Anda di halaman 1dari 109

STKIP MELAWI

Bahan Ajar TA. Ganjil 2021/2022


Reguler B
Oleh: Mastiah, S.S., M.Pd.
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan penulisan bahan ajar Pendidikan Bahasa Indonesia. Bahan
ajar ini ditulis guna memenuhi kebutuhan mahasiswa STKIP Melawi dalam perkuliahan
Pendidikan Bahasa Indonesia.

Pendidikan Bahasa Indonesia merupakan salah satu matakuliah pengembangan


kepribadian. Melalui matakuliah ini, diharapkan mahasiswa memiliki rasa cinta dan bangga
terhadap bahasa Indonesia. Selain itu, diharapkan mahasiswa terampil dalam berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar.

Berkaitan dengan hal tersebut, bahan ajar ini memuat materi-materi yang memaparkan
tentang: Sejarah, Kedudukan, dan Fungsi Bahasa Indonesia; Membaca; Menulis; Berbicara;
Ragam Bahasa; Diksi (Pilihan Kata); Kalimat dalam Bahasa Indonesia; Kalimat Efektif; dan
Paragraf dan Pengembangannya.

Semoga bahan ajar ini bermanfaat bagi mahasiswa khususnya serta para pembaca pada
umumnya. Akhir kata, kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk
perbaikan buku ini sangat penulis harapkan.

Nanga Pinoh, September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

PRAKATA ................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB 1 SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
A. Sejarah Bahasa Indonesia ........................................................................ 2
B. Konsep Dasar Kedudukan dan Fungsi Bahasa.......................................... 4
C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional ....... 5
D. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara.......... 7
E. Perbedaan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara dan Sebagai Bahasa
Nasional .................................................................................................... 10
BAB 2 MEMBACA ................................................................................................ 13
A. Pengertian Membaca ................................................................................ 14
B. Tujuan Membaca ....................................................................................... 14
C. Proses Membaca........................................................................................ 14
D. Teknik Membaca ...................................................................................... 16
E. Tingkat Kemampuan Membaca ................................................................ 18
F. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemahaman Bacaan ........................... 18
BAB 3 MENULIS.................................................................................................... 20
A. Pengertian Menulis .................................................................................. 21
B. Azaz-Azaz dalam Menulis ........................................................................ 21
C. Tahap-Tahap Menulis ............................................................................... 23
D. Karya Ilmiah ............................................................................................. 24
E. Pengertian Karya Ilmiah ............................................................................ 25
F. Prinsip-Prinsip Penulisan Karya Ilmiah .................................................... 26
G. Ciri-Ciri Karya Ilmiah............................................................................... 26
BAB 4 BERBICARA ............................................................................................... 28
A. Pengertian Berbicara .............................................................................. 29
B. Tujuan Berbicara ..................................................................................... 30
C. Jenis-Jenis Kegiatan Berbicara ............................................................... 31
D. Metode Berbicara .................................................................................... 38

Bahan Ajar Bahasa Indonesia ii


E. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Berbicara ...................................... 39
F. Pembelajaran Berbicara .......................................................................... 46
BAB 5 RAGAM BAHASA ..................................................................................... 48
A. Pengertian Ragam Bahasa ...................................................................... 49
B. Macam-Macam Ragam Bahasa .............................................................. 50
C. Ragam Bahasa Keilmuan ........................................................................ 53
D. Ragam Baku dan Tidak Baku ................................................................. 54
BAB 6 DIKSI (PILIHAN KATA).......................................................................... 62
A. Pengertian Diksi ..................................................................................... 63
B. Kesesuaian Pilihan Kata ......................................................................... 65
BAB 7 KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA ......................................... 66
A. Pengertian Kalimat.................................................................................. 67
B. Pembagian Kalimat ................................................................................. 67
BAB 8 KALIMAT EFEKTIF ................................................................................ 78
A. Pengertian Kalimat Efektif .................................................................... 79
B. Ciri-Ciri Kalimat Efektif ......................................................................... 79
BAB 9 PARAGRAF DAN PENGEMBANGANNYA.......................................... 86
A. Pengertian Paragraf ................................................................................. 87
B. Kegunaan Paragraf .................................................................................. 87
C. Macam-Macam Paragraf ......................................................................... 89
D. Syarat-Syarat Pembentukan dan Pengembangan Paragraf ..................... 96
E. Letak Kalimat Topik dalam Sebuah Paragraf ......................................... 98
F. Pengembangan Paragraf.......................................................................... 99
DAFTAR RUJUKAN .............................................................................................. 104

Bahan Ajar Bahasa Indonesia iii


BAB I
SEJARAH, KEDUDUKAN
DAN FUNGSI BAHASA
INDONESIA
SEJARAH, KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

A. Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari
berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar (1)
bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia,
dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal
dengan nama Sumpah Pemuda.

Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa
Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa
Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.

Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18


Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan
bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).

Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan
bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan
berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai
bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga
hampir di seluruh Asia Tenggara.

Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang
menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683
M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka
tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu
bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya
dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti
berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga
menggunakan bahasa Melayu Kuna.

Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa
buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan
antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku
di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang
dari luar Nusantara.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 2


Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya,
antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-
Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun
(Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang
berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan
(lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan
kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye
Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17),
seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan
Bustanussalatin.

Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama


Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara
sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan
antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.

Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan
bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah
Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu
menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia,
bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya
muncul dalam berbagai variasi dan dialek.

Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong


tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi
antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para
pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar
mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan
untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).

Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat.


Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam
memodernkan bahasa Indonesia.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan


kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini
bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat
maupun daerah.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 3


B. Konsep Dasar Kedudukan dan Fungsi Bahasa

Istilah kedudukan dan fungsi tentunya sering kita dengar, bahkan pernah kita pakai.
Misalnya dalam kalimat “Bagaimana kedudukan dia sekarang?”, “Apa fungsi baut yang
Saudara pasang pada mesin ini?”, dan sebagainya. Kalau kita pernah memakai kedua istilah
itu tentunya secara tersirat kita sudah mengerti maknanya. Hal ini terbukti bahwa kita tidak
pernah salah pakai menggunakan kedua istilah itu. Kalau demikian halnya, apa sebenarnya
pengertian kedudukan dan fungsi bahasa? Samakah dengan pengertian yang pernah kita
pakai?

Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan
maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan
nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya
selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti
kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota
bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit
oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.

Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat bahasa)
perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan
mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan. Pemakainya akan menyikapinya
secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan ‘label’
yang dikenakan padanya.

Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi bahasa (dwilingual), akan dapat ‘memilah-
milahkan’ sikap dan pemakaian kedua atau lebih bahasa yang digunakannya. Mereka tidak
akan memakai secara sembarangan. Mereka bisa mengetahui kapan dan dalam situasi apa
bahasa yang satu dipakai, dan kapan dan dalam situasi apa pula bahasa yang lainnya
dipakai. Dengan demikian perkembangan bahasa (-bahasa) itu akan menjadi terarah.
Pemakainya akan berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa yang telah
disepakatinya dengan, antara lain, menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang ‘masuk’ ke
dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan diterima, sedangkan
unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.

Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan untuk menentukan kapan, misalnya,
suatu unsur lain yang mempengaruhinya layak diterima, dan kapan seharusnya ditolak.
Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan. Di
negara kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan nasional yang berisi
perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi
pemecahan keseluruhan masalah bahasa.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 4


C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Janganlah sekali-kali disangka bahwa berhasilnya bangsa Indonesia mempunyai bahasa


Indonesia ini bagaikan anak kecil yang menemukan kelereng di tengah jalan. Kehadiran
bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang. (Untuk meyakinkan
pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagi Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.)
Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti
prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta
batu nisan di Aceh, sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda
Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 yang konsepa aslinya berbunyi:
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.

Kami poetera dan poeteri Indonesia


mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.

Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca: sosiolog) adalah
butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa. Dikatakan demikian,
sebab negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat hal
yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh
pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah
mempunyai kebulatan tekad yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada
mereka.

Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu dipakai
sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi sudah berabad-abad
sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali tidak
merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari bahwa
bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar suku,
sebab yang diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa
Melayu yang dipakai sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa
daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang.
Kesadaran masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya yang
mendukung lancarnya inspirasi sakti di atas.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 5


Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa Indonesia
pada tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata
jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa barunya.
Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat kedaerahan
atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan jiwa bahsa Melayu
sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang berjiwa
semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.

“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2)
lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-
beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan (4) alat perhubungan antarbudaya
antardaerah.

Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai sosial


budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa
Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus
mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia, kita
harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bngga
memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa


Indonesia. Ini beratri, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat,
perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian itu,
maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di
dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa
Indonesia yang sebenarnya.

Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar
belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam
kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa
Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan
tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan
bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya
daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi
bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah
diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.

Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam
kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang
yang berasal dari suku lain yang berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah kita dapat

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 6


bertukar pikiran dan saling memberikan informasi? Bagaimana cara kita seandainya kita
tersesat jalan di daerah yang masyarakatnya tidak mengenal bahasa Indonesia? Bahasa
Indonesialah yang dapat menanggulangi semuanya itu. Dengan bahasa Indonesia kita
dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala
kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan, dan kemanan (disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada
warganya. Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat
peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan
pembangunan akan cepat tercapai.

D. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi

Sebagaimana kedudukannya sebagai bhasa nasional, bahasa Indonesia sebagai bahasa


negara/resmi pun mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Hal ini terbukti pada uraian
berikut.

Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak langsung dari
bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu itu bahasa Melayu masih juga
digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang berbeda. Bahasa Melayu digunakan
sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan Hindia Belanda, sedangkan bahasa
Indonesia digunakan di luar situasi pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang
mendambakan persatuan Indonesia dan yang menginginkan kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian bahasa yang sama tubuhnya, tetapi
berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan jiwa nasional.

Secara terperinci perbedaan lapangan atau ranah pemakaian antara kedua bahasa itu
terlihat pada perbandingan berikut ini.
Bahasa Melayu: Bahasa Indonesia:
a. Bahasa resmi kedua di samping a. Bahasa yang digunakan dalam
bahasa Belanda, terutama untuk gerakan kebangsaan untuk
tingkat yang dianggap rendah. mencapai kemerdekaan Indonesia.
b. Bahasa yang diajarkan di sekolah- b. Bahasa yang digunakan dalam
sekolah yang didirikan atau menurut penerbitan-penerbitan yang
sistem pemerintah Hindia Belanda. bertuju-an untuk mewujudkan cita-
cita perjuangan kemerdekaan
c. Penerbitan-penerbitan yang dikelola
Indonesia baik berupa:
oleh jawatan pemerintah Hindia
Belanda. 1) bahasa pers,
2) bahasa dalam hasil sastra.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 7


Kondisi di atas berlangsung sampai tahun 1945.

Bersamaan dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus


1945, diangkat pulalah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Hal itu dinyatakan dalam
Uud 1945, Bab XV, Pasal 36. Pemilihan bahasa sebagai bahasa negara bukanlah pekerjaan
yang mudah dilakukan. Terlalu banyak hal yang harus dipertimbangkan. Salah timbang
akan mengakibatkan tidak stabilnya suatu negara. Sebagai contoh konkret, negara
tetangga kita Malaysia, Singapura, Filipina, dan India, masih tetap menggunakan bahasa
Inggris sebagai bahasa resmi di negaranya, walaupun sudah berusaha dengan sekuat
tenaga untuk menjadikan bahasanya sendiri sebagai bahasa resmi.

Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa sebagai bahasa
negara apabila (1) bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar penduduk
negara itu, (2) secara geografis, bahasa tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan (3)
bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara itu. Bahasa-bahasa yang terdapat
di Malaysia, Singapura, Filipina, dan India tidak mempunyai ketiga faktor di atas, terutama
faktor yang nomor (3). Masyarakat multilingual yang terdapat di negara itu saling ingin
mencalonkan bahasa daerahnya sebagai bahasa negara. Mereka saling menolak untuk
menerima bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi kenegaraan. Tidak demikian halnya
dengan negara Indonesia. Ketig faktor di atas sudah dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun
1928. Bahkan, tidak hanya itu. Sebelumnya bahasa Indonesia sudah menjalankan tugasnya
sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Dengan demikian, hal yang
dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi kita tidak merupakan persoalan. Oleh sebab
itu, kita patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.

Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai
(1) bahasa resmi kenegaraan,
(2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
(3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan
(4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern.

Keempat fungsi itu harus dilaksanakan, sebab minimal empat fungsi itulah memang sebagai
ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa negara.

Pemakaian pertama yang membuktikan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
kenegaran ialah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 8


1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan
kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.

Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh


pemerintah dan lembaga-lembaganya dituliskan di dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato
atas nama pemerintah atau dalam rangka menuanaikan tugas pemerintahan diucapkan
dan dituliskan dalam bahasa Indonesia. Sehubungan dengan ini kita patut bangga terhadap
presiden kita, Soeharto yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam situsi apa dan
kapan pun selama beliau mengatasnamakan kepala negara atau pemerintah. Bagaimana
dengan kita?

Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bhasa pengantar di lembaga-
lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya
saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya
menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah
anak didik yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.

Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga


pendidikan tersebut, maka materi pelajaran ynag berbentuk media cetak hendaknya juga
berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang
berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Apabila hal ini dilakukan, sangatlah membantu
peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan
teknolologi (iptek). Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai
bahasa iptek yang sejajar dengan bahasa Inggris.

Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan


perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, bahasa Indonesia dipakai
dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada
masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem
administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan
mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima
oleh orang kedua (baca: masyarakat).

Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, bahasa
Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal
dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat
disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain
bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali mengajarkan menari Bali kepada orang
Jawa, Sunda, dan Bugis dengan bahasa Bali? Tidak mungkin! Hal ini juga berlaku dalam
penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas,
penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer,
majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakn bahasa

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 9


Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai
bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan
tinggi.

E. Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Indonesia


sebagai Bahasa Negara/Resmi

Perbedaan dari Segi Ujudnya

Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri Sosial dalm rangka peringatan Hari
Hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri Muda Usaha wanita dalam rangka
peringatan Hari Ibu, misalnya, tentunya kita tidak menjumpai kalimat-kalimat yang
semacam ini.
“Sodara-sodara! Ini hari adalah hari yang bersejarah. Sampeyan tentunya udah tau,
bukan? Kalau kagak tau yang kebacut, gitu aja”.

Kalimat yang semacam itu juga tidak pernah kita jumpai pada waktu kita membaca surat-
surat dinas, dokumen-dokumen resmi, dan peraturan-peraturan pemerintah.

Di sisi lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah atau
suku yang berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti ‘kepingin’, ‘paling banter’,
‘kesusu’ dan ‘mblayu’? Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan komunikasi, kita tidak
akan menggunakan kata-kata yang tidak akan dimengerti oleh lawan bicara kita
sebagaimana contoh di atas. Kita juga tidak akan menggunakan struktur-struktur kalimat
yang membuat mereka kurang memahami maksudnya.

Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada perbedan ujud antara bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita baca pada contoh di
atas, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana yang pernah juga kita
lakukan pada saat berkenalan dengan seseorang lain daerah atau lain suku? Perbedaan
secara khusus memang ada, misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan
oleh lapangan pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan kosakata
tertentu yang berbeda dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan administrasi.
Begitu juga dalam lapangan ekonomi, sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum
terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa yang berciri baku. Dalam lapangan
dan situasi di atas tidak pernah digunakan, misalnya, struktur kata ‘kasih tahu’ (untuk
memberitahukan), ‘bikin bersih’ (untuk membersihkan), ‘dia orang’ (untuk mereka), ‘dia
punya harga’ (untuk harganya), dan kata ‘situ’ (untuk Saudara, Anda, dan sebagainya),
‘kenapa’ (untuk mengapa), ‘bilang’ (untuk mengatakan), ‘nggak’ (untuk tidak), ‘gini’ (untuk
begini), dan kata-kata lain yang dianggap kurang atau tidak baku.

Perbedaan dari Proses Terbentuknya

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 10


Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara kedua kedudukan
bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara dan nasional, sebenarnya sudah terlihat di dalam
uraian pada butir 1.2 dan 1.3. Akan tetapi, untuk mempertajamnya dapat ditelaah hal
berikut.

Sudah kita pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang timbulnya kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara jelas-jelas berbeda. Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra
Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlk untuk mewujudkan
suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kta runtuh” benar-benar diresapi
oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk mewujudkan persatuan perlu adanya saran
yang menunjangnya. Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya adalah srana
komunikasi yang disebut bahasa. Dengan pertimbangan kesejarahan dan kondisi bahasa
Indonesia yang lingua franca itu, maka ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.

Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi. Terbentuknya


bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dilatarbelakangi oleh kondisi bahasa
Indonesia itu sendiri yang secara geografis menyebar pemakiannya ke hampir seluruh
wilayah Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar penduduknya. Di samping itu, pada
saat itu bahasa Indonesia telah disepakati oleh pemakainya sebagai bahasa pemersatu
bangsa, sehingga pada saat ditentukannya sebagai bahasa negara/resmi, seluruh pemakai
bahasa Indonesia yang sekaligus sebagai penduduk Indonesia itu menerimanya dengan
suara bulat.

Dengan demikian jelaslah bahwa dualisme kedudukan bahasa Indonesia tersebut


dilatarbelakangi oleh proses pembentukan yang berbeda.

Perbedaan dari Segi Fungsinya

Setelah kita menelaah uraian terdahulu, kita mengetahui bahwa fungsi kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda sekali dengan fungsi kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah pemakaian dan
tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara/resmi dipakai, kiranya sudah kita ketahui.

Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan sehubungan dengn tanggung jawab kita
terhadp pemakaian fungsi-fungsi itu. Apabila kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai
fungsi tertentu, terdapat kaitan apa dengan kita? Kita berperan sebagai apa sehingga kita
berkewajiban moralmenggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu? Jawaban atas
pertanyaan itulah yng membedakan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi-

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 11


fungsi bahasa Indonesia baik dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional maupun
sebagai bahasa negara/resmi.

Kita menggunakan sebagai bahasa negara/resmi dipakai sebagai alat penghubung


antarsuku, misalnya, karena kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di wilayah tanah air
Indonesia. Sehubungan dengan itu, apabila ada orang yang berbangsa lain yang menetap
di wilayah Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia, dia tidak mempunyai tanggung jawab
moral untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tersebut.

Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan keturunan Cina, tetapi
karena dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat sebagai Ketua Lembaga
Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan penataran kepada anggotnyan
berkewajiban moral untuk menggunakan bahasa Indonesia. Tidak perduli apakah dia lancar
berbahasa Indonesia atau tidak. Tidak perduli apakah semua pengikutnya keturunan Cina
yang berwarga negara Indonesia ataukah tidak.

Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung antarsuku, karena dia
berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia; sedangkan seseorang
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, karena dia sebagai warga negara
Indonesia yang menjalankan tugas-tugas ‘pembangunan’ Indonesia.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 12


BAB II
MEMBACA

MEMBACA

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 13


A. Pengertian Membaca
Membaca merupakan aktivitas yang sangat kompleks yang melibatkan faktor fisik
dan faktor mental. Para ahli mengalami kesulitan untuk mendefinisikan kegiatan membaca.
Hal ini disebabkan oleh kompleksnya aktivitas yang terjadi pada saat membaca. Namun,
Kridalaksana (1984:94) mengemukakan bahwa membaca adalah suatu cara untuk
mengambil informasi dari teks, baik berupa gambar-gambar maupun media tulis dan juga
kombinasi dalam bentuk lambang-lambang grafik dan perubahan menjadi wicara
bermakna dalam bentuk pemahaman secara diam-diam atau pun keras-keras. Jadi,
membaca tidak hanya sekadar membaca tulisan berupa teks, tetapi juga gambar atau pun
grafik juga dapat dibaca. Berdasarkan gambar yang tertulis, pembaca bisa memperoleh
informasi yang tersirat dalam gambar atau pun grafik melalui pemahaman.
Membaca menjadi sebuah aktivitas yang dapat dilakukan oleh semua orang baik
siswa maupun masyarakat umum. Keterampilan membaca yang memadai wajib dimiliki
oleh pembaca, karena kemampuan membaca yang memadai akan memudahkan pembaca
untuk memahami isi bacaan. Jika pembaca sudah dapat memahami isi bacaan yang
dibacanya, keinginan penulis untuk memberikan informasi kepada pembaca melalui
bacaan dapat dikatakan sudah berhasil.
B. Tujuan Membaca
Tujuan membaca setiap orang berbeda-beda. Tujuan membaca yang berbeda-beda
ini berkaitan dengan kebutuhan, kondisi dan situasi membaca (Sudiana, 2007: 60).
Walaupun demikian, secara umum tujuan orang membaca adalah untuk memperoleh
informasi dari suatu teks tulis.
Berdasarkan jenis informasi, ada tiga tujuan membaca, yaitu tujuan membaca
referensial, tujuan membaca intelektual, dan tujuan membaca untuk kesenangan.
1. Tujuan membaca referensial berkenaan dengan tujuan memperoleh informasi yang
berupa fakta yang ada di lingkungan untuk menambah wawasan atau pengetahuan
yang bersifat faktual.
2. Tujuan membaca intelektual berkenanaan dengan tujuan memperoleh informasi
yang dapat meningkatkan daya intelektual.
3. Tujuan membaca untuk kesenangan berkenaan dengan tujuan memperoleh
informasi yang dapat menyenangkan diri pembaca.
Di samping itu, ada juga pembaca yang bertujuan memperoleh informasi secara
umum, secara mendetail, atau untuk memperoleh informasi tertentu saja.
C. Proses Membaca
Proses membaca melibatkan sejumlah aktivitas, baik yang meliputi kegiatan mental
maupun fisik. Proses membaca terdiri atas delapan aspek.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 14


1. Aspek Sensori
Proses membaca dimulai dengan kesan sensori visual. Kesan sensori visual
diperoleh melalui penangkapan simbol-simbol grafis dengan indra pelihatan.
Kegiatan ini merupakan aspek sensori proses membaca. Dalam kegiatan ini,
pembaca mengamati serangkaian simbol grafis yang digunakan dalam teks.
2. Aspek Persepsi
Aspek persepsi adalah sebuah kegiatan menginterpretasi kesan sensori yang
sudah masuk ke otak. Dalam kegiatan ini, pembaca memproses dan
mengorganisasikan data sensori visual yang berasal dari halaman tulis berdasarkan
latar belakang dan pengetahuan serta pengalaman individunya.
3. Aspek Urutan
Aspek urutan dalam proses membaca merupakan kegiatan mengikuti
rangkaian tulisan yang tersusun secara linier, logis, dan sistematis menurut kaidah-
kaidah gramatika. Dalam kegiatan ini, pembaca harus mengatur gerak mata untuk
mengikuti alur tulisan.
4. Aspek Pengalaman
Aspek pengalaman merupakan aspek yang penting dalam proses membaca.
Dalam hal ini, pembaca menggunakan latar belakang pengalaman dalam kegiatan
pemberian makna terhadap rangkaian tulisan yang tertera dalam halaman cetakan.
Artinya, latar belakang pengalaman dipakai sebagai dasar untuk memaknai
rangkaian tulisan yang dibaca. Pembaca yang memiliki latar belakang pengalaman
yang banyak, lebih mungkin mengembangkan pemahaman dan konsep-konsep kata
yang dihadapi pada waktu membaca dibandingkan dengan yang memiliki
pengalaman yang kurang.
5. Aspek Berpikir
Aspek berpikir dalam proses membaca berkenaan dengan aktivitas mental
berpikir. Akivitas berpikir diperlukan dalam membaca, dan membaca merupakan
suatu aktivitas berpikir.
6. Aspek Belajar
Aspek belajar dalam kegiatan membaca merupakan kegitan mengingat sesuatu
yang sudah pernah dipelajari dan meramunya dengan ide-ide dan fakta baru yang
dijumpai dalam teks bacaan.
7. Aspek Asosiasi
Aspek asosiasi dalam membaca berkenaan dengan kegiatan menghubungkan
simbol-simbol grafis dengan bunyi bahasa dan makna. Kemampuan mengasosiasi
yang perlu dikuasai oleh seorang pembaca adalah kemampuan memahami asosiasi
antara rangkaian simbol grafis dan makna serta memahami antara rangkaian simbol
grafis dan bunyi bahasa sesuai dengan sistem tulisan yang dipakai.
8. Aspek Afektif

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 15


Aspek afektif berkenaan dengan kegiatan memusatkan perhatian,
membangkitkan kegemaran, dan menumbuhkan motivasi membaca ketika sedang
membaca.
Berdasarkan kedelapan aspek tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam proses
membaca, pembaca melalui berbagai tahap melibatkan berbagai aspek. Salah satu aspek
yang ada dalam kegiatan membaca adalah aspek pengalaman. Pengalaman merupakan
salah satu kunci dalam membaca agar dapat memberi makna dalam rangkaian tulisan yang
dibacanya. Aspek pengalaman merupakan aspek penting dalam proses membaca, karena
pengalaman menjadi latar belakang pembaca dalam membaca.
Pembaca yang memiliki latar belakang pengalaman yang banyak dan beragam, lebih
mungkin mengembangkan pemahaman konsep-konsep kata yang dihadapi pada waktu
membaca dibanding dengan yang memiliki pengalaman yang kurang. Hal tersebut berarti
bahwa pengalaman yang dimiliki atau latar belakang pembaca dalam membaca dapat
dikatakan sebagai skemata yang dimiliki oleh pembaca.
D. Teknik Membaca
Tujuan membaca yang berbeda-beda mensyaratkan penggunaan teknik-teknik
membaca yang berbeda-beda pula. Penyesuaian teknik membaca dengan tujuan membaca
menyebabkan membaca menjadi efisien. Teknik membaca yang dikembangkan adalah
sebagai berikut.
1. Membaca untuk Menemukan Informasi (Search reading)
Dalam membaca untuk menemukan informasi, pembaca berusaha
menemukan informasi untuk memenuhi tujuan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya. Untuk menemukan informasi secara cepat, pembaca akan
menggunakan petunjuk-petunjuk yang ada dalam buku yang dibaca, seperti daftar
isi, indeks, dan glosarium. Petunjuk informasi halaman yang ada dalam daftar isi dan
indeks akan membantu pembaca menemukan informasi tertentu yang diperlukan.
Kalau dalam buku yang dibaca berisi glosarium, pembaca dapat menemukan
dengan cepat informasi pengertian tentang istilah tertentu yang digunakan dalam
buku.
2. Baca Pilih (Selecting)
Seorang pembaca, kadang-kadang tidak membaca seluruh wacana tulis. Hal ini
disebabkan oleh tidak adanya keinginan memperoleh semua informasi yang ada
dalam teks. Sebaliknya, pembaca hanya ingin memperoleh informasi tertentu saja.
Oleh karena itu, pembaca akan memilih bagian-bagian teks tertentu yang
dibacanya. Melalui teknik baca pilih, pembaca memilih bahan-bahan bacaan yang
dianggap relevan atau sesuai dengan informasi yang dikehendaki.

3. Baca Lompat (Skipping)


Teknik baca lompat berkaitan dengan teknik baca pilih. Hal ini disebabkan oleh

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 16


pembaca memilih bagian-bagian teks yang perlu dibacanya. Ada kemungkinan dia
melompati bagian teks yang dibacanya.
Baca lompat merupakan teknik membaca yang banyak digunakan oleh
pembaca yang mahir. Dalam hal ini, pembaca tidak membaca secara keseluruhan
teks dari awal sampai akhir. Pembaca melampaui bagian-bagian yang dianggap
tidak relevan dengan tujuan membacanya, dan melompat pada bagian-bagian yang
ada hubungannya dengan fokus informasi yang ditetapkan sebelumnya.
4. Baca Layap (Skimming)
Teknik baca layap akan digunakan oleh pembaca, apabila pembaca ingin
menemukan isi umum suatu bacaan secara cepat. Pada saat melayap, pembaca
hanya berusaha menemukan gambaran umum secara keseluruhan suatu bacaan.
Rincian informasi tidak diperlukan dalam membaca layap.
Teknik baca layap sering digunakan ketika pembaca bermaksud menilai kadar
kesukaran atau kemudahan materi bacaan, ada-tidaknya informasi yang
diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umumnya terlebih
dahulu. Setelah gambaran umum diperoleh, baru dilanjutkan dengan membaca
secara lebih saksama dalam upaya memperoleh gambaran yang lebih rinci
mengenai isi bacaan.
5. Baca Tatap (Scanning)
Dengan teknik ini, orang dapat membaca dengan cepat dan memusatkan
perhatian pada bagian bacaan yang berisi informasi fokus yang telah ditentukan dan
membaca bagian tertentu dengan lebih teliti sehingga informasi fokus ditemukan
dengan tepat, dan dipahami dengan benar.
6. Baca Reseptif
Penggunaan model membaca ini dimaksudkan untuk mengetahui secara akurat
tentang sesuatu yang ingin disampaikan penulis. Membaca reseptif diperlukan
apabila orang ingin mengetahui bahan bacaan sampai pada hal-hal yang sangat
rinci. Untuk mendapatkan informasi secara mendetail, pembaca kadang-kadang
perlu membaca secara berulang-ulang.
7. Baca Responsif
Model membaca responsif adalah model membaca yang dilakukan oleh
pembaca ketika ia ingin merefleksi gagasan, konsep, atau ide penulis. Model
membaca responsif disebut juga dengan model membaca kritis. Model membaca
ini menuntut berbagai macam keterampilan membaca untuk dapat merangkum isi
bacaan, menganalisis, dan akhirnya menilai gagasan yang ditemukan dalam bacaan.

E. Tingkat Kemampuan Membaca


Tingkat kemampuan membaca dapat dibedakan menjadi lima tingkat, yakni sebagai

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 17


berikut.
1. Pemahaman Harfiah
Pemahaman harfiah berarti pemahaman yang menekankan pada pokok-pokok
pikiran dan informasi yang diungkapkan secara gamblang di dalam sebuah wacana.
Tujuan pemahaman harfiah ini adalah mengenal atau mengingat kembali sutu fakta
atau suatu kejadian.
2. Mereorganisasi
Mereorganisasi berarti menganalisis, menyintesis atau mengorganisasi buah
pikiran atau informasi yang dikemukakan secara eksplisit dalam sebuah wacana
yang dilakukan oleh pembaca.
3. Inferensial
Tingkat inferensial berarti menggunakan buah pikiran ataupun informasi yang
secara jelas dikemukakan di dalam wacana, intuisi dan pengalaman pribadinya
sebagai dasar pendapat dan hipotesis, sehingga simpulan pendapat yang ditarik
pembaca dapat bersifat konvergen ataupun divergen, dan pembaca tidak mungkin
diminta untuk memverbalisasikan rasional yang mendasari kesimpulannya.
4. Evaluasi
Tingkat evaluasi dalam kemampuan membaca adalah meminta respons
pembaca untuk menunjukkan bahwa ia telah mengadakan tilikan evaluatif dengan
membandingkan buah pikiran yang disajikan dalam wacana dengan kriteria luar
yang diberikan oleh guru. Otoritas lain ataupun kriteria interen yang digunakan
berasal dari pengalaman, pengetahuan dan nilai-nilai dari pembaca atau siswa.
5. Apresiasi
Apresiasi berarti melibatkan seluruh dimensi kognitif, karena apresiasi
berhubungan dengan dampak psikologis dan estetis terhadap membaca. Apresiasi
dalam membaca bertujuan menghendaki pembaca secara emosional dan estetis,
peka terhadap suatu karya dan meminta reaksi terhadap nilai dan kekayaan unsur-
unsur psikologis dan artistik dalam bacaan tersebut.
F. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemahaman Bacaan
Faktor-faktor yang memengaruhi pemahaman bacaan dapat diklasifikasikan menjadi
dua kategori, yaitu faktor dalam dan faktor luar.
1. Faktor dalam meliputi hal-hal seperti kompetensi bahasa, yaitu sesuatu yang
diketahui pembaca tentang bahasa yang dipakai penulis. Hal lain yang termasuk
faktor dalam adalah minat, yaitu keteracuhan pembaca terhadap berbagai topik
yang terdapat di dalam bacaan. Motivasi juga termasuk faktor dalam, yaitu faktor-
faktor yang mendorong untuk melakukan aktivitas baca.
2. Faktor luar dapat diklasifikasikan atas dua subkategori, yaitu unsur-unsur dalam
bacaan dan sifat-sifat lingkungan baca. Unsur dalam bacaan meliputi faktor
keterbacaan, yaitu faktor yang berhubungan dengan tingkat kesukaran bacaan dan

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 18


faktor organisasi teks. Unsur sifat lingkungan baca meliputi faktor-faktor kegiatan
yang dilakukan guru pada waktu sebelum, ketika, dan sesudah membaca untuk
membantu pembaca (siswa) dalam memahami isi teks.
Jadi, faktor dalam (kompetensi bahasa, minat, motivasi) dan faktor luar (unsur dalam
bacaan dan sifat lingkungan baca) diri pembaca sangat berpengaruh terhadap kemampuan
seorang pembaca dalam memahami bacaan.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 19


BAB III
MENULIS

MENULIS

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 20


A. Pengertian Menulis
Menulis merupakan segenap rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan
dan menyampaikan informasi melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk
dipahami. Dengan keterampilan menulis seseorang akan dapat melaporan,
memberitahukan, dan meyakinkan orang lain.
Keterampilan menulis merupakan keterampilan kognitif (memahami, mengetahui,
dan memersepsi) yang kompleks, yang menghendaki strategi kognitif yang tepat,
keterampilan intelektual, informasi verbal, ataupun motivasi yang tepat. Menulis juga
menjadi suatu alat yang sangat ampuh dalam belajar yang dengan sendirinya memainkan
peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan (Enre, 1998:6). Menulis sangat penting
bagi pendidikan karena memudahkan siswa (mahaiswa) berpikir secara kritis,
memudahkan siswa merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya
tanggapan (persepsi) siswa, memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, dan
menyusun urutan bagi pengalaman. Dalam bagian selanjutnya, secara berturut-turut, akan
dibahas (1) ciri-ciri tulisan yang baik dan santun, (2) azas-azas tulisan, (3) tahap-tahap
menulis, (4) karya ilmiah, dan (5) surat dinas.
B. Azas-azas dalam Menulis
Pada umumnya seorang penulis selalu ingin menghasilkan suatu tulisan yang baik dan
tulisannya dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca. Gie (2002:35) mengemukakan ada
beberapa azas utama yang harus dilaksanakan dalam menulis.
1. Kejelasan
Dalam kegiatan menulis asas utama yang harus dilaksanakan adalah kejelasan
karena setiap tulisan harus diungkapkan dengan jelas dan benar. Show (dalam Gie,
2002:35) menyatakan, “Kejelasan merupakan ciri tunggal yang penting dari tulisan
yang baik karena ini lebih daripada ciri lain bahasa, membantu dalam
menyampaikan pikiran penulis dan pembicara kepada pembaca dan pendengar”.
Azas kejelasan bukanlah semata-mata berarti mudah dipahami, melainkan juga
tulisan itu tidak mungkin salah ditafsirkan oleh pembaca. Kejelasan berarti tidak
samar-samar, tidak kabur sehingga setiap butir ide yang diungkapkan seakan-akan
tampak nyata oleh pembaca.
Misalnya, penulis dalam karyanya sering menggunakan istilah kaki tangan yang
berarti orang kepercayaan. Apabila penulis sering menggunakan istilah, penulis juga
harus memberikan penjelasan atau arti istilah tersebut sehingga pembaca tidak
salah menafsirkan maksudnya.
2. Keringkasan
Keringkasan berarti bahwa suatu karangan tidak menghambur-hamburkan kata
secara semena-mena, tidak mengulang-ulang butir ide yang dikemukakan, dan
tidak berputar-putar dalam menyampaikan suatu gagasan dengan berbagai kalimat
yang berkepanjangan. Show (dalam Gie, 2002) menyatakan, “Tulisan yang baik

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 21


diperoleh dari ide-ide yang kaya dan kata-kata yang hemat, bukan sebaliknya ide-
ide sedikit dan kata yang berlebihan”. Suatu tulisan dikatakan ringkas bilamana
tulisan tersebut mengungkapkan banyak buah pikiran dalam kata-kata yang sedikit.
Tulisan yang baik adalah ringkas. Suatu kalimat tidak mengandung kata-kata
yang tidak perlu, suatu alinea tidak memuat kalimat-kalimat yang tidak perlu;
berdasarkan alasan yang sama, sebuah lukisan tidak mempunyai bagaian-bagian
yang tidak perlu (William Strunk dalam Gie, 2002). Contoh, “Interaksi antara
perkembangan bagi kepribadian dan perkembangan penguasaan bahasa
menentukan pola kepribadian yang sedang berkembang.” Dalam kalimat di atas,
kata bagi dan perkembangan sebaiknya dihilangkan atau tidak digunakan.
3. Ketepatan
Asas ketepatan mengandung ketentuan bahwa suatu tulisan harus dapat
menyampaikan butir-butir gagasan kepada pembaca dengan kecocokan
sepenuhnya seperti yang dimaksud penulisnya. Sudah sepatutnya, setiap penulis
menaati sepenuhnya berbagai aturan dan ketentuan tata bahasa, tanda baca,
ejaan, dan kelaziman pemakaian bahasa tulis yang ada. Misalnya, penggunaan titik
dua (:) pada saat membuat referensi dari sebuah buku. Penggunaan titik dua itu
mengacu pada tahun dan halaman kalau pengacuan halaman dilakukan pada saat
sistem pengarang-tahun dalam teks.
Gie (2002:36-37), mengemukakan tiga azas lainnya yang perlu dilakukan dalam
kegiatan menulis, yaitu keterpaduan, pertautan, dan penegasan.
1. Kesatupaduan
Asas kesatupaduan ini berarti bahwa segala hal yang disajikan dalam suatu
tulisan perlu berkisar pada suatu gagasan pokok atau tema utama yang telah
ditentukan. Untuk keseluruhan tulisan yang tersusun dari alinea-alinea, tidak ada
uraian yang meyimpang dan tidak ada ide yang lepas dari jalur gagasan pokok
tersebut.
2. Pertautan
Asas ini menetapkan bahwa dalam suatu tulisan bagian-bagiannya perlu
melekat secara berurutan satu sama lain. Alinea yang satu dengan alinea yang lain
saling berkaitan sehingga ada aliran yang logis dari satu ide menuju ide yang lain.
Pada asas pertautan semua alenia perlu berurutan dan berkesinambungan
sehingga seakan-akan terdapat aliran yang lancar dalam penyampaian gagasan
pokok sejak awal sampai akhir tulisan.

3. Penegasan
Richard (dalam Gie, 2002) menyatakan bahwa tulisan yang baik adalah tulisan
yang menyatakan sesuatu secara meyakinkan kepada seseorang. Azas penegasan
dalam tulisan menetapkan bahwa dalam suatu tulisan butir-butir informasi yang

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 22


penting disampaikan dengan penekanan atau penonjolan tertentu sehingga
mengesan kuat pada pikiran pembaca.
C. Tahap-Tahap Menulis
Menulis adalah suatu proses. Jadi, pelaksanaannya memerlukan beberapa tahapan.
Secara umum tahap-tahap menulis terdiri atas tahap pramenulis, tahap perencanaan
tulisan, tahap penulisan, tahap merevisi, dan tahap publikasi.
1. Tahap Pramenulis
Tahap ini merupakan tahap persiapan. Ada dua kegiatan yang dilakukan dalam
tahap ini. Pertama, menulis topik dan selanjutnya menentukan tujuan. Penentuan
tujuan ini berkaitan dengan pemilihan bentuk karangan. Bentuk karangan itu bisa
berupa narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
Tahap pertama menulis berupa penentuan topik memang menjadi hal utama
yang harus dimiliki penulis sebelum memulai sebuah tulisan. Topik adalah inti
segala hal yang akan dibahas dalam tulisan nanti. Topik dapat diperoleh dari
berbagai sumber, seperti koran, televisi ataupun pengalaman penulis sendiri. Berita
di televisi tentang kenaikan harga BBM, misalnya, adalah satu topik yang bisa
dikembangkan.
2. Tahap Perencanaan Tulisan
Perencanaan tulisan berkaitan dengan penyusunan kerangka tulisan. Kerangka
harus disusun secara sistematis (Akhadiah, 1998:5). Kerangka ini terdiri atas
subtopik-subtopik yang akan dikembangkan menjadi paragraf-paragraf.
Pada tahap perencanaan ini, penulis sudah memulai dengan membuat konsep
awal sebuah tulisan. Konsep awal dalam hal ini berupa garis-garis besar setiap
informasi yang akan ditulis. Konsep awal ini lebih menggambarkan isi dan
cenderung mengabaikan aspek tata tulis. Caranya bisa dengan mencatat segala
informasi yang akan ditulis ke dalam sebuah kertas. Hal ini untuk menghindari
informasi yang tumpang tindih.
Terkadang, banyak penulis pemula yang langsung menulis inti tanpa membuat
konsep awal terlebih dahulu. Inilah yang akhirnya membuat tulisan mereka tidak
terarah dengan baik dan akhirnya keluar dari tujuan penulisan. Penulis tidak
memiliki pedoman dalam mengembangkan tulisannya. Selanjutnya, penulis akan
kesulitan mengembangkan tulisannya.
3. Tahap Penulisan
Pada tahap ini, dilakukan pengembangan gagasan ataupun butir-butir pokok
yang telah dibuat sebelumnya. Setiap subpokok dikembangkan menjadi paragraf.
Subpokok-subpokok dalam kerangka karangan dikembangkan menjadi paragraf
yang padu.
Semua informasi yang diperoleh ditulis dengan rinci dalam tahap ini. Banyak

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 23


penulis pemula terkadang kesulitan mengembangkan konsep awal tulisannya
sehingga terjadilah kemacetan dalam menulis. Pada tahap ini, penulis sudah
terpaku pada tulisan yang ideal sehingga kurang …ias... dengan informasi yang ingin
disampaikan. Laksana (2007) menyatakan bahwa penulis tidak seharusnya
melakukan pekerjaan menulis dan merevisi sekaligus karena akan memperlambat
proses penulisan. Ini berarti bahwa tahap menulis dan merevisi letaknya terpisah.
Merevisi dilakukan setelah penulis selesai menulis.
4. Tahap Merevisi
Merevisi adalah pemeriksaan terhadap tulisan yang telah dibuat (Akhadiah,
1998:5). Revisi diperlukan untuk menghasilkan tulisan yang baik. Pada tahap ini
penulis secara menyeluruh mengoreksi tentang bahasa, struktur karangan, ejaan,
tanda baca, pilihan kata, dan kaidah gramatika lainnya. Dalam hal ini, penulis benar-
benar harus meneliti isi tulisannya. Bagian yang dirasa tidak perlu dalam tulisan bisa
dikurangi, dan informasi dalam tulisan yang dianggap belum lengkap bisa
ditambahkan.
5. Tahap Publikasi
Tahap ini merupakan tahap yang terakhir. Publikasi dapat dilakukan dengan
menyampaikan tulisan yang telah dibuat kepada khalayak ramai. Publikasi
diperlukan agar orang lain tahu informasi yang ingin disampaikan penulis. Di sinilah
akan terjadi komunikasi antara penulis dan pembaca. Tulisan yang dimuat di surat
kabar adalah salah satu contoh publikasi tulisan.
D. Karya Ilmiah
Keterampilan menulis karya ilmiah sangat penting artinya bagi mahasiswa calon guru
dalam rangka persiapannya memasuki dunia kerja, maupun dalam rangka mengerjakan
tugas-tugas krpendidikannya di perguruan tinggi. Selama mengikuti pendidikan di
perguruan tinggi, mau tidak mau, mereka sering diberikan tugas berupa menulis karya
ilmiah. Di samping itu, belakangan ini, berbagai lomba menulis karya ilmiah dengan hadiah
jutaan rupiah ramai ditawarkan oleh berbagai instansi, baik instansi pemerintah maupun
instansi swasta, kepada pihak sekolah ataupun pihak perguruan tinggi. Hal ini tentu
merupakan kesempatan emas bagi mahasiswa ataupun bagi guru/dosen untuk mengadu
kemampuannya dalam menulis karya ilmiah. Mereka yang benar-benar memiliki
keterampilan dalam menulis karya ilmiah tentu akan mampu memenangkan lomba yang
bergengsi tersebut.
Sayangnya, keterampilan menulis bagi sebagian besar orang bukanlah pekerjaan
mudah. Keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling tinggi
tingkatannya dibandingkan keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan
keterampilan menyimak (mendengarkan). Hal ini mudah dipahami karena, dilihat dari segi
tahapan pemerolehan bahasa, keterampilan menulis dilakukan pada tahapan terakhir
setelah pemerolehan keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Akhdiah dkk.
(1996/1997:iii) menyatakan bahwa berbeda dengan kemampuan menyimak dan berbicara,

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 24


kemampuan menulis tidak diperoleh secara alamiah. Dari empat keterampilan berbahasa
yang ada, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, keterampilan menulis, lebih-lebih
menulis karya ilmiah, dianggap paling sulit. Untuk menguasainya, sungguh diperlukan
proses yang memerlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Menulis bukanlah
merupakan aktivitas tunggal, melainkan kompleks karena didahului oleh aktivitas-aktivitas
berbahasaa yang lain, seperti membaca dan menyimak.
Oleh karena itu, sudah selayaknya setiap mahasiswa memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang memadai dalam bidang menulis, khususnya menulis karya ilmiah, baik
yang berupa laporan hasil penelitian maupun yang berupa artikel. Karya ilmiah yang berupa
artikel ini masih bisa dibedakan atas dua macam, yaitu artikel hasil penelitian dan artikel
kajian pustaka. Paparan ini difokuskan pada penulisan kedua jenis artikel tersebut,
terutama dari segi kaidah-kaidah yang perlu diperhatikan dalam penulisan kedua bentuk
artikel tersebut.
E. Pengertian Karya Ilmiah
Hakikat karya ilmiah itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari hakikat berpikir ilmiah, dan
penelitian ilmiah. Dikatakan demikian karena karya ilmiah merupakan hasil pelaksanaan
penelitian ilmiah dan penelitian ilmiah merupakan wujud operasionalisai berpikir ilmiah.
Masalahnya sekarang adalah apakah yang dimaksud dengan berpikir ilmiah itu. Yang
dimaksud berpikir ilmiah adalah suatu proses berpikir yang menggabungkan berpikir
deduktif dan berpikir induktif. Hipotesis diturunkan dari teori kemudian diuji melalui
verifikasi data secara empiris. Proses atau cara berpikir seperti di atas disebut juga metode
logiko-hipotetiko-verifikatif. Berpikir ilmiah pada garis besarnya terdiri atas empat langkah
pokok, yaitu (1) merumuskan masalah, (2) mengajukan hipotesis, (3) verifikasi data
(mengumpulkan dan menganalisis data), dan (4) menarik simpulan (Sudjana, 1987:9).
Mengacu pada uraian di atas, dapatlah dikatakan bahwa tidak semua karya tulis
boleh disebut sebagai karya ilmiah. Sebuah karya tulis baru dapat digolongkan sebagai
sebuah karya ilmiah jika telah memenuhi sejumlah persyaratan, baik dari segi isi,
pengerjaan, maupun sosoknya. Dari segi isi, karya ilmiah hendaknya mengandung
kebenaran ilmiah, yaitu kebenaran yang tidak hanya berdasar pada rasio, tetapi juga dapat
dibuktikan secara empiris. Dari segi pengerjaannya, karya ilmiah hendaknya disusun
berdasarkan metode ilmiah. Dari segi sosoknya, karya ilmiah hendaknya disusun sesuai
dengan sistematika karya ilmiah yang ada. Sebab itulah, dikenal adanya beberapa jenis
karya ilmiah seperti laporan hasil penelitian, artikel (baik artikel kajian pustaka maupun
artikel rangkuman hasil penelitian), dan makalah.
Dalam kaitannya dengan penelitian, pada garis besarnya, ada empat tahap yang perlu
dilakukan, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap pelaporan, dan (4)
tahap penulisan artikel. Tahap persiapan pada intinya meliputi dua kegiatan pokok, yaitu
menetapkan masalah dan menyusun proposal penelitian serta instrumen penelitian. Tahap
pelaksanan meliputi beberapa kegiatan, yaitu: mengurus izin penelitian, mengumpulkan
data penelitian, dan menganalisis data penelitian. Jadi, menulis laporan hasil penelitian

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 25


sebenarnya berada pada tahap ketiga setelah tahap persiapan dan tahap pelaksanaan
berakhir. Hal ini berarti bahwa tinggi rendahnya kualitas sebuah laporan hasil penelitian
sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya kualitas persiapan dan pelaksanan penelitiaan itu
sendiri. Dengan kata lain, untuk dapat menulis sebuah laporan penelitian dengan baik,
seorang peneliti sudah sepatutnya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai
dalam menyusun proposal penelitian dengan berbagai komponen di dalamya, seperti latar
belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup
penelitian, tinjauan pustaka dan teori, serta metode penelitian, yang meliputi metode
pengumpulan data, metode analisis data, serta metode penyajian data.
F. Prinsip-Prinsip Penulisan Karya Ilmiah
Achmad (2010:167--168) menyatakan bahwa prinsip-prinsip umum yang mendasari
penulisan karya ilmiah adalah sebagai berikut.
1. Objektif, artinya setiap pernyataan ilmiah dalam karyanya harus didasarkan kepada
data dan fakta. Kegiatan ini disebut studi empiris. Objektif dan empiris merupakan
dua hal yang bertautan.
2. Prosedur atau penyimpulan penemuannya melalui penalaran induktif dan deduktif.
3. Rasional dalam pembahasan data, artinya seorang penulis karya ilmiah, dalam
menganalisis data, harus menggunakan pengalaman dan pikiran secara logis.
G. Ciri-ciri Karya Ilmiah
Achmad (2010:167--168) mengemukakan dua belas ciri karya ilmiah:
1. logis, artinya segala keterangan yang disajikan dapat diterima oleh akal;
2. sistematis, segala yang dikemukakan disusun dalam urutan yang memperlihatkan
adanya kesinambungan;
3. objektif, artinya segala keterangan yang dikemukakan menurut apa adanya;
4. lengkap, artinya segi-segi masalah yang diungkapkan itu dikupas selengkap-
lengkapnya;
5. lugas, artinya pembicaraan langsung kepada hal pokok;
6. saksama, maksudnya berusaha menghindarkan diri dari kesalahan seberapa pun
kecilnya;
7. jelas, segala keterangan yang dikemukakan dapat mengungkapkan maksud secara
jernih;
8. kebenarannya dapat diuji (empiris);
9. terbuka, yakni konsep atau pandangan keilmuan dapat berubah seandainya muncul
pendapat baru;
10. berlaku umum, yaitu semua simpulan-simpulannya berlaku bagi semua

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 26


populasinya;
11. penyajian menggunakan ragam bahasa ilmiah dan bahasa tulis yang lazim;

tuntas, artinya segala masalah dikupas secara mendalam dan selengkap-lengkapnya.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 27


BAB IV
BERBICARA

BERBICARA

A. Pengertian Berbicara

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 28


Seperti telah kita ketahui bahwa dalam kegiatan menyimak aktivitas kita awali dengan
mendengarkan dan diakhiri dengan memahami atau menanggapi. Kegiatan berbicara tidak
demikian. Kegiatan berbicara diawali dari suatu pesan yang harus dimiliki pembicara yang
akan disampaikan kepada penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima atau
memahami isi pesan itu.
Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan hubungan dan kerja sama denagn
manusia lain. Hubungan dengan manusia lainnya itu antara lain berupa menyampaikan isi
pikiran dan persaan, menyampaikan suatu informasi, ide atau gagasan serta pendapat atau
pikiran dengan suatu tujuan.
Dalam menyampaikan pesan seseorang menggunakan suatu media atau alat yaitu
bahasa, dalam hal ini bahasa lisan. Seorang yang akan menyampaikan pesan tersebut
mengharapkan agar penerima pesan dapat memahaminya. Pemberi pesan disebut juga
pembicara dan penerima pesan disebut penyimak atau pendengar. Peristiwa proses
penyampaian pesan secara lisan seperti itu disebut berbicara. Dengan rumusan lain dapat
dikemukakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa
lisan.
Anda sudah tidak asing lagi mendengar atau membaca istilah “berbicara” dan bahkan
Anda setiap saat melakukan bicara. Nina dikatakan “berbicara” ketika ia mengucapkan
salam kepada ibunya. “Assalamualaikum.” Ibu Rita dikatakan “berbicara” ketika
membicarakan kenaikan harga minyak tanah dalam pengajian. Ketua RT (Rukun Tetangga)
dikatakan “berbicara” ketika mengajak warganya untuk bekerja bakti membersihkan jalan
dan selokan air dalam rangka menyambut hari ulang tahun kemerdekaan Republik
Indnesia. Dihan dikatakan “berbicara” ketika ia bertanya kepada gurunya tentang pelajaran
yang ia belum ketahui. Anda dikatakan “berbicara” ketika Anda menjelaskan atau
menjawab pertanyaan siswa Anda.
Lalu, apakah berbicara itu? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Anton M. Moeliono,
dkk., 1998:114) dinyatakan bahwa berbicara adalah berkata; bercakap; berbahasa;
melahirkan pendapat dengan perkataan, tulisan dan sebagainya atau berunding.
Guntur Tarigan (1983 :15) berpendapat bahwa “ berbicara adalah kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan
serta menyampaikan pikiran , gagasan, dan perasaan”.
Sedangkan sebagai bentuk atau wujudnya berbicara disebut sebagai suatu alat untuk
mengomunikasikan gagasan yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
sang pendengar atau penyimak. Jadi, pada hakikatnya berbicara merupakan ungkapan
pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa. Kemampuan berbicara
adalah kemampuan mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. Pendengar menerima pesan atau informasi melalui rangkaian nada, tekanan,
dan penempatan persendian. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, berbicara
itu dapat dibantu dengan mimik dan pantomimic pembicara.
Kemampuan berbicara merupakan tuntutan utama yang harus dikuasai oleh seorang
guru. Jika seorang guru menuntut siswanya dapat berbicara dengan baik, maka guru harus
memberi contoh berbicara yang baik hal ini menunjukkan bahwa di samping menguasai

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 29


teori berbicara juga terampil berbicara dalam kehidupan nyata. Guru yang baik harus dapat
mengekspresikan pengetahuan yang dikuasainya secara lisan.
B. Tujuan berbicara
Seorang pembicara dalam menyampaikan pesan kepada orang lain pasti mempunyai
tujuan, ingin mendapatkan responsi atau reaksi. Responsi atau reaksi itu merupakan suatu
hal yang menjadi harapan. Tujuan atau harapan pembicaraan sangat tergantung dari
keadaan dan keinginan pembicara.

Secara umum tujuan pembicaraan adalah sebagai berikut:

a. mendorong atau menstimulasi,

b. meyakinkan,

c. menggerakkan,

d. menginformasikan, dan

e. menghibur.

Tujuan suatu uraian dikatakan mendorong atau menstimulasi apabila pembicara


berusaha memberi semangat dan gairah hidup kepada pendengar. Reaksi yang diharapkan
adalah menimbulkan inpirasi atau membangkitkan emosi para pendengar. Misalnya,
pidato Ketua Umum Koni di hadapan para atlet yang bertanding di luar negeri bertujuan
agar para atlet memiliki semangat bertanding yang cukup tinggi dalam rangka membela
Negara.
Tujuan suatu uaraian atau ceramah dikatakan meyakinkan apabila pembicara
berusaha mempengaruhi keyakinan, pendapat atau sikap para pendengar. Alat yang paling
penting dalam uraian itu adalah argumentasi. Untuk itu diperlukan bukti, fakta, dan contoh
konkret yang dapat memperkuat uraian untuk meyakinkan pendengar. Reaksi yang
diharapkan adalah adanya persesuaian keyakinan, pendapat atau sikap atas persoalan yang
disampaikan.
Tujuan suatu uraian disebut menggerakkan apabla pembicara menghendaki adanya
tindakan atau perbuatan dari para pendengar. Misalnya, berupa seruan persetujuan atau
ketidaksetujuan, pengumpulan dana, penandatanganan suatu resolusi, mengadakan aksi
sosial. Dasar dari tindakan atau perbuatan itu adalah keyakinan yang mendalam atau
terbakarnya emosi.
Tujuan suatu uraian dikatakan menginformasikan apabila pembicara ingin memberi
informasi tentang sesuatu agar para pendengar dapat mengerti dan memahaminya.
Misalnya seorang guru menyampaikan pelajaran di kelas, seorang dokter menyampaikan
masalah kebersihan lingkungan, seorang polisi menyampaikan masalah tertib berlalu
lintas, dan sebagainya.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 30


Tujuan suatu uraian dikatakan menghibur, apabila pembicara bermaksud
menggembirakan atau menyenangkan para pendengarnya. Pembicaraan seperti ini
biasanya dilakukan dalam suatu resepsi, ulang tahun, pesta, atau pertemuan gembira
lainnya. Humor merupakan alat yang paling utama dalam uraian seperti itu. Reaksi atau
response yang diharapkan adalah timbulnya rasa gembira, senang, dan bahagia pada hati
pendengar.
C. Jenis – Jenis Kegiatan Berbicara
Berbicara terdiri atas berbicara formal dan berbicara informal. Berbicara informal meliputi
bertukar pikiran, percakapan, penyampaian berita, bertelepon, dan memberi petunjuk.
Sedangkan berbicara formal antara lain, diskusi, ceramah, pidato, wawancara, dan
bercerita (dalam situasi formal). Pembagian atau klasifikasi seperti ini bersifat luwes.
Artinya, situasi pembicaraan yang akan menentukan keformalan dan keinformalannya.
Misalnya : penyampaian berita atau memberi petunjuk dapat juga bersifat formal jika
berita itu atau pemberian petunjuk itu berkaitan dengan situasi formal, bukan
penyampaian berita antarteman atau bukan pemberian petunjuk kepada orang yang
tersesat di jalan.

Berikut ini salah satu contoh pemberian petunjuk pada situasi formal. Petunjuk
seorang pemimpin kepada para bawahannya:
Pemimpin : Saudara-saudara karyawan PT “A” . Pada pagi ini, saya akan menyampaikan
informasi mengenai bagaimana membuat laporan yang baik.

Contoh berikut ini adalah pemberian petunjuk informal.

Seorang perempuan tersesat di jalan dan ia tidak tahu ke mana arah menuju stasiun kereta.
Ia bertemu dengan seorang pelajar putri dan bertanya,

Perempuan : De, ke mana arah stasiun kereta?

Pelajar : Ibu mau ke mana

Perempuan : Ibu mau ke stasiun kereta

Pelajar : Dari sini Ibu jalan ke pertigaan lampu merah kira-kira 200 m dari pertigaan lampu
merah, Ibu belok ke kiri, kir- kira 100 m di situ stasiun kereta.

Perempuan : Terima kasih, De,

Pelajar : Terima kasih kembali, hati-hati Bu.

Berikut ini juga akan dicontohkan bertelepon yang dapat bersituasi informal.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 31


Contoh : Bertelepon yang bersituasi informal

Dihan : Dihan di sini

Ibu Rita : Halo, saya Rita, boleh saya bicara dengan Pak Deni

Dihan : Maaf Bu, Bapak sedang dinas luar. Ada pesan, Bu?

Ibu Rita : Tolong sampaikan jasnya sudah jadi. Pak Deni bisa ngambil besok atau setelah ia
kembali dari dinas l erima kasih, De, Dihan.

Dihan : Sama-sama, Bu.

Contoh : Wawancara

Wawancara dilakukan di kantor Kepala Sekolah pada siang hari. Wawancara berlangsung
formal karena suasana dan situasi jam kerja. Pewawancara ingin mengetahui lebih jauh
mengenai keunggulan sekolah

Pewawancara : Selamat pagi, Pak!

Kepala Sekolah : Selamat pagi.

Pewawancara : Terima kasih Pak, karena Bapak telah bersedia meluangkan waktu pagi ini
untuk menjelaskan keunggulan sekolah yang Bapak pimpin. Begini, Pak, sudah tidak asing
lagi bagi masyarakat bahwa sekolah ini termasuk sekolah yang diunggulkan atau sekolah
unggulan, apa yang menyebabkan sekolah ini disebut sekolah unggulan?

Kepala Sekolah : Sebenarnya semua sekolah termasuk sekolah unggulan, namun, sekolah
kami memang memiliki kelebihan dari sekolah yang lain di antaranya adalah disiplin, baik
kepala sekolah, guru, siswa staf tata usaha, dan penjaga sekolah dengan kata lain semua
Wawancara merupakan bentuk komunikasi khas karena jarang terjadi perubahan peran
pelaku komunikasi.. Selain wawancara dalam situasi formal terdapat pula bentuk
penyampaian dengan diskusi (formal). Diskusi dapat berwujud diskusi kelompok, diskusi
panel, seminar, pidato, dan ceramah.

Berikut ini akan diuraikan bentuk-bentuk diskusi tersebut:

a. Diskusi

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 32


Pada saat Anda menatar atau mengajar, Anda dapat meminta petatar atau siswa
mendiskusikan materi penataran/pelajaran. Pada saat Anda rapat, misalnya, Anda dan
teman-teman dapat mendiskusikan rencana

pembangunan taman sekolah. Di kampung pun, ibu-ibu dapat berdiskusi mengenai


rencana apa saja.

Pada tiga kalimat di atas menggunakan kata diskusi. Lalu, apakah Diskusi itu? Diskusi dapat
diartikan sebagai ‘suatu proses bahasa lisan dalam bentuk tanya jawab’ ( Bagaimana
pendapat Anda, samakah dengan wawancara?)

Selain itu, diskusi juga dapat dimaknai ‘suatu cara untuk memecahkan masalah dengan
proses berpikir’ (Tarigan dalam Kisyani, 2003:22). Diskusi dapat juga berarti ‘pembicaraan
antar dua atau lebih orang dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian,
kesepakatan, atau keputusan bersama mengenai suatu masalah’. Diskusi juga diartikan
‘pertemuan ilmiah untuk elemen sekolah berdisiplin. Karena, disiplin merupakan modal
utama kemajuan sebuah sekolah.
Pewawancara : Selain disiplin, apakah karena di sekolah ini tempat anak orang yang
memliki ekonomi menengah ke atas?

Kelapa SekolaH : Tidak, banyak di antara siswa kami yang orang tuanya berekonomi lemah,
namun mereka memiliki semangat yang tinggi dalam belajar.

Pewawancara : Apakah siswa yang masuk di sekolah ini diseleksi ?

Kepala Sekolah : Ya, karena sekolah ini daya tampungnya terbatas, sedangkan peminatnya
terlalu banyak. Oleh karena itu, siswa yang masuk ke sekolah ini kami seleksi.

Pewawancara : Kalau begitu, siswa yang masuk sekolah ini memang benar unggul!

Kepala Sekolah : Benar, tetapi jangan disalahtafsirkan bahwa siswa yang diterima di
sekolah ini, mereka yang unggul intelegensinya saja tapi mereka unggul dalam arti yang
memiliki sikap yang baik.

Pewawancara : Terima kasih Pak, atas penjelasan Bapak. Selamat membahas suatu
masalah’ (Anton M. Moeliono, dkk., 1988:209). Suatu diskusi akan berhasil baik apabila
memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut.

(1) Peserta dapat menerima tujuan diskusi;

(2) Peserta memahami permasalahan yang akan didiskusikan;

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 33


(3) Peserta memiliki rasa tanggung jawab untuk kelancaran diskusi dan memiliki sikap
tenggang rasa serta saling menghormati;

(4) Pemimpin diskusi dan pembicara (jika ada) merupakan orang yang tegas, berwibawa,
dan dihormati peserta diskusi;

(5) Pemimpin diskusi menjamin kebebasan para peserta diskusi untuk mengeluarkan
pendapat (Kisyani, 2003:23).

Sehubungan dengan batasan bahwa diskusi ‘merupakan pertemuan ilmiah untuk


membahas suatu masalah’, berikut ini dibahas mengenai bentuk penyampaian dalam
diskusi formal yang meliputi diskusi kelompok, diskusi panel, seminar, pidato, dan curah
pendapat (brainstorming).

1) Diskusi kelompok

Kelompok dapat diterjemahkan ‘beberapa individu yang berkumpul dengan suatu tujuan’
atau ‘ kumpulan orang yang memiliki hubungan dengan pihak yang sama’ ( Anton M.
Moeliono, dkk., 1988:412). Dengan demikian secara umum dapat sering diartikan bahwa
diskusi kelompok adalah bertukar pikiran dalam musyawarah yang direncanakan atau
dipersiapkan anatara dua orang atau lebih tentang topik dengan seorang pemimpin
(Kisyani 2003:23). Diskusi kelompok sering juga disebut sebagai ‘percakapan terpimpin’.

Dalam diskusi kelompok biasanya dipimpin oleh seorang pemandu yang bertugas
membuka dan menutup acara, mengendalikan jalannya diskusi dan membuat simpulan.
Adapun sebagai nara sumber bertugas memberikan informasi yang diperlukan,
menjelaskan hal-hal yang tidak dipahami peserta diskusi dan membuat kesepakatan
bersama dan putusan akhir.

Sebagai seorang pemandu diskusi biasanya mengucapkan salam pembuka,


mengucapkan terima kasih, mengutarakan tujuan diskusi, dan acara diskusi secara garis
besar. Kemudian, pada saat menutup diskusi biasanya pemandu membacakan atau
menyampaikan simpulan atau rangkuman pembicaraan, ucapan terima kasih, harapan, dan
salam penutup.
Berikut ini secara umum dipaparkan langka-langkah atau tata cara dalam diskusi kelompok
sebagai berikut.

(a) Pemandu membuka diskusi kelompok

Pada saat membuka diskusi kelompok seorang pemandu dapat mengucapkan salam
pembuka dan mengemukakan masalah yang akan didiskusikan.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 34


(b) Dilakukan pembicaraan hakikat masalah yang didiskusikan Hakikat masalah yang
didiskusikan disampaikan oleh pembicara (peran pembicara dapat dirangkap oleh
pemandu). Dalam hal ini pembicara dapat mengemukakan bagian-bagian penting masalah
yang akan didiskusikan.

(c) Pencarian sebab yang menimbulkan masalah Pencarian sebab dapat pula dikemukakan
oleh pembicara. Dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan bahwa peserta diskusi akan ikut
menyumbangkan suara dalam merumuskan sebab-sebab yang menimbulkan masalah.

(d) Pendiskusian mengenai kemungkinan cara pemecahan masalah yang dapat digunakan.

(e) Setiap kemungkinan pemecahan masalah dipertimbangkan baik buruknya, kemudian


dipilih cara pemecahan yang terbaik. Cara pemecahan yang dipilih adalah cara
yangmerupakan pemufakatan dari hasil musyawarah. Namun, andaikan tujuan diskusi
bukan untuk memecahkan masalah, tetapi untuk menampung pendapat, pemecahan
masalah tidak mutlak dilakukan.

(f) Pemandu menutup diskusi kelompok

Pada saat menutup diskusi kelompok dapat dikemukakan hasil diskusi, harapan-
harapan, dan salam penutup.
2) Diskusi Panel

Diskusi panel adalah diskusi yang dilakukan oleh sekelompok orang yang disebut panelis
yang membahas suatu masalah atau topik yang menjadi perhatian umum di depan
khalayak atau pendengar atau penonton. Misalnya:

Dua atau tiga orang yang mempunyai keahlian atau dianggap ahli dalam bidang tertentu
mendiskusikan suatu masalah yang dipimpin oleh seorang pemandu atau moderator di
hadapan khalayak, pendengar atau penonton. Dalam kegiatan ini penonton dapat diberi
kesempatan untuk bertanya, menyanggah atau berkomentar sesuai dengan tata tertib atau
kesepakatan antara para panelis dan moderator diskusi panel. Langkah-langkah
pembicaraan atau tata cara dalam suatu diskusi panel adalah sebagai berikut.

(a) Pemandu membacakan tata tertib dan memperkenalkan para panelis

(b) Panelis pertama diberi kesempatan berbicara dalam waktu yang telah ditentukan
dalam tata tertib. Panelis pertama ini menjelaskan masalah dan pandangannya terhadap
masalah sesuai dengan keahliannya.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 35


(c) Panelis kedua mengutarakan pendapat dan pandangannya terhadap masalah yang
dibicarakan sesuai dengan keahliannya. Waktu yang digunakan panelis kedua ini sama
dengan waktu yang digunakan oleh panelis pertama.

(d) Panelis ketiga diberi kesempatan untuk berbicara sesuai dengan keahliannya. Waktu
yang digunakan sama dengan panelis pertama dan kedua.

(e) Setelah semua panelis mengutarakan pandangan mereka, diadakan diskusi informal
antarpanelis disertai penjelasan mengapa mereka berbeda pendapat mengenai masalah
itu.

(f) Pemandu menutup diskusi dengan menyimpulkan hasil pembicaraan para panelis.
Sedangkan khalayak tidak berpartisipasi aktif dalam diskusi ini.

Akan tetapi, dalam bentuk panel forum khalayak dapat berpartisipasi aktif atau
mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat. Jadi yang dimaksud dengan forum ini
adalah forum terbuka, ada tanya jawab antara khalayak dengan panelis.
3) Seminar

Seminar merupakan jenis diskusi kelompok yang diikuti oleh para ahli dan dipimpin oleh
seorang pemandu untuk mencari pedoman dan penyelesaian masalah tertentu. Hasil
pemikiran atau hasil penelitian yang akan disampaikan oleh pembicara atau penyanggah
utama sebaiknya ditulis dalam kertas kerja atau makalah. Langkah-langkah pembicaraan
atau tata cara seminar adalah sebagi berikut.

(a) Pemandu membuka seminar, membacakan tata tertib, dan memperkenalkan


pembicara (serta penyanggah utama dan pembanding jika ada).

(b) Pembicara menyampaikan pandangannya terhadap masalah yang telah ditentukan.

(c) Pembicara kedua memgutarakan pandangannya.

(d) Pembicara ketiga diberi kesempatan yang sama untuk mengemukakan pendapatnya.

(e) Apabila ada penyanggah atau pembanding diberi kesempatan untuk menyampaikan
sanggahannya.

(f) Peserta seminar diberi kesempatan untuk menanggapi.

(g) Dibentuk kelompok kecil untuk membahas setiap makalah atau kertas kerja dan
merumuskan hasil (oleh tim perumus).

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 36


(h) Pemandu mengakhiri dan menutup seminar.

2) Pidato

Pidato adalah pengungkapan pikiran oleh seseorang dalam bentuk lisan yang ditujukan
kepada orang banyak. Misalnya:

(1) Pidato kenegaraan, yaitu pidato Kepala Negara di depan anggota DPR/MPR;

(2) Pidato pengukuhan, yaitu pidato yang disampaikan oleh seorang pejabat setingkat
rektor universitas pada saat diangkat secara resmi;

(3) Pidato perpisahan.

3) Ceramah

Ceramah adalah ungkapan pikiran secara lisan oleh seseorang tentang sesuatu atau
pengetahuan kepada para pendengar. Dalam ceramah ada beberapa hal yang merupakan
ciri khas, yaitu:

(a) adanya suatu yang dijelaskan atau diinformasikan untuk memperluas pengetahuan para
pendengar, biasanya disampaikan oleh seseorang yang memiliki keahlian atau
pengetahuan di bidang tertentu;

(b) terdapat komunikasi dua arah antara peceramah dengan pendengar yaitu, berupa
dialog atau tanya jawab;

(c) dapat menggunakan alat bantu (over head projector, gambar untuk menjelaskan
uraian).

D. Metode Berbicara

Ada empat cara atau teknik yang dapat atau biasa digunakan orang dalam menyampaikan
pembicaraan,( H.G. Tarigan ) yaitu:

(a) Metode Impromptu ‘Serta Merta’

Dalam hal ini pembicara tidak melakukakan persiapan lebih dulu sebelum berbicara, tetapi
secara serta merta atau mendadak berbicara berdasarkan pengetahuan dan

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 37


pengalamannya. Pembicara menyampaikan pengetahuannya yang ada, dihubungkan
dengan situasi dan kepentingan saat itu.

(b) Metode Menghafal

Pembicara sebelum melakukan kegiatannya melakukan persiapan secara tertulis,


kemudian dihafal kata demi kata, kalimat demi kalimat. Dalam penyampaiannya pembicara
tidak membaca naskah. Ada kecenderungan pembicara berbicara tanpa menghayati
maknanya, berbicara terlalu cepat. Hal itu dapat menjemukan, tidak menarik perhatian
pendengar. Mungkin juga ada pembicara yang berhasil dengan metode ini. Metode ini
biasanya digunakan oleh pembicara pemula atau yang masih belum biasa berbicara di
depan orang banyak.

(c) Metode Naskah

Pada metode ini pembicara sebelum berbicara terlebih dulu menyiapkan naskah.
Pembicara membacakan naskah itu di depan para pendengarnya. Hal ini dapat kita
perhatikan pada pidato resmi Presiden di depan anggota DPR/MPR, pidato pejabat pada
upacara resmi. Pembicara harus memiliki kemampuan menempatkan tekanan, nada,
intonasi, dan ritme. Cara ini sering kurang komunikatif dengan pendengarnya karena mata
dan perhatian pembicara selalu ditujukan ke naskah. Oleh karena itu, apabila akan
menggunakan metode harus melakukan latihan yang intensif.

(d) Metode Ekstemporan

Dalam hal ini pembicara sebelum melakukan kegiatan berbicara terlebih dahulu
mempersiapkan diri dengan cermat dan membuat catatan penting. Catatan itu digunakan
sebagai pedoman pembicara dalam melakukan pembicaraannya. Dengan pedoman itu
pembicara dapat mengembangkannya secara bebas.

E. Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Berbicara

Dalam berbicara ada faktor yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) pembicara, dan (2)
pendengar. Kedua faktor tersebut akan menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan
berbicara. Di bawah ini kedua faktor tersebut akan dibahas satu persatu.

a. Pembicara

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 38


Pembicara adalah salah satu faktor yang menimbulkan terjadinya kegiatan berbicara. Dan,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk melakukan kegiatannya,
yaitu: (1) pokok pembicaraan (2) metode, (3) bahasa, (4) tujuan, (5) sarana, dan (6)
interaksi. Keenam hal itu akan dibicarakan lebih mendalam sebagai berikut.

1) Pokok Pembicaraan

Isi atau pesan yang menjadi pokok pembicaraan hendaknya memperhatikan hal-hal
berikut ini.

(a) Pokok pembicaraan bermanfaat bagi pendengar baik berupa informasi maupun
pengetahuan.

(b) Pokok pembicaraan hendaknya serba sedikit sudah diketahui dan bahan untuk
memperluas pembicaraan yang sudah diketahui itu lebih mudah diperoleh.

(c) Pokok pembicaraan menarik untuk dibahas baik oleh pembicara maupun bagi
pendengar. Pokok pembicaraan yang menarik biasanya pokok pembicaraan seperti
berikut: merupakan masalah yang menyangkut kepentingan bersama; merupakan jalan
keluar dari suatu persoalan yang tengah dihadapi; merupakan persoalan yang ramai
dibicarakan dalam masyarakat atau persoalan yang jarang terjadi; mengandung konflik
atau pertentangan pendapat.

(d) Pokok pembicaraan hendaknya sesuai dengan daya tangkap pendengar; tidak
melebihi daya intelektual pendengar atau sebaliknya, lebih mudah.

2) Bahasa

Bagi pembicara, bahasa merupakan suatu alat untuk menyampaikan pesan kepada orang
lain. Oleh karena itu, pembicara mutlak harus menguasai faktor kebahasaan. Di samping
itu, pembicara juga harus menguasai faktor nonkebahasaan. Faktor-faktor tersebut akan
dibahas berikut ini.

a. Faktor Kebahasaan

Faktor kebahasaan yang terkait dengan keterampilan berbicara antara lain sebagai
berikut.

(1) Ketepatan pengucapan atau pelafalan bunyi

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 39


Pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Hal ini
dapat dilakukan dengan berlatih mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Pengucapan bunyi
bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Memang pola ucapan
dan artikulasi yang kita gunakan tidak selalu sama, masing-masing kita mempunyai ciri
tersendiri. Selain itu ucapan kita juga sering dipengaruhi oleh bahasa ibu. Akan tetapi, jika
perbedaan itu terlalu mencolok sehingga menjadi suatu penyimpangan, maka keefekvifan
komunikasi akan terganggu.

Sampai saat ini lafal bahasa Indonesia belum dibakukan, namun usaha ke arah itu sudah
lama dikemukakan adalah bahwa ucapan atau lafal yang baku dalam bahasa Indonesia
adalah ucapan yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau ciri-ciri lafal daerah.

Di bawah ini disajikan pelafalan huruf, suku kata dan kata yang belum sesuai dengan
pelafalan bunyi bahasa Indonesia.

(a) Pelafalan /c/ dengan /se/

WC dilafalkan /we –se/ seharusnya we-ce

AC dilafalkan /a-se/ seharusnya /a-ce/

TC dilafalkan /te-se/ seharusnya /te-ce/

(b) Pelafalan /q/ dengan /kiu/

MTQ dilafalkan / em-te-kiu/ seharusnya /em-te-ki

PQR dilafalkan /pe-kiu-er/ seharusnya /pe-ki-er/

(c) Pelafalan /e/ sebagai /e’/ taling

E dengan dilafalkan dengan / dEngan /seharusnya / d ngan

ke mana dilafalkan ke mana/ kE mana /seharusnya /k mana/

berapa dilafalkan berapa /bErapa / seharusnya / b rapa /

esa dilafalkan esa / Esa / seharusnya / sa /

ruwet dilafalkan /ruwEt / seharusnya / ruw t /

peka dilafalkan / pe – ka / seharusnya peka

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 40


lengah dilafalkan / l nah / seharusnya lengah /lEngah/

(d) Pelafalan diftong /au/ dengan /o/

kalau dilafalkan / kalo / seharusnya / kalaw/

saudara dilafalkan / sodara / seharusnya / sawdara /

(e) Pelafalan diftong /ai / sebagai /e /

Pakai dilafalkan / pake/ seharusnya / pakay /

balai dilafalkan / bale / seharusnya / balay /

(f) Pelafalan / k / dengan bunyi tahan glotal (hamzah)

pendidikan dialafalkan / pendidi an / seharusnya /pendidikan/

kemasukan dilafalkan / kemasu an / seharusnya / kemasukan /

Tahun dilafalkan / taun / seharusnya / tahun /

Lihat dilafalkan / liat / seharusnya / lihat /

Pahit dilafalkan / pait / seharusnya / pahit /

(2) Penempatan Tekanan, Nada, Jeda, Intonasi dan Ritme

Penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi dan ritme yang sesuai akan merupakan daya
tarik tersendiri dalam benrbicara; bahkan merupakan faktor penentu dalam keefektivan
berbicara. Suatu topik pembicaraan mungkin akan kurang menarik, namun dengan
tekanan, nada, jangka dan intonasi yang sesuai akan mengakibatkan pembicaraan itu
menjadi menarik. Sebaliknya, apabila penyampaiannya datar saja, dapat menimbulkan
kejemuan bagi pendengar dan keefektivan berbicara akan berkurang.

Kekurangtepatan dalam penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme dapat
menimbulkan perhatian pendengar beralih kepada cara berbicara pembicara, sehingga
topik atau pokok pembicaraan yang disampaikan kurang diperhatikan. Dengan demikian
keefektivan berbicara menjadi terganggu.

(3) Pemilihan kata dan ungkapan yang baik, Konkret, dan bervariasi

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 41


Kata dan ungkapan yang kita gunakan dalam berbicara hendaknya baik, konkret, dan
bervariasi. Pemilihan kata dan ungkapan yang baik, maksudnya adalah pemilihan kata yang
tepat dan sesuai dengan keadaan para pendengarnya. Misalnya, jika yang menjadi
pendengarnya para petani, maka kata-kata yang dipilih adalah kata-kata atau ungkapan
yang mudah dipahami oleh para petani.

Pemilihan kata dan ungkapan harus konkret, maksudnya pemilihan kata atau ungkapan
harus jelas, mudah dipahami para pendengar. Kata-kata yang jelas biasanya kata-kata yang
sudah dikenal oleh pendengar yaitu kata-kata popular. Pemilihan kata atau ungkapan yang
abstrak akan menimbulkan kekurangjelasan pembicaraan.

Pemilihan kata dan ungkapan yang bervariasi, maksudnya pemilhan kata atau ungkapan
dengan bentuk atau kata lain lebih kurang maknanya sama dengan maksud agar
pembicaraan tidak menjemukan pendengar.

(4) Ketepatan Susunan Penuturan

Susunan penuturan berhubungan dengan penataan pembicaraan atau uraian tentang


sesuatu . Hal ini menyangkut penggunaan kalimat. Pembicaraan yang menggunakan
kalimat efektif akan lebih memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraan.

b. Faktor Nonkebahasaan

Faktor-faktor nonkebahasaan mencakup (1) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, (2)
pandangan yang diarahkan pada lawan bicara, (3) kesediaan menghargai pendapat orang
lain, (4) kesediaan mengoreksi diri sendiri, (5) keberanian mengungkapkan dan
mempertahankan pendapat, (6) gerak-gerik dan mimik yang tepat, (7) kenyaringan suara,
(8) kelancaran, (9) penalaran dan relevansi, dan (10) penguasaan topik.

Faktor-faktor tersebut dibahas secara lebih mendalam berikut ini.

a) Sikap yang Wajar, Tenang, dan Tidak Kaku

Dalam berbicara, kita harus bersikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Bersikap wajar, berarti
berbuat biasa sebagaimana adanya tidak mengada-ada. Sikap yang yang tenang adalah
sikap dengan perasaan hati yang tidak gelisah, tidak gugup, dan tidak tergesa-gesa. Sikap
tenang dapat menjadikan jalan pikiran dan pembicaraan menjadi lebih lancar. Dalam
berbicara tidak boleh bersikap kaku, tetapi harus bersikap luwes dan fleksibel.

b) Pandangan Diarahkan kepada Lawan Bicara

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 42


Pada waktu berbicara pandangan kita harus diarahkan lawan bicara, baik dalam
pembicaraan perseorangan maupun kelompok. Pandangan pembicara yang tidak
diarahkan kepada lawan bicara akan mengurangi keefektivan berbicara, di samping itu,
juga kurang etis. Banyak pembicara yang tidak mengarahkan pandangannya kepada lawan
bicaranya, tetapi melihat ke bawah dan ke atas. Hal ini mengakibatkan perhatian
pendengar menjadi berkurang.

c) Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain

Menghargai pendapat orang lain berarti menghormati atau mengindahkan pikiran orang
lain, baik pendapat itu benar maupun salah. Jika pendapat itu benar maka pendapat itulah
yang harus kita perhatikan dan jka pendapat itu salah pendapat itu pun harus kita hargai
karena memang itulah pengetahuan dan pemahamannya.

d) Kesediaan Mengoreksi Diri Sendiri

Mengoreksi diri sendiri berarti memperbaiki kesalahan diri sendiri. Kesediaan memperbaiki
diri sendiri adalah sikap terpuji. Sikap seperti ini sangat diperlukan dalam kegiatan
berbicara agar diperoleh kebenaran atau kesepakatan. Sikap ini merupakan dasar bagi
pembinaan jiwa yang demokratis.

e) Keberanian Mengemukakan dan Mempertahankan Pendapat

Dalam kegiatan berbicara terjadi proses lahirnya buah pikiran atau pendapat secara lisan.
Untuk dapat mengungkapkan pendapat tentang sesuatu diperlukan keberanian. Seseorang
mengemukakan pendapat di samping memiliki ide atau gagasan , juga harus memiliki
keberanian untuk mengemukakannya. Ada orang yang mempunyai banyak ide namun ia
tidak dapat mengungkapkannya karena ia tidak memiliki keberanian. Atau, sebaliknya ada
orang yang berani mengungkapkan pendapat namun ia tidak atau kurang idenya sehingga
apa yang ia ungkapkan terkesan asal bunyi.

f) Gerak – gerik dan Mimik yang Tepat

Salah satu kelebihan dalam kegiatan bericara dibandingkan dengan kegiatan berbahasa
yang lainnya adalah adanya gerak-gerik dan mimik yang dapat memperjelas atau
menghidupkan pembicaraan. Gerak-gerik dan mimik yang tepat akan menunjang
keefektivan berbicara. Akan tetapi gerak-gerik yang berlebihan akan mengganggu
keefektivan berbicara.

g) Kenyaringan Suara

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 43


Kenyaringan suara perlu diperhatikan oleh pembicara untuk menunjang keefktivan
berbicara. Tingkat kenyaringan suara hendaknya disesuaikan dengan situasi, tempat,
jumlah pendengar, dan akustik yang ada. Jangan sampai suara terlalu nyaring atau
berteriak-teriak di tempat atau akustik yang terlalu sempit; atau sebaliknya, suara terlalu
lemah pada ruangan yang luas, sehingga tidak dapat ditangkap oleh semua pendengar.

h) Kelancaran

Kelancaran seseorang dalam berbicara akan memudahkan pendengar menagkap isi


pembicaraannya. Pembicaraan yang terputus-putus atau bahkan diselingi dengan bunyi-
bunyi tertentu, misalnya, e…, em…, apa itu.., dapat mengganggu penangkapan isi
pembicaraan bagi pendengar. Di samping itu, juga jangan berbicara terlalu cepat sehingga
menyulitkan pendengar sukar menangkap isi atau pokok pembicaraan.

i) Penalaran dan Relevansi

Dalam berbicara, seorang pembicara hendaknya memperhatikan unsure penalaran yaitu


cara berpikir yang logis untuk sampai kepada kesimpulan. Hal itu menunjukkan bahwa
dalam pembicaraan seorang pembicara terdapat urutan pokok-pokok pikiran logis
sehingga jelas arti atau makna pembicaraannya. Relevansi berarti adanya hubungan atau
kaitan antara pokok pembicaraan dengan urainnya.

j) Penguasaan Topik

Pengauasaan topik pembicaraan berarti pemahaman suatu pokok pembicaraan. Dengan


pemahaman tersebut seorang pembicara memiliki kesanggupan untuk mengemukakan
topik itu kepada para pendengar. Oleh karena itu, sebelum melakukan kegiatan berbicara
di depan umum seharusnya seorang pembicara harus menguasai topik terlebih dahulu.
Sebab, dengan penguasaan topik akan membangkitkan keberanian dan menunjang
kelancaran berbicara.

3) Tujuan

Seorang pembicara dalam menyampaikan pesan kepada orang lain pasti mempunyai
tujuan, ingin mendapatkan responsi atau reaksi. Responsi atau reaksi itu merupakan suatu
hal yang menjadi harapan. Tujuan atau harapan pembicaraan ssangat tergantung dari

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 44


keadaan dan keinginan pembicara. Secara umum tujuan pembicaraan adalah sebagai
berikut:

a. mendorong atau menstimulasi,

b. meyakinkan,

c. menggerakkan,

d. menginformasikan, dan

e. menghibur.

4) Sarana

Sarana dalam kegiatan berbicara mencakup waktu, tempat, suasana, dan media atau alat
peraga. Pokok pembicaraan yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan waktu yang telah
ditentukan. Berbicara terlalu lama atau melebihi waktu yang di sediakan dapat
menimbulkan rasa jenuh para pendengar.

Tempat berbicara sangat menentukan keberhasilan pembicaraan. Dalam hal ini perlu
diperhatikan faktor lokasi, jumlah pendengar, posisi pembicara dan pendengar, cahaya,
udara, dan pengeras suara. Berbicara pada suasana tertentu pun akan mempengaruhi
keberhasilan pembicaraan. Pembicaraan yang berlangsung pada pagi hari tentu akan lebih
berhasil dibandingkan dengan pembicaraan pada siang, sore, dan malam hari. Media atau
alat peraga akan membantu kejelasan dan kemenarikan uraian. Karena itu, jika
memungkinkan, dalam berbicara perlu diusahakan alat bantu seperti film, gambar, dan alat
peraga lainnya.
5) Interaksi

Kegiatan berbicara berlangsung menunjukkan adanya hubungan interaksi antara


pembicara dan pendengar. interaksi dapat berlangsung searah, dua arah, dan bahkan multi
arah. Kegiatan berbicara yang berlangsung satu arah, misalnya laporan pandangan mata
pertandingan sepak bola, tinju, pembacaan berita. Kegiatan berbicara yang berlangsung
dua arah, misalnya pembicaraan dalam bentuk dialog atau wawancara. Sedangkan
kegiatan berbicara yang berlangsung multi arah biasanya terjadi pada acara diskusi, diskusi
kelompok, rapat, seminar, dan sebagainya.

b. Pendengar

Suatu kegiatan berbicara akan berlangsung dengan baik apabila dilakukan di hadapan para
pendengar yang baik. Karena itu, pendengar harus mengetahui persyaratan yang dituntut

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 45


untuk menjadi pendengar yang baik. Pendengar yang baik hendaknya memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:

a) memiliki kondisi fisik dan mental yang baik sehingga memungkinkan dapat melakukan
kegiatan mendengarkan; memusatkan perhatiandan pikiran kepada pembicaraan;

b) memiliki tujuan tertentu dalam mendengarkan yang dapat mengarahkan dan


mendorong kegiatan mendengarkan;

c) mengusahakan agar meminati isi pembicaraan yang didengarkan;

d) memiliki kemampuan linguistik dan nonlinguistik yang dapat meningkatkan


keberhasilan mendengarkan;

e) memiliki pengalaman dan pengetahuan luas yang dapat mempermudah pengertian dan
pemahaman isi pembicaraan.

F. Pembelajaran Berbicara

1. Pengertian Pembelajaran berbicara

Apa yang dimaksud dengan istilah Pembelajaran? Pembelajaran adalah proses atau hal
mempelajari. Kurikulum 1984, kita temukan istilah pengalaman belajar. Dalam konsep
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) sering disinggung aktivitas belajar. Dalam keterampilan
proses kita temukan istilah kegiatan belajar dan di dalam Kurikulum 2003 istilah yang
digunakan standar kompetensi atau kompetensi dasar. Semua istilah itu mengacu pada
pengertian yang sama yaitu pengalaman belajar yang dilakukan dirasakan murid dalam
menguasai suatu bahan pembelajaran. Dengan kata lain pembelajaran ialah pengalaman
yang dialami murid dalam proses menguasai kompetensi dasar pembelajaran.

Di dalam KTSP dinyatakan bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.


Pernyataan tersebut berimplikasi bahwa siapa pun yang mempelajari suatu bahasa pada
hakikatnya sedang belajar berkomunikasi. Thompson (2003:1) menyatakan bahwa
komunikasi merupakan fitur mendasar dari kehidupan sosial dan bahasa merupakan
komponen utamanya.
Pernyataan tersebut menyuratkan bahwa kegiatan berkomunikasi tidak bisa
dilepaskan dengan kegiatan berbahasa. Dalam kegiatan berkomunikasi dengan bahasa,
sebagaimana diketahui meliputi komunikasi lisan dan tulis. Komunikasi lisan terdiri atas
keterampilan menyimak/mendengarkan dan keterampilan berbicara, sedangkan
komunikasi tulis terdiri dari keterampilan membaca dan menulis.
Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa. Keterampilan
berbicara merupakan keterampilan produktif karena dalam perwujudannya keterampilan

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 46


berbicara menghasilkan berbagai gagasan yang dapat digunakan untuk kegiatan berbahasa
(berkomunikasi), yakni dalam bentuk lisan dan keterampilan menulis sebagai keterampilan
produktif dalam bentuk tulis. Dua keterampilan lainnya (menyimak dan membaca)
merupakan keterampilan reseptif atau keterampilan yang tertuju pada pemahaman. Siswa
membutuhkan keterampilan berbicara dalam interaksi sosialnya. Siswa akan dapat
mengungkapkan pikiran dan perasaanya secara efektif jika ia terampil berbicara. Dalam
kaitan kreativitas, keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan yang perlu
mendapat perhatian karena gagasan-gagasan kreatif dapat dihasilkan melalui
keterampilan tersebut.
Kemampuan berbicara siswa juga dipengaruhi oleh kemampuan komunikatif. Menurut
Utari dan Nababan (1993) kemampuan komunikatif adalah pengetahuan mengenai
bentuk-bentuk bahasa dan makna-makna bahasa tersebut, dan kemampuan untuk
menggunakannya pada saat kapan dan kepada siapa. Pengertian ini dilengkapi oleh
Ibrahim (2001) bahwa kemampuan komunikatif adalah kemampuan bertutur dan
menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi, situasi, serta norma-norma berbahasa dalam
masyarakat yang sebenarnya. Kompetensi komunikatif juga berhubungan dengan
kemampuan sosial dan menginterpretasikan bentuk-bentuk linguistik. Para siswa tentu
sudah memiliki pengetahuan sebagai modal dasar dalam bertutur karena ia berada dalam
suatu lingkungan sosial yang menuntutnya untuk paham kode-kode bahasa yang
digunakan masyarakatnya.
Dalam kaitannya dengan keterampilan berbicara, berikut ada ilustrasi. Ketika kita
mendengar kata ”berbicara”, pikiran kita tertuju pada kegiatan ”berpidato”. Padahal,
berpidato hanya merupakan salah satu bagian dari keterampilan berbicara. Tampaknya,
dalam menghadapi era globalisasi saat ini keterampilan berbicara perlu terus ditingkatkan
sehingga pengguna bahasa mampu menerapkan keterampilan tersebut untuk berbagai
bidang kehidupan, misalnya, berwawancara, berdiskusi, bermain peran, bernegosiasi,
berpendapat, dan bertanya. Untuk itu, dalam dunia pembelajaran para guru bahasa
dituntut untuk dapat melakukan ”terobosan” sehingga pembelajaran bahasa yang
dilaksanakannya dapat memenuhi tuntutan zaman, terutama dalam hal pembelajaran
berbicara.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 47


BAB V
RAGAM BAHASA

RAGAM BAHASA

A. Pengertian Ragam Bahasa

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 48


Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut
topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang
dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh
penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa
digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-
undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat
dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa
Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak
baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi
digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di
pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, yaitu (1)
ragam bahasa lisan, (2) ragam bahasa tulis. Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ
of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan
bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur
dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan
dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan).
Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki hubungan
yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam bahasa
lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama.
Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjdi sistem bahasa yang memiliki
seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada pula kesamaannya. Meskipun
ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosa kata, masing-masing memiliki seperangkat
kaidah yang berbeda satu dari yang lain.
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa
kata bahasa Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa
Indonesia baku. Kosa kata baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia
baku adalah kosa kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia
ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur
bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa
Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam
santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya
kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu
makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup
kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat
menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang
perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 49


belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan
(Fishman ed., 1968; Spradley, 1980).
B. Macam-Macam Ragam Bahasa
Menurut Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi berdasarkan :
1. Media pengantarnya atau sarananya, yang terdiri atas :
a. Ragam lisan.
b. Ragam tulis.
Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan
ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan,
dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam
percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa
ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar kita temukan
dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat
menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.
2. Berdasarkan situasi dan pemakaian
Ragam bahasa baku dapat berupa : (1) ragam bahasa baku tulis dan (2) ragam bahasa baku
lisan. Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya
tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat
yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar
terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku
tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah
ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di
dalam struktur kalimat.
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar
terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun
demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di
dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan
dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di
dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan
pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan,
ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai
ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat
dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam
bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 50


ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang
berbeda.
Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa
dan kosa kata) :
1. Tata Bahasa
(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a. Ragam bahasa lisan :
- Nia sedang baca surat kabar
- Ari mau nulis surat
- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
- Mereka tinggal di Menteng.
- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Saya akan tanyakan soal itu
.
b. Ragam bahasa Tulis :
- Nia sedangmembaca surat kabar
- Ari mau menulis surat
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
- Mereka bertempat tinggal di Menteng
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Akan saya tanyakan soal itu.

2. Kosa kata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a. Ragam Lisan
- Ariani bilang kalau kita harus belajar
- Kita harus bikin karya tulis
- Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak

b. Ragam Tulis

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 51


- Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
- Kita harus membuat karya tulis.
- Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.
Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar, semi
standar dan nonstandar.
a. ragam standar,
b. ragam nonstandar,
c. ragam semi standar.
Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan
tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga
memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan
perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modem (Alwi, 1998:
14).
Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan berdasarkan :
a. topik yang sedang dibahas,
b. hubungan antarpembicara,
c. medium yang digunakan,
d. lingkungan, atau
e. situasi saat pembicaraan terjadi
Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar :
· penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
· penggunaan kata tertentu,
· penggunaan imbuhan,
· penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
· penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam
nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung
menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri
kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam
nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam
standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang
merupakan bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 52


adalah ciri lain. Dalam ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan
teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda
lain. Dalam ragam nonstandar, sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan.
Kadang kala, kenyataan ini mengganggu kejelasan kalimat.
Contoh : (1) Ibu mengatakan, kita akan pergi besok

(1a) Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi besok


Pada contoh (1) merupakan ragam semi standar dan diperbaiki contoh (1a) yang
merupakan ragam standar.
Contoh : (2) Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan itu.
(2a) Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Kalimat (1) kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan kalimat (2) kehilangan kata
depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata ini sering dihilangkan. Hal ini
menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semi standar.
Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam standar dan
nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah
dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu,
predikat kalimat dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab
pertanyaan orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita
menjawab “Tau.” untuk menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pëmbedaan lain, yang juga
muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini
hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.
C. Ragam Bahasa Keilmuan
Menurut Sunaryo, (1994 : 1), bahwa dalam berkomunikasi, perlu diperhatikan
kaidah-kaidah berbahasa, baik yang berkaitan kebenaran kaidah pemakaian bahasa sesuai
dengan konteks situasi, kondisi, dan sosio budayanya. Pada saat kita berbahasa, baik lisan
maupun tulis, kita selalu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan bentuk-bentuk
bahasa yang kita gunakan. Pada saat menulis, misalnya kita selalu memperhatikan siapa
pembaca tulisan kita , apa yang kita tulis, apa tujuan tulisan itu, dan di media apa kita
menulis. Hal yang perlu mendapat perhatian tersebut merupakan faktor penentu dalam
berkomunikasi. Faktor-faktor penentu berkomunikasi meliputi : partisipan, topik, latar,
tujuan, dan saluran (lisan atau tulis).
Partisipan tutur ini berupa PI yaitu pembicara/penulis dan P2 yaitu pembaca atau
pendengar tutur. Agar pesan yang disampaikan dapat terkomunikasikan dengan baik, maka
pembicara atau penulis perlu (a) mengetahui latar belakang pembaca/pendengar, dan (b)
memperhatikan hubungan antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca. Hal itu
perlu diketahui agar pilihan bentuk bahasa yang digunakan tepat , disamping agar

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 53


pesannya dapat tersampaikan, agar tidak menyinggung perasaan, menyepelekan,
merendahkan dan sejenisnya.
Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan penutur ke
penanggap penutur. Penyampaian topik tutur dapat dilakukukan secara : (a) naratif
(peristiwa, perbuatan, cerita), (b) deskriptif (hal-hal faktual : keadaan, tempat barang,
dsb.), (c). ekspositoris, (d) argumentatif dan persuasif.
Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri :
(1) cendekia : bahasa Indonesia keilmuan itu mampu digunakan untuk
mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat.
(2) lugas dan jelas : bahasa Indonesia keilmuan digunakan untuk menyampaikan
gagasan ilmiah secara jelas dan tepat.
(3) gagasan sebagai pangkal tolak : bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan
orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-hal
yang diungkapkan, tidak pada penulis.
(4) Formal dan objektif : komunikasi Ilmiah melalui teks ilmiah merupakan komunikasi
formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam
bahasa Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi
formal atau resmi. Pada lapis kosa kata dapat ditemukan kata-kata yang berciri
formal dan kata-kata yang berciri informal (Syafi’ie, 1992:8-9).

Contoh :
Kata berciri formal Kata berciri informal
Korps korp
Berkata bilang
Karena lantaran
Suku cadang onderdil
D. Ragam Baku dan Tidak Baku

Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadap manusia yang
lain. Jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa
kita kita dapat berhubungan dengan masyarakat lain yang akhirnya melahirkan komunikasi
dalam masyarakat.
Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun
dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata
yang menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah
faktor lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 54


dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa
Indonesia.
Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan dan kesempatan. Misalnya
kapan kita mempunyai ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi resmi, ilmiah.
Tetapai ragam bahasa non baku dipakai pada situasi santai dengan keluarga, teman, dan di
pasar, tulisan pribadi, buku harian. Ragam bahasa non baku sama dengan bahasa tutur,
yaitu bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari terutama dalam percakapan.
Bahasa tutur mempunyai sifat yang khas yaitu:
a. Bentuk kalimatnya sederhana, singkat, kurang lengkap, tidak banyak menggunakan kata
penghubung.
b. Menggunakan kata-kata yang biasa dan lazim dipakai sehari-hari.
Contoh: bilang, bikin, pergi, biarin.
Didalam bahasa tutur, lagu kalimat memegang peranan penting, tanpa bantuan lagu
kalimat sering orang mengalami kesukaran dalam memahami bahasa tutur.
CIRI-CIRI BAHASA BAKU
Yang dimaksud dengan bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok,
yang diajukan dasar ukuran atau yang dijadikan standar. Ragam bahasa ini lazim digunakan
dalam:
1. Komunikasi resmi, yakni dalam surat menyurat resmi, surat menyurat dinas,
pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, perundang-
undangan, penamaan dan peristilahan resmi, dan sebagainya.
2. Wacana teknis seperti dalam laporan resmi, karang ilmiah, buku pelajaran, dan
sebagainya.
3. Pembicaraan didepan umum, seperti dalam ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya.
4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati dan sebagainya. Pemakaian (1) dan (2)
didukung oleh bahasa baku tertulis, sedangkan pemakaian (3) dan (4) didukung oleh
ragam bahasa lisan.
Ragam bahasa baku dapat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Penggunaan Kaidah Tata Bahasa
Kaidah tata bahasa normatif selalu digunakan secara ekspilisit dan konsisten.
Misalnya:
1. Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara ekpilisit dan konsisten.
Contoh:

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 55


Bahasa baku
- Gubernur meninjau daerah kebakaran.
- Pintu pelintasan kereta itu kerja secara otomatis.
2. Pemakaian kata penghubung bahwa dan karena dalam kalimat majemuk secara
ekspilisit. Contoh:
Bahasa Baku
- Ia tidak tahu bahwa anaknya sering bolos.
- Ibu guru marah kepada Sudin, ia sering bolos.
3. Pemakaian pola frase untuk peredikat: aspek+pelaku+kata kerja secara konsisten.
Contoh:
Bahasa Baku
- Surat Anda sudah saya terima.
- Acara berikutnya akan kami putarkan lagu-lagu perjuangan.
Bahasa Tidak Baku
- Surat Anda saya sudah terima.
- Acara berikutnya kami akan putarkan lagu-lagu perjuangan.
4. Pemakaian konstruksi sintensis. Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- anaknya - dia punya anak
- membersihkan - bikin bersih
- memberitahukan - kasih tahu
- mereka - dia orang
5. Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek regional atau unsur gramatikal bahasa
daerah. Misalnya:
Bahasa Baku
- Dia mengontrak rumah di Kebayoran lama
- Mobil paman saya baru
Bahasa Tidak Baku
- Dia ngontrak rumah di Kebayoran lama.
- Paman saya mobilnya baru.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 56


2. Penggunaan Kata-Kata Baku
Masuknya kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum yang sudah lazim digunakan
atau yang perekuensi penggunaanya cukup tinggi. Kata-kata yang belum lazim atau masih
bersifat kedaerahan sebaiknya tidak digunakan, kecuali dengan pertimbangan-
pertimbangan khusus. Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- cantik sekali - cantik banget
- lurus saja - lempeng saja
- masih kacau - masih sembraut
- uang - duit
- tidak mudah - enggak gampang
- diikat dengan kawat - diikat sama kawat
- bagaimana kabarnya - gimana kabarnya
3. Penggunaan Ejaan Resmi Dalam Ragam Tulisan
Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disebut ejaan bahasa
Indonesia yang disempurnakan (singkat EyD) EyD mengatur mulai dari penggunaan huruf,
penulisan kata, penulisan partikel, penulisan angka penulisan unsur serapan, sampai pada
penggunaan tanda baca. Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- bersama-sama - bersama2
- melipatgandakan - melipat gandakan
- pergi ke pasar - pergi kepasar
- ekspres - ekspres, espres
- sistem - sistim
4. Penggunaan Lafal Baku Dalam Ragam Lisan
Hingga saat ini lafal yang benar atau baku dalam bahasa Indonesia belum pernah
ditetapkan. Tetapi ada pendapat umum bahwa lafal baku dalam bahasa Indonesia adalah
lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau lafl daerah. Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- atap - atep
- menggunakan - menggaken
- pendidikan - pendidi’an
- kalau - kalo,kalo’
- habis - abis

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 57


- dengan - dengen
- subuh - subueh
- senin - senen
- mantap - mantep
- pergi - pigi
- hilang - ilang
- dalam - dalem

5. Penggunaan Kalimat Secara Efektif


Maksudnya, kalimat-kalimat yang digunakan dapat dengan tepat menyampaikan pesan
dengan pembicaraan atau tulisan kepada pendengar atau pembaca, persis seperti yang di
maksud pembicara atau penulis.
Keefektifan kalimat ini dapat dicapai antara lain dengan:
1. Susunan kalimat menurut aturan tata bahasan yang benar, misalnya:
Bahasa Baku
- Pulau Buton banyak menghasilkan aspal.
- Tindakan-tindakan itu menyebabkan penduduk merasa tidak aman dan keluarganya
merasa tidak aman.
Bahasa Tidak Baku
- Di pulau Buton banyak menghasilkan aspal.
- Tindakan-tindakan itu menyebabkan penduduk merasa tidak aman dan keluarganya.
2. Adanya kesatuan pikiran dan hubungan yang logis didalam kalimat. Misalnya:
Bahasa Baku
- Dia datang ketika kami sedang makan.
- Loket belum dibuka walaupun hari sudah siang.
Bahasa Tidak Baku
- Ketika kami sedang makan dia datang.
- Loket belum dibuka dan hari tidak hujan.
3. Penggunaan kata secara tepat dan efesien. Misalnya:
Bahasa Baku
- Korban kecelakaan lalu lintas bulan ini bertambah.
- Panen yang gagal memaksa kita mengimpor beras.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 58


Bahasa Tidak Baku
- Korban kecelakaan bulan ini naik.
- Panen gagal memungkinkan kita mengimpor beras.
4. Penggunaan pariasi kalimat atau pemberian tekanan pada unsur kalimat yang ingin
ditonjolkan. Misalnya:
Kalimat Biasa
- Dia pergi dengan diam-diam.
- Dengan pisau dikupasnya mangga itu.
Kalimat Bertekanan
- Dengan pisau dikupasnya mangga itu.
Kalimat Bertekanan
- Pergilah daia dengan diam-diam.
- Dengan pisaulah dikupasnya mangga itu.
Analisis Ragam Bahasa Baku dan Tidak Baku dalam Bahasa Indonesia
1. Sudara ketua, para hadirin yang terhormat ….
Kalimat di atas salah, karena mengandung makna jamak. Kata para sudah menyatakan
jamak, begitu juga kata hadirin, sudah mengandung makna semua orang yang hadir, oleh
karena itu tidak perlu dijamakkan lagi dengan menempatkan kata peserta para. Kalimat
yang benar adalah: Saudara ketua, hadirin yang terhormat, ....
2. Waktu kami menginjak klinik di bulan September….
Kalimat diatas jelas salah, karta majemuk tidak tepat diapaki seharusnya memasuki, kata
perangkai “di” tidak boleh ditempatkan didepan kata tidak menunjukkan kata tempat, jadi
diganti dengan pada.
Kalimat yang benar adalah:
Waktu kami memasuki klinik pada bulan September….
3. Berhubung berjangkitnya penyakit cacar perlu diambil tindakan ….
Kalimat di atas salah, kata penghubung yang harus selalu diikuti oleh, dengan, dan
dibelakang kata cacar lebih baik dibubui koma. Jadi kalimat yang benar adalah: Berhubung
dengan berjangkitnya penyakit cacar, perlu diambil tindakan…..
4. Atas perhatian saudara dihaturkan banyak terima kasih.
Kalimat diatas salah, karena kata dihaturkan tidak ada dalam bahasa Indonesia, yang ada
kata diucapkan selanjutnya kata banyak juga tidak dipakai, karena tidak lazim. Jadi kalimat
yang benar adalah: Atas perhatian saudara diucapkan terima kasih.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 59


5. Seluruh sekolah-sekolah yang ada dikota ini tidak menyenangi sistem ujian itu.
Kalimat di atas salah. Kata seluruh sudah menunjukkan jamak. Jadi tidak perlu kata yang
didepannya diulang, cukup seluruh sekolah. Selanjutnya kata depan di harus dipisahkan.
Penulisan kata sisitim seharusnya sistem. Jadi kalimat yang benar adalah seluruh sekolah
yang ada di kota ini tidak menyenangi sistem ujian itu.
6. Seluruh anggota perkumpulan itu harus hadlir pada jam 14.00 siang.
Kalimat di atas salah.
I. Penulisan anggauta seharusnya anggota.
II. Penulisan hadlir seharusnya hadir (hiperkorek).
III. Menunjukkan waktu dipakai kata yang tepat adalah pukul.
Jadi kalimat yang benar adalah:
Seluruh anggota perkumpulan itu harus hadir pukul 14.00.
7. Sejak mulai dari hari Senen yang lalu sangat sedikit sekali perhatiannya dipelajaran itu.
Kalimat diatas salah.
I. Kata sejak, mulai, dan mencakup pengertian yang sama. Jadi pilih salah satu.
II. Kata Senen adalah non baku, yang baku adalah Senin.
III. Kata sangat, sekali mencakup pengertian yang sama.
IV. Kata depan “di” pada kata dipelajari tidak tepat, seharusnya pada
pelajaran. Jadi kalimat yang benar adalah:
Sejak Senin yang lalu sangat sedikit perhatiannya pada pelajaran.
Sejak Senin yang lalu sangat sedikit perhatiannya pada pelajaran itu.
8. Saya sudah umumkan supaya setiap mahasiswa-mahasiswa datang besok hari Sabtu
yang akan datang.
Kalimat di atas salah.
I. Saya sudah umumkan, bahasa yang non baku, tidak memakai pola frase verba.
II. Kata setiap sudah menunjukkan jamak tidak perlu kata yang di depannya diulang.
III. Kata besok tidak perlu, sebab membingungkan.
Kalimat yang benar:
Sudah saya umumkan supaya setiap mahasiswa datang hari Sabtu yang akan datang.
9. Adalah sudah merupakan suatu kenyataan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa
persatuan dan kesatuan resmi negara.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 60


Kalimat di atas salah.
Ungkapan adalah sudah merupakan suatu kenyataan bahwa adalah ungkapan
mubazir,tanpa ungkapan itu makna sudah jelas pembaca sudah memahaminya.
Kalimat benar adalah:
Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan dan bahasa resmi negara.
10. Sebagaimana telah ditetapkan pekerjaan itu biasanya dilakukan tiga kali seminggu.
Kalimat di atas salah.
I. Penggunaan kata biasanya tidak perlu, karena makna kata itu sudah tersirat dalam
ungkapan sebagaimam telah ditetapkan
II. Penulisan kata se- Minggu non bakau, yang baku adalah seminggu.
Kalimat yang benar adalah sebagaimana telah ditetapkan pekerjaan itu dilakukan tiga kali
seminggu.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 61


BAB VI
DIKSI
(PILIHAN KATA)

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 62


DIKSI ATAU PILIHAN KATA

A. Pengertian Diksi
Pilihan kata (diksi) adalah hasil dari memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat,
alenia, atau wacana. Hal yang perlu kita amati dalam pilihan kata yaitu :
1. Kemampuan memilih kata dimungkinkan bila seseorang memilki kosakata yang luas.
2. Kemampuan membedakan secara tepat kata-kata yang memiliki nuansa serumpun.
3. Kemampuan untuk memilih kata-kata yang tepat untuk situasi atau konteks tertentu.
Ketepatan dan kesesuaian pilihan kata yang digunakan dalam sebuah tulisan akan
menentukan tingkat akurasi pemahaman pembaca terhadap pemikiran penulis yang
tertuang dalam tulisannya. Kesenjangan komunikasai dan salah paham antara pembaca
dengan penulis akan mudah terjadi apabila penulis menggunakan kata-kata yang kurang
tepat atau salah. Oleh karena itu penulis perlu menggunakan kata-kata secara tepat (secara
makna dan logika) dan sesuai dengan konteksnya.
1. Sinonim, Homofoni, dan Homograf
1.1 Sinonim: kata berbeda namun bermakna sama atau mirip
Contoh : Muka, paras, wajah, tampang (atau) Rancangan, rencana, desain
1.2 Homofoni: sama bunyi atau sama tulisan, namun berbeda arti
Contoh : Buku: 1) kitab, 2) bagian di antara dua ruas (atau)
Rapat: 1) pertemuan, 2) tidak ada jarak
1.3 Homograf: sama tulisan tetapi beda ucapan dan mempunyai arti yang sama sekali tidak
berhubungan.
Contoh : Teras: 1) inti, 2) bagian bangunan (atau) Sedan: 1) tangis, 2) mobil

2. Denotasi dan Konotasi


2.1 Denotasi: makna konseptual, referensi, digunakan dalam bahasan ilmiah mengenai
suatu masalah.
2.2 Konotasi: nilai kata, nilai rasa, yakni gambaran tambahan yang ada di samping denotasi,
digunakan dalam tulisan nonilmiah (sajak, iklan, dll)
3. Kata Abstrak dan Kata Konkret
3.1 Kata abstrak: mempunyai referen berupa konsep (demokrasi, kemanusiaan,
kecerdasan, kesehatan, jahat, buruk, dll.)
3.2 Kata konkret: mempunyai referen berupa obyek yang dapat diamati (manusia, buaya,
ayam, bamboo, ikan, tanah, dll.)

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 63


4. Kata Umum dan Kata Khusus
4.1 Kata umum: ruang lingkupnya luas. Kata-kata abstrak biasanya merupakan kata umum.
4.2 Kata khusus: ruang lingkupnya sempit. Kata-kata konkret bersifat lebih khusus.
Contoh untuk kata umum-khusus: runcing–mancung; bergelombang–ikal;
memasak–menanak; memotong-menebang; membawa-menjinjing; jatuh-
tersungkur.
5. Kata Populer dan Kata Kajian
5.1 Kata populer digunakan pada berbagai kesempatan dalam komunikasi sehari-hari di
kalangan semua lapisan masyarakat.
5.2 Kata kajian digunakan oleh para ilmuwan atau kelompok profesi tertentu dalam
makalah atau perbincangan khusus.
Contoh kata populer-kajian: penduduk-populasi; besar-makro; isi-volume; bisul-abses;
tahap-stadium; arang-karbon; bagian-unsur.
6. Jargon
Jargon merupakan kata-kata teknis yang digunakan secara terbatas dalam bidang ilmu,
profesi, atau kelompok tertentu. Kata-kata tersebut sering merupakan kata sandi atau
kode rahasia untuk kalangan tertentu (dokter, militer, perkumpulan rahasia, dst.)
7. Kata Asing dan Kata Serapan
7.1 Kata asing adalah unsur-unsur yang berasal dari bahasa asing yang masih dipertahankan
bentuk aslinya karena belum menyatu dengan bahasa Indonesia.
Contoh: option
7.2 Kata serapan merupakan unsur-unsur bahasa asing yang telah disesuaikan dengan
struktur bahasa Indonesia. Dalam proses morfologi kata serapan diperlakukan sebagai
kata asli. Contoh: dongkrak, sakelar, pelopor, individu.
8. Kata-kata Baru
Dalam perkembangan, sering muncul jenis kata-kata baru yang diperkenalkan. Contoh:
canggih, pemerian, pascabedah, prakiraan, laik, kendala.

9. Makna Kata dalam Kalimat


Makna sebuah kata dapat mengalami perubahan. Setiap kata memiliki konteks, maka
makna kata pada dasarnya bergantung pada konteksnya. Makna kata menjadi jelas ketika
digunakan dalam kalimat, dalam konteks verbalnya, terkait dengan kata-kata yang
mendahului dan mengikutinya.

B. Kesesuaian Pilihan Kata

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 64


1. Nilai-nilai Sosial
Dalam memilih kata-kata, penulis perlu memperhatikan nilai-nilai (nilai sosial) yang
berlaku dalam masyarakat pembaca. Penulis perlu memperhatikan apakah ada kata tabu,
atau kata-kata yang mempunyai konotasi lain yang berkaitan dengan persoalan sopan
santun atau kepercayaan mereka. Contoh: wafat-mati; isteri-bini; putera-anak; saudara-
kamu

2. Kata Baku dan Nonbaku


Bahasa baku (standar) adalah jenis bahasa yang digunakan oleh kelas terpelajar di dalam
masyarakat. Kata baku digunakan dalam tulisan-tulisan formal: peraturan pemerintah,
undang-undang, surat dinas, buku teks, berbagai makalah ilmiah, dsb. Contoh kata baku-
nonbaku: tidak-enggak, berkata-ngomong, membuat-bikin, mengapa-ngapain, beri-kasi,
memikirkan-mikirin

3. Sasaran Penulisan
Sasaran dari tulisan adalah kelompok masyarakat kepada siapa tulisan tersebut ditujukan.
Sasaran tulisan ini akan menentukan ragam bahasa, kalimat, serta kata-kata yang
digunakan.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 65


BAB VII
KALIMAT
DALAM BAHASA INDONESIA

KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA

A. Pengertian Kalimat

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 66


Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang
utuh secara ketatabahasaan. Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titi nada, disela
oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti kesenyapan yang memustahilkan
adanya perpaduan atau asimulasi bunyi (Anton M,1988:254). Dalam wujud tulisan
berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. (.),
tanda tanya (?) dan tanda seru (!).
Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki
subjek (S) dan predikat (P). Kalau tidak memiliki unsur subjek dan unsur predikat,
pernyataan itu bukanlah kalimat, tetapi hanya dapat disebut sebagai frasa. Inilah yang
membedakan kalimat dengan frasa.
Menurut Keraf (1987:46), pola kalimat dasar dalam bahasa Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. KB + KK : Mahasiswa berdiskusi.
2. KB + KS : Dosen itu ramah.
3. KB + KBil : Harga buku itu sepuluh ribu rupiah.
4. KB + (KD + KB) : Tinggalnya di Palembang.
5. KB1 + KK + KB2 : Mereka menonton film.
6. KB1 + KK + KB2 + KB3 : Paman mencarikan saya pekerjaan.
7. KB1 + KB2 : Rustam peneliti.

B. Pembagian Kalimat
Kalimat dapat dibagi menurut (a) bentuk, dan (b) maknanya (nilai komunikatifnya).
Menurut bentuknya, kalimat ada yang tunggal dan ada yang majemuk. Berdasarkan macam
predikatnya, kalimat tunggal dapat lagi dibagi menjadi kalimat yang berpredikat (1) nomina
atau frasa nomina, (2) adjektiva atau frasa adjektiva, (3) verba atau frasa verba, dan (4)
kata-kata lain seperti sepuluh, hujan, dan sebagainya. Kalimat majemuk juga dapat dibagi
lagi menjadi kelompok yang lebih kecil, yakni kalimat majemuk setara dan bertingkat.
Dari segi maknanya (nilai komunikatifnya) kalimat terbagi menjadi kalimat (1)
berita, (2) perintah, (3) tanya, (4) seru, dan (5) emfatik. Secara diagramatik pembagian
kalimat bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Predikat Frasa Nomina


b. Predikat Frasa Adjektiva
Tunggal c. Predikat Frasa Verbal
d. Predikat Frasa Lain

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 67


Bentuk

Kalimat a. Setara

Majemuk
b. Bertingkat
a. Berita
b. Perintah
Makna c. Tanya
d. Seru
e. Emfatik

1. Jenis Kalimat Menurut Struktur Gramatikalnya


Menurut struktur gramatikalnya, kalimat bahasa Indonesia dapat berupa kalimat tunggal
dan dapat pula berupa kalimat mejemuk. Kalimat majemuk dapat bersifat setara
(koordinatif), tidak setara (subordinatif), ataupun campuran (koordiatif-subordinatif).
Gagasan yang tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal; gagasan yang bersegi-segi
diungkapkan dengan kalimat majemuk.
1.1 Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Pada hakikatnya, kalau dilihat
dari unsur-unsurnya, kalimat-kalimat yang panjang-panjang dalam bahasa Indonesia dapat
dikembalikan kepada kalimat-kalimat dasar yang sederhana. Kalimat-kalimat tunggal yang
sederhana itu terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Sehubungan dengan it, kalimat-
kalimat yang panjang itu dapat pula ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah
yang dimaksud dengan pola kalimat dasar. Mari kita lihat sekali lagi pola-pola kalimat dasar
tersebut.
1. Mahasiswa berdiskusi
S: KB + P: KK
2. Dosen t ramah

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 68


S: KB + P: KS
3. Harga buku itu sepuluh ribu rupiah.
S: KB + P: Kbil
Pola-pola kalimat dasar ini masing-masing hendaklah dibaca sebagai berikut.
Pola 1 adalah pola yang mengandung subjek (S) kata benda (mahasiswa) dan predikat (P)
kata kerja (berdiskusi).
Kalimat itu menjadi Mahasiswa berdiskusi
S P
Contoh lain:
1. Pertemuan APEC sudah berlangsung.
S P
2. Teori itu dikembangkan.
S P
Pola 2 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (dosen itu) dan berpredikat kata sifat
(ramah). Kalimat itu menjadi:
Dosen itu ramah.
S P
Contoh lain:
1. Komputernya rusak.
S P
2. Suku bunga bank swasta tinggi.
S P
Pola 3 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (harga buku itu) dan berpredikat kata
bilangan (sepuluh ribu rupiah). Kalimat selengkapnya ialah:
Harga buku itu sepuluh ribu rupiah.
S P
Contoh lain:
1. Panjang jalan tol Cawang-Tanjung Priok tujuh belas kilometer.
S P
2. Masalahnya seribu satu.
S P
Ketiga pola kalimat di atas masing-masing terdiri atas satu kalimat tunggal. Setiap kalimat
tunggal di atas dapat diperluas dengan menambahkan kata-kata pada unsur-unsurnya.
Dengan menambahkan kata-kata pada unsur-unsurnya itu, kalimat akan menjadi panjang
(lebih panjang daripada kalimat asalnya), tetapi masih dapat dikenali unsur utamanya.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 69


Kalimat Mahasiswa berdiskusi dapat diperluas menjadi kalimat
Mahasiswa semester III sedang berdiskusi di aula.
S P K
Perluasan kalimat itu adalah hasil perluasan subjek mahasiswa dengan semester III.
Perluasan predikat berdiskusi dengan sedang, dengan menambahkan keterangan tempat
di akhir kalimat.
Kalimat 2, yaitu Dosen itu ramah dapat diperluas menjadi
Dosen itu selalu ramah setiap hari.
S P K
Kalimat 3, yaitu Harga buku itu sepulu ribu rupiah dapat diperluas pula dengan kalimat
Harga buku besar itu sepuluh ribu rupiah per buah.
S P
Memperluas kalimat tunggal tidak hanya terbatas seperti pada contoh-contoh di atas.
Tidak tertutup kemungkinan kalimat tunggal seperti itu diperluas menjadi dua puluh kata
atau lebih. Perluasan kalimat itu, antara lain, terdiri atas:
1. Keterangan tempat, seperti di sini, dalam ruangan tertutup, lewat Yogyakarta, dalam
republik itu, dan sekeliling kota;
2. Keterangan waktu, seperti setiap hari, pada pukul 19.00, tahun depan, kemarin sore,
dan minggu kedua bulan ini;
3. Keterangan alat seperti dengan linggis, dengan undang-undang itu, dengan sendok dan
garpu, dengan wesel pos, dan dengan cek;
4. Keterangan modalitas, seperti harus,barangkali, seyogyanya, sesungguhnya, dan
sepatutnya;
5. Keterangan cara, seperti dengan hati-hati, seenaknya saja, selekas mungkin, dan
dengan tergesa-gesa;
6. Keterangan aspek, seperti akan, sedang, sudah, dan telah.
7. Keterangan tujuan, seperti agar bahagia, supaya tertib, untuk anaknya,dan bagi kita;
8. Keterangan sebab, seperti karena tekun, sebab berkuasa, dan lantaran panik;
9. Frasa yang, seperti mahasiswa yang IP nya 3 ke atas, para atlet yang sudah
menyelesaikan latihan, dan pemimpin yang memperhatikan rakyatnya;
10. Keterangan aposisi, yaitu keterangan yang sifatnya saling menggantikan, seperti
penerima Kalpataru, Abdul Rozak, atau Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso.
Perhatikan perbedaan keterangan alat dan keterangan cara berikut ini.
Dengan + kata benda = keterangan alat

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 70


Dengan + kata kerja/kata sifat = keterangan cara.
Contoh kemungkinan perluasan kalimat tercantum di bawah ini.
1. Gubernur/memberikan/kelonggaran/kepada pedagang/.
2. Gubernur DKI Jakarta/memberikan/kelonggaran/kepada pedagang/.

1.2 Kalimat Majemuk Setara


Kalimat majemuk setara terjadi dari dua kalimat tunggal atau lebih. Kalimat majemuk
setara dikelompokkan menjadi empat jenis, sebagai berikut.
1. Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh kata dan atau serta jika kedua
kalimat tunggal atau lebih itu sejalan, hasilnya disebut kalimat majemuk setara
penjumlahan.
Contoh:
Kami membaca
Mereka menulis
Kami membaca dan mereka menulis.
Tanda koma dapat digunakan jika kalimat yang digabungkan itu lebih dari dua kalimat
tunggal.
Contoh:
Direktur tenang.
Karyawan duduk teratur.
Para nasabah antre.
Direktur tenang, karyawan duduk teratur, dan para nasabah antre.
2. Kedua kaltunggal yang berbentuk kalimat setara itu dapat dihubungkan oleh kata
tetapi jika kalimat itu menunjukkan pertentangan, dan hasilnya disebut kalimat
majemuk setara pertentangan.

Contoh:
Amerika dan Jepang tergolong negara maju.
Indonesia dan Brunei Darussalam tergolong negara berkembang.
Amerika dan Jepang tergolong negara maju, tetapi Indonesia dan Brunei Darussalam
tergolong negara berkembang.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 71


Kata-kata penghubung lain yang dapat digunakan dalam menghubungkan dua kalimat
tunggal dalam kalimat majemuk setara pertentangan ialah kata sedangkan dan melainkan
seperti kalimat berikut.
Puspiptek terletak di Serpong, sedangkan Industro Pesawat Terbang Nusantara terletak di
Bandung.
Ia bukan peneliti, melainkan pedagang.
3. Dua kalimat tunggal ata lebih dapat dihubungkan oleh kata lalu dan kemudian jika
kejadian yang dikemukakannya berurutan.
Contoh:
Mula-mula disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat remaja, kemudian disebutkan
nama-nama juara MTQ tingkat dewasa.
Upacara serah terima pengurus koperasi sudah selesai, lalu Pak Ustaz membacakan doa
selamat.
4. Dapat pula dua kalimat tunggal atau lebih dihubungkan oleh kata atau jika kalimat itu
menunjukkan pemilihan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara pemilihan.
Contoh:
Para pemilik televisi membayar iuran televisinya di kantor pos yang terdekat, atau para
petugas menagihnya ke rumah pemilik televisi langsung.
1.3 Kalimat Majemuk Tidak Setara
Kalimat majemuk tidak setara terdiri atas satu suku kalimat yang bebas dan satu suku
kalimat atau lebih yang tidak bebas. Jalinan kalimat ini menggambarkan taraf kepentingan
yang berbeda-beda di antara unsur gagasan yang majemuk. Inti gagasan dituangkan ke
dalam induk kalimat, sedangkan pertaliannya dari sudut pandangan waktu, sebab, akibat,
tujuan, syarat, dan sebagainya dengan aspek gagasan yang lain diungkapkan dalam anak
kalimat.
Contoh:
1. a. Komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern. (tunggal)
b. Mereka masih dapat mengacaukan data-data komputer. (tunggal)
c. Walaupun komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern, mereka masih dapat
mengacaukan data-data komputer itu.
2. a. Para pemain sudah lelah
b. Para pemain boleh beristirahat.
c. Karena para pemain sudah lelah, para pemain boleh beristirahat.
d. Karena sudah lelah, para pemain boleh beristirahat.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 72


Sudah dikatakan di atas bahwa kalimat majemuk tak setara terbagi dalam bentuk anak
kalimat dan induk kalimat. Induk kalimat ialah inti gagasan, sedangkan anak kalimat ialah
pertalian gagasan dengan hal-hal lain.
Mari kita perhatikan kalimat di bawah ini.
Apabila engkau ingin melihat bak mandi panas, saya akan membawamu ke hotel-hotel
besar.
Anak kalimat:
Apabila engkau ingin melihat bak mandi panas.
Induk kalimat:
Saya akan membawamu ke hotel-hotel besar.
Penanda anak kalimat ialah kata walaupun, meskipun, sungguhpun, karena, apabila, jika,
kalau, sebab, agar, supaya, ketika, sehingga, setelah, sesudah, sebelum, kendatipun,
bahwa, dan sebagainya.
1.4 Kalimat Majemuk Campuran
Kalimat jenis ini terdiri atas kalimat majemuk taksetara (bertingkat) dan kalimat majemuk
setara, atau terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk taksetara
(bertingkat).
Misalnya:
1. Karena hari sudah malam, kami berhenti dan langsung pulang.
2. Kami pulang, tetapi mereka masih bekerja karena tugasnya belum selesai.
Penjelasan
Kalimat pertama terdiri atas induk kalimat yang berupa kalimat majemuk setara, kami
pulang, tetapi mereka masih bekerja, dan anak kalimat karena tugasnya belum selesai. Jadi,
susunan kalimat kedua adalah setara + bertingkat.

2. Jenis Kalimat Menurut Bentuk Gayanya (Retorikanya)


Menurut Mulyono (1988:219-220) Tulisan akan lebih efektif jika di samping kalimat-kalimat
yang disusunnya benar, juga gaya penyajiannya (retorikanya) menarik perhatian
pembacanya. Walaupun kalimat kalimat yang disusunnya sudah gramatikal, sesuai dengan
kaidah, belum tentu tulisan itu memuaskan pembacanya jika segi retorikanya tidak
memikat. Kalimat akan membosankan pembacanya jika selalu disusun dengan konstruksi

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 73


yang monoton atau tidak bervariasi. Misalnya, konstruksi kalimat itu selalu subjek-
predikat-objek-ketengan, atau selalu konstruksi induk kalimat-anak kalimat.
Menurut gaya penyampaian atau retorikanya, kalimat majemuk dapat digolongkan
menjadi tiga macam, yaitu (1) kalimat yang melepas (induk-anak), (2) kalimat yang klimaks
(anak-induk), dan (3) kalimat yang berimbang (setara atau campuran).
2.1 Kalimat yang Melepas
Jika kalimat itu disusun dengan diawali unsur utama, yaitu induk kalimat dan diikuti oleh
unsur tembahan, yaitu anak kalimat, gaya penyajian kalimat itu disebut melepas. Unsur
anak kalimat ini seakan-akan dilepaskan saja oleh penulisnya dan kalaupun unsur ini tidak
diucapkan, kalimat itu sudah bermakna lengkap.
Misalnya:
a. Saya akan dibelikan vespa oleh Ayah jika saya lulus ujian sarjana.
b. Semua warga negara harus menaati segala perundang-undangan yang berlaku agar
kehidupan di negeri ini berjalan dengan tertib dan aman.
Buatlah lima buah kalimat lainnya.3
2.2 Kalimat yang Klimaks
Jika kalimat itu disusun dengan diawali oleh anak kalimat dan diikuti oleh induk kalimat,
gaya penyajian kalimat itu disebut berklimaks. Pembaca belum dapat memahami kalimat
tersebut jika baru membaca anak kalimatnya. Pembaca akan memahami makna kalimat itu
setelah membaca induk kalimatnya. Sebelum kalimat itu selesai, terasa bahwa ada sesuatu
yang masih ditunggu, yaitu induk kalimat. Oleh karena itu, penyajian kalimat yang
konstruksinya anak-induk terasa berklimaks, dan terasa membentuk ketegangan.
Misalnya:
a. Karena sulit kendaraan, ia datang terlambat ke kantornya.
b. Setelah 1.138 hari disekap dalam sebuah ruangan akhirnya tiga sandera warga negara
Prancis itu dibebaskan juga.
Buatlah lima buah contoh lainnya.

2.3 Kalimat yang Berimbang


Jika kalimat itu disusun dalam bentuk majemuk setara atau majemuk campuran, gaya
penyajian kalimat itu disebut berimbang karena strukturnya memperlihatkan kesejajaran
yang sejalan dan dituangkan ke dalam bangun kalimat yang bersimetri.
Misalnya :

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 74


1. Bursa saham tampaknya semakin bergairah, investor asing dan domestik berlomba
melakukan transaksi, dan IHSG naik tajam.
2. Jika stabilitas nasional mantap, masyarakat dapat bekerja dengan tenang dan dapat
beribadat dengan leluasa.
Silakan Anda buat lima buah contoh lainnya.
Ketiga gaya penyampaian tadi terdapat pada kalimat majemuk. Adapun kalimat pada
umumnya dapat divariasikan menjadi kalimat yang panjang-pendek, aktif-pasif, inversi,
dan pengedepanan keterangan.
3. Jenis Kalimat Menurut Fungsinya
Menurut fungsinya, jenis kalimat dapat dirinci menjadi kalimat pernyataan, kalimat
pertanyaan, kalimat perintah, dan kalimat seruan. Semua jenis kalimat itu dapat disajikan
dalam bentuk positif dan negatif. Dalam bahasa lisan, intonasi yang khas menjelaskan
kapan kita berhadapan dengan salah satu jenis itu. Dalam bahasa tulisan, perbedaannya
dijelaskan oleh bermacam-macam tanda baca(Ramlan,1987:66).
3.1 Kalimat Pernyataan (Deklaratif)
Kalimat pernyataan dipakai jika penutur ingin menyatakan sesuatu dengan lengkap pada
waktu ia ingin menyampaikan informasi kepada lawan berbahasanya. (Biasanya, intonasi
menurun; tanda baca titik).
Misalnya:
Positif
1. Presiden Gus Dur mengadakan kunjungan ke luar negeri.
2. Indonesia menggunakan sistem anggaran yang berimbang.
Negatif
1. Tidak semua bank memperoleh kredit lunak.
2. Dalam pameran tersebut para pengunjung tidak mendapat informasi yang memuaskan
tentang bisnis komdominium di kota-kota besar.
Silakan Anda buat lima buah contoh lainnya!

3.2 Kalimat Pertanyaan (Interogatif)


Kalimat pertanyaan dipakai jika penutur ingin memperoleh informasi atau reaksi (jawaban)
yang diharapkan. (Biasanya, intonasi menurun; tanda baca tanda tanya). Pertanyaan sering
menggunakan kata tanya seperti bagaimana, di mana, mengapa, berapa, dan kapan.
Misalnya:

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 75


Positif
1. Kapan Saudara berangkat ke Singapura?
2. Mengapa dia gagal dalam ujian?
Negatif
1. Mengapa gedung ini dibangun tidak sesuai dengan bestek yang disepakati?
2. Mengapa tidak semua fakir miskin di negara kita dapat dijamin penghidupannya oleh
negara?
Coba Anda buat lima buah contoh lainnya.
3.3 Kalimat Perintah dan Permintaan (Imperatif)
Kalimat perintah dipakai jika penutur ingin “menyuruh” atau “melarang” orang berbuat
sesuatu. (Biasanya, intonasi menurun; tanda baca titik atau tanda seru). Misalnya:
Positif
1. Maukah kamu disuruh mengantarkan buku ini ke Pak Sahluddin!
2. Tolong buatlah dahulu rencana pembiayaannya.
Negatif
1. Sebaiknya kita tidak berpikiran sempit tentang hak asasi manusia.
2. Janganlah kita enggan mengeluarkan zakat kita jika sudah tergolong orang mampu.
Coba Anda buat lima buah contoh lainnya!
3.4 Kalimat Seruan
Kalimat seruan dipakai jika penutur ingin mengungkapkan perasaan “yang kuat” atau yang
mendadak. (Biasanya, ditandai oleh menaiknya suara pada kalimat lisan dan dipakainya
tanda seru atau tanda titik pada kalimat tulis).
Misalnya:
Positif
1. Bukan main, cantiknya.
2. Nah, ini dia yang kita tunggu.
Negatif
1. Aduh, pekerjaan rumah saya tidak terbawa.
2. Wah, target KONI di Asian Games XIII tahun 1998 di Bangkok tidak tercapai.
Silakan Anda buat lima buah contoh lainnya!

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 76


Bahan Ajar Bahasa Indonesia 77
BAB VIII
KALIMAT EFEKTIF

KALIMAT EFEKTIF

A. Pengertian Kalimat Efektif

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 78


Kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali
gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran
pembicara atau penulis. Kalimat sangat mengutamakan keefektifan informasi itu sehingga
kejelasan kalimat itu dapat terjamin.
B. Ciri-Ciri Kalimat Efektif
Sebuah kalimat efektif mempunyai ciri-ciri khas, yaitu kesepadanan struktur, keparalelan
bentuk, ketegasan makna, kehematan kata, kecermatan penalaran, kepaduan gagasan,
dan kelogisan bahasa (Soenjono,1988:188-189).
1 Kesepadanan
Yang dimaksud dengan kesepadanan ialah keseimbangan antara pikiran (gagasan) dan
struktur bahasa yang dipakai. Kesepadanan kalimat ini diperlihatkan oleh kesatuan gagasan
yang kompak dan kepaduan pikiran yang baik.
Kesepadanan kalimat itu memiliki beberapa ciri, seperti tercantum di bawah ini.
1. Kalimat itu mempunyai subjek dan predikat dengan jelas. Ketidakjelasan subjek atau
predikat suatu kalimat tentu saja membuat kalimat itu tidak efektif. Kejelasan subjek dan
predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan menghindarkan pemakaian kata depan di,
dalam bagi untuk, pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya di depan
subjek.
Contoh:
a. Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah. (Salah)
b. Semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah. (Benar)
2. Tidak terdapat subjek yang ganda
Cotoh:
a. Penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para dosen.
b. Saat itu saya kurang jelas.
Kalimat-kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara berikut.
a. Dalam menyusun laporan itu, saya dibantu oleh paradosen.
b. Saat itu bagi saya kurang jelas.
3. Kalimat penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat tunggal
Contoh:
a. Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama.
b. Kakaknya membeli sepeda motor Honda. Sedangkan dia membeli sepeda motor Suzuki.
Perbaikan kalimat-kalimat ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, ubahlah kalimat

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 79


itu menjadi kalimat majemuk dan kedua gantilah ungkapan penghubung intrakalimat
menjadi ungkapan penghubung antarkalimat, sebagai berikut.
a. Kami datang agak terlambat sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama.
Atau
Kami datang terlambat. Oleh karena itu, kami tidak dapat mengikuti acara pertama.
b. Kakaknya membeli sepeda motor Honda, sedangkan dia membeli sepeda motor Suzuki.
Atau
Kakaknya membeli sepeda motor Honda. Akan tetapi, dia membeli sepeda motor
Suzuki.
4. Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang.
Contoh:
a. Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu.
b. Sekolah kami yang terletak di depan bioskop Gunting.
Perbaikannya adalah sebagai berikut.
a. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.
b. Sekolah kami terletak di depan bioskop Gunting.
4.2 Keparalelan
Yang dimaksud dengan keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam
kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan nomina, bentuk kedua juga
menggunakan nomina. Kalau bentuk pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga
menggunakan verba.
Contoh:
a. Harga minyak dibekukan atau kenaikan secara luwes.
b. Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan tembok, memasang
penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang.
Kalimat a tidak mempunyai kesejajaran karena dua bentuk kata yang mewakili predikat
terdiri dari bentuk yang berbeda, yaitu dibekukan dan kenaikan. Kalimat itu dapat
diperbaiki dengan cara menyejajarkan kedua bentuk itu.
Harga minyak dibekukan atau dinaikkan secara luwes.
Kalimat b tidak memiliki kesejajaran karena kata yang menduduki predikat tidak sama
bentuknya, yaitu kata pengecatan, memasang,pengujian, dan pengaturan. Kalimat itu akan
baik kalau diubah menjadi predikat yang nomial, sebagai berikut.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 80


Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan tembok, pemasangan
penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang.
4.3 Ketegasan
Yang dimaksud dengan ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan pada
ide pokok kalimat. Dalam sebuah kalimat ada ide yang perlu ditonjolkan. Kalimat itu
memberi penekanan atau penegasan pada penonjolan itu. Ada berbagai cara untuk
membentuk penekanan dalam kalimat.
1. Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat).
Contoh:
Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan
kemampuan yang ada pada dirinya.
Penekanannya ialah presiden mengharapkan.
Contoh:
Harapan presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan negaranya.
Penekanannya Harapan presiden.
Jadi, penekanan kalimat dapat dilakukan dengan mengubah posisi kalimat.
2. Membuat urutan kata yang bertahap
Contoh:
Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada
anak-anak terlantar.
Seharusnya:
Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada
anak-anak terlantar.
3. Melakukan pengulangan kata (repetisi).
Contoh:
Saya suka kecantikan mereka, saya suka akan kelembutan mereka.
4. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan.
Contoh:
Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur.
5. Mempergunakan partikel penekanan (penegasan).
Contoh:

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 81


Saudaralah yang bertanggung jawab.
4.4 Kehematan
Yang dimaksud dengan kehematan dalam kalimat efektif adalah hemat mempergunakan
kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu. Kehematan tidak berarti harus
menghilangkan kata-kata yang dapat menambah kejelasan kalimat. Peghematan di sini
mempunyai arti penghematan terhadap kata yang memang tidak diperlukan, sejauh tidak
menyalahi kaidah tata bahasa.
Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan.
1. Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan pengulangan subjek.
Perhatikan contoh:
a. Karena ia tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.
b. Hadirin serentak berdiri setelah mereka mengetahui bahwa presiden datang.
Perbaikan kalimat itu adalah sebagai berikut.
a. Karena tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.
b. Hadirin serentak berdiri setelah mengetahui bahwa presiden datang.
2. Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan pemakaian superordinat
pada hiponimi kata.
Kata merah sudah mencakupi kata warna.
Kata pipit sudah mencakupi kata burung.
Perhatikan:
a. Ia memakai baju warna merah.
b. Di mana engkau menangkap burung pipit itu?
Kalimat itu dapat diubah menjadi
a. Ia memakai baju merah.
b. Di mana engkau menangkap pipit itu?

3. Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan kesinoniman dalam satu


kalimat.
Kata naik bersinonim dengan ke atas.
Kata turun bersinonim dengan ke bawah.
Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini.
a. Dia hanya membawa badannya saja.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 82


b. Sejak dari pagi dia bermenung.
Kalimat ini dapat diperbaiki menjadi
a. Dia hanya membawa badannya.
b. Sejak pagi dia bermenung.
4. Penghematan dapat dilakukan dengan cara tidak menjamakkan kata-kata yang
berbentuk jamak. Misalnya:
Bentuk Tidak Baku Bentuk Baku
para tamu-tamu para tamu
beberapa orang-orang beberapa orang
4.5 Kecermatan
Yang dimaksud dengan cermat adalah bahwa kalimat itu tidak menimbulkan tafsiran ganda
dan tepat dalam pilihan kata. Perhatikan kalimat berikut.
1. Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima hadiah.
2. Dia menerima uang sebanyak dua puluh lima ribuan.
Kalimat 1 memiliki makna ganda, yaitu siapa yang terkenal, mahasiswa atau perguran
tinggi.
Kalimat 2 memiliki makna ganda, yaitu berapa jumlah uang, seratus ribu rupiah atau dua
puluh lima ribu rupiah.
Perhatikan kalimat berikut.
Yang diceritakan menceritakan tentang putra-putri raja, para hulubalang, dan para
menteri.
Kalimat ini salah pilihan katanya karena dua kata yang bertentangan, yaitu diceritakan dan
menceritakan. Kalimat itu dapat diubah menjadi:
Yang diceritakan ialah putra-putri raja, para hulubalang, dan para menteri.

4.6 Kepaduan
Yang dimaksud dengan kepaduan ialah kepaduan ialah kepaduan pernyataan dalam
kalimat itu sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah.
1. Kalimat yang padu tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak
simetris.
Oleh karena itu, kita hindari kalimat yang panjang dan bertele-tele.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 83


Misalnya:
Kita harus dapat mengembalikan kepada kepribadian kita orang-orang kota yang telah
terlanjur meninggalkan rasa kemanusiaan itu dan yang secara tidak sadar bertindak keluar
dari kepribadian manusia Indonesia dari sudut kemanusiaan yang adil dan beradab.
Silakan Anda perbaiki kalimat di atas supaya menjadi kalimat yang padu.
2. Kalimat yang padu mempergunakan pola aspek + agen + verbal secara tertib dalam
kalimat-kalimat yang berpredikat pasif persona.
a. Surat itu saya sudah baca.
b. Saran yang dikemukakannya kami akan pertimbangkan.
Kalimat di atas tidak menunjukkan kepaduan sebab aspek terletak antara agen dan verbal.
Seharusnya kalimat itu berbentuk:
a. Surat itu sudah saya baca.
b. Saran yang dikemukakannya akan kami pertimbangkan.
3. Kalimat yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah kata seperti daripad atau tentang
antara predikat kata kerja dan objek penderita.
Perhatikan kalimat di bawah ini:
a. Mereka membicarakan daripada kehendak rakyat.
b. Makalah ini akan membahas tentang desain interior pada rumah-rumah adat.
Seharusnya:
a. Mereka membicarakan kehendak rakyat.
b. Makalah ini akan membahas desain interior pada rumah-rumah adat.
4.7 Kelogisan
Yang dimaksud dengan kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan
penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku.

Perhatikan kalimat di bawah ini.


1. Waktu dan tempat kami persilakan.
2. Untuk mempersingkat waktu, kami teruskan acara ini.
3. Haryanto Arbi meraih juara pertama Jepang Terbuka.
4. Hermawan Susanto menduduki juara pertama Cina Terbuka.
5. Mayat wanita yang ditemukan itu sebelumnya sering mondar-mandir di daerah tersebut.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 84


Kalimat itu tidak logis (tidak masuk akal). Yang logis adalah sebagai berikut.
1. Bapak Menteri kami persilakan.
2. Untuk menghemat waktu, kami teruskan acara ini.
3. Haryanto Arbi meraih gelar juara pertama Jepang Terbuka.
4. Hermawan Susanto menjadi juara pertama Cina Terbuka.
5. Sebelum meninggal, wanita yang mayatnya ditemukan itu sering mondar-mandir di
daerah tersebut.

5. Kalimat Aktif dan Kalimat Pasif


Perhatikan contoh berikut!
1. a. Desi mengosok gigi sesudah makan. (Kalimat Aktif)
b. Gigi digosok Desi sesudah makan. (Kalimat Pasif).
2. a. Ibu menyediakan makanan degan senang hati. (Kalimat Aktif)
b. Makanan disediakan oleh ibu dengan senang hati. (Kalimat Pasif)
Cir-ciri kalimat aktif adalah sebagai berikut:
a. Subjek melakukan pekerjaan.
b. Predikat kata kerja aktif (umumnya berawalan me-, me-kan, me-I, ber-).
c. Objek sebagai penderita.
Ciri-ciri kalimat pasif:
a. Subjek dikenai pekerjaan.
b. Predikat kata kerja pasif (umumnya berawalan di-, di-kan, di-i).
c. Objek sebagai pelaku.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 85


BAB IX
PARAGRAF
DAN PENGEMBANGANNYA

PARAGRAF DAN PENGEMBANGANNYA

A. Pengertian Paragraf
Paragraf merupakan inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam sebuah
paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam
paragraf tersebut; mulai dari kalimat pengenal, kalimat topik, kalimat-kalimat penjelas,

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 86


sampai pada kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling bertalian dalam satu rangkaian
untuk membentuk sebuah gagasan.
Paragraf dapat juga dikatakan sebagai sebuah karangan yang paling pendek (singkat).
Dengan adanya paragraf, kita dapat membedakan di mana suatu gagasan mulai dan
berakhir. Kita akan kepayahan membaca tulisan atau buku, kalau tidak ada paragraf, karena
kita seolah-olah dicambuk untuk membaca terus menerus sampai selesai. Kitapun susah
memusatkan pikiran pada satu gagasan ke gagasan lain. Dengan adanya paragraf kita dapat
berhenti sebentar sehingga kita dapat memusatkan pikiran tentang gagasan yang
terkandung dalam paragraf itu.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut ini.
Sesuai dengan asas praduga tak bersalah, tersangka pada hakikatnya secara psikologis
sudah dicap terpidana, karena adanya pemberitaan pers yang mengutip tuduhan jaksa
penuntut umum dalam proses pemeriksaan. Memang jaksa adalah satu-satunya aparat
penegak hukum yang mempunyai wewenang menuduh tersangka melakukan tindak
pidana seperti yang dirumuskan dalam surat tuduhan berdasarkan pemeriksaan
pendahuluan yang dilakukan polisi. Bagaimanapun tuduhan jaksa dengan pasal-pasal dan
bukti-bukti yang meyakinkan bahwa tersangka pantas dijatuhi pidana, namum majelis
hakim sesuai dengan kebebasannya yang mendasari keyakinan dan kebenaran hukum,
tidak boleh begitu saja terpengaruh. Hakim harus mampu memberikan keputusan yang
seadil-adilnya. Dalam hal ini dituntut keberanian dan keyakinan yang tinggi dan tanggung
jawab yang besar terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Gagasan tentang tersangka yang sudah dicap terpidana, tentang wewenang jaksa
menuduh tersangka, tentang hakim yang tidak boleh terpengaruh oleh tuntutan jaksa,
tentang kemampuan hakim, tetang tanggung jawab hakim; dijalin sedemikian rupa dalam
kalimat-kalimat yang membentuk sebuah kesatuan. Inilah yang dinamakan paragraf.

B. Kegunaan Paragraf
Kegunaan paragraf yang utama adalah untuk menandai pembukaan topik baru, atau
pengembangan lebih lanjut topik sebelumnya (yang baru). Untuk lebih jelasnya, perhatikan
contoh berikut.

Dalam pertarungan matador yang resmi, biasanya ada enam ekor banteng yang dibunuh
oleh tiga orang laki-laki. Setiap laki-laki membunuh dua ekor banteng. Banteng itu harus
memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu: berumur 4-5 tahun, tidak cacat, dan telah
mempunyai tanduk yang runcing serta bagus. Banteng-banteng ini telah diperiksa oleh
dokter hewan setempat sebelum bertanding. Dokter hewan berhak menolak banteng yang
tidak memenuhi syarat,misalnaya: masih di bawah umur, tanduk masih lemah, ada
kelainan di mata, atau penyakit yang nyata kelihatan.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 87


Laki-laki yang bertugas membunuh mereka disebut matador. Pilihan banteng yang akan
mereka bunuh tergantung hasil undian. Setiap matador mempunyai tiga orang candrilla
yang terdiri dari lima-enam orang yang dibayar dan diperintah oleh matador. Tiga dan
lima/enam orang tersebut menolongnya di lapangan, dengan memakai mantel tanpa
lengan dan atas perintahnya menempatkan banderillas yaitu kayu yang panjangnya tiga
kaki dengan ujung yang tajam dan berbentuk garpu yang disebut peones atau
banderilleros. Yang dua lagi dinamakan picadors, mereka muncul dengan menunggang
kuda di arena.
(Earnest Hemingway, The Bullfight)
Dari contoh di atas dapat dilihat peralihan antara paragraf pertama dan paragraf kedua.
Paragraf pertama bercerita tentang banteng; sedangkan paragraf kedua tentang laki-laki
yang bertugas membunuh banteng (matador). Paragraf pertama dan paragraf kedua pun
terlihat berhubungan erat.
Kegunaan lain dari paragraf ialah untuk menambah hal-hal yang penting untuk memerinci
apa yang diutarakan dalam paragraf terdahulu. Untuk lebih jelasnya, perhatikan pula
contoh berikut ini.
Tanda-tanda lalu lintas agaknya sudah dijadikan sebagai simbol (lambang) yang berlaku di
mana-mana dan mudah dipahami. Setiap pengendara atau masyarakat mengetahui arti
dan fungsinya. Sekarang timbul pertanyaan, apakah sebetulnya simbol itu? Dengan singkat
dapat dikatakan bahwa simbol ialah sesuatu yang pengandung arti lebih dari yang
terdapat dalam fakta. Di sekeliling kita banyak simbol-simbol yang digunakan manusia
untuk berkomunikasi.
Simbol yang pemakaiannya begitu umum terdapat juga dalam puisi. Bahkan dalam puisi,
pemakaian simbol cukup dominan. Justru di sinilah letak unsur seninya, karena simbol itu
menyarankan suatu arti tertentu. Pemakaian simbol itu erat sekali hubungannya dengan
tujuan penyair untuk menyuarakan sesuatu secara tepat yang berkaitan erat dengan
pengimajiannya.

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa penulis menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan
paragraf pertama dan memberikan contoh yang spesifik penggunaan simbol dalam bidang
lain yaitu puisi.

C. Macam-Macam Paragraf
1. Paragraf Menurut Tujuannya
Berdasarkan tujuannya, paragraf dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: paragraf pembuka,
paragraf penghubung dan paragraf penutup.
Paragraf pembuka memiliki peran sebagai pengantar bagi pembaca untuk sampai pada
masalah yang akan diuraikan oleh penulis. Untuk itu, paragraf pembuka harus dapat

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 88


menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup mempersiapkan pikiran pembaca
kepada masalah yang akan diuraikan. Usahakan paragraf pembuka ini tidak terlalu panjang
agar pembaca tidak merasa bosan. Di samping untuk menarik perhatian pembaca, paragraf
pembuka juga berfungsi untuk menjelaskan tujuan dari penulisan itu.
Paragraf penghubung berfungsi menguraikan masalah yang akan dibahas oleh seorang
penulis. Semua inti persoalan yang akan dibahas oleh penulis diuraikan dalam paragraf ini.
Oleh sebab itu, secara kuantitatif paragraf ini merupakan paragraf yang paling panjang
dalam keseluruhan karangan/tulisan. Uraian dalam paragraf penghubung ini, antar kalimat
maupun antar paragraf harus saling berhubungan secara logis.

Paragraf penutup bertujuan untuk mengakhiri sebuah karangan/tulisan. Paragraf ini bisa
berisi tentang kesimppulan masalah yang telah dibahas dalam paragraf penghubung, atau
bisa juga berupa penegasan kembali hal-hal yang dianggap penting dalam uraian-uraian
sebelumnya.
2. Paragraf Menurut Letak Kalimat Utamanya
Menurut kalimat utamanya, paragraf dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu deduktif,
induktif, dan deduktif-induktif. Berikut pemaparannya
Paragraf Deduktif
Paragraf dengan kalimat utama di awal, kemudian diikuti oleh kalimat penjelas.
Contoh :
Beberapa tips belajar menjelang Ujian Akhir Nasional. Jangan pernah belajar “dadakan”.
Artinya belajar sehari sebelum ujian. Belajarlah mulai dari sekarang. Belajar akan efektif
kalau belajar kumpulan soal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menjawab soal-soal di
buku kumpulan soal. Mencocokannya, lalu menilainya. Barulah materi yang tidak dikuasai
dicari di buku.
Paragraf Induktif
Kalimat utama terletak di akhir paragraf setelah kalimat-kalimat penjelas.
Contoh :
Jangan pernah belajar “dadakan”. Artinya belajar sehari sebelum ujian. Belajarlah mulai
dari sekarang. Belajar akan efektif kalau belajar kumpulan soal. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara menjawab soal-soal di buku kumpulan soal. Mencocokannya, lalu menilainya.
Barulah materi yang tidak dikuasai dicari di buku. Itulah beberapa tips belajar menjelang
Ujian Akhir Nasional
Paragraf Deduktif-Induktif
Kalimat utamanya terdapat pada awal dan akhir paragraf.
Contoh :

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 89


Beberapa tips belajar menjelang Ujian Akhir Nasional (UAN). Jangan pernah belajar
“dadakan”. Artinya belajar sehari sebelum ujian. Belajarlah mulai dari sekarang. Belajar
akan efektif kalau belajar kumpulan soal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menjawab
soal-soal di buku kumpulan soal. Mencocokannya, lalu menilainya. Barulah materi yang
tidak dikuasai dicari di buku. Oleh karena itu, maka sebaiknya para guru memberitahukan
tips belajar menjelang UAN.
4. Paragraf Menurut Teknik Pemaparannya
Menurut teknik pemaparannya, paragraf dapat dibagi menjadi lima macam, yaitu deskripsi,
eksposisi, argumentasi, narasi dan persuasi. Berikut pemaparannya.
Paragraf Deskripsi
Paragraf deskripsi adalah paragraf yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan
terperinci. Paragraf deskripsi bertujuan melukiskan atau memberikan gambaran terhadap
sesuatu dengan sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar,
membaca, atau merasakan hal yang dideskripsikan.
Contoh : keadaan banjir, suasana di pasar
Menandai Ciri-ciri Paragraf Deskripsi
Bacalah dua kutipan di bawah ini!
KUTIPAN 1
Malam itu, indah sekali. Di langit, bintang-bintang berkelip-kelip memancarkan
cahaya. Hawa dingin menusuk kulit. Sesekali terdengar suara jangkrik, burung
malam, dan kelelawar mengusik sepinya malam. Angin berhembus pelan dan
tenang.
KUTIPAN 2
Kamar itu, menurut penglihatan saya, sangatlah besar dan bagus. Sebuah tempat
tidur besi besar dengan kasur, bantal, guling, dan kelambu yang serba putih,
berenda dan berbunga putih, berada di kamar dekat dinding sebelah utara.
Kemudian, satu cermin oval besar tergantung di dinding selatan. Di kamar itu
juga ada lemari pakaian yang amat besar terbuat dari kayu jati. Lemari kokoh itu
tepat berada di samping pintu kamar
Kedua kutipan tersebut adalah contoh paragraf deskripsi. Paragraf deskripsi mempunyai
ciri-ciri yang khas, yaitu bertujuan untuk melukiskan suatu objek.
Dalam paragraf deskripsi, hal-hal yang menyentuh pancaindera (penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecapan, atau perabaan) dijelaskan secara terperinci. Inilah
ciri-ciri paragraf deskripsi yang menonjol, seperti dalam kutipan 1.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 90


Ciri yang kedua adalah penyajian urutan ruang. Penggambaran atau pelukisan berupa
perincian disusun secara berurutan; mungkin dari kanan ke kiri, dari atas ke bawah, dari
depan ke belakang, dan sebagainya, seperti dalam kutipan 2.
Ciri deskripsi dalam penggambaran benda atau manusia didapat dengan mengamati
bentuk, warna, dan keadaan objek secara detil/terperinci menurut penangkapan si penulis.
….seorang gadis berpakaian hitam…..
….tiga lelaki tanpa alas kaki….
Dalam paragraf deskripsi, unsur perasaan lebih tajam daripada pikiran.
….bersama terpaan angin yang lembut…..

Paragraf Eksposisi
Menulis eksposisi sangat besar manfaatnya. Mengapa? Sebagian besar masyarakat
menyadari pentingnya sebuah informasi.
Eksposisi merupakan sebuah paparan atau penjelasan.
Jika ada paragraf yang menjawab pertanyaan apakah itu? Dari mana asalnya? Paragraf
tersebut merupakan sebuah paragraf eksposisi. Eksposisi adalah karangan yang
menyajikan sejumlah pengetahuan atau informasi. Tujuannya, pembaca mendapat
pengetahuan atau informasi yang sejelas – jelasnya.
Contoh : laporan
Dalam paragraf eksposisi, ada beberapa jenis pengembangan, yaitu (1) eksposisi definisi,
(2) eksposisi proses, (3) eksposisi klasifikasi, (4) eksposisi ilustrasi (contoh), (5) eksposisi
perbandingan & pertentangan, dan (6) eksposisi laporan.
Mengenali Contoh-contoh Paragraf Eksposisi
PARAGRAF 1
Ozone therapy adalah pengobatan suatu penyakit dengan cara memasukkan
oksigen ,urni dan ozon berenergi tinggi ke dalam tubuh melalui darah. Ozone
therapy merupakan terapi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, baik untuk
menyembuhkan penyakit yang kita derita maupun sebagai pencegah penyakit.

PARAGRAF 2
Pemerintah akan memberikan bantuan pembangunan rumah atau bangunan
kepada korban gempa. Bantuan pembangunan rumah atau bangunan tersebut
disesuaikan dengan tingkat kerusakannya. Warga yang rumahnya rusak ringan
mendapat bantuan sekitar 10 juta. Warga yang rumahnya rusak sedang
mendapat bantuan sekitar 20 juta. Warga yang rumahnya rusak berat mendapat

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 91


bantuan sekitar 30 juta. Calon penerima bantuan tersebut ditentukan oleh aparat
desa setempat dengan pengawasan dari pihak LSM.
PARAGRAF 3
Sampai hari ke-8, bantuan untuk para korban gempa Yogyakarta belum merata.
Hal ini terlihat di beberapa wilayah Bantul dan Jetis. Misalnya, di Desa Piyungan.
Sampai saat ini, warga Desa Piyungan hanya makan singkong. Mereka
mengambilnya dari beberapa kebun warga. Jika ada warga yang makan nasi, itu
adalah sisa-sisa beras yang mereka kumpulkan di balik reruntuhan bangunan.
Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa bantuan pemerintah kurang merata.
PARAGRAF 4
Pernahkan Anda menghadapi situasi tertentu dengan perasaan takut?
Bagaimana cara mengatasinya? Di bawah ini ada lima jurus untuk mengatasi
rasa takut tersebut. Pertama, persipakan diri Anda sebaik-baiknya bila
menghadapi situasi atau suasana tertentu; kedua, pelajari sebaik-baiknya bila
menghadapi situasi tersebut; ketiga, pupuk dan binalah rasa percaya diri;
keempat, setelah timbul rasa percaya diri, pertebal keyakinan Anda; kelima,
untuk menambah rasa percaya diri, kita harus menambah kecakapan atau
keahlian melalui latihan atau belajar sungguh – sungguh.
PARAGRAF 5
Pascagempa dengan kekuatan 5,9 skala richter, sebagian Yogyakarta dan Jawa
Tengah luluh lantak. Keadaan ini mengundang perhatian berbagai pihak.
Bantuan pun berdatangan dari dalam dan luar negeri. Bantuan berbentuk
makanan, obat-obatan, dan pakaian dipusatkan di beberapa tempat. Hal ini
dimaksudkan agar pendistribusian bantuan tersebut lebih cepat. Tenaga medis
dari daerah-daerah lain pun berdatangan. Mereka memberikan bantuan di
beberapa rumah sakit dan tenda – tenda darurat.
PARAGRAF 6
Sebenarnya, bukan hanya ITS yang menawarkan rumah instan sehat untuk Aceh
atau dikenal dengan Rumah ITS untuk Aceh (RI-A). Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman Departemen Pekerjaan Umum juga menawarkan
“Risha” alias Rumah Instan Sederhana Sehat. Modelnya hampir sama, gampang
dibongkar-pasang, bahkan motonya “Pagi Pesan, Sore Huni”. Bedanya, sistem
struktur dan konstruksi Risha memungkinkan rumah ini berbentuk panggung.
Harga Risha sedikit lebih mahal, Rp 20 juta untuk tipe 36. akan tetapi, usianya
dapat mencapai 50 tahun karena komponen struktur memakai beton bertulang,
diperkuat pelat baja di bagian sambungannya. Kekuatannya terhadap gempa
juga telah diuji di laboratorium sampai zonasi enam.
Topik – topik yang Dapat Dikembangkan Menjadi Paragraf Eksposisi

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 92


Tujuan paragraf eksposisi adalah memaparkan atau menjelaskan sesuatu agar
pengetahuan pembaca bertambah. Oleh karena itu, topik-topik yang dikembangkan dalam
paragraf eksposisi berkaitan dengan penyampaian informasi. Berikut ini contoh – contoh
topik yang dapat dikembangkan menjadi sebuah paragraf eksposisi.
1. Manfaat menjadi orang kreatif
2. Bagaimana proses penyaluran bantuan langsung?
3. Konsep bantuan langsung tunai.
4. Faktor – faktor penyebab mewabahnya penyakit flu burung.
Paragraf Argumentasi
Paragraf Argumentasi adalah paragraf atau karangan yang membuktikan kebenaran
tentang sesuatu.
Untuk memperkuat ide atau pendapatnya penulis wacana argumetasi menyertakan data-
data pendukung. Tujuannya, pembaca menjadi yakin atas kebenaran yang disampaikan
penulis.
Dalam paragraf argumentasi, biasanya ditemukan beberapa ciri yang mudah dikenali. Ciri-
ciri tersebut misalnya (1) ada pernyataan, ide, atau pendapat yang dikemukakan
penulisnya; (2) alasan, data, atau fakta yang mendukung; (3) pembenaran berdasarkan
data dan fakta yang disampaikan. Data dan fakta yang digunakan untuk menyusun wacana
atau paragraf argumentasi dapat diperoleh melalui wawancara, angket, observasi,
penelitian lapangan, dan penelitian kepustakaan.
Pada akhir paragraf atau karangan, perlu disajikan kesimpulan. Kesimpulan ini yang
membedakan argumentasi dari eksposisi.
(1)
Menyetop bola dengan dada dan kaki dapat ia lakukan secara sempurna.
Tembakan kaki kanan dan kiri tepat arahnya dan keras. Sundulan kepalanya
sering memperdayakan kiper lawan. Bola seolah-olah menurut kehendaknya.
Larinya cepat bagaikan kijang. Lawan sukar mengambil bola dari kakinya. Operan
bolanya tepat dan terarah. Amin benar-benar pemain bola jempolan (Tarigan
1981 : 28).
(2)
Mempertahankan kesuburan tanah merupakan syarat mutlak bagi tiap-tiap
usaha pertanian. Selama tanaman dalam proses menghasilkan, kesuburan tanah
ini akan berkurang. Padahal kesuburan tanah wajib diperbaiki kembali dengan
pemupukan dan penggunaan tanah itu sebaik-baiknya. Teladan terbaik tentang
cara menggunakan tanah dan cara menjaga kesuburannya, dapat kita peroleh
pada hutan yang belum digarap petani.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 93


Tujuan yang ingin dicapai melalui pemaparan argumentasi ini, antara lain :
1. melontarkan pandangan / pendirian
2. mendorong atau mencegah suatu tindakan
3. mengubah tingkah laku pembaca
4. menarik simpati
Contoh : laporan penelitian ilmiah, karya tulis
Paragraf Narasi
Paragraf narasi adalah paragraf yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian. Dalam
karangan atau paragraf narasi terdapat alur cerita, tokoh, setting, dan konflik. Paragraf
naratif tidak memiliki kalimat utama.
Perhatikan contoh berikut!
Kemudian mobil meluncur kembali, Nyonya Marta tampak bersandar lesu.
Tangannya dibalut dan terikat ke leher. Mobil berhenti di depan rumah. Lalu
bawahan suaminya beserta istri-istri mereka pada keluar rumah menyongsong.
Tuan Hasan memapah istrinya yang sakit. Sementara bawahan Tuan Hasan
saling berlomba menyambut kedatangan Nyonya Marta.
Paragraf naratif disusun dengan merangkaikan peristiwa-peristiwa yang berurutan atau
secara kronologis. Tujuannya, pembaca diharapkan seolah-olah mengalami sendiri
peristiwa yang diceritakan.
Contoh : novel, cerpen, drama
Paragraf narasi dibedakan atas dua jenis, yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif.
Paragraf narasi ekspositoris berisikan rangkaian perbuatan yang disampaikan secara
informatif sehingga pembaca mengetahui peristiwa tersebut secara tepat.
Siang itu, Sabtu pekan lalu, Ramin bermain bagus. Mula-mula ia menyodorkan
sebuah kontramelodi yang hebat, lalu bergantian dengan klarinet, meniupkan
garis melodi utamanya. Ramin dan tujuh kawannya berbaris seperti serdadu
masuk ke tangsi, mengiringi Ahmad, mempelai pria yang akan menyunting
Mulyati, gadis yang rumahnya di Perumahan Kampung Meruyung. Mereka
membawakan lagu “Mars Jalan” yang dirasa tepat untuk mengantar Ahmad,
sang pengantin….
Sumber : Tempo, 20 Februari 2005
Paragraf narasi sugestif adalah paragraf yang berisi rangkaian peristiwa yang disusun
sedemikian rupa seehingga merangsang daya khayal pembaca, tentang peristiwa tersebut.
Patih Pranggulang menghunus pedangnya. Dengan cepat ia mengayunkan
pedang itu ke tubuh Tunjungsekar. Tapi aneh, sebelum mengenai tubuh

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 94


Tunjungsekar. Tapi aneh, sebelum mengenai tubuh Tunjungsekar, pedang itu
jatuh ke tanah. Patih Pranggulang memungut pedang itu dan membacokkan lagi
ke tubuh Tunjungsekar. Tiga kali Patih Pranggulang melakukan hal itu. Akan
tetapi, semuanya gagal. Sumber : Terampil Menulis Paragraf, 2004 : 66
Paragraf Persuasi
Paragraf Persuasi merupakan paragraf yang berisi imbauan atau ajakan kepada orang lain
untuk melakukan sesuatu seperti yang diharapkan oleh penulisnya. Oleh karena itu,
biasanya disertai penjelasan dan fakta-fakta sehingga meyakinkan dan dapat
mempengaruhi pembaca.
Pendekatan yang dipakai dalam persuasi adalah pendekatan emotif yang berusaha
membangkitkan dan merangsang emosi.
Contoh : (1) propaganda kelompok / golongan, kampanye, (2) iklan dalam media massa, (2)
selebaran, dsb.
Karangan yang bertujuan mempengaruhi dan membujuk pembaca.
Sistem pendidikan di Indonesia yang dikembangkan sekarang ini masih belum
memenuhi harapan. Hal ini dapat terlihat dari keterampilan membaca siswa
kelas IV SD di Indonesia yang berada pada peringkat terendah di Asia Timur
setelah Philipina, Thailand, Singapura, dan Hongkong. Selain itu, berdasarkan
penelitian, rata-rata nilai tes siswa SD kelas VI untuk mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Matematika, dan IPA dari tahun ke tahun semakin menurun. Anak-
anak di Indonesia hanya dapat menguasai 30% materi bacaan. Kenyataan ini
disajikan bukan untuk mencari kesalahan penentu kebijakan, pelaksana
pendidikan, dan keadaan yang sedang melanda bangsa, tapi semata-mata agar
kita menyadari sistem pendidikan kita mengalami krisis. Oleh karena itu, semua
pihak perlu menyelamatkan generasi mendatang. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan memperbaiki sistem pendidikan nasional.

D. Syarat-syarat Pembentukan dan Pengembangan Paragraf


Dalam pembentukan / pengembangan paragraf, perlu diperhatikan persyaratan-
persyaratan berikut.
1. Kesatuan
Sebagaimana telah dipaparkan di depan, bahwa tiap paragraf hanya mengandung satu
gagasan pokok. Fungsi paragraf adalah untuk mengembangkan gagasan pokok tersebut.
Untuk itu, di dalam pengembangannya, uraian-uraian dalam sebuah paragraf tidak boleh
menyimpang dari gagasan pokok tersebut. Dengan kata lain, uraian-uraian dalam sebuah

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 95


paragraf diikat oleh satu gagasan pokok dan merupakan satu kesatuan. Semua kalimat yang
terdapat dalam sebuah paragraf harus terfokus pada gagasan pokok.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini.
Kebutuhan hidup sehari-hari setiap keluarga dalam masyarakat tidaklah sama. Hal ini
sangat tergantung pada besarnya penghasilan setiap keluarga. Keluarga yang
berpenghasilan sangat rendah, mungkin kebutuhan pokok pun sulit terpenuhi. Lain halnya
dengan keluarga yang berpenghasilan tinggi. Mereka dapat menyumbangkan sebagian
penghasilannya untuk membangun tempat-tempat beribadah, atau untuk kegiatan sosial
lainnya. Tempat ibadah memang perlu bagi masyarakat. Pada umumnya tempat-tempat
ibadah ini dibangun secara bergotong royong dan sangat mengandalkan sumbangan para
dermawan. Perbedaan penghasilan yang besar dalam masyarakat telah menimbulkan
jurang pemisah antara Si kaya dan Si miskin.
Contoh paragraf di atas adalah contoh paragraf yang tidak memiliki prinsip kesatuan.
Gagasan pokok tentang penghasilan suatu keluarga dalam pengembangannya kita jumpai
gagasan pokok lain tentang tempat beribadah. Hubungan antara kalimat yang satu dengan
kalimat yang lain tidak merupakan satu kesatuan yang bulat untuk menunjang gagasan
utama.
2. Kepaduan
Syarat kedua yang harus dipenuhi oleh suatu paragraf ialah koherensi atau kepaduan.
Sebuah paragraf bukanlah sekedar kumpulan atau tumpukan kalimat-kalimat yang masing-
masing berdiri sendiri-sendiri, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang mempunyai
hubungan timbal balik. Urutan pikiran yang teratur akan memperlihatkan adanya
kepaduan, dan pembaca pun dapat dengan mudah memahami/mengikuti jalan pikiran
penulis tanpa hambatan karena adanya perloncatan pikiran yang membingungkan.
Kata atau frase transisi yang dapat dipakai dalam karangan ilmiah sekaligus sebagai
penanda hubungan dapat dirinci sebagai berikut.
a. Hubungan yang menandakan tambahan kepada sesuatu yang sudah disebutkan
sebelumnya, misalnya: lebih-lebih lagi, tambahan, selanjutnya, di samping itu, lalu,
seperti halnya, juga, lagi pula, berikutnya, kedua, ketiga, akhirnya, tambahan pula,
demikian juga.
b. Hubungan yang menyatakan perbandingan, misalnya: lain halnya, seperti, dalam hal
yang sama, dalam hal yang demikian, sebaliknya, sama sekali tidak, biarpun,
meskipun.
c. Hubungan yang menyatakan pertentangan dengan sesuatu yang sudah disebutkan
sebelumnya; misalnya: tetapi, namun, bagaimanapun, walaupun demikian,
sebaliknya, sama sekali tidak, biarpun, meskipun.
d. Hubungan yang menyatakan akibat/hasil; misal: sebab itu, oleh sebab itu, karena itu,
jadi, maka, akibatnya.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 96


e. Hubungan yang menyatakan tujuan, misalnya: sementara itu, segera, beberapa saat
kemudian, sesudah itu, kemudian.
f. Hubungan yang menyatakan singkatan, misal: pendeknya, ringkasnya, secara singkat,
pada umumnya, seperti sudah dikatakan, dengan kata lain, misalnya, yakni,
sesungguhnya.
g. Hubungan yang menyatakan tempat, misalnya: di sini, di sana, dekat, di seberang,
berdekatan, berdampingan dengan
3. Kelengkapan
Syarat ketiga yang harus dipenuhi oleh suatu paragraf adalah kelengkapan. Suatu paragraf
dikatakan lengkap jika berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup menunjang kejelasan
kalimat topik/gagasan utama. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh-contoh berikut ini.
contoh pertama:

Suku Dayak tidak termasuk suku yang suka bertengkar. Mereka tidak suka berselisih dan
bersengketa.

Contoh paragraf di atas hanya diperluas dengan perulangan. Pengembangannya pun tidak
maksimal.

contoh kedua:
Masalah kelautan yang dihadapi dewasa ini ialah tidak adanya peminat atau penggemar
jenis binatang laut seperti halnya peminat atau penggemar penghuni darat atau burung-
burung yang indah.
Contoh paragraf kedua di atas merupakan contoh paragraf yang tidak dikembangkan.
Paragraf di atas hanya terdiri dari kalimat topik saja. Contoh ketiga berikut ini merupakan
contoh pengembangan dari contoh paragraf kedua di atas.
contoh ketiga:
Masalah kelautan yang dihadapi dewasa ini ialah tidak adanya peminat atau penggemar
jenis binatang laut seperti halnya peminat atau penggemar penghuni darat atau burung-
burung yang indah. Tidak adanya penyediaan dana untuk melindungi ketam kenari, kima,
atau tiram mutiara sebagaimana halnya untuk panda dan harimau. Jenis mahkluk laut
tertentu tiba-tiba punah sebelum manusia sempat melindunginya. Tiram raksasa di
kawasan Indonesia bagian barat kebanyakan sudah punah. Sangat sukar menemukan
tiram hidup dewasa ini, padahal rumah tiram yang sudah mati mudah ditemukan.
Demikian juga halnya dengan kepiting kelapa dan kepiting begal yang biasa menyebar dari
pantai barat Afrika sampai bagian barat Lautan Teduh, kini hanya dijumpai di daerah kecil
yang terpencil. Dari mana diperoleh dana untuk melindungi semua ini?

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 97


Perlu kiranya ditambahkan di sini bahwa ada jenis wacana khusus/tertentu yang sengaja
dibuat satu paragraf hanya terdiri dari satu kalimat saja dan ini merupakan kalimat topik.
Wacana tersebut adalah wacana Tajuk Rencana dalam suatu surat kabar. Sesuai dengan
ciri wacana jurnalistik dalam sebuah tajuk, bahwa tajuk rencana merupakan gagasan dari
redaksi surat kabar tersebut pada suatu masalah tertentu/sikap redaksi, sehingga apa yang
diuraikan hanyalah gagasan-gagasan pokoknya saja sementara uraian secara panjang lebar
dapat dilihat dan dibaca pada berita-berita utamanya.

E. Letak Kalimat Topik dalam Sebuah Paragraf


Sebagaimana telah dipaparkan di depan bahwa sebuah paragraf dibangun dari beberapa
kalimat yang saling menunjang dan hanya mengandung satu gagasan pokok saja. Gagasan
pokok itu dituangkan ke dalam kalimat topik / kalimat pokok. Kalimat topik/kalimat pokok
dalam sebuah paragraf dapat diletakkan, di akhir di awal, di awal dan akhir, atau dalam
seluruh paragraf itu. Berikut ini secara urut akan dipaparkan contoh-contoh paragraf
dengan kalimat topik yang terletak di awal, di akhir, di awal dan akhir, serta dalam seluruh
paragraf.
contoh pertama:
Kosa kata memegang peranan dan merupakan unsur yang paling mendasar dalam
kemampuan berbahasa, khususnya dalam karang mengarang. Jumlah kosa kata yang
dimiliki seseorang akan menjadi petunjuk tentang pengetahuan seseorang. Di samping itu,
jumlah kosa kata yang dikuasai seseorang juga akan menjadi indikator bahwa orang itu
mengetahui sekian banyak konsep. Semakin banyak kosa kata yang dikuasai, semakin
tinggi pula tingkat pengetahuan seseorang. Dengan demikian, seorang penulis akan
mudah memilih kata-kata yang tepat/cocok untuk mengungkapkan gagasan yang ada di
dalam pikirannya.
contoh kedua:
Pada waktu anak memasuki dunia pendidikan, pengajaran bahasa Indonesia secara
metodologis dan sistematis bukanlah merupakan halangan baginya untuk memperluas dan
memantapkan bahasa daerahnya. Setelah anak didik meninggalkan kelas, ia kembali
mempergunakan bahasa daerah, baik dalam pergaulan dengan teman-temannya atau
dengan orang tuanya. Ia merasa lebih intim dengan bahasa daerah. Jam sekolah
berlangsung beberapa jam. Baik waktu istirahat maupun di antara jam-jam pelajaran,
unsur-unsur bahasa daerah tetap menerobos. Ditambah lagi jika sekolah itu bersifat
homogen dan gurunya pun penutur asli bahasa daerah itu. Faktor-faktor inilah yang
menyebabkan pengetahuan si anak terhadap bahasa daerahnya akan melaju terus dengan
cepat.
contoh ketiga:
Peningkatan taraf pendidikan para petani dirasakan sama pentingnya dengan usaha
peningkatan taraf hidup mereka. Petani yang berpendidikan cukup dapat mengubah sistem

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 98


pertanian tradisional, misalnya bercocok tanam hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan
menjadi petani modern yang produktif. Petani yang berpendidikan cukup, mampu
menunjang pembangunan secara positif. Mereka dapat memberikan umpan balik yang
setimpal terhadap gagasan-gagasan yang dilontarkan perencana pembangunan, baik di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Itulah sebabnya, peningkatan taraf pendidikan
para petani dirasakan sangat mendesak.
contoh keempat:
Keriuhan kokok ayam perlahan-lahan surut. Kian lama kian berkurang, akhirnya tinggal
satu-satu saja terdengar koko yang nyaring. Ayam-ayam sudah mulai turun dari
kandangnya, pergi ke ladang atau pelataran. Cicit burung mulai bersautan, seiring langit
di ufuk timur yang semburat merah, makin lama makin terang. Lampu-lampu jalanan satu
persatu mulai padam. Dengung dan raung lalu lintas jalan raya mulai menggila seperti
kemarin. Lengking klakson mobil dan desis kereta apai bergema menerobos ke relung-
relung rumah di sepanjang jalan. Sayup-sayup terdengar dentang lonceng gereja
menyongsong hari baru dan menyatakan selamat tinggal pada hari kemarin.

F. Pengembangan Paragraf
Salah satu cara berlatih mengembangkan paragraf dapat dilakukan dengan membuat
kerangka paragraf dahulu sebelum menulis paragraf itu. Sebagai contoh dapat dilihat
paparan di bawah ini.
Kerangka paragraf:
Gagasan pokok : Keindahan alam di Tawangmangu makin surut
Gagasan pununjang : manusia telah mengubah segala-galanya hutan, sawah, dan ladang
tergusur pohon-pohon tidak ada lagi pagar bunga sudah diganti gedung-gedung mewah
dibangun.

Pengembangan paragraf:
Bernostalgia tentang indahnya alam di Tawangmangu hanya akan menimbulkan
kekecewaan saja. Dalam kurun waktu 25 tahun, dinamika kehidupan manusia telah
mengubah segala-galanya. Hutan, sawah, dan ladang telah tergusur oleh berbagai bentuk
bangunan. Ranting dan cabang pohon telah berganti dengan jeruji besi. Pagar tanaman
dan bunga yang dulu bermekaran dengan indahnya telah diterjang tembok beton yang
kokoh. Batu-batu gunung telah menghadirkan gedung plaza megah yang menelan biaya
trilyunan rupiah. Arus modernisasi dengan angkuhnya telah menelan kemesraan dan
indahnya alam ini.
Secara ringkas, pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal
berikut. Pertama, susunlah kalimat topik dengan baik dan layak (jangan terlalu spesifik
sehingga sulit dikembangkan, jangan pula terlalu luas sehingga memerlukan penjelasan
yang panjang lebar). Kedua, tempatkanlah kalimat topik tersebut dalam posisi yang

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 99


menyolok dan jelas dalam sebuah paragraf. Ketiga, dukunglah kalimat topik tersebut
dengan detail-detail/ perincian-perincian yang tepat. Keempat gunakan kata-kata transisi,
frase, dan alat lain di dalam dan di antara paragraf.
Ada beberapa teknik (cara) mengembangkan paragraf yang dapat dilakukan. Teknik-teknik
tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut.
1. Secara Alamiah
Dalam teknik ini penulis sekedar menggunakan pola yang sudah ada pada objek/kejadian
yang dibicarakan. Susunan logis ini mengenal dua macam urutan, yaitu: (a) urutan ruang
(spasial) yang membawa pembaca dari satu titik ke titik berikutnya yang berdekatan dalam
sebuah ruang. Misalnya gambaran dari depan ke belakang, dari luar ke dalam, dari bawah
ke atas, dari kanan ke kiri dan sebagainya; (b) urutan waktu (kronologis) yang
menggambarkan urutan terjadinya peristiwa, perbuatan, atau tindakan. Untuk lebih
jelasnya perhatikan contoh berikut ini.
(a) urutan ruang
Bangunan itu terbagi dalam empat ruang. Pada ruang pertama yang sering disebut dengan
bangsal srimanganti, terdapat dua pasang kursi kayu ukiran Jepara. Ruangan ini sering
digunakan Adipati Sindungriwut untuk menerima tamu kadipaten. Di sebelah kiri bangsal
srimanganti, terdapat ruangan khusus untuk menyimpan benda-benda pusaka kadipaten
dan cendera mata dari kadipaten-kadipaten lain. Ruangan ini tertutup rapat dan selalu
dijaga oleh kesatria-kesatria terpilih Kadipaten Ranggenah. Ruangan tempat menyimpan
benda-benda pusaka dan cendera mata ini sering disebut kundalini mesem. Agak jauh di
sebelah kanan ruang kundalini mesem terdapat sebuah ruangan yang senantiasa
menebarkan aroma dupa. Ruang ini disebut ruang pamujan karena di tempat inilah Sang
Adipati selalu mengadakan upacara dan kebaktian. Beberapa meter dari ruang pamujan
terdapat ruangan kecil dengan sebuah tempayan besar di tengahnya. Ruangan ini sering
disebut dengan ruang reresik, karena ruangan ini sering digunakan untuk membersihkan
diri Sang Adipati sebelum masuk ke ruang pamujan.
(b) urutan waktu
Menendang bola dengan sepatu baru dikenalnya sekitar tahun 1977, saat ia baru lulus dari
STM Negeri 3 jurusan teknik elektro. Yang pertama kali melatihnya adalah klub Halilintar.
Dari sini pretasinya terus menanjak hingga kemudian ia dapat bergabung dengan klub
Pelita Jaya sampai sekarang. Tahun 1984 ia pernah dipanggil untuk memperkuat PSSI ke
Merdeka Games di Malaysia. Waktu ia dipanggil lagi untuk turnamen di Brunei tahun 1985,
ia gagal memenuhinya karena kakinya cedera.
2. Klimaks dan Antiklimaks
Gagasan utama mula-mula dirinci dengan sebuah gagasan bawahan yang dianggap paling
rendah kedudukannya. Kemudian berangsur-angsur dengan gagasan lain hingga gagasan

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 100


yang paling tinggi kedudukan/kepentingannya. Contoh berikut kiranya dapat memperjelas
uraian ini.
Bentuk traktor mengalami perkembangan dari jaman ke jaman seiring dengan kemajuan
tehnologi yang dicapai umat manusia. Pada waktu mesin uap baru jaya-jayanya, ada
traktor yang dijalankan dengan mesin uap. Pada waktu tank menjadi pusat perhatian
orang, traktor pun ikut-ikutan diberi model seperti tank. Keturunan traktor model tank ini
sampai sekarang masih dipergunakan orang, yaitu traktor yang memakai roda rantai.
Traktor semacam ini adalah hasil perusahaan Carterpillar. Di samping Carterpillar, Ford pun
tidak ketinggalan dalam pembuatan traktor dan alat-alat pertanian lainnya. Jepang pun
tidak mau kalah bersaing dalam bidang ini. Produk Jepang yang khas di Indonesia terkenal
dengan nama padi traktor yang bentuknya sudah mengalami perubahan dari model-model
sebelumnya.
Pikiran utama dari paragraf di atas adalah “bentuk traktor mengalami perkembangan dari
zaman ke zaman”. Pikiran utama itu kemudian dirinci dengan gagasan-gagasan : traktor
yang dijalankan dengan mesin uap, traktor yang memakai roda rantai, traktor buatan Ford,
dan traktor buatan Jepang.
Variasi dari klimaks ialah antiklimaks. Pengembangan dengan antiklimaks dilakukan dengan
cara menguraikan gagasan dari yang paling tinggi kedudukannya, kemudian perlahan-lahan
menurun ke gagasan lain yang lebih rendah.
3. Umum - Khusus & Khusus - Umum (deduktif & induktif)
Cara pengungkapan paragraf yang paling banyak digunakan adalah cara deduktif dan
induktif. Berikut ini secara urut akan disajikan contoh paragraf yang dikembangkan dengan
cara deduktif dan induktif.
(1)
Salah satu kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional. Kedudukan ini
dimiliki sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Kedudukan
ini mungkinkan oleh kenyataan bahwa bahasa Melayu yang mendasari bahasa Indonesia
telah menjadi lingua franca selama berabad-abad di seluruh tanah air kita. Hal ini ditunjang
lagi oleh faktor tidak terjadinya persaingan bahasa, maksudnya persaingan bahasa daerah
yang satu dengan bahasa daerah yang lain untuk mencapai kedudukannya sebagai bahasa
nasional.
(2)
Dokumen-dokumen dan keputusan-keputusan serta surat menyurat yang dikeluarkan
pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Pidato-
pidato, terutama pidato kenegaraan, ditulis dan diucapkan dengan bahasa Indonesia.
Hanya dalam keadaan tertentu , demi kepentingan antarbangsa kadang-kadang pidato
resmi ditulis dan diucapkan dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Demikian juga
pemakaian bahasa Indoensia oleh masyarakat dalam upacara, peristiwa, dan kegiatan
kenegaraan . Dengan kata lain, komunikasi timbal balik antara pemerintah dengan

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 101


masyarakat berlangsung dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Bentuk pengembangan paragraf juga ditentukan oleh fungsi paragraf tersebut dalam
sebuah karangan atau wacana. Ada paragraf yang berfungsi untuk menjelaskan,
membandingkan, mempertentangkan, menggambarkan, atau memperdebatkan. Berikut
ini akan dipaparkan bentuk-bentuk pengembangan paragraf berdasarkan fungsinya dalam
suatu karangan.
4. Perbandingan dan Pertentangan
Untuk menambah kejelasan sebuah paparan, kadang-kadang penulis berusaha
membandingkan atau mempertentangkan. Dalam hal ini penulis berusaha menunjukkan
persamaan dan berbedaan antara dua hal. Syarat perbandingan/pertentangan adalah dua
hal yang tingkatannya sama dan kedua hal itu mempunyai persamaan sekaligus perbedaan.
Contoh berikut ini kiranya dapat memperjelas uraian di atas.
Ratu Elizabeth tidak begitu tertarik dengan mode, tetapi selalu berusaha tampil di muka
umum seperti apa yang diharapkan rakyatnya. Ke luar kota paling senang mengenakan
pakaian yang praktis. Ia menyenangi topi dan scraf. Lain halnya dengan Margareth
Thacher. Sejak menjadi pemimpin partai konservatif, ia melembutkan gaya berpakaian dan
rambutnya. Ia membeli pakaian sekaligus dua kali setahun. Ia lebih cenderung berbelanja
ke tempat yang agak murah. Ia hanya memakai topi ke pernikahan , ke pemakaman, ke
upacara resmi misalnya ke parlemen.
5. Analogi
Analogi biasanya digunakan untuk membandingkan sesuatu yang sudah dikenal umum
dengan hal yang belum dikenal. Analogi ini dimaksudkan untuk menjelaskan hal yang
kurang dikenal tersebut. Berikut ini akan disajikan contoh paragraf yang dikembangkan
dengan cara analogi. Di dalam contoh berikut ini penulis ingin menjelaskan perbedaan
filsafat dengan ilmu.
Filsafat dapat diibaratkan sebagai pasukan marinir yang merebut pantai untuk
mendaratkan pasukan infantri. Pasukan infasntri ini diibaratkan sebagai ilmu pengetahuan
yang diantaranya terdapat ilmu. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi
kegiatan keilmuan. Setelah itu ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan,
menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan. Filsafat
menyerahkan daerah yang sudah dimenangkan itu kepada pengetahuan-pengetahuan
lainnya. Setelah penyerahan dilakukan, maka filsafat pun pergiu kembali menjelajah laut
lepas, berspekulasi dan meneratas.
6. Contoh-contoh
Sebuah generalisasi yang terlalu umum sifatnya agar dapat memberikan penjelasan kepada
pembaca, kadang-kadang memerlukan contoh-contoh yang konkrit. Berikut ini akan
disajikan contoh sebuah paragraf yang dikembangkan dengan contoh-contoh. Kalimat
topik contoh berikut ini mengandung gagasan pokok tentang usaha pemerintah dalam

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 102


mengejar ketertinggalan desa., dijelaskan dengan beberapa contoh, yaitu: ABRI masuk
desa, mahasiswa ber-KKN, koran masuk desa, dan kemungkinan-kemungkinan lain.
Dalam rangka mengejar ketertinggalan desa baik dalam bidang pembangunan maupun
dalam bidang pengetahuan, berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah. ABRI masuk
desa sudah lama kita kenal. Hasilnya pun tidak mengecewakan, seperti: perbaikan jalan,
pembuatan jembatan, pemugaran kampung, dan lain sebagainya. Contoh lain adalah KKN
yang dilaksanakan oleh mahasiswa. Hasil-hasil yang positif telah pula dinikmati oleh desa
yang bersangkutan, misalnya: peningkatan pengetahuan masyarakat, pemberantasan
buta aksara, perbaikan dalam bidang kesehatan dan gizi, dan lain-lain. Akhir-akhir ini surat
kabar juga diusahakan masuk desa, walaupun hasilnya masih belum kelihatan. Barangkali
perlu pula dipikirkan program selanjutnya, misalnya bahasa Indonesia masuk desa, jaksa
masuk desa, listrik masuk desa, dan sebagainya.
7. Sebab – Akibat
Hubungan kalimat dalam sebuah paragraf dapat berbentuk sebab akibat. Dalam hal ini
sebab dapat berfungsi sebagai pikiran utama, dan akibat sebagai pikiran penjelas; atau
sebaliknya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut:
Jalan Jendral Sudirman akhir-akhir ini kembali macet dan semrawut. Lebih dari separuh
jalan kendaraan kembali tersita oleh kegiatan pedagang kaki lima. Untuk mengatasinya,
pemerintah daerah akan memasang pagar pemisah antara jalan kendaraan dengan
trotoar. Pagar ini juga berfungsi sebagai batas pemasangan tenda pedagang kaki lima
tempat mereka diizinkan berdagang. Pemasangan pagar ini terpaksa dilakukan mengingat
pelanggaran pedagang kaki lima di lokasi itu sudah sangat keterlaluan, sehingga
menimbulkan kemacetan lalu lintas.
8. Definisi Luas
Untuk memberikan batasan tentang sesuatu, kadang-kadang penulis terpaksa
menguraikan dengan beberapa kalimat atau bahkan beberapa paragraf. Berikut ini akan
disajikan contoh pengembangan paragraf yang berfungsi menjelaskan apa yang dimaksud
dengan pompa hidran, bagaimana cara kerjanya, dan bagian-bagian dari pompa tersebut.
Pompa hidran (Hydraulicran) ialah sejelis pompa yang dapat bekerja secara kontinue tanpa
menggunakan bahan bakar atau energi tambahan dari luar. Pompa ini bekerja dengan
memanfaatkan tenaga aliran air yang berasal dari sumber air, dan mengalirkan sebagian
air tersebut ke tempat yang lebih tinggi. Bagian utama sistem ini ialah pompa pemasukan,
katub limbah, katub pengantar, katup udara, ruang udara , dan pipa pengeluaran. Pada
dasarnya air dapat dipompakan karena adanya perubahan energi kinetis air jatuh, yang
menimbulkan tenaga yang cukup tinggi dalam ruang udara, sehingga sanggup
mengangkat dan mengalirkan air ke tempat yang lebih tinggi permukaannya. Desain katub
limbah dan katub pemasukan dibuat sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi
bergantian.
9. Klasifikasi

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 103


Dalam pengembangan paragraf, kadang-kadang kita mengelompokkan hal-hal yang
mempunyai persamaan. Pengelompokan ini biasanya dirinci lebih lanjut ke dalam
kelompok-kelompok yang lebih kecil. Berikut ini akan disajikan contoh pengembangan
paragraf dengan cara mengklasifikasikan.
Dalam karang-mengarang atau tulis-menulis, dituntut beberapa kemampuan antara lain
kemampuan yang berhubungan dengan kebahasaan dan kemampuan pengembangan
atau penyajian. Yang termasuk kemampuan kebahasaan adalah kemampuan menerapkan
ejaan, pungtuasi, kosa kata, diksi, dan kalimat. Sedangkan yang dimaksud dengan
kemampuan pengembangan ialah kemampuan menata paragraf, kemampuan
membedakan pokok bahasan, subpokok bahasan, dan kemampuan membagi pokok
bahasan dalam urutan yang sistematik. Disarikan dari berbagai sumber untuk keperluan
mengajar.

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 104


DAFTAR RUJUKAN

Djuroto, T. dan Suprijadi, B. 2002. Menulis Artikel dan Karya Ilmiah. Bandung:
Rosdakarya.

Indriati, E. 2001. Menulis Karya Ilmiah. Artikel, Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta:
Gramedia.

Kridalaksana, H. 2006. Pembentukan Istilah. Jakarta: Gramedia.

Rahardi, K. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Rahayu, M. 2009. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Mata Kuliah Pengembangan


Kepribadian. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Tim Penulis Bahasa Indonesia UNEJ. 2007. Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa.
Yogyakarta: Penerbit Andi

Bahan Ajar Bahasa Indonesia 105

Anda mungkin juga menyukai