Oleh kelompok 1:
Nurfadhillah 1586206015
Suci Laila
Aufa
Puji dan Syukur kita panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkatlimpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun tugas critical book reportini dengan
baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam tugas ini kami akan membahas mengenai
Perbedaan didalam dua buku filsafat yang kami baca yaitu “Filsafat Pendidikan” dan “Pengantar
Filsafat Pendidikan”. Tugas critical book report ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan
beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan
selama mengerjakan tugas ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan ltugas ciritical
bookreport ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangunkan kami.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan tugas
selanjutnya.Akhir kata semoga tugas yang saya buat ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua dan dapat memberikan nilai lebih pada proses pembelajaran mata kuliah
“FilsafatPendidikan”.
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
4
D. Aliran Rekontruksionalisme ..................................................................... 68
E. Aliran Eksistensialisme ............................................................................ 69
F. Aliran Idealisme ....................................................................................... 69
BAB I
5
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU
Konsep dasar filsafat adalah kedudukan, fokus, cakupan, tujuan dan fungsi serta
kaitannya dengan implementasi kehidupan sehari-hari. Berikutnya dibahas pula tentang
definisi, ruang lingkup,ciri-ciri serta manfaat.Pembahasan filsafatmencakup sistematika,
permasalahan, keragaman pendekatan dan paradigma (pola pikir) dalam pengkajian dan
pengembangan ilmu dan dimensi ontologis, epistomologis dan aksiologis. Selanjutnya
dikaji mengenai makna, implikasi dan implementasi filsafat sebagai landasan dalam rangka
pengembangan keilmuan dan kependidikan dengan penggunaan alternatif metodologi
penelitian, baik pendekatan kuantitatif dan kualitatif, maupun perpaduan kedua-duanya.
Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari
pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut membawa
perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori
ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi, baik yang berkaitan
dengan makro kosmos maupun mikrokosmos. Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan
yang selanjutnya berkembang menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil
dan sekaligus semakin aplikatif dan terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala
ilmu membangun kerangka berfikir dengan meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi,
epistimologi dan axiologi.
A. Definisi Filsafat
Pengertian filsafat secara bahasa (etimologi). Filsafat berasal dari beberapa bahasa,
yaitu bahasa Inggris dan Yunani. Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy,
sedangkan dalam bahasa Yunani, filsafat merupakan gabungan dua kata, yaitu philein yang
berarti cinta atau philos yang berarti mencintai, menghormati, menikmati,
dan sophia atau sofein yang artinya kehikmatan, kebenaran, kebaikan, kebijaksanaan, atau
kejernihan. Secara etimologi, berfilsafat atau filsafat berarti mencintai, menikmati
kebijaksanaan atau kebenaran. ( Sutardjo: 2007,10)
Langeveld, dalam bukunya “pengantar pada pemikiran filsafat” (1959) menyatakan,
bahwa filsafat adalah suatu perbincangan mengenai segala hal, sarwa sekalian alam secara
sistematis sampai ke akar-akarnya. Apabila dirumuskan kembali, filsafat adalah suatu
wacana, atau perbincangan mengenai segala hal secara sistematis sampai konsekwensi
terakhir dengan tujuan menemukan hakekatnya.
6
2. Plato
Menyatakan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran
yang murni (asli)
3. Aristetoles
Mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, seperti
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika etika, ekonomi, politik, dan estetika.
4. Descartes
Mendefinisikan filsafat sebagai kumpulan segala ilmu pengetahuan termasuk
didalamnya Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan
5. Al-Farabi (wafat 950 M)
Filsuf muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki halikat yang sebenarnya.
6. Immanuel Kant
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala
pengetahuan yang didalamnya mencakup empat persoalan, yaitu apa yang dapat diketahui
(metafisika), apa yang seharusnya diketahui ( etika), sampai dimana harapan kita (agama),
dan apa yang dinamakan dengan manusia (antropologi).
7. Hasbullah Bakri
Merumuskan filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ketuhanan, alam, semesta alam, dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hekekat ilmu filsafat dapat dicapai oleh akal manusia dan
bagaimana seharusnya sikap manusia setelah mencapai pengetahuan itu.
8. Kattsof
Filsafat adalah hasil pemikiran manusia alam bentuk analisa dan abstraksi dengan
kritis, rasional, komprehensif , mendalam/mendasar dan menyuluh yang di sampaikan
dalaam bentuk yang sistematis.
7
11. Paul Nartorp (1854 – 1924 )
Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan
pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul
sekaliannya.
12. Notonegoro
Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak,
yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
13. Driyakarya
Filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan
berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang
penghabisan “.
1. Ontologi Ilmu
Meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren
dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan
bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah
menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai
nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat
bahkan keyakinan kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada
sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
2. Epistemologi Ilmu
Meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai
pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan
sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal
8
(Verstand),akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan
pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga
dikenal adanya model-model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme
atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya.
Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik be-
serta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori koherensi, korespondesi,
pragmatis, dan teori intersubjektif.
3. Aksiologi Ilmu
Meliputi nilal-nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang
menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasansimbolik atau pun
fisik-material. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai
suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam
melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Ada lima ciri utama hingga upaya itu dapat dikatakan filsafat, yaitu:
9
atau suatu materi, seperti ilmu pengetahuan, tetapi berbicara makna yang ada
dibelakangnya. Dalam filsafat, hakikat seperti ini merupakan akibat dari berpikir
secara radikal.
E. Guna Filsafat
1. Melatih manusia berfikir kritik dan runtut dalam menyusun hasil fikiran secara
sistematis.
2. Menambah pandangan dan cakrawala yangg lebih luas agar tidak berfikir sempit.
3. Melatih diri mengambil kesimpulan mengenai sesuatu hal secara mendalam dan
komprehensif.
4. Menjadikan diri bersikap dinamis dan terbuka dalam menghadai suatu problem.
5. Membuat diri menjadi manusia yang penuh toleransi dan tenggangg rasa.
6. Menjadi alat yang beguna bagi manusia baik unttuk kepentingan pribadinya maupun
dalam hubungannya dengan orang lain.
7. Menyadari akan kedudukan manusia baik sebagai pribadi maupun dalam hubungan
dengan orang lain, alam sekitar dan Tuhan Yang Maha Esa.
BAB II
10
HAKIKAT MANUSIA
A. Hakikat Manusia
Hakikat manusia merupakan inti dari kemanusiaan manusia. Dari awal penciptaannya,
dalam kondisi keberadaannya diatas bumi, sama dengan perjalanannya kembali ke sang
maha pencipta. Manusia memperoleh kehormatan dan kesempatan untuk
mengaktualisasikan hakikat dirinya itu dalam keseluruhan proses kehidupannya di dunia dan
di akhirat. Dengan berbekal hakikat yang selalu melekat pada dirinya, manusia
mengembangkan hidupnya di atas bumi. Dengan teraktualisasikan hakikat dirinya, manusia
akan dapat menemukan kehidupan di dunia dan di akhirat sesuai dengan tujuan penciptaan
manusia yaitu kehidupan yang mulia, bermartabat dan membahagiakan. Kehidupan
demikian itu diatur dengan memenuhi hak-hak asasi masing-masing individu dalam
keseluruhan kemanusiaan.
1. Dimensi kemanusiaan
a. Dimensi kefitrahan
Kata kunci yang menjadi isi dimensi kefitrahan adalah kebenaran dan
keluhuran. Kandungan dimensi kefitrahan ini dapat dibandingkan dengan makna
teori tabularasa (jhon locker). Menyatakan bahwa individu ketika dilahrkan ibarat
kertas putih, bersih dan belum tertulis apapun. Dengan kefitrahannya itu, individu
memang pada dasarnya, sejak dilahirkan dalam keadaan bersih. Namun, kondisi
belum tertuliskan apapun sebagaimana dinyatakan dalam teori tabularasa tidaklah
menjadi ciri dimensi kefitrahan yang dimaksudkan itu. Didalam kefitrahan telah
tertuliskan kaidah-kaidah kebenaran dan keluruhan yang justru menjadi cirri
kandungan utama dimensi ini. Jadi dengan demikian dimensi kefitrahan tidak sama
dengan tabularasa menurut jhon locke.
b. Dimensi keindividual
Kata kunci yang terkandung dalam dimensi keindividualan adalah potensi dan
perbedaan. Disini dimaksudkan bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki
potens, baik potensi fisik maupun mental psikologis, seperti kemampuan
intelegensi, bakat dan kemampuan pribadi lainnya. Kenyataan keilmuan yang
menampilkan isi dimensi keindividualan ini adalah apa yang sering digolongkan
kedalam kaidah-kaidah perbedaan individu (individual difference) dan penampilan
statistic berupa kurva (baik kurva normal ataupun kurva tidak normal).
c. Dimensi kesosialan
11
Kata kunci dari dimensi kesosialan adalah komunikasi dan kebersamaan.
Dengan bahasa (baik bahsa verbal maupun non-verbal, lisan maupun tulisan)
individu menjalani komunikasi atau hubungan dengan individu lain. Disamping itu
individu juga menggalang kebersamaan dengan individual lain dalam berbagai
bentuk.
d. Dimensi kesusilaan
Kata kunci kandungan dimensi kessilaan adalah nilai dan moral. Sesuatu dapat
dinilai sangat tinggi (misalnya dengan diberi label baik), seang (dengan label
cukup), atau rendah (dengan label rendah). Rentang penilaian itu dapat dipersempit
dapat pula diperlebar. Sedangkan ketentuan moral biasanya diikuti oleh sanksi atau
bahkan hukuman bagi pelanggarnya. Sumber moral adalah agama, adat, hokum
ilmu dan kebiasaan.
e. Dimensi keberagaman
Kata kunci kandungan dimensi keberagamaan adalah iman dan taqwa. Dalam
dimensi ini terkandung pemahaman bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki
kecendrungan dan kemampuan untuk mempercai adanya sang maha pencipta dan
maha kuasa serta mematuhi segenap aturan dan perintahnya.
2. Pancadaya.
b. Daya cipta.
Bersangkut paut dengan kemampuan akal, pikiran, fungsi kecerdasan dan
fungsi otak
c. Daya rasa.
Mengacu kepada kekuatan yang mendorong individu atau emosi yang sering
disebut sebagai unsur afektif. Hal-jal yang terkait dengan suasana hati dan
penyikapan termasuk kedalam daya rasa.
d. Daya karsa.
Merupakan kekuatan yang mendorong individu untuk melakukan sesuatu,
secara dinamis bergerak dari satu posisi ke posisi lain, baik dalam arti psikis
maupun keseluruhan dirinya. Daya karsa ini mengarahkan individu untuk
mengaktifkan dirinya, untuk berkembang, untuk berubah dan keluar dari kondisi
status-quo.
e. Daya karya
12
Mengarah pada yang dihasilkannya nyata yang secara langsung dapat
digunakan atau dimanfaatkan baik oleh diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
Pancadaya yang merupakan potensi dasar kemanusiaan itulah yang menjadi isi
hakiki kekuatan pengembangan keseluruhan dimensi kemanusiaan.
a. Aliran serba zat. Aliran ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat
atau materi. Menurut Muhammad nursyam (1991). Mengatakan bahwa “Alam ini
adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam. Maka dari itu, manusia
adalah zat atau materi”.
b. Aliran serba roh. Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di
dunia ini ialah roh. Sementara zat adalah maniifestasi dari roh. Menurut fiche,
segala sesuatu yang ada (selain roh) dan hidup itu hanyalah perumpamaan,
perubahan atau penjelmaan dari roh. Dasar pikiran aliran ini adalah bahwa roh itu
lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari pada materi.
c. Aliran dualism. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri
dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Kedua substansi ini masing-masing
merupakan unsure asal, yang adanya tidak tergantung satu sama lain
Kehadiran manusia pertama tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam semesta.
Asal usul manusia menurut ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari teori tentang
spesies lain yang telah ada sebelumnya melalui proses evolusi. Evolusi menurut para
ahli paleontology dapat dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan tingkat
evolusinya, yaitu: Pertama, tingkat pra manusia yang fosilnya ditemukan di Johanesburg
Afrika Selatan pada tahun 1942 yang dinamakan fosil Australopithecus. Kedua, tingkat
manusia kera yang fosilnya ditemukan di Solo pada tahun 1891 yang disebut
pithecanthropus erectus. Ketiga, manusia purba, yaitu tahap yang lebih dekat kepada
manusia modern yang sudah digolongkan genus yang sama, yaitu Homo walaupun
spesiesnya dibedakan. Fosil jenis ini di neander, karena itu disebut Homo
Neanderthalesis dan kerabatnya ditemukan di Solo (Homo Soloensis). Keempat,
manusia modern atau Homo sapiens yang telah pandai berpikir, menggunakan otak dan
nalarnya.
13
Manusia pada hakekatnya sama saja dengan mahluk hidup lainnya, yaitu memiliki
hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan didukung oleh pengetahuan
dan kesadaran. Perbedaan diantara keduanya terletak pada dimensi pengetahuan, kesadaran
dan keunggulan yang dimiliki manusia dibanding dengan mahluk lain. Manusia sebagai
salah satu mahluk yang hidup di muka bumi merupakan mahluk yang memiliki karakter
paling unik.Manusia secara fisik tidak begitu berbeda dengan binatang, sehingga para
pemikir menyamakan dengan binatang. Letak perbedaan yang paling utama antara manusia
dengan makhluk lainnya adalah dalam kemampuannya melahirkan kebudayaan.
Kebudayaan hanya manusia saja yang memlikinya, sedangkan binatang hanya memiliki
kebiasaan-kebiasaan yang bersifat instinctif.
a. Aspek Kreasi
b. Aspek Ilmu
c. Aspek Kehendak
d. Pengarahan Akhlak
Upaya manusia untuk mendapatkan keterangan bahwa hewan tidak identik dengan
manusia telah ditemukan. Charles Darwin (dengan teori evolusinya) telah berjuang untuk
14
menemukan bahwa manusia berasal dari primat atau kera, tetapi ternyata gagal. Tidak
ditemukannya bukti-bukti yang menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai bentuk ubah
dari primat atau kera melalui proses evolusi yang besifat gradual.
Dalam hal ini Umar Tirtahardja dan S.L.La Sulo, 2010 memaparkan wujud sifat
manusia (yang tidak dimiliki oleh hewan) yang dikemukakan oleh paham eksistensialisme,
dengan maksud menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan yaitu:
Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka
manusia menyadari bahwa dirinya memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Hal ini
menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan orang lain ataupun hewan
disekitarnya. Bahkan bukan hanya bisa membedakan, namun juga bias membuat jarak
(distansi) dengan lingkungan baik yang berupa pribadi maupun non pribadi (benda).
b. Kemampuan bereksistensi
Manusia memiliki pemahaman yang menyertai tentang apa yang akan, yang
sedang, dan yang telah dibuatnya, bahkan mengerti juga akibatnya (baik atau buruk)
bagi manusia sebagai manusia. Dengan sebutan “pelita hati” atau “hati murni”
menunjukkan bahwa kata hati itu adalah kemampuan pada diri manusia yang memberi
penerapan tentang baik buruknya perbuatannya sebagai manusia. Dengan kata lain
dapat disimpulkan juga bahwa kata hati itu adalah kemampuan membuat keputusan
tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia.
d. Moral
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan, maka
yang dimaksud dengan moral (yang sering juga disebut etika) adalah perbuatan itu
sendiri. Seseorang dikatan bermoral tinggi karena ia menyatukn diri dengan nilai-nilai
15
yang tinggi, serta segenap perbuatannya merupakan pergerakan dari nilai-nilai yang
tinggi tersebut.
e. Tanggung jawab.
f. Rasa kebebasan
Merdeka adalah rasa bebas, tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Dalam
pernyataan ini ada dua hal yang kelihatannya saling bertentangan yaitu “rasa bebas” dan
“sesuai dengan tuntutan kodrat manusia” yang berarti ada ikatan. Orang yang hanya
mungkin merasakan adanya kebebasan batin apabila ikatan-ikatan yang ada telah
menyatu dengan dirinya, dan menjiwai segenap perbuatannya. Dengan kata lain, ikatan
luar (yang membelenggu) telah berubah menjadi ikatan dalam (yang menggerakkan).
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai menifestasi dari
manusia sebagai makhluk sosial. Dalam realitas hidup sehari-sehari, umumnya hak
diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban dipandang
sebagai suatu beban. Benarkah kewajiban dianggap beban oleh manusia? Ternyata
bukan beban melainkan suatu keniscayaan. Artinya selama seseorang menyebut dirinya
manusia dan mau dipandang sebagai manusia, maka kewajiban itu menjadi keniscayaan
baginya. Sebab jika mengelakkan maka ia berarti mengingkari kemanusiaannya (yaitu
sebagai kenyataan makhluk social).
Kebahagiaan itu dapat diusahakan peningkatannya. Ada dua hal yang dapat
dikembangkan, yaitu: kemampuan berusaha dan kemampuan menghayati hasil usaha
dalam kaitannya dengan takdir. Dengan demikian pendidikan mempunya peranan
penting sebagai wahana untuk mencapai kebahagiaan, utamanya pendidikan
keagamaan.
Pandangan Max Scheler tentang manusia Manusia yang menghargai kebahagiaan
adalah pribadi manusia yang menghayati segenap keadaan dan kemampuannya.
Manusia menghayati kebahagiaannya apabila jiwanya bersih dan stabil, jujur,
bertanggung jawab, mempunyai pandangan hidup dan keyakinaan hidup yang kukuh
dan bertekat untuk merealisasikan dengan cara yang realistis.
16
BAB III
17
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-
nilai yang ada pada masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan pada hakekatnya adalah untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, misalnya dari keadaan yang tidak tahu
menjadi tahu, dari buruk menjadi baik yang sudah baik menjadi baik lagi.
B. Tujuan Pendidikan
Tujuan merupakan sebuah faktor yang sangat penting dalam setiap kegiatan, termasuk
kegiatan pendidikan. Cita – cita atau tujuan yang ingin di capai harus jelas sehingga semua
pelaksanaan dan sasaran pendidikan memahami atau mengetahui suatu proses kegiatan
seperti pendidikan, bila tidak memiliki sebuah tujuan yang jelas maka proses nya akan
kabur.
1. UU NO 2 Tahun 1985
Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya
yaitu yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kpribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatn dan
bangsa.
2. UU NO 20 Tahun 2003
Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreaatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
1) Langeveld
a. Tujuan Umum
Tercapainya kedewasaan jasmani dan rohani anak didik. Maksud kedewasaan
jasmani adalah jika pertumbuhan jasmani sudah mencapai batas pertumbuhan
maksimal, maka pertumbuhan jasmani tidak akan berlangsung lagi. Kedewasaan
rohani yang dimaksud yaitu peserta didik sudah mampu menolong dirinya
sendiri mampu berdiri sendiri, dan mampu bertanggung jawab atas semua
perbuatan nya.
b. Tujuan Khusus
18
Tujuan khusus yaitu tujuan tertentu yang hendak dicapai berdasar usia, jenis
kelamin, sifat, bakat, intelegensi, lingkungan sosial budaya, tahap – tahap
perkembangan, tuntunan syarat pekerjaan.
c. Tujuan Sementara
Proses untuk mencapai tujuan umum yang tidak dapat dicapai
sekaligus.karena perlu ditempuh setingkat demi setingkat. Tingkatan demi
tingkatan inilah yang disebut tujuan sementara.
2) Bloom
a. Domain Kognitif
Yang meliputi kemampuan – kemampuan yang diharapkan dapat tercapai
setelah dilakukan nya proses belajar mengajar.
b. Domain Afektif
Yaitu berupa kemampuan untuk menerima, menjawab, membentuk dan
mengarakterisasi.
c. Domain Psikomotor
Terdiri dari kemampuan persepsi, kesiapan dan respon terpimpin.
C. Fungsi Pendidikan
Maksud dari pengertian sebuah fungsi pendidikan yaitu Dapat dirasakan nya atau
dimanfaatkannya hasil sebuah pendidikan. Fungsi utama sebuah pendidikan adalah
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, kepribadian serta peradapan yang
bermartabat dalam hidup dan kehidupan atau dengan kata lain pendidikan berfungsi
memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang benar sesuai dengan norma yang
dijadikan landasan nya.
1. MIKRO
Fungsi pendidikan dalam arti mikro (sempit) ialah membantu (secara sadar)
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik.
2. MAKRO
Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, kepribadian serta peradapan
yang bermartabat dalam hidup dan kehidupan atau dengan kata lain pendidikan berfungsi
memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang benar sesuai dengan norma yang
dijadikan landasan nya. Fungsi pendidikan secara makro (luas) ialah sebagai alat
1) Pengembangan pribadi
2) Pengembangan warga negara
3) Pengembangan kebudayaan
19
4) Pengembangan bangsa
3. UU NO 20 Tahun 2003
Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
4. LINGKUNGAN PENDIDIKAN
1) Lingkungan Keluarga
Pendidikan di lingkungan keluarga berfungsi untuk memberikan dasar dan
menumbuh kembangkan anak sebagai mahluk individu, sosial dan religius
a. Pengalaman Pertama Masa Kanak-Kanak
b. Menjamin kehidupan emosional anak
c. Menanamkan dasar pendidikan moral
d. Memberikan dasar pendidikan sosial
e. Peletakkan Dasar-dasar Keagamaan
2) Lingkungan Sekolah
a. Sekolah memberikan keterampilan dasar.
b. Sekolah membuka kesempatan memperbaiki nasib.
c. Sekolah memecahkan masalah-masalah sosial.
d. Sekolah merupakan alat mentransformasikan kebudayaan
3) Lingkungan Masyarakat
Mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
professional
BAB IV
20
PENGERTIAN, KEGUNAAN, DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Pendidikan dan Filsafat Pendidikam Islam
Filsafat merupakan pandangan hidup yang erat hubungannya dengan nilai- nilai
sesuatu yang dianggap benar. Jika filsafat dijadikan pandangan hidup oleh sesuatu
masyarakat, maka mereka berusaha untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
nyata. Jelaslah bahwa filsafat sebagai pandangan hidup suatu bangsa berfungsi sebagai tolok
ukur bagi nilai-nilai tentang kebenaran yang harus dicapai. Adapun untuk mewujudkan nilai-
nilai tersebut dilakukan dengan berbagai cara salah satunya lewat pendidikan.
Menurut UU No.20 Tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
masyarakat, bangsa dan negara. Pada dasarnya pendidikan memerlukan landasan yang
berasal dari filsafat atau hal-hal yang berhubungan dengan
filsafat. Sebagai landasan karena filsafat melahirkan pemikiran-pemikiran yang teoritis
tentang pendidikan dan dikatakan hubungan karena berbagai pemikiran tentang pendidikan
memerlukan bantuan penyelesaiaannya dari filsafat. Jadi filsafat pendidikan merupakan ilmu
pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan
dalam usaha pemikiran dan pemecahan tentang pendidikan. Peranan filsafat yang mendasari
berbagai aspek pendidikan ini sudah terbukti merupakan kontribusi utama bagi pembinaan
pendidikan
Kalau mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti akan memasuki arena pemikiran
yang mendasar, sistematis, logis dan menyeluruh universal tentang pendidikan yang tidak
hanya dilatarbelakangi oleh ilmu pengetahuan agama Islam saja, melainkan
menuntut kepada kita semua untuk mempelajari ilmu-ilmu lain secara relevan. Melakukan
pemikiran pada hakikatnya adalah usaha menggerakkan semua potensi psikologi manusia
seperti pikiran, kecerdasan, kemauan, perasaan, ingatan serta pengamatan panca indera
tentang gejala kehidupan terutama manusia dan alam semesta
sebagai ciptaan. Keseluruhan proses pemikiran tersebut didasari dengan pengalaman yang
21
mendalam serta luas tentang problema kehidupan dan kenyataan dalam jagat raya dan dalam
dirinya sendiri.
Filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya adalah sebagai hasil dari buah kajian yang
bercirikan Islam, pada hakikatnya adalah konsep berpikir mengenai pendidikan yang
bersumber pada ajaran Islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan
dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai
nilai- nilai ajaran Islam.
22
Pembahasan tantang ruang lingkup filsafat pendidikan Islam sebenarnya
merupakan pengkajian dari aspek ontologis filsafat pendidikan Islam. Setiap ilmu
pengetahuan memiliki objek tertentu yang akan dijadikan sasaran penyelidikan (objek
material) dan yang akan dipandang (objek formal). Perbedaan suatu ilmu pengetahuan
dengan ilmu lainnya terletak pada sudut pandang (objek formal) yang digunakannya.
Objek material filsafat pendidikan Islam sama dengan filsafat pendidikan pada umumnya,
yaitu segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu yang ada ini mencakup “ada yang tampak”
dan “ada yang tidak tampak”. Ada yangtampak adalah dunia empiris, dan ada yang tidak
tampak adalah alam metafisis. Adapun objek formal filsafat pe ndidikan Islam adalah
sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan objektif tentang pendidikan Islam untuk
23
dasar kajian atau dalam istilah lain sebagai objek kajian (ontologi) filsafat
pendidikan Islam seperti yang termuat di dalam wahyu adalah mengenai pencipta
(khaliq), ciptaan-Nya (makhluk), hubungan antar ciptaan-Nya, dan utusan yang
menyampaikan risalah pencipta (rasul).
2. Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang
berarti ilmu. Jadi Epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang pengetahuan dan
cara memperolehnya. Epistemologi disebut juga teori pengetahuan, yakni cabang filsafat
yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan, hakikat pengetahuan dan
sumber pengetahuan.
Dengan kata lain, epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang menyoroti atau
membahas tentang tata cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan.
Tatacara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan adalah dengan metode
non- ilmiah, metode ilmiah, dan metode problem solving. Pengetahuan yang diperoleh
dengan metode non-ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan
secara kebetulan; untung- untungan (trial and error); akal sehat (common sense);
prasangka; otoritas (kewibawaan); dan pengalaman biasa.
3. Aksiologi
Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam
rangka memenuhi kebutuhan manusia berikut manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Dengan kata lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu
dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Kemudian Muzayyin Arifin memberikan
definisi aksiologi sebagai suatu pemikiran tentang masalah nilai- nilai termasuk nilai
tinggi dari Tuhan, misalnya nilai moral, nilai agama, dan nilai keindahan (estetika).
Jika aksiologi ini dinilai dari sisi ilmuwan, maka aksiologi dapat diartikan sebagai
telaah tentang nilai – nilai yang dipegang ilmuwan dalam memilih dan menentukan
prioritas bidang penelitian ilmu pengetahuan serta penerapan dan pemanfaatannya.
BAB V
24
KOMPONEN –KOMPONEN PENDIDIKAN
B. Komponen Pendidikan
a. Anak didik
1. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
diri melelui proses pendidikan. Sosok peserta didik umumnya merupakan sosok anak yang
membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa tumbuh dan berkembang kearah
kedewasaan. Selalu mengalami perkembangan dari sejak lahir sampai meninggal dengan
perubahan –perubahan yang terjadi secara wajar (Sutari Imam Barnadib, 1995).
2. Peserta Didik sebagai Persona
a) Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sejak lahir telah
memiliki potensi-potensi yang berbeda dengan individu lain yang ingin
dikembangkan dan diaktualisasikan. Sehingga masing-masing individu
memiliki keunikan tersendiri.
25
b) Individu yang berkembang, yakni selalu ada perubahan dalam diri peserta
didik secara wajar baik yang ditujukan kepada diri sendiri maupun kearah
penyesuaian lingkungan.
26
d. usia kejiwaan
e. usia pengalaman
Usia perkembangan peserta didik berproses secara berbeda dipengaruhi oleh
lingkungan dan kenyataan hidup yang dialami. Perkembanagn peserta didik menurut
Charlotte Buhler melalui beberapa tahap, yakni :
a. tahap permulaan
a. Nativisme
Teori nativisme dipelopori oleh Schopenhauer (1788-1860) yang berpendapat
bahwa bayi manusia sejak lahir sudah dikaruniai bekal baik dari potensi baik dan
buruk.Dari potensi inilah yang akan menentukan pertumbuhan dan
perkembangan manusia tersebut. Nativisme berasal dari kata native yang
berarti adalah terlahir. Teori nativisme merupakan teori yang menganggap
bahwa pertumbuhan dan perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh
factor pembawaannya yaitu aneka potensi.
b. Empirisme
Teori empirisme bertolak dari tradisi Lockean yang lebih mementingkan
stimulasi eksternal dalam perkembnagan manusia termasuk dalam proses
pendidikan. Teori yang dipelopori oleh John Locke iniberpendapat bahwa
perkembangan anak tergantung dari pengalamannya, sedangkan pembawaannya
tidak penting. John Loce merintis aliran baru yang dikenal dengan teori “Abula
Rasa” yang beranggapan bahwa anak terlahir ke dunia ini bagaikan kertas putih.
Istilah lain dari empirisme adalah environmentalisme, sebab aliran ini
27
berasal dari lingkungan (environment).
c. Naturalisme
Teori ini hampir sama dengan aliran nativisme di atas, karena keduanya
sama-sama berasumsi bahwa anak terlahir sudah memiliki pembawaan. Teori
naturalisme dipelopori oleh J.J. Rousseau (1712-1778) yang berpendapat bahwa
anak sejak lahir sudah membawa potensi baik. Adapun akhirnya ia menjadi jahat
disebabkan oleh pengaruh-pengaruh negative dari masyarakat yang memang
sudah rusak atau jahat.
d. Konvergensi
Teori ini mencoba untuk mensintesiskan teori-teori yang telah disebut di
atas. Teori yang dipelopori oleh William Stern(1871-1939) ini beranggapan
bahwa pertumbuhan dan perkembangan individu disamping dipengaruhi oleh
factor-faktor internal yaitu potensi yang dibawa sejak lahir juga dipengaruhi oleh
pengalaman.
a) Continuity (keberlanjutan)
c) Maturnity (kematangan)
28
g) Proximo - distal
Proses asimilasi adalah proses yang dilakukan peserta didik dengan cara
menyerap informasi baru dalam pikirannya. Sedangkan, proses akomodasi adalah
proses yang dilakukan peserta didik dengan cara menyusun kembali struktur
pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai
tempat dalam struktur pikiran. Pengertian lain akomodasi adalah proses mental
29
yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsang
baru/memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsang itu.
30
kerjasama atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi
terserap ke dalam individu tersebut.
Konsep scaffolding berarti memberikan kepada siswa sejumlah besar bantuan
selamatahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan tersebut dan
memberikan kesempatan keadaan anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya.
Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, perlunya
tatana kelas dan bentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat
berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi
pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing ZPD mereka.
Kedua,pendekatan vygotsky dalam pengajaran menekankan scaffolding, yakni dengan
semakin lama siswa belajar akan semakin bertanggung jawab terhadap pembelajaran
sendiri. Singkatnya siswa perlu belajar dan bekerja secara berkelompok sehingga siswa
dapat saling berinteraksi dengan lainnya disertai adanya bantuan guru terhadap para
siswa tersebut dalam kegiatan pembelajaran.
31
kemampuan kognitif pada anak-anak mempengaruhi pertimbangan moral mereka.
Menurutnya ketidakmatangan moral anak dikarenakan dua hal yaitu :
a. Kecerdasan matematik
Kemampuan akal peserta didik untuk menggunakan angka-angka
secara efektif dan berpikir secara nalar. Mencakup kepekaan terhadap
polo-pola logis dan hubungannya, penyataan, proporsi dan abstrak-
abstrak yang berkaitan. Kecerdasan matematik memuat kemampuan
berfikir secara induktif dan deduktif menurut aturan logika, memahami
dan menganalis pola angka - angka, serta berpikir secara nalar. Peserta
didik dengan kecerdasan matematika yang tinggi cenderung menyukai
kegiatan menganalisis dan mempelajari sebab akibat terjadinyasesuatu.
Ia menyukai berpikir secara konseptual, aktivitas berhitung dan memilki
kecepatan tinggi dalam menyelesaikan problem matematika dan menyukai
permainan yang banyak melibatkan kegiatan berpikir aktif. Jika kurang
32
memahami mereka akan cenderung berusaha untuk bertanya dan
mencari jawabannya.
b. Kecerdasan lingual
c. Kecerdasan musikal
d. Kecerdasan visual-spasial
Kemampuan peserta didik untuk menangkap dunia ruang visual secara
akurat dan melakukan perubahan - perubahan terhadap persepsi
tersebut. Mencakup kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, wujud,
ruang dan hubungan yang ada antara unsur ini. Mereka memiliki
kemampuan menciptakan imajinasi bentuk dalam pikirannya,
membayangkan bentuk nyata dan memecahkan berbagai masalahnya.
Mereka akan unggul dalam pencarian jejak.
33
e. Kecerdasan kinestetik
f. Kecerdasan interpersonal
g. Kecerdasan intrapersonal
h. Kecerdasan natural
34
Melalui konsepnya tentang multiple intelligences ini Gardner
mengoreksi keterbatasan cara berfikir yang konvensional mengenai
kecerdasan dari tunggal menjadi jamak.Kecerdasan tidak terbatas pada
kecerdsan intelektual yang diukur melalui tes intelegensi atau sekadar
melihat prestasi hasil ujian saja. Tetapi, kecerdasan juga menggambarkan
kemampuan peserta didik pada bidang seni, olahraga, spasial, komunikasi,
dan cinta alam lingkungan.
b. Pendidikan
1. Pengertian
Pendidik adalah orang yang dengan sengaja memengaruhi orang lain untuk
mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Dengan kata lain,
pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang mampu membawa peserta didik
kearah kedewasaan. Pendapat ahli lain mengatakan bahwa pendidik adalah
orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran
peserta didik (Umar Tirta Raharja dan La Sulo 1994). Pendidik adalah orang yang
dengan sengaja membantu orang lain untuk mencapai kedewasaan (Langeveld).
Jadi pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan
35
dan melaksanakan proses pembelajaran , menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan , serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat terutama bagi pendidik pada pendidikan tinggi.
36
BAB VI
A. Pengertian Epistemologi
Secara historis, istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier,
untuk membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. Sebagai sub sistem
filsafat, epistemologi ternyata menyimpan “misteri” pemaknaan atau pengertian yang
tidak mudah dipahami. Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian para ahli,
tetapi mereka memiliki sudut pandang yang berbeda ketika mengungkapkannya, sehingga
didapatkan pengertian yang berbeda-beda, buka saja pada redaksinya, melainkan juga
pada substansi persoalannya.
Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam upaya memahami pengertian suatu
konsep, meskipun ciri-ciri yang melekat padanya juga tidak bisa diabaikan. Lazimnya,
pembahasan konsep apa pun, selalu diawali dengan memperkenalkan pengertian
(definisi) secara teknis, guna mengungkap substansi persoalan yang terkandung dalam
konsep tersebut. Hal ini berfungsi mempermudah dan memperjelas pembahasan konsep
selanjutnya. Misalnya, seseorang tidak akan mampu menjelaskan persoalan-persoalan
belajar secara mendetail jika dia belum bisa memahami substansi belajar itu sendiri.
Setelah memahami substansi belajar tersebut, dia baru bisa menjelaskan proses belajar,
gaya belajar, teori belajar, prinsip-prinsip belajar, hambatan-hambatan belajar, cara
mengetasi hambatan belajar dan sebagainya.
37
UGM, 2003, hal.32).Jujun S. Suriasumantri mengatakan bahwa setiap jenis pengetahuan
mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi),
dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini sangat
berkaitan, jadi ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, dan epistemologi ilmu
terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya.
Disamping indera, manusia juga masih memerlukan pada satu perkara ataupun
beberapa perkara yang lain dalam memperoleh pengetahuan, manusia terkadang
memerlukan pada suatu bentuk pemilahan dan penguraian serta adakalanya memerlukan
berbagai macam bentuk pemilahan dan penguraian. Pemilahan dan penguraian
merupakan aktivitas rasio itu, adalah meletakkan berbagai perkara pada kategorinya
masing-masing, di mana hal itu disebut dengan pemilahan.Begitu juga dengan
penyusunan dalam bentuk khusus, dan di sini logika yang bertugas melakukan aktivitas
pemilahan dan penyusunan, yang mana hal ini memiliki penjelasan yang panjang.
Sebagai contoh, jika kita mengenal berbagai macam permasalahan ilmiah, maka mereka
akan mengatakan kepada kita, “yang itu masuk dalam katagori kuantitas dan yang ini
masuk dalam katagori kualitas, dan di sini perubahan kuantitas telah berubah menjadi
perubahan kualitas”.
38
Sedangkan sumber epistemologi adalah alam semesta ini.Yang dimaksud dengan
alam, adalah alam materi, alam ruang dan waktu, alam gerak, alam yang sekarang kita
tengah hidup di dalamnya, dan kita memiliki hubungan dengan alam ini dengan
menggunakan berbagai alat indera kita.Sedikit sekali fakultas yang menolak alam sebagai
sumber epistemologi, tetapi baik pada masa duhulu dan juga pada masa sekarang ini ada
beberapa ilmuwan yang tidak mengakui alam sebagai suatu sumber epistemologi.Plato
tidak mengakui alam sebagai sumber epistemologi, karena hubungan manusia dengan
alam adalah dengan perantaraan alat indera dan sifatnya particular bukanlah suatu
hakikat. Pada dasarnya ia hanya meyakini rasio sebagai sumber epistemologi, dan dengan
menggunakan suatu metode argumentasi, di mana Plato menamakan metode dan cara
tersebut dengan “dialektika”.
Sumber yang adalah masalah kekuatan rasio dan pikiran manusia. Setelah kita
mengakui bahwa alam ini merupakan “sumber luar” bagi epistemologi, lalu apakah
manusia juga memiliki “sumber dalam” bagi epistemologi ataukah tidak memiliki ?. Hal
ini tentunya berkaitan erat dengan masalah rasio, berbagai perkara yang rasional,
berbagai perkara yang sifatnya fitrah. Ada beberapa fakultas yang menyakatan bahwa kita
memiliki “sumber dalam” itu, sementara sebagian yang lain menafikan keberadaannya.
Ada sebagian fakultas yang meyakini keterlepasan rasio dari indera, dan semua
permasalahan itu akan menjadi jelas, setelah kita memasuki berbagai pembahasan yang
akan datang.
B. Pengetahuan
39
Terjadinya pengetahuan dapat bersifat apriori dan aposteriori. Apriori yaitu pengetahuan
yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indera maupun
pengalaman batin. Aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman.
Sumber-sumber pengetahuan:
Aliran ini disebut empirisme. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan
melalui pengalaman (empereikos = pengalaman). Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang
mengetahui (subjek), yang diketahui (obek) dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang
terkenal adalah John Locke, George Barkeley dan David Hume.
2. Nalar (reason)
3. Otoritas (authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui
kelompoknya.Kita menerima suatu pengetahuan itu benar bukan karena telah
mengeceknya diluar diri kita melainkan oleh otoritas (suatu sumber yang berwibawa,
memiliki wewenang, berhak) dilapangan.
4. Intuisi (intuition)
5. Wahyu (revelation)
40
Wahyu adalah pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang
terpilih.Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik
yang terjangkau maupun yang tidak terjangkau oleh manusia.Contoh pengetahuan yang
berasal dari wahyu adalah ilmu agama.
C. Pengertian Pendidikan
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun
anak.Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun,
tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman
melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan
kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa,
pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan – Red), mengolah, mengubah kejiwaan,
mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar
didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai
akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar
Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti,
pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dari pengertian-pengertian dan analisis yang ada maka bisa disimpulkan bahwa
pendidikan adalah upaya menuntun anak sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan
rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya.
Dalam pendidikan terdapat dua hal penting yaitu aspek kognitif (berpikir) dan aspek
afektif (merasa). Sebagai ilustrasi, saat kita mempelajari sesuatu maka di dalamnya tidak saja
proses berpikir yang ambil bagian tapi juga ada unsur-unsur yang berkaitan dengan perasaan
seperti semangat, suka dan lain-lain. Substansi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
41
adalah membebaskan manusia dan menurut Drikarya adalah memanusiakan manusia.Ini
menunjukan bahwa para pakar pun menilai bahwa pendidikan tidak hanya sekedar
memperhatikan aspek kognitif saja tapi cakupannya harus lebih luas.
D. Epistemologi Pendidikan
Epistemologi terdiri dari dua kata, “epistime” yang berarti pengetahuan dan “logos”
yang berarti ilmu.Epistemologi Pengertian sebagai satu kesatuan kata yang aktif berarti ilmu
tentang pengetahuan.Ilmu tentang pengetahuan mempunyai pengertian yang berbeda dengan
pengetahuan tentang ilmu.Pengetahuan tentang ilmu cenderung menerangkan tentang
metafisika atau sering kita sebut dengan filsafat. Sedangkan ilmu tentang pengetahuan
(epistemologi) lebih bersifat sistematis, koheren, dan konsisten jika lebih disederhanakan lagi
akan mengarah pada ilmu (sains).
Dalam arti khusus, konsep ilmu tentang pengetahuan bersifat konkret, sedangkan
konsep pengetahuan tentang ilmu pendidikan bersifat abstrak dan meluas.Dalam hal ini, perlu
pemahaman yang baik ketika kita memahami tentang epistemologi.
Istilah pendidikan juga mempunyai rumusan yang sama seperti konsep epistemologi.
Merumuskan pengertian atau tanda khusus dalam konsep pendidikan harus membedakan
posisinya, yang berdiri sendiri atau sebagai bagian dari suatu frase kalimat.Secara tata bahasa,
konsep epistemologi pendidikan disusun menurut kaidah subyek-obyek.Epistemologi sebagai
subyek dan pendidikan sebagai obyek.Konsep epistemologi pendidikan dapat diartikan
sebagai suatu usaha mencari tahu tentang asal-usul, jangkauan wilayah dan arah dari
perkembangan ilmu pendidikan sebagai suatu obyek penelitian serta ditelaah secara
sistematis, koheren dan konsisten dari awal sampai akhir.
42
yang bagaimana serta bagaimana cara menyampaikan pengetahuan kepada anak didik
disekolah. Pertanyaan mengenai mengapa salah satu mata pelajaran dijadikan pelajaran wajib
dan mengapa pelajaran lain dijadikan sebagai mata pelajaran pilihan juga merupakan
penerapan epistemologi dalam bidang pendidikan. Beberapa contoh lain adalah menyangkut
pertanyaan berikut: metode mana yang paling tepat digunakan dalam proses pendidikan?
Dengan sistem pendidikan yang mana kegiatan pendidikan dilaksanakan untuk mendapatkan
nilai pendidikan yang benar?.
Pengertian pendidikan nasional menurut Sunarya (1969) adalah suatu sistem pendidikan
yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup dan tujuannya bersifat mengabdi
kepada kepentingan dan cita-cita nasional bangsa tersebut. Sedangkam menurut Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, pengertian pendidikan nasional adalah suatu usaha untuk
membimbing warga Indonesia menjadi manusia yang berjiwa pancasila, yang mempunyai
kepribadian yang berdasarkan akan ketuhananan berkesadaran masyarakat dan mampu
membudayakan lingkungan sekitar dengan sebaik mungkin.
43
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional adalah usaha sadar untuk
mempersiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya
di masa yang akan datang.
Menurut Zahar Idris (1987) berpendapat bahwa Pendidikan nasional sebagai suatu
sistem adalah karya manusia yang terdiri dari komponen-komponen yan mepunyai hubungan
fungsionl dlam rangka membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku
seseoang sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum dalam Undang Undang Dasar
Republik indonesia Tahun 1945.
F. Fungsi Pendidikan
Pada dasarnya, pendidikan adalah memberikan bantuan, arahan bagi siswa untuk
mengembangkan dan memunculkan potensi dalam dirinya.Selain itu, fungsi pendidikan
secara mikro adalahmembantu secara sadar perkembangan jasmani dan rohani peserta didik
untuk mengolah potensi yang dimiliki siswa.
44
Nya.Kecerdasan intelektual tercermin dari kompetensi dan kemandirian dalam bidang
IPTEKS, serta insan intelektual yang kritis, kreatif dan imajinatif.
Untuk mencapai tujuan dan fungsi pendidikan di atas, pendidikan nasional harus
dilaksanakan dengan prinsip-prinsip tertentu, yaitu:
1. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa
2. sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna
3. Sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik dan berlangsung
sepanjang hayat
4. Memberi keteladanan, membangn kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran.
45
Dalam hal ini peran epistemologi sangat penting dalam mengatasi berbagai paham yang
selama ini dianggap sebagai radikaisme khusunya pada dunia pendidikan. Mengapa
demikian? Karena epistemologi berkenaan dengan sifat pengetahuan dan dapat menjadi
dasar pengetahuan, sebab dalam menetapkan benar tidaknya pikiran atau penetahuan
berdasarkan ukuran kebenaran. Kritka pengetahuan sendiri utnuk memberikan tinjauan
secara medalam dalam menentukan benar tidaknya pengethuan yang diperoleh manusia.
Maka peranan epistemologi dalam dunia pendidikan ini mencakup pada hakikat
pengetahuan diaman tugas epistemologi yaitu berusaha dalam menetapkan sebuah
kebenaran suatu isi pemikiran. Adapun salah satu fungsi epistemologi yaitu sebagai sarana
dalam mengetahui berbagai variasi kebenaran pengetahuan.
Berbicara mengenai pengetahuan tentunya sangat beragam apalagi merujuk pada sebuah
kebenaran. Mengenai kebeneran sendiri sesungguhya pada kehidupan manusia tidak bisa
hidup jika hanya pada satu kebenaran maka dari itu manusia harus mempunyai kebenaran
pengetahuan yang beraneka agar mansuia menjadi lebih mudah dan mendekati
kesempurnaan. Adapun salah satu objek epistemologi yang berhubungan yaitu objek empiris
dimana suatu penegetahuan pada dasarnya ada dan dapat ditangkap oleh indra baik lahir
maupun batin. Selain itu sumber pengetahuan mengenai pemikiran yang berdasarkan pada
akal dan rasio, jadi meskipun indera mampu menghasilkan suatu pengetahuan tetapi hanya
akal manusia yang menghasilkan konsep bersifat universal.
Jadi peran epistemologi dalam dunia pendidikan sangatlah penting agar
siswa/mahasiswa tidak mudah terjerumus dalam suatu pemahaman tertentu. Hal demikian
juga dibutuhkan adanya pengetahuan dan kebenaran secara universal dan sesuai dengan akal
pikiran untuk memahami suatu ajaran tertentu dimana penyebarannya secara langsung
kepada masyarakat. Selain itu untuk pencegahannya juga dapat melalui pengarahan di
sekolah dimana seorang guru harus lebih memperhatikan dan mengarahkan siswanya agar
tidak terjerumus oleh pemahaman tertentu. Selain itu hubungan epistemologi dengan
pendidikan adalah untuk mengembangkan ilmu secara produktif dan bertanggung jawab
serta memberikan suatu gambaran-gambaran umum mengenai kebenaran yang diajarkan
dalam proses pendidikan.
Dalam epistimologi dikenal dengan sebuah cara untuk mendapatkan suatu ilmu, maka di
dalam pendidikan mulai dari perencanaan sampai penerapan pendidikan harus dilaksanakan
46
secara benar, tepat dan ilmiah. Pendidikan tidak bisa dilaksanakan secara pengalaman, oleh
karena itu di dalam mengkaji sebuah sistem proses pendidikan harus adanya hasil dari suatu
kajian yang mendasar. Model sebuah pendidikan merupakan proses yang sangat bermakna
di dalam pencerdasan bangsa. Pedoman yang dilaksanakan merupakan sebuah mekanisme
bagi para pelaksana baik dari tingkat pusat sampai pada guru yang sebagai pusat tombak
pendidikan.
47
BAB VII
48
nilai-nilai moral dan perbaikan individu serta perilaku sosial. Istilah etika berasal dari
bahasa yunani yaitu “ethos” yang berarti adat kebiasaan. Etika adalah studi tentang nilai-
nilai dalam bidang perilaku manusia yang berkaitan dengan pertanyaan seperti : apakah
kehidupan yang baik untuk semua laki-laki? Bagaimana kita harus bertindak?, berkaitan
juga dengan “kebenaran“, nilai sebagai dasar untuk melakukan “kebaikan“. Terkadang
sistem etika juga dihubungkan dengan keagamaan. Namun, dewasa ini sistem etika dunia
barat, meskipun berasal dari pengajaran-pengajaran yang berbasis keagamaan biasanya
malah dikesampingkan. USA telah memisahkan antara gereja dan negara dan sebagai
hasil dari pengajaran yang berdasarkan agama telah dilarang di sekolah publik
Amerika.tetapi kemudian pelarangan telah mendorong adanya tempat training moral. Dua
macam teori etika yang penting di sini adalah „intuisisme“ dan „naturalisme“. Intuisianis
menyatakan nilai-nilai moral yang dipahami oleh individu secara langsung, nilai moral
disini benar menurut mereka sendiri, kebenarannya tidak bisa dibuktikan secara logika
atau diuji coba secara empirik, hanya bisa dengan intuisi. Sementara para naturalis
menyatakan nilai-nilai moral yang harus ditentukan melalui studi yang cermat dari
akibat-akibat yang dapat diketahui, sebagai contoh jika seseorang percaya bahwa
hubungan seksual sebelum menikah adalah salah secara moral, seseorang tidak
melakukan karena etika saja tapi karena akibat dari hubungan tersebut. Ringkasnya para
naturalis beranggapan bahwa nilai moral harus ditemukan pada ujian objek dari akibat
praktis terhadap perilaku manusia. Bisakah nilai-nilai moral diajarkan dalam pengertian
yang sama sebagaimana pengetahuan yang sesungguhnya diajarkan? Sokrates menjawab
pertanyaan ini dengan menganggap bahwa kebaikan moral terpendam di setiap individu,
ia menegaskan bahwa guru harus membawa kebaikan-kebaikan ini ke dalam kesadaran
siswa. Kebaikan bisa diajarkan, dengan mengajarkan kebaikan berarti menolong siswa
menyadarinya. Seorang guru berharap bahwa siswanya
a) Mengetahui apa yang benar dan apa yang salah
b) mengetahui mengapa begitu,
c)Mempunyai inisiatif apa yang harus dilakukan tentang apa yang ia ketahui,
Jika pada akhirnya siswa bisa melakukan sesuatu dalam susunan aturan yang
benar, guru harus lebih dengan lapang dada menerima usaha siswa tersebut.
51
rencananya menjembatani jurang perbedaan dari kematian, mereka menyebutnya waktu
tanpa batas……………”
52
Penganut Kristen idealis melatih manusia sebaik inteleknya. Walaupun Tuhan
memberikan keselamatan , individu harus memutuskan apapun untuk diterima atau
ditolak nya. Itu harus dibiasakan untuk membuat pilihan yang benar. Sebab pada
hakikatnya manusia dirusak oleh dosa alami yang ada pada dirinya (Origin Sin),
Pendidikan mempunyai peranan penting memperbaiki dalam bermain peran. Disiplin
yang kuat dibutuhkan untuk mengurangi kebiasaan buruk dan menanamkan kebaikan.
Tetapi tidak disebabkan kekuasaan. Tentu saja, sebuah pengertian yang lengkap dari alam
raya adalah terdapat sesuatu kekuatan yang berada dialam baka yang juga sebagai alasan,
dan kita harus tergantung pada keyakinan kita untuk dapat melewatinya. Sebagai alasan
bahwa yang mendukung kepercayaan, bagi Tuhan yang telah memberikannya pada kita
sehingga kita mungkin datang untuk mengetahui-Nya dengan lebih baik.
Para ilmuwan realis mengajarkan bahwa benar dan salah datang dari pemahaman kita
dari alam raya dan tidak datang dari prinsip-prinsip agama. Sifat moral berdasarkan pada
penyelidikan/penelitian ilmuwan apa yang menunjukkan manfaat bagi manusia sebagai
makhluk hidup yang paling tinggi/sempurna dibandingkan dengan makhluk lain.
Penyakit adalah kejahatan dan kesehatan adalah kebaikan. Kita harus mengembangkan
kebaikan dengan ukuran untuk memperbaiki keadaan fisik kita dan mengatasi kejahatan
dengan memperbaiki lingkungan dimana tempat kita tinggal. Beberapa ilmuwan realis
juga berpikiran religious. Jika demikian, mereka memperlakukan agama dan ilmu
pengetahuan sebagai dua aspek kebenaran yang berbeda. Tidak perlu ada konflik antara
satu dengan yang lain, agama dan ilmu pengetahuan digunakan untuk memahami misteri
akhir alam semesta.
BAB VIII
54
A. Teori-Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Filsafat
55
keyakinan bahwa sumber pengetahuan terletak pada rasio manusia melalui
persentuhannya dengan dunia nyata di dalam berbagai pengalaman empirisnya.
Rasio adalah subjek yang berfikir sekaligus objek pemikiran. Daripadanya keluar
akal aktif, karena ia merupakan sesuatu yang pertama diciptakan. Akal manusia
merupakan salah satu potensi jiwa, biasanya disebut dengan rational soul. Ia ada dua
macam, yaitu: pertama praktis, ini bertugas mengendalikan badan dan mengatur tingkah
laku. Kedua adalah teoritis, yakni khusus berkenaan dengan persepsi dan epistemologi,
karena akal praktis inilah yang menerima persepsi-persepsi indrawi dan meringkas
pengetahuan-pengetahuan universal dari padanya dengan bantuan akal aktif.
Dengan akal kita bisa menganalisa dan membuktikan, dengan akal pula kita mampu
menyingkap realita-realita ilmiah, karena akal merupakan salah satu pengetahuan. Tidak
semua pengetahuan diwahyukan, tetapi ada pula yang harus didedukasi oleh akal melalui
eksprimen.
Rasionalisme menekankan bahwa kesempurnaan manusia tergantung pada kualitas
rasionya, sedangkan kualitas rasio manusia tegantung kepada penyediaan kondisi yang
memunkinkan berkembangnya rasio kearah yang memadai untuk mencerna berbagai
permasalahan kehidupan menuju penyempurnaan dan kemajuan.[3] Pribadi-pribadi yang
rasio adalah pribadi-pribadi yang mempunyai suatu keyakinan atas dasar kesimpulan
yang berlandaskan pada analisis mendalam terhadap bebagai bukti yang dapat di percaya,
sehingga terdapat hubungan yang rasional antara ide dengan kenyataan empiric. Untuk
keperluan ini, ditemukan tata logic yang baik karena sangat berguna bagi pengembangan
rasionalitas tersebut.
Mengingat pengembangan rasionalitas manusia sangat tergantung kepada
pendayagunaan maksimal unsur ruhaniah individu yang sangat tergantung kepada proses
psikologik yang lebih mendalam sebagai proses mental, maka yang lebih ditekankan oleh
aliran rasionalisme ini dalam pengembangan sumber daya manusia tidak lain adalah
dengan menggunakan pendekatan mental discipline, yaitu suatu pendekatan yang
berupaya melatih pola dan sistematika berfikir seseorang atau sekelompok orang melalui
tata logik yang tersistematisasi sedemikian rupa, sehingga ia mampu menghubungkan
berbagai data atau fakta yang ada untuk menuju pengambilan atau kesimpulan yang baik
pula. Proses semacam ini memerlukan penguta-penguatan melalui pendekatan
individualistis yang mengacu pada intelektualisti. Dan untuk keperluan ini memerlukan
adanya upaya penyadaran akan watak hakiki manusia yang rasional.[4]
Upaya penyadaran erat kaitannya dengan fungsionalisasi rasionalitas manusia yang
menjadi pertanda dirinya, terarah sedemikian rupa sehingga benar-benar dapat
memecahkan berbagai problem kemanusiaan itu sendiri. Oleh karena itu, pendewasaan,
intelektual melalui pembinaan berfikir reflektif-kritis-kretif yang akan menumbuhkan
konsep diri untuk membentuk sikap dirinya dalam memandang persoalan-persoalan
diberbagai realitas kehidupannya. Dengan adanya kemampuan berfikir reflektif ini akan
memudahkan seseorang mengambil keputusan yang akan melahirkan kreatifitas dan
inovasi dalam berbagai kajian yang ia sukai, di samping itu juga dapat mengembangkan
56
imajinasinya. Sehingga dengan demikian menjadikan yang bersangkutan dapat mengelola
ilmunya sebagai dasar bagi peningkatan dan pengembangannya pada hal-hal yang lebih
tinggi. Dengan berfikir reflektif, dapat menjadikan subjeknya mampu memandang jauh
ke depan menuju tatanan keilmuan yang lebih baik dan sempurna.
Upaya penyadaran akan fungsi manusi sebagai makhluk rasioanal ini merupakan
tugas yang esensial bagi dunia pendidikan, karena memang eksistensinya bersentuhan
langsung dengan kemanusiaan itu sendiri. Dengan demikian, penumbuhkembangkan
berfikir reflektif, kritis, kreatif ini menurut aliran rasionalisme merupakan kunci
suksesnya suatu pendidikan. Jika pengembangan dan penyempurnaan rasionalitas akan
dicapai melalui upaya pendidikan, maka diperlukan semacam ekosistem rasional yang
akan mendukung terciptanya kemampuan berfikir rasional tersebut. Mengingat berfikir
berkenaan dengan kebebasan mengeluarkan pendapat dan fikiran, maka aspek kebebasan
aspek penting dalam mewujudkan manusia-manusia yang diinginkan.
Kebebasan adalah hak asasi manusia dan dengan kebebasan manusia memperoleh
jalan untuk mengembangkan potensi-potensinya. Kebabasan merupakan sesuatu yang
diperlukan bagi terbentuknya manusia-manusia yang mandiri, sehingga ia pun mesti
bertanggung jawab atas pilihan-pilihannya. Oleh karena itu, aliran ini sangat menghargai
asa demokrasi dalam pembentukan watak manusia.
Berdasarkan pemikiran ini, aliran rasioanalisme berpendapat bahwa tujuan
pendidikan pendidikan adalah semacam pertumbuhan dan perkembangan subjek didik
secara penuh berdasarkan bakat ilmu pengetahuan dan keterampilan yang luas untuk
kepentingan kehidupannya, sehingga ia pun dengan mudah dapat menyesuiakan diri
dengan masyarakat dan lingkungan.
Sebenarnya memang benar jika segala sesuatu khususnya pengembangan SDM itu
tidak terlepas dari awalan rasio. Artinya, semua hal tidak akan bisa berjalan tanpa adanya
proses akal yang aktif pada setiap jiwa diri seseorang. Akan tetapi, meskipun demikian
penganut ini tidak boleh mempunyai sifat egoisme karena tanpa yang lain ia tidak akan
bisa berdiri seutuhnya sebagaimana yang diharapkan.
C. Teori Realisme
Pada hakikatnya kelahiran realisme sebagai suatu aliran dalam filsafat merupakan
sintesis antara filsafat idealisme Immanuel Kant di satu sisi, dan empirisme John Lock
disisi lainnya. Realisme ini kadanng kala disebut juga neo rasionalisme. John Lock
memandang bahwa tidak ada kebenaran yang bersifat metafisik dan universal.[5] Ia
berkeyakinan bahwa sesuatu dikatakan benar jika didasarkan pada pengalaman-
pengalaman indrawi. John Lock menyangkal kebenaran akal, sedangkan menurut
idealisme Immanue Kant, realisme termasuk salah satu aliran klasik yang selalu
disandarkan pada nama besar Aristoteles yang memandang dunia dalam terma material.
Segala sesuatu yang ada di hadapan kita adalah suatu yang riil dan terpisah dari pikiran
manusia, namun ia dapat memunculkan pikiran dengan melalui upaya selektif terhadap
berbagai pengalaman dan melalui pendayaan fungsi akal. Jadi, realitas yang ada adalah
57
dalam wujud natural, sehingga dapat dikatakan bahwa segala sesuatu dapat digerakkan
dari alam.
Dalam memandang kehidupan, realisme berpendapat bahwa kehidupan fisik,
mental, moral, dan spiritual biasanya ditandai atau terlihat dalam alam natural. Dengan
demikian terlihat realisme sesungguhnya lebih cendrung untuk mengatakan sesuatu itu
sebagai sesuatu itu sendiri dari pada sesuatu itu sebagai apa mestinya. Oleh karena itu,
dalam mengembangkan SDM aliran ini berangkat dari cara manusia memperoleh
pengetahuan.
Menurut aliran realisme, sesuatu dikatakan benar jika memang riil dan secara
substantive ada. Suatu teori dikatakan benar apabila adanya kesesuaian dengan harapan
dapat diamati dan semuanya perfeck. Aliran ini menyakini bahwa adanya hubungan
interaksi antara pikiran manusia dan alam semesta tidak akan mempengaruhi sifat dasar
dunia. Objek-objek yang diketahui adalah nyata dalam dirinya sendiri, bukan hasil
persepsi dan bukan pula hasil olahan akal manusia. Dunia tetap ada sebelum pikiran
menyadari dan ia tetap akan ada setelah pikiran tidak menyadarinya. Jadi menurut
realisme ada atau tidak adanya akal pikiran manusia, alam tetap riil dan nyata dalam
hukum-hukumnya.
Bagi kelompok realisme, ide atau proposisi adalah benar ketika eksistensinya
berhubungan dengan segi-segi dunia. Sebuah hipotesis tentang dunia tidak dapat
dikatakan benar semata-mata karena ia koheren dengan pengetahuan. Jika pengetahuan
baru itu berubungan dengan yang lama, maka hal itu hanyalah lantaran yang lama itu
memang benar, yaitu desebabkan pengetahuan lama koresponden dengan apa yang terjadi
dengan kasus itu.
Dengan demikian, pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang koresponden
dengan dunia sebagaimana apa adanya. Dalam perjalanan waktu, ras manusia telah
dikonfirmasi secara berulang-ulang, menanamkan pengetahuan tertentu kepada anak
yang sedang tumbuh merupakan tugas yang paling penting.
D. Teori Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari dua kata yaitu pragma dan isme. Pragam berasal dari
bahasa Yunani yang berarti tindakan atau action. Sedangkan pengertian isme sama
dengan pengertian isme-isme yang lainnya yang merujuk pada cara berpikir atau suatu
aliran berpikir. Dengan demikian filsafat pragmatisme beranggapan bahwa fikiran itu
mengikuti tindakan.
Pragmatisme menganggap bahwa suatu teori dapat dikatakan benar apabila teori itu
bekerja. Ini berararti pragmatisme dapat digolongkan ke dalam pembahasan tentang
makna kebenaran atau theory of thurth. Hal ini dapat kita lihat dalam buku William
James yang berjudul The Meaning of Thurth. Menurut James kebenaran adalah sesuatu
yang terjadi pada ide. Menurutnya kebenaran adalah sesuatu yang tidak statis dan tidak
mutlak. Dengan demikian kebenaran adalah sesuatu yang bersifat relatif. Hal ini dapat
dijelaskan melalui sebuah contoh. Misalnya ketika kita menemukan sebuah teori maka
58
kebenaran teori masih bersifat relatif sebelum kita membuktikan sendiri kebenaran dari
teori itu.
Tokoh aliran Pragmatis adalah Ibnu Khaldun. Sedangkan tokoh Pragmatisme Barat
yaitu John Dewey. Bila filsafat pendidikan Islam berkiblat pada pandangan pragmatisme
John Dewey, tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah segala sesuatu yang
sifatnya nyata, bukan hal yang di luar jangkauan pancaindera.[6]
Dari pemikiran Ibnu Khaldun di atas, maka ide pokok pemikiran aliran Pragmatis
antara lain:
1. Manusia pada dasarnya tidak tahu, namun ia menjadi tahu karena proses
belajar,
2. Akal merupakan sumber otonom ilmu pengetahuan, dan
3. Keseimbangan antara pengetahuan duniawi dan ukhrawi.
E. Teori Eksistensialisme
Dari sudut estimologi eksistensialisme berasal dari kata eks yang berarti di luar dan
sistensi yang berati berdri sendiri atau menempatkan, jadi secara luas eksistensi dapat
diartikan sebagai, berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya.
Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam filsafat yang menekankan pada manusia,
dimana manusia dipandang sebagai suatu dunia dengan kesadaran. Jadi pusat renungan
eksistensialisme adalah manusia konkret.
Ada beberapa ciri eksistensialisme, yaitu selalu melihat manusia berada, ekssistensi
diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, manusia dipandang
sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai dan berdasarkan pengalaman yang
konkret. Jadi dapat disimpulkan bahwa eksistensialisme memandang manusia sebagai
suatu yang tinggi, dan keberadannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya
manusialah yang dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara
menempatkan dirinya. Ilmu-ilmu yang berkaitan eksistensialisme yaitu sosiologi dan
antropologi.
Eksistensialisme bisa dialamatkan sebagai saanlah satu reaksi dari sebagian terbesar
reaksi terhadap peradaban manusia yang hampir punah akibat perang dunia kedua.[7]
Dengan demikian Eksistensialisme pada hakikatnya adalah merupakan aliran filsafat
yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan keadaan hidup
asasi yang dimiliki dan dihadapinya.
Secara singkat Kierkegaard memberikan pengertian Eksistensialisme adalah suatu
penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah.
Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutlakan rasional.[8] Dengan demikian aliran
ini hendak memadukan hidup yang dimiliki dengan pengalaman, dan siuasi sejarah yang
dialami, dan tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak serta spekulatif.
Baginya, segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang tumbuh dari
dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai keyakinan hidupnya.
59
Atas dasar pandangan itu, sikap dikalangan kaum Eksistensialisme atau penganut
aliran ini seringkali nampak aneh atau lepas dari norma-norma umum. Kebebasan untuk
freedom to, adalah lebih banyak menjadi ukuran dalam sikap dan perbuatannya.
Sejalan dengan langkah yang diambil Nabi Muhammad tersebut, Mujamil Qomar
mengungkapkan bahwa manajemen sumber daya manusia mencakup tujuh komponen,
yaitu:
(1)perencanaan pegawai,
(2)pengadaan pegawai,
(3)pembinaan dan pengembangan pegawai,
(4)promosi dan mutasi,
(5)pemberhentian pegawai,
(6)kompensasi, dan
(7)penilaian pegawai.
Dalam upaya membangun sumber daya manusia yang Qur’ani dan unggul,
diperlukan adanya aktualisasi nilai-nilai Al-Qur’an. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Said Agil Husin al-Munawar bahwa secara normatif, proses aktualisasi nilai-nilai
Al-Qur’an dalam pendidikan meliputi tiga dimensi atau aspek kehidupan yang harus
dibina dan dikembangkan oleh pendidikan yaitu:
a. Dimensi Spiritual, yakni iman, takwa, dan akhlak yang mulia. Dimensi ini
ditekankan kepada akhlak. Terbinanya akhlak yang baik dapat menjadikan
terbentuknya individu dan masyarakat dalam kumpulan suatu masyarakat yang
beradab.
b. Dimensi Budaya, yakni kepribadian yang mantap dan mandiri, tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Dimensi ini menitikberatkan pembentukan
kepribadian muslim sebagai individu yang diarahkan kepada peningkatan dan
pengembangan faktor dasar dan faktor ajar (lingkungan) dengan berpedoman
pada nilai-nilai ke-Islaman.
c. Dimensi Kecerdasan, merupakan dimensi yang dapat membawa kemajuan, yaitu
cerdas, kreatif, terampil, disiplin, dll. Dimensi kecerdasan dalam pandangan
psikologi merupakan suatu proses yang mencakup tiga proses yaitu analisis,
60
kreativitas, dan praktis. Tegasnya dimensi kecerdasan ini berimplikasi bagi
pemahaman nilai-nilai Al-Qur’an dalam pendidikan. Dari uraian di atas, hemat
penulis, kunci dari segala upaya membangun SDM yang unggul serta Qur’ani
yaitu pendidikan.
BAB IX
61
kemudian mengolah informasi tersebut untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
1. Pendidikan Formal
2. Pendidikan Informal
Pendidikan merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap individu, baik
anak-anak, dewasa maupun orang tua. Ada istilah mengatakan “tidak ada kata terlambat
untuk belajar”.
Betapa penting dan perlunya pendidikan itu bagi anak-anak. Dan jelaslah pula
mengapa anak-anak itu harus mendapat pendidikan. “Pendidikan ialah segala usaha orang
dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani
dan rohaninya ke arah kedewasaan”.
“Pendidikan ialah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa
kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri
sendiri dan bagi masyarakat”.
62
Lingkungan pendidikan formal menurut Dinn Wahyudin (2007 : 3.9)
adalah suatu satuan (unit) sosial atau lembaga sosial yang secara sengaja dibangun
dengan kekhususan tugasnya untuk melaksanakan proses pendidikan. Dalam
Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 11
dijelaskan bahwasannya pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
terstuktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
63
b. Bentuk Pendidikan Non Formal
64
Sedangkan keluarga luas adalah keluarga yang terdiri atas beberapa keluarga
batih.
Dari keberadaan pendidikan formal, masalah yang sering muncul adalah kurangnya
tenaga pendidik yang profesional. Banyak para guru dalam mengajar tidak
menggunakan metode pengajaran yang baik dan kurangnya jiwa pendidik, mereka
hanya bisa mengajar tapi tidak bisa mendidik.
65
memanajemen keluarganya. Masalah yang sering muncul dalam lingkungan pendidikan
non formal adalah kurangnya perhatian keluarga kepada anak, minimnya keadaan
keuangan keluarga sehingga banyak anak-anak mereka yang tidak mampu mengenyam
pendidikan tinggi.
Ketiga lingkungan pendidikan baik Formal, Non Formal dan Informal sangat
berpengaruh besar terhadap perkembangan dan keberhasilan pendidikan seorang
individu. Dari mulai lahir seorang anak akan didik dalam lingkungan keluarga (non
66
formal) dari yang tidak mengerti menjadi mengerti dan seterusnya hingga mereka dapat
mengerti benar tentang bagaimana cara hidup yang baik, berprilaku dan bersopan santun.
Selanjutnya seorang individu akan memasuki pendidikan Formal setelah mengalami
penggembelengan dalam lingkungan pendidikan keluarga.
Dalam lingkungan pendidikan formal ini seorang individu akan diajarkan banyak
sekali pengetahuan yang belum pernah ia miliki, dari pengetahuan pribadi, sosial,
keagamaan sampai ke pengetahuan yang berasal dari luar kebudayaannya. Di sini seorang
individu akan mendapat pengakuan dan legalitas dengan didapatkannya surat tanda tamat
belajar setelah ia berhasil melewati proses pembelajaran dengan kurun waktu tertentu.
Lingkungan pendidikan yang ketiga yang tidak kalah penting dan menjadi penentu
berhasil tidaknya pendidikan pada lingkungan pendidikan non formal dan formal adalah
pendidikan informal (pendidikan masyarakat).
Di sini mereka akan bergaul langsung dengan masyarakat yang mempunyai beraneka
ragam sifat dan kepribadian. Mereka dituntut untuk bisa mengaplikasikan hasil dari
pendidikan keluarga dan sekolah. Di dalam lingkungan pendidikan informal seorang
individu akan diberikan pembelajaran mengenai bagaimana menentukan sikap,
bermusyawarah dan sebagainya.
Dari uraian di atas jelas pembelajaran yang didapatkan dari seorang individu tidak
hanya berasal dari satu lingkungan pendidikan saja, melainkan dari ketiga lingkungan
pendidikan sehingga antara yang satu dengan yang lain saling menyempurnakan dan
akhirnya akan menghasilkan didikan yang ideal atau dalam istilah lain akan dihasilkan
seorang insan kamil (manusia yang sempurna yang berguna bagi bangsa dan agama).
BAB X
Aliran Progressivisme adalah suatu aliran yang sangat berpengaruh di abad ke-20 ini.
Pengaruh ini sangat terasa sekalli khususnya di Amerika Serikat. Usaha pembaharuan
dalam dunia pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran Progressivisme ini. Biasanya
67
aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal –“The liberal road to culture”.
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesivisme dalam
sebuah realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup.
Dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan
intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan dan untuk
mengembangkan kepribadiaan manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran ini
menyadari dan mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Dan
dinamakan environmentalisme, Karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu
memengaruhi pembinaan kepribadiaan.
Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya
berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Karena sekolah adalah bagian dari masyarakat.
Dan untuk itu, sekolah harus dapat mengupyakan pelestarian karakteristik atau kekhasan
lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk dapat
melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat
memberikan wawasan kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik atau
kekhususan daerah itu. Untuk itulah, fisafat progesivisme menghendaki sis pendidikan
dengan bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing.
68
Maka tugas pendidikan menurut pragmatisme, ialah meneliti sejelas-jelasnya
kesanggupan-kesanggupan manusia itu dan menguji kesanggupan-kesanggupan itu
dalam pekerjaan praktis. Perkembangan aliran Progressivisme. Dalam asas modern –
sejak abad ke-16 Francis Bacon, John Locke, Rousseau, Kant dan Hegel dapat dapat
disebut sebagai penyumbang-penyumbang dalam proses terjadinya aliran
pragmatisme-Progressivisme. Dalam abad ke-19 dan ke-20 ini tokoh-tokoh
pragmatisme terutama terdapat di Amerika Serikat. Thomas Paine dan Thomas
Jefferson memberikan sumbangan pada pragmatisme karena kepercayaan mereka akan
demokrasi dan penolakan terhadap sikap dogmatis, terutama dalam agama.
B. Aliran Esensialisme
69
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada
zaman Renaisance dengan cirri-cirinya yang berbeda dengan progesivisme. Dasar pijakan
aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan
dengan doktrin tertentu. Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada
nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-
nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai
tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku. Menurut
idealisme, pada tarap permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke
luar untuk memahami dunia objektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos.
Menurut Immanuel Kant, segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera
memerlukan unsure apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu. Bila orang
berhadapan dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang,
dan ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada
pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi pada benda, tetapi
benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan
waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai
substansi spiritual yang membina dan menciptakan diri sendiri . Roose L. Finney, seorang
ahli sosiologi dan filosof, menerangkan tentang hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan
bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif, hal ini berarti bahwa manusia pada
umumnya menerima apa saja Yng telah ditentukan dan diatur oleh alam social. Jadi,
belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai social angkatan
baru yang timbul untuk ditambah, dikurangi dan diteruskan pada angkatan berikutnya.
Selain itu juga di warnai dengan pandangan-pandangan dari paham penganut aliran
idealisme dan realisme. Imam Bernadib (1981)[3], menyebutkan beberapa tokoh utama
yang berperan dalam penyebaran aliran esensialisme, yaitu:
1. Desiderius Erasmus, humananis Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan
permulaan abad 16, yang merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan
hidup yang berpijak pada dunia lain.
70
2. Johann Amos Comenius yang hidup diseputar tahun 1592-1670, adalah seorang
yang memiliki pandangan realis dan dogmatis. Comenius berpendapat bahwa
pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan,
karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
3. Johann Friederich Herbert yang hidup pada tahun 1776-1841, sebagais alah
seorang murid Immanuel Kant yang berpendapat dengan kritis, herbert
berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang
dengan kebajikan dari yang Mutlak dalam arti penyesuaian dengan hukum-hukum
kesusilaan dan inilah yang disebut proses pencapaian tujuan pendidikan oleh
Herbert sebagai ‘pengajaran yang mendidik.
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan
hakikat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang
mampu menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan
semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan
kegunaan.
C. Aliran Perennialisme
Perennialisme diambil dari kata perennial, yang artinya kekal dan abadi, dari makna
yang terkandung dalam kata itu’ aliran Perennialisme mengandung kepercayaan filsafat
yang berpegang teguh pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan
keadaan sekarang kepada masa lampau. Perenialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang
(Muhammad Noor Syam, 1986: 154). Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme
merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi seorang untuk bersikap
tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan
arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat
pendidikan.
71
maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-
prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan
kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu
mengenal dan memahami factor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha
mengadakan penyelesaian masalahnya. Diharapkan anak didik mampu mengenal dan
mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental.
Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran
mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat,
politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak
memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu. Tugas utama pendidiakn
adalah mempersiapkan anak didik ke arah kematangan. Matang dalam arti hidup akalnya.
Jadi, akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kematangan tersebut. Sekolah
rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang
tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung, anak didik memperoleh dasar penting
bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain. Sekolah, sebagai tempat utama dalam
pendidikan, mempesiapkan anak didik ke arah kematangan akal dengan memberikan
pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru adalah memberikan pendidikan dan pengajaran
(pengetahuan) kepada anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam bidang
akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan
mengajarkan. Prinsip-prinsip pendidikan Perennialisme.
72
menjadi aktualitas” aktif dan nyata. Dalam hal ini peranan guru adalah mengajar –
memberi bantuan pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada
pada dirinya.
D. Aliran Rekontruksionalisme
E. Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme bisa dialamatkan sebagai saanlah satu reaksi dari sebagian terbesar
reaksi terhadap peradaban manusia yang hampir punah akibat perang dunia kedua.[4]
Dengan demikian Eksistensialisme pada hakikatnya adalah merupakan aliran filsafat
yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan keadaan hidup
asasi yang dimiliki dan dihadapinya. Secara singkat Kierkegaard memberikan pengertian
Eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis
73
atau tidak ilmiah. Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutlakan rasional. Dengan
demikian aliran ini hendak memadukan hidup yang dimiliki dengan pengalaman, dan
siuasi sejarah yang dialami, dan tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak serta
spekulatif. Baginya, segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang
tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai keyakinan
hidupnya.
Atas dasar pandangan itu, sikap dikalangan kaum Eksistensialisme atau penganut
aliran ini seringkali nampak aneh atau lepas dari norma-norma umum. Kebebasan untuk
freedom to, adalah lebih banyak menjadi ukuran dalam sikap dan perbuatannya.
Pandangannya tentang pendidikan, disimpulkan oleh Van Cleve Morries dalam
Existentialism dan Education, bahwa ” Eksistensialisme tidak menghendaki adanya
aturan-aturan pendidikan dalam segala bentuk oleh sebab itu Eksistensialisme dalam hal
ini menolak bentuk –bentuk pendidikan sebagaimana yang ada sekarang.
F. Aliran Idealisme
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme
merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah
gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli
(cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa
dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta
menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak
mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya
dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari
dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah
hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat
mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan
dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh
yang dikatakan dunia idea.
74
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa
jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang
pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam
masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan
yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah.
Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada
pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah
bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat
superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup
menurut kebenaran tertinggi. Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal
dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu,
sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia
dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan
mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur,
mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan norahi yang berupa angan-angan untuk
mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam yang
nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu visi yang
lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai materi
yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang
kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam
dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa
yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang
datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah
realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran
yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan
kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud
yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini
hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan
75
alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai
batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat
kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan
sedikit pun tidak mengalami perubahan. Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah
manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan
dengan materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat
yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau
sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya
secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan
tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia.
Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya
hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry,
1992:56). Maka apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang isi aliran
idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa
angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber
pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan
dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan
idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan pandangan
yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali, 1991:63).
Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini.
Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun pada porsinya, para
filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat alam yang
sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk di luar benda yang nyata
sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada
dasarnya adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang
lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-
ihwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh
materi, Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan
memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma.
Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata,
76
dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos). Bagian
ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan terhadap idea
bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan manusia. Sedangkan
pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di balik alam nyata. Memang
kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran idealisme khususnya
dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih banyak membahas
tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan
hakikat itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat
dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu
maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan
buah pikirannya yang pokok dan utama.Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah
pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah kota utama yang merupakan
idea yang belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua,
pendapatnya tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang mencoba
memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum
terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang
keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang alam cosmos, yang kelima,
pandangannya tentang ilmu pengetahuan (Ali, 1990:28).
BAB XI
77
“sekolah” merupakan konsep yang luas, yang mencakup lembaga pendidikan formal
maupun lembaga pendidikan non formal sedangkan istilah “masyarakat” merupakan
konsep yang mengacu kepada semua individu, kelompok, lembaga atau organisasi yang
berada diluar sekolah sebagai lembaga pendidikan. Masyarakat yang bersifat kompleks,
terdiri dari berbagai macam tingkatan masyarakat yang saling melengkapi (over lapping)
dan bersifat unik, sebagai akibat latar belakang dimensi budaya yang beraneka ragam hasil
penelitian menujukkan, betapa penting dan perlunya program sekolah selalu mengahayati
adanya hubungan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat. Sekolah sebagai patner
masyarakat didalam melaksanakan fungsi pendidikan dalam konteks ini, berarti keduanya
yaitu sekolah dan masyarakat dilihat sebagai pusat-pusat pendidikan yang potensial dan
mempunyai hubungan yang fungsional. Sekolah merupakan tempat untuk menimba ilmu
dan mendapatkan pendidikan formal. Menurut Purwanto (1990) Sekolah adalah lembaga
sosial yang berfungsi untuk melayani anggota-anggota masyarakat dalam bidang
pendidikan. Jadi, seorang anggota masyarakat berhak mendapatkan pelayanan dalam
bidang pendidikan dari sekolah.
Di dalam pendidikan yang berlangsung di sekolah akan terjadi proses belajar dan
pembelajaran. Menurut Dimyati (1994) Belajar adalah kegiatan individu memeperoleh
pengetahuan, perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan ajar. Sedangkan
pembelajaran adalah subjek (guru) yang mengajar atau membelajarkan siswa Sebagai
Masyarakat, Anak didik tidak bisa melepaskan diri dari ikatan sosial. Sistem sosial
yang berbentuk mengikat prilaku anak didik untuk taat pada norma– norma sosial, susila
dan hukum yang berlaku didalam masyarakat. Demikian halnya di sekolahan. (Syaiful
Bahri Djamara1994:179).
78
C. Jenis-jenis Hubungan Sekolah dan Masyarakat
1) Hubungan edukatif, maksudnya adalah hubungan kerjasama dalam hal mendidik
murid antara guru sekolah dan orang tua dalam keluarga. Hubungan kerjasama yang
lainnya adalah dengan berusaha memenuhi fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam
proses pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Cara kerjasama itu dapat
direalisasikan dengan pertemuan rutin orangtua murid ke sekolah demi membahas
masalah murid yang ada. Dengan adanya hubungan ini, diharapkan pihak sekolah
dan orangtua murid dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada di lingkungan
sekolah yang dapat meningkatkan mutu pendidikan bagi murid sehingga muridmurid
dapat belajar dengan baik.
2) Hubungan kultural, maksudnya usaha kerjasama antar sekolah dan masyarakat yang
memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan kebudayaan
masyarakat tempat sekolah itu berada. Sekolah merupakan suatu lembaga yang
seharusnya dapat dijadikan barometer bagi majumundurnya kehidupan, cara berpikir,
kepercayaan, kesenian, dan adat-istiadat. Dan kemudian sekolah juga seharusnya
dapat dijadikan titik pusat dan sumber tempat terpancarnya norma-norma kehidupan
yang baik bagi kemajuan masyarakat yang selalu berubah dan berkembang maju.
Jadi, bukanlah sebaliknya sekolah hanya mengintroduksikan apa yang hidup dan
berkembang di masyarakat. Untuk itu diperlukan adanya hubungan yang fungsional
antara kehidupan di sekolah dan kehidupan dalam masyarakat. Kebutuhankebutuhan
kurikulum sekolah disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan dari perkembangan
masyarakat. Untuk menjalankan hubungan kerja sama ini, sekolah harus
mengerahkan muridmuridnya untuk membantu kegiatankegiatan sosial yang
diperlukan oleh masyarakat. Kegiatankegiatan sosial ini berarti mendidik anak-anak
berpartisipasi dan turut bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.
3) Hubungan institusional, maksudnya hubungan kerjasama antara sekolah dengan
lembaga-lembaga resmi baik swasta maupun pemerintah seperti hubungan kerjasama
antara sekolah dengan sekolah-sekolah lain, dengan kepala pemerintahan setempat,
jawatan pertanian, jawatan penerangan, perikanan dan peternakan, dengan
perusahaan-perusahaan negara atau swasta.
79
4)
D. Peran Sekolah Dalam Administrasi Husemas
Guru merupakan kunci penting dalam kegiatan husemas di sekolah menengah. Ada
beberapa hal yang dapat dilakukan guru dalam kegiatan husemas, yaitu:
80
BAB XII
81
tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan
mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan
menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik.
filsafat pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu pendidikan atau
paedagogiek. Filsafat pendidikan dalam kegiatannya secara normatif berfungsi sebagai
berikut :
a. Merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep hakikat pendidikan dan
manusia, dan isi moral pendidikan.
b. Merumuskan teori, bentuk, dan sistem pendidikan, yang meliputi kepemimpinan,
politik kependidikan, pola-pola akulturasi, dan peranan pendidikan dalam
pembangunan bangsa dan negara.
c. Merumuskan hubungan antara agama, filsafat, filsafat pendidikan, dan
kebudayaan.
82
c. Filsafat Pendidikan Materialisme
Berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual
atau supernatural.
d. Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada
filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa
yang manusia alami.
e. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum,
eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan
tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakikat
manusia atau realitas.
f. Filsafat Pendidikan Progresivisme
Bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri,
melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun
1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini
mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak
bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.
g. Filsafat Pendidikan Esensialisme
Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada
mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-
sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-
standar intelektual dan moral di antara kaum muda.
h. Filsafat Pendidikan Perenialisme
Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka
menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu
yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan,
ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual
dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan
ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau
83
prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan
teruji.
i. Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme
Merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir
didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan
melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang.
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun
1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil.
84
pekerjaan dan lainnya. Dengan kata lain dimanapun kita berada kita pasti akan belajar dan
mendapatkan ilmu pengetahuan.
Bagi suatu masyarakat, hakikat pendidikan diharapkan mampu berfungsi menunjang
kelangsungan kemajuan hidupnya, agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya,
maka diteruskan nilai-nilai, pengetahuan, ketrampilan dan bentuk tata perilaku lainnya bagi
generasi muda. Tiap masyarakat selalu berupaya meneruskan kebudayaannya dengan
proses adaptasi tertentu sesuai coraknya masing-masing periode zamannya kepada generasi
muda melalui pendidikan atau secara khusu melalui interaksi social.
Dalam pengertian sosialisasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa aktifitas pendidikan
sebenarnya sudah dimulai sejak ia dilahirkan kedunia yaitu keluarga. Didalam keluargalah
anak pertama menerima pendidikan dan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga ini
merupakan pendidikan utama atau terpenting terhadap perkembangan pribadi anak. Pada
didalam kehidupan keluarga memberi corak pola kepribadian anak yang hidup di dalam
keluarga.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula ternyata masyarakat dunia secara global telah
ikut mempengaruhi iklim pendidikan. Pengaruh modernisasi di berbagai sektor kehidupan
telah melahirkan karakter pendidikan yang hampir sama di seluruh dunia, memiliki
mempunyai ciri khas tertentu di tiap- tiap Negara. Dalam masyarakat yang sudah maju,
proses pendidikan sebagian dilaksanakan dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah
dan pendidikan dalam lembaga tersebut merupakan suatu kegiatan yang lebih teratur dan
terdeferensiasi.
Perkembangan teknologi dan informasi menyebabkan peranan sekolah sebagai
lembaga pendidikan akan mulai tergeser. Sekolah tidak lagi menjadi satu-satunya pusat
pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru
tidak akan menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan
informasi yang mampu memfasilitasi orang untuk belajar. Oleh karena itu aktualisasi
partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan sangat diperlukan.
Untuk itu, maka dalam kondisi kualitas layanan dan output pendidikan sedang
banyak dipertanyakan mutu dan relevansinya, maka pemerintah seharusnya memberikan
peluang yang luas bagi partisipasi masyarakat.
3.Peran Pendidikan dalam Pembangunan
85
Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh
aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, polotik dan kultural, dengan
tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa serta keseluruhan. Dalam proses
pembangunan tersebut peranan pendidikan amatlah atrategis.
John C. Bock, dalam Education and Development: A Conflict Meaning (1992),
mengindentifikasi peran pendidikan tersebut sebagai :
a) masyarakat ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa
b) mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan
pedorong perubahan sosial
c) untuk meratakan kesepakatan dan pendapatan. Peran yang pertama merupakan
Fungsi politik pendidikan dan dua peran yang lain merupakan fungsi ekonomi.
Berkaitan dengan peranan pendidikan dalam pembangunan nasional muncul dua
paradigma yang menjadi kiblat bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan
kebijakan pendidikan: Paradigma Fungsional dan paradigma Sosialisasi. Paradigma
Fungsional melihat bahwa keterbelakangan dan kemiskinan dikarenakan negara tidak
mempunyai cukup penduduk yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan sikap
modern. Menurut pengalaman masyarakat di Barat, lembaga pendidikan formal
sistem persekolahan merupakan lembaga utama mengembangkan pengetahuan
malatih, kemampuan dan keahlian serta menanamkan sikap modern para individu
yang diperlukan dalam proses pembangunan. Bukti-bukti menunjukan adanya kaitan
yang erat antara pendidikan formal seseorang dan partisipasinya dalam
pembangunan. Perkembangan lebih lanjut muncul, tesis Human Investment, yang
menyatakan bahwa investasi dalam diri manusia lebih menguntungkan, memiliki
economic rate of return yang lebih tinggi di bandingkan dengan investasi dalam
bidang fisik. Sejalan dengan paradigma Fungsional, paradigma sosialisasi melihat
peranan pendidikan dalam pembangunan adalah:
a) mengembangkan kompetensi individu
b) kompetensi yang lebih tinggi tersebut diperlukan untuk meningkatkan
produktivitas
c) secara umum, meningkatkan kemampuan warga masyarakat dan semakin
banyaknya warga masyarakat yang memiliki kemampuan akan meningkakan
86
kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Oleh karena itu, berdasarkan paradigma sosialisasi ini, pendidikan harus di perluas
secara besar-besaran dan menyeluruh, kalau suatu bangsa menginginkan kemajuan.
Paradigma Fungsional dan paradigma Sosialisasi telah melahirkan pengaruh besar
dalam dunia pendidikan paling tidak dalam dua hal. Pertama, telah melahirkan paradigma
pendidikan yang bersifat analisis-mekanistis dengan mendasarkan pada doktrin
reduksionisme dan mekanistis. Reduksionisme melihat pendidikan sebagai barang yang
dapat dipecah-pecah dipisah-pisah satu dengan yang lain. Mekanis melihat bahwa pecahan-
pecahan atau bagian-bagian tersebut memiliki keterkaitan linier fungsional, satu bagian
menentukan bagian yang lain secara langsung. Akibatnya, pendidikan telah direduksi
sedemikian rupa kedalam serpihan-serpihan kecil yang satu dengan yang lain menjadi
terpisah tiada hubungan, seperti, kurikulum kredit SKS, pokok bahasan, program
pengayaan, seragam, pekerjaan rumah dan latihan-latihan. Suatu sistem penilaian telah
dikembangkan untuk menyesuaikan dengan serpihan-serpihan tersebut: nilai, indeks
prestasi, ranking, rata-rata nilai, kepatuhan dan ijasah.
Paradigma pendidikan Input-Proses-Output, telah menjadikan sekolah sebagai proses
produksi. Murid diperlakukan bagaikan row-input dalam suatu pabrik. Guru, kurikulum,
dan fasilitas diperlukan sebagai instrumental input. Dan jika ini baik maka akan
menghasilkan proses yang baik dan akhirnya baik pula produk yang dihasilkan. Kelemahan
paradigma pendidikan tersebut nampak jelas, yakni dunia pendidikan dilihat sebagai sistem
yang bersifat mekanik yang perbaikannya bisa bersifat partial, bagian mana yang dianggap
tidak baik maka itu saja yang harus diperbaiki. Sudah barang tentu asumsi tersebut jauh
dari realitas dan salah. Implikasinya, sistem dan praktek pendidikan yang mendasarkan
pada paradigma pendidikan yang keliru cenderung tidak akan sesuai dengan realitas.
Paradigma pendidikan tersebut di atas tidak pernah melihat pendidikan sebagai suatu
proses yang utuh dan bersifat organik yang merupakan bagian dari proses kehidupan
masyarakat secara totalitas.
Kedua, para pengambil kebijakan pemerintah menjadikan pendidikan sebagai engine
of growth, penggerak dan loko pembangunan. Sebagai penggerak pembangunan maka
pendidikan harus mampu menghasilkan invention dan innovation, yang merupakan inti
kekuatan pembangunan. Agar berhasil melaksanakan fungsinya, maka pendidikan harus
87
diorganisir dalam suatu lembaga pendidikan formal sistem persekolahan, yang bersifat
terpisah dan berada diatas dunia yang lain, khususnya dunia ekonomi. Bahkan pendidikan
harus menjadi panutan dan penentu perkembangan dunia yang lain, khususnya, dan bukan
sebaliknya perkembangan okonomi menentukan perkembangan pendidikan. Dalam
lembaga pendidikan formal inilah berbagai ide dan gagasan akan dikaji, berbagai teori
akan diuji, berbagai teknik dan metode akan dikembangkan, dan tenaga kerja dengan
berbagai jenis kemampuan akan dilatih.
Sesuai dengan peran pendidikan sebagai engine of growth, dan penentu bagi
perkembangan masyarakat, maka bentuk sistem pendidikan yang paling tepat adalah single
track dan diorganisir secara terpusat sehingga mudah diarahkan untuk kepentingan
pembangunan nasional. Lewat jalur tunggal inilah lembaga pendidikan akan mampu
menghasilkan berbagai tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
Namun pengalaman selam ini menunjukan, pendidikan nasional sistem persekolahan
tidak bisa berperan sebagai penggerak dan loko pembangunan, bahkan gass (1984) lewat
tulisannya berjudul Education versus Qualifications menyatakan pendidikan telah menjadi
penghambat pembangunan okonomi dan teknologi, dengan munculnya berbagai
kesenjangan: kultural, sosial, dan khususnya kesenjangan vokasional dalm bentuk
melimpahnya pengangguran terdidik.
Berbagai problem pendidikan yang muncul tersebut di atas bersumber pada
kelemahan pendidikan nasional sistem persekolahan yang sangat mendasar, sehingga tidak
mungkin disempurnakan hanya lewat pembaharuan yang bersifat tambal sulam (Erratic).
Pembaharuan pendidikan nasional sistem persekolahan yang mendasar dan menyeluruh
harus dimulai dari mencari penjelasan baru atas paradigma peran pendidikan dalam
pembangunan.
Penjelasan paradigma peranan pendidikan dalam pembangunan yang diikuti oleh
para penentu kebijakan kita dewasa ini memiliki kelemahan, baik teoritis maupun
metodologis. Pertama, tidak dapat diketemukan secara tepat dan pasti bagaimana proses
pendidikan menyumbang pada peningkatan kemampuan individu. Memang secara mudah
dapat dikatakan bahwa pendidikan formal akan mengembangkan kemampuan yang
diperlukan untuk memasuki sistem teknologi produksi yang semakin kompleks. Tetapi,
dalam kenyataannya, kemampuan teknologi yang diterima dari lembaga pendidikan formal
88
tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada. Disamping itu, adanya perubahan di bidang
teknologi yang cepat, justru melahirkan apa yang disebut dengan de-skilleed process, yakni
dunia industri memerlukan tenaga kerja dengan keahlian yang lebih sederhana dengan
jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit.
Kedua, paradigma fungsional dan sosialisasi memiliki asumsi bahwa pendidikan
sebagai penyebab dan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat. Investasi di bidang
pendidikan formal sistem persekolah akan menentukan pembangunan ekonomi di masa
mendatang. Tetapi realitas menunjukan sebaliknya. Bukannya pendidikan muncul terlebih
dahulu, kemudian akan muncul pembangunan ekonomi, melainkan bisa sebaliknya,
tuntutan perluasan pendidikan terjadi sebagai akibat adanya pembangunan ekonomi dan
politik. Dengan kata lain, pendidikan sistem persekolahan bukannya engine of growth,
melainkan gerbong dalam pembangunan. Perkembangan pendidikan tergantung pada
perkembangan ekonomi. Sebagai bukti, karena hasil pembangunan ekonomi tidak bisa
dibagi secara merata, maka konsekuesinya kesempampatan untuk mendapatkan pendidikan
tidak juga bisa sama diantara berbagai kelompok masyarakat, sebagai mana menjadi
dewasa ini.
Ketiga, paradigma fungsional dan sosialisasi juga memiliki asumsi bahwa
pendapatan individu mencerminta produktivitas yang bersangkutan. Secara makro upah
tenaga kerja erat kaitannya dengan produktivitas. Dalam realitas asumsi ini tidak pernah
terbukti. Upah dan produktivitas tidak selalu sering. Amplikasinya adalah bahwa
kesimpulan kajian selama ini yang selalu menunjukan bahwa economic rate of return dari
pendidikan di negara kita adalah sangat tinggi, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
investasi dibidang lain, adalah tidak tepat, sehingga perlu dikaji kembali.
Keempat, paradigma sosialisasi hanya berhasil menjelaskan bahwa pendidikan
memiliki peran pengembangan kopetensi individual, tetapi gagal menjelaskan bagaimana
pendidikan dapat meningkatkan kompetensi yang lebih tinggi untuk meningkatkan
produtivitas. Secara riil pendidikan formal berhasil meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan individual yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam kehidupan ekonomi
modern. Semakin lama waktu bersekolah semakin tinggi pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki namun, Randal Collins lawat karyanya The Credential Society: An Historical
Sosiology of Education and Stratification (1979) menentang tesis ini. Berbagai bukti tidak
89
mendukung tesis atas tuntutan pendidikan untuk memegang suatu pekerjaan-pekerjaan
tersebut. Pekerja dengan pendidikan formal yang lebih tinggi tidak harus diartikan
memiliki productivitas lebih tinggi dibandingkan denga pekerja yang memiliki pendidikan
yang rendah. Banyak keterampilang dan keahlian yang justru dapat banyak diperoleh
sambil menjalankan pekerjaan di dunia kerja formal. Dengan kata lain, tempat bekerja bisa
berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang lebih canggih.
90
Secara sederhana pembangunan berwawasan kependudukan mengandung dua
makna sekaligus, yaitu:
1) Pembangunan berwawasan kependudukan
Pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi penduduk yang ada,
penduduk harus dijadikan titik sentral dalam proses pembangunan. Penduduk
harus dijadikan subjek dan objek dalam pembangunan. Pembangunan adalah oleh
penduduk dan untuk penduduk.
2) Pembangunan berwawasan kependudukan
Pembangunan sumberdaya manusia, pembangunan lebih menekankan pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia dibandingkan dengan pembangunan
infrastruktur semata-mata. Dimensi Penduduk dalam Pembangunan Nasional.
Ada beberapa alasan yang melandasi pemikiran bahwa penduduk merupakan isu
yang sangat strategis dalam kerangka pembangunan nasional Berbagai
pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Penduduk merupakan pusat dari seluruh kebijakan dan program
pembangunan yang dilakukan. Dapat dikemukakan bahwa penduduk adalah
subjek dan objek pembangunan. Jadi, pembangunan baru dapat dikatakan
berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti luas
yaitu kualitas fisik maupun non fisik yang melekat pada diri penduduk itu
sendiri.
2) Keadaan penduduk yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan
yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar, jika
diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai, akan merupakan pendorong
bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar, jika
diikuti dengan tingkat kualitas rendah, menjadikan penduduk tersebut hanya
sebagai beban bagi pembangunan nasional.
3) Dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam jangka
yang panjang. Karenanya, seringkali peranan penting penduduk dalam
pembangunan terabaikan. Sebagai contoh, beberapa ahli kesehatan
memperkirakan bahwa krisis ekonomi dewasa ini akan memberikan dampak
91
negatif terhadap kesehatan seseorang pada 25 tahun ke depan atau satu
generasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Mohammad. (2010). Filsafat Ilmu, Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar XXV.
Adib, M. (2015). Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,
Edisi ke-3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
92
Ahmad Tafsir. (1990) Filsafat Umum; Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai James, Bandung: PT.
Remaja Rosda Jarya.
Allport, G. W. (1955). Theories of perception and the concept of structure. New York: Holt
Anshari, Endang Saifuddin. (1991) Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu.
Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan: Metode dan Paragdima baru. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Arikunto, S. (2010). Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik edisi revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
93
Ilahi, M.T. (2012). Pembelajaran Discovery Strategy & Mental Vocational Skill. Yogyakarta:
Diva Press.
Ilyas Supena. (2008) Desain Ilmu-ilmu Keislaman dalam Pemikiran Hermeneutik Fazlur
Rahman. Semarang: Walisongo.
Imam Barnadib. (2003). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Yayasan Peerbit FIP IKIP
Jalaludin dan Abdullah. (2013). filsafat pendidikan (manusia, filsafat, dan pendidikan). Jakarta:
Rajawali Pers.
Joe Park. (1974) Selected Readings in the Philosophy. New York: Macmillian Publishing.
La Sulo, L. S dan Tirtarahardja, Umar. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Mohammad, Adib. (2011). Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mudyahardjo, Redja, (2008). Pengantar Pendidikan, Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar
Pendidikan Pada Umumnya Dan Pendidikan Di Indonesia. Jakarta : Grafindo.
94
Prayitno. (2009). Dasar Teori Dan Praksis Pendidikan. Jakarta: PT grasndo
Suriasumantri, Jujun S. (2006). Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
95
ATURAN PENULISAN
Ahmadi, Iif Khoiru dkk. (2011). Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Nurihsan, Ahmad Juntika dan Mubiar Agustin. (2011). Dinamika Perkembangan Anak dan
Remaja: Tinjauan Psikologi, Pendidikan, dan Bimbingan. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81a Tahun 2014 tentang Implementasi
Kurikulum.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
96
97