragam penuturnya, mau tidak mau
takluk pada hukum perubahan. Faktor sejarah dan
perkembangan masyarakat tutur berpengaruh pada timbulnya
ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang beraneka macam
masih tetap disebut “bahasa Indonesia”.
Adapun ragam bahasa Indonesia yang dibahas pada bagian
ini, yaitu (a) ragam bahasa berdasarkan media, (b) ragam bahasa
berdasarkan waktu, (c) ragam bahasa berdasarkan pesan
komunikasi, dan (d) bahasa Indonesia yang baik dann benar.
Untuk itu, cermatilah materi berikut ini.

A. Ragam Bahasa Berdasarkan Media


1. Ragam Lisan dan Ragam Tulis
Menurut Widjono (2012: 31) berdasarkan media yang
digunakan ragam bahasa dibedakan atas 1) ragam bahasa lisan:
berpidato, berdiskusi, bertelepon, dan 2) ragam bahasa tulis.
ragam bahasa lisan ditandai dengan penggunaan lafal atau
pengucapan, intonasi (lagu kalimat), kosakata, penggunaan tata
bahasa dalam pembentukan kata, dan penyusunan kalimat.
Ragam bahasa lisan terdiri atas 1) ragam bahasa lisan baku

24
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
sejalan dengan ragam bahasa tulis baku, dan 2) ragam bahasa
lisan tidak baku (bahasa pergaulan).
Contoh:
a. Lely lagi berdiri di tepi muara galau.
b. Diarti cuman bergurau tapi Rita menanggapi dengan
serius.
Ragam bahasa tulis ditandai dengan kecermatan
menggunakan ejaan dan tanda baca (yang secara tepat dapat
melambangkan intonasi), kosakata, penggunaan tata bahasa
dalam pembentukan kata, penyusunan kalimat, paragraf, dan
wacana.
Contoh:
a. Irma mengatakan bahwa kampus Institut Agama Islam
Muhammadiyah Sinjai termasuk kampus terpercaya.
b. Awal melakukan percobaan di laboratorium untuk
mengetahui jaringan daun pepaya.
Adapun perbedaan antara ragam lisan dan ragam tulis, yaitu:
a. Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman
berbicara yang berada di depan pembicara, sedangkan
ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman bicara berada
di depan.
b. Unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan
objek tidak selalu dinyatakan dalam ragam lisan. Hal ini
disebabkan oleh bahasa yang digunakan dapat dibantu oleh

25
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
gerak, mimik, pandangan, anggukan, atau intonasi. Berbeda
dengan ragam tulis, fungsi-fungsi gramatikal harus nyata
karena ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua berada
di depan pembicara.
c. Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang dan
waktu. Sebaliknya, ragam tulis tidak terikat oleh situasi,
kondisi, ruang, dan waktu.
d. Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendah dan panjang
pendek suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan
tanda baca, huruf kapital, dan huruf miring.
2. Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui
oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai
bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa
dalam penggunaannya. Ragam tidak baku adalah ragam yang
tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang
menyimpang dari norma ragam baku. Ragam baku mempunyai
sifat-sifat, yakni: 1) mantap (sesuai dengan kaidah bahasa); 2)
dinamis (tidak statis, tidak kaku), dan 3) cendekia (dipakai
pada tempat-tempat resmi).
Menurut Nensilianti (2002: 25) pembakuan bahasa
Indonesia meliputi lima bidang, yaitu:

26
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
a. Tulisan
Bahasa Indonesia yang digunakan sekarang telah
mempunyai tulisan baku, yakni tulisan latin. Semua tulisan
yang bersifat resmi hanya boleh ditulis dengan tulisan latin.
Tulisan latin adalah tulisan sebagaimana susunan abjad dalam
bahasa Indonesia sekarang ini, yaitu terdiri atas dua puluh
enam huruf.
b. Ejaan
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana
melambangkan bunyi ujaran, menempatkan tanda baca,
memenggal kata, dan bagaimana menggabungkan kata.
Ejaan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
1) Ejaan fonetis, yakni ejaan yang berusaha menyatakan setiap
bunyi bahasa dengan lambang atau huruf setelah mengukur
serta mencatatnya dengan alat pengukur bunyi bahasa.
2) Ejaan fonemis, yakni ejaan yang berusaha menyatakan
setiap fonem dengan satu lambang atau huruf sehingga
lambang yang diperlukan tidak terlalu banyak. Misalnya,
ejaan bahasa Indonesia sekarang ditambah dengan beberapa
fonem bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan dua
tanda, seperti ng, ny, kh, dan sy serta fonem yang
dilambangkan dengan satu tanda e (pepet) dan e (taling).

27
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
c. Tata Bahasa
Tata bahasa adalah seperangkat norma yang memerikan
pemakaian bahasa, baik keteraturannya maupun
penyimpangannya dari keteraturan yang meliputi tata bentuk
dan tata kalimat.
d. Kosakata
Pembakuan kosakata dilaksanakan melalui penyusunan
kamus.
e. Lafal
Alwi (2010: 14) mengatakan bahwa ragam bahasa baku
memiliki dua sifat:
1) Kemantapan dinamis, yakni di samping mempunyai kaidah
dan aturan yang relatif tetapi juga luwes atau bersifat
terbuka untuk perubahan sejalan dengan perkembangan
masyarakat.
2) Kecendikiaan, artinya sanggup mengungkapkan proses
pemikiran yang rumit di berbagai ilmu dan teknologi. Sifat
kecendikiaan dapat diwujudkan dalam kalimat, paragraf,
dan satuan bahasa lain yang lebih besar dalam
mengungkapkan penalaran dan pemikiran yang teratur,
logis, dan masuk akal.
Bahasa baku mendukung empat fungsi. Tiga di antaranya
berfungsi pelambang atau simbolis, sedangkan yang satu bersifat
objektif dan masing-masing diberi nama seperti uraian berikut ini:

28
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
a. Fungsi Pemersatu
Bahasa baku memperhubungkan semua penutur berbagai
bahasa. Dengan demikian bahasa baku mempersatukan mereka
menjadi satu masyarakat bahasa dan meningkatkan menjadi
proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh
mesyarakat itu. Bahasa Indonesia ragam tulisan yang
diterbitkan di Jakarta selaku pusat pembagunan sepertinya
dapat diberi predikat pendukung fungsi pemersatu.
b. Fungsi Pemberi Kekhasan
Fungsi pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa
baku memperbedakan bahasa itu dari bahasa yang lain. Karena
fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan kepribadian
nasional masyarakat bahasa yang bersangktan. Hal itu ternyata
ada pada penutur bahasa Indonesia.
c. Fungsi Pembawa Kewibawaan
Pemilikan bahasa baku membawa serta wibawa atau
prestise. Fungsi pembawa wibawa bersangkutan dengan usaha
orang mencapai kesederajatan yang dikagumi lewat
pemerolehan bahasa baku sendiri. Dapat juga dikatakan bahwa
fungsi pembawa wibawa itu beralih dari pemilihan bahasa baku
yang nyata ke pemilikan bahasa yang berpotensi menjadi
bahasa baku. Walaupun begitu menurut pengalaman, sudah
dapat disakasikan di beberapa tempat bahwa penutur yang

29
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
masih berbahasa Indonesia yang baik dan benar memperoleh
wibawa dimata orang lain.
d. Fungsi sebagai Kerangka Acuan
Bahasa baku selanjutnya berfungsi sebagai kerangka
acuan bagi pemakai bahasa dengan adanya norma dan kaidah
yang dikondifikasi yang jelas. Norma dan kaidah itu menjadi
tolok ukur bagi betul tidaknya pemakaian bahasa orang seorang
atau golongan. Bahasa baku juga menjadi kerangka acuan bagi
fungsi estetika bahasa yang tidak saja terbatas pada bidang
sastra, tetapi juga mencakup segala jenis pemakaian bahasa
yang menarik perhatian karena bentuknya yang khas.
3. Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan
Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan
resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah
lainnya. Hal ini ditandai dengan penerbitan buku Pedoman
Umum Bahasa Indonesia yang Disempurnakan serta
pengadaan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Berbeda dengan
ragam baku lisan, ini bergantung besar atau kecilnya ragam
daerah yang terdengar dalam ucapan. Berbahasa baku lisan
ditandai dengan tidak menonjolnya pengaruh logat atau dialek
daerahnya.
4. Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
Ragam sosial yaitu ragam bahasa yang sebagian norma
dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam

30
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam
bahasa yang digunakan dalam keluarga atau persahabatan dua
orang yang akrab dapat merupakan ragam sosial tersendiri.
Selain itu, ragam sosial tidak jarang dihubungkan dengan
tinggi atau rendahnya status kemasyarakatan lingkungan sosial
yang bersangkutan.
Ragam fungsional kadang disebut juga ragam
profesional, yaitu ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi,
lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya.
Ragam fungsional menjelma sebagai bahasa negara dan bahasa
teknis keprofesian, seperti bahasa dalam lingkungan
keilmuan/teknologi, kedokteran, dan keagamaan.

B. Ragam Bahasa Berdasarkan Waktu


Berdasarkan waktu terdapat ragam bahasa lama dan ragam
bahasa baru (modern). ragam lama lazim digunakan dalam
penulisan naskah-naskah lama (kuno). Ragam bahasa baru
(modern) ditandai dengan penggunaan kata-kata baru, Ejaan yang
Disempurnakan, dan mengekspresikan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.

C. Ragam Bahasa Berdasarkan Pesan Komunikasi


1. Ragam Bahasa Ilmiah
Ragam bahasa ilmiah adalah sarana verbal yang efektif,
efisien, baik, dan benar. Ragam ini lazim digunakan untuk
mengomunikasikan proses kegiatan dan hasil penalaran ilmiah.
31
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
2. Ragam Bahasa Pidato
Ragam bahasa pidato dipengaruhi oleh a) tujuan
(menghibur, memberi tahu, mengajak/meminta; b) situasi
(resmi, setengah resmi, tidak resmi), dan c) pendekatan isi
pidato (pendekatan akademis/ intelektual, pendekatan moral,
pendekatan sosial.
a. Ragam Pidato Ilmiah
Pidato ilmiah terdiri atas beberapa jenis, antara lain:
presentasi makalah ilmiah, presentasi skripsi, presentasi tesis,
presentasi disertasi, dan pidato pengukuhan guru besar.
b. Ragam Pidato Resmi
Kata resmi mempunyai beberapa pengertian. 1) resmi
karena sitausi. misal, pidato kepresidenan oleh pejabat negara;
2) resmi karena kemuliaan isi dan situasinya, misal, khutbah
agama di dalam gedung ibadah; 3) resmi karena informasi dan
kekhidmatan situasi penyampaian dalam suatu upacara, misal
pidato akad nikah; 4) resmi karena isi atau materi mengandung
kebenaran universal dan disampaikan untuk mewakili suatu
negara.
3. Ragam Bahasa Tulis Resmi
Ragam bahasa tulis resmi ditandai oleh a) penyajian
materi/pesan yang bersifat mulia dan kebenaran yang bersifat
universal; b) penggunaan fungsi-fungsi gramatikal secara
eksplisit dan konsisten; c) penggunaan bentuk lengkap, bentuk
yang tidak disingkat; d) penggunaan imbuhan secara eksplisit

32
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
dan konsisten; e) penggunaan kata ganti resmi dan menghindari
penggunaan kata ganti tidak resmi; f) penggunaan pola frasa
yang baku; g) penggunaan ejaan yang baku pada bahasa tulis,
dan lafal yang baku pada bahasa lisan, dan h) tidak
menggunakan unsur tidak baku, misal unsur kedaerahan dan
asing.
4. Ragam Bahasa Sastra
Ragam ini mengutamakan unsur-unsur keindahan seni,
penulis cenderung menekankan gaya pengungkapan simbolik
dengan memadukan unsur intrinsik dan ekstrinsik, misal dalam
roman, novel, cerita pendek, dan lain-lain.
5. Ragam Bahasa Berita
Ragam bahasa berita lazim digunakan dalam
pemberitaan; media elektronik (televisi, radio), media cetak
(majalah, surat kabar), dan jurnal. Bahasa berita menyajikan
fakta secara utuh dan objektif.

D. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar


Jika bahasa sudah baku atau standar, baik yang ditetapkan
secara resmi melalui surat putusan pejabat pemerintah atau
maklumat, maupun yang diterima berdasarkan kesepakatan umum
dan yang wujudnya dapat disaksikan pada praktik pengajaran
bahasa kepada khalayak, dapat dengan mudah dibuat pembedaan
antara bahasa yang baik dan benar. Pengertian “benar” pada suatu
kata atau suatu kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari segi

33
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
kaidah bahasa. sebuah pembentukan kata atau kalimat dianggap
benar apabila bentuk itu mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku.
Orang yang mahir menggunakan bahasa sehingga maksud
dari ucapannya mencapai sasarannya, apapun jenisnya, dianggap
telah berbahasa dengan efektif. Pemanfaatan ragam yang tepat dan
serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa
itulah yang disebut bahasa yang baik. Pengertian “baik” pada
suatu kata (bentukan) atau kalimat adalah pandangan yang
diarahkan dari pilihan kata (diksi). Bahasa yang mengenai
sasarannya tidak selalu perlu beragam baku. Misal, dalam tawar
menawar di pasar, pemakaian ragam baku akan menimbulkan
keheranan atau kegelian. Akan sangat ganjil bila dalam tawar
menawar dengan penjual sayur atau tukang becak lalu memakai
bahasa baku, seperti:
1. Berapakah Ibu mau menjual kangkung ini?
2. Apakah Bapak bersedia mengantar saya ke pasar dan berapa
biayanya?
Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku
dan benar, tetapi tidak efektif karena tidak sesuai dengan situasi
pemakaian kalimat-kalimat itu.
Dapat disimpulkan bahwa bahasa yang benar adalah bahasa
yang menerapkan kaidah dengan konsisten, sedangkan yang
dimaksud dengan bahasa yang baik adalah bahasa yang
mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi
pemakaiannya.

34
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
BAB V
KALIMAT EFEKTIF

M
ateri tentang kalimat efektif dimaksudkan
untuk menambah wawasan pembaca
mengenai kalimat efektif serta memberikan
pemahaman terkait penggunaan kalimat efektif dalam
berkomunikasi. Pada bagian ini dibahas dua bagian, yaitu (a)
definisi kalimat efektif dan (b) ciri-ciri dan kriteria kalimat efektif.
Untuk itu cermatilah materi berikut ini.

A. Definisi Kalimat Efeketif


Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan
suatu pikiran, gagasan, perasaan utuh. Kalimat terdiri atas
beberapa unsur, yakni subjek, objek, pelengkap, dan keterangan
(Sugihastuti dan Siti Saudah, 2016: 230).
Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki kemampuan
untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran
pendengar atau pembicara seperti apa yang ada dalam pikiran
pembicara atau penulis. Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil
menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, ataupun pemberitahuan
sesuai maksud pembicara atau penulis.
Sejalan dengan definisi tersebut, (Widjono, 2012: 205),
menyatakan bahwa kalimat efektif merupakan kalimat yang
singkat, padat, jelas, lengkap, dan dapat menyampaikan informasi

35
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
secara tepat. Kalimat dikatakan singkat karena hanya
menggunakan unsur yang diperlukan saja. Setiap unsur kalimat
benar-benar berfungsi. Sifat padat mengandung makna sarat
dengan informasi yang terkandung di dalamnya. Sifat ini
memungkinkan tidak terjadi pengulangan pengungkapan. Sifat
jelas, ditandai dengan kejelasan struktur kalimat dan makna yang
terkandung di dalamnya. Sifat lengkap mengandung makna
kelengkapan unsur kalimat secara gramatikal dan kelengkapan
konsep atau gagasan yang terkandung di dalam kalimat tersebut.
Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki potensi untuk
menyampaikan pesan, ide, gagasan, atau informasi secara utuh,
jelas, dan tepat, sehingga pendengar atau pembaca dapat
memahami maksud yang diungkapkan oleh pembicara atau
penulis, (Dalman, 2014: 62).
Kalimat efektif dapat mengomunikasikan pikiran atau
perasaan penulis atau pembicara kepada pembaca atau pendengar
secara tepat. Penggunaan kalimat efektif membantu komunikasi
penulis dan pembaca atau pembicara atau pendnegar tidak akan
menghadapi keraguan, salah komunikasi, salah informasi, atau
salah pengertian.

B. Ciri-ciri dan Kriteria Kalimat Efektif


Ciri-ciri kalimat efektif, sebagai berikut:
1. Memiliki unsur penting atau pokok, minimal unsur subjek dan
predikat.

36
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
2. Taat terhadap tata aturan ejaan yang berlaku.
3. Menggunakan diksi yang tepat.
4. Menggunakan kesepadanan antara struktur bahasa dan jalan
pikiran yang logis dan sistematis.
5. Menggunakan kesejajaran bentuk bahasa yang dipakai.
6. Melakukan penekanan ide pokok.
7. Mengacu pada kehematan penggunaan kata.
8. Menggunakan variasi struktur kalimat.
Menurut Sugihastusi dan Siti Saudah (2016: 240), sebuah
kalimat efektif harus mencakup beberapa kriteria, meliputi
kelogisan, keparalelan, ketegasan, kehematan, kesepadanan, dan
kecermatan.
1. Kelogisan
Kalimat dikatakan logis jika ide kalimat dapat diterima
oleh akal dan penulisan kalimat tersebut sesuai dengan ejaan
yang berlaku.
Contoh:
Waktu dan tempat kami persilakan. (Tidak logis)
Bapak/Ibu Dosen kami persilakan. (Logis)
2. Keparalelan (kesejajaran)
Keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang
digunakan dalam kalimat. Hal ini berarti, jika bentuk pertama
menggunakan nomina, bentuk kedua dan seterusnya juga harus

37
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
menggunakan nomina. Jika bentuk pertama menggunakan
verba, bentuk kedua juga menggunakan verba.
Contoh:
Polisi segera menangkap pencuri itu karena sudah
diketahui sebelumnya.
Bentuk ketidaksejajaran kalimat di atas disebabkan
penggunaan kata kerja aktif menangkap yang dikontraskan
dengan bentuk pasif diketahui. Agar menjadi sejajar, bila
bagian pertama menggunakan bentuk aktif, begitu pun yang
kedua harus menggunakan bentuk aktif atau sebaliknya.
Sehingga kalimat itu menjadi,
Polisi segera menangkap pencuri itu karena sudah
mengetahui sebelumnya.
3. Ketegasan
Ketegasan atau penekanan adalah suatu perlakuan
penonjolan pada ide pokok kalimat. Ada berbagai cara dalam
penyusunan kalimat, yaitu:
a. Meletakkan kata yang ditonjolkan di awal kalimat.
Contoh:
Harapan Pemerintah ialah agar rakyat dapat melakukan
kerja nyata.
b. Membuat urutan kata yang bertahap
Contoh:
Dia telah melewati hari, minggu, bulan, bahkan bertahun-
tahun dalam merawat orangtuanya.

38
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
c. Melakukan pengulangan kata (repetisi)
Contoh:
Mereka menyukai kewibawaan dia, mereka menyukai
kepribadian dia.
d. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan
Contoh:
Anak itu tidak malas, tetapi rajin.
e. Menggunakan partikel penekanan (penegasan)
Contoh:
Andalah yang bertanggung jawab.
4. Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif adalah hemat
menggunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tida
perlu dan menyalahi kaidah tata bahasa. Kriteria yang perlu
diperhatikan, sebagai berikut:
a. Menghilangkan pengulangan subjek
Contoh:
Program ini belum dapat dilaksanakan karena program ini
belum disetujui. (tidak efektif)
Program ini belum dapat dilaksanakan karena belum
disetujui. (efektif)
b. Menghilangkan bentuk yang bersinonim
Contoh:
Kita perlu bekerja sama agar supaya tugas ini cepat selesai.
(tidak efektif)

39
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Kita perlu bekerja sama agar tugas ini cepat selesai. (efektif)
c. Menghilangkan makna jamak yang ganda
Dia membaca buku-buku di perpustakaan. (tidak efektif)
Dia membaca buku di perpustakaan. (efektif)
5. Kesepadanan
Kesepadanan ialah keseimbangan antara pikiran
(gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. Kesepadanan
kalimat ditandai dengan:
a. Kalimat mempunyai subjek atau predikat yang jelas
Contoh:
1) Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus
membayar uang kuliah. (tidak efektif)
2) Semua mahasiswa perguruan tinggi ini (S) harus
membayar (P) uang kuliah (O). (efektif)
Contoh:
a) Dalam musyawarah itu menghasilkan lima keputusan.
(tidak efektif)
Subjek kalimat di atas tidak jelas. Jika subjek
kalimat tersebut diuji dengan, apa atau siapa yang
menghasilkan lima keputusan? Jawabannya adalah
musyawarah.
b) Musyawarah itu menghasilkan lima keputusan.
(efektif)

40
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
b. Tidak terdapat subjek yang ganda
Contoh:
Penyusunan laporan (S) itu saya (S) dibantu oleh para
dosen. (tidak efektif)
Kalimat tersebut menjadi:
Dalam penyusunan laporan (sudah tidak berfungsi sebagai
subjek) itu saya (S) dibantu (P) oleh para dosen (O)
c. Kata penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat
tunggal
Contoh:
Dia berangkat ke kampus. Kemudian dia berangkat ke
perpustakaan. (tidak efektif)
Dia berangkat ke kampus kemudia ke perpustakaan.
(efektif)
d. Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang
Contoh:
Kampus swasta yang terbakar. (tidak efektif)
Kampus swasta (S) terbakar (P). (efektif)
6. Kecermatan
Kecermatan dalam kalimat efektif adalah kalimat yang
tidak menimbulkan tafsiran ganda dan tepat dalam pilihan kata.
Contoh:
Mahasiswa Institut Agama Islam Muhammadiyah Sinjai
yang terkenal itu menerima hadiah.

41
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Kalimat ini memiliki makna ganda, yakni siapa yang
terkenal, mahasiswa atau IAIM Sinjai. Kalimat tersebut efektif
jika,
Mahasiswa yang terkenal itu menerima hadiah
atau
Institut Agama Islam Muhammadiyah Sinjai yang terkenal itu
menerima hadiah.

42
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
BAB VI
KERANGKA KARANGAN

S
etelah mempelajari Bab ini, diharapkan Anda dapat
memiliki pemahaman terkait perbedaan topik, tema,
dan judul. Jika konsep-konsep ini benar-benar
dipahami dan dikuasai, tentu Anda akan dapat lebih mudah dalam
menyusun kerangka karangan. Untuk itu, dalam Bab ini Anda
akan menikmati sajian, (a) topik, tema, dan judul serta (b)
kerangka karangan.

A. Topik, Tema, dan Judul


1. Topik
Topik adalah pokok pembicaraan dalam diskusi,
ceramah, karangan, dan sebagainya (Alwi, 2007: 1207). Alwi
(2010: 449) mengatakan bahwa topik adalah proposisi yang
berwujud frasa atau kalimat yang menjadi inti pembicaraan
atau pembahasan. Menurut Dalman (2013: 141) topik adalah
pokok permasalahan yang akan dibahas. Topik adalah ruang
lingkup masalah yang akan ditulis dalam makalah (Dawud,
2002: 179). Fuadi (2008: 244) mengatakan bahwa topik adalah
gagasan inti yang dijadikan landasan pengembangan karangan
yang umumnya dinyatakan dalam kata dan frase. Dapat
disimpulkan topik adalah inti permasalahan berupa frasa atau

43
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
kalimat yang menjadi landasan pengembangan karangan atau
pembicaraan.
Topik karangan adalah ide sentral yang berfungsi
mengikat keseluruhan uraian, deskripsi, penjelasan, dan
seluruh pembuktian. Topik merupakan inti bahasan yang
menjiwai seluruh karangan.
Arifin dan Tasai dalam Dalman (2013: 55-56)
menyampaikan hal-hal yang patut dipertimbangkan dengan
saksama oleh penyusun karya ilmiah berkaitan dengan
pemilihan topik, yaitu:
a. Topik yang dipilih harus berada di sekitar kita, baik di
sekitar pengalaman kita maupun di sekitar pengetahuan
kita. Hindari topik yang jauh dari kita karena hal itu akan
menyulitkan kita ketika menggarapnya.
b. Topik yang dipilih harus topik yang paling menarik
perhatian kita.
c. Topik yang dipilih terpusat pada suatu segi lingkup yang
sempit dan terbatas. Hindari pokok masalah yang menyeret
kita kepada pengumpulan informasi yang beraneka ragam.
d. Topik yang dipilih memiliki data dan fakta yang objektif.
Hindari topik yang bersifat subjektif, seperti kesenangan
atau angan-angan kita.

44
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
e. Topik yang dipilih harus kita ketahui prinsip-prinsip
ilmiahnya, walaupun serba sedikit. Artinya topik yang
dipilih itu janganlah terlalu baru bagi kita.
f. Topik yang dipilih harus memiliki sumber acuan, memiliki
kepustakaan yang dapat memberikan informasi tentang
pokok masalah yang hendak ditulis.
Menurut Happy (Dalman, 2013: 181), empat hal yang
biasa digunakan sebagai bahan untuk menentukan topik
penelitian, yaitu:
a. Jangkauan peneliti terhadap topik (managable topic).
b. Data topik mudah didapat (obtainable data)
c. Topik cukup penting untuk diteliti (significance of topic)
d. Topik menarik untuk diteliti (interested topic).
Pertimbangan dalam memilih topik antara lain
dikemukakan oleh Fuadi (2008: 260), yaitu:
a. Topik harus bermanfaat.
b. Menarik dan sesuai dengan minat penulis.
c. Topik harus dikuasai oleh penulis.
d. Tersedia sumber-sumber informasi dan bacaan yang
memadai untuk membahas topik.
2. Tema dan Judul
Tema adalah pokok pikiran atau dasar cerita. Tema lebih
luas lingkungannya dan biasanya lebih abstrak. Menurut
Tarigan (2008: 167), tema biasanya merupakan suatu komentar

45
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
mengenai kehidupan atau orang-orang. Tema haruslah
dibedakan dari tesis yang merupakan gagasan logis yang
mendasari setiap esai yang baik. Tema juga harus dibedakan
dari motif, subjek, atau topik. Tema digunakan untuk memberi
nama bagi suatu pernyataan atau pikiran mengenai sesuatu
subjek, motif, atau topik.
Judul merupakan kepala karangan; nama yang dipakai
untuk buku atau bab yang menyiratkan isi atau maksud buku
atau bab itu. Menurut Junus (2011: 113), judul tulisan adalah
nama yang diberikan pada tulisan supaya dapat dengan mudah
dibedakan dengan tulisan lain. Jadi, judul tulisan merupakan
semacam label.
Syarat judul yang baik:
a. Sesuai dengan topik atau isi karangan beserta jangkauannya
b. Judul sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frasa. Judul
sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frasa benda dan bukan
dalam bentuk kalimat. Judul “Pembudidayaan Ikan Lele di
Sinjai” berbentuk frasa. Judul itu akan menjadi kalimat bila
diubah menjadi, “Ikan lele di Sinjai perlu dibudidayakan”.
c. Judul karangan diusahakan sesingkat mungkin.
d. Judul harus dinyatakan secara jelas; artinya, judul tidak
dinyatakan dalam kata kiasan atau tidak bermakna ganda
(ambigu).

46
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
B. Kerangka Karangan
Mengarang adalah mengorganisasi ide. Pengorganisasian
ide diawali dengan menyusun kerangka karangan. Kerangka
karangan menjadikan rangkaian ide dapat disusun secara
sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan teratur. Kerangka karangan
merupakan rencana penulisan yang mengandung ketentuan
bagaimana menyusun karangan. Kerangka karangan juga
menjamin penulisan akan bersifat konseptual, menyeluruh,
terarah, dan sesuai sasaran pembacanya. Selain itu, kerangka
karangan akan menghindarkan kemungkinan kesalahan terutama
dalam mengembangkan detai-detailnya.
Definisi kerangka karangan dikemukakan oleh Jauhari
(2013: 172), bahwa kerangka karangan atau disebut juga dengan
out line adalah sistematika dalam sebuah tulisan. Out line tulisan
membantu penulis dalam mengingat kembali tujuan tulisan dan
menjaga dari kehilangan ide. Kerangka karangan akan membantu
penulis dari mana harus menulis. Adapun fungsi kerangka
karangan, yaitu: 1) memudahkan pengendalian variabel; 2)
mencegah pembahasan keluar dari sasaran yang telah dirumuskan
dalam topik, judul, masalah, ataupun tujuan; 3) mencegah
ketidaklengkapan bahasan; 4) memudahkan penulis menyusun
karangan secara menyeluruh; 5) mencegah pengulangan
pembahasan, dan 6) memperlihatkan kekurangan atau kelebihan
materi pembahasan.

47
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
1. Bentuk Kerangka Karangan
Kerangka karangan dibedakan atas kerangka kalimat dan
kerangka topik.
a. Kerangka kalimat
Kerangka kalimat menggunakan kalimat deklaratif
(berita) yang lengkap untuk merumuskan setiap topik, subtopik
maupun sub-sub topik.
b. Kerangka topik
Kerangka topik berisi topik dan sub-sub topik yang
berupa frasa, bukan kalimat lengkap. Menyusun kerangka
berarti merinci topik berdasarkan kalimat tesis ke dalam
subtopik, merinci subtopik menjadi unsur-unsur subtopik yang
lebih kecil. Proses menyusun kerangka karangan, sebagai
berikut:
1) Merumuskan topik menjadi rumusan masalah, tujuan, dan
kalimat tesis,
2) Menyusun rincian kalimat tesis menjadi kerangka kasar
yang terdiri atas pendahuluan dan bahasan utama, masing-
masing disertai judul bab,
3) Merinci kerangka kasar menjadi kerangka sempurna dengan
merinci bab menjadi subbab, dan merinci subbab menjadi
sub-subjudul yang lebih kecil, serta tambahan unsur
pembuka dan unsur penutup.

48
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
2. Kerangka Karangan Kajian
a. Kajian Tindakan
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Bab 2 Desain
2.1 Pengumpulan Data
2.2 Analisis Data
2.3 Kriteria Penilaian
Bab 3 Hasil Penelitian
3.1 Interpretasi
3.2 Implikasi
Bab 4 Simpulan
b. Kreativitas Model
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Masalah
1.4 Manfaat
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Teori-teori
2.2 Analisis

49
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
2.3 Sintesis
Bab 3 Hasil Penelitian
3.1 Interpretasi
3.2 Implikasi
3.3 Simpulan
Bab 4 Aplikasi
Model
c. Studi Pustaka (kajian teoretik)
d. Studi Kasus
e. Studi Penulisan Natural

50
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
BAB VII
PENGEMBANGAN PARAGRAF

M
enulis paragraf memerlukan penyusunan dan
pengekspresian gagasan-gagasan penunjang.
Gagasan pokok sebuah paragraf hanya akan
jelas jika diperinci dengan gagasan-gagasan penunjang. Setelah
mempelajari Bab ini, diharapkan Anda memahami konsep tentang
paragraf dan memiliki kemampuan untuk menulis paragraf. Untuk
lebih memahami materi tentang pengembangan paragraf, dalam
Bab ini Anda akan menikmati sajian berikut ini, yaitu (a) struktur
paragraf, (b) ciri-ciri paragraf, (c) syarat paragraf, (d) jenis
paragraf, dan (e) pola pengembangan paragraf.

A. Struktur Paragraf
Paragraf dikenal juga dengan istilah alinea dalam buku
komposisi. Paragraf merupakan rangkaian atau himpunan kalimat-
kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk
sebuah gagasan yang mengandung satu ide pokok atau pikiran
pokok dan penulisannya dimulai dengan baris baru. Menurut
(Tarigan, 2009: 5), paragraf adalah seperangkat kalimat yang
tersusun logis-sistematis yang merupakan satu kesatuan ekspresi
pikiran yang relevan dan mendukung pikiran pokok yang tersirat
dalam keseluruhan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Arifin dan

51
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Tasai (2002: 113) mengatakan paragraf adalah seperangkat
kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik.
Menurut Finoza (2009: 191) berdasarkan fungsinya, kalimat
yang membangun alinea/paragraf pada umumnya dapat
diklasifikasikan atas dua macam, yakni: (a) kalimat topik/kalimat
pokok dan (b) kalimat penjelas/pendukung. Kalimat topik adalah
kalimat yang berisi ide pokok atau ide utama alinea (paragraf).
Adapun kalimat penjelas/pendukung adalah kalimat yang
berfungsi menjelaskan atau mendukung ide utama alinea/paragraf.
Ciri-ciri kalimat topik, yaitu:
a. Merupakan kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri;
b. Mengandung permasalahan yang potensial untuk dirinci dan
diuraikan lebih lanjut;
c. Mempunyai arti yang cukup jelas tanpa harus dihubungkan
dengan kalimat lain;
d. Dapat dibentuk tanpa bantuan kata sambung dan frasa transisi.
Ciri-ciri kalimat penjelas, yaitu:
a. Sering merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri (dari
segi arti);
b. Arti kalimat kadang-kadang baru jelas setelah dihubungkan
dengan kalimat lain dalam satu alinea;
c. Pembentukannya sering memerlukan bantuan kata sambung
dan frasa transisi;

52
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
d. Isinya berupa rincian, keterangan, contoh, dan data tambahan
lain yang bersifat mendukung kalimat topik.
B. Ciri-ciri Paragraf
Menurut Tarigan (2009: 4) ada beberapa ciri atau
karakteristik paragraf, sebagai berikut:
1. Setiap paragraf megandung makna, pesan, pikiran, atau ide
pokok yang relevan dengan ide pokok keseluruhan karangan.
2. Paragraf umumnya dibangun oleh sejumla kalimat.
3. Paragraf adalah satu kesatuan ekspresi pikiran.
4. Paragraf adalah kesatuan yang koheren dan padat.
5. Kalimat-kalimat paragraf tersusun secara logis dan sistematis.

C. Syarat-syarat Paragraf yang Baik


Paragraf yang baik adalah paragraf yang memiliki kepaduan
antara unsur-unsurnya baik antara gagasan utama dengan gagasan
penjelasnya ataupun antara kalimat-kalimatnya. Menurut
Atmazaki (2006: 83), setiap paragraf yang baik memperhatikan
kesatuan, keefektifan kalimat, dan kejelasan.
Sejalan dengan pendapat tersebut, (Akhadiah, dkk., 1988:
148-152) menyatakan bahwa dalam pengembangan paragraf,
penyajian dan pengorganisasian gagasan menjadi suatu paragraf
yang memenuhi persyaratan, yakni kesatuan, kepaduan, dan
kelengkapan.

53
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
1. Kesatuan
Tiap paragraf hanya mengandung satu gagasan pokok
atau satu topik. Fungsi paragraf adalah untuk mengembnagkan
topik tersebut. Oleh sebab itu, dalam pengembangannya tidak
boleh terdapat unsur-unsur yang tidak berkaitan dengan topik
atau gagasan pokok tersebut. Paragraf dianggap mempunyai
kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas
dari topiknya atau relevan dengan topik.
2. Kepaduan
Syarat kedua yang harus dipenuhi sebuah paragraf adalah
koherensi atau kepaduan. Satu paragraf bukanlah kumpulan
atau tumpukan kalimat yang masing-masing berdiri sendiri
atau terlepas, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang
mempunyai hubungan timbal balik. Jadi, koherensi atau
kepaduan dititiberatkan pada hubungan antara kalimat dengan
kalimat.
3. Kelengkapan
Suatu paragraf dikatakan lengkap, jika berisi kalimat-
kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang kejelasan
kalimat topik atau kalimat utama. Sebaliknya suatu paragraf
dikatakan tidak lengkap, jika tidak dikembangkan atau hanya
diperluas dengan pengulangan-pengulangan.

54
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
D. Jenis Paragraf
Finoza (2008: 197-198) mengatakan bahwa alinea banyak
ragamnya. Untuk membedakan yang satu dengan yang lain, alinea
(paragraf) dapat dikelompokkan: 1) menurut posisi kalimat
topiknya, 2) menurut sifat isinya, 3) menurut fungsinya dalam
karangan.
1. Jenis Paragraf menurut Posisi Kalimat Topiknya
Menurut Finoza (2008: 198-200) berdasarkan posisi
kalimat topiknya, linea atau paragraf dibedakan atas empat
macam, yaitu: a) alinea deduktif (umum-khusus), b) alinea
induktif, c) alinea deduktif-induktif, dan d) alinea penuh
kalimat topik.
a. Paragraf Deduktif
Kalimat topik pada paragraf deduktif ditempatkan di
awal paragraf, kemudian disusul uraian atau rincian
permasalahan.
Contoh:
Kerja sama dibedakan menjadi kerja sama spontan, kerja
sama langsung, kerja sama kontrak, dan kerja sama tradisional.
Kerja sama spontan adalah kerja sama yang serta-merta. Kerja
sama langsung merupakan hasil dari perintah atasan atau
penguasa, sedangkan kerja sama kontrak merupakan kerja
sama atas dasar tertentu, dan kerja sama tradisional merupakan
bentuk kerja sama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial.

55
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
b. Paragraf Induktif
Paragraf induktif diawali dengan penjelasan terlebih
dahulu, kemudian diakhiri dengan pokok permasalahan
paragraf.
Contoh:
Populasi Mentok Rimba di seluruh dunia sangat langka,
diperkirakan hanya tersisa sekitar 1000 ekor. Sekitar 150 ekor
terdapat di Taman Nasional Way Kambas, salah satu habitat
Mentok Hutan yang tersisa di Indonesia. Mentok Rimba atau
dalam bahasa ilmiahnya Cairina scutulata bisa dikatakan
sebagai jenis bebek paling langka di dunia. (Dikutip dari
Buku Bahasa dan Sastra Indonesia)
c. Paragraf Deduktif-Induktif
Kalimat utama paragraf deduktif-induktif ditempatkan di
awal dan di akhir paragraf. Kalimat pada akhir paragraf
umumnya menegaskan kembali gagasan utama yang terdapat
pada awal paragraf.
Contoh:
Kelincahan dalam penulisan tergambar dalam
struktur kalimat yang digunakan. Ada kalimat yang dimulai
dengan subjek ada juga yang dimulai dengan predikat atau
keterangan. Tulisan yang menggunakan pola serta bentuk
kalimat yang terus menerus sama akan membuat suasana
menjadi kaku, sehingga pembaca merasa bosan. Oleh sebab

56
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
itu, penulis harus menggunakan struktur serta kalimat
yang bervariasi.
d. Paragraf Penuh Kalimat Topik
Posisi kalimat-kalimat dalam paragraf penuh kalimat
topik sama pentingnya, sehingga tidak satu pun kalimat yang
bukan kalimat topik. Paragraf semacam ini biasanya terdapat
dalam uraian deskriptif dan naratif terutama dalam karangan
fiksi.
Contoh:
Getaran di meja dari Handphone membuatku harus
menghentikan ketikan jariku di keyboard laptop. Kuraih
Handphone itu dan kulihat panggilan dari nomor baru yang
tertera di layar handphone ku. Ku jawab panggilan itu ternyata
suara seorang laki-laki yang terbata-bata mengucap salam dan
selamat untukku. Ku jawab salam itu disertai ucapan terima
kasih tanpa aku tahu siapa laki-laki itu.
2. Jenis Paragraf menurut Fungsinya dalam Karangan
Menurut Finoza (2008: 203-204), berdasarka fungsinya
dalam karangan alinea atau paragraf dapat dibedakan atas tiga
macam, yakni: a) paragraf pembuka, b) paragraf pengembang,
dan c) paragraf penutup.
a. Paragraf Pembuka
Paragraf pembuka bertujuan mengutarakan suatu aspek
pokok pembicaraan dalam karangan. Sebagai bagian yang

57
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
mengawali sebuah karangan. Paragraf pembuka harus dapat
difungsikan untuk:
1) Mengantar pokok pembicaraan;
2) Menarik minat dan perhatian pembaca;
3) Menyiapkan atau menata pikiran pembaca untuk
mengetahui isi seluruh karangan.
b. Paragraf pengembang
Paragraf ini bertujuan mengembangkan topik atau pokok
pembicaraan yang sebelumnya telah dirumuskan dalam
paragraf pembuka. Paragraf pengembang dapat difungsikan
untuk:
1) Mengemukakan inti persoalan;
2) Memberi ilustrasi atau contoh;
3) Menjelaskan hal yang akan diuraikan pada paragraf
berikutnya;
4) Meringkas paragraf sebelumnya;
5) Mempersiapkan dasar atau landasan bagi simpulan.
c. Paragraf Penutup
Paragraf penutup berisi simpulan bagian karangan atau
simpulan seluruh karangan.
3. Jenis Paragraf menurut Sifat Isinya
Menulis adalah suatu proses menuangkan gagasan yang
hendak disampaikan kepada pembaca yang diwujudkan dengan
lambang-lambang fonem yang disepakati bersama. Gagasan

58
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
yang diungkapkan oleh penulis diwujudkan dalam beragam
jenis. Baik berjenis deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi,
dan persuasi. Jenis-jenis tulisan itu mempunyai tujuan masing-
masing sesuai dengan keinginan penulis terhadap pembaca.
a. Paragraf Narasi
1) Definisi Paragraf Narasi
Kata narasi berasal dari bahasa Inggris narration, yang
artinya cerita dan kata narrative, artinya yang menceritakan.
Menurut Jauhari (2011: 48) karangan narasi adalah karangan
yang menceritakan atau menyampaikan serangkaian peristiwa
atau kronologi. Oleh karena menceritakan serangkaian
peristiwa atau kronologi, maka narasi berkaitan dengan waktu,
tempat, dan peristiwa. Maksud karangan ini memberitahukan
peristiwa yang telah terjadi kepada pembaca.
Narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha
mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak
seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa
itu. Oleh sebab itu, unsur yang paling penting pada sebuah
narasi adalah unsur perbuatan atau tindakan. Namun, jika
narasi hanya menyampaikan kepada pembaca suatu kejadian
atau peristiwa, maka tampak bahwa narasi akan sulit dibedakan
dengan deskripsi, karena suatu peristiwa atau suatu proses
dapat disajikan dengan menggunakan metode deskripsi. Oleh

59
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
karena itu, ada unsur lain yang perlu diperhitungkan, yaitu
unsur waktu.
Contoh paragraf narasi:
Pagi itu, untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki
di kampus Institut Agama Islam Muhammadiyah Sinjai. Ada
rasa penasaran di benakku ketika aku menyusuri jalan masuk
kampus ini. Sebuah kampus yang bangunannya cukup
sederhana, namun tampak banyak mahasiswa yang lalu lalang
di halaman kampus. Ku langkahkan kaki ini menuju ruangan
yang tidak terlalu luas. Aku pun sedikit canggung ketika
bertemu dengan orang-orang di dalam ruangan tersebut. Ku
sodorkan amplop yang berisi berkas lamaran pekerjaanku
kepada seorang laki-laki yang duduk di ruangan itu. Setelah
amplop itu aku serahkan. Tak berselang beberapa menit, Aku
pun beranjak keluar dari ruangan itu meninggalkan sebuah
harapan bahwa berkas lamaran pekerjaanku akan ditindak
lanjuti oleh pimpinan kampus.
2) Jenis-jenis Narasi
Pada bagian ini, ada tiga hal yang akan dikaji, yakni (a)
narasi ekspositoris dan (b) narasi sugestif.
(a) Narasi Ekspositoris
Narasi ekspositoris bertujuan untuk menggugah pikiran
para pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasaran
utama narasi ekspositoris adalah rasio, yaitu berupa perluasan

60
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
pengetahuan para pembaca setelah membaca kisah tersebut.
Narasi menyampaikan informasi mengenai berlangsungnya
suatu peristiwa. Sebagai sebuah bentuk narasi, narasi
ekspositoris mempersoalkan tahap-tahap kejadian, rangkaian-
rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau pendengar.
Runtun kejadian atau peristiwa yang disajikan dimaksudkan
untuk menyampaikan informasi untuk memperluas
pengetahuan pembaca, baik disampaikan secara lisan maupun
tertulis.
Narasi ekspositoris dapat bersifat khas atau khusus dan
dapat pula bersifat generalisasi. Narasi yang bersifat khusus
adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang
khas yang hanya terjadi satu kali. Peristiwa yang khas adalah
peristiwa yang tidak dapat diulang kembali, karena merupakan
pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu. Berbeda
halnya dengan narasi yang bersifat generalisasi. Narasi
ekspositoris yang bersifat generalisasi adalah narasi yang
menyampaikan suatu proses yang umum yang dapat dilakukan
siapa saja dan dapat pula dilakukan secara berulang-ulang.
(b)Narasi Sugestif
Narasi sugestif pertama-tama bertalian dengan tindakan
atau perbuatan yang dirangkaikan dalam suatu kejadian atau
peristiwa. Seluruh kejadian berlangsung dalam suatu kesatuan
waktu. Akan tetapi, tujuan atau sasaran utama narasi sugestif

61
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
bukan memperluas pengetahuan seseorang, tetapi berusaha
memberi makna atas peristiwa atau kejadian sebagai suatu
pengalaman. Sasaran narasi sugestif adalah makna peristiwa
atau kejadian, narasi sugestif selalu melibatkan daya khayal
(imajinasi).
Narasi sugestif merupakan suatu rangkaian peristiwa
yang disajikan dalam beberapa macam sehingga memunculkan
daya khayal para pembaca untuk menarik suatu makna baru di
luar yang diungkapkan secara eksplisit. Semua objek
dipaparkan sebagai suatu rangkaian gerak, kehidupan para
tokoh, dilukiskan dalam satuan gerak yang dinamis,
pengubahan kehidupan dari waktu ke waktu. Makna baru akan
jelas dipahami setelah narasi itu selesai dibaca, karena tersirat
dalam seluruh isi narasi.
Narasi tidak bercerita atau memberikan komentar
mengenai sebuah cerita, tetapi justru mengisahkan suatu cerita
atau kisah. Seluruh kejadian yang disajikan menyiapkan
pembaca kepada suatu perasaan tertentu untuk menghadapi
peristiwa. Narasi menyediakan suatu kematangan mental.
Kesiapan mental itulah yang melibatkan para pembaca bersama
perasaannya, bahkan melibatkan simpati dan antipati terhadap
suatu kejadian.

62
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
3) Pola Penceritaan Narasi
Pargaraf narasi biasanya mempunyai pola-pola yang
sederhana, berupa awal cerita atau peristiwa, tengah peristiwa
dan akhir peristiwa. Bagian awal biasanya membawa pembaca
ke dalam cerita dan menariknya ke dalam suasana tertentu.
Bagian pertama ini menjelaskan latar belakang suatu peristiwa
juga mengisyaratkan tentang apa yang akan terjadi pada bagian
akhir cerita. Bagian awal mempunyai fungsi khusus untuk
memancing dan mengiring pembaca kekondisi ingin tahu apa
yang akan terjadi selanjutnya.
Bagian tengah wacana narasi merupakan bagian yang
menjelaskan secara panjang lebar suatu peristiwa. Pada bagian
ini biasanya konflik dipertajam atau didramatisasi. Bagian
akhir narasi merupakan inti klimaks, konflik menurun ke arah
tertentu tetapi penulisannya belum tentu menunjukkan
penyelesaiannya secara jelas. Kadang-kadang penulis
menghadirkan konflik pada bagian awal. Lalu muncul krisis,
yaitu konflik mulai meninggi, krisis pun mulai menghambat,
kemudian ditentukan jalan ke arah tertentu. Akan tetapi krisis
itu, biasanya dilanjutkan ke atas lagi untuk mencapai klimaks
lalu turun kembali. Arus naik turun yang saling bersambung ini
biasanya dinamakan plot.

63
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
b. Paragraf Deskripsi
1) Definisi Deskripsi
Kata deskripsi berasal dari bahasa Latin describere yang
diadopsi ke dalam bahasa Inggris menjadi description, artinya
menggambarkan. Menggambarkan benda atau peristiwa
dengan cara memerikan atau mengidentifikasi bagian-
bagiannya berikut karaktersitiknya. Secara istilah, paragraf
deskripsi adalah paragraf yang menggambarkan atau
melukiskan benda atau peristiwa dengan sejelas-jelasnya
sehingga pembaca seolah-olah melihat, merasakan, mencium,
dan mendengarnya. Tulisan jenis ini bermaksud memberikan
kesan kepada pembaca sehingga pembaca dapat
membayangkan apa yang sedang dibacanya (Jauhari, 2013: 44-
45).
Contoh paragraf deskripsi:
Hutan bakau Tongke-tongke, terletak di Desa Tongke-
tongke, Kecamatan Sinjai Timur, berjarak sekitar 4 km dari
ibu kota Kabupaten Sinjai arah poros Sinjai-Kajang. Jalan ini
merupakan juga merupakan alternatif menuju Pantai Bira,
Kabupaten Bulukumba. Sebagai kawasan konservasi,
penelitian, dan rekreasi, kita akan disuguhi dengan
pemandangan hutan bakau yang rimbun dan indahnya laut
lepas. Sebagai tempat rekreasi, tempat ini menyediakan
fasilitas berupa jembatan pengunjung di sela-sela pohon bakau

64
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
yang dapat dijadikan sebagai sarana berfoto ria bersama
teman-teman atau bahkan sanak saudara. Selain itu, ada juga
speed boat yang dapat digunakan menyusuri terowongan
bakau, cafe terapung, pusat informasi, serta toilet.
2) Pola Pengembangan Paragraf Deskripsi
Beberapa pola pengembangan paragraf deskripsi, sebagai
berikut:
(a) Paragraf Deskripsi Spasial
Paragraf ini menggambarkan objek khusus ruangan,
benda, atau tempat. Penulis menggambarkan suatu ruangan
dari kiri ke kanan, dari timur ke barat, dari bawah ke atas, dari
depan ke belakang, dan sebagainya. Uraian tentang kepadatan
penduduk suatu daerah dapat dikemukakan dengan landasan
urutan geografis. Deskripsi mengenai sejumlah gedung
bertingkat. Penggambaran terhadap suasana suatu lingkungan
dapat dilakukan mulai dari siang, sore, hingga malam hari.
(1)Paragraf Deskripsi Subjektif
Paragraf ini menggambarkan objek seperti tafsiran
atau kesan perasaan penulis.
(b)Paragraf Deskripsi Objektif
Paragraf ini menggambarkan objek dengan apa adanya
atau sebenarnya.

65
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
3) Pendekatan Deskripsi
Menurut Jauhari (2013: 47) ada beberapa pendekatan
yang digunakan dalam karangan jenis deskripsi, yakni
pendekatan ekspositoris, impresionistik, dan pendekatan
menurut sikap pengarang. Pendekatan-pendekatan itu
digunakan untuk membantu memperjelas daya bayang dalam
karangan deskripsi.
(a) Pendekatan Ekspositoris
Pendekatan ekspositoris dalam dekripsi berarti karangan
deskripsi menggunakan unsur karangan eksposisi. Hal ini
dimaksudkan untuk membantu memperjelas apa yang
dideskripsikan, dilakukan dengan cara mengurai, mengupas,
dan menerangkan apa yang dideskripsikan.
(b)Pendekatan Impresionistik
Impresionistik berasal dari bahasa Inggris impression
yang berarti kesan. Dalam karangan jenis deskripsi yang
menggunakan pendekatan impresionistik, pengarang
menentukan kesan yang akan ditonjolkan pada sebuah objek.
(c) Pendekatan menurut sikap pembaca
Sebelum menulis seorang pengarang harus menetapkan
sikap yang akan diterapkan. Semua detail harus dipusatkan
untuk menunjang efek yang akan dihasilkan. Perincian yang
tidak ada kaitannya dan menimbulkan keraguan kepada
pembaca harus disingkirkan.

66
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
c. Paragraf Argumentasi
Argumen tertulis merupakan buah pikiran yang
disampaikan kepada pembaca, agar diterima atau dipercaya
baik oleh pendengar maupun pembaca. Argumen tersebut harus
disertai data-data dan alasan-alasan rasional. Jenis karangan
argumentasi berarti karangan yang menyampaikan pendapat
atau argumen yang memaksa pembacanya untuk percaya.
Jenis karangan argumentasi dibagi menjadi dua bentuk,
yakni bentuk deduktif dan bentuk induktif. Jenis karangan
argumentasi bentuk deduktif dimulai dari pernyataan atau
pendapat tentang sesuatu, kemudian dijelaskan dengan
menggunakan data-data dan alasan-alasan yang rasional. Jenis
karangan argumentasi berbentuk induktif dimulai dari
mengungkap fakta dan alasan-alasan yang rasional, kemudian
disimpulkan. Simpulan itulah sebagai pendapat atau argumen
berdasarkan data atau fakta.
Adapun fungsi karangan argumentasi bukan hanya untuk
menyampaikan pendapat atau argumen, tetapi juga untuk
menolak pendapat atau argumen orang lain. Agar penolakan itu
diterima dan mendapatkan pembenaran, harus disertai data atau
fakta dan alasan-alasan yang rasional. Menurut (Suparno dan
Yunus dalam Jauhari, 2013: 65):
1) Membantah atau menentang suatu usul atau pernyatan tanpa
berusaha meyakinkan atau memengaruhi pembaca untuk

67
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
memihak, tujuan utamanya untuk menyampaikan suatu
pandangan.
2) Mengemukakan alasan atau bantahan sedemikian rupa untuk
memengaruhi keyakinan pembaca agar menyetujui.
3) Mengusahakan suatu pemecahan masalah.
4) Mendiskusikan suatu persoalan tanpa perlu mencapai suatu
penyelesaian.
Adapun syarat penulis argumentasi. Pertama, harus
mampu berpikir kritis dan logis serta harus mau menerima
saran dan pendapat orang lain sebagai bahan pertimbangan;
kedua, harus memiliki pengetahuan dan pandangan yang luas
tentang yang dibicarakan. Kelogisan berpikir, keterbukaan
sikap, dan keluasan pandangan berperan besar untuk
mempengaruhi orang lain (Suparno dan Yunus dalam Jauhari,
2013: 66)
Contoh paragraf argumentasi:
Hasil penelitian dari dr. Judith Rodin menemukan bahwa
gula yang terdapat di dalam buah-buahan yang disebut
fruktosa dapat menghilangkan rasa lapar, sedangkan glukosa
yang biasanya terdapat dalam kue-kue dan permen menambah
rasa lapar. Misalnya, ketika kita sarapan kopi dan kue
tambahan energi akan segera di dapat, tetapi hanya sebentar
saja karena energinya segera hilang. Hal ini disebabkan oeh
pankreas yang secara cepat mengeluarkan insulin ke dalam

68
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
aliran darah untuk mengatasi naiknya kadar gula yang cepat.
Segera setelah itu kadar gula darah akan menurun ke bawah
normal. Maka cepatlah energi tadi akan hilang dan rasa lapar
akan lebih cepat terasa daripada sebelum sarapan.
d. Paragraf Eksposisi
Eksposisi secara leksikal berasal dari kata bahasa Inggris
exposition, yang artinya “membuka”. Secara istilah karangan
eksposisi berarti sebuah karangan yang bertujuan
memberitahukan, menerangkan, mengupas, dan menguraikan
sesuatu. Untuk menyusun karangan eksposisi, penulis harus
mengurutkan gagasan demi gagasan dari hal-hal umum ke
khusus atau sebaliknya. Hal ini bertujuan agar tulisan tersusun
sistematis, sehingga mudah dipahami. Selain itu, karangan
eksposisi dapat disertai dengan grafik, peta, denah, dan angka-
angka. Grafik, peta, denah, dan angka-angka, selain untuk
mempersingkat dan memudahkan dalam memahami sesuatu,
juga dapat mewakili beribu-ribu kata.
Penyusunan karangan eksposisi mirip dengan karangan
lainnya. Pertama, menentukan topik; kedua, menentukan
tujuan; dan ketiga, membuat kerangka karangan atau outline.
Contoh paragraf eksposisi:
Cilok adalah jajanan khas yang terbuat dari bahan kanji,
sedikit campuran tepung terigu, bawang putih, kaldu bubuk,
lada bubuk, garam secukupnya, air, serta daun bawang. Cara

69
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
membuat cilok sangat mudah, aduk rata semua bahan hingga
dapat dibentuk bulat-bulat. Bulatan yang telah dibuat dapat
diisi dengan keju, daging, atau sesuai selera. sementara
adonan cilok dibentuk, panaskan air untuk merebus cilok.
Setelah mendidih, masukkan cilok, tunggu hingga cilok
mengapung lalu angkat. Sajikan sesuai selera, boleh berkuah
atau dapat diolesi tepung roti lalu digoreng.
e. Paragraf Persuasi
Secara leksikal persuasi berasal dari bahasa Inggris
persuasion, yang diturunkan dari kata to persuade, artinya
membujuk atau meyakinkan. Jadi, karangan persuasi berarti
karangan yang berdaya bujuk atau rayu yang menyentuh
emosional pembacanya sehingga mau menuruti apa yang
diinginkan oleh penulisnya. Penulis menyampaikan
keinginannya bisa secara eksplisit dan bisa juga secara implisit
atau secara tersurat dan tersirat. Hal tersebut sesuai dengan
gaya persuasi yang digunakan oleh penulis.
Contoh paragraf persuasif:
Telah dibuka program studi baru di Institut Agama Islam
Muhammadiyah (IAIM) Sinjai. Prodi baru yang telah dibuka
yakni Prodi Bahasa Inggris, Prodi Matematika, dan
Perbankan Syariah. Seiring bergulirnya waktu, nantinya akan
dibuka lagi Prodi lain. Hal ini akan menjadi daya tarik calon
mahasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Institut Agama

70
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Islam Muhammadiyah Sinjai. Anda ingin melanjutkan
pendidikan, namun tidak sanggup jauh dari orangtua? atau
terhambat persoalan biaya? Silakan daftar di Institut Agama
Islam Muhammadiyah Sinjai yang terletak di Jl. Sultan
Hasanuddin Sinjai.

E. Pola Pengembangan Paragraf


Pola pengembangan paragraf merupakan cara seseorang
penulis dalam mengembangkan pola pikirnya berupa
pengembangan kalimat topik ke dalam kalimat-kalimat penjelas
yang dituangkan dalam sebuah paragraf. Menurut Tarigan (2009:
28-31), pola pengembangan paragraf ada enam, yaitu:
1. Paragraf Perbandingan
Paragraf perbandingan adalah paragaraf yang kalimat
topiknya berisi perbandingan dua hal. Perbandingan tersebut,
misal, antara yang bersifat abstrak dengan bersifat konkret.
Contoh:
Struktur suatu karangan pada hakikatnya mirip dengan
struktur suatu pohon. Bila pohon dapat diuraikan menjadi
pokok (batang), dahan, ranting, dan daun maka karangan pun
dapat diuraikan menjadi tubuh karangan, bab, subbab, dan
paragraf. Batang sebanding dengan tubuh karangan, cabang
sebanding dengan bab, ranting dengan subbab, dan daun
sebanding dengan paragraf.

71
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
2. Paragraf Pertanyaan
Paragraf pertanyaan adalah paragraf yang kalimat
topiknya dijelaskan dengan kalimat pengembang berupa
kalimat tanya.
Contoh:
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Pak Anto,
gelisah. Mengapa beliau gelisah? Apakah beliau kurang
sehat? Bukan, bukan itu sebabnya. Ia sedang baik-baik saja. Ia
sehat wal afiat. Hanya saja Ia gelisah karena batas akhir
pengisian borang akreditasi kampus semakin dekat. Namun
pengisian borang yang beliau kerjakan belum selesai.
3. Paragraf Sebab-Akibat
Paragraf yang kalimat topiknya dikembangkan oleh
kalimat-kalimat sebab-akibat.
4. Paragraf Contoh
Paragraf yang kalimat topiknya dikembangkan dengan
contoh-contoh sehingga kalimat topik jelas pengertiannya.
5. Paragraf Perulangan
Paragraf yang kalimat topiknya dapat pula dikembangkan
dengan pengulangan kata atau kelompok kata atau bagian-
bagian kalimat penting.
6. Paragraf Definisi
Paragraf definisi adalah paragraf yang kalimat topiknya
berupa definisi atau pengertian. Definisi atau pengertian yang

72
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
terkandung dalam kalimat topik tersebut memerlukan
penjelasan panjang lebar agar maknanya dapat ditangkap oleh
pembaca.
Contoh:
Makalah pada dasarnya merupakan tulisan yang
berisikan perasaan, pendapat yang turut membahas suatu
pokok persoalan yang akan dibacakan dalam rapat kerja,
simposium, seminar, dan sejenisnya. Istilah makalah sendiri
terkadang dikaitkan dengan karya tulis di kalangan
siswa/mahasiswa, yakni segala jenis tugas tertulis yang
berkaitan dengan bidang studi, hasil pembahasan buku, atau
tulisan tentang suatu persoalan.
Adapun cara yang dapat ditempuh dalam pengembangan
paragraf, antara lain:
1. Cara Pertentangan
Pengembangan paragraf dengan cara pertentangan
biasanya menggunakan ungkapan-ungkapan seperti berbeda
dengan, bertentangan dengan, sedangkan, akan tetapi, lain
halnya dengan, dan bertolak belakang dari.
Contoh pengembangan paragraf cara pertentangan.
Hutan bakau Takkalala yang terletak di Sinjai Timur
merupakan objek wisata baru yang masih perlu untuk
dikembangkan. Hal ini berbeda dengan hutan bakau Tongke-
tongke yang juga terletak di Sinjai Timur. Hutan bakau

73
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Tongke-tongke termasuk tempat wisata yang telah berkembang
dan telah mengalami tahap perbaikan yang cukup pesat.
2. Cara Perbandingan
Pengembangan paragraf dengan cara perbandingan
biasanya menggunakan ungkapan: serupa dengan, seperti
halnya, demikian juga, sama dengan, sementara itu, dan
sejalan dengan.
Berikut contoh pengembangan paragraf cara
perbandingan.
Kerangka karangan ada dua macam, yakni kerangka
topik dan kerangka kalimat. Kedua kerangka karangan ini
sama baiknya. Kerangka topik terdiri atas butir-butir yang
merupakan topik-topik dan digunakan jika kita mengemukakan
taraf-taraf dalam suatu proses; sementara itu, kerangka
kalimat terdiri atas butir-butir yang merupakan kalimat jika
kita mengemukakan gagasan.
3. Cara Analogi
Menurut Mustakim (dalam Dalman, 2014: 106) analogi
adalah suatu bentuk perbandingan dengan cara menyamakan
dua hal yang berbeda. Analogi adalah bentuk pengungkapan
suatu objek yang dijelaskan dengan objek lain yang memiliki
kesamaan atau kemiripan (Kuntarto, 2008: 160).
Model pengembangan dengan cara analogi bertujuan
untuk memperjelas gagasan yang diungkapkan. Pengembangan

74
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
paragraf dengan cara analogi biasanya menggunakan kata-kata
kiasan yaitu ibaratnya, seperti, dan bagaikan.
Berikut contoh pengembangan paragraf dengan cara
analogi.
Ikan adalah hewan yang tidak dapat hidup dan
berkembang biak tanpa air. Ternyata belut juga seperti itu,
tidak dapat hidup dan berkembang biak tanpa air. Jadi, kedua
jenis makhluk hidup ini tidak dapat hidup tanpa air.
Contoh:
Ia berdiri di depanku dengan wajah merah padam.
Matanya melotot bagaikan memancarkan api. Sambil memukul
meja di sampingnya Ia berteriak tidak terkendali. Suaranya
menggelegar, mengejutkan seperti guntur di musim panas.
Semua yang hadir terdiam dan mengerut seperti bekicot
disiram garam.
4. Cara Contoh
Pengembangan dengan cara contoh merupakan suatu
jenis pengembangan paragraf yang dilakukan dengan cara
memberikan beberapa contoh sebagai penjelas gagasan yang
dikemukakan.
Paragraf berisi contoh-contoh digunakan untuk memberi
bukti atau penjelasan terhadap generalisasi yang sifatnya
umum, agar pembaca dapat dengan mudah menerimanya.

75
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Pengembangan paragraf dengan contoh diungkapkan dengan
kata seperti, misalnya, contohnya, dan lain-lain.
Berikut pengembangan paragraf dengan cara contoh.
Manusia memiliki dua tipe yakni tipe introver dan
ekstrover. Tipe ekstrover adalah orang-orang yang
perhatiannya diarahkan ke luar dirinya, kepada orang lain,
kepada masyarakat. Orang yang tergolong tipe ekstrover
memiliki sifat-sifat tertentu, contohnya berhati terbuka, lancar
dalam pergaulan, ramah tamah, penggembira, mudah
memengaruhi, dan mudah dipengaruhi orang lain.
5. Cara Sebab-Akibat
Pengembangan paragraf dengan cara sebab akibat
menggunakan ungkapan seperti, padahal, akibatnya, oleh
karena itu, dan karena. Menurut Finoza (2009: 209) metode
sebab-akibat dan akibat-sebab (kausalitas) dipakai untuk
menerangkan sesuatu kejadian dan akibat yang ditimbulkannya
atau sebaliknya.
Penalaran tentang hubungan sebab-akibat antara fakta-
fakta atau peristiwa-peristiwa dapat dilakukan menurut apa
yang lebih dahulu diketahui: dari sebab ke akibat, dari akibat
ke sebab, atau bahkan dari akibat ke akibat (Akhadiah, 1988:
50). Penyajian melalui tulisan juga dapat dilakukan menurut
urutan pemikiran. Jadi, tulisan dapat dimulai dengan

76
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
mengemukakan suatu peristiwa atau gejala yang kemudian
diikuti dengan uraian tentang akibatnya, atau sebaliknya.
Berikut contoh pengembangan paragraf sebab-akibat.
Menulis itu menyenangkan. Kesenangan itu dihasilkan
oleh keberhasilan menulis naskah. Keberhasilan itu dapat
memberikan kepuasan kognitif, afektif, dan psikis. Selain itu,
menulis dapat menghasilkan kreativitas baru yang dapat
memberikan kepuasan akademik. Oleh karena itu, mulailah
menulis. Sebab menulis itu menyenangkan dan memberikan
kepuasan.
6. Cara Definisi
Pengembangan dengan cara definisi adalah suatu model
pengembangan paragraf yang dilakukan dengan cara
memberikan definisi atau pengertian terhadap masalah yang
sedang dibahas.
Kata-kata yang digunakan dalam pengembangan paragraf
cara definisi, yakni: adalah, yaitu, ialah. Dalman (2014: 108)
memberikan batasan bahwa definisi merupakan salah satu cara
pengembangan paragraf yang bertujuan menerangkan masalah
apa yag sedang dibahas. Hal yang perlu diperhatikan dalam
membuat definisi, kata atau istilah yang akan didefinisikan di
dalam teks definisi tidak boleh diulang.
Berikut contoh pengembangan paragraf definisi.

77
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Apakah Hypnosis itu? Hypnosis adalah kata keterangan
tentang suatu keadaan. Selain itu hyonosis merupakan suatu
kondisi relaks, fokus, dan konsentrasi, ditandai dengan sensor-
sensor panca indera manusia menjadi jauh lebih aktif sehingga
pada kondisi ini sering terjadi fenomena di luar nalar manusia
(Faridah, 2016: 4).
7. Cara Klasifikasi
Pengelompokan benda-benda atau nonbenda yang
memiliki persamaan ciri seperti sifat, bentuk, ukuran, dan lain-
lain dapat dikelompokkan dengan menggunakan metode
klasifikasi. Menurut Dalman (2014: 109) pengembangan
paragraf dengan cara klasifikasi adalah pengembangan paragraf
yang mengelompokkan masalah berdasarkan persamaannya
dengan suatu masalah yang sedang dibahas. Melalui cara ini
diharapkan agar pembaca lebih mudah memahami informasi
yang disajikan.
Berikut contoh pengembangan paragraf dengan cara
klasifikasi.
Sampel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi
dua kelas, yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas
eksperimen yaitu kelas yang diberi perlakuan berupa model
atau media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian.
Kelas kontrol yaitu kelas yang tidak diberikan perlakuan

78
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
berupa model atau media pembelajaran yang digunakan dalam
penelitian.
8. Cara Fakta
Pengembangan dengan cara fakta merupakan suatu jenis
pengembangan paragraf yang dilakukan dengan cara
menyertakan sejumlah fakta atau bukti-bukti untuk
memperkuat pendapat yang dikemukakan (Sugihastuti dan Siti,
2016: 275).
Berikut contoh pengembangan paragraf dengan cara
fakta.
Suasana lebaran biasanya begitu semarak di negeri kita
ini. Kita semua bersukaria bersyukur kepada Tuhan karena
masih diberi kesempatan untuk melaksanakan lebaran. Saling
bermaaf-maafan adalah tradisi yang tak bisa terlupakan ketika
selesai berlebaran.
9. Cara Proses
Proses merupakan suatu urutan tindakan atau perbuatan
untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu. Berikut contoh
pengembangan paragraf dengan cara proses.
Proses pembuatan kue Nagasari. Mula-mula, siapkan
adonan tepung maizena dicampur dengan santan, gula dengan
perbandingan tertentu yang ideal sesuai dengan banyaknya
kue nagasari yang akan dibuat. Kemudian, adonan dimasak
hingga padat. Sementara adonan dimasak, siapkan daun

79
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
pisang dan buah pisang yang telah dipotong-potong. Setelah
itu, bungkus buah pisang dengan adonan yang telah dimasak.
Lalu, kukus nagasari hingga matang. Kini kue nagasari siap
disantap.

80
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
BAB VIII
PENGUMPULAN DATA, KUTIPAN, CATATAN KAKI,
DAN BIBLIOGRAFI

P
ada bab ini dikemukakan hal-hal penting terkait
penulisan karya ilmiah. Adapun materi yang
dibahas pada bab ini, yaitu (a) pengumpulan data,
(b) kutipan, (c) catatan kaki, dan (d) bibliografi atau daftar
pustaka.

A. Pengumpulan Data
Menurut Dalman (2014: 56) langkah pertama yang harus
ditempuh dalam pengumpulan data adalah mencari informasi dari
kepustakaan mengenai hal-hal yang ada relevansinya dengan judul
tulisan. Informasi yang relevan diambil sari dan dicatat pada kartu
informasi. Di samping pencarian informasi dari kepustakaan,
penyusun juga dapat memulai ke lapangan. Akan tetapi, sebelum
ke lapangan, penyusun dapat meminta izin terlebih dahulu kepada
pemerintah setempat. Data di lapangan dapat dikumpulkan
melalui pengamatan (observasi), wawancara, atau eksperimen
(percobaan).

B. Kutipan
Kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat dari seorang
pengarang atau ucapan seseorang yang terkenal baik yang terdapat

81
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
dalam buku-buku maupun majalah (Keraf dalam Jauhari, 2013:
204). Kutipan ditulis untuk menegaskan isi uraian, memperkuat
pembuktian, dan kejujuran menggunakan sumber penulisan.
Adapun prinsip-prinsip mengutip sebagai berikut: 1) tidak
mengadakan perubahan, 2) jika ada kesalahan, tidak perlu
dibetulkan, dan 3) menghilangkan bagian kutipan bisa di awal, di
akhir, atau satu paragraf.
1. Cara Penulisan Nama Pengarang pada Kutipan
Tata cara penulisan nama pengarang menurut mengikuti
aturan berikut:
a. Penulisan nama pengarang pada kutipan dilakukan dengan
menggunakan nama pengarang (nama akhir jika nama
pengarang lebih dari satu unsur), tahun, dan halaman di
antara tanda kurung.
Contoh:
Menurut Jauhari (2013: 3) ... .
b. Jika terdiri atas dua nama pengarang, nama pengarang
pertama yang ditulis dengan menyebutkan nama akhir lebih
dahulu, sedangkan nama pengarang yang kedua ditulis
menurut urutan nama biasa.
Contoh:
Buku yang dikarang oleh Zaenal Arifin dan Amran Tasai,
tahun 2015 penulisan kutipan dilakukan dengan cara berikut.
Menurut Arifin dan Tasai (2015: 45) bahwa ... .

82
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
c. Jika pengarang lebih dari dua orang, penulisan kutipan
dilakukan dengan cara menulis nama pertama dari penulis
tersebut diikuti dkk.
Contoh:
Sugihastuti, dkk. (2016: 5) menyatakan bahwa ...
d. Jika nama penulis tidak disebutkan, yang dicantumkan
dalam rujukan adalah nama lembaga yang menerbitkan,
nama dokumen yang diterbitkan, atau nama koran.
Contoh:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012: 15)
menyatakan bahwa...
e. Jika karya terjemahan, cukup menuliskan nama asli
penerjemah diikuti tahun terjemahan.
Contoh:
Buku yang dikarang oleh Stephanie Merrit tahun 2006,
diterjemahkan oleh Fiersyah pada tahun 2008, cara penulisan
dapat dilakukan sebagai berikut:
Menurut Fiersyah (2008: 22) bahwa ... .
2. Kutipan Langsung
a. Kutipan langsung disalin sama dengan teks aslinya dalam
hal susunan kata dan tanda bacanya, termasuk sumber-
sumber berbahasa Indonesia yang masih menggunakan
ejaan lama.

83
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
b. Kutipan langsung sepanjang dua baris atau kurang
dimasukkan ke dalam teks dengan menggunakan tanda kutip
(“...”)
c. Kutipan yang terdiri atas tiga baris atau lebih ditulis terpisah
dari teks dengan jarak satu spasi (single), tanpa tanda kutip.
Bila dalam kutipan ada paragraf baru, maka dimulai dengan
jarak tujuh ketukan dari margin kiri.
d. Kutipan dari bahasa asing harus diterjemahkan dan
dikomentari. Pada bagian akhir terjemahan kutipan asing
harus dikemukakan sumber terjemahan atau nama
penerjemahnya.
3. Kutipan Tidak Langsung
Kutipan tidak langsung bisa berupa saduran atau
parafrase. Saduran adalah kutipan yang tidak persis sama
dengan teks aslinya, terutama dalam penggunaan kata atau
tanda bacanya. Adapun parafrase, biasa juga disebut kutipan
isi, yakni kutipan yang hanya mengambil intisari dari kalimat-
kalimat atau uraian yang terdapatdalam sumber yang dikutip.
Saduran atau parafrase bisa dimasukkan dalam teks,
diketik dengan margin dan spasi sama dengan teks biasa (dua
spasi atau double). Untuk mempertegas bahwa uraian yang
ditulis adalah saduran atau parafrase, maka teks saduran atau
parafrase tersebut didahului oleh nama orang yang
mengemukakan pendapat atau pernyataan yang akan dikutip.

84
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
C. Catatan Kaki
Catatan kaki adalah keterangan atas teks karangan yang
ditempatkan pada kaki halaman karangan yang bersangkutan.
Catatan kaki dapat berupa rujukan bahan penulisan yang dijadikan
sumber dan dapat pula berupa keterangan tambahan (Widjono,
2012: 98).
1. Fungsi Catatan Kaki
a. Catatan kaki yang berupa referensi
1) Fungsi Akademis
a) Memberikan dukungan argumentasi atau pembuktian
b) Pembuktian (rujukan) kutipan naskah
c) Memperluas makna informasi bahasan dalam naskah
d) Penunjukan adanya bagian lain dalam naskah yang
dapat ditelusuri kebenaran faktanya
e) Menunjukkan objektivitas kualitas karangan
f) Memudahkan penilaian sumber data
g) Memudahkan pembedaan data pustaka dan keterangan
tambahan
h) Mencegah pengulangan penulisan data pustaka
i) Memudahkan peninjauan kembali penggunaan
referensi
j) Memudahkan penyuntingan data pustaka
k) Menunjukkan kualitas kecerdasan akademis
penulisnya

85
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
2) Fungsi Etika (moral)
a) Pengakuan dan penghargaan kepada penulis sumber
informasi
b) Menunjukkan kualitas ilmiah yang tinggi
c) Menunjukkan kecermatan yang lebih akurat
d) Menunjukkan etika dan kejujuran intelektual, bukan
plagiat, dan
e) Menunjukkan kesantunan akademis pribadi
penulisnya.
3) Fungsi Estetika
a) Mempertinggi nilai keindahan perwajahan
b) Membentuk variasi format penulisan
c) Memberikan kesan dinamis sehingga lebih menarik,
dan
d) Menyenangkan pembacanya.
b. Catatan kaki yang berupa keterangan tambahan
1) Memberikan penjelasan (keterangan) tambahan,
2) Memperjelas konsep, istilah, definisi, komentar, atau
uraian tambahan tanpa mengganggu proses pemahaman
uraian,
3) Tidak mengganggu fokus analisis atau pembahasan,
4) Meningkatkan kualitas karangan, dan
5) Mempertinggi nilai estetika.

86
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
2. Penulisan Catatan Kaki
a. Secara umum penulisan unsur-unsur catatan kaki
Unsur-unsur penulisan catatan kaki menurut STAIM
Sinjai (2013: 43), yaitu:
1) Nama penulis ditulis lengkap sesuai nama yang
tercantum dalam karyanya yang dikutip, tidak ada
pembalikan nama seperti dalam kepustakaan. Pangkat
atau gelar akademik, seperti Prof., Dr., K.H., Ir., dan
sebagainya tidak perlu dicantumkan.
2) Judul tempat sumber dikutip, diketik italic character
(dicetak miring).
3) Data terbitan sumber yang dikutip, mencakup cetakan
atau edisi keberapa, nama kota tempat terbit, tahun terbit.
4) Halaman tempat teks yang dikutip yang disingkat dengan
“hlm”.
b. Ibid., op.cit. dan loc.cit
Singkatan ini digunakan untuk memendekkan penulisan
informasi pustaka dalam catatan kaki. Penulisan harus
memperhatikan persyaratan baku yang sudah lazim.
1) Ibid.
a) Ibid singkatan kata ibidium berarti di tempat yang sama
dengan di atasnya.
b) Ibid ditulis di bawah catatan kaki yang mendahuluinya.

87
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
c) Ibid tidak dipakai apabila telah ada catatan kaki lain yang
menyelinginya.
d) Ibid diketik atau ditulis dengan huruf kapital pada awal
kata, dicetak miring, dan diakhiri titik.
e) Apabila referensi berikutnya berasal dari jilid atau
halaman lain, urutan penulisan: Ibid, koma, jilid,
halaman.
2) Op. Cit (Opere Citato)
a) Op. Cit singkatan kata opere citato berarti dalam karya
yang telah disebut.
b) Merujuk buku sumber yang telah disebutkan dan
diselingi sumber lain.
c) Ditulis dengan huruf kapital pada awal suku kata, dicetak
miring, setiap suku kata diikuti titik, dan
d) Urutan penulisan: nama pengarang, nama panggilan
nama famili, op.cit. nama buku, halaman.
3) Loc. Cit. (loco citato)
a) Loc. Cit. Singkatan loco citato, berarti di tempat yang
telah disebutkan,
b) Merujuk sumber data pustaka yang sama yang berupa
buku kumpulan esai, jurnal, ensiklopedi, atau majalah;
dan telah diselingi sumber lain.
c) Kutipan bersumber pada halaman yang sama kata loc.cit
tidak diikuti nomor halaman,

88
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
d) Jika halaman berbeda kata loc.cit diikuti nomor halaman,
dan
e) Menyebutkan nama keluarga pengarang.
3. Referensi Buku, Jurnal, Majalah, dan Surat Kabar
a. Satu Pengarang
1) Nama pengarang ditulis sesuai dengan nama pengarang
pada buku, tanpa gelar akademik
2) Setelah nama pengarang diberi tanda koma
3) Judul buku dicetak miring
4) Setelah judul buku diikuti informasi buku, subjudul, jilid,
edisi; tidak diikuti koma atau titik
5) Informasi penerbitan diapit tanda kurung dengan urutan
nama kota, penerbit, dan tahun
6) Setelah kurung tutup, diberi koma
7) Dapat diikuti kata halaman (disingkat hlm atau h, dapat
juga tanpa kata halaman) nomor halaman angka arab, dan
diakhiri dengan titik.
Contoh:
1
Gorys Keraf, Komposisi, (Flores: Nusa Indah, 1994), h.
63-70.
b. Dua Pengarang
1) Kedua pengarang ditulis sesuai dengan nama pengarang
di buku, dan diikuti koma,
2) Judul buku dicetak miring

89
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
3) Setelah judul buku diikuti informasi buku, subjudul, jilid,
edisi; tidak diikuti koma atau titik
4) Informasi penerbitan diapit tanda kurung dengan urutan
nama kota, penerbit, dan tahun
5) Setelah kurung tutup, diberi koma
6) Dapat diikuti kata halaman (disingkat hlm atau h, dapat
juga tanpa kata halaman) nomor halaman angka arab, dan
diakhiri dengan titik.
Contoh:
1
E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa
Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 1996), h. 121-140.
c. Tiga Pengarang
1) Ketiga nama pengarang ditulis seluruhnya
2) Tidak menggunakan singkatan et.al. atau dkk.
3) Setelah nama pengarang diberi tanda koma,
4) Judul buku dicetak miring
5) Antara judul buku dan informasi buku (subjudul, jilid,
edisi) tidak diikuti koma atau titik
6) Informasi penerbitan diapit tanda kurung dengan urutan
nama kota, penerbit, dan tahun. Setelah kurung tutup,
diberi koma dapat diikuti kata halaman (disingkat hlm
atau h, dapat juga tanpa kata halaman)
7) Nomor halaman angka arab, dan diakhiri dengan titik.

90
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
d. Lebih dari Tiga Pengarang
1) Nama pengarang pertama diikuti singkatan dkk (dan
kawan-kawan) atau et.al. (et alli), boleh memilih
singkatan et.al atau singkatan bahasa Indonesia dkk,
tetapi harus konsisten, tidak berganti-ganti. Rujukan
berbahasa asing, misalnya Inggris, gunakanlah et.al. jika
rujukan bersumber pada bahasa Indonesia gunakanlah
dkk.
2) Antara nama dan singkatan pengarang tidak dibubuhi
koma.
3) Nama pengarang diikuti tanda koma,
4) Judul buku dicetak miring diikuti koma,
5) Judul buku dan subjudul, jilid, atau edisi tidak dipisahkan
koma atau titik,
6) Informasi penerbitan diapit tanda kurung dengan urutan
nama kota, penerbit, dan tahun. Setelah kurung tutup,
diberi koma, dapat diikuti kata halaman (disingkat hlm
atau h, dapat juga tanpa kata halaman).
7) Nomor halaman ditulis dengan angka arab dan diakhiri
dengan titik.
e. Institusi sebagai Penulis
Contoh:
1
Biro Pusat Statistik, Proyeksi Angkatan Kerja Indonesia
Sampai Tahun 2000 (Jakarta: BPS, 1982), h.1.

91
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
f. Terjemahan
Contoh:
1
Arthur J. Keown et.al., Dasar-dasar Manajemen
Keuangan, Buku 2,7th ed. Terj. Chaerul D. Djakman, dan Dwi
Sulistyorini, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), h. 456.
g. Artikel dalam Jurnal, Majalah, dan Surat Kabar
1) Susunan Artikel dalam Jurnal
a) Nomor urut pengarang dengan huruf kecil
menggantung, rapat dengan garis margin kiri diikuti
nama pengarang, koma,
b) Judul artikel diapit tanda petik diikuti koma,
c) Nomor volume diikuti titik dua (:) diikuti nomor
halaman, diikuti koma,
d) Bulan dan tahun penerbitan diapit kurung dan diikuti
koma, diikuti nomor halaman dan ditutup dengan titik.
Contoh:
1
Syamsul Arifin, “Konflik dan Harmonitas Sosial
dalam Relasi dengan Sesama,” Jurnal Character
Building, 1: 1, (Jakarta, Juli 2004), h. 21-33.
2) Majalah
Urutan unsur yang dituliskan: nomor urut catatan kaki,
nama pengarang, judul artikel (diapit tanda petik), nama
majalah 9dicetak miring), nomor dan tanggal penerbitan, dan
halaman.

92
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Contoh:
1
Dedi Humaedi, “Kiat Perusahaan Hidup untuk Hidup
Terus,” Swasembada, 16/XX/5-10 Agustus 2009, h. 107-109.
3) Surat Kabar
Urutan unsur yang dituliskan: nama pengarang (kalau
tidak ada nama tulsikan halaman pembahasan, misalnya: opini,
tajuk), judul artikel (diapit tanda petik), nama surat kabar
(dicetak miring), dan tanggal dan tempat penerbitan.
Contoh:
1
Putut EA, “Rumah Hujan,” Media Indonesia 20 Juni
2004, h. 13.

D. Bibliografi (Daftar Pustaka)


1. Penulisan Bibliografi (Daftar Pustaka)
Penulisan bibliografi meliputi: a) daftar pustaka disusun
menurut abjad pengarang, tanpa nomor urut; b) judul buku
dicetak miring; c) jarak antara butir buku dua spasi, dan d)
jarak dalam butir pustaka satu spasi. Berikut cara penulisan
daftar pustaka, yaitu:
a. Satu Pengarang
Cara penulisan:
1) Urutan nama pengarang disusun dari belakang ke depan
mengikuti urutan dalam buku kecuali nama Tionghoa.

93
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
2) Jika penulis adalah suatu badan atau instansi, yayasan,
departemen, komite, organisasi, dan pusat, nama badan-
badan tersebut menggantikann tempat nama
pengarang/penulis.
3) Jika tidak ada nama pengarang atau penulis, dimulai
dengan nama buku
4) Nama buku dicetak miring
5) Jika ada lebih dari satu nama kota, diambill nama yang
pertama
6) Jika tidak ada angka tahun, berilah angka tahun terakhir.
Angka tahun biasanya terdapat pada sampul dalam buku.
Jika tidak ada juga, berilah singkatan t.th (tanpa tahun)
Contoh:
Munandar, Utami, Pengembangan Kreatifitas Anak
Berbakat, Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
b. Dua Pengarang
Contoh:
Crow, Lester and Alice Crow, Educational
Psychology, New York: American Book Company, 1999.
Catatan:
Penulis dengan dua pengarang atau lebih, nama
pertama dibalik, penulis kedua dan seterusnya tidak
dibalik.

94
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
c. Tiga Pengarang
Contoh:
Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H.
Ridwan, Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa
Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1999.
d. Lebih dari Tiga Pengarang
Contoh:
Sukardi, Dewa Ketut, dkk., Pengantar Pelaksanaan
Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta:
Rineka Cipta, 2000.
e. Rujukan dari Buku yang berisi Kumpulan Artikel (ada
editor atau penyunting)
Sama halnya menulis rujukan dari buku ditambah
dengan tulisan (Ed.) jika ada satu editor dan (Eds.) jika
editornya lebih dari satu, di antara nama penulis dan tahun
penerbitan.
Contoh:
Letheridge, S. Dan Cannon, C.R. (Eds.), Bilingual
Education: Teaching English as a Second Language. New
York: Praeger, 1980.
f. Kumpulan esai, bunga rampai, himpunan makalah
Contoh:
Himpunan Karangan Ilmiah di Bidang Perkotaan dan
Lingkungan, Masalah Perkotaan, Jakarta: Bapedalda
Provinsi DKI Jakarta, 2000-2001.

95
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
g. Terjemahan
Cara penulisan:
1) Nama penulis/pengarang asli, judul buku asli atau
terjemahan (sesuai dengan buku sumber), terjemahan
(terj.) dan nama penerjemah.
2) Jika tidak ada nama pengarang asli dalam terjemahan,
judul buku terjemahan ditulis di tempat nama pengarang.
Contoh:
Amstrong, Thomas, Sekolah Para Juara
Menerapkan Multiple Intelligence di Dunia Pendidikan,
terj. Yudhi Martanto, Bandung: Kaifa, 2002.
h. Artikel dalam jurnal dan makalah
Cara penulisan:
1) Judul artikel dalam tanda petik ganda
2) Koma diberikan sebelum tanda petik ganda terakhir
3) Angka romawi menyatakan volume atau tahun, dan
angka arab menunjukkan halaman
4) Petunjuk yang sama ini berlaku pula bagi pengutipan
artikel dari sebuah ensiklopedia, bunga rampai, atau bab
dalam buku.
5) Nama buku, judul majalah, dan ensiklopedia mendapat
garis bawah atau dicetak miring.
Contoh:

96
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Nur Hidayat, “Analisis Perbandingan Laporan
Keuangan Fiskal vs Laporan Keuangan Komersil,” Jurnal
Perpajakan Indonesia, 1: 10, 32-39 (Jakarta, Mei 2002).
i. Tajuk rencana, artikel tanpa nama
Contoh:
Tajuk Rencana, “Membangun Perangkat Lunak
Demokrasi,” Kompas, 24 September 2004.
j. Wawancara, interview radio, dan televisi
Contoh:
Natabaskara, Roni, Interview Televisi, “Pentingnya
Penyuluhan untuk Membuat Masyarakat Berpikir Logis,”
Rajawali Citra Televisi Indonesia, Jakarta 14 Agustus 2004.
k. Disertasi diterbitkan
Contoh:
Siwi Purwanti, Partisispasi Remaja dalam
Penghijauan Kota: Survei pada Remaja di Kelurahan
Sukapura Jakarta Utara, Disertasi Universitas Negeri
Jakarta, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
2. Skripsi, Tesis, dan Disertasi tidak diterbitkan
Nama penulis ditulis paling depan, diikuti judul skripsi,
tesis, atau disertasi ditulis dengan cetak miring diikuti dengan
pernyataan skripsi, tesis, atau disertasi tidak diterbitkan, nama
kota tempat perguruan tinggi, nama perguruan tinggi, dan
tahun yang tercantum dalam sampul.

97
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Contoh:
Hermana Sumantri, “Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan
Sosial dan Beberapa Faktor Psikologis yang
Mempengaruhinya,” Disertasi tidak diterbitkan. Universitas
Negeri Jakarta, Jakarta, 2000.
3. Bersumber pada internet
Contoh:
Kumaidi. 1988. “Pengukuran Bekal Awal Belajar dan
Pengembangan Tesnya.” Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online),
Jilid 5, No. 4, (http://www. Malangac.id, diakses 20 Januari
2000).
4. Rujukan dari Internet berupa E-mail Pribadi
Rujukan dari internet berupa email pribadi menurut Tim
Penyusun FKIP Unismuh Makassar (2012: 58-59), nama
pengirim (jika ada) disertai dalam kurung (alamat e-mail
pengirim), diikuti secara berturut-turut dengan tanggal, bulan,
tahun, topik isi bahan (dicetak miring), nama yang dikirimi
disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail yang dikirimi)
Contoh:
Davis, A. (a.davis@uwts.edu.au). 10 Juni 1996, Learning
to Use Web Authoring Tools. E-mail kepada Alison Hunter
(huntera@usq.edu.au).

98
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
5. Penyusunan Bibliografi
a. Penyusunan Bibliografi Cara Pertama
Penyusunan bibliografi cara pertama, yaitu:
1) Nama pengarang (susunan: nama kedua, koma, nama
pertama)
2) Judul buku; judul artikel, nama jurnal vol. No.
/majalah/surat kabar; judul esai, nama buku kumpulan
esai; judul karangan/penjelasan kata (istilah), nama
ensiklopedia.
3) Nama kota
4) Nama penerbit
5) Tahun penerbitan
b. Penyusunan Bibliografi Cara Kedua
Susunan bibliografi cara kedua, yaitu:
1) Nama pengarang, titik,
2) Tahun penerbitan, titik,
3) Judul karangan, buku, jurnal, makalah, kumpulan esai,
titik,
4) Nama kota, titik dua
5) Nama penerbit, titik

99
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
BAB IX
RINGKASAN, RESENSI DAN LAPORAN

P
ada bab ini dibahas tiga bagian, yaitu (a)
ringkasan, (b) resensi, dan (c) laporan. Untuk itu,
cermatiah materi berikut ini.

A. Ringkasan
1. Pengertian
Ringkasan (precis) merupakan cara yang efektif untuk
menyajikan suatu tulisan yang panjang dalam bentuk singkat
dan padat. Kata precis berarti memotong atau memangkas.
Ibarat tulisan adalah sebatang pohon, memangkas sebatang
pohon hingga tinggal batang, cabang-cabang, ranting-ranting,
beserta daun yang diperlukan, namun tetap mempertahankan
esensi dari pohon itu.
2. Cara Meringkas
Beberapa hal yang dilakukan untuk membuat ringkasan
yang baik, yaitu:
a. Peringkas membaca naskah asli seluruhnya beberapa kali
untuk mengetahui kesan umu, maksud, serta sudut pandang
penulis asli. Untuk itu, judul dan daftar isi tulisan dapat
dijadikan pegangan.
b. Peringkas mencatat gagasan utama atau gagasan yang
penting atau menggarisbawahinya. Fungsi catatan ini adalah

100
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
untuk memudahkan peringkas meneliti kembali apakah
pokok-pokok yang dicatat itu penting atau tidak. Jika masih
ada gagasan yang tidak penting, gagasan tersebut dapat
dihilangkan. Selain itu, catatan ini berfungsi menjadi dasar
bagi proses reproduksi naskah selanjutnya.
c. Peringkas mereproduksi bacaan. Peringkas menyusun
kembali suatu bacaan secara singkat (ringkasan)
berdasarkan gagasan utama yang dicatat dalam langkah
kedua di atas. Dalam proses ini gunakan kalimat-kalimat
sendiri, rangkai gagasan-gagasan itu ke dalam tulisan tanpa
menghilangkan kekhasan penulis asli.
d. Selain ketiga ketentuan di atas, ada ketentuan tambahan
yang masih perlu diperhatikan pada waktu menyusun
ringkasan.
1) Gunakan kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk.
2) Ringkaslah kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata;
gagasan yang panjang diganti dengan gagasan sentral
saja.
3) Jika perlu, semua keterangan atau kata sifat dibuang. Jika
akan dipertahankan, gunakan untuk menjelaskan gagasan
utama.
4) Pertahankan susunan gagasan asli serta ringkaslah
gagasan itu sesuai dengan urutan tulisan asli. Jangan
memasukkan gagasan, komentar, dan interpretasi
peringkas ke dalam ringkasan.

101
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
B. Resensi
1. Batasan Resensi
Resensi merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah
yang lebih bersifat subjektif. Meskipun demikian dalam
menulis resensi, haruslah seobjektif mungkin, terlepas dari
unsur subjektif penilainya. Oleh karena itu, kelebihan dan
kelemahan isi buku hendaknya disampaikan secara fakta.
Resensi adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menilai
baik tidaknya sebuah buku, dalam hal ini yang dinilai adalah
keunggulan dan kelemahan buku (baik fiksi maupun nonfiksi).
Secara etimologis resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu kata
kerja revidere dan recensere, yang berarti melihat kembali,
menimbang, atau menilai.
Arti yang sama untuk istilah itu dalam bahasa Belanda
dikenal dengan istilah recensie, sedangkan dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah review. Di Indonesia, resensi
sering diistilahkan dengan timbangan buku, tinjauan buku, dan
bedah buku (Oktavianawati dalam Dalman, 2014: 165).
Batasan resensi menurut (Arifin dan Tasai, 2015: 235-
236), suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah karya
atau buku. Resensi dapat juga dikatakan sebagai suatu
komentar atau ulasan seorang penulis atau sebuah hasil karya,
baik buku, film, karya seni, maupun produk yang lain. Misal,
buku karya ilmiah, laporan hasil penelitian, majalah ilmiah,

102
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
novel, cerpen, drama/lakon dan sejenisnya dapat diresensi.
Komentar atau ulasan hendaklah faktual, objektif, dan bertolak
dari pandangan yang positif. Komentar atau ulasan tersebut
menyajikan kualitas sebuah karya, baik yang berhubungan
dengan keunggulan maupun kekurangan buku, berkenaan
dengan kelebihan dan kelemahan karya tersebut.
Resensi adalah ulasan atau penilaian sebuah hasil karya,
buku, film, produk teknologi, dan lain-lain. Resensi buku
berupaya menyajikan penilaian objektivitas kualitas buku
sehingga dapat menjembatani keinginan penulis kepada
pembacanya. Penilaian berhubungan dengan keahlian dan
pengalaman pengarang atas karya yang diresensi, analisis
penyajian materi, analisis teknik penyajian, analisis kebahasan,
ekunggulan atau kekuatan topik dan pembahasan, kekuatan
ekspresi, kekuatan intelektual yang dapat memotivasi pembaca
resensi untuk membaca bukunya secara langsung (Widjono,
2012: 380).
Menurut Keraf (dalam Dalman, 2014: 166), resensi
adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah karya.
Sejalan dengan pendapat Keraf, menurut Isdriani K. Pudji
(2005: 152) resensi adalah tulisan mengenai nilai sebuah hasil
karya atau buku.
Definisi resensi menurut Wijayanti, dkk. (2013: 178),
resensi adalah tulisan dalam bentuk sederhana dengan

103
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
mengungkapkan kembali isi secara ringkas, mengulas, serta
memberikan penilaian atas tulisan. Tujuan penulisan resensi
umumnya menginformasikan hal-hal yang termuat dalam
sebuah tulisan secara sekilas kepada pembaca. Dengan resensi,
pembaca dapat memutuskan apakah tulisan tersebut patut
dibaca secara lebih mendalam atau tidak.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tentang resensi,
dpaat disimpulkan bahwa resensi adalah tulisan ilmiah yang
membahas isi sebuah buku, termasuk keunggulan dan
kelemahan untuk diberitahukan kepada pembaca.
2. Tujuan Menulis Resensi
Sebagaimana jenis tulisan lainnya, menulis resensi juga
memiliki tujuan. Secara umum tujuan merensi buku adalah
menginformasikan isi buku tentang yang ditulis dan dibahas
kepada masyarakat luas khususnya pembaca. Tujuan
meresensi buku (Arifin dan Tasai, 2015: 236) bermacam-
macam. Pertama, penulis resensi ingin menjembatani keinginan
atau selera penulis kepada pembacanya. Kedua, penulis resensi
ingin menyampaikan informasi kepada pembaca tentang layak
atau tidak layak sebuah buku atau hasil karya mendapat
sambutan masyarakat atau tidak. Ketiga, penulis resensi
berupaya memotivasi pembacanya untuk membaca buku
tersebut secara langsung. Keempat, penulis resensi dapat pula
mengkritik, mengoreksi, atau memperlihatkan kualitas buku,

104
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
baik kelebihan maupun kekurangannya. Kelima, penulis
resensi mengharapkan memperoleh honorarium atau imbalan
dari media cetak yang memuat resensinya, baik majalah
maupun surat kabar.
Tujuan menulis resensi menurut Daniel (1997: 2), yaitu:
a. Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif
tentang apa yang tampak dan terungkap dalam sebuah buku.
b. Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan
mendiskusikan lebih jauh fenomena atau problema yang
muncul dalam sebuah buku.
c. Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah sebuah
buku pantas mendapat sambutan dari masyarakat.
d. Menjawab pertanyaan yang timbul jika seseorang melihat
buku yang baru terbit seperti: pengarang, mengapa menulis
buku itu, bagaimana hubungannya dengan buku-buku
sejenis karya pengarang yang sama, dan hubungan dengan
buku sejenis karya pengarang lain.
3. Jenis-jenis Resensi
Berdasarkan sudut pandang atau sudut tinjauan yang
digunakan, resensi dibagi menjadi dua, yakni: a) resensi
berdasarkan media atau forum sajiannya dan b) resensi
berdasarkan isi resensi atau isi sajiannya. Berdasarkan media
tau forumnya, resensi buku dibagi menjadi dua, yakni: (a)
resensi ilmiah dan (b) resensi ilmiah popular. Resensi ilmiah

105
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
menggunakan tata cara keilmuan tertentu, menggunakan
rujukan atau acuan, dan bahasa resmi dan baku serta yang
dipaparkan lengkap. Sementara itu, resensi ilmiah popular
tidak menggunakan rujukan atau acuan tertentu.
Berdasarkan isi sajian atau isi resensi, (Dalman, 2014:
168) mengemukakan bahwa resensi buku digolongkan menjadi
tiga jenis, yaitu:
a. Resensi Informatif
Resensi informative hanya berisi informasi tentang hal-
hal dari suatu buku. Pada umumnya resensi informatif hanya
ringkasan dan paparan mengenai apa isi buku atau hal-hal yang
berkaitan dengan suatu buku.
b. Resensi Evaluatif
Resensi evaluatif lebih banyak menyajikan penilaian
perensi tentang isi buku atau hal-hal yang berkaitan dengan
buku. Informasi tentang isi buku hanya disajikan sekilas saja,
bahkan hanya dijadikan ilustrasi.
c. Resensi Informatif-Evaluatif
Resensi informatif-evaluatif merupakan perpaduan dua
jenis resensi. Resensi jenis ini selain menyajikan ringkasan
buku atau hal-hal penting yang ada pada buku juga menyajikan
penilaian peresensi tentang isi buku.

106
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
4. Bentuk Resensi
Menurut Wijayanti, dkk. (2013: 179), resensi berisi
semua dasar ide dan kebenaran isi penulis buku. Oleh karena
itu, resensi memperhatikan bentuk-bentuk di bawah ini.
a. Ringkasan. Dalam resensi, ditulis bentuk ringkasan yang
tidak berpihak kepada pribadi, tetapi berdasarkan fakta dan
seluruhnya objektif.
b. Deskripsi buku. Buku dipandang secara keseluruhan dengan
mengupas teknik atau gaya penulisan, kebahasaan, hingga
substansi buku.
c. Kritik. Dalam resensi, perlu pula mengkritik penulis buku,
dilihat dari kompetensi acuan pustaka yang digunakan
hingga metode penyampaiannya.
d. Apresiasi. Apresiasi dikemukakan dengan mengangkat
pendapat-pendapat pribadi penulis buku ditunjang oleh
pengalaman dan pengetahuan yang ada.
e. Praduga. Praduga berisi prasangka peresensi terhadap
penulis. Kemungkinan ada penulis yang sangat berambisi
mengejar keuntungan ekonomis atau menyatakan pendapat
yang mementingkan diri sendiri.
5. Unsur-unsur Resensi
Sistematika resensi atau bagian-bagian resensi dikenal
juga dengan istilah unsur resensi. Unsur yang membangun
resensi menurut Daniel (dalam Dalman, 2014: 171), yaitu:

107
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
a. Judul resensi
Judul resensi harus menggambarkan isi resensi. Judul
resensi harus jelas, singkat dan tidak menimbulkan
kesalahan penafsiran. Judul resensi harus menarik, sehingga
menimbulkan minat pembaca.
b. Data buku
1) Judul buku
2) Pengarang
3) Penerbit
4) Tahun terbit beserta cetakannya
5) Tebal buku
6) Harga buku
c. Pendahuluan
Pada bagian pendahuluan dimulai dengan hal-hal
berikut ini:
1) Memperkenalkan siapa pengarangnya, bentuk karya, dan
prestasi apa saja yang diperoleh.
2) Membandingkan dengan buku sejenis yang sudah ditulis,
baik oleh pengarang sendiri maupun oleh pengarang lain.
3) Memaparkan kekhasan atau sosok pengarang.
4) Memaparkan keunikan buku
5) Merumuskan tema buku
6) Mengungkapkan kritik terhadap kelemahan buku
7) Mengungkapkan kesan terhadap buku

108
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
8) Mengajukan pertanyaan
9) Membuka dialog
d. Tubuh atau pernyataan resensi buku
Tubuh atau pernyataan resensi biasanya memuat hal-
hal di bawah ini:
1) Sinopsis atau isi buku secara benar dan kronologis
2) Ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya
3) Keunggulan buku
4) Kelemahan buku
5) Rumusan kerangka buku
6) Tinjauan bahasa (mudah atau berbelit-belit)
7) Adanya kesalahan cetak
e. Penutup
Bagian akhir resensi biasanya diakhiri dengan sasaran
yang dituju oleh buku, kemudian diberikan penjelasan
mengenai cocok atau tidaknya dibaca oleh sasaran yang
ingin dituju oeleh pengarang. Selain itu, sertakan alasan-
alasan yang logis.
6. Cara Menulis Resensi
Menulis resensi berarti menyampaikan informasi
mengenai ketepatan buku bagi pembaca. Resensi menyajikan
berbagai ulasan mengenai buku tersebut dari berbagai segi.
Ulasan ini dikaitkan dengan selera pembaca dalam upaya
memenuhi kebutuhan bacaan yang dapat dijadikan acuan bagi

109
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
kepentingannya. Menurut Arifin dan Tasai (2015: 236-237),
penulis resensi seyogyanya mempertimbangkan hal-hal
berikut:
a. Landasan filosofi penulisan
Keinginan penulis tidak seluruhnya tertuang dalam
karangan, misal visi, misi, dan hakikat penulisan tidak
seluruhnya dituangkan dalam karangan. Untuk itu, penulis
resensi harus memahami sepenuhnya tujuan dari pengarang
aslinya dan penulis resensi harus menyadari sepenuhnya
maksud menulis resensi. Oleh karena itu, penulis resensi perlu
mengkaji landasan filosofi yang dijadikan dasar penulisan.
b. Harapan pembaca
Setelah membaca resensi, diharapkan pembaca akan
merasa terbantu mendapatkan informasi yang diperlukan.
Pembaca akan melihat gambaran keseluruhan isi, informasi
tentang buku dan kualitas buku tanpa melihat terlebih dahulu
buku tersebut.
c. Harapan penulis dan pembaca
Resensi berupaya mengomunikasikan harapan pembaca
dan penulis akan adanya buku yang berkualitas. Itulah
sebabnya, penulis resensi harus menginformasikan sasaran dan
terget yang diharapkan penulis bagi pembacanya.

110
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
d. Materi tulisan
Penulis resensi harus memaparkan materi yang ada dalam
buku yang akan mencapai target sasaran pembacanya. Penulis
resensi harus dapat menjembatani kemauan penulis dan
keinginan pembaca.

C. Laporan
1. Batasan Laporan
Laporan adalah bagian dari bentuk karya tulis ilmiah
yang cara penulisannya dilakukan relatif singkat. Laporan ini
biasanya dikelompokkan sebagai karya tulis ilmiah karena
berisikan hasil dari suatu kegiatan penelitian meskipun masih
dalam tahap awal.
Laporan penelitian adalah pemberitahuan proses dan
hasil penelitian. Kebenaran dalam penelitian harus bisa
dipertanggungjawabkan baik hasil maupun prosesnya.
Penelitian dilakukan karena adanya masalah. Masalah dapat
dicari melalui pembacaan jurnal-jurnal penelitian, bukti
empiris, di lapangan, serta dokumentasi. Masalah yang dibuat
manusia (peneliti) adalah masalah yang sengaja dicari bahkan
diciptakan. Hal tersebut didorong rasa ingin tahu terhadap
sesuatu dengan tujuan menambah pengetahuan.
Menurut Jauhari (2013: 112) bentuk laporan penelitian
pada dasarnya terbagi menjadi dua jenis, yakni penelitian

111
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
pribadi dan penelitian kompetitif. Penelitian pribadi biasanya
dilakukan untuk memenuhi syarat mendapat gelar akademik,
seperti skripsi, tesis, dan disertasi.
Sementara itu, penelitian kompetitif terbagi menjadi dua,
yakni penelitian perseorangan dan penelitian kelompok.
Penelitian kompetitif ialah penelitian yang didanai oleh suatu
lembaga baik swasta maupun negeri.
2. Struktur Laporan Penelitian
Struktur laporan penelitian terdiri atas bagian pembuka,
bagian inti, dan bagian penutup. Bagian pembuka menyangkut
halaman judul, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel,
daftar grafik, dan bagan atau skema, serta daftar singkatan dan
lambang. Bagian inti menyangkut pendahuluan, kajian pustaka
dan kerangka teori, metodologi penelitian, hasil dan
pembahasan, dan simpulan. Bagian penutup meliputi daftar
pustaka, daftar lampiran, dan indeks.

112
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti, dkk., Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa


Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1988.

Alwi, Hasan, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga,


Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka, 2007.

Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi


Ketiga, Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka, 2010.

Anipudin, dkk., Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas VII SMP dan
MTs, Solo: Global, 2012.

Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. Cermat Berbahasa Indonesia


untuk Perguruan Tinggi: sebagai Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK), Jakarta: Akademika
Presindo, 2015.

Atmazaki, Kiat-kiat Mengarang dan Menyunting, Padang: Citra


Darma, 2006.

Dalman, H. Menulis Karya Ilmiah, Jakarta: Rajawali Press, 2014.

Dawud, dkk. Bahasa Indonesia untuk SMU Kelas 2, Jakarta:


Erlangga. 2002.

Faridah, Modul Content, Biro Konseling Islam Fakultas


Ushuluddin dan Komunikasi Islam IAIM Sinjai, 2016.

Finoza, Lamuddin, Komposisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Diksi


Insan Mulia, 2008.

113
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Fuadi, Deti S. Ringkasan dan Bank Soal Bahasa Indonesia Untuk
SMP/MTs, Bandung: Yrama Widya, 2008.
Hs., Widjono. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembang
Kepribadian di Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Grasindo,
2012.

Jauhari, Heri, Terampil Mengarang: Dari Persiapan hingga


Presentasi Dari Karangan Ilmiah hingga Sastra, Cet. I,
Bandung: Nuansa Cendekian, 2013.

Junus, Andi Muhammad dan Andi Fatimah Junus, Keterampilan


Berbahasa Tulis, Makassar: Badan Penerbit UNM, 2011.

Nensilianti, Hand Book Bahasa Indonesia, Makassar: Kukana


Learning Centre, 2002.

Pudji, Isdriani, K. Kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia,


Jakarta: Literatur Media Sukses, 2005.

Rahim, Abd. Rahman dan Thamrin Paelori, Bunga Rampai


Pembelajaran: Aplikasi Pembelajaran Kreatif Efektif dan
Menyenangkan, Makassar: Membumi Publishing, 2012.

Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Sinjai, Pedoman


Penulisan Karya Ilmiah dan Skripsi, STAI
Muhammadiyah Sinjai, 2013.

Soekanto, Soerjono dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu


Pengantar, Ed. Revisi, Cet. 46, Jakarta: Rajawali Pers,
2014.

Sugihastuti dan Siti Saudah. Buku Ajar Bahasa Indonesia


Akademik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016

Tarigan, Hendry Guntur. Menulis Sebagai Keterampilan


Berbahasa, Bandung: Angkasa, 2008.
114
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Tarigan, Hendry Guntur. Menulis Sebagai Keterampilan
Berbahasa, Bandung: Angkasa, 2009.

Tim Penyusun FKIP Unismuh Makassar, Pedoman Penulisan


Skripsi, Makassar: Panrita Press Unismuh Makassar, 2012.

Wijayanti Sri Hapsari, dkk., Bahasa Indonesia: Penulisan dan


Penyajian Karya Ilmiah, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

115
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
GLOSARIUM

Abstrak : Ikhtisar (karangan, laporan, dsb.)


Akreditasi : Pengakuan terhadap lembaga
pendidikan yang diberikan oleh badan
yang berwenang setelah dinilai bahwa
lembaga itu memenuhi syarat
kebakuan atau kriteria tertentu
Ambigu : Bermakna ganda
Analisis : Penyelidikan terhadap suatu peristiwa
(karangan, perbuatan, dsb) untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya
(sebab-musabab, duduk perkaranya,
dsb)
Analogi : Persamaan atau persesuaian antara dua
benda atau hal yg berlainan
Argumentatif : Pendapat
Borang : Format dokumen untuk
mengungkapkan data dan hasil analisis
data
Cilok : Jajanan khas berbentuk bulat terbuat
dari tepung kanji

116
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Diakritik : Tanda tambahan pada huruf yang
sedikit banyak mengubah nilai fonetis
huruf itu
Dialek : Variasi bahasa yang berbeda-beda
menurut pemakai
Dialek : Karangan ilmiah yang ditulis untuk
memperoleh gelar doktor
Ejaan : Kaidah tata bahasa
Ekspositoris : Bersifat pemaparan
eksplisit : Gamblang, Tegas
Ekstrover : Bersifat terbuka
Estetika : Kepekaan terhadap seni dan keindahan
Fonemis : Bersangkutan dengan fonem
Fonetis : Bersangkutan dengan fonetik
Fruktosa : Karbohidrat
Glukosa : Zat gula sederhana
Gramatikal : Sesuai dengan tata bahasa
Hypnosis : Keadaan seperti tidur karena sugesti
Implikasi : Keterlibatan atau keadaan etrlibat
Impresionistik : Berkaitan dengan impresionis
Interpretasi : Tafsirab
Introver : Bersifat tertutup

117
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Jaringan : Susunan sel-sel khusus yang sama
pada tubuh dan bersatu dalam
menjalankan fungsi biologis tertentu
Kausalitas : Perihal sebab-akibat
Koherensi : Hubungan logis antara bagian
karangan
Komprehensif : Luas dan lengkap
Kongres : Rapat besar
Konservasi : Pelestarian
Lambang : Tanda
Lingua franca : Bahasa perantara
Logat : Cara mengucapkan kata
Pankreas : Kelenjar ludah perut
Prasasti : Piagam yang tertulis pada batu
Psikis : Jiwa; Sukma
Resensi : Ulasan buku
Simbol : Lambang
Sintesis : Penggabungan unsur-unsur untuk
membentuk ujaran dengan
menggunakan alat-alat bahasa yang
ada
Sugestif : Dorongan

118
Pembinaan Bhs. Indonesia Laeli Qadrianti
Tesis : Pernyataan atau teori; karangan ilmiah
untuk mendapatkan gelar kesarjanaan
pada suatu perguruan tinggi
Variabel : Dapat berubah-ubah

119

Anda mungkin juga menyukai