Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan penulisan bahan ajar Pendidikan Bahasa Indonesia. Bahan
ajar ini ditulis guna memenuhi kebutuhan mahasiswa STKIP Melawi dalam perkuliahan
Pendidikan Bahasa Indonesia.
Berkaitan dengan hal tersebut, bahan ajar ini memuat materi-materi yang memaparkan
tentang: Sejarah, Kedudukan, dan Fungsi Bahasa Indonesia; Membaca; Menulis; Berbicara;
Ragam Bahasa; Diksi (Pilihan Kata); Kalimat dalam Bahasa Indonesia; Kalimat Efektif; dan
Paragraf dan Pengembangannya.
Semoga bahan ajar ini bermanfaat bagi mahasiswa khususnya serta para pembaca pada
umumnya. Akhir kata, kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk
perbaikan buku ini sangat penulis harapkan.
Penulis
DAFTAR ISI
PRAKATA ................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB 1 SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
A. Sejarah Bahasa Indonesia ........................................................................ 2
B. Konsep Dasar Kedudukan dan Fungsi Bahasa.......................................... 4
C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional ....... 5
D. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara.......... 7
E. Perbedaan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara dan Sebagai Bahasa
Nasional .................................................................................................... 10
BAB 2 MEMBACA ................................................................................................ 13
A. Pengertian Membaca ................................................................................ 14
B. Tujuan Membaca ....................................................................................... 14
C. Proses Membaca........................................................................................ 14
D. Teknik Membaca ...................................................................................... 16
E. Tingkat Kemampuan Membaca ................................................................ 18
F. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemahaman Bacaan ........................... 18
BAB 3 MENULIS.................................................................................................... 20
A. Pengertian Menulis .................................................................................. 21
B. Azaz-Azaz dalam Menulis ........................................................................ 21
C. Tahap-Tahap Menulis ............................................................................... 23
D. Karya Ilmiah ............................................................................................. 24
E. Pengertian Karya Ilmiah ............................................................................ 25
F. Prinsip-Prinsip Penulisan Karya Ilmiah .................................................... 26
G. Ciri-Ciri Karya Ilmiah............................................................................... 26
BAB 4 BERBICARA ............................................................................................... 28
A. Pengertian Berbicara .............................................................................. 29
B. Tujuan Berbicara ..................................................................................... 30
C. Jenis-Jenis Kegiatan Berbicara ............................................................... 31
D. Metode Berbicara .................................................................................... 38
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari
berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar (1)
bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia,
dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal
dengan nama Sumpah Pemuda.
Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa
Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa
Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan
bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan
berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai
bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga
hampir di seluruh Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang
menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683
M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka
tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu
bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya
dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti
berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga
menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa
buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan
antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku
di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang
dari luar Nusantara.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan
kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye
Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17),
seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan
Bustanussalatin.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan
bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah
Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu
menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia,
bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya
muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Istilah kedudukan dan fungsi tentunya sering kita dengar, bahkan pernah kita pakai.
Misalnya dalam kalimat “Bagaimana kedudukan dia sekarang?”, “Apa fungsi baut yang
Saudara pasang pada mesin ini?”, dan sebagainya. Kalau kita pernah memakai kedua istilah
itu tentunya secara tersirat kita sudah mengerti maknanya. Hal ini terbukti bahwa kita tidak
pernah salah pakai menggunakan kedua istilah itu. Kalau demikian halnya, apa sebenarnya
pengertian kedudukan dan fungsi bahasa? Samakah dengan pengertian yang pernah kita
pakai?
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan
maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan
nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya
selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti
kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota
bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit
oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.
Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat bahasa)
perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan
mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan. Pemakainya akan menyikapinya
secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan ‘label’
yang dikenakan padanya.
Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi bahasa (dwilingual), akan dapat ‘memilah-
milahkan’ sikap dan pemakaian kedua atau lebih bahasa yang digunakannya. Mereka tidak
akan memakai secara sembarangan. Mereka bisa mengetahui kapan dan dalam situasi apa
bahasa yang satu dipakai, dan kapan dan dalam situasi apa pula bahasa yang lainnya
dipakai. Dengan demikian perkembangan bahasa (-bahasa) itu akan menjadi terarah.
Pemakainya akan berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa yang telah
disepakatinya dengan, antara lain, menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang ‘masuk’ ke
dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan diterima, sedangkan
unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.
Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan untuk menentukan kapan, misalnya,
suatu unsur lain yang mempengaruhinya layak diterima, dan kapan seharusnya ditolak.
Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan. Di
negara kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan nasional yang berisi
perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi
pemecahan keseluruhan masalah bahasa.
Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca: sosiolog) adalah
butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa. Dikatakan demikian,
sebab negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat hal
yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh
pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah
mempunyai kebulatan tekad yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada
mereka.
Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu dipakai
sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi sudah berabad-abad
sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali tidak
merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari bahwa
bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar suku,
sebab yang diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa
Melayu yang dipakai sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa
daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang.
Kesadaran masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya yang
mendukung lancarnya inspirasi sakti di atas.
“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2)
lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-
beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan (4) alat perhubungan antarbudaya
antardaerah.
Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar
belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam
kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa
Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan
tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan
bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya
daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi
bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah
diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam
kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang
yang berasal dari suku lain yang berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah kita dapat
Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak langsung dari
bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu itu bahasa Melayu masih juga
digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang berbeda. Bahasa Melayu digunakan
sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan Hindia Belanda, sedangkan bahasa
Indonesia digunakan di luar situasi pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang
mendambakan persatuan Indonesia dan yang menginginkan kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian bahasa yang sama tubuhnya, tetapi
berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan jiwa nasional.
Secara terperinci perbedaan lapangan atau ranah pemakaian antara kedua bahasa itu
terlihat pada perbandingan berikut ini.
Bahasa Melayu: Bahasa Indonesia:
a. Bahasa resmi kedua di samping a. Bahasa yang digunakan dalam
bahasa Belanda, terutama untuk gerakan kebangsaan untuk
tingkat yang dianggap rendah. mencapai kemerdekaan Indonesia.
b. Bahasa yang diajarkan di sekolah- b. Bahasa yang digunakan dalam
sekolah yang didirikan atau menurut penerbitan-penerbitan yang
sistem pemerintah Hindia Belanda. bertuju-an untuk mewujudkan cita-
cita perjuangan kemerdekaan
c. Penerbitan-penerbitan yang dikelola
Indonesia baik berupa:
oleh jawatan pemerintah Hindia
Belanda. 1) bahasa pers,
2) bahasa dalam hasil sastra.
Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa sebagai bahasa
negara apabila (1) bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar penduduk
negara itu, (2) secara geografis, bahasa tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan (3)
bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara itu. Bahasa-bahasa yang terdapat
di Malaysia, Singapura, Filipina, dan India tidak mempunyai ketiga faktor di atas, terutama
faktor yang nomor (3). Masyarakat multilingual yang terdapat di negara itu saling ingin
mencalonkan bahasa daerahnya sebagai bahasa negara. Mereka saling menolak untuk
menerima bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi kenegaraan. Tidak demikian halnya
dengan negara Indonesia. Ketig faktor di atas sudah dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun
1928. Bahkan, tidak hanya itu. Sebelumnya bahasa Indonesia sudah menjalankan tugasnya
sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Dengan demikian, hal yang
dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi kita tidak merupakan persoalan. Oleh sebab
itu, kita patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.
Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai
(1) bahasa resmi kenegaraan,
(2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
(3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan
(4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern.
Keempat fungsi itu harus dilaksanakan, sebab minimal empat fungsi itulah memang sebagai
ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa negara.
Pemakaian pertama yang membuktikan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
kenegaran ialah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI
Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bhasa pengantar di lembaga-
lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya
saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya
menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah
anak didik yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.
Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, bahasa
Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal
dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat
disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain
bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali mengajarkan menari Bali kepada orang
Jawa, Sunda, dan Bugis dengan bahasa Bali? Tidak mungkin! Hal ini juga berlaku dalam
penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas,
penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer,
majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakn bahasa
Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri Sosial dalm rangka peringatan Hari
Hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri Muda Usaha wanita dalam rangka
peringatan Hari Ibu, misalnya, tentunya kita tidak menjumpai kalimat-kalimat yang
semacam ini.
“Sodara-sodara! Ini hari adalah hari yang bersejarah. Sampeyan tentunya udah tau,
bukan? Kalau kagak tau yang kebacut, gitu aja”.
Kalimat yang semacam itu juga tidak pernah kita jumpai pada waktu kita membaca surat-
surat dinas, dokumen-dokumen resmi, dan peraturan-peraturan pemerintah.
Di sisi lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah atau
suku yang berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti ‘kepingin’, ‘paling banter’,
‘kesusu’ dan ‘mblayu’? Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan komunikasi, kita tidak
akan menggunakan kata-kata yang tidak akan dimengerti oleh lawan bicara kita
sebagaimana contoh di atas. Kita juga tidak akan menggunakan struktur-struktur kalimat
yang membuat mereka kurang memahami maksudnya.
Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada perbedan ujud antara bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita baca pada contoh di
atas, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana yang pernah juga kita
lakukan pada saat berkenalan dengan seseorang lain daerah atau lain suku? Perbedaan
secara khusus memang ada, misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan
oleh lapangan pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan kosakata
tertentu yang berbeda dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan administrasi.
Begitu juga dalam lapangan ekonomi, sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum
terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa yang berciri baku. Dalam lapangan
dan situasi di atas tidak pernah digunakan, misalnya, struktur kata ‘kasih tahu’ (untuk
memberitahukan), ‘bikin bersih’ (untuk membersihkan), ‘dia orang’ (untuk mereka), ‘dia
punya harga’ (untuk harganya), dan kata ‘situ’ (untuk Saudara, Anda, dan sebagainya),
‘kenapa’ (untuk mengapa), ‘bilang’ (untuk mengatakan), ‘nggak’ (untuk tidak), ‘gini’ (untuk
begini), dan kata-kata lain yang dianggap kurang atau tidak baku.
Sudah kita pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang timbulnya kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara jelas-jelas berbeda. Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra
Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlk untuk mewujudkan
suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kta runtuh” benar-benar diresapi
oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk mewujudkan persatuan perlu adanya saran
yang menunjangnya. Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya adalah srana
komunikasi yang disebut bahasa. Dengan pertimbangan kesejarahan dan kondisi bahasa
Indonesia yang lingua franca itu, maka ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.
Setelah kita menelaah uraian terdahulu, kita mengetahui bahwa fungsi kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda sekali dengan fungsi kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah pemakaian dan
tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara/resmi dipakai, kiranya sudah kita ketahui.
Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan sehubungan dengn tanggung jawab kita
terhadp pemakaian fungsi-fungsi itu. Apabila kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai
fungsi tertentu, terdapat kaitan apa dengan kita? Kita berperan sebagai apa sehingga kita
berkewajiban moralmenggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu? Jawaban atas
pertanyaan itulah yng membedakan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi-
Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan keturunan Cina, tetapi
karena dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat sebagai Ketua Lembaga
Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan penataran kepada anggotnyan
berkewajiban moral untuk menggunakan bahasa Indonesia. Tidak perduli apakah dia lancar
berbahasa Indonesia atau tidak. Tidak perduli apakah semua pengikutnya keturunan Cina
yang berwarga negara Indonesia ataukah tidak.
Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung antarsuku, karena dia
berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia; sedangkan seseorang
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, karena dia sebagai warga negara
Indonesia yang menjalankan tugas-tugas ‘pembangunan’ Indonesia.
MEMBACA
MENULIS
3. Penegasan
Richard (dalam Gie, 2002) menyatakan bahwa tulisan yang baik adalah tulisan
yang menyatakan sesuatu secara meyakinkan kepada seseorang. Azas penegasan
dalam tulisan menetapkan bahwa dalam suatu tulisan butir-butir informasi yang
BERBICARA
A. Pengertian Berbicara
b. meyakinkan,
c. menggerakkan,
d. menginformasikan, dan
e. menghibur.
Berikut ini salah satu contoh pemberian petunjuk pada situasi formal. Petunjuk
seorang pemimpin kepada para bawahannya:
Pemimpin : Saudara-saudara karyawan PT “A” . Pada pagi ini, saya akan menyampaikan
informasi mengenai bagaimana membuat laporan yang baik.
Seorang perempuan tersesat di jalan dan ia tidak tahu ke mana arah menuju stasiun kereta.
Ia bertemu dengan seorang pelajar putri dan bertanya,
Pelajar : Dari sini Ibu jalan ke pertigaan lampu merah kira-kira 200 m dari pertigaan lampu
merah, Ibu belok ke kiri, kir- kira 100 m di situ stasiun kereta.
Berikut ini juga akan dicontohkan bertelepon yang dapat bersituasi informal.
Ibu Rita : Halo, saya Rita, boleh saya bicara dengan Pak Deni
Dihan : Maaf Bu, Bapak sedang dinas luar. Ada pesan, Bu?
Ibu Rita : Tolong sampaikan jasnya sudah jadi. Pak Deni bisa ngambil besok atau setelah ia
kembali dari dinas l erima kasih, De, Dihan.
Contoh : Wawancara
Wawancara dilakukan di kantor Kepala Sekolah pada siang hari. Wawancara berlangsung
formal karena suasana dan situasi jam kerja. Pewawancara ingin mengetahui lebih jauh
mengenai keunggulan sekolah
Pewawancara : Terima kasih Pak, karena Bapak telah bersedia meluangkan waktu pagi ini
untuk menjelaskan keunggulan sekolah yang Bapak pimpin. Begini, Pak, sudah tidak asing
lagi bagi masyarakat bahwa sekolah ini termasuk sekolah yang diunggulkan atau sekolah
unggulan, apa yang menyebabkan sekolah ini disebut sekolah unggulan?
Kepala Sekolah : Sebenarnya semua sekolah termasuk sekolah unggulan, namun, sekolah
kami memang memiliki kelebihan dari sekolah yang lain di antaranya adalah disiplin, baik
kepala sekolah, guru, siswa staf tata usaha, dan penjaga sekolah dengan kata lain semua
Wawancara merupakan bentuk komunikasi khas karena jarang terjadi perubahan peran
pelaku komunikasi.. Selain wawancara dalam situasi formal terdapat pula bentuk
penyampaian dengan diskusi (formal). Diskusi dapat berwujud diskusi kelompok, diskusi
panel, seminar, pidato, dan ceramah.
a. Diskusi
Pada tiga kalimat di atas menggunakan kata diskusi. Lalu, apakah Diskusi itu? Diskusi dapat
diartikan sebagai ‘suatu proses bahasa lisan dalam bentuk tanya jawab’ ( Bagaimana
pendapat Anda, samakah dengan wawancara?)
Selain itu, diskusi juga dapat dimaknai ‘suatu cara untuk memecahkan masalah dengan
proses berpikir’ (Tarigan dalam Kisyani, 2003:22). Diskusi dapat juga berarti ‘pembicaraan
antar dua atau lebih orang dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian,
kesepakatan, atau keputusan bersama mengenai suatu masalah’. Diskusi juga diartikan
‘pertemuan ilmiah untuk elemen sekolah berdisiplin. Karena, disiplin merupakan modal
utama kemajuan sebuah sekolah.
Pewawancara : Selain disiplin, apakah karena di sekolah ini tempat anak orang yang
memliki ekonomi menengah ke atas?
Kelapa SekolaH : Tidak, banyak di antara siswa kami yang orang tuanya berekonomi lemah,
namun mereka memiliki semangat yang tinggi dalam belajar.
Kepala Sekolah : Ya, karena sekolah ini daya tampungnya terbatas, sedangkan peminatnya
terlalu banyak. Oleh karena itu, siswa yang masuk ke sekolah ini kami seleksi.
Pewawancara : Kalau begitu, siswa yang masuk sekolah ini memang benar unggul!
Kepala Sekolah : Benar, tetapi jangan disalahtafsirkan bahwa siswa yang diterima di
sekolah ini, mereka yang unggul intelegensinya saja tapi mereka unggul dalam arti yang
memiliki sikap yang baik.
Pewawancara : Terima kasih Pak, atas penjelasan Bapak. Selamat membahas suatu
masalah’ (Anton M. Moeliono, dkk., 1988:209). Suatu diskusi akan berhasil baik apabila
memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut.
(4) Pemimpin diskusi dan pembicara (jika ada) merupakan orang yang tegas, berwibawa,
dan dihormati peserta diskusi;
(5) Pemimpin diskusi menjamin kebebasan para peserta diskusi untuk mengeluarkan
pendapat (Kisyani, 2003:23).
1) Diskusi kelompok
Kelompok dapat diterjemahkan ‘beberapa individu yang berkumpul dengan suatu tujuan’
atau ‘ kumpulan orang yang memiliki hubungan dengan pihak yang sama’ ( Anton M.
Moeliono, dkk., 1988:412). Dengan demikian secara umum dapat sering diartikan bahwa
diskusi kelompok adalah bertukar pikiran dalam musyawarah yang direncanakan atau
dipersiapkan anatara dua orang atau lebih tentang topik dengan seorang pemimpin
(Kisyani 2003:23). Diskusi kelompok sering juga disebut sebagai ‘percakapan terpimpin’.
Dalam diskusi kelompok biasanya dipimpin oleh seorang pemandu yang bertugas
membuka dan menutup acara, mengendalikan jalannya diskusi dan membuat simpulan.
Adapun sebagai nara sumber bertugas memberikan informasi yang diperlukan,
menjelaskan hal-hal yang tidak dipahami peserta diskusi dan membuat kesepakatan
bersama dan putusan akhir.
Pada saat membuka diskusi kelompok seorang pemandu dapat mengucapkan salam
pembuka dan mengemukakan masalah yang akan didiskusikan.
(c) Pencarian sebab yang menimbulkan masalah Pencarian sebab dapat pula dikemukakan
oleh pembicara. Dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan bahwa peserta diskusi akan ikut
menyumbangkan suara dalam merumuskan sebab-sebab yang menimbulkan masalah.
(d) Pendiskusian mengenai kemungkinan cara pemecahan masalah yang dapat digunakan.
Pada saat menutup diskusi kelompok dapat dikemukakan hasil diskusi, harapan-
harapan, dan salam penutup.
2) Diskusi Panel
Diskusi panel adalah diskusi yang dilakukan oleh sekelompok orang yang disebut panelis
yang membahas suatu masalah atau topik yang menjadi perhatian umum di depan
khalayak atau pendengar atau penonton. Misalnya:
Dua atau tiga orang yang mempunyai keahlian atau dianggap ahli dalam bidang tertentu
mendiskusikan suatu masalah yang dipimpin oleh seorang pemandu atau moderator di
hadapan khalayak, pendengar atau penonton. Dalam kegiatan ini penonton dapat diberi
kesempatan untuk bertanya, menyanggah atau berkomentar sesuai dengan tata tertib atau
kesepakatan antara para panelis dan moderator diskusi panel. Langkah-langkah
pembicaraan atau tata cara dalam suatu diskusi panel adalah sebagai berikut.
(b) Panelis pertama diberi kesempatan berbicara dalam waktu yang telah ditentukan
dalam tata tertib. Panelis pertama ini menjelaskan masalah dan pandangannya terhadap
masalah sesuai dengan keahliannya.
(d) Panelis ketiga diberi kesempatan untuk berbicara sesuai dengan keahliannya. Waktu
yang digunakan sama dengan panelis pertama dan kedua.
(e) Setelah semua panelis mengutarakan pandangan mereka, diadakan diskusi informal
antarpanelis disertai penjelasan mengapa mereka berbeda pendapat mengenai masalah
itu.
(f) Pemandu menutup diskusi dengan menyimpulkan hasil pembicaraan para panelis.
Sedangkan khalayak tidak berpartisipasi aktif dalam diskusi ini.
Akan tetapi, dalam bentuk panel forum khalayak dapat berpartisipasi aktif atau
mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat. Jadi yang dimaksud dengan forum ini
adalah forum terbuka, ada tanya jawab antara khalayak dengan panelis.
3) Seminar
Seminar merupakan jenis diskusi kelompok yang diikuti oleh para ahli dan dipimpin oleh
seorang pemandu untuk mencari pedoman dan penyelesaian masalah tertentu. Hasil
pemikiran atau hasil penelitian yang akan disampaikan oleh pembicara atau penyanggah
utama sebaiknya ditulis dalam kertas kerja atau makalah. Langkah-langkah pembicaraan
atau tata cara seminar adalah sebagi berikut.
(d) Pembicara ketiga diberi kesempatan yang sama untuk mengemukakan pendapatnya.
(e) Apabila ada penyanggah atau pembanding diberi kesempatan untuk menyampaikan
sanggahannya.
(g) Dibentuk kelompok kecil untuk membahas setiap makalah atau kertas kerja dan
merumuskan hasil (oleh tim perumus).
2) Pidato
Pidato adalah pengungkapan pikiran oleh seseorang dalam bentuk lisan yang ditujukan
kepada orang banyak. Misalnya:
(1) Pidato kenegaraan, yaitu pidato Kepala Negara di depan anggota DPR/MPR;
(2) Pidato pengukuhan, yaitu pidato yang disampaikan oleh seorang pejabat setingkat
rektor universitas pada saat diangkat secara resmi;
3) Ceramah
Ceramah adalah ungkapan pikiran secara lisan oleh seseorang tentang sesuatu atau
pengetahuan kepada para pendengar. Dalam ceramah ada beberapa hal yang merupakan
ciri khas, yaitu:
(a) adanya suatu yang dijelaskan atau diinformasikan untuk memperluas pengetahuan para
pendengar, biasanya disampaikan oleh seseorang yang memiliki keahlian atau
pengetahuan di bidang tertentu;
(b) terdapat komunikasi dua arah antara peceramah dengan pendengar yaitu, berupa
dialog atau tanya jawab;
(c) dapat menggunakan alat bantu (over head projector, gambar untuk menjelaskan
uraian).
D. Metode Berbicara
Ada empat cara atau teknik yang dapat atau biasa digunakan orang dalam menyampaikan
pembicaraan,( H.G. Tarigan ) yaitu:
Dalam hal ini pembicara tidak melakukakan persiapan lebih dulu sebelum berbicara, tetapi
secara serta merta atau mendadak berbicara berdasarkan pengetahuan dan
Pada metode ini pembicara sebelum berbicara terlebih dulu menyiapkan naskah.
Pembicara membacakan naskah itu di depan para pendengarnya. Hal ini dapat kita
perhatikan pada pidato resmi Presiden di depan anggota DPR/MPR, pidato pejabat pada
upacara resmi. Pembicara harus memiliki kemampuan menempatkan tekanan, nada,
intonasi, dan ritme. Cara ini sering kurang komunikatif dengan pendengarnya karena mata
dan perhatian pembicara selalu ditujukan ke naskah. Oleh karena itu, apabila akan
menggunakan metode harus melakukan latihan yang intensif.
Dalam hal ini pembicara sebelum melakukan kegiatan berbicara terlebih dahulu
mempersiapkan diri dengan cermat dan membuat catatan penting. Catatan itu digunakan
sebagai pedoman pembicara dalam melakukan pembicaraannya. Dengan pedoman itu
pembicara dapat mengembangkannya secara bebas.
Dalam berbicara ada faktor yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) pembicara, dan (2)
pendengar. Kedua faktor tersebut akan menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan
berbicara. Di bawah ini kedua faktor tersebut akan dibahas satu persatu.
a. Pembicara
1) Pokok Pembicaraan
Isi atau pesan yang menjadi pokok pembicaraan hendaknya memperhatikan hal-hal
berikut ini.
(a) Pokok pembicaraan bermanfaat bagi pendengar baik berupa informasi maupun
pengetahuan.
(b) Pokok pembicaraan hendaknya serba sedikit sudah diketahui dan bahan untuk
memperluas pembicaraan yang sudah diketahui itu lebih mudah diperoleh.
(c) Pokok pembicaraan menarik untuk dibahas baik oleh pembicara maupun bagi
pendengar. Pokok pembicaraan yang menarik biasanya pokok pembicaraan seperti
berikut: merupakan masalah yang menyangkut kepentingan bersama; merupakan jalan
keluar dari suatu persoalan yang tengah dihadapi; merupakan persoalan yang ramai
dibicarakan dalam masyarakat atau persoalan yang jarang terjadi; mengandung konflik
atau pertentangan pendapat.
(d) Pokok pembicaraan hendaknya sesuai dengan daya tangkap pendengar; tidak
melebihi daya intelektual pendengar atau sebaliknya, lebih mudah.
2) Bahasa
Bagi pembicara, bahasa merupakan suatu alat untuk menyampaikan pesan kepada orang
lain. Oleh karena itu, pembicara mutlak harus menguasai faktor kebahasaan. Di samping
itu, pembicara juga harus menguasai faktor nonkebahasaan. Faktor-faktor tersebut akan
dibahas berikut ini.
a. Faktor Kebahasaan
Faktor kebahasaan yang terkait dengan keterampilan berbicara antara lain sebagai
berikut.
Sampai saat ini lafal bahasa Indonesia belum dibakukan, namun usaha ke arah itu sudah
lama dikemukakan adalah bahwa ucapan atau lafal yang baku dalam bahasa Indonesia
adalah ucapan yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau ciri-ciri lafal daerah.
Di bawah ini disajikan pelafalan huruf, suku kata dan kata yang belum sesuai dengan
pelafalan bunyi bahasa Indonesia.
Penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi dan ritme yang sesuai akan merupakan daya
tarik tersendiri dalam benrbicara; bahkan merupakan faktor penentu dalam keefektivan
berbicara. Suatu topik pembicaraan mungkin akan kurang menarik, namun dengan
tekanan, nada, jangka dan intonasi yang sesuai akan mengakibatkan pembicaraan itu
menjadi menarik. Sebaliknya, apabila penyampaiannya datar saja, dapat menimbulkan
kejemuan bagi pendengar dan keefektivan berbicara akan berkurang.
Kekurangtepatan dalam penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme dapat
menimbulkan perhatian pendengar beralih kepada cara berbicara pembicara, sehingga
topik atau pokok pembicaraan yang disampaikan kurang diperhatikan. Dengan demikian
keefektivan berbicara menjadi terganggu.
(3) Pemilihan kata dan ungkapan yang baik, Konkret, dan bervariasi
Pemilihan kata dan ungkapan harus konkret, maksudnya pemilihan kata atau ungkapan
harus jelas, mudah dipahami para pendengar. Kata-kata yang jelas biasanya kata-kata yang
sudah dikenal oleh pendengar yaitu kata-kata popular. Pemilihan kata atau ungkapan yang
abstrak akan menimbulkan kekurangjelasan pembicaraan.
Pemilihan kata dan ungkapan yang bervariasi, maksudnya pemilhan kata atau ungkapan
dengan bentuk atau kata lain lebih kurang maknanya sama dengan maksud agar
pembicaraan tidak menjemukan pendengar.
b. Faktor Nonkebahasaan
Faktor-faktor nonkebahasaan mencakup (1) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, (2)
pandangan yang diarahkan pada lawan bicara, (3) kesediaan menghargai pendapat orang
lain, (4) kesediaan mengoreksi diri sendiri, (5) keberanian mengungkapkan dan
mempertahankan pendapat, (6) gerak-gerik dan mimik yang tepat, (7) kenyaringan suara,
(8) kelancaran, (9) penalaran dan relevansi, dan (10) penguasaan topik.
Dalam berbicara, kita harus bersikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Bersikap wajar, berarti
berbuat biasa sebagaimana adanya tidak mengada-ada. Sikap yang yang tenang adalah
sikap dengan perasaan hati yang tidak gelisah, tidak gugup, dan tidak tergesa-gesa. Sikap
tenang dapat menjadikan jalan pikiran dan pembicaraan menjadi lebih lancar. Dalam
berbicara tidak boleh bersikap kaku, tetapi harus bersikap luwes dan fleksibel.
Menghargai pendapat orang lain berarti menghormati atau mengindahkan pikiran orang
lain, baik pendapat itu benar maupun salah. Jika pendapat itu benar maka pendapat itulah
yang harus kita perhatikan dan jka pendapat itu salah pendapat itu pun harus kita hargai
karena memang itulah pengetahuan dan pemahamannya.
Mengoreksi diri sendiri berarti memperbaiki kesalahan diri sendiri. Kesediaan memperbaiki
diri sendiri adalah sikap terpuji. Sikap seperti ini sangat diperlukan dalam kegiatan
berbicara agar diperoleh kebenaran atau kesepakatan. Sikap ini merupakan dasar bagi
pembinaan jiwa yang demokratis.
Dalam kegiatan berbicara terjadi proses lahirnya buah pikiran atau pendapat secara lisan.
Untuk dapat mengungkapkan pendapat tentang sesuatu diperlukan keberanian. Seseorang
mengemukakan pendapat di samping memiliki ide atau gagasan , juga harus memiliki
keberanian untuk mengemukakannya. Ada orang yang mempunyai banyak ide namun ia
tidak dapat mengungkapkannya karena ia tidak memiliki keberanian. Atau, sebaliknya ada
orang yang berani mengungkapkan pendapat namun ia tidak atau kurang idenya sehingga
apa yang ia ungkapkan terkesan asal bunyi.
Salah satu kelebihan dalam kegiatan bericara dibandingkan dengan kegiatan berbahasa
yang lainnya adalah adanya gerak-gerik dan mimik yang dapat memperjelas atau
menghidupkan pembicaraan. Gerak-gerik dan mimik yang tepat akan menunjang
keefektivan berbicara. Akan tetapi gerak-gerik yang berlebihan akan mengganggu
keefektivan berbicara.
g) Kenyaringan Suara
h) Kelancaran
j) Penguasaan Topik
3) Tujuan
Seorang pembicara dalam menyampaikan pesan kepada orang lain pasti mempunyai
tujuan, ingin mendapatkan responsi atau reaksi. Responsi atau reaksi itu merupakan suatu
hal yang menjadi harapan. Tujuan atau harapan pembicaraan ssangat tergantung dari
b. meyakinkan,
c. menggerakkan,
d. menginformasikan, dan
e. menghibur.
4) Sarana
Sarana dalam kegiatan berbicara mencakup waktu, tempat, suasana, dan media atau alat
peraga. Pokok pembicaraan yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan waktu yang telah
ditentukan. Berbicara terlalu lama atau melebihi waktu yang di sediakan dapat
menimbulkan rasa jenuh para pendengar.
Tempat berbicara sangat menentukan keberhasilan pembicaraan. Dalam hal ini perlu
diperhatikan faktor lokasi, jumlah pendengar, posisi pembicara dan pendengar, cahaya,
udara, dan pengeras suara. Berbicara pada suasana tertentu pun akan mempengaruhi
keberhasilan pembicaraan. Pembicaraan yang berlangsung pada pagi hari tentu akan lebih
berhasil dibandingkan dengan pembicaraan pada siang, sore, dan malam hari. Media atau
alat peraga akan membantu kejelasan dan kemenarikan uraian. Karena itu, jika
memungkinkan, dalam berbicara perlu diusahakan alat bantu seperti film, gambar, dan alat
peraga lainnya.
5) Interaksi
b. Pendengar
Suatu kegiatan berbicara akan berlangsung dengan baik apabila dilakukan di hadapan para
pendengar yang baik. Karena itu, pendengar harus mengetahui persyaratan yang dituntut
a) memiliki kondisi fisik dan mental yang baik sehingga memungkinkan dapat melakukan
kegiatan mendengarkan; memusatkan perhatiandan pikiran kepada pembicaraan;
e) memiliki pengalaman dan pengetahuan luas yang dapat mempermudah pengertian dan
pemahaman isi pembicaraan.
F. Pembelajaran Berbicara
Apa yang dimaksud dengan istilah Pembelajaran? Pembelajaran adalah proses atau hal
mempelajari. Kurikulum 1984, kita temukan istilah pengalaman belajar. Dalam konsep
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) sering disinggung aktivitas belajar. Dalam keterampilan
proses kita temukan istilah kegiatan belajar dan di dalam Kurikulum 2003 istilah yang
digunakan standar kompetensi atau kompetensi dasar. Semua istilah itu mengacu pada
pengertian yang sama yaitu pengalaman belajar yang dilakukan dirasakan murid dalam
menguasai suatu bahan pembelajaran. Dengan kata lain pembelajaran ialah pengalaman
yang dialami murid dalam proses menguasai kompetensi dasar pembelajaran.
RAGAM BAHASA
2. Kosa kata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a. Ragam Lisan
- Ariani bilang kalau kita harus belajar
- Kita harus bikin karya tulis
- Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b. Ragam Tulis
Contoh :
Kata berciri formal Kata berciri informal
Korps korp
Berkata bilang
Karena lantaran
Suku cadang onderdil
D. Ragam Baku dan Tidak Baku
Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadap manusia yang
lain. Jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa
kita kita dapat berhubungan dengan masyarakat lain yang akhirnya melahirkan komunikasi
dalam masyarakat.
Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun
dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata
yang menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah
faktor lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan
A. Pengertian Diksi
Pilihan kata (diksi) adalah hasil dari memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat,
alenia, atau wacana. Hal yang perlu kita amati dalam pilihan kata yaitu :
1. Kemampuan memilih kata dimungkinkan bila seseorang memilki kosakata yang luas.
2. Kemampuan membedakan secara tepat kata-kata yang memiliki nuansa serumpun.
3. Kemampuan untuk memilih kata-kata yang tepat untuk situasi atau konteks tertentu.
Ketepatan dan kesesuaian pilihan kata yang digunakan dalam sebuah tulisan akan
menentukan tingkat akurasi pemahaman pembaca terhadap pemikiran penulis yang
tertuang dalam tulisannya. Kesenjangan komunikasai dan salah paham antara pembaca
dengan penulis akan mudah terjadi apabila penulis menggunakan kata-kata yang kurang
tepat atau salah. Oleh karena itu penulis perlu menggunakan kata-kata secara tepat (secara
makna dan logika) dan sesuai dengan konteksnya.
1. Sinonim, Homofoni, dan Homograf
1.1 Sinonim: kata berbeda namun bermakna sama atau mirip
Contoh : Muka, paras, wajah, tampang (atau) Rancangan, rencana, desain
1.2 Homofoni: sama bunyi atau sama tulisan, namun berbeda arti
Contoh : Buku: 1) kitab, 2) bagian di antara dua ruas (atau)
Rapat: 1) pertemuan, 2) tidak ada jarak
1.3 Homograf: sama tulisan tetapi beda ucapan dan mempunyai arti yang sama sekali tidak
berhubungan.
Contoh : Teras: 1) inti, 2) bagian bangunan (atau) Sedan: 1) tangis, 2) mobil
3. Sasaran Penulisan
Sasaran dari tulisan adalah kelompok masyarakat kepada siapa tulisan tersebut ditujukan.
Sasaran tulisan ini akan menentukan ragam bahasa, kalimat, serta kata-kata yang
digunakan.
A. Pengertian Kalimat
B. Pembagian Kalimat
Kalimat dapat dibagi menurut (a) bentuk, dan (b) maknanya (nilai komunikatifnya).
Menurut bentuknya, kalimat ada yang tunggal dan ada yang majemuk. Berdasarkan macam
predikatnya, kalimat tunggal dapat lagi dibagi menjadi kalimat yang berpredikat (1) nomina
atau frasa nomina, (2) adjektiva atau frasa adjektiva, (3) verba atau frasa verba, dan (4)
kata-kata lain seperti sepuluh, hujan, dan sebagainya. Kalimat majemuk juga dapat dibagi
lagi menjadi kelompok yang lebih kecil, yakni kalimat majemuk setara dan bertingkat.
Dari segi maknanya (nilai komunikatifnya) kalimat terbagi menjadi kalimat (1)
berita, (2) perintah, (3) tanya, (4) seru, dan (5) emfatik. Secara diagramatik pembagian
kalimat bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
Kalimat a. Setara
Majemuk
b. Bertingkat
a. Berita
b. Perintah
Makna c. Tanya
d. Seru
e. Emfatik
Contoh:
Amerika dan Jepang tergolong negara maju.
Indonesia dan Brunei Darussalam tergolong negara berkembang.
Amerika dan Jepang tergolong negara maju, tetapi Indonesia dan Brunei Darussalam
tergolong negara berkembang.
KALIMAT EFEKTIF
4.6 Kepaduan
Yang dimaksud dengan kepaduan ialah kepaduan ialah kepaduan pernyataan dalam
kalimat itu sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah.
1. Kalimat yang padu tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak
simetris.
Oleh karena itu, kita hindari kalimat yang panjang dan bertele-tele.
A. Pengertian Paragraf
Paragraf merupakan inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam sebuah
paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam
paragraf tersebut; mulai dari kalimat pengenal, kalimat topik, kalimat-kalimat penjelas,
B. Kegunaan Paragraf
Kegunaan paragraf yang utama adalah untuk menandai pembukaan topik baru, atau
pengembangan lebih lanjut topik sebelumnya (yang baru). Untuk lebih jelasnya, perhatikan
contoh berikut.
Dalam pertarungan matador yang resmi, biasanya ada enam ekor banteng yang dibunuh
oleh tiga orang laki-laki. Setiap laki-laki membunuh dua ekor banteng. Banteng itu harus
memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu: berumur 4-5 tahun, tidak cacat, dan telah
mempunyai tanduk yang runcing serta bagus. Banteng-banteng ini telah diperiksa oleh
dokter hewan setempat sebelum bertanding. Dokter hewan berhak menolak banteng yang
tidak memenuhi syarat,misalnaya: masih di bawah umur, tanduk masih lemah, ada
kelainan di mata, atau penyakit yang nyata kelihatan.
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa penulis menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan
paragraf pertama dan memberikan contoh yang spesifik penggunaan simbol dalam bidang
lain yaitu puisi.
C. Macam-Macam Paragraf
1. Paragraf Menurut Tujuannya
Berdasarkan tujuannya, paragraf dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: paragraf pembuka,
paragraf penghubung dan paragraf penutup.
Paragraf pembuka memiliki peran sebagai pengantar bagi pembaca untuk sampai pada
masalah yang akan diuraikan oleh penulis. Untuk itu, paragraf pembuka harus dapat
Paragraf penutup bertujuan untuk mengakhiri sebuah karangan/tulisan. Paragraf ini bisa
berisi tentang kesimppulan masalah yang telah dibahas dalam paragraf penghubung, atau
bisa juga berupa penegasan kembali hal-hal yang dianggap penting dalam uraian-uraian
sebelumnya.
2. Paragraf Menurut Letak Kalimat Utamanya
Menurut kalimat utamanya, paragraf dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu deduktif,
induktif, dan deduktif-induktif. Berikut pemaparannya
Paragraf Deduktif
Paragraf dengan kalimat utama di awal, kemudian diikuti oleh kalimat penjelas.
Contoh :
Beberapa tips belajar menjelang Ujian Akhir Nasional. Jangan pernah belajar “dadakan”.
Artinya belajar sehari sebelum ujian. Belajarlah mulai dari sekarang. Belajar akan efektif
kalau belajar kumpulan soal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menjawab soal-soal di
buku kumpulan soal. Mencocokannya, lalu menilainya. Barulah materi yang tidak dikuasai
dicari di buku.
Paragraf Induktif
Kalimat utama terletak di akhir paragraf setelah kalimat-kalimat penjelas.
Contoh :
Jangan pernah belajar “dadakan”. Artinya belajar sehari sebelum ujian. Belajarlah mulai
dari sekarang. Belajar akan efektif kalau belajar kumpulan soal. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara menjawab soal-soal di buku kumpulan soal. Mencocokannya, lalu menilainya.
Barulah materi yang tidak dikuasai dicari di buku. Itulah beberapa tips belajar menjelang
Ujian Akhir Nasional
Paragraf Deduktif-Induktif
Kalimat utamanya terdapat pada awal dan akhir paragraf.
Contoh :
Paragraf Eksposisi
Menulis eksposisi sangat besar manfaatnya. Mengapa? Sebagian besar masyarakat
menyadari pentingnya sebuah informasi.
Eksposisi merupakan sebuah paparan atau penjelasan.
Jika ada paragraf yang menjawab pertanyaan apakah itu? Dari mana asalnya? Paragraf
tersebut merupakan sebuah paragraf eksposisi. Eksposisi adalah karangan yang
menyajikan sejumlah pengetahuan atau informasi. Tujuannya, pembaca mendapat
pengetahuan atau informasi yang sejelas – jelasnya.
Contoh : laporan
Dalam paragraf eksposisi, ada beberapa jenis pengembangan, yaitu (1) eksposisi definisi,
(2) eksposisi proses, (3) eksposisi klasifikasi, (4) eksposisi ilustrasi (contoh), (5) eksposisi
perbandingan & pertentangan, dan (6) eksposisi laporan.
Mengenali Contoh-contoh Paragraf Eksposisi
PARAGRAF 1
Ozone therapy adalah pengobatan suatu penyakit dengan cara memasukkan
oksigen ,urni dan ozon berenergi tinggi ke dalam tubuh melalui darah. Ozone
therapy merupakan terapi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, baik untuk
menyembuhkan penyakit yang kita derita maupun sebagai pencegah penyakit.
PARAGRAF 2
Pemerintah akan memberikan bantuan pembangunan rumah atau bangunan
kepada korban gempa. Bantuan pembangunan rumah atau bangunan tersebut
disesuaikan dengan tingkat kerusakannya. Warga yang rumahnya rusak ringan
mendapat bantuan sekitar 10 juta. Warga yang rumahnya rusak sedang
mendapat bantuan sekitar 20 juta. Warga yang rumahnya rusak berat mendapat
Suku Dayak tidak termasuk suku yang suka bertengkar. Mereka tidak suka berselisih dan
bersengketa.
Contoh paragraf di atas hanya diperluas dengan perulangan. Pengembangannya pun tidak
maksimal.
contoh kedua:
Masalah kelautan yang dihadapi dewasa ini ialah tidak adanya peminat atau penggemar
jenis binatang laut seperti halnya peminat atau penggemar penghuni darat atau burung-
burung yang indah.
Contoh paragraf kedua di atas merupakan contoh paragraf yang tidak dikembangkan.
Paragraf di atas hanya terdiri dari kalimat topik saja. Contoh ketiga berikut ini merupakan
contoh pengembangan dari contoh paragraf kedua di atas.
contoh ketiga:
Masalah kelautan yang dihadapi dewasa ini ialah tidak adanya peminat atau penggemar
jenis binatang laut seperti halnya peminat atau penggemar penghuni darat atau burung-
burung yang indah. Tidak adanya penyediaan dana untuk melindungi ketam kenari, kima,
atau tiram mutiara sebagaimana halnya untuk panda dan harimau. Jenis mahkluk laut
tertentu tiba-tiba punah sebelum manusia sempat melindunginya. Tiram raksasa di
kawasan Indonesia bagian barat kebanyakan sudah punah. Sangat sukar menemukan
tiram hidup dewasa ini, padahal rumah tiram yang sudah mati mudah ditemukan.
Demikian juga halnya dengan kepiting kelapa dan kepiting begal yang biasa menyebar dari
pantai barat Afrika sampai bagian barat Lautan Teduh, kini hanya dijumpai di daerah kecil
yang terpencil. Dari mana diperoleh dana untuk melindungi semua ini?
F. Pengembangan Paragraf
Salah satu cara berlatih mengembangkan paragraf dapat dilakukan dengan membuat
kerangka paragraf dahulu sebelum menulis paragraf itu. Sebagai contoh dapat dilihat
paparan di bawah ini.
Kerangka paragraf:
Gagasan pokok : Keindahan alam di Tawangmangu makin surut
Gagasan pununjang : manusia telah mengubah segala-galanya hutan, sawah, dan ladang
tergusur pohon-pohon tidak ada lagi pagar bunga sudah diganti gedung-gedung mewah
dibangun.
Pengembangan paragraf:
Bernostalgia tentang indahnya alam di Tawangmangu hanya akan menimbulkan
kekecewaan saja. Dalam kurun waktu 25 tahun, dinamika kehidupan manusia telah
mengubah segala-galanya. Hutan, sawah, dan ladang telah tergusur oleh berbagai bentuk
bangunan. Ranting dan cabang pohon telah berganti dengan jeruji besi. Pagar tanaman
dan bunga yang dulu bermekaran dengan indahnya telah diterjang tembok beton yang
kokoh. Batu-batu gunung telah menghadirkan gedung plaza megah yang menelan biaya
trilyunan rupiah. Arus modernisasi dengan angkuhnya telah menelan kemesraan dan
indahnya alam ini.
Secara ringkas, pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal
berikut. Pertama, susunlah kalimat topik dengan baik dan layak (jangan terlalu spesifik
sehingga sulit dikembangkan, jangan pula terlalu luas sehingga memerlukan penjelasan
yang panjang lebar). Kedua, tempatkanlah kalimat topik tersebut dalam posisi yang
Djuroto, T. dan Suprijadi, B. 2002. Menulis Artikel dan Karya Ilmiah. Bandung:
Rosdakarya.
Indriati, E. 2001. Menulis Karya Ilmiah. Artikel, Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta:
Gramedia.
Rahardi, K. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tim Penulis Bahasa Indonesia UNEJ. 2007. Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa.
Yogyakarta: Penerbit Andi