Anda di halaman 1dari 272

Penerbit

Universitas Jenderal Soedirman


2020
Buku Ajar

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

© 2020 Universitas Jenderal Soedirman

Buku Elektronis Kesatu, Agustus 2020


Hak Cipta dilindungi Undang-undang
All Right Reserved

Penulis:
Slamet Santoso H. Chumaidi Ahzar
Bambang Suswanto Karsidi
Herry Soeprapto Edy Pramono
Kuat Puji Prayitno Marsum Zarkasyi
Tata Brata S.

Editor:
Subandi

Diterbitkan oleh:
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
Gd. BPU Percetakan dan Penerbitan (UNSOED Press)
Telp. (0281) 626070
Email: unsoedpress@unsoed.ac.id

Anggota
Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia
Nomor : 003.027.1.03.2018

vi + 264 hal, 15,5 cm x 23 cm

ISBN: 978-623-7144-86-1 (PDF)

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penerbit,


sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,
photoprint, microfilm dan sebagainya.
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan curahan nikmat dan karunia-Nya sehingga
penyusunan Buku Ajar Pendidikan Kewarganegataan dapat
diselesaikan.
Buku Ajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) disusun oleh
Tim Dosen Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Universitas
Jenderal Soedirman merupakan perbaikan sekaligus pengembangan
dari buku ajar Pendidikan Kewiraan. Buku ajar Pendidikan Kewiraan
sebelumnya adalah buku ajar yang lebih banyak difokuskan pada
upaya memberikan pemahaman akan esensi bela negara. Sedangkan
Buku Ajar Pendidikan Kewarganegaraan ini memuat aktualisasi
materi tentang pentingnya kesadaran warga negara dalam
bernegara, pemahaman akan hak dan kewajiban warga negara
terhadap negara, kewajiban negara terhadap warga negaranya, serta
muatan tentang bela negara dalam rangka memperkokoh
pemahaman akan esensi persatuan dan kesatuan bangsa dalam
bernegara. Selain itu buku ajar ini dalam batas tertentu juga
mengandung substansi pengetahuan terkait dengan pengembangan
intelektualitas kepribadian warga bangsa, pemahaman tentang
konsep dasar demokrasi, hak asasi manusia (HAM) dan otonomi
daerah.
Muatan buku ajar ini juga memiliki kontekstualitas yang
bergayut dengan realitas globalisasi serta perkembangan lingkungan
strategis Indonesia yang terasakan baik langsung maupun tidak
langsung berpengaruh terhadap pola pikir, pola sikap dan pola
tindak masyarakat. Perubahan tersebut kalau tidak disikapi secara
antisipatif dan adaptif maka akan berpengaruh pada mentalitas
warga bangsa yang dapat mengganggu kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara. Pensikapan terhadap kondisi tersebut,
maka diperlukan reaktualisasi pemahaman terhadap esensi
kehidupan bernegara. Dengan demikian, buku ajar ini dapat pula
ditempatkan sebagai referensi dalam memperkokoh sekaligus
mengembangkan semangat kebangsaan kita dalam payung Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Semoga buku ajar ini dapat sebagai pendukung keberhasilan
proses belajar mengajar dan dapat mencapai sasaran pembelajaran
serta bermanfaat bagi semua pihak.
…………………………………
bagimu negeri jiwa raga kami

Purwokerto, Mei 2017


Penyusun
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
BAB I. PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN ....... 1
A. Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan .......... 1
B. Kopetensi yang Diharapkan dari Pendidikan
Kewarganegaraan .................................................................. 2
C. Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan ...... 4
D. Pengertian dan Pemahaman Tentang Bangsa dan
Negara ......................................................................................... 5
E. Negara dan Warga Negara dalam Sistem
Kenegaraan di Indonesia ..................................................... 9
F. Hak dan Kewaajiban Warga Negara Menurut UUD
1945 ............................................................................................. 10
G. Konsepsi Dasar Bela Negara ............................................... 11
H. Pemahaman tentang Demokrasi ....................................... 16
I. Hak Asasi Manusia (HAM) .................................................. 21

BAB II. WAWASAN NUSANTARA .......................................................... 35


A. Latar Belakang dan Dasar Pemikiran.............................. 35
B. Dasar Pemikiran Wawasan Nusantara ........................... 42
C. Perkembangan Pengertian Wawasan Nusantara ...... 51
D. Ajaran Dasar Wawasan Nusantara................................... 53
E. Tujuan Wawasan Nusantara .............................................. 56
F. Unsur Dasar dan Implementasi Wawasan
Nusantara .................................................................................. 57
G. Implementasi Wawasan Nusantara dalam Sikap
dan Perbuatan .......................................................................... 61

BAB III. KETAHANAN NASIONAL ........................................................... 67


A. Latar Belakang Ketahanan Nasional................................ 67
B. Landasan Pemikiran Ketahanan Nasional ................... 69
C. Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia ..................... 71
D. Ciri-ciri Ketahanan Nasional Indonesia ........................ 73
E. Asas-asas Ketahanan Nasional Indonesia .................... 74
F. Sifat-sifat Ketahanan Nasional .......................................... 75
G. Ketahanan Nasional dalam Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara ......................................................................... 76
H. Interrelasi dan Interdependensi Antargatra dalam
Astagatra .................................................................................... 99

BAB IV. POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL ..................................... 103


A. Beberapa Pengertian ............................................................. 103
B. Dasar Pemikiran Penyusunan Politik dan Strategi
Nasional ...................................................................................... 109
C. Politik Pembangunan dan Manajemen Nasional........ 113
D. Implementasi Politik dan Strategi Nasional dalam
Bidang-bidang Pembangunan Nasional ........................ 132

DAFTAR BACAAN ............................................................................................ 261


I
Setelah mempelajari pokok bahasan ini diharapkan mahasiswa
mampu menjelaskan :
1. Latar belakang dan kompetensi yang diharapkan dari pendidikan
kewarganegaraan;
2. Pemahaman tentang bangsa, negara, dan sistem kenegaraan;
3. Hak dan kewajiban warga negara, serta hubungan warga negara
dengan negara;
4. Konsep dasar bela negara dan implementasinya;
5. Konsep dasar demokrasi dan implementasinya;
6. Prinsip-prinsip HAM dan implementasinya.

Perkembangan globalisasi ditandai dengan kuatnya pengaruh


lembaga-lembaga kemasyarakatan internasional, negara-negara
maju yang ikut mengatur percaturan perpolitikan, perekonomian,
sosial budaya, dan pertahanan serta keamanan global. Kondisi ini
akan menumbuhkan berbagai konflik kepentingan, baik antarnegara
maju dengan negara-negara berkembang naupun antarsesama
negara berkembang serta lembaga-lembaga internasional. Di
samping hal tersebut, adanya isu global yang meliputi demokratisasi,
hak asasi manusia, dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi
keadaan nasional.
Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang informasi,
komunikasi, dan transportasi sehingga dunia menjadi transparan
seolah-olah menjadi kampung sedunia tanpa mengenal batas negara.
Kondisi yang demikian menciptakan struktur baru, yaitu struktur
global. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia, serta akan
mempengaruhi juga dalam berpola pikir, sikap, dan tindakan
masyarakat Indonesia sehingga akan mempengaruhi kondisi mental
spiritual bangsa Indonesia.
Untuk mengantisipasi perkembangan global ini diperlukan
perjuangan nonfisik sesuai dengan profesi masing-masing yang
dilandasi nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia sehingga memiliki
wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan perilaku cinta tanah
air, dan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam
rangka bela negara demi tetap utuhnya negara kesatuan Republik
Indonesia.
Dalam rangka perjuangan nonfisik sesuai bidang profesi masing-
masing diperlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warga
negara Indonesia pada umumnya, dan mahasiswa sebagai calon
cendikiawan pada khususnya melalui pendidikan kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk
membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan
dasar berkenaan dengan hubungan antara warganegara dengan
negara serta pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN) agar dapat
menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan
negara.
Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membekali
peserta didik dengan kemampuan dan pengetahuan dasar berkenaan
dengan hubungan warga negara dengan negara sehingga perlu
dijelaskan bagaimana bentuk hubungan warga negara dengan negara
yang sehat, positif, dan dapat diandalkan.

Menurut Keputusan Dirjen Dikti No. 267/Dikti/Kep/2000


antara lain dinyatakan, bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan
pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan
antara warga negara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan
Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat
diandalkan oleh bangsa dan negara.
Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas,
penuh rasa tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai
syarat untuk dapat dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam
bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi lulusan Pendidikan Kewarga-
negaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung
jawab warga negara dalam berhubungan dengan negara dan
memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa, Wawasan
Nusantara, dan Ketahanan Nasional. Sifat cerdas yang dimaksud
tampak pada kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan bertindak. Sifat
tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditilik dari
nilai ilmu pengetahuan dan teknologi serta etika ajaran agama dan
budaya. Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuah-
kan sikap mental bersifat cerdas dan penuh rasa tanggung jawab
mahasiswa dengan perilaku yang:
1. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan
menghayati nilai-nilai falsafah bangsa Indonesia;
2. berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara Indonesia;
3. bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban
sebagai warga negara;
4. bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara;
5. aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni
untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa, dan negara.
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara NKRI
diharapkan mampu memahami, menganalisis, dan menjawab
masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa, dan negaranya
secara bersinambung dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan
nasional seperti yang digariskan dalam Pembukaan Undang Undang
Dasar 1945.
Dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi pengaruh
global, maka setiap warga negara NKRI pada umumnya dan
mahasiswa pada khususnya harus tetap pada jatidirinya yang
berjiwa patriotik dan cinta tanah air di dalam perjuangan nonfisik
sesuai dengan profesi masing-masing di dalam semua aspek
kehidupan. Hal itu diperlukan untuk memerangi keterbelakangan,
kemiskinan, kesenjangan sosial, KKN; menguasai iptek guna memiliki
daya saing; memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa.
1. Hakikat Pendidikan
Pendidikan adalah upaya sadar masyarakat dan pemerintah
suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan
generasi penerusnya selaku warga masyarakat, bangsa dan negara,
serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa
berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa,
negara, dan hubungan internasionalnya.
2. Kemampuan Warga Negara
Warga negara, untuk hidup berguna dan bermakna serta
mampu mengatisipasi perkembangan dan perubahan masa
depannya, sangat memerlukan pembekalan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni (Ipteks) yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila,
nilai-nilai keagamaan, dan nilai-nilai perjuangan bangsa. Tujuan
utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan
wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta
tanah air, bersendikan kebudayaan bangsa, Wawasan Nusantara,
Ketahanan Nasional bagi para mahasiswa di dalam NKRI.
3. Menumbuhkan Wawasan Warga Negara
Untuk menumbuhkan wawasan warga negara dalam hal
persahabatan, saling pengertian antarbangsa dan perdamaian dunia
serta kesadaran bela negara, sikap dan perilaku yang bersendikan
nilai-nilai budaya bangsa, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan
Nasional, warga negara RI harus menguasai Ipteks yang merupakan
misi atau tanggung jawab Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang
dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional di bawah
kewenangan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Hak dan
kewajiban warga negara terutama kesadaran bela negara, akan
benar-benar menjadi sikap dan perilaku warga negara bila mereka
dapat merasakan bahwa konsepsi demokrasi dan HAM itu paling
sesuai dengan kehidupan keseharian.
4. Meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang:
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. berbudi luhur;
c. berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, dan
terampil;
d. berdisiplin, profesional, produktif;
e. bertanggungjawab, sehat jasmani dan rohani.
5. Menumbuhkan :
a. jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air;
b. semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial;
c. kesadaran pada sejarah bangsa serta berorientasi ke masa
depan.

1. Pengertian Bangsa
Bangsa adalah persatuan karakter atau perangai yang timbul
karena persatuan nasib (Otto Bauer 1881-1934). Pengertian ini
menitikberatkan pengertian bangsa dari karakter, sikap dan perilaku
yang menjadi jatidiri bangsa dengan bangsa lain. Karakter ini
terbentuk karena pengalaman sejarah dan budaya yang tumbuh serta
berkembang bersama dengan tumbuh kembangnya bangsa.
Bangsa adalah sekelompok manusia yang memiliki kehendak
satu sehingga merasa dirinya satu (Ernest Renan 1823-1892). Ia
menitikberatkan faktor utama yang menimbulkan suatu bangsa
adalah kehendak masing-masing warga negara untuk membentuk
suatu bangsa.
Bangsa adalah kesatuan tekad rakyat untuk hidup bersama
mencapai cita-cita dan tujuan bersama, terlepas dari perbedaan
etnik, ras, agama, atau golongan asalnya. Kesadaran kebangsaan
adalah perekat yang akan mengikat batin seluruh rakyat.
Pengertian bangsa menurut hukum adalah rakyat atau orang-
orang yang berada di dalam suatu masyarakat hukum yang
terorganisasi. Kelompok orang satu bangsa ini pada umumnya
menempati bagian atau wilayah tertentu, berbicara dalam bahasa
yang sama (meskipun dalam bahasa-bahasa daerah), memiliki
sejarah, kebiasaan dan kebudayaan yang sama, dan terorganisasi
dalam suatu pemerintahan yang berdaulat.
Berdasarkan pengertian di atas, bangsa adalah sekelompok
manusia yang:
a. memiliki cita-cita bersama yang mengikat mereka menjadi satu
kesatuan;
b. memiliki sejarah hidup bersama sehingga tercipta rasa senasib
dan sepenanggungan;
c. memiliki adat budaya dan kebiasaan yang sama sebagai akibat
pengalaman hidup bersama;
d. memiliki karakter yang sama yang menjadi jatidiri;
e. menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan kesatuan
wilayah;
f. terorganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat sehingga
mereka terikat dalam suatu masyarakat hukum.
2. Pengertian Negara
a. Negara adalah organisasi tertinggi di antara sekelompok atau
beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk
bersatu, hidup di dalam daerah tertentu, dan mempunyai
pemerintahan yang berdaulat (Mahfud, 2001).
b. Negara adalah suatu perserikatan yang melaksanakan suatu
pemerintahan melalui hukum yang mengikat masyarakat
dengan kekuasaan untuk memaksa dalam suatu wilayah
masyarakat tertentu yang membedakan dengan kondisi
masyarakat dunia luar untuk ketertiban sosial (Lemhannas,
2001).
3. Teori Terbentuknya Negara
Yang dimaksud dengan teori terbentuknya negara adalah
bagaimana perpindahan dari keadaan manusia yang semula hidup
secara bebas, belum teratur ke keadaan bernegara dengan kehidupan
manusia yang serba teratur atau adanya hukum (Soehino, 1996).
Untuk mengetahui terbentuknya suatu negara dapat digunakan
dua pendekatan, yaitu pendekatan faktual dan pendekatan teoritis.
Pendekatan faktual didasarkan pada kenyataan yang sungguh-
sungguh terjadi yang dapat diungkapkan dari pengalaman dan
sejarah. Menurut kenyataan sejarah, suatu negara bisa terbentuk
antara lain karena:
a. suatu daerah belum ada yang menguasai, diduduki oleh suatu
bangsa, misalnya Liberia yang diduduki oleh budak-budak Negro
dan dimerdekakan pada tahun 1847;
b. beberapa negara mengadakan peleburan dan menjadi satu
negara baru, misalnya Kerajaan Jerman tahun 1871;
c. suatu negara pecah dan lenyap, kemudian di atas bekas wilayah
negara itu timbul negara baru, misalnya Kolumbia tahun 1832
pecah menjadi Venezuela dan Kolumbia Baru.
Melalui pendekatan teoritis, terbentuknya suatu negara
ditentukan melalui pendugaan-pendugaan berdasarkan kerangka
pemikiran yang logis atau bersifat hipotetik. Ada beberapa teori
terbentuknya negara di antaranya sebagai berikut.
1) Teori Hukum Alam (Plato dan Aristoteles)
Berdasarkan teori ini, negara terjadi secara alamiah. Menurut
Plato, negara itu timbul karena adanya kebutuhan dan keinginan
manusia yang beraneka macam yang mengharuskan mereka bekerja
sama untuk memenuhi kebutuhan. Kesatuan mereka inilah yang
kemudian disebut masyarakat atau negara.
Menurut Aristoteles, negara terjadi karena penggabungan
keluarga-keluarga menjadi suatu kelompok yang lebih besar,
kelompok itu bergabung hingga menjadi desa, dan desa bergabung
lagi menjadi kota/negara.
2) Teori Ketuhanan
Segala sesuatu di dunia ini adanya atas kehendak Tuhan, juga
negara pada hakikatnya ada atas kehendak Tuhan.
Penganut teori ini adalah Friedrich Julius Stahl (1802 – 1861)
yang menyatakan bahwa negara tumbuh secara berangsur-angsur
melalui proses bertahap mulai dari keluarga menjadi bangsa dan
negara.
Sisa-sisa teori ketuhanan yang masih dapat dilihat dalam UUD
berbagai negara adalah : ‘berkat rahmat Tuhan’ atau ‘by the grace of
God’.
3) Teori Perjanjian Masyarakat
Teori perjanjian masyarakat menganggap bahwa negara
diciptakan atas kemauan rakyat melalui perjanjian masyarakat.
Pertama, perjanjian antarkelompok manusia menyebabkan
terjadinya negara, disebut pactum unionis. Kedua, perjanjian
antarkelompok manusia dengan penguasa yang diangkat dalam
rangkaian pactum unionis dinamakan pactum subjectionis, yaitu
pernyataan manusia untuk menyerahkan hak-haknya kepada
penguasa dan berjanji akan taat kepadanya.
Penganut teori ini adalah Thomas Hobbes (1588 – 1679); John
Locke (1632 – 1704); dan Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778).
a) Versi Thomas Hobbes
Menurut Thomas Hobbes, dalam pactum subjectionis rakyat
telah menyerahkan seluruh haknya kepada raja dan hak yang telah
diserahkannya tidak dapat ditarik kembali. Raja berada di luar
perjanjian sehingga tidak terikat pada materi perjanjian. Penyerahan
semua hak kodrat individu kepada raja bersifat mutlak sehingga raja
akan memperoleh dan menjalankan kekuasaan itu secara mutlak
pula. Negara itu seharusnya berbentuk kerajaan mutlak/monarkhi
absolut.
b) Versi John Locke
Menurut John Locke, dalam pactum subjectionis tidak semua
hak manusia diserahkan kepada raja, tetapi ada beberapa hak
tertentu yang tetap melekat padanya, yaitu HAM (hak hidup, hak
kebebasan, hak milik) yang harus dilindungi oleh raja dan dijamin
dalam UUD. Negara seharusnya berbentuk kerajaan yang ber-UUD
atau monarkhi konstitusional. Atas dasar pemikiran itu, John Locke
dianggap sebagai peletak dasar tentang HAM.
c) Versi J.J. Rousseau
Menurut J.J. Rousseau, setelah manusia menyerahkan hak-
haknya kepada penguasa, maka penguasa mengembalikan hak itu
kepada masyarakat bukan dalam bentuk hak alam lagi, tetapi dalam
bentuk hak warga negara (civil right). Negara yang ditentukan oleh
perjanjian masyarakat itu harus menjamin kebebasan dan kesamaan.
Penguasa hanya sekedar wakil rakyat yang dibentuk berdasarkan
kehendak rakyat. Apabila tidak bisa menjamin kebebasan dan
persamaan, maka penguasa itu dapat diganti. Atas dasar pemikiran
ini, J.J. Rousseau dianggap sebagai peletak dasar tentang kedaulatan
rakyat/demokrasi.
d) Teori Kekuatan/Kekuasaan
Menurut teori ini, terbentuknya negara didasarkan atas
kekuasaan/kekuatan, misalnya melalui pendudukan dan penaklukan.
4. Unsur Negara
Unsur-unsur negara ada yang bersifat konstitutif dan ada yang
bersifat deklaratif. Unsur negara yang bersifat konstitutif adalah (a)
wilayah, (b) rakyat, dan (c) pemerintahan, sedangkan yang bersifat
deklaratif adalah (a) adanya tujuan negara, (b) undang-undang dasar,
(c) pengakuan negara lain, dan (d) menjadi anggota perhimpunan
bangsa-bangsa.
5. Bentuk Negara
Ditinjau dari susunannya, ada dua bentuk negara sebagai
berikut.
a. Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari
beberapa negara, sifatnya tunggal, hanya ada satu negara, tidak
ada negara dalam negara, hanya satu pemerintahan yaitu
pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan tertinggi.
Negara kesatuan yang menyelenggarakan pembagian daerah
disebut negara kesatuan desentralisasi, sebaliknya negara
kesaatuan yang tidak menyelenggarakan pembagian daerah
disebut negara kesatuan sentralisasi.
b. Negara federasi adalah negara yang tersusun dari beberapa
negara yang semula berdiri sendiri, kemudian negara-negara itu
mengadakan ikatan-ikatan kerja sama, tetapi masih ingin
mempunyai wewenang-wewenang yang dapat diurus sendiri.
Jadi, tidak semua urusan diserahkan kepada pemerintah federal.
Ikatan kerja sama tersebut dapat bersifat erat dan bersifat
renggang. Berdasarkan sifat hubungan antara pemerintah
negara federal dengan negara-negara bagian, negara federasi
dapat dibedakan menjadi negara serikat dan perserikatan
negara. Apabila kedaulatan ada pada negara federasi, yang
memegang kedaulatan adalah pemerintah federal sehingga
negara federasi itu disebut negara serikat. Apabila kedaulatan
itu masih ada pada negara-negara bagian, negara federasi
tersebut disebut perserikatan negara.

1. Proses Bangsa yang Menegara


Proses bangsa yang menegara adalah suatu proses yang
memberikan gambaran tentang bagaimana terbentuknya bangsa,
yaitu sekelompok manusia yang ada di dalamnya merasakan sebagai
bagian dari bangsa. Negara merupakan organisasi yang mewadahi
bangsa serta dirasakan kepentingannya oleh bangsa itu sehingga
tumbuh kesadaran untuk mempertahankan tetap tegak dan utuhnya
negara melalui upaya bela negara, dengan pola pikir, sikap, dan
tindak sebagai:
a. bangsa yang berbudaya yang mau berhubungan dengan Sang
Pencipta (Tuhan) sehingga melahirkan agama;
b. bangsa yang mau berusaha dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya sehingga melahirkan ekonomi;
c. bangsa yang mau berhubungan dengan lingkungan, sesamanya,
dan alam sekitarnya sehingga melahirkan sosial;
d. bangsa yang berhubungan dengan kekuasaan dan kekuatan
sehingga melahirkan politik;
e. bangsa yang mau hidup aman tenteram dan sejahtera, ada rasa
kepedulian dan ketenangan serta kenyamanan hidup dalam
negara sehingga melahirkan pertahanan keamanan.
2. Teori Kenegaraan tentang Terjadinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Terjadinya negara kesatuan Republik Indonesia didasari atas
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut.
a. Bahwa terjadinya Negara Kesatuan Republik Indonesia
merupakan suatu proses yang tidak sekedar dimulai dari
Proklamasi.
b. Proklamasi baru mengantarkan bangsa Indonesia sampai ke
pintu gerbang kemerdekaan.
c. Keadaan bernegara yang kita cita-citakan bukanlah sekedar
adanya pemerintahan, wilayah dan rakyat, melainkan harus kita
isi menuju keadaan merdeka, berdaulat, bersatu, adil, dan
makmur.
d. Bahwa terjadinya negara adalah karena kehendak seluruh
bangsa, bukan sekedar keinginan golongan atau kelompok.
e. Negara terjadi atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa.

Negara kesatuan Republik Indonesia didirikan berdasarkan


Undang Undang Dasar 1945 yang mengatur tentang hubungan antara
warga negara dengan negara dalam bentuk hak dan kewajiban
negara terhadap warganya, hak dan kewajiban warga negara
terhadap negaranya dalam suatu sistem kenegaraan. Kewajiban
negara terhadap warga negara pada dasarnya memberikan
kesejahteraan hidup dan keamanan lahir batin sesuai dengan sistem
demokrasi yang dianutnya serta turut serta melindungi hak asasi
sebagai manusia secara individual berdasarkan ketentuan
internasional yang dibatasi oleh ketentuan agama, etika moral, dan
budaya yang berlaku di negara Indonesia, serta sistem kenegaraan
yang digunakan.
Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 setelah amandemen
keempat, pemahaman hak dan kewajiban warga negara telah
diamanatkan pada pasal-pasal sebagai berikut.
Pasal 26 tentang warga negara; pasal 27 tentang kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan serta hak dan kewajiban
upaya pembelaan negara; pasal 28 tentang kemerdekaan berserikat,
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan; pasal 29
tentang kemerdekaan memeluk agama; pasal 30 tentang hak dan
kewajiban dalam usaha pertahanan dan keamanan negara; pasal 31
tentang hak mendapatkan pendidikan; pasal 32 tentang kebudayaan
nasional Indonesia; pasal 33 tentang perekonomian nasional; pasal
34 tentang kesejahteraaan sosial.

1. Latar Belakang Sejarah


Perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang dimulai
sejak era sebelum dan selama penjajahan, dilanjutkan dengan era
merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan era
mengisi kemerdekaan, menimbulkan kondisi dan tuntutan yang
berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan yang
berbeda tersebut ditanggapi oleh bangsa Indonesia berdasarkan
kesamaan nilai-nilai kejuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan
berkembang yang dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat
kebangsaan. Semua itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu
mendorong proses terwujudnya NKRI.
Dalam perkembangan selanjutnya, sejak terjadinya krisis
moneter yang kemudian dilanjutkan dengan krisis multidimensi,
telah melahirkan era reformasi yang mengakibatkan terjadinya
perubahan sosial sangat mendasar, antara lain berupa tuntutan
masyarakat akan keterbukaan, demokratisasi, dan HAM.
Perkembangan masyarakat dunia saat ini yang ditandai oleh
terintegrasinya pasar-pasar domestik ke dalam pasar global, maka
tata kehidupan nasional telah menjadi semakin transparan satu
dengan lainnya. Tidak ada lagi suatu bangsa yang dapat mewujudkan
cita-cita nasionalnya tanpa adanya kontribusi maupun kerja sama
dan bantuan bangsa lainnya.
Keterbatasan kualitas sumber daya manusia Indonesia di
bidang iptek merupakan tantangan serius dalam menghadapi efek
global karena penguasaan iptek merupakan nilai tambah untuk
berdaya saing di percaturan global.
UU No. 20 tahun 1982 tentang pokok-pokok pertahanan dan
keamanan negara telah berlaku sejak tahun 1982. Namun,
pemahaman masyarakat akan hak dan kewajiban mereka dalam bela
negara sebagaimana tercantum dalam pasal 27 ayat (3) amandemen
keempat UUD 1945 masih lemah dan belum merata ke seluruh
lapisan masyarakat. Di dalam perjuangan nonfisik secara nyata,
kesadaran bela negara mengalami penurunan yang tajam apabila
dibandingkan pada perjuangan fisik. Hal ini dapat ditinjau dari
kurangnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa serta adanya
beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI sehingga
mengarah ke disintegrasi bangsa.
Perkembangan lingkungan strategik baik global, regional,
maupun nasional sangat erat kaitannya dengan upaya bela negara
yang menjadi hak dan kewajiban setiap warga negara Indonesia.
Kondisi perkembangan lingkungan strategik sangat menarik sebagai
bahan kajian, terutama dikaitkan dengan upaya bela negara karena
pada dasarnya hal ini merupakan peluang dan sekaligus tantangan
bagi ketahanan nasional bangsa Indonesia.
2. Pengertian Bela Negara
Berdasarkan pasal 1 ayat (2) UU No. 1 tahun 1988, bela negara
adalah tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang teratur,
menyeluruh, terapadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan
pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia serta
keyakinan akan kesaktian Pancasila sebagai ideologi negara, dan
kerelaan untuk berkorban guna meniadakan setiap ancaman, baik
dari luar negeri maupun dari dalam negeri yang membahayakan
kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan dan persatuan
bangsa, keutuhan wilayah, dan yurisdiksi nasional, serta nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945.
Upaya bela negara adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap
warga negara sebagai penunaian hak dan kewajiban dalam rangka
penyelenggaraan pertahanan keamanan negara. Upaya bela negara
merupakan kehormatan yang dilakukan oleh setiap warga negara
secara adil dan merata.
Hak dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan
keikutsertaan dalam upaya bela negara antara lain diselenggarakan
melalui pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN). Pendidikan
pendahuluan bela negara adalah pendidikan dasar bela negara guna
menumbuhkan kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan
bernegara Indonesia. Keyakinan akan kesaktian Pancasila sebagai
ideologi negara, kerelaan berkorban untuk negara, serta memberikan
kemampuan awal bela negara.
Rumusan tersebut sangat jelas tujuan dan sasarannya, yaitu
setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk
mempertahankan kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan
bangsa, serta keutuhan wilayah NKRI. Namun demikian, mengingat
kemajemukan masyarakat dan keragaman budaya yang melatar
belakanginya, maka pengertian bela negara mempunyai implikasi
sosial budaya yang tidak boleh diabaikan dalam menanamkan
kesadaran dan kepedulian segenap warga negara.
3. Implementasi Bela Negara
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN memuat
serangkaian kebijakan untuk mengantisipasi masa depan yang lebih
mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri. Betapapun
baiknya persiapan dan penyelenggaraan PPBN dilakukan, semua itu
tidak akan memberikan hasil optimal kalau tidak didukung oleh
kondisi yang memungkinkan masyarakat dapat mengembangkan
kreativitas mereka secara leluasa. Kenyataan menunjukkan betapa
masyarakat Indonesia mampu mengembangkan ketahanan nasional
melawan agresi Belanda pada masa perang kemerdekaan. Akan
tetapi, kini masyarakat mengalami kelumpuhan sungguhpun
didukung dengan penerapan teknologi canggih.
Dalam kondisi seperti itu, pembangunan pertahanan dan
keamanan negara yang merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional membutuhkan perencanaan strategik yang
relatif akurat dan cerdas. Hal ini tentu membutuhkan adanya
dukungan analisis yang bersifat antisipatif dan proaktif guna
mentransformasikan potensi ancaman menjadi tantangan tugas dan
sekaligus menjadi peluang bagi setiap upaya pembangunan kekuatan
pertahanan dan keamanan negara.
Implementasi bela negara harus tercermin pada pola pikir,
pola sikap, dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan
kepentingan bangsa dan negara kesatuan RI daripada kepentingan
pribadi atau kelompok. Dengan kata lain, bela negara menjadi pola
yang mendasari cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam rangka
menghadapi, menyikapi, atau menangani berbagai permasalahan
menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
dengan senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah
tanah air secara utuh dan menyeluruh.
Untuk mengetuk hati nurani setiap warga negara agar sadar
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara diperlukan pendekatan
melalui sosialisasi/pemasyarakatan bela negara dengan program
yang teratur, terjadwal dan terarah sehingga akan terwujud
keberhasilan implementasi yang dapat menumbuhkan kesadaran
bela negara.
Berdasarkan pasal 27 ayat (3) amandemen keempat UUD
1945, usaha bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga
negara. Hal ini menngandung makna adanya demokratisasi dalam
pembelaan negara yang mencakup dua arti. Pertama, setiap warga
negara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan
negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD
1945 dan perundang-undangan lain yang berlaku. Kedua, setiap
warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan
negara sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.
Pasal tersebut tidak memberikan tafsiran tentang istilah
pembelaan negara yang terkait dengan penunaian hak dan kewajiban
warga negara. Oleh karena itu, makna bela negara selalu
dipersepsikan terkait dengan upaya perjuangan bangsa Indonesia
menghadapi ancaman terhadap kelangsungan hidup bangsa
Indonesia pada periode-periode berikut.
a. Periode pertama (perang kemerdekaan 1945 – 1949)
Bela negara dipersepsikan dengan perang kemerdekaan. Artinya,
keikutsertaan warga negara dalam bela negara diwujudkan ikut
serta berperan dalam perang kemerdekaan, baik bersenjata
maupun tidak bersenjata.
b. Periode kedua (1950 – 1965)
Dalam menghadapi berbagai pemberontakan dan gangguan-
gangguan keamanan dalam negeri, bela negara dipersepsikan
identik dengan upaya pertahanan keamanan, baik bersenjata
maupun tidak bersenjata.
c. Periode ketiga (Orde Baru 1966 – 1998)
Dalam upaya menghadapi TAHG, dikembangkan dan diterapkan
konsepsi ketahanan nasional. Oleh karena itu, bela negara
dipersepsikan identik dengan ketahanan nasional. Pada periode
ini keikutsertaan warga negara dalam bela negara diselenggara-
kan melalui segenap aspek kehidupan nasional.
d. Periode keempat (Orde Reformasi 1998 – sekarang)
Bela negara dipersepsikan sebagai upaya untuk mengatasi
berbagai krisis yang sedang dihadapi oleh segenap bangsa
Indonesia. Pada periode ini keikutsertaan setiap warga negara
dalam upaya bela negara disesuaikan dengan kemampuan dan
profesi masing-masing.
Sejalan dengan perkembangan persepsi bela negara itu, upaya
bela negara juga berkembang, baik sasaran/tujuan maupun
kegiatannya. Pada periode pertama dan kedua, upaya bela negara
diarahkan pada keikutsertaan warga negara dalam upaya keamanan
melalui kegiatan pertahanan dan keamanan. Pada periode ketiga dan
keempat, upaya bela negara di samping diarahkan pada upaya
keamanan melalui jalur pertahanan dan keamanan juga diarahkan
pada upaya kesejahteraan melalui jalur di luar pertahanan dan
keamanan. Upaya bela negara ini diselenggarakan secara bertahap
dan berlanjut, yaitu tahap pertama melalui jalur pendidikan dan
berlanjut melalui jalur permukiman dan/atau pekerjaan.
Upaya bela negara melalui jalur pendidikan pada hakikatnya
masih terbatas pada upaya menanamkan dan menumbuhkan
kesadaran bela negara. Pada tahun 1954 melalui UU No. 29 tahun
1954, upaya bela negara telah dirumuskan dalam bentuk pendidikan
pendahuluan perlawanan rakyat (PPPR). Kemudian dengan lahirnya
UU No. 20 tahun 1982 yang disempurnakan dengan UU No.1 tahun
1988, PPPR disempurnakan dan dikembangkan menjadi pendidikan
pendahuluan bela negara (PPBN).
Di dalam lingkungan pendidikan, PPBN dilakukan secara
bertahap, yaitu tahap awal yang diberikan pada pendidikan tingkat
dasar sampai menengah atas, dan dalam Gerakan Pramuka. Untuk
tahap lanjutan PPBN diberikan dalam bentuk pendidikan kewiraan
pada tingkat pendidikan tinggi. Berdasarkan Undang Undang Nomor 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 39 ayat
(2) dinyatakan bahwa setiap jalur dan jenjang pendidikan wajib
memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah
tentang hubungan antara warga negara dengan negara serta
pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN).
Sebelum lahir UU No. 20 tahun 1982, sistem pengikutsertaan
warga negara dalam mempertahankan keamanan negara meliputi
komponen rakyat dan komponen angkatan bersenjata.
1. Komponen rakyat, terdiri atas :
a. kelaskaran, dan bagi yang memenuhi syarat diterima menjadi
TNI maupun barisan cadangan;
b. pasukan gerilya desa (Pager desa) termasuk mobilisasi
pelajar sebagai bentuk perlambang barisan cadangan;
c. organisasi keamanan desa (OKD) dan organisasi perlawanan
rakyat (OPR) sebagai bentuk kelanjutan dari Pager desa;
d. pertahanan sipil, perlawanan dan keamanan rakyat termasuk
resimen mahasiswa sebagai bentuk kelanjutan dan
penyempurnaan OKD maupun OPR;
e. perwira cadangan yang merupakan implementasi dari wajib
militer di lingkungan Depdiknas dan Depdagri.
2. Komponen angkatan bersenjata yang terdiri atas :
a. TNI sebagai hasil pengembangan dan penyempurnaan secara
berangkai dan berturut-turut sejak dari Badan Keamanan
Rakyat (BKR) pada Agustus 1945, Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) pada 5 Oktober 1945 selanjutnya diubah menjadi
Tentara Keselamatan Rakyat (TKR), Tentara Republik
Indonesia (TRI) pada Januari 1946 dan akhirnya pada Juli
1947 menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
b. Kepolisian Republik Indonesia
Setelah lahir UU No. 20 tahun 1982, pengikutsertaan warga
negara dalam upaya pertahanan keamanan negara dibina untuk
mewujudkan daya dan kekuatan tangkal dengan membangun,
memelihara, dan mengembangkan secara terpadu dan terarah
segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara yang
terdiri atas :
1) rakyat terlatih (Ratih) sebagai komponen dasar;
2) TNI dan Polri serta cadangan TNI sebagai komponen utama;
3) perlindungan masyarakat sebagai komponen khusus;
4) sumber daya alam, sumber daya buatan, dan prasarana nasional
sebagai komponen pendukung.

1. Konsep Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani demos yang
berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti kekuasaan atau
berkuasa atau memerintah. Dengan demikian, demokrasi berarti
kekuasaan rakyat. Rakyatlah yang berkuasa atau kedaulatan di
tangan rakyat. Menurut Samuel P. Huntington, demokrasi adalah
proses terus menerus yang kini semakin tidak bisa dibalikkan lagi.
Menurut Willy Eichler, demokrasi bukanlah suatu nilai statis yang
terletak di suatu tempat di depan kita, lalu kita bergerak ke sana
mencapainya. Jadi demokrasi bukanlah tujuan, bukan pula suatu
dogmatis, tetapi suatu cara untuk membentuk opini publik
pemerintahan yang oleh Abraham Lincoln disebut pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by
the people, and for the people).
Hakikat demokrasi adalah kebebasan, kesederajatan/
kesetaraan, keterbukaan, etika dan norma kehidupan yang harus
dijunjung tinggi (Lemhannas, 1999).
Kebebasan adalah bahwa rakyat, baik individu maupun
kelompok, memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat/
keinginan, bebas untuk berkumpul dan berorganisasi/berserikat.
Adanya kebebasan ini mengakibatkan keterbatasan individu/
kelompok yang diwujudkan dalam rambu-rambu etika dan norma
kehidupan.
Kesederajatan berarti hak dan kewajiban yang sama/setara.
Rakyat memiliki kesempatan yang sama dan kedudukan yang sama
di depan hukum.
Keterbukaan berarti bahwa pelaksanaan pemerintahan dan
langkah-langkah pengelolaan keputusan rakyat harus diketahui
rakyat (transparan).
Etika dan norma kehidupan harus dijunjung tinggi berarti
bahwa semua rakyat harus dilindungi. Pembentukan lembaga dan
keputusannya didasarkan pada etika dan norma yang dibuat oleh
rakyat/wakil-wakilnya.
Berdasarkan hakikat demokrasi tersebut, demokrasi harus
dipahami sebagai sesuatu yang bertentangan antara kebebasan dan
keteraturan yang terbangun pada saat yang bersamaan, antara
tuntutan adanya persamaan dan kemampuan berkompetisi, antara
harmoni dinamika kehidupan dan stabilitas, antara tuntutan
pemerintahan yang kuat dan terwujudnya pengawasan yang efektif,
antara keadilan dan kesejahteraan.
Suatu negara dikatakan demokratis apabila memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
a. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus
diatur dan dijalankan dengan mengutamakan hukum/sesuai
hukum;
b. Pemerintahan di bawah kontrol nyata masyarakat. Masyarakat
bisa mengawasi, mengkritik, dan mengeluarkan pendapat atas
kebijakan pemerintah atau bisa menolak pemerintah;
c. Pemilihan umum yang bebas dan jujur;
d. Prinsip mayoritas;
e. Adanya jaminan terhadap hak-hak minoritas;
f. Adanya nilai-nilai toleransi, kerja sama, dan mufakat.
Ada dua aliran demokrasi, yaitu demokrasi konstitusional dan
demokrasi berdasarkan ajaran Marxisme-Leninisme. Kedua aliran
demokrasi tersebut berasal dari Eropa. Tetapi setelah perang dunia
kedua, dua aliran demokrasi itu didukung oleh beberapa negara baru
di Asia. Demokrasi konstitusional diikuti oleh India, Pakistan,
Philipina, dan Indonesia meskipun masing-masing memiliki bentuk
pemerintahan yang berbeda. Demokrasi berdasarkan ajaran
Marxisme-Leninisme diikuti oleh Cina dan Korea Utara.
Negara yang menerapkan demokrasi konstitusional ditandai
oleh beberapa hal, yaitu: kekuasaan pemerintah terbatas, negara
hukum (rechsstaat) yang tunduk pada rule of law, dan tidak boleh
bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan
kekuasaan pemerintahan ini tercantum di dalam konstitusi.
Pemerintahan berdasarkan konstitusi akan menjamin hak-hak asasi
warga negara. Alasan pembatasan kekuasaan ini antara lain
sebagaimana pernyataan Lord Acton bahwa ‘power tends to corrupt,
but absolute power corrupts absolutely’ artinya bahwa kekuasaan itu
cenderung korup, apalagi kalau kekuasaan tanpa batas, pasti korup.
Oleh karena itu, harus ada pembagian kekuasaan agar kesempatan
penyalahgunaan kekuasaan dapat diperkecil.
Negara yang menerapkan demokrasi berdasarkan ajaran
Marxisme-Leninisme ditandai oleh adanya pemerintahan yang tidak
dibatasi kekuasaannya (macsstaat) dan bersifat totaliter.
Dilihat dari titik berat yang menjadi perhatiannya, demokrasi
dibedakan menjadi dua, yaitu demokrasi formal dan demokrasi
material.
Demokrasi formal/demokrasi liberal lebih menjunjung tinggi
persamaan dalam bidang politik tanpa disertai upaya untuk
menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Semua orang
dianggap mempunyai derajat dan hak yang sama, seperti hak
memilih, mengeluarkan pendapat, dan menjadi wakil rakyat. Dalam
bidang ekonomi, tetap dipegang asas persaingan bebas sehingga
menyebabkan kesenjangan yang makin lebar antara si kaya dan si
miskin. Dengan kekuatan ekonominya, si kaya dapat membeli suara
rakyat dan DPR sehingga walaupun secara formal menyuarakan
kehendak rakyat, namun kenyataannya bisa memihak pada
kepentingan golongan yang menguasai bidang ekonomi.
Demokrasi material lebih menitikberatkan pada upaya-upaya
menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan
persamaan dalam bidang politik kurang diperhatikan. Partai yang
berkuasa dengan mengatasnamakan negara akan menjadikan segala
sesuatu sebagai hak milik negara sehingga milik pribadi tidak diakui.
Kebebasan dan hak-hak manusia di bidang politik dihilangkan
sehingga menimbulkan pemerkosaan bidang rokhani dan spiritual.
Berdasarkan cara penyaluran kehendak rakyat, demokrasi
dibedakan menjadi dua, yaitu demokrasi langsung dan demokrasi
perwakilan. Pada demokrasi langsung, semua warga negara langsung
menyalurkan kehendaknya di dalam forum yang dihadiri oleh seluruh
warga negara guna membuat suatu keputusan negara. Demokrasi
langsung ini hanya mungkin dijalankan dalam suatu negara yang
penduduknya sedikit dan wilayahnya tidak luas, misalnya Athena pada
zaman Yunani Kuno. Pada demokrasi perwakilan, warga negara
menyalurkan kehendaknya dengan memilih wakil-wakilnya guna
membuat keputusan politik untuk kepentingan umum. Saat ini,
demokrasi perwakilan banyak diterapkan di negara-negara modern
yang penduduknya makin banyak dan wilayahnya luas.
Pelaksanaan demokrasi perwakilan dilakukan melalui pemilihan
umum (pemilu) atau pesta demokrasi, baik langsung maupun
bertingkat. Dalam pemilihan umum langsung, rakyat secara langsung
memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam DPR, misalnya pemilu di
Indonesia, sedangkan dalam pemilihan umum bertingkat, rakyat
memilih dulu pemilih, kemudian para pemilih itu memilih wakil-wakil
untuk duduk di DPR, misalnya pemilu di USA.
2. Demokrasi dalam sistem negara kesatuan Republik
Indonesia
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum
(rechsstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machsstaat).
Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar)
tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Berdasarkan kedua istilah rechsstaat dan sistem konstitusi tersebut,
maka demokrasi yang menjadi dasar dari UUD 1945 adalah
demokrasi konstitusional. Corak khas demokrasi Indonesia adalah
‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan’ sebagaimana tersurat di dalam alinea
IV pembukaan UUD 1945.
UUD 1945 menganut demokrasi gabungan, dalam arti negara
secara langsung turut berupaya mewujudkan kesejahteraan rakyat
sambil tetap menjamin dan menghargai persamaan serta kebebasan
warga negara dalam bidang politik. Pasal 27 s/d 30 UUD 1945
merupakan perwujudan persamaan dan kebebasan warga negara
dalam bidang politik, sedangkan pasal 31 s/d 34 merupakan
perwujudan upaya pemerintah untuk secara langsung turut serta
dalam bidang kesejahteraan rakyat.
Dinamika demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut dari
perjalanan kehidupan bermasyrakat, berbangsa, dan bernegara. Hal
ini dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang berkembang di negara
kita, baik karena latar belakang sejarah, budaya, maupun cita-cita
yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia.
Perjalanan demokrasi di Indonesia sejak proklamasi 17
Agustus 1945 sampai saat ini dapat dibagi menjadi empat periode
sebagai berikut.
Pertama, periode 1945 – 1959. Sejak UUD 1945 disahkan oleh
PPKI sebagai UUD negara kesatuan Republik Indonesia pada 18
Agustus 1945, maka sistem pemerintahan yang dianut adalah
presidensial. Namun, dalam implementasinya menyimpang dari UUD
1945, yaitu terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensial
berubah menjadi sistem parlementer. Dalam kurun waktu 1945 –
1959 terjadi beberapa peristiwa penting seperti adanya intervensi
Belanda yang berupaya kembali menjajah bangsa Indonesia. Di
samping itu, juga adanya berbagai pemberontakan di dalam negeri
yang menghambat proses demokrasi di Indonesia. Pada periode ini,
demokrasi lebih menonjolkan peranan parlemen dan partai-partai
sehingga sistem demokrasinya cederung liberal yang lebih
menonjolkan kepentingan individu dan golongan daripada
kepentingan bangsa dan negara.
Kedua, periode 1959 – 1965 yang ditandai dengan keluarnya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai jalan keluar untuk mengatasi
adanya kemacetan Badan Konstituante yang tidak berhasil membuat
UUD guna menggantikan UUDS 1950. Dengan keluarnya Dekrit
Presiden tersebut, sistem pemerintahan kembali ke-UUD 1945.
Namun, dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan terhadap UUD
1945 dengan munculnya sistem demokrasi terpimpin yang menjurus
pada pengkultusan individu seorang presiden dalam segala
kebijakannya sehingga peranan presiden sangat dominan yang
mengarah pada pemusatan kekuasaan di tangan presiden.
Ketiga, periode 1966 – 1998 yang ditandai dengan lahirnya orde
baru sebagai amanat rakyat. Kelahiran orde baru bertujuan untuk
mengoreksi tatanan lama yang telah melakukan penyimpangan UUD
1945. Sistem pemerintahan orde baru berkehendak untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
dengan mengganti sistem demokrasi terpimpin menjadi demokrasi
Pancasila. Alasan penggantian sistem tersebut adalah karena
demokrasi Pancasila dipandang lebih sesuai dengan karateristik
budaya bangsa Indonesia dan bersifat fleksibel menyesuikan dengan
perubahan zaman. Dalam pelaksanaannya, pemerintahan orde baru
tidak mampu membawa masyarakat dan bangsa Indonesia pada
kehidupan yang demokratis. Hal ini disebabkan posisi pemerintah
lebih kuat daripada rakyat sehingga pemerintahan tidak bersifat
demokratis, bahkan mengarah pada otoriter.
Keempat, periode 1998 – sekarang yang ditandai dengan
jatuhnya rezim orde baru (Soeharto) oleh gerakan reformasi yang
dimotori para mahasiswa. Para mahasiswa sudah tidak menghendaki
pemerintahan orde baru karena sarat dengan peyimpangan, bersifat
otoriter, dan bertindak KKN. Pada era reformasi, yang ingin
dilakukan adalah perubahan total terhadap orde baru guna
menghilangkan sistem politik otoriter dan sentralisasi kekuasaan.
Sistem demokrasi di era reformasi saat ini masih dalam proses
pembentukan dan transisional sehingga masih banyak yang belum
sesuai dengan apa yang ingin diwujudkan. Namun, sudah ada iklim
kondusif tumbuhnya demokrasi yang berakar pada kekuatan
multipartai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan
antarlembaga negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Hal ini
dapat dibuktikan dengan berlakunya sistem multipartai. Sistem ini
menunjukkan keterbukaan dan kebebasan bagi setiap warga negara
untuk ikut berperan serta dalam kehidupan politik dan demokrasi.
Selain itu, berlakunya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah menunjukkan indikasi adanya upaya untuk membangun
sistem demokrasi yang dikehendaki, baik di tingkat pusat maupun di
daerah, sehingga daerah mempunyai wewenang untuk mengatur
dirinya masing-masing.

Pada era globalisasi sekarang ini, masalah penghormatan,


perlindungan dan penegakan hak asasi manusia (HAM) tidak
mungkin lagi dibatasi dalam dimensi nasional, melainkan menjadi
dimensi internasional.
Indonesia sebagai negara hukum secara tegas telah mengatur
tentang penghormatan dan perlindungan HAM. Hal ini terdapat pada
rumusan Pembukaan dan penjabarannya pada pasal 28 UUD 1945.
Menempatkan pengakuan dan perlindungan HAM sebagai ciri
negara hukum, mengandung pengertian bahwa dalam negara hukum,
HAM harus diberikan prioritas utama guna menjamin eksistensinya
dalam kehidupan. Tetapi, kita harus mengakui secara jujur bahwa dari
mulai masa kemerdekaan sampai dengan era reformasi saat ini,
implementasi HAM masih sekedar cita-cita, belum menjadi kenyataan.
Dengan bercermin pada situasi masa lampau, ditambah
semakin derasnya arus demokratisasi, civil society dan perlindungan
HAM dari dunia internasional, pemerintah Republik Indonesia
bersama-sama DPR telah menyusun Undang-Undang tentang HAM
(Undang-Undang RI No. 39 tahun 1999). Hal tersebut menjadi bukti
bahwa bangsa Indonesia sangat serius untuk meningkatkan
perlindungan terhadap HAM sebagai wujud tanggung jawab moral
untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal
tentang HAM yang ditetapkan 10 Desember 1948 oleh PBB.
1. Pengertian Tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
Untuk menyamakan persepsi terhadap beberapa istilah yang
ditemukan dalam masalah HAM dan sekaligus menghindarkan
timbulnya penafsiran sepihak, maka pengertian-pengertian tentang
HAM diangkat langsung dari rumusan-rumusan yang terdapat dalam
Undang-Undang No. 39 tahun 1999 sebagai berikut.
a. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.
b. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang
apabila tidak dilaksanakan, tidak dimungkinkan terlaksana dan
tegaknya hak asasi manusia.
c. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik
disengaja maupun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara
melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang
yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapatkan
atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian
hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku.

2. Sejarah singkat perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM)


Menurut pakar barat, lahirnya HAM diawali dengan tercetus-
nya Piagam Agung (Magna Charta) tahun 1215 di Inggris, sedangkan
menurut Abu ‘Ala Maududi (1998), sebenarnya jauh sebelum Magna
Charta lahir, konsep Islam tentang HAM telah lebih dahulu dikenal
yaitu di dalam Piagam Madinah sejak 624 M, bahkan dengan
substansi yang lebih komprehensif dibandingkan Magna Charta.
Di dalam Magna Charta ini dicanangkan bahwa raja yang
semula memiliki kekuasaan absolut menjadi dibatasi dan dapat
diminta pertanggungjawabannya di muka hukum, sehingga raja tidak
kebal hukum lagi.
Pada tahun 1628 di Inggris terjadi pertentangan antara raja
Charles I dengan parlemen sehingga melahirkan Petition of Right
yang memuat ketentuan bahwa penetapan pajak dan hak-hak
istimewa harus dengan ijin parlemen dan siapapun tidak boleh
ditangkap tanpa tuduhan-tuduhan yang sah.
Pada tahun 1689 perjuangan HAM lebih nyata terjadi ketika
raja William III menanda tangani Bill of Right sebagai hasil dari
perlawanan terhadap raja James II dalam suatu revolusi berdarah
tahun 1688 yang dikenal dengan istilah The Glorious Revolution of
1688. Dalam Bill of Right ini antara lain ditetapkan bahwa penetapan
pajak, pembuatan UU dan kepemilikan tentara harus seijin parlemen.
Parlemen berhak mengubah keputusan raja, mempunyai kebebasan
berbicara dan berpendapat. Pemerintahan kerajaan Inggris beralih
ke pemerintahan parlementer.
Pada tahun 1789 di Perancis dirumuskan pernyataan hak-hak
manusia dan warga negara (Declaration des Droits de l’homme et du
Citoyen) yaitu suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan
Revoluasi Perancis, sebagai perlawanan terhadap kesewenangan dari
rezim lama.
Pada tahun 1789 rakyat Amerika menyusun Undang-Undang
Hak (Bill of Right) dan menjadi bagian dari UUD pada tahun 1791.
Hak-hak yang dirumuskan dalam abad ke-17 dan 18 ini sangat
dipengaruhi oleh gagasan mengenai hukum alam (natural law)
sebagaimana dirumuskan oleh John Locke (1632 – 1714) dan J.J.
Rousseau (1712 – 1778) dan hanya terbatas pada hak-hak yang
bersifat politis saja, seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak
untuk memilih, dan sebagainya.
Pada abad ke-20 hak-hak politik ini dianggap kurang sempurna,
dan mulai dicetuskan beberapa hak lain yang lebih luas ruang
lingkupnya. Rumusan tentang hak yang sangat terkenal adalah hasil
pemikiran Presiden Amerika serikat Franklin D. Roosevelt dikenal
dengan empat kebebasan (The four freedom) pada permulaan PD II,
yaitu : (a) kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat
(freedom of spech); (b) kebebasan beragama (freedom of religion); (c)
kebebasan dari ketakutan (freedom from fear) dan (d) kebebasan dari
kemelaratan (freedom from want). Khusus yang berkaitan dengan
kebebasan dari kemelaratan ini didasari oleh suatu pemahaman
bahwa hak politik tidak ada artinya jika kebutuhan manusia yang
paling pokok yaitu sandang, pangan, dan papan tidak dapat dipenuhi.
Oleh karena itu hak manusia harus juga mencakup bidang ekonomi,
sosial, dan budaya.
Pada tahun 1948 lahir pernyataan sedunia tentang hak-hak
azasi manusia (Universal Declaration of Human Rights) yang diterima
secara aklamasi oleh negara-negara yang tergabung dalam PBB. Dalam
perkembangannya, ternyata sangat sukar untuk melaksanakan tindak
lanjutnya, yaitu menyusun suatu perjanjian (covenant) yang mengikat
secara yuridis. Baru pada tahun 1966 sidang umum PBB menyetujui
perjanjian tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights) dan perjanjian tentang hak-hak
sipil dan politik (Covenant on Civil and Political Rights). Perjanjian hak-
hak ekonomi, sosial dan budaya ini baru mulai berlaku pada bulan
Januari 1976 setelah diratifikasi oleh 35 negara.
Dilihat dari perspektif substansi yang diperjuangkan, maka
perkembangan HAM di dunia dapat dikategorikan menjadi tiga
generasi sebagai berikut.
Generasi pertama substansi HAM berpusat pada hak-hak sipil
dan politik yang bersifat individualistik dan liberal sebagaimana
tersurat dan tersirat dalam Piagam HAM Universal PBB tahun 1948.
Piagam HAM tersebut disusun oleh negara-negara pemenang PD II
yang banyak didominasi oleh negara-negara barat yang liberal
individualistik.
Generasi kedua substansi HAM menekankan pada hak ekonomi,
sosial dan budaya. Pada generasi kedua ini lahir dua perjanjian
(covenant), yaitu perjanjian tentang hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya (Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) dan
perjanjian tentang hak-hak sipil dan politik (Covenant on Civil and
Political Rights) pada tahun 1966. Jadi, pada generasi kedua ini
dikehendaki adanya perluasan horisontal dari konsep HAM.
Generasi ketiga substansi HAM menekankan perpaduan antara
generasi pertama dan kedua dalam bentuk hak-hak pembangunan
(The Rights of Development) pada tahun 1986 yang diperkuat dengan
Deklarasi Wina 1986. Pelaksanaan HAM pada generasi ketiga ini
ditandai oleh dominannya sektor negara sebagai komando
pembangunan, sehingga implementasi HAM bersifat komando dari
atas (top down).
Perpaduan antar-tiga generasi HAM tersebut memunculkan
permasalahan tentang interaksi antara hak-hak asasi manusia (human
rights) dan kewajiban asasi (human duties and responsibilities). Kata
kewajiban lebih bermakna keharusan akan pemenuhan, sedangkan
kata hak baru sebatas perjuangan dari pemenuhan hak. Oleh karena
itu urusan hak azasi bukan lagi urusan orang perorang tetapi
merupakan tanggung jawab negara.

3. HAM dalam Hukum Positif Indonesia


a. Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Dasar 1945 dalam penjelasannya menyebut-
kan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechsstaat),
tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machsstaat). Pengertian
negara hukum yang kita miliki mengandung makna yang luas dan
mendalam, yang memuat prinsip-prinsip tertib hukum serta
kesadaran untuk menjunjung tinggi hukum. Prinsip-prinsip tersebut
bilamana diterapkan sungguh-sungguh akan mencakup tidak saja
segi legalitas tindakan negara/pemerintah dengan adanya peradilan
yang bebas, tetapi juga mencakup penghargaan dan perlindungan
hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu setiap penegakan hukum
haruslah diartikan tidak saja untuk mewujudkan kepastian hukum
dan keadilan, tetapi juga termasuk di dalamnya tujuan perlindungan
HAM.
Di dalam Pembukaan dan beberapa pasal dalam UUD 1945
(setelah Amandemen keempat) permasalahan yang berhubungan
dengan HAM dapat disarikan sebagai berikut.
1) Pembukaan UUD 1945, hak untuk menentukan nasib sendiri
2) Pasal 28 sebelum diamandemen hak kemerdekaan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan,
setelah diamandemen menjadi Bab XA tentang hak asasi
manusia yang memuat substansi sebagai berikut.
a) Hak hidup serta mempertahankan kehidupan;
b) Hak membentuk keluarga dan perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi;
c) Hak memperoleh pendidikan dan memperjuangkan haknya
secara kolektif;
d) Hak mendapat perlindungan dan kepastian hukum;
e) Hak bebas memeluk agama dan kepercayaan masing-
masing;
f) Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi;
g) Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan
dan harta benda dan memperoleh suaka politik dari negara
lain;
h) Hak untuk hidup sejahatera lahir batin;
i) Hak untuk hidup, tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran;
j) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang
lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang
wajib tunduk kepada pembatasan yang diterapkan dengan
undang-undang, dengan maksud untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.
3) Selain itu masih terdapat pasal-pasal lain yang berhubungan
dengan perlindungan HAM yaitu : pasal 29, hak kebebasan
beragama, pasal 30 hak ikut serta dalam hankamneg, pasal 31
hak akan memperoleh pendidikan, pasal 33 hak atas
perekonomian, dan pasal 34 hak atas kesejahteraan sosial.
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, yang mulai diundangkan pada tanggal 23
September 1999 terdiri dari XI Bab dan 106 Pasal yang esensinya
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1) Manusia sebagai Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
a) Hak untuk hidup
(1) Manusia diciptakan Tuhan berhak untuk hidup dan
mempertahankan hidupnya serta meningkatkan taraf
hidupnya.
(2) Dalam proses kehidupannya, setiap orang berhak
memperoleh rasa aman, rasa tentram, rasa damai, rasa
bahagia dan sejahtera lahir batin di tengah-tengah
lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
b) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
(1) Manusia diciptakan Tuhan berhak untuk memilih jodoh
masing-masing untuk melanjutkan keturunannya
melalui perkawinan yang sah, baik menurut agama
yang dianutnya dan atau menurut hukum negara.
(2) Calon suami dan atau calon istri mempunyai hak untuk
bebas memilih jodoh masing-masing, sejauh itu tidak
bertentangan dengan norma adat, norma agama dan
norma hukum.
c) Hak Mengembangkan diri
(1) Setiap orang berhak untuk mengembangkan kebutuhan
dasarnya berupa pendidikan/pelatihan untuk men-
cerdaskan dirinya dan meningkatkan kwalitas hidupnya.
(2) Setiap orang berhak mendapat perlindungan atas
usahnya/kegiatannya mengembangkan dirinya.
(3) Setiap orang berhak memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2) Manusia sebagai Makluk Sosial
a) Hak atas kebebasan pribadi
(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing
dan bebas beribadah menurut agama yang dianutnaya.
(2) Setiap orang bebas mempunyai pendapat, mengeluar-
kan pendapat sesuai hati nuraninya secara lisan dan
atau tulisan
(3) Setiap orang berhak untuk berkumpul, melakukan
rapat dan berserikat dengan maksud-maksud damai.
b) Hak atas kesejahteraan.
(1) Setiap orang berhak menpunyai milik, baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain.
(2) Setiap orang berhak atas pekerjaan yang layak
(3) Setiap orang mempunyai hak memilih pekerjaan yang
disukainya dan berhak atas upah yang adil sesuai
dengan prestasinya.
3) Manusia sebagai warga Negara
a) Hak memperoleh keadilan
(1) Setiap orang berhak untuk memperoleh keadilan dalam
perkara perdata, pidana dan administrasi melalui
proses peradilan yang bebas.
(2) Setiap orang yang ditangkap atau yang ditahan atau
yang dituntut yang disangka melakukan sesuatu tindak
pidana, berhak untuk diperlakukan sebagai orang yang
tidak bersalah sampai dibuktikan disidang pengadilan
bahwa orang tersebut telah bersalah.
(3) Setiap orang yang diperiksa berhak mendapat bantuan
hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap.
b) Hak atas rasa aman
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga termasuk kehormatannya dan martabatnya
(2) Setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram yang
bebas dari rasa ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat.
c) Hak turut serta dalam pemerintahan
(1) Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih
dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak.
(2) Setiap warga negara berhak turut serta dalam
pemerintahan dengan langsung atau dengan perantara
wakil yang dipilihnya
(3) Setiap warga negara berhak untuk diangkat dalam setiap
jabatan pemerintah sepanjang memenuhi persyaratan
yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
c. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1
tahun 1999.
Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1
tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang mulai
diundangkan pada tanggal 8 Oktober 1999.

4. HAM dalam Hukum Internasional


Landasan hukum Internasional tentang HAM terumus dalam
Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights). Deklarasi tersebut lahir pada 10
Desember 1948, yaitu pada waktu Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa menerima dan memproklamirkan Deklarasi Universal
tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Setelah kejadian yang bersejarah ini
Majelis Umum meminta kepada semua negara anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk mengumumkan teks Pernyataan tersebut dan
berusaha untuk menyebarkannya, mempertunjukkannya, membuat-
nya dibaca dan diterangkan terutama di sekolah-sekolah dan badan-
badan pendidikan yang lain, dengan tidak mengadakan perbedaan
berdasarkan status politik dari negara atau wilayah. Bangsa Indonesia
sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai tanggung
jawab moral untuk menghormati ketentuan yang tercantum dalam
deklarasi tersebut.
Butir-butir dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi
Manusia adalah sebagai berikut :
a. Semua orang dilahirkan dalam kebebasan. Semua orang
dilahirkan dalam persamaan, dan dengan demikian memiliki
hak-hak yang sama (Pasal 1).
b. Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang
tercantum di dalam Pernyataan ini dengan tidak ada
perkecualian apapun. Seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal usul
kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun
kedudukan lain. Selanjutnya tidak akan diadakan pembedaan
atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan
internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang
berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk
wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada dibawah
batasan kedaulatan yang lain (Pasal 2).
c. Setiap orang memiliki hak untuk hidup, hak untuk bebas dan hak
untuk keamanan diri pribadi. Tidak seorang pun diperbolehkan
menjadi budak orang lain (Pasal 3 dan 4).
d. Tidak seorangpun boleh disiksa atau dihukum secara bengis
atau cara-cara menistai yang lain (Pasal 5).
e. Hukum haruslah berlaku secara sama terhadap setiap orang.
Hukum harus melindungi setiap orang. Rakyat berhak untuk
dilindungi oleh pengadilan, agar hak-hak mereka dihormati
(Pasal 6 dan 7).
f. Orang tidak boleh ditangkap, atau diusir dari negerinya, kecuali
ada alasan yang benar. Setiap orang berhak untuk mendapatkan
peradilan yang adil (Pasal 9 dan 10).
g. Tidak seorang pun untuk mencampuri kehidupan pribadi orang
lain, kehidupan keluarga mereka, rumah mereka atau kegiatan
surat menyurat mereka (Pasal 12).
h. Seseorang memiliki hak untuk bergerak dengan bebas di dalam
negerinya. Seseorang berhak untuk meninggalkan suatu negeri,
juga negerinya sendiri, dan kemudian berhak pula untuk
kembali (Pasal 13).
i. Kebangsaan seseorang atau kelompok penduduk tidak boleh
dihapuskan. Ini berarti, bahwa setiap orang memiliki hak untuk
menjadi anggota sebuah bangsa. Dan mereka juga memiliki hak
untuk menukar kebangsaan mereka, jika hal ini mereka
kehendaki (Pasal 15).
j. Setiap lelaki dan wanita berhak untuk menikah dan membina
sebuah keluarga, setelah mereka mencapai umur tertentu. Tidak
menjadi masalah apapun ras, kebangsaan atau agama mereka
itu. Seorang lelaki dan wanita hanya dapat menikah jika mereka
berdua sama-sama menghendakinya (Pasal 16).
k. Setiap orang berhak memiliki harta. Sesuatu yang menjadi milik
seseorang tidak dapat diambil darinya, apakah dia lelaki atau
wanita, kecuali bila ada alasan yang adil (Pasal 17).
l. Setiap orang berhak berfikir sesuai kehendak mereka. Orang
berhak untuk mempunyai pendapat sendiri dan menyampaikan-
nya kepada orang lain apa pendapat mereka dan mereka
mempunyai hak untuk mengamalkan agama mereka secara
pribadi maupun di depan umum (Pasal 18).
m. Kekuasaan sebuah pemerintah timbul dari kemauan rakyat.
Rakyat harus menyatakan apa yang mereka kehendaki atas apa
yang pemerintah mereka lakukan melalui pemungutan suara.
Setiap orang berhak memberikan suara (Pasal 19).
n. Setiap orang punya hak untuk bekerja. Dan rakyat punya hak
untuk memilih pekerjaan apa yang ingin mereka lakukan. Setiap
orang punya hak untuk bekerja dalam lingkungan kerja yang
baik. Setiap orang berhak untuk mendapat pembayaran yang
sama untuk pekerjaan yang sama. Setiap orang harus mendapat
gaji yang cukup untuk membiayai diri mereka dan keluarga
mereka agar tetap sehat dan memberi mereka cukup makanan
dan pakaian, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan bila
mereka sakit (Pasal 23).
o. Setiap orang mempunyai hak untuk beristirahat. Mereka harus
mendapat jumlah jam kerja yang ada batasnya dan tetap
menerima upah, meskipun mereka sedang cuti (Pasal 24).
p. Semua anak-anak menikmati hak yang sama, apakah orang tua
mereka menikah atau tidak (Pasal 25).
q. Setiap orang berhak bersekolah. Dan sekolah haruslah bebas
biaya. Setiap orang punya hak untuk mendapat latihan suatu
pekerjaan. Pendidikan harus memberi tekanan pada
pemahaman, pengertian, toleransi dan persahabatan (Pasal 26).
r. Orang mempunyai kewajiban terhadap tempat mereka hidup
dan terhadap orang lain yang hidup disana bersama mereka
(Pasal 29).
s. Tidak sesuatu pun yang tertulis di dalam dokumen ini boleh
dipergunakan untuk membenarkan tindakan merampas hak dan
kebebasan yang diuraikan di dalam deklarasi ini (Pasal 30).

5. Hambatan Perlindungan HAM dalam Praktik Penegakan


Hukum
a) Budaya Paternalistik
Budaya Paternalistik masih hidup dan melekat pada sebagaian
besar masyarakat kita. Khususnya di kalangan masyarakat pedesaan
hal-hal yang diucapkan oleh pimpinan formal maupun informal
walaupun terkadang pernyataan itu tidak sesuai dengan HAM, namun
karena diucapkan oleh pimpinan karismatik, lalu dianggap sebagai
suatu kebenaran, dan masyarakat tidak berani mengungkapkan hak
dan perasaannya, hak dan pemikiran, sehingga menghambat
pelaksanaan hak asasinya.
b) Kesadaran hukum yang rendah
Kesadaran hukum yang masih rendah, mengakibatkan
keengganan masyarakat untuk melaporkan adanya pelanggaran HAM
di sekitarnya. Hal ini disebabkan antara lain mereka tidak ingin
mencampuri urusan orang lain, enggan menjadi saksi atau tidak ingin
repot karena urusan orang lain. Dalam hal tertentu keengganan
menjadi saksi ini menyulitkan Polri dalam mengungkap kasus-kasus
kejahatan yang terjadi, sehingga Polri cenderung untuk mengejar
pengakuan tersangka, yang kadang-kadang upaya mengejar
pengakuan tersangka dilakukan dengan tindakan-tindakan kekerasan.
c) Budaya loyalitas
Sikap loyalitas ini juga hidup subur di seluruh lapisan
masyarakat, di sisi lain loyalitas mengandung konotasi negatif yakni
kepatuhan/kesetiaan yang berlebih terhadap perintah atau petunjuk
pimpinannya baik dalam satuan organisasi resmi maupun organisasi
nonformal. Seharusnya yang kita kembangkan adalah komitmen
terhadap tugas tanggung jawab masyarakat, dalam arti harus ada
keberaanaian anggota masyarakat untuk menentang perintah
pimpinannya apabila pimpinan tersebut tidak sesuai dengan aturan
hukum, moral, ketertiban dan keamanan, dan terutama tidak sesuai
dengan HAM.
d) Kesenjangan antara teori dan praktik hukum
Walaupun teori hukum dan hukum-hukum tertulis yang kita
miliki belum sempurna, namun sebenarnya dengan aturan-aturan
yang ada pelanggaran HAM seharusnya sudah dapat diminimalkan.
Tetapi dalam praktik terlihat bahwa belum tentu aturan-aturan yang
baik itu dalam pelaksanaannya juga baik. Para pelaksana hukum
dalam hal ini kadang-kadang masih terlihat tidak sepenuhnya
mengaplikasikan secara tepat dan benar aturan-aturan tersebut.

6. Upaya Peningkatan Perlindungan HAM


a. Kebijakan
1) Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan
terpadu untuk mewujudkan rasa keadilan, kepastian hukum
dan penghormatan HAM.
2) Mengembangkan perwujudan budaya hukum yang bertumpu
pada perlindungan terhadap HAM, disemua lapisan aparatur
negara dan masyaraakat guna tegaknya negara hukum yang
menjamin rasa keadilan rakyat.
3) Meningkatkan integritas moral dan kemampuan profesional
aparatur penegak hukum, untuk menumbuhkan kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah dalam penegakan hukum
serta perlindungan HAM.
b. Strategi
1) Secara bertahap memperbaharui atau membuat produk
hukum nasional yang tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip penghormatan dan perlindungan.
2) Meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban
penyelenggara negara, aparatur pemerintah dan seluruh
lapisan masyarakat terhadap perlindungan HAM.
3) Meningkatkan budaya pengawasan dari masyarakat
terhadap kinerja aparatur pemerintah dalam menangani
permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan
perlindungan HAM.

c. Upaya -Upaya
1) Sosialisasi Hukum dan HAM
Masalah hukum dan HAM bukan hanya terbatas pada
pengertian dan pemahaman, tetapi yang lebih penting
adalah perubahan tata nilai, perilaku dan budaya
masyarakat dan aparat pemerintah yang mencerminkan
penghormatan dan perlindungan terhadap HAM. Upaya ini
memerlukan kerja keras yaitu dengan sosialisasi materi-
materi HAM kepada seluruh aparatur negara dan
masyarakat luas secara berlanjut, dari mulai sekolah.
Perguruan tinggi, ormas/LSM dan komponen bangsa
lainnya.
2) Menyebar luaskan brosur-brosur tentang HAM, melalui
jaringan pendidikan, lembaga-lembaga pemerintah,
organisasi sosial dan masyarakat umum.
3) Meningkatkan jaringan pengawasan terhadap pelanggaran
HAM, melalui sarana media cetak/elektranik, organisasi
kemasyarakatan atau LSM serta lembaga pengawasan
fungsional ditiap instasi pemerintah dan kontrol DPR.
4) Secara berlapis dan tingkat kecamatan, kota/kabupaten,
propinsi dan tingkat pusat, maka pemerintah harus
membuka tempat-tempat pengaduan pelanggaran HAM,
sehingga setiap masalah dapat dideteksi dan diindentifikasi
secara dini.
5) Melaksanakan peradilan HAM secara transparan dan
konsisten, guna membangun kembali kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah dalam menegakkan
supremasi hukum di Indonesia.
Dengan keluarnya UU No. 39/1999 penghormatan dan
perlindungan HAM ditegakkan di Indonesia yang akan menjadi
salah satu pilar kokoh dalam rangka mewujudkan masyarakat
madani dan negara hukum yang demokratis, disamping akan
lebih meningkatkan pamor Indonesia dalam tata pergaaulan
bangsa-bangsa di dunia.

1. Jelaskan kategori hubungan warga negara dengan negara.


2. Perilaku mahasiswa bagaimana yang dikehendaki setelah
mengikuti kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, Jelaskan.
3. Apa hakikat pendidikan, jelaskan.
4. Jelaskan pengertian bangsa dan negara.
5. Apa unsur negara, jelaskan.
6. Apa yangf dimaksud dengan proses bangsa yang menegara,
jelaskan.
7. Bagaimana teori kenegaraan tentang terjadinya NKRI menurut
bangsa Indonesia, jelaskan.
8. Jelaskan pengertian HAM (UU. No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia).
9. Apa hambatan perlindungan HAM dalam praktek penegakan
hukum, jelaskan.
10. Bagaimana upaya peningkatan perlindungan HAM, jelaskan.
11. Bagaimana kerangka dasar kehidupan Nasional, jelaskan.
12. Jelaskan diagram proses terbentuknya supra struktur
pemerintahan RI.
II
Setelah mempelajari pokok bahasan ini diharapkan mahasiswa
mampu menjelaskan :
1. Menjelaskan konsepsi Wawasan Nasional sebagai perekat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara guna memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Menjelaskan latar belakang filosofi Wawasan Nusantara dari
aspek kewilayahan, aspek sosial budaya dan aspek kesejarahan
Indonesia.
3. Menjelaskan ajaran dasar, hakikat, asas, kedudukan, fungsi, dan
tujuan Wawasan Nusantara.
4. Menerapkan konsepsi Wawasan Nusantara dalam pola pikir,
pola sikap, dan pola tindak dengan mendahulukan kepentingan
bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau golongan.

1. Wawasan Nasional Suatu Bangsa


Untuk membahas Wawasan Nusantara terlebih dahulu harus
memahami wawasan nasional suatu bangsa secara universal. Hal ini
disebabkan latar belakang suatu bangsa atau manusia pada
umumnya memiliki keanekaragaman tingkat dan kemampuan akal
budi sehingga antara manusia yang satu dengan yang lain tingkat
kemampuan yang dimilikinya tidak sama. Ketidaksamaan tersebut
menimbulkan perbedaan pendapat, kehidupan, kepercayaan agama,
etika, dan budaya yang menjadi pedoman hidup dalam hubungannya
dengan Sang Pencipta dan dalam hubungannya dengan sesama.
Demikian pula dalam memahami atau melihat sesuatu, setiap bangsa
memiliki cara pandang atau cara lihat yang tidak sama, dan akhirnya
akan melahirkan keanekaragaman sikap atau tatanan peri kehidupan
berbangsa dan bernegara. Untuk itu, agar keadaan suatu bangsa dan
negara dapat tetap bersatu dan terpelihara keutuhannya, diperlukan
konsep perekat berupa wawasan nasional.
Jika suatu bangsa telah menegara, maka dalam menyelenggara-
kan kehidupannya tidak bisa lepas dari lingkungan yang mem-
pengaruhinya. Pengaruh itu didasarkan atas hubungan timbal balik
dan kait-mengait antara filosofi bangsa, ideologi, aspirasi dan cita-
cita yang dihadapkan kepada kondisi sosial masyarakat, budaya dan
tradisi, keadaan alam, wilayah geografis, serta pengalaman sejarah.
Pemerintah dan rakyat dalam menyelenggarakan kehidupannya
memerlukan suatu konsepsi berupa wawasan nasional. Wawasan ini
dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup, keutuhan wilayah,
dan jati diri bangsa.
Kata wawasan berasal dari kata wawas (bahasa Jawa) yang
berarti melihat atau memandang. Setelah mendapat akhiran -an
menjadi wawasan yang secara harfiah berarti cara memandang, cara
melihat, cara meninjau, dan cara tanggap inderawi.
Kehidupan suatu bangsa dan negara senantiasa dipengaruhi
perkembangan lingkungan strategis. Karena itu wawasan harus
mampu memberikan inspirasi pada suatu bangsa dalam upaya
menghadapi berbagai hambatan dan tantangan yang ditimbulkan
oleh lingkungan strategis tersebut dalam mencapai kejayaannya.
Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan suatu bangsa,
terdapat tiga faktor penentu utama yang harus diperhatikan, yaitu
1. bumi atau ruang tempat bangsa itu hidup;
2. jiwa, tekad dan semangat manusianya/rakyatnya;
3. lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian, wawasan nasional adalah cara pandang
suatu bangsa yang telah menegara tentang diri dan lingkungannya
dalam eksistensinya yang serba terhubung (interaksi dan interrelasi)
serta pembangunannya di dalam bernegara di tengah-tengah
lingkungannya, baik nasional, regional, maupun global.
2. Teori-Teori Kekuasaan
Wawasan nasional suatu bangsa dibentuk dan dijiwai oleh
paham kekuasaan dan geopolitik yang dianutnya. Ada beberapa teori
paham kekuasaan dan teori geopolitik yang dapat diuraikan sebagai
berikut.
a. Paham Machiavelli (1469 – 1527)
Teori ini dicetuskan oleh Niccolo Machiavelli, seorang ahli
politik dan pengarang bangsa Italia. Dalam bukunya tentang politik
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The Prince, Machiavelli
memberikan pesan tentang cara membentuk kekuatan politik yang
besar agar sebuah negara dapat berdiri dengan kokoh. Menurutnya,
sebuah negara itu akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil.
Pertama, dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan, segala
cara dihalalkan meskipun bertentangan dengan kesusilaan. Kedua,
untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba adalah sah.
Ketiga, dunia politik disamakan dengan kehidupan binatang yaitu
yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.
b. Paham Kaisar Napoleon Bonaparte (1769 – 1821)
Napoleon berpendapat bahwa perang di masa depan
merupakan perang total yang mengerahkan segala daya upaya dan
kekuatan nasional. Dia juga berpendapat bahwa kekuatan politik
harus didampingi kekuatan logistik dan ekonomi nasional yang
didukung kondisi sosial budaya berupa ilmu pengetahuan dan
teknologi suatu bangsa, untuk membentuk kekuatan militer dalam
menduduki dan menjajah negara-negara di sekitar Perancis. Oleh
karena itu, Napoleon melakukan invansi militer besar-besaran
terhadap negara-negara tetangga.
c. Paham Clausewitz (1780 – 1831)
Teori ini dicetuskan oleh Jenderal Karl Van Clausewitz, seorang
ahli siasat perang Prusia dan sempat terusir oleh tentara Napoleon
dari negaranya sampai ke Rusia. Setelah negaranya bebas kembali, dia
diangkat menjadi kepala staf dan komando di Rusia. Di sana ia menulis
sebuah buku tentang perang dengan judul Von Kriege (Tentara
Perang). Menurut pendapatnya, perang adalah kelanjutan politik
dengan cara lain. Menurutnya, peperangan adalah sah-sah saja dalam
mencapai tujuan nasional suatu bangsa. Pemikiran inilah yang
membenarkan Prusia berekspansi sehingga menimbulkan Perang
Dunia I dengan kekalahan di pihak Prusia atau kekaisaran Jerman.
d. Paham Feuerbach dan Hegel (1804 – 1872)
Teori ini dicetuskan oleh Ludwig Feuerbach, seorang filosuf
Jerman, murid Geory Wilhelm Fridrrich Hegel (1770 – 1831).
Paham materialisme Feuerbach dan teori sintesis Hegel
menimbulkan dua aliran besar barat yang berkembang di dunia yaitu
kapitalisme di satu pihak dan komunisme di pihak lain.
Kira-kira abad XVII sedang marak perdagangan bebas
(merchantilism) yang merupakan nenek moyang liberalisme. Mereka
berpendapat bahwa ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara
adalah pada seberapa besar surplus ekonominya terutama jika
diukur dengan emas. Paham ini memicu nafsu kolonialisme negara
Eropa Barat dalam mencari emas ke daerah lain. Hal inilah yang
mendorong Colombus mencari daerah baru (Amerika) yang diikuti
oleh pelaut bangsa Portugis Ternao de Magelhaen (1480-1521).
Paham merchantilism ini telah mendorong Belanda melakukan
perdagangan dengan Indonesia (VOC pada abad XVII) dan pada
akhirnya menjajah Nusantara selama 3,5 abad. Implementasi teori
Machiavelli juga tampak pada penjajah Belanda dengan menghalalkan
segala cara, adu domba, dan mempraktikkan hukum rimba.
e. Paham Lenin (Vladimir Iljitsj Lenin : 1870 – 1924)
Lenin merupakan tokoh peletak dasar pemerintahan Soviet
Rusia. Ia telah memodifikasi paham Clausewitz, yaitu perang adalah
kelanjutan politik dengan cara kekerasan, bahkan Mao Zhe Dong
(RRC) berpendapat bahwa perang adalah kelanjutan politik dengan
cara pertumpahan darah. Oleh sebab itu, bagi kaum komunis dan
Leninis melakukan revolusi dengan perang bahkan pertumpahan
darah di seluruh negara (dunia) adalah sah-sah saja, yakni dalam
rangka mengomuniskan seluruh bangsa di dunia. Oleh karena itu,
selama Perang Dingin, Uni Soviet dan RRC berlomba-lomba untuk
mengekspor paham komunis ke seluruh dunia.. G 30S/PKI adalah
salah satu komoditas ekspor RRC pada tahun 1965.
f. Paham Lucian W. Pye dan Sidney
Dalam bukunya Political Culture dan Political Development
(1972) Pye dan Sidney mengatakan “The political culture of society
consist of system of empirical believe expressive symbol, and values
which devidens the situation in political action take place, it provides
the subjective orientation to politics. The political culture of society is
highly significant aspeet of the political system”.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa adanya peranan
unsur-unsur subjektif dan psikologis dalam tatanan dinamika
kehidupan politik suatu bangsa, dan kemantapan suatu sistem politik
hanya dapat dicapai apabila berakar pada kebudayaan politik bangsa
yang bersangkutan. Kebudayaan politik akan menjadi pandangan
baku dalam melihat kesejarahan sebagai suatu kesatuan budaya.
Dengan demikian, memproyeksikan eksistensi kebudayaan politik
tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi-kondisi objektif, tetapi
juga harus menghayati kondisi subjektif psikologis sehingga dapat
menempatkan kesadaran dalam kepribadian bangsa.

3. Teori-Teori Geopolitik
Geopolitik berasal dari kata geo atau bumi, sedangkan politik
mempunyai pengertian kekuatan yang didasarkan pada pertimbangan
dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan dasar nasional
untuk mewujudkan tujuan nasional.
Beberapa pendapat dari pakar-pakar geopolitik antara lain
sebagai berikut.
a. Pandangan ajaran Frederich Ratzel
Pada abad XIX, untuk pertama kalinya Frederich Ratzel
merumuskan tentang ilmu bumi politik sebagai hasil penelitiannya
secara ilmiah dan universal (tidak khusus suatu negara). Pokok-
pokok ajaran Frederich Ratzel adalah sebagai berikut.
1) Dalam hal tertentu, pertumbuhan negara dapat dianalogikan
dengan pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang
lingkup, melalui proses lahir, tumbuh, berkembang, memper-
tahankan hidup, tetapi juga dapat menyusut dan mati.
2) Negara identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh
kelompok politik dalam arti kekuatan. Makin luas potensi ruang
tersebut, makin memungkinkan kelompok politik itu tumbuh
(Teori Ruang, konsep ruang).
3) Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
tidak terlepas dari hukum alam. Hanya bangsa yang unggul saja
yang dapat bertahan hidup terus dan langgeng.
4) Semakin tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar kebutuhan
dukungan akan sumber daya alam yang diperlukannya. Apabila
wilayah/ruang hidup tidak memenuhi/mendukung, maka
bangsa tersebut akan mencari pemenuhan kebutuhan kekayaan
alamnya diluar wilayahnya (ekspansi). Hal ini membenarkan/
melegitimas kan hukum ekspansi, yaitu bahwa perkembangan
atau dinamika budaya/kebudayaan dalam bentuk-bentuk
gagasan, kegiatan (ekonomi, perdagangan, perindustrian/
produksi) harus diimbangi dengan pemekaran wilayah. Batas-
batas suatu negara pada hakikatnya bersifat sementara. Apabila
ruang hidup negara sudah tidak dapat memenuhi keperluan,
maka dapat diperluas dengan mengubah batas-batas negara,
baik secara damai maupun melalui jalan kekerasan atau perang.
Ilmu bumi politik berdasarkan ajaran Ratzel tersebut justru
menimbulkan dua aliran. Satu pihak menitikberatkan pada kekuatan
di darat, pihak lainnya menitikberatkan pada kekuatan di laut. Ratzel
melihat adanya persaingan antara kedua aliran itu sehingga ia mulai
mengemukakan pemikiran yang baru, yaitu dengan meletakkan
dasar-dasar suprastruktur geopolitik yang meliputi bahwa kekuatan
menyeluruh suatu negara harus mampu mewadahi pertumbuhannya
dihadapkan pada kondisi dan kedudukan goegrafi sekitarnya.
Dengan demikian, esensi pengertian politik adalah penggunaan
kekuatan fisik dalam rangka mewujudkan keinginan atau aspirasi
nasional suatu bangsa. Hal tersebut sering menjurus ke arah politik
adu kekuatan dan adu kekuasaan. Dominasi pemikiran Ratzel
tersebut menyatakan bahwa ada kaitan antara struktur politik atau
kekuatan politik dengan geografi di satu pihak, dengan tuntutan
perkembangan atau pertumbuhan negara yang dianalogikan dengan
organisme (kehidupan biologi) di lain pihak.
b. Pandangan Ajaran Rudolf Kjellen
Kjellen melanjutkan ajaran Ratzel tentang teori organisme.
Yang dikemukakan oleh Ratzel adalah analogi, sedangkan Kjellen
menegaskan bahwa negara adalah suatu organisme yang dianggap
sebagai prinsip dasar. Esensi ajaran Kjellen adalah sebagai berikut.
1) Negara sebagai satuan biologis, suatu organisme hidup yang juga
memiliki intektual untuk mencapai tujuan. Negara hanya
dimungkinkan dengan jalan memperoleh ruang yang cukup luas
agar dimungkinkan pengembangannya menurut kemampuan
dan kekuatan.
2) Negara merupakan suatu sistem politik atau pemerintah yang
meliputi bidang-bidang geopolitik, ekonomi politik, demopolitik,
sosial politik, dan kratopolitik, (politik pemerintah).
3) Negara tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar,
tetapi harus mampu berswasembada serta memanfaatkan
kemajuan kebudayaan dan teknologi untuk meningkatkan
kekuatan nasional, yaitu ke dalam untuk mencapai persatuan
dan kesatuan yang harmonis; ke luar untuk memperoleh batas-
batas negara yang lebih baik dan kekuasaan imperium
kontinental dapat mengontrol kekuatan di laut.
c. Pandangan Ajaran Karl Haushofer
Pandangan ajaran Karl Haushofer ini berkembang di zaman
kekuasaan Adolf Hitler (Naziisme). Juga dikembangakan ke Jepang
dalam ajaran Hako Ichu yang dilandasi oleh semangat militerisme
dan fasisme. Pokok-pokok teori Haushofer ini pada dasarnya
menganut teori atau ajaran pendangan Kjellen, yaitu sebagai berikut.
1) Kekuasaan imperium daratan yang kompak akan dapat
mengejar kekuasaan imperium maritim untuk menguasi laut.
2) Beberapa negara besar di dunia akan muncul dan akan
menguasai Eropa, Afrika, dan Asia Barat (Jerman dan Italia)
serta Jepang di Asia Timur Raya.
3) Rumusan ajaran Haushofer lainnya adalah bahwa geopolitik
merupakan doktrin negara yang menitikberatkan pada soal-soal
strategi pembatasan. Ruang hidup bangsa dan tekanan-tekanan
kekuasaan dan sosial yang rasial mengharuskan pembagian baru
dari kekayaan alam di dunia. Goepolitik adalah landasan bagi
tindakan politik dalam perjuangan kelangsungan hidup untuk
mendapatkan ruang hidupnya. Pokok-pokok teori Karl
Haushofer menganut teori atau pandangan Rudolf Kjellen yang
bersifat ekspansionis.
d. Pandangan Ajaran Sir Holford Mackinder
Teori ahli geopolitik ini pada dasarnya menganut konsep
kekuatan. Oleh karena itu, ajaran ini mencetuskan wawasan benua
yaitu konsep kekuatan di darat. Ajarannya menyatakan bahwa
barang siapa dapat menguasaidaerah jantung, yaitu eurasia (Eropa
dan Asia), akan dapat menguasai pulau dunia yaitu Eropa, Asia dan
Afrika. Selanjutnya, barang siapa dapat menguasai pulau dunia,
akhirnya dapat menguasai dunia.
e. Pandangan Ajaran Silvalter Raleigh dan Alfred Thyer Mahan
Kedua ahli ini mempunyai gagasan wawasan bahari yaitu
tentang kekuatan di lautan. Ajarannya mengatakan bahwa barang
siapa menguasai lautan akan menguasai perdagangan, berarti
menguasai kekayaan dunia sehingga pada akhirnya menguasai dunia.
f. Pandangan Ajaran Mitchel A. Saversky, Giulio Douhet, dan
John Frederick Charles Fuller
Keempat ahli geopolitik ini berpendapat bahwa kekuatan di
udara justru yang paling menentukan. Mereka melahirkan teori
wawasan dirgantara, yaitu konsep kekuatan di udara, dengan
pemikiran bahwa kekuatan di udara mempunyai daya tangkis
terhadap ancaman yang dapat diandalkan dan dapat melumpuhkan
kekuatan lawan dengan penghancuran di kandang lawan agar tidak
mampu lagi bergerak menyerang.
g. Pandangan Ajaran Nicholas J. Spykman
Ajaran ini menghasilkan teori yang dinamakan teori daerah
batas (Rimland), yaitu teori wawasan kombinasi yang menggabung-
kan kekuatan darat, laut dan udara yang dalam pelaksanaannya
disesuaikan dengan keperluan dan kondisi suatu negara.

Dasar pemikiran wawasan nusantara ditinjau dari latar


belakang pemikiran aspek kewilayah Nusantara, aspek sosial budaya
bangsa Indonesia dan aspek kesejarahan bangsa Indonesia adalah
sebagai berikut.
1. Pemikiran Aspek Kewilayahan Indonesia
Geografi adalah wilayah yang tersedia dan terbentuk secara
alamiah, dan merupakan ruang atau wadah yang harus dipedomani
sebagai aspek hidup dan kehidupan suatu bangsa yang di dalamnya
terdapat sumber kekayaan alam dan manusia atau penduduk yang
bermukim di wilayah tersebut. Hal tersebut berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan/kebijakan politik suatu negara. Oleh karena
itu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, geografi merupakan
suatu fenomena yang mutlak diperhitungkan, baik fungsi maupun
pengaruhnya, terhadap sikap dan tata laku negara yang bersangkutan.
Demikian pula sebaliknya, perlu diperhitungkan dampak sikap dan
tata laku negara terhadap geografis sebagai tata hubungan antara
manusia dengan ruang hidupnya.
Kondisi objektif geografi Nusantara merupakan untaian ribuan
pulau-pulau besar dan kecil (± 17.508), dan tersebar atau terbentang
di khatulistiwa serta terletak pada posisi silang yang sangat strategis.
Lautan sekitarnya menjadi satu kesatuan wilayah yang telah
mendapatkan pengesahan dunia internasional. Sumber kekayaan
alam yang dikandungnya sebagai modal dalam pembentukan suatu
negara memiliki karakteristik atau watak yang berbeda dengan
negara lain, sedangkan posisi hubungan di dalam negara menganut
kewilayahan yang mempunyai arti pusat adalah pusatnya daerah,
daerah adalah daerahnya pusat yang menjadi landasan pengikat
persatuan dan kesatuan bangsa.
a. Wilayah Indonesia Sampai 1982
Wilayah Indonesia pada saat proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945 mengacu kepada Territoriale Zee en
Maritieme Kringen Ordonantie tahun 1939. Lebar laut wilayah
Indonesia adalah tiga mil dari garis air surut masing-masing pantai
pulau di Indonesia. Penetapan lebar wilayah laut tiga mil tersebut
tidak menjamin kesatuan wilayah negara kesatuan Republik
Indonesia, karena antarwilayah belum berkesinambungan satu sama
lain. Hal ini lebih terasa lagi bila dihadapkan kepada pergolakan-
pergolakan dalam negeri pada saat itu. Melihat keadaan lingkungan
alamnya, maka persatuan bangsa dan kesatuan wilayah negara
menjadi tuntutan utama bagi terwujudnya kemakmuran dan
keamanan yang berlanjut. Atas pertimbangan hal-hal tersebut, maka
dimaklumatkanlah Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957 yang
berbunyi : “Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan maka
pemerintah menyatakan bahwa segala perairan di sekitar, di antara
dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara
Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-
bagian yang wajar daripada wilayah daratan negara Indonesia dan
dengan demikian bagian daripada perairan pedalaman atau nasional
yang berada di bawah kedaulatan mutlak negara Indonesia. Lalu lintas
yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin
selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/menganggu
kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia. Penentuan batas lautan
teritorial (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang menghubung-
kan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau negara Indonesia”.
Deklarasi ini menyatakan bahwa bentuk geografi Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau besar
dan kecil dengan sifat dan corak tersendiri. Juga dinyatakan demi
keutuhan teritorial dan untuk melindungi kekayaan negara yang
terkandung di dalamnya maka pulau-pulau serta laut yang ada di
antaranya haruslah dianggap sebagai satu kesatuan yang utuh,
karena laut merupakan penghubung antarpulau-pulau di Nusantara.
Untuk mengukuhkan asas negara kepulauan ini ditetapkan Undang
Undang Nomor 4/Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
Sejak ditetapkan undang-undang itu, berubahlah luas wilayah
Indonesia dari ± 2 juta km2 menjadi 5 juta km2, dan ± 65%
wilayahnya terdiri dari laut/perairan. Oleh karena itu, tidaklah
mustahil bila negara Indonesia juga dikenal sebagai negara
kepulauan (negara maritim), sedangkan yang ± 35% adalah daratan
yang terdiri dari 17.508 pulau yang antara lain berupa 5 (lima) pulau
besar yakni Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Irian Jaya; ±
11.808 pulau-pulau kecil belum diberi nama. Luas daratan dari
seluruh pulau-pulau tadi ± 2.028.087 km2 dengan panjang pantai ±
81.000 km2.. Topografi daratannya merupakan pegunungan dengan
gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif
Pengertian Nusantara adalah kesatuan kepulauan Indonesia
yang terdiri dari 17.508 pulau besar maupun kecil dengan batas
astronomis sebagai berikut.
Utara : ± 06o08’ LU Selatan : ± 11o15’ LS
Barat : ± 94o45’ BT Timur : ± 141o05’ BT
Jarak utara–selatan ± 1.888 km, barat–timur ± 5.110 km.

b. Wilayah Indonesia Setelah UNCLOS 1982


Melalui sidang Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) di Montego Bay
tentang hukum laut internasional 1982, maka pokok-pokok asas
negara kepulauan diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982
(United Nation Convention on the Law of the Sea) atau Konvensi
Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut.
Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982 tersebut melalui Undang-
Undang Nomor 17 tahun 1985 pada 31 Desember 1985. Sejak 16
November 1993 UNCLOS 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara
sehingga menjadi hukum positif sejak 16 November 1994.
UNCLOS 1982 tersebut berpengaruh dalam upaya pemanfaatan
laut bagi kepentingan kesejahteraan seperti bertambah luasnya zone
ekonomi eksklusif (ZEE) dan landas kontinen Indonesia. Pada satu sisi,
UNCLOS 1982 memberikan keuntungan bagi pembangunan nasional
yaitu bertambah luasnya perairan yurisdiksi nasional berikut
kekayaan yang terkandung di laut dan dasar lautnya serta terbukanya
peluang untuk memanfaatkan laut sebagai medium transportasi.
Namun, dari sisi lain potensi kerawanannya bertambah besar pula.
Penguasaan terhadap ruang dirgantara tidak semulus wilayah lautan
karena berdasarkan perjanjian tahun 1967 ditetapkan bahwa ruang
antariksa merupakan wilayah bangsa-bangsa yang berarti dapat
dimanfaatkan oleh setiap bangsa. Pemanfaatan ruang antariksa yang
berada di atas wilayah suatu negara berdasarkan pada prinsip siapa
cepat siapa dapat (list come first serve), dan terbuka bagi setiap negara.
Prinsip ini sangat merugikan Indonesia karena Indonesia memiliki
bentangan ruang antariksa yang sangat luas dan panjang, apalagi
terletak di daerah khatulistiwa yang sangat menguntungkan dalam
penggunaan ruang antariksa.
Kondisi dan konstelasi geografi Indonesia mengandung
beraneka ragam kekayaan alam baik yang ada di dalam maupun di
atas permukaan bumi, potensi di udara dan ruang angkasa, dan
jumlah penduduk yang besar terdiri dari berbagai suku yang
memiliki budaya dan tradisi serta pola kehidupan yang beraneka
ragam.
Dengan demikian, secara konstektual geografi Indonesia
mengandung keunggulan namun juga kelemahan atau kerawanan.
Oleh karena itu kondisi dan konstelasi geografi ini harus dicermati
secara utuh menyeluruh dalam merumuskan kebijakan politik yang
disebut geopolitik Indonesia. Dengan kata lain, setiap perumus
kebijakan nasional Indonesia harus memiliki wawasan kewilayahan
atau ruang hidup bangsa yang diatur politik ketatanegaraan. Oleh
karena itu wawasan kebangsaan atau wawasan nasional Indonesia
yang memperhatikan atau mempertimbangkan kondisi dan
konstelasi geografis Indonesia mengharuskan tetap terpeliharanya
keutuhan dan kekompakan wilayah, tetapi tetap mengahargai dan
menjaga ciri, karakter, dan kemampuan (keunggulan dan kelemahan)
masing-masing daerah di samping harus mampu memanfaatkan nilai
lebih dari geografi Indonesia tersebut.
Pemahaman tentang negara Indonesia berdasarkan aspek
kewilayahan (kondisi geografis) menganut paham negara kepulauan,
sehingga wilayah negara menjadi satu kesatuan yang utuh. Laut
pedalaman yang berada di antara pulau-pulau menjadi wilayah yang
dikuasai penuh dan keseluruhan itu disebut tanah air Indonesia atau
Nusantara.
2. Pemikiran Aspek Sosial Budaya Indonesia
Budaya atau kebudayaan dalam arti etimologis adalah segala
sesuatu yang dihasilkan oleh kekuatan budi manusia (berasal dari
bahasa Sanskerta yang berarti kekuatan budi). Karena manusia tidak
hanya bekerja dengan kekuatan budinya melainkan juga dengan
perasaan fantasi atau imajinasi dan dengan kehendaknya, maka lebih
lengkap jika kebudayaan diungkapkan sebagai cita, rasa, cipta, karsa
dan karya (budi perasaan pemikiran kehendak dan tindakan).
Sosial budaya sebagai salah satu aspek kehidupan nasional di
samping politik, ekonomi, dan hankam adalah faktor dinamik
masyarakat yang terbentuk oleh keseluruhan pola tingkah laku lahir
batin yang memungkinkan hubungan sosial di antara anggota-
anggotanya.
a. Kebhinekaan Budaya Indonesia
Masyarakat Indonesia sejak awal sudah terbentuk dengan ciri
kebudayaan yang sangat beragam karena pengaruh ruang hidup
berupa kepulauan dengan ciri alamnya. Tiap-tiap pulau berbeda-
beda pula, bahkan perbedaan ciri alamnya satu dengan yang lainnya
sangat besar sehingga membawa pengaruh kepada perbedaan
karakter masyarakatnya yang sangat mencolok. Di samping
perbedaan-perbedaan berkaitan dengan ruang hidup, masyarakat
Indonesia dibedakan berdasarkan kelas dan etnik. Pengaruh atau
faktor alamiah itu membentuk perbedaan secara khas kebudayaan
masyarakat pada tiap-tiap daerah dan sekaligus menampakkan
perbedaan daya tanggap inderawi serta pola tingkah laku kehidupan,
baik dalam hubungan vertikal maupun horisontal. Secara universal,
kebudayaan masyarakat yang heterogen tersebut mempunyai unsur-
unsur penting yaitu pertama, sistem religi dan upacara keagamaan;
kedua, sistem masyarakat dan organisasi kemasyarakatan; ketiga,
sistem pengetahuan; keempat, bahasa; kelima, keserasian (budaya
dalam arti sempit); keenam, sistem pencaharian; ketujuh, sistem
teknologi dan peralatan.
Dengan perbedaan ciri alamiah dan unsur-unsur kebudayaan
sebagaimana dijelaskan di atas, dapat dibedakan secara lahiriah antara
orang Jawa dengan orang Batak atau antara orang Manado dengan
orang Irian, baik dalam penampilan pribadi maupun dalam hubungan
kelompok (masyarakat). Ciri ruang hidup yang menjadi asal-usul suatu
masyarakat dengan mudah pula dapat dikenali perbedaan umum
antara masyarakat pantai (nelayan) yang pemberani (menentang
alam) dinamik, agresif, dan terbuka, dengan masyarakat petani
(agraris) yang teratur (mengikuti ritme alam) mementingkan
keakraban, kurang terbuka (pandai menyembunyikan perasaaan) atau
antara masyarakat desa yang masih memegang teguh nilai-nilai
religius, kekerabatan, dan paguyuban, dengan masyarakat kota yang
cenderung materialistis, individualistis, dan bersifat patembayan.
Sesuai dengan sifatnya, kebudayaan merupakan warisan yang
mengandung sifat mengharuskan/mengikat bagi masyarakat yang
bersangkutan. Artinya, setiap generasi yang lahir dari suatu
masyarakat dengan serta merta mewarisi norma-norma budaya dari
generasi sebelumnya (nenek moyang) yang sekaligus menangani
dirinya dengan segala peraturan/keharusan yang mesti dijalani dan
tidak boleh dilanggar (ditabukan). Wawasan budaya diterima secara
emosional dan bersifat mengikat ke dalam (cohessivness) secara kuat.
Oleh karena itu, dapat dipahami bila ikatan budaya yang emosional itu
menjadi sangat sensitif. Ketersinggungan budaya, walaupun secara
rasional dianggap tidak berarti (sepele), dapat meluapkan emosi
masyarakat. Bahkan dengan mudah memicu terjadinya konflik
antargolongan masyarakat secara meluas dan tidak rasional. Di
samping itu, warisan budaya juga membentuk ikatan pada setiap
individu atau masyarakat dengan daerah asal budaya. Dengan
demikian, kebudayaan dapat membentuk sentimen-sentimen
kelompok, suku dengan daerah asalnya (parochial). Bahkan sentimen-
sentimen kelompok tersebut dijadikan perisai atau benteng pelindung
terhadap ketidakmampuan individu dalam menghadapi tantangan
lingkungan yang dianggap mengancam budayanya.
Berdasarkan ciri dan sifat kebudayaan serta kondisi dan
konstelasi geografi negara Republik Indonesia tergambar secara jelas
betapa sangat heterogen serta uniknya masyarakat Indonesia yang
terdiri dari ratusan suku bangsa dengan masing-masing adat
istiadatnya, bahasa daerahnya, agama dan kepercayaannya. Oleh
karena itu, dalam perspektif budaya tata kehidupan nasional yang
berhubungan dengan interaksi antar golongan masyarakat
mengandung potensi konflik yang sangat besar terlebih dengan
kesadaran nasional masyarakat yang relatif masih rendah sejalan
dengan masih terbatasnya jumlah masyarakat terdidik. Oleh karena
itu, pengelolaan terhadap konflik yang terjadi harus tetap
memperhatikan keutuhan bangsa dan negara.

b. Budaya sebagai Bangsa Indonesia yang Bersatu


Bangsa Indonesia yang menegara pada 17 Agustus 1945 adalah
hasil dari proses perjuangan panjang yang secara embrional muncul
melalui kesepakatan moral dan politik sejak pergerakan Budi Utomo
1908. Dalam perspektif budaya, kehendak bersatu membentuk
persatuan bangsa tersebut merupakan proses sosial yang didorong
oleh kesadaran segenap masyarakat untuk bersama-sama membentuk
satu tatanan kehidupan baru sebagai suatu masyarakat yang besar
dengan tetap mengakui dan menerima eksistensi budaya masyarakat
asal, dengan segala perbedaan ciri dan sifatnya. Sebagai suatu proses,
kehendak mewujudkan persatuan bangsa dalam satu kesatuan
wilayah negara Republik Indonesia mengandung unsur dinamik.
Artinya, nilai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tidak akan
terwujud secara lengkap dan sempurna hanya dengan sekali usaha
bersama berupa ikrar bersama dalam Sumpah Pemuda 1928 atau
secara politik proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Proses sosial
untuk menjaga dan memelihara nilai persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia harus terus dilakukan sejalan dengan dinamika lingkungan
yang terus berkembang. Besarnya potensi konflik antargolongan
masyarakat yang setiap saat membuka peluang terjadinya disintegrasi
bangsa semakin mendorong perlu dilakukan proses sosial yang
akomodatif. Proses sosial tersebut mengharuskan setiap kelompok
masyarakat budaya untuk saling membuka diri memahami eksistensi
budaya masing-masing serta mau menerima dan memberi (take and
give). Untuk itu, keteguhan setiap warga atau kelompok masyarakat
atau suku bangsa terhadap ikrar kesepakatan akan sangat
menentukan kelangsungan hidup negara dan bangsa Indonesia dalam
mencapai tatanan masyarakat yang harmonis. Di samping itu, bangsa
Indonesia harus selalu ingat akan apa yang pernah dialaminya, yaitu
bentrokan yang menelan korban terjadi di beberapa tempat yang
diakibatkan perbedaan agama, ingin merdeka atau memisahkan diri,
perbedaan etnis, dan sebagainya.
c. Budaya Toleransi dan Saling Menghargai
Dari tinjauan sosial budaya di atas, pada akhirnya dipahami
bahwa proses sosial secara keseluruhan dalam upaya menjaga
persatuan nasional sangat membutuhkan kesamaan persepsi atau
kesatuan cara pandang dan sikap di antara segenap masyarakat
tentang eksistensi budaya yang sangat beragam. Walaupun demikian,
masyarakat memiliki semangat untuk membina kehidupan bersama
secara harmonis sehingga wawasan kebangsaan atau wawasan
nasional Indonesia diwarnai oleh budaya toleransi dan saling
menghargai serta keinginan untuk menumbuhsuburkan faktor-faktor
positif yaitu terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa serta
berusaha untuk mengurangi dan menghilangkan pengaruh negatif
dari faktor-faktor yang dapat menimbulkan disintegrasi bangsa.

3. Pemikiran Aspek Kesejarahan Indonesia


a. Periode sampai dengan Tahun 1957
Perjuangan suatu bangsa dalam meraih cita-cita pada
umumnya tumbuh dan berkembang dari latar belakang sejarahnya.
Demikian juga sejarah Indonesia diawali dari negara-negara kerajaan
tradisional yang pernah ada di wilayah Nusantara melalui kerajaan
Sriwijaya dan kerajaan Majapahit. Landasan kedua kerajaan tersebut
adalah mewujudkan kesatuan wilayah. Meskipun belum timbul rasa
kebangsaan, namun sudah timbul semangat bernegara. Kaidah-
kaidah sebagai negara modern seperti rumusan falsafah negara
belum jelas dan konsepsi cara pandang belum ada. Yang ada baru
berupa slogan-slogan seperti yang ditulis Mpu Tantular, Bhineka
Tunggal Ika Tanhana Dharma Mangrva. Untuk selanjutnya, Bhineka
Tunggal Ika diangkat oleh bangsa Indonesia sebagai sesanti dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Runtuhnya
Sriwijaya dan Majapahit antara lain disebabkan belum adanya
kesepakatan bersama untuk menjadi satu kesatuan bangsa dan
kesatuan wilayah dalam satu kesatuan negara yang utuh.
Dalam perjuangan berikutnya, rasa kebangsaan mulai muncul
sejak tahun 1900-an yang ditandai lahirnya konsep baru dan modern.
Konsep baru dan modern ini berbeda prinsipnya, baik dasar maupun
tujuan keberadaannya dengan kerajaan tradisional sebelumnya.
Wujud konsep baru dan modern itu ialah lahirnya proklamasi
kemerdekaan dan proklamasi penegakan negara merdeka. Kehadiran
penjajah telah merapuhkan kebudayaan Nusantara karena pengaruh
budaya barat yang disebut Renaisance. Penjajahan mengakibatkan
penderitaan dan kepahitan yang sangat panjang, namun di sisi lain
menimbulkan semangat senasib sepenanggungan untuk bertekad
memerdekakan diri yang merupakan awal semangat kebangsaan yang
diwadahi dalam organisasi Budi Utomo (20 Mei 1908), yang sekarang
disebut Kebangkitan Nasional. Semangat inilah merupakan modal dari
konsepsi atau cara pandang kebangsaan atau Wawasan Kebangsaan
Indonesia yang dicetuskan dalam Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928)
yaitu satu nusa, satu bangsa, dan menjunjung tinggi bahasa nasional
Indonesia dan pada Kongres Pemuda 1928 untuk pertama kalinya lagu
Indonesia Raya dikumandangkan.
Dengan semangat kebangsaan tersebut, melalui perjuangan
berikutnya menghasilkan Proklamasi 17 Agustus 1945, yakni
Indonesia mulai menegara. Proklamasi kemerdekaan harus
dipertahankan dengan semangat persatuan yang esensinya adalah
mempertahankan persatuan bangsa Indonesia dan menjaga kesatuan
wilayah negara Republik Indonesia. Wilayah negara Republik
Indonesia merupakan warisan kolonial Belanda dengan batas
wilayah perairan ditentukan dan diakui berdasarkan Terriotoriale
Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) 1939 dengan batas
laut teritorial selebar tiga mil dari garis pangkal masing-masing
pulau. Dengan semangat undang-undang kolonial tersebut, Indonesia
secara politik dan ekonomi sangat dirugikan karena belum
terwujudnya tanah dan air sebagai satu kesatuan yang utuh.
b. Periode Tahun 1957 sampai dengan Tahun 1982
Melalui proses perjuangan yang panjang, Indonesia berhasil
mengubah batas wilayah perairan dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut,
melalui Deklarasi Djuanda (13 Desember 1957). Deklarasi tersebut
sekaligus merupakan kehendak politik Republik Indonesia dalam
menyatukan tanah dan air Republik Indonesia menjadi satu kesatuan
yaitu kesatuan wilayah Republik Indonesia. Sejak saat itu, kata
Nusantara resmi mulai digunakan dalam istilah Konsepsi Nusantara
sebagai nama Deklarasi Djuanda. Kata nusantara berasal dari kata
nusa yang berarti ‘pulau’ dan kata antara yang berarti ‘diapit oleh’
atau ‘berada di tengah-tengah’. Jadi, artinya adalah pulau-pulau yang
terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) serta dua samudra
(Pasifik dan Hindia).
Konsepsi Nusantara yang dilandaskan pada semangat
kekompakan mengacu pada konstelasi geografi Republik Indonesia
sebagai negara kepulauan dan dikukuhkan menjadi Undang-Undang
Nomor 4/Prp tahun 1960 yaitu :
a. Perairan Indonesia ialah laut wilayah Indonesia beserta perairan
pedalaman Indonesia.
b. Laut wilayah Indonesia ialah jalur laut 12 mil laut.
c. Perairan pedalaman Indonesia ialah semua perairan yang terletak
pada sisi dalam dari garis dasar, sebagaimana yang dimaksud
pada ayat 2.
Konsepsi Nusantara mengilhami masing-masing angkatan
untuk mengembangkan wawasan berdasarkan matranya masing-
masing yang terdiri dari Wawasan Benua Angkatan Darat RI,
Wawasan Bahari Angkatan Laut RI, Wawasan Dirgantara Angkatan
Udara RI. Untuk menghindari berkembangnya wawasan masing-
masing yang tidak menguntungkan karena mengancam kekompakan
ABRI disusunlah wawasan Hamkamnas yang terpadu dan
terintegrasi sebagai hasil seminar Hankam I tahun 1966 yang diberi
nama Wawasan Nusantara Bahari yang terdiri dari : Wawasan
Nusantara merupakan konsepsi dalam memanfaatkan konstelasi
geografi Indonesia yang memerlukan keserasian antara Wawasan
Bahari, Wawasan Dirgantara, dan Wawasan Benua sebagai
pengejawantahan segala dorongan (motives) dan rangsangan (drives)
dalam usaha mencapai aspirasi-aspirasi bangsa dan tujuan negara
Indonesia. Wawasan Bahari adalah wawasan masa depan yang
merupakan suatu pandangan satu aspek falsafah hidup suatu bangsa.
Penggunaan dan penguasaan lautan adalah mutlak untuk
perkembangan kesejahteraan dan kejayaan negara serta bangsa di
masa mendatang.
Pada Raker Hankam tahun 1967 diputuskan untuk
menamakan Wawasan Hankamnas sebagai Wawasan Nusantara.
Selanjutnya, pada November 1972, Lembaga Pertahanan Nasional
(Lemhanas) melakukan penelitian dan pengkajian segala bahan yang
dapat dengan mudah dipahami/diterima sebagai Wawasan Nasional.
Pada tahun 1973, Wawasan Nasional diangkat dalam Tap. MPR
Nomor IV/MPR/1973 tentang GBHN dalam bab II huruf E.
Perjuangan di dunia internasional untuk diakuinya wilayah
Nusantara sesuai dengan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957
merupakan rangkaian yang cukup panjang untuk memperoleh
pengukuhan atas asas negara kepulauan di forum internasional. Hal
ini dimulai sejak konferensi PBB tentang hukum laut pada tahun
1958, kemudian yang kedua tahun 1960 dan akhirnya pada
konferensi ketiga tahun 1982, pokok-pokok asas negara kepulauan
diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 82 (United Nations
Convention on the Law of the Sea)atau Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang Hukum Laut.
Oleh karena itu, wawasan kebangsaan atau Wawasan Nasional
Indonesia diwarnai oleh pengalaman sejarah yang menginginkan
tidak terulangnya lagi perpecahan dalam lingkungan bangsa dan
negara Indonesia yang akan melemahkan perjuangan dalam mengisi
kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional
sebagai hasil kesepakatan bersama.

Berdasarkan teori-teori tentang wawasan, latar belakang


filsafat, tinjauan kewilayahan, latar belakang sosial budaya, dan latar
belakang kesejarahan, telah terbentuk satu wawasan nasional
Indonesia yang disebut Wawasan Nusantara. Rumusan-rumusan
pengertian yang berkembang sampai saat ini adalah sebagai berikut :
Pertama, pengertian menurut naskah Lemhanas tahun 1982,
adalah Cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan
lingkungannya, di dalam eksistensinya yang sarwa nusantara serta
pemekarannya di dalam mengekspresikan diri di tengah-tengah
lingkungan nasionalnya.
Kedua, Pengertian Wawasan Nusantara berdasarkan naskah
pendukung GBHN 1993 yang dikeluarkan oleh Lemhanas adalah
sebagai berikut Cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan
lingkungannya, yang sarwa nusantara dalam dunia yang serba berubah,
berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 dengan
memperhatikan sejarah dan budaya serta dengan memanfaatkan
kondisi dan konstelasi geografinya, dalam upaya mencapai tujuan
nasionalnya dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional.
Ketiga, Pengertian Wawasan Nusantara berdasarkan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1993 dan 1998
tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, adalah sebagai berikut :
Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional yang
bersumber pada Pancasila dan berdasarkan Undang Undang Dasar
1945 yaitu cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri
dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Keempat, pengertian Wawasan Nusantara menurut kelompok
Kerja Lemhannas tahun 1997 untuk dijadikan masukan dalam
Rantap Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai berikut : Wawasan
Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia yang
bersumber pada Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945, bertolak dari pemahaman kesadaran dan keyakinan tentang diri
dan lingkungannya yang bhineka dan dinamis dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa, kesatuan wilayah yang utuh
menyeluruh serta tanggung jawab terhadap lingkungannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai
tujuan nasional.
Kelima, Pengertian Wawasan Nusantara menurut Prof. Dr.
Wan Usman (Ketua Program S-2 PKN-UI). Wawasan Nusantara
adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenal diri dan tanah
airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan
yang beragam. Hal tersebut disampaikan dalam waktu lokakarya
Wawasan dan Tannas di Lemhannas pada Januari 2000. Dijelaskan
pula bahwa Wawasan Nusantara menurut kelompok kerja wawasan
Nusantara merupakan geopolitik Indonesia.
Keenam, Pengertian Wawasan Nusantara menurut kelompok
kerja wawasan Nusantara untuk diusulkan menjadi Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dibuat Lemhannas tahun
1999 adalah sebagai berikut : Cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan
bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan
nasional.
Ketujuh, Pengertian Wawasan Nusantara berdasarkan hasil
rumusan sementara Pokja Wasantara Lemhannas yang disampaikan
pada lokakarya Kewiraan pada Maret tahun 2000 adalah sebagai
berikut : Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan yang tidak menghilangkan,
tetapi menghargai dan menghormati kebhinekaan di dalam setiap
aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Kedelapan, pengertian Wawasan Nusantara berdasarkan
naskah Wawasan Nusantara KSA VIII dan KRA XXXIII Lemhannas
tahun 2000 adalah sebagai berikut : Wawasan Nusantara adalah cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri yang serba
beragam dan lingkungan yang serba berubah serta bernilai strategis
dengan mengutamakan persatuan bangsa, kesatuan wilayah, namun
tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam setiap
kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Semua rumusan pengertian tersebut didasarkan pada
pemahaman geopolitik Indonesia dan tidak menganut paham perang
bangsa Indonesia sehingga tidak akan bersifat ekspansionis. Bangsa
Indonesia justru mengutamakan persatuan bangsa dan kesatuan
wilayah Nusantara guna terciptanya kehidupan dunia internasional
yang damai dan harmonis.

1. Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Nasional Indonesia


Sebagai bangsa majemuk yang telah menegara, bangsa
Indonesia dalam membina dan membangun/menyelenggarakan
kehidupan nasional, baik aspek politik, ekonomi, sosial budaya,
maupun hankam selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa serta kesatuan wilayah. Untuk itu, dalam membina dan
menyelenggarakan tata kehidupan bangsa dan negara dalam semua
aspek tersebut disusun hubungan timbal balik antara falsafah, cita-
cita dan tujuan nasional, kondisi sosial budaya serta pengalaman
sejarah yang menumbuhkan kesadaran tentang kemajemukan dan
kebhinekaan serta mengutamakan persatuan dan kesatuan.
Gagasan untuk menjamin persatuan dan kesatuan dalam
kebhinekaan tersebut merupakan cara pandang bangsa Indonesia
tentang diri dan lingkungannya, yang dikenal dengan istilah
Wawasan Kebangsaan atau Wawasan Nasional Indonesia yang diberi
nama Wawasan Nusantara disingkat Wasantara.
Dari sekian banyak pengertian di atas, maka pengertian yang
digunakan sebagai tujuan pokok ajaran dasar Wawasan Nusantara
ialah pengertian Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia,
yaitu cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenal diri dan
lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap
menghargai dan menghormati kebhinekaan setiap aspek kehidupan
nasional untuk mencapai tujuan nasional.
2. Landasan Idiil : Pancasila
Pancasila telah diakui sebagai ideologi dan dasar negara yang
terumuskan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Pada
hakikatnya, Pancasila mencerminkan nilai-nilai keseimbangan,
keserasian, keselarasan, persatuan dan kesatuan, kekeluargaan,
kebersamaan, dan kearifan dalam membina kehidupan nasional.
Perpaduan nilai-nilai tersebut mampu mewadahi kebinekaan seluruh
aspirasi bangsa Indonesia. Pancasila merupakan sumber motivasi bagi
perjuangan seluruh bangsa Indonesia dalam tekadnya untuk secara
beradat dan mandiri menata kehidupan di dalam negara kesatuan
Republik Indonesia. Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa, dan
dasar negara mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para
penyelenggara, para pimpinan pemerintahan, dan seluruh rakyat
Indonesia. Pengejawantahan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara diaktualisasikan dengan
mensyukuri segala anugerah baik dalam wujud konstelasi dan posisi
geografi maupun segala isi dan potensi yang dimiliki wilayah
Nusantara, untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi peningkatan
harkat, martabat bangsa, dan negara Indonesia dalam pergaulan
antarbangsa. Hal-hal tersebut menimbulkan rangsangan dan dorongan
bangsa Indonesia untuk membina dan mengembangkan segala aspek
dan dimensi kehidupan nasionalnya secara dinamis, utuh, dan
menyeluruh agar mampu mempertahankan identitas, integritas, dan
kelangsungan hidup serta pertumbuhannya dalam perjuangan
mewujudkan cita-cita nasional. Setelah menegara dalam
menyelenggarakan kehidupan nasionalnya bangsa Indonesia didorong
oleh motivasi untuk mencapai tujuan nasional dalam rangka
mewujudkan cita-cita nasional dihadapkan pada lingkungannya yang
serba berubah. Bangsa Indonesia merasa perlu memiliki cara pandang
atau wawasan nasional atau wawasan kebangsaan yang disebut
Wawasan Nusantara yang akan menjamin dari bahaya penyesatan dan
penyimpangan. Wawasan Nusantara pada hakikatnya merupakan
pancaran dari falsafah Pancasila yang ditetapkan dalam kondisi nyata
bangsa Indonesia.
Dengan demikian, Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia
telah dijadikan landasan idiil dan dasar negara sesuai dengan apa
yang tercantum pada pembukaan UUD 1945, sudah seharusnya dan
sewajarnyalah kalau Pancasila menjadi landasan idiil Wawasan
Nusantara.

3. Landasan Konstitusional : UUD 1945


Undang Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi dasar yang
menjadi pedoman pokok dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Berdasarkan hal itu bangsa Indonesia
bersepakat bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik dan bekedaulatan rakyat yang dilakukan
sepenuhnya oleh MPR. Oleh karena itu, negara mengatasi segala
macam paham, golongan, kelompok, dan perseorangan, serta
menghendaki persatuan dan kesatuan dalam segenap aspek dan
dimensi kehidupan nasional. Artinya, kepentingan negara dalam
berbagai aspek dan perwujudannya lebih diutamakan daripada
kepentingan golongan, kelompok, dan perseorangan berdasarkan
atas aturan, hukum, dan perundang-undangan yang berlaku yang
memperhatikan hak asasi manusia (HAM), aspirasi masyarakat, dan
kepentingan daerah yang berkembang saat itu.
Bangsa Indonesia menyadari bahwa bumi, air dan dirgantara di
atasnya serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. Oleh karena itu, bangsa Indonesia bertekad mendayagunakan
segenap kekayaan alam, sumberdaya, serta seluruh potensi nasional
yang dikelola berdasarkan kebijaksanaan yang terpadu, seimbang,
serasi, dan selaras untuk mewujudkan kesejahteraan dan keamanan
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah yang tetap
memperhatikan kepentingan daerah penghasil secara proporsional
dalam keadilan. Dengan demikian, UUD 1945 seharusnyalah dan
sewajarnyalah menjadi landasan konstitusional Wawasan Nusantara
yang merupakan cara pandang bangsa Indonesia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Wawasan Nusantara sebagai konsep persatuan dan kesatuan


bangsa mempunyai tujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di
segala bidang/aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih
mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan orang per
orang, kelompok, golongan, suku, dan daerah. Nasionalisme yang
tinggi di segala bidang/aspek kehidupan demi terwujudnya tujuan
nasional merupakan pancaran makin meningkatnya rasa kebangsaan,
faham kebangsaan, dan semangat kebangsaan.
Hal tersebut merupakan kesatuan yang utuh dalam jiwa bangsa
Indonesia sebagai hasil pemahaman dan penghayatan Wawasan
Nusantara yang menjadi landasan visi bangsa Indonesia.
Rasa Kebangsaan adalah kesadaran berbangsa yang mekar
secara alamiah dalam diri orang seorang karena kebersamaan sosial
yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah dan aspirasi perjuangan.
Paham Kebangsaan adalah rasionalisasi rasa kebangsaan, yaitu
pikiran-pikiran rasional tentang hakikat dan cita-cita kehidupan dan
perjuangan yang menjadi ciri khas bangsa itu.
Semangat kebangsaan adalah rasa dan paham kebangsaan
secara bersama akan menumbuhkan semangat kebangsaan, yang
merupakan tekad sejati seluruh masyarakat bangsa itu untuk
membela dan rela berkorban bagi kepentingan bangsa dan negara
Selain itu, Wawasan Nusantara mempunyai tujuan ke dalam
dan ke luar. Tujuan ke dalam ditujukan bagi kepentingan bangsa
Indonesia, sedangkan tujuan ke luar ditujukan kepada kesadaran
bangsa Indonesia sebagai anggota masyarakat internasional.
1. Tujuan Wawasan Nusantara ke dalam, yaitu terwujudnya
kesatuan aspek kehidupan nasional. Di dalam aspek kehidupan
nasional terdapat aspek alamiah dan aspek sosial.
a. Aspek alamiah meliputi tiga (Trigatra) yaitu :
1) gatra kondisi geografis,
2) gatra keadaan dan kekayaan alam, dan
3) gatra keadaan dan kemampuan penduduk.
b. Aspek sosial terdiri lima (Pancagatra) yaitu :
1) gatra ideologi,
2) gatra politik,
3) gatra ekonomi,
4) gatra sosial budaya, dan
5) gatra pertahanan dan keamanan.
Dengan demikian, dalam kehidupan nasional terdapat
delapan aspek yang harus semuanya diwujudkan. Dengan
perkataan lain, kedelapan aspek kehidupan tersebut merupakan
satu kesatuan yang utuh.
2. Tujuan Wawasan Nusantara ke luar, yaitu ikut serta mewujud-
kan kesejahteraan, ketertiban, dan perdamaian seluruh umat
manusia di dunia.

Sebagai cara pandang bangsa dan negara Indonesia yang


berdasar Pancasila dan UUD 1945 serta sebagai dinamika politik
kenegaraan maupun gejala sosial, Wawasan Nusantara mengandung
tiga unsur pokok, yaitu wadah (countour), isi (content), dan tata laku
(conduct).
1. Wadah
Pengertian wadah dalam hal ini adalah ruang hidup yang
memiliki batas dan wujud.
a. Batas dan Wujud
Wawaan Nusantara mewujudkan diri dalam bentuk Nusantara
yang manunggal secara bulat dan utuh. Untuk membahas batas dan
wujud ini perlu diingat bahwa asas wilayah negara kita adalah asas
negara kepulauan (archipelagic state).
Dalam konsepsi berpikir atau paradigma Nusantara, negara
kepulauan adalah sebagai berikut.
1) Pulau dan perairanya merupakan satu kesatuan yang utuh.
2) Lautan diseraki pulau atau perairan sebagai unsur pokok, bukan
daratan.
Jadi, Nusantara adalah laut yang diseraki atau ditebari pulau-
pulau, bukan rangkaian pulau-pulau dalam laut.
Adapun batas negara kepulauan adalah sebagai berikut.
1) Adanya garis dasar yang menghubungkan titik terluar dari
pulau–pulau terluar.
2) Sejauh atau seluas dua belas mil dari garis dasar merupakan laut
teritorial.
3) Sejauh atau seluas dua ratus mil dari garis dasar merupakan
zona ekonomi eksklusif.
Jadi, Indonesia mengartikan Nusantara sebagai satu kesatuan
wilayah yang utuh yang batas-batasnya didasarkan pada asas negara
kepulauan.
Dengan demikian Wawasan Nusantara memiliki dua arti, yaitu
(1) ke dalam, wujud, sifat dan ciri Nusantara adalah sebagai satu
kesatuan wilayah laut dengan gugusan pulau-pulau di dalamnya.
Antara pulau dan laut merupakan satu kesatuan yang utuh; (2) ke
luar, Nusantara terletak di antara dua benua dan dua samudera,
ditengah-tengah dunia (katulistiwa) sehingga posisinya berada di
persimpangan jalan dunia (disebut juga posisi silang).
Berkaitan dengan itu, posisi silang ternyata mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan sosial bangsa, yaitu:
a) negara-negara besar berusaha menanamkan pengaruh di bidang
politik dan ideologi. Kalau ini terjadi, maka akan memengaruhi
bangsa dan negara Indonesia yang mengarah pecahnya
persatuan dan kesatuan di bidang politik maupun ideologi
nasional;
b) adanya kekayaan yang melimpah, tenaga kerja yang banyak dan
murah, merupakan pasar yang luas bagi hasil industri modern
yang bagi negara-negara tertentu merupakan daya tarik
tersendiri. Bagi bangsa Indonesia hal itu dapat menguntungkan,
tetapi juga bisa menjadi salah satu sumber ancaman;
c) posisi silang menyebabkan Nusantara menjadi lintasan
pengaruh sosial budaya dari berbagai penjuru. Karena sikap
terbuka Indonesia terhadap pengaruh luar dan kemampuan
adaptasinya yang sangat cepat, maka pengaruh-pengaruh itu
masuk tanpa adanya rintangan;
d) hubungan antarbangsa selalu dilandasi adanya kepentingan
negara masing-masing. Apabila suatu negara merasa
kepentingannya terancam, maka negara yang bersangkutan
akan mengambil langkah/tindakan apa saja untuk membela
kepentingan nasionalnya. Tidak peduli apakah langkah itu akan
menimbulkan kerugian/korban di pihak lain sehingga
menimbulkan ketegangan antar bangsa. Nusantara yang terletak
pada posisi silang itu secara langsung atau tidak akan menerima
akibatnya, baik bersifat hambatan, gangguan, maupun ancaman.
Hal ini jelas akan mengganggu dan merugikan pembangunan
maupun stabilitas nasional.
Sehubungan dengan beberapa konsekuensi negatif di atas,
maka agar dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, bangsa
Indonesia harus cukup kuat lahir dan batin serta harus dapat
bersikap bebas aktif. Hal ini berarti, bahwa bangsa Indonesia harus
memiliki kemampuan untuk mengelola, memanfaatkan, dan
mengendalikan segala kekuatan yang melintasinya.
Sifat pokok Wawasan Nusantara ialah kesatuan dan persatuan
di bidang wilayah, bangsa, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya,
psikologi, pertahanan keamanan.
Di samping itu, Wawasan Nusantara harus berkeseimbangan,
artinya berimbang antara dunia dan akhirat, antara jiwa dan pikiran,
antara mental dan spiritual, serta antara peri kehidupan darat, laut,
dan udara.
b. Tata Susunan Pokok/Inti Organisasi
Sarana untuk mengetahui tata susunan pokok/inti organisasi
suatu negara ialah undang-undang dasar (UUD). Dengan demikian,
tata organisasi negara Indonesia tercantum di dalam UUD 1945 yang
menyangkut :
1) Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
republik. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawarahan Rakyat (MRR).
2) Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan
UUD 1945.
3) Sistem pemerintahan diatur UUD 1945 sebagai berikut .
Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum dan tidak
berdasarkan atas kekuasaan; pemerintahan dibentuk dan
bekerja berdasarkan sistem konstitusi dan tidak berdasarkan
kekuasaan yang tidak terbatas.
4) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai kedudukan kuat,
tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Anggota DPR merangkap
sebagai anggota MPR.

c. Tata Kelengkapan Organisasi


Agar tujuan nasional dapat tercapai, maka diperlukan tata
kelengkapan organisasi sebagai berikut.
1) Adanya kesadaran politik dan kesadaran bernegara harus
dimiliki oleh seluruh masyarakat, partai politik, golongan dan
organisasi massa, organisasi profesi, dan fungsional, serta
seluruh aparatur negara dan pemerintah.
2) Adanya lembaga-lembaga rakyat seperti Lembaga Masyarakat
Desa (LMD), lembaga pendidikan, media massa yang harus
menjadi media efektif dalam membina dan mewujudkan
demokrasi Pancasila dalam berbagai kegiatan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

2. Isi
Cita-cita Wawasan Nusantara selaras dengan cita-cita bangsa
Indonesia yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.
Berdasarkan kesadaran terhadap letak negara pada posisi silang,
Wawasan Nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan manusia
Indonesia dalam eksistensinya yang meliputi dua komponen dasar
yang terpadu, yaitu cita-cita dan asas sebagai berikut.
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
b. Asas yang berciri manunggal, utuh menyeluruh, mengarah kepada
persatuan dan kesatuan serta keserasian dan keseimbangan
antarsegenap aspek kehidupan nasional.
Aspek kehidupan nasional itu tertuang ke dalam enam asas,
yaitu
1) satu kesatuan ruang wilayah, dalam arti satu wadah bangsa
Indonesia yang sarwa nusantara; satu kesatuan perairan, darat,
dan dirgantara dengan keterpaduan segala anugerah Tuhan
Yang Maha Esa serta sistem kelestarian lingkungan hidup dalam
rangka menjamin kelangsungan hidup bangsa; satu sistem
dalam penanggulangan bencana alam dan malapetaka;
2) satu kesatuan politik, dalam arti satu UUD dan politik
pelaksanaannya; satu ideologi dan identitas nasional;
3) satu kesatuan sosial budaya, dalam arti satu bentuk perwujudan
budaya nasional atas dasar Bhineka Tunggal Ika; satu tertib
sosial dan tertib hukum;
4) satu kesatuan ekonomi, dalam arti satu tata ekonomi
berdasarkan atas asas usaha bersama dan azas kekeluargaan;
satu pembinaan sistem ekonomi yang terpadu, seimbang, serasi,
serta sekaligus menghilangkan dualisme dalam perekonomian
Indonesia, yaitu antara sektor tradisional dan formal;
5) satu kesatuan pertahanan keamanan, dalam arti satu sistem
pertahanan dan keamanan, yaitu sishankamrata yang terpadu,
serasi, dan seimbang; satu sistem pembinaan ketertiban umum
dan ketertiban masyarakat sebagai prasyarat yang mendukung
ketahanan nasional;
6) pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya pada seluruh
aspek dan dimensi kehidupan, yaitu wilayah bagi seluruh bangsa
Indonesia.

3. Tata Laku
Unsur tata laku Wawasan Nusantara dapat dibedakan sebagai
tata laku batiniah dan tata laku lahiriah. Tata laku batiniah berwujud
sebagai landasan falsafah dan sikap mental bangsa serta dipengaruhi
juga oleh kondisi lingkungan hidupnya. Tata laku lahiriah terlihat
pada tata laksana yang mencakup tata perencanaan, tata
pelaksanaan, dan tata pengawasan. Tata laku tersebut berupa
penerapan UUD 1945 berdasarkan Wawasan Nusantara yang
melahirkan ketahanan nasional yang tangguh.
Baik letak/kondisi geografis maupun pembangunan yang
sedang berlangsung, mengakibatkan perubahan-perubahan yang
sering membawa dampak negatif terhadap kehidupan. Perkenalan
dengan kebudayaan lain melalui berbagai cara sering menimbulkan
perubahan dan pergeseran nilai-nilai budaya. Dalam menanggapi
pengaruh kebudayaan asing itu, seperti telah kita lihat, masyarakat
selama ini kurang selektif. Masyarakat kurang dapat memilih dan
memilah budaya mana yang diperlukan dan atau cocok dengan
kepribadian. Selain itu, pembangunan yang dilaksanakan dalam
bidang ekonomi dapat menyebabkan manusia menjadi materialistis
dan individualistis.

Wawasan Nusantara merupakan cara pandang bangsa Indonesia


terhadap diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang
Undang Dasar 1945. Wawasan Nusantara juga merupakan sumber
utama dan landasan yang kuat dalam menyelenggarakan kehidupan
nasional sehingga Wawasan Nusantara dapat disebut juga sebagai
wawasan nasional dan merupakan landasan ketahanan nasional.
Untuk mencapai tujuan dan cita-cita nasional, harus dilakukan
usaha nyata yang disebut pembangunan nasional. Dalam hal ini,
Wawasan Nusantara merupakan pola pikir dan sekaligus pola tindak
dalam melaksanakan pembangunan nasional. Oleh karena itu, di
dalam GBHN, Wawasan Nusantara ditetapkan sebagai pola dasar
pembangunan nasional. Dengan demikian, Wawasan Nusantara
digunakan sebagai Wawasan Pembangunan Nasional.
Asas Nusantara juga menetapkan batas-batas wilayah
Nusantara atau batas negara kepulauan (Archipelagic state). Dengan
demikian Wawasan Nusantara digunakan sebagai Wawasan Wilayah.
Tata kehidupan berbangsa dan bernegara harus dituangkan ke
dalam hukum nasional. Dengan demikian di wilayah Nusantara
terdapat satu hukum nasional yang mengayomi seluruh warga
negara, bangsa, dan pemerintah penyelenggara negara yang
didasarkan pada pola pikir Wawasan Nusantara. Di dalam konteks
ini, Wawasan Nusantara digunakan sebagai Wawasan Hukum
Nasional.
Untuk melindungi seluruh bangsa Indonesia dan tanah air
Indonesia, perlu disusun sistem pertahanan dan keamanan negara
yang berpola pikir Wawasan Nusantara. Dalam konteks ini, Wawasan
Nusantara digunakan sebagai Wawasan Hankam.
Uraian di atas memberikan gambaran tentang wajah Wawasan
Nusantara sebagai berikut.

1. Wawasan Nasional  KetahananNasional


2. Wawasan Pembangunan  Pola Dasar Bangnas
Wawasan Nasional (GBHN)
Nusantara 3. Wawasan Kewilayahan  Hukum Laut PBB
(Archipelagic State)
4. Wawasan Hankam  Sishankamnas
Wawasan Hankam

Berdasarkan pada gambaran di atas, Wawasan Nusantara harus


selalu menjadi landasan dalam setiap perencanaan, pelaksanaan, dan
pengembangan dalam tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
a. Wawasan Nusantara dijadikan pegangan dalam menentukan sikap
dan tindakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
b. Bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan
kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang
hidup, dan kesatuan matra seluruh bangsa menjadi modal dan
milik bersama bangsa Indonesia.
Sehubungan dengan itu, masalah yang paling penting dan
mendasar sekarang ini adalah bagaimana kita membina,
mengamankan, dan memanfaatkan kebulatan wilayah nasional
sebagai satu kesatuan yang utuh dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut.
a. Mencegah masuknya paham atau ideologi yang dapat mem-
pengaruhi cara berpikir dalam kehidupan kita bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Meskipun kita semua telah sepakat
bahwa Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bukanlah suatu
jaminan bahwa ideologi lain tidak masuk ke Indonesia. Pada era
globalisasi (kesejagatan) komunikasi melalui berbagai media
berjalan makin intensif dan cepat. Komunikasi langsung
antarbangsa juga terjadi melalui berbagai aktivitas kerja sama.
Hal tersebut akan membawa pengaruh kepada kondisi bangsa.
b. Mencegah segala bentuk aspirasi politik yang bersifat dan
mengarah kepada disintegrasi/separatisme bangsa. Persatuan
dan kesatuan maupun kepentingan nasional harus diletakkan di
atas kepentingan pribadi, kelompok, golongan, atau daerah.
Aspirasi daerah, kelompok atau golongan boleh berkembang,
tetapi dalam kerangka persatuan Indonesia atau Wawasan
Nusantara. Pola pikir dua arah (keseimbangan) antar-
Pemerintah Pusat dan Daerah perlu diterapkan. Sejarah telah
memberikan pelajaran kepada kita bahwa salah satu alasan
munculnya pemberontakan PRRI/Pemersta adalah karena tidak
adanya kompromi antara aspirasi pusat dan daerah. Konsep dan
penerapan pemerataan pembangunan daerah, persamaan
kesempatan, dan pemerataan kesempatan dalam pembangunan
menunjukkan relevansinya di sini.
c. Karena dua pertiga wilayah Nusantara berupa perairan, maka
perlu ditumbuhkembangkan budaya kelautan di kalangan
generasi muda. Kehdupan penduduk Indonesia umumnya
berorientasi di darat dan hanya sedikit yang mencari kehidupan
di laut. Padahal, potensi kehidupan di darat dipastikan akan
terus berkurang sehingga suatu saat tidak dapat memenuhi
kebutuhan mayoritas rakyat Indonesia. Di sisi lain, sumber daya
laut, kekayaan nabati, hewani, mineral, merupakan energi tak
terhingga apabila dapat kita kelola dan lestarikan.
Di sinilah relevansinya kita mengembangkan budaya kelautan.
Jangan sampai lagu Nenek Moyangku Orang Pelaut tidak kita
warisi dan hanya menjadi catatan sejarah. Selain itu, sudah
saatnya kita memperhatikan ke luar Pulau Jawa, karena Pulau
Jawa sudah sangat padat penduduknya dan suatu saat daya
dukungnya untuk kehidupan akan berkurang. Sebaliknya pulau-
pulau di luar Jawa dengan perairannya sungguh kaya sumber
potensi alamnya, tetapi sangat langka tenaga terampil yang
mampu mengelolanya. Di sinilah relevansinya program
transmigrasi dan semangat kebaharian bagi generasi muda
sebagai pewaris masa depan bangsa. Mereka perlu dibekali
pengetahuan dan ketrampilan teknologi kelautan.
d. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang diikat oleh
semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kebinekaan itu merupakan
kekayaan sekaligus sebagai sumber kerawanan. Masalah SARA
(suku, agama, ras dan antargolongan/aliran) merupakan masalah
yang sangat peka. Oleh karena itu perlu ditumbuhkembangkan
kepada seluruh masyarakat Indonesia adanya kesadaran hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta adanya budaya
toleransi.
e. Negara Indonesia adalah negara hukum, bukan negara
kekuasaan. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun warganegara,
pejabat negara, maupun lembaga negara yang berada di atas
hukum nasional. Jadi, tidak ada orang yang kebal hukum atau
juga tidak ada warga negara kelas satu dan sebagainya. Hukum
harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
f. Pembangunan nasional pada hakikatnya untuk menciptakan
kemakmuran (kesejahteraan) dan ketenangan (keamanan).
Sumber-sumber perekonomian harus dikelola sesuai dengan
amanat Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945. Tidak ada
penguasaan/dominasi sumber-sumber perekonomian oleh
perseorangan atau suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu,
harus diciptakan persamaan dan pemerataan kesempatan bagi
seluruh rakyat. Ekonomi dikelola dengan semangat kekeluargaan.
Kemiskinan dan kebodohan harus dilenyapkan. Kalau
pengelolaan sumber-sumber perekonomian tidak diatur dengan
baik, maka akan menjadi sumber konflik yang akan mengarah
kepada disintegrasi bangsa yang jelas merugikan bangsa
Indonesia. Dengan demikian, hal-hal yang harus dihindarkan
adalah etatisme, monopoli, oligopoli, persaingan bebas, korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
g. Pejabat negara, pejabat pemerintah dan birokrasi harus benar-
benar berfungsi melayani sekaligus mengayomi masyarakat.
Usaha menciptakan pemerintahan dan birokrasi yang bersih dan
berwibawa harus sungguh-sungguh ditangani. Konsep Abdi
Negara, Abdi Masyarakat harus benar-benar ditanamkan,
dihayati, dan diamalkan. Abdi negara, abdi masyarakat pada
hakikatnya adalah pelayan negara dan masyarakat sehingga para
pejabat harus selalu berusaha dapat melayani masyarakat
dengan pelayanan yang sebaik-baiknya.
Itulah beberapa butir yang perlu kita terapkan dalam
pengamalan Wawasan Nusantara di dalam hidup dan kehidupan kita
sebagai suatu bangsa.

1. Wawasan nasional suatu bangsa dibentuk dan dijiwai oleh


paham kekuasaan dan geopolitik yang dianutnya, jelaskan tiga
paham kekuasaan tersebut !
2. Sebutkan teori geopolitik yang ada, bagaimana pandangan
geopolitik bagi bangsa Indonesia, jelaskan !
3. Jelaskan posisi silang Indonesia dalam aspek sosial !
4. Kapan deklarasi Djuanda diumumkan, apa isinya?, jelaskan!
5. Jelaskan latar belakang filosofis Wawasan Nusantara ditinjau
dari latar belakang pemikiran aspek kewilayahan !
6. Apa ajaran dasar Wawasan Nusantara ?, Jelaskan !
7. Mengapa TZMKO tahun 1939 merugikan bangsa Indonesia ?
Jelaskan !
8. Apa yang dimaksud dengan ZEEI dan landas kontinen, Jelaskan !
9. Bagaimana implementasi Wawasan Nusantara dalam sikap dan
perbuatan ?, Jelaskan !
10. Jelaskan unsur dasar Wawasan Nusantara !
III
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan
mampu menjelaskan :
1. konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia;
2. ciri-ciri Ketahanan Nasional Indonesia;
3. asas-asas Ketahanan Nasional Indonesia,
4. Ketahanan Nasional Indonesia dari aspek alamiah (Trigatra);
5. Ketahanan Nasional Indonesia dari aspek sosial (Pancagatra);
6. interrelasi dan interdependensi aspek alamiah dan aspek sosial.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara


khususnya dalam upaya mencapai tujuan nasional, setiap bangsa
secara terus-menerus berinteraksi dengan lingkungannya.
Lingkungan tersebut meliputi lingkungan alamiah maupun
lingkungan sosial dan lingkungan dalam negeri maupun lingkungan
luar negeri atau sering dinamakan lingkungan regional, nasional,
maupun internasional.
Proses interaksi dengan lingkungan dapat menimbulkan
dampak yang menguntungkan dan merugikan. Dampak yang
menguntungkan akan dapat mendorong dan memperkuat laju
pencapaian tujuan nasional. Sebaliknya, dampak yang merugikan
berupa ancaman-ancaman akan menghambat pencapaian tujuan
nasional. Bahkan apabila intensitasnya tinggi, ancaman-ancaman
tersebut akan membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan
negara. Oleh karena itu, guna menghadapi segala bentuk ancaman
dalam rangka kelangsungan hidup bangsa dan negara serta dalam
upaya pengembangan hidup bangsa, kita memerlukan ketahanan
nasional yang tinggi.
Untuk dapat mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia
diperlukan adanya kemampuan, keuletan, dan ketangguhan bangsa
dalam menghadapi ancaman melalui pembinaan dan penggunaan
kemampuan atau kekuatan yang berpangkal pada pendekatan abstrak
atau nonfisik yang bersifat persuasif sesuai dengan ajaran Pancasila
dan UUD 1945 serta berpedoman kepada Wawasan Nusantara.
Berdasarkan pertimbangan di atas, dalam penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia dalam rangka mencapai
tujuan nasioanal diperlukan penerapan Konsepsi Ketahanan Nasional.
Konsepsi Ketahanan Nasioanal mengandung unsur esensial berupa
keuletan dan ketangguhan. Konsepsi ini telah diterapkan oleh bangsa
Indonesia sejak masa lampau dan penerapannya sekarang disesuaikan
dengan tuntutan dan tantangan zaman.
Kehidupan bangsa Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945 tidak luput dari berbagai gejolak dan ancaman di
dalam negeri maupun luar negeri yang membahayakan kelangsungan
hidup bangsa dan negara. Sungguhpun demikian, bangsa dan negara
Indonesia selain telah mampu mempertahankan kemerdekaan dan
kedaulatannya dari ancaman luar negeri, antara lain agresi militer
Belanda, juga telah mampu menegakkan wibawa pemerintah
terhadap gerakan separatis, pemberontakan PKI, DI/TII, bahkan
mampu merebut kembali Irian Jaya ke dalam negara kesatuan
Republik Indonesia.
Keadaan geopolitik dan geostrategi dengan posisi geografis,
potensi sumber kekayaan alam, jumlah dan kemampuan penduduk
yang dimilikinya telah menempatkan Indonesia menjadi ajang
persaingan kepentingan dan perebutan pengaruh antarnegara maju.
Hal tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan
memberikan dampak negatif terhadap segenap aspek kehidupan
sehingga dapat memengaruhi bahkan membahayakan kelangsungan
hidup dan eksistensi negara kesatuan Republik Indonesia.
Walaupun dihadapkan pada berbagai tantangan sebagaimana
dikemukakan di atas, negara kesatuan Republik Indonesia masih
tetap tegak berdiri sebagai suatu bangsa dan negara yang merdeka,
bersatu, dan berdaulat. Hal ini membuktikan bahwa bangsa
Indonesia memiliki keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan mengem-bangkan kekuatan nasional sehingga berhasil
mengatasi setiap bentuk tantangan, ancaman, hambatan, dan
gangguan dari mana pun datangannya. Dalam rangka menjamin
eksistensi bangsa dan negara di masa kini dan masa depan, bangsa
Indonesia harus tetap memiliki keuletan dan ketangguhan yang perlu
dibina secara konsisten dan berkelanjutan.
Negara kesatuan Republik Indonesia bukanlah merupakan
negara kekuasaan. Artinya, penyelenggaraan negara tidak didasarkan
atas kekuasaan semata sehingga membawa sistem dan pola
kehidupan politik yang totaliter, melainkan negara berdasarkan
hukum, yaitu kekuasaan dalam penyelenggaraaan negara diatur
menurut hukum yang berlaku. Adapun hukum sebagai pranata sosial
disusun bukan untuk kepentingan golongan atau perorangan,
melainkan untuk kepentingan seluruh rakyat dan bangsa. Dengan
demikian, negara dapat menjalankan fungsinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Di dalam UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis telah
tersurat bahwa kekuasaan pemerintah tidak bersifat absolut atau
tidak tak terbatas. Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sistem negara
bersifat demokratis yang tercermin dalam proses pengambilan
keputusan bersumber dan mengacu pada kepentingan dan aspirasi
rakyat dalam kehidupan nasional.
Kondisi kehidupan nasional merupakan pencerminan
ketahanan nasional yang didasari oleh landasan idiil Pancasila,
landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan visional Wawasan
Nusantara. Dengan demikian, ketahanan nasional merupakan kondisi
yang harus ada dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dalam wadah negara kesatuan Republik
Indonesia.

Untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama, suatu


bangsa senantiasa akan menghadapi berbagai tantangan, ancaman,
hambatan, dan gangguan dari mana pun datangnya, baik dari dalam
maupun dari luar. Untuk itu, diperlukan keuletan dan ketangguhan
yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan
nasional yang dinamakan ketahanan nasional. Konsepsi Ketahanan
Nasional Indonesia didasarkan pada landasan pemikiran sebagai
berikut.
1. Manusia Berbudaya
Sebagai mahluk Tuhan, manusia dapat dikatakan sebagai
mahluk yang paling sempurna karena memiliki naluri atau instink,
kemampuan berpikir, akal, budi, dan berbagai keterampilan sehingga
dinamakan manusia berbudaya. Manusia berbudaya senantiasa
berjuang untuk mempertahankan eksistensi, pertumbuhan dan
kelangsungan hidupnya. Berkaitan dengan hal ini, manusia senantiasa
berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya, baik material maupun
spiritual. Oleh karena itu, manusia berbudaya akan selalu mengadakan
hubungan-hubungan :
a. dengan Tuhan melahirkan agama;
b. dengan cita-cita melahirkan ideologi;
c. dengan kekuatan/kekuasaan, melahirkan politik;
d. dengan pemenuhan kebutuhan, melahirkan ekonomi;
e. dengan manusia, melahirkan sosial;
f. dengan rasa keindahan, melahirkan kesenian (budaya dalam arti
sempit);
g. dengan penguasaan/pemanfaatan fenomena alam melahirkan
ilmu pengetahuan dan teknologi;
h. dengan rasa aman, melahirkan pertahanan keamanan.
2. Tujuan Nasional, Falsafah Bangsa dan Ideologi Negara.
Tujuan Nasional menjadi pokok pemikiran dalam ketahanan
nasional karena suatu organisasi apa pun bentuknya, dalam proses
kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan akan selalu
berhadapan dengan masalah-masalah internal dan eksternal.
Demikian pula dengan negara dalam mencapai tujuannya. Oleh
karena itu, diperlukan kondisi yang siap untuk menghadapinya.
Selanjutnya, falsafah dan ideologi menjadi pokok pemikiran
karena dalam pencapaian tujuan nasional pasti akan ada masalah
yang dihadapi. Demikian pula pada falsafah dan ideologi negara. Hal
ini dapat dipahami dari makna falsafah dan ideologi negara dalam
Pembukaan UUD 1945.
a. Alinea Pertama bermakna bahwa merdeka adalah hak semua
bangsa dan penjajahan bertentangan dengan hak asasi manusia.
b. Alinea Kedua bermakna adanya masa depan yang harus diraih
atau dicita-citakan.
c. Alinea Ketiga bermakna sikap bangsa Indonesia yang percaya
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d. Alinea Keempat bermakna mempertegas tujuan yang harus
dicapai oleh bangsa Indonesia melalui wadah negara kesatuan
Republik Indonesia.
3. Wawasan Nasional
Untuk mencapai tujuan nasional, maka suatu bangsa dalam
menyelenggarakan kehidupan nasional harus memiliki pemikiran
landasan yang kokoh. Landasan tersebut berupa konsepsi pandangan
hidup yang tersusun berdasarkan hubungan dinamis antara cita-cita,
ideologi, aspek sosial budaya, kondisi geografis, dan faktor
kesejarahannya. Konsepsi pandangan hidup inilah yang dikenal
dengan nama wawasan nasional.
Manifestasi wawasan nasional Indonesia (Wawasan Nusantara)
itu ditentukan oleh kesejarahan, kondisi objektif dan subjektif,
kultural serta idealisme yang dijadikan aspirasi dalam eksistensinya
sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat. Wawasan
Nusantara ini memiliki identitas yang khas yang dapat menjiwai
setiap tindakan kebijakan bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan
nasional.

1. Pengertian Ketahanan Nasional


Ketahanan berasal dari kata bahasa Jawa tahan yang berarti
kuat, tangguh, ulet. Kata tersebut juga berarti dapat menguasai diri,
tidak mudah menyerah. Ketahanan berarti kekuatan, ketangguhan,
dan keuletan dalam kerangka kesadaran. Kata nasional berasal dari
kata bahasa Inggris nation yang berarti bangsa yang telah menegara.
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamik suatu bangsa yang
meliputi seluruh aspek kehidupan nasional yang terintegrasi dan
berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan
mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta ganguan baik
yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun
tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan
hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan
nasionalnya (Lemhannas, 1989).
Ketahanan nasional Indonesia adalah kondisi dinamis bangsa
Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang
terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam
menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan,
dan gangguan baik dari luar maupun dari dalam, dan untuk
menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan
negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasional.
Berdasarkan pengertian ketahanan nasional di atas, terdapat
istilah yang perlu dijelaskan agar dapat dipahami suatu pengertian
yang sama. Adapun istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut.
a. Keuletan adalah usaha terus-menerus secara giat dengan
kemauan yang keras di dalam menggunakan segala kemampuan
dan kecakapan untuk mencapai tujuan atau yang dicita-citakan.
b. Ketangguhan adalah kekuatan yang menyebabkan seseorang
atau sesuatu dapat bertahan kuat menderita atau kuat
menanggung beban.
c. Tantangan adalah suatu hal atau upaya yang bersifat atau
bertujuan menggugah kemampuan. Jadi, tantangan ini dapat
bermakna negatif atau positif.
d. Ancaman adalah suatu hal atau upaya yang bertujuan
mengubah dan merombak kebijaksanaan yang dilaksanakan
secara konsepsional.
e. Hambatan adalah suatu hal yang bersifat melemahkan atau
menghalangi secara tidak konsepsional yang berasal dari dalam
atau diri sendiri.
f. Gangguan adalah suatu hal atau usaha yang berasal dari luar
yang bertujuan melemahkan atau menghalangi secara tidak
konsepsional. Ancaman, hambatan, dan gangguan ini bersifat
negatif dengan kualitas dari berat ke ringan.
g. Integritas adalah kesatuan yang menyeluruh dalam kehidupan
nasional suatu bangsa, baik sosial, alamiah, potensi, maupun
fungsional.
h. Identitas adalah ciri khas suatu bangsa yang membedakan
dengan bangsa lain.
Dalam pengertian di atas, ketahanan nasional adalah kondisi
kehidupan nasional yang harus diwujudkan. Kondisi kehidupan
tersebut dibina secara dini, terus menerus, dan sinergik mulai dari
pribadi, keluarga, lingkungan, daerah, dan nasional yang bermodalkan
keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional. Proses kelanjutan untuk
mewujudkan kondisi tersebut dilakukan berdasarkan pemikiran
geostrategi berupa suatu konsepsi yang dirancang dan dirumuskan
dengan memperhatikan kondisi bangsa dan konstelasi geografi
Indonesia. Konsepsi itu dinamakan Konsepsi Ketahanan Nasional
Indonesia.
2. Pengertian Konsepsi Ketahanan Nasional
Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah konsepsi
pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang,
serasi, dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh,
menyeluruh, dan terpadu berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan
Wawasan Nusantara. Dengan kata lain, Konsepsi Ketahanan Nasional
Indonesia merupakan pedoman atau sarana untuk meningkatkan
(metode) keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dengan pendekatan
kesejahteraan dan keamanan (Lemhannas, 2000).
Kesejahteraan dapat digambarkan sebagai kemampuan bangsa
dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalnya
demi sebesar-sebesarnya untuk kemakmuran yang adil dan merata,
rohaniah dan jasmaniah. Adapun keamanan adalah kemampuan
bangsa untuk melindungi nialai-nilai nasionalnya terhadap ancaman
dari luar maupun dari dalam.

Ketahanan Nasional Indonesia memiliki ciri-ciri :


1. merupakan kondisi sebagai persyaratan utama bagi negara
berkembang;
2. difokuskan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
mengembangkan kehidupan;
3. diwujudkan sebagai kondisi dinamis bangsa yang berisi keuletan
dan ketangguhan bangsa untuk mengembangkan kekuatan
nasional;
4. tidak hanya untuk pertahanan, tetapi juga untuk menghadapi
dan mengatasi tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan,
baik yang datang dari luar maupun dari dalam, baik langsung
maupun tidak langsung;
5. didasarkan pada metode astagatra;
6. berpedoman kepada wawasan nasional;
7. pola umum operatifnya harus didasari oleh falsafah negara dan
wawasan nasional, dilaksanakan secara realistis dengan sikap
percaya pada diri sendiri.
Asas Ketahanan Nasional Indonesia adalah tata laku yang
didasari oleh nilai-nilai yang tersusun berlandaskan Pancasila, UUD
1945, dan Wawasan Nusantara. Asas-asas tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Asas Kesejahteraan dan Keamanan
Penyelenggaraan ketahanan nasional menggunakan asas
kesejahteraan dan keamanan. Antara kesejahteraan dan keamanan ini
dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan dan merupakan
kebutuhan manusia yang mendasar serta esensial, baik sebagai
perorangan maupun kelompok dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Penyelenggaraan kesejahteraan memer-
lukan tingkat keamanan tertentu, dan sebaliknya penyelenggaraan
keamanan memerlukan tingkat kesejahteraan tertentu. Tanpa
kesejahteraan dan keamanan, sistem kehidupan nasional tidak akan
dapat berlangsung karena pada dasarnya kesejahteraan dan
keamanan merupakan nilai intrinsik yang ada dalam kehidupan
nasional. Dalam realisasinya, kondisi kesejahteraan dan keamanan
dapat dicapai dengan menitikberatkan pada kesejahteraan, tetapi
tidak mengabaikan keamanan. Sebaliknya, prioritas diberikan kepada
keamanan, tetapi kesejahteraan tidak diabaikan. Baik kesejahteraan
maupun keamanan harus selalu ada dan berdampingan pada kondisi
apa pun. Dalam kehidupan nasional, tingkat kesejahteraan dan
keamanan nasional yang dicapai merupakan tolok ukur ketahanan
nasional.
2. Asas Menyeluruh Terpadu (Komprehensif Integral)
Sistem kehidupan nasional mencakup segenap aspek kehidupan
bangsa secara menyeluruh dan terpadu dalam bentuk perwujudan
persatuan dan perpaduan yang seimbang, serasi, dan selaras dari
seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dengan demikian, ketahanan nasional mencakup ketahanan segenap
aspek kehidupan bangsa secara utuh, menyeluruh, dan terpadu atau
komprehensif integral.
3. Asas Mawas ke Dalam dan Mawas ke Luar
Sistem kehidupan nasional merupakan perpaduan segenap
aspek kehidupan bangsa yang saling berinteraksi. Di samping itu,
sistem kehidupan nasional juga berinteraksi dengan lingkungan
sekelilingnya. Dalam proses interaksi tersebut dapat muncul
berbagai dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif. Untuk
itu diperlukan sikap mawas ke dalam dan mawas ke luar.
Mawas ke dalam bertujuan untuk menumbuhkan hakikat, sifat,
dan kondisi kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai kemandirian
yang proporsional untuk meningkatkan kualitas derajat kemandirian
bangsa yang ulet dan tangguh. Hal ini tidak berarti bahwa ketahanan
nasional mengandung sikap isolasi atau nasionalisme sempit.
Mawas ke luar bertujuan untuk dapat mengantisipasi dan ikut
berperan serta menghadapi dan mengatasi dampak lingkungan
strategis luar negeri serta menerima kenyataan adanya saling
interaksi dan ketergantungan dengan dunia internasional. Untuk
menjamin kepentingan nasional, kehidupan nasional harus mampu
mengembangkan kekuatan nasional agar dapat memberikan dampak
ke luar dalam bentuk daya tangkal dan daya tawar. Namun demikian,
interaksi dengan pihak luar diutamakan dalam bentuk kerja sama
yang saling menguntungkan.
4. Asas Kekeluargaan
Asas kekeluargaan mengandung keadilan, kearifan, keber-
samaan, kesetaraan, gotong-royong, tenggang rasa, dan tanggung
jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam asas ini diakui adanya perbedaan. Namun, perbedaan itu harus
dikembangkan secara serasi dalam hubungan kemitraan dan dijaga
agar tidak berkembang menjadi konflik yang bersifat antagonistik
yang saling menghancurkan.

Ketahanan Nasional memiliki sifat-sifat yang terbentuk dari


nilai-nilai yang terkandung dalam landasan asas-asasnya. Sifat-sifat
ketahanan nasional adalah sebagai berikut.
1. Mandiri, artinya ketahanan nasional bersifat percaya pada
kemampuan dan kekuatan sendiri dengan keuletan dan
ketangguhan yang mengandung prinsip tidak mudah menyerah
serta bertumpu pada identitas, integritas, dan kepribadian
bangsa. Kemandirian ini merupakan prasyarat untuk menjalin
kerja sama yang saling menguntungkan dalam perkembangan
global.
2. Dinamis, artinya ketahanan nasional tidaklah tetap, melainkan
dapat meningkat ataupun menurun bergantung pada situasi dan
kondisi bangsa dan negara, serta kondisi lingkungan
strategisnya. Hal ini sesuai dengan hakikat dan pengertian
bahwa segala sesuatu di dunia ini senantiasa berubah dan
perubahan itu senantiasa berubah pula. Oleh sebab itu, upaya
meningkatkan ketahanan nasional harus senantiasa
diorientasikan ke masa depan dan dinamikanya diarahkan untuk
pencapaian kondisi kehidupan nasional yang lebih baik.
3. Manunggal, artinya ketahanan nasional memiliki sifat integratif
yang diartikan terwujudnya kesatuan dan perpaduan yang
seimbang, serasi, dan selaras di antara seluruh aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
4. Wibawa, artinya ketahanan nasional sebagai hasil pandangan
yang bersifat manunggal dapat mewujudkan kewibawaan
nasional yang akan diperhitungkan oleh pihak lain sehingga
dapat menjadi daya tangkal suatu negara. Semakin tinggi daya
tangkal suatu negara, semakin besar pula kewibawaannya.
5. Konsultasi dan kerja sama, artinya ketahanan nasional
Indonesia tidak mengutamakan sikap konfrontatif dan
antagonis, tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuatan fisik
semata, tetapi lebih pada sikap konsultatif dan kerja sama serta
saling menghargai dengan mengandalkan pada kekuatan moral
dan kepribadian bangsa.

Berdasarkan konsepsi ketahanan nasional, seluruh aspek


kehidupan nasional tercermin dalam sistematika Astagatra (delapan
aspek) yang terdiri dari tiga aspek alamiah (Trigatra) dan lima aspek
sosial (Pancagatra). Aspek alamiah meliputi geografi, kekayaan alam,
dan kependudukan, sedangkan aspek sosial meliputi ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
1. Ketahanan Nasional Indonesia dari Aspek Alamiah
(Trigatra)
Aspek alamiah (trigatra) merupakan aspek-aspek suatu negara
yang sudah melekat pada negara itu. Oleh sebab itu, unsur-unsurnya
tidak sama dalam setiap negara. Aspek-aspek tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut.
a. Aspek Geografi
Geografi suatu negara adalah segala sesuatu yang terdapat
pada permukaan bumi. Hal itu dapat dibedakan antara hasil proses
alam dan hasil ulah manusia yang memberikan gambaran tentang
karateristik wilayah ke dalam maupun ke luar. Bentuk ke dalam
menampakkan corak, wujud, isi, dan tata susunan wilayah negara,
sedangkan bentuk ke luar menampakkan situasi dan kondisi
lingkungan serta hubungan timbal balik antara negara dengan
lingkungannya. Geografi ini mempunyai unsur-unsur yang sangat
memengaruhi isi secara fisik maupun nonfisik.
Baik bentuk ke dalam maupun bentuk ke luar, geografi
merupakan wadah dan ruang hidup bangsa sekaligus memengaruhi
isi dan kehidupan bangsa. Sebaliknya, suatu bangsa dapat
memengaruhi lingkungannya sehingga menimbulkan pengaruh
timbal balik antara bangsa dengan lingkungan alamnya. Sebagai
wadah suatu bangsa dengan wilayah nasional tertentu yang
membedakan dari negara lain serta memberikan kemungkinan
berlangsungnya peri kehidupan nasional, negara tidak dapat lepas
dari pengaruh karakteristik geografinya. Letak dan pembatasan
geografi wilayah negara harus jelas. Geografi ini merupakan wadah
dan ruang hidup bangsa yang meliputi wilayah darat, laut, udara,
atmosfir, dan ruang angkasa yang dapat mengalami perkembangan.
Dalam rangka menjamin kepentingan nasional negara dan
kepentingan masyarakat bangsa, wilayah negara diatur dalam
ketentuan-ketentuan nasional dan internasional dalam hal khusus,
baik sebagai hukum internasional, perjanjian-perjanjian, maupun
keputusan-keputusan pengadilan internasional.
Berdasarkan karakter geografi, setiap negara dapat menjadikan
dirinya sebagai pusat lingkungannya sehingga terwujud posisi silang,
dengan dirinya sebagai titik pusat. Berdasarkan karateristik
geografinya, Indonesia berada pada posisi silang dunia, yaitu antara
dua benua dan dua samudra. Posisi silang ini tidak hanya bersifat
fisik, tetapi juga nonfisik berupa berbagai pengaruh dan aliran sosial.
Karateristik geografi ke dalam merupakan kesatuan wilayah, baik
wilayah darat, kepulauan, atau wilayah pulau dan wilayah daratan
dengan sebagian wilayah yang bersifat kepulauan. Karateristik
geografi ke luar menunjukkan keterkaitan dengan lingkungannya,
seperti halnya posisi tiap subjek terhadap lingkungannya. Saling
keterhubungan itu memengaruhi kehidupan bangsa yang mendiami
suatu wilayah negara.
Sifat negara menurut karateristik geografinya memengaruhi
dan turut menentukan cara pandang atau wawasan nasional negara
yang bersangkutan di segala bidang. Pengaruh karateristik geografi
terhadap politik melahirkan geopolitik serta geostrategi. Karena
pengaruh tersebut, dikenal beberapa wawasan, yaitu wawasan
benua, wawasan samudra, wawasan benua samudra, dan wawasan
dirgantara. Menganut salah satu wawasan saja tidak memadai dan
bersifat rawan. Oleh karena itu, pemanfaatan daratan, lautan, dan
ruang angkasa disesuaikan dengan karateristik geografi masing-
masing negara yang terintegrasi dengan anasir sosial secara utuh
menyeluruh di dalam kerangka dan tata susunan yang serasi,
seimbang, dan dinamis yang dapat melandasi penyelenggaraan dan
peningkatan ketahanan nasional. Tiap-tiap negara dapat
mengembangkan wawasan nasionalnya sesuai dengan kondisi
objektif geografis, kondisi subjektif kultural dan idealitas yang
dijadikan aspirasinya serta proses sejarahnya. Dalam pemanfaatan
itu, aspek geografi perlu dibudayakan kesadaran geografis di
kalangan masyarakat pada setiap negara.
Bentuk negara menurut letak geografisnya dapat dibagi
menjadi negara yang berada di daratan, di lautan, atau di dalam
lingkungan daratan dan lautan. Negara dengan ciri khusus berkenaan
dengan letaknya adalah sebagai berikut.
1) Negara dikelilingi daratan. Lingkungan negara seperti itu
bersifat serba daratan atau sarwa benua.
2) Negara dikelilingi lautan dapat dibedakan (1) negara kepulauan
(Archipelagic State), (2) negara pulau (Island State), (3) negara
yang mempunyai bagian wilayah yang bersifat kepulauan, dan
(4) “Sircum marine state”. Negara kepulauan (Archipelagic State)
adalah suatu negara yang bersifat kepulauan (Archipelago). Yang
dimaksud archipelago adalah sekumpulan pulau dan bentuk-
bentuk alamiah lain yang mempunyai interrelasi yang sangat
erat sehingga pulau-pulau dan bentuk-bentuk alamiah tersebut
membentuk satu keutuhan geografi, ekonomi, politik, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan yang secara intrinsik atau
historis diperlukan. Suatu kepulauan harus dibedakan dengan
suatu kumpulan pulau berantai. Arti klasik archipelago adalah
lautan yang diseraki pulau-pulau yang berarti bahwa unsur laut
lebih besar daripada unsur darat. Istilah archipelago atau
kepulauan mengandung pengertian tentang bentuk geografis
dan terbatas pada daerah kekuasaan politik seperti yang telah
disepakati dalam hubungan antar-negara. Negara Pulau (Island
State) berbeda dengan negara kepulauan. Unsur darat negara
pulau lebih besar daripada unsur laut. Negara yang mempunyai
bagian wilayah yang bersifat kepulauan adalah negara daratan,
tetapi mempunyai suatu bagian wilayah yang bersifat
kepulauan. Hal ini tidak dapat disamakan dengan negara
kepulauan. “Sircum marinestate” adalah negara yang
komponennya hanya dapat dicapai melalui transportasi laut
sehingga di dalamnya terdapat laut mediterania.
Geografi mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1) Letak wilayah suatu negara ditentukan dari segi astronomis
dengan garis lintang dan garis bujur, serta letak bagian
permukaan bumi lainnya yang mengelilingi, baik daratan
maupun lautan.
2) Luas wilayah suatu negara ialah luas mendatar yang dapat
meliputi luas daratan, lautan, landas kontinen, dan ZEE
(Zona Ekonomi Eksklusif) sesuai dengan letak yang
ditentukan dari segi astronomis dengan garis lintang dan
garis bujur. Luas wilayah negara Indonesia yang berupa
daratan adalah 2.028.087 km2, sedangkan luas perairan
sejumlah 3.166.163 km2.
3) Iklim suatu negara dipengaruhi oleh letak dari segi
astronomis sehingga terdapat negara yang beriklim tropis,
subtropis, dan dingin. Iklim dapat memengaruhi bentang
alam serta kehidupan yang ada, antara lain jenis tumbuh-
tumbuhan, jenis binatang, dan sosial budaya bangsa. Negara
Indonesia beriklim tropis dengan dua musim, yaitu musim
kemarau dan musim penghujan.
4) Bentang alam adalah wujud permukaan bumi yang alami
antara lain gunung, relief, danau, laut, pantai, padang pasir,
dan yang mengalami perubahan karena budaya manusia
antara lain tata kota, daerah industri, daerah pertanian.
Bentang alam menunjukkan konfigurasi keadaan atau tata
susunan suatu wilayah dan dapat mewarnai segala
kehidupan di dalamnya. Bentangan alam negara Indonesia
sebagian merupakan tanah pegunungan yang dilalui oleh
dua rantai penggunungan, yaitu pertama dimulai dari
Myanmar melintas ke arah tenggara ke Sumatra terus
kemudian menuju ke Seram, Ambonia, baru sampai ke
Sulawesi. Kedua dimulai dari Jepang melintang ke arah
barat daya, yaitu Philipina dan kepulauan Indonesia sebelah
timur sehingga keduanya bertemu di Sulawesi dan
Halmahera.
5) Perbatasan wilayah negara ditentukan antara lain proses
kesejarahan, ketentuan politik dan hukum nasional, dan
ketentuan hukum internasional, antara lain perjanjian
perbatasan dan keputusan pengadilan atau mahkamah
internasional. Di sebelah utara, negara Indonesia berbatasan
dengan Malaysia, Thailand, Vietnam, Laut Cina Selatan,
Philipina, dan Laut Pasifik. Di sebelah selatan berbatasan
dengan Australia dan Lautan Hindia. Di sebelah barat
berbatasan dengan Lautan Hindia dan India. Di sebelah timur
berbatasan dengan Papua Nugini dan Lautan Pasifik.
b. Aspek Kekayaan Alam
Kekayaan alam suatu negara ialah segala sumber dan potensi
alam yang terdapat di lingkungan ruang angkasa, atmosfir,
permukaan bumi (daratan dan lautan), dan di dalam bumi yang
berada di wilayah kekuasaan / yurisdiksinya.
Kekayaan alam menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi
delapan golongan, yaitu : 1) hewani (fauna); 2) nabati (flora); 3)
mineral (minyak bumi, uranium, biji besi, batu bara dan lain-lain); 4)
tanah (tempat tinggal, tempat berpijak, tempat bercocok tanam); 5)
udara (sinar matahari, oksigen, karbon dioksida); 6) potensi ruang
angkasa dan 7) energi alami (gas alam, panas alam, air arthesis,
geotermis).
Kekayaan alam menurut sifatnya dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu (1) kekayaan yang dapat diperbaharui, (2) kekayaan
yang tidak dapat diperbaharui, dan (3) kekayaan yang tetap.
Persebaran sumber kekayaan alam di dunia tidak teratur dan
tidak merata sehingga dikenal adanya negara kaya dan negara
miskin. Oleh karena itu, dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam
tersebut tidak dapat dielakkan adanya ketergantungan antarnegara.
Di samping itu, kekayaan alam itu sering menimbulkan persaingan
sehingga menimbulkan problem hubungan internasional yang
kompleks.
Dalam hubungan internasional, pemanfaatan kekayaan alam
sebagai bahan baku perindustrian sangat diperlukan, baik pada masa
damai maupun perang, sehingga pemanfaatan kekayaan alam perlu
diperhatikan sungguh-sungguh. Dengan perkembangan teknologi
modern dunia dewasa ini, membiarkan pemanfaatan kekayaan alam
pada tingkat yang terlampau rendah/sederhana dan penggunaan
yang tidak produktif dapat mengundang campur tangan negara lain.
Setiap bangsa berusaha memperoleh kekayaan alam yang
diperlukan, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
Gejala ini memperlihatkan bahwa pemanfaatan kekayaan alam
merupakan salah satu fungsi kemanusiaan, dan karenanya harus
digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna.
Setiap negara diwajibkan mengembangkan potensi alamiah
yang sederajat dengan kemampuan bangsa lain agar bentrokan
ekonomi dan budaya di dunia modern ini dapat dihindari. Kekayaan
alam harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh manusia berdasar asas
maksimal, lestari, dan berdaya saing. Asas maksimal dalam arti
memberi manfaat yang optimal untuk membangun dan menjaga
ketimpangan antardaerah. Asas lestari dalam arti kebijakan
pengelolaan dan pesatnya pemakaian sumber kekayaan alam harus
memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang. Asas
berdaya saing dengan maksud agar dapat digunakan sebagai alat
untuk memperkecil ketergantungan pada negara besar. Untuk itu,
diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi, kesadaran membangun,
pembinaan, dan kebijakan yang rasional.
Pemanfaatan kekayaan alam yang berdasarkan asas maksimal,
lestari, dan berdaya saing mewajibkan setiap bangsa untuk bertindak
sebagai berikut.
1) Menyusun kebijakan dan peraturan tentang pengamanan
penggunaan kekayaan alam seefisien mungkin agar
memberikan manfaat yang optimal dan lestari bagi nusa dan
bangsa;
2) Menyusun pola pengelolaan kekayaan alam dengan
pendekatan kesejahteraan dan keamanan;
3) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi;
4) Membina kesadaran nasional dalam pemanfaatan kekayaan
alam;
5) Mengadakan program pembangunan berkelanjutan;
6) Mengadakan pembentukan modal yang memadai;
7) Menciptakan daya beli dan konsumsi yang cukup, baik di dalam
maupun di luar negeri;
Pengejawantahan kewajiban-kewajiban tersebut akan
meningkatkan kesejahteraan dan keamanan nasional yang berarti juga
meningkatkan ketahanan nasional. Oleh karena itu, pada zaman
komunikasi mondial mutakhir dewasa ini, setiap negara berkewajiban
untuk memanfaatkan kekayaan alamnya berdasarkan ketiga asas
tersebut demi ketahanan nasionalnya. Hal ini harus dilakukan karena
ada ketimpangan dalam perkembangan potensi alam dan penduduk,
baik secara nasional maupun di dalam konteks global, yang dapat
membahayakan ketahanan nasional.
c. Aspek Kependudukan
Membicarakan masalah aspek kependudukan pada umumnya
dikaitkan dengan pencapaian tingkat kesejahteraan dan keamanan.
Masalah kependudukan yang memengaruhi faktor-faktor ketahanan
nasional adalah sebagai berikut.
1) Jumlah Penduduk
Faktor yang memengaruhi jumlah penduduk antara lain
kematian (mortalitas), kelahiran (fertilitas), dan perpindahan
(migrasi), yaitu orang yang meninggalkan dan datang ke suatu
wilayah. Segi positif pertambahan penduduk adalah pertambahan
angkatan kerja (man power), yang berarti juga bertambahnya tenaga
kerja (labour force) sebagai potensi peningkatan kapasitas produksi
apabila disertai oleh pertambahan kesempatan kerja. Segi negatif
pertambahan penduduk adalah bila pertambahan penduduk ini tidak
seimbang dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan tidak diikuti
dengan usaha peningkatan kualitas keterampilan penduduk sehingga
akan timbul permasalahan sosial misalnya pengangguran baik
kentara maupun tidak kentara yang dapat melemahkan ketahanan
nasional.
2) Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk merupakan susunan penduduk
berdasarkan pendekatan tertentu, misalnya menurut umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan, dan sebagainya.
Komposisi penduduk tersebut dipengaruhi oleh mortalitas, fertilitas,
dan migrasi. Pengaruh mortalitas terhadap komposisi penduduk
relatif kecil. Sebaliknya, fertilitas sangat besar pengaruhnya terhadap
komposisi penduduk berdasarkan umur. Bertambahnya penduduk
golongan muda akan menimbulkan persoalan penyediaan fasilitas
pendidikan, perluasan lapangan pekerjaan, dan sebagainya. Faktor
migrasi sangat berpengaruh terhadap komposisi penduduk. Idealnya
persebaran penduduk di Indonesia merata di setiap daerah, tetapi
kenyataannya tidak merata sehingga diperlukan perpindahan
penduduk (migrasi). Namun migrasi tidak dapat dilaksanakan secara
besar-besaran karena diperlukan dukungan biaya yang tidak sedikit.
Apabila persoalan-persoalan tersebut tidak dapat diatasi, maka akan
timbul permasalahan sosial yang dapat melemahkan ketahanan
nasional.
3) Persebaran Penduduk
Persebaran penduduk yang ideal adalah persebaran yang
sekaligus dapat memenuhi persyaratan kesejahteraan dan
keamananan, yaitu persebaran yang proporsional. Kenyataan
menunjukkan bahwa manusia ingin bertempat tinggal di daerah yang
aman serta memungkinkan jaminan kehidupan ekonomi semaksimal
mungkin, yaitu di daerah yang ekonomis dan strategis, terutama di
daerah yang sudah digarap atau telah dipersiapkan sebelumnya.
Konsekuensinya adalah bahwa di daerah tertentu terlampau padat,
sedangkan di daerah lainnya jarang penduduknya, bahkan tidak
berpenduduk sama sekali.
4) Kualitas Penduduk
Faktor yang memengaruhi kualitas penduduk meliputi faktor
fisik dan nonfisik. Faktor fisik terdiri dari kesehatan, gizi, dan
kebugaran. Faktor nonfisik terdiri dari kualitas mental dan kualitas
intelektual. Untuk mengatasi masalah kependudukan ini, diperlukan
kebijakan pemerintah yang mengatur, mengendalikan, atau
menciptakan iklim kondusif yang berkaitan dengan jumlah,
komposisi, persebaran, dan kualitas penduduk. Hal ini antara lain
dapat dilakukan melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan,
gerakan keluarga berencana, penyuluhan transmigrasi, peningkatan
pengetahuan, keterampilan, kecerdasan, dan sikap mental serta
peningkatan kondisi sosial ekonomi. Semua itu bertujuan untuk
mencapai keseimbangan antara kenaikan jumlah penduduk dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi dan persebaran penduduk yang
proporsional, atau dengan perkataan lain untuk mencapai keserasian
antara kesejahteraan dan keamanan nasional sebagai upaya
perwujudan ketahanan nasional yang kokoh.
2. Ketahanan Nasional Indonesia dari Aspek Sosial
(Pancagatra)
Ketahanan nasional ditinjau dari aspek sosial (pancagatra)
adalah suatu aspek kehidupan nasional yang menyangkut pergaulan
hidup manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
dengan ikatan-ikatan, aturan-aturan, dan norma-norma tertentu.
Pancagatra terdiri dari ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan. Dipilihnya lima aspek sosial dalam kehidupan
nasional karena TAHG yang dihadapi oleh suatu bangsa selalu
ditujukan pada aspek-aspek tersebut. Untuk menanggulanginya perlu
ditingkatkan ketahanan dalam bidang ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Kelima aspek sosial
tersebut mengandung unsur-unsur yang bersifat dinamis. Kualitas
kelima aspek kehidupan nasional suatu bangsa secara terintegrasi
mencerminkan tingkatan ketahanan nasional bangsa itu.
a. Ketahanan Ideologi
Ideologi adalah suatu sistem nilai yang merupakan suatu
kebulatan ajaran yang memberikan motivasi. Dalam ideologi
terkandung konsep-konsep dasar tentang kehidupan yang dicita-
citakan oleh suatu bangsa. Keampuhan suatu ideologi bergantung
pada rangkaian nilai yang dikandungnya yang dapat memenuhi serta
menjamin segala aspirasi kehidupan manusia, baik sebagai
perseorangan maupun anggota masyarakat.
Secara teori, ideologi bersumber pada suatu aliran pikiran atau
falsafah dan merupakan pelaksanaan sistem falsafah itu. Adapaun
aliran pikiran yang berkembang di dunia adalah aliran liberalisme,
komunisme, dan paham agama. Ideologi yang dianut oleh bangsa
Indonesia adalah Pancasila.
Aliran pikiran liberalisme adalah suatu ajaran bahwa negara
merupakan masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas
kontrak semua orang (individu) dalam masyarakat itu yang sering
disebut kontrak sosial. Menurut aliran ini, kepentingan harkat dan
martabat individu dijunjung tinggi dan bertitik tolak dari hak asasi
manusia yang melekat semenjak manusia dilahirkan dan tidak dapat
diganggu gugat oleh siapa pun.
Aliran pikiran komunisme adalah aliran pikiran tentang
golongan (class theory) yang menyatakan bahwa negara adalah
susunan golongan atau kelas untuk menindas kelas lain. Kelas
golongan ekonomi kuat menindas kelas golongan ekonomi lemah.
Karl Marx menganjurkan bahwa kaum buruh harus mengadakan
revolusi politik untuk merebut kekuasaan negara dari kaum kapitalis
atau orang kaya. Dengan memperjuangkan hilangnya kelas
masyarakat, komunis akan dapat memberikan suasana hidup yang
aman dan tentram, tidak ada pertentangan, tidak ada hak milik
pribadi atas alat-alat produksi, dan hapusnya pembagian kerja.
Selanjutnya, aliran pikiran paham agama berlandaskan pada
paham agama atau ideologi yang bersumber pada falsafah agama
yang termuat dalam kitab suci agama. Negara dengan paham ini
bersifat spiritual religius yang melaksanakan hukum atau ketentuan
agama dalam kehidupan dunia. Dengan kata lain, negara dalam
melaksanakan kekuasaannya berlandaskan pada ajaran-ajaran atau
hukum-hukum agama.
Negara Indonesia menganut ideologi Pancasila yang
merupakan suatu tatanan nilai yang digali atau dikristalisasikan dari
nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia yang sudah sejak ratusan
tahun tumbuh berkembang dalam masyarakat Indonesia. Ideologi
Pancasila berisi lima sila yang merupakan satu kesatuan yang bulat
dan utuh sehingga pemahaman dan pengamalannya harus mencakup
semua nilai yang terkandung di dalamnya.
Ketahanan ideologi diartikan sebagai kondisi dinamik
kehidupan ideologi bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan kekuatan nasional
dalam menghadapi dan mengatasi segala TAHG yang besar dari luar
maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsung
membahayakan kelangsungan hidup ideologi bangsa dan negara
Indonesia.
Dalam rangka mewujudkan ketahanan ideologi diperlukan
kondisi mental bangsa yang berlandaskan keyakinan akan kebenaran
ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara serta
pengamalannya yang konsisten dan berlanjut.
Pancasila merupakan ideologi nasional, dasar negara, sumber
hukum, dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Untuk mencapai
ketahanan ideologi diperlukan penghayatan dan pengamalan
Pancasila secara murni dan konsekuen, baik objektif maupun
subjektif. Pengamalan objektif adalah bagaimana pelaksanaan nilai-
nilai yang terkandung dalam ideologi tersurat atau paling tidak
tersirat dalam UUD 1945 dan segala peraturan perundang-undangan
di bawahnya, serta segala kegiatan penyelenggaraan negara. Adapun
pengamalan subjektif adalah bagaimana nilai-nilai ideologi tersebut
dilaksanakan oleh pribadi masing-masing dalam kehidupan sehari-
hari, sebagai pribadi anggota masyarakat dan warga negara.
1) Faktor yang memengaruhi ketahanan ideologi
Keampuhan suatu ideologi bergantung pada rangkaian nilai
yang dikandungnya yang dapat memenuhi dan menjamin segala
aspirasi hidup dan kehidupan manusia, baik secara pribadi, mahluk
sosial, maupun sebagai warga negara sesuai dengan kodrat dan
iradat Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai contoh, bangsa Indonesia
memiliki falsafah dan ideologi Pancasila untuk menjunjung tinggi
lima nilai utama, yaitu :
a) Nilai pertama, merupakan nilai tertinggi, yaitu nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa yang berfungsi sebagai kekuatan mental spiritual
dalam penyelenggaraan sistem kehidupan nasional Indonesia
serta memberikan kesempatan yang luas bagi semua warga
negara yang memeluk agama dan kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
b) Nilai kedua ialah kemanusiaan yang di dalamnya
mencerminkan nilai persamaan derajat, hak dan kewajiban,
toleransi, tolong-menolong, dan gotong-royong.
c) Nilai ketiga ialah persatuan yang merupakan faktor pengikat
persatuan nasional terutama yang bersifat persatuan spiritual
dan merupakan paduan hasrat untuk hidup bersama dalam
sependeritaan dan sepenanggungan. Persatuan nasional,
intelegensi, dan dinamika merupakan anasir utama bagi bangsa
yang ingin maju.
d) Nilai keempat ialah kerakyatan yang dijelmakan oleh persatuan
nasional yang nyata dan wajar, serta kedaulatan berada di
tangan rakyat. Demokrasi tanpa kepemimpinan dapat menjelma
menjadi anarki sedangkan pimpinan tanpa demokrasi dapat
mengarah pada kediktatoran. Oleh karena itu, perlu diciptakan
keseimbangan antara kepemimpinan dengan kerakyatan.
Kerakyatan yang ideal dijiwai oleh persatuan spiritual yang
berlandaskan pada nilai ketuhanan yang mutlak.
e) Nilai kelima ialah keadilan sosial yang menjamin kesejahteraan
dan kemakmuran masyarakat secara menyeluruh dan merata.
2) Pembinaan ketahanan ideologi
Untuk memperkuat ketahanan ideologi diperlukan langkah
pembinaan sebagai berikut.
a) Peningkatan dan pengembangan pengamalan Pancasila secara
objektif dan subjektif.
b) Pancasila sebagai ideologi terbuka perlu terus direlevansikan
dan diaktualisasikan nilai instrumental-nya agar tetap mampu
membimbing dan mengarahkan kehidupan dalam masyarakat,
berbangsa, dan bernegara selaras dengan peradaban dunia yang
berubah dengan cepat tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa
Indonesia.
c) Sesanti Bhineka Tunggal Ika dan konsep Wawasan Nusantara
yang bersumber dari Pancasila harus terus dikembangkan dan
ditanamkan dalam masyarakat yang majemuk sebagai upaya
untuk selalu menjaga persatuan bangsa dan kesatuan wilayah
serta moralitas yang loyal dan utuh, bangga terhadap bangsa dan
negara. Di samping itu perlu dituntut sikap yang wajar dari
anggota masyarakat dan pemerintah terhadap adanya
keanekaragaman. Untuk itu, setiap anggota masyarakat dan
pemerintah memberikan penghormatan dan penghargaan yang
wajar terhadap kebinekaan.
d) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara
Republik Indonesia harus dihayati dan diamalkan secara nyata
untuk menjaga kelestarian dan keampuhannya demi
mewujudkan tujuan nasional dan cita-cita bangsa Indonesia,
khususnya oleh setiap penyelenggara negara, setiap lembaga
kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, dan setiap warga
negara Indonesia. Dalam hal ini, teladan para pemimpin
penyelenggara negara dan pemimpin tokoh masyarakat
merupakan hal yang sangat mendasar.
e) Pembangunan sebagai pengamalan Pancasila harus menunjukkan
keseimbangan fisik material dengan pembangunan mental
spiritual untuk menghindari tumbuhnya materialisme dan
sekularisme. Memperhatikan kondisi geografi Indonesia, strategi
pembangunan harus adil dan merata di seluruh wilayah untuk
memupuk rasa persatuan bangsa dan kesatuan wilayah.
f) Pendidikan Moral Pancasila ditanamkan pada diri anak didik
dengan cara mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain di
sekolah, yaitu Pendidikan Budi Pekerti, Pendidikan Sejarah,
Bahasa Indonesia maupun dalam pendidikan kepramukaan.
Pendidikan Moral Pancasila juga perlu diberikan kepada
masyarakat luas secara nonformal.
Semakin tinggi tingkat kesadaran dan ketaatan suatu bangsa
dalam mengamalkan ideologi negara secara objektif maupun
subyektif akan semakin tinggi tingkat ketahanan nasional di bidang
ideologinya.
b. Ketahanan Politik
Dalam konteks ketahanan nasional, politik di Indonesia
meliputi dua bagian utama, yaitu politik dalam negeri dan politik luar
negeri. Adapun kedua bagian itu dapat dirinci sebagai berikut.
1) Politik Dalam Negeri
Politik dalam negeri adalah kehidupan politik dan kenegaraan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang mampu menyerap
aspirasi dan dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam sistem
yang unsur-unsurnya terdiri dari struktur politik, proses politik,
budaya politik, komunikasi politik, dan partisipasi politik. Adapun
pengertian unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut.
a) Struktur politik merupakan wadah penyaluran pengambilan
berupa kepentingan masyarakat dan sekaligus wadah dalam
penjaringan atau pengaderan pimpinan nasional.
b) Proses politik merupakan suatu rangkaian pengambilan
keputusan tentang berbagai kepentingan politik maupun
kepentingan umum yang bersifat nasional dan penentuan
dalam pemilihan kepemimpinan yang puncaknya terselenggara
dalam pemilu.
c) Budaya politik merupakan pencerminan aktualisasi hak dan
kewajiban rakyat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang dilaksanakan secara sadar dan rasional,
baik melalui pendidikan politik maupun kegiatan-kegiatan
politik yang sesuai dengan disiplin nasional.
d) Komunikasi politik merupakan suatu hubungan timbal balik
antarberbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, baik rakyat sebagai sumber aspirasi maupun
sumber kepimpinan nasional.
2) Politik Luar Negeri
Politik luar negeri adalah salah satu sarana pencapaian
kepentingan nasional dalam pergaulan antarbangsa. Politik luar
negeri Indonesia berdasarkan pada Pembukaan UUD 1945, yakni
melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan,
perdamaian abadi, keadilan sosial, dan anti penjajahan karena tidak
sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Politik luar negeri merupakan proyeksi kepentingan nasional
ke dalam kehidupan antarbangsa. Dengan dijiwai oleh falsafah
negara Pancasila sebagai tuntutan moral dan etika, politik luar negeri
Indonesia diabdikan kepada kepentingan nasional terutama untuk
pembangunan nasional. Dengan demikian, politik luar negeri
merupakan bagian integral dari strategi nasional dan secara
keseluruhan merupakan salah satu sarana pencapaian tujuan
nasional.
Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif. Bebas
dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak kepada kekuatan-
kekuatan yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Aktif berarti
tidak pasif, yakni peranan Indonesia dalam percaturan internasional
tidak bersifat reaktif dan tidak menjadi percaturan internasional,
tetapi berperan serta atas dasar cita-cita bangsa yang tercermin
dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Karena heteroginitas
kepentingan bangsa-bangsa di dunia, maka politik luar negeri harus
bersifat kenyal, yaitu bersikap moderat dalam hal yang kurang
prinsipil dan tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar seperti
yang ditentukan dalam Pembukaan UUD 1945. Politik luar negeri
Indonesia juga bersifat lincah karena dinamika perubahan-
perubahan hubungan antarbangsa terjadi dengan cepat dan tidak
menentu di dunia. Oleh karena itu diperlukan daya penyesuaian yang
tinggi demi kepentingan nasional dalam menanggapi dan
menghadapi perkembangan.
3) Ketahanan Aspek Politik
Ketahanan pada aspek politik diartikan sebagai kondisi
dinamik kehidupan politik bangsa yang berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi TAHG yang
datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak
langsung membahayakan kelangsungan kehidupan politik bangsa
dan negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
Dalam rangka mewujudkan ketahanan dalam aspek politik
diperlukan kehidupan politik bangsa yang sehat dan dinamis yang
mengandung kemampuan untuk memelihara stabilitas politik
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Adapun ketahanan dalam
aspek politik dalam negeri meliputi hal-hal berikut ini.
a) Sistem pemerintahan berdasarkan hukum, tidak berdasarkan
kekuasaan yang bersifat absolut; kedaulatan di tangan rakyat
dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR sebagai penjelmaan
seluruh rakyat.
b) Mekanisme politik memungkinkan adanya perbedaan
pendapat, namun perbedaan pendapat tidak menyangkut nilai
dasar sehingga tidak berseberangan yang dapat menjurus
kepada konflik fisik.
c) Kepemimpinan nasional mampu mengakomodasikan aspirasi
yang hidup dalam masyarakat dengan tetap berpedoman pada
Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara.
d) Komunikasi politik timbal balik antara pemerintah dengan
masyarakat dan antarkelompok/golongan dalam masyarakat
terjalin dengan baik untuk mencapai tujuan nasional dan
kepentingan nasional.
Dalam rangka mewujudkan ketahanan nasional dalam aspek
politik luar negeri, diperlukan politik yang bebas aktif guna mencapai
kepentingan nasional dalam pergaulan antarbangsa. Adapun
ketahanan nasional aspek politik luar negeri meliputi hal-hal berikut
ini.
a) Hubungan luar negeri ditujukan untuk lebih meningkatkan
kerja sama internasional di berbagai bidang atas dasar saling
menguntungkan; meningkatkan citra positif Indonesia di luar
negeri; memantapkan persatuan bangsa dan keutuhan negara
kesatuan Republik Indonesia.
b) Politik luar negeri terus dikembangkan menurut prioritas
dalam rangka meningkatkan persahabatan dan kerja sama
antarnegara yang terjadi antara negara berkembang dengan
negara maju sesuai dengan kemampuan dan demi kepentingan
nasional. Peranan Indonesia dalam membina dan mempererat
persahabatan antarbangsa yang saling mengutungkan perlu
terus diperluas dan ditingkatkan. Kerja sama negara-negara
anggota ASEAN, baik pemerintah maupun masyarakat,
terutama di bidang ekonomi, iptek dan sosbud terus
dikembangkan. Peran aktif Indonesia dalam Gerakan Non-Blok
dan OKI serta mengembangkan hubungan kerja sama
antarnegara di kawasan Asia Pasifik perlu terus ditingkatkan.
c) Citra positif Indonesia terus ditingkatkan dan diperlukan
antara lain melalui promosi, peningkatan diplomasi dan lobi
internasional; pertukaran pemuda, pelajar, dan mahasiswa;
kegiatan olah raga.
d) Perkembangan dan gejolak dunia terus diikuti dan dikaji
dengan seksama agar secara dini dapat diperkirakan dampak
negatifnya yang dapat memengaruhi stabilitas nasional
sehingga menghambat kelancaran pembangunan dan
pencapaian tujuan nasional.
e) Langkah bersama negara berkembang untuk memperkecil
ketimpangan dan mengurangi ketidakadilan dengan negara
industri maju perlu ditingkatkan dengan melaksanakan
perjanjian perdagangan internasional serta kerja sama dengan
lembaga-lembaga keuangan internasional.
f) Perjuangan mewujudkan tatanan dunia baru dan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial melalui penggalangan dan pemupukan
solidaritas, kesamaan sikap, dan kerja sama internasional perlu
ditingkatkan dengan memanfaatkan berbagai forum regional
dan global. Peran aktif Indonesia dalam pelucutan senjata,
pengiriman serta pelibatan pasukan perdamaian, dan
penyelesaian konflik antarbangsa perlu terus ditingkatkan.
Upaya pengusulan restrukturisasi PBB terutama Dewan
Keamanan terus dilaksanakan agar efektif, efisien, dan
demokratis.
g) Peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu dilaksanakan
dengan pembenahan secara menyeluruh terhadap sistem
pendidikan pelatihan dan penyuluhan calon diplomatik agar
dapat menjawab tantangan tugas yang dihadapi. Selain itu,
perlu ditingkatkan aspek-aspek kelembagaan dan sarana
penunjang lainnya.
h) Perlu ditingkatkan perjuangan bangsa Indonesia di dunia yang
menyangkut kepentingan nasional serta melindungi
kepentingan Indonesia dari kegiatan diplomasi negatif negara
lain dan hak-hak warga negara Republik Indonesia di luar
negeri.
c. Ketahanan Ekonomi
Masalah perekonomian adalah satu aspek dari kehidupan
nasional yang berkaitan dengan pemenuhan bagi kebutuhan
masyarakat yang meliputi produksi, distribusi, konsumsi barang, dan
jasa. Usaha-usaha itu dilaksanakan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat secara individu maupun kelompok serta cara-cara yang
dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi
kebutuhan.
Sistem perekonomian yang dianut oleh suatu negara akan
memberikan corak atau warna terhadap kehidupan perekonomian
negara tersebut. Sistem ekonomi liberal dengan orentasi pasar
secara murni akan sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh yang
datang dari luar. Di lain pihak, sistem perekonomian sosialis dengan
sifat perencanaan serta pengendalian penuh oleh pemerintah kurang
peka terhadap pengaruh dari luar. Kini tidak ada lagi sistem
perekonomian liberal murni atau sistem perekonomian sosial murni.
Sistem liberal yang ada pada negara kapitalis sudah menyerap
beberapa unsur paham sosialis, sedangkan negara-negara komunis
sudah mulai memasukkan beberapa aspek kapitalis meskipun
dengan modifikasi tertentu.
1) Perekonomian Indonesia
Negara Indonesia menganut sistem perekonomian sesuai
dengan UUD 1945 pasal 33 yang menyebutkan bahwa sistem
perekonomian Indonesia disusun sebagai suatu usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara. Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat.
Sistem perekonomian sebagai usaha bersama berarti setiap
warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam
menjalankan roda perekonomian dengan tujuan untuk
menyejahterakan bangsa. Oleh karena itu, bentuk kegiatan badan-
badan usaha milik negara dapat menyertakan masyarakat dalam
kegiatan perekonomian dalam bentuk usaha-usaha swasta yang
sangat luas bidang usahanya. Dalam perekonomian Indonesia tidak
dikenal usaha monopoli, baik yang dilakukan oleh pemerintah
maupun swasta. Masyarakat yang tidak termasuk dalam badan usaha
milik negara atau badan usaha swasta masih mempunyai peluang
untuk membentuk badan usaha dalam bentuk koperasi. Koperasi
adalah badan usaha yang dilaksanakan atas dasar kekeluargaan.
Secara makro, sistem perekonomian Indonesia dengan
menggunakan terminologi nasional dapat disebut sebagai sistem
perekonomian kerakyatan sesuai pasal 33 UUD 1945. Dalam hal ini
dikandung maksud agar kemakmuran rakyat adalah kemakmuran
rakyat Indonesia termasuk mereka yang berada di pulau-pulau
terpencil, di puncak gunung, atau di tengah hutan. Dengan demikian,
negara harus dapat memakmurkan rakyat setempat melalui
pemanfaatan sumber kekayaan alam yang berada di daerah masing-
masing.
Pada era globalisasi, suatu negara tidak mungkin menutup diri
dari sistem perekonomian dunia. Demikian pula Indonesia yang
terbuka bagi perkembangan sistem ekonomi dunia. Tingkat integrasi
ekonomi nasional dengan ekonomi global sangat penting karena
merupakan ukuran kemampuan ekonomi nasional untuk secara
adaptif mengikuti irama dan dinamika ekonomi internasional.
Keberanian Indonesia untuk ikut menyetujui GAAT, AFTA dan APEC
menunjukkan kemauan untuk menjadi bagian integral dari sistem
pasar internasional.
2) Ketahanan Aspek Ekonomi
Pengertian ketahanan pada aspek ekonomi adalah kondisi
dinamik kehidupan perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala
tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan yang datang dari luar
maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung
membahayakan kelangsungan hidup perekonomian bangsa dan
negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan
perekonomian bangsa yang mengandung kemampuan memelihara
stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta kemampuan
menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan daya saing tinggi
dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Dengan
demikian, pembangunan ekonomi diarahkan kepada mantapnya
ketahanan ekonomi melalui terciptanya iklim usaha yang sehat serta
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, tersedianya barang dan
jasa, terpeliharanya fungsi lingkungan hidup, dan meningkatnya daya
saing dalam lingkup perekonomian global. Menurut Lemhannas
(2001), agar dapat dicapai tingkat ketahanan ekonomi yang
diinginkan, diperlukan pembinaan terhadap berbagai hal, yaitu :
a) Sistem ekonomi Indonesia diarahkan untuk dapat mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan yang adil dan merata di
seluruh wilayah tanah air melalui ekonomi kerakyatan untuk
menjamin kesinambungan pembangunan nasional,
kelangsungan hidup bangsa dan negara berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945.
b) Ekonomi kerakyatan harus menghindari sistem free fight
liberalism karena sistem itu hanya menguntungkan pelaku
ekonomi kuat dan tidak memungkinkan ekonomi kerakyatan
berkembang. Selain itu, juga harus dihindari sistem etatisme
dalam arti bahwa negara beserta aparatur ekonomi negara
bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan
daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara.
Selanjutnya, ekonomi kerakyatan harus terhindar dari
monopoli yang merugikan masyarakat dan bertentangan
dengan cita-cita keadilan sosial.
c) Struktur ekonomi dimantapkan secara seimbang dan saling
menguntungkan dalam keselarasan dan keterpaduan
antarsektor pertanian dengan perindustrian dan jasa.
d) Pembangunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan
asas kekeluargaan di bawah pengawasan anggota masyarakat,
memotivasi dan mendorong peran serta masyarakat secara
aktif. Keterkaitan dan kemitraan antarpara pelaku dalam
wadah kegiatan ekonomi, yaitu pemerintah, badan usaha milik
negara, koperasi, badan usaha swasta, dan sektor informal
harus diusahakan untuk mewujudkan pertumbuhan,
pemerataan, dan stabilitas ekonomi.
e) Pemerataan pembangunan dan pemanfaatan hasil-hasilnya
senantiasa dilaksanakan dengan memperhatikan keseimbangan
dan keserasian pembangunan antarwilayah dan antarsektor.
f) Kemampuan bersaing harus ditumbuhkan secara sehat dan
dinamis dalam mempertahankan serta meningkatkan
eksistensi dan kemandirian perekonomian nasional. Upaya ini
dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya nasional secara
optimal dan sarana iptek tepat guna dalam menghadapi setiap
permasalahan serta dengan tetap memperhatikan kesempatan
kerja
Dengan demikian, aspek ketahanan ekonomi adalah kondisi
kehidupan perekonomian bangsa berlandaskan Pancasila yang
mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang
sehat dan dinamis, serta kemampuan menciptakan kemandirian
perekonomian nasional dengan daya saing yang tinggi.
d. Ketahanan Sosial Budaya
Hakikat sosial budaya mencakup dua segi, yaitu segi sosial dan
segi budaya. Segi sosial berhubungan dengan manusia. Demi
kelangsungan hidupnya, manusia harus mengadakan kerja sama
dengan sesamanya. Segi budaya merupakan keseluruhan tata nilai
dan cara hidup yang manifestasinya tampak dalam tingkah laku dan
hasil tingkah laku yang terlembagakan.
Pada dasarnya, pengertian sosial adalah pergaulan hidup
manusia dalam bermasyarakat yang mengandung nilai-nilai
kebersamaan, senasib, sepenanggungan, dan solidaritas yang
merupakan unsur pemersatu. Adapun pengertian budaya adalah
sistem nilai yang merupakan hasil hubungan manusia dengan cipta,
karsa, dan rasa yang menumbuhkan gagasan-gagasan utama serta
merupakan kekuatan pendukung penggerak kehidupan (Lemhannas.
2000). Dengan demikian, kebudayaan merupakan seluruh cara hidup
suatu masyarakat yang manifestasinya dalam tingkah laku dan hasil
tingkah laku dipelajari dari berbagai sumber. Kebudayaan diciptakan
oleh faktor organo-biologis manusia, lingkungan alam, lingkungan
psikologis, dan lingkungan sejarah.
1) Kondisi Budaya di Indonesia
Negara Indonesia terdiri dari suku-suku bangsa yang masing-
masing memiliki kebudayaannya. Hal ini terjadi karena suku bangsa
di Indonesia mendiami daerah-daerah tertentu sehingga
kebudayaannya sering disebut kebudayaan daerah. Dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan daerah sebagai sistem nilai yang menuntun
sikap, perilaku, dan gaya hidup merupakan identitas dan menjadi
kebanggaan suku bangsa yang bersangkutan. Dalam setiap
kebudayaan daerah terdapat nilai-nilai budaya yang tidak dapat
dipengaruhi oleh budaya asing, atau sering disebut sebagai local
genius. Local genius ini merupakan pangkal segala kemampuan
budaya daerah untuk menetralisasi pengaruh negatif budaya asing.
Sehubungan dengan bangsa Indonesia yang dibentuk dari
persatuan suku-suku bangsa yang mendiami bumi Nusantara, maka
kebudayaan bangsa Indonesia merupakan hasil interaksi dari
budaya-budaya suku bangsa yang kemudian diterima sebagai nilai
bersama seluruh bangsa. Kebudayaan nasional juga dapat
merupakan hasil interaksi nilai-nilai budaya yang telah ada dengan
budaya luar atau asing yang kemudian diterima sebagai nilai
bersama seluruh bangsa. Hal ini penting dicermati karena interaksi
budaya tersebut harus berjalan secara wajar dan alamiah, yaitu tidak
ada unsur pemaksaan dan dominasi budaya satu daerah tertentu
terhadap budaya daerah lainnya. Dengan demikian, kebudayaan
nasional akan tumbuh dan berkembang sejalan dengan
berkembangnya budaya daerah.
Kebudayan nasional merupakan identitas dan menjadi
kebanggaan Indonesia. Mengingat bangsa Indonesia telah sepakat
menggunakan Pancasila sebagai falsafah hidupnya, maka nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila akan menjadi tuntutan dasar
segenap sikap, perilaku, dan gaya hidup bangsa Indonesia. Secara
umum, gambaran identitas bangsa Indonesia harus berdasarkan
tuntunan Pancasila.
Selanjutnya, komunikasi dan interaksi yang dilakukan oleh
suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia pada tahun
1928 mampu menghasilkan aspirasi bersama untuk hidup bersama
sebagai satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Aspirasi
tersebut secara hukum diakui oleh bangsa-bangsa di dunia melalui
proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Kenyataan sejarah
menunjukkan bahwa keanekaragaman budaya justru merupakan
hikmah bagi bangsa Indonesia dan di masa lalu telah mampu
memunculkan faktor perekat persatuan dan integrasi bangsa. Di
masa depan, upaya untuk melestarikan keberadaan faktor persatuan
bangsa yaitu keinginan dan semangat untuk hidup bersama dan
meraih cita-cita bersama akan menjadi tugas seluruh warga negara
bangsa Indonesia.
2) Ketahanan Aspek Sosial Budaya
Ketahanan aspek sosial budaya dapat diartikan sebagai kondisi
dinamik budaya bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional di dalam menghadapi dan mengatasi segala
tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari
luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsung,
membahayakan kelangsungan kehidupan sosial budaya bangsa dan
negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Wujud ketahanan aspek sosial budaya tercermin dalam kondisi
kehidupan sosial budaya bangsa yang dijiwai oleh kepribadian
nasional. Ketahanan sosial budaya mengandung kemampuan
membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia
dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas,
maju, dan sejahtera dalam kehidupan yang selaras, serasi, dan
seimbang serta memiliki kemampuan menangkal penetrasi budaya
asing yang tidak sesuai dengan kebudyaaan nasioanal.
Konsepsi ketahanan nasional dalam aspek sosial budaya adalah
pengaturan dan penyelenggaraan kehidupan sosial budaya bangsa
Indonesia dengan mengembangkan kondisi sosial budaya. Setiap
warga masyarakat dapat merealisasikan segenap potensi manusia
yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila yang
akan diwujudkan sebagai ukuran tuntutan dan tingkah laku bagi
bangsa dan negara Indonesia akan memberikan landasan semangat
dan jiwa yang secara khas merupakan ciri sosial budaya bangsa dan
negara Republik Indonesia.
e. Ketahanan Pertahanan dan Keamanan
Pertahanan dan keamanan adalah daya upaya seluruh rakyat
Indonesia dalam mempertahankan dan mengamankan negara demi
kelangsungan hidup bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia.
Pertahanan dan keamanan negara Republik Indonesia dilaksanakan
dengan mengerahkan dan menggerakkan seluruh potensi nasional,
termasuk kekuatan masyarakat yang terintegrasi dan terkoordinasi
guna menciptakan keamanan bangsa dan negara dalam rangka
mewujudkan ketahanan nasional Indonesia.
Ketahanan nasional dalam aspek pertahanan dan keamanan
dapat diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan pertahanan dan
keamanan Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan yang
mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional
di dalam menghadapi tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan
yang berasal dari luar maupun dalam, yang langsung maupun tidak
langsung membahayakan pertahanan dan keamanan negara
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Wujud Ketahanan nasional dalam aspek pertahanan dan
keamanan tercermin pada suatu kondisi daya tangkal bangsa yang
dilandasi oleh kesadaran bela negara seluruh rakyat yang
mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan dan
keamanan negara yang dinamis sehingga dapat mengamankan hasil-
hasil pembangunan serta kemampuan untuk mempertahankan
kedaulatan negara dan menangkal segala bentuk ancaman.
Ketahanan nasional Indonesia pada aspek pertahanan dan
keamanan menurut Lemhannas (2001) menganut prinsip-prinsip
sebagai berikut.
1) Pertahanan dan keamanan harus dapat mewujudkan kesiapan
serta upaya bela negara yang berisi keuletan dan ketangguhan
serta kemampuan melalui penyelenggaraaan sistem
pertahanan keamanan rakyat semesta guna menjamin
kesinambungan pembangunan nasional dan kelangsungan
hidup bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2) Bangsa Indonesia cinta damai, akan tetapi lebih cinta
kemerdekaan dan kedaulatannya. Mempertahankan
kemerdekaan bangsa dan mengamankan kedaulatan negara
yang mencakup wilayah tanah air beserta segenap isinya
merupakan suatu kehormatan demi martabat bangsa dan
negara, dan oleh karena itu harus diselenggarakan dengan
mengandalkan pada kekuatan dan kemampuan sendiri.
3) Pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan keamanan
dimanfaatkan untuk menjamin perdamaian dan stabilitas
keamanan yang dapat digunakan untuk kesinambungan pem-
bangunan nasional serta kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
4) Potensi nasional dan hasil-hasil pembangunan yang telah
dicapai harus dilindungi dari segala ancaman dan gangguan
agar dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan
lahir dan batin segenap lapisan masyarakat bangsa Indonesia.
5) Perlengkapan dan peralatan untuk mendukung pembangunan
kemampuan pertahanan dan keamanan sedapat mungkin
harus dihasilkan oleh industri dalam negeri. Pengadaan dari
luar negeri dilakukan jika terpaksa karena industri dalam
negeri masih terbatas kemampuannya sehingga harus
ditingkatkan kemampuannya.
6) Pembangunan dan penggunaan kemampuan pertahanan dan
keamanan harus diselenggarakan oleh manusia yang berbudi
luhur, arif bijaksana, menghormati hak asasi manusia, dan
menghayati makna nilai dan hakikat perang dan damai.
Kelangsungan hidup dan perkembangan hidup bangsa
memerlukan dukungan manusia yang bermutu tinggi, tanggap
dan tangguh serta bertanggung jawab, dan kerelaan berjuang
dan berkorban demi kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
7) Sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara nasional,
TNI berpedoman pada Sapta Marga yang merupakan penjabaran
Pancasila. Dalam keadaan damai, TNI dikembangkan dengan
kekuatan kecil, profesional, efektif, efisien, dan modern bersama
segenap kekuatan perlawanan bersenjata dalam wadah
Siskamnas (Sishankamrata) dengan strategi penangkalan.
8) Sebagai kekuatan inti kamtibmas, Polri berpedoman kepada
Tri Brata dan Catur Prasetiya yang dikembangkan sebagai
kekuatan yang mampu melaksanakan penegakan hukum,
memelihara, dan mewujudkan keamanan dan ketertiban
masyarakat.
9) Kesadaran dan ketaatan masyarakat kepada hukum perlu
terus-menerus ditingkatkan.
Dengan demikian, ketahanan pertahanan dan keamanan
yang diinginkan adalah kondisi daya tangkal bangsa yang
dilandasi oleh kesadaran bela negara seluruh rakyat yang
mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan dan
keamanan negara yang dinamis, mengamankan pembangunan
dan hasil-hasilnya serta mempertahankan kedaulatan negara dan
menangkal segala bentuk ancaman (Lemhannas, 2001).

Ketahanan Nasional yang terdiri dari delapan gatra yang


meliputi aspek alamiah dan aspek sosial merupakan hubungan yang
saling berkait dan saling bergantung secara utuh menyeluruh
sehingga membentuk tata laku masyarakat dalam sistem kehidupan
nasional. Hubungan keterkaitan antargatra dapat diuraikan sebagai
berikut.
1. Hubungan antargatra dalam Trigatra
Hubungan antargatra dalam trigatra adalah hubungan timbal
balik dan saling memengaruhi.
a. Hubungan antara gatra geografi dan gatra kekayaan alam.
Karakteristik geografi sangat memengaruhi jenis, kualitas,
kuantitas, dan penyebaran kekayaan alam suatu negara.
Sebaliknya, kekayaan alam dapat memengaruhi karakteristik
geografi;
b. Hubungan antara gatra geografi dan gatra kependudukan.
Bentuk-bentuk kehidupan dan penghidupan serta penyebaran
penduduk sangat berkaitan dengan karakteristik geografi.
Sebaliknya, karateristik geografi memengaruhi kependudukan;
c. Hubungan antara gatra kependudukan dan gatra kekayaan
alam.
Kehidupan dan penghidupan penduduk dipengaruhi oleh jenis,
kualitas, kuantitas kekayaan alam. Sebaliknya, penyebaran
kekayaan alam dipengaruhi oleh faktor-faktor kependudukan.
Kekayaan alam akan memberikan manfaat yang nyata jika
diolah oleh penduduk yang memiliki kemampuan serta
didukung oleh teknologi;
2. Hubungan antargatra dalam Pancagatra
Hubungan antaragatra dalam pancagatra merupakan
hubungan timbal balik yang erat dan berkaitan secara utuh dan
menyeluruh. Dengan kata lain, terdapat efek saling memengaruhi,
saling mengisi, dan saling interdependensi atau hubungan yang
serasi, selaras, dan seimbang. Dengan demikian, perubahan salah
satu gatra akan memengaruhi gatra lain. Untuk mencapai tujuan
nasional dengan peningkatan ketahanan nasional, setiap gatra dalam
pancagatra memberikan kontribusi tertentu pada gatra-gatra lain.
Sebaliknya, setiap gatra menerima kontribusi tertentu dari gatra-
gatra lain secara terintegrasi.
a. Hubungan antara gatra ideologi dengan gatra
poleksosbudhankam.
Ideologi sebagai falsafah hidup bangsa dan landasan idiil suatu
negara berfungsi sebagai nilai penentu kehidupan nasional yang
meliputi seluruh gatra dalam pancagatra dalam memelihara
kelangsungan hidup bangsa dan pencapaian tujuan nasionalnya;
b. Hubungan antara gatra politik dengan gatra eksosbudhankam.
Kehidupan politik suatu bangsa dilandasi oleh ideologi dan
falsafah hidupnya yang dipengaruhi oleh kehidupan ekonomi
dan sosial budaya, serta ditunjang oleh situasi keamanan
kehidupan politik bangsa yang dipengaruhi oleh berbagai hal
yang saling berkaitan satu sama lain. Hal ini dipengaruhi oleh
tingkat kecerdasan dan kesadaran berpolitik, tingkat
kemakmuran ekonomi, ketaatan beragama, keakraban sosial
dan rasa keamanannya. Situasi politik yang kacau merupakan
kerawanan. Sebaliknya, keadaan politik stabil dan dinamis
memerlukan pembangunan di segala bidang dan memberikan
rasa aman;
c. Hubungan antara gatra ekonomi dengan gatra
polsosbudhankam.
Kehidupan ekonomi suatu negara dilandasi oleh ideologi dan
falsafah hidupnya yang dipengaruhi oleh kehidupan politik
nasional, kehidupan sosial budaya, dan situasi keamanan yang
berfungsi sebagai penunjang. Sebaliknya, keadaan ekonomi
stabil dan maju menunjang stabilitas dan peningkatan
ketahanan bidang lain.
d. Hubungan antara gatra sosial budaya dengan gatra
polekhankam.
Kehidupan sosial budaya bangsa dilandasi ideologi dan falsafah
hidupnya yang dipengaruhi oleh kehidupan politik, ekonomi,
dan ditunjang oleh situasi keamanan. Keadaan sosial yang
serasi, stabil, dinamis, berbudaya dan berkepribadian, baik
fisik, materiil, maupun mental kejiwaan, hanya dapat terjadi
dalam suasana aman. Keadaan sosial yang timpang dengan
kotradiksi pada berbagai bidang kehidupan tanpa budaya dan
kepribadian memungkinkan timbulnya ketegangan sosial yang
dapat berkembang menjadi revolusi sosial;
e. Hubungan antara gatra pertahanan keamanan dengan gatra
poleksosbud.
Situasi keamanan perlu ditunjang oleh kehidupan ideologi,
politik, ekonomi, dan sosial budaya. Keadaan stabil, maju, dan
berkembang pada seluruh aspek kehidupan akan memper-
kokoh pertahanan dan keamanan nasional.
3. Hubungan antara Trigatra dengan Pancagatra
Antara trigatra dengan pancagatra dan antargatra dalam
astagatra memiliki hubungan timbal balik yang erat yang disebut
korelasi dan interdependensi.
a. Ketahanan nasional pada hakikatnya bergantung kepada
kemampuan bangsa dan negara dalam mempergunakan aspek
alamiah (trigatra) sebagai dasar penyelesaian kehidupan
nasional dalam segala bidang yang ada dalam pancagatra.
b. Ketahanan nasional mengandung pengertian holistik yang di
dalamnya terdapat hubungan antargatra dalam keseluruhan
kehidupan nasional (astagatra).
c. Kelemahan salah satu bidang mengakibatkan kelemahan
bidang lain dan memengaruhi kondisi keseluruhan.
d. Ketahanan nasional bukan merupakan suatu penjumlahan
ketahanan segenap gatranya, melainkan suatu resultan
keterkaitan yang integratif dari kondisi-kondisi dinamis
kehidupan bangsa di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan.

1. Untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya,


manusia perlu mengadakan hubungan-hubungan. Jelaskan
hubungan-hubungan tersebut!
2. Jelaskan lima ciri Ketahanan Nasional Indonesia?
3. Jelaskan mengapa konsepsi ketahanan nasional Indonesia
menggunakan pendekatan kesejahteraan dan keamanan!
Bagaimanakah porsi peran masing-masing gatra dalam astagatra!
4. Jelaskan sifat-sifat Ketahanan Nasional Indonesia.
5. Pemanfaatan kekayaan alam harus menggunakan asas maksimal,
lestari, dan daya saing. Jelaskan!
6. Jelaskan masalah kependudukan yang memengaruhi Ketahanan
Nasional.
7. Jelaskan langkah-langkah pembinaan untuk mempertahankan
Ketahanan Ideologi!
8. Jelaskan bagaimana cara mewujudkan Ketahanan Nasional di
bidang politik dilihat dari aspek politik dalam negari!
9. Jelaskan interrelasi dan interdependensi antara aspek alamiah
dengan aspek sosial dalam perwujudan Ketahanan Nasional!
IV
Setelah mempelajari pokok bahasan ini diharapkan mahasiswa
mampu menjelaskan :
1. pengertian politik, strategi, politik nasional, dan strategi nasional;
2. dasar pemikiran penyusunan politik dan strategi nasional;
3. mekanisme dan proses penyusunan politik dan strategi nasional;
4. stratifikasi kebijakan nasional dalam tata kenegaraan Indonesia;
5. konsep dasar pembangunan nasional dalam rangka perwujudan
politik dan strategi nasional;
6. sistem manajemen nasional dalam rangka pelaksanaan politik
dan strategi nasional;
7. implementasi politik dan strategi nasional dalam bidang-bidang
pembangunan nasional menurut Perpres Nomor 5 tahun 2015
tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah
Nasional Tahun 2015 - 2019“;

1. Pengertian Politik
Secara etimologis, kata politik berasal dari bahasa Yunani
politeiayang akar katanyapolis, berarti kesatuan masyarakat yang
mengurus dirinya sendiri (negara), sedangkan teiaberarti urusan.
Politeia berarti menyelenggarakan urusan negara. Jadi secara
etimologis pengertian politik adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan urusan yang menyangkut kepentingan dari sekelompok
masyarakat (negara). Oleh sebab itu banyak pengertian politik yang
mendasarkan pada sudut kepentingannya.
Bahasa Indonesia menyerap dua istilah bahasa Inggris yang
berbeda, yaitu politics dan policy menjadi satu kata yang sama, yaitu
politik. Politics berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan negara
atau bermakna kepentingan umum warga negara suatu bangsa,
sedangkan policy berkaitan dengan kebijaksanaan penyelenggaraan
kekuasaan negara (wisdom).
Secara umum politik mempunyai dua arti, yaitu politik dalam
arti kepentingan umum (politics) dan politik dalam arti kebijakan
(policy). Politik dalam arti politicsadalah rangkaian asas/prinsip,
keadaan, jalan, cara atau alat yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan. Dalam pengertian ini, politik adalah media dimana bergerak
semua individu atau kelompok individu yang masing-masing
mempunyai kepentingan sendiri dan idenya sendiri. Politik dalam
arti policyadalah penggunaan pertimbangan tertentu yang dapat
menjamin terlaksananya usaha untuk mewujudkan keinginan/cita-
cita yang dikehandaki. Setiap masyarakat (bangsa) mempunyai cita-
cita yang harus dicapai melalui usaha bersama yang dalam
pelaksanaannya membutuhkan perencanaan yang mengikat yang
dituangkan dalam perangkat kebijakan umum (public policy). Jadi,
politik dalam arti policy adalah tindakan individu atau kelompok
individu mengenai suatu masalah atau keseluruhan masalah
masyarakat umum atau negara. Dengan demikian, dalam kaitannya
dengan kepentingan kesatuan masyarakat umum, maka policy (public
policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang
pelaku/aktor politik/kelompok politik dalam usaha mencapai
berbagai tujuan dan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut.
Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa politik adalah
bermacam-macam kegiatan yang menyangkut proses penentuan
tujuan-tujuan dari sistem negara dan upaya-upaya dalam
mewujudkan tujuan itu, pengambilan keputusan (decisionmaking)
mengenai seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala
prioritas dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Untuk
melaksanakan tujuan itu diperlukan kebijakan-kebijakan umum
(public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau
alokasi dari sumber-sumber yang ada.
Sementara itu, untuk menentukan kebijakan umum,
pengaturan dan pembagian atau alokasi sumber-sumber yang ada,
diperlukan kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang
sangat berperan penting, baik untuk membina kerjasama maupun
menyelesaikan konflik yang mungkin muncul dalam proses
pencapaian tujuan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka berbicara politik
akan sangat berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power),
pengambilan keputusan (decisionmaking), kebijakan (policy),
pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) sumber daya.
Negara (state) adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah
yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh
rakyatnya.
Kekuasaan (power) adalah kemampuan seseorang atau suatu
kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok
lain sesuai dengan keinginan dari pelaku.
Keputusan (decision) adalah membuat pilihan di antara
beberapa alternatif, sedangkan Pengambilan Keputusan
(decisionmaking) menunjuk pada proses yang terjadi sampai
keputusan itu tercapai. Pengambilan Keputusan merupakan konsep
pokok dari politik dan menyangkut keputusan-keputusan yang
diambil secara kolektif serta mengikat seluruh masyarakat.
Keputusan-keputusan itu dapat menyangkut tujuan masyarakat
maupun menyangkut kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk mencapai
tujuan itu. Setiap proses membentuk kebijaksanaan umum atau
kebijaksanaan pemerintah adalah hasil dari suatu proses mengambil
keputusan, yaitu memilih di antara beberapa alternatif, yang
akhirnya ditetapkan sebagai kebijaksanaan pemerintah.
Kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang
diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha
memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan
itu. Dasar pemikirannya adalah bahwa masyarakat memiliki
beberapa tujuan bersama yang ingin dicapai secara bersama pula.
Oleh karena itu diperlukan rencana yang mengikat dan dirumuskan
sebagai kebijakan oleh pihak yang berwenang.
Pembagian (distribution) dan Alokasi (allocation) adalah
pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai (values) dalam
masyarakat. Seringkali pembagian ini tidak merata, sehingga
menyebabkan konflik. Nilai (value) adalah sesuatu yang dianggap
baik atau benar, sesuatu yang diinginkan atau yang penting dan ingin
dimiliki oleh manusia. Nilai ini dapat bersifat abstrak seperti
kejujuran, kebebasan berpendapat, keadilan, dan sebagainya, dan
juga bisa bersifat konkrit seperti rumah, kekayaan dan sebagainya.
2. Pengertian Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani strategos yang berarti the art
of general atau seni seorang panglima yang biasanya digunakan
dalam peperangan. Dalam artian umum, strategi dapat diartikan
sebagai kiat atau cara untuk memperoleh kemenangan atau
tercapainya suatu tujuan termasuk politik.
Pada akhir abad XVII dan permulaan abad XIX, para pemikir
mengenai strategi telah merumuskan beberapa pengertian tentang
strategi dengan sudut pandang yang berbeda.
a. Jomini, Henri Antonie (1779 – 1869), memberi pengertian
strategi secara deskriptif yaitu seni menyelenggarakan
peperangan di atas peta yang meliputi seluruh kawasan perang.
b. Clausewitz, Karl Von (1780 – 1831) memberi pengertian strategi
yaitu pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk
menmenangkan peperangan. Padahal perang itu sendiri
merupakan kelanjutan dari politik dengan cara (atau sarana)
lain.
c. Liddle Hart, Basil Horatio (1921 – 1953), memberi pengertian
strategi adalah seni menggunakan kekuatan militer untuk
mencapai tujuan (yang ditetapkan oleh kebijaksanaan politik)
sedangkan politik mengendalikan strategi.
d. Dalam pengertian modern, istilah strategi tidak terbatas pada
konsep ataupun seni kepemimpinan seorang panglima di medan
perang, namun sudah berkembang dan menjadi prasyarat bagi
setiap pimpinan negara atau pemerintahan. Perkembangan
selanjutnya strategi menjadi suatu seni yang memerlukan
kepekaan dan ketajaman intuisi dan sekaligus dikembangkan
sebagai ilmu kepemimpinan.
Dalam perkembangannya, pengertian istilah strategi condong
ke militer sehingga ada tiga pengertian strategi dalam hal ini yaitu :
a. Strategi militer yang sering disebut sebagai strategi murni yaitu
penggunaan kekuatan militer untuk tujuan perang militer;
b. Strategi besar (grand strategy) yaitu suatu strategi yang
mencakup strategi militer dan strategi nonmiliter sebagai usaha
dalam pencapaian tujuan perang;
c. Strategi nasional yaitu strategi yang mencakup strategi besar
dan diorientasikan pada upaya optimalisasi pelaksanaan
pembangunan dan kesejahteraan bangsa.
Di samping merupakan seni, strategi juga ilmu pengetahuan.
Penggunaannya tidak hanya diperlukan di kalangan militer saja,
melainkan diperlukan juga di bidang lain dengan pengertian baru.
Strategi pada dasarnya merupakan seni dalam menggunakan dan
mengembangkan kekuatan-kekuatan ipoleksosbudhankam untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan
demikian, strategi merupakana korelasi antara karsa, sarana, dan
tujuan (ways-means-ends). Olehkarena strategi merupakan hal yang
esensial dalam upaya mewujudkan tujuan yang ingin dicapai, maka
perlu diketahui tentang wawasan strategi. Wawasan strategi harus
mengacu pada tiga hal, yaitu :
a. Melihat jauh ke depan. Keadaan yang ingin dicapai harus lebih
baik. Oleh karena itu, kita harus mampu mendahului dan
mengestimasi permasalahan yang akan timbul, mampu
membuat desain yang tepat dan menggunakan teknologi masa
depan.
b. Terpadu komprehensif integral. Strategi harus merupakan
kajian dari konsep yang mencakup permasalahan yang
memerlukan pemecahan secara utuh menyeluruh. Grand
strategy dilaksanakan melalui bidang ipoleksosbudhankam, baik
lintas sektor maupun lintas disiplin.
c. Memperhatikan dimensi ruang dan waktu. Pendekatan ruang
dilakukan karena strategi akan berhasil bila didukung oleh
lingkungan sosial budaya dimana strategi dan manajemen
tersebut dioperasionalkan, sedangkan pendekatan waktu sangat
fluktuatif terhadap perubahan dan ketidakpastian kondisi yang
berkembang sehingga strategi tersebut dapat bersifat temporer
dan kontemporer.
3. Politik Nasional dan Strategi Nasional
Politik Nasionaladalah azas, haluan, usaha serta kebijakan
tindakan dari negara tentang pembinaan (perencanaan, pengem-
bangan, pemeliharaan, pengendalian, dan penggunaan) potensi
nasional untuk mencapai tujuan nasional. Dengan perkataan lain,
politik nasional adalah kebijakan nasional yang bertujuan untuk
mencapai tujuan nasional yang digariskan oleh lembaga kedaulatan
rakyat dan di dalamnya terintegrasi unsur ipoleksosbudhankam
menjadi suatu kebijakan tunggal yang berdaya guna dan berhasil guna.
Strategi Nasional adalah cara melaksanakan politik nasional
dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan oleh
politik nasional atau dengan perkataan lain strategi nasional adalah
pelaksanaan dari kebijaksanaan nasional. Dalam melaksanakan
politik nasional ini disusunlah strategi nasional, yaitu strategi jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Agar strategi nasional dapat berjalan sesuai dengan apa yang
telah ditetapkan, maka harus dirumuskan dan dilakukan pemikiran-
pemikiran strategis yang akan digunakan. Pemikiran strategis tidak
lain adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi
perkembangan keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi
bahkan mengganggu pelaksanaan strategi nasional. Untuk
mengantisipasinya, maka dalam pemikiran strategis umumnya
dilakukan ‘telaah strategi” dan “perkiraan strategi”.
a. Telaah Strategi
Telaah strategi (Telstra) merupakan suatu kajian terhadap
perkembangan keadaan dan lingkungan yang dapat berpengaruh
terhadap pelaksanaan strategi yang akan dilaksanakan dengan selalu
memperhatikan berbagai kecenderungan. Kecenderungan per-
kembangan keadaan lingkungan menjangkau kurun waktu lebih
kurang sepuluh tahun ke depan. Dalam melakukan telaah strategi,
antara lain dilakukan koreksi terhadap bidang politik, ekonomi,
perkembangan sosial budaya, hankam, dan sasaran serta pedoman
periode waktu yang digunakan. Penentuan sikap dan pendirian
ditinjau dari kepentingan dan sasaran nasional baik dalam lingkup
regional, nasional, maupun lingkup internasional.
b. Perkiraan Strategi
Perkiraan strategi (Kirstra)) adalah suatu analisis terhadap
berbagai kemungkinan perkembangan keadaan dan lingkungan,
pengembangan sasaran alternatif, cara bertindak yang ditempuh,
analisis kekuatan yang dimiliki, dan pengaruhnya, serta batas waktu
berlakunya penilaian terhadap pelaksanaan strategi. Melalui
perkiraan strategi akan dapat diidentifikasi kesempatan, masalah
yang dihadapi, tersedia/tidaknya sumber kekuatan, yang semuanya
dituangkan dalam rangka mencapai tujuan, sasaran, atau keadaan
yang diinginkan. Analisis yang digunakan dalam perkiraan strategi
didukung data dan fakta yang diperoleh dari hasil telaah strategi dan
menjangkau kurun waktu lima tahun ke depan meskipun tetap
dilakukan koreksi terhadap perkembangan keadaan dan lingkungan.
Dari perkiraan strategi dihasilkan sasaran yang dipilih dan sasaran
alternatif sekaligus cara bertindak yang digunakan atau alternatif
cara bertindak.
1. Dasar Pemikiran
Sebagai dasar pemikiran dalam penyusunan Politik dan
Strategi Nasional perlu dipahami pokok pikiran yang terkandung
dalam sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi
Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional.
Dalam penyelenggaraan kehidupan kenegaraan, Indonesia memilih
cara pendekatan kesejahteraan dan keamanan yang dalam
perwujudannya perlu didukung oleh pemantapan hukum.
Berdasarkan pengalaman dalam mengisi kemerdekaan, perlu
diselesaikan terlebih dahulu masalah sistem politik yang dianut,
khususnya pelaksanaan sistem politik demokrasi Pancasila. Dalam
proses penyelenggaraan demokrasi Pancasila, MPR merupakan
pemegang kedaulatan rakyat dan kekuasaan negara. Sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, MPR mengadakan ketetapan
MPR RI sebagai keputusan mendasar (basic solution)yang menjadi
kebijakan nasional untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil
dan makmur yang merata material dan spiritual berdasar Pancasila
di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia.
2. Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Sesuai ketentuan UUD 1945, Politik dan Strategi Nasional
sebagai kebijakan dasar untuk mencapai tujuan nasional ditetapkan
oleh MPR. MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat menampung
aspirasi yang berasal dari pemerintah sebagai penyelenggara negara
maupun dari masyarakat. Memahami semangat dan kemauan UUD
1945, maka telah dikembangkan pandangan bahwa jajaran
pemerintahan serta lembaga-lembaga negara yang dibentuk
berdasarkan ketentuan UUD 1945 disebut sebagai suprastruktur
politik, seperti MPR, DPR, Presiden, DPA, BPK, DPD, Komisi Judisial
(KJ), Mahkamah Konstitusi (MK), dan MA. Sementara itu lembaga-
lembaga masyarakat yang tumbuh dari berbagai golongan dan
lapisan masyarakat itu sendiri disebut infrastruktur politik, yang
mencakup pranata-pranata politik yang ada di masyarakat, seperti
partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok
kepentingan (interest group), dan kelompok penekan (pressure
group). Antara suprastruktur politik dan infrastruktur politik ini
harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang.
Kedua kelompok struktur politik tersebut di atas, dalam
mekanisme kepemimpinan nasional secara berkala menampung dan
menghimpun aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat luas untuk bersama-sama dibahas menjadi
kebijakan nasional yang dituangkan ke dalam peraturan perundangan.
Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat
suprastruktur politik diatur oleh Presiden. Dalam melaksanakan
tugasnya ini, Presiden dibantu oleh lembaga-lembaga tinggi negara
lainnya serta dewan-dewan yang merupakan badan koordinatif,
seperti Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional, Dewan Pertahanan
Keamanan Naisonal, Dewan Tenaga Atom Nasional, Dewan
Penerbangan dan antariksa Nasional, Dewan Maritim Nasional, Dewan
Otonomi Daerah, dan Dewan Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional.
Selanjutnya, proses penyusunan politik dan strategi nasional di
tingkat suprastruktur politik dilakukan setelah presiden terpilih,
kemudian presiden menyusun program kabinet dan memilih para
menteri yang akan melaksanakan program kabinet tersebut.
Program kabinet dapat dipandang sebagai dokumen resmi yang
memuat politik nasional yang digariskan oleh presiden. Jika politik
nasional ditetapkan oleh Presiden, maka strategi nasional
dilaksanakan oleh para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah
nondepartemen sesuai dengan bidangnya atas petunjuk presiden.
Apa yang dilaksankan oleh presiden dalam hal ini sesungguhnya
merupakan politik dan strategi nasional dalam pelaksanaan sehingga
di dalamnya sudah tercantum program-program yang lebih konkrit
untuk dicapai yang disebut sebagai sasaran nasional.
Di tingkat infrastruktur, penyusunan politik dan strategi
nasional merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh rakyat
Indonesia dalam rangka pelaksanaan strategi nasional yang meliputi
bidang hukum, ekonomi, politik, sosial budaya, dan pertahanan
keamanan. Sesuai dengan kebijakan politik nasional, maka
penyelenggara negara harus mengambil langkah-langkah untuk
melakukan pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan
mencantumkan apa yang menjadi keinginan rakyat Indonesia
sebagai sasaran sektoralnya. Dengan semakin kritis dan terbukanya
pandangan masyarakat terhadap kehidupan hukum, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan di era reformasi
saat ini, maka peranan masyarakat dalam turut mengontrol jalannya
politik dan strategi nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah
maupun yang dilaksanakan oleh Presiden sangat besar.
3. Stratifikasi Politik Nasional
Stratifikasi politik (kebijakan) nasional di Indonesia tersusun
secara bertingkat yang terdiri atas tingkat kebijakan puncak,
kebijakan umum, kebijakan khusus, kebijakan teknis, dan kebijakan
daerah.
Tingkat kebijakan puncak meliputi kebijakan tertinggi yang
lingkupnya menyeluruh secara nasional, misalnya : penetapan UUD
dan penggarisan masalah makro politik bangsa dan negara untuk
merumuskan idaman nasional (national goals) berdasarkan falsafah
Pancasila dan UUD 1945. Penentu tingkat kebijakan puncak ini
adalah MPR dengan produk kebijakan berupa UUD dengan ketetapan
MPR. Di samping itu, penentu kebijakan tingkat puncak ini selain
menjadi kewenangan MPR juga menjadi kewenangan Presiden
sebagai kepala negara dalam kekuasaannya yang berkaitan dengan
pasal 10, 11, 12, 13, 14, dan 15 UUD 1945 dengan produk kebijakan
berupa Dekrit dan Piagam Kepala Negara.
Tingkat kebijakan umum merupakan tingkat kebijakan di
bawah tingkat kebijakan puncak yang lingkupnya juga menyeluruh
nasional dan berupa penggarisan mengenai masalah-masalah makro
strategis guna mencapai idaman nasional dalam situasi dan kondisi
tertentu. Kewenangan penentu tingkat kebijakan umum ini adalah
Presiden, baik sendiri maupun bersama-sama DPR. Produk tingkat
kebijakan umum yang ditentukan oleh kewenangan Presiden
bersama DPR antara lain berupa Undang-Undang atau Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), sedangkan produk
tingkat kebijakan umum yang ditentukan oleh kewenangan Presiden
antara lain berupa Peraturan Pemerintah untuk mengatur
pelaksanaan Undang-Undang, Keputusan/Instruksi Presiden yang
berisi kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pemerintahan, dan
Maklumat Presiden dalam keadaan tertentu.
Tingkat kebijakan khusus merupakan penggarisan terhadap
suatu bidang utama (major area) pemerintahan sebagai penjabaran
terhadap kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi,
sistem dan prosedur dalam bidang utama tersebut. Kewenangan
penentu tingkat kebijakan khusus ini terletak pada Menteri
berdasarkan kebijakan pada tingkat di atasnya dengan produk
kebijakan antara lain dirumuskan dalam bentuk Peraturan Menteri,
Keputusan/Instruksi Menteri dalam bidang pemerintahan yang
menjadi tanggung jawabnya. Di samping itu, produk kebijakan ini
dalam keadaan tertentu juga bisa berupa Surat Edaran Menteri.
Tingkat kebijakan teknis meliputi penggarisan dalam suatu
sektor bidang utama tersebut dalam bentuk prosedur dan teknik
untuk mengimplementasikan rencana program dan kegiatan.
Kewenangan penentu tingkat kebijakan teknis ini terletak di tangan
pimpinan eselon pertama departemen pemerintahan maupun
pimpinan lembaga-lembaga nondepartemen dengan produk
kebijakan dirumuskan dalam bentuk Peraturan, Keputusan/Instruksi
Direktur Jenderal atau Pimpinan Lembaga nondepartemen dalam
masing-masing sektor/segi administrasi yang menjadi tanggung
jawabnya. Isi dan jiwa kebijakan teknis ini harus sesuai dengan
kebijakan di atasnya. Selain itu kebijakan tersebut sudah bersifat
teknis dan administratif sehingga peraturan, keputusan, dan
instruksi direktur jenderal/pimpinan lembaga nondepartemen itu
lazimnya merupakan pedoman pelaksanaan.
Tingkat kebijakan di daerah meliputi kebijakan mengenai
pelaksanaan pemerintah pusat di daerah maupun kebijakan
pemerintah daerah (otonom). Kewenangan penentu kebijakan
mengenai pelaksanaan pemerintah pusat di daerah terletak di tangan
gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di
daerah yurisdiksinya masing-masing dengan produk kebijakan
berupa Keputusan/Instruksi Gubernur untuk Provinsi atau terletak
di tangan bupati/walikota dengan produk kebijakan berupa
Keputusan/Instruksi Bupati/Walikota untuk kabupaten/kota madya.
Kewenangan penentu kebijakan pemerintah daerah otonom terletak
pada kepala daerah dengan persetujuan DPRD yang hasil
perumusannya dijadikan sebagai kebijakan daerah dalam bentuk
Peraturan Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota Madya
dan Keputusan/Instruksi Kepala Daerah, baik Provinsi maupun
Kabupaten/Kota Madya.
Secara skematis, strtatifikasi kebijakan nasional dalam
ketatanegaraan Indonesia tersebut dapat dituangkan dalam matriks
sebagai berikut.
Matriks stratifikasi kebijakan nasional dalam
ketatanegaraan di Indonesia
Tingkatan Penentu
No. Produk kebijakan
kebijakan kebijakan
 MPR  Tap MPR
1. Puncak  Presiden selaku  Dekrit
Kepala Negara  Piagam Kepala Negara
 Presiden + DPR  Undang-Undang
 Presiden selaku  Perpu
Kepala  PP
2. Umum
Pemerintahan  Keppres
 Inpres
 Maklumat Presiden
 Menteri  Permen
3. Khusus  Kepmen
 Instruksi Menteri
 Pejabat Eselon I  Peraturan Dirjen
4. Teknis  Kept. Dirjen
 Instruksi Dirjen
 Gubernur/  Kept.Gub/Bup/
Bupati/ Walikota
5. Daerah
Walikota  Instr. Gub/Bup/Wal
 Kepala Daerah  Perda

Bagi bangsa Indonesia tujuan yang hendak diwujudkan adalah


sebagaimana tertuang di dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945,
yaitu : melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Hal
inilah yang menjadi tujuan politik atau tujuan nasional bangsa
Indonesia.
Agar tujuan nasional bangsa Indonesia ini dapat dirasakan oleh
segenap rakyat Indonesia, maka upaya perwujudannya dilakukan
melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan
rakyat dan demokratis dengan mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Penyelenggaraan negara ini dilaksanakan melalui pembangunan
nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa oleh penyelenggara
negara, yaitu lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara bersama-
sama segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah negara Republik
Indonesia.
Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas
manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara
berkelanjutan, berlandasakan kemampuan nasional dengan
memanfaatkan kemajuan iptek serta memperhatikan tantangan
perkembangan global. Dalam pelaksanaannya mengacu pada
kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan
kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera,
maju, dan kukuh kekuatan moral dan etikanya.
Di dalam aturan ketatanegaraan Indonesia saat ini, politik dan
strategi nasional dituangkan dalam bentuk UU Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan UU tentang Rencana Pembangunan
Nasional Jangka Panjang serta Peraturan Presiden tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Kebijakan yang telah
mendapat persetujuan dari lembaga tinggi negara, khususnya DPR,
inilah yang akhirnya menjadi politik pemerintah.
Politik pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan
nasional memerlukan adanya keterpaduan tata nilai, struktur, dan
proses yang merupakan himpunan usaha untuk mencapai
kehematan, daya guna dan hasil guna sebesar mungkin dalam
penggunaan sumber daya dan sumber dana nasional guna
mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Untuk maksud ini, maka
diperlukan adanya sistem manajemen nasional (Sismennas) yang
berfungsi memadukan penyelenggaraan siklus kegiatan berupa
perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan pengendalian
pelaksanaan. Dengan perkataan lain, Sismennas ini berfungsi
memadukan keseluruhan upaya manajerial yang berintikan tatanan
pengambilan keputusan berkewenangan (TPKB) dalam rangka
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk
mewujudkan ketertiban sosial, ketertiban politik, dan ketertiban
administrasi.
1. Hakikat Sistem Manajemen Nasional (Sismennas)
Sismennas adalah suatu sistem yang meliputi faktor karsa,
sarana, dan upaya dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan
nasional. Dalam konsepsi Sismennas, manajemen merupakan faktor
upaya; organisasimerupakan faktorsarana; dan embanan nasional
sebagai faktor karsa yang memberikan arah dan memadukan
keseluruhan proses. Berdasarkan rumusan di atas, maka hakikat
Sismennas adalah keterpaduan upaya dalam mencapai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan berngara.
Dalam ketatanegaraan Indonesia, unsur-unsur utama
Sismennas adalah sebagai berikut.
a. Negara sebagai organisasi kekuasaan yang mempunyai hak dan
peranan terhadap pemilikan, pengaturan, dan pelayanan yang
diperlukan dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa.
b. Bangsa Indonesia sebagai pemilik negara berperan untuk
menentukan sistem nilai dan arah/kebijaksanaan negara yang
digunakan sebagai landasan dan pedoman bagi penyelenggaraan
fungsi-fungsi negara.
c. Pemerintah sebagai unsur manajer atau penguasa berperan
dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan umum dan
pembangunan ke arah cita-cita bangsa dan kelangsungan serta
pertumbuhan negara.
d. Masyarakat sebagai unsur penunjang & pemakai berperan
sebagai kontributor, penerima, dan konsumen bagi berbagai
hasil kegiatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan.
Berdasarkan uraian di atas, dilihat secara struktural, unsur-
unsur utama Sismennas tersusun atas empat tatanan, yaitu : tata
kehidupan masyarakat (TKM), tata politik nasional (TPN), tata
administrasi negara (TAN), dan tata laksana pemerintahan (TLP).
TKM dan TPN merupakan tatanan luar (outer setting), sedangkan
TAN dan TLP merupakan tatanan dalam (inner setting) dari
Sismennas.
Secara proses, Sismennas berpusat pada suatu rangkaian tata
pengambilan keputusan berkewenangan (TPKB) yang terjadi pada
tatanan dalam (TAN dan TLP). Untuk penyelenggaraan TPKB
diperlukan proses arus masuk yang dimulai dari TKM lewat TPN.
Aspirasi dari TKM yang berintikan kepentingan rakyat dapat berasal
dari rakyat (individu/ormas), parpol, kelompok penekan, organisasi
kepentingan, dan pers. Rangkaian kegiatan dalam TPKB menghasil-
kan berbagai keputusan yang terhimpun dalam proses arus keluar
berupa berbagai kebijakan yang dituangkan ke dalam berbagai
bentuk peraturan perundangan sesuai dengan sifat permasalahan
dan klasifikasi kebijakan serta instansi atau pejabat yang
mengeluarkan, dan selanjutnya disalurkan ke TPN dan TKM.
2. Faktor-Faktor Sismennas
a. Faktor Karsa
Faktor karsa berperan penting sebagai pemberi arah dalam
manajemen, terutama pada rangkaian pengambilan keputusan. Karsa
yang ditetapkan harus berdasarkan pertimbangan kemampuan
untuk mengatasi berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi
serta memanfaatkan peluang yang ada. Faktor karsa mempunyai
hierarkhi dari tingkat yang tertinggi berupa cita-cita nasional
(national ideal) dalam waktu tak terbatas berupa catur embanan
nasional; idaman nasional (national goal) dalam waktu jangka
panjang; tujuan nasional (national objective) jangka waktu sedang;
sasaran nasional (national targets) yang ingin dicapai dalam jangka
pendek.
b. Faktor Sarana
Faktor sarana merupakan unsur-unsur dan wadah yang
diperlukan sebagai kekuatan dalam manajemen untuk mencapai
tujuan. Faktor sarana ini mencakup sumber daya manusia, sumber
daya alam, logistik, keuangan, data dan informasi, tata ruang,
partisipasi masyarakat, kewenangan, dan yurisdiksi. Faktor sarana
ini diperlukan untuk mendukung pengambilan keputusan,
pelaksanaan , dan pengujian kebijakan.
c. Faktor Upaya
Faktor upaya merupakan proses dinamik dari manajemen yang
memadukan seluruh sarana yang ada untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan.
3. Fungsi Sismennas
Fungsi pokok Sismennas adalah pemasyarakatan politik, dalam
arti bahwa segenap upaya dan kegiatan Sismennas diarahkan pada
penjaminan hak dan kewajiban warga negara. Hak warga negara
adalah terpenuhinya berbagai kepentingan warga negara, sedangkan
kewajiban warga negara adalah turut bertanggung jawab bagi
terwujudnya suasana kewarganegaraan yang baik, setia dan patuh
pada negara, serta taat pada peraturan perundangan yang berlaku.
Dalam proses arus masuk (TKM dan TPN) terdapat dua fungsi, yaitu
pengenalan kepentingan, dan pemilihan kepemimpinan.
a. Fungsi Pengenalan Kepentingan
Fungsi pengenalan kepentingan berperan untuk menemukan
dan mengenali serta merumuskan berbagai permasalahan dan
kebutuhan rakyat yang terdapat pada TKM yang selanjutnya di dalam
TPN permasalahan dan kebutuhan tersebut diolah dan
ditransformasikan menjadi kepentingan politik nasional. Jadi,
pengenalan kepentingan ini dimaksudkan untuk menentukan apa
yang akan diputuskan.
Fungsi pengenalan kepentingan dalam rangka kehidupan
kenegaraan suatu bangsa diperlukan untuk menumbuhkembangkan
kesadaran, pengetahuan, dan kejelasan segala sesuatu yang
diperlukan atau dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Pada tahap TKM, dilihat dari faktor karsa, kepentingan
masyarakat itu terarah pada cita-cita rakyat yang berisikan
gambaran mengenai dambaan yang ideal. Dambaan tersebut
didorong oleh hasrat manusia untuk membentuk lingkungan hidup
bersama yang tertib dan teratur serta berpangkal dari pemenuhan
kebutuhan hidup manusia secara universal. Dilihat dari faktor
sarana, kepentingan masyarakat itu bercirikan sosial budaya yang
meliputi falsafah hidup rakyat, lingkungan fisik, dan cara hidup
masyarakat. Dilihat dari faktor upaya, pemenuhan kepentingan
masyarakat secara umum dilakukan melalui proses pembudayaan
(akulturasi) masyarakat terhadap lingkungannya, dan secara khusus
melalui proses pembentukan pendapat umum masyarakat (public
opinion). Kepentingan masyarakat yang tidak terpenuhi pada tahap
TKM disalurkan ke tahap TPN untuk memperoleh keputusan.
Pada tahap TPN, kepentingan itu disebut kepentingan nasional
(national interest). Ditinjau dari faktor karsa, kepentingan nasional
itu terarah pada idaman nasional yang didorong oleh kesadaran
berkebangsaan melalui proses pembangunan bangsa, berpangkal
dari naluri manusia untuk hidup, bekerja, dan berjuang bersama
secara terorganisasi. Ditinjau dari faktor sarana, kepentingan
nasional itu bercirikan pola sosial politik yang meliputi
paham/ideologi bangsa, modal bangsa (aset nasional), dan
kelembagaan politik. Ditinjau dari faktor upaya, kepentingan
nasional itu merupakan pembangkitan secara umum proses
pemasyarakatan politik dan secara khusus pengenalannya melalui
proses pembentukan pendapat politik (polical opinion) sebagai hasil
pengolahan dan penyaluran lebih lanjut terhadap pendapat umum.
Kepentingan nasional yang telah diakomodasikan pada tahap TPN
disalurkan ke tahap TAN untuk memperoleh keputusan. Pada tahap
TAN dan TLP kepentingan politik nasional itu diolah dan
ditransformasikan menjadi kepentingan publik.
Pada tahap TAN, ditinjau dari faktor karsa, kepentingan publik
itu terarah pada tujuan nasional, dan didorong oleh kesadaran
bernegara dalam proses pembangunan negara yang berpangkal pada
gagasan universal tentang kedaulatan. Ditinjau dari faktor sarana,
kepentingan publik bercirikan pola tata negara yang meliputi dasar
negara, hukum dasar negara, dan kelembagaan negara. Ditinjau dari
faktor upaya, kepentingan publik berupa penentuan dan perumusan
melalui proses penggarisan kebijakan dan penyusunan program
negara (public policy and program). Secara khusus, kepentingan
publik berupa konstitusi, penggarisan politik strategi nasional
(polstranas), dan penyusunan peraturan perundang-undangan.
Pada tahap TLP, ditinjau dari faktor karsa, kepentingan publik
terarah pada sasaran berdasarkan nilai-nilai strategis dengan
didorong oleh pencapaian kriteria manajerial (ekonomis, efisiensi,
efektivitas) yang berpangkal pada gagasan pelayanan umum (public
service) berdasarkan jiwa pengabdian kepada rakyat. Dilihat dari
faktor sarana, kepentingan publik menjiwai kebijaksanaan
pemerintah yang meliputi politik pemerintah, strategi pemerintah,
dan perilaku birokrasi. Ditinjau dari faktor upaya, kepentingan publik
berupa pengaturan lebih lanjut ke dalam bentuk rencana, rancangan
pelaksanaan dan program kerja, anggaran, pengendalian dan
penilaian.
b. Fungsi Pemilihan Kepemimpinan
Fungsi pemilihan kepemimpinan berperan untuk memberi
masukan tentang tersedianya orang-orang yang berkualitas dan
mendapat kepercayaan serta pengakuan dari masyarakat guna
menyelenggarakan berbagai tugas dalam rangka TPKB yang
berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Jadi, fungsi pemilihan
kepemimpinan ini dimaksudkan untuk mencari siapa yang akan
berperan dalam TPKB.
Dalam Sismennas, struktur kepemimpinan dalam kehidupan
bernegara berpusat kepada kepemimpinan nasional. Sebagai struktur
inti, kepemimpinan nasional pada tahap TPN itu berakar pada
kepemimpinan masyarakat pada tahap TKM. Pada tahap TAN dan TLP,
kepemimpinan nasional membentuk kepemimpinan kenegaraan yang
merupakan struktur atasnya. Selanjutnya, kepemimpinan negara
dapat dianggap sebagai kepemimpinan nasional yang diformalkan dan
dilegalkan dalam lingkup ketatanegaraan.
Kepemimpinan nasional terwujud pada kelembagaan yang
berfungsi politik, baik pada TKM, TPN, maupun TAN dan TLP.
Berfungsinya lembaga politik, terutama yang tertuju kepada kegiatan
dan peran sebagai wadah untuk mengenal, menampung dan
mengolah hasrat, keinginan dan aspirasi rakyat, selanjutnya
disalurkan dan diperjuangkan melalui TPKB.
Pada tahap TKM lembaga yang dapat berfungsi politik antara
lain lembaga desa, nagari, marga, dan LSM sebagai kelembagaan
etnis-geografis yang cukup mantap sehingga memungkinkan
terwujudnya kepemimpinan pada tingkat bawah.
Pada tahap TPN, ada dua kelompok kelembagaan yang
merupakan sarana utama bagi terwujudnya kepemimpinan nasional,
yakni kelembagaan politik dan organisasi massa. Kelembagaan
politik dalam menyelenggarakan fungsi politiknya ditujukan pada
perjuangan untuk memenangkan dan menyelenggarakan kekuasaan
pemerintahan negara. Maksud utama yang menjadi ciri khas
kelembagaan politik adalah mengendalikan kekuasaan pemerintahan
negara untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Kelembagaan
organisasi massa, media massa, dan sebagainya dalam
menyelenggarakan fungsi politiknya merupakan kelompok penekan
(pressure groups) yang lebih mengarah pada usaha untuk
mempengaruhi pembuatan kebijakan negara sesuai kepentingan
masing-masing.
Pada tahap TAN dan TLP, terselenggaranya seleksi
kepemimpinan nasional untuk menjadi kepemimpinan negara
(kelembagaan kepala negara, kelembagaan pimpinan pemerintahan
daerah) harus melalui kelembagaan perwakilan rakyat, baik di pusat
maupun di daerah. Selanjutnya, seleksi kepemimpinan lembaga
perwakilan rakyat di pusat dan di daerah dipilih melalui pemilihan
umum.
4. Peranan Sismennas
Peranan Sismennas adalah untuk meningkatkan komitmen dan
konsistensi bangsa dalam mewujudkan catur embanan nasional.
Pembangunan nasional yang ditunjang oleh sistem manajemen akan
melahirkan ketertiban administrasi, ketertiban politik, dan ketertiban
sosial sehingga dapat mencapai tujuan nasional secara lebih berhasil
guna dan berdaya guna. Dengan demikian, peranan Sismennas dalam
pembangunan nasional adalah untuk lebih mendukung upaya
perwujudan Wawasan Nusantara dan meningkatkan Ketahanan
Nasional.
5. Tatanan Pengambilan Keputusan Berkewenangan
Tatanan pengambilan keputusan berkewenangan (TPKB)
merupakan inti Sismennas yang terselenggara pada TAN dan TLP.
Tatanan tersebut mencakup keseluruhan perangkat negara yang
mendapat kewenangan dan tanggungjawab dalam pengambilan
keputusan untuk membuat berbagai kebijakan pemerintahan atau
negara yang menyangkut segala aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dengan mengarah kepada cita-cita
nasional. Keputusan-keputusan yang dihasilkan TPKB merupakan
sumber bagi penyelenggaraan fungsi-fungsi, baik perencanaan,
pengendalian, dan pengujian aturan. Oleh karena itu, pelaksanan
fungsi TPKB meliputi tahapan sebelum, selama, dan sesudah
pelaksanan suatu keputusan.
Tahapan sebelum pelaksanaan mecakup pengambilan
keputusan tentang faktor karsa, sarana, dan upaya yang terjadi
melalui proses perkiraan, perancangan, perhitungan, analisis,
penilaian, pemilihan, dan pengesahan, terutama untuk menghadapi
hal-hal yang akan datang yang mengandung potensi, peluang,
kendala, tantangan, ketidakpastian dan risiko. Kegiatan tersebut
dilaksanakan melalui suatu sistem perencanaan.
Tahapan selama pelaksanaan berisikan pengambilan keputusan
untuk memberikan arah, mengkoordinasikan pelaksanaan, dan
mengoreksi penyimpangan-penyimpangan ataupun kekeliruan-
kekeliruan dalam pelaksanaan. Untuk itu, perlu dilakukan kegiatan-
kegiatan pemantauan, pemeriksaan, pengawasan, dan berbagai tindak
lanjutnya. Keseluruhan kegiatan tersebut tercakup dalam suatu sistem
pengendalian.
Tatanan sesudah pelaksanaan adalah penilaian terhadap
kinerja pelaksanaan yang mencakup kegiatan pembakuan dan
pengukuran hasil karya dengan maksud untuk melihat efektivitas
keputusan yang telah diambil. Kegiatan tersebut dilakukan melalui
sistem penilaian.
Tahapan-tahapan tersebut, secara simultan berlaku pula
fungsi-fungsi pembuatan aturan, penerapan aturan, dan pengujian
aturan. Fungsi pembuatan aturan adalah pembentukan berbagai
kebijakan yang digunakan sebagai pedoman dan pegangan yang
mengikat aparatur negara dan masyarakat dalam berbagai kegiatan.
Fungsi penerapan aturan adalah pelaksanaan dari berbagai aturan
untuk mendorong terwujudnya nilai-nilai yang terkandung dalam
berbagai aturan dimaksud. Fungsi pengujian aturan adalah pengujian
terhadap legalitas, relevansi, validitas, dan ketepatan berbagai aturan
tersebut.
a. Sistem Pengambilan Keputusan
Faktor-faktor yang ada dalam suatu sistem pengambilan
keputusan secara sistematis terdiri dari masukan, sistem nilai,
ramalan, kriteria, dan keputusan.
1) Masukan
Unsur masukan menyangkut sembilan kategori keperluan
utama seperti disebut dalam faktor sarana. Unsur masukan ini
berperan sebagai penghubung antara faktor karsa dan faktor upaya.
Masukan-masukan bagi TPKB secara fungsional berasal dari proses
arus masuk.
2) Sistem Nilai
Sistem nilai dapat bersifat relatif tetap dan berubah. Yang
relatif tetap adalah Pancasila dan UUD 1945; sedangkan yang dapat
berubah adalah nilai-nilai yang tertuang dalam berbagai kebijakan
di bawahnya berupa peraturan perundang-undangan. Contoh nilai-
nilai yang realtif tetap yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam sila-
sila Pancasila, sedangkan contoh nilai-nilai yang tidak tetap dan
bersifat teknis operasional yaitu moneter, manfaat, nilai kegunaan,
bobot timbangan, dll.
3) Ramalan
Ramalan diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan
pencapaian sasaran dan pengembangan kebijaksanaan dalam
menghadapi perkembangan lingkungan. Untuk itu perlu diadakan
pengkajian terhadap perkembangan lingkungan melalui suatu
telaah strategik pada setiap bidang kehidupan nasional.
Pada kenyataannya, ramalan dapat berbentuk berbagai
perkiraan keadaan, baik yang berjangka panjang, sedang, maupun
pendek. Berbagai perkiraan keadaan disiapkan sebagai dokumen-
dokumen telaahan pada setiap tahap pengambilan keputusan
nasional, departemental, sektoral maupun daerah.
4) Kriteria
Kriteria yang dijadikan ukuran dan dasar pertimbangan
dalam menentukan keputusan pada TPKB yang pertama adalah
kelangsungan hidup bangsa dan negara; kedua yang bersifat politis
strategik yang menyangkut harkat, derajat, martabat serta
kehormatan bangsa dan negara; ketiga yang bersifat teknis
manajerial seperti produktivitas, kehematan, daya guna dan hasil
guna; keempat bersifat administratif menyangkut keabsahan
(legalitas) dan keteraturan (regularitas).
5) Keputusan
Hasil TPKB adalah berbagai keputusan yang berhubungan
dengan faktor karsa yang merupakan kebijakan dan program
negara (public policies and programs) dalam lingkup nasional, baik
di bidang pembangunan maupun pemerintahan. Dalam Sismennas,
terjadinya keputusan serta implementasinya menyangkut berbagai
fungsi manajemen terpadu yang meliputi ketiga tahapan, yaitu
sebelum, selama, dan sesudah pelaksanaan.
b. Siklus Keputusan
Siklus keputusan terdiri dari siklus kebijakan dan siklus
perencanaan. Siklus kebijakan meliputi pembuatan aturan, penerapan
aturan, dan pengujian aturan, sedangkan siklus perencanaan meliputi
perumusan rencana, pengendalian, dan penilaian.
1) Siklus Kebijakan
a) Pembuatan Aturan
Pembuatan aturan adalah proses pengambilan keputusan
mengenai berbagai kebijakan yang kemudian dituangkan dalam
bentuk peraturan perundang-undangan. Keputusan tersebut
digunakan sebagai landasan, pedoman, dan pegangan yang
mengikat dan menguasai sikap serta perilaku para anggota
masyarkat dan aparatur pemerintah. Pembuatan aturan merupakan
fungsi pemerintahan yang berpangkal dan berlandaskan konstitusi
sebagai hukum dasar tertulis yang bersumber pada pandangan
hidup rakyat dan nilai-nilai sosial budaya bangsa sebagai hukum
dasar negara tidak tertulis.
Sebagai masukan pembuatan aturan, selain berasal dari arus
masuk juga bersumber dari pranata pemerintahan negara, pranata
politik nasional, dan pranata sosial. Dari pranata pemerintahan
negara terdapat kebijakan umum sebagai pedoman bagi
penyelenggaraan program pemerintah, baik ke dalam untuk ditaati
oleh segenap aparatur negara maupun ke luar untuk ditaati oleh
masyarakat. Yang bersumber dari pranata politik nasional berupa
masukan-masukan dari organisasi politik, organisasi
kemasyarakatan, dan media massa selama proses pengambilan
keputusan. Selain itu, yang bersumber dari pranata sosial berupa
kebiasaan, tradisi, adat istiadat yang tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat perlu diperhatikan selama proses
pengambilan keputusan dalam pembuatan aturan.
b) Penerapan Aturan
Semua peraturan yang dihasilkan oleh pembuatan aturan
perlu diterapkan, dilaksanakan, dan ditegakkan untuk mengatur,
mendorong, dan mengendalikan penyelenggaraan berbagai usaha
masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya
masing-masing ke arah tercapainya tujuan nasional.
Penerapan aturan diarahkan baik ke dalam maupun ke luar
dan dilakukan oleh pranata birokrasi yang terdiri atas aparatur
pemerintah pusat maupun daerah. Penerapan ke dalam berupa
penyempurnaan aparatur negara dan pemerintah, sedangkan
penerapan ke luar berupa pelayanan umum (public services).
Dalam rangka pelayanan umum yang mencakup pembinaan
dan pemberian bimbingan, diperlukan pengaturan pelayanan
(regulatory services) yang dilakukan oleh pemerintah, antara lain
perizinan atau lisensi yang mengatur usaha dan kegiatan ekonomi
berupa prosedur tertentu, penetapan tarif, penjatahan, dan lain-
lain.
c) Pengujian Aturan
Pengujian aturan mengandung arti pengambilan keputusan
untuk menyatakan apakah suatu aturan dapat dipatuhi atau tidak,
sesuai dengan kepentingan kelompok sasaran atau tidak, dan
apakah aturan tersebut sesuai dengan perkembangan situasi dan
kondisi yang ada. Selain itu perlu juga diuji apakah peraturan itu
konsisten dengan aturan di atasnya dan tidak bertentangan dengan
aturan lainnya. Peran utama pengujian aturan adalah penegakan
hukum dan kepastian hukum.
Pada taraf TAN, subjek pengujian aturan adalah seluruh
aparatur negara dan pemerintahan. Pada taraf TPN, pengujian
dilakukan oleh organisasi politik, organisasi masyarakat dan media
massa dalam rangka respons terhadap aturan yang sesuai atau
tidak sesuai dengan kepentingan politik nasional. Pada taraf TKM
pengujian aturan dilakukan oleh masyarakat pada umumnya,
sebagai respons masyarakat terhadap aturan yang sesuai atau tidak
sesuai dengan kepentingan masyarakat.
2) Siklus Perencanaan
a) Perencanaan
Perencanaan dalam Sismennas bersifat menyeluruh dan
terpadu meliputi keseluruhan siklus dari proses perumusan,
pengendalian, dan penilaian serta meliputi jangka panjang, jangka
sedang, dan jangka pendek.
Dalam rangka pembangunan nasional, keterpaduan
perencanaan sangat diperlukan, baik keterpaduan antarkebijakan,
antarsektor, antartingkat pemerintahan, antardaerah, antar-
program dan antarproyek. Pengalaman menunjukkan, bahwa tanpa
adanya keterpaduan yang menyeluruh akan banyak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti pemborosan dana, waktu, dan tenaga
serta kurang berhasil guna dan berdaya guna dalam mencapai
sasaran dan tujuan.
Perencanaan diawali dengan pengenalan dan penentuan
tujuan sebagai pengembangan cita-cita melalui perumusan idaman
yang kemudian dijadikan dasar bagi penentuan berbagai tujuan dan
sasaran. Selanjutnya, sebagai usaha untuk mencapai sasaran ke
arah pencapaian tujuan perlu digariskan berbagai kebijakan,
program-program, dan proyek-proyek yang dalam pelaksanaannya
perlu diperhitungkan dan dikaitkan dengan kebutuhan serta
kemampuan sumber dana dan sumber daya yang tersedia.
Sistem perencanaan nasional terdiri atas perencanaan
strategik, perencanaan program, dan perencanaan anggaran. Hal ini
dimaksudkan untuk pengenalan dan penentuan tujuan nasional
berupa kebijakan pokok yang selaras dengan kepentingan rakyat
serta sesuai pula dengan tuntutan kemajuan zaman dan
perkembangan lingkungan. Perencanaan strategik berorientasi
kepada faktor karsa, yang meliputi tahapan waktu jangka panjang,
jangka sedang, dan jangka pendek. Meskipun demikian, titik berat
peranannya lebih ditekankan kepada tahapan jangka panjang
sebagai pedoman yang bersifat perspektif, secara garis besar,
menyeluruh, dengan visi jauh ke depan.
Perencaan program digunakan untuk menggariskan berbagai
upaya nasional secara terpadu, menyeluruh, dan berimbang ke arah
terwujudnya tujuan nasional yang dituangkan dalam berbagai
kebijakan dan langkah kegiatan yang terpadu. Perencaan program
berorientasi kepada faktor upaya meliputi jangka sedang dan jangka
pendek dengan titik berat perhatian kepada penatalaksanaan
kegiatan jangka sedang. Hal ini disebabkan oleh peranannya sebagai
penyusun dan pengatur berbagai kegiatan dalam hubungannya
dengan pembagian dan penggunaan sumber dana dan sumber daya
yang memerlukan tinjauan ke depan untuk dapat memberikan daya
duga (forseability) dan daya mampu melaksanakan (feasibility) untuk
terwujudnya tujuan secara konkrit, terkoordinasi, dan terkendali.
Perencanaan anggaran merupakan penentuan alokasi
sumber dana nasional untuk membiayai kegiatan pembangunan
sektor publik dengan titik berat perhatian kepada hal-hal yang
bersifat teknis operasional yang dilakukan dalam waktu satu
tahunan dengan urutan prioritas yang tetap berorientasi kepada
jangka sedang.
Saling hubungan antara ketiga jenis dan tahapan waktu
perencanaan tersebut dapat disusun secara berurutan (sequential)
atau saling melingkupi. Proses pembaharuannya dapat dilakukan
secara bergulir atau bertahap. Proses bergulirdilakukan jika siklus
pembaharuan untuk rencana jangka sedang dan jangka panjang
didasarkan pada tahap jangka pendek, sedangkan proses bertahap
dilakukan jika siklus pembaharuan untuk rencana jangka sedang
dan jangka panjang didasarkan pada tahap jangka sedang.
Perencanaan penyelenggaraan pembangunan nasional Indonesia
dilakukan secara saling melingkupi dan proses pembaharuannya
dilakukan secara bertahap.
Sistem perencaan yang berlaku di Indonesia berpedoman
pada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai dokumen
utama nasional yang mencerminkan hasrat dan aspirasi rakyat
Indonesia. GBHN adalah keputusan politik lembaga tertinggi negara
yang berperan sebagai jembatan yang menghubungkan proses
pengambilan keputusan politik pada tahap TPN, dengan proses
pengambilan keputusan pada tahap TAN, kemudian dijabarkan
dalam proses pengambilan keputusan pada tahap TLP.
b) Pengendalian
Tahap perencanaan anggaran di atas merupakan tahap akhir
siklus sistem perencanaan yang sekaligus dimulainya fase
pelaksanaan. Fase pelaksanaan ini memerlukan sistem pengendalian.
Pengendalian itu meliputi kegiatan pemantauan, pemeriksaan,
pengawasan, dan pelaporan serta berbagai langkah tindak lanjut
terhadap penyimpangan/kekeliruan yang terjadi serta pemecahan
atas berbagai hambatan yang dihadapi. Secara konsepsional sistem
pengendalian dibagi atas tiga taraf, yaitu : bimbingan strategik,
pengendalian manajerial, dan pengendalian operasional.
Bimbingan strategik mencakup penggarisan kebijakan,
pemberian pedoman, dan pengarahan secara menyeluruh mengenai
penentuan dan cara pencapaian idaman, termasuk mengenai
pengadaan, pengalokasian, serta penggunaan sumber daya.
Pengendalian manajerial meliputi segenap upaya untuk menjaga agar
sumber daya yang tersedia dapat digunakan secara hemat, berhasil
guna, dan berdaya guna dalam mencapai tujuan. Pengendalian
operasional meliputi segenap pemberian petunjuk, pengarahan, dan
perintah unsur pimpinan satuan operasional untuk dapat
terselenggaranya tugas dan pekerjaan berjalan secara teratur, lancar,
tepat, dan mantap dalam mencapai sasaran.
Dalam pelaksanaannya, sistem pengendalian perlu mem-
perhatikan simpul-simpul norma, efektor, sensor, komparator, dan
korektor. Simpul norma adalah tata nilai, patokan yang dijadikan
dasar bagi suatu aturan atau kebijaan dan digunakan sebagai
pedoman bagi pelaksanaan setiap rencana, program, proyek, dan
kegiatan. Simpul efektor berupa pemberian perintah atau instruksi
secara jelas dan lengkap dengan memperhatikan batas-batas
kemampuan setiap pelaksana yang bersangkutan. Untuk ini
diperlukan empat subsimpulnya, yaitu pemberian motivasi;
koordinasi dan komunikasi; pendidikan dan pelatihan; tegaknya
hukum, disiplin, dan tata tertib organisasi. Simpul sensor berperan
untuk mengamati, menemukenali, mengukur, dan menampilkan
serta melaporkan keadaan dan permasalahan pada masukan, proses,
atau keluaran pada tahap pelaksanaan. Simpul komparator berperan
membandingkan segala keterangan yang berasal dari sensor dengan
norma yang ditentukan. Simpul korektor berperan melakukan
perbaikan serta pembetulan yang diperlukan.
c) Penilaian
Penilaian berisi kegiatan pengujian dan pemberian kualitas
terhadap hasil pelaksanan rencana untuk mengetahui apakah
pelaksanaan rencana tersebut mengikuti ketentuan yang digariskan,
mencapai kinerja yang direncanakan, dan mencapai hasil
sebagaimana yang diinginkan. Dalam TPKB, penilaian berperan
sebagai penutup siklus kegiatan manajemen yang sedang berjalan,
dan kemudian tanggapan politik dan tanggapan masyarakat
merupakan bahan masukan atau umpan balik bagi perencanaan
selanjutnya.
Lingkup penilaian bervariasi pada sasaran tertentu, misalnya
pada faktor masukan, proses, keluaran, atau pada penilaian kinerja
yang menyeluruh, baik berupa hasil (output), manfaat (outcome),
maupun dampak (impact).
Kriteria yang digunakan dalam penilaian adalah keabsahan,
keteraturan, kehematan, hasil guna, dan daya guna. Keabsahan
(legality) digunakan untuk menguji apakah pelaksanaan rencana
mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keteraturan (regularity) digunakan untuk menguji apakah laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan memenuhi syarat ketelitian,
kebenaran, kejujuran, kelengkapan, dan ketepatan waktu
berdasarkan pedoman atau peraturan yang berlaku. Kehematan
(economy) digunakan untuk menguji apakah sumber dana yang
disediakan digunakan secara hemat. Hasil guna (effectiveness)
digunakan untuk menguji apakah kinerja yang dicapai sesuai dengan
tujuan yang direncanakan. Daya guna (efficiency) digunakan untuk
menguji apakah sumber daya yang digunakan mencapai kinerja yang
optimal.
Secara skematis, sistem pengambilan keputusan sebagai
kebijakan nasional dalam tatakenegaraan Indonesia dapat dilihat
pada bagan di bawah ini.
Sistem pengambilan keputusan sebagai produk kebijakan nasional
dalam tatakenegaraan Indonesia

ASPIRASI RAKYAT

Pendapat & tuntutan perorangan


Pendapat & tuntutan kelompok/golongan
TKM
PENDAPAT UMUM MASYARAKAT
ARUS MASUK

PENDAPAT POLITIK

TPN
Ormas Pers Orpol

PADUAN PENDAPAT POLITIK NASIONAL

KEBIJAKAN UMUM NASIONAL


SEBAGAI POLITIK STRATEGI NASIONAL TAN
TPKB

KEBIJAKAN PEMERINTAH
Perencanaan terpadu, pengendalian dan penilaian TLP
pemerintah (ke dalam)

PENILAIAN UMUM NAS & LEGALISASI NAS


KEBIJAKAN UMUM NEGARA TAN
ARUS KELUAR

Penilaian, Pemahaman & Dukungan Politik


TUNTUTAN POLITIK BARU TPN

Pelaks Kebijakan Perencanaan & Program Nas


Pemenuhan & Tuntutan Baru TKM
Keperluan hidup
6. Produk Tatanan Pengambilan Keputusan Berkewenangan
Keluaran Sismennas merupakan produk TPKB yang terdiri atas
kebijakan dan rencana nasional yang dituangkan dalam berbagai
bentuk peraturan perundang-undangan serta hasil pelaksanaannya.
Interaksi yang terjadi, baik di dalam maupun antar-TAN, TPN,
dan TKM masing-masing dapat menimbulkan ketertiban maupun
ketidaktertiban. Agar interaksi tersebut menimbulkan ketertiban
diperlukan landasan hukum. Dalam penjelasan UUD 1945 mengenai
sistem pemerintahan negara antara lain tercantum, “Negara
Indonesia berdasar atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas
kekuasaan belaka (machstaat)”. Hal ini berarti bahwa segala
kekuasaan, kewenangan, dan tanggung jawab negara dan pemerintah
dalam menyelenggarakan politik serta administrasinya, begitu pula
hak, kewajiban, perilaku serta kegiatan seluruh unsur masyarakat
harus berlandaskan dan bersumber kepada nilai, ketentuan, norma,
dan budaya serta aturan ketatanegaraan yang dituangkan dalam
berbagai bentuk keputusan perundang-undangan yang mengikat dan
mengatur seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
Suatu tatanan hukum yang berlaku berisi tertib hukum positif
yang merupakan hasil TPKB. Proses terwujudnya tertib hukum
mempunyai hubungan timbal balik dengan ketertiban administrasi,
ketertiban politik, dan ketertiban sosial. Ketertiban pada tingkat TAN
dan TLP disebut ketertiban administrasi (tibmin). Terwujud dan
terpeliharanya tibmin yang mapan bergantung pada negara yang
dapat mempengaruhi terciptanya dan terpeliharanya keteraturan
dan ketertiban yang mendukung perjuangan politik bangsa pada
tahap TPN. Hal itu disebut ketertiban politik (tibpol). Kemantapan
tibpol merupakan faktor pendorong utama bagi terciptanya disiplin,
keteraturan, ketertiban, serta ketenteraman umum dalam tahap TKM
yang disebut ketertiban sosial(tibsos). Terpeliharanya tibsos yang
stabil dan dinamis adalah syarat mutlak bagi keberhasilan
pelaksanaan berbagai kebijakan dan program pemerintah yang
ditujukan kepada tercapainya tujuan nasional. Dengan demikian,
ketiga bentuk ketertiban terebut saling mempengaruhi dan
mendukung. Ketertiban yang satu merupakan syarat bagi ketertiban
yang lainnya.
Ketertiban administrasi berlandaskan kepada doktrin berupa
catur embanan nasional, yakni : melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum;
mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Dalam mewujudkan catur embanan tersebut, tibmin
berorientasi kepada kepentingan umum (public interest) sehingga
kepentingan dalam tibmin itu mengikat seluruh warga negara.
Ketertiban politik berlandaskan kepada doktrin Wawasan
Nusantara (Wasantara) yang berjiwa semangat dan kesadaran akan
persatuan dan kesatuan yang utuh menyeluruh antara berbagai
komponen, unsur, dan faktor kehidupan kebangsaan yang beraneka
ragam. Semangat dan kesadaran tersebut menimbulkan rasa dan
suasana kegotongroyongan, saling berhubungan, saling
mempengaruhi, serta saling ketergantungan satu sama lain. Dalam
mewujudkan Wasantara, tibpol berorientasi kepada kepentingan
politik (political interest).
Ketertiban sosial berlandaskan kepada doktrin Ketahanan
Nasional (Tannas), yakni kondisi dinamis yang meliputi seluruh
aspek kehidupan nasional yang diperlukan bangsa Indonesia untuk
memelihara kelangsungan hidup dan mencapai tujuan nasionalnya.
Dalam mewujudkan Tannas, tibsos berorientasi kepada kepentingan
sosial (social interest).
Secara skematis, produk tata pengambilan keputusan
berkewenangan (TPKB) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
Produk TPKB dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara di Indonesia

Bentuk Aturan  Jak Puncak


Per-UU Pelaksanaan
(Strati. Jak.)  Program

Dimensi

Struktur Fungsional S
Produk Arus
Tatanan Hukum Tatanan Hukum
Keluar TPKB Y
(2 Jenis) K A
K  TIB. MIN  BUAT
(TAN/TLP) ATURAN E R
E L
U A
T
A T
E
 TIB. POL  TERAP R
R (TPN) ATURAN A
Hasil M
T N
pelaksanaan U
Aturan I U T
 Kebijakan
B T L
 Program
A  TIB. SOS  UJI A
A
(TKM) ATURAN M
N A K
1. LATAR BELAKANG
Upaya mewujudkan tujuan negara dilaksanakan melalui
proses yang bertahap, terencana, terpadu dan berkesinambungan.
UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional tahun 2005-2025 menetapkan bahwa visi
pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan INDONESIA YANG
MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR, dengan penjelasan sebagai
berikut:
Mandiri : berarti mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan
sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan
pada kemampuan dan kekuatan sendiri.
Maju : dengan tingkat kemakmuran yang juga tinggi disertai
dengan sistem dan kelembagaan politik dan hukum yang
mantap.
Adil : berarti tidak ada pembatasan/diskriminasi dalam bentuk
apapun, baik antarindividu, gender, maupun wilayah.
Makmur : berarti seluruh kebutuhan hidup masyarakat Indonesia
telah terpenuhi sehingga dapat memberikan makna dan
arti penting bagi bangsa-bangsa lain.
Dalam mewujudkan visi tersebut dilaksanakan 8 (delapan)
misi yaitu:
a. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,
beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah
Pancasila dengan memperkuat jati diri dan karakter bangsa
melalui pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan
hukum, memelihara kerukunan internal dan antarumat
beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembang-
kan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa,
dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia sebagai
landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.
b. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing dengan membangun
sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing;
meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui
penelitian, pengembangan, dan penerapan menuju inovasi
secara berkelanjutan; pembangunan infrastruktur yang maju
serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara; dan
memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan
setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan
membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan
pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri.
c. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum
dengan memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih
kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil; memperkuat
kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin
pengembangan media dan kebebasan media dalam
mengkomunikasikan kepentingan masyarakat; dan membenahi
struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan
menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif,
dan memihak pada rakyat kecil.
d. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu dengan
membangun kekuatan TNI hingga melampui kekuatan esensial
minimum serta disegani di kawasan regional dan internasional;
memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme
Polri untuk melindungi dan mengayomi masyarakat; mencegah
tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas;
membangun kapabilitas lembaga intelijen dan kontra-intelijen
negara dalam penciptaan keamanan nasional; serta
meningkatkan kesiapan komponen cadangan, komponen
pendukung pertahanan dan kontribusi industri pertahanan
nasional dalam system pertahanan semesta. 8
e. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan
dengan meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi
kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada
masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah;
menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis;
menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap
berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi;
serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek
termasuk gender.
f. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari dengan memperbaiki
pengelolaan pembangunan untuk menjaga keseimbangan antara
pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi,
daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini
dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara
penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan
upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber
daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan;
memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup untuk mendukung kualitas kehidupan, memberikan
keindahan dan kenyamanan; serta meningkatkan pemeliharaan
dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal
pembangunan.
g. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang
mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional
dengan menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan
pemerintah; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang
berwawasan kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk
mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan
membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara
berkelanjutan.
h. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan
dunia internasional dengan memantapkan diplomasi Indonesia
dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional;
melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan
identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional;
dan mendorong kerja sama internasional, regional dan bilateral
antarmasyarakat, antarkelompok, serta antarlembaga di
berbagai bidang.
RPJPN 2005-2025 dilaksanakan dalam empat tahapan rencana
pembangunan jangka menengah (RPJM) dengan rumusan arahan
prioritas kebijakan, yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Tahapan Pembangunan dan arahan kebijakan RPJPN
2005 - 2025

Dari tahapan tersebut di atas, maka pembangunan dalam


RPJMN ke-3 (2015-2019) diarahkan untuk lebih memantapkan
pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan
menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian
berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya
manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat.
Presiden RI terpilih periode 2015 – 2019 telah menyusun
Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2015 – 2019 berdasarkan Visi, Misi, dan Program
yang diusung pada waktu kampanye pencalonan capres-cawapres
2015 – 2019.
Penyusunan RPJMN ini merupakan tugas pemerintah yang
diamanatkan kepada Bappenas dan tertuang dalam UU No. 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
UU SPPN menyatakan bahwa dokumen perencanaan jangka
menengah (RPJMN) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling
lambat tiga bulan setelah Presiden dilantik.
Secara umum perencanaan yang disusun di dalam dokumen
tersebut merupakan penerjemahan dari visi dan misi presiden dan
wakil presiden terpilih, serta mengakomodasi arahan dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, yaitu
memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan
menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta
penguatan daya saing perekonomian. RPJMN 2015-2019 merupakan
tahap ketiga dari RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2007 dengan visi pembangunan 2005 –
2025 : Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur.
Berdasarkan RPJPN 2005 – 2025 antara lain ditegaskan bahwa
pada RPJMN ketiga 2015 – 2019 akan memantapkan pembangunan
secara menyeluruh di berbagai bidang dengan meningkatkan
pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan
keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas
serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat.
Visi dan misi presiden terpilih harus dibuat secara mendetail
sehingga sesuai dengan regulasi yang berlaku, Bappenas membuat
detail tersebut melalui rancangan teknokratik Rencana
Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015–2019.
“Rancangan teknokratik ini memiliki back up yang banyak, ada
datanya, ada studinya, ada informasinya, sehingga saat Presiden
berjanji untuk memperbaiki infrastruktur maka Bappenas yang akan
menterjemahkannya dalam rencana pembangunan secara
teknokratik,”.
Rancangan teknokratik terdapat 3 parameter. Pertama, adalah
Undang–undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, UU
No 17 tahun 2007. Kedua, adalah evaluasi yang sedang berjalan
untuk mengkaji kekurangan dari rancangan teknokratik dari RPJMN.
Ketiga, latar belakang pengkajian yang terkait dengan kebijakan
masing-masing sektor.
Terkait dengan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) yang berjalan lebih dahulu dibandingkan dengan
RPJMN, hal tersebut terjadi karena pilpres dan pilkada memiliki
periode yang berbeda. “Tugas dari RPJMD ini adalah
mengharmoniskan dengan RPJMN yang sedang berjalan. Yang akan
mengevaluasi jalannya RPJMD apakah harmonis atau tidak dengan
RPJMN adalah kewenangan Kemendagri (Kementrian Dalam Negeri)
dan tentu saja ada kerjasama dengan Bappenas,”.

2. PERMASALAHAN DAN TANTANGAN


a. Tiga Masalah Pokok Bangsa
Pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional, bangsa
Indonesia dihadapkan pada tiga masalah pokok bangsa, yakni (1)
merosotnya kewibawaan negara, (2) melemahnya sendi-sendi
perekonomian nasional, dan (3) merebaknya intoleransi dan krisis
kepribadian bangsa.
Ancaman Terhadap Wibawa Negara. Wibawa Negara
merosot ketika negara tidak kuasa memberikan rasa aman kepada
segenap warga negara, tidak mampu mendeteksi ancaman terhadap
kedaulatan wilayah, membiarkan pelanggaran hak asasi manusia
(HAM), lemah dalam penegakan hukum, dan tidak berdaya dalam
mengelola konflik sosial. Negara semakin tidak berwibawa ketika
masyarakat semakin tidak percaya kepada institusi publik dan
pemimpin tidak memiliki kredibilitas yang cukup untuk menjadi
teladan dalam menjawab harapan publik terhadap perubahan ke
arah yang lebih baik. Harapan untuk menegakkan wibawa negara
semakin pudar ketika negara mengikat diri pada sejumlah perjanjian
internasional yang mencederai karakter dan makna kedaulatan yang
tidak memberi keuntungan pada kepentingan nasional.
Kelemahan Sendi Perekonomian Bangsa. Lemahnya sendi-
sendi perekonomian bangsa terlihat dari belum terselesaikannya
persoalan kemiskinan, kesenjangan sosial, kesenjangan antar wilayah,
kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat dari eksploitasi sumber
daya alam yang berlebihan, dan ketergantungan dalam hal pangan,
energi, keuangan, dan teknologi. Negara tidak mampu memanfaatkan
kandungan kekayaan alama yang sangat besar, baik yang mewujud
(tangible) maupun bersifat nonfisik (intangible), bagi kesejahteraan
rakyatnya. Harapan akan penguatan sendi-sendi ekonomi bangsa
menjadi semakin jauh ketika negara tidak kuasa memberi jaminan
kesehatan dan kualitas hidup yang layak bagi warganya, gagal dalam
memperkecil ketimpangan dan ketidakmerataan pendapatan nasional,
melanggengkan ketergantungan atas utang luar negeri dan
penyediaan pangan yang mengandalkan impor, dan tidak tanggap
dalam menghadapi persoalan krisis energi akibat dominasi alat
produksi dan modal korporasi global serta berkurangnya cadangan
minyak nasional.
Intoleransi dan Krisis Kepribadian bangsa. Politik
penyeragaman telah mengikis karakter Indonesia sebagai bangsa
pejuang, memudarkan solidaritasn dan gotong-royong, serta
meminggirkan kebudayaan lokal. Jati diri bangsa terkoyak oleh
merebaknya konflik sektarian dan berbagai bentuk intoleransi.
Negara abai dalam menghormati dan mengelola keragaman dan
perbedaan yang menjadi karakter Indonesia sebagai bangsa yang
majemuk. Sikap untuk tidak bersedia hidup bersama dalam sebuah
komunitas yang beragam telah melahirkan ekspresi intoleransi
dalam bentuk kebencian, permusuhan, diskriminasi, dan tindakan
kekerasan terhadap “yang berbeda”. Kegagalan pengelolaan
keragaman itu terkait dengan masalah ketidakadilan dalam realokasi
dan redistribusi sumber daya nasional yang memperuncing
kesenjangan sosial. Pada saat yang sama, kemajuan teknologi
informasi dan transportasi yang begitu cepat telah melahirkan “dunia
tanpa batas” (borderless-state) yang pada gilirannya membawa
dampak negative berupa kejut budaya (culture shock) dan
ketunggalan identitas global di kalangan generasi muda Indonesia.
Hal ini mendorong pencarian kembali basis-basis identitas primodial
sebagai representasi simbolik yang menjadi pembeda dengan
lainnya. Konsekuensinya, bangsa ini berada di tengah pertarungan
antara dua arus kebudayaan. Disatu sisi, manusia Indonesia
dihadapkan pada arus kebudayaan yang didorong oleh kekuatan
pasar yang menempatkan manusia sebagai komoditas semata. Di sisi
lain, muncul arus kebudayaan yang menekankan penguatan identitas
primodial di tengah derasnya arus globalisasi. Akumulasi dari
kegagalan mengelola dampak persilangan dua arus kebudayaan
tersebut menjadi ancaman bagi pembangunan karakter bangsa
(nation and character building).
b. Tantangan Utama Pembangunan
Tantangan utama pembangunan dalam rangka meningkatkan
wibawa negara dapat dikelompokka atas peningkatan stabilitas dan
keamanan negara, pembangunan tata kelola untuk menciptakan
birokrasi yang efektif dan efisien, serta pemberantasan korupsi
1) Stabilitas Politik dan Keamanan
Tantangan utama stabilitas sosial dan politik adalah
memelihara kebhinnekaan Indonesia agar tetap menjadi faktor
yang menginspirasi, memperkaya dan menguatkan Indonesia
dalam mencapai visi pembangunan nasional. Konsolidasi
demokrasi diharapkan dapat menguatkan lembaga-lembaga
demokrasi yang mampu memelihara keanekaragaman menjadi
berkah yang besar untuk Indonesia, bukan menjadi hambatan yang
menjauhkan Indonesia dari cita-citanya.
Tantangan lainnya, adalah meningkatkan kesadaran kolektif
masyarakat akan bahaya terorisme bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara, dan meningkatkan kesiapsiagaan, baik di antara
lembagalembaga pemerintah dan juga di tingkat masyarakat.
Ancaman terorisme bersifat laten dan tidak berpola, dan berpotensi
mengganggu keamanan negara dan menciptakan instabilitas social
dan politik yang dapat menghambat proses pembangunan nasional.
Di lain sisi, meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
aparatur penegak hukum, khususnya Polri, juga merupakan
tantangan serius yang harus diselesaikan dalam rangka
menciptakan stabilitas keamanan. Kepercayaan merupakan modal
penting dalam membangun kemitraan antara masyarakat dan Polri.
Melalui upaya peningkatan profesionalisme anggotanya dengan
fokus pada orientasi pelayanan publik, Polri akan dapat tumbuh
menjadi institusi yang disegani dipercaya oleh masyarakat.
Kekuatan pertahanan juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi stabilitas politik dan keamanan. Semakin kuatnya
pertahanan Indonesia ditunjukkan dengan bertambahnya gelar
kekuatan Alutsista di seluruh matra. Dengan adanya peningkatan
tersebut, tantangan yang harus diantisipasi ke depan adalah
pemenuhan pemeliharaan dan perawatan bagi Alutsista tersebut
sehingga kesiapan operasional dan tempur dapat terjamin, serta
peningkatan profesionalisme prajurit sebagai elemen utama
kekuatan pertahanan.
2) Tata Kelola: Birokrasi Efektif dan Efisien
Kualitas tata kelola pemerintahan belum dapat memberikan
kontribusi yang optimal untuk mendukung keberhasilan
pembangunan dan peningkatan daya saing nasional karena masih
dihadapkan pada berbagai tantangan. Oleh karena itu, agar dapat
mendukung keberhasilan pembangunan dan peningkatan daya
saing nasional, tantangan utamanya adalah meningkatkan
integritas, akuntabilitas; efektifitas, dan efisiensi birokrasi dalam
menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan
publik.
Proses demokratisasi, desentralisasi dan otonomi daerah
yang terjadi sejak reformasi telah merubah struktur hubungan
antara berbagai lembaga, khususnya antara legislatif dan eksekutif,
antara pemerintah pusat dan daerah, dan antara pemerintah dan
masyarakat. Hubungan yang terbentuk diantara lembaga-lembaga
tersebut sampai saat ini masih mencari bentuknya yang terbaik.
Keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan/
mengurangi kewenangan DPR dalam proses pembahasan APBN
merupakan contoh mutakhir dari pola hubungan yang sedang
berubah tersebut. Karena itu tantangan yang dihadapi dalam tata
kelola pembangunan adalah bagaimana mempercepat proses
transformasi tersebut untuk mencapai keseimbangan antara
parapihak dalam bentuknya yang terbaik yang dapat mendukung
proses pembangunan nasional kedepan secara efektif dan efisien.
Untuk mempercepat proses tersebut, pemerintah harus
proaktif dalam mengembangkan terobosan dan inovasi pengelolaan
pembangunan khususnya mencari solusi yang optimum bagi
kepentingan nasional dengan melibatkan semua unsur
pembangunan.
3) Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan korupsi masih akan merupakan tantangan
serius bagi pembangunan di Indonesia. Korupsi sangat
menghambat efektivitas mobilisasi dan alokasi sumber daya
pembangunan bagi pengentasan kemiskinan dan kelaparan,
pembangunan infrastruktur, sehingga akan sangat menghambat
pencapaian pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development), pada akhirnya akan memunculkan beragam dampak
buruk bagi masyarakat luas. Oleh karena itu korupsi dapat
dikategorikan sebagai jenis kejahatan luar biasa (extra-ordinary
crime) karena dampaknya yang begitu luas bagi masyarakat.
Tantangan utama untuk melaksanakan pemberantasan
korupsi adalah bagaimana mengefektifkan penegakan hukum. Hal
ini memerlukan perbaikan kualitas dan integritas aparat penegak
hukum, di samping upaya menyempurnaan regulasi dan peraturan
perundangan. Tantangan lain dalam pemberantasan korupsi adalah
bagaimana mengoptimalkan upaya pencegahan tindak pidana
korupsi dengan meningkatkan efektifitas reformasi birokrasi serta
lebih meningkatkan kepedulian dan keikutsertaan masyarakat luas
melalui pendidikan antikorupsi bagi masyarakat luas.
Tantangan utama dalam rangka memperkuat sendi
perekonomian bangsa mencakup upaya untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, percepatan pemerataan dan
keadilan, dan keberlanjutan pembangunan.
4) Pertumbuhan Ekonomi
Pada tahun 2013, pendapatan perkapita Indonesia telah
mencapai USD 3.500 yang menempatkan Indonesia berada pada
lapis bawah negara-negara berpenghasilan menengah (Negara
berpenghasilan rendah di bawah USD 1.090 sedang berpenghasilan
tinggi mulai dari USD 13.672). Tujuan pembangunan nasional
adalah mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat setara
dengan negara maju, artinya Indonesia masuk dalam negara
berpendapatan perkapita yang tinggi (high income). Pada saat yang
sama, perekonomian global juga tumbuh, artinya batas antara
negara berpenghasilan rendah dan Negara berpengasilan tinggi
juga bergerak. Agar Indonesia mampu menjadi negara
berpendapatan tinggi, tentu memerlukan pertumbuhan yang tinggi,
lebih tinggi dari pertumbuhan global.
Dengan posisi Indonesia saat ini, untuk mencapai Negara
berpenghasilan tinggi pada tahun 2030, perekonomian nasional
dituntut tumbuh rata-rata antara 6 – 8 persen per tahun. Inilah
tantangan utama pembangunan ekonomi. Agar pembangunan
ekonomi berkelanjutan, pertumbuhan yang tinggi tersebut harus
bersifat inklusif, serta tetap menjaga kestabilan ekonomi.
Upaya mencapai tujuan tersebut memerlukan penerapan
strategi yang cermat dan tepat, serta memerlukan optimalisasi
pemanfaatan seluruh potensi ekonomi yang ada. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, berkelanjutan dan inklusif akan dicapai
melalui reformasi yang menyeluruh (comprehensive reform).
Kinerja perekonomian Indonesia yang digambarkan dengan
produk domestik bruto (PDB) masih di bawah yang seharusnya
dapat dicapai apabila seluruh potensi yang tersedia dapat
dimanfaatkan secara optimal (potenial GDP). Salah satu faktor
penyebabnya adalah rendahnya efisiensi dan produktivitas dalam
kinerja perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh Total
Factor Productivity (TFP).
5) Percepatan Pemerataan dan keadilan
Ketimpangan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan
menggambarkan masih besarnya kemiskinan dan kerentanan, yang
dicerminkan oleh angka kemiskinan yang turun melambat dan
angka penyerapan tenaga kerja yang belum dapat mengurangi
pekerja rentan secara berarti. Empat kelompok rumah tangga yang
diperkirakan berada pada 40 persen penduduk berpendapatan
terbawah adalah (a) angkatan kerja yang bekerja tidak penuh
(underutilized) terdiri dari penduduk yang bekerja paruh waktu
(part time worker), termasuk di dalamnya adalah rumah tangga
nelayan, rumah tangga petani berlahan sempit, rumah tangga
sektor informal perkotaan, dan rumah tangga buruh perkotaan, dan
(b) usaha mikro kecil termasuk rumah tangga yang bekerja sebagai
pekerja keluarga (unpaid worker), serta (c) penduduk miskin yang
tidak memiliki asset termasuk pekerjaan.
Ukuran kualitas pekerjaan berdasarkan status pekerjaan
rumah tangga di atas, memberikan gambaran tentang kondisi
pekerjaan dan kerentanan kehidupan masih mewarnai pekerjaan
yang menyumbang sekitar 65,8 persen dari pekerja. Sehingga wajar
jika pertumbuhan kelompok 40 persen terbawah relative rendah
dibawah rata-rata nasional. Dengan kondisi seperti ini, laju
pertumbuhan ekonomi pada kisaran 6,0-7,0 per tahun akan tetap
menempatkan persoalan tenagakerja menjadi masalah penting
pembangunan. Karena pertumbuhan ekonomi setinggi demikian,
relatif hanya menguntungkan berbagai kelompok tertentu,
setidaknya tenaga kerja upahan. Dengan demikian upaya
mengisolasi persoalan tenaga kerja pada mereka yang menganggur
dan mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal, serta
peningkatan akses dan produktivitas mesti segera diupayakan jalan
keluarnya. Untuk itu, tantangan dalam menghilangkan kesenjangan
pembangunan yang mampu meningkatkan standar hidup penduduk
40 persen terbawah dan memastikan bahwa penduduk miskin
memperoleh perlindungan sosial adalah:
a) Menciptakan pertumbuhan inklusif. Pola pertumbuhan
inklusif memaksimalkan potensi ekonomi dan menyertakan
sebanyak-banyaknya angkatan kerja dalam pasar tenaga kerja
yang baik (Decent Work), dan ramah keluarga miskin sehingga
mendorong perbaikan pemerataan, dan pengurangan
kesenjangan. Terciptanya dukungan terhadap perekonomian
inklusif dapat mendorong pertumbuhan di berbagai sector
pembangunan, seperti pertanian, industri, dan jasa, untuk
menghindari pertumbuhan yang cenderung ke sektor padat
modal dan bukan padat tenaga kerja.
b) Memperbesar investasi padat pekerja. Terbukanya
lapangan kerja baru menjadi salah satu sarana meningkatkan
pendapatan penduduk. Terciptanya lapangan kerja baru
membutuhkan investasi baru untuk menyerap kesempatan
kerja seluas- luasnya, untuk menyerap angkatan kerja yang
berpendidikan SD dan SLTP.
c) Memberikan perhatian khusus kepada usaha mikro dan
kecil. Usaha mikro dan kecil perlu memperoleh dukungan
penguatan teknologi, pemasaran, dan permodalan, dan akses
pasar yang bagus seperti halnya usaha besar. Dukungan
semacam ini perlu diberikan mengingat sebagian besar
usahanya tidak memiliki lokasi permanen, dan mayoritas tidak
berbadan hukum, sehingga rentan terhadap berbagai
hambatan yang dapat menghalangi potensinya untuk tumbuh
kembang.
d) Menjamin perlindungan sosial bagi pekerja informal.
Perluasan kesempatan kerja yang baik perlu diciptakan untuk
penduduk miskin atau pekerja rentan yang umumnya tidak
memiliki sumber-sumber alternatif untuk menghidupi
ekonomi keluarga. Sementara peluang pasar tenaga kerja yang
dapat diakses kurang memenuhi standar hidup yang layak,
pekerjaan yang tidak tetap, di bawah standar minimum,
sehingga perlindungan sosial bagi pekerja yang sering
menghadapi resiko ekonomi perlu diupayakan.
e) Memperluas ekonomi perdesaan dan mengembangkan
sektor pertanian. Isu lain yang masih tertinggal dan
memerlukan perhatian adalah sarana dan prasarana
perekonomian di daerah pedesaan, akses kredit dan jasa
keuangan bagi pelaku ekonomi di pedesaan dan sumber
permodalan lainnya serta pemanfaatan riset dan teknologi
pertanian.
6) Keberlanjutan Pembangunan
Ada beberapa tantangan untuk mewujudan pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan secara konkrit ke dalam berbagai
bidang dan daerah, yaitu:
a) Masih perlu adanya kesamaan dan meluasnya pemahaman
berbagai pemangku kepentingan tentang pentingnya
pembangunan berkelanjutan di seluruh aspek kehidupan;
b) Pengembangan data dan ukuran pembangunan berkelanjutan
serta pencerminannya ke dalam kegiatan konkrit, baik pada
dimensi (pilar) lingkungan hidup, dimensi ekonomi, maupun
pada dimensi sosial yang tercermin pada perilaku
berkelanjutan;
c) Pentingnya pengembangan dan dorongan penerapan kegiatan
ramah lingkungan yang tercermin pada efisiensi penggunaan
sumberdaya dan menurunnya limbah, penguatan pemantauan
pencemaran termasuk fasilitasi dan dukungan perluasannya;
d) Pengembangan tata kelola yang mendorong penggunaan
sumberdaya dan teknologi bersih, termasuk langkah-langkah
pengendalian pencemaran dan upaya penegakan hukum yang
disertai dengan pengembangan kapasitas institusi dan SDM
secara keseluruhan.
Tantangan utama pembangunan dalam rangka memperbaiki
krisis kepribadian bangsa termasuk intoleransi mencakup
peningkatan kualitas sumberdaya manusia, pengurangan
kesenjangan antar wilayah, dan percepatan pembangunan kelautan.
7) Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Sumber Daya manusia (SDM) adalah modal utama dalam
pembangunan nasional. Oleh karena kualitas sumber daya manusia
perlu terus ditingkatkan sehingga mampu memberikan daya saing
yang tinggi yang antara lain ditandai dengan meningkatnya Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG),
dan Indeks Kesetaraan Gender (IKG), melalui pengendalian
penduduk, peningkatan taraf pendidikan, dan peningkatan derajat
kesehatan dan gizi masyarakat. Tantangan pembangunan SDM
meliputi:
a) Tantangan dalam pembangunan kesehatan dan gizi
masyarakat adalah meningkatkan upaya promotif dan
preventif; meningkatkan pelayanan kesehatan ibu anak,
perbaikan gizi (spesifik dan sensitif), mengendalikan penyakit
menular maupun tidak menular, meningkatkan pengawasan
obat dan makanan, serta meningkatkan akses dan mutu
pelayanan kesehatan. Disamping itu pembangunan kesehatan
juga dihadapkan pada upaya untuk menurunkan disparitas
akses dan mutu pelayanan kesehatan, pemenuhan sarana
prasarana dan tenaga kesehatan. Secara khusus tantangan
utama dalam lima tahun ke depan adalah dalam meningkatkan
kepersertaan Jaminan Kesehatan Nasional, penyiapan provider
(supply side) dan pengelolaan jaminaan kesehatan untuk
mendukung pencapaian sasaran nasional.
b) Tantangan dalam pembangunan pendidikan antara lain adalah
meningkatkan akses pendidikan menengah melalui program
Wajib Belajar 12 Tahun, dan memberikan pemihakan bagi
seluruh anak dari keluarga yang kurang mampu untuk tetap
dapat menyelesaikan sekolah sampai jenjang pendidikan
menengah tanpa dipungut biaya. Dalam rangka melakukan
revolusi karakter bangsa, tantangan yang dihadapi adalah
menjadikan proses pendidikan sebagai sarana pembentukan
watak dan kepribadian siswa yang matang dengan internalisasi
dan pengintegrasian pendidikan karakter dalam kurikulum,
sistem pembelajaran dan sistem penilaian dalam pendidikan.
c) Tantangan dalam mempercepat peningkatan taraf pendidikan
seluruh masyarakat adalah memenuhi hak seluruh penduduk
usia sekolah dalam memperoleh layanan pendidikan dasar
yang berkualitas; meningkatkan akses pendidikan pada jenjang
pendidikan menengah dan tinggi, terutama bagi masyarakat
kurang mampu; menurunkan kesenjangan partisipasi
pendidikan antarkelompok sosial-ekonomi, antarwilayah dan
antarjenis kelamin; dan meningkatkan pembelajaran sepanjang
hayat.
d) Tantangan utama yang dihadapi dalam rangka memperkukuh
karakter dan jatidiri bangsa adalah meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam mengadopsi budaya global yang positif dan
produktif serta meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan
pentingnya bahasa, adat, tradisi, dan nilai-nilai kearifan local
yang bersifat positif sebagai perekat persatuan bangsa;
meningkatkan promosi budaya antar daerah dan diplomasi
budaya antarnegara; dan meningkatkan kualitas pelindungan,
pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya.
e) Tantangan dalam mempercepat peningkatan kesetaraan
gender, peranan perempuan dalam pembangunan, serta
perlindungan perempuan dan anak adalah meningkatkan
pemahaman, komitmen, dan kemampuan para pelaku
pembangunan akan pentingnya pengintegrasian perspektif
gender di semua bidang dan tahapan pembangunan, dan
penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender termasuk
perencanaan dan peganggaran yang responsif gender di pusat
dan di daerah, serta penguatan sistem perlindungan
perempuan dan anak dari berbagai tindak kekerasan dengan
melakukan berbagai upaya pencegahan dan penindakan.
8) Kesenjangan Antar Wilayah
Ketimpangan atau kesenjangan pembangunan antarwilayah
di Indonesia masih merupakan tantangan yang harus diselesai
dalam pembangunan ke depan. Selama 30 tahun (1982-2012)
kontribusi PDRB Kawasan Barat Indonesia (KBI), yang mencakup
wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali sangat dominan, yaitu sekitar 80
persen dari PDB, sedangkan peran Kawasan Timur Indonesia (KTI)
baru sekitar 20 persen. Kesenjangan pembangunan antarwilayah
dalam jangka panjang bisa memberikan dampak pada kehidupan
sosial masyarakat.
Kesenjangan antarwilayah juga dapat dilihat dari masih
terdapatnya 122 kabupaten yang merupakan daerah tertinggal. Di
samping itu juga terdapat kesenjangan antara wilayah desa dan
kota. Kesenjangan pembangunan antara desa-kota maupun antara
kota-kota perlu ditangani secara serius untuk mencegah terjadinya
urbanisasi, yang pada gilirannya akan memberikan beban dan
masalah sosial di wilayah perkotaan.
Kesenjangan tersebut berkaitan dengan sebaran demografi
yang tidak seimbang, ketersediaan infrastruktur yang tidak
memadai.
9) Percepatan Pembangunan Kelautan
Sebagai negara dengan luas wilayah laut yang sangat besar
percepatan pembangunan kelautan merupakan tantangan yang
harus diupayakan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Dalam kaitan ini penegakan kedaulatan dan yurisdiksi nasional
perlu diperkuat sesuai dengan konvensi PBB tentang Hukum Laut
yang telah diratifikasi. Disamping itu, tantangan utama lainnya
adalah bagaimana mengembangkan industri kelautan, industri
perikanan, dan peningkatan pendayagunaan potensi laut dan dasar
laut bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
c. Meneguhkan Kembali Jalan Ideologi
Bangsa Indonesia berkeyakinan mampu bertahan dalam
deraan gelombang sejarah apabila dipandu oleh suatu ideologi.
Ideologi sebagai penuntun; ideologi sebagai penggerak; ideologi
sebagai pemersatu perjuangan; dan ideologi ideologi sebagai bintang
pengarah. Ideologi itu adalah PANCASILA 1 JUNI 1945 dan TRISAKTI.
Pancasila 1 Juni 1945 meletakkan dasar sekaligus memberikan
arah dalam membangun jiwa bangsa untuk menegakkan kembali
kedaulatan, martabat dan kebanggan sebagai sebuah bangsa;
menegaskan kembali fungsi publik negara, menggelorakan kembali
harapan di tengah krisis sosial yang mendalam; menemukan jalan bagi
masa depan bangsa; dan meneguhkan kembali jiwa gotong-royong.
TRISAKTI memberikan pemahaman mengenai dasar untuk
memulihkan harga diri bangsa dalam pergaulan antar-bangsa yang
sederajat dan bermartabat, yakni berdaulat dalam bidang politik,
berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam
kebudayaan. Jalan TRISAKTI menjadi basis dalam pembangunan
karakter kebangsaan dan landasan kebijakan nasional masa depan.
TRISAKTI mewadahi semangat perjuangan nasional yang
diterjemahkan dalam tiga aspek kehidupan berbangsa dan bernegara
yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan
berkepribadian dalam kebudayaan.
Penjabaran TRISAKTI diwujudkan dalam bentuk :
a. Kedaulatan dalam politik diwujudkan dalam pembangunan
demokrasi politik yang berdasarkan hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. Kedaulatan rakyat menjadi
karakter, nilai dan semangat yang dibangun melalui gotong-
royong dan persatuan bangsa.
b. Berdikari dalam ekonomi diwujudkan dalam pembangunan
demokrasi ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai
pemegang kedaulatan di dalam pengelolaan keuangan negara
dan pelaku utama dalam pembentukan produksi dan distribusi
nasional. Negara memiliki karakter kebijakan dan kewibawaan
pemimpin yang kuat dan berdaulat dalam pengambilan
keputusan-keputusan ekonomi rakyat melalui penggunaan
sumber daya ekonomi nasional dan anggaran Negara untuk
memenuhi hak dasar warganegara.
c. Kepribadian dalam kebudayaan diwujudkan melalui
pembangunan karakter dan kegotong-royongan yang berdasar
pada realitas kebhinnekaan dan kemaritiman sebagai kekuatan
potensi bangsa dalam mewujudkan implementasi demokrasi
politik dan demokrasi ekonomi Indonesia masa depan.
Dengan demikian, prinsip dasar dalam TRISAKTI menjadi basis
sekaligus arah perubahan yang berdasarkan mandate konstitusi dan
menjadi pilihan dasar dalam pengembangan daya hidup kebangsaan
Indonesia, menolak ketergantungan dan diskriminasi, serta terbuka
dan sederajat dalam membangun kerjasama yang produktif dalam
tataran pergaulan internasional.

3. LINGKUNGAN STRATEGIK
a. Geo-Ekonomi
Kondisi geoekonomi global saat ini dan ke depan akan
merupakan tantangan sekaligus peluang bagi perekonomian
Indonesia dalam lima tahun ke depan. Tantangan dan peluang
tersebut antara lain adalah:
Pertama, proses pemulihan ekonomi global saat ini
diperkirakan akan berlangsung secara moderat. Hal ini karena
proses pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang berlangsung secara
bertahap dan pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang cukup
tinggi akan diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa
yang diperkirakan akan tetap lemah dan rentan akibat masih
tingginya tingkat utang dan fragmentasi keuangan yang menahan
laju permintaan domestik.
Kedua, pusat ekonomi dunia ke depan diperkirakan akan
bergeser terutama dari kawasan Eropa-Amerika ke kawasan
Asia Pasifik. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi negara
berkembang yang cukup tinggi akan mengakibatkan Negara
berkembang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dunia.
Kontribusi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Negara berkembang
terhadap PDB Dunia pada tahun 2019 diperkirakan akan mencapai
43,8 persen; dimana pada tahun 2010 hanya sebesar 34,1 persen.
Akibatnya, aliran modal asing ke negara berkembang
diperkirakan akan terus meningkat, terutama negara berkembang di
kawasan Asia dan Amerika Latin. Faktor utama yang mempengaruhi
aliran modal asing ke negara berkembang adalah potensi pasar yang
cukup besar, pertumbuhan ekonomi yang baik, serta keunggulan
komparatif yang dimiliki oleh Negara berkembang, seperti:
ketersediaan sumber daya alam sebagai bahan baku proses produksi
dan tenaga kerja sebagai factor produksi.
Ketiga, tren perdagangan global ke depan tidak saja hanya
dipengaruhi oleh peranan perdagangan barang, tetapi juga oleh
perdagangan jasa yang diperkirakan akan terus meningkat dan
menjadi bagian penting dari mesin pertumbuhan global.
Perkembangan jaringan produksi regional dan global yang
mendorong peningkatan intra-industry trade antar negara pemasok,
akan menjadi alasan utama terjadinya peningkatan perdagangan jasa
antar negara..
Keempat, harga komoditas secara umum diperkirakan
menurun, namun harga produk manufaktur dalam tren
meningkat. Bank Dunia memperkirakan indeks harga komoditas
energi akan turun dari 123,2 pada tahun 2015 menjadi 121,9 pada
tahun 2019. Di sisi lain, indeks harga komoditas non energi
diperkirakan akan mengalami sedikit kenaikan yang relatif konstan.
Di sisi lain, indeks harga produk manufaktur akan meningkat dari
109 pada tahun 2015 menjadi 115,4 pada tahun 2019 (Sumber: Bank
Dunia, Commodity Price Forecast). Hal ini tentunya menjadi alasan
penting bagi Indonesia untuk segera menggeser struktur ekspornya,
dari ekspor berbasis komoditas menjadi berbasis manufaktur.
Kelima, semakin meningkatnya hambatan non tarif di
negara tujuan ekspor. Hal ini merupakan salah satu akibat dari
krisis global yang terjadi beberapa tahun lalu, dimana masing-
masing negara cenderung untuk mengamankan pasar domestiknya
melalui upaya penerapan hambatan perdagangan yang berupa non
tariff measures (NTMs) dan non tariff barriers (NTBs). Dalam 12
bulan ke belakang, jumlah NTMs di dunia meningkat dengan sangat
pesat, seperti: seperti: Sanitary-and-Phytosanitary dan export
taxes/restriction. Sementara itu, apabila dilihat dari sebaran
geografisnya, NTMs banyak diterapkan oleh Uni Eropa, India, Rusia
dan Amerika Latin.
Keenam, implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2015 yang akan dimulai tanggal 31 Desember 2015. Dengan MEA
2015, ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan satu kesatuan basis
produksi, sehingga akan terjadi aliran bebas barang, jasa, investasi,
modal, dan tenaga kerja terampil di antara Negara ASEAN. Hal ini
tentunya merupakan peluang sekaligus tantangan yang perlu
disikapi oleh Indonesia secara cermat dan terintegrasi.
Ketujuh, pergeseran fenomena kerjasama ekonomi ke
arah plurilateral dan mega blok. Hal ini berangkat dari kesadaran
bahwa kerjasama plurilateral dapat mengurangi kerumitan yang
terjadi (noodle bowl syndrome) akibat banyaknya kesepakatan
bilateral.
Pergeseran paradigma arsitektur kerjasama ekonomi global
tidak berhenti sampai di tingkat plurilateral, karena saat ini telah
berkembang keinginan negara-negara untuk membangun konstelasi
kerjasama ekonomi yang lebih luas. Tiga kesepakatan kerjasama
ekonomi yang sedang dalam proses perundingan, ke depan
diperkirakan akan menjadi tiga Mega Blok Perdagangan (Mega
Trading Block), yaitu: TPP (Trans Pacific Partnership) yang saat ini
beranggotakan 13 negara Asia dan Pasifik, TTIP (Trans Atlantic Trade
and Investment Partnership) yang terdiri dari Amerika dan EU, serta
RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) yang terdiri
dari 10 negara ASEAN dan 6 negara mitra ASEAN. Ketiga mega blok
perdagangan ini diperkirakan akan menjadi penentu arsitektur
perdagangan dan investasi global.
Kondisi geokonomi ke depan tentunya perlu disikapi dengan
kebijakan Pemerintah Indonesia yang tepat, agar peluang yang
terbuka dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Untuk itu, kebijakan di bidang ekonomi perlu diarahkan untuk
meningkatkan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dengan titik berat
pada transformasi industri yang berkelanjutan, sehingga
perekonomian Indonesia akan berbasis kepada nilai tambah ekonomi
yang lebih tinggi. Perkiraan pelemahan harga komoditas di pasar
internasional menjadi tantangan penting bagi Indonesia untuk segera
menggeser struktur ekspor Indonesia ke arah produk manufaktur.
Peningkatan daya saing perekonomian Indonesia menjadi hal
utama yang perlu menjadi perhatian. Titik berat peningkatan daya
saing perekonomian perlu diarahkan pada peningkatan infrastruktur
dan ketersediaan energi, peningkatan iklim investasi dan iklim usaha,
serta tata kelola birokrasi yang lebih efiisien. Peningkatan daya saing
perekonomian ini perlu didukung oleh kebijakan pemerintah daerah
yang kondusif, yang tidak menciptakan rente ekonomi maupun
ekonomi biaya tinggi. Peningkatan infrastruktur akan dititikberatkan
pada upaya untuk meningkatkan konektivitas nasional, sehingga
integrasi domestik ini akan meningkatkan efisiensi ekonomi dan
kelancaran arus barang dan jasa antar wilayah di Indonesia.
Selain itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu
diarahkan untuk menciptakan lulusan yang lebih berkualitas,
meningkatkan keterampilan tenaga kerja, serta mendorong sertifikasi
kompetensi pekerja agar dapat berdaya saing di pasar ASEAN maupun
internasional.
Di sisi hubungan internasional, diplomasi ekonomi internasional
diarahkan untuk mengedepankan kepentingan nasional yang dapat
mendorong penciptaan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi,
mengurangi hambatan perdagangan di pasar tujuan ekspor, serta
meningkatkan investasi masuk ke Indonesia.

b. Geo-politik
1) Konstelasi geo-politik Global
Konstelasi geo-politik global akan menjadi tantangan khususnya
bagi negara yang terbuka dan luas seperti Indonesia. Amerika Serikat
masih merupakan kekuatan utama dunia. Upaya penyeimbangan
kembali (Rebalancing Asia Pacific) oleh Amerika Serikat di kawasan
Asia Pasifik merupakan salah satu perkembangan geo-politik baru.
Perluasan kekuatan pertahanan dan keamanan dilakukan dengan
menggelar lebih banyak armada (khususnya angkatan laut) di
Kawasan Asia Pasifik. Selain itu, Amerika Serikat juga memperkuat
aliansi militer dengan Australia, Jepang, Filipina, Korsel; memperkuat
hubungan dengan Singapura; memperluas kerjasama dengan India,
New Zealand, Vietnam dan Indonesia; mengupayakan kerjasama
militer dengan Tiongkok. Dalam membentuk aliansi kekuatan
ekonomi, Amerika Serikat juga berperan dalam menggalang
keikutsertaan negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk bergabung
dalam Trans Pacific Partnership (TPP), meningkatkan bantuan luar
negeri ke Asia Pasifik, serta meningkatkan volume perdagangan
dengan negara di Asia Pasifik.
Eropa Barat juga merupakan aktor besar yang dapat
mempengaruhi percaturan politik global. Peran negara-negara Eropa
Barat di Timur Tengah (Arab Spring), persoalan nuklir di Iran, dan
perannya dalam penyelesaian sengketa di kawasan Afrika sangatlah
signifikan.
Kekuatan baru Tiongkok dengan pertumbuhan ekonomi,
jumlah penduduknya yang besar, serta peningkatan kekuatan
militernya menandai peta politik ekonomi global dan regional.
Tiongkok meluaskan pengaruhnya di Afrika dengan menggunakan
pendekatan ekonomi untuk memasarkan produk-produknya dan
melakukan pendekatan budaya seperti bahasa. Pengaruh Tiongkok
terhadap masyarakat internasional semakin menguat dan
diperkirakan akan tetap menguat dalam lima tahun ke depan.
Amerika Serikat memiliki kepentingan untuk menyeimbangkan
kebangkitan ekonomi dan militer Tiongkok melalui strategi
diplomasi, kerja sama ekonomi, dan pertahanan dan keamanan.
Perhatian yang besar dari Amerika Serikat terhadap persoalan Laut
Tiongkok Selatan merupakan salah satu strategi untuk mengimbangi
kekuatan Tiongkok.
Australia merupakan aktor yang semakin penting dalam peta
politik di kawasan Pasifik Barat. Australia juga memiliki kekuatan
seperti politik, ekonomi, militer dan teknologi sebagaimana
negaranegara barat. Australia memposisikan Asia sebagai peluang
pasar antara lain di bidang kesehatan, pendidikan, perdagangan dan
sosial budaya. Posisi tawar Australia dalam percaturan politik global
ditandai pula dengan tingginya Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
yang menduduki posisi No. 2 pada tahun 2013. Kebijakan Australia
terhadap Asia tidak lepas dari cara pandangannya terhadap
pergeseran geo strategi dunia ke Asia Pasifik, yang saat ini dan ke
depan akan menjadi penggerak ekonomi dunia.
Konstelasi politik global ditandai pula dengan munculnya aktor
non-negara yang memiliki kapasitas dan jejaring internasional.
Terorisme global merupakan salah satu bentuk ancaman terhadap
keamanan negara yang akan terus dihadapi. Perkembangan
teknologi canggih dalam bidang informasi, komunikasi, bahan
peledak (explosive) dan transportasi telah meningkatkan dampak dan
keberhasilan aksi terorisme.
Kondisi geografi Indonesia yang terbuka menjadi peluang bagi
negara lain masuk dan melakukan aktivitasnya di wilayah Indonesia
dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pencurian ikan,
perompakan, penyelundupan, peredaran narkotika, perdagangan
manusia, eksploitasi ilegal sumber daya alam seperti kayu, produk
kayu dan kertas merupakan bentuk-bentuk ancaman terhadap
kehidupan masyarakat dan berdampak pula pada kerugian ekonomi.
Perubahan situasi geo-politik global juga ditandai dengan
‘pertarungan’ penguasaan sumber daya alam dalam rangka food and
energy security. Krisis energi dunia dipicu oleh kian menipisnya
cadangan energi yang berasal dari bahan bakar fosil. Begitu pula
dengan pengalihfungsian sumber pangan pokok seperti energi dari
jagung, tebu/gula, dan gandum menjadi sumber energi alternatif
yang menimbulkan dampak rawan krisis pangan dunia. Akibatnya
adalah terjadinya peningkatan harga pangan dunia, arus impor dan
ekspor pangan dalam jumlah besar. Kondisi ini memperlihatkan
terjadinya kompetisi penyediaan energi dan pangan menjadi alat
negosiasi baru di dunia internasional (aturan main dalam rezim
internasional). Dalam bidang perdagangan, sejumlah negara
menerapkan strategi hambatan non-tarif untuk melindungi harga
dan pasokan pangan dalam negerinya. Dalam konteks penguasaan
sumber daya alam, bahkan persaingan negara besar dan negara
industri baru ditandai dengan adanya strategi eksplorasi dan akuisisi
lahan ke benua lain untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan
negara-negara yang secara ekonomi lebih kaya dan kuat.
Globalisasi nilai-nilai budaya tidak dapat dihindarkan, yang
sesungguhnya tidak terlepas dari perkembangan teknologi informasi
yang dapat menembus dan menyingkirkan sekat-sekat geografi.
Internet dan media sosial tidak saja memudahkan komunikasi antar
masyarakat di tingkat global, regional dan nasional, tetapi juga
mengubah paradigma lama dalam politik, ekonomi dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan budaya, serta tentunya
melampaui batasan kebangsaannya.
Kesadaran bersama untuk membangun tata kelola global
(global governance) dan bangunan bersama global (global
architecture) telah muncul dalam komunitas masyarakat
internasional. Namun, kesadaran tersebut yang pada akhirnya selalu
berbenturan dengan kepentingan nasional negara masing-masing
sebagaimana digambarkan dalam peta politik global tersebut di atas.
Satu hal yang saat ini muncul dan ke depan akan semakin intensif
adalah terkait dengan indikasi perang teknologi informasi untuk
memperlemah kemampuan pertahanan negara lain. Strategi yang
dilakukan adalah melakukan sabotase, peretasan dan spionase
terhadap sistem komputer, dan sistem pertahanan.
2) Lingkungan geo-politik Regional
Dunia mengalami proses perubahan situasi global yang
ditandai dengan pergeseran hegemoni negara-negara Barat menuju
pada kebangkitan ekonomi negara-negara Timur. Pergeseran ini
tidak lepas dari strategi negara-negara Timur menyiasati globalisasi,
yakni memanfaatkan momentum krisis yang melanda negara-negara
Barat dan memantapkan nasionalisme di dalam negerinya dengan
melakukan proteksi terhadap potensi geo-politik dan geo-ekonomi
dari berbagai bentuk intervensi asing. Bahkan, beberapa negara di
Asia Timur dapat mengambil keuntungan untuk memperkuat basis
ekonomi dan politik domestik.
Pada tahun 2025 diperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB)
negara-negara kawasan Asia berkontribusi 60 persen terhadap PDB
dunia dengan kontribusi tertinggi adalah Tiongkok dan India
masingmasing 30 persen dan 12,5 persen terhadap PDB dunia.
Dengan pergeseran gravitasi geo-strategik dunia ke Asia Pasifik,
kawasan ini menjadi pengendali kunci politik global karena 41
persen penduduk dunia berada di kawasan ini dengan meningkatnya
daya beli, dan 50 persen transaksi dunia terjadi di kawasan ini.
Bagi Indonesia, stabilitas dan kemanan kawasan perlu
dipelihara agar dapat melaksanakan pembangunan dengan baik
tanpa gangguan. Sekalipun tidak terlibat secara langsung, Indonesia
perlu terus mengantisipasi perkembangan konflik di Laut Tiongkok
Selatan (LTS). Kawasan Laut Tiongkok Selatan ini menjadi perebutan
sejumlah negara di sekitarnya karena perairan ini mengandung
sejumlah potensi kandungan minyak dan gas yang besar. Cadangan
minyak di kawasan ini mencapai 12 persen dari produksi dunia (BP,
Energy Outlook 2013) dengan kapasitas produksi 2,5 juta barel per
hari (Japan Foundation, 2013).
Selain Tiongkok yang secara agresif menunjukkan
pengaruhnya atas LTS, tercatat Filipina dan Vietnam melakukan hal
serupa. Kedua negara tersebut terus melakukan eksplorasi minyak
dan gas alam. Negara-negara Brunei Darusalam, Malaysia, dan
Taiwan juga mengklaim wilayah LTS.
Isu stabilitas di kawasan, termasuk Pasifik, semakin ditegaskan
dengan pengaruh yang tak lepas dibaliknya. Amerika Serikat tetap
ingin menjaga pengaruhnya dengan menempatkan 2.500 personel
militernya di Darwin, Australia.
Selain kawasan LTS, Indonesia juga harus memperluas kerja
samanya dengan kawasan Samudera Hindia. Kawasan ini merupakan
penghubung antara Asia dan Afrika serta sebagai jembatan menuju
Eropa. Kawasan Samudera Hindia mengandung potensi besar dan
peluang bisnis yang menguntungkan bagi Indonesia untuk melakukan
investasi dan kerja sama perdagangan di bidang pertanian, produk
makanan, sektor konstruksi, energi, pertambangan, perikanan dan
sebagainya. Kawasan ini dapat dikembangkan menjadi sumber kerja
sama bagi semua negara dan menjadi lingkungan yang kondusif bagi
pembangunan dan kemakmuran Indonesia.
Secara geografis Indonesia masih menghadapi masalah
perbatasan dengan negara tetangga. Kawasan perbatasan darat
tersebar di lima provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Kalimantan Utara, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Garis batas
antara RI-Malaysia di Pulau Kalimantan terbentang sepanjang 2.004
km, antara RI-PNG di Papua sepanjang 770 km, dan antara RI-Timor
Leste di Nusa Tenggara Timur sepanjang kurang lebih 263,8 km.
Sementara itu, kawasan perbatasan laut berada di 11 provinsi yang
meliputi Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau,
Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi
Sulawesi Utara, Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara, Provinsi
Nusa Tenggara Timur, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat.
Dalam penyelesaian masalah perbatasan, Indonesia memiliki
batas laut dengan sepuluh negara yakni India, Thailand, Malaysia,
Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Timor-Leste dan
Australia. Sedangkan batas darat dengan tiga negara yakni Malaysia,
Timor-Leste dan Papua Nugini. Sekalipun upaya perundingan
perbatasan telah dilakukan dan menghasilkan kemajuan yang
signifikan, persoalan perbatasan ini masih menyisakan potensi
konflik yang cukup besar. Berbagai kasus menandai sengketa
perbatasan antara Indonesia dengan negara-negara tetangga. Masih
terdapat sembilan segmen batas darat dengan Malaysia yang belum
disepakati (Outstanding Boundary Problem/OBP) dan dua segmen
batas unresolve dengan Timor Leste di Provinsi NTT. Sengketa kasus
Blok Ambalat dan menara suar di Tanjung Datu, Sambas, Kalimantan
Barat dengan Malaysia; Ketegangan politik dengan Singapura terkait
kasus penamaan kapal Usman Harun; dengan Papua Nugini
menyangkut serangan terhadap penumpang kapal Indonesia; dan
dengan Australia terkait persoalan manusia perahu (pengungsi) yang
dihalau ke wilayah Indonesia.
Sebagai negara besar, Indonesia secara geo-politik akan
menghadapi kepentingan negara-negara terdekat dalam lingkaran
konsentriknya seperti negara-negara anggota ASEAN dan Asia
Pasifik, negara-negara yang bekepentingan dengan sumber daya
alam termasuk perikanan, negara-negara yang memiliki armada
niaga besar, memiliki kekuatan maritim, dan negara-negara besar
dalam rangka mencapai tujuan global starteginya.
Perubahan dalam pembangunan tata kelola global (global
governance) melahirkan kesadaran baru mengenai pentingnya
melakukan penyesuaian berbagai kebijakan dengan tetap menjaga
kepentingan nasional. Salah satu hal yang mendesak untuk disikapi
adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dalam kaitan itu, masing-
masing Negara bekerja keras untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi kebijakan dan regulasi dalam rangka meningkatkan daya
saing perekonomiannya.
3) Lingkungan Strategis Nasional
Di antara negara-negara tetangga, Indonesia merupakan
negara demokrasi terbesar dalam konteks regional, dan terbesar ke-
3 di dunia. Pada konteks geo-politik nasional, Indonesia menghadapi
suatu lingkungan strategis yang akan mempengaruhi eksistensi
demokrasi dan kemajuan Indonesia. Sepanjang sejarah negara ini,
Indonesia menghadapi fakta bahwa kebhinekaan bangsa dari segi
geografis, etnisitas, kebudayaan, agama telah menjadi modalitas dan
unsur-unsur penguat bangunan bangsa Indonesia. Para pendiri
bangsa Indonesia secara positif berhasil menjadikan perbedaan-
perbedaan dalam unsur pembentuk bangsa Indonesia sebagai
potensi yang memperkaya Indonesia, terutama dalam menjadikan
Indonesia faktor penting dalam konteks regional maupun global.
Namun, sejarah juga mencatat bahwa perbedaan dapat dieksploitasi
menjadi faktor yang berpotensi untuk merenggangkan, bahkan
memecah ikatan persaudaraan kebangsaan. Bahkan tidak jarang,
faktor yang merenggangkan adalah kepentingan politik-ideologis
yang dating dari luar Indonesia, termasuk persaingan Blok Barat-
Blok Timur dan perang dingin di masa lalu, dan pada masa sekarang
menghadapi pengaruh gagasan ideologi tertentu yang membenarkan
tindakan terorisme untuk mendirikan negara baru melawan
Pancasila.
Pada beberapa tahun terakhir, persoalan keberagaman dan
kesetaraan antara mayoritas dan minoritas agama ini menjadi
persoalan politis. Tantangan ke depan adalah menguatkan dan
memantapkan Pancasila sebagai ideologi yang dapat menjamin
semua kelompok yang ada di Indonesia, dengan mengutamakan nilai-
nilai toleransi dan non-diskriminasi. Konflik-konflik vertikal dan
horizontal yang berdimensi kekerasan harus dicegah secara serius
apabila Indonesia ingin melakukan konsolidasi demokrasi secara
berkelanjutan.
Terorisme adalah ancaman langsung pada nilai-nilai demokrasi
karena menggunakan kekerasan dalam mengekspresikan kepentingan
politik dan ketidakpuasan para pengikutnya. Aksi terorisme
menimbulkan kekacauan dan ketakutan yang meluas dalam kerangka
besar untuk melawan negara Pancasila dan UUD 1945.
Dalam hal regulasi, di tengah antusiasme yang besar dari
beberapa negara untuk menyelenggarakan reformasi regulasi,
kebijakan utama yang harus dilakukan adalah menyelenggarakan
reformasi regulasi dalam rangka mewujudkan sistem regulasi yang
sederhana dan tertib serta lebih mampu mendorong kinerja
perekonomiannya secara efisien. Tanpa reformasi regulasi, maka
Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi terbesar di
kawasan ASEAN hanya akan menjadi pasar bagi produk Negara
ASEAN lainnya.
c. Bonus Demografi
Indonesia mempunyai peluang untuk dapat menikmati ‘bonus
demografi’, yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi akibat
berubahnya struktur umur penduduk yang ditandai dengan
menurunnya rasio ketergantungan (dependency ratio)penduduk
nonusia kerja kepada penduduk usia kerja. Perubahan struktur ini
memungkinkan bonus demografi tercipta karena meningkatnya
suplai angkatan kerja (labor supply), tabungan (saving), dan kualitas
sumber daya manusia (human capital). Di Indonesia, rasio
ketergantungan telah menurun dan melewati batas di bawah 50
persen pada tahun 2011 dan mencapai titik terendah sebesar 46,9
persen antara tahun 2028 dan 2031. Indonesia mempunyai potensi
untuk memanfaatkan bonus demografi baik secara nasional maupun
regional. Penduduk usia produktif Indonesia sendiri menyumbang
sekitar 38 persen dari total penduduk usia produktif di ASEAN.
Tingginya jumlah dan proporsi penduduk usia kerja Indonesia selain
meningkatkan angkatan kerja dalam negeri juga membuka peluang
untuk mengisi kebutuhan tenaga bagi negara-negara yang proporsi
penduduk usia kerja menurun seperti Singapura, Korea, Jepang dan
Australia
Bonus demografi tidak didapat secara otomatis, tetapi harus
diraih dengan arah kebijakan yang tepat. Berbagai kebijakan yang
tepat diperlukan untuk menyiapkan kualitas sumber daya manusia
yang akan masuk ke angkatan kerja; menjaga penurunan fertilitas;
menyiapkan keterampilan dan kompetensi tenaga kerja; dan
kebijakan ekonomi dalam menciptakan lapangan kerja, fleksibilitas
pasar tenaga kerja, keterbukaan perdagangan dan tabungan serta
dukungan sarana dan prasarana.
Bonus demografi yang dialami oleh Indonesia juga disertai
dengan dinamika kependudukan lain yang juga berdampak luas,
yaitu: 1) meningkatnya jumlah penduduk; 2) penuaan penduduk
(population ageing) yang ditandai dengan meningkatnya proporsi
penduduk lanjut usia; 3) urbanisasi yang ditandai dengan
meningkatnya proporsi penduduk perkotaan; dan 4) migrasi yang
ditandai dengan meningkatnya perpindahan penduduk antar-daerah.
Selain itu pertumbuhan dan perubahan struktur penduduk yang
tidak sama antarprovinsi, sehinga pemanfaatan bonus demografi
tersebut harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi kewilayahan.
Tabel 4.1 Kebijakan dalam memanfaatkan Bonus demografi

Bidang Kebijakan Strategis


Pembangunan

Sosial Budaya dan - Menjaga penurunan tingkat fertilitas;


Kehidupan Agama - Meningkatkan jaminan kesehatan
- Memperluas pendidikan menengah
universal
- Meningkatkan akses dan akses kualitas
pendidikan tinggi
- Meningkatkan pelatihan ketrampilan
angkatan kerja melalui kualifikasi dan
kompetensi, memperbanyak lembaga
pelatihan dan relevansi pendidikan dengan
pasar kerja
- Meningkatkan kewirausahaan, pendidikan
karakter pemuda

Ekonomi dan - Memperluas lapangan kerja


Tenaga - Meningkatkan iklim investasi dan promosi
Kerja ekspor
- Meningkatkan sinergi arah kebijakan
industri
- Meningkatkan fleksibilitas pasar tenaga
kerja
- Pendalaman kapital dan pendidikan tenaga
kerja
- Peningkatan partisipasi perempuan dalam
tenaga kerja

Sumber Daya - Menjamin ketersediaan pangan dengan


Alam dan memperhatikan perubahan pola konsumsi;
Lingkungan Hidup - Menjamin ketersediaan energi untuk
industri;

Ilmu Pengetahuan - IPTEK untuk meningkatkan produktifitas


dan kerja
Teknologi - Meningkatkan insentif pajak bagi penelitian
dan pengembangan
Bidang Kebijakan Strategis
Pembangunan

Politik, Hukum - Meningkatkan partisipasi angkatan kerja di


dan tingkat regional;
Keamanan - Menjamin hak-hak dan partisipasi seluruh
penduduk pada pembangungan ekonomi
(inclusive growth)
- Meningkatkan perlindungan tenaga kerja
dan kerjasama luar negeri
- Mengembangkan pusat pertumbuhan
dengan memperhatikan struktur angkatan
kerja dan interkonetifitas antar-wilayah

Pembangunan - Penataan ruang menghadapi urbanisasi


Wilayah, - Meningkatkan sarana yang mendukung
Tata Ruang dan mobilitas dan produktivitas
Sarana
Prasarana

Bonus demografi yang dialami oleh Indonesia juga disertai


dengan dinamika kependudukan lain yang juga berdampak luas,
yaitu: 1) meningkatnya jumlah penduduk dari 237,6 juta jiwa pada
tahun 2010 menjadi 271,1 juta jiwa pada tahun 2020; 2) penuaan
penduduk (population ageing) yang ditandai dengan meningkatnya
proporsi penduduk lanjut usia sebesar 87 persen antara tahun 2010
dan 2025; 3) urbanisasi yang ditandai dengan meningkatnya
proporsi penduduk perkotaan dari 49,8 persen pada tahun 2010
menjadi 66,6 persen pada tahun 2035; dan 4) migrasi yang ditandai
dengan meningkatnya perpindahan penduduk ke pusat
pertumbuhan. Pertumbuhan dan perubahan struktur penduduk yang
tidak sama antarprovinsi, sehinga pemanfaatan bonus demografi
tersebut juga harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi
kewilayahan. Untuk itu, peluang bonus demografi ini juga harus
diketahui dan dipahami dengan baik oleh seluruh pemangku
kebijakan di daerah sehingga dapat dimanfaatkan dengan maksimal.
Apabila tidak didukung dengan kebijakan yang tepat, bonus
demografi tidak akan dapat diraih, bahkan dapat menimbulkan
berbagai dampak yang tidak diinginkan. Penduduk yang besar akan
meningkatkan tekanan pada kebutuhan pangan dan energi serta
kelestarian dan kualitas lingkungan. Pertumbuhan penduduk lanjut
usia (population ageing) memerlukan jaminan perlindungan sosial,
perlindungan hari tua dan pelayanan penyakit ketuaan (senescent
diseases) dan degeneratif. Urbanisasi dan migrasi menuntut
ketersediaan infrastruktur perkotaan yang memadai dan pada saat
yang sama berpotensi memunculkan konflik sosial, pengangguran
dan kriminalitas. Tingginya densitas penduduk juga berpotensi
meningkatkan polusi dan penyebaran berbagai penyakit menular.
Oleh karena itu, kebijakan sumber daya manusia, kependudukan,
kesehatan, pendidikan, ekonomi dan ketenagakerjaan, infrastruktur
dan sumber daya alam serta politik hukum dan keamanan harus
diarahkan dengan tepat untuk meraih bonus demografi.
d. Agenda Paska 2015 dan Perubahan Iklim
Pembangunan berkelanjutan merupakan elemen strategis di
dalam RPJMN 2015-2019 dan penjabaran konkrit ke dalam
bidangbidang yang relevan akan dilakukan. Lingkungan strategis sisi
global adalah adanya rencana perubahan iklim dan Agenda
Pembangunan Pasca 2015.
Proses penyusunan Rencana Agenda Pembangunan Global
Pasca 2015 sudah dimulai sejak tahun 2012. Keterlibatan Indonesia
secara langsung dimulai oleh penunjukan Presiden Indonesia oleh
sekjen PBB sebagai salah satu anggota Co-Chair High Level Panel of
Eminent Person, untuk memberikan masukan tentang Agenda
Pembangunan Pasca 2015. Selanjutnya, Indonesia juga terlibat
melalui berbagai forum yang akan menjadi bagian penting dalam
proses penyusunan Agenda Pasca 2015, yaitu menjadi salah satu
CoChair dalam Penyusunan Konsep Kerjasama Global (Global
Partnership) sebagai kerangka pelaksanaan Agenda Pasca 2015.
Indonesia juga menjadi salah satu diantara 30 (tiga puluh) Negara
yang menjadi anggota Open Working Group (OWG) on Sustainable
Development Goals (SDG). Indonesia juga terlibat pada Forum Tenaga
Ahli (Expert Forum) penyusunan Konsep Pembiayaan Pembangunan
Berkelanjutan, yang menyusun langkah pembiayaan untuk
pelaksanaan Agenda Pembangunan Pasca 2015.
Di dalam rangkaian OWG untuk Penyusunan Agenda Pasca
2015, sebagai kelanjutan dari KTT Bumi di Rio+20 tahun 2012,
disepakati prinsip penjabaran konkrit pelaksanaan SDG untuk
masukan Agenda Pasca 2015, yaitu: (1) SDG tidak melemahkan
komitmen internasional terhadap pencapaian Millenium Development
Goals (MDGs) pada tahun 2015, namun bahkan akan memperbarui
komitmen dan melanjutkan komintmen MDG yang masih belum
selesai, dengan penyesuaian selaras dengan dinamika yang terjadi;
(2) SDG akan dilaksanakan berdasarkan Agenda 21, Johannesburg
Plan of Implementation dan Rio Principles, serta mempertimbangkan
perbedaan kondisi, kapasitas dan prioritas nasional; (3) SDG akan
fokus pada pencapaian tiga dimensi pembangunan berkelanjutan,
yaitu dimensi pembangunan manusia (human development), dimensi
ekonomi (economic development) dan dimensi lingkungan
(environtment development) secara berimbang dan terpadu; dan (4)
SDG akan menjadi bagian koheren dan terintegrasi ke dalam Agenda
Pembangunan Pasca-2015.
Dalam kaitan dengan penyusunan RPJMN 2015-2019, maka
perkembangan substansi dalam berbagai forum global tersebut akan
diselaraskan dan kepentingan pembangunan nasional akan menjadi
dasar usulan Agenda Pembangunan Pasca 2015 dari Indonesia, pada
waktu proses antar negara September 2014-September 2015
mendatang. Beberapa fokus dalam SDG yang akan memberi warna
penting dalam Agenda Pembangunan Paska 2015 adalah bahwa: (1)
pembangunan manusia seperti kemiskinan, kelaparan, pembangunan
kesehatan, pendidikan dan kesetaraan jender yang sangat mewarnai
MDGs akan tetap dilanjutkan. Dalam kaitan ini terdapat fokus baru
yang menjawab perkembangan global yang ada yaitu masalah
kesenjangan baik di dalam negara maupun antar negara. Selain itu,
masalah jender dan anak-anak, tidak saja anak perempuan namun
juga anak laki-laki; (2) pemenuhan akses masyarakat terhadap air
dan sanitasi tetap menjadi isu penting, dan akses terhadap energy
merupan fokus baru yang ditambahkan; (3) untuk pembangunan
ekonomi berkelanjutan merupakan isu baru yang akan difokuskan
pada pertumbuhan ekonomi yang terjaga dan inklusif, serta
industrialisasi yang berkelanjutan dan pembangunan hunian dan
kota berkelanjutan yang secara keseluruhannya disertai dengan
penerapan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan; (4)
pembangunan lingkungan yang tercermin pada fokus mitigasi
kepada perubahan iklim, konservasi sumberdaya alam dan
perlindungan ekosistem serta keanekaragaman hayati; dan terakhir
adalah adanya rumusan cara pencapaian (means of implementation).
Dalam kaitan dengan perubahan iklim, Indonesia merupakan
salah satu negara yang tidak diwajibkan menentukan target
penurunan emisi gas rumah kaca secara kuantitatif. Namun
Indonesia secara sukarela telah memberikan komitmen penurunan
emisi gas rumah kaca. Komitmen ini dituangkan dalam Rencana Aksi
Nasional penurunan gas rumah kaca (RAN GRK) melalui Perpres No.
61/2011 serta 33 Rencana Aksi Daerah (RAD GRK) turunannya.
Langkah penurunan emisi diiringi pula dengan langkah adaptasi yang
rencana aksinya sudah diselesaikan pada tahun 2013. Dengan
selesainya rencana mitigasi dan rencana adaptasi perubahan iklim,
maka di dalam RPJMN 2015-2019, pelaksanaan di berbagai bidang
terkait sudah dituangkan di dalam program lintas bidang dengan
target penurunan mendekati 26 persen pada tahun 2019. RAD-GRK
dari 33 provinsi sebagian besar sudah dimasukkan dalam
perencanaan daerah, atau RPJMD. Sementara itu, Kementerian/
Lembaga perlu menjadikan target penurunan emisi GRK sebagai
indikator kinerja. Untuk pelaksanaan rencana aksi tersebut, terus
dilanjutkan pula peningkatan kapasitas SDM dan kapasitas lembaga
pelaksana, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya.

4. KEBIJAKAN UMUM PEMBANGUNAN NASIONAL


a. Visi Misi Pembangunan
Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan
pembangunan yang dihadapi dan capaian pembangunan selama ini,
maka visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah:
TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN
BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG-ROYONG
Gotong-royong merupakan intisari dari ideologi Pancasila 1
Juni 1945. Tanggungjawab untuk membangun bangsa ke depan
harus dilakukan dengan cara musyawarah dalam memutuskan dan
gotong-royong dalam bekerja. Kekuatan rakyat adalah gotong-
royong, dimana rakyat secara bahu membahu menyelesaikan
berbagai hambatan dan tantangannya ke depan.
Untuk mewujudkan ideologi itu bukan kerja orang perorang
ataupun kelompok. Ideologi memerlukan alat kolektif yang namanya
gotong-royong. Dengan kolektivitas itulah “ruh” ideologi akan
memiliki “raga”, keberlanjutan sekaligus kekuatan maha dahsyat.
Kata-kata “berdaulat, mandiri, dan berkepribadian” adalah amanat
Pancasila 1 Juni 1945 dan TRISAKTI.
Berdaulat adalah hakikat dari kemerdekaan, yaitu hak setiap
bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa
yang terbaik bagi diri bangsanya. Oleh karena itu, pembangunan
sebagai usaha untuk mewujudkan kedaulatan sebagai Negara
merdeka, merupakan upaya membangun kemandirian. Namun,
kemandirian yang dimaksudkan bukanlah kemandirian dalam
keterisolasian, tetapi didasarkan pada kesadaran akan adanya
kondisi saling ketergantungan dalam bermasyarakat, baik dalam
suatu negara maupun antara-bangsa. Kemandirian yang demikian
adalah paham yang proaktif dan bukan reaktif dan defensif. Bangsa
yang berdaulat dan mandiri adalah bangsa yang mampu
mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain.
Oleh karena itu, untuk membangun kemandirian, mutlak diperlukan
perkuatan kemampuan nasional di bidang ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Kemampuan untuk
berdaya saing menjadi kunci untuk mencapai kemajuan sekaligus
kemandirian.
Bangsa yang berdaulat dan mandiri adalah bangsa yang
mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa
lain yang telah maju dengan mengandalkan pada kemampuan dan
kekuatan sendiri. Oleh karena itu, untuk membangun kemandirian,
mutlak harus dibangun dengan memperkuat kemampuan nasional di
bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan
keamanan. Kemampuan untuk berdaya saing menjadi kunci untuk
mencapai kemajuan sekaligus kemandirian. Namun demikian, yang
dimaksudkan bukanlah kemandirian dalam keterisolasian.
Kemandirian mengenal adanya kondisi saling ketergantungan yang
tidak dapat dihindari dalam kehidupan bermasyarakat, baik dalam
suatu negara maupun bangsa. Terlebih lagi dalam era globalisasi dan
perdagangan bebas ketergantungan antar bangsa semakin kuat.
Kemandirian yang demikian adalah paham yang proaktif dan bukan
reaktif atau defensif. Kemandirian merupakan konsep yang dinamis
karena mengenai bahwa kehidupan kondisi saling ketergantungan
senantiasa berubah, baik konstelasinya, perimbangannya, maupun
nilai-nilai yang mendasari dan mempengaruhinya.
Kemandirian suatu bangsa, antara lain tercermin pada
ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu
memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunannya;
kemandirian aparatur pemerintah dan aparatur penegak hukum
dalam menjalankan tugasnya; kemampuan untuk memenuhi
pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri yang
makin kokoh dan berkurangnya ketergantungan kepada sumber luar
negeri; dan kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok, yang
disertai dengan keunggulan inovasi, kreativitas, integritas, dan etos
kerja sumber daya manusia. Kemajuan suatu bangsa harus ditandai
dengan sumber daya manusia yang memiliki kepribadian bangsa,
berakhlak mulia, dan memiliki tingkat pendidikan, produktivitas dan
harapan hidup yang tinggi. Bangsa yang maju adalah bangsa yang
mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, meningkatkan
pendapatan dan pembagiannya, menyediakan infrastruktur yang
baik, serta memiliki sistem dan kelembagaan politik yang baik,
termasuk hukum, yang berjalan dengan baik. Bangsa yang maju
adalah bangsa yang mampu member keadilan bagi seluruh
rakyatnya, menjamin hak-hak, keamanan, dan ketenteraman
warganya tanpa ada diskriminasi dalam bentuk apapun.
Kepribadian dalam kebudayaan harus dicerminkan dalam
setiap aspek kehidupan, baik hukum, ekonomi, politik, sosial budaya,
maupun pertahanan keamanan. Kemandirian dan kemajuan suatu
bangsa tidak boleh hanya diukur dari perkembangan ekonomi
semata. Kemandirian dan kemajuan juga tercermin dalam
kelembagaan, pranata-pranata, dan nilai-nilai yang mendasari
kehidupan politik dan sosial. Secara lebih mendasar lagi,
kemandirian sesungguhnya mencerminkan sikap seseorang atau
sebuah bangsa mengenai jati dirinya, masyarakatnya, serta
semangatnya dalam menghadapi berbagai tantangan. Karena
menyangkut sikap, kemandirian pada dasarnya adalah masalah
budaya dalam arti seluas-luasnya.
Upaya untuk mewujudkan Visi Terwujudnya Indonesia Yang
Berdaulat, mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong
Royong itu akan ditempuh melalui 7 Misi sebagai berikut :
1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga
kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan
mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan
kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2) Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan
demokratis berlandaskan negara hukum.
3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati
diri sebagai negara maritim.
4) Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju,
dan sejahtera.
5) Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri,
maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
7) Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam
kebudayaan.
b. Sembilan Agenda Prioritas
Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju
Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang
ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan
sembilan agenda prioritas dalam pemerintahan ke depan.
Kesembilan agenda prioritas itu disebut NAWA CITA.
1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap
bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga
negara.
2) Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata
kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan
terpercaya.
3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
4) Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi
sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat,
dan terpercaya.
5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit
bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan
sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
8) Melakukan revolusi karakter bangsa.
9) Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial
Indonesia.
c. Sasaran Pokok Pembangunan Nasional
Sesuai dengan visi pembangunan “Terwujudnya Indonesia
yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong
Royong”, maka pembangunan nasional 2015-2019 akan diarahkan
untuk mencapai sasaran utama sebagai berikut.
Tabel 4.2. Sasaran Pokok Pembangunan Nasional RPJMN 2015 – 2019

BASE LINE SASARAN


No PEMBANGUNAN
2014 2019
1. Ekonomi
Makro Ekonomi
a. Pertumbuhan ekonomi 5,5 % 6-8 %
(perkiraan)

BASE LINE SASARAN


No PEMBANGUNAN
2014 2019

b. PDB per Kapita USD3.499,9 USD 7000


(2013)
c. Penurunan Kemiskinan 11,25 % 5-6%
Maret 2014
d. Pengangguran 5,94% 5-5,5
Ketahanan Pangan
a. Produksi Padi 70,6 juta ton 82,0 juta ton
b. Produksi Jagung 19,13 juta ton 24,1 juta ton
c. Produksi Kedele 0,92 juta ton 1,92 juta ton
d. Produksi Gula 2,6 juta ton 3,8 juta ton
e. Produksi Daging 452,7 juta ton 755,1 juta ton
f. Produksi Ikan (di luar 12,4 juta ton 18,7 juta ton
rumput laut)

Ketahanan Energi

a. Produksi Minyak Bumi 818 ribu SBM 700 ribu SBM


per hari per hari

b. Produksi Gas Bumi 1.224 ribu 1.295 ribu


SBM per hari SBM per hari
BASE LINE SASARAN
No PEMBANGUNAN
2014 2019
c. Produksi Batubara 397 Juta Ton 442 Juta Ton
d. Penggunaan Gas Bumi 53% 64%
Dalam Negeri
e. Penggunaan Batubara 24% 32%
Dalam Negeri

Ketahanan Air

a. Terselesaikannya status 0 19 DAS


DAS lintas negara (kumulatif)
b. Berkurangnya luasan 500.000 ha 5,5 juta ha
lahan kritis melalui (kumulatif)
rehabilitasi dalam KPH
c. Pulihanya kesehatan 4 0 30 DAS
DAS Prioritas Nasional
(DAS Ciliwung, DAS
Citarum, DAS Kapuas,
dan DAS Siak) dan 26
DAS prioritas sampai
dengan tahun 2019
d. Kapasitas/Daya 15,8 miliar m3 19 miliar m3
tampung
e. Terjaganya / 0 30 DAS
meningkatnya jml mata
air di 4 DAS prioritas
nasional dan 26 DAS
prioritas sampai
dengan 2019 melalui
konservasi sumber
daya air
f. Ketersedian air irigasi 11% 20%
yang bersumber dari
waduk
BASE LINE SASARAN
No PEMBANGUNAN
2014 2019
g. Pengembangan & 9,136 Juta Ha 10 Juta Ha
pengelolaan Jaringan
Irigasi (permukaan, air
tanah, pompa, rawa,
dan tambak)
h. Rata-rata kapasitas 5-25 th 10-100 th
Desain Pengendalian
Struktural dan Non
Struktural Banjir
Infrastruktur Dasar dan Konektivitas
a. Rasio elektrifikasi 81,5% 100%
b. Akses Air Minum Layak 70 % 100%
c. Sanitasi Layak 60,5% 100%
d. Kondisi Mantap Jalan 94% 100%
e. Pembangunan Jalan Tol 260,0 km 1.194,9 km
f. Panjang Jalur Kereta Api 4.682 km 7.471 km
g. Dwelling Time 6-7 hari 3-4 hari
Pelabuhan
h. On-time Performance 75% 95 %
Penerbangan
i. Kab/Kota yang 82% 100%
dijangkau broadband
2. Lingkungan
a. Emisi Gas Rumah Kaca 15,5% 26%
b. Indeks Kualitas 63,0-64,0 66,5-68,5
Lingkungan Hidup (IKLH)
c. Tambahan Rehabilitasi 2 juta ha 750 ribu ha
Hutan (dalam dan (dalam
luar kawasan) kawasan)
BASE LINE SASARAN
No PEMBANGUNAN
2014 2019
3. Politik
a. Tingkat Partisipasi 75,11% 80%
Politik Pemilu
b. Angka Indeks 62,63 * 75
Demokrasi Indonesia
c. Kualitas Penyelenggaran Aman, adil dan Aman, adil &
Pemilu 2019 demokratis demokratis
d. Peringkat Indonesia Peringkat 18 Peringkat 10
dalam Mengirimkan
Pasukan Perdamaian
Indonesia di PBB

4. Penegakan Hukum

a. Indeks Pembangunan N.A. 75%


Hukum
b. Indeks Perilaku Anti 3,63 4,0
Korupsi (IPAK)
c. Indeks Penegakan N.A. Naik 20%
Hukum Tipikor (skala 5)
d. Persentase N.A. 100%
Penyelesaian
Rekomendasi UNCAC

5. Tata Kelola dan Reformasi Birokrasi

a. Opini WTP atas


Laporan Keuangan
 Kementerian/ 74 % 95 %
Lembaga
 Provinsi 52 % 85 %
 Kabupaten 18 % 60 %
BASE LINE SASARAN
No PEMBANGUNAN
2014 2019
 Kota 33 % 65 %

b. Instansi Pemerintah 44,25 76,25


yang akuntabel (Skor B
atas SAKIP

c. Indeks Reformasi 33,48 83,48


Birokrasi

d. Indeks Integritas
Nasional

1. Integritas Pelayanan 7,37 9


Publik (Pusat)

2. Integritas Pelayanan 6,82 8,0


Publik (Daerah)

6. Pertahanan dan Keamanan

a. Persentase pemenuhan 30% 60%


MEF (Minimum
Essential Force)

b. Persentase pemenuhan 10% 50%


pemeliharaan dan
perawatan Alutsista

c. Persentase Kontribusi 10% 20%


industri pertahanan DN
terhadap MEF

d. Jumlah Rumkit Polri 9 unit 40 unit


yang ditingkatkan
Faskesnya

e. Angka prevalensi 2,2% 2,6%


penyalahgunaan
narkoba
BASE LINE SASARAN
No PEMBANGUNAN
2014 2019

7. Kesejahteraan Rakyat

a. Indeks Pembangunan 73,83 (2013) Meningkat


Manusia (IPM)

b. Indeks Gini 0,41 Menurun

c. Meningkatnya 51,8% Min. 95%


presentase penduduk (Oktober
yang menjadi peserta 2014)
jaminan kesehatan
melalui SJSN Bidang
Kesehatan

d. Kepesertaan Program 29,5 juta 62,4 juta


SJSN Ketenagakerjaan 1,3 juta 3,5 juta
Pekerja formal
Pekerja informal

Kependudukan dan Keluarga Berencana

a. Laju Pertumbuhan 1,49%/tahun 1,19%/tahun


Penduduk
b. Angka kelahiran total 2,6 (2012) 2,3
(Total Fertility
Rate/TFR)
c. Pemakaian kontrasepsi 62% (2012) 66%
(CPR) suatu cara (all
methods)

Pendidikan

a. Rata-rata lama sekolah 8,1 tahun 8,8 tahun


penduduk usia diatas (2013)
15 tahun
BASE LINE SASARAN
No PEMBANGUNAN
2014 2019
b. Rata-rata angka melek 94,1% 96,1%
aksara penduduk usia (2013)
di atas 15 tahun
c. Prodi Perguruan Tinggi 50,4% 68,4%
Minimal Terakreditasi B (2013)
Kesehatan
a. Angka kematian ibu per 346(SP 2010) 306
100.000 kelahiran 356 (SDKI
hidup 2012)
b. Angka kematian bayi 32 24
per 1.000 kelahiran (2012)
hidup
c. Prevalensi stunting 32,9% 28%
pada anak baduta (2013)
(dibawah 2 tahun)
8. Pembangunan Kewilayahan
a. Peran Luar Jawa dalam 41 45-47%
pembentukan PDB
b. Jumlah Kabupaten 133 39 kabupaten
Tertinggal
9. Pengembangan Ekonomi Maritim dan Kelautan
a. Peningkatan 5 pulau 31 pulau
kesejahteraan
masyarakat di pulau-
pulau kecil terluar
b. Peningkatan dan 15 unit 75 unit
pengembangan jumlah
kapal perintis
c. Pembangunan dan 51 pelabuhan 59 pelabuhan
pengembangan
pelabuhan umum
BASE LINE SASARAN
No PEMBANGUNAN
2014 2019
d. Pengembangan 22 ppn/pps 23 ppn/pps
pelabuhan perikanan
berskala nasional
e. Peningkatan produksi 22,39 juta ton 40-50 juta ton
perikanan dan kelautan
f. Luas kawasan 15,7 juta ha 20 juta ha
konservasi
laut/perairan

Mengacu pada sasaran utama serta analisis yang hendak


dicapai dalam pembangunan nasional 2015-2019 serta memper-
timbangkan lingkungan strategis dan tantangan-tantangan yang akan
dihadapi bangsa Indonesia ke depan, maka arah kebijakan umum
pembangunan nasional 2015-2019 adalah:
1) Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan
Berkelanjutan.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkelanjutan
merupakan landasan utama untuk mempersiapkan Indonesia lepas
dari posisi sebagai Negara berpendapatan menengah menjadi negara
maju. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan ditandai dengan
terjadinya transformasi ekonomi melalui penguatan pertanian dan
pertambangan, berkembangnya industri manufaktur di berbagai
wilayah, modernisasi sector jasa, penguasaan iptek dan berkembang-
nya inovasi, terjaganya kesinambungan fiskal, meningkatnya daya
saing produk ekspor non migas terutama produk manufaktur dan
jasa, meningkatnya daya saing dan peranan UMKM dan koperasi,
serta meningkatnya ketersediaan lapangan kerja dan kesempatan
kerja yang berkualitas.
2) Meningkatkan Pengelolaan dan Nilai Tambah Sumber Daya
Alam (SDA) Yang Berkelanjutan.
Arah kebijakan peningkatan pengelolaan dan nilai tambah SDA
adalah dengan meningkatkan kapasitas produksi melalui peningkatan
produktivitas dan perluasan areal pertanian, meningkatkan daya saing
dan nilai tambah komoditi pertanian dan perikanan, mengoptimalkan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya mineral dan tambang
lainnya, meningkatkan produksi dan ragam bauran sumber daya
energi, meningkatkan efisiensi dan pemerataan dalam pemanfaatan
energi, mengembangkan ekonomi kelautan yang terintegrasi antar-
sektor dan antar-wilayah, dan meningkatnya efektivitas pengelolaan
dan pemanfaatan keragaman hayati Indonesia yang sangat kaya.
3) Mempercepat pembangunan infrastruktur untuk
pertumbuhan dan pemerataan.
Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat
konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan,
mempercepat penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, air
bersih, sanitasi, dan listrik), menjamin ketahanan air, pangan dan
energi untuk mendukung ketahanan nasional, dan mengembangkan
system transportasi massal perkotaan, yang kesemuanya
dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan meningkatkan peran
kerjasama Pemerintah-Swasta.
4) Peningkatan kualitas lingkungan hidup, Mitigasi bencana
alam dan perubahan iklim.
Arah kebijakan peningkatan kualitas lingkungan hidup,
mitigasi bencana dan perubahan iklim adalah melalui peningkatan
pemantauan kualitas lingkungan dan penegakan hukum pencemaran
lingkungan hidup; mengurangi risiko bencana, meningkatkan
ketangguhan pemerintah dan masyarakat terhadap bencana, dan
memperkuat kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
5) Penyiapan Landasan Pembangunan yang Kokoh.
Landasan pembangunan yang kokoh dicirikan oleh
meningkatnya kualitas pelayanan publik yang didukung oleh
birokrasi yang bersih, transparan, efektif dan efisien; meningkatnya
kualitas penegakan hukum dan efektivitas pencegahan dan
pemberantasan korupsi, semakin mantapnya konsolidasi demokrasi,
semakin tangguhnya kapasitas penjagaan pertahanan dan stabilitas
keamanan nasional, dan meningkatnya peran kepemimpinan dan
kualitas partisipasi Indonesia dalam forum internasional.
6) Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan
Kesejahteraan Rakyat Yang Berkeadilan.
Sumberdaya manusia yang berkualitas tercermin dari
meningkatnya akses pendidikan yang berkualitas pada semua
jenjang pendidikan dengan memberikan perhatian lebih pada
penduduk miskin dan daerah 3T; meningkatnya kompetensi siswa
Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains dan Literasi;
meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan, terutama
kepada para ibu, anak, remaja dan lansia; meningkatnya pelayanan
gizi masyarakat yang berkualitas, meningkatnya efektivitas
pencegahan dan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan,
serta berkembangnya jaminan kesehatan.
7) Mengembangkan dan Memeratakan Pembangunan Daerah.
Pembangunan daerah diarahkan untuk menjaga momentum
pertumbuhan wilayah Jawa-Bali dan Sumatera bersamaan dengan
meningkatkan kinerja pusat-pusat pertumbuhan wilayah di
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua; menjamin
pemenuhan pelayanan dasar di seluruh wilayah bagi seluruh lapisan
masyarakat; mempercepat pembangunan daerah tertinggal dan
kawasan perbatasan, membangun kawasan perkotaan dan perdesaan;
mempercepat penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah; dan
mengoptimalkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.

5. AGENDA PEMBANGUNAN NASIONAL


a. Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap
Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga
Negara
1) Pelaksanaan Politik Luar Negeri Bebas Aktif
SASARAN
Sasaran utama yang ingin dicapai adalah Indonesia secara
konsisten dapat melaksanakan kebijakan politik luar negeri yang
bebas dan aktif dan jatidirinya sebagai negara maritim untuk
mewujudkan tatanan dunia yang semakin baik, dan
memperjuangkan kepentingan nasionalnya dalam rangka
mencapai tujuan nasional Indonesia yang diukur dari target
sasaran sebagai berikut:
a) Tersusunnya karakter kebijakan politik luar negeri
Indonesia yang bebas dan aktif yang dilandasi kepentingan
nasional dan jati diri sebagai negara maritim.
b) Menguatnya diplomasi maritim untuk mempercepat
penyelesaian perbatasan Indonesia dengan 10 negara
tetangga, menjamin integritas wilayah NKRI, kedaulatan
maritim dan keamanan/kesejahteraan pulau-pulau terdepan,
dan mengamankan sumber daya alam dan ZEE.
c) Meningkatnya peran dan kontribusi Indonesia dalam
mendorong penyelesaian sengketa teritorial di kawasan.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, arah kebijakan
dan strategi yang ditempuh adalah sebagai berikut:
a) Menata kembali kebijakan politik luar negeri Indonesia
yang bebas dan aktif yang dilandasi kepentingan nasional
dan jati diri sebagai negara maritim.
b) Memperkuat diplomasi maritim untuk mempercepat
penyelesaian perbatasan Indonesia dengan 10 negara
tetangga, menjamin integritas wilayah NKRI, kedaulatan
maritim dan keamanan/kesejahteraan pulau-pulau terdepan,
dan mengamankan sumber daya alam dan ZEE.
c) Meningkatkan peran dan kontribusi Indonesia penyelesaian
sengketa teritorial di kawasan, melalui strategi peningkatan
peran Indonesia dalam penanganan sengketa Laut Tiongkok
Selatan melalui mekanisme ASEAN.
2) Penguatan Sistem Pertahanan
SASARAN
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah peningkatan
kapasitas pertahanan nasional melalui pembentukan TNI yang
professional dengan memenuhi kebutuhan alutsista, meningkat-
kan kesejahteraan prajurit, dan meningkatkan anggaran
pertahanan hingga 1,5 persen dari PDB, sehingga pembangunan
kekuatan pertahanan tidak hanya memenuhi kekuatan
pertahanan (Minimum Essential Force, MEF), tetapi juga
ditujukan untuk membangun TNI sebagai kekuatan maritime
regional yang disegani di kawasan Asia Timur.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka penguatan sistem
pertahanan dilaksankan dengan arah kebijakan pembangunan
sebagai berikut:
a) Melanjutkan pemenuhan kebutuhan alutsista (alat
peralatan pertahanan/alpalhan) TNI tidak hanya untuk
memenuhi kebutuhan Kekuatan Pokok Minimum (minimum
essential force/MEF);
b) Meningkatkan kesiapan operasi TNI, termasuk pemeliharaan,
perawatan, dan perbaikan alat peralatan pertahanan yang
dimiliki TNI;
c) Meningkatkan fasilitas perumahan dan pelatihan prajurit
TNI;
3) Memperkuat Jatidiri Sebagai Negara Maritim
SASARAN
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah menguatnya
keamanan laut dan daerah perbatasan dalam rangka menjamin
kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, serta mengamankan sumber daya alam dan Zona
Ekonomi Ekslusif (ZEE).
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai
sasaran adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan pengawasan dan penjagaan, serta penegakan
hukum di laut dan daerah perbatasan;
b) Meningkatkan sarana dan prasarana pengamanan daerah
perbatasan;
c) Meningkatkan sinergitas antar institusi pengamanan laut;
d) Menyelesaikan penetapan garis batas wilayah perairan
Indonesia dan ZEE;
e) Melakukan pengaturan, penetapan dan pengendalian ALKI
dan menghubungkan dengan alur pelayaran dan titik-titik
perdagangan strategis nasional;
f) Mengembangkan dan menetapkan Tata Kelola dan
Kelembagaan Kelautan untuk mendukung perwujudan
negara maritim;
g) Meningkatkan keamanan laut dan pengawasan pemanfaatan
sumber daya kelautan terpadu.
Pembangunan dengan arah kebijakan di atas dilaksanakan
dengan strategi pembangunan sebagai berikut:
a) Meningkatkan operasi pengamanan dan keselamatan di laut
dan wilayah perbatasan;
b) Menambah dan meningkatkan pos pengamanan perbatasan
darat dan pulau terluar;
c) Memperkuat kelembagaan keamanan laut;
d) Intensifikasi dan ekstensifikasi operasi bersama;
e) Menyelesaikan penataan batas maritim (laut teritorial, zona
tambahan dan zona ekonomi eksklusif) dengan 9 negara
tetangga;
f) Menyelesaikan batas landas kontinen di luar 200 mil laut;
g) Melaporkan data geografis sumber daya kelautan ke PBB
dan penamaan pulau;
h) Menyempurnakan sistem penataan ruang nasional dengan
memasukan wilayah laut sebagai satu kesatuan dalam
rencana penataan ruang nasional/regional;
i) Menyusun Rencana Aksi Pembangunan Kelautan dan
Maritim untuk penguasaan dan pengelolaan sumber daya
kelautan dan maritim bagi kesejahteraan rakyat;
j) Mengembangkan sistem koordinasi pelaksanaan, monitoring
dan evaluasi pembangunan kelautan dan maritim;
k) Pembentukan Badan Keamanan Laut untuk meningkatkan
koordinasi dan penegakan pengawasan wilayah laut;
l) Peningkatan sarana prasarana, cakupan pengawasan, dan
peningkatan kelembagaan pengawasan sumber daya
kelautan;
m) Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengawasan
pemanfaatan sumber daya kelautan; dan
n) Mengintensifkan penegakan hukum dan pengendalian
Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing serta
kegiatan yang merusak di laut.

4) Meningkatkan kualitas perlindungan Warga Negara


Indonesia dan Badan Hukum Indonesia di luar negeri
SASARAN
Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya kualitas
perlindungan WNI dan BHI di luar negeri.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, arah kebijakan
yang ditempuh adalah meningkatkan kualitas perlindungan WNI
dan BHI di luar negeri yang merupakan diplomasi middle power
Indonesia dengan strategi:
a) peningkatan keberpihakan diplomasi Indonesia pada
WNI/BHI;
b) pelayanan dan perlindungan WNI/BHI di luar negeri
dengan mengedepankan kepedulian dan keberpihakan;
c) pelaksanaan perjanjian bilateral untuk memberikan
perlindungan bagi WNI/BHI di luar negeri; dan
d) penguatan konsolidasi penanganan WNI/BHI diantara
seluruh pemangku kepentingan terkait melalui koordinasi
dan pembagian tugas yang jelas.
5) Melindungi Hak dan Keselamatan Pekerja Migran
SASARAN
Sasaran utama yang ingin dicapai adalah menurunnya
jumlah pekerja migran yang menghadapi masalah hukum di
dalam dan luar negeri. Sasaran lainnya adalah:
a) Terwujudnya mekanisme rekrutmen dan penempatan yang
melindungi pekerja migran;
b) Meningkatnya pekerja migran yang memiliki keterampilan
dan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan pasar;
c) Meningkatnya peran daerah dalam pelayanan informasi
pasar kerja dan pelayanan rekrutmen calon pekerja migran;
d) Tersedianya regulasi yang memberi perlindungan bagi
pekerja migran.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Arah kebijakan dan strategi dalam upaya untuk
melindungi hak dan keselamatan pekerja migran adalah:
a) Meningkatkan Tata Kelola Penyelenggaraan Penempatan;
b) Memperluas Kerjasama dalam Rangka Meningkatkan
Perlindungan;
c) Membekali Pekerja Migran dengan Pengetahuan, Pendidikan
dan Keahlian;
d) Memperbesar Pemanfaatan Jasa Keuangan bagi Pekerja.
6) Memperkuat Peran Dalam Kerjasama Global dan
Regional
SASARAN
Sasaran yang ingin dicapai adalah:
a) Meningkatnya kualitas kerja sama global dan regional untuk
membangun saling pengertian antarperadaban, memajukan
demokrasi dan HAM, dan perdamaian dunia, dan mengatasi
masalah-masalah global yang mengancam umat manusia
b) Meningkatnya peran dan kepemimpinan Indonesia di
tingkat regional ASEAN
c) Meningkatnya peran dan kepemimpinan Indonesia di
tingkat global G-20 dan APEC
d) Meningkatnya pelaksanaan kerja sama pembangunan
SelatanSelatan dan Triangular
e) Menguatnya peran Indonesia dalam kerjasama global dan
regional.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, arah kebijakan
dan strategi yang ditempuh adalah:
a) Meningkatkan kualitas kerja sama global dan regional untuk
membangun saling pengertian antarperadaban, promosi
dan pemajuan demokrasi, perdamaian dunia, dan mengatasi
masalah-masalah global yang mengancam umat manusia.
b) Meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia di
ASEAN;
c) Meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia di G-20,
dan APEC.
d) Meningkatkan pelaksanaan kerja sama pembangunan
Selatan-Selatan dan Triangular.
e) Meningkatkan kerjasama ekonomi internasional di tingkat
multilateral, regional, dan bilateral dengan prinsip
mengedepankan kepentingan nasional, saling menguntung-
kan, serta memberikan keuntungan yang maksimal bagi
pembangunan ekonomi nasional dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
7) Meminimalisasi Dampak Globalisasi
SASARAN
Sasaran yang akan dicapai dalam Upaya untuk
Meminimalisasi Dampak Globalisasi Ekonomi adalah:
a) Pertumbuhan ekspor yang menggunakan skema kesepakatan
kerjasama ekonomi internasional akan meningkat menjadi 5
persen pada tahun 2019
b) Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap hasil-hasil
kesepakatan kerjasama ekonomi internasional, yang pada
tahun 2019 mencapai 65 persen
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Mendorong peranan dan partisipasi aktif pemerintah dan
swasta dalam meminimalkan dampak negatif dan
memaksimalkan dampak positif globalisasi ekonomi terhadap
perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat. Adapun
strategi yang akan ditempuh adalah:
a) Meningkatkan kapasitas dan kemampuan Indonesia dalam
menelaah, mengidentifikasi, dan memperjuangkan
kepentingan nasional, terutama pada tahap persiapan
perundingan kerjasama ekonomi internasional;
b) Memperkuat koordinasi dan kerjasama lintas sektor dan
antar daerah;
c) Meningkatkan upaya sosialisasi dan edukasi yang lebih
efektif kepada seluruh pemangku kepentingan di pusat dan
daerah;
d) Mendorong para pelaku usaha untuk terus memanfaatkan
hasil-hasil kerjasama ekonomi internasional secara
maksimal;
e) Melakukan review terhadap perjanjian kerjasama ekonomi
internasional yang telah diimplementasikan selama lima
tahun atau lebih, dan kemudian melakukan negosiasi ulang
jika terbukti dalam implementasinya tidak memberikan
manfaat yang besar terhadap perekonomian Indonesia;
f) Melakukan evaluasi dan jika perlu melakukan penundaan
terhadap rencana kerjasama ekonomi yang masih dalam
tahap perundingan, tetapi berpotensi memberikan dampak
negative yang lebih besar daripada dampak positifnya atau
berpotensi menyulitkan posisi kepentingan nasional;
g) Menjaga sinergitas diplomasi ekonomi dan diplomasi politik
Indonesia agar proses negosiasi kerjasama ekonomi dapat
berjalan secara simultan dan efektif, serta memberikan
manfaat.
h) Mengutamakan perlindungan terhadap pasar, produk, dan
konsumen domestik dalam setiap proses perundingan
kerjasama ekonomi internasional.
i) Meningkatkan daya saing perekonomian nasional untuk
menghadapi implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) 2015 dan meningkatkan pemanfaatannya oleh
Indonesia.
8) Pembangunan Industri Pertahanan Nasional
SASARAN
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah meningkatnya
kemandirian pertahanan dengan semakin terpenuhinya alutsista
TNI yang didukung industri pertahanan dalam Negeri.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Arah Kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai
sasaran tersebut adalah:
a) Meningkatkan kontribusi Industri Pertahanan bagi
penyediaan dan pemeliharaan Alutsita TNI;
b) Meningkatkan kontribusi Litbang Pertahanan dalam
menciptakan prototipe alpalhan TNI;
Strategi untuk melaksankan arah kebijakan tersebut
adalah:
a) Peningkatan peran industri pertahanan dalam negeri, baik
produksi Alutsista maupun pemeliharaan;
b) Peningkatan produk prototipe alpalhan.

9) Membangun POLRI yang Professional


SASARAN
Sasaran yang ingin dicapai adalah membangun Polri yang
profesional guna meningkatkan kepercayaan publik terhadap
Polri.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai
sasaran tersebut adalah:
a) Peningkatan profesionalisme personil Polri;
b) Peningkatan pelayanan publik;
c) Penguatan SDM; dan
d) Pemantapan Manajemen Internal.
Strategi pembangunan untuk melaksanakan arah
kebijakan tersebut adalah:
a) Peningkatan Profesionalisme Personil Polri melalui
pendekatan suprastruktur maupun infrastuktur;
b) Peningkatan pelaksanaan Quick Response dan Quick Wins
Polri;
c) Pemantapan pelaksanaan community policing (pemolisian
masyarakat-Polmas);
d) Penanganan gejolak sosial dan penguatan pengamanan
Pemilu 2019;
e) Peningkatan kemampuan penanganan flash point;
f) Pengembangan teknologi Kepolisian melalui pemberdayaan
fungsi Litbang;
g) Pengembangan sarana dan prasarana dalam rangka
meningkatkan pelayanan publik dan penguatan
pelaksanaan tugas Polri;
h) Mempertahankan postur rasio 1:575 jumlah Polri terhadap
pertumbuhan penduduk;
i) Pengembangan Kapabilitas Diklat Polri;
j) Meningkatkan sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi
Polri;
k) Memantapkan Sistem Manajemen Kinerja Mabes Polri –
Polda – Polres – Polsek.;
l) Revitalisasi Komisi Kepolisan Nasional guna meningkatkan
efektifitas pengawasan terhadap kinerja Polri.

10) Peningkatan Ketersediaan dan Kualitas Data serta


Informasi Kependudukan
SASARAN
Meningkatnya ketersediaan dan kualitas data dan
informasi kependudukan, serta pemanfaatan data dan informasi
kependudukan tersebut untuk perencanaan dan evaluasi hasil-
hasil pembangunan.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Peningkatan kualitas data dan informasi kependudukan
yang memadai, akurat dan tepat waktu untuk dijadikan basis
dalam memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat dan
sekaligus pengembangan kebijakan dan program pembangunan,
antara lain melalui:
a) peningkatan cakupan registrasi vital dan pengembangan
registrasi vital terpadu;
b) peningkatan sosialisasi pentingnya dokumen bukti
kewarganegaraan bagi seluruh penduduk;
c) peningkatan diseminasi, aksesibilitas dan pemanfaatan data
dan informasi kependudukan bagi pemangku kebijakan
untuk perencanaan pembangunan; dan
d) peningkatan kapasitas SDM data dan informasi
kependudukan.

b. Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif,


Demokratis dan Terpercaya
1) Melanjutkan konsolidasi demokrasi untuk memulihkan
kepercayaan publik melalui reformasi sistem
kepartaian dan sistem pemilu, penguatan sistem
presidensial dan penguatan lembaga perwakilan
SASARAN
Sasaran utama yang ingin dicapai adalah terwujudnya
konsolidasi demokrasi yang lebih efektif diukur dengan angka
indeks demokrasi Indonesia mencapai 75 dengan sasaran antara
sebagai berikut:
a) Perbaikan peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan sistem kepemiluan dan sistem kepartaian, dan
system presidensial
b) Menguatnya peran lembaga perwakilan
c) Meningkatnya efektivitas kantor kepresidenan dalam
menjalankan tugas-tugas kepresidenan
d) Terlaksananya pemilu serentak tahun 2019 dengan aman,
jujur, adil, dan demokratis
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas, arah
kebijakan dan strategi yang ditempuh adalah:
a) Memperbaiki undang-undang bidang politik
b) Memperkuat lembaga perwakilan untuk meraih
kepercayaan publik yang positif
c) Memperkuat kantor kepresidenan untuk menjalankan
tugas-tugas kepresidenan secara lebih efektif
d) Menyiapkan penyelenggaraan pemilu serentak tahun 2019.
2) Meningkatkan Peranan dan Keterwakilan Perempuan
dalam Politik dan Pembangunan
SASARAN
Meningkatnya kualitas hidup dan peran perempuan di
berbagai bidang pembangunan dan meningkatnya keterwakilan
perempuan dalam politik termasuk dalam proses pengambil
keputusan di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
a) Meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan di
berbagai bidang pembangunan.
b) Meningkatkan peran perempuan di bidang politik.
c) Meningkatkan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan
gender.
3) Membangun transparansi dan akuntabiltas kinerja
pemerintahan
SASARAN
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah meningkatnya
transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sehingga
terwujud tata kelola pemerintahan yang baik, yang ditandai
dengan; terwujudnya sistem pelaporan kinerja instansi
pemerintah dan meningkatnya akses publik terhadap informasi
kinerja instansi pemerintah; meningkatnya implementasi open
government pada seluruh instansi pemerintah serta makin
efektifnya penerapan e-government untuk mendukung
manajemen birokrasi secara modern.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
a) Penyempurnaan sistem manajemen dan pelaporan kinerja
instansi pemerintah secara terintegrasi, kredibel, dan dapat
diakses publik ;
b) Penerapan open government merupakan upaya untuk
mendukung terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan
yang terbuka, partisipatif dan akuntabel dalam penyusunan
kebijakan publik, serta pengawasan terhadap
penyelenggaraan negara dan pemerintahan. ;
c) Penerapan e-government untuk mendukung bisnis proses
pemerintahan dan pembangunan yang sederhana, efisien
dan transparan, dan terintegrasi yang dilaksanakan melalui
strategi, antara lain: penguatan kebijakan e-government;
harmonisasi kelembagaan e-government, penguatan system
dan infrastruktur e-government yang terintegrasi;
peningkatan kapasitas kelembagaan dan kompetensi SDM;
penetapan quick wins penerapan e-government; dan
pengendalian pegembangan sistem dan pengadaan
infrastruktur e-government oleh K/L/Pemda.
4) Penyempurnaan dan peningkatan kualitas reformasi
birokrasi nasional (RBN)
SASARAN
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah meningkatnya
kualitasnya birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik
dalam mendukung peningkatan daya saing dan kinerja
pembangunan nasional di berbagai bidang, yang ditandai
dengan: terwujudnya kelembagaan birokrasi yang efektif dan
efisien; meningkatkan kapasitas pengelolaan reformasi
birokrasi; diimplementasikannya UU Aparatur Sipil Negara
secara konsisten pada seluruh instansi pemerintah; dan
meningkatnya kualitas pelayanan publik.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
a) Restrukturisasi kelembagaan birokrasi pemerintah agar
efektif, efisien,.
b) Penguatan kapasitas pengelolaan reformasi birokrasi
nasional.
c) Penerapan manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang
transparan, kompetitif, dan berbasis merit.
d) Peningkatan kualitas pelayanan publik.
5) Meningkatkan Partisipasi Publik dalam Proses
Pengambilan Kebijakan Publik dengan meningkatkan
peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan
publik dan pengelolaan badan publik yang baik.
SASARAN
Sasaran pokok yang akan dicapai adalah meningkatnya
partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan
publik dan pengelolaan badan publik yang baik.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Untuk mencapai sasaran tersebut arah kebijakan dan
strategi yang akan ditempuh antara lain :
a) Melaksanakan secara konsisten UU No. 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik.
b) Mendorong masyarakat untuk dapat mengakses informasi
publik, dan memanfaatkannya.
c) Meningkatkan kualitas penyiaran.

c. Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat


Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan
1) Peletakan Dasar-Dasar Dimulainya Desentralisasi
Asimetris
a) Pengembangan Kawasan Perbatasan
Perbatasan negara yang selama ini dianggap sebagai
pinggiran negara, ditujukan pengembangannya menjadi
halaman depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman.
SASARAN
Sasaran pembangunan kawasan perbatasan pada tahun
2015-2019, meliputi:
(1) Berkembangnya 10 PKSN sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi, simpul utama transportasi wilayah, pintu gerbang
internasional/pos pemeriksaan lintas batas kawasan
perbatasan negara, dengan 16 PKSN lainnya sebagai tahap
persiapan pengembangan;
(2) Meningkatnya efektifitas diplomasi maritim dan
pertahanan, dan penyelesaian batas wilayah negara dengan
10 negara tetangga di kawasan perbatasan laut dan darat,
serta meredam rivalitas maritim dan sengketa teritorial;
(3) Menghilangkan aktivitas illegal fishing, illegal logging,
human trafficking, dan kegiatan ilegal lainnya, termasuk
mengamankan sumberdaya maritim dan Zona Ekonomi
Esklusif (ZEE); dan
(4) Meningkatnya keamanan dan kesejahteran masyarakat
perbatasan, termasuk di 92 pulau-pulau kecil terluar/
terdepan;
(5) Meningkatnya kerjasama dan pengelolaan perdagangan
perbatasan dengan negara tetangga, ditandai dengan
meningkatnya perdagangan ekspor-impor di perbatasan, dan
menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di perbatasan.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN
Arah kebijakan pengembangan kawasan perbatasan 2015-
2019 adalah mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di
berbagai bidang, terutama peningkatan bidang ekonomi, sosial
dan keamanan, serta menempatkan kawasan perbatasan sebagai
pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara
tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan.
Untuk mempercepat pengembangan kawasan perbatasan
tersebut diperlukan strategi pembangunan sebagai berikut:
(1) Pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi kawasan
perbatasan negara berdasarkan karakteristik wilayah,
potensi lokal, dan mempertimbangkan peluang pasar negara
tetangga dengan didukung pembangunan infrastruktur
transportasi, energi, sumber daya air, dan telekomunikasi-
informasi;
(2) Membangun sumber daya manusia (SDM) yang handal serta
pemanfaatan pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam
memanfaatkan dan mengelola potensi lokal, untuk mewujud-
kan kawasan perbatasan negara yang berdaya saing;
(3) Membangun konektivitas simpul transportasi utama pusat
kegiatan strategis nasional dengan lokasi prioritas
perbatasan dan kecamatan disekitarnya, pusat kegiatan
wilayah (ibukota kabupaten), pusat kegiatan nasional
(ibukota provinsi), dan menghubungkan dengan negara
tetangga. Membangun konektivitas melalui pelayanan
transportasi laut untuk meningkatkan kualitas dan
intensitas pelayanan terhadap wilayah perbatasan laut.
(4) Membuka akses di dalam lokasi prioritas dengan transportasi
darat, sungai, laut, dan udara dengan jalan/moda/dermaga
non status dan pelayanan keperintisan;
(5) Membangun kedaulatan energi di perbatasan Kalimantan,
dan kedaulatan telekomunikasi di seluruh wilayah
perbatasan Negara;
(6) Optimalisasi pengawasan lintas batas negara;
(7) Meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta standarisasi
saranaprasarana pertahanan dan pengamanan perbatasan
laut dan darat, serta melibatkan peran aktif masyarakat
dalam mengamankan batas dan kedaulatan negara;
(8) Penegasan batas wilayah negara di darat dan laut melalui
Prainvestigation, refixation, maintanance (IRM), pelaksanaan
IRM, penataan kelembagaan diplomasi perundingan yang
didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas
peran dan fungsi kelembagaan yang kuat;
(9) Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di
perbatasan, kerjasama perdagangan, dan kerjasama
pertahanan dan keamanan batas wilayah dengan negara
tetangga.
(10) Menerapkan kebijakan desentralisasi asimetris untuk
kawasan perbatasan negara dalam memberikan pelayanan
publik (infrastruktur dasar wilayah dan sosial dasar) dan
distribusi keuangan negara;
(11) Menerapkan kebijakan khusus dan menata pembentukan
Daerah Otonom Baru (DOB) di kawasan perbatasan yang
berorientasi pada kesejahteraan melalui pembinaan,
monitoring dan evaluasi; dan
(12) Mereformasi pelayanan publik di kawasan perbatasan
melalui penguatan desa di kecamatan lokasi prioritas
penanganan kawasan perbatasan melalui fasilitasi,
supervisi, dan pendampingan.
b) Pengembangan Daerah Tertinggal
Pembangunan daerah tertinggal tahun 2015-2019
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
pemerataan pembangunan, dan mengurangi kesenjangan
pembangunan antara daerah tertinggal dengan daerah maju
pada 122 kabupaten.
SASARAN
Sasaran pembangunan daerah tertinggal tahun 2015-2019
adalah:
(1) Rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal
sebesar 7,35 persen pada tahun 2019;
(2) Persentase penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi
12,5 persen pada akhir tahun 2019;
(3) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal
71,5 pada tahun 2019; dan
(4) Minimal terdapat 75 kabupaten dapat ditingkatkan menjadi
kategori daerah maju.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Arah kebijakan pengembangan pembangunan daerah
tertinggal difokuskan pada:
(1) Upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar publik;
(2) Pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung
oleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan
infrastruktur penunjang konektivitas antara daerah
tertinggal dan pusat pertumbuhan.
Untuk mewujudkan arah kebijakan pembangunan daerah
tertinggal tersebut diperlukan strategi pembangunan sebagai
berikut:
(1) Mengembangkan perekonomian masyarakat di daerah
tertinggal dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai
dengan karakteristik, posisi strategis, dan keterkaitan
antarkawasan;
(2) Meningkatkan aksesibilitas yang menghubungkan daerah
tertinggal dengan pusat pertumbuhan melalui
pembangunan sarana dan prasarana transportasi;
(3) Meningkatkan kualitas SDM, ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK), dan kapasitas tata kelola kelembagaan
pemerintahan daerah tertinggal, meliputi aspek
peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan daerah,
kelembagaan, dan keuangan daerah;
(4) Mempercepat pemenuhan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) untuk pelayanan dasar publik di daerah tertinggal,
terutama di bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, air
bersih, energi/listrik, telekomunikasi, perumahan dan
permukiman;
(5) Memberikan tunjangan khusus kepada tenaga kesehatan,
pendidikan, dan penyuluh pertanian;
(6) Melakukan penguatan regulasi terhadap daerah tertinggal
dan pemberian insentif kepada pihak swasta dalam
pengembangan iklim usaha di daerah tertinggal;
(7) Melakukan pembinaan terhadap daerah tertinggal yang
sudah terentaskan melalui penguatan kapasitas kelembagaan
pemerintahan daerah dan peningkatan kapasitas SDM;
(8) Mendukung pengembangan kawasan perdesaan dan
transmigrasi sebagai upaya pengurangan kesenjangan
antarwilayah.;
(9) Mempercepat pembangunan Provinsi Papua dan Papua
Barat, yang difokuskan pada (a) pemberdayaan ekonomi
masyarakat lokal; (b) peningkatan pelayanan pendidikan dan
kesehatan terutama di wilayah terisolir; (c) pembangunan
infrastruktur transportasi untuk membuka keterisolasian;
(d) pemihakan terhadap Orang Asli Papua; (e) penguatan
kapasitas kelembagaan pemerintah daerah; (f) pembangunan
sentra logistik untuk mengatasi kemahalan; (g)
pengembangan energy baru dan terbarukan terutama di
wilayah terisolir; dan (h) penguatan kelembagaan percepatan
pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat.
c) Pembangunan Perdesaan
Sesuai amanat UU No. 6 Tahun 2014, pembangunan desa
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup
masyarakat desa, dengan mendorong pembangunan desa-desa
mandiri dan berkelanjutan yang memiliki ketahanan sosial,
ekonomi, dan lingkungan.
SASARAN
Sasaran pembangunan perdesaan adalah menurunnya
jumlah desa tertinggal sampai 5.000 desa atau meningkatnya
desa mandiri sedikitnya 2.000 desa.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN
Arah kebijakan dan strategi pembangunan desa dan
kawasan perdesaan, termasuk di kawasan perbatasan, daerah
tertinggal, kawasan transmigrasi, serta kepulauan dan pulau
kecil, tahun 20152019 adalah:
(1) Penanggulangan kemiskinan di Desa
(2) Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum sesuai dengan
kondisi geografis desa.
(3) Pembangunan Sumber Daya Manusia, Keberdayaan, dan
Modal Sosial Budaya Masyarakat Desa.
(4) Penguatan Pemerintahan Desa dan masyarakat Desa.
(5) Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Berkelanjutan, Penataan Ruang Kawasan Perdesaan, serta
Mewujudkan Kemandirian Pangan.
(6) Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan untuk
mendorong keterkaitan desa-kota.
d) Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah Peningkatan
Kualitas Pemerintahan Daerah
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia
yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah mengatur sistem pemerintahan daerah
yang memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
SASARAN
Sasaran pengembangan tata kelola pemerintahan daerah
pada tahun 2015-2019, meliputi:
(1) Meningkatnya Kapasitas Kelembagaan Pemerintahan Daerah;
(2) Meningkatnya Kapasitas Aparatur Pemerintahan Daerah;
dan
(3) Meningkatnya Kemampuan Fiskal dan Kinerja Keuangan
Daerah
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
(1) Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintahan Daerah..
(2) Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan Daerah.
(3) Peningkatan Kemampuan Fiskal dan Kinerja Keuangan
Daerah.
e) Penataan Daerah Otonom Baru Untuk Kesejahteraan
Rakyat
SASARAN
Adapun sasaran dalam penataan daerah otonom baru
adalah:
(1) Meningkatnya jumlah daerah otonom baru (DOB) yang
memiliki kinerja baik;
(2) Meningkatnya penyelesaian masalah pengalihan aset
daerah dan batas daerah pada daerah otonom baru DOB;
dan
(3) Meningkatnya dukungan regulasi dan kebijakan dalam
pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah
serta Desain Besar Penataan Daerah.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Arah kebijakan dalam penataan daerah otonom baru
adalah ditujukan untuk memperkuat kapasitas Pemerintah
Daerah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui
pelayanan publik dan memperkuat demokrasi di tingkat lokal.
Adapun strategi yang dapat dilakukan adalah :
(1) Penguatan regulasi dan kebijakan penataan daerah;
(2) Pengembangan pedoman daerah persiapan, penggabungan
serta penghapusan daerah;
(3) Peningkatan kapasitas DOB; dan
(4) Penyelesaian masalah aset daerah dan batas wilayah.
2) Pemerataan Pembangunan Antar Wilayah Terutama
Kawasan Timur Indonesia.
a) Pengembangan Kawasan Strategis
SASARAN
Sasaran pembangunan kawasan strategis periode 2015-
2019 adalah berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi di masingmasing pulau dengan memanfaatkan potensi
dan keunggulan daerah.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN
Arah Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis adalah
percepatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
wilayah, terutama di Luar Jawa (Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, dan Papua) dengan memaksimalkan keuntungan
aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah dan
peningkatan efisiensi dalam penyediaan infrastruktur.
Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari
pendekatan sektoral dan regional:
(1) Pengembangan Potensi Ekonomi Wilayah.
Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, baik yang telah
ada (KEK, KAPET, KPBP, dan KPI) maupun yang baru,
terutama di wilayah koridor ekonomi Kalimantan, Sulawesi,
Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
(2) Percepatan Pembangunan Konektivitas
Percepatan pembangunan konektivitas/infrastruktur di
wilayah pertumbuhan, antar wilayah pertumbuhan serta
antar wilayah koridor ekonomi atau antar pulau melalui
percepatan pembangunan infrastruktur pelabuhan, bandara,
jalan, informasi dan telekomunikasi, serta pasokan energi.
(3) Peningkatan Kemampuan SDM dan Iptek
Peningkatan pengembangan kemampuan SDM dan Iptek
dilakukan melalui penyediaan SDM yang memiliki
kompetensi yang disesuaikan dengan kebutuhan pengem-
bangan industri di masingmasing pusat-pusat pertumbuhan
di daerah. Membangun SMK-SMK dan politeknik dengan
prasarana dan sarana dengan teknologi terkini.
(4) Regulasi dan Kebijakan
Dalam rangka mempermudah proses pembangunan,
Pemerintah akan melakukan deregulasi (debottlenecking)
peraturanperaturan yang menghambat pengembangan
investasi dan usaha di kawasan pertumbuhan ekonomi.
(5) Peningkatan Iklim Investasi dan iklim usaha
Dalam rangka mempermudah dan memperlancar proses
kemudahan berusaha dan berinvestasi.
b) Pembangunan Perkotaan
Isu urbanisasi, kesenjangan antara kota-kota Kawasan
Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta
kesenjangan antara desa dan kota merupakan isu strategis dalam
pembangunan perkotaan dan perdesaan. Tingkat pertumbuhan
penduduk di perkotaan yang mencapai 2,18 persen jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan di perdesaan
yang hanya 0,64 persen rata-rata pertahunnya (BPS, 2013). Kota-
kota metropolitan yang sebagian besar berada di Jawa (15% dari
jumlah kota otonom) menguasai 28% PDRB Nasional, sementara
kota-kota sedang di luar Jawa (56% dari jumlah kota otonom)
hanya berkontribusi 6%. Selain isu urbanisasi, kota-kota di
Indonesia belum optimal dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi regional dan nasional, belum memiliki ketahanan sosial
budaya dan lingkungan, yang merupakan aspek penting dalam
persaingan global jangka panjang.
SASARAN
Sasaran utama pembangunan perkotaan, yaitu:
(1) Pengembangan 5 Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sebagai
penggerak pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan
pembangunan di wilayah KTI;
(2) Optimalisasi sedikitnya 20 kota otonom sedang di luar
Pulau Jawa khususnya di KTI yang diarahkan sebagai
pengendali (buffer) arus urbanisasi dan sebagai pusat
pertumbuhan utama yang mendorong keterkaitan kota dan
desa;
(3) Efektifitas 7 Pusat Kegiatan Nasional (PKN) untuk menjaga
momentum pertumbuhan wilayah.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN
(1) Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN);
(2) Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP)
untuk mewujudkan kota aman, nyaman, dan layak huni
pada kawasan metropolitan dan kota sedang di luar Jawa
termasuk kawasan perbatasan, kepulauan, dan pesisir;
(3) Pembangunan kota hijau yang berketahanan iklim dan
bencana;
(4) Pengembangan kota cerdas yang berdaya saing berbasis
budaya lokal.
(5) Peningkatan kapasitas tata kelola pembangunan perkotaan.
c) Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa
SASARAN
Sasaran peningkatan keterkaitan desa-kota adalah
terwujudnya 39 pusat pertumbuhan baru, mencakup : 27 pusat
tersebar di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan 12 pusat
tersebar di Kawasan Barat Indonesia (KBI).
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN
Arah kebijakan peningkatan keterkaitan perkotaan dan
perdesaan bertujuan menghubungkan keterkaitan fungsional
antara pasar dan kawasan produksi. Kebijakan tersebut
dijabarkan melalui strategi sebagai berikut:
(1) Perwujudan konektivitas antara kota sedang dan kota kecil,
antara kota kecil dan desa, serta antar pulau;
(2) Perwujudan keterkaitan antara kegiatan ekonomi hulu dan
hilir desa-kota melalui pengembangan klaster khususnya
kawasan agropolitan, minapolitan, pariwisata, dan trans-
migrasi.
(3) Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi
kepada keterkaitan kota-desa.
d) Tata Ruang
Dalam pembangunan Bidang Tata Ruang, isu strategis
utama terkait erat dengan Agenda Pemerataan Pembangunan
Antarwilayah terutama Desa, Kawasan Timur Indonesia dan
Kawasan Perbatasan. Pemerataan pembangunan perlu dilengkapi
dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang mengintegrasi-
kan rencana tata ruang (RTR), sebagai landasan utama dalam
pembangunan, dengan rencana pembangunan yang serasi
antarpemerintahan, antarsektor, antarwaktu serta antara darat
dan laut.
Selain dengan agenda utama di atas Bidang Tata Ruang
berkaitan erat dengan berbagai agenda pembangunan lainnya.
SASARAN
Sasaran pembangunan Bidang Tata Ruang untuk Tahun
2015-2019 adalah: (1) tersedianya peraturan perundang-
undangan Bidang Tata Ruang yang lengkap, harmonis, dan
berkualitas; (2) meningkatnya kapasitas kelembagaan Bidang
Tata Ruang, dalam jangka pendek, yang akan segera diselesaikan
adalah penyusunan pedoman perlindungan PPNS Bidang Tata
Ruang; (3) meningkatnya kualitas dan kuantitas RTR serta
terwujudnya tertib pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Dalam jangka pendek, yang akan segera diselesaikan
adalah penetapan Revisi Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang
Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur yang dilengkapi
dengan lembaga dan/atau pengelola Kawasan Strategis Nasional
(KSN) Jabodetabekjur, penyediaan peta dasar skala 1:5.000 untuk
penyusunan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) pada KSN dan
daerah yang diprioritaskan, serta penetapan kawasan pertanian
pangan berkelanjutan; dan sasaran terakhir (4) meningkatnya
kualitas pengawasan penyelenggaraan penataan ruang.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Berdasarkan isu strategis Bidang Tata Ruang Tahun 2015-
2019, maka disusun arah kebijakan dan strategi untuk
memenuhi sasaran di atas, sebagai berikut:
(1) Meningkatkan ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif
dan harmonis untuk mendukung pembangunan Indonesia
dari pinggiran serta untuk mendukung kemandirian
ekonomi dan kedaulatan pangan;
(2) Meningkatkan pembinaan kelembagaan penataan ruang,
untuk mendukung pengendalian pemanfaatan ruang;
(3) Meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang;
(4) Melaksanakan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang,
melalui pemantauan dan evaluasi yang terukur untuk
menjamin kesesuaian pemanfaatan ruang yang telah disusun.
3) Pengurangan Ketimpangan Antar Kelompok Ekonomi
Masyarakat
Dalam rangka pengurangan ketimpangan antar kelompok
ekonomi masyarakat, tantangan yang dihadapi utamanya adalah
meningkatkan standar hidup penduduk 40 persen terbawah
yang dapat dicapai dengan:
a) Menciptakan pertumbuhan inklusif;
b) Memperbesar investasi padat pekerja;
c) Memberikan perhatian khusus kepada usaha mikro dan
kecil;
d) Menjamin perlindungan sosial bagi penduduk rentan dan
pekerja informal;
e) Meningkatkan dan memperluas pelayanan dasar bagi
masyarakat kurang mampu dan rentan;
f) Memperluas ekonomi perdesaan dan mengembangkan
sektor pertanian.
SASARAN
Sesuai dengan amanat RPJP 2005-2025 dan Visi Misi
Presiden, serta mempertimbangkan tingginya tingkat ketim-
pangan dan tren penurunan tingkat kemiskinan selama ini,
permasalahan serta tantangan yang akan dihadapi dalam lima
tahun mendatang, maka sasaran utama (impact) yang ditetapkan
adalah menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 5,0 – 6,0 persen
pada tahun 2019. Sasaran untuk mewujudkan pembangunan yang
dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat adalah:
a) Meningkatnya investasi padat pekerja sehingga memperluas
kesempatan pekerjaan bagi masyarakat yang kurang
mampu (decent job);
b) Meningkatnya akses usaha mikro dan kecil untuk
mengembangkan keterampilan, pendampingan, modal
usaha, dan pengembangan teknologi;
c) Terbentuknya kemitraan pemerintah, pemerintah daerah
dan swasta/BUMN/BUMD dalam pengembangan kapasitas
dan keterampilan masyarakat dalam rangka peningkatan
penghidupan masyarakat;
d) Tersedianya sarana dan prasarana pendukung kegiatan
ekonomi yang berkualitas;
e) Meningkatnya penjangkauan pelayanan dasar mencakup
identitas hukum, sarana dan prasarana pendidikan,
kesehatan, infrastruktur dasar, dan sarana ekonomi yang
inklusif bagi masyarakat kurang mampu dan rentan
termasuk penyandang disabilitas dan lansia;
f) Meningkatnya perlindungan, produktifitas dan pemenuhan
hak dasar bagi penduduk kurang mampu dan rentan.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dengan memperhatikan karakteristik dan kebutuhan
masyarakat kurang mampu, maka upaya mengurangi
ketimpangan dilakukan pembangunan yang inklusif dan
kebijakan afirmatif yang lebih nyata, yaitu: a) Mengembangkan
sistem perlindungan sosial yang komprehensif, b) Meningkatkan
pelayanan dasar bagi masyarakat kurang mampu dan rentan, c)
Mengembangkan penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat
miskin melalui penyaluran tenaga kerja dan pengembangan
kewirausahaan. Agenda ini perlu didukung oleh basis data
perencanaan yang handal dalam satu sistem informasi yang
terpadu yang menjadi forum pertukaran data dan informasi bagi
seluruh pelaku, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta
penguatan kapasitas aparat pemerintah di tingkat pusat dan
daerah dalam hal perencanaan dan penganggaran yang lebih
berpihak pada masyarakat miskin.

d. Memperkuat Kehadiran Negara Dalam Melakukan Reformasi


Sistem Dan Penegakan Hukum Yang Bebas Korupsi,
Bermartabat Dan Terpercaya
1) Peningkatan Penegakan Hukum yang Berkeadilan
SASARAN
Sasaran pembangunan bidang hukum diwujudkan dalam:
a) Meningkatnya kualitas penegakan hukum dalam rangka
penanganan berbagai tindak pidana, mewujudkan sistem
hukum pidana dan perdata yang efisien, efektif, transparan,
dan akuntabel bagi pencari keadilan dan kelompok rentan,
dengan didukung oleh aparat penegak hukum yang
profesional dan berintegritas; dan
b) Terwujudnya penghormatan, perlindungan, dan
pemenuhan hak atas keadilan bagi warga negara.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
a) Meningkatkan Kualitas Penegakan Hukum Dalam Rangka
Penanganan Berbagai Tindak Pidana;
b) Meningkatkan Keterpaduan Dalam Sistem Peradilan Pidana;
c) Melaksanakan Sistem Peradilan Pidana Anak;
d) Melaksanakan Reformasi Sistem Hukum Perdata yang
Mudah dan Cepat;
e) Meningkatkan Kualitas Aparat Penegak Hukum,;
f) Melakukan Harmonisasi dan Evaluasi Peraturan Terkait
HAM;
g) Penanganan Pengaduan HAM;
h) Penyelesaian Secara Berkeadilan Atas Kasus Pelanggaran
HAM Masa Lalu;
i) Optimalisasi Bantuan Hukum dan Layanan Peradilan bagi
Masyarakat;
j) Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak;
k) Meningkatkan Pendidikan HAM;
l) Membangun Budaya Hukum.
2) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
SASARAN
Sasaran pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah
menurunnya tingkat korupsi serta meningkatnya efektivitas
pencegahan dan pemberantasan korupsi.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Upaya untuk meningkatkan efektivitas pencegahan dan
pemberantasan korupsi dilaksanakan melalui:
a) Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan di Bidang
Korupsi;
b) Penguatan Kelembagaan Dalam Rangka Pemberantasan
Korupsi;
c) Meningkatkan Efektivitas Implementasi Kebijakan
Antikorupsi;
d) Meningkatkan Pencegahan Korupsi.
3) Pemberantasan Tindakan Penebangan Liar, Perikanan
Liar, dan Penambangan Liar
a) Penebangan Liar
SASARAN
Menurunnya frekuensi dan luasan penebangan liar
ARAH KEBIJAKAN
(1) Peningkatan instrumen penegakan hokum;
(2) Peningkatan efektivitas penegakan hokum;
(3) Peningkatan efektivitas dan kualitas pengelolaan hutan;
b) Perikanan Liar
SASARAN
(1) Meningkatnya ketaatan pelaku usaha perikanan dari 52%
menjadi 87% di tahun 2019.
(2) Menurunnya kegiatan perikanan liar di wilayah perairan
Indonesia.
ARAH KEBIJAKAN
(1) Penguatan lembaga pengawasan laut;
(2) Peningkatan Koordinasi Dalam Penanganan Pelanggaran
Tindak Pidana;
(3) Penguatan sarana sistem pengawasan perikanan;
(4) Penataan sistem perijinan usaha perikanan tangkap;
(5) Peningkatan Penertiban Ketaatan Kapal di Pelabuhan
perikanan.
c) Penambangan Liar
SASARAN
(1) Meningkatnya pelaksanaan good mining practices dalam
pengusahaan pertambangan.
(2) Berkurangnya kegiatan PETI yang tidak bertanggungjawab.
ARAH KEBIJAKAN
(1) Penyederhanaan proses Perijinan, Pengawasan dan
Penertiban kegiatan pertambangan secara transparan,.
(2) Penegakan Hukum pada pelanggaran kegiatan
pertambangan secara tegas konsekuen dan adil.
(3) Penerapan kegiatan penambangan yang berkelanjutan dan
menjaga kualitas lingkungan;
(4) Pengembangan masyarakat dan peningkatan taraf hidup
masyarakat di sekitar pertambangan;.
d) Pemberantasan Narkoba dan Psikotropika
SASARAN
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah menguatnya pencegahan
dan penanggulangan narkoba yang ditandai dengan terkendali-
nya angka prevalensi penyalahgunaan narkoba.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai
sasaran menguatnya pencegahan dan penanggulangan narkoba
adalah dengan:
(1) Mengintensifkan upaya sosialisasi bahaya narkoba (demand
side);
(2) Meningkatkan upaya terapi dan rehabilitasi korban
penyalahguna narkoba (demand side); dan
(3) Meningkatkan efektifitas pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkoba (supply side).
Strategi pembangunan untuk melaksanakan arah
kebijakan di atas adalah:
(1) Pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalah-
gunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (PP4GN) di daerah;
(2) Diseminasi informasi tentang bahaya narkoba melalui
berbagai media;
(3) Penguatan lembaga 226 Rancangan Teknokratik RPJMN
2015-2019 226 Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019
terapi dan rehabilitasi;
(4) Rehabilitasi pada korban penyalahguna dan/atau pecandu
narkoba; dan
(5) Kegiatan intelijen narkoba.
e) Menjamin Kepastian Hukum Hak Kepemilikan Tanah
SASARAN
Untuk menjawab isu strategis kepastian hukum hak
kepemilikan tanah dan mendukung arah kebijakan yang akan
dilakukan maka sasaran bidang pertanahan Tahun 2015-2019
adalah:
(1) Memperbesar Cakupan Peta Dasar Pertanahan hingga
meliputi 60 persen dari wilayah darat nasional bukan hutan
(wilayah nasional);
(2) Memperbesar cakupan bidang tanah bersertipikat hingga
meliputi 70 persen dari wilayah nasional;
(3) Melakukan penetapan batas wilayah hutan pada skala
1:5.000 dan mengintegrasikannya dengan sistem
pendaftaran tanah di Badan Pertanahan Nasional sepanjang
189.056,6 km; dan
(4) Melaksanakan sosialisasi peraturan perundangan tanah
adat/ulayat pada 34 provinsi dan 539 kab/kota..
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dalam upaya meningkatkan kepastian hukum hak
kepemilikan tanah, telah teridentifikasi bahwa permasalahan
mendasar adalah sistem pendaftaran tanah yang dianut saat ini
adalah sistem publikasi negatif dengan negara tidak menjamin
kebenaran informasi yang ada dalam sertipikat. Sehingga perlu
kebijakan perubahan sistem pendaftaran tanah dengan
membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif yang
dikenal sebagai Pendaftaran Tanah Stelsel Positif, yang berarti
negara menjamin kebenaran informasi yang tercantum dalam
sertipikat tanah yang diterbitkan, yang pada gilirannya apabila
terjadi gugatan maka pihak yang dirugikan akan memperoleh
ganti-kerugian dari negara.
f) Melindungi Anak, Perempuan, dan Kelompok Marjinal
SASARAN
Sasaran yang ingin dicapai dalam perlindungan anak,
perempuan, dan masyarakat marginal dalam lima tahun
kedepan adalah tersedianya sistem perlindungan dari berbagai
tindak kekerasan dan perlakuan salah lainnya dengan
mengoptimalkan proses pencegahan, penanganan, dan
rehabilitasi terhadap perempuan, anak, dan kelompok marjinal.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dalam mencapai sasaran diatas, arah kebijakan dalam
rangka melindungi anak, perempuan, dan kelompok marjinal
adalah:
(1) Memperkuat sistem perlindungan perempuan dan anak dari
berbagai tindak kekerasan, termasuk tindak pidana
perdagangan orang (TPPO), dengan melakukan berbagai
upaya pencegahan dan penindakan;
(2) Meningkatkan kapasitas kelembagaan perlindungan
perempuan dan anak dari berbagai tindak kekerasan;
(3) Peningkatan ketersediaan layanan bantuan hukum bagi
kelompok marjinal.

e. Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia


Upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
dilaksanakan melalui: 1) pembangunan kependudukan dan
keluarga berencana; 2) pembangunan pendidikan khususnya
pelaksanaan Program Indonesia Pintar; 3) pembangunan
kesehatan khususnya pelaksanaan Program Indonesia Sehat;
dan 4) peningkatan kesejahteraan rakyat marjinal melalui
pelaksanaan Program Indonesia Kerja.
1) Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana
SASARAN
Sasaran yang dicapai dalam Program Pembangunan
Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah sebagai berikut:
a) menurunkan angka kelahiran (total fertility rate)/TFR per
perempuan usia reproduktif 15-49 tahun; b) menurunkan
kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) dengan
hitungan baru; c) meningkatkan angka pemakaian kontrasepsi
(contracepsive prevalence rate/PCR) suatu cara (all methods); d)
meningkatkan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang
(MKJP); e) menurunkan tingkat putus pakai kontrasepsi.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Pembangunan kependudukan dan keluarga berencana
diarahkan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB
yang merata di setiap wilayah dan kelompok masyarakat,
melalui strategi sebagai berikut:
a) Penguatan dan pemaduan kebijakan pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi yang merata dan berkualitas, baik
antarsektor maupun antara pusat dan daerah, utamanya
dalam sistem JKN-SJSN, dengan menata fasilitas kesehatan
KB;
b) Penyediaan sarana dan prasarana serta jaminan
ketersediaan alat dan obat kontrasepsi yang memadai di
setiap fasilitas kesehatan KB dan kesehatan reproduksi dan
jejaring pelayanan, serta pendayagunaan fasilitas pelayanan
kesehatan untuk pelayanan KB (persebaran fasilitas
kesehatan pelayanan KB, baik pelayanan KB statis maupun
mobile/bergerak);
c) Peningkatan pelayanan KB dengan penggunaan metode
kontrasepsi jangka panjang untuk mengurangi resiko drop-
out, dan peningkatan penggunaan metode jangka pendek
dengan memberikan informasi secara kontinyu untuk
keberlangsungan ber-KB serta pemberian pelayanan KB
lanjutan.;
d) Peningkatan jumlah dan penguatan kapasitas tenaga
lapangan KB dan tenaga kesehatan pelayanan KB, serta
penguatan lembaga di tingkat masyarakat untuk
mendukung penggerakan dan penyuluhan KB;
e) Advokasi program kependudukan, keluarga berencana, dan
pembangunan keluarga kepada para pembuat kebijakan,
serta promosi dan penggerakan kepada masyarakat dalam
penggunaan alat dan obat kontrasepsi KB, baik dengan
keutamaan menggunakan metode kontrasepsi jangka
panjang maupun metode kontrasepsi jangka pendek;
f) Peningkatan pengetahuan dan pemahaman kesehatan
reproduksi bagi remaja melalui pendidikan, sosialisasi
mengenai pentingnya Wajib Belajar 12 tahun dalam rangka
pendewasaan usia perkawinan, dan peningkatan intensitas
layanan KB bagi pasangan usia muda guna mencegah
kelahiran di usia remaja;
g) Pembinaan ketahanan dan pemberdayaan keluarga melalui
kelompok kegiatan bina keluarga dalam rangka
melestarikan kesertaan ber-KB dan memberikan pengaruh
kepada keluarga calon akseptor untuk ber-KB.; dan
h) Penguatan landasan hukum, kelembagaan, sertadata dan
informasi kependudukan dan KB.
2) Pembangunan Pendidikan khususnya Pelaksanaan
Program Indonesia Pintar
SASARAN
Sasaran yang ingin dicapai dalam Program Indonesia
Pintar melalui pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun pada RPJMN
2015-2019 adalah sebagai berikut:
a) Meningkatnya angka partisipasi pendidikan dasar dan
menengah.
b) Meningkatnya angka keberlanjutan pendidikan yang
ditandai dengan menurunnya angka putus sekolah dan
meningkatnya angka melanjutkan;
c) Menurunnya kesenjangan partisipasi pendidikan
antarkelompok masyarakat, terutama antara penduduk
kaya dan penduduk miskin, antara penduduk laki-laki dan
penduduk perempuan, antara wilayah perkotaan dan
perdesaan, dan antardaerah;
d) Meningkatnya kesiapan siswa pendidikan menengah untuk
memasuki pasar kerja atau melanjutkan ke jenjang
pendidikan tinggi.
e) Meningkatnya jaminan kualitas pelayanan pendidikan,
tersedianya kurikulum yang andal, dan tersedianya sistem
penilaian pendidikan yang komprehensif.
f) Meningkatnya proporsi siswa SMK yang dapat mengikuti
program pemagangan di industri.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Program Indonesia Pintar melalui pelaksanaan Wajib
Belajar 12 Tahun diarahkan untuk memenuhi hak seluruh anak
Indonesia tanpa terkecuali dapat menyelesaikan jenjang
pendidikan dasar sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
Perhatian lebih besar diberikan bagi daerah-daerah yang belum
tuntas dalam pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun. Dengan demikian, arah kebijakan dan strategi
pelaksanaan Program Wajib Belajar 12 Tahun adalah sebagai
berikut:
a) Melanjutkan upaya untuk memenuhi hak seluruh penduduk
mendapatkan layanan pendidikan dasar berkualitas;
b) Meningkatkan akses Pendidikan Menengah yang berkualitas;
c) Memperkuat peran swasta dalam menyediakan layanan
pendidikan menengah yang berkualitas;
d) Meningkatkan relevansi pendidikan kejuruan dengan
kebutuhan dunia kerja;
e) Meningkatkan akses terhadap layanan pendidikan dan
pelatihan keterampilan ;
f) Meningkatkan Kualitas Pembelajaran.
3) Pembangunan Kesehatan khususnya Pelaksanaan
Program Indonesia Sehat
SASARAN
Sasaran yang ingin dicapai dalam Program Indonesia
Sehat pada RPJMN 2015-2019 adalah meningkatkan derajat
kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan
dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan
perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.
Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah meningkatnya status
kesehatan dan gizi ibu dan anak, meningkatnya pengendalian
penyakit, meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan
perbatasan, meningkatnya, terwujudnya cakupan pelayanan
kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas
pengelolaan SJSN Kesehatan, terpenuhinya kebutuhan tenaga
kesehatan, obat dan vaksin, serta meningkatkan responsivitas
sistem kesehatan.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Pembangunan kesehatan dan gizi bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat pada
seluruh siklus kehidupan baik pada tingkat individu, keluarga
maupun masyarakat. Reformasi terutama difokuskan pada
penguatan upaya kesehatan dasar (primary health care) yang
berkualitas terutama melalui peningkatan jaminan kesehatan,
peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan dan
peningkatan pembiayaan kesehatan. Kartu Indonesia sehat
menjadi salah satu sarana utama dalam mendorong reformasi
sektor kesehatan dalam mencapai pelayanan kesehatan yang
optimal, termasuk penguatan upaya promotif dan preventif.
a) Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu,
Anak, Remaja, dan Lanjut Usia yang Berkualitas;
b) Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat;
c) Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan;
d) Memantapkan Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) Bidang Kesehatan;
e) Meningkatan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar yang
Berkualitas;
f) Meningkatan Akses Pelayanan Kesehatan Rujukan yang
Berkualitas;
g) Meningkatkan Ketersediaan, Penyebaran, dan Mutu Sumber
Daya Manusia Kesehatan;
h) Meningkatkan Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan,
dan Kualitas Farmasi dan Alat Kesehatan;
i) Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan.
4) Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Marjinal melalui
Pelaksanaan Program Indonesia Kerja
Salah satu isu strategis bidang pertanahan yang menjadi
perhatian Pemerintah adalah ketimpangan pemilikan,
penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang ditandai
dengan sebagian kecil penduduk menguasai sebagian besar tanah
dan sebaliknya sebagian besar penduduk hanya menguasai tanah
dengan luas yang sedikit. Untuk itu perlu upaya perbaikan
ketimpangan Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan, dan
Pemanfaatan Tanah (P4T).
Upaya perbaikan ketimpangan tersebut, dilakukan juga
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan mendorong
distribusi hak atas tanah petani melalui landreform dan program
kepemilikan tanah seluas 9 Juta ha.
SASARAN
Untuk menjawab isu-isu strategis bidang pertanahan yang
telah diuraikan sebelumnya, pada Tahun 2015 akan disusun
Peraturan Presiden (Perpres) mengenai dimulainya program
Reforma Agraria, dan kerangka waktu pelaksanaan dan tahapan
program Reforma Agraria. Adapun sasaran pembangunan
bidang pertanahan untuk tahun 2015-2019 sebagai berikut.
a) Penyediaan sumber Tanah Objek Reforma Agraria (TORA)
dan melakukan redistribusi tanah dan legalisasi asset;
b) Pemberian hak milik atas tanah (reforma asset) yang
meliputi redistribusi tanah dan legalisasi asset sebanyak 9
juta ha.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Berdasarkan isu strategis tersebut, maka arah kebijakan
yang diambil adalah reforma agraria yang dilakukan melalui
redistribusi tanah, legalisasi aset (sertipikasi tanah), dengan
sekaligus dilengkapi dengan bantuan pemberdayaan masyarakat
kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang membutuhkan
terutama petani, nelayan, usaha kecil menengah (UKM), dan
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Upaya tersebut
dapat dicapai dengan strategi meliputi:
a) Koordinasi lokasi redistribusi tanah dan legalisasi asset
dengan progam pemberdayaan masyarakat;
b) Pengembangan teknologi pertanian dan pengolahan hasil
pertanian;
c) Pembentukan dan penguatan lembaga keuangan mikro; dan
d) Membangun koneksi antara usaha petani, dan UKM dengan
dunia industri.

f. Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing Di Pasar


Internasional
1) Membangun Konektivitas Nasional Untuk Mencapai
Keseimbangan Pembangunan
SASARAN
a) Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi
dan keterpaduan sistem transportasi multimoda dan antar
moda;
b) Meningkatnya kinerja pelayanan dan industri transportasi
nasional untuk mendukung Sistem Logistik Nasional
(Sislognas) dan konektivitas global;
c) Meningkatnya tingkat keselamatan dan keamanan
transportasi ;
d) Tersedianya infrastruktur yang ramah lingkungan dan
responsif terhadap perubahan iklim/cuaca ekstrem dengan
menurunkan tingkat emisi sesuai dengan Rencana Aksi
Nasional untuk menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca
(RANGRK) di sektor transportasi dan energi sebesar 4,95
persen dengan usaha sendiri, atau 9,66 persen ditambah
dengan bantuan asing dari BAU hingga tahun 2020.
e) Tersedianya layanan transportasi serta komunikasi dan
informatika di perdesaan, perbatasan negara, pulau terluar,
dan wilayah non komersial lainnya;
f) Tersedianya layanan pita lebar (broadband);
g) Pengoptimalisasian pengelolaan spektrum frekuensi radio
dan orbit satelit;
h) Tercapainya tingkat literasi TIK nasional sebesar 75 persen.
i) Tersedianya layanan e-Government dan dikelolanya data
sebagai aset strategis nasional.
Upaya terobosan dalam rangka mengatasi bottlenecking
pembangunan infrastruktur konektivitas, diantaranya:
a) Menempatkan transportasi laut sebagai tulang punggung
sistem logistik nasional melalui pengembangan pelabuhan-
pelabuhan berkapasitas tinggi yang ditunjang dengan
fasilitas pelabuhan yang memadai serta membangun short
sea shipping pada jalur logistik nasional yang diintegrasikan
dengan moda kereta api dan jalan raya, untuk mengurangi
(share) beban angkutan jalan;
b) Mendorong skema pembiayaan jalan daerah melalui cost
sharing yang melibatkan kontribusi APBN dan APBD pada
jalan-jalan strategis di daerah dengan pola insentif, serta
secara bertahap melakukan penyiapan regulasi untuk
pendanaan jalan (road fund);
c) Pelaksanaan DAK Bidang Transportasi yang lebih terintegrasi
melalui penyediaan sarana dan prasarana transportasi,
seperti pembangunan jalan provinsi, kabupaten/kota dan
jalan non status yang menghubungkan kawasan-kawasan
strategis dan pusat-pusat pertumbuhan di daerah, berikut
fasilitas keselamatan, serta sarana transportasi yang
disesuaikan dengan karakteristik daerah;
d) Pembangunan “Jalan Tol Informasi” melalui penyediaan
akses internet berkecepatan tinggi yang memungkinkan
pertukaran informasi dan transaksi elektronik dalam
jumlah besar secara cepat untuk mempercepat transformasi
perekonomian dan meningkatkan daya saing.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
a) Mempercepat pembangunan Sistem Transportasi Multimoda;
b) Mempercepat pembangunan transportasi dengan penguatan
industri nasional untuk mendukung Sistem Logistik Nasional
dan penguatan konektivitas nasional dalam kerangka
mendukung kerjasama regional dan global;
c) Melakukan upaya keseimbangan antara transportasi yang
berorientasi nasional dengan transportasi yang berorientasi
lokal dan kewilayahan;
d) Membangun sistem dan jaringan transportasi yang
terintegrasi untuk mendukung investasi pada Koridor
Ekonomi, Kawasan Industri Khusus, Komplek Industri, dan
pusat-pusat pertumbuhan lainnya di wilayah non-koridor
ekonomi;
e) Meningkatkan keselamatan, keamanan, dan kesadaran
dalam penyelengaraan transportasi;
f) Mentransformasi Kewajiban Pelayanan Universal (Universal
Service Obligation/USO) menjadi broadband-ready dengan
cara reformulasi kebijakan penggunaan Dana USO yang lebih
berorientasi kepada ekosistem broadband (tidak hanya
untuk penyediaan infrastruktur dan daerah perdesaan) dan
memperkuat kelembagaan pengelola Dana USO.
g) Mengoptimalisasi pemanfaatan spektrum frekuensi radio
dan orbit satelit sebagai sumber daya terbatas;
h) Mendorong pembangunan fixed/wireline broadband
termasuk di daerah perbatasan Negara;
i) Mempercepat implementasi e-Government dengan
mengutamakan prinsip keamanan, interoperabilitas dan
cost effective;
j) Mendorong tingkat literasi dan inovasi TIK.
2) Membangun Transportasi Massal Perkotaan
SASARAN
a) Meningkatnya pelayanan angkutan massal perkotaan: (1)
Modal share (pangsa pasar) angkutan umum perkotaan di
Kota Megapolitan/Metropolitan/Besar minimal 32 persen;
(2) Jumlah kota yang menerapkan sistem angkutan missal
berbasis jalan dan/atau rel minimal 29 kota.
b) Meningkatnya kinerja lalu lintas jalan perkotaan yang
diukur dengan kecepatan lalu lintas jalan nasional di kota-
kota metropolitan/besar minimal 20 km/ jam.
c) Meningkatnya aplikasi skema manajemen transportasi
perkotaan:
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
a) Mengembangkan transportasi perkotaan dengan
memperhatikan interaksi antara transportasi dan tata guna
lahan serta pemanfaatan Intelligent Transport System (ITS);
b) Pengembangan angkutan umum massal yang modern dan
maju dengan berorientasi berbasis kepada bus (BRT)
maupun rel (LRT, tramway, MRT) dengan fasilitas alih moda
terpadu;
c) Meningkatkan Kapasitas dan Kualitas Jaringan Jalan Kota;
d) Meningkatkan integrasi kelembagaan transportasi
perkotaan melalui percepatan pembentukan Kelembagaan
pengelolaan transportasi perkotaan seperti Otoritas
Transportasi Jabodetabek (OTJ) yang memiliki kewenangan
kuat dalam integrasi dari konsep, strategi, kebijakan,
perencanaan, program, implementasi, manajemen, dan
pembiayaan system transportasi perkotaan di kota-kota
megapolitan lainnya.
3) Membangun Infrastruktur/Prasarana Dasar
Pembangunan Infrastruktur/Prasarana Dasar meliputi air
minum, sanitasi, perumahan dan ketenagalistrikan.
Pembangunan Perumahan, Air Minum, dan Sanitasi
SASARAN
a) Terfasilitasinya penyediaan hunian layak untuk 18,6 juta
rumah tangga berpenghasilan rendah yakni pembangunan
baru untuk 9 juta rumah tangga melalui bantuan stimulan
perumahan swadaya untuk 5,5 juta rumah tangga dan
pembangunan rusunawa untuk 514.976 rumah tangga,
serta peningkatan kualitas hunian sebanyak 9,6 juta rumah
tangga dalam pencapaian pengentasan kumuh 0 persen.
b) Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh
penduduk Indonesia;
c) Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air
limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi
100 persen pada tingkat kebutuhan dasar;
d) Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan
gedung di kawasan perkotaan melalui fasilitasi peningkatan
kualitas bangunan gedung dan fasilitasnya di 9
kabupaten/kota, fasilitasi peningkatan kualitas sarana dan
prasarana di 1.600 lingkungan permukiman, serta
peningkatan keswadayaan masyarakat di 55.365 kelurahan.
Upaya terobosan dalam pembangunan perumahan, air
minum dan sanitasi, diantaranya: (1) Membentuk BPJS
Perumahan sebagai upaya untuk mengatasi kesulitan Masyarakat
Berpendapatan Rendah (MBR) dalam penyediaan hunian layak,
dan (2) Water and Sanitation Hibah sebagai upaya percepatan
penambahan jumlah sambungan baru (SR) baru melalui
penerapan output based atau berdasarkan kinerja yang terukur.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
a) Meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah
terhadap hunian yang layak, aman, dan terjangkau serta
didukung oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas
yang memadai;
b) Menjamin ketahanan sumber daya air domestik melalui
optimalisasi bauran sumber daya air domestik;
c) Penyediaan infrastruktur produktif melalui penerapan
manajemen aset baik di perencanaan, penganggaran, dan
investasi termasuk untuk pemeliharaan dan pembaharuan
infrastruktur yang sudah terbangun;
d) Penyelenggaraan sinergi air minum dan sanitasi yang
dilakukan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan
masyarakat;
e) Peningkatan efektifitas dan efisiensi pendanaan
infrastruktur air minum dan sanitasi melalui sinergi dan
koordinasi antar pelaku program dan kegiatan mulai tahap
perencanaan sampai implementasi baik secara vertikal
maupun horizontal.
4) Peningkatan Efektivitas, dan Efisiensi dalam
Pembiayaan Infrastruktur
Sehubungan dengan keterbatasan anggaran pemerintah
serta meningkatkan kualitas dan efisiensi pelayanan
infrastruktur maka pembangunan infrastruktur menjadi sangat
penting untuk dapat didorong melalui alternatif pembiayaan
lainnya, salah satunya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan
Swasta (KPS). Secara umum, sasaran yang ingin dicapai pada
RPJMN periode ke-3 tahun 2015-2019 adalah menjadikan skema
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) sebagai development
approach dalam pembangunan infrastruktur sektoral maupun
lintas sektor serta meningkatnya peran serta badan usaha dan
masyarakat dalam pembangunan dan pembiayaan infrastruktur.
SASARAN
a) Implementasi KPS sebagai salah satu pendekatan
pembangunan (development approach) infrastruktur;
b) Tersedianya dukungan pembiayaan dalam pemenuhan
target infrastruktur melalui penyediaan alternatif
pembiayaan di luar pendanaan pemerintah baik melalui
skema KPS maupun creative financing lainnya.;
c) Terciptanya efisiensi pengelolaan infrastruktur serta
meningkatnya kualitas pelayanan infrastruktur baik yang
disediakan oleh pemerintah maupun melalui badan usaha;
d) Percepatan proses pengambilan keputusan serta
peningkatan kapasitas SDM.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dalam rangka merealisasikan kebijakan penggunaan
skema KPS sebagai tulang punggung pembangunan
infrastruktur, maka diperlukan strategi kebijakan serta
harmonisasi regulasi terkait pembiayaan infrastruktur yang
dilakukan dengan melakukan (i) Integrasi kebijakan KPS dalam
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; (ii) Integrasi
kebijakan KPS dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, (iii) Penerbitan peraturan
perundang-undangan tentang Infrastruktur sebagai jembatan
dengan peraturan perundang-undangan sektoral, dan (iv)
harmonisasi peraturan perundangan terkait infrastruktur dalam
rangka mainstreaming KPS dan creative financing lainnya.
Peningkatan kapasitas SDM aparatur negara terkait KPS dan
creative financing lainnya pada kementerian/lembaga/
pemerintah daerah yang menjadi Penanggung Jawab.
Selain itu, untuk mendukung peningkatan efisiensi dan
efektiftas pelayanan dan pengelolaan infrastruktur maka
diperlukan strategi sebagai berikut: (i) memberlakukan
mekanisme risk sharing, insentif dan disinsentif serta
debottlenecking kebijakan yang ada; (ii) Regionalisasi pelaksanaan
pembangunan infrastruktur; (iii) memanfaatkan potensi creative
financing secara optimal; (iv) melakukan social engineering pada
masyarakat pengguna layanan infrastruktur dengan meng-
kampanyekan prinsip pakai bayar; serta (v) mengutamakan
pemanfaatan skema KPS dan creative financing lainnya dalam
membangun infrastruktur di wilayah perkotaan dan maju.
5) Penguatan Investasi
SASARAN
Sasaran pembangunan untuk Penguatan Investasi dalam
lima tahun ke depan, adalah sebagai berikut:
a) Menurunnya waktu pemrosesan perijinan investasi nasional
di pusat dan di daerah menjadi maksimal 15 hari per jenis
perizinan pada tahun 2019
b) Menurunnya waktu dan jumlah prosedur untuk memulai
usaha (starting a business) menjadi 7 hari dan menjadi 5
prosedur pada tahun 2019, sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan peringkat Indonesia pada Ease of Doing
Business (EoDB);
c) Meningkatnya pertumbuhan investasi atau Pertumbuhan
Modal Tetap Bruto (PMTB) menjadi sebesar 11,5 persen
pada tahun 2019
d) Meningkatnya investasi PMA dan PMDN menjadi Rp 933
triliun pada tahun 2019 dengan kontribusi PMDN yang
semakin meningkat menjadi 38,9 persen.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Penguatan investasi ditempuh melalui dua pilar kebijakan
yaitu pertama adalah Peningkatan Iklim Investasi dan dan Iklim
Usaha untuk meningkatkan efisiensi proses perijinan bisnis; dan
kedua adalah Peningkatan Investasi yang inklusif terutama dari
investor domestik. Kedua pilar kebijakan ini akan dilakukan
secara terintegrasi baik di tingkat pusat maupun di daerah. Arah
kebijakan yang ditempuh dalam pilar pertama penguatan
investasi adalah menciptakan iklim investasi dan iklim usaha
yang lebih berdaya saing, baik di tingkat pusat maupun daerah,
yang dapat meningkatkan efisiensi proses perijinan, meningkat-
kan kepastian berinvestasi dan berusaha di Indonesia, serta
mendorong persaingan usaha yang lebih sehat dan berkeadilan.
Adapun strategi yang ditempuh adalah:
a) Peningkatan kepastian hukum terkait investasi dan usaha;
b) Penyederhanaan prosedur perijinan investasi dan usaha di
pusat dan daerah;
c) Pengembangan layanan investasi yang memberikan
kemudahan, kepastian, dan transparansi proses perijinan
bagi investor dan pengusaha;
d) Pemberian insentif dan fasilitasi investasi (berupa: insentif
fiskal dan non fiskal) yang lebih selektif dan proses yang
transparan.
e) Pendirian Forum Investasi, yang beranggotakan lintas
kementerian dan lintas pemangku kepentingan yang secara
rutin mengadakan pertemuan untuk memonitor, mengatasi
permasalahan investasi, dan mencarikan solusi terbaik agar
dapat terus menjaga iklim investasi dan iklim usaha yang
kondusif bagi pelaku usaha dan investor.
f) Peningkatan iklim ketenagakerjaan yang lebih kondusif;
g) Peningkatan persaingan usaha yang sehat.
Arah kebijakan yang ditempuh dalam pilar kedua
penguatan investasi adalah mengembangkan dan memperkuat
investasi di sektor riil, terutama yang berasal dari sumber
investasi domestik, yang dapat mendorong pengembangan
investasi dan usaha di Indonesia secara inklusif dan berkeadilan
terutama pada sektor produktif yang mengutamakan sumber
daya lokal yang akan dilaksanakan melalui strategi:
a) Pengutamaan peningkatan investasi pada sector;
b) Peningkatan upaya penyebaran investasi di daerah yang
lebih berimbang;
c) Peningkatan kemitraan antara PMA dan UKM lokal;
d) Peningkatan efektivitas strategi dan Upaya promosi investasi;
e) Peningkatan koordinasi dan kerjasama investasi antara
pemerintah dan dunia usaha.
f) Pengembangan investasi lokal, terutama melalui investasi
antar wilayah yang dapat mendorong pengembangan
ekonomi daerah.
g) Pengembangan investasi keluar (outward investment),
diutamakan pada ketahanan energi (energy security) dan
ketahanan pangan (food security) dengan mengutamakan
kegiatan investasi yang dapat memberikan efek pengganda
(multiplier effect) yang besar terhadap perekonomian
nasional.
h) Pengurangan dampak negatif dominasi PMA terhadap
perekonomian nasional, yang secara bertahap akan
dilakukan melalui tiga jalur proses pengalihan, yaitu: (i) alih
kepemilikan ke masyarakat domestik melalui pasar modal;
(ii) alih teknologi/keahlian kepada pengusaha dan pekerja
domestik; serta (iii) alih proses produksi dengan secara
bertahap meningkatkan porsi pemasok domestik bagi
kebutuhan bahan baku, barang setengah jadi, serta jasa-jasa
industri.
Strategi dan kebijakan bidang investasi ini akan didukung
oleh pengembangan kualitas layanan manajemen birokrasi
pemerintah baik di pusat maupun di daerah agar dapat berdaya
saing terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015.
6) Mendorong BUMN menjadi Agen Pembangunan
SASARAN
Sasaran pembinaan dan pengembangan BUMN dalam
jangka menengah adalah meningkatkan peran BUMN menjadi
agen pembangunan perekonomian melalui:
a) peningkatan pelayanan publik BUMN, terutama di bidang
pangan, infrastruktur dan perumahan,
b) pemantapan struktur BUMN dalam mendukung
pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja,
c) peningkatan kapasitas BUMN melalui penyempurnaan
tugas, bentuk dan ukuran/size perusahaan untuk
meningkatkan daya saing BUMN.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Sementara itu, dalam rangka membina dan mengembang-
kan BUMN dalam jangka menengah, diupayakan pelaksanaan
kebijakankebijakan pokok, yaitu:
a) meningkatkan pelayanan publik BUMN kepada masyarakat
khususnya dalam penyediaan bahan kebutuhan pokok
seperti pangan, energi, layanan perumahan/permukiman,
dan layanan transportasi yang memadai baik jumlah
maupun kualitasnya, dengan harga yang terjangkau.
b) meningkatkan daya saing BUMN dengan memantapkan
struktur BUMN yang berdayaguna dan berhasil guna
(efektivitas pelayanan, antara lain dilaksanakan melalui
pembentukan perusahaan induk (holding company) dan
kelompok – kelompok spesialisasi, optimalisasi partisipasi
masyarakat/ penjualan saham BUMN.
c) membangun kapasitas dan kapabilitas BUMN, antara lain
dengan mencari bentuk perusahaan dan ukuran/size yang
optimal bagi kelangsungan dan pengembangan usaha BUMN
tertentu, serta peningkatan kerjasama (sinergi) antar
perusahaan BUMN, antara perusahaan BUMN dengan pihak
swasta untuk meningkatkan daya saing perusahaan
domestik.
d) merintis pembentukan dana amanah pengembangan BUMN.
7) Peningkatan Kapasitas Inovasi dan Teknologi
SASARAN
Sasaran pembangunan Iptek adalah meningkatnya
kapasitas iptek yang dijabarkan sebagai berikut:
a) Meningkatnya hasil penyelenggaraan penelitian,
pengembangan dan penerapan iptek;
b) Meningkatnya ketersediaan faktor input bagi penelitian,
pengembangan dan penerapan iptek yang mencakup
sumberdaya manusia, sarana prasarana, kelembagaan,
jaringan, dan pembiayaannya.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
a) Dalam rangka peningkatan dukungan iptek bagi daya saing
sektor produksi, maka pembangunan diarahkan pada:
(1) Penyelenggaraan Litbang (Riset):
Penyelenggaraan riset difokuskan pada bidang-bidang
yang diamanatkan RPJPN 2005-2025 yaitu: (i) pangan
dan pertanian; (ii) energi, energi baru dan terbarukan;
(iii) kesehatan dan obat; (iv) transportasi; (v)
telekomunikasi, informasi dan komunikasi (TIK); (vi)
teknologi pertahanan dan keamanan; dan (vii) material
maju. Strategi pembangunan agar hasil riset mampu
mendukung daya saing sektor produksi adalah:
Pertama: Semua kegiatan riset harus menunjukkan
kemajuan capaian secara berturut-turut dari mulai dari
tahap riset eksplorasi untuk menghasilkan temuan
(invention), melakukan uji alpha untuk temuan baru,
kemudian melaksanakan uji beta, dan bila berhasil
inovasi yang teruji tersebut berlanjut ke tahap difusi
yaitu penyebaran penggunaan ke masyarakat;
Kedua: Prioritas kegiatan riset adalah kegiatan yang
dapat mencapai tahap difusi
Ketiga: Kebutuhan di setiap tahapan disediakan secara
memadai.
(2) Layanan Perekayasaan dan Teknologi;
Secara umum strateginya adalah meningkatkan
kapasitas dan pelayanan;
(3) Layanan Infrastruktur Mutu: Mencakup standardisasi,
metrologi, kalibrasi, dan pengujian mutu, dengan
strategi utama meningkatkan pengawasan SNI barang
beredar di pasar domestik dan jaminan kualitas barang
ekspor;
(4) Layanan Pengawasan Tenaga Nuklir: Mencakup
pengawasan penggunaan tenaga nuklir di industri,
pertanian, kesehatan, dan energi;
(5) Penguatan Kerjasama Swasta-Pemerintah-Perguruan
Tinggi:Khususnya untuk sektor pertanian dan industri
serta pengembangan entrepreneur pemula lewat
pembangunan inkubator dan modal ventura.
b) Dalam rangka peningkatan dukungan iptek bagi keber-
lanjutan dan pemanfaatan sumber daya alam maka pem-
bangunan diarahkan pada:
(1) Sumber daya hayati (Bioresources) Arah kebijakan P3-
Iptek untuk mendukung keberlanjutan dan
pemanfaatan sumberdaya hayati adalah: (i)
melaksanakan secara konsisten dan terurut dengan
baik kegiatan eksplorasi, konservasi, pemuliaan, dan
disseminasi; dan (ii) melaksanakan kewenangan
sebagai Otoritas Keilmuan sebaik-baiknya sebagaimana
yang diamanatkan oleh peraturan-perundangan.
Strategi yang akan dilaksanakan adalah:
(a) Meningkatkan kegiatan eksplorasi biota darat dan
laut untuk dapat mencakup seluruh sumber daya
hayati Indonesia yang keragaman dan jumlahnya
sangat besar.
(b) Membangun fasilitas konservasi yang mencakup
konservasi exsitu (kebun raya), gedung koleksi
flora, fauna dan mikroba, serta gedung koleksi
biota laut.
(c) Meningkatkan kegiatan pemuliaan untuk
memperoleh galur unggul dan pengembangan
aquaculture – biotech,
(d) Meningkatkan disseminasi produk sumberdaya
hayati ke masyarakat melalui kebun-kebun
percobaan, perbanyakan bibit, pembinaan
masyarakat sendiri.
(2) Sumberdaya Nirhayati Arah kebijakan P3-Iptek untuk
sumberdaya nir-hayati adalah untuk meningkatkan
pengetahuan dan informasi tentang sumberdaya
kelautan, limnologi, dan kebencanaan.
(3) Penginderaan Jauh Arah kebijakan P3-Iptek untuk
penginderaan jauh adalah meningkatkan penguasaan
teknologi untuk pemanfaatan satelit penginderaan
jauh, serta meningkatkan penguasaan teknologi
pembuatan dan peluncuran satelit penginderaan jauh.
(4) Mitigasi Perubahan Iklim Diarahkan untuk penelitian
dan pengkajian teknologi mitigasi perubahan iklim
serta penelitian atmosfir.
c) Dalam rangka penyiapan masyarakat Indonesia menuju
kehidupan global yang maju dan modern, maka
pembangunan Iptek diarahkan pada: Penyelenggaraan riset
sosial dan kemanusiaan untuk seluruh wilayah dan
masyarakat Indonesia dengan membentuk 6 simpul (hub)
penelitian sosial kemasyarakat di seluruh Indonesia dengan
LIPI sebagai pusatnya.
d) Dalam rangka peningkatan dukungan bagi riset dan
pengembangan dasar. Pembangunan iptek diarahkan untuk:
(1) peningkatan kualitas dan kuantitas SDM Iptek; (2)
pembangunan sarana dan prasarana iptek antara lain
revitalisasi Puspiptek; (3) pembangunan repository dan
disseminasi informasi iptek; serta (4) peningkatan jaringan
iptek melalui konsorsium riset.
e) Dalam rangka peningkatan layanan teknologi kepada
masyarakat pedesaan, masyarakat pesisir, dan usaha kecil
dan menengah akan dibangun Techno Park dan Science
Centre.
SASARAN: terbangunnya 100 Techno Park di daerah-daerah
kabupaten/kota, dan Science Park di setiap provinsi.
ARAH KEBIJAKAN:
a) Pembangunan Tecno Park diarahkan berfungsi sebagai: (1)
pusat penerapan teknologi di bidang pertanian, peternakan,
perikanan, dan pengolahan hasil (pasca panen) yang telah
dikaji oleh lembaga penelitian, swasta, perguruan tinggi
untuk diterapkan dalam skala ekonomi; (2) tempat
pelatihan, pemagangan, pusat disseminasi teknologi, dan
pusat advokasi bisnis ke masyarakat luas;
b) Pembangunan Science Park diarahkan berfungsi sebagai: (1)
penyedia pengetahuan terkini oleh dosen universitas
setempat, peneliti dari lembaga litbang pemerintah, dan
pakar teknologi yang siap diterapkan untuk kegiatan
ekonomi; (2) penyedia solusi-solusi teknologi yang tidak
terselesaikan di Techno Park; (3) sebagai pusat
pengembangan aplikasi teknologi lanjut bagi perekonomian
lokal.
8) Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional dicapai
melalui: (i) peningkatan agroindustri, hasil hutan dan kayu,
perikanan, dan hasil tambang; (ii) akselerasi pertumbuhan
industri manufaktur; (iii) akselerasi pertumbuhan pariwisata;
(iv) akselerasi pertumbuhan ekonomi kreatif; dan (v)
peningkatan daya saing UMKM dan koperasi.
a) Peningkataan Agroindustri, Hasil Hutan dan Kayu,
Perikanan, dan Hasil Tambang
Peningkatan Agroindustri
SASARAN
Sasaran pokok peningkatan nilai tambah dan daya
saing komoditas pertanian tahun 2015-2019 adalah:
(1) Meningkatnya PDB Industri Pengolahan Makanan dan
Minuman serta produksi komoditas andalan ekspor
dan komoditas prospektif.
(2) Meningkatnya jumlah sertifikasi untuk produk
pertanian yang diekspor.
(3) Berkembangnya agroindustri terutama di perdesaan.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Untuk mencapai sasaran pokok peningkatan nilai
tambah dan daya saing komoditi pertanian yang telah
ditetapkan tersebut, maka arah kebijakan difokuskan pada:
(1) peningkatan produktivitas, dan mutu hasil pertanian
komoditi andalan ekspor, potensial untuk ekspor dan
subtitusi impor; dan (2) mendorong pengembangan
industry pengolahan terutama di perdesaan serta
peningkatan ekspor hasil pertanian. Untuk itu strategi yang
akan dilakukan meliputi:
(1) Revitalisasi perkebunan dan hortikultura rakyat;
(2) Peningkatan mutu, pengembangan standarisasi mutu
hasil pertanian, dan peningkatan kualitas pelayanan
karantina dan pengawasan keamanan hayati;
(3) Pengembangan agroindustri perdesaan, diarahkan
untuk meningkatkan nilai tambah pertanian;
(4) Penguatan kemitraan antara petani dengan
pelaku/pengusaha pengolahan dan pemasaran
(eksportir) melalui kemitraan Gapoktan dengan
industri pengolahan dan eksportir serta membangun
dan memperkuat jaringan (networking) dengan
asosiasi, industri, dan sektor jasa terkait lainnya.
(5) Peningkatan aksesibilitas petani terhadap teknologi,
sumbersumber pembiayaan, serta informasi pasar dan
akses pasar termasuk pengembangan infrastruktur
pengolahan dan pemasaran;
(6) Akselerasi ekspor untuk komoditas-komoditas
unggulan serta komoditas prospektif.
Peningkatan Hasil Hutan Kayu
SASARAN
(1) Peningkatan kualitas tata kelola: (a) Mengurangi open
access dengan mengembangkan Kesatuan Pengelola
Hutan Produksi (KPHP) menjadi 347 unit; (b)
Meningkatnya penerapan prinsip pengelolaan hutan
produksi lestari untuk KPHP dan hutan produksi di
bawah Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu –
Hutan Alam (IUPHHK-HA).
(2) Peningkatan produksi kayu: (a) Meningkatnya produksi
kayu bulat dari hutan alam menjadi 29 juta m3; (b)
Meningkatnya produksi kayu bulat dari hutan tanaman
menjadi 160 juta m3; (c) Meningkatnya produksi kayu
hutan rakyat menjadi 100 juta m3; (d) Meningkatnya
nilai ekspor produk kayu menjadi USD32,5 miliar.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
(1) Meningkatkan tata kelola kehutanan (good forest
governance);
(2) Meningkatkan produksi dan produktivitas sumber daya
hutan;
(3) Pengembangan industri pengolahan hasil hutan kayu
dan hasil hutan bukan kayu ditujukan untuk
meningkatkan nilai tambah sektor kehutanan.
Peningkatan Hasil Perikanan
SASARAN
Sasaran peningkatan industri usaha perikanan adalah:
(1) Tercapainya pertumbuhan PDB perikanan sebesar 7,2
persen per tahun.
(2) Meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan menjadi
USD 9,5 miliar tahun 2019.
(3) Meningkatnya produk olahan hasil perikanan menjadi
6,8 juta ton tahun 2019.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
(1) Peningkatan Mutu, Nilai Tambah dan Inovasi Teknologi
Perikanan;
(2) Peningkatan kualitas sarana dan prasarana perikanan;
(3) Penyempurnaan Kelembagaan;
(4) Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan.
Peningkatan Hasil Tambang
SASARAN
Dua sasaran pokok peningkatan daya saing komoditas
mineral dan tambang yang akan dicapai dalam kurun waktu
2015-2019 adalah:
(1) Meningkatnya nilai tambah komoditas mineral dan
pertambangan di dalam negeri;
(2) Terlaksananya kegiatan pertambangan yang memenuhi
persyaratan teknis dan lingkungan (sustainable
mining), baik untuk perusahaan besar maupun
pertambangan rakyat.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan
sekaligus meningkatkan daya saing produk tambang serta
menjaga kelangsungan produksi dan sumberdaya
pertambangan, arah kebijakan yang ditempuh adalah:
(1) Meningkatkan Keterpaduan Pengembangan Industri;
(2) Penerapan Insentif Fiskal dan Non-Fiskal, untuk men-
dorong investasi pengembangan industri pengolahan
dan pemurnian di dalam negeri;
(3) Meningkatkan Kepastian Hukum Pengusahaan
Pertambangan, terutama yang terkait dengan
kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri;
(4) Memperkuat Penanganan PETI dan Rehabilitasi
Pascatambang.
Dua hal utama yang menjadi fokus dalam
pengurangan dampak ini adalah kegiatan penambangan
tanpa izin (PETI) dan upaya rehabilitasi lingkungan pasca
kegiatan penambangan..
b) Akselerasi Industri Manufaktur
SASARAN
Pertumbuhan industri Tahun 2015-2019
ditargetkan lebih tinggi dari pertumbuhan PDB yang
dimaksudkan agar kontribusi sektor industri dalam PDB
dapat semakin meningkat. Akselerasi pertumbuhan
ditunjukkan peningkatan pertumbuhan industri dari tahun
ke tahun, dalam Tabel 3.8. Dengan sasaran tersebut maka
kontribusi sektor industri dalam PDB akan meningkat dari
23,6% pada tahun 2014 (perkiraan) menjadi 25,1% pada
tahun 2019. Untuk itu, jumlah industri berskala menengah
dan besar perlu meningkat sekitar 9 unit usaha selama 5
tahun ke depan.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Kemampuan industri mikro dan kecil belum
memadai untuk dapat digunakan basis penumbuhan
populasi industri berskala besar dan sedang. Padahal, untuk
dapat meningkatkan produktivitas industri nasional salah
satu jalan adalah dengan menumbuhkan industri yang
menghasilkan produk bernilai tambah tinggi, sehingga
pengungkit utama akselerasi pertumbuhan industri adalah
investasi baik dalam bentuk penanaman modal asing (PMA)
ataupun penanaman modal dalam negeri (PMDN). Oleh
karena itu, arah kebijakan pertama adalah menarik
investasi industri dengan menyediakan tempat industry
tersebut dibangun, dalam arti tempat yang seluruh sarana
prasarana yang dibutuhkan telah tersedia. Setelah itu baru
kebijakan yang menyangkut arah penumbuhan populasi
tersebut serta arah peningkatan produktivitasnya. Dengan
demikian arah kebijakan pembangunan industri adalah
sebagai berikut:
(1) Pengembangan Perwilayahan Industri di luar Pulau
Jawa;
Strategi pengembangan perwilayahan industri adalah:
(a) Memfasilitasi pembangunan 13 Kawasan Industri
(KI) yang mencakup: (i) Bintuni - Papua Barat; (ii)
Buli – Halmahera Timur-Maluku Utara; (iii) Bitung
– Sulawesi Utara, (iv) Palu -Sulawesi Tengah; (v)
Morowali - Sulawesi Tengah; (vi) Konawe –
Sulawesi Tenggara; (vii) Bantaeng – Sulawesi
Selatan; (viii) Batulicin - Kalimantan Selatan; (ix)
Ketapang - Kalimantan Barat; (x) Landak –
Kalimantan Barat, (xi) Kuala Tanjung, Sumatera
Utara, (xii) Sei Mangke – Sumatera Utara; dan (xiii)
Tanggamus, Lampung.
(b) Membangun Satu Kawasan Industri di Luar Pulau
Jawa.
(c) Membangun 22 Sentra Industri Kecil dan
Menengah (SIKIM) yang trdiri dari 11 di Kawasan
Timur Indonesia khususnya Papua, Papua Barat,
Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara
Timur), dan 11 di Kawasan Barat Indonesia.
(d) Berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan
dalam membangun infrastruktur utama (jalan,
listrik, air bersih, telekomunikasi, pengolah limbah,
dan logistik), infrastruktur pendukung tumbuh-
nya industri, dan sarana pendukung kualitas
kehidupan (Quality Working Life) bagi pekerja.
(2) Penumbuhan Populasi Industri dengan menambah
paling tidak sekitar 9 ribu usaha industri berskala
besar dan sedang dimana 50% tumbuh di luar Jawa,
serta tumbuhnya Industri Kecil sekitar 20 ribu unit
usaha.
Strategi utama penumbuhan populasi adalah
dengan mendorong investasi baik melalui penanaman
modal asing maupun modal dalam negeri, yang terdiri
dari:
(a) Mendorong investasi untuk industri pengolah
sumber daya alam, baik hasil pertanian maupun
hasil pertambangan (hilirisasi):
(b) Barang konsumsi kebutuhan dalam negeri yang
utamanya industri padat tenaga kerja: industri
mesin – permesinan, tekstil dan produk tekstil, alat
uji dan kedokteran, alat transportasi, kulit dan alas
kaki, alat kelistrikan, elektronika dan telematika.
(c) Penghasil bahan baku, bahan setengah jadi,
komponen, dan sub-assembly (pendalaman
struktur).
(d) Memanfaatkan kesempatan dalam jaringan
produksi global baik sebagai perusahaan
subsidiary, contract manufacturer, maupun sebagai
independent supplier (Integrasi ke Global
Production Network).
(e) Pembinaan industri kecil dan menengah
(Pembinaan IKM) agar dapat terintegrasi dengan
rantai nilai industry pemegang merek (Original
Equipment Manufacturer, OEM) di dalam negeri
dan dapat menjadi basis penumbuhan populasi
industri besar dan sedang. Kebijakan investasi
akan diarahkan untuk mengurangi efek negatif
dominasi PMA dalam perekonomian nasional.
(3) Peningkatan Daya Saing dan Produktivitas (Nilai
Ekspor dan Nilai Tambah Per Tenaga Kerja) dengan
strategi sebagai berikut:
(a) Peningkatan Efisiensi Teknis: (i) Pembaharuan/
revitalisasi permesinan industri; (ii) Peningkatan
dan pembaharuan keterampilan tenaga kerja; (iii)
Optimalisasi ke-ekonomian lingkup industri
(economic of scope) melalui pembinaan klaster
industri
(b) Peningkatan Penguasaan Iptek/Inovasi: (i)
Infrastruktur mutu (measurement, standardization,
testing, and quality); (ii) Layanan perekayasaan
dan teknologi; (iii) Penyelenggaraan riset dan
pengembangan teknologi; (iv) Penumbuhan
entrepreneur berbasis inovasi teknologi
(teknopreneur)
(c) Peningkatan Penguasaan dan Pelaksanaan
Pengembangan Produk Baru (New Product
Development) oleh industry domestik.
(d) Pembangunan Faktor Input: (i) Peningkatan
kualitas SDM Industri; (ii) Akses ke sumber
pembiayaan yang terjangkau Fasilitasi dan insentif
dalam rangka peningkatan daya saing dan
produktivitas diutamakan industri: (1) strategis;
(2) maritim; dan (3) padat tenaga kerja. Kebijakan
fiskal terhadap impor bahan baku, komponen,
barang setengah jadi diharmonisasikan sesuai
dengan rantai pertambahan nilai berikutnya di
dalam negeri.
c) Peningkatan Daya Saing Pariwisata
SASARAN
Sasaran pembangunan pariwisata adalah sebagai
berikut.
(1) Sasaran Pertumbuhan : (a) meningkatkan kontribusi
terhadap PDB Nsional; (b) meningkatkan wisatawan
mancanegara; (c) meningkatkan kunjungan wisatawan
nusantara; (d) meningkatkan devisa
(2) Sasaran Pembangunan Inklusif Meningkatnya usaha
lokal dalam industri pariwisata dan meningkatnya
jumlah tenaga kerja lokal yang tersertifikasi.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dengan demikian maka arah kebijakan dihubungkan
dengan program pembangunan pariwisata yang digariskan
dalam RIPPARNAS, yaitu:
(1) Pemasaran Pariwisata Nasional diarahkan untuk
mendatangkan sebanyak mungkin wisatawan manca
negara dan mendorong peningkatan wisatawan
nusantara, dengan strategi fokus pada 16 pasar
wisatawan manca Negara dan 16 pasar utama
wisatawan domestik. Jenis pariwisata yang akan
dikembangkan khususnya untuk wisatawan manca
Negara;
(2) Pembangunan Destinasi Pariwisata diarahkan untuk
meningkatkan daya tarik daerah tujuan wisata sehingga
berdayasaing di dalam negeri dan di luar negeri;
(3) Pembangunan Industri Pariwisata diarahkan untuk
meningkatkan partisipasi usaha lokal dalam industri
pariwisata nasional serta meningkatkan keragaman dan
daya saing produk/jasa pariwisata nasional di setiap
destinasi periwisata yang menjdai fokus pemasaran;
(4) Pembangunan Kelembagaan Pariwisata diarahkan
untuk membangun sumber daya manusia pariwisata
serta organisasi kepariwisataan nasional.
d) Ekonomi Kreatif
SASARAN
Sasaran pembangunan ekonomi kreatif adalah sebagai
berikut: (1) meningkatkan PDB Ekraf; (2) meningkatkan
tenaga kerja; (3) meningkatkan jumlah usaha; (4)
meningkatkan devisi; dan (5) meningkatkan jumlah film.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Ekonomi kreatif terdiri dari 15 subsektor: (1)
arsitektur; (2) disain; (3) fesyen; (4) video, film dan fotografi,
(5) kerajinan; (6) kuliner; (7) musik; (8) percetakan dan
penerbitan; (9) periklanan; (10) permainan interaktif; (11)
riset dan pengembangan; (12) seni pertunjukan; (13) pasar
barang seni; (14) layanan komputer dan piranti lunak; serta
(15) televisi dan radio.
Arah kebijakan pembangunan ekonomi kreatif adalah
memfasilitasi orang kreatif (OK) di sepanjang rantai nilai
yang dimulai dari trahap kerasi, produksi, distribusi,
konsumsi, hingga konservasi. Fasilitasi orang kreatif dapat
dijabarkan sebagai berikut:
(1) Kreasi. Menyediakan fasilitas bagi OK untuk kegiatan
kreasi seperti ruang kreatif, sarana kreatif, pada
lingkup yang lebih luas mendorong terbangunnya
klaster kreatif;
(2) Produksi. Memfasilitasi OK memproduksi kreasinya
dalam skala usaha yang layak secara ekonomi, dalam
bantuk penetapan usaha baru (start-up), akses
terhadap permodalan (pembiayaan), akses terhadap
sarana/alat produksi, dan penyediaan sumberdaya
manusia/teknisi produksi dengan keterampilan yang
tinggi;
(3) Distribusi. Memfasilitasi usaha baru ekonomi kreatif
untuk mendapatkan akses ke pasar dan menjaga
struktur pasar yang memudahkan pendatang baru;
(4) Konsumsi. Memfasilitasi usaha baru ekonomi kreatif
membangun pasar (market development) dan bila
perlu membatu pembelajaran pasar (market learning).
(5) Konservasi. Memfasilitasi terbangunnya repositories
bagi produk-produk kreatif yang dimanfaatkan OK
sebagai sumber inspirasi pada proses kreasi
berikutnya.
Strategi pengembangan masing-masing subsektor
tergantung pada tingkat pertumbuhan dan volume
perekonomiannya (Share PDB) yang secara umum dapat
dikelompokkan atas:
(1) Agresif memperluas pasar baik pasar ekspor maupun
pasar domestik bagi sektor yang pertumbuhannya
tinggi dan volume ekonominya besar (share PDB)
sepeti untuk sektor fesyen dan kerajinan.
(2) Mengutamakan fasilitasi proses kreasi seperti
pembangunan ruang kreasi, jaringan orang kreatif bagi
sektor yang pertumbuhannya rendah namun share PDB
besar;
(3) Mengutamakan pemberian fasilitasi dalam rantai
produksi, pemberian akses ke permodalan atau
pasokan SDM produksi serta memberikan akses ke
pasar bagi sektor yang pertumbuhan tinggi tapi share
PDB kecil;
(4) Fasilitasi semua di semua rantai nilai bagi sektor
pertumbuhan masih rendah dan share PDB kecil.
e) Peningkatan Daya Saing Umkm Dan Koperasi
SASARAN
Sasaran pengembangan UMKM dan koperasi yang
akan diwujudkan pada periode 2015-2019 adalah:
(1) Meningkatnya kontribusi UMKM dan koperasi dalam
perekonomian yang ditunjukkan oleh pertumbuhan
nilai PDB UMKM dan koperasi rata-rata sebesar 6,5-7,5
persen per tahun. Sasaran tersebut juga didukung
dengan perbaikan kontribusi UMKM dan koperasi
dalam penciptaan lapangan kerja, penciptaan devisa
(ekspor), dan investasi;
(2) Meningkatnya daya saing UMKM, yang ditunjukkan
oleh pertumbuhan produktivitas UMKM rata-rata
sebesar 5,0-7,0 persen per tahun;
(3) Meningkatnya usaha baru yang berpotensi tumbuh dan
inovatif yang ditunjukkan oleh jumlah pertambahan
wirausaha baru sebesar 1 juta unit dalam lima tahun
yang dikontribusikan dari program nasional dan
daerah; dan
(4) Meningkatnya kinerja kelembagaan dan usaha
koperasi, yang ditunjukkan oleh peningkatan
partisipasi anggota koperasi dalam permodalan dari
sebesar 52,5 persen menjadi 55,0 persen dalam lima
tahun, dan pertumbuhan volume usaha koperasi rata-
rata sebesar 15,5-18,0 persen per tahun.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dalam lima tahun mendatang, arah kebijakan yang
akan ditempuh yaitu meningkatkan daya saing UMKM dan
koperasi sehingga mampu tumbuh menjadi usaha yang
berkelanjutan dengan skala yang lebih besar (“naik kelas”
atau scaling-up) dalam rangka untuk mendukung
kemandirian perekonomian nasional. Untuk itu strategi
yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:
(1) Peningkatan kualitas sumber daya manusia;
(2) Peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema
pembiayaan;
(3) Peningkatan nilai tambah produk dan jangkauan
pemasaran;
(4) Penguatan kelembagaan usaha; dan
(5) Peningkatan kemudahan, kepastian dan perlindungan
usaha.
Berdasarkan kelima strategi tersebut, reformasi
kebijakan UMKM dan koperasi yang akan dilaksanakan pada
periode tahun 2015-2019 mencakup:
(1) Peningkatan kualitas sumber daya manusia;
(2) Peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema
pembiayaan;
(3) Peningkatan nilai tambah produk dan jangkauan
pemasaran;
(4) Penguatan kelembagaan usaha;
(5) Kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha.
9) Pengembangan Kapasitas Perdagangan Nasional
SASARAN
Perdagangan Dalam Negeri
Sasaran perdagangan dalam negeri dalam rangka
meningkatkan aktivitas perdagangan domestik pada tahun
2015-2019 adalah:
a) Menurunkan rasio biaya logistik terhadap PDB sebesar
5,0 persen per tahun sehingga menjadi 19,2 persen di
tahun 2019.
b) Menurunkan rata-rata dwelling time menjadisebesar 3-
4 hari.
c) Terjaganya koefisien variasi harga barang kebutuhan
pokok antarwaktu di bawah 9 persen dan koefisien
variasi harga barang kebutuhan pokok antarwilayah
rata-rata di bawah 13,6 persen per tahun yang antara
lain didukung melalui pembangunan dan/atau
revitalisasi/rehabilitasi 5000 pasar rakyat/pasar
tradisional.
Perdagangan Luar Negeri
Sasaran perdagangan luar negeri dalam rangka
meningkatkan daya saing ekspor barang dan jasa pada
tahun 2015-2019 adalah:
a) Pertumbuhan ekspor produk non-migas rata-rata
sebesar 10,5 persen per tahun,
b) Rasio ekspor jasa terhadap PDB rata-rata sebesar 3,0
persen per tahun.
c) Peningkatan pangsa ekspor produk manufaktur
menjadi sebesar 65 persen.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Pengembangan kapasitas perdagangan nasional
dilakukan melalui dua pilar arah kebijakan, yaitu: (a)
pengembangan perdagangan dalam negeri dan (b)
pengembangan perdagangan luar negeri. Kedua kebijakan ini
dilakukan secara sinergis dan inklusif untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan
berkeadilan.
a) Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri
Arah kebijakan untuk mencapai sasaran bidang
perdagangan dalam negeri adalah meningkatkan aktivitas
perdagangan dalam negeri melalui pembenahan system
distribusi bahan pokok dan system logistik rantai suplai
agar lebih efisien dan lebih andal dan pemberian insentif
perdagangan domestik sehingga dapat mendorong
peningkatan produktivitas ekonomi dan mengurangi
kesenjangan antarwilayah, serta peningkatan daya saing
produk local melalui standardisasi produk.
Adapun strategi pembangunan untuk pengembangan
perdagangan dalam negeri adalah sebagai berikut:
(1) Meningkatkan efisiensi jalur distribusi bahan pokok
dan strategis, terutama untuk menjaga stabilitas harga
dan ketersediaan stok;
(2) Mengembangkan sistem logistik dan distribusi
termasuk system informasinya, melalui integrasi
layanan secara elektronik dari proses pre-clearance
sampai dengan post clearance, optimalisasi sistem
perijinan ekspor dan impor secara elektronik yang
terintegrasi antarsektor, serta pengembangan sistem
informasi logistik lainnya untuk meningkatkan
transparansi dan efisiensi biaya;
(3) Meningkatkan ketersediaan sarana distribusi
perdagangan dan meningkatkan kelayakan sarana
distribusi perdagangan terutama yang telah berumur di
atas 25 tahun untuk memperlancar arus distribusi
barang kebutuhan pokok dan barang strategis,
terutama di daerah yang masih minim sarana
perdagangannya;
(4) Mengembangkan rantai suplai dingin (cold supply
chain) terutama untuk mendukung distribusi barang
yang mudah rusak (perishable goods) di pasar
domestik;
(5) Meningkatkan ketersediaan dan kapasitas SDM dan
pelaku jasa Logistik, agar dapat bersaing baik di pasar
lokal dan internasional;
(6) Meningkatkan efisiensi logistik pelabuhan, terutama
pengurangan waktu tunggu di pelabuhan dan
penghapusan biaya kepelabuhanan yang tidak perlu;
(7) Mendorong pengembangan kawasan logistik terpadu,
terutama di bandara dan pelabuhan yang menjadi hub
internasional dan di kawasan dry-port.
(8) Menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara
konsisten, baik untuk produk impor maupun produk
domestik, untuk mendorong daya saing produk
nasional, peningkatan citra kualitas produk ekspor
Indonesia di pasar internasional, serta melindungi
pasar domestik dari barang/jasa yang tidak sesuai
standar.
(9) Meningkatkan aktivitas dan efisiensi perdagangan
antarwilayah di Indonesia, melalui promosi produk
unggulan daerah di wilayah lain di Indonesia, serta
fasilitasi kerjasama dan penurunan hambatan
perdagangan antarwilayah Indonesia.
b) Pengembangan Perdagangan Luar Negeri
Arah kebijakan yang akan ditempuh untuk mencapai
sasaran bidang perdagangan luar negeri adalah meningkat-
kan dayasaing produk ekspor non-migas dan jasa melalui
peningkatkan nilai tambah yang lebih tinggi dan
peningkatan kualitas agar lebih kompetitif di pasar
internasional, serta optimalisasi upaya pengamanan
perdagangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang
inklusif dan berkelanjutan.
Adapun strategi pembangunan untuk mendorong
pengembangan perdagangan luar negeri adalah sebagai
berikut:
(1) Meningkatkan ekspor barang bernilai tambah lebih
tinggi dan berdayasaing di pasar global, agar dapat
memberikan efek pengganda yang lebih besar terhadap
perekonomian nasional dan mengurangi tingkat
kerentanan ekspor Indonesia terhadap gejolak harga
komoditas dunia. Untuk itu, pengembangan ekspor
bernilai tambah tinggi akan dititikberatkan pada:
produk manufaktur yang berbasis sumber daya alam,
produk olahan hasil tambang, serta produk olahan hasil
pertanian/perikanan.
(2) Meningkatkan daya saing produk nasional di pasar
internasional melalui peningkatan kualitas produk
ekspor, peningkatan pencitraan, penetapan harga
produk yang lebih bersaing, serta pengembangan
layanan berstandar internasional.
(3) Memanfaatkan Rantai Nilai Global dan Jaringan
Produksi Global untuk meningkatkan ekspor barang
terutama produk manufaktur yang dapat mendorong
proses alih teknologi, meningkatkan kemitraan dengan
pelaku usaha lokal serta meningkatkan daya saing
produk nasional;
(4) Meningkatkan kuantitas dan kualitas ekspor sektor jasa
prioritas;
(5) Mengembangkan fasilitasi perdagangan yang lebih
efektif, terutama guna mempercepat proses perizinan
dan memperlancar aktivitas ekspor dan impor melalui
pemanfaatan teknologi informasi, pengembangan
skema pembiayaan ekspor, skema harmonisasi regulasi
terkait ekspor dan impor;
(6) Mengembangkan keragaman aktivitas dan mekanisme
promosi ekspor yang lebih efektif untuk meningkatkan
citra produk Indonesia di pasar global;
(7) Meningkatkan pengelolaan impor yang efektif untuk: (i)
meningkatkan daya saing produk ekspor nonmigas. Hal
ini dilakukan melalui upaya memperlancar impor
barang modal dan bahan baku yang digunakan untuk
memproduksi produk ekspor nonmigas, akan tetapi
kebutuhannya belum dapat dipenuhi dari dalam negeri,
serta melakukan upaya harmonisasi kebijakan impor;
(ii) meningkatkan daya saing produk nasional di pasar
domestik;serta(iii) mengatasiimporilegal.
(8) Mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas safeguards dan
pengamanan perdagangan lainnya untuk melindungi
produk dan pasar dalam negeri dari praktek-praktek
perdagangan yang tidak adil(unfair trade).
10) Peningkatan Daya Saing Tenaga Kerja
SASARAN
Keterbukaan pasar sudah terdeteksi dengan adanya
kecenderungan perusahaan untuk menjadi lebih fleksibel, dengan
karakteristik usaha yang tidak berorientasi pada tenaga kerja
murah dan produksi massal, namun fleksibel untuk merespon
berbagai kebutuhan. Kebutuhan tenaga kerja yang memiliki
berbagai keahlian (multitasking), termasuk kemampuan
komunikasi, serta siap untuk bekerja dalam bentuk kontrak
maupun part time merupakan peluang dalam meningkatkan daya
saing. Selain pasar ASEAN, pekerja Indonesia telah memasuki
pasar internasional Negara-negara non-Asean. Mengantisipasi
perubahan kebijakan dari Negara non-ASEAN, diperlukan
penyiapan dan langkah-langkah strategis dalam meningkatkan
produktivitas rakyat sehingga dapat merespon kebutuhan tenaga
kerja yang ada.
Tiga faktor utama yang mempengaruhi arus perpindahan
tenaga kerja adalah: (1) permintaan tenaga kerja berkeahlian
dari negara yang membutuhkan, (2) membanjirnya supply
tenaga kerja dengan kompetensi yang sama di sektor tertentu,
dan (3) faktor keterhubungan Negara yang saling membutuhkan.
Kekuatan Indonesia salah satunya terletak pada besaran
populasi dan angkatan kerja produktif yang dapat menyumbang
produktivitas secara nasional. Kondisi free flow of skilled labor
merupakan bagian penting dimana Indonesia turut berperan
dalam pengembangan forum regional ASEAN Skill Recoqnition
Arrangement (MRA) melalui berbagai program kerjasama dalam
pengembangan pengakuan kompetensi tenaga kerja.
Menghadapi keterbukaan pasar global, menuntut peningkatan
produktivitas rakyat dan meningkatkan keahlian pasar tenaga
kerja berfungsi dengan sempurna dalam melakukan transaksi
ketenagakerjaan.
Pertama, meningkatkan keahlian pekerja. Program link
and match harus sudah berjalan dengan baik, sehingga industry
dapat merekrut tenaga kerja siap pakai dengan tingkat
keterampilan yang sudah memadai melalui pelatihan yang
dilakukan oleh lembaga pelatihan. Untuk itu, lembaga pelatihan
harus mampu berperan sebagai jembatan (bridging) diantara
institusi pendidikan dan pelatihan industri. Kecenderungan yang
semula berorientasi supply driven dan belum mengakomodasi
kebutuhan sektor industri, akan berubah menjadi demand
driven. Kompetensi tenaga kerja yang telah dihasilkan oleh
lembaga pelatihan dan direkrut industri harus sesuai dengan
standar kompetensi dan kualifikasi yang telah ditetapkan. Gap
yang semula menjadi penyebab distribusi tenaga kerja
perofesional tidak merata dan tidak proporsional secara
geografis, yang terkonsentrasi di kota-kota besar terutama pulau
jawa dapat diperkecil.
Kedua, memperbaiki peraturan ketenaga kerjaan. Pasar
tenaga kerja juga dituntut untuk lebih efisien sehingga dapat
meningkatkan daya saingnya di pasar tenaga kerja global.
Pengalaman internasional memberikan gambaran bahwa
peraturan ketenagakerjaan yang membebani cukup dunia usaha
mengalami tingkat investasi, produktvitas, dan investasi dalam
industri manufaktur yang lebih rendah. Berkaitan dengan hal itu,
perubahan kebijakan pasar tenaga kerja perlu dilaksanakan,
agar mendorong penciptaan lapangan kerja di sektor formal
yang lebih besar. Penyempurnaan regulasi ketenagakerjaan yang
tertunda sudah saatnya untuk direalisasikan seiring dengan
telah diimplementasikannya sistem jaminan sosial pekerja.
Dengan memperhatikan kondisi di atas, maka sasaran
peningkatan daya saing tenaga kerja adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan kualitas dan keterampilan pekerja dengan
memperbesar proporsi jumlah tenaga kerja yang kompeten
dan diakui secara nasional dan internasional melalui
serangkaian proses sertifikasi untuk tenaga berkeahlian
tinggi dari 8,4 persen menjadi 14,0 persen dan keahlian
menengah dari 30,0 persen menjadi 42 persen;
b) Meningkatkan kinerja lembaga pelatihan milik pemerintah
untuk menjadi lembaga pelatihan berbasis kompetensi dari
5 persen menjadi 25 persen;
c) Mempercepat pelaksanaan perjanjian saling pengakuan
(Mutual Recognition Arrangement, MRA) yang belum dapat
direalisasikan, untuk sektor jasa yang di prioritaskan, yaitu
transportasi udara, teknologi informasi dan komunikasi
(e_ASEAN), dan jasa logistik;
d) Mengupayakan 7 (tujuh) sektor industri/perdagangan yang
juga dibuka yaitu produk berbasis pertanian, elektronik,
perikanan, produk berbasis karet, tekstil, otomotif, produk
berbasis kayu untuk melaksanakan MRA;
e) Mengembangkan standard kompetensi regional (regional
competency standard framework), untuk sektor jasa yang
diprioritaskan dalam masyarakat ekonomi ASEAN;
f) Penetapan KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) di
lembaga pendidikan/pelatihan untuk mencapai kesetaraan
pengakuan, khususnya lembaga pelatihan pemerintah;
g) Tersusunnya Peraturan Pemerintah dalam rangka
pembentukan lembaga independen pengelolaan dana
pelatihan;
h) Tersusunnya peta kompetensi industri untuk bidang dan
sector jasa konstruksi, transportasi, pariwisata, industri
pengolahan, pertanian-perikanan, industri kreatif, jasa
logistik, teknologi komunikasi dan informasi (e_ASEAN),
jasa kesehatan, jasa pendidikan, dan sektor energi, mineral,
dan kelistrikan;
i) Meningkatnya peringkat daya saing efisiensi pasar tenaga
kerja di tingkat internasional; dan
j) Meningkatnya jumlah pekerja formal di sektor manufaktur
dari 40,5 persen tahun 2014 menjadi 51,0 persen tahun
2019.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
a) Meningkatkan kompetensi dan produktivitas rakyat;
b) Memperbaiki iklim ketenagakerjaan dan menciptakan
hubungan industrial yang harmonis.
g. Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakan
Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik
1) Peningkatan Kedaulatan Pangan
Kedaulatan pangan dicerminkan pada kekuatan
untuk mengatur masalah pangan secara mandiri, yang perlu
didukung dengan: (i) ketahanan pangan, terutama
kemampuan mencukupi pangan dari produksi dalam negeri;
(ii) pengaturan kebijakan pangan yang dirumuskan dan
ditentukan oleh bangsa sendiri; dan (iii) mampu melindungi
dan mensejahterakan pelaku utama pangan terutama petani
dan nelayan.
a) Kedaulatan Pangan
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk menuntut
penyediaan pangan dalam jumlah dan kualitas gizi/nutrisi
yang baik. Jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun
2020 diperkirakan mencapai 271,1 juta jiwa, akan
membutuhkan penyediaan pangan yang cukup besar dan
berkualitas. Selanjutnya, permintaan pangan buah-buahan
dan sayuran segar, sumberprotein hewani (daging, telur,
dan ikan), maupun pangan olahan juga meningkat. Di sisi
konsumsi, masih dihadapi pula adanya kerawanan pangan
pada masa-masa tertentu dan masih banyaknya masyarakat
yang menderita kekurangan gizi/nutrisi.
Sementara itu, di sisi produksi, kegiatan produksi padi
dan ikan dilakukan oleh 26,1 juta rumah tangga petani
termasuk 2,8 juta nelayan dan 4,5 juta orang pembudidaya
ikan (Sensus Pertanian 2013). Dominannya produsen kecil
dan sempitnya rata-rata kepemilikan lahan pertanian yang
hanya 0,89 ha per petani merupakan tantangan besar dalam
mempertahankan dan meningkatkan produksi serta
menjadikan rumah tangga produsen pangan sejahtera.
Produksi perikanan, umumnya masih didominasi oleh
pembudidaya ikan skala tradisional dan nelayan kecil,
dengan dominasi jenis kapal ikan dibawah 5 GT (80%)
sehingga jumlah hasil tangkapan sulit berkembang.
Keterbatasan produksi juga mengakibatkan rumah
tangga produsen ini sebagai rumah tangga yang rentan
terhadap fluktuasi harga pangan. Untuk itu, menjaga harga
agar tetap mendorong produksi padi, namun tidak
menggerus pendapatan rumah tangga petani merupakan
faktor penting untuk mengamankan akses pangan dan
menjaga kualitas nutrisi keluarga.
SASARAN
Untuk tetap meningkatkan dan memperkuat
kedaulatan pangan, sasaran utama prioritas nasional bidang
pangan periode 20152019 adalah:
(1) Tercapainya peningkatan ketersediaan pangan yang
bersumber dari produksi dalam negeri. Produksi padi
diutamakan ditingkatkan dalam rangka swasembada
agar kemandirian dapat dijaga. Produksi kedele
diutamakan untuk mengamankan pasokan pengrajin
dan kebutuhan konsumsi tahu dan tempe. Produksi
jagung ditargetkan untuk memenuhi kebutuhan
keragaman pangan dan pakan lokal. Produksi daging
sapi untuk mengamankan konsumsi daging sapi di
tingkat rumah tangga, demikian pula produksi gula
dalam negeri ditargetkan untuk memenuhi konsumsi
gula rumah tangga. Sedangkan produksi ikan untuk
mendukung penyediaan sumber protein ditargetkan
sebesar 18,7 juta ton pada tahun 2019. Produksi garam
ditargetkan untuk memenuhi konsumsi garam rumah
tangga.
(2) Terwujudnya peningkatan distribusi dan aksesibilitas
pangan yang didukung dengan pengawasan distribusi
pangan untukmencegah spekulasi, serta didukung
peningkatan cadangan beras pemerintah dalam rangka
memperkuat stabilitas harga. Terkait perikanan, akan
dikembangkan integrasi Sistem Logistik Ikan Nasional
(SLIN) kedalam Sistim Logistik Nasional dan penerapan
sistem rantai dingin di 100 sentra perikanan.
(3) Tercapainya peningkatan kualitas konsumsi pangan
sehingga mencapai skor Pola Pangan Harapan (PPH)
sebesar 92,5 (2019).
(4) Terwujudnya perbaikan sistem manajemen Wilayah
Pengelolaan Perikanan (WPP) untuk menjaga
keberlanjutan kelimpahan stok sumberdaya ikan.
(5) Terbangunnya dan meningkatnya layanan jaringan irigasi
600 ribu Ha untuk menggantikan alih fungsi lahan.
(6) Terlaksananya rehabilitasi 1,75 juta ha jaringan irigasi
sebagai bentuk rehabilitasi prasarana irigasi sesuai
dengan laju deterioriasi.
(7) Beroperasinya dan terpeliharanya jaringan irigasi 2,95
juta Ha.
(8) Terbangunnya 132 ribu Ha layanan jaringan irigasi
rawa untuk pembangunan lahan rawa yang adaptif
dengan menyeimbangkan pertimbangan ekonomi dan
kelestarian lingkungan.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Sesuai arahan UU No. 17/2007 Tentang RPJPN 2005-
2025, UU No. 18/2012 Tentang Pangan, dan UU No.
19/2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
dan sasaran di atas, maka arah kebijakan umum kedaulatan
pangan dalam RPJMN 2015-2019 adalah: pemantapan
ketahanan pangan menuju kemandirian pangan dengan
peningkatan produksi pangan pokok, stabilisasi harga
bahan pangan, terjaminnya bahan pangan yang aman dan
berkualitas dengan nilai gizi yang meningkat, serta
meningkatnya kesejahteraan pelaku usaha pangan terutama
petani, nelayan, dan pembudidaya ikan.
Arah kebijakan Pemantapan Kedaulatan Pangan
tersebut dilakukan dengan 6 strategi utama, sebagai berikut:
1) Peningkatan ketersediaan pangan melalui penguatan
kapasitas produksi dalam negeri:
Padi
a) Secara bertahap mengamankan lahan padi beririgasi
teknis didukung dengan pengendalian konversi dan
perluasan sawah baru seluas 1 juta ha di luar Pulau
Jawa terutama dengan memanfaatkan lahan terlantar,
lahan marjinal, lahan di kawasan transmigrasi,
memanfaatkan tumpang sari di lahan perkebunan,
dan lahan bekas pertambangan; diiringi dengan
kebijakan harga serta perbaikan ketepatan sasaran
subsidi berdasar data petani.
b) Peningkatan produktivitas dengan: (i) meningkatkan
efektivitas dan ketersambungan jaringan irigasi dan
sumber air serta pembangunan jaringan baru,
termasuk jaringan irigasi untuk tambak ikan dan
garam; (ii) revitalisasi penyuluhan sekaligus untuk
meningkatkan layanan dan penerapan teknologi serta
perbaikan penentuan sasaran dukungan/subsidi
produksi padi; (iii) revitalisasi sistem perbenihan
nasional dan daerah yang melibatkan lembaga
litbang, produsen benih serta balai benih dan
masyarakat penangkar melalui pencanangan 1.000
desa berdaulat benih; (iv) Pemulihan kualitas
kesuburan lahan yang air irigasinya tercemar oleh
limbah industri dan rumah tangga. serta (v)
pengembangan 1.000 desa pertanian organik.
c) Pengembangan produksi pangan oleh swasta,
terutama dengan mendayagunakan BUMN pangan.
d) Pengembangan pola produksi ramah lingkungan dan
sesuai perubahan iklim dengan penerapan produksi
organik, bibit spesifik lokal yang bernilai tinggi,
pertanian hemat air dan penggunaan pupuk organik.
e) Peningkatan teknologi melalui kebijakan penciptaan
sistem inovasi nasionaldan pola penanganan pasca
panen dalam mengurangi susut panen dan kehilangan
hasil.
Produksi bahan pangan lainnya, dengan melakukan:
a) Pengamanan produksi gula konsumsi melalui: (i)
peningkatan produktivitas dan rendemen tebu
masyarakat, (ii) revitalisasi pabrik gula yang ada, dan
(iii) pembangunan pabrik gula baru beserta
perkebunan tebunya;
b) Peningkatan produksi daging sapi dan non sapi dalam
negeri melalui: (i) penambahan populasi bibit induk
sapi; (ii) pengembangan kawasan peternakan dengan
mendorong investasi swasta dan BUMN dan
peternakan rakyat non sapi; (iii) peningkatan
kapasitas pusat-pusat pembibitan ternak untuk
menghasilkan bibit-bibit unggul, penambahan bibit
induk sapi, penyediaan pakan yang cukup dan
pengembangan padang penggembalaan, serta
memperkuat sistem pelayanan kesehatan hewan
nasional untuk pengendalian penyakit, khususnya
zoonozis;
c) Peningkatan produksi tanaman pangan lainnya dan
hortikultura melalui peningkatan luas tanam
termasuk di lahan kering seluas 1 juta ha di luar Pulau
Jawa dan Bali dan produktivitas tanaman pangan dan
hortikultura terutama jagung, kedelai, cabai, bawang
yang adaptif terhadap kondisi iklim;
d) Peningkatan akses petani terhadap sumber-sumber
pembiayaan seperti KKP-E, KUPS melalui kemudahan
prosedur bagi petani, penyediaan jaminan resiko dan
pembayaran subsidi bunga yang tepat waktu serta
pendirian bank untuk pertanian, UMKM dan Koperasi;
e) Peningkatan kemampuan petani, organisasi petani
dan pola hubungan dengan pemerintah, terutama
pelibatan aktif perempuan petani/pekerja sebagai
tulang punggung kedaulatan pangan;
f) Penciptaan daya tarik sektor pertanian bagi
petani/tenaga kerja muda melalui peningkatan
investasi dalam negeri di pedesaan terutama dalam
industrialisasi dan mekanisasi pertanian; dan
g) Penciptaan inovasi teknologi untuk meningkatkan
produktivitas komoditas pertanian terutama melalui
kerjasama antara swasta,Pemerintah dan Perguruan
Tinggi.
h) Pengembangan kawasan sentra produksi komoditas
unggulan yang diintegrasikan dengan model
pengembangan techno park dan science park, dan
pasar tradisional serta terhubung dengan tol laut.
i) Penguatan sistem keamanan pangan melalui
perkarantinaan dan pengendalian zoonosis.
Produksi Perikanan, melalui:
a) Ekstensifikasi dan Intensifikasi Usaha Perikanan
untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Gizi;
b) Penguatan Faktor Input dan Sarana Prasarana
Pendukung Produksi;
c) Penguatan keamanan produk pangan perikanan;
d) Pengembangan Kesejahteraan Nelayan, Pembudidaya,
Petambak Garam, dan Pengolah/Pemasar Produk Ikan;
Peningkatan layanan jaringan irigasi, melalui :
a) Peningkatan fungsi jaringan irigasi yang
mempertimbangkan jaminan ketersediaan air, dan
memperhatikan kesiapan petani penggarap baik
secara teknis maupun kultural, serta membangun
daerah irigasi baru khususnya di luar pulau Jawa;
b) Rehabilitasi 3 juta Ha jaringan irigasi rusak dan 25
bendungan terutama pada daerah utama penghasil
pangan dan mendorong keandalan jaringan irigasi
kewenangan daerah melalui penyediaan Dana Alokasi
Khusus (DAK) maupun bantuan pengelolaan dari
pemerintah pusat;
c) Optimalisasi layanan irigasi melalui operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi;
d) Pembentukan manajer irigasi sebagai pengelola pada
satuan daerah irigasi;
e) Peningkatan peran petani secara langsung dalam
perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan daerah
irigasi termasuk operasi dan pemeliharaan seperti
melalui sistem out-contracting;
f) Peningkatan efisiensi pemanfaatan air irigasi dengan
teknologi pertanian hemat air seperti System of Rice
Intensification/SRI, mengembangkan konsep
pemanfaatan air limbah yang aman untuk pertanian
dan menggunakan kembali air buangan dari sawah
(water re-use);
g) Internalisasi pengembangan dan pengelolaan sistem
irigasi partisipatif (PPSIP) dalam dokumen
perencanaan daerah.
h) Pengelolaan lahan rawa berkelanjutan melalui
pengelolaan lahan rawa yang dapat mendukung
peningkatan produksi pangan secara berkelanjutan
dengan meminimalkan dampak negatif dari kegiatan
pengelolaan tersebut terhadap kelestarian lingkungan
hidup.
2) Peningkatan Kualitas Distribusi Pangan dan Aksesibilitas
Masyarakat Terhadap Pangan, dilakukan melalui :
a) Peningkatan kualitas distribusi;
b) Peningkatan aksesibilitas pangan;
c) Perbaikan Kualitas Konsumsi Pangan dan Gizi
Masyarakat. Langkah-langkah utama perbaikan
kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat
dilakukan melalui:
(1) Penguatan advokasi terkait diversifikasi konsumsi;
(2) Peningkatan peran industri dan Pemerintah
daerah dalam ketersediaan pangan beragam,
aman, dan bergizi.
d) Mitigasi Gangguan Terhadap Ketahanan Pangan
dilakukan terutama mengantisipasi bencana alam dan
dampak perubahan iklim dan serangan organisme
tanaman dan penyakit hewan, melalui:
(1) Penyediaan dan penyaluran bantuan input
produksi bagi petani dan pembudidaya ikan yang
terkena puso atau banjir;
(2) Pengembangan instrumen asuransi pertanian
untuk petani dan nelayan yang diawali dengan
pilot project;
(3) Pengembangan benih unggul tanaman pangan dan
jenis/varietas ikan yang mampu beradaptasi
terhadap perubahan iklim dan penerapan
kalender tanam;
(4) Perluasan penggunaan teknologi budidaya
pertanian dan perikanan yang adaptif terhadap
perubahan iklim.
(5) Peningkatan kesejahteraan pelaku utama
penghasil bahan pangan, dilakukan.
b) Ketahanan Air
Ketahanan air dicerminkan pada kondisi terpenuhi-
nya air yang layak dan yang berkelanjutan untuk seluruh
kebutuhan hidup dan kemampuan mengurangi risiko
kekurangan dan akibat kelebihan air pada masa-masa
tertentu. Oleh karena itu, dimensi ketahanan air tersebut
mencakup 5 (lima) dimensi: yaitu 1) memelihara dan
memulihkan sumber air dan ekosistem, terutama di tingkat
hulu (catchment area); 2) keterpenuhan air untuk
kehidupan sehari-hari bagi masyarakat, 3) keterpenuhan air
untuk kebutuhan sosial dan ekonomi produktif, 4)
ketangguhan masyarakat dalam mengurangi risiko daya
rusak air termasuk akibat dampak dari perubahan iklim,
dan didukung 5) kelembagaan dan tatalaksana yang
mantap. Ketahanan air nasional diarahkan pada
terwujudnya penyediaan air dan perlindungan ekosistem
pendukungnya bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil
dan merata baik untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari
(kebutuhan domestik) maupun untuk mendukung
pembangunan nasional yaitu pertanian, produksi, energi,
industri dan lain-lain.
SASARAN
Berdasarkan kondisi di atas, sasaran utama
pembangunan ketahanan air adalah sebagai berikut:
(1) Menyelesaikan status DAS Lintas Negara
(2) Mengurangi luasan lahan kritis, melalui rehabilitasi di
dalam KPH seluas 5,5 juta hektar.
(3) Pemulihan kesehatan 4 DAS prioritas nasional (DAS
Ciliwung, DAS Citarum, DAS Kapuas dan DAS Siak), dan
30 26 DAS prioritas sampai dengan tahun 2019
(4) Meningkatkan perlindungan mata air di 4 DAS prioritas
nasional (DAS Ciliwung, DAS Citarum, DAS Kapuas dan
DAS Siak) dan 3026 DAS prioritas sampai dengan tahun
2019 melalui konservasi sumber daya air secara
vegetatif, pembangunan embung, dam pengendali, dam
penahan, gully plug, di daerah hulu DAS, serta sumur
resapan.
(5) Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam
pemulihan kesehatan DAS melalui pengembangan
Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan
(HKm), Hutan Desa (HD), pengembangan ekowisata
skala kecil, serta hasil hutan bukan kayu.
(6) Internalisasi 108 RPDAST yang sudah disusun ke dalam
RTRW.
(7) Pembangunan embung dan dam pengendali skala kecil
dan menengah di daerah hulu 30 DAS Prioritas.
(8) Membangun tampungan air sejumlah 3 miliar meter
kubik serta optimalisasi penampung air terbangun
dalam rangka meningkatkan kapasitas tampung air per
kapita serta penyediaan energi terbarukan dan
pengendalian daya rusak, dengan indikator terbangun-
nya 30 buah waduk (daya tampung 3 milyar m).
(9) Mempercepat pemanfaatan sumber daya air sebagai
sumber 3 energi listrik (PLTA).
(10) Mendukung kedaulatan pangan melalui rehabilitasi 3
juta Ha jaringan irigasi dan pembangunan 1 juta Ha
jaringan irigasi yang meliputi jaringan irigasi
permukaan, jaringan irigasi rawa dan jaringan irigasi
air tanah.
(11) Mengurangi area rawan genangan melalui solusi
structural pengendalian banjir, sedimen/lahar gunung
berapi dan pengamanan pantai serta solusi non
struktural manajemen banjir antara lain kesiapsiagaan
banjir serta penataan kawasan. Indikator sasaran
tersebut adalah terbangunnya flood management di 33
Balai Wilayah Sungai beserta penerapan perangkat
manajemen pengendalian banjirnya.
(12) Pembangunan prasarana air baku dalam rangka
mendukung pencapaian pelayanan air bersih dari
kapasitas sebelumnya sebesar 51,44 m3/det menjadi
118,6 m/det, dengan indicator terbangunnya prasarana
air baku sebesar 67,16 m3/det.
(13) Pengelolaan kualitas air, baik di sungai, waduk, danau,
situ, muara sungai, pantai, dengan indikator
membaiknya kualitas air di 15 danau, 5 wilayah sungai.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Untuk mewujudkan sasaran diatas, arah kebijakan
pembangunan untuk ketahanan air adalah:
(1) Pemenuhan kebutuhan dan jaminan kualitas air untuk
kehidupan sehari-hari bagi masyarakat;
(2) Pemenuhan kebutuhan air untuk kebutuhan sosial dan
ekonomi produktif;
(3) Pemeliharaan dan pemulihan sumber air dan
ekosistemnya, dengan strategi:
(a) Pengelolaan kawasan hulu DAS secara
berkelanjutan untuk menjaga kualitas dan
kapasitas sumber daya air;
(b) Konservasi sumber daya air;
(4) Peningkatan ketangguhan masyarakat dalam
mengurangi risiko daya rusak air termasuk perubahan
iklim, melalui strategi:
(a) Pengembangan kesiapsediaan masyarakat
terhadap bencana melalui perkuatan Flood
Proofing sebagai kapasitas adaptasi bencana banjir
dan kapasitas mitigasi institusi serta masyarakat,
serta peningkatan kemampuan prediksi terhadap
peningkatan aliran sungai dan dampak yang
ditimbulkannya.
(b) Percepatan penyusunan Flood Risk Map sebagai
acuan dalam penyusunan rencana tata ruang
wilayah, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan
pengendalian pemanfaatan ruang pada setiap
wilayah sungai.
(c) Penerapan adaptive water management mulai dari
peningkatan upaya monitoring serta permodelan
klimatologis, hidrologis dan kualitas air termasuk
peningkatan keterlibatan masyarakat hingga
penegakan hukumnya.
(d) Penerapan pendekatan Flood Management
(pencegahan, penanggulangan dan pengelolaan)
mencakup Flood Forecasting Warning System;
termasuk di dalamnya juga integrasi sistem
drainase makro dan mikro daerah perkotaan,
penerapan kebijakan “pembangunan area parkir
air” (retention/retarding basin) serta penataan
lahan yang mencakup garis sempadan sungai.
(e) Prioritas penanganan daya rusak air pada wilayah
yang memiliki tingkat aktivitas ekonomi tinggi
(JABODETABEK dan kawasan metropolitan).
(f) Konservasi air tanah melalui pengelolaan sumber
daya air tanah yang berkelanjutan.
(g) Pengelolaan wilayah pantai secara berkelanjutan
dengan mengkombinasikan secara seimbang
antara pendekatan non-struktural dan structural.
(5) Peningkatan kapasitas kelembagaan, ketatalaksanaan,
dan keterpaduan dalam pengelolaan sumber daya air
yang terpadu, efektif, efisien dan berkelanjutan,
termasuk peningkatan ketersediaan dan kemudahan
akses terhadap data dan informasi, melalui strategi:
(a) Melengkapi peraturan perundangan turunan UU
No. 7 Tahun 2004 serta penyusunan Norma,
Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) sebagai
pedoman teknis pelaksanaan dan koordinasi
pengelolaan sumber daya air.
(b) Melanjutkan penataan kelembagaan sumber daya
air;
(c) Meningkatkan kordinasi dan kolaborasi
antarpemerintah dan antarsektor dalam hal
pengelolaan daerah hulu dan hilir, aspek
konservasi dan aspek fisik; serta pengelolaaan
banjir dan pengendalian pencemaran air.
(d) Menumbuhkan prakarsa dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam setiap upaya
pengelolaan sumber daya air melalui proses
pendampingan, penyuluhan dan pembinaan, serta
sistem kemitraan antara pemerintah dan
masyarakat dalam rangka pengelolaan sumber
daya air.
(e) Mendorong terbentuknya jaringan informasi
sumber daya air antarpemangku kepentingan
untuk mewujudkan jaringan basis data,
standardisasi, kodefikasi, klasifikasi, proses dan
metode/prosedur baik pengumpulan dan
pembaharuan maupun sinkronisasi data dan
informasi yang handal.
(f) Meningkatkan kapasitas operasional dan
pemeliharaan melalui pemenuhan Angka
Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan
(AKNOP) untuk setiap infrastruktur sumber daya
air.
2) Kedaulatan Energi
Sepanjang lima tahun terakhir ini, produksi rata-rata
minyak bumi di bawah satu juta barel per hari (bph), karena
sebagian besar produksi minyak bumi berasal dari ladang
minyak tua (mature), sementara pemanfaatan teknologi enhance
oil recovery (EOR) masih terbatas. Produksi gas bumi masih
relatif stagnan,sedangkan produksi batubara meningkat cukup
pesat namun sebagian besar yaitu 76 persen masih diekspor.
Cadangan penyangga dan operasional minyak mentah, BBM dan
LPG masih sangat terbatas, dan belum dapat diandalkan apabila
terjadi peningkatan kebutuhan dan fluktuasi harga komoditas
tersebut di pasar global. Potensi energi baru terbarukan belum
dapat dimanfaatkan secara optimal dikarenakan terkendala oleh
tingginya biaya pembangunan infrastruktur dan belum adanya
penetapan harga jual energi.
Sehubungan dengan itu, kebijakan ketahanan energi
diarahkan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan
ketersediaan energi dalam negeri, meningkatkan penggunaan
sumberdaya energi untuk kebutuhan lokal mendukung
perekonomian nasional dan akses energy bagi masyarakat,
meningkatkan produksi sumberdaya energi lain terutama energi
terbarukan serta meningkatkan efisiensi penggunaan/konsumsi
energi.
SASARAN
a) Sasaran utama penguatan ketahanan energi yang akan
dicapai dalam kurun waktu 2015-2019 adalah: (i)
memperkuat ketersediaan energi primer dari produksi
minyak bumi yang didukung oleh produksi gas bumi dan
batu bara; (ii) meningkatkan pemanfaatan sumber energi
primer untuk penggunaan di dalam negeri; (iii) pemenuhan
rasio elektrifikasi mencapai 100 persen.
b) Sasaran penyediaan sarana dan prasarana energi terdiri
atas: (i) pembangunan kilang minyak sebanyak 1 unit
dengan total kapasitas 300 ribu barel per hari; (ii)
Penambahan kapasitas penyimpanan BBM sebesar 2,7 Juta
KL dan LPG sebesar 42 ribu ton; (iii) pembangunan Floating
Storage Regasification Unit (FSRU) sebanyak 3 unit; (iv)
pembangunan regasifikasi onshore sebanyak 6 unit; (v)
pembangunan pipa gas dengan total sepanjang 6.378 km;
(vi) pembangunan SPBG sebanyak 118 unit; dan (vii)
kapasitas terpasang pembangkit listrik sebesar 75,56 GW;
c) Sasaran pemanfaatan bahan bakar nabati adalah: (i)
produksi biodiesel sebesar 4,3 – 10 juta KL; dan (ii)
produksi bioetanol sebesar 0,34 – 0,93 juta KL, dan (iii)
terlaksananya pembangunan perkebunan untuk bio-energi
pada beberapa lokasi yang potensial. Sedangkan sasaran
penggunaan energi yang lebih efisien adalah: tercapainya
elastisitas energi sebesar 0,8;
d) Sasaran peningkatan bauran energi baru dan terbarukan
(EBT) terdiri atas: (i) bauran EBT sebesar 10-16 Persen; (ii)
kapasitas terpasang pembangkit listrik EBT (PLTP, PLTA,
PLTMH, PLTS, dan PLT Biomassa) sebesar 7,5 GW; (iii)
pelaksanaan pilot projectreaktor daya PLTN dengan
kapasitas minimal 10 MW; (iv) pelaksanaan pilot project
pembangkit listrik tenaga arus laut minimal 1 MW.
e) Sasaran lainnya adalah pengurangan subsidi energi yang
terdiri atas: (i) penurunan besaran subsidi BBM; (ii)
penurunan kapasitas pembangkit listrik yang menggunakan
BBM menjadi tinggal 0.6 persen;
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Untuk mencapai sasaran pembangunan ketahanan energi,
arah kebijakan yang akan ditempuh adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan Produksi Energi Primer (minyak, gas, dan
batubara) dari lapangan yang mengalami penurunan tingkat
produksinya;
b) Meningkatkan Cadangan Penyangga dan Operasional
Energi, ;
c) Meningkatkan peranan Energi Baru Terbarukan dalam
Bauran Energi;
d) Meningkatkan Aksesibilitas Energi;
e) Meningkatkan Efisiensi dalam Penggunaan Energi dan
Listrik;
f) Meningkatkan pengelolaan subsidi BBM yang lebih
Transparan dan Tepat Sasaran;
g) Memanfaatkan potensi sumber daya air untuk PLTA.
3) Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan
Pengelolaan Bencana
a) Peningkatan Konservasi dan Tata Kelola Hutan
SASARAN
(1) Konservasi Hutan : (a) Meningkatnya populasi 25
species satwa terancam punah (sesuai redlistof
threatened IUCN) sebesar 10 persen sesuai baseline
data tahun 2013 dalam rangka pengawetan
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya; (b)
Optimalisasi pengelolaan kawasan konservasi seluas
20,63 juta ha termasuk perlindungan kawasan
essensial karst, gambut, dan mangrove; (c)
Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan
dengan cepat dan baik serta menurunkan jumlah
hotspots kebakaran hutan, (d) Peningkatan kualitas
data dan informasi keanekaragaman hayati.
(2) Tata Kelola Hutan : (a) Penyelesaian
pengukuhan/penetapan kawasan hutan 100 persen;
(b) Penyelesaian tata batas kawasan dan tata batas
fungsi sepanjang 40.000 km; (c) Operasionalisasi 579
KPH yang terdiri dari 347 KPHP, 182 KPHL dan 50
KPHK bukan Taman Nasional (TN); (d) Peningkatan
kemitraan dengan masyarakat dalam pengelolaan
hutan melalui pola HTR/HKm/HD dan HR (dari 500
ribu ha pada tahun 2014 menjadi 40 juta ha pada
tahun 2019).
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Untuk mencapai sasaran konservasi sumber daya
hutan yang telah ditetapkan selama 2015-2019, arah
kebijakan yang ditetapkankonservasi hutan adalah
meningkatkan kapasitas pengelola hutan konservasi
dalam melindungi, mengawetkan ekosistem hutan,
sumber daya spesies, dan sumber daya genetik.
b) Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup
SASARAN
(1) Meningkatnya kualitas lingkungan hidup, yang
tercermin di dalam Indeks Kualitas Lingkungan Hidup
(IKLH) menjadi sebesar 66,5-68,5 di tahun 2019
(2) Meningkatnya role model sikap dan perilaku hidup
masyarakat yang peduli terhadap alam dan
lingkungan.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Kebijakan upaya perbaikan kualitas lingkungan
hidup diarahkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan
hidup yang menyeluruh di setiap sektor pembangunan
dan daerah, yang tercermin pada meningkatnya kualitas
air, udara dan lahan/hutan, yang didukung oleh kapasitas
pengelolaan lingkungan yang kuat, antara lain mencakup :
kelembagaan, sumber daya manusia, penegakan hokum
lingkungan, dan kesadaran masyarakat, sehingga terwujud
pembangunan yang ramah lingkungan serta kehidupan
masyarakat dalam lingkungan yang bersih dan sehat.
Strategi yang dilakukan, yaitu:
(1) Penguatan sistem pemantauan kualitas lingkungan
hidup;
(2) Peningkatan kualitas lingkungan hidup;
(3) Peningkatan pelestarian dan pemanfaatan
keekonomian keanekaragaman hayati.;
(4) Penerapan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan
sebagai upaya effisiensi penggunaan sumberdaya dan
pengurangan beban pencemaran terhadap lingkungan
hidup dan peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat. ;
(5) Penguatan instrumen pengelolaan lingkungan serta
system insentif dan disinsentif pengelolaan
lingkungan hidup;
(6) Penegakan hukum lingkungan.
c) Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Risiko
Bencana
SASARAN
Menurunnya indeks risiko bencana pada pusat-
pusat pertumbuhan yang berisiko tinggi.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh
bencana alam dan meningkatnya frekuensi kejadian
bencana, memerlukan upaya antisipatif untuk mengurangi
atau meminimalkan dampak kerugian ekonomi akibat
bencana di masa mendatang. Sehubungan dengan itu, arah
kebijakan penanggulangan bencana dalam RPJMN 2015-
2019 diarahkan untuk mengurangi risiko bencana dan
meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Strategi yang dilakukan adalah:
(1) Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam
kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan
daerah;
(2) Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana;
(3) Peningkatan kapasitas pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat dalam penanggulangan
bencana;
d) Penanganan Perubahan Iklim dan Penyediaan
Informasi Iklim dan Informasi Kebencanaan
SASARAN
(1) Meningkatnya penanganan perubahan iklim, baik
berupa kegiatan mitigasi untuk menurunkan (emisi
GRK di lima sector prioritas: kehutanan dan lahan
gambut, pertanian, energi dan transportasi, industri
dan limbah, sebesar mendekati 26% pada tahun
2019,), maupun kegiatan adaptasi untuk meningkat-
kannya ketahanan masyarakat terhadap dampak
perubahan iklim, khususnya di 15 (lima belas) daerah
rentan, yang merupakan daerah percontohan
pelaksanaan RAN-API);
(2) Meningkatnya sistem peringatan dini cuaca dan iklim,
serta kebencanaan;
(3) Tersedianya data dan informasi untuk mendukung
penanganan perubahan iklim;
(4) Meningkatnya kecepatan dan akurasi data dan
informasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika
(MKG).
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
(1) Mengembangan pembangunan rendah karbon dan
adaptasi perubahan iklim;
(2) Meningkatkan akurasi dan kecepatan analisis serta
penyampaian informasi peringatan dini (iklim dan
bencana);
(3) Menyediakan dan meningkatkan kualitas data dan
informasi pendukung penanganan perubahan iklim
yang berkesinambungan;
(4) Meningkatkan kecepatan dan akurasi data dan
informasi MKG yang mudah diakses dan ber-
kesinambungan.
4) Pengembangan Ekonomi Maritim dan Kelautan
Untuk “Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan
yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan
nasional”, agar dapat membangun Indonesia sebagai negara
maritim maka sesuai amanat RPJPN 2005-2015 perlu
dicerminkan pada: (a) Terbangunnya jaringan sarana dan
prasarana sebagai perekat semua pulau dan kepulauan
Indonesia; (b) Meningkat dan menguatnya sumber daya manusia
di bidang kelautan yang didukung oleh pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi; (c) Menetapkan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), aset-aset dan hal-hal yang
terkait dalam kerangka pertahanan negara; (d) Membangun
ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan
pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan; dan
(e) Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut.
Penguatan jatidiri maritim akan dilakukan dengan
penegakan kedaulatan dan yurisdiksi nasional, maka pada
bagian ini perlu dilaksanakan upaya untuk meningkatkan daya
saing perekonomian dengan penekanan pada pengembangan
ekonomi maritim dan kelautan, yang didukung dengan
pengembangan SDM dan iptek, serta menggali kembali budaya
bahari.
SASARAN
Pembangunan kelautan dalam RPJMN 2015-2019
dilaksanakan dengan mengedepankan peran ekonomi kelautan
dan sinergitas pembangunan kelautan nasional dengan sasaran:
a) Termanfaatkannya sumber daya kelautan untuk
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan nelayan dan
masyarakat pesisir;
b) Terwujudnya TOL LAUT Dalam upaya meningkatkan
pelayanan angkutan laut serta meningkatkan konektivitas
laut yang didukung oleh keselamatan maritim yang handal
dan manajemen yang bermutu serta industri maritim yang
memadai;
c) Terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
sumber daya hayati laut;
d) Terwujudnya SDM dan IPTEK kelautan yang berkualitas dan
meningkatnya wawasan dan budaya bahari.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Secara terinci arah kebijakan dan strategi Percepatan
Pembangunan Kelautan adalah sebagai berikut:
a) Percepatan Pengembangan Ekonomi Kelautan:
(1) Inventarisasi dan Evaluasi Potensi Sumber Daya
Kelautan;
(2) Pengembangan Industri Kelautan;
(3) Pengembangan TOL LAUT Dalam mendukung
Konektivitas dan Sistem Logistik;
(4) Pengembangan Kawasan dan Potensi Baru,
b) Meningkatkan dan Mempertahankan Kualitas, Daya Dukung
dan Kelestarian Fungsi Lingkungan Laut .
c) Meningkatkan Wawasan dan Budaya Bahari, serta
Penguatan Peran SDM dan Iptek Kelautan, melalui :
(1) Upaya Revitalisasi dan Penguatan Wawasan dan
Budaya Bahari
(2) Meningkatkan dan menguatkan peran SDM dan Iptek di
bidang kelautan.
d) Meningkatkan Harkat dan Taraf Hidup Nelayan dan
masyarakat pesisir.
5) Penguatan Sektor Keuangan
SASARAN
Sasaran sektor keuangan dalam lima tahun mendatang
adalah: (i) meningkatkan ketahanan/daya saing sektor
keuangan melalui sistem keuangan yang sehat, mantap dan
efisien, ii) percepatan fungsi intermediasi/penyaluran dana
masyarakat untuk mendukung pembangunan, terutama
pemenuhan kebutuhan pendanaan pembangunan dari
masyarakat/swasta (financial deepening). Bagi masyarakat
berpenghasilan menengah ke bawah, diupayakan pula sasaran
peningkatan akses kepada lembaga jasa keuangan dalam rangka
mengembangkan jasa keuangan dan mendorong pembangunan
ekonomi yang inklusif dan berkeadilan.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Strategi dan arah kebijakan utama sektor keuangan ke
depan, dapat dikelompokkan dalam tiga koridor, yaitu:
Pertama, pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, yang
diimplementasikan dengan memperkuat kebijakan moneter/
pengendalian inflasi yang berhati-hati (makroprudensial).
Kebijakan ini, bersama-sama dengan kebijakan suku bunga dan
nilai tukar merupakan paket kebijakan bauran, yang terkait
dengan prinsip kehati-hatian perbankan (kebijakan
mikroprudensial).
Kebijakan makroprudensial akan memperkuat fungsi dan
peran aktif BI sebagai salah satu otoritas pengelola moneter
untuk merespon krisis yang berpotensi membahayakan sistem
moneter/perbankan secara keseluruhan..
Kedua, penguatan ketahanan dan daya saing sector
keuangan/perbankan ditempuh melalui: (i) pelaksanaan
ketentuan penyediaan modal minimum (KPMM), (ii)
implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API)/penataan
struktur kepemilikan bank, (iii) pengaturan penyesuaian
kegiatan usaha dan perluasan jaringan kantor bank berdasarkan
modal (inti), dan (iv) penyusunan dan pelaksanaan Arsitektur
Keuangan Syariah Indonesia (AKSI). Program AKSI merupakan
peta panduan bagi pengembangan keuangan syariah, yang
merupakan pedoman untuk penyusunan/pengembangan
standarisasi dan tatakelola keuangan syariah.
Ketentuan KPMM akan mendorong kemampuan
permodalan bank dalam menyerap risiko yang disebabkan oleh
kondisi/krisis perbankan termasuk pertumbuhan kredit yang
berlebihan, sesuai dengan standar internasional (Basel III).
Ketentuan permodalan yang mengacu pada standar ini akan
diupayakan dipenuhi secara bertahap hingga awal tahun 2019.
Penguatan struktur perbankan diupayakan pula melalui
program penguatan Bank Pembangunan Daerah (BPD)/Bank
Provinsi (BPD Regional Champion, BRC) sebagai upaya
pelaksanaan API. Selain itu, dalam ketentuan kepemilikan bank,
akan diatur pembatasan pemilikan pihak asing dalam bank
nasional melebihi jumlah atau proporsi tertentu. Pengaturan
kepemilikan bank yang lebih ketat akan diberlakukan untuk
menghindari konglomerasi yang tumpang tindih antara sektor
keuangan dan sektor riil. Di sisi lain, pengaturan kegiatan
usaha/jaringan kantor berdasarkan modal inti bertujuan untuk
meningkatkan tata kelola dan kesehatan perbankan.
Ketiga, kebijakan penguatan fungsi intermediasi
ditetapkan untuk meningkatkan akses layanan keuangan kepada
seluruh masyarakat, terutama pemberian kredit/pembiayaan
UMKM oleh lembaga keuangan. Perluasan akses layanan
keuangan dilakukan pula tanpa melalui kantor bank atau
dilakukan melalui cara nonkonvensional, melalui pemanfaatan
teknologi informasi, e-money dan kerjasama keagenan bank
(branchless banking).
Untuk meningkatkan nilai tambah sektor pertanian,
diupayakan pembentukan Bank Pertanian dengan melakukan
koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia,
Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan
dan Kementerian/Lembaga terkait lainnya. Seiring dengan
proses pembentukan Bank Pertanian tersebut, diupayakan
revitalisasi dari skema-skema kredit pertanian dan perikanan,
yang dikelola oleh bank umum dan BPR. Upaya revitalisasi
kredit pertanian dan perikanan ini penting dilakukan, mengingat
pinjaman sektor pertanian dan perikanan masih rendah
dibanding total pinjaman perbankan.
Untuk meningkatkan pembiayaan investasi selain melalui
pengembangan lembaga yang sudah ada seperti perbankan,
pasar modal melalui saham dan obligasi terutama obligasi
korporasi (corporate bonds) diupayakan pula melalui pengkajian
penciptaan lembaga-lembaga baru seperti sistem tabungan pos,
dan lembaga keuangan lainnya.
Dalam kaitan ini, kebijakan pengembangan lembaga
keuangan non-bank termasuk lembaga keuangan mikro (LKM)
antara lain adalah sebagai berikut: a) Pengembangan lembaga
keuangan non-bank sebagai sumber pembiayaan pembangunan
termasuk pengembangan system keuangan syariah dan lembaga
keuangan mikro (LKM); b) Peningkatan koordinasi dan
kerjasama dengan melibatkan para pemangku kepentingan
(stakeholders) terkait lembaga keuangan mikro dalam rangka
memperluas cakupan pelayanan lembaga jasa keuangan
terutama untuk sektor UMKM dan masyarakat miskin di
perkotaan dan perdesaan.
Kebijakan keuangan mikro inklusif dilakukan untuk
meningkatkan akses masyarakat terhadap jasa keuangan mikro.
Salah satu alat yang akan dikembangkan adalah melalui unit
pengelola keuangan (UPK) yang selama ini bertugas dan
berfungsi mengadministrasikan keuangan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat. Dalam kebijakan ini, UPK akan
ditransformasikan menjadi lembaga keuangan mikro yang
produktif/berkelanjutan.
Dari sisi permintaan, kebijakan transformasi UPK ini akan
disertai pula dengan kebijakan pendidikan literasi dan
kapabilitas keuangan masyarakat. Dengan demikian
pelaksanaan kebijakan keuangan inklusif akan pula mendorong
dan mewujudkan penghidupan yang layak dan lestari
(sustainable livelihood) bagi masyarakat yang kurang beruntung.
Perlindungan bagi masyarakat kurang beruntung juga
member perhatian pada para petani. Undang-Undang tentang
Pemberdayaan dan Perlindungan Petani akan memberikan
fasilitas pembiayaan dan perlindungan bagi para petani. Khusus
mengenai perlindungan bagi petani, mekanisme yang sedang
disiapkan adalah asuransi pertanian, yang bertujuan untuk
menciptakan kepastian usaha mereka yang akan semakin kuat.
Apabila kepastian usaha semakin baik, maka tingkat ketahanan
pangan nasional akan semakin kuat pula.
6) Penguatan Kapasitas Fiskal Negara
SASARAN
Tercapainya fiskal yang berkelanjutan.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Reformasi keuangan Negara merupakan salah satu elemen
kunci dalam proses transformasi ekonomi lima tahun ke depan.
Untuk keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah,
berbagai program pembangunan, terutama peningkatan
infrastruktur dan pengurangan kemiskinan, sangat dibutuhkan
dan harus ditingkatkan. Kondisi ini menuntut pemerintah untuk
melakukan penguatan kapasitas fiscal negara, yakni dengan
meningkatkan kualitas belanja dan pendapatan Negara dengan
tetap menjaga defisit anggaran dan utang dalam tingkat yang
aman.
Penguatan kapasitas fiskal negara akan dicapai melalui: a)
sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan alokasi
anggaran; b) evaluasi kinerja kenaikan penerimaan pajak seiring
dengan potensinya (seperti pertumbuhan PDB); c) merancang
ulang lembaga pajak, berikut peningkatan kuantitas dan kualitas
aparatur perpajakan; d) melakukan desain ulang arsitektur
fiskal Indonesia; e) peningkatan realisasi anggaran untuk
pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan
perumahan; f) pemberian insentif bagi lembaga dan daerah yang
memiliki penyerapan anggaran yang tinggi dalam mendukung
prioritas pembangunan dan kebocorannya rendah; g)
pengurangan utang negara secara bertahap sehingga rasio utang
terhadap PDB mengecil; h) utang baru hanya ditujukan untuk
membiayai pengeluaran pemerintah yang produktif.

h. Melakukan Revolusi Karakter Bangsa


SASARAN
1) Meningkatnya kualitas pendidikan karakter untuk membina
budi pekerti, membangun watak, dan menyembangkan
kepribadian peserta didik.
2) Meningkatnya wawasan kebangsaan di kalangan anak-anak
usia sekolah yang berdampak pada menguatnya nilai-nilai
nasionalisme dan rasa cinta tanah air sebagai cerminan
warga negara yang baik.
3) Meningkatnya pemahaman mengenai pluralitas sosial dan
keberagaman budaya dalam masyarakat, yang berdampak
pada kesediaan untuk membangun harmoni sosial,
menumbuhkan sikap toleransi, dan menjaga kesatuan
dalam keanekaragaman.
4) Meningkatnya jaminan kualitas pelayanan pendidikan,
tersedianya kurikulum yang andal, dan tersedianya sistem
penilaian pendidikan yang komprehensif.
5) Meningkatnya kualitas pengelolaan guru dengan
memperbaiki distribusi dan memenuhi beban mengajar.
6) Meningkatnya jaminan hidup dan fasilitas pengembangan
ilmu pengetahuan dan karir bagi guru yang ditugaskan di
daerah khusus.
7) Meningkatnya dan meratanya ketersediaan dan kualitas
sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan standar
pelayanan minimal.
8) Tersusunnya peraturan perundangan terkait Wajib Belajar
tanpa dipungut biaya.
9) Meningkatnya angka partisipasi pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah;
10) Meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) pendidikan
tinggi sebesar 36,73 persen;
11) Meningkatnya angka keberlanjutan pendidikan yang
ditandai dengan menurunnya angka putus sekolah dan
meningkatnya angka melanjutkan;
12) Menurunnya kesenjangan partisipasi pendidikan
antarkelompok masyarakat, terutama antara penduduk
kaya dan penduduk miskin, antara penduduk laki-laki dan
penduduk perempuan, antara wilayah perkotaan dan
perdesaan, dan antardaerah.
13) Meningkatnya aktivitas riset dan pengembangan ilmu dasar
dan ilmu terapan yang sesuai dengan kebutuhan dunia
usaha dan dunia industri, serta mendukung pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi.
14) Meningkatnya lulusan-lulusan perguruan tinggi yang
berkualitas, menguasai teknologi, dan berketerampilan
sehingga lebih cepat masuk ke pasar kerja.
15) Meningkatnya budaya produksi sehingga lebih kuat dari
budaya konsumsi.
16) Meningkatnya budaya inovasi di masyarakat.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
1) Mengembangkan pendidikan kewargaan di sekolah untuk
menumbuhkan jiwa kebangsaan, memperkuat nilai-nilai
toleransi, menumbuhkan penghargaan pada keragaman
sosialbudaya, memperkuat pemahaman mengenai hak-hak
sipil dan kewargaan, serta tanggung jawab sebagai warga
negara yang baik (good citizen).
2) Memperkuat jaminan kualitas (quality assurance) pelayanan
pendidikan.
3) Memperkuat kurikulum dan pelaksanaannya.
4) Membangun sistem penilaian pendidikan yang
komprehensif dan kredibel.
5) Memberikan jaminan hidup dan fasilitas yang memadai bagi
guru yang ditugaskan di daerah terpencil dalam upaya
pengembangan keilmuan serta promosi kepangkatan karir.
6) Meningkatkan pengelolaan dan penempatan guru.
7) Melanjutkan upaya untuk memenuhi hak seluruh penduduk
mendapatkan layanan pendidikan dasar berkualitas.
8) Melakukan investasi secara signifikan untuk jenjang
pendidikan menengah dalam rangka meningkatkan akses
yang berkualitas.
9) Meningkatkan pemerataan akses pendidikan tinggi.
10) Meningkatkan kualitas pendidikan tinggi.
11) Meningkatkan relevansi dan daya saing pendidikan tinggi.
12) Meningkatkan tata kelola kelembagaan perguruan tinggi.
13) Meningkatkan pemasyarakatan budaya produksi.
14) Meningkatkan iklim yang kondisif bagi inovasi.

i. Memperteguh Kebhinekaan dan Memperkuat Restorasi


Sosial Indonesia
SASARAN
Sasaran yang akan dicapai dalam rangka meneguhkan
Kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial pada tahun 2015-
2019 adalah sebagai berikut:
1) Terbangunnya modal sosial guna mewujudkan kepedulian
sosial, gotong-royong, kepercayaan antarwarga, dan
perlindungan lembaga adat, serta kehidupan bermasyarakat
tanpa diskriminasi dan penguatan nilai kesetiakawanan
sosial.
2) Meningkatnya peran pranata sosial-budaya untuk
memperkuat kohesi, harmoni dan solidaritas sosial berbasis
nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
3) Meningkatnya penegakan hukum sesuai amanat konstitusi.
4) Menguatnya lembaga kebudayaan sebagai basis budaya
pembangunan dan karakter bangsa.
5) Meningkatnya promosi dan diplomasi kebudayaan sebagai
upaya pertukaran budaya untuk meningkatkan pemahaman
kemajemukan dan penghargaan terhadap perbedaan antar
sukubangsa secara nasional dan internasional.
6) Meningkatnya kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran
agama.
7) Meningkatnya harmoni sosial dan kerukunan umat
beragama.
8) Meningkatnya pembangunan karakter, tumbuhnya jiwa
patriotisme, budaya prestasi, dan profesionalitas pemuda.
9) Meningkatnya partisipasi pemuda di berbagi bidang
pembangunan, terutama di bidang sosial, politik, ekonomi,
budaya dan agama.
10) Meningkatnya budaya dan prestasi olahraga di tingkat
regional dan internasional.
11) Menguatnya nilai kesetiakawanan sosial sebagai modal
sosial, peran serta masyarakat secara mandiri dalam
peningkatan kesejahteraan dan kesetaraan sosial serta
penyelesaian konflik.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Kebhinekaan merupakan interaksi beberapa kelompok
yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu
sama lain. Menguatnya nilai-nilai primordialisme dan
fundamentalisme dapat mengancam kelangsungan hidup
bersama dalam kemajemukan Indonesia. Hal ini ditandai dengan
derasnya pemahaman konservatisme keagamaan khususnya di
kalangan muda dan masyarakat, serta merebaknya kekerasan
berbasiskan keagamaan. Untuk itu arah kebijakan dan strategi
yang dilakukan dalam rangka meningkatkan modal sosial dan
nilai-nilai sosial budaya, antara lain:
1) Memperkuat pendidikan kebhinekaan dan menciptakan
ruang-ruang dialog antar warga,
2) Membangun kembali modal sosial dalam rangka
memperkukuh karakter dan jati diri bangsa melalui:
3) Meningkatkan Peran Kelembagaan Sosial
4) Menegakkan hukum secara tegas sesuai amanat konstitusi
5) Mengembangkan insentif khusus untuk memperkenalkan
dan mengangkat kebudayaan lokal serta membentuk
lembaga kebudayaan sebagai basis pembangunan budaya
dan karakter bangsa Indonesia,
6) Meningkatkan promosi, diplomasi dan pertukaran budaya
7) Meningkatkan pemahaman, penghayatan, pengamalan dan
pengembangan nilai-nilai keagamaan, sehingga agama
berfungsi dan berperan sebagai landasan moral dan etika
dalam pembangunan
8) Meningkatkan kerukunan umat beragama
9) Meningkatkan partisipasi pemuda dalam pembangunan,
10) Menumbuhkan budaya olahraga dan prestasi
11) Meningkatkan pembudayaan kesetiakawanan sosial dalam
penyelenggaraan perlindungan sosial

1. Jelaskan pengertian politik dan perkembangan istilah strategi!


2. Bagaimana perencanaan pelaksanaan politik dan strategi agar
dapat berjalan dengan baik ? Jelaskan!
3. Wawasan strategi harus mengacu pada tiga hal yang penting,
Jelaskan!
4. Jelaskan unsur, struktur, dan proses Sismennas dalam tata
kenegaraan Indonesia!
5. Jelaskan tiga permasalahan pokok yang dihadapi bangsa
Indonseia saat memulai RPJPN periode ketiga!
6. Tuliskan visi misi abadi bangsa Indonesia menurut UUD 1945!
7. Jelaskan Visi Misi Pembangunan Jangka panjang 2025!
8. Bagaimana rumusan Visi Misi Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang
tertuang dalam RPJMN 2015-2019. Jelaskan maksudnya!
9. Berikan contoh rumusan kebijakan pembangunan nasional
sesuai RPJMN 2015 – 2019 dimulai dari rumusan permasalahan,
visi, misi, agenda dan prioritasnya!
Amal, I. dan A. Armawi. 1995. Sumbangan Ilmu Sosial Terhadap
Konsepsi Ketahanan Nasional. Penerbit Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Arfani, Riza Noer. 1998. Integrasi Nasional dan HAM. Interenship
Ketrahanan Nasional. Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
Bahar, S. 2002. Konteks Kenegaraan Hak Azasi Manusia (HAM).
Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Bermani, H.S.A. 1998. Kewiraan Untuk Bahan Mendalami Semangat
Cinta Tanah Air dan Bela Negara Dalam Rangka Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara Bagi Mahasiswa Di Perguruan
Tinggi.
Budiardjo, Miriam. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Politik. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Chaidir, Basrie. 1995. Wawasan Nusantara Wawasan Nasional
Indonesia. Lembaga Ilmu Humaniora Institut Teknologi
Indonesia, Jakarta.
Cipto, Bambang., M. Azhar., H. Nashir., S. Tuhuleley., Iisti’anah., K.
Bashori., dan L. Setiartiti. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan
(Civic Education). LP3 UMY Yogyakarta.
Dephan RI. 1999. Sosialisasi Bela Negara Untuk Meningkatkan
Ketahanan Nasional. Direktorat Jenderal Sumber Daya
Manusia, Dephan RI, Jakarta.
Dephankam RI. 1999. Kumpulan Naskah Pada Seminar dan
Lokakarya Bela Negara. Direktorat Jenderal Personil, Tenaga
Manusia dan Veteran, Dephankam RI, Jakarta.
Ditjen Dikti. 2000. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Nomor : 267/Dikti/Kep/2000 tentang Penyempurnaan
Kurikulum Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
Pendidikan Kewarganegaraan pada Perguruan Tinggi di
Indonesia. Ditjen Dikti, Depdiknas, Jakarta.
_________. 2002. Kapita Selekta Pendidikan Kewarganegaraan (Untuk
Mahasiswa) Bagian I dan II. Bagian Proyek Peningkatan
Tenaga Akademik Ditjen Dikti Depdiknas, Jakarta.
_________. 2013. Rencana Pembelajaran dan Metode Pembelajaran
Serta Model Evaluasi Hasil Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan Kurikulum Perguruan Tinggi Berbasis
kompetensi. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan,
Ditjen Dikti, Kemendikbud RI, Jakarta.
Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 – 2004. Departemen
Penerangan RI, Jakarta.
Hoessein, Bhenyamin. 2002. Kebijakan Desentralisasi. Seminar
Nasional Setahun Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah.
Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 50 tahun 1993 tentang
Komisi Nasional HAM.
Lemhannas. 1991. Pengembangan Sistem Demokrasi Dalam Rangka
Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Seminar Kursus Reguler
Angkatan XXII, Lemhannas, Jakarta.
_________. 1991. Kewiraan Untuk Mahasiswa. Dirjen Dikti Depdikbud
dan PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
_________. 1997. Tolok Ukur Ketahanan Nasional Indonesia..
Lemhannas, Dephankam RI, Jakarta.
_________. 1998. Sistem Manajemen Nasional (Sismennas). Kelompok
Kerja Sismennas Lemhannas, Jakarta.
_________. 1999. Pengembangan Sistem Demokrasi Dalam Rangka
Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Seminar Kursus Reguler
Angkatan XXXII Lemhannas, Jakarta.
_________. 2000. Rumusan Hasil Seminar Materi dan Kurikulum
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara/Kewiraan.
Lemhannas, Dephan RI, Jakarta.
_________. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Kelompok Kerja
Kewarganegaraan Lemhannas. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
_________. 2001. Sistem Manajemen Nasional. Surat Keputusan
Gubernur Lemhannas Nomor : SKEP/108/XI/1998.
Kumpulan Materi Suscadoswar Angkatan XLIV. Lemhannas,
Dephan RI, Jakarta..
Machfud, Moh. M.D. 2001. Dasar dan Struktur Ketatanegaraan
Indonesia. Edisi Revisi. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Mawardi, Oentarto. 2002. Setahun Implementasi Kebijaksanaan
Otonomi Daerah di Indonesia. Seminar Nasional Setahun
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah. Program Pasca
Sarjana UGM, Yogyakarta.
Muladi. 1996. Hak Asasi dan Keterbukaan. Pentaloka Dosen
Kewiraan Jateng – DIY di Unsoed Purwokerto.
Nihin, H.A.Dj. 1999. Paradigma Baru Pemerintahan Daerah
Menyongsong Millenium Ketiga. Cetakan Pertama. PT.
Mardi Mulyo (Bumiputera Group), Jakarta.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1999
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Peraturan Presiden Nomor : 2 Tahun 2015 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 –
2019.
Pokja Ipoldagri. 1999. Demokrasi Pancasila. Materi Kursus Calon
Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Angkatan XLIV
Lemhannas, Jakarta.
Rasyid, Ryaas. 2002. Ototnomi Daerah : Latar Belakang dan Masa
Depannya. Seminar Nasional Setahun Implementasi
Kebijakan Otonomi Daerah. Program Pasca Sarjana UGM,
Yogyakarta.
Riswahyono. 2000. Hak Asasi Manusia. Materi Kursus Calon Dosen
Pendidikan Kewarganegaraan Angkatan XLIV Lemhannas,
Jakarta.
Sidik, Machfud. 2002. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
Sebagai Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal (Antara Teori dan
Aplikasinya di Indonesia). Seminar Nasional Setahun
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah. Program Pasca
Sarjana UGM, Yogyakarta.
Siswomihardjo, K.W. 2000. Dwitunggal HAM dan Demokrasi Dengan
Supremasi Hukum Sebagai Pilarnya. Makalah Pelatihan
Dosen Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan
Kewarganegaraan. Ditjen Dikti, Depdiknas, Jakarta.
Sobana, H.A.N. 1996. Kewiraan Dalam Konsepsi dan Implementasi.
Trigenda Karya, Bandung.
Soehino. 1996. Ilmu Negara. Cetakan keempat. Liberty, Yogyakarta.
Somantri, M.N. 2000. Masalah Hak dan Kewajiban Warga Negara.
Makalah Pelatihan Dosen Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan. Ditjen Dikti, Depdiknas, Jakarta.
Sudirwo, Daeng. 2000. Pemahaman Tentang Bangsa dan Negara
Dalam Rangka Otonomi Daerah. Naskah Pelatihan Dosen
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Ditektorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Sukaya, .H. Endang Zaelani., H. Achmad Zubaidi., Sartini., dan H.R.
Parmono. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
Perguruan Tinggi Berdasar SK Dirjen Dikti No.
267/Dikti/Kep/2000. Paradigma, Yogyakarta.
Suradinata, U. 2001. Geopolitik dan Konsepsi Ketahanan Nasional.
Penerbit Paradigma Cipta Tatrigama, Jakarta.
Tim Dosen Kewiraan Unsoed. 1999. Buku Ajar Pendidikan Kewiraan.
Penerbit Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pertahanan dan Keamanan Negara Republik
Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Peimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
United States Information Agency. 1991. Apakah Demokrasi itu?.
Terjemahan Budi Prayitno. United States Information
Agency, Jakarta.
UU Nomor : 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
UU Nomor : 17 Tahun 2007. Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005 – 2025.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Anda mungkin juga menyukai