PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Penulis:
Slamet Santoso H. Chumaidi Ahzar
Bambang Suswanto Karsidi
Herry Soeprapto Edy Pramono
Kuat Puji Prayitno Marsum Zarkasyi
Tata Brata S.
Editor:
Subandi
Diterbitkan oleh:
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
Gd. BPU Percetakan dan Penerbitan (UNSOED Press)
Telp. (0281) 626070
Email: unsoedpress@unsoed.ac.id
Anggota
Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia
Nomor : 003.027.1.03.2018
1. Pengertian Bangsa
Bangsa adalah persatuan karakter atau perangai yang timbul
karena persatuan nasib (Otto Bauer 1881-1934). Pengertian ini
menitikberatkan pengertian bangsa dari karakter, sikap dan perilaku
yang menjadi jatidiri bangsa dengan bangsa lain. Karakter ini
terbentuk karena pengalaman sejarah dan budaya yang tumbuh serta
berkembang bersama dengan tumbuh kembangnya bangsa.
Bangsa adalah sekelompok manusia yang memiliki kehendak
satu sehingga merasa dirinya satu (Ernest Renan 1823-1892). Ia
menitikberatkan faktor utama yang menimbulkan suatu bangsa
adalah kehendak masing-masing warga negara untuk membentuk
suatu bangsa.
Bangsa adalah kesatuan tekad rakyat untuk hidup bersama
mencapai cita-cita dan tujuan bersama, terlepas dari perbedaan
etnik, ras, agama, atau golongan asalnya. Kesadaran kebangsaan
adalah perekat yang akan mengikat batin seluruh rakyat.
Pengertian bangsa menurut hukum adalah rakyat atau orang-
orang yang berada di dalam suatu masyarakat hukum yang
terorganisasi. Kelompok orang satu bangsa ini pada umumnya
menempati bagian atau wilayah tertentu, berbicara dalam bahasa
yang sama (meskipun dalam bahasa-bahasa daerah), memiliki
sejarah, kebiasaan dan kebudayaan yang sama, dan terorganisasi
dalam suatu pemerintahan yang berdaulat.
Berdasarkan pengertian di atas, bangsa adalah sekelompok
manusia yang:
a. memiliki cita-cita bersama yang mengikat mereka menjadi satu
kesatuan;
b. memiliki sejarah hidup bersama sehingga tercipta rasa senasib
dan sepenanggungan;
c. memiliki adat budaya dan kebiasaan yang sama sebagai akibat
pengalaman hidup bersama;
d. memiliki karakter yang sama yang menjadi jatidiri;
e. menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan kesatuan
wilayah;
f. terorganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat sehingga
mereka terikat dalam suatu masyarakat hukum.
2. Pengertian Negara
a. Negara adalah organisasi tertinggi di antara sekelompok atau
beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk
bersatu, hidup di dalam daerah tertentu, dan mempunyai
pemerintahan yang berdaulat (Mahfud, 2001).
b. Negara adalah suatu perserikatan yang melaksanakan suatu
pemerintahan melalui hukum yang mengikat masyarakat
dengan kekuasaan untuk memaksa dalam suatu wilayah
masyarakat tertentu yang membedakan dengan kondisi
masyarakat dunia luar untuk ketertiban sosial (Lemhannas,
2001).
3. Teori Terbentuknya Negara
Yang dimaksud dengan teori terbentuknya negara adalah
bagaimana perpindahan dari keadaan manusia yang semula hidup
secara bebas, belum teratur ke keadaan bernegara dengan kehidupan
manusia yang serba teratur atau adanya hukum (Soehino, 1996).
Untuk mengetahui terbentuknya suatu negara dapat digunakan
dua pendekatan, yaitu pendekatan faktual dan pendekatan teoritis.
Pendekatan faktual didasarkan pada kenyataan yang sungguh-
sungguh terjadi yang dapat diungkapkan dari pengalaman dan
sejarah. Menurut kenyataan sejarah, suatu negara bisa terbentuk
antara lain karena:
a. suatu daerah belum ada yang menguasai, diduduki oleh suatu
bangsa, misalnya Liberia yang diduduki oleh budak-budak Negro
dan dimerdekakan pada tahun 1847;
b. beberapa negara mengadakan peleburan dan menjadi satu
negara baru, misalnya Kerajaan Jerman tahun 1871;
c. suatu negara pecah dan lenyap, kemudian di atas bekas wilayah
negara itu timbul negara baru, misalnya Kolumbia tahun 1832
pecah menjadi Venezuela dan Kolumbia Baru.
Melalui pendekatan teoritis, terbentuknya suatu negara
ditentukan melalui pendugaan-pendugaan berdasarkan kerangka
pemikiran yang logis atau bersifat hipotetik. Ada beberapa teori
terbentuknya negara di antaranya sebagai berikut.
1) Teori Hukum Alam (Plato dan Aristoteles)
Berdasarkan teori ini, negara terjadi secara alamiah. Menurut
Plato, negara itu timbul karena adanya kebutuhan dan keinginan
manusia yang beraneka macam yang mengharuskan mereka bekerja
sama untuk memenuhi kebutuhan. Kesatuan mereka inilah yang
kemudian disebut masyarakat atau negara.
Menurut Aristoteles, negara terjadi karena penggabungan
keluarga-keluarga menjadi suatu kelompok yang lebih besar,
kelompok itu bergabung hingga menjadi desa, dan desa bergabung
lagi menjadi kota/negara.
2) Teori Ketuhanan
Segala sesuatu di dunia ini adanya atas kehendak Tuhan, juga
negara pada hakikatnya ada atas kehendak Tuhan.
Penganut teori ini adalah Friedrich Julius Stahl (1802 – 1861)
yang menyatakan bahwa negara tumbuh secara berangsur-angsur
melalui proses bertahap mulai dari keluarga menjadi bangsa dan
negara.
Sisa-sisa teori ketuhanan yang masih dapat dilihat dalam UUD
berbagai negara adalah : ‘berkat rahmat Tuhan’ atau ‘by the grace of
God’.
3) Teori Perjanjian Masyarakat
Teori perjanjian masyarakat menganggap bahwa negara
diciptakan atas kemauan rakyat melalui perjanjian masyarakat.
Pertama, perjanjian antarkelompok manusia menyebabkan
terjadinya negara, disebut pactum unionis. Kedua, perjanjian
antarkelompok manusia dengan penguasa yang diangkat dalam
rangkaian pactum unionis dinamakan pactum subjectionis, yaitu
pernyataan manusia untuk menyerahkan hak-haknya kepada
penguasa dan berjanji akan taat kepadanya.
Penganut teori ini adalah Thomas Hobbes (1588 – 1679); John
Locke (1632 – 1704); dan Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778).
a) Versi Thomas Hobbes
Menurut Thomas Hobbes, dalam pactum subjectionis rakyat
telah menyerahkan seluruh haknya kepada raja dan hak yang telah
diserahkannya tidak dapat ditarik kembali. Raja berada di luar
perjanjian sehingga tidak terikat pada materi perjanjian. Penyerahan
semua hak kodrat individu kepada raja bersifat mutlak sehingga raja
akan memperoleh dan menjalankan kekuasaan itu secara mutlak
pula. Negara itu seharusnya berbentuk kerajaan mutlak/monarkhi
absolut.
b) Versi John Locke
Menurut John Locke, dalam pactum subjectionis tidak semua
hak manusia diserahkan kepada raja, tetapi ada beberapa hak
tertentu yang tetap melekat padanya, yaitu HAM (hak hidup, hak
kebebasan, hak milik) yang harus dilindungi oleh raja dan dijamin
dalam UUD. Negara seharusnya berbentuk kerajaan yang ber-UUD
atau monarkhi konstitusional. Atas dasar pemikiran itu, John Locke
dianggap sebagai peletak dasar tentang HAM.
c) Versi J.J. Rousseau
Menurut J.J. Rousseau, setelah manusia menyerahkan hak-
haknya kepada penguasa, maka penguasa mengembalikan hak itu
kepada masyarakat bukan dalam bentuk hak alam lagi, tetapi dalam
bentuk hak warga negara (civil right). Negara yang ditentukan oleh
perjanjian masyarakat itu harus menjamin kebebasan dan kesamaan.
Penguasa hanya sekedar wakil rakyat yang dibentuk berdasarkan
kehendak rakyat. Apabila tidak bisa menjamin kebebasan dan
persamaan, maka penguasa itu dapat diganti. Atas dasar pemikiran
ini, J.J. Rousseau dianggap sebagai peletak dasar tentang kedaulatan
rakyat/demokrasi.
d) Teori Kekuatan/Kekuasaan
Menurut teori ini, terbentuknya negara didasarkan atas
kekuasaan/kekuatan, misalnya melalui pendudukan dan penaklukan.
4. Unsur Negara
Unsur-unsur negara ada yang bersifat konstitutif dan ada yang
bersifat deklaratif. Unsur negara yang bersifat konstitutif adalah (a)
wilayah, (b) rakyat, dan (c) pemerintahan, sedangkan yang bersifat
deklaratif adalah (a) adanya tujuan negara, (b) undang-undang dasar,
(c) pengakuan negara lain, dan (d) menjadi anggota perhimpunan
bangsa-bangsa.
5. Bentuk Negara
Ditinjau dari susunannya, ada dua bentuk negara sebagai
berikut.
a. Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari
beberapa negara, sifatnya tunggal, hanya ada satu negara, tidak
ada negara dalam negara, hanya satu pemerintahan yaitu
pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan tertinggi.
Negara kesatuan yang menyelenggarakan pembagian daerah
disebut negara kesatuan desentralisasi, sebaliknya negara
kesaatuan yang tidak menyelenggarakan pembagian daerah
disebut negara kesatuan sentralisasi.
b. Negara federasi adalah negara yang tersusun dari beberapa
negara yang semula berdiri sendiri, kemudian negara-negara itu
mengadakan ikatan-ikatan kerja sama, tetapi masih ingin
mempunyai wewenang-wewenang yang dapat diurus sendiri.
Jadi, tidak semua urusan diserahkan kepada pemerintah federal.
Ikatan kerja sama tersebut dapat bersifat erat dan bersifat
renggang. Berdasarkan sifat hubungan antara pemerintah
negara federal dengan negara-negara bagian, negara federasi
dapat dibedakan menjadi negara serikat dan perserikatan
negara. Apabila kedaulatan ada pada negara federasi, yang
memegang kedaulatan adalah pemerintah federal sehingga
negara federasi itu disebut negara serikat. Apabila kedaulatan
itu masih ada pada negara-negara bagian, negara federasi
tersebut disebut perserikatan negara.
1. Konsep Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani demos yang
berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti kekuasaan atau
berkuasa atau memerintah. Dengan demikian, demokrasi berarti
kekuasaan rakyat. Rakyatlah yang berkuasa atau kedaulatan di
tangan rakyat. Menurut Samuel P. Huntington, demokrasi adalah
proses terus menerus yang kini semakin tidak bisa dibalikkan lagi.
Menurut Willy Eichler, demokrasi bukanlah suatu nilai statis yang
terletak di suatu tempat di depan kita, lalu kita bergerak ke sana
mencapainya. Jadi demokrasi bukanlah tujuan, bukan pula suatu
dogmatis, tetapi suatu cara untuk membentuk opini publik
pemerintahan yang oleh Abraham Lincoln disebut pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by
the people, and for the people).
Hakikat demokrasi adalah kebebasan, kesederajatan/
kesetaraan, keterbukaan, etika dan norma kehidupan yang harus
dijunjung tinggi (Lemhannas, 1999).
Kebebasan adalah bahwa rakyat, baik individu maupun
kelompok, memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat/
keinginan, bebas untuk berkumpul dan berorganisasi/berserikat.
Adanya kebebasan ini mengakibatkan keterbatasan individu/
kelompok yang diwujudkan dalam rambu-rambu etika dan norma
kehidupan.
Kesederajatan berarti hak dan kewajiban yang sama/setara.
Rakyat memiliki kesempatan yang sama dan kedudukan yang sama
di depan hukum.
Keterbukaan berarti bahwa pelaksanaan pemerintahan dan
langkah-langkah pengelolaan keputusan rakyat harus diketahui
rakyat (transparan).
Etika dan norma kehidupan harus dijunjung tinggi berarti
bahwa semua rakyat harus dilindungi. Pembentukan lembaga dan
keputusannya didasarkan pada etika dan norma yang dibuat oleh
rakyat/wakil-wakilnya.
Berdasarkan hakikat demokrasi tersebut, demokrasi harus
dipahami sebagai sesuatu yang bertentangan antara kebebasan dan
keteraturan yang terbangun pada saat yang bersamaan, antara
tuntutan adanya persamaan dan kemampuan berkompetisi, antara
harmoni dinamika kehidupan dan stabilitas, antara tuntutan
pemerintahan yang kuat dan terwujudnya pengawasan yang efektif,
antara keadilan dan kesejahteraan.
Suatu negara dikatakan demokratis apabila memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
a. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus
diatur dan dijalankan dengan mengutamakan hukum/sesuai
hukum;
b. Pemerintahan di bawah kontrol nyata masyarakat. Masyarakat
bisa mengawasi, mengkritik, dan mengeluarkan pendapat atas
kebijakan pemerintah atau bisa menolak pemerintah;
c. Pemilihan umum yang bebas dan jujur;
d. Prinsip mayoritas;
e. Adanya jaminan terhadap hak-hak minoritas;
f. Adanya nilai-nilai toleransi, kerja sama, dan mufakat.
Ada dua aliran demokrasi, yaitu demokrasi konstitusional dan
demokrasi berdasarkan ajaran Marxisme-Leninisme. Kedua aliran
demokrasi tersebut berasal dari Eropa. Tetapi setelah perang dunia
kedua, dua aliran demokrasi itu didukung oleh beberapa negara baru
di Asia. Demokrasi konstitusional diikuti oleh India, Pakistan,
Philipina, dan Indonesia meskipun masing-masing memiliki bentuk
pemerintahan yang berbeda. Demokrasi berdasarkan ajaran
Marxisme-Leninisme diikuti oleh Cina dan Korea Utara.
Negara yang menerapkan demokrasi konstitusional ditandai
oleh beberapa hal, yaitu: kekuasaan pemerintah terbatas, negara
hukum (rechsstaat) yang tunduk pada rule of law, dan tidak boleh
bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan
kekuasaan pemerintahan ini tercantum di dalam konstitusi.
Pemerintahan berdasarkan konstitusi akan menjamin hak-hak asasi
warga negara. Alasan pembatasan kekuasaan ini antara lain
sebagaimana pernyataan Lord Acton bahwa ‘power tends to corrupt,
but absolute power corrupts absolutely’ artinya bahwa kekuasaan itu
cenderung korup, apalagi kalau kekuasaan tanpa batas, pasti korup.
Oleh karena itu, harus ada pembagian kekuasaan agar kesempatan
penyalahgunaan kekuasaan dapat diperkecil.
Negara yang menerapkan demokrasi berdasarkan ajaran
Marxisme-Leninisme ditandai oleh adanya pemerintahan yang tidak
dibatasi kekuasaannya (macsstaat) dan bersifat totaliter.
Dilihat dari titik berat yang menjadi perhatiannya, demokrasi
dibedakan menjadi dua, yaitu demokrasi formal dan demokrasi
material.
Demokrasi formal/demokrasi liberal lebih menjunjung tinggi
persamaan dalam bidang politik tanpa disertai upaya untuk
menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Semua orang
dianggap mempunyai derajat dan hak yang sama, seperti hak
memilih, mengeluarkan pendapat, dan menjadi wakil rakyat. Dalam
bidang ekonomi, tetap dipegang asas persaingan bebas sehingga
menyebabkan kesenjangan yang makin lebar antara si kaya dan si
miskin. Dengan kekuatan ekonominya, si kaya dapat membeli suara
rakyat dan DPR sehingga walaupun secara formal menyuarakan
kehendak rakyat, namun kenyataannya bisa memihak pada
kepentingan golongan yang menguasai bidang ekonomi.
Demokrasi material lebih menitikberatkan pada upaya-upaya
menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan
persamaan dalam bidang politik kurang diperhatikan. Partai yang
berkuasa dengan mengatasnamakan negara akan menjadikan segala
sesuatu sebagai hak milik negara sehingga milik pribadi tidak diakui.
Kebebasan dan hak-hak manusia di bidang politik dihilangkan
sehingga menimbulkan pemerkosaan bidang rokhani dan spiritual.
Berdasarkan cara penyaluran kehendak rakyat, demokrasi
dibedakan menjadi dua, yaitu demokrasi langsung dan demokrasi
perwakilan. Pada demokrasi langsung, semua warga negara langsung
menyalurkan kehendaknya di dalam forum yang dihadiri oleh seluruh
warga negara guna membuat suatu keputusan negara. Demokrasi
langsung ini hanya mungkin dijalankan dalam suatu negara yang
penduduknya sedikit dan wilayahnya tidak luas, misalnya Athena pada
zaman Yunani Kuno. Pada demokrasi perwakilan, warga negara
menyalurkan kehendaknya dengan memilih wakil-wakilnya guna
membuat keputusan politik untuk kepentingan umum. Saat ini,
demokrasi perwakilan banyak diterapkan di negara-negara modern
yang penduduknya makin banyak dan wilayahnya luas.
Pelaksanaan demokrasi perwakilan dilakukan melalui pemilihan
umum (pemilu) atau pesta demokrasi, baik langsung maupun
bertingkat. Dalam pemilihan umum langsung, rakyat secara langsung
memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam DPR, misalnya pemilu di
Indonesia, sedangkan dalam pemilihan umum bertingkat, rakyat
memilih dulu pemilih, kemudian para pemilih itu memilih wakil-wakil
untuk duduk di DPR, misalnya pemilu di USA.
2. Demokrasi dalam sistem negara kesatuan Republik
Indonesia
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum
(rechsstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machsstaat).
Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar)
tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Berdasarkan kedua istilah rechsstaat dan sistem konstitusi tersebut,
maka demokrasi yang menjadi dasar dari UUD 1945 adalah
demokrasi konstitusional. Corak khas demokrasi Indonesia adalah
‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan’ sebagaimana tersurat di dalam alinea
IV pembukaan UUD 1945.
UUD 1945 menganut demokrasi gabungan, dalam arti negara
secara langsung turut berupaya mewujudkan kesejahteraan rakyat
sambil tetap menjamin dan menghargai persamaan serta kebebasan
warga negara dalam bidang politik. Pasal 27 s/d 30 UUD 1945
merupakan perwujudan persamaan dan kebebasan warga negara
dalam bidang politik, sedangkan pasal 31 s/d 34 merupakan
perwujudan upaya pemerintah untuk secara langsung turut serta
dalam bidang kesejahteraan rakyat.
Dinamika demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut dari
perjalanan kehidupan bermasyrakat, berbangsa, dan bernegara. Hal
ini dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang berkembang di negara
kita, baik karena latar belakang sejarah, budaya, maupun cita-cita
yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia.
Perjalanan demokrasi di Indonesia sejak proklamasi 17
Agustus 1945 sampai saat ini dapat dibagi menjadi empat periode
sebagai berikut.
Pertama, periode 1945 – 1959. Sejak UUD 1945 disahkan oleh
PPKI sebagai UUD negara kesatuan Republik Indonesia pada 18
Agustus 1945, maka sistem pemerintahan yang dianut adalah
presidensial. Namun, dalam implementasinya menyimpang dari UUD
1945, yaitu terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensial
berubah menjadi sistem parlementer. Dalam kurun waktu 1945 –
1959 terjadi beberapa peristiwa penting seperti adanya intervensi
Belanda yang berupaya kembali menjajah bangsa Indonesia. Di
samping itu, juga adanya berbagai pemberontakan di dalam negeri
yang menghambat proses demokrasi di Indonesia. Pada periode ini,
demokrasi lebih menonjolkan peranan parlemen dan partai-partai
sehingga sistem demokrasinya cederung liberal yang lebih
menonjolkan kepentingan individu dan golongan daripada
kepentingan bangsa dan negara.
Kedua, periode 1959 – 1965 yang ditandai dengan keluarnya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai jalan keluar untuk mengatasi
adanya kemacetan Badan Konstituante yang tidak berhasil membuat
UUD guna menggantikan UUDS 1950. Dengan keluarnya Dekrit
Presiden tersebut, sistem pemerintahan kembali ke-UUD 1945.
Namun, dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan terhadap UUD
1945 dengan munculnya sistem demokrasi terpimpin yang menjurus
pada pengkultusan individu seorang presiden dalam segala
kebijakannya sehingga peranan presiden sangat dominan yang
mengarah pada pemusatan kekuasaan di tangan presiden.
Ketiga, periode 1966 – 1998 yang ditandai dengan lahirnya orde
baru sebagai amanat rakyat. Kelahiran orde baru bertujuan untuk
mengoreksi tatanan lama yang telah melakukan penyimpangan UUD
1945. Sistem pemerintahan orde baru berkehendak untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
dengan mengganti sistem demokrasi terpimpin menjadi demokrasi
Pancasila. Alasan penggantian sistem tersebut adalah karena
demokrasi Pancasila dipandang lebih sesuai dengan karateristik
budaya bangsa Indonesia dan bersifat fleksibel menyesuikan dengan
perubahan zaman. Dalam pelaksanaannya, pemerintahan orde baru
tidak mampu membawa masyarakat dan bangsa Indonesia pada
kehidupan yang demokratis. Hal ini disebabkan posisi pemerintah
lebih kuat daripada rakyat sehingga pemerintahan tidak bersifat
demokratis, bahkan mengarah pada otoriter.
Keempat, periode 1998 – sekarang yang ditandai dengan
jatuhnya rezim orde baru (Soeharto) oleh gerakan reformasi yang
dimotori para mahasiswa. Para mahasiswa sudah tidak menghendaki
pemerintahan orde baru karena sarat dengan peyimpangan, bersifat
otoriter, dan bertindak KKN. Pada era reformasi, yang ingin
dilakukan adalah perubahan total terhadap orde baru guna
menghilangkan sistem politik otoriter dan sentralisasi kekuasaan.
Sistem demokrasi di era reformasi saat ini masih dalam proses
pembentukan dan transisional sehingga masih banyak yang belum
sesuai dengan apa yang ingin diwujudkan. Namun, sudah ada iklim
kondusif tumbuhnya demokrasi yang berakar pada kekuatan
multipartai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan
antarlembaga negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Hal ini
dapat dibuktikan dengan berlakunya sistem multipartai. Sistem ini
menunjukkan keterbukaan dan kebebasan bagi setiap warga negara
untuk ikut berperan serta dalam kehidupan politik dan demokrasi.
Selain itu, berlakunya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah menunjukkan indikasi adanya upaya untuk membangun
sistem demokrasi yang dikehendaki, baik di tingkat pusat maupun di
daerah, sehingga daerah mempunyai wewenang untuk mengatur
dirinya masing-masing.
c. Upaya -Upaya
1) Sosialisasi Hukum dan HAM
Masalah hukum dan HAM bukan hanya terbatas pada
pengertian dan pemahaman, tetapi yang lebih penting
adalah perubahan tata nilai, perilaku dan budaya
masyarakat dan aparat pemerintah yang mencerminkan
penghormatan dan perlindungan terhadap HAM. Upaya ini
memerlukan kerja keras yaitu dengan sosialisasi materi-
materi HAM kepada seluruh aparatur negara dan
masyarakat luas secara berlanjut, dari mulai sekolah.
Perguruan tinggi, ormas/LSM dan komponen bangsa
lainnya.
2) Menyebar luaskan brosur-brosur tentang HAM, melalui
jaringan pendidikan, lembaga-lembaga pemerintah,
organisasi sosial dan masyarakat umum.
3) Meningkatkan jaringan pengawasan terhadap pelanggaran
HAM, melalui sarana media cetak/elektranik, organisasi
kemasyarakatan atau LSM serta lembaga pengawasan
fungsional ditiap instasi pemerintah dan kontrol DPR.
4) Secara berlapis dan tingkat kecamatan, kota/kabupaten,
propinsi dan tingkat pusat, maka pemerintah harus
membuka tempat-tempat pengaduan pelanggaran HAM,
sehingga setiap masalah dapat dideteksi dan diindentifikasi
secara dini.
5) Melaksanakan peradilan HAM secara transparan dan
konsisten, guna membangun kembali kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah dalam menegakkan
supremasi hukum di Indonesia.
Dengan keluarnya UU No. 39/1999 penghormatan dan
perlindungan HAM ditegakkan di Indonesia yang akan menjadi
salah satu pilar kokoh dalam rangka mewujudkan masyarakat
madani dan negara hukum yang demokratis, disamping akan
lebih meningkatkan pamor Indonesia dalam tata pergaaulan
bangsa-bangsa di dunia.
3. Teori-Teori Geopolitik
Geopolitik berasal dari kata geo atau bumi, sedangkan politik
mempunyai pengertian kekuatan yang didasarkan pada pertimbangan
dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan dasar nasional
untuk mewujudkan tujuan nasional.
Beberapa pendapat dari pakar-pakar geopolitik antara lain
sebagai berikut.
a. Pandangan ajaran Frederich Ratzel
Pada abad XIX, untuk pertama kalinya Frederich Ratzel
merumuskan tentang ilmu bumi politik sebagai hasil penelitiannya
secara ilmiah dan universal (tidak khusus suatu negara). Pokok-
pokok ajaran Frederich Ratzel adalah sebagai berikut.
1) Dalam hal tertentu, pertumbuhan negara dapat dianalogikan
dengan pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang
lingkup, melalui proses lahir, tumbuh, berkembang, memper-
tahankan hidup, tetapi juga dapat menyusut dan mati.
2) Negara identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh
kelompok politik dalam arti kekuatan. Makin luas potensi ruang
tersebut, makin memungkinkan kelompok politik itu tumbuh
(Teori Ruang, konsep ruang).
3) Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
tidak terlepas dari hukum alam. Hanya bangsa yang unggul saja
yang dapat bertahan hidup terus dan langgeng.
4) Semakin tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar kebutuhan
dukungan akan sumber daya alam yang diperlukannya. Apabila
wilayah/ruang hidup tidak memenuhi/mendukung, maka
bangsa tersebut akan mencari pemenuhan kebutuhan kekayaan
alamnya diluar wilayahnya (ekspansi). Hal ini membenarkan/
melegitimas kan hukum ekspansi, yaitu bahwa perkembangan
atau dinamika budaya/kebudayaan dalam bentuk-bentuk
gagasan, kegiatan (ekonomi, perdagangan, perindustrian/
produksi) harus diimbangi dengan pemekaran wilayah. Batas-
batas suatu negara pada hakikatnya bersifat sementara. Apabila
ruang hidup negara sudah tidak dapat memenuhi keperluan,
maka dapat diperluas dengan mengubah batas-batas negara,
baik secara damai maupun melalui jalan kekerasan atau perang.
Ilmu bumi politik berdasarkan ajaran Ratzel tersebut justru
menimbulkan dua aliran. Satu pihak menitikberatkan pada kekuatan
di darat, pihak lainnya menitikberatkan pada kekuatan di laut. Ratzel
melihat adanya persaingan antara kedua aliran itu sehingga ia mulai
mengemukakan pemikiran yang baru, yaitu dengan meletakkan
dasar-dasar suprastruktur geopolitik yang meliputi bahwa kekuatan
menyeluruh suatu negara harus mampu mewadahi pertumbuhannya
dihadapkan pada kondisi dan kedudukan goegrafi sekitarnya.
Dengan demikian, esensi pengertian politik adalah penggunaan
kekuatan fisik dalam rangka mewujudkan keinginan atau aspirasi
nasional suatu bangsa. Hal tersebut sering menjurus ke arah politik
adu kekuatan dan adu kekuasaan. Dominasi pemikiran Ratzel
tersebut menyatakan bahwa ada kaitan antara struktur politik atau
kekuatan politik dengan geografi di satu pihak, dengan tuntutan
perkembangan atau pertumbuhan negara yang dianalogikan dengan
organisme (kehidupan biologi) di lain pihak.
b. Pandangan Ajaran Rudolf Kjellen
Kjellen melanjutkan ajaran Ratzel tentang teori organisme.
Yang dikemukakan oleh Ratzel adalah analogi, sedangkan Kjellen
menegaskan bahwa negara adalah suatu organisme yang dianggap
sebagai prinsip dasar. Esensi ajaran Kjellen adalah sebagai berikut.
1) Negara sebagai satuan biologis, suatu organisme hidup yang juga
memiliki intektual untuk mencapai tujuan. Negara hanya
dimungkinkan dengan jalan memperoleh ruang yang cukup luas
agar dimungkinkan pengembangannya menurut kemampuan
dan kekuatan.
2) Negara merupakan suatu sistem politik atau pemerintah yang
meliputi bidang-bidang geopolitik, ekonomi politik, demopolitik,
sosial politik, dan kratopolitik, (politik pemerintah).
3) Negara tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar,
tetapi harus mampu berswasembada serta memanfaatkan
kemajuan kebudayaan dan teknologi untuk meningkatkan
kekuatan nasional, yaitu ke dalam untuk mencapai persatuan
dan kesatuan yang harmonis; ke luar untuk memperoleh batas-
batas negara yang lebih baik dan kekuasaan imperium
kontinental dapat mengontrol kekuatan di laut.
c. Pandangan Ajaran Karl Haushofer
Pandangan ajaran Karl Haushofer ini berkembang di zaman
kekuasaan Adolf Hitler (Naziisme). Juga dikembangakan ke Jepang
dalam ajaran Hako Ichu yang dilandasi oleh semangat militerisme
dan fasisme. Pokok-pokok teori Haushofer ini pada dasarnya
menganut teori atau ajaran pendangan Kjellen, yaitu sebagai berikut.
1) Kekuasaan imperium daratan yang kompak akan dapat
mengejar kekuasaan imperium maritim untuk menguasi laut.
2) Beberapa negara besar di dunia akan muncul dan akan
menguasai Eropa, Afrika, dan Asia Barat (Jerman dan Italia)
serta Jepang di Asia Timur Raya.
3) Rumusan ajaran Haushofer lainnya adalah bahwa geopolitik
merupakan doktrin negara yang menitikberatkan pada soal-soal
strategi pembatasan. Ruang hidup bangsa dan tekanan-tekanan
kekuasaan dan sosial yang rasial mengharuskan pembagian baru
dari kekayaan alam di dunia. Goepolitik adalah landasan bagi
tindakan politik dalam perjuangan kelangsungan hidup untuk
mendapatkan ruang hidupnya. Pokok-pokok teori Karl
Haushofer menganut teori atau pandangan Rudolf Kjellen yang
bersifat ekspansionis.
d. Pandangan Ajaran Sir Holford Mackinder
Teori ahli geopolitik ini pada dasarnya menganut konsep
kekuatan. Oleh karena itu, ajaran ini mencetuskan wawasan benua
yaitu konsep kekuatan di darat. Ajarannya menyatakan bahwa
barang siapa dapat menguasaidaerah jantung, yaitu eurasia (Eropa
dan Asia), akan dapat menguasai pulau dunia yaitu Eropa, Asia dan
Afrika. Selanjutnya, barang siapa dapat menguasai pulau dunia,
akhirnya dapat menguasai dunia.
e. Pandangan Ajaran Silvalter Raleigh dan Alfred Thyer Mahan
Kedua ahli ini mempunyai gagasan wawasan bahari yaitu
tentang kekuatan di lautan. Ajarannya mengatakan bahwa barang
siapa menguasai lautan akan menguasai perdagangan, berarti
menguasai kekayaan dunia sehingga pada akhirnya menguasai dunia.
f. Pandangan Ajaran Mitchel A. Saversky, Giulio Douhet, dan
John Frederick Charles Fuller
Keempat ahli geopolitik ini berpendapat bahwa kekuatan di
udara justru yang paling menentukan. Mereka melahirkan teori
wawasan dirgantara, yaitu konsep kekuatan di udara, dengan
pemikiran bahwa kekuatan di udara mempunyai daya tangkis
terhadap ancaman yang dapat diandalkan dan dapat melumpuhkan
kekuatan lawan dengan penghancuran di kandang lawan agar tidak
mampu lagi bergerak menyerang.
g. Pandangan Ajaran Nicholas J. Spykman
Ajaran ini menghasilkan teori yang dinamakan teori daerah
batas (Rimland), yaitu teori wawasan kombinasi yang menggabung-
kan kekuatan darat, laut dan udara yang dalam pelaksanaannya
disesuaikan dengan keperluan dan kondisi suatu negara.
2. Isi
Cita-cita Wawasan Nusantara selaras dengan cita-cita bangsa
Indonesia yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.
Berdasarkan kesadaran terhadap letak negara pada posisi silang,
Wawasan Nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan manusia
Indonesia dalam eksistensinya yang meliputi dua komponen dasar
yang terpadu, yaitu cita-cita dan asas sebagai berikut.
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
b. Asas yang berciri manunggal, utuh menyeluruh, mengarah kepada
persatuan dan kesatuan serta keserasian dan keseimbangan
antarsegenap aspek kehidupan nasional.
Aspek kehidupan nasional itu tertuang ke dalam enam asas,
yaitu
1) satu kesatuan ruang wilayah, dalam arti satu wadah bangsa
Indonesia yang sarwa nusantara; satu kesatuan perairan, darat,
dan dirgantara dengan keterpaduan segala anugerah Tuhan
Yang Maha Esa serta sistem kelestarian lingkungan hidup dalam
rangka menjamin kelangsungan hidup bangsa; satu sistem
dalam penanggulangan bencana alam dan malapetaka;
2) satu kesatuan politik, dalam arti satu UUD dan politik
pelaksanaannya; satu ideologi dan identitas nasional;
3) satu kesatuan sosial budaya, dalam arti satu bentuk perwujudan
budaya nasional atas dasar Bhineka Tunggal Ika; satu tertib
sosial dan tertib hukum;
4) satu kesatuan ekonomi, dalam arti satu tata ekonomi
berdasarkan atas asas usaha bersama dan azas kekeluargaan;
satu pembinaan sistem ekonomi yang terpadu, seimbang, serasi,
serta sekaligus menghilangkan dualisme dalam perekonomian
Indonesia, yaitu antara sektor tradisional dan formal;
5) satu kesatuan pertahanan keamanan, dalam arti satu sistem
pertahanan dan keamanan, yaitu sishankamrata yang terpadu,
serasi, dan seimbang; satu sistem pembinaan ketertiban umum
dan ketertiban masyarakat sebagai prasyarat yang mendukung
ketahanan nasional;
6) pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya pada seluruh
aspek dan dimensi kehidupan, yaitu wilayah bagi seluruh bangsa
Indonesia.
3. Tata Laku
Unsur tata laku Wawasan Nusantara dapat dibedakan sebagai
tata laku batiniah dan tata laku lahiriah. Tata laku batiniah berwujud
sebagai landasan falsafah dan sikap mental bangsa serta dipengaruhi
juga oleh kondisi lingkungan hidupnya. Tata laku lahiriah terlihat
pada tata laksana yang mencakup tata perencanaan, tata
pelaksanaan, dan tata pengawasan. Tata laku tersebut berupa
penerapan UUD 1945 berdasarkan Wawasan Nusantara yang
melahirkan ketahanan nasional yang tangguh.
Baik letak/kondisi geografis maupun pembangunan yang
sedang berlangsung, mengakibatkan perubahan-perubahan yang
sering membawa dampak negatif terhadap kehidupan. Perkenalan
dengan kebudayaan lain melalui berbagai cara sering menimbulkan
perubahan dan pergeseran nilai-nilai budaya. Dalam menanggapi
pengaruh kebudayaan asing itu, seperti telah kita lihat, masyarakat
selama ini kurang selektif. Masyarakat kurang dapat memilih dan
memilah budaya mana yang diperlukan dan atau cocok dengan
kepribadian. Selain itu, pembangunan yang dilaksanakan dalam
bidang ekonomi dapat menyebabkan manusia menjadi materialistis
dan individualistis.
1. Pengertian Politik
Secara etimologis, kata politik berasal dari bahasa Yunani
politeiayang akar katanyapolis, berarti kesatuan masyarakat yang
mengurus dirinya sendiri (negara), sedangkan teiaberarti urusan.
Politeia berarti menyelenggarakan urusan negara. Jadi secara
etimologis pengertian politik adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan urusan yang menyangkut kepentingan dari sekelompok
masyarakat (negara). Oleh sebab itu banyak pengertian politik yang
mendasarkan pada sudut kepentingannya.
Bahasa Indonesia menyerap dua istilah bahasa Inggris yang
berbeda, yaitu politics dan policy menjadi satu kata yang sama, yaitu
politik. Politics berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan negara
atau bermakna kepentingan umum warga negara suatu bangsa,
sedangkan policy berkaitan dengan kebijaksanaan penyelenggaraan
kekuasaan negara (wisdom).
Secara umum politik mempunyai dua arti, yaitu politik dalam
arti kepentingan umum (politics) dan politik dalam arti kebijakan
(policy). Politik dalam arti politicsadalah rangkaian asas/prinsip,
keadaan, jalan, cara atau alat yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan. Dalam pengertian ini, politik adalah media dimana bergerak
semua individu atau kelompok individu yang masing-masing
mempunyai kepentingan sendiri dan idenya sendiri. Politik dalam
arti policyadalah penggunaan pertimbangan tertentu yang dapat
menjamin terlaksananya usaha untuk mewujudkan keinginan/cita-
cita yang dikehandaki. Setiap masyarakat (bangsa) mempunyai cita-
cita yang harus dicapai melalui usaha bersama yang dalam
pelaksanaannya membutuhkan perencanaan yang mengikat yang
dituangkan dalam perangkat kebijakan umum (public policy). Jadi,
politik dalam arti policy adalah tindakan individu atau kelompok
individu mengenai suatu masalah atau keseluruhan masalah
masyarakat umum atau negara. Dengan demikian, dalam kaitannya
dengan kepentingan kesatuan masyarakat umum, maka policy (public
policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang
pelaku/aktor politik/kelompok politik dalam usaha mencapai
berbagai tujuan dan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut.
Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa politik adalah
bermacam-macam kegiatan yang menyangkut proses penentuan
tujuan-tujuan dari sistem negara dan upaya-upaya dalam
mewujudkan tujuan itu, pengambilan keputusan (decisionmaking)
mengenai seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala
prioritas dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Untuk
melaksanakan tujuan itu diperlukan kebijakan-kebijakan umum
(public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau
alokasi dari sumber-sumber yang ada.
Sementara itu, untuk menentukan kebijakan umum,
pengaturan dan pembagian atau alokasi sumber-sumber yang ada,
diperlukan kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang
sangat berperan penting, baik untuk membina kerjasama maupun
menyelesaikan konflik yang mungkin muncul dalam proses
pencapaian tujuan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka berbicara politik
akan sangat berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power),
pengambilan keputusan (decisionmaking), kebijakan (policy),
pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) sumber daya.
Negara (state) adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah
yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh
rakyatnya.
Kekuasaan (power) adalah kemampuan seseorang atau suatu
kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok
lain sesuai dengan keinginan dari pelaku.
Keputusan (decision) adalah membuat pilihan di antara
beberapa alternatif, sedangkan Pengambilan Keputusan
(decisionmaking) menunjuk pada proses yang terjadi sampai
keputusan itu tercapai. Pengambilan Keputusan merupakan konsep
pokok dari politik dan menyangkut keputusan-keputusan yang
diambil secara kolektif serta mengikat seluruh masyarakat.
Keputusan-keputusan itu dapat menyangkut tujuan masyarakat
maupun menyangkut kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk mencapai
tujuan itu. Setiap proses membentuk kebijaksanaan umum atau
kebijaksanaan pemerintah adalah hasil dari suatu proses mengambil
keputusan, yaitu memilih di antara beberapa alternatif, yang
akhirnya ditetapkan sebagai kebijaksanaan pemerintah.
Kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang
diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha
memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan
itu. Dasar pemikirannya adalah bahwa masyarakat memiliki
beberapa tujuan bersama yang ingin dicapai secara bersama pula.
Oleh karena itu diperlukan rencana yang mengikat dan dirumuskan
sebagai kebijakan oleh pihak yang berwenang.
Pembagian (distribution) dan Alokasi (allocation) adalah
pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai (values) dalam
masyarakat. Seringkali pembagian ini tidak merata, sehingga
menyebabkan konflik. Nilai (value) adalah sesuatu yang dianggap
baik atau benar, sesuatu yang diinginkan atau yang penting dan ingin
dimiliki oleh manusia. Nilai ini dapat bersifat abstrak seperti
kejujuran, kebebasan berpendapat, keadilan, dan sebagainya, dan
juga bisa bersifat konkrit seperti rumah, kekayaan dan sebagainya.
2. Pengertian Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani strategos yang berarti the art
of general atau seni seorang panglima yang biasanya digunakan
dalam peperangan. Dalam artian umum, strategi dapat diartikan
sebagai kiat atau cara untuk memperoleh kemenangan atau
tercapainya suatu tujuan termasuk politik.
Pada akhir abad XVII dan permulaan abad XIX, para pemikir
mengenai strategi telah merumuskan beberapa pengertian tentang
strategi dengan sudut pandang yang berbeda.
a. Jomini, Henri Antonie (1779 – 1869), memberi pengertian
strategi secara deskriptif yaitu seni menyelenggarakan
peperangan di atas peta yang meliputi seluruh kawasan perang.
b. Clausewitz, Karl Von (1780 – 1831) memberi pengertian strategi
yaitu pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk
menmenangkan peperangan. Padahal perang itu sendiri
merupakan kelanjutan dari politik dengan cara (atau sarana)
lain.
c. Liddle Hart, Basil Horatio (1921 – 1953), memberi pengertian
strategi adalah seni menggunakan kekuatan militer untuk
mencapai tujuan (yang ditetapkan oleh kebijaksanaan politik)
sedangkan politik mengendalikan strategi.
d. Dalam pengertian modern, istilah strategi tidak terbatas pada
konsep ataupun seni kepemimpinan seorang panglima di medan
perang, namun sudah berkembang dan menjadi prasyarat bagi
setiap pimpinan negara atau pemerintahan. Perkembangan
selanjutnya strategi menjadi suatu seni yang memerlukan
kepekaan dan ketajaman intuisi dan sekaligus dikembangkan
sebagai ilmu kepemimpinan.
Dalam perkembangannya, pengertian istilah strategi condong
ke militer sehingga ada tiga pengertian strategi dalam hal ini yaitu :
a. Strategi militer yang sering disebut sebagai strategi murni yaitu
penggunaan kekuatan militer untuk tujuan perang militer;
b. Strategi besar (grand strategy) yaitu suatu strategi yang
mencakup strategi militer dan strategi nonmiliter sebagai usaha
dalam pencapaian tujuan perang;
c. Strategi nasional yaitu strategi yang mencakup strategi besar
dan diorientasikan pada upaya optimalisasi pelaksanaan
pembangunan dan kesejahteraan bangsa.
Di samping merupakan seni, strategi juga ilmu pengetahuan.
Penggunaannya tidak hanya diperlukan di kalangan militer saja,
melainkan diperlukan juga di bidang lain dengan pengertian baru.
Strategi pada dasarnya merupakan seni dalam menggunakan dan
mengembangkan kekuatan-kekuatan ipoleksosbudhankam untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan
demikian, strategi merupakana korelasi antara karsa, sarana, dan
tujuan (ways-means-ends). Olehkarena strategi merupakan hal yang
esensial dalam upaya mewujudkan tujuan yang ingin dicapai, maka
perlu diketahui tentang wawasan strategi. Wawasan strategi harus
mengacu pada tiga hal, yaitu :
a. Melihat jauh ke depan. Keadaan yang ingin dicapai harus lebih
baik. Oleh karena itu, kita harus mampu mendahului dan
mengestimasi permasalahan yang akan timbul, mampu
membuat desain yang tepat dan menggunakan teknologi masa
depan.
b. Terpadu komprehensif integral. Strategi harus merupakan
kajian dari konsep yang mencakup permasalahan yang
memerlukan pemecahan secara utuh menyeluruh. Grand
strategy dilaksanakan melalui bidang ipoleksosbudhankam, baik
lintas sektor maupun lintas disiplin.
c. Memperhatikan dimensi ruang dan waktu. Pendekatan ruang
dilakukan karena strategi akan berhasil bila didukung oleh
lingkungan sosial budaya dimana strategi dan manajemen
tersebut dioperasionalkan, sedangkan pendekatan waktu sangat
fluktuatif terhadap perubahan dan ketidakpastian kondisi yang
berkembang sehingga strategi tersebut dapat bersifat temporer
dan kontemporer.
3. Politik Nasional dan Strategi Nasional
Politik Nasionaladalah azas, haluan, usaha serta kebijakan
tindakan dari negara tentang pembinaan (perencanaan, pengem-
bangan, pemeliharaan, pengendalian, dan penggunaan) potensi
nasional untuk mencapai tujuan nasional. Dengan perkataan lain,
politik nasional adalah kebijakan nasional yang bertujuan untuk
mencapai tujuan nasional yang digariskan oleh lembaga kedaulatan
rakyat dan di dalamnya terintegrasi unsur ipoleksosbudhankam
menjadi suatu kebijakan tunggal yang berdaya guna dan berhasil guna.
Strategi Nasional adalah cara melaksanakan politik nasional
dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan oleh
politik nasional atau dengan perkataan lain strategi nasional adalah
pelaksanaan dari kebijaksanaan nasional. Dalam melaksanakan
politik nasional ini disusunlah strategi nasional, yaitu strategi jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Agar strategi nasional dapat berjalan sesuai dengan apa yang
telah ditetapkan, maka harus dirumuskan dan dilakukan pemikiran-
pemikiran strategis yang akan digunakan. Pemikiran strategis tidak
lain adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi
perkembangan keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi
bahkan mengganggu pelaksanaan strategi nasional. Untuk
mengantisipasinya, maka dalam pemikiran strategis umumnya
dilakukan ‘telaah strategi” dan “perkiraan strategi”.
a. Telaah Strategi
Telaah strategi (Telstra) merupakan suatu kajian terhadap
perkembangan keadaan dan lingkungan yang dapat berpengaruh
terhadap pelaksanaan strategi yang akan dilaksanakan dengan selalu
memperhatikan berbagai kecenderungan. Kecenderungan per-
kembangan keadaan lingkungan menjangkau kurun waktu lebih
kurang sepuluh tahun ke depan. Dalam melakukan telaah strategi,
antara lain dilakukan koreksi terhadap bidang politik, ekonomi,
perkembangan sosial budaya, hankam, dan sasaran serta pedoman
periode waktu yang digunakan. Penentuan sikap dan pendirian
ditinjau dari kepentingan dan sasaran nasional baik dalam lingkup
regional, nasional, maupun lingkup internasional.
b. Perkiraan Strategi
Perkiraan strategi (Kirstra)) adalah suatu analisis terhadap
berbagai kemungkinan perkembangan keadaan dan lingkungan,
pengembangan sasaran alternatif, cara bertindak yang ditempuh,
analisis kekuatan yang dimiliki, dan pengaruhnya, serta batas waktu
berlakunya penilaian terhadap pelaksanaan strategi. Melalui
perkiraan strategi akan dapat diidentifikasi kesempatan, masalah
yang dihadapi, tersedia/tidaknya sumber kekuatan, yang semuanya
dituangkan dalam rangka mencapai tujuan, sasaran, atau keadaan
yang diinginkan. Analisis yang digunakan dalam perkiraan strategi
didukung data dan fakta yang diperoleh dari hasil telaah strategi dan
menjangkau kurun waktu lima tahun ke depan meskipun tetap
dilakukan koreksi terhadap perkembangan keadaan dan lingkungan.
Dari perkiraan strategi dihasilkan sasaran yang dipilih dan sasaran
alternatif sekaligus cara bertindak yang digunakan atau alternatif
cara bertindak.
1. Dasar Pemikiran
Sebagai dasar pemikiran dalam penyusunan Politik dan
Strategi Nasional perlu dipahami pokok pikiran yang terkandung
dalam sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi
Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional.
Dalam penyelenggaraan kehidupan kenegaraan, Indonesia memilih
cara pendekatan kesejahteraan dan keamanan yang dalam
perwujudannya perlu didukung oleh pemantapan hukum.
Berdasarkan pengalaman dalam mengisi kemerdekaan, perlu
diselesaikan terlebih dahulu masalah sistem politik yang dianut,
khususnya pelaksanaan sistem politik demokrasi Pancasila. Dalam
proses penyelenggaraan demokrasi Pancasila, MPR merupakan
pemegang kedaulatan rakyat dan kekuasaan negara. Sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, MPR mengadakan ketetapan
MPR RI sebagai keputusan mendasar (basic solution)yang menjadi
kebijakan nasional untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil
dan makmur yang merata material dan spiritual berdasar Pancasila
di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia.
2. Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Sesuai ketentuan UUD 1945, Politik dan Strategi Nasional
sebagai kebijakan dasar untuk mencapai tujuan nasional ditetapkan
oleh MPR. MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat menampung
aspirasi yang berasal dari pemerintah sebagai penyelenggara negara
maupun dari masyarakat. Memahami semangat dan kemauan UUD
1945, maka telah dikembangkan pandangan bahwa jajaran
pemerintahan serta lembaga-lembaga negara yang dibentuk
berdasarkan ketentuan UUD 1945 disebut sebagai suprastruktur
politik, seperti MPR, DPR, Presiden, DPA, BPK, DPD, Komisi Judisial
(KJ), Mahkamah Konstitusi (MK), dan MA. Sementara itu lembaga-
lembaga masyarakat yang tumbuh dari berbagai golongan dan
lapisan masyarakat itu sendiri disebut infrastruktur politik, yang
mencakup pranata-pranata politik yang ada di masyarakat, seperti
partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok
kepentingan (interest group), dan kelompok penekan (pressure
group). Antara suprastruktur politik dan infrastruktur politik ini
harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang.
Kedua kelompok struktur politik tersebut di atas, dalam
mekanisme kepemimpinan nasional secara berkala menampung dan
menghimpun aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat luas untuk bersama-sama dibahas menjadi
kebijakan nasional yang dituangkan ke dalam peraturan perundangan.
Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat
suprastruktur politik diatur oleh Presiden. Dalam melaksanakan
tugasnya ini, Presiden dibantu oleh lembaga-lembaga tinggi negara
lainnya serta dewan-dewan yang merupakan badan koordinatif,
seperti Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional, Dewan Pertahanan
Keamanan Naisonal, Dewan Tenaga Atom Nasional, Dewan
Penerbangan dan antariksa Nasional, Dewan Maritim Nasional, Dewan
Otonomi Daerah, dan Dewan Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional.
Selanjutnya, proses penyusunan politik dan strategi nasional di
tingkat suprastruktur politik dilakukan setelah presiden terpilih,
kemudian presiden menyusun program kabinet dan memilih para
menteri yang akan melaksanakan program kabinet tersebut.
Program kabinet dapat dipandang sebagai dokumen resmi yang
memuat politik nasional yang digariskan oleh presiden. Jika politik
nasional ditetapkan oleh Presiden, maka strategi nasional
dilaksanakan oleh para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah
nondepartemen sesuai dengan bidangnya atas petunjuk presiden.
Apa yang dilaksankan oleh presiden dalam hal ini sesungguhnya
merupakan politik dan strategi nasional dalam pelaksanaan sehingga
di dalamnya sudah tercantum program-program yang lebih konkrit
untuk dicapai yang disebut sebagai sasaran nasional.
Di tingkat infrastruktur, penyusunan politik dan strategi
nasional merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh rakyat
Indonesia dalam rangka pelaksanaan strategi nasional yang meliputi
bidang hukum, ekonomi, politik, sosial budaya, dan pertahanan
keamanan. Sesuai dengan kebijakan politik nasional, maka
penyelenggara negara harus mengambil langkah-langkah untuk
melakukan pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan
mencantumkan apa yang menjadi keinginan rakyat Indonesia
sebagai sasaran sektoralnya. Dengan semakin kritis dan terbukanya
pandangan masyarakat terhadap kehidupan hukum, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan di era reformasi
saat ini, maka peranan masyarakat dalam turut mengontrol jalannya
politik dan strategi nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah
maupun yang dilaksanakan oleh Presiden sangat besar.
3. Stratifikasi Politik Nasional
Stratifikasi politik (kebijakan) nasional di Indonesia tersusun
secara bertingkat yang terdiri atas tingkat kebijakan puncak,
kebijakan umum, kebijakan khusus, kebijakan teknis, dan kebijakan
daerah.
Tingkat kebijakan puncak meliputi kebijakan tertinggi yang
lingkupnya menyeluruh secara nasional, misalnya : penetapan UUD
dan penggarisan masalah makro politik bangsa dan negara untuk
merumuskan idaman nasional (national goals) berdasarkan falsafah
Pancasila dan UUD 1945. Penentu tingkat kebijakan puncak ini
adalah MPR dengan produk kebijakan berupa UUD dengan ketetapan
MPR. Di samping itu, penentu kebijakan tingkat puncak ini selain
menjadi kewenangan MPR juga menjadi kewenangan Presiden
sebagai kepala negara dalam kekuasaannya yang berkaitan dengan
pasal 10, 11, 12, 13, 14, dan 15 UUD 1945 dengan produk kebijakan
berupa Dekrit dan Piagam Kepala Negara.
Tingkat kebijakan umum merupakan tingkat kebijakan di
bawah tingkat kebijakan puncak yang lingkupnya juga menyeluruh
nasional dan berupa penggarisan mengenai masalah-masalah makro
strategis guna mencapai idaman nasional dalam situasi dan kondisi
tertentu. Kewenangan penentu tingkat kebijakan umum ini adalah
Presiden, baik sendiri maupun bersama-sama DPR. Produk tingkat
kebijakan umum yang ditentukan oleh kewenangan Presiden
bersama DPR antara lain berupa Undang-Undang atau Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), sedangkan produk
tingkat kebijakan umum yang ditentukan oleh kewenangan Presiden
antara lain berupa Peraturan Pemerintah untuk mengatur
pelaksanaan Undang-Undang, Keputusan/Instruksi Presiden yang
berisi kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pemerintahan, dan
Maklumat Presiden dalam keadaan tertentu.
Tingkat kebijakan khusus merupakan penggarisan terhadap
suatu bidang utama (major area) pemerintahan sebagai penjabaran
terhadap kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi,
sistem dan prosedur dalam bidang utama tersebut. Kewenangan
penentu tingkat kebijakan khusus ini terletak pada Menteri
berdasarkan kebijakan pada tingkat di atasnya dengan produk
kebijakan antara lain dirumuskan dalam bentuk Peraturan Menteri,
Keputusan/Instruksi Menteri dalam bidang pemerintahan yang
menjadi tanggung jawabnya. Di samping itu, produk kebijakan ini
dalam keadaan tertentu juga bisa berupa Surat Edaran Menteri.
Tingkat kebijakan teknis meliputi penggarisan dalam suatu
sektor bidang utama tersebut dalam bentuk prosedur dan teknik
untuk mengimplementasikan rencana program dan kegiatan.
Kewenangan penentu tingkat kebijakan teknis ini terletak di tangan
pimpinan eselon pertama departemen pemerintahan maupun
pimpinan lembaga-lembaga nondepartemen dengan produk
kebijakan dirumuskan dalam bentuk Peraturan, Keputusan/Instruksi
Direktur Jenderal atau Pimpinan Lembaga nondepartemen dalam
masing-masing sektor/segi administrasi yang menjadi tanggung
jawabnya. Isi dan jiwa kebijakan teknis ini harus sesuai dengan
kebijakan di atasnya. Selain itu kebijakan tersebut sudah bersifat
teknis dan administratif sehingga peraturan, keputusan, dan
instruksi direktur jenderal/pimpinan lembaga nondepartemen itu
lazimnya merupakan pedoman pelaksanaan.
Tingkat kebijakan di daerah meliputi kebijakan mengenai
pelaksanaan pemerintah pusat di daerah maupun kebijakan
pemerintah daerah (otonom). Kewenangan penentu kebijakan
mengenai pelaksanaan pemerintah pusat di daerah terletak di tangan
gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di
daerah yurisdiksinya masing-masing dengan produk kebijakan
berupa Keputusan/Instruksi Gubernur untuk Provinsi atau terletak
di tangan bupati/walikota dengan produk kebijakan berupa
Keputusan/Instruksi Bupati/Walikota untuk kabupaten/kota madya.
Kewenangan penentu kebijakan pemerintah daerah otonom terletak
pada kepala daerah dengan persetujuan DPRD yang hasil
perumusannya dijadikan sebagai kebijakan daerah dalam bentuk
Peraturan Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota Madya
dan Keputusan/Instruksi Kepala Daerah, baik Provinsi maupun
Kabupaten/Kota Madya.
Secara skematis, strtatifikasi kebijakan nasional dalam
ketatanegaraan Indonesia tersebut dapat dituangkan dalam matriks
sebagai berikut.
Matriks stratifikasi kebijakan nasional dalam
ketatanegaraan di Indonesia
Tingkatan Penentu
No. Produk kebijakan
kebijakan kebijakan
MPR Tap MPR
1. Puncak Presiden selaku Dekrit
Kepala Negara Piagam Kepala Negara
Presiden + DPR Undang-Undang
Presiden selaku Perpu
Kepala PP
2. Umum
Pemerintahan Keppres
Inpres
Maklumat Presiden
Menteri Permen
3. Khusus Kepmen
Instruksi Menteri
Pejabat Eselon I Peraturan Dirjen
4. Teknis Kept. Dirjen
Instruksi Dirjen
Gubernur/ Kept.Gub/Bup/
Bupati/ Walikota
5. Daerah
Walikota Instr. Gub/Bup/Wal
Kepala Daerah Perda
ASPIRASI RAKYAT
PENDAPAT POLITIK
TPN
Ormas Pers Orpol
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Perencanaan terpadu, pengendalian dan penilaian TLP
pemerintah (ke dalam)
Dimensi
Struktur Fungsional S
Produk Arus
Tatanan Hukum Tatanan Hukum
Keluar TPKB Y
(2 Jenis) K A
K TIB. MIN BUAT
(TAN/TLP) ATURAN E R
E L
U A
T
A T
E
TIB. POL TERAP R
R (TPN) ATURAN A
Hasil M
T N
pelaksanaan U
Aturan I U T
Kebijakan
B T L
Program
A TIB. SOS UJI A
A
(TKM) ATURAN M
N A K
1. LATAR BELAKANG
Upaya mewujudkan tujuan negara dilaksanakan melalui
proses yang bertahap, terencana, terpadu dan berkesinambungan.
UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional tahun 2005-2025 menetapkan bahwa visi
pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan INDONESIA YANG
MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR, dengan penjelasan sebagai
berikut:
Mandiri : berarti mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan
sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan
pada kemampuan dan kekuatan sendiri.
Maju : dengan tingkat kemakmuran yang juga tinggi disertai
dengan sistem dan kelembagaan politik dan hukum yang
mantap.
Adil : berarti tidak ada pembatasan/diskriminasi dalam bentuk
apapun, baik antarindividu, gender, maupun wilayah.
Makmur : berarti seluruh kebutuhan hidup masyarakat Indonesia
telah terpenuhi sehingga dapat memberikan makna dan
arti penting bagi bangsa-bangsa lain.
Dalam mewujudkan visi tersebut dilaksanakan 8 (delapan)
misi yaitu:
a. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,
beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah
Pancasila dengan memperkuat jati diri dan karakter bangsa
melalui pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan
hukum, memelihara kerukunan internal dan antarumat
beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembang-
kan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa,
dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia sebagai
landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.
b. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing dengan membangun
sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing;
meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui
penelitian, pengembangan, dan penerapan menuju inovasi
secara berkelanjutan; pembangunan infrastruktur yang maju
serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara; dan
memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan
setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan
membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan
pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri.
c. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum
dengan memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih
kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil; memperkuat
kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin
pengembangan media dan kebebasan media dalam
mengkomunikasikan kepentingan masyarakat; dan membenahi
struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan
menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif,
dan memihak pada rakyat kecil.
d. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu dengan
membangun kekuatan TNI hingga melampui kekuatan esensial
minimum serta disegani di kawasan regional dan internasional;
memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme
Polri untuk melindungi dan mengayomi masyarakat; mencegah
tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas;
membangun kapabilitas lembaga intelijen dan kontra-intelijen
negara dalam penciptaan keamanan nasional; serta
meningkatkan kesiapan komponen cadangan, komponen
pendukung pertahanan dan kontribusi industri pertahanan
nasional dalam system pertahanan semesta. 8
e. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan
dengan meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi
kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada
masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah;
menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis;
menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap
berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi;
serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek
termasuk gender.
f. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari dengan memperbaiki
pengelolaan pembangunan untuk menjaga keseimbangan antara
pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi,
daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini
dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara
penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan
upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber
daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan;
memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup untuk mendukung kualitas kehidupan, memberikan
keindahan dan kenyamanan; serta meningkatkan pemeliharaan
dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal
pembangunan.
g. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang
mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional
dengan menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan
pemerintah; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang
berwawasan kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk
mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan
membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara
berkelanjutan.
h. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan
dunia internasional dengan memantapkan diplomasi Indonesia
dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional;
melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan
identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional;
dan mendorong kerja sama internasional, regional dan bilateral
antarmasyarakat, antarkelompok, serta antarlembaga di
berbagai bidang.
RPJPN 2005-2025 dilaksanakan dalam empat tahapan rencana
pembangunan jangka menengah (RPJM) dengan rumusan arahan
prioritas kebijakan, yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Tahapan Pembangunan dan arahan kebijakan RPJPN
2005 - 2025
3. LINGKUNGAN STRATEGIK
a. Geo-Ekonomi
Kondisi geoekonomi global saat ini dan ke depan akan
merupakan tantangan sekaligus peluang bagi perekonomian
Indonesia dalam lima tahun ke depan. Tantangan dan peluang
tersebut antara lain adalah:
Pertama, proses pemulihan ekonomi global saat ini
diperkirakan akan berlangsung secara moderat. Hal ini karena
proses pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang berlangsung secara
bertahap dan pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang cukup
tinggi akan diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa
yang diperkirakan akan tetap lemah dan rentan akibat masih
tingginya tingkat utang dan fragmentasi keuangan yang menahan
laju permintaan domestik.
Kedua, pusat ekonomi dunia ke depan diperkirakan akan
bergeser terutama dari kawasan Eropa-Amerika ke kawasan
Asia Pasifik. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi negara
berkembang yang cukup tinggi akan mengakibatkan Negara
berkembang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dunia.
Kontribusi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Negara berkembang
terhadap PDB Dunia pada tahun 2019 diperkirakan akan mencapai
43,8 persen; dimana pada tahun 2010 hanya sebesar 34,1 persen.
Akibatnya, aliran modal asing ke negara berkembang
diperkirakan akan terus meningkat, terutama negara berkembang di
kawasan Asia dan Amerika Latin. Faktor utama yang mempengaruhi
aliran modal asing ke negara berkembang adalah potensi pasar yang
cukup besar, pertumbuhan ekonomi yang baik, serta keunggulan
komparatif yang dimiliki oleh Negara berkembang, seperti:
ketersediaan sumber daya alam sebagai bahan baku proses produksi
dan tenaga kerja sebagai factor produksi.
Ketiga, tren perdagangan global ke depan tidak saja hanya
dipengaruhi oleh peranan perdagangan barang, tetapi juga oleh
perdagangan jasa yang diperkirakan akan terus meningkat dan
menjadi bagian penting dari mesin pertumbuhan global.
Perkembangan jaringan produksi regional dan global yang
mendorong peningkatan intra-industry trade antar negara pemasok,
akan menjadi alasan utama terjadinya peningkatan perdagangan jasa
antar negara..
Keempat, harga komoditas secara umum diperkirakan
menurun, namun harga produk manufaktur dalam tren
meningkat. Bank Dunia memperkirakan indeks harga komoditas
energi akan turun dari 123,2 pada tahun 2015 menjadi 121,9 pada
tahun 2019. Di sisi lain, indeks harga komoditas non energi
diperkirakan akan mengalami sedikit kenaikan yang relatif konstan.
Di sisi lain, indeks harga produk manufaktur akan meningkat dari
109 pada tahun 2015 menjadi 115,4 pada tahun 2019 (Sumber: Bank
Dunia, Commodity Price Forecast). Hal ini tentunya menjadi alasan
penting bagi Indonesia untuk segera menggeser struktur ekspornya,
dari ekspor berbasis komoditas menjadi berbasis manufaktur.
Kelima, semakin meningkatnya hambatan non tarif di
negara tujuan ekspor. Hal ini merupakan salah satu akibat dari
krisis global yang terjadi beberapa tahun lalu, dimana masing-
masing negara cenderung untuk mengamankan pasar domestiknya
melalui upaya penerapan hambatan perdagangan yang berupa non
tariff measures (NTMs) dan non tariff barriers (NTBs). Dalam 12
bulan ke belakang, jumlah NTMs di dunia meningkat dengan sangat
pesat, seperti: seperti: Sanitary-and-Phytosanitary dan export
taxes/restriction. Sementara itu, apabila dilihat dari sebaran
geografisnya, NTMs banyak diterapkan oleh Uni Eropa, India, Rusia
dan Amerika Latin.
Keenam, implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2015 yang akan dimulai tanggal 31 Desember 2015. Dengan MEA
2015, ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan satu kesatuan basis
produksi, sehingga akan terjadi aliran bebas barang, jasa, investasi,
modal, dan tenaga kerja terampil di antara Negara ASEAN. Hal ini
tentunya merupakan peluang sekaligus tantangan yang perlu
disikapi oleh Indonesia secara cermat dan terintegrasi.
Ketujuh, pergeseran fenomena kerjasama ekonomi ke
arah plurilateral dan mega blok. Hal ini berangkat dari kesadaran
bahwa kerjasama plurilateral dapat mengurangi kerumitan yang
terjadi (noodle bowl syndrome) akibat banyaknya kesepakatan
bilateral.
Pergeseran paradigma arsitektur kerjasama ekonomi global
tidak berhenti sampai di tingkat plurilateral, karena saat ini telah
berkembang keinginan negara-negara untuk membangun konstelasi
kerjasama ekonomi yang lebih luas. Tiga kesepakatan kerjasama
ekonomi yang sedang dalam proses perundingan, ke depan
diperkirakan akan menjadi tiga Mega Blok Perdagangan (Mega
Trading Block), yaitu: TPP (Trans Pacific Partnership) yang saat ini
beranggotakan 13 negara Asia dan Pasifik, TTIP (Trans Atlantic Trade
and Investment Partnership) yang terdiri dari Amerika dan EU, serta
RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) yang terdiri
dari 10 negara ASEAN dan 6 negara mitra ASEAN. Ketiga mega blok
perdagangan ini diperkirakan akan menjadi penentu arsitektur
perdagangan dan investasi global.
Kondisi geokonomi ke depan tentunya perlu disikapi dengan
kebijakan Pemerintah Indonesia yang tepat, agar peluang yang
terbuka dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Untuk itu, kebijakan di bidang ekonomi perlu diarahkan untuk
meningkatkan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dengan titik berat
pada transformasi industri yang berkelanjutan, sehingga
perekonomian Indonesia akan berbasis kepada nilai tambah ekonomi
yang lebih tinggi. Perkiraan pelemahan harga komoditas di pasar
internasional menjadi tantangan penting bagi Indonesia untuk segera
menggeser struktur ekspor Indonesia ke arah produk manufaktur.
Peningkatan daya saing perekonomian Indonesia menjadi hal
utama yang perlu menjadi perhatian. Titik berat peningkatan daya
saing perekonomian perlu diarahkan pada peningkatan infrastruktur
dan ketersediaan energi, peningkatan iklim investasi dan iklim usaha,
serta tata kelola birokrasi yang lebih efiisien. Peningkatan daya saing
perekonomian ini perlu didukung oleh kebijakan pemerintah daerah
yang kondusif, yang tidak menciptakan rente ekonomi maupun
ekonomi biaya tinggi. Peningkatan infrastruktur akan dititikberatkan
pada upaya untuk meningkatkan konektivitas nasional, sehingga
integrasi domestik ini akan meningkatkan efisiensi ekonomi dan
kelancaran arus barang dan jasa antar wilayah di Indonesia.
Selain itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu
diarahkan untuk menciptakan lulusan yang lebih berkualitas,
meningkatkan keterampilan tenaga kerja, serta mendorong sertifikasi
kompetensi pekerja agar dapat berdaya saing di pasar ASEAN maupun
internasional.
Di sisi hubungan internasional, diplomasi ekonomi internasional
diarahkan untuk mengedepankan kepentingan nasional yang dapat
mendorong penciptaan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi,
mengurangi hambatan perdagangan di pasar tujuan ekspor, serta
meningkatkan investasi masuk ke Indonesia.
b. Geo-politik
1) Konstelasi geo-politik Global
Konstelasi geo-politik global akan menjadi tantangan khususnya
bagi negara yang terbuka dan luas seperti Indonesia. Amerika Serikat
masih merupakan kekuatan utama dunia. Upaya penyeimbangan
kembali (Rebalancing Asia Pacific) oleh Amerika Serikat di kawasan
Asia Pasifik merupakan salah satu perkembangan geo-politik baru.
Perluasan kekuatan pertahanan dan keamanan dilakukan dengan
menggelar lebih banyak armada (khususnya angkatan laut) di
Kawasan Asia Pasifik. Selain itu, Amerika Serikat juga memperkuat
aliansi militer dengan Australia, Jepang, Filipina, Korsel; memperkuat
hubungan dengan Singapura; memperluas kerjasama dengan India,
New Zealand, Vietnam dan Indonesia; mengupayakan kerjasama
militer dengan Tiongkok. Dalam membentuk aliansi kekuatan
ekonomi, Amerika Serikat juga berperan dalam menggalang
keikutsertaan negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk bergabung
dalam Trans Pacific Partnership (TPP), meningkatkan bantuan luar
negeri ke Asia Pasifik, serta meningkatkan volume perdagangan
dengan negara di Asia Pasifik.
Eropa Barat juga merupakan aktor besar yang dapat
mempengaruhi percaturan politik global. Peran negara-negara Eropa
Barat di Timur Tengah (Arab Spring), persoalan nuklir di Iran, dan
perannya dalam penyelesaian sengketa di kawasan Afrika sangatlah
signifikan.
Kekuatan baru Tiongkok dengan pertumbuhan ekonomi,
jumlah penduduknya yang besar, serta peningkatan kekuatan
militernya menandai peta politik ekonomi global dan regional.
Tiongkok meluaskan pengaruhnya di Afrika dengan menggunakan
pendekatan ekonomi untuk memasarkan produk-produknya dan
melakukan pendekatan budaya seperti bahasa. Pengaruh Tiongkok
terhadap masyarakat internasional semakin menguat dan
diperkirakan akan tetap menguat dalam lima tahun ke depan.
Amerika Serikat memiliki kepentingan untuk menyeimbangkan
kebangkitan ekonomi dan militer Tiongkok melalui strategi
diplomasi, kerja sama ekonomi, dan pertahanan dan keamanan.
Perhatian yang besar dari Amerika Serikat terhadap persoalan Laut
Tiongkok Selatan merupakan salah satu strategi untuk mengimbangi
kekuatan Tiongkok.
Australia merupakan aktor yang semakin penting dalam peta
politik di kawasan Pasifik Barat. Australia juga memiliki kekuatan
seperti politik, ekonomi, militer dan teknologi sebagaimana
negaranegara barat. Australia memposisikan Asia sebagai peluang
pasar antara lain di bidang kesehatan, pendidikan, perdagangan dan
sosial budaya. Posisi tawar Australia dalam percaturan politik global
ditandai pula dengan tingginya Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
yang menduduki posisi No. 2 pada tahun 2013. Kebijakan Australia
terhadap Asia tidak lepas dari cara pandangannya terhadap
pergeseran geo strategi dunia ke Asia Pasifik, yang saat ini dan ke
depan akan menjadi penggerak ekonomi dunia.
Konstelasi politik global ditandai pula dengan munculnya aktor
non-negara yang memiliki kapasitas dan jejaring internasional.
Terorisme global merupakan salah satu bentuk ancaman terhadap
keamanan negara yang akan terus dihadapi. Perkembangan
teknologi canggih dalam bidang informasi, komunikasi, bahan
peledak (explosive) dan transportasi telah meningkatkan dampak dan
keberhasilan aksi terorisme.
Kondisi geografi Indonesia yang terbuka menjadi peluang bagi
negara lain masuk dan melakukan aktivitasnya di wilayah Indonesia
dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pencurian ikan,
perompakan, penyelundupan, peredaran narkotika, perdagangan
manusia, eksploitasi ilegal sumber daya alam seperti kayu, produk
kayu dan kertas merupakan bentuk-bentuk ancaman terhadap
kehidupan masyarakat dan berdampak pula pada kerugian ekonomi.
Perubahan situasi geo-politik global juga ditandai dengan
‘pertarungan’ penguasaan sumber daya alam dalam rangka food and
energy security. Krisis energi dunia dipicu oleh kian menipisnya
cadangan energi yang berasal dari bahan bakar fosil. Begitu pula
dengan pengalihfungsian sumber pangan pokok seperti energi dari
jagung, tebu/gula, dan gandum menjadi sumber energi alternatif
yang menimbulkan dampak rawan krisis pangan dunia. Akibatnya
adalah terjadinya peningkatan harga pangan dunia, arus impor dan
ekspor pangan dalam jumlah besar. Kondisi ini memperlihatkan
terjadinya kompetisi penyediaan energi dan pangan menjadi alat
negosiasi baru di dunia internasional (aturan main dalam rezim
internasional). Dalam bidang perdagangan, sejumlah negara
menerapkan strategi hambatan non-tarif untuk melindungi harga
dan pasokan pangan dalam negerinya. Dalam konteks penguasaan
sumber daya alam, bahkan persaingan negara besar dan negara
industri baru ditandai dengan adanya strategi eksplorasi dan akuisisi
lahan ke benua lain untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan
negara-negara yang secara ekonomi lebih kaya dan kuat.
Globalisasi nilai-nilai budaya tidak dapat dihindarkan, yang
sesungguhnya tidak terlepas dari perkembangan teknologi informasi
yang dapat menembus dan menyingkirkan sekat-sekat geografi.
Internet dan media sosial tidak saja memudahkan komunikasi antar
masyarakat di tingkat global, regional dan nasional, tetapi juga
mengubah paradigma lama dalam politik, ekonomi dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan budaya, serta tentunya
melampaui batasan kebangsaannya.
Kesadaran bersama untuk membangun tata kelola global
(global governance) dan bangunan bersama global (global
architecture) telah muncul dalam komunitas masyarakat
internasional. Namun, kesadaran tersebut yang pada akhirnya selalu
berbenturan dengan kepentingan nasional negara masing-masing
sebagaimana digambarkan dalam peta politik global tersebut di atas.
Satu hal yang saat ini muncul dan ke depan akan semakin intensif
adalah terkait dengan indikasi perang teknologi informasi untuk
memperlemah kemampuan pertahanan negara lain. Strategi yang
dilakukan adalah melakukan sabotase, peretasan dan spionase
terhadap sistem komputer, dan sistem pertahanan.
2) Lingkungan geo-politik Regional
Dunia mengalami proses perubahan situasi global yang
ditandai dengan pergeseran hegemoni negara-negara Barat menuju
pada kebangkitan ekonomi negara-negara Timur. Pergeseran ini
tidak lepas dari strategi negara-negara Timur menyiasati globalisasi,
yakni memanfaatkan momentum krisis yang melanda negara-negara
Barat dan memantapkan nasionalisme di dalam negerinya dengan
melakukan proteksi terhadap potensi geo-politik dan geo-ekonomi
dari berbagai bentuk intervensi asing. Bahkan, beberapa negara di
Asia Timur dapat mengambil keuntungan untuk memperkuat basis
ekonomi dan politik domestik.
Pada tahun 2025 diperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB)
negara-negara kawasan Asia berkontribusi 60 persen terhadap PDB
dunia dengan kontribusi tertinggi adalah Tiongkok dan India
masingmasing 30 persen dan 12,5 persen terhadap PDB dunia.
Dengan pergeseran gravitasi geo-strategik dunia ke Asia Pasifik,
kawasan ini menjadi pengendali kunci politik global karena 41
persen penduduk dunia berada di kawasan ini dengan meningkatnya
daya beli, dan 50 persen transaksi dunia terjadi di kawasan ini.
Bagi Indonesia, stabilitas dan kemanan kawasan perlu
dipelihara agar dapat melaksanakan pembangunan dengan baik
tanpa gangguan. Sekalipun tidak terlibat secara langsung, Indonesia
perlu terus mengantisipasi perkembangan konflik di Laut Tiongkok
Selatan (LTS). Kawasan Laut Tiongkok Selatan ini menjadi perebutan
sejumlah negara di sekitarnya karena perairan ini mengandung
sejumlah potensi kandungan minyak dan gas yang besar. Cadangan
minyak di kawasan ini mencapai 12 persen dari produksi dunia (BP,
Energy Outlook 2013) dengan kapasitas produksi 2,5 juta barel per
hari (Japan Foundation, 2013).
Selain Tiongkok yang secara agresif menunjukkan
pengaruhnya atas LTS, tercatat Filipina dan Vietnam melakukan hal
serupa. Kedua negara tersebut terus melakukan eksplorasi minyak
dan gas alam. Negara-negara Brunei Darusalam, Malaysia, dan
Taiwan juga mengklaim wilayah LTS.
Isu stabilitas di kawasan, termasuk Pasifik, semakin ditegaskan
dengan pengaruh yang tak lepas dibaliknya. Amerika Serikat tetap
ingin menjaga pengaruhnya dengan menempatkan 2.500 personel
militernya di Darwin, Australia.
Selain kawasan LTS, Indonesia juga harus memperluas kerja
samanya dengan kawasan Samudera Hindia. Kawasan ini merupakan
penghubung antara Asia dan Afrika serta sebagai jembatan menuju
Eropa. Kawasan Samudera Hindia mengandung potensi besar dan
peluang bisnis yang menguntungkan bagi Indonesia untuk melakukan
investasi dan kerja sama perdagangan di bidang pertanian, produk
makanan, sektor konstruksi, energi, pertambangan, perikanan dan
sebagainya. Kawasan ini dapat dikembangkan menjadi sumber kerja
sama bagi semua negara dan menjadi lingkungan yang kondusif bagi
pembangunan dan kemakmuran Indonesia.
Secara geografis Indonesia masih menghadapi masalah
perbatasan dengan negara tetangga. Kawasan perbatasan darat
tersebar di lima provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Kalimantan Utara, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Garis batas
antara RI-Malaysia di Pulau Kalimantan terbentang sepanjang 2.004
km, antara RI-PNG di Papua sepanjang 770 km, dan antara RI-Timor
Leste di Nusa Tenggara Timur sepanjang kurang lebih 263,8 km.
Sementara itu, kawasan perbatasan laut berada di 11 provinsi yang
meliputi Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau,
Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi
Sulawesi Utara, Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara, Provinsi
Nusa Tenggara Timur, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat.
Dalam penyelesaian masalah perbatasan, Indonesia memiliki
batas laut dengan sepuluh negara yakni India, Thailand, Malaysia,
Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Timor-Leste dan
Australia. Sedangkan batas darat dengan tiga negara yakni Malaysia,
Timor-Leste dan Papua Nugini. Sekalipun upaya perundingan
perbatasan telah dilakukan dan menghasilkan kemajuan yang
signifikan, persoalan perbatasan ini masih menyisakan potensi
konflik yang cukup besar. Berbagai kasus menandai sengketa
perbatasan antara Indonesia dengan negara-negara tetangga. Masih
terdapat sembilan segmen batas darat dengan Malaysia yang belum
disepakati (Outstanding Boundary Problem/OBP) dan dua segmen
batas unresolve dengan Timor Leste di Provinsi NTT. Sengketa kasus
Blok Ambalat dan menara suar di Tanjung Datu, Sambas, Kalimantan
Barat dengan Malaysia; Ketegangan politik dengan Singapura terkait
kasus penamaan kapal Usman Harun; dengan Papua Nugini
menyangkut serangan terhadap penumpang kapal Indonesia; dan
dengan Australia terkait persoalan manusia perahu (pengungsi) yang
dihalau ke wilayah Indonesia.
Sebagai negara besar, Indonesia secara geo-politik akan
menghadapi kepentingan negara-negara terdekat dalam lingkaran
konsentriknya seperti negara-negara anggota ASEAN dan Asia
Pasifik, negara-negara yang bekepentingan dengan sumber daya
alam termasuk perikanan, negara-negara yang memiliki armada
niaga besar, memiliki kekuatan maritim, dan negara-negara besar
dalam rangka mencapai tujuan global starteginya.
Perubahan dalam pembangunan tata kelola global (global
governance) melahirkan kesadaran baru mengenai pentingnya
melakukan penyesuaian berbagai kebijakan dengan tetap menjaga
kepentingan nasional. Salah satu hal yang mendesak untuk disikapi
adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dalam kaitan itu, masing-
masing Negara bekerja keras untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi kebijakan dan regulasi dalam rangka meningkatkan daya
saing perekonomiannya.
3) Lingkungan Strategis Nasional
Di antara negara-negara tetangga, Indonesia merupakan
negara demokrasi terbesar dalam konteks regional, dan terbesar ke-
3 di dunia. Pada konteks geo-politik nasional, Indonesia menghadapi
suatu lingkungan strategis yang akan mempengaruhi eksistensi
demokrasi dan kemajuan Indonesia. Sepanjang sejarah negara ini,
Indonesia menghadapi fakta bahwa kebhinekaan bangsa dari segi
geografis, etnisitas, kebudayaan, agama telah menjadi modalitas dan
unsur-unsur penguat bangunan bangsa Indonesia. Para pendiri
bangsa Indonesia secara positif berhasil menjadikan perbedaan-
perbedaan dalam unsur pembentuk bangsa Indonesia sebagai
potensi yang memperkaya Indonesia, terutama dalam menjadikan
Indonesia faktor penting dalam konteks regional maupun global.
Namun, sejarah juga mencatat bahwa perbedaan dapat dieksploitasi
menjadi faktor yang berpotensi untuk merenggangkan, bahkan
memecah ikatan persaudaraan kebangsaan. Bahkan tidak jarang,
faktor yang merenggangkan adalah kepentingan politik-ideologis
yang dating dari luar Indonesia, termasuk persaingan Blok Barat-
Blok Timur dan perang dingin di masa lalu, dan pada masa sekarang
menghadapi pengaruh gagasan ideologi tertentu yang membenarkan
tindakan terorisme untuk mendirikan negara baru melawan
Pancasila.
Pada beberapa tahun terakhir, persoalan keberagaman dan
kesetaraan antara mayoritas dan minoritas agama ini menjadi
persoalan politis. Tantangan ke depan adalah menguatkan dan
memantapkan Pancasila sebagai ideologi yang dapat menjamin
semua kelompok yang ada di Indonesia, dengan mengutamakan nilai-
nilai toleransi dan non-diskriminasi. Konflik-konflik vertikal dan
horizontal yang berdimensi kekerasan harus dicegah secara serius
apabila Indonesia ingin melakukan konsolidasi demokrasi secara
berkelanjutan.
Terorisme adalah ancaman langsung pada nilai-nilai demokrasi
karena menggunakan kekerasan dalam mengekspresikan kepentingan
politik dan ketidakpuasan para pengikutnya. Aksi terorisme
menimbulkan kekacauan dan ketakutan yang meluas dalam kerangka
besar untuk melawan negara Pancasila dan UUD 1945.
Dalam hal regulasi, di tengah antusiasme yang besar dari
beberapa negara untuk menyelenggarakan reformasi regulasi,
kebijakan utama yang harus dilakukan adalah menyelenggarakan
reformasi regulasi dalam rangka mewujudkan sistem regulasi yang
sederhana dan tertib serta lebih mampu mendorong kinerja
perekonomiannya secara efisien. Tanpa reformasi regulasi, maka
Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi terbesar di
kawasan ASEAN hanya akan menjadi pasar bagi produk Negara
ASEAN lainnya.
c. Bonus Demografi
Indonesia mempunyai peluang untuk dapat menikmati ‘bonus
demografi’, yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi akibat
berubahnya struktur umur penduduk yang ditandai dengan
menurunnya rasio ketergantungan (dependency ratio)penduduk
nonusia kerja kepada penduduk usia kerja. Perubahan struktur ini
memungkinkan bonus demografi tercipta karena meningkatnya
suplai angkatan kerja (labor supply), tabungan (saving), dan kualitas
sumber daya manusia (human capital). Di Indonesia, rasio
ketergantungan telah menurun dan melewati batas di bawah 50
persen pada tahun 2011 dan mencapai titik terendah sebesar 46,9
persen antara tahun 2028 dan 2031. Indonesia mempunyai potensi
untuk memanfaatkan bonus demografi baik secara nasional maupun
regional. Penduduk usia produktif Indonesia sendiri menyumbang
sekitar 38 persen dari total penduduk usia produktif di ASEAN.
Tingginya jumlah dan proporsi penduduk usia kerja Indonesia selain
meningkatkan angkatan kerja dalam negeri juga membuka peluang
untuk mengisi kebutuhan tenaga bagi negara-negara yang proporsi
penduduk usia kerja menurun seperti Singapura, Korea, Jepang dan
Australia
Bonus demografi tidak didapat secara otomatis, tetapi harus
diraih dengan arah kebijakan yang tepat. Berbagai kebijakan yang
tepat diperlukan untuk menyiapkan kualitas sumber daya manusia
yang akan masuk ke angkatan kerja; menjaga penurunan fertilitas;
menyiapkan keterampilan dan kompetensi tenaga kerja; dan
kebijakan ekonomi dalam menciptakan lapangan kerja, fleksibilitas
pasar tenaga kerja, keterbukaan perdagangan dan tabungan serta
dukungan sarana dan prasarana.
Bonus demografi yang dialami oleh Indonesia juga disertai
dengan dinamika kependudukan lain yang juga berdampak luas,
yaitu: 1) meningkatnya jumlah penduduk; 2) penuaan penduduk
(population ageing) yang ditandai dengan meningkatnya proporsi
penduduk lanjut usia; 3) urbanisasi yang ditandai dengan
meningkatnya proporsi penduduk perkotaan; dan 4) migrasi yang
ditandai dengan meningkatnya perpindahan penduduk antar-daerah.
Selain itu pertumbuhan dan perubahan struktur penduduk yang
tidak sama antarprovinsi, sehinga pemanfaatan bonus demografi
tersebut harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi kewilayahan.
Tabel 4.1 Kebijakan dalam memanfaatkan Bonus demografi
Ketahanan Energi
Ketahanan Air
4. Penegakan Hukum
d. Indeks Integritas
Nasional
7. Kesejahteraan Rakyat
Pendidikan