Anda di halaman 1dari 94

KATAPENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan


salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
tugas Diktat ini guna memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam penyusunan Diktat ini, tidak sedikit
hambatan yang penulis hadapi. Namun, penulis
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi
ini tidak lain berkat bimbingan dari Bapak Dr.H. Aep
Saepuloh, S.Ag, M.Si selaku dosen pengampu mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, juga berkat bantuan
dan dorongan dari orang tua juga rekan-rekan
seperjuangan sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi dapat teratasi.
Penulis berharap diktat ini dapat membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca dan juga khususnya bagi penulis sendiri. Diktat
ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat ditunggu dan diharapkan oleh
penulis.

Bandung, Desember2016

Penyusun
Pendidikan Kewarganegaraan | i
DAFTARISI

KATA PENGANTAR ............................................ i


DAFTAR ISI .......................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................... 1


A. Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan .... 1
B. Pengertian, Visi, Misi dan Kompetensi PKN ...... 3
C. Perkembangan PKN di Indonesia ....................... 4
D. Perkembangan PKN di Perguruan Tinggi .......... 8

BAB II IDENTITAS NASIONAL ........................ 10


A. PengertianIdentitas Nasioanal ............................ 10
B. Nasionalisme dan Patriotisme ............................. 11
C. Proses Berbangsa dan Bernegara Indonesia ....... 13
1. Peristiwa Proses Berbangsa ................................. 13
2. Peristiwa Proses Bernegara ................................. 16

BAB III NEGARA DAN WARGA NEGARA .... 18


A. Latar Belakang Perlunya Negara ........................ 18
B. Definisi Negara ................................................... 19
C. Unsur-Unsur Negara ......................................... 20
D. Sifat Negara ........................................................ 21
E. Tujuan dan Fungsi Negara .................................. 23
F. Hubungan Negara dan Warga Negara .................. 24

BAB IV KONSTITUSI .......................................... 25


A. Konstitusi dan Undang-Undang Dasar ............... 25
B. Unsur-Unsur yang Terdapat dalam Konstitusi ... 26
C. Perubahan Konstitusi .......................................... 27
D. Peranan Konstitusi dalam Kehidupan ................. 33
Pendidikan Kewarganegaraan | ii
BAB V PANCASILA DAN IMPLEMENTASI .. 35
A. Pengertian Pancasila ......................................... 35
B. Implementasi Pancasila dalam Kehidupan
Berbangsa ............................................................ 38
C. Makna Sila-Sila Pancasila .................................. 40

BAB VI DEMOKRASI ......................................... 43


A. Konsep Dasar Demokrasi ................................... 43
B. Prinsip Demokrasi ............................................... 44
C. Perjalanan Demokrasi di Indonesia .................... 44
D. Pendidikan Demokrasi ........................................ 47

BAB VII HAK ASASI MANUSIA ....................... 50


A. Konsep Dasar Hak Asasi Manusia ..................... 50
B. Kategori Hak Asasi Manusia .............................. 51
C. Prinsip-Prinsip Pokok Hak Asasi Manusia ......... 52
D. Sejarah Perkembangan HakAsasi Manusia ........ 54
E. Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 ................ 57
F. Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 Pasca
Perubahan ........................................................ 58

BAB VIII GOOD GOVERNANCE ..................... 61


A. Pengertian Good Governance ............................. 61
B. Ciri-Ciri Good Governance ................................. 62
C. Prinsip-Prinsip Good Governance ...................... 62
D. Konsep Good Governance dalam Otonomi
Daerah ................................................................. 66

BAB IX OTONOMI DAERAH ............................ 68


A. Pengertian Otonomi Daerah ............................... 68
B. Latar Belakang Otonomi Daerah ........................ 69
Pendidikan Kewarganegaraan | iii
C. Tujuan dan Landasan Hukum Otonomi Daerah . 70
D. Kaitan Otonomi Daerah dengan Wawasan
Nusantara ............................................................ 71
E. Hak dan Kewajiban Daerah dalam Otonomi
Daerah ................................................................. 73

BAB X MASYARAKAT MADANI ..................... 75


A. Konsep Masyarakat Madani ............................... 75
B. Ciri-Ciri Masyarakat Madani .............................. 78
C. Demokrasi Melalui Masyarakat Madani ............. 81
D. Perkembangan Masyarakat Madani di
Indonesia ............................................................. 84
E. Hubungan Negara dan Masyarakat ..................... 86

DAFTAR PUSTAKA ............................................ 89

Pendidikan Kewarganegaraan | iv
BAB I
PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan gelombang demo-


krasi ketiga, gerakan Reformasi Indonesia menyuarakan
tuntutan demokratisasi politik dan penghormatan
terhadap HAM pasca jatuhnya pemerintah Orde Baru.
Disela-sela tuntutan ini muncul keinginan menciptakan
model pendidikan demokrasi yang berbeda dengan pola
pendidikan demokrasi yang dikemasdengan bentuk
Pendidikan Kewrganegaraan yang pernah dilakukan oleh
pemerintah Orde baru, yang biasa dikenal dengan
Pendidikan Kewiraan dan Penataran P4 (Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Pola-pola
pengajaran kedua model Pendidikan Kewarganegaraan
yang di lakukan oleh Orde Baru itu dianggap oleh banyak
kalangan ahli pendidikan demokrasi tidak sesuai lagi
dengan semangat zaman Reformasi seperti saat ini.
Karenanya, diperlukan paradigm baru dalam Pendidikan
Kewarganegaraan bagi warga Negara Indonesia saat ini
dan ke depan.

A. Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan


Dalam Konferensi Internasional tentang pendidikan
tinggi yang diselenggarakan UNESCO di Paris tahun
1998, menyepakati bahwa perubahan pendidikan tinggi
masa depan bertolak dari pandangan bahwa tanggung
jawab pendidikan adalah:
1. Tidak hanya meneruskan nilai-nilai, mentransfer ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni, tetapi juga

Pendidikan Kewarganegaraan | 1
melahirkan warga negara yang berkesadaran tinggi
tentang bangsa dan kemanusiaan.
2. Mempersiapkan tenaga kerja masa depan yang
produktif dalam konteks yang dinamis.
3. Mengubah cara berfikir, sikap hidup, dan perilaku
berkarya individu maupun kelompok masyarakat
dalam rangka memprakarsai perubahan sosial yang
diperlukan serta mendorong perubahan ke arah
kemajuan yang adil dan bebas.
4. Agar bangsa Indonesia tidak tertinggal dari bangsa-
bangsa lain, maka Pendidikan nasional Indonesia perlu
dikembangkan searah dengan perubahan pendidikan
ke masa depan.

Pendidikan nasional memiliki fungsi sangat


strategis yaitu “mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Tujuannya yaitu “berkembangnya potensi
peserta anak didik agar menjadi manusia beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. Pendidikan
Kewarganegaraan (citizenship education) di perguruan
tinggi sebagai kelompok MPK diharapkan dapat
mengemban misi, fungsi dan tujuan pendidikan nasional
tersebut. Melalui pengasuhan Pendidikan Kewarga-
negaraan di perguruan tinggi yang substansi kajian dan
materi instruksionalnya menunjang dan relevan dengan
pembangunan masyarakat demokratik berkeadaban,
diharapkan mahasiswa akan tumbuh menjadi ilmuwan
Pendidikan Kewarganegaraan | 2
atau profesional, berdaya saing secara internasional,
warga negara Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan
dan cinta tanah air.

B. Pengertian, Visi, Misi dan Kompetensi Pendidikan


Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan dikenal dengan
berbagai istilah seperti Civic Education, Citizenship
Education dan Democracy Education. Cogan (1999:4)
mengartikan Civic Education sebagai "...the foundational
course work in school designed to prepare young citizens
for an active role in their communities in their adultives”,
yaitu suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang
dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda,
agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam
masyarakatnya.

Berdasarkan Kep. Dirjen DIKTI No. 43/DIKTI/


Kep/2006, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan dirumus-
kan dalam visi, misi dan kompetensi, yaitu:
I. Pasal 1
Visi pendidikan kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
adalah merupakan sumber nilai dan pedoman dalam
pengembangan dan penyelenggaraan program studi,
guna mengantarkan mahasiswa memantapkan
kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya.

II. Pasal 2
Misi pendidikan kewarganegaraan di Perguruan
Tinggi adalah untuk membantu mahasiswa
memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten
Pendidikan Kewarganegaraan | 3
mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan
kebudayaan, rasa kebangsaan dan cinta tanah air
sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni yang dimilikinya dengan rasa tanggung jawab.

III. Pasal3
1. Standar konmpetensi kelompok MPK yang wajib
dikuasai mahasiswa meliputi pengetahuan tentang
nilai-nilai agama, budaya dan kewarganegaraan dan
mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari, memiliki kepribadian yang
mantap, berpikir kritis, bersikap rasional, etis, estetis
dan dinamis, berpandangan luas dan bersikap demo-
kratis yang berkeadaban.
2. Kompetensi dasar untuk mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan dirumuskan sebagai berikut:
Menjadi ilmuan dan professional yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis yamg
berkeadaban, menjadi warga negara yang memiliki
daya saing, berdisiplin dan berpartisipasi aktif dalam
membangun kehidupan yang damai berdasarkan
sistem nilai Pancasila.

C. Perkembangan PKN di Indonesia


Dalam kurun dasawarsa terakhir ini, Indonesia
mengalami percepatan perubahan yang luar biasa.
Misalnya, loncatan demokratisasi, transparansi yang
hampir membuat tak ada lagi batas kerahasiaan di negara
kita, bahkan untuk hal-hal yang seharusnya dirahasiakan.
Liberalisasi bersamaan dengan demokratisasi di
Pendidikan Kewarganegaraan | 4
bidang politik melahirkan system multipartai yang
cenderung tidak efektif, pemilihan presiden– wakil
presiden secara langsung yang belum di imbangi
kesiapan infrastruktur social berupa kesiapan mental elit
politik dan masyarakat yang kondusif bagi terciptanya
demokrasi yang bermartabat. Kekuasaan DPR-DPRD
yang sangat kuat sering kali disalah gunakan sebagai
ajang maneuver kekuatan politik yang berdampak
timbulnya ketegangan-ketegangan suasana politik
nasional, dan hubungan eksekutif dan legeslatif.
Pengembangan otonomi daerah berakses pada semakin
bermunculan daerah otonomi khusus, pemekaran wilayah
yang kadang tidak dilandasi asas-asas kepentingan
nasional sehingga sistem ketatanegaraan dan sistem
pemerintahan terkesan menjadi ”chaos” (Siswono
Yudohusodo, 2004:5).
Situasi lain yang saat ini muncul yaitu melemahnya
komitmen masyarakat terhadap nilai-nilai dasar yang
telah lama menjadi prinsip dan bahkan sebagai
pandangan hidup, mengakibatkan sistem filosofi bangsa
Indonesia menjadi rapuh. Ada dua faktor penyebabnya,
yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

1. Faktor eksternal, berupa pengaruh globalisasi yang di


semangati liberalisme mendorong lahirnya sistem
kapitalisme di bidang ekonomi dan demokrasi liberal
dibidang politik. Dalam praktiknya, sistem kapitalisme
dan demokrasi liberal yang disponsori oleh negara-negara
maju seperti Amerika, mampu menggeser tatanan dunia
lama yang local regional menjadi tatanan dunia baru yang
bersifat global mondial. Bahkan mampu menyusup dan
Pendidikan Kewarganegaraan | 5
mempengaruhi tatanan nilai kehidupan internal setiap
bangsa di dunia.
Tarik ulur yang memicu ketegangan saat ini sedang
terjadi dalam internal setiap bangsa, antara keinginan
untuk mempertahankan sistem nilai sendiri yang menjadi
identitas bangsa, dengan adanya kekuatan nilai-nilai
asing yang telah dikemas melalui teknologinya (Iriyanto
Widisuseno, 2004:4). Sejauh mana kekuatan setiap
bangsa termasuk bangsa Indonesia untuk mengadaptasi
nilai-nilai asing tersebut.
Bagi negara-negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia sangat rentan terkooptasi nilai-nilai
asing yang cenderung berorientasi praktis dan pragmatis
dapat menggeser nilai-nilai dasar kehidupan. Kecen-
derungan munculnya situasi semacam ini sudah mulai
menggejala dikalangan masyarakat dan bangsa Indonesia
saat ini. Seperti nampak pada sebagian masyarakat dan
bahkan para elit yang sudah semakin melupakan peran
nilai-nilai dasar yang wujud Krista-lisasinya berupa
Pancasila dalam perbincangan lingkup ketatanegaraan
atau bahkan kehidupan sehari- hari.
Pancasila sudah semakin tergeser dari perannya
dalam praktik ketatanegaraan dan produk kebijakan-
kebijakan pembangunan. Praktik penyelenggaraan ketata-
negaraan dan pembangunan sudah menjauh dan terlepas
dari konsep filosofi yang seutuhnya. Eksistensi Pancasila
nampak hanya dalam status formalnya yaitu sebagai dasar
negara, tetapi sebagai sistem filosofi bangsa sudah tidak
memiliki daya spirit bagi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Sistem filosofi Pancasila sudah

Pendidikan Kewarganegaraan | 6
rapuh. Masyarakat dan bangsa Indonesia kehilangan
dasar, pegangan dan arah pembangunan.

2. Faktor internal, yaitu bersumber dari internal bangsa


Indonesia sendiri. Kenyataan seperti ini muncul dari
kesalahan sebagian masyarakat dalam memahami
Pancasila. Banyak kalangan masyarakat memandang
Pancasila tidak dapat mengatasi masalah krisis. Sebagian
lagi masyarakat menganggap bahwa Pancasila merupakan
alat legitimasi kekuasaan Orde Baru. Segala titik
kelemahan pada Orde Baru linier dengan Pancasila.
Akibat yang timbul dari kesalahan pemahaman tentang
Pancasila ini sebagian masyarakat menyalahkan
Pancasila, bahkan anti Pancasila. Kenyataan semacam ini
sekarang sedang menggejala pada sebagian masyarakat
Indonesia. Kesalahan pemahaman (epistemologis) ini
menjadikan masyarakat telah kehilangan sumber dan
sarana orientasi nilai.
Dalam masa transformasi, terjadi pergeseran tata
nilai kehidupan sebagian masyarakat Indonesia sebagai
dampak dari proses transisi, missal beralihnya dari
kebiasaan cara pandang masyarakat yang mengapresiasi
nilai-nilai tradisional kearah nilai-nilai modern yang
cenderung rasional dan pragmatis, dari kebiasaan hidup
dalam tata pergaulan masyarakat yang konformistik
bergeser ke arah tata pergaulan masyarakat yang
dilandasi cara pandang individualistik.
Distorsinasionalisme, suatu fenomena sosial pada
sebagian masyarakat Indeonesia yang menggambarkan
semakin pudar rasa kesediaan mereka untuk hidup eksis
bersama, menipisnya rasa dan kesadaran akan adanya
Pendidikan Kewarganegaraan | 7
jiwa dan prinsip spiritual yang berakar pada
kepahlawanan masa silam yang tumbuh karena ke-
samaan penderitaan dan kemuliaan dimasa lalu.
Hilangnya rasa saling percaya (trust) antar sesama,
baik horizontal maupun vertikal. Fenomena yang kini
berkembang adalah rasa saling curiga dan menjatuhkan
sesama. Inilah tanda-tanda melemahnya kohesivitas
sosial kemasyarakatan diantara kita sekarang ini.

D. Perkembangan PKN di Perguruan Tinggi


Dengan berkembangnya era Globalisasi, maka
diharapkan Indonesia mampu bersaing di kancah dunia
Internasional. Berkenaan dengan tuntutan tersebut, maka
MPR-RI menegaskanVisi Indonesia tahun 2020 (di dalam
TAP MPR No.VII/MPR/2001) yaitu mewujudkan
masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu,
demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan
bersih dalam penyelenggaraan negara.
Menghadapi era globalisasi adalah tugas kita semua
agar hasil didik Indonesia berkemampuan kompetitif
untuk memperoleh lapangan kerja.
Pada akhir abad XX UNESCO menyarankan
adanya empat kelompok bahan ajar di Perguruan Tinggi
yaitu kelompok learning to know, learning to do,
learning to be, serta learning to live together. Dalam
kaitan tersebut, Depdiknas membagi lima kelompok mata
kuliah, yaitu:
1. Matakuliah Keilmuan dan ketrampilan(MKK)
2. Matakuliah Keahlian Berkarya (MKB)
3. Matakuliah Perilaku Berkarya (MPB)
4. Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
Pendidikan Kewarganegaraan | 8
5. Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).

Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan merupa-


kan salah satu mata kuliah pada kelompok Pengemba-
ngan Kepribadian.

Pendidikan Kewarganegaraan | 9
BAB II
IDENTITAS NASIOANAL

A. Pengertian Ideintitas Nasional


Indonesia adalah negara yang memiliki pulau
terbanyak di dunia, negara tropis yang hanya mengenal
musim hujan dan panas, negara yang memiliki suku,
tradisi dan bahasa terbanyak di dunia. Itulah keadaan
Indonesia yang bisa menjadi cirri khas yang membedakan
dengan bangsa yang lain.
Salah satu cara untuk memahami identitas suatu
bangsa adalah dengan cara membandingkan bangsa satu
dengan bangsa yang lain dengan cara mencari sisi-sisi
umum yang ada pada bangsa itu. Pendekatan demikian
dapat menghindarkan dari sikap kabalisme, yaitu
penekanan yang terlampau berlebihan pada keunikan
serta ekslusivitas yang esoterik, karena tidak ada satu
bangsapun di dunia ini yang mutlak berbeda dengan
bangsa lain.
Identitas nasional (Nationalidentity) adalah
kepribadian nasional atau jati diri nasional yang dimiliki
suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan
bangsa yang lain (Tim Nasional Dosen Pendidikan
Kewarganegaraan, 2011:66). Ada beberapa faktor yang
menjadikan setiap bangsa memiliki identitas yang
berbeda-beda. Faktor-faktor tersebut adalah keadaan
geografi, ekologi, demografi, sejarah, kebudayaan, dan
watak masyarakat. Watak masyarakat di negara yang
secara geografis mempunyai wilayah daratan akan
berbeda dengan negara kepulauan. Keadaan alam sangat
mempengaruhi watak masyarakatnya.
Pendidikan Kewarganegaraan | 10
Bangsa Indonesia memiliki karakter khas di
banding bangsa lain yaitu keramahan dan sopan santun.
Keramahan tersebut tercermin dalam sikap mudah
menerima kehadiran orang lain. Orang yang datang
dianggap sebagai tamu yang harus di hormati. Sehingga
banyak kalangan bangsa lain yang datang ke Indonesia
merasakan kenyamanan dan kehangatan tinggal di
Indonesia.
Identitas Nasional dalam konteks bangsa
(Masyarakat Indonesia) cenderung mengacu pada
kebudayaan atau karakter khas. Sedangkan identitas
nasional dalam konteks negara tercermin dalam sombol-
simbol kenegaraan. Kedua unsur identitas ini secara
nyata terangkum dalam Pancasila. Pancasila dengan
demikian merupakan identitas nasional kita dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

B. Nasionalisme dan Patriotisme


Nasionalisme adalah suatu faham yang
menganggap bahwa kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi
(individu) harus diserahkan kepada negara kebangsaan.
Sedangkan dalam kamus politik Nasionalisme adalah
perasaan atas dasar kesamaan asal-usul, rasa kekeluar-
gaan, rasa memiliki hubungan-hubungan yang lebih erat
dengan sekelompok orang dari pada dengan orang-orang
lain, dan mempunyai perasaan berada dibawah satu
kekuasaan. Nasionalisme diperkuat oleh adanya tradisi-
tradisi, adat istiadat, dongeng-dongeng dan mitos-mitos
serta semangat kebangsaan. Stanley Ben, sebagaimana
dikutip oleh Nurkholis Majid, menyatakan bahwa dalam

Pendidikan Kewarganegaraan | 11
mendefenisikan istilah “nasionalisme” setidaknya ada
empat elemen, yaitu:
1. Semangat ketaatan kepada suatu bangsa (semacam
patriotisme).
2. Dalam aplikasinya menunjukkan kepada kecondongan
untuk mengutamakan kepentingan bangsa sendiri,
khususnya jika kepentingan bangsa itu berlawanan
dengan kepentingan bangsa lain.
3. Sikap yang melihat amat pentingnya penonjolan cirri
khusus suatu bangsa. Karena itu, doktrin yang meman-
dang perlunya kebudayaan bangsa dipertahankan.
4. Nasionalisme adalah teori politik atau teori
antropologi yang menekankan bahwa umat manusia
secara alami terbagi-bagi menjadi berbagai bangsa,
dan bahwa ada criteria yang jelas untuk mengenali
suatu bangsa beserta para anggota bangsa itu.

Kemudian berdasarkan pembentukannya, menurut


Nurkholis Majid, nasionalisme mengandung beberapa
prinsip umum, antara lain:
1. Kesatuan (unity), hal yang mentransformasikan hal-hal
yang polimorfik menjadi monomorfik sebagai produk
proses integrasi.
2. Kebebasan (liberty), khususnya bagi Negara-negara
jajahan yang memperjuangkan pembebasan dari
kolonialisme.
3. Kesamaan (equality), sebagai bagian implisit dari
masyarakat demokratis yang merupakan antithesis dari
masyarakat colonial yang diskriminatif dan otoriter.
4. Kepribadian (identity), hal yang lenyap karena negasi
kaum kolonial.
Pendidikan Kewarganegaraan | 12
5. Prestasi amat diperlukan untuk menjadi sumber
inspirasi dan kebanggaan bagi warga Negara.

C. Proses Berbangsa dan Bernegara Indonesia


Keberadaan bangsa Indonesia tidak lahir begitu
saja, namun lewat proses panjang dengan berbagai
hambatan dan rintangan. Kepribadian, jati diri serta
identitas nasional Indonesia dapat dilacak dari sejarah
terbentuknya bangsa Indonesia dari zaman kerajaan
Kutai, Sriwijaya serta kerajaan-kerajaan lain sebelum
kolonialisme dan imperialisme masuk ke Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila sudah ada pada zaman itu, tidak
hanya pada era kolonial atau pasca kolonial.
Proses terbentuknya nasionalisme yang berakar
pada budaya ini menurut Mohammad Yamin di istilahkan
sebagai fase nasionalisme lama (Kaelan, 2007:52).
Pembentukan nasionalisme modern menurut Yamin
dirintis oleh para tokoh pejuang kemerdekaan dimulai
dari tahun 1908 berdirinya organisasi pergerakan
BudiUtomo, kemudian dicetuskannya Sumpah Pemuda
pada tahun 1928. Perjuangan terus bergulir hingga
mencapai titik kulminasinya pada tanggal 17 Agustus
1945 sebagai tonggak berdirinya Negara Republik
Indonesia (Kaelan, 2007:53). Indonesia adalah negara
yang terdiri atas banyak pulau, suku, agama, budaya
maupun bahasa, sehingga diperlukan satu pengikat untuk
menyatukan keragaman tersebut. Nasionalisme menjadi
syarat mutlak bagi pembentukan identitas bangsa.

1. Peristiwa Proses Berbangsa

Pendidikan Kewarganegaraan | 13
Peristiwa tragis yang pernah dialami oleh bangsa
ini adalah penjajahan yang terjadi berabad-abad, sehingga
menciptakan watak bangsa yang minder wardeh
(kehilangan kepercayaan diri). Peristiwa tersebut
hendaknya menjadi pemicu untuk mengejar keter-
tinggalan dan berusaha lebih maju dari negara yang dulu
pernah menjajah kita. Proses berbangsa dapat dilihat dari
rangkaian peristiwa berikut:
a. Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti ini berbahasa Melayu Kuno dan berhuruf
Pallawa, bertuliskan “marvuat vanua Sriwijaya
siddhayatra subhiksa” yang artinya kurang lebih
adalah membentuk negara Sriwijaya yang jaya, adil,
makmur, sejahtera dan sentosa. Prasasti ini berada di
bukit Siguntang dekat dengan Palembang yang
bertarikhsyaka 605 atau 683 Masehi. Kerajaan
Sriwijaya yang dipimpin oleh wangsa Syailendra
ini merupakan kerajaan maritime yang memiliki
kekuatan laut yang handal dan disegani pada
zamannya. Bukan hanya kekuatan maritimnya yang
terkenal, Sriwijaya juga sudah mengembangkan
pendidikan agama dengan di dirikannya Universitas
Agama Budha yang terkenal dikawasan Asia (Bakry,
2009:88).
b. Kerajaan Majapahit (1293-1525)
Kalau Sriwijaya sistem pemerintahannya dikenal
dengan sistem ke-datu-an, maka Majapahit dikenal
dengan sistem keprabuan. Kerajaan ini berpusat di
Jawa Timur di bawah pimpinan dinasti Rajasa, dan
raja yang paling terkenal adalah Brawijaya.
Majapahit mencapai keemasan pada pemerintahan
Pendidikan Kewarganegaraan | 14
Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gadjah Mada
yang tekenal dengan sumpah Palapa. Sumpah
tersebut dia ucapkan dalam siding Ratu dan Menteri-
menteri di paseban Keprabuan Majapahit pada tahun
1331 yang berbumyi: “Saya baru akan berhenti
berpuasa makan palapa, jikalau seluruh Nusantara
takluk dibawah kekuasaan negara, jikalau Gurun,
Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dempo, Bali,
Sunda, Palembang dan Tumasik sudah dikalahkan”
(Bakry, 2009:89).
c. Berdirinya organisasi massa bernama Budi Utomo
oleh Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang menjadi
pelopor berdirinya organisasi-organisasi pergerakan
nasional yang lain dibelakang hari. Dibelakang
Sutomo ada dr.Wahidin Sudirohusodo yang selalu
membangkitkan motivasi dan kesadaran berbangsa
terutama kepada para mahasiswa STOVIA (School
tot Opleiding van Indische Artsen). Budi Utomo
adalah gerakan sosiokultural yang merupakan awal
pergerakan nasional yang merintis kebangkitan
nasional menuju cita-cita Indonesia merdeka (Bakry,
2009:89)
d. Sumpah Pemuda yang di ikrarkan oleh para pemuda
pelopor persatuan bangsa Indonesia dalam Kongres
Pemuda di Jakarta pada 28 Oktober 1928. Ikrar
tersebut berbunyi:
Pertama: Kami putra dan puteri Indonesia mengaku
berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
Kedua: Kami putra dan puteri Indonesia mengaku
bertanah air yang satu, Tumpah Darah Indonesia.

Pendidikan Kewarganegaraan | 15
Ketiga: Kami putra dan puteri Indonesia menjunjung
Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.

2. Peristiwa Proses Bernegara


Proses bernegara merupakan kehendak untuk
melepaskan diri dari penjajahan, mengandung upaya
memiliki kemerdekaan untuk mengatur negaranya sendiri
secara berdaulat tidak dibawah cengkeraman dan kendali
bangsa lain. Dua peristiwa penting dalam proses
bernegara adalah sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan
sidang-sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI).
a. Pemerintah Jepang berjanji akan memberikan
kemerdekaan kepada bangsa Indonesia pada tanggal
24 Agustus 1945. Janji itu disampaikan oleh Perdana
Menteri Jepang Jenderal Kunaiki Koisu (Pengganti
Perdana Menteri Tojo) dalam Sidang Teikuku Gikoi
(Parlemen Jepang). Realisasi dari janji itu maka di
bentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 29 April
1945 dan dilantik pada 28Mei 1945 yang diketuai oleh
Dr. KRT. Radjiman Wedyodiningrat. Peristiwa inilah
yang menjadi tonggak pertama proses Indonesia
menjadi negara. Pada sidang ini, mulai dirumuskan
syarat-syarat yang diperlukan untuk mendirikan
negara yang Merdeka (Bakry, 2009:91).
b. Pembentukan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) setelah sebelumnya membubarkan BPUPKI
pada 9 Agustus 1945. Ketua PPKI adalah Ir.Soekarno
dan wakil ketua adalah Drs. Moh. Hatta. Badan yang
Pendidikan Kewarganegaraan | 16
mula-mula buatan Jepang untuk memersiapkan
kemerdekaan Indonesia setelah Jepang takluk pada
Sekutu dan setelah diproklamirkan Kemerdekaan
Indonesia, maka badan ini mempunyai sifat ‘Badan
Nasional’ yang mewakili seluruh bangsa Indonesia.
Dengan penyerahan Jepang pada sekutu maka janji
Jepang tidak terpenuhi, sehingga bangsa Indonesia
dapat memproklamirkan diri menjadi negara yang
merdeka.
c. Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
dan penetapan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pada sidang PPKI
tanggal 18 Agustus 1945. Peristiwa ini merupakan
momentum yang paling penting dan bersejarah karena
merupakan titik balik dari negara yang terjajah
menjadi negara yang merdeka.

Pendidikan Kewarganegaraan | 17
BAB III
NEGARA DAN WARGA NEGARA

A. Latar Belakang Perlunya Negara


Negara merupakan salah satu bentuk organisasi
yang ada dalam kehidupan masyarakat. Pada prinsipnya
setiap warga masyarakat menjadi anggota dari suatu
negara dan harus tunduk pada kekuasaan negara, karena
organisasi negara sifatnya mencakup semua orang yang
ada diwilayahnya, dan kekuasaan negara berlaku bagi
orang-orang tersebut. Sebaliknya, negara juga memiliki
kewajiban tertentu terhadap orang-orang yang menjadi
anggotanya.
Melalui kehidupan bernegara dengan pemerintahan
yang ada didalamnya, masyarakat ingin mewujudkan
tujuan-tujuan tertentu seperti terwujudnya ketentraman,
ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat. Tanpa melalui
organisasi negara kondisi masyarakat yang semacam itu
sulit untuk diwujudkan, karena tidak ada pemerintahan
yang mengatur kehidupan mereka bersama.
Munculnya negara tidak dapat dilepaskan dari
keberadaan manusia sebagai makhluk sosial, dimana
sebagai makhluk sosial manusia memiliki dorongan
untuk hidup bersama dengan manusia lain, berkelompok
dan bekerjasama. Karena itulah dalam masyarakat
dijumpai berbagai-bagai macam organisasi, dari
organisasi politilik, organisasi sosial, organisasi profesi,
organisasi keagamaan, dan sebagainya.
Salah satu bentuk organisasi dalam kehidupan
masyarakat adalah organisasi yang dinamakan negara.
Namun, perlu dinyatakan bahwa organisasi yang
Pendidikan Kewarganegaraan | 18
dinamakan negara ini memiliki karakteristik atau sifat-
sifat yang khusus yang membedakan dengan organisasi-
organisasi lainnya.

B. Definisi Negara
Menurut O. Hood Phillips, dkk. Negara atau state
adalah “An independent political society occupying
adefined territory, the member of which are united
together for the purpose of resisting external force and
the preservation of internal order” (Asshiddiqie, 2010:9).
Dengan ungkapan lain dapat dinyatakan bahwa negara
adalah masyarakat politik independen yang menempati
wilayah tertentu, dan yang anggotanya bersatu dengan
tujuan untuk menghadapi tantangan atau kekuatan dari
luar dan mempertahankan tatanan internal (terjemahan
penulis). Dalam tataran yang lebih filosofis Hans Kelsen
(Asshiddiqie, 2010:10) dalam bukunya General Theory
of Law and State memandang negara sebagai entitas
yuridis (state as juristic entity) dan negara sebagai
masyarakat yang terorganisasikan secara politis
(politically organized society).
Menurut Wirjono Prodjodikoro (1983:2), negara
adalah suatu organisasi diantara kelompok atau beberapa
kelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu
wilayah (territoir) tertentu dengan mengakui adanya suatu
pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan
sekelompok atau beberapa kelompok manusia tadi.
Dengan memperhatikan beberapa pendapat diatas,
dapat ditarik pemahaman bahwa negara adalah organisasi
masyarakat yang memiliki wilayah tertentu dan berada
dibawah pemerintahan yang berdaulat yang mengatur
Pendidikan Kewarganegaraan | 19
kehidupan masyarakat tersebut. Negara merupakan
konstruksi yang diciptakan oleh manusia untuk mengatur
pola hubungan antar manusia dalam kehidupan
masyarakat.

C. Unsur-Unsur Negara
Dengan memperhatikan pengertian negara
sebagaimana dikemukakan oleh beberapa pemikir
kenegaraan di atas, dapat dikatakan bahwa negara
memiliki 3 (tiga) unsur, yaitu:
a. Rakyat
Rakyat suatu negara dapat dibedakan antara
penduduk dan bukan penduduk. Penduduk adalah orang-
orang yang bertempat tinggal menetap atau berdomisili di
suatu negara. Kalau seseorang dikatakan bertempat
tinggal menetap disuatu negara berarti sulit untuk
dikatakan sampai kapan tempat tinggal itu. Sedangkan
yang bukan penduduk adalah orang-orang yang
bertempat tinggal di suatu negara hanya untuk sementara
waktu, dan bukan dalam maksud untuk menetap.
Penduduk yang merupakan anggota yang sah dan
resmi dari suatu negara dan dapat diatur sepenuhnya oleh
pemerintah negara yang bersangkutan dinamakan warga
negara. Sedangkan di luar itu semua dinamakan orang
asing atau warga negara asing. Warga negara yang lebih
erat hubungannya dengan bangsa di negara itu disebut
warga negara asli, yang dibedakan pengertiannya dengan
warga negara keturunan.
Perbedaan antara penduduk dan bukan penduduk,
warga negara dan bukan warga negara terkait dengan
perbedaan hak dan kewajiban diantara orang-orang yang
Pendidikan Kewarganegaraan | 20
berada di wilayah negara. Diantara status orang-orang
dalam negara tentunya status yang kuat dan memiliki
hubungan yang erat dengan pemerintah negara yang
bersangkutan adalah status warga negara.

b. Wilayah
Wilayah suatu negara pada umumnya meliputi
wilayah darat, wilayah laut dan wilayah udara. Wilayah
Indonesia terletak diantara dua benua yaitu Asia dan
Australia dan dua samudra yaitu Samudra India dan
Pasifik.

c. Pemerintah yang Berdaulat


Kata “kedaulatan” artinya adalah kekuasaan
tertinggi. Dengan demikian, pemerintah yang berdaulat
artinya pemerintah yang mempunyai kekuasaan tertinggi,
kekuasaan yang tidak berada dibawah kekuasaan lainnya.
Kedaulatan negara dapat diartikan sebagai kedaulatan
kedalam dan kedaulatan keluar. Kedaulatan kedalam
adalah kekuasaan tertinggi untuk mengatur rakyatnya
sendiri. Sedangkan kedaulatan keluar adalah kekuasaan
tertinggi yang harus dihormati oleh negara-negara lain.
Dengan kedaulatannya pemerintah berhak mengatur
negaranya sendiri tanpa campur tangan dari negara lain.

D. Sifat-Sifat Negara
a. Sifat Memaksa
Negara memiliki sifat memaksa artinya bahwa
negara memiliki hak atau kewenangan untuk
memaksakan berbagai peraturan yang dibuatnya untuk
ditaati oleh seluruh warganya. Untuk memaksakan
Pendidikan Kewarganegaraan | 21
berbagai peraturan yang dibuatnya pemerintah negara
memiliki sarana seperti tentara, polisi, hakim, jaksa, dan
sebagainya. Negara berhak menentukan sanksi bagi
pelanggaran atas aturan yang dibuatnya, dari sanksi yang
ringan sampai sanksi yang sangat berat yaitu berupa
pidana, bahkan hukuman mati.

b. Sifat Monopoli
Negara juga membawakan sifat monopoli, yaitu
sifat yang menunjukan adanya hak atau kewenangan
negara untuk mengelola atau menentukan sesuatu
tindakan tanpa adanya hak atau kewenangan yang sama
dipihak lain. Sifat monopoli yang dimiliki oleh negara
menyangkut beberapa hal. Negara memiliki hak
monopoli untuk menentukan tujuan dari sebuah
masyarakat, yaitu masyarakat dalam negara yang
bersangkutan. Di Indonesia misalnya tujuan masyarakat
itu adalah sebagaimana dirumuskan dalam alinea IV
Pembukaan UUD1945.

c. Sifat Mencakup Semua


Dengan sifat ini maksudnya bahwa kekuasaan
negara berlaku bagi semua orang diwilayah negara yang
bersangkutan. Tidak ada warga masyarakat yang dapat
mengecualikan dirinya dari pengaruh kekuasaan negara.
Berkenaan dengan itu bahwa peraturan yang dibuat oleh
negara pada prinsipnya berlaku bagi setiap orang di
wilayah negara itu tanpa kecuali. Ketika peraturan sudah
dibuat atau ditetapkan, semua orang dianggap tahu dan
harus mentaatinya. Siapapun yang melanggar akan
dikenai sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pendidikan Kewarganegaraan | 22
E. Tujuan dan Fungsi Negara
Tujuan negara Indonesia sesuai dengan Alinea IV
Pembukaan UUD 1945, adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilansosial. Tujuan negara tersebut hendak
diwujudkan diatas landasan Ketuhanan yang Maha Esa;
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; Persatuan
Indonesia; Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan;
Serta Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Namun setiap negara, apapun ideology yang
dianutnya menyelenggarakan fungsi minimum yang
mutlak sifatnya, yaitu (Budiardjo, 2010:55):
a. Melaksanakan penertiban (lawandorder). Untuk
mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-
bentrokan dalam masyarakat, negara harus
melaksanakan penertiban. Dapat dikatakan bahwa
negara bertindak sebagai stabilisator;
b. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyatnya. Fungsi ini dianggap sangat penting,
terutama bagi negara-negara baru dimana tingkat
kesejahteraan masyarakat masih sangat membutuhkan
perhatian dari pemerintah;
c. Pertahanan. Fungsi ini untuk mempertahankan negara
dari kemungkinan serangan dari luar, sehingga negara
harus dilengkapi dengan alat-alat pertahanan;
d. Menegakkan keadilan. Untuk mewujudkan keadilan,
negara memiliki badan-badan peradilan.
Pendidikan Kewarganegaraan | 23
F. Hubungan Negara danWarga Negara
Pembicaraan hubungan negara dan warga negara
sebenarnya merupakan pembicaraan yang amat tua.
Thomas Hobbes, tokoh yang mencetuskan istilah terkenal
Homo Hominilupus (manusia pemangsa sesamanya),
mengatakan bahwa fungsi negara adalah menertibkan
kekacauan atau chaos dalam masyarakat. Walaupun
negara adalah bentukan masyarakat, namun kedudukan
negara adalah penyelenggara ketertiban dalam masyara-
kat agar tidak terjadi konflik, pencurian dan lain-lain.
(Wibowo, 2000:8).
Persoalan yang paling mendasar hubungan antara
negara dan warga negara adalah masalah hak dan
kewajiban. Negara demikian pula warga negara sama-
sama memiliki hak dan kewajiban masing-masing.
Sesungguhnya dua hal ini saling terkait, karena berbicara
hak negara itu berarti berbicara tentang kewajiban warga
negara, demikian pula sebaliknya berbicara kewajiban
negara adalah berbicara tentang hak warga negara.
Kesadaran akan hak dan kewajiban sangatlah
penting, seseorang yang semestinya memiliki hak namun
ia tidak menyadarinya, maka akan membuka peluang
bagi pihak lain untuk menyimpangkannya. Demikian
pula ketidaksadaran seseorang akan kewajibannya akan
membuat hak yang semestinya didapatkan orang lain
menjadi dilanggar atau diabaikan.

Pendidikan Kewarganegaraan | 24
BAB IV
KONSTITUSI

A. Konstitusi dan Undang-Undang Dasar


Kata “konstitusi” yang berarti pembentukan,
berasal dari kata “Constituer” (Perancis) yang berarti
membentuk. Sedangkan istilah “Undang-Undang Dasar”
merupakan terjemahan dari bahasa Belanda “Grondwet”.
“Grond” berarti Dasar, dan “wet” berarti Undang-
Undang. Jadi “Grondwet” sama dengan Undang-Undang
Dasar.
Namun, dalam kepustakaan Belanda dikenal pula
istilah “Constitutie” yang artinya juga Undang-Undang
Dasar. Dalam kepustakaan hukum di Indonesia juga di
jumpai istilah “Hukum Dasar”. Hukum memiliki
pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan Undang-
Undang. Kaidah hukum bisa tertulis dan bisa tidak
tertulis, sedangkan Undang-Undang menunjuk pada
aturan hukum yang tertulis.
Atas dasar pemahaman tersebut, konstitusi
disamakan pengertiannya dengan hukum dasar, yang
berarti sifatnya bisa tertulis dan tidak tertulis. Sedangkan
Undang-Undang Dasar adalah hukum dasar yang tertulis
atau yang tertuang dalam suatu naskah/dokumen.
Dengan demikian, Undang-Undang Dasar merupa-
kan bagian dari konstitusi. Sedangkan di samping
Undang-Undang masih ada bagian lain dari hukum dasar
yakni yang sifatnya tidak tertulis, dan biasa disebut
dengan konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan.
Konvensi ini merupakan aturan-aturan dasar yang timbul

Pendidikan Kewarganegaraan | 25
dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara
walaupun tidak tertulis.
Berikut ini pengertian yang menggambarkan
perbedaan antara Undang-Undang Dasar dan konstitusi.
Bahwa Undang-Undang Dasar adalah suatu kitab atau
dokumen yang memuat aturan-aturan hukum dan
ketentuan-ketentuan hukum yang pokok-pokok atau
dasar-dasar yang sifatnya tertulis, yang menggambarkan
tentang sistem ketatanegaraan suatu negara. Sedangkan
konstitusi adalah dokumen yang memuat aturan-aturan
hukum dan ketentuan-ketentuan hukum yang pokok-
pokok atau dasar-dasar, yang sifatnya tertulis maupun
tidak tertulis, yang menggambarkan tentang sistem
ketatanegaraan suatu negara. (Soehino, 1985:182).

B. Unsur-Unsur yang Terdapat dalam Konstitusi


Undang-Undang Dasar atau konstitusi negara
tidak hanya berfungsi membatasi kekuasaan pemerintah,
akan tetapi juga menggambarkan struktur pemerintahan
suatu negara. Menurut Savornin Lohman ada 3 (tiga)
unsur yang terdapat dalam konstitusi, yaitu:
a. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian
masyarakat (kontrak sosial), sehingga menurut
pengertian ini, konstitusi- konstitusi yang ada
merupakan hasil atau konklusi dari persepakatan
masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan
yang akan mengatur mereka.
b. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak
asasi manusia, berarti perlindungan dan jaminan atas
hak-hak manusia dan warga negara yang sekaligus

Pendidikan Kewarganegaraan | 26
penentuan batas-batas hak dan kewajiban baik warga-
nya maupun alat-alat pemerintahannya.
c. Konstitusi sebagai formaregimenis, yaitu kerangka
bangunan pemerintahan (Lubis, 1982:48).

Pendapat lain dikemukakan oleh Sri Sumantri, yang


menyatakan bahwa materi muatan konstitusi dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a. Pengaturan tentang perlindungan hak asasi manusia
dan warga negara,
b. Pengaturan tentang susunan ketatanegaraan suatu
negara yang mendasar,
c. Pembatasan dan pembagian tugas-tugas ketata-
negaraan yang juga mendasar (Chaidir, 2007:38).

Dari beberapa pendapat sebagaimana diatas, dapat


dekemukakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam
konstitusi modern meliputi ketentuan tentang:
a. Struktur organisasi negara dengan lembaga-lembaga
negara didalamnya;
b. Tugas/wewenang masing-masing lembaga negara dan
hubungan tata kerja antara satu lembaga dengan
lembaga lainnya;
c. Jaminan hak asasi manusia dan warga negara.

C. Perubahan Konstitusi
Betapapun sempurnanya sebuah konstitusi, pada
suatu saat konstitusi itu bisa ketinggalan jaman atau tidak
sesuai lagi dengan dinamika dan perkembangan
masyarakat. Karena itulah perubahan atau amandemen
konstitusi merupakan sesuatu hal yang wajar dan tidak
Pendidikan Kewarganegaraan | 27
perlu dianggap sebagai sesuatu yang istimewa. Yang
penting bahwa perubahan itu didasarkan pada
kepentingan negara dan bangsa dalam arti yang
sebenarnya, dan bukan hanya karena kepentingan politik
sesaat dari golongan atau kelompok tertentu.
Secara teoritik perubahan undang-undang dasar
dapat terjadi melalui berbagai cara. CF.Strong menyebut-
kan 4 (empat) macam cara perubahan terhadap Undang-
Undang Dasar, yaitu:
a. Oleh kekuasaan legislatif tetapi dengan pembatasan-
pembatasan tertentu,
b. Oleh rakyat melalui referendum,
c. Oleh sejumlah negara bagian, khususnya untuk negara
serikat,
d. Dengan kebiasaan ketatanegaraan, atau oleh suatu
lembaga negara yang khusus dibentuk untuk keperluan
perubahan.

Sedangkan KC. Wheare (2010) mengemukakan


bahwa perubahan konstitusi dapat terjadi dengan berbagai
cara, yaitu: perubahan resmi, penafsiran hakim dan
kebiasaan ketatanegaraan/konvensi.

Tentang perubahan terhadap UUD 1945, sesuai


pasal 37 ketentuan tentang perubahan itu adalah sebagai
berikut:
1) Usul perubahan pasal-pasal dalam Undang-Undang
Dasar dapat diagendakan dalam siding Majelis
Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh
sekurang-kurangnya 1 atau 3 dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pendidikan Kewarganegaraan | 28
2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang
Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan
jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta
alasannya.
3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar,
siding Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2 atau 3 dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang
Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-
kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota
dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapatdilakukan perubahan.

Sejak memasuki era reformasi, muncul arus


pemikiran tentang keberadaan UUD 1945, yang sangat
berbeda dengan pemikiran yang ada sebelumnya. Secara
garis besar arus pemikiran tersebut dapat dikemukakan
antara lain sebagai berikut:
Pertama, bahwa UUD 1945 mengandung rumusan pasal
yang membuka peluang timbulnya penafsiran ganda.
Kedua, bahwa UUD 1945 membawakan sifat executive
heavy, yakni memberikan kekuasaan yang terlalu besar
kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif,
sehingga kekuasaan yang lain yaitu legislatif dan
yudikatif seakan-akan tersubordinasi oleh kekuasaan
eksekutif.
Ketiga, sistem pemerintahan menurut UUD 1945 yang
tidak tegas diantara sistem pemerintahan presidensiil dan
Pendidikan Kewarganegaraan | 29
sistem pemerintahan parlementer, sehingga ada yang
menyebutnya sebagai sistem quasi presidensiil.
Keempat, perlunya memberikan kekuasaan yang luas
kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, agar daerah
dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensinya
masing-masing.
Kelima, rumusan pasal-pasal tentang hak asasi manusia
yang ada dalam UUD 1945 dirasa kurang memadai lagi
untuk mewadahi tuntutan perlindungan terhadap hak
asasi manusia dan warga negara seiring dengan
perkembangan global.

Arus pemikiran sebagaimana dikemukakan diatas


kemudian mewarnai perubahan (amandemen) terhadap
UUD 1945. Dengan demikian, amandemen terhadap
UUD 1945 pada prinsipnya mengarah pada perubahan
untuk menjawab persoalan-persoalan sebagaimana
dikemukakan diatas.
Dengan adanya ketentuan pasal UUD 1945 yang
dapat menimbulkan penafsiran ganda, telah dilakukan
amandemen dengan menetapkan rumusan baru yang lebih
jelas dan eksplisit. Misalnya masa jabatan presiden,
sebelum amandemen dinyatakan bahwa “Presiden dan
Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali”. Dalam ketentuan
tidak menyebutkan secara tegas dipilih kembali untuk
berapa kali masa jabatan. Dengan demikian dimaknai
bahwa seseorang dapat dipilih menjadi Presiden atau
Wakil Presiden untuk beberapa kali masa jabatan tanpa
batas. Dalam Amandemen UUD 1945 dirumuskan secara
Pendidikan Kewarganegaraan | 30
tegas bahwa presiden hanya dapat dipilih kembali untuk
satu kali masa jabatan, yang berarti bahwa orang yang
sama akan dapat memegang jabatan sebagai presiden
maksimal dua kali masa jabatan.
Terkait dengan sifat executive heavy yang
dibawakan oleh UUD 1945, pada amandemen pertama
telah dilakukan perubahan dan penambahan atas pasal 5
(1), pasal 7, pasal 9, pasal 13 (2) ,pasal 14, pasal 15, pasal
17 (2) (3), pasal 20, dan pasal 21, yang pada intinya
mengatur pembatasan jabatan presiden, mengubah
kewenangan legislatif yang semula di tangan presiden
menjadi kewenangan DPR, serta menambah beberapa
substansi yang membatasi kewenangan prseiden
(Hidayat, 2002:1).
Kewenangan-kewenangan tertentu yang sebelum-
nya dapat dilakukan sendiri oleh presiden, setelah
amandemen harus dilakukan dengan memperhatikan
pertimbangan dari lembaga yang lain, seperti mengangkat
duta dan konsul harus dengan pertimbangan DPR,
membergrasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan
Mahkamah Agung, dan memberikan amnesti serta abolisi
harus dengan pertimbangan DPR. Hal itu jelas
merupakan pengurangan terhadap kewe-nangan presiden.
Berkaitan dengan ketentuan system pemerintahan
yang tidak tegas antara presidential dan parlementer,
melalui amandemen UUD 1945 ditegaskan sistem
pemerintahan presidential dengan munculnya ketentuan
bahwa presiden dipilih secara langsung oleh rakyat (pasal
6A (1)).
Dengan pemilihan secara langsung oleh rakyat,
kosekuensinya bahwa presiden tidak lagi bertanggung
Pendidikan Kewarganegaraan | 31
jawab kepada MPR. MPR hanya dapat memberhentikan
presiden di tengah masa jabatannya setelah adanya
keputusan melanggar hukum yang dikeluarkan oleh
Mahkamah Konstitusi, yakni berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau pendapat bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi
syarat menduduki jabatannya. Presiden juga tidak
bertanggung jawab kepada DPR baik langsung maupun
tidak langsung, sehingga Presiden dan DPR tidak dapat
saling menjatuhkan. Semua itu merupakan indikasi sistem
pemerintahan presidential.
Menyangkut perlunya kesempatan yang lebih luas
bagi daerah untuk mengatur urusan daerahnya sendiri
telah dilakukan amandemen terhadap pasal 18 UUD 1945
dengan menambahkan beberapa ayat serta menambahkan
pasal 18 A dan pasal 18 B. Dengan amandemen tersebut
pemerintah daerah diberi kesempatan untuk menjalankan
otonomi seluas-luasnya, adanya penghargaan dari
pemerintah pusat atas keragaman daerah dan kekhususan
yang terdapat pada daerah-daerah tertentu, serta
pembagian kekurangan yang lebih adil antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah.
Sedangkan yang berkait dengan masalah hak asasi
manusia sangat jelas tampak bahwa amandemen terhadap
UUD 1945 telah memasukkan cukup banyak rumusan-
rumusan baru tentang hak asasi manusia dan warga
negara dengan menambahkan pasal 28 A sampai dengan
pasal 28 J.
Selanjutnya, perubahan terhadap UUD dapat
ditelaah dari beberapa segi yaitu menyangkut sistem
Pendidikan Kewarganegaraan | 32
perubahan dan prosedur/mekanisme perubahannya,
bentuk hukum perubahannya, serta substansi materi yang
diubah (Hidayat, 2002:4).

D. Peranan Konstitusi dalam Kehidupan Bernegara


Secara umum dapat dikatakan bahwa konstitusi
disusun sebagai pedoman dasar dalam penyelenggaraan
kehidupan negara agar negara berjalan tertib, teratur, dan
tidak terjadi tindakan yang sewenang-wenang dari
pemerintah terhadap rakyatnya. Untuk itu, maka dalam
konstitusi ditentukan kerangka bangunan suatu negara,
kewenangan pemerintah sebagai pihak yang berkuasa,
serta hak-hak asasi warga negara.
Menurut CF. Strong (2008:16), tujuan konstitusi
adalah membatasi tindakan sewenang-wenang peme-
rintah, menjamin hak- hak rakyat yang diperintah, dan
menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
Dengan konstitusi tindakan pemerintah yang sewenang-
wenang dapat dicegah karena kekuasaan yang dimiliki
oleh pemerintah telah ditentukan dalam konstitusi dan
pemerintah tidak dapat melakukan tindakan semaunya
diluar apa yang telah ditentukan dalam konstitusi
tersebut. Dipihak lain, hak-hak rakyat yang diperintah
mendapatkan perlindungan dengan dituangkannya jami-
nan hak asasi dalam pasal-pasal konstitusi.
Atas dasar pendapat diatas dapatlah dinyatakan
bahwa peranan konstitusi bagi kehidupan negara adalah
untuk memberikan landasan dan pedoman dasar bagi
penyelenggaraan ketatanegaraan suatu negara, membatasi
tindakan pemerintah agar tidak bertindak sewenang-

Pendidikan Kewarganegaraan | 33
wenang, dan memberikan jaminan atas hak asasi bagi
warga negara.

Pendidikan Kewarganegaraan | 34
BAB V
PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA

A. Pengertian Pancasila
Secara etimologis, kata Pancasila berasal dari
Pancasila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang
memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat
dalam kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha,
terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan
melalui Samadhi dan setiap golongan mempunyai
kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut
adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.
Secara historis Pancasila dibatasi pada tinjauan
terhadap perkembangan rumusan Pancasila sejak tanggal
29 Mei 1945 sampai dengan keluarnya Instruksi Presiden
RI No.12 Tahun 1968.
1. Sidang BPUPKI(29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945)
Dalam siding BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Mr.
Muhammad Yamin menyampaikan telaah pertama
tentang dasar negara Indonesia merdeka sebagai berikut:
1) Peri Kebangsaan;
2) Peri Kemanusiaan;
3) Peri Ketuhanan;
4) PeriKerakyatan;
5) KesejahteraanRakyat.

Ketikai tu ia tidak memberikan nama terhadap lima


(5) azas yang diusulkannya sebagai dasar negara. Pada
tanggal 1 Juni1945, dalam siding yang sama, Ir. Soekarno
juga mengusulkan lima (5) dasar negara sebagai berikut:
1) KebangsaanIndonesia;
Pendidikan Kewarganegaraan | 35
2) Internasionalisme;
3) MufakatatauDemokrasi;
4) KesejahteraanSosial;
5) Ketuhanan Yang Berkebudayaan.

Dan dalam pidato yang disambut gegap-gempita


itu, ia mengatakan: “…saja namakan ini dengan
petundjuk seorang teman kita–ahli bahasa, namanja ialah
Pantja Sila…” (Anjar Any, 1982:26).

2. Piagam Jakarta (22 Juni 1945)


Rumusan lima dasar negara (Pancasila) tersebut
kemudian dikembangkan oleh “Panitia 9” yang lazim
disebut demikian karena beranggotakan Sembilan orang
tokoh nasional, yakni para wakil dari golongan Islam dan
Nasionalisme. Mereka adalah: Ir.Soekarno,
Drs.Mohammad Hatta, Mr.A.A.Maramis, Abikusno
Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H.A.Salim, Mr.
Achmad Subardjo, K.H. Wachid Hasjim, Mr.Muhammad
Yamin.
Rumusan sistematis dasar negara oleh “Panitia 9”
itu tercantum dalam suatu naskah Mukadimah yang
kemudian dikenal sebagai “Piagam Jakarta”, yaitu:
a) Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemelukknya;
b) Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;
c) Persatuan Indonesia;
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
e) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Pendidikan Kewarganegaraan | 36
Dalam siding BPUPKI tanggal 14 Juli 1945,
“Piagam Jakarta” diterima sebagai rancangan Mukadimah
hukum dasar (konstitusi) Negara Republik Indonesia.
Rancangan tersebut khususnya sistematika dasar negara
(Pancasila). Pada tanggal 18 Agustus disempurnakan dan
disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) sebagaimana tercantum dalam alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 menjadi:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;

3. Konstitusi RIS (1949) dan UUD Sementara (1950)


Dalam kedua konstitusi yang pernah menggantikan
UUD 1945 tersebut, Pancasila dirumuskan secara lebih
singkat menjadi:
1) PengakuanKetuhananYang Maha Esa;
2) Perikemanusiaan;
3) Kebangsaan;
4) Kerakyatan;
5) Keadilan sosial.

4. Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968


Rumusan yang beraneka ragam itu selain
membuktikan bahwa jiwa Pancasila tetap terkandung
dalam setiap konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia,
juga memungkinkan terjadinya penafsiran individual
yang membahayakan kelestariannya sebagai dasar
Pendidikan Kewarganegaraan | 37
negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan
pandangan hidup bangsa Indonesia. Menyadari bahaya
tersebut, pada tanggal 13 April 1968, pemerintah
mengeluarkan Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968
yang menyeragamkan tata urutan Pancasila seperti yang
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

B. Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan


Berbangsa
Pada zaman reformasi saat ini, pengimplementasian
pancasila sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena
didalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain
itu, kini zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti
negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Gelombang demokratisasi, hak asasi manusia, neo-
liberalisme, serta neo-konservatisme dan globalisme
bahkan telah memasuki cara pandang dan cara berfikir
masyarakat Indonesia. Hal demikian bisa meminggirkan
pancasila dan dapat menghadirkan sistem nilai dan
idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian
bangsa.
Implementasi pancasila dalam kehidupan berma-
syarakat pada hakikatnya merupakan suatu realisasi
praksis untuk mencapai tujuan bangsa. Adapun
pengimplementasian tersebut dirinci dalam berbagai
macam bidang diantaranya:
1. Implementasi Pancasila dalam bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang politik
harus mendasarkan pada dasar ontologisme manusia. Hal
ini didasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia
Pendidikan Kewarganegaraan | 38
adalah sebagai subjek Negara. Oleh karena itu, kehidupan
politik harus benar-benar merealisasikan tujuan demi
harkat dan martabat manusia.
Pengembangan politik Negara terutama dalam
proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada
moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila
dan esensinya, sehingga praktek-praktek politik yang
menghalalkan segala cara harus segera diakhiri.

2. Implementasi Pancasila dalam bidang Ekonomi


Didalam dunia ilmu ekonomi, terdapat istilah yang
kuat yang menang, sehingga lazimnya pengembangan
ekonomi mengarah pada persaingan bebas dan jarang
mementingkan moralitas kemanusiaan. Hal ini tidak
sesuai dengan Pancasila yang lebih tertuju kepada
ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistic
yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat
secara luas (Mubyarto, 1999). Pengembangan ekonomi
bukan hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi
kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh masyarakat.
Maka, sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas
kekeluargaan seluruh bangsa.

3. Implementasi Pancasila dalam bidang Sosial dan


Budaya
Dalam pembangunan dan pengembangan aspek
sosial budaya, hendaknya didasarkan atas sistem nilai
yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh
masyarakat tersebut. Terutama dalam rangka bangsa
Indonesia melakukan reformasi disegala bidang dewasa
ini. Oleh karena itu, dalam pengembangan sosial budaya
Pendidikan Kewarganegaraan | 39
pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat
nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar
nilai yaitu nilai-nilai pancasila itu sendiri. Dalam prinsip
etika pancasila, pada hakikatnya bersifat humanistic,
artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang
bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk yang berbudaya.

4. Implementasi Pancasila dalam bidang Pertahanan


dan Keamanan
Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu
masyarakat hukum. Demi tegaknya hak-hak warga
negara, maka diperlukan peraturan perundang-undangan
negara baik dalam rangka mengatur ketertiban warga
maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya.

C. Makna Sila-Sila Pancasila


1. Sila Ketuhanan yang Maha Esa
Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa
Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab
pertama) yaitu Tuhan yang Maha Esa Menjamin
penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan
beribadah menurut agamanya. Tidak memaksa warga
negara untuk beragama. Menjamin berkembang dan
tumbuh suburnya kehidupan beragama. Bertoleransi
dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan
dalam beribadah menurut agamanya masing-masing.
Negara member fasilitator bagi tumbuh kembangnya
agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi
konflik agama.

Pendidikan Kewarganegaraan | 40
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya
sebagai makhluk Tuhan, menjunjung tinggi kemerdekaan
sebagai hak segala bangsa, mewujudkan keadilan dan
peradaban yang tidak lemah.

3. Sila Persatuan Indonesia


Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia adalah
Nasionalisme, cinta bangsa dan tanah air, menggalang
persatuan dan kesatuan Indonesia, menghilangkan
penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunandan
perbedaan warna kulit, menumbuhkan rasa senasib dan
sepenanggungan.

4. Sila Kerakyatan yang dipimpin Oleh Hikmat


Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan
Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan, Hakikat sila ini adalah demokrasi. Permusya-
waratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara
bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama.
Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran
bersama.

5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia, Kemakmuran yang merata bagi
seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan
Pendidikan Kewarganegaraan | 41
bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-
masing. Melindungi yang lemah agar kelompok warga
masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya.

Pendidikan Kewarganegaraan | 42
BAB VI
DEMOKRASI

A. Konsep Dasar Demokrasi


Istilah Demokrasi (Democracy) berasal dari
penggalan kata bahasa Yunani yakni Demos dan
Kratos/Cratein. Demos berarti rakyat dan Cratein berarti
pemerintahan. Jadi, demokrasi berarti pemerintahan
rakyat. Salah satu pendapat terkenal dikemukakan oleh
Abraham Lincoln ditahun 1863 yang mengatakan
demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat,oleh rakyat
dan untuk rakyat (Government of the People, by the
People and For the People).
Berdasarkan banyak literatur yang ada, diyakini
demokrasi berasal dari pengalaman bernegara orang-
orang Yunani Kuno, tepatnya dinegara kota (polis)
Athena pada sekitar tahun 500 SM. Yunani sendiri pada
waktu itu terdiri dari beberapa negara kota (polis) seperti
Athena, Makedonia dan Sparta. Pada tahun 508 SM,
seorang warga Athena yaitu Kleistenes mengadakan
beberapa pembaharuan pemerintahan negara kota Athena
(Magnis Suseno, 1997:100).
Gagasan demokrasi mulai berkembang lagi di
Eropa terutama setelah kemunculan konsep nationstate
pada abad 17. Gagasan ini disemai oleh pemikir-pemikir
seperti Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-
1704), Montesqiue (1689-1755), dan J.J.Rousseau (1712-
1778), yang mendorong berkembangnya demokrasi dan
konstitusionalisme di Eropa dan Amerika Utara (Aidul
Fitriciada Azhari, 2005:2).

Pendidikan Kewarganegaraan | 43
Pada kurun waktu itu, berkembang ide sekulerisasi
dan kedaulatan rakyat. Berdasarkan sejarah singkat
tersebut, kita bisa mengetahui adanya demokrasi yang
berkembang di Yunani yang disebut demokrasi kuno dan
demokrasi yang berkembang selanjutnya di Eropa Barat
yang dikenal sebagai demokrasi modern.

B. Prinsip Demokrasi
Prinsip-prinsip demokrasi telah banyak dikemuka-
kan oleh para ahli. Jika kita mengungkap kembali prinsip
demokrasi sebagaimana dinyatakan Sukarna (1981)
diatas, menunjuk pada prinsip demokrasi sebagai suatu
sistem politik. Contoh lain, misalnya Robert Dahl
(Zamroni, 2011:15) yang menyatakan terdapat dua
dimensi utama demokrasi, yakni:
1. Kompetisi yang bebas diantara para kandidat,
2. Partisipasi bagi mereka yang telah dewasa memiliki
hak politik.

Berkaitan dengan dua prinsip demokrasi tersebut,


secara umum dapat dikatakan bahwa demokrasi memiliki
dua ciri utama yakni keadilan (equality) dan kebebasan
(freedom). Franz Magnis Suseno (1997:58), menyatakan
bahwa dari berbagai ciri dan prinsip demokrasi yang
dikemukakan oleh para pakar, ada 5 (lima) ciri atau
gugus hakiki negara demokrasi, yakni: negara hukum,
pemerintah berada dibawah control nyata masyarakat,
pemilihan umum yang bebas, prinsip mayoritas dan
adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.

C. Perjalanan Demokrasi di Indonesia


Pendidikan Kewarganegaraan | 44
Mirriam Budiardjo (2008:127-128) menyatakan
bahwa dipandang dari sudut perkembangan sejarah
demokrasi Indonesia sampai masa Orde Baru dapat
dibagi dalam 4 (empat) masa, yaitu:
a. Masa pertama Republik Indonesia (1945-1959) yang
dinamakan masademokrasi konstitusional yang
menonjol kanperanan parlemen dan partai-partai dan
karena itu dinamakan Demokrasi Parlementer.
b. Masa kedua Republik Indonesia (1959-1965) yaitu
masa Demokrasi Terpimpin yang banyak aspek
menyimpang dari demokrasi konstitusional yang
secara formal merupakan landasannya dan
menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.
c. Masa ketiga Republik Indonesia (1965-1998) yaitu
masa demokrasi Pancasila yang merupakan
demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem
presidensiil.
d. Masa keempat Republik Indonesia (1998-sekarang)
yaitu masa reformasi yang menginginkan tegaknya
demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap
praktik-praktik politik yang terjadi pada masa ketiga
RepublikIndonesia.

Afan Gaffar (1999:10) membagi alur demokrasi


Indonesia terdiri atas:
a. Periode masa revolusi kemerdekaan (1945-1949 )
Pada masa revolusi kemerdekaan (1945-1949),
implementasi demokrasi baru terbatas pada interaksi
politik di parlemen dan pers berfungsi sebagai pendukung
revolusi kemerdekaan. Elemen-elemen demokrasi yang
lain belum sepenuhnya terwujud, karena situasi dan
Pendidikan Kewarganegaraan | 45
kondisi yang tidak memungkinkan. Pada masa itu,
pemerintah masih disibukkan untuk berjuang memper-
tahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamasikan.

b. Periode masa demokrasi parlementer(1950-1959)


Demokrasi parlementer (1950-1959) merupakan
masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir
semua elemen demokrasi dapat kita temukan dalam
perwujudannya pada kehidupan politik di Indonesia yang
ditandai dengan karakter utama:
a. Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen
memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses
politik yang berjalan.
b. Akuntabilitas pemegang jabatan dan politisasi pada
umumnya sangat tinggi.
c. Kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh
peluang yang sebesar-besarnya untuk berkembang
secara maksimal. Hal itu dibuktikan dengan system
banyak partai (multy party sistem) sehingga pada
saat itu ada sekitar 40 partai yang terbentuk.
d. Pemilu tahun 1955 dilaksanakan dengan prinsip
demokrasi
e. Hak-hak dasar masyarakat umum terlindungi.

c. Periode masa demokrasi terpimpin (1960-1965)


Masa demokrasi terpimpin (1960-1965)
merupakan masa dimana demokrasi dipahami dan
dijalankan berdasar kebijakan pemimpin besar revolusi
dalam hal ini presiden Soekarno. Belajar dari kegagalan
demokrasi parlementer yang dianggap liberal, maka
presiden Soekarno mengajukan gagasan demokrasi yang
Pendidikan Kewarganegaraan | 46
sesuai dengan kepribadian bangsa. Ciri yang muncul
pada masa itu antara lain:
a. Mengaburnya sistem kepartaian.
b. Peranan DPR-GR sebagai lembaga legislative dalam
sistem politik nasional menjadi sedemikian lemah.
c. Basic human right sangat lemah, dimana Soekarno
dengan mudah menyingkirkan lawan-lawan politik-
nya yang tidak sesuai dengan kebijaksanaannya atau
yang mempunyai keberanian untuk menentangnya.
d. Masa puncak dari semangat anti kebebasan pers,
dibuktikan dengan pemberangusan harian Abdi dari
Masyumi dan harian Pedoman dari PSIN.
e. Sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam
proses hubungan pemerintah pusat dan daerah.

d. Periode pemerintahan Orde Baru/demokrasi Pancasila


(1966-1998).
Demokrasi masa pemerintahan presiden Soeharto
(1966-1998) dikenal dengan demokrasi Pancasila. Namun
demikian pada masa itu, pelaksanaan demokrasi member
gejala-gejala antara lain:
a. Rotasi kekuasaan eksekutif tidak pernah ada kecuali
di tingkat daerah.
b. Rekrutmen politik tertutup.
c. Pemilu masih jauh dari semangat demokrasi.
d. Basic human right sangat lemah.

D. Pendidikan Demokrasi
Pendidikan demokrasi bertujuan mempersiapkan
warga masyarakat berperilaku dan bertindak demokratis,
melalui aktivitas menanamkan pada generasi muda akan
Pendidikan Kewarganegaraan | 47
pengetahuan, kesadaran dan nilai-nilai demokrasi.
Pendidikan demokrasi pada dasarnya membangun kultur
demokrasi, yang nantinya bersama dengan struktur
demokrasi akan menjadi fondasi bagi negara demokrasi.
Menurut Zamroni (2001:17), pengetahuan dan kesadaran
akan nilai demokrasi itu meliputi tiga hal.
Pertama, kesadaran bahwa demokrasi adalah pola
kehidupan yang paling menjamin hak-hak warga
masyarakat itu sendiri, demokrasi adalah pilihan terbaik
diantara yang buruk tentang pola hidup bernegara.
Kedua, demokrasi adalah sebuah learning process
yang lama dan tidak sekedar meniru dari masyarakat lain.
Ketiga, kelangsungan demokrasi tergantung pada
keberhasilan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi
pada masyarakat.

Lebih lanjut, dikatakan bahwa pendidikan harus


mampu melahirkan manusia-manusia yang demokratis.
Tanpa manusia yang memegang teguh nilai-nilai
demokrasi, masyarakat yang demokratis hanya akan
merupakan impian belaka (Zamroni, 2011:39).
Pendidikan demokrasi dalam arti luas dapat
dilakukan baik secara informal, formal dan nonformal.
Secarai nformal, pendidikan demokrasi bisa dilakukan di
lingkungan keluarga yang menumbuhkembangkan nilai-
nilai demokrasi. Secara formal, pendidikan demokrasi
dilakukan di sekolah baik dalam bentuk intra dan
ekstrakurikuler. Sedangkan secara nonformal, pendidikan
demokrasi berlangsung pada kelompok masyarakat,
lembaga swadaya, partai politik, pers, dan lain-lain.

Pendidikan Kewarganegaraan | 48
Penting untuk memberi perhatian mengenai
pendidikan demokrasi formal yakni di sekolah atau
lembaga pendidikan lain termasuk pendidikan tinggi. Hal
ini dimungkinkan karena sekolah sebagai lembaga
pendidikan yang telah terprogram, terencana, teratur dan
berkesinambungan dalam rangka mendidik warga
termasuk melakukan pendidikan demokrasi.
Hal yang sangat penting dalam pendidikan
demokrasi di sekolah adalah mengenai kurikulum
pendidikan demokrasi yang menyangkut dua hal, yaitu
penataan dan isimateri (Winarno, 2007: 113). Penataan
menyangkut pemuatan pendidikan demokrasi dalam
suatu kegiatan kurikuler, apakah secara eksplisit dimuat
dalam suatu mata pelajaran atau mata kuliah ataukah
disisipkan kedalam mata pelajaran umum. Sekarang ini
mata pelajaran dan mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan (Civil Education) memuat misi sebagai
pendidikan demokrasi. Mata pelajaran yang lain, yakni
Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Studies) juga bertujuan
membentuk warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).

Pendidikan Kewarganegaraan | 49
BAB VII
HAK ASASI MANUSIA

A. Konsep Dasar Hak Asasi Manusia


Dalam pengertian yang sederhana, hak asasi
manusia (human rights) merupakan hak yang secara
alamiah melekat pada orang semata-mata karena ia
merupakan manusia (human being). HAM meliputi nilai-
nilai ideal yang mendasar, yang tanpa nilai-nilai dasar itu
orang tidak dapat hidup sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai manusia. Penghormatan terhadap
nilai-nilai dasar itu memungkinkan individu dan
masyarakat bisa berkembang secara penuh dan utuh.
HAM tidak diberikan oleh negara atau tidak pula lahir
karena hukum.
HAM berbeda dengan hak biasa yang lahir karena
hukum atau karena perjanjian. Dalam pembahasannya
tentang pengertian HAM, Jan Materson, anggota Komisi
Hak Asasi Manusia PBB merumuskan HAM dalam
ungkapan berikut: “human rights could be generally
defined as those right which area inherent in our natural
and without we can’t live as human being” (HAM adalah
hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia,
dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai
manusia) (Asykuri Ibnu Chamim, 2000:371).

Dari pengertian di atas, kita dapat mencermati dua


makna yang terkandung dalam pengertian HAM, yaitu:
Pertama, HAM merupakan hak alamiah yang
melekat dalam diri setiap manusia sejak ia dilahirkan ke
dunia. Hak alamiah adalah hak yang sesuai dengan kodrat
Pendidikan Kewarganegaraan | 50
manusia sebagai insan merdeka yang berakal budi dan
berperi kemanusiaan. Karena itu, tidak ada seorangpun
yang diperkenankan merampas hak tersebut dari tangan
pemiliknya, dan tidak ada kekuasaan apapun yang
memiliki keabsahan untuk memperkosanya. Hal ini tidak
berarti bahwa HAM bersifat mutlak tanpa pembatasan,
karena batas HAM seseorang adalah HAM yang melekat
pada orang lain. Bila HAM dicabut dari tangan
pemiliknya, manusia akan kehilangan eksistensinya
sebagai manusia.
Kedua, HAM merupakan instrument untuk
menjaga harkat dan martabat manusia sesuai dengan
kodrat kemanusiaannya yang luhur. Tanpa HAM manusia
tidak akan dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaannya sebagai makhluk Tuhan yang paling
mulia.

Dalam konteks Indonesia, Ketetapan MPR Nomor


XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia merumus-
kan pengertian HAM adalah hak dasar yang melekat pada
diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai
karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk
menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkem-
bangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh
diabaikan, dirampas, atau diganggu oleh siapapun.

B. Kategori Hak Asasi Manusia


Dalam tataran global, hak-hak asasi manusia paling
tidak dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:
1) (First Generation of Rights) yaitu kategori hak-hak
sipil dan politik.
Pendidikan Kewarganegaraan | 51
Hak-hak sipil dan politik diatur dalam beberapa
pasal UDHR (Universal Declaration of Human Rights
atau Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia,
disingkat DUHAM) dan dalam ICCPR (International
Covenanton Civil and Political Rights, atau Kovenan
Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Politik).

2) (Second Generation of Rights) yaitu kategori hak-hak


ekonomi, sosial dan budaya.
Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya diatur dalam
beberapa pasal DUHAM, dan diatur secara khusus dalam
ICESCR (International Covenanton Economic, Social
and Cultural Rights, atau Kovenan Internasional
mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).

3) (The Third Generation of Rights) yaitu kategori hak-


hak solidaritas (Solidarity Rights).
Hak-hak solidaritas, utamanya hak atas
pembangunan, tercantum dalam Resolusi Majelis Umum
PBB, tahun 1986, dan kemudian dalam Deklarasi HAM
Duniadi Wina, tahun 1993.

C. Prinsip-PrinsipPokokHak AsasiManusia
Ada beberapa prinsip pokok yang terkait dengan
penghormatan, pemenuhan, pemajuan dan perlindungan
HAM. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Prinsip Universal
Bahwa HAM itu berlaku bagi semua orang, apapun
jenis kelaminnya, statusnya, agamanya, suku bangsa atau
kebangsaannya.

Pendidikan Kewarganegaraan | 52
2. Prinsip tidak dapat dilepaskan (Inalienable)
Siapapun, dengan alasan apapun, tidak dapat dan
tidak boleh mencerabut atau mengambil hak asasi
seseorang. Seseorang tetap mempunyai hak asasinya
kendati hukum di negaranya tidak mengakui dan
menghormati hak asasi orang itu, atau bahkan melanggar
hak asasi tersebut. Contohnya, ketika di suatu negara di
praktekkan perbudakan, budak-budak tetap mempunyai
hak-hak asasi, kendati hak-haknya itu dilanggar.

3. Prinsip tidak dapat dipisahkan (Indivisible)


Bahwa hak-hak sipil dan politik, maupun hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya, serta hak pembangungan,
tidak dapat dipisah-pisahkan, baik dalam penerapan,
pemenuhan, pemantauan maupun penegakannya.

4. Prinsip saling tergantung (Interdependent)


Bahwa disamping tidak dapat dipisahkan, hak-hak
asasi itu saling tergantung satu sama lainnya, sehingga
pemenuhan hak asasi yang satu akan mempengaruhi
pemenuhan hak asasi lainnya. Contohnya, kurang
berjalannya hak-hak sipil dan politik, bisa menjuruskan
suatu negara kepemerintahan yang otoriter dan korup.
Pada gilirannya, pemerintahan yang otoriter dan
korup bisa menjerumuskan negara pada ketertinggalan di
bidang ekonomi, yang akhirnya bisa bermuara pada
kemiskinan (tidak terpenuhinya hak-hak ekonomi).
Oleh karena itu, prinsip ini sekaligus mengakhiri
perdebatan mengenai prioritas pemenuhan dan pemajuan
HAM, dimana beberapa negara semula berpandangan
bahwa suatu kategori HAM tertentu harus mendapatkan
Pendidikan Kewarganegaraan | 53
prioritas terlebih dahulu dibandingkan dengan kategori
HAM lainnya.

5. Prinsip keseimbangan
Bahwa (perlu) ada keseimbangan dan keselarasan
diantara HAM perorangan dan kolektif di satu pihak
dengan tanggung jawab perorangan terhadap individu
yang lain, masyarakat dan bangsa dipihak lainnya. Hal ini
sesuai dengan kodrat manusia sebagai mahluk individu
dan mahluk sosial. Keseimbangan dan keselarasan antara
kebebasan dan tanggung jawab merupakan faktor penting
dalam penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan
perlindungan HAM.

6. Prinsip partikularisme
Bahwa kekhususan nasional dan regional serta
berbagai latar belakang sejarah, budaya dan agama adalah
sesuatu yang penting dan harus terus menjadi pertim-
bangan. Namun, hal ini tidak serta merta menjadi alasan
untuk tidak memajukan dan melindungi HAM, karena
“adalah tugas semua negara, apapun sistem politik,
ekonomi dan budayanya, untuk memajukan dan
melindungi semua HAM.

D. Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia


Terwujudnya Universal Declaration of Human
Rights yang dinyatakan pada tanggal 10 Desember 1948
ditempuh melalui proses yang cukup panjang. Sebelum
terwujudnya deklarasi tersebut, terdapat beberapa
dokumen yang memperjuangkan penegakan HAM
dimuka bumi, yaitu sebagai berikut:
Pendidikan Kewarganegaraan | 54
1. Piagam Madinah (shahifatul madinah) juga dikenal
dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah
dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW,
yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya
dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di
Yatsrib (kemudian bernama Madinah) di tahun 622.
Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan
tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit
antara Bani Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk
itu, dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak
dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum
Yahudi, dan komunitas- komunitas pagan Madinah,
sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan
komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut Ummah.

2. Piagam Magna Charta. Dideklarasikan di Inggris


tahun 1215. Magna Charta merupakan cikal bakal
(embrio) HAM. Piagam ini membatasi kekuasaan Raja
John yang Absolut. Dengan piagam ini, raja bisa
dimintai pertanggung jawabannya dimuka hukum dan
raja harus bertanggung jawab kepada parlemen. Walau
pundemikian, raja tetap berwenang membuat Undang-
Undang.

3. Dokumen Bill of Rights. Perkembangan yang lebih


konkret tentang HAM terjadi setelah lahirnya piagam
ini di Inggris pada tahun 1689. Piagam ini di tanda
tangani Raja William III. Inti piagam ini menyatakan
bahwa “manusia sama di muka hukum” (equality
before the law). Paham inilah yang menjadi embrio
Negara hukum, demokrasi, dan persamaan.
Pendidikan Kewarganegaraan | 55
4. Declaration of Independence. Perkembangan HAM
yang lebih modern ditandai denganl ahirnya piagam
ini, yakni deklarasi kemerdekaan Amerika dari tangan
Inggris tahun 1776. Piagam ini disusun oleh Thomas
Jefferson yang bersumber dari ajaran Montesquieu.
Deklarasi ini menekankan pentingnya kemerdekaan,
persamaan, dan persaudaraan. Dr. Sun Yat Sen
menggunakan asas ini di Tiongkok, yang dikenal
sebagai min tsu, min chuan, dan min seng.

5. Declaration des Droits de I’Homme et du Citoyen.


Piagam ini merupakan Piagam Hak Asasi Manusia
dan Warga Negara yang dideklarasikan di Prancis,
tahun 1789. Piagam ini banyak dipengaruhi oleh
Declaration of Independence karena jasa Lafayette,
seorang jenderal dari Prancis yang ikut berperang di
Amerika pada waktu negeri tersebut membebaskan
diri dari penjajah Inggris. Sekembalinya ke Prancis,
Lafayette berjuang untuk melahirkan Piagam Hak
Asasi Manusia dan Warga Negara di negerinya.
Piagam ini merupakan dasar dari rule of law yang
melarang penangkapan secara sewenang-wenang.
Disamping itu, piagam inipun menekankan pentingnya
asas praduga tak bersalah (presumption of innocence),
kebebasan berekspresi (freedom of expression), dan
kebebasan beragama (freedom of religion), serta
adanya perlindungan terhadap hak milik (the right of
property).

6. UUD 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah


Indonesia memproklamasikan kemerdekaan,
Pendidikan Kewarganegaraan | 56
ditetapkanlah UUD yang dikenal sebagai UUD 1945.
Pada alinea pertama ditegaskan sebagai berikut:
“bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan
diatas dunia harus dihapuskan, …”.

7. The Universal Declaration of Human Rights. Pada


Perang Dunia II, Presiden Amerika Serikat, Roosevelt,
mendeklarasikan The Four Freedom, antara lain bebas
berpendapat dan berekspresi (freedom of speech and
expression) serta bebas dari ketakutan (freedom for
fear). Deklarasi Roosevelt inilah yang menjadi dasar
lahirnya Piagam HAM PBB, yakni The Universal
Declaration of Human Rights. Piagam tersebut
dihasilkan oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB pada
sidangnya tanggal 10 Desember 1948. Deklarasi
tersebut akhirnya diterima secara resmi dalam Sidang
Umum PBB. Keberhasilan diterimanya Universal
Declaration of Human Rights diikuti oleh
keberhasilan diterimanya suatu perjanjian
(Convention) mengenai Genocide (1948), tentang
Kerja Paksa (1957), tentang Diskriminasi Gender
(1951 dan 1962), dan Diskriminasi berdasarkan RAS
(1965). Pada tahun 1966, secara aklamasi diterima
pula suatu perjanjian tentang hak-hak ekonomi, sosial
dan budaya (Covenanton Economic, Social and
Cultural Rights) dan perjanjian tentang hak-hak sipil
dan politik (Covenanton Civil and Political Rights).

E. Hak Asasi Manusia Dalam UUD 1945

Pendidikan Kewarganegaraan | 57
Gagasan Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945
sebelum diubah dengan Perubahan Kedua pada tahun
2000, hanya memuat sedikit ketentuan yang dapat
dikaitkan dengan pengertian HAM. Pasal-pasal yang
biasa di nisbatkan dengan pengertian HAM itu adalah:
1. Pasal 27 Ayat (1) yang berbunyi, ‟Segala warga
negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”;
2. Pasal 27 Ayat (2) yang berbunyi, “Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”;
3. Pasal 28 yang berbunyi, “Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-
undang”;
4. Pasal 29 Ayat (2) yang berbunyi, “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu”;
5. Pasal 30 Ayat (1) yang berbunyi, “Tiap-tiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara”.

F. Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 Pasca


Perubahan
Dewasa ini, setelah dilakukannya Perubahan Kedua
UUD 1945 pada tahun 2000, ketentuan mengenai HAM
dan hak-hak warga negara dalam UUD 1945 telah
mengalami perubahan yang sangat mendasar. Materi
yang semula hanya berisi 7 butir ketentuan yang juga
Pendidikan Kewarganegaraan | 58
tidak seluruhnya dapat disebut sebagai jaminan
konstitusional HAM, sekarang telah bertambah secara
signifikan. Ketentuan baru yang diadopsikan kedalam
UUD 1945 setelah Perubahan Kedua pada tahun 2000
termuat dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J,
ditambah beberapa ketentuan lainnya yang tersebar di
beberapa pasal.
Pasal-pasal tentang HAM, yang termuat dalam
Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, pada pokoknya
berasal dari rumusan TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia yang kemudian isinya
menjadi materi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia. Oleh karena itu, untuk memahami
konsepsi tentang hak-hak asasi manusia itu secara
lengkap dan historis, ketiga instrument hukum UUD
1945, TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 dan UU
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
tersebut dapat dilihat dalam satu kontinum.
Setelah Perubahan Kedua pada tahun 2000,
keseluruhan materi ketentuan hak-hak asasi manusia
dalam UUD 1945, yang apabila di gabung dengan
berbagai ketentuan yang terdapat dalam undang-undang
yang berkenaan dengan HAM, dapat kita kelompokkan
dalam empat kelompok yang berisi 37 butir ketentuan
(Asshiddiqie, 2008). Diantara keempat kelompok HAM
tersebut, terdapat HAM yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun atau non-derogable rights, yaitu:
1. Hak untuk hidup;
2. Hak untuk tidak di siksa;
3. Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani;
4. Hak beragama;
Pendidikan Kewarganegaraan | 59
5. Hak untuk tidak di perbudak;
6. Hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum;
dan
7. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut.

Pendidikan Kewarganegaraan | 60
BAB VIII
GOOD GOVERNANCE

A. Pengertian Good Governance


Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek
dan tata cara pemerintahan dan warga mengatur sumber
daya serta memecahkan masalah-masalah publik. Dalam
konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu
actor dan tidak selalu menjadi aktor yang menentukan.
Implikasi peran pemerintah sebagai pembangunan
maupun penyedia jasa layanan dan infrastruktur akan
bergeser menjadi bahan pendorong terciptanya
lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain
dikomunitas. Governance menuntut redefinisi peran
negara, dan itu berarti adanya redefinisi pada peran
warga. Adanya tuntutan yang lebih besar pada warga,
antara lain untuk memonitor akuntabilitas pemerintahan
itu sendiri.
Dapat dikatakan bahwa good governance adalah
suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang
solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip
demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah
alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik
secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin
anggaran serta penciptaan legal and political frame work
bagi tumbuhnya aktifitas usaha. Padahal, selama ini
birokrasi di daerah dianggap kompeten. Dalam kondisi
demikian, pemerintah daerah selalu diragukan kapasitas-
nya dalam menjalankan desentralisasi. Disisi lain mereka
juga harus mereformasi diri dari pemerintahan yang

Pendidikan Kewarganegaraan | 61
korupsi menjadi pemerintahan yang bersih dan
transparan.

B. Ciri-Ciri Good Governance


Dalam dokumen kebijakan United Nation
Development Programme (UNDP) lebih jauh
menyebutkan ciri-ciri good governance, yaitu:
1. Mengikut sertakan semua, transparansi dan
bertanggung jawab, efektif dan adil.
2. Menjamin adanya supremasi hukum.
3. Menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan
ekonomi didasarkan pada konsesus masyarakat.
4. Memperhatikan kepentingan mereka yang paling
miskin dan lemah dalam proses pengambilan
keputusan menyangkut alokasi sumber daya
pembangunan.

Penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis


saat ini adalah pemerintahan yang menekankan pada
pentingnya membangun proses pengambilan keputusan
publik yang sensitif terhadap suara-suara komunitas.
Yang artinya, proses pengambilan keputusan bersifat
hirarki berubah menjadi pengambilan keputusan dengan
adil seluruh stake holder.

C. Prinsip-Prinsip Good Governance


Negara dengan birokrasi pemerintahan dituntut
untuk merubah pola pelayanan diri birokratis elitis
menjadi birokrasi populis. Dimana sektor swasta sebagai
pengelola sumber daya di luar negara dan birokrasi
pemerintahpun harus memberikan konstribusi dalam
Pendidikan Kewarganegaraan | 62
usaha pengelolaan sumber daya yang ada. Penerapan cita
good governance pada akhirnya mensyaratkan
keterlibatan organisasi masyarakatan sebagai kekuatan
penyeimbang Negara.
Namun, cita good governance kini sudah menjadi
bagian sangat serius dalam wacana pengembangan para
digma birokrasi dan pembangunan kedepan. Karena
peranan implementasi dari prinsip good governance
adalah untuk memberikan mekanisme dan pedoman
dalam memberikan keseimbangan bagi para stake holders
dalam memenuhi kepentingannya masing-masing. Dari
berbagai hasil yang dikaji Lembaga Administrasi Negara
(LAN) menyimpulkan ada Sembilan aspek fundamental
dalam perwujudan good governance, yaitu:
1. Partisipasi (Participation)
Partisipasi antara masyarakat khususnya orang tua
terhadap anak-anak mereka dalam proses pendidikan
sangatlah dibutuhkan. Karena tanpa partisipasi orang tua,
pendidik (guru) ataupun supervisor tidak akan mampu
bisa mengatasinya. Apalagi melihat dunia sekarang yang
semakin rusak yang mana akan membawa pengaruh
terhadap anak-anak mereka jika tidak ada pengawasan
dari orang tua mereka.

2. Penegakan Hukum (Rule of Low)


Dalam pelaksanaan tidak mungkin dapat berjalan
dengan kondusif apabila tidak ada sebuah hukum atau
peraturan yang ditegakkan dalam penyelenggaraannya.
Aturan-aturan itu berikut sanksinya guna meningkatkan
komitmen dari semua pihak untuk mematuhinya. Aturan-
aturan tersebut dibuat tidak dimaksudkan untuk
Pendidikan Kewarganegaraan | 63
mengekang kebebasan, melainkan untuk menjaga
keberlangsungan pelaksanaan fungsi-fungsi pendidikan
dengan seoptimal mungkin.

3. Transparansi (Transparency)
Persoalan pada saat ini adalah kurangnya
keterbukaan supervisor kepada para staf-stafnya atas
segala hal yang terjadi, dimana salah satu dapat
menimbulkan percekcokan antara satu pihak dengan
pihak yang lain, sebab manajemen yang kurang
transparan. Apalagi harus lebih transparan di berbagai
aspek baik di bidang kebijakan, baik di bidang keuangan
ataupun bidang-bidang lainnya untuk memajukan kualitas
dalam pendidikan.

4. Responsif (Responsiveness)
Salah satu untuk menuju cita good governance
adalah responsif, yakni supervisor yang peka, tanggap
terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di lembaga
pendidikan, atasan juga harus bisa memahami kebutuhan
masyarakatnya, jangan sampai supervisor menunggu staf-
staf menyampaikan keinginan-keinginannya. Supervisor
harus bisa menganalisa kebutuhan-kebutuhan mereka,
sehingga bisa membuat suatu kebijakan yang strategis
guna kepentingan kepentingan bersama.

5. Konsensus (Consensus Orientation)


Aspek fundamental untuk cita good governance
adalah perhatian supervisor dalam melaksanakan tugas-
tugasnya adalah pengambilan keputusan secara
konsensus, dimana pengambilan keputusan dalam suatu
Pendidikan Kewarganegaraan | 64
lembaga harus melalui musyawarah dan semaksimal
mungkin berdasarkan kesepakatan bersama (pencapaian
mufakat). Dalam pengambilan keputusan harus dapat
memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak juga
dapat menarik komitmen komponen-komponen yang ada
di lembaga. Sehingga keputusan itu memiliki kekuatan
dalam pengambilan keputusan.

6. Kesetaraan dan keadilan (Equity)


Asas kesetaraan dan keadilan ini harus di junjung
tinggi oleh supervisor dan para staf-staf di dalam
perlakuannya, dimana dalam suatu lembaga pendidikan
yang plural baik segi etnik, agama dan budaya akan
selalu memicu segala permasalahan yang timbul. Proses
pengelolaan supervisor yang baik itu harus memberikan
peluang, jujur dan adil. Sehingga tidak ada seorangpun
atau para staf yang teraniaya dan tidak memperoleh apa
yang menjadi haknya.

7. Efektifitas dan Efisien


Efektifitas dan Efisien disini berdaya guna dan
berhasil guna, efektifitas diukur dengan parameter produk
yang dapat menjangkau besarnya kepentingan dari
berbagai kelompok. Sedangkan efisien dapat diukur
dengan rasionalitasi untuk memenuhi kebutuhan yang ada
di lembaga. Dimana efektifitas dan efisien dalam proses
pendidikan, akan mampu memberikan kualitas yang
memuaskan.

8. Akuntabilitas

Pendidikan Kewarganegaraan | 65
Asas akuntabilitas berarti pertanggung jawaban
supervisor terhadap staf-stafnya, sebab diberikan
wewenang dari pemerintah untuk mengurus urusan dan
kepentingan yang ada di lembaga. Setiap supervisor harus
mempertanggung jawabkan atas semua kebijakan,
perbuatan maupun netralitas sikap-sikap selama bertugas
di lembaga.

9. Visi Strategi (Strategic Vision)


Visi strategi adalah pandangan-pandangan strategi
untuk menghadapi masa yang akan datang, karena
perubahan-perubahan yang akan datang mungkin menjadi
perangkap bagi supervisor dalam membuat kebijakan-
kebijakan. Disinilah diperlukan strategi-strategi jitu untuk
menangani perubahan yang ada.

D. Konsep Good Governance Dalam Otonomi Daerah


Otonomi Daerah mempunyai karakteristik sebagai
berikut: pemerintah pusat mengurusi hal yang makro-
strategis, pemerintah daerah diberdayakan, partisipasi
masyarakat dalam proses politik di daerah ditingkatkan,
daerah ikut dalam pelaksanaan pengelolaan kekayaan
daerah. Agar dalam pelaksanaan otonomi daerah tidak
mengarah pada bentuk powertend to corrupt, maka harus
di ikuti pengelolaan pemerintahan yang baik “Good
Governance”. Good Governance merupakan otoritas
politik, ekonomi, dan administrasi untuk mengatur
urusan-urusan negara, yang memiliki mekanisme, proses,
hubungan serta kelembagaan yang kompleks dimana
warga negara dan berbagai kelompok mengartikulasikan
kepentingan mereka, melaksanakan hak dan kewajiban
Pendidikan Kewarganegaraan | 66
mereka serta menengahi perbedaan yang ada diantara
mereka. Model-model Good Governance:
1. Economic Governance merupakan proses pembuatan
keputusan dalam relasi ekonomi (intern negara dan
antar negara)
2. Political Governance merupakan pembuatan
keputusan, pelaksanaan kebijakan yang mempunyai
legitimasi dan otoritas dalam negara.
3. Administratif Governance merupakan sistem
pelaksanaan kebijakan, bersifat publik sector yang
bersifat efisiensi, independent dan accountable.

Pendidikan Kewarganegaraan | 67
BAB IX
OTONOMI DAERAH

A. Pengertian Otonomi Daerah


Otonomi secara sempit diartikan sebagai “mandiri”,
sedangkan dalam arti luas adalah “berdaya”. Jadi,
otonomi daerah yang dimaksud disini adalah pemberian
kewenangan pemerintahan kepada pemerintah daerah
untuk secara mandiri atau berdaya membuat keputusan
mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Dalam rumusan normative undang-undang tentang
pemerintahan daerah, otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud daerah otonom adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah
tertentu, yang berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam system
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jadi, otonomi daerah dapat diartikan pelimpahan
kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah. Dalam pola pikir demikian,
otonomi daerah adalah suatu instrumen politik dan
instrumen administrasi/manajemen yang digunakan untuk
mengoptimalkan sumber daya lokal, sehingga dapat di
manfaatkan sebesar-besarnya untuk kemajuan masyarakat
di daerah, terutama menghadapi tantangan global,
mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan
Pendidikan Kewarganegaraan | 68
kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, dan
mengembangkan demokrasi.

B. Latar Belakang Otonomi Daerah


Krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia
sejak tahun 1997 telah memporakporandakan hampir
seluruh sendi-sendi ekonomi dan politik negeri iniyang
telah dibangun cukup lama. Lebih jauh lagi, krisis
ekonomi dan politik, yang berlanjut menjadi multikrisis,
telah mengakibatkan semakin rendahnya tingkat
kemampuan dan kapasitas negara dalam menjamin
kesinambungan pembangunan.
Krisis tersebut salah satunya diakibatkan oleh
sistem manajemen negara dan pemerintahan yang
sentralistik, dimana kewenangan dan pengelolaan segala
sektor pembangunan berada dalam kewenangan
pemerintah pusat, sementara daerah tidak memiliki
kewenangan untuk mengoleola dan mengatur daerahnya.
Sebagai respons dari krisis tersebut, pada masa
reformasi dicanangkan suatu kebijakan restrukturisasi
sistem pemerintahan yang cukup penting yaitu
melaksanakan otonomi daerah dan pengaturan
perimbangan keuangan antar pusat dan daerah.
Paradigma lama dalam manajemen pemerintahan
yang berporos pada sentralisme kekuasaan diganti
menjadi kebijakan otonomi daerah, yang tidak dapat
dilepaskan dari upaya politik pemerintah pusat untuk
merespon tuntutan kemerdekaan atau negara federal dari
beberapa wilayah, yang memiliki asset sumber daya alam
melimpah, namun tidak mendapatkan haknya secara
proporsional pada masa pemerintahan Orde Baru.
Pendidikan Kewarganegaraan | 69
Otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan
pemerataan pembangunan sosial ekonomi, penyeleng-
garaan pemerintahan, dan pembangunan kehidupan
berpolitik yang efektif. Sebab dapat menjamin
penanganan tuntutan masyarkat secara variatif dan cepat.

C. Tujuan dan Landasan Hukum Otonomi Daerah


Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah menurut
pendapat beberapa ahli adalah sebagai berikut:
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi
dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan
dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis,
untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan,
dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak
demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan
otonomi daerah adalah untuk mencapai pemerintahan
yang efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaraan
otonomi daerah diperlukan agar perhatian lebih fokus
kepada daerah.
d. Dilihat dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan
agar masyarakat dapat turut berpartisipasi dalam
pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.

Landasan hukum melaksanakan otonomi daerah


adalah Pasal 18 UUD 1945 yang berbunyi sebagai
berikut:
(1)Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan derah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
Pendidikan Kewarganegaraan | 70
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah, yang diatur dengan undang-undang.
(2)Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
(3)Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
kota memiliki Dewan Peerwakilan Rakyat Daerah
yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
(4)Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing
sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten,
dan kota dipilih secara demokratis.
(5)Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah
Pusat.
(6)Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksana-
kan otonomi dan tugas pembantuan.
(7)Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan
daerah diatur dalam undang-undang.

D. Kaitan Otonomi Daerah dengan Wawasan


Nusantara
Otonomi daerah memberikan keleluasaan pada
daerah untuk mengelola dan mendapatkan potensi
sumber-sumber daya alamnya sesuai dengan proporsi
daya dukung yang dimiliki oleh daerahnya. Dengan
demikian, tidak ada kecemburuan dan ketidak adilan
yang terjadi antara pemerintah pusat dengan daerah.
Pendidikan Kewarganegaraan | 71
Sedangkan Wawasan Nusantara menghendaki
adanya persatuan bangsa dan keutuhan wilayah nasional.
Pandangan untuk tetap perlunya persatuan bangsa dan
keutuhan wilayah ini merupakan modal berharga dalam
melaksanakan pembangunan. Wawasan Nusantara juga
mengajarkan perlunya kesatuan sistem politik, sistem
ekonomi, sistem sosial, sistem budaya, dan sistem
pertahanan keamanan dalam lingkup negara nasional
Indonesia. Cerminan dari semangat persatuan itu di
wujudkan dalam bentuk negara kesatuan.
Namun demikian semangat perlunya kesatuan
dalam berbagai aspek kehidupan itu jangan sampai
menimbulkan negara kekuasaan. Negara menguasai
segala aspek kehidupan bermasyarakat termasuk
menguasai hak dan kewenangan yang ada di daerah-
daerah di Indonesia. Tiap-tiap daerah sebagai wilayah
(ruang hidup) hendaknya diberi kewenangan mengatur
dan mengelola sendiri urusannya dalam rangka menda-
patkan keadilan dan kemakmuran.
Oleh karena itu, tidak ada yang salah dengan
otonomi daerah atau dengan kata lain otonomi daerah
tidak bertentangan dengan prinsip wawasan nusantara.
Otonomi dan Desentralisasi adalah cara atau strategi yang
dipilih agar penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini bisa menciptakan pembangunan yang
berkeadilan dan merata diseluruh wilayah tanah air.
Pengalaman penyelenggaraan bernegara yang dilakukan
secara tersentralisasi justru banyak menimbulkan ketidak
adilan di daerah. Keadilan adalah prasyarat bagi
terwujudnya persatuan bangsa sebagaimana hakikat dari
Wawasan Nusantara.
Pendidikan Kewarganegaraan | 72
E. Hak dan Kewajiban Daerah dalam Otonomi
Daerah
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah, baik
daerah provinsi maupun daerah kabupaten/kota
mempunyai hak sebagai berikut:
1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerinta-
hannya;
2. Memilih pimpinan daerah;
3. Mengelola aparatur daerah;
4. Mengelola kekayaan daerah;
5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;
7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang
sah; dan
8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam Peraturan
perundang-undangan.

Sedangkan kewajiban daerah dalam penyeleng-


garaan otonomi daerah adalah sebagai berikut:
a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan
dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang
layak;
h. Mengembangkan sistem jaminan sosial;
Pendidikan Kewarganegaraan | 73
i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. Mengembangkansumberdaya produktifdidaerah;

Hak dan kewajiban daerah di atas diwujudkan


dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan
dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan
pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem
pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara
efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patuh
dan taat pada peraturan perundang-undangan.

Pendidikan Kewarganegaraan | 74
BAB X
MASYARAKAT MADANI

A. Konsep Masyarakat Madani


Wacana masyarakat madani mulai popular sekitar
awal tahun 90-an di Indonesia dan masih terdengar asing
pada sebagian dari kita. Konsep ini awalnya berkembang
di Barat, dan berakhir setelah lama terlupakan dalam
perdebatan wacana sosial modern, dan kemudian
mengalami revitalisasi terutama ketika Eropa timur
dilanda gelombang reformasi di tahun-tahun pertengahan
80-an hingga 90-an. Mengenai wacana tentang masya-
rakat madani masih dalam perdebatan, namun beberapa
kalangan ada yang berpendapat bahwa masyarakat
madani adalah persamaan dari kata civil society.
Civil Society sebagai sebuah konsep yang berasal
dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa
Barat yang mengalami proses transformasi dari pola
kehidupan feodal menuju kehidupan masyarakat industry
kapitalis. Proses sejarah dari masyarakat Barat, perkem-
bangannya bisa diruntut mulai dari Cecero sampai pada
Antonio Gramsci dan De’Tocquville bahkan menurut
Manfred Ridel, Cohen dan Arato serta M. Dawam
Raharjo, pada masa Aristoteles wacana civil society
sudah dirumuskan sebagai sistem kenegaraan dengan
menggunakan istilah koinonia politike yaitu sebuah
komunitas politik tempat warga terlibat langsung pada
peraturan ekonomi dan politik serta pengambilan
keputusan.
Konsep civil society kemudian dikembangkan oleh
filosof John Locke dari istilah Civillian Govermant
Pendidikan Kewarganegaraan | 75
(pemerintahan sipil) yang berasal dari bukunya Civilian
Government pada tahun 1960. Buku tersebut mempunyai
misi menghidupkan pesan masyarakat dalam menghadapi
kekuasaan-kekuasaan mutlak pararajadan hak istimewa
para bangsawan.
Kesulitan dalam mencari padanan kata “Masyarakat
Madani” dalam literatur bahasa Indonesia disebabkan
oleh hambatan psikologis untuk menggunakan istilah-
istilah Arab-Islam dan tiadanya pengalaman empiris
penerapan nilai-nilai madaniyah dalam tradisi kehidupan
politik bangsa Indonesia akhirnya banyak orang yang
memadankan istilah masyarakat madani dengan civil
society, societas civilis (Romawi), atau koinonia politike
(Yunani).
Terjadinya pro dan kontra terhadap pengistilahan
civil society dan masyarakat madani merupakan hal yang
menarik untuk dibahas sebagai landasan teori yang dapat
digunakan untuk menentukan keobyekan konsep
masyarakat madani.
Tokoh yang mewakili tidak setuju untuk
memadukan civil society dengan masyarakat madani
adalah Hikam, dengan alasan bahwa istilah masyarakat
madani cenderung telah di kooptasi oleh Negara karena
dipahami sebagai masyarakat ideal yang disponsori atau
dibuat oleh Negara masyarakat madani secara khusus di
populerkan oleh pemikir Islamis yang kemudian
cenderung menjadi monopoli kalangan Islam.
Sementara tokoh yang sepakat terhadap padanan
civil society dengan masyarakat madani adalah
Nurcholish Madjid, Dawam Raharjo, dan Bachtiar Efendi
serta umumnya pemikir yang mempunyai latar belakang
Pendidikan Kewarganegaraan | 76
pendidikan ke-islaman Modernitas Sekularis semisal
Syafi’I Ma’arif, Komaruddin Hdayat, bahkan Amien Rais
dalam pidato pengukuhan guru besarnya yakni membahas
kuasa, tuna kuasa dan demokratisasi kekuasaan
mendukung terwujudnya masyarakat madani di
Indonesia.
Konsep civil society diartikan sama dengan konsep
masyarakat madani, dimana sistem sosial yang ada dalam
masyarakat madani diambilkan dari sejarah Nabi
Muhammad sebagai pemimpin ketika itu yang memba-
ngun peradaban tinggi dengan mendirikan Negara-Kota
Madinah dan meletakkan dasar-dasar masyarakat madani
dengan menggariskan ketentuan untuk hidup bersama
dalam suatu dokumen yang dikenal dengan Piagam
Madinah (Mitsaqal-Madinah).
Idealisasi tatanan masya-rakat Madinah ini
didasarkan pada keberhasilan Nabi dalam mempraktekan
dan mewujudkan nilai-nilai keadilan, ekualitas,
kebebasan, penegakan hukum dan jaminan terhadap
kesejahteraan bagi semua warga serta perlindungan
terhadap kaum yang lemah dan kelompok minoritas,
walupun eksistensi masyarakat madani hanya sebentar
tetapi secara historis memberikan makna yang penting
sebagai teladan bagi perwujudan masyarakat yang ideal
di kemudian hari untuk membangun tatanan kehidupan
yang sama, maka dari itu tatanan masyarakat Madinah
yang telah dibangun oleh Nabi secara kualitatif di
pandang oleh sebagian intelektual muslim sejajar dengan
konsep civil society.
Pada dasarnya, masyarakat madani yang di
contohkan oleh Nabi adalah reformasi total terhadap
Pendidikan Kewarganegaraan | 77
masyarakat yang hanya mengenal supremasi kekuasaan
pribadi seorang raja sebagaimana selama ini menjadi
pengertian umum tentang Negara.
Istilah masyarakat madani di Indonesia diperkenal-
kan oleh Dato Anwar Ibrahim ketika berkunjung ke
Indonesia, dalam ceramahnya pada sinponsium nasional
dalam rangka forum ilmiah pada acara festival Istiqlal 26
September 1995, memperkenalkan istilah masyarakat
madani sebagai terjemahan civil society. Lebih lanjut,
Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa masyarakat madani
adalah system sosial yang subur yang di asaskan pada
prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan perseorangan dengan kestabilan masyarakat.
Penerjemahan civil society menjadi masyarakat
madani di dasari oleh konsep kota Ilahi, kota peradaban
atau masyarakat kota dan disisi lain pemaknaan itu juga
dilandasi oleh konsep al-Mujtama’ al-Madani yang di
kenalkan oleh Naqwib al-Attas.
Masyarakat madani merupakan konsep tentang
masyarakat yang mampu memajukan dirinya melalui
aktifitas mandiri dalam suatu ruang gerak yang tidak
mungkin Negara melakukan intervensi terhadapnya. Hal
ini terkait erat dengan konsep masyarakat madani dengan
konsep demokrasi dan demokratisasi, karena demokrasi
hanya mungkin tubuh pada masyarakat madani dan
masyarakat madani hanya berkembang pada lingkungan
yang demokratis.

B. Ciri-Ciri Masyarakat Madani


Masyarakat madani atau civil society merupakan
salah satu bentuk konsep ideal menuju demokrasi,
Pendidikan Kewarganegaraan | 78
apabila sudah terwujud, masyarakat madani mempunyai
indikasi-indikasi yang sesuai dengan perspektif
masyarakat madani itu ditafsiri dan di definisikan. Secara
umum masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu
masyarakat atau institusi yang mempunyai ciri-ciri antara
lain: Kemandirian, toleransi, keswadayaan, kerelaan
menolong satu sama lain dan menjujung tinggi norma dan
etika yang telah disepakati bersama-sama.
Secara histori supaya untuk merintis institusi
tersebut sudah muncul sejak masyarakat Indosesia mulai
mengenal pendidikan modern dan sisitem kapitlisme
global modernisasi yang memunculkan kesadaran untuk
mendirikan orgnisasi-orgnisasi modern seperti Budi
Utomo (1908), Syarikat Dagang Islam (1911),
Muhammadiyah (1912) dan lain-lain.
Menurut perspektif A.S. Hikam, civil society
merupakan wacana yang berasal dari Barat dan lebih
mendekati subtansinya apabila tetap di sebutkan dengan
istilah aslinya tanpa menterjemahkan dengan istilah lain
atau tetap berpedoman dengan kosep de'Tocquiville
merupakan wilayah sosial terorganisir yang mempunyai
ciri-ciri antara lain: Kesukarelaan (Voluntary), Keswa-
sembadaan (self-generating), Keswadayaan (self-
supporting), serta kemandirian tinggi berhadapan dengan
Negara dan keterkaitan dengan norma-norma atau nilai-
nilai hukum yang di ikuti oleh warganya. Civil society
adalah suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya
prilaku tindakan dan refleksi mandiri kemudian tidak
terkungkung oleh kondisi material serta tidak terserap
dalam kelembagaan politik yang resmi.

Pendidikan Kewarganegaraan | 79
Gambaran bentuk masyarakat masa depan yang di
inginkan umat manusia yang mengakui harkat manusia
adalah hak-hak dan kewajibannya dalam masyarakat
yaitu masayarakat madani, dapat juga dijelaskan dengan
karakteristik sebagai berikut:
1) Masyarakat yang mengakui hakikat kemanusiaan yang
bukan sekedar mengisi kebutuhannya untuk hidup
(proses humanisasi) tetapi untuk eksis sebagai
manusia.
2) Pengakuan hidup bersama manusia sebagai makhluk
sosial melalui sarana Negara. Negara menjamin dan
membuka peluang kondusif agar para anggotanya
dapat berkembang untuk merealisasikan dirinya dalam
tatanan vertical (antara manusia dengan Tuhan) atau
tatanan horizontal (mausia dengan manusia). Interaksi
kedua tatanan tersebut penting karena tanpa orientasi
kepada Tuhan maka tatanan kehidupan bersama tidak
bermakna. Tuhan adalah sumber nilai yang mengatur
keseluruhan kehidupan manusia.
3) Manusia yang mengakui karakteristik tersebut dan
mengakui hak asasi manusia dalam kehidupan yang
demokratis adalah yang disebut masayarakat madani
(civil society).

Pilar penegak masyarakat madani adalah institusi-


institusi yang menjadi bagian dari sosial control yang
berfungsi untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan
penguasa yang diskriminatif serta mampu memper-
juangkan aspirasi masyarakat yang tertindas dan pilar
tersebut yang menjadi prasyarat mutlak bagi terwujudnya
kekuatan masyarakat madani, pilar tersebut adalah
Pendidikan Kewarganegaraan | 80
lembaga swadaya masyarakat (LSM), pers supremasi
hukum, perguruan tinggi dan partai politik.

C. Demokrasi Melalui Masyarakat Madani


Ketika konsep civil society muncul kepermukaan
wacana demokrasi mendapat sambutan yang cukup
marak tercermin dalam diskusi-diskusi dan seminar-
seminar terutama sejak reformasi bergulir dimaksudkan
sebagai alternative bentuk proses demokratisasi di
Indonsia. Karena civil society dianggap sebagai bentuk
ideal dalam mewujudkan demokrasi di Indonesia.
Demokrasi merupakan bentuk Negara yang
diharapkan terwujud oleh hampir seluruh bangsa-bangsa
di seluruh dunia termasuk Indonesia, karena demokrasi
adalah sebuah konsep politis yang bertujuan untuk
membangun kesejahteraaan masyarkat walaupun menurut
Aristoteles demokrasi adalah bentuk Negara yang kurang
baik.
Ia mengkategorikan kedalam Negara yang buruk
karena domokrasi adalah system yang diperintah oleh
orang banyak yang mempunyai kepentingan berbeda,
latar belakang sosial ekonomi dan tingkat pendidikan
yang berbeda. Namun, dewasa ini demokrasi cenderung
alternatif terbaik dari sekian banyak tawaran bentuk
Negara. John Lock J.J. Rosseau, dan Mostesqui adalah
perintis gagasan demokrasi Barat yang dianut, John Lock
merumuskan teori kontrak social dan Mostesqui
merumuskan teoritrias politika.
Negara demokrasi adalah Negara yang ideal dan
terbuka. Demokrasi bukan sekedar bagian dari sekian
banyak bentuk politik, ia merupakan yang secara
Pendidikan Kewarganegaraan | 81
universal yang lebih disukai, sasarannya adalah keadilan
dan ketertiban yang membentuk masyarakat kearah yang
lebih baik. Dalam pemerintahan Negara yang
menggunakan demokrasi, bentuk politiknya akan terlihat
dengan pasti, sistem pemerintahan yang dibangun melalui
perwakilan.
Namun, realitanya Negara dengan sistem
demokrasi tidak selamanya mencapai tataran demokratis.
Contoh kasus pada pemerintahan Orde Baru yang
berkuasa dimana posisi Negara yang amat kuat
intervensinya, dan hegemoni dalam pergolakan sosial,
ekonomi, politik dan budaya bahkan dalam persoalan
ideologi.
Orde Baru memang telah berusaha untuk berperan
sebagai pengimbang antar kepentingan-kepentingan yang
bertentangan dengan masyarakat. Hal ini dilakukan
dengan strategi yang ada dalam masyarakat untuk
menyalurkan aspirasinya melalui organisasi-organisasi
yang disahkan dan dikontrol Negara, akibatnya adalah
asosiasi-asosiasi suka rela menjadi lemah dan cenderung
kecil jumlahnya sehingga menyulitkan mereka untuk
menjadi kekuatan bagi penyeimbang kekuatan Negara.
Demokratisasi merupakan sebuah proses perubah
dari rezim non-demokratis menjadi demokrtis. Proses ini
berawal dari rezim otoritarian yang membangun sistem
politik yang hegemonik, tertutup dan tidak punya
kesempatan partisipasi yang memadai untuk warga
negara dalam proses politik yang sedang berlangsung dan
bergeser ke arah pembentukan sistem politik yang lebih
terbuka dan demokratis yang pada akhirnya terbentuk

Pendidikan Kewarganegaraan | 82
satu tatanan kehidupan yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Warga Negara secara bebas dan berkala memilih
orang-orang yang mereka nilai layak dan dapat di
percaya untuk memerintah.
2. Orang yang memerintah dapat dipercaya dan
bertanggung jawab langsung kepada orang yang di
perintah.
3. Ada mekanisme politik yang memungkinkan warga
Negara dapat mengontrol sejauh mana kepentingan
mereka dilaksanakan oleh orang yang memerintah.
4. Ada kesejajaran tawar-menawar politik antara warga
Negara dengan orang yang memerintah, sebagai
jaminan terciptanya hubungan yang bersifat
konsulatif.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang ingin


mewujudkan demokrasi, maka diantara syarat
terwujudnya demokrasi adalah terwujudnya masyarakat
madani. Hubungan antara demokrasi dengan masyarakat
madani menurut Dawam, bagaikan kedua sisi mata uang
yang bersifat ko-eksistensi, karena hanya dalam
masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat
ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana
demokratis msyarakat madani dapat berkembang secara
wajar. Nurcholish Madjid juga berpendapat bahwa civil
society merupakan rumah persemaian demokrasi.
Untuk mencapai terciptanya kehidupan yang
demokratis menurut Amien Rais, ada beberapa langkah
yang harus di tempuh, pertama adalah pendidikan pada
masa rakyat, sehingga rakyat diharapkan dapat memiliki
Pendidikan Kewarganegaraan | 83
keberaian menyampaikan pendapat sekalipun berbeda
pendapat dengan penguasa, kedua penguasa harus
diyakinkan bahwa hanya dengan legitimasi atau
keabsahan dari rakyat, ketiga adalah masyarakat
intelektual yang mempu mensosialisasikan gagasan
demokrasi.

D. Perkembangan Masyarakat Madani di Indonesia


Secara historis kelembagaan civil society muncul
ketika proses-proses tranformasi akibat modernisasi
terjadi dan menghasilkan pembentukan sosial baru yang
berbeda dengan masyarakat tradisional. Hal ini dapat
ditelaah ulang ketika terjadi perubahan sosial pada masa
kolonial, utamanya ketika kapitalisme mulai dikenalkan
oleh Belanda. Hal itu telah mendorong terjadinya
pembentukan sosial lewat proses industrialisasi,
urbanisasi dan pendidikan modern. Pada akhirnya,
muncul kesadaran dikalangan kaum elit pribumi yang
kemudian mendorong terbentuknya organisasi sosial
modern di awal abad ke-XX, gejala ini menandai mulai
berseminya masyarakat madani.
Pada awal ini gerakan-gerakan organisasi
melibatkan pekerja dan intelektual yang masih muda dan
ditandai juga dengan timbulnya kesadaran para buruh
tentang kebutuhan mereka untuk berorganisasi dalam
rangka menuju ke arah yang lebih baik. Sebenarnya,
pekerja Eropa yang memperkenalkan semangat
perserikatan kepada para pekerja Indonesia, dan pada
bulan Oktober 1905 pertama kali didirikan serikat buruh
oleh pekerja Eropa di perumka Bandung.

Pendidikan Kewarganegaraan | 84
Pada tahun 1980-an, terjadi perubahan politik yang
cukup signifikan yang dipandang sebagai proses
demokratisasi dan perkembangan masyarakat madani di
Indonesia. Kalangan muslim yang sebelumnya berada di
margin politik mulai berani masuk ketengah kekuasaan
dan pada saat yang sama proses demokratisasi
menemukan hal yang baru dan katup yang membendung
proses demokratisasi mulai terbuka. Terbukti dengan
maraknya gerakan pro demokrasi.
Turunnya rezim Soeharto dan munculnya Orde
Baru menunjukkan proses rekonstruksi politik, ekonomi,
sosial dan membawa dampak bagi perkembangan
masyarakat madani di Indonesia. Pada tataran sosial
ekonomi akselerasi pembangunan melalui industrialisasi
telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
belum pernah terjadi sebelumnya dan mendorong
terjadinya perubahan struktur sosial masyarakat
Indonesia yang ditandai dengan bergesernya pola-pola
kehidupan masyarakat agraris.
Tumbangnya pemerintahan Soeharto dengan cepat
dan dramatis pada Mei 1998 dan diikuti dengan
perubahan-perubahan sosial dan politik sangat penting
dan potensial bagi terciptanya masyarakat madani. Secara
umum politik represi (menekan) yang menandai
pemerintahan Soeharto berakhir dan digantikan dengan
politik yang lebih bebas dan demokratis. Berakhirnya era
3 parpol yaitu PPP, PDI, dan GOLKAR dengan
pemberian kebebasan kepada masyarakat untuk
mendirikan partai-partai, sehingga pada akhirnya terdapat
lebih dari 100 partai, namun setelah melalui seleksi tim
11 hanya ada 48 partai yang dinyatakan berhak mengikuti
Pendidikan Kewarganegaraan | 85
pemilu serta berakhirnya era asas tunggal Pancasila dan
memberikan kebebasan memilih asas lain termasuk asas
agama.
Pemerintahan Orde Baru yang telah menghilangkan
kekuatan kebhinekaan dan mencoba menggusur suatu
masyarakat yang uniform sehingga terciptalah suatu
struktur kekuasaan yang sangat sentralistik dan birokratik
yang menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia karena
dalam usaha menekan persatuan yang mengesampingkan
perbedaan melalui cara-cara represif yang berakibat
mematikan inisiatif dan kebebasan berfikir serta
bertindak dalam pembangunan bangsa. Maka era
reformasi yang mempunyai cita-cita pengakuan
kebhinekaan sebagai modal bangsa Indonesia dalam
rangka untuk menciptakan masyarakat madani yang
menghargai perbedaan sebagai kekuatan dan sebagai
identitas bangsa yang secara cultural di nilai sangat kaya
dan bervariasi.
Gerakan untuk membentuk masyarakat madani
berkaitan dengan proses demokratisasi merupakan tujuan
era reformasi untuk membina suatu masyarakat Indonesia
yang baru dalam rangka mewujudkan proklamasi tahun
1945 yaitu membangun masyarakat Indonesia yang
demokratis atau masyarakat madani Indonesia merupakan
misi dari gerakan reformsi dan misi dari reformasi sistem
pendidikan nasional.

E. Hubungan Negara Dengan Masyarakat


Kata negara yang umum diterima sebagai
pengertian yang menunjukkan organisasi tertitorial suatu
bangsa, sejak itu pula lazim ditafsirkan dalam berbagai
Pendidikan Kewarganegaraan | 86
arti. Negara lazim di identifikasi dengan pemerintah,
umpamanya apabila kata itu digunakan dalam pengertian
kekuasaan negara, kemauan negara dan sebagainya.
Konsep state dan civil society berada pada negara
sebagai kekuasaan mandiri apabila negara dihubungkan
dengan posisi masyarakat, maka berdasarkan kriteria
kemandirian negara terdapat tiga kelompok kategori
tentang Negara:
a. Teori Negara sebagai alat (teori instrumental),
menurut teori ini negara adalah alat kekuatan yang
menguasai negara, teori ini dianut oleh kaum
pluralisme dan marxis klasik. Kaum pluralisme
berpendapat bahwa kebijakan negara hanya
merupakan interaksi kekuatan-kekuatan di masyarakat.
Sedangkan kaum marxis klasik memandang negara
sekedar alat bagi kelas yang mendominasi.
b. Teori struktural tentang Negara, negara di pandang
memiliki kemandirian tetapi sifatnya relatif, sebab
kemandirian itu lahir dari konfigurasi kekuatan-
kekuatan yan gada.
c. Teori Negara sebagai kekuatan mandiri, negara
sebagai subjek yang kepentingan sendiri yang berbeda
dengan kepentingan-kepentingan masyarakat yang
ada.

Negara yang menggunakan korporatisme sebagai


strateginya dan nasionalisasi sebagai bentuk praktisnya
disebut sebagai bentuk Negara organis dimana posisi
masyarakat itu lemah, hegemoni merupakan bahasa
keseharian Negara intervensi dan kooptasi dengan dalih
demi kesejahteraan masyarakat, Negara menciptakan
Pendidikan Kewarganegaraan | 87
kesempatan kontrol sehingga posisi masyarakat dikekang
oleh pemerintah atau Negara.
Demokrasi dengan teori state dan civil society
keduanya tidak dapat dipisahkan, state menjadi kuat
karena melemahnya society, begitu pula sebaliknya.
Dengan demikian, demokratisasi berjalan melalui
melemahnya state sehingga state mengurangi
intervensinya dalam sektor publik dan membiarkan
society menjadi mandiri bebas bergerak. State berfungsi
dalam pengawasan hukum bahkan pelayanan administrasi
dan pelaksanaan keputusan publik. Dengan demikian,
secara teoritis Negara semasa orde baru bisa dikatakan
negara organisasi.

Pendidikan Kewarganegaraan | 88
89

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto, 2006, Pendidikan Kewarganegaraan,


Erlangga, Jakarta.
2. http://ridwanaz.com/akademik/kewarganegaraan/meng
etahui-arti-atau-pengertian-pancasila/PutraCenter.net–
About Economics, Law, CityPlanning, and Learn
Language Online.
3. http://putracenter.net/2010/04/05/implementasi-
pancasila-dalam-kehidupan-berbangsa/
4. Christine Sussana Tjhin. “Menjalin Demokrasi Lokal
dengan Regional: Membangun Indonesia, Membangun
ASEAN” CSIS Working Paper Series, November
2005. Dapat diakses pada
http://www.csis.or.id/papers/wps054
5. http://baehaqiarif.files.wordpress.com
6. Darma putra, 1988, Pancasila Identitas dan
Modernitas: Tinjauan Etis dan Budaya, PT.BPK
Gunung Mulia, Jakarta. Declaration of Human Rights,
http://www.un.org/en/documents/udhr/index.shtml
7. Udin Winata putra. 2001. Jati diri Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistematik
Pendidikan Demokrasi. Disertasi UPI. Tidak
diterbitkan. Undang-Undang Dasar 1945 dan
Perubahannya.
8. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang No. 17 Tahun
2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Tahun 2005-2025. Undang-Undang No. 3 Tahun 2002
Pendidikan Kewarganegaraan | 89
90

tentang Pertahanan. Negara Undang-Undang No. 34


Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia, No. 39 tahun
1999, tentang Hak Asasi Manusia Utrecht.

Pendidikan Kewarganegaraan | 90

Anda mungkin juga menyukai