Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................
KATA PENGANTAR .....................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN ...............................................................
A. LATAR BELAKANG MASALAH ..............................
B. RUANG LINGKUP PENELITIAN ..............................
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN ..............
D. METODOLOGI PENELITIAN ....................................
BAB II : GAMBARAN UMUM KOTA MADYA JAMBI
A. KEADAAN GEOGRAFI ..............................................
B. KEADAAN DEMOGRAFIS.........................................
BAB III : ASAL USUL DAN MASA KECIL ....................................
A. SILSILAH KELUARGA ...............................................
B. SEKITAR KELAHIRAN DAN MASA KECIL ...........
C. PENDIDIKAN FORMAL DAN NON FORMAL ........
D. SELINTAS TENTANG MASA REMAJA/ PEMUDA
E. PERTEMUAN DENGAN JODOH ...............................
BAB IV : PERJUANGAN DAN JASA-JASA PROF. SYEKH HMO
BAFADHAL........................................................................
A. BIDANG PENDIDIKAN ..............................................
B. BIDANG DAKWAH.....................................................
C. BIDANG POLITIK .......................................................
D. BISANG PEMIKIRAN/ KARYA ILMIAH .................
BAB V : KENANG-KENANGAN KEGIATAN PROF. SYEKH
HMO BAFADHAL DALAM GAMBAR ...........................
BAB VI : KESIMPULAN....................................................................
A. KESIMPULAN..............................................................
B. SARAN-SARAN ...........................................................
C. DAFTAR PUSTAKA ....................................................
BAB I
PENDAHULUAN
D. Metodologi Penelitian
Sebagai realisasi dari penelitian ini, dipergunakan beberapa jenis metode
penelitian, terutama yang berkaitan dengan bahan-bahan yang dihimpun, maka
untuk itu dikategorikan kepada tiga aspek, yaitu :
1. Lokasi Penelitian. Sebagai lokasi penelitian adalah lingkungan daerah
dari kelahiran Prof. Syekh. HMO Bafadhal, yang meliputi daerah
Tingkat II Kota Madya Jambi. Dan dalam hal tertentu yang dianggap
berhubungan dengan sasaran penelitian, juga diambil dari luar daerah
Kotamadya Jambi.
2. Populasi dan Sampel. Sebagai populasi dari penelitian ini adalah semua
penduduk yang berada dalam daerah Kotamadya Jambi. Sedangkan
sampelnya adalah Prof. Syekh. HMO Bafadhal. Disamping itu untuk
melengkapi data, penelitian ini juga mempergunakan informan, yang
terdiri dari :
a. Keluarga Prof. Syekh. HMO Bafadhal;
b. Tokoh-tokoh masyarakat;
c. Murid-murd/kadernya;
d. Pejabat-pejabat instansi Pemerintahan dan Swasta; dan lain-lainnya.
3. Tehnik Pengumpulan Data dan Analisa Data
Sebagaimana sifatnya penulisan suatu biografi, maka penelitian ini
adalah bersifat deskriptif. Berkaitan dengan itu, pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara mendalam, terutama wawancara dengan Prof.
Syekh. HMO Bafadhal sebagai sasaran penelitian, dengan menggunakan
peralatan perekam berupa tape recorder. Disamping wawancara juga
dilakukan observasi terhadap permasalahan yang ada kaitannya dengan
sasaran penelitian, dalam hal ini misalnya keadaan lingkungan tempat
tinggal Prof. Syekh. HMO Bafadhal, serta kehidupan masyarakat
sekitarnya.
Selain dari melakukan wawancara, data juga dikumpulkan melalui
buku-buku leteratur, terutama buku yang dikarang sendiri oleh Prof. Syekh.
HMO Bafadhal, dan buku-buku lain yang dianggap mendukung data, yang
statusnya sebagai data sekunder.
Sedangkan analisa data dilakukan secara deskriptif kualitatip, dan
dalam hal tertentu juga dilakukan analisa kuantitatip yang bersifat
sederhana, misalnya berupa tabel tentang jumlah penduduk dan tabel-tabel
lainnya.
BAB II
GAMBARAN UMUM KOTA MADYA JAMBI
A. Keadaan Gegografis
Kotamadya Jambi adalah salah satu bagian daerah tingkat II, yang ada
dalam provinsi Jambi, yang menurut peta topografi AD 1983 dan PP No. 6 tahun
1986, bahwa wilayah kotamadya Dati II Jambi terletak pada posisi 1030 30’ 1,67”
sampai dengan 1030 40’ 0,22” Bujur Timur dan 010 30’ 2,98” sampai dengan 010
40’ 1,07 Lintang Selatan. Sebagian besar dari wilayahnya merupakan dataran
rendah, dengan ketinggian ±10 meter dari permukaan laut, hanya sedikit saja dari
wilayahnya yang agak berombak sampai bergelombang, disana sini diselingi oleh
lembah-lembah, yang pada musim hujan digenangi air. Bagian yang termasuk
kategori ini adalah wilayah kotamadya Jambi yang terletak pada sebelah Utara
sungai Batanghari.
Kotamadya Jambi memiliki luas wilayah 144 KM2, yang terbagi kepada 7
buah wilayah administratif, yaitu sebagai berikut :
1. Kecamatan Pasar Jambi;
2. Kecamatan Jambi Timur;
3. Kecamatan Jambi Selatan;
4. Kecamatan Telanaipura
5. Kecamatan Pelayangan;
6. Kecamatan Danau Teluk;
7. Kecamatan Kota Baru.
Apabila dilihat dari segi letaknya, maka kotamadya Jambi ± 11 KM diairi
oleh Sungai Batanghari dan secara keseluruhan wilayah administratifnya
berbatasan dangan wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang hari. Dan karena
status administrasi kota adalah Kotamadya, maka kedudukannya merupakan
Ibukota Provinsi Jambi.
Sekedar mengetahui pengklasifikasian penggunaan tanah dalam wilayah
kotamadya Jambi, dapat dilihat tabel berikut :
Tabel 1 :
Klasifikasi Penggunaan Tanah
No. Dipergunakan untuk Luas (Ha)
1. Tnah perumahan dan pekarangan 4.100 ,8
2. Perorangan 146
3. Industri 326 ,4
4. Perkantoran 264
5. Jalan dan jalur hijau 4.330
6. Sawah 380
7. Perkebunan -
8. Hutan 1.000
9. Kegunaan lain-lain 1.966 ,40
10. Tanah kosong 1.426 ,26
Sumber : Monografi Kotamadya Jambi tahun 1985.
Sedangkan keadaan iklim kotamadya Jambi, pada umumnya memiliki iklim
lembab, yang curah hujannya merata sepanjang tahun, yaitu berkisar antara 2000-
1500 mm. suhu minimum 200C dan suhu maksumum 340C dengan suhu rata-rata
26,70C kelembaban berkisar antara 44-99. Antara bulan September sampai Maret
angin/bertiup dari arah Barat ke Timur, yang pada waktu itu terjadi musim hujan.
Pada April terjadi pergantian musim, dari musim penghujan ke musim kemarau,
pada saat ini arah angin bertiup dari Timur ke Barat, keadaan semacam ini
berlangsung sampai bulan Agustus. Dengan keadaan geografis seperti tersebut
diatas, aka mengakibatkan pula selama ± 3 bulan dalam setahun terjadi banjir, yang
menengelamkan sebagian rumah penduduk, terutama bagi wilayah Kecamatan
Pelayangan dan Kecamatan Danau Teluk (terkenal dengan sebutan Jambi
Seberang).
B. Keadaan Demografis
Penduduk Kotamadya Jambi terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang
ada di Nusantara ini, namun secara umum mereka dapat dibagi kepada dua (2)
golongan yaitu Penduduk Asli dan Penduduk Pendatang. Penduduk Asli ialah
penduduk yang nenek moyang mereka telah menetap di Kotamadya Jambi (Jambi
pada umumnya)semenjak pertama kali manusia mendiaminya, mereka adalah :
Suku Kubu (suku anak dalam), Suku Bajau, Orang Kerinci, Suku Batin, Suku
Melayu Jambi, Suku Penghulu, dan Suku Pindah, semuanya secara etnis dinamakan
“Ras Melayu”. Untuk pengetahuan secara umum dapat dilihat skema berikut :
Wedduld Suku Anak Dalam (Kubu)
Suku Bajau
Melayu
Melayu Protu Melayu Kerinci
Orang Batin
Melayu
Melayu Suku Pindah
Dlutru Melayu Suku Penghulu
Melayu Jambi
MELAYU Bugis
Melayu Jawa
Banjar
Indonesia Palembang
Minangkabau
Batak
Sunda
Pendatang
India
Arab
Cina
Perancis
Asing
Korea
Amerika
Belanda
Lain-lain
Sumber : Fak. Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi 1983/1984 : 18.
Dengan konsep “Wawasan Nusantara” Satu Nusa Satu Bangsa dan Satu
Bahasa : Indonesia, maka klasifikasi penduduk Kotamadya Jambi menurut apa yang
dilihat pada skema diatas, boleh dikatakan tidak ada datanya.
Sampai akhir tahun 1984 penduduk Kotamadya Jambi berjumlah 248.646
jiwa, dengan komposisi sebagaimana terilahat pada tabel II berikut :
TABEL II
PENDUDUK KOTAMADYA JAMBI MENURUT
KELOMPOK UMUR DIPERINCI PERJENIS
KELAMIN TAHUN 1984
Tahun 1984
Kelompok umur
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 2 3 4
0 - 4 24.215 21.007 45.222
5 - 9 18.490 17.878 36.368
10 - 14 15.218 14.597 29.815
15 - 19 13.247 12.558 25.805
20 - 24 11.017 11.326 22.343
25 - 29 9.644 10.066 19.710
30 - 34 8.403 7.797 16.200
35 - 39 6.735 6.040 12.775
40 - 44 6.142 5.363 11.505
45 - 49 5.325 4.486 9.811
50 - 54 4.174 3.464 7.638
55 - 59 3.041 2497 5.538
60 - 64 1.947 1.646 3.593
65 - 69 1.374 1.120 2.494
70 - 74 881 850 1.731
75 + 610 500 1.110
JUMLAH 127.459 121.187 248.646
Sumber : Kotamadya Jambi dalam Angka 1984 : 30.
Melihat tabel diatas, maka kepadatan penduduk rata-rata 1.727 jiwa/ KM.
namun menurut catatan akhir tahun 1985, cenderung menurun, yaitu 1.702 jiwa/
KM, begitu juga jumlah penduduk secara keseluruhan terlihat menyusut dari jumlah
248.646 jiwa menjadi 245.122 jiwa, perbandingannya dapat dilihat jumlah tabel
penduduk tahun 1985 berikut :
TABEL III
KOMPOSISI PENDUDUK TIAP-TIAP KECAMATAN
DALAM KOTAMADYA DATI II JAMBI
Jumlah Penduduk
No Nama Kecamatan Jumlah
WNI WNA
1 Pasar Jambi 8.763 1.251 10.041
2 Jambi Selatan 77.696 6.062 83.758
3 Jambi Timur 51.741 6.069 57.810
4 Telanai Pura 72.393 866 73.259
5 Danau Teluk 10.088 9 10.097
6 Pelayangan 10.180 4 10.184
7 Kota Baru *) - - .-
JUMLAH
*) Data tidak tersedia, karena status baru.
Sumber : Kotamadya Dati II Jambi Selayang Pandang 1985 : 13.
Peserta
KECAMATAN PPKBD PUS %
No Aktif
1 2 3 4 5
1 Telanai Pura 23 11.260 6.065 53,86
2 Jambi Selatan 22 14.124 2.779 19,94
3 Jambi Timur 20 9.540 3.429 35,94
4 Pasar Jambi 2 1.900 1.838 96,74
5 Pelayangan 6 1.640 601 36,65
6 Danau Teluk 5 1.760 563 31,99
7 Kota Baru *) - - - -
*) Data tidak tersedia, karena status baru.
Sumber : Kotamadya Jambi Dalam Angka 1984 : 97.
A. Silsilah Keluarga
Prof. Syekh Haji Muhammad bin Umar Bafadhal adalah keturunan dari
Umar Bafadhal asal Palembang, dengan Halimah binti Asy-Syekh Ustman asal
Jambi, keduanya berasal dari Hadramaut Saudi Arabia.
Silsilah dari pihak bapak adalah sebagai berikut : Prof. Syekh Haji
Muhammad bin Umar Bafadhal bin Abu Bakar bin Abdullah bin Muhammad bin
Ahmad bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad bin Syekh Salim bin Syekh
Abdullah bin Syekh Al-Kabir Fadhal bin Syekh Abdullah bin Asy-Syekh Imam
Sa’ad Al-Faqin bin Asy-Syekh Al-Arif Billani Ta’ala Asy-Syekh Muhammad bin
Asy-Syekh Imam Al-Faqih Al-Qadhi Ahmad bin Asy-Syekh Al-Imam Muhammad
bin Asy-Syekh AlKabir Al-Faqih Fadhal bin Asy-Syekh Muhammad bin Asy-
Syekh Abdul Karim bin Asy-Syekh Muhammad bin Saad bin Ahmad bin
Muhammad bin Al-Fadhal bin Abi Fadhal Ahmad bin Haidzamah bin Abdur
Rahman bin Malik bin Abdur Rahman bin Abi Khalosamah bin Abdur Rahman bin
Sabran bin Abi Sabran Al-Imam Ash-Shahabi Yazid bin Malik bin Abdur Rahman
bin Dzuhbi bin Salamah bin Umar bin Dzanal bin Mar’an bin Al-Jukfi bin Sa’ab
Al-Asyirah Ibnu Mastnaj bin Adab bin Zaid bin Syujab bin Arib bin Zaid bin
Kahlan bin Sabak bin Yasjib bin Ya’rib bin Qahthan. Qahthan sendiri adalah salah
seorang dari pimpinan suku Arab Mutaarribah, yang akhirnya sambung
menyambung melalui perkawinan dengan Arab Musta’ribah keturunan nabi Ismail
sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan silsilah dari pihak ibu adalah sebagai berikut : Halimah binti
Ustman bin Ali bin Abbullah bin Umar Ahmad bin Muhammad Shufi bin Abdullah
bin Muhammd bin Abdur Rahman bin Muhammad bin Ali bin Hasa bin Ahmad bin
Muhammad bin Abdullah An-Nurrah bin Asy-Syekh Al-Wali Muhammad bin
Syekh Al-Kabir Abdullah bin Asy-Syekh Al-Imam Khatiob Zaman Fadhal bin Asy-
Syekh Al-Arif Billahi Taala Asy-Syekh Muhammad bin Asy-Syekh Imam Al-Faqih
Al-Qadhi Ahmad bin Asy-Syekh Muhammad bin Asy-Syekh Abdul Karim bin
Asy-Syekh Muhammad Fadhal bin Saad bin Ahmad bin Muhammad bin Al-Fadhal
bin Abi Fadhal Ahmad bin Abdullah bin Saad bin Haizdamah bin Abdur Rahman
bin Abi Khaizdamah bin Abdur rahman Ibnu Sabrah bin Abi Sabran Al-Imam Ash-
Shahabi yazio bin Malik bin Abdur Rahman bin Dzuhdi bin Salaman bin Umar bin
Dzanal bin Mar’an bin Al-Jukfi bin Saad Al-Asyiran Ibnu Mastnaj bin Adab bin
Zaid bin Syujab bin Arib bin Zaid bin Kanlan bin Sabak bin Yasjib bin Ya’rib bin
Qahthan.
Sekalian dengan silsilah Prof. HMO Bafadhal dari garis pihak ibu ini, bahwa
nenek pertama yang datang ke Jambi dari Hadramaut Saudi Arabia, adalah salah
seorang keturunan ketujuh dari keluarga Bafadhal yang bernama Muhammad Sufi.
Kedatangan Muhammad Sufi di sertai dengan seorang anaknya yang bernama
Ahmad, yaitu diperkirakan ± pada abad ke X M, bersamaan pula dengan Datuk
Tambak, yang juga berasal dari Hadramaut.
Kedatangan Datuk Muhammad Sufi maupun Datuk Tambak ini ke Jambi,
diperkirakan adalah sebagai missionaris Islam, disamping sebagai pedagang,
namun kenyataannya mereka apada akhirnya menetap di Jambi, serta memiliki
keturunan, yang hingga kini, khusus dari keluarga Bafadhal Jumlahnya
diperkirakan ± 500 orang.
Sbenarnya apabila ditelusuri sejarah keluarga Bafadhal yang ada di Jambi
khususnya dan Indonesia Umumnya, maka semua mereka berasal dari Yaman,
kepindahan mereka ke Habmaut, diperkirakan sebelum Nabi Muhammad SAW
Hijrah ke Madinah. Suku Bafadhal pertama yang pindah dari Yaman ke Hadramaut
adalah bernama Abdullah bin Saad bin Khaitsamah bersama keluarganya.
Seperti telah disebutkan diatas, bahwa keturunan dari Prof. HMO Bafadhal,
bapak beliau berasal dari Palembang dan Ibu Jambi. Ternyata dari pihak Bapak
yang pertama datang ke Palembang adalah nenek beliau yang bernama Abdullah,
yang juga suku Bafadhal asal Hadramaut Saudi Arabia. Tampaknya apabila dilihat
dari aspek asal usul, maka kiranya sulit untuk bisa dimengerti, namun apabila dikaji
secara mendalam dengan cara menelusuri sejarah, kejadian seperti tersebut bisa saja
terjadi. Ini semua dapat dipahami, bahwa pertalian darah antara keluarga Bafaadhal
yang ada di Jambi dengan keluarga Bafadhal yang datang dari Palembang, yaitu
pecahan antara dua Saudara sekandung, yang bernama Asy-Syekh Katib Zaman
Fadhal dengan Asy-Syekh Al-Imam Saad Al-Faqin, keduanya anak dari Asy-Syekh
Al-Arif Billani Taala Asy-Syekh Muhammad. Asy-Syekh Al-Imam Khatib Zaman
Fadhal untuk jalur keluarga Bafadhal yang ada di Jambi, melalui Muhammad Sufi,
sedang jalur untuk Palembang melalui Abdullah (Sumber pembuatan silsilah ini
diilhami oleh buku karangan Muhammad bin Awadn bin Muhammad Bafadhal
warga negara Trim hadramaut, dengan judul bukunya “SilatulAnli”, asli kitab ini
bertulisan tangan, kemudian disalin kembali oleh Asy-Syekh Umar bin Abdullah
Bafadhal, serta dipotokopi oleh Prof. Syekh HMO Bafadhal, tebal buku ini 547
halaman. Ditambah dengan buku karangan Asy-Syekh Al-Fadhil An-Nahri Abi
Ghor Muhammad Amin Al-Bagdadi, dengan nama bukunya “Lisiyaikal Auz-
Dzanbi bi Ma’rifatil Qadilatil Arab”, yang dicetak pada percetakan At-Tagariah Al-
Kubra Mesir). Dan untuk lebih lengkapnya mengenai silsilah Prof. Syekh HMO
Bafadhal dapat dilihat pada lampiran.
Dapat ditambahkan disini, tentang sejarah kedatangan Umar Bafadhal
(Ayah Prof. Syekh HMO Bafadhal) ke Jambi. Umar Bafadhal sebelum datang ke
Jambi, atau sewaktu masih berada di Palembang telah beristeri dan telah memiliki
anak sebanyak 3 orang, yaitu 2 laki-laki dan 1 orang perempuan, yang perempuan
ini meninggal di Palembang, sedangkan laki-laki 2 orang tersebut, yang tua
bernama Husein dan adiknya bernama Abu Bakar. Sewaktu Umar Bafadhal pindah
ke Jambi, salah seorang dari anaknya yang di Palembang, yaitu Husein ikut
diboyong dan Abu Bakar tetap tinggal di Palembang dengan ibunya. Apa yang
menyebabkan Umar Bafadhal berpisah dengan istrinya yang di Palembang tidak
terjadi pemutusan hubungan perkawinan.
Sebagai tempat pertama yang dituju sewaktu Umar Bafadhal sampai di
Jambi, waktu itu adalah di suatu daerah yang sekarang dinamakan Kampung Arab
melayu. Dan di kampung Arab Melayu inilah terjadinya perkawinan antara Umar
Bafadhal dengan Siti Halimah (ayah dan ibu Prof. Syekh HMO Bacadhal). Setelan
beberapa tahun perkawinan berlangsung dan karena perkembangan kota, apalagi
Umar Bafadhal sendiri adalah seorang pedagang, disamping sebagai guru ngaji AL-
Quran, maka Umar Bafadhal ikut tertarik pula pindah ke pusat kota, yang memilih
tempat tinggal di Kampung Magatsari (sekarang di depan Masjid Raya Jambi).
Sedangkan Siti Halimah (Ibu Prof. Syekh Bafadhal) adalah anak dari
Ustman bin Ali bin Abdullah bin Umar. Umar yang nenek dari Prof. Syekh
Bafadhal pada pihak ibu ini, menikah dengan wanita asal Jambi, yang namanya
Nafitsah binti Kemas muhammad Zeh, dari perkawinan ini melahirkan tiga orang
anak, dua laki-laki yang masing-masing Thalhah dan Usman, dari satu orang
perempuan bernama Maryam. Maryam menikah dengan Sulthan Muhammad
Fakhruddin (terkenal dengan Lusthan Keramat), yang melahirkan Sulthan Thaha
Saifuddin kemudian menjadi Raja Daerah Jambi (sekarang dianugerahi gelar
Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia). Sehingga melalui turunan ini
pulalah yang berkembang menjadi turunan Raden Kertapati, jadi dengan demikian
Prof. Syek. HMO Bafadhal garis keturunannya sejajar dengan Raden, setidaknya
masih ada hubungan kekeluargaan dengan turunan raden Kertapati, yang anak
cucunya masih dapat dijumpai sekarang di Kota Jambi.
Sebenarnya keinginan yang terkandung dalam hati, pada mulanya Cik Mad
berharap untuk mendapatkan anak cukup 7 (tujuh) orang saja, tetapi kehendak
Allah SWT lain, sehingga kenyataannya 2 kali lipat. Dan dari ke 14 orang anak
beliau tersebut, belum semuanya menikah, masih 3 orang lagi. Bagi yang telah
menikah itu, masing-masing telah mempunyai anak, jumlah anak-anak mereka,
sebagai cucu dari Cik Mad, keseluruhannya berjumlah 41 orang yang sampai
sekarang masih hidup, dan cicit 6 orang.
Keberhasilan Cik Mad dalam mendidik anak-anak, tidak lain adalah karena
cara atau metode yang tepat, dalam memberikan arahan kepada setiap anak-anak
berliau. Diantara metode yang beliau praktekkan adalah : Bahwa kepada setiap anak
beliau diberikan kebebasan, dalam memilih sekolah yang cocok menurut selera
masing-masing, dengan syarat pilihan itu, harus sampai selesai atau tamat, dengan
mendapatkan ijazah. Disamping itu dari aspek keagamaan sangat beliau pesankan
betul anak-anak, sekali-kali jangan dilanggar perintah Allah SWT, terutama tentang
shalat 5 waktu dan puasa bulan Ramadhan, serta jauhi larangan Allah SWT dimana
berada. Bahkan dalam masalah keagamaan ini, Cik Mad secara terus terang
mengatakan kepada anak-anak beliau, berupa ungkapan yang cukup keras, yaitu :
“Bahwa syarat utama dalam hidup bermasyarakat, kamu harus berakhlak baik, dan
jangan menyakiti hati orang, kemudian hubunganmu dengan Allah SWT jangan
putus, kalau hubunganmu dengan Allah putus, akupun putus hubungan dengan
kau”, begitulah kerasnya Cik Mad memberikan didikan agama kepada anak-anak
beliau.
Sebagai suatu ciri-ciri khas, yang barangkali hanya ada pada diri beliau
sendiri, yaitu tentang situasi dan kondisi dalam memberikan nasehat kepada anak-
anak. Pada umumnya setiap pemberian nasehat, beliau lakukakan pada ketika habis
makan dimalam hari, dengan mengumpulkan semua anak-anak beliau, walaupun
pada waktu itu, hanya ada satu orang yang perlu diberikan nasehat. Dan nasehat
yang berkaitan dengan agama, sering dilakukan habis makan sahur, apabila didalam
bulan puasa, bentuknya berupa ceramah agama.
Sedangkan apabila diperhatikan dari apa yang diungkapkan oleh Cik Mad,
khusus dalam kehidupan rumah tangga, peranan istri beliau, tidak cukup banyak,
namun setiap apa yang akan dilakukan, berliau tetap musyawarah dengan istri, yang
akhirnya tetap disetujui apa gagasan yang datang dari beliau.
Disamping itu, corak dan bentuk kehidupan keluarga Cik Mad, bagi
sebagian masyarakat Kota Jambi khususnya, dan provinsi Jambi pada umumnya,
tentu yang pernah mengenal beliau, tampaknya keberhasilan beliau dalam
pendidikan nak, adalah merupakan suri tauladan yang patut diikuti. Apa lagi cara
bermasyarakat memang tidak sedikit pandang bulu, baik dengan golongan atas,
maupun dengan golongan bawah, dengan anak-anak, remaja dan kawan sesama,
bahkan lawan (semata aktif dalam bidang politik), sampai sekarang cukup
mengagumi beliau, keadaan ini terlihat betul ketika mendengar berita tentang
berpulangnya beliau kerahmatullah, bahwa setiap orang yang dimintai keterangan
atau tanggapannya dengan meninggalnya beliau, rata-rata mengatakan “kita telah
kehilangan ulama besar, pemikir pembaharu di Jambi, perintis pendidikan modern
dan lain sebagainya”.
Diakhir-akhir hayat Prof. HMO Bafadhal atau masa tua beliau, memang
sepenuhnya dicurahkan untuk mengembangkan agama, dengan berupa memberikan
ceramah-ceramah di seluru pelosok jambi, bahkan sampai keluar daerah Jambi,
seperti Sumatera Barat, Palembang dan pernah pula ke Malaysia atas undangan
Panitia Negara bagian Johor Malaysia (1960), yang memberi ceramah di Mesjid-
Mesjid, bahkan di lapangan terbuka, yang dihadiri oleh ribuah umat Islam
Malaysia.
Dalam mengambil pendapat, khusus mengenai ubudiyah ataupun Fiqh, MO.
Bafadhal agak cenderung mempertahankan pendapat Imam Syafi’I, namun dipihak
lain setelah dikaji betul, dalam tindakan sehari-hari, beliau tidak begitu menekan
secara keras, tergantung kepada keyakinan masing-masing. Sedangkan dasar
pertimbangan beliau, dalam mempertahan pendapat Syafi’iyah, hanya beralasan
bahwa semenjak dahulu bangsa kita Indonesia, penganut terbesar adalah dari
golongan Syafi’i.
Selain dari itu, keadaan fisik diakhir-akhir hayat beliau, memang ada
kelainan dari kebiasaan orang, diantaranya mata tetap terang dan tidak kabur,
bahwa selama hidup beliau pernah memakai kaca yang diberi dengan resep dokter,
kemudian ingatan tetap kuat, bahkan diwaktu wawancara pengumpulan biografi
beliau ini, semuanya diceritakan dengan daya ingatan. Resep utama dalam menjaga
kondisi fisik beliau ini, diantaranya dengan melakukan jalan kaki, setiap habis
mengerjakan shalat Subuh, dengan menempuh jarak paling kurang 5 KM, itu beliau
lakukan bersama istri. Kemudian dari segi kesehatan mata, hal ini kata beliau
pernah ditanya oleh Bapak Maschun Sofwan SH (Gubernur Kepala Daerah Tingkat
I Provinsi Jambi), tentang resep apa yang beliau pakai untuk menjaga kesehatan
mata tersebut, beliau menjawab : “bahwa saya mempergunakan hanya untuk
seperlunya saja”, secara terperinci, hanya digambarkan : Pergunakanlah mata itu
untuk melihat apa yang dibenarkan oleh Allah SWT dan terlanjur cepat-cepatlah
bertobat kepada Allah SWT.
Disamping itu memang beliau akui, bahwa untuk mencpai kebahagiaan
jasmani dan rohani, beliau berusaha agar selau dengan dengan Allah, yaitu dengan
cara mengerjakan amal-amal khusus, yang dilakukan secara rutin, berupa zikir-
zikir, sholat-shalat sunnat terutamanya Shalat Tahajjut pada malam hari. Dan apa
lagi amal-amal lain, yang agak berat beliau menceritakannya, karena itu merupakan
suatu amalan yang sulit, untuk manusia zaman sekarang, akan dapat
disalahgunakan dan mengakibatkan kesalahan pengertian dlam pemahaman ajaran
Islam, bahkan keluarga beliau sendiri tidak mengetahuinya, karena memang
dikerjakan pada malam hari, ketika orang-orang sedang tidur nyenyak. Namun
amalan yang beliau kerjakan itu tetap didasari oleh kitab-kitab yang telah dikarang
oleh Ulama-Ulama terkemuka dalam Islam.
Kemudian dalam rangka menjaga kesehatan secara lahirian, beliau juga
menghindari makanan yang menurut Hukum Islam dikategorikan makhruh,
misalnya merokok dan lainnya. Kebiasaan merokok bagi beliau, semenjak kecil
sampai akhir hayat, memang dihindari dan bahkan pada suatu ketika beliau sedang
berada di Mekkah, ada teman beliau membawa rokok yang enak-enak, beliau diberi
satu batang dan merokoknya, akan tetapi sedikitpun tidak terasa enak, maka sejak
saat itu merokok bagi diri beliau haram hukumnya.
Pergaulan dengan masyarakat kelihatannya, beliau tidak menampakkan
perbedaan, antara orang diasa dengan orang yang terpandang dalam masyarakat
maupun para pejabat Pemerintahan. Kenyataan tersebut dibuktikan dengan
menghadiri permintaan atau undangan masyarakat dari kalangan apa saja, apakah
itu undangan untuk memberikan ceramah, atau undangan sedekah-sedekah yang
telah merupakan tradisi bagi masyarakat Jambi, pada setiap hari-hari besar Islam,
tetap beliau hadiri.
Untuk melanjutkan karir beliau sebagai penda’i, beliau mendidik murid-
murid bahkan teman-teman yang memungkinkan bisa dianggap punya bakat
sebagai penceramah, yang menurut beliau ini merupakan salah satu cara
pengkaderan. Sistem pendidikan dalam pengkaderan tersebut, dilaksanakan dengan
cara belajar berkelompok, yang mengambil tempat di rumah beliau sendiri, atau di
rumah murid-murid yang bersdia diadakan di rumahnya. Pelaksanaannya diadakan
2 sampai 3 kali dalam satu minggu, dengan berpindah-pindah tempat pada masing-
masing rumah yang telah menyiapkan diri. Sedangkan sistem pengajarannya adalah
berbentuk membaca kitab-kitab yang berbahasa Arab (kitab kuning), yang
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia serta penafsirannya, kemudian diberikan
kesempatan tanya jawab. Dalam kesempatan tanya jawab inilah, dalam hal-hal
tertentu beliau memberikan fatwa. Pengkaderan ini dimulai tahun 1965 s/d
sekarang.
Ilmu pengetahuan yang menjadi vak keahlian beliau adalah ilmu Hadist dan
Tafsir Al-Quran, namun dibidang lain seperti ilmu Fiqh, tasauf, ilmu Tauhid, ilmu-
ilmu Bahasa Arab dan lainnya juga beliau kuasai. Hafalan Al-Quran dan Al-Hadist
cukup banyak sekali, bahkan hadist Matan Arbain karangan Imam Nawawi
seluruhnya telah beliau hafal.
BAB IV
PERJUANGAN DAN JASA-JASA
PROF. SYEKH HMO BAFADHAL
A. Bidang Pendidikan
Prof. HMO Bafadhal setelah menamatkan pendidikan dari Madrasah Nurul
Iman Seberang Kota Jambi, pada dasarnya telah memulai karir dalam bidang
pendidikan, yaitu dengan ikutnya beliau mengajar sebagai guru bantu di Nurul Iman
sendiri, yang beliau tekuni selama kurang lebih 1 tahun. kemudian awal tahun 1937
diminta mengajar di Madrasah Al-Khairiyah Kota Jambi, dan sekaligus sebagai
wakil mudir, namun karena datangnya panggilan Illahi untuk menunaikan Ibadah
Haji ke Mekkah, hanya baru beberapa bulan mengajar di madrasah Al-Khairiah,
beliau berangkat ke mekkah dan bermukim disana selama kurang lebih 2,5 tahun.
Setelah kembali dari Mekkah, Prof. Syekh HMO Bafadhal kembali
meneruskan mengajar di madrasah Al-Khairiah, disinilah beliau mencoba
mengembangkan teori-teori baru, terutama dalam sistem pengajaran tentang kitab-
kitab yang dipakai. Konsep beliau diantara lain adalah, bahwa sesuatu kitab yang
diajarkan harus diberikan syarahnya, bukan hanya matan saja, serta dilengkapi
dengan berbagai macam ilmu yang berkaitan dengan bidangnya, tafsir dengan ilmu
tafsirnya dan lain-lain. Mengajar di Madrasah Al-Khairiyah tersebut, berakhir pada
tahun 1946, karena waktu itu beliau terpilih dan diangkat sebagai Kepala Kantor
Agama Daerah Jambi, namun tetap sebagai penyaom, dari Madrasah Al-Khairiah.
Menjabat sebagai Kepala Kantor Agama Daerah Jambi berakhir sampai tahun 1955.
Dan kemudian diangkat menjadi Kepala Kantor Urusan Agama Provinsi Sumatera
Tengah.
Ketika Prof. Syekh HMO Bafadhal menjabat sebgai kepala Kantor Urusan
Agama Sumatera Tengah beliau tetap berjuang dalam bidang pendidikan dan
termasuk salah seorang perintis pendidikan Islam di Provinsi Jambi. Awal dari
perjuangan beliau dalam pendidikan Islam tersebut, adalah pada ketika diadakan
musyawarah majelis Syura Wal Fatwa di Bukit Tinggi, yagn dihadiri oleh Kepala-
Kepala Kantor Urusan Agama, kepenghuluan dan Alim Ulama seluruh Sumatera
Tengah, yang diketuai oleh beliau sendiri. Hasil musyawarah majelis Syura Wal-
Fatwa di Bukit Tinggi itu memutuskan bahwa pada setiap daerah Kabupaten di
Sumatera harus didirikan Perguruan Tinggi Islam.
Sebagai realisasi dari Keputusan tersebut, maka di Jambi diadakan kongres
Alim Ulama seluruh Jambi, pada tanggal 5 s/d 8 Desember 1957. Sebagai pembawa
makalah pada kongres tersebut, disampaikan oleh 2 orang ulama, masing-masing
adalah : Al-Ustaz Shaleh Su’aiby dengan judul makalah disekitar Pembentukan
Majelis Ulama, dan H.M.O. Bafadhal menyampaikan prasaran disekitar perguruan
Tinggi dan Perguruan Tinggi Islam di Indonesia.
Hasil kongres Alim Ulama Jambi tahun 1957 itu, memutuskan
pembentukan majelis Ulama, dan pencetusan untuk mendirikan Yayasan
Pendidikan Islam Provinsi Jambi. Sehingga dari hasrat akan mendirikan Yayasan
Pendidikan Islam tersebut, seiring dengan itu terlebih dahulu, masyarakat Jambi
berkeinginan untuk merobah status jambi dari daerah keresidenan untuk menjadi
sebuah Provinsi, yang memiliki hak otonom, sebagaimana Daerah Tingkat I
lainnya. Hasrat masyarakat untuk menjadikan Daerah Jambi, sebagai sebuah
Provinsi, terkabul dengan keluarnya Undang-Undang No. 19 tahun 1957.
Sedangkan cita-cita untuk mendirikan Yayasan Pendidikan Islam, baru
dapat didirikan secara resmi pada tanggal 4 Februari 1958, Akte Notaris No. 29
Tahun 1958.
Langkah selanjutnya setelah berdirinya Yayasan Pendidikan Islam Jambi,
yaitu mulailah berdiri pertama kali sebuah SMA Islamy Sekolah Persiapan, yang
dipimpin pertamanya HMO Bafadhal dibantu oleh sekretarisnya Kemas hasan
Wan. Perjuangan mendirikan lembaga pendidikan tersebut, dilanjutkan dengan
pendirian Perguruan Tinggi Islam pada tanggal 29 September 1960, yang pimpinan
pertamanya juga HMO Bafadhal. Perguruan Tinggi ini diberi nama Fakultas
Syariah Al-Hikmah. Jabatan pimpinan Fakultas Syariah Al-Hikmah pertama
tersebut, berjalan dengan baik selama kurang lebih 3 tahun beliau menjabatnya.
Akhirnya setelah Fakultas yariah Al-Hikmah dinegerikan, waktu itu
berafiliasi kepada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kemudian dengan berdirinya
IAIN Raden Patah Palembang, Fakultas Syariah Jambi menjadi Fakultas Syariah
Cabang IAIN Raden Patah Palembang. Pada periode ini (1964 s.d 1965) Prof.
Syekh HMO Bafadhal menjabat sebagai wakil dekan I/II, dan tahun 1966/1967
menjabat sebagai Pembantu Dekan I. perkembangan selanjutnya dari Fakultas
Syariah Cabang IAIN Raden Patah Palembang di Jambi, selanjutnya di usahakan
agar dapat berdiri sendiri, untuk tujuan ini peranan HMO Bafadhal tetap terlihat,
yaitu dengan ikutnya beliau ke Jakarta sebagai Anggota Delegasi untuk meminta
persetujuan Pengangkatan Peanitia Persiapan Pembukaan IAIN Jambi, pada tanggal
7 November 1965. Dan setelah disetujui oleh Menteri Agama RI, HMO Bafadhal
juga termasuk salah seorang panitianya. Selanjutnya berdasarkan Surat keputusan
Menteri Agama RI No. 84 Tahun 1967, tanggal 27 Juli 1967, telah ditetapkan
pimpinan difinitif, yang dalam keputusan ini HMO Bafadhal menduduki jabatan
Pembantu Rektor Bidang Akademis, merangkap Dekan Fakultas Syariah.
Seterusnya dalam perkembangan IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi,
peranan Prof. Syekh HMO Bafadhal selalu terlihat, yaitu dengan keikut sertaan
beliau dalam unsur pimpinan, sehingga jabatan selanjutnya yang pernah beliau
duduki adalah : 1) Priode 8 September 1967 s/d 29 Januari 1971, sebagai Pembantu
Rektor Bidang Akademis merangkap Dekan Fakultas Syariah IAIN STS Jambi; 2)
Priode 30 Januari 1971 s/d 21 September 1972, sebagai Wakil Rektor I, merangkap
Dekan Fakultas Syariah IAIN STS Jambi; 3) Priode 21 September 1972 s/d 1976,
sebagai Dekan Fakultas Syariah IAIN STS Jambi; 4) Priode 1976 s/d 1975 sebagai
Pd. Rektor IAIN STS Jambi, dan 5) Priode 1979 s/d 1985 sebagai Rektor IAIN STS
Jambi.
Berikutnya setelah berakhir sebagai Rektor IAIN STS Jambi, Prof. Syekh
HMO Bafadhal tetap ikut mengembangkan karir sebagai pendidik, yaitu dengan
ditetapkannya beliau sebagai Dosen Luar Biasa, dan Guru Besar Tetap serta
Anggota Dewan Kurator IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Disamping itu beliau juga membina beberapa madrasah, di Provinsi Jambi,
pada setiap daerah tingkat II, tugas ini beliau lakukan sampai akhir hayat.
B. Bidang Dakwah
Prof. HMO Bafadhal dismping sebagai seorang pendidikn dan pembaharu
pendidikan di Provinsi Jambi, bahkan sebagai pencetus pendirian Perguruan Tinggi
Islam di Sumatera Tenah. Beliau juga seorang penda’i ulung, yagn memberikan
ceramah dimana-mana pelosok di Jambi, serta diluar Provinsi Jambi, bahkan
sampai keluar negeri, diantaranya ke Malaysia tahun 1980 diundang oleh Panitia
Negara bagian Johor. Mendirikan berbagai organisasi Dakwah di Provinsi Jambi
serta mendidik kader-kader Penda’i.
Diantara Organisasi-Organisasi dakwah yang pernah beliau dirikan
antaralain : Persatuan Guru-Guru Agama Kota Jambi yang diberi nama
“Annahdhatul Islamiyah” pada tahun 1941 sampai dengan 1943, sekaligus beliau
menjabat sebagai ketua persatuan tersebut. Diantara program dari organisasi
Persatuan Guru-Guru Madrasah ini, adalah mendidik atau melatih tentang
bagaimana metode berceramah yang baik, belajar membaca kitab-kitab yagn
berbahasa Arab (Kitab Kuning), dan soal jawab tentang hukum-hukum Islam.
Pelaksanaan dari program tersebut dilakukan 1 kali dalam seminggu, yaitu setiap
hari Jumat, yang mengambil tempat di salah satu ruangan Madrasah Al-Khairiah
Simpang Bata Lama (Jl. Veteran sekarang).
Kemudian pada tahun 1967 menjabat sebagai Ketua Dewan Dakwah
Islamiah Indonesia (DDI) Perwakilan Jambi, yang intinya juga membentuk kader-
kader Dakwah, serta memberikan penerangan kepada masyarakat pada seluruh
pelosok jambi, kegiatan tersebut beliauemban selama beberapa tahun, yang telah
menghasilkan cukup banyak penceramah-penceramah muda. Sedangkan sistem
penyampaian dakwah, adalah bersifat langsung dengan cara mengumpulkan
masyarakat disuatu tempat, misal masjid-masjid, langgar-langgar atau surau-surau,
bahkan di lapangan terbuka, memang hasilnya cukup bermanfat kepada
masyarakat. Kenyataan ini dapat diketahui, ketika diminta keterangan tentang
tanggapan masyarakat, pada saat beiau telah meninggal dunia, pada umumnya
memberikan komentar “Kita telah kehilangan seorang Ulama Besar, Penda’i dan
Pencetus Pendidikan Islam serta Pendiri Perguruan Tinggi Islam Jambi”. Ungkapan
tersebut bukan hanya dilontarkan oleh kalangan masyarakt biasa, akan tetapi
sampai kepada tingkatan pejabat dalam Pemerintahan Daerah maupun Pusat,
sepetri yang diucapkan oleh salah seorang Pejabat Departemen Agama RI atas
nama Menteri Agama, yang mewakili Gubernur yaitu Bapak Drs. H. Z. Daeng
Mangguna Sekretaris Wilayah Daerah Jambi, begitu pula isi pidato sembutan dan
pembacan riwayat hidup singkat beliau oleh Bapak DR. H. M. Chatib Quswein
Rektor IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Dari semua pidato sambutan para
pejabat tersebut, memiliki nada yang sama, yaitu “Bahwa kita semua telah
kehilangan seorang ulama, cendikiawan dan Pembaharu/Pencetus Pendidikan
Tinggi Islam Jambi”. Bagi IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi sendiri, dengan
kepergian Prof. HMO Bafadhal untuk selam-lamanya, berarti IAIN kehilangan
satu-satunya Guru Besar Tetap.
C. Bidang Politik
Disamping sebagai seorang Ulama dan Cendekiawan, serta Penceramah
yang cukup dikenal, Prof. HMO Bafadhal bahwa sebagian dari kehidupan beliau,
juga pernah dicurahkan dibidang politik. Karir sebagai seorang politikus telah
beliau rintis semenjak tahun 1927-1931, yaitu swaktu beliau masih sedang belajar
di Madrasah jamiatul Khair Jakarta, yang beliau serap dari keikut sertaan dalam
beberapa perteman atau rapat yang bersifat Nasional.
Karena keterlibatan beliau dalam beberapa rapat di Jakarta tersebut,
sedikitnya pimpinan-pimpinan organisasi pemuda yang bersifat politik di Jakarta
itu, telah mulai mengenal beliau, sehingga ketika berdirinya Partai Arab Indonesia
(PAI) pimpinan A. R. Baswedan untuk mencapai Indonesia merdeka, beliau
ditunjuk sebagai seorang anggota tersebar, untuk Daerah Jambi sendiri beliau
adalah pertama yagn menjadi anggota.
Selanjutnya kegiatan politik ini, selalu beliau ikuti, yang mengakibatkan
pula mendapatkan kedudukan dalam Pemerintahan, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Tahun 1941 s/d 1943 menjaat sebgai ketua Persatuan Guru-Guru Madrasah
Daerah Jambi, yang pembentukkannya adalah atas inisiatif beliau sendiri,
dengan maksud untuk mencetak kader pendidik dan penceramah.
2. Tahun 1945 s/d 1946 diangkat sebagai anggota Komite Nasional Daerah
Jambi seksi Penerangan, yang berfungsi sebagai guru penerang tentang
segala hal yang berkaitan dengan kepemerintahan, baik segi politik maupun
sosial dan keagamaan.
3. Tahun 1945 itu juga diangkat sebagai Penasehat dari GPII Daerah Jambi.
4. Tahun 1946 adalah anggota Partai Arab Republik Indonesia (PARI) Cabang
Jambi.
5. Tahun 1946 memelopori berdirinya Partai masyumi Jambi, tepatnya tanggal
24 April 1946, sekali diangkat sebagai ketuanya sampai tahun 1960.
6. Tahun 1947 diangkat sebagai anggota Panitia Penyusunan Peraturan
Pemilihan Anggota DPR Daerah Jambi.
7. Tahun 1948 diangkat sebagai salah seorang dari Penasehat Residen Jambi.
8. Tahun 1948 itu juga ditunjuk oleh Residen Jambi sebagai penanda tanganan
Pemecahan Uang DRIPS, karena waktu itu uang yang beredar di Jambi,
terdiri dari uang yang bernilai besar, yang dikirim dari Bukit Tinggi,
kemudian terkenal dengan Coupon Daerah Jambi.
9. Tahun 1950 Ketua Majelis Permusyawaratan Partai-Partai Politik Daerah
Jambi (MPPPI). Tugas utama dari MPPPI ini adalah untuk mengusahakan
agar Jambi dapat berdiri sendiri, dan terlepas dari Bukit Tinggi. Kenyataan
dari usaha MPPPI pada akhirnya dengan perjuangan yang cukup keras,
berhasil mengadakan kongres Pemuda sedaerah Jambi pada tanggal 30
April s/d 2 Mei 1954, yang diprakarsai oleh dua organisasi Pemuda, yaitu
Himpunan Pemuda Merangin Batang hari (HP. Merbahari), yang
berkedudukan di Kota Keresidenan Jambi dan Front Pemuda Jambi
(PROPEJA), yang berkedudukan di Muaro Bungo. Dari embrio kongres ini,
maka pada tanggal 14 s/d 18 Juni 1955 diadakan Kongres Rakyat Rakyat
Jambi, yang pesertanya adalah wakil wakil rakyat pada tiap-tiap
kedaerahan, partai politik, organisasi pemuda dan wanita. Dalam kongres
tersebut Prof. HMO Bafadhal adalah peserta dari utusan Partai masyumi
Jambi, sekaligus sebagai Ketua MPPPI Daerah Jambi. Pada kongres ini juga
terlihat peranan beliau, diantaranya sebagai pencetus pemberian nama atas
Kongres tersebut dengan “Badan Kongres Rakyat Jambi (B.K.R.D.)”.
10. Tahun 1955 diangkat sebagai Kepala Urusan Agama Provinsi Sumatera
Tengah.
11. Tahun 1956 s/d 1960 terpilih menjadi anggota Parlemen Rapublik Indonesia
di Jakarta.
12. Semenjak tahun 1975 sampai akhir hayat beliau, diangkat sebagai Ketua
Majelis Ulama Provinsi Jambi, yang lebih kurang 3x pengangkatan.
D. Bidang Pemikiran/ Karya Ilmiah
Seperti telah disebutkan diatas, bahwa Prof. HMO Bafadhal paling banyak
mencurahkan tenaga dan pemikiran pada bidang Pendidikan, Dakwah dan Politik,
maka beliau akui sendiri, bahwa beliau bukan seorang penulis, karena kegiatan
ilmiah paling banyak beliau sampaikan melalui ceramah, tanpa mempersiapkan
konsep-konsep yang sudah ditulis. Namun demikian dalam hal-hal yang
memerlukan tulisan yang berupa karya ilmiah, seperti untuk persyaratan kenaikan
pangkat, dan permintaan makalah dalam seminar-seminar yang bersifat regional
maupun nasional, bahkan bersifat Internasional.
Maka sehubungan dengan itu, memang ada beberapa buah karya ilmiah
yang pernah beliau sampai dalam beberapa kegiatan ilmiah, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Pada tanggal 29 September 1965 dalam rangka Hari Jadi IAIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi, berliau menyampaikan pidato ilmiah, dengan ujdul
“Fungsi Hadist sebgai Salah Satu Sumber Murni dari Dalil Hukum”. Yang
intinya menggambarkan bagaimana peranan hadist dalam menunjang
berlaku Hukum Islam, dan penglasifikasian tentang kekuatan hadist serta
penentuan Hadist yang berkualitas mana yang dapat diterima sebgai dasar
atau dalil Hukm.
2. Pada tanggal 23 Mei 1969 dalam rangka Simposium Sejarah dan Adat
Jambi, yang diadakan atas prakarsa Pemerintah Daerah Jambi, beliau
ditunjuk sebagai Pembahas Utama.
3. Pada tanggal 1 s/d 4 September 1971, di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi diadakan Simposium tentang Sejarah Pandidikan Islam di Jambi,
beliau salah seorang Pemrasaran, dengan menyampaikan sebuah makalah
yang berjudul “Perkembangan Madrasah/ Pondok Pesantren di Daerah
Jambi (Sejak Masuknya Islam ke Jambi sampai kepada Proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945”. Isi makalh tersebut
menggambarkan sejarah berdirinya beberapa buah Madrasah di Daerah
Jambi, yang menurut Beliau bahwa secara normal, madrasah baru berdiri di
Daerah Jambi semenjak tahun 1914, yaitu dengan dibangunnya 4 buah
madrasah di Seberang Kota Jambi, yang masing-masing adalah : 1)
Madrasah Nurul Iman di Kampung Tengah; 2) Madrasah Nurul Islam di
Tanjung Pasir; 3) Madrasah Sa’adatud Darain di Tahtul Yaman, dan 4)
Madrasah jabharaian di Tanjung Johor. Dengan dibangunnya 4 buah
madrasah tersebut, maka bermunculanlah beriutnya beberapa buah
madrasah di Daerah Tingkat II lainnya di Daerah Jambi. Namun sebelum
itu sebenarnya sarana pendidikan Islam, telah ada hanya saja masih bersifat
sederhana, dalam arti kata belum memiliki gedung khusus, misalnya adanya
kegiatan beberapa orang ulama, yang mengajar di rumahnya sendiri, atau
rumah-rumah penduduk lainnya. Kesimpulan beliau dalam makalah
tersebut, bahwa pendidikan Islam di Daerah Jambi, telah ada semenjak
pertama masuknya Islam ke Jambi.
4. Pada tanggal 26 Januari 1975, ikut berperan serta dalam seminar “Menggali
Hukum Islam untuk Pembangunan nasional Indonesia”, yang diadakan oleh
Departemen Agama RI di Jakarta.
5. Pada tanggal 6 s/d 7 Juni 1978, bertindak sebagai penanggung jawab
Seminar Daerah, kerja sama IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dengan
pemerintah Daerah Tingkat I Jambi, dengan judul “Sulthan Thaha Saifuddin
sebagai Raja dan Pejuang Islam di Daerah Jambi”. Dalam seminar tersebut
beliau menyampaikan pemrasaran dengan judul “Sulthan Thaha Saifuddin
sebagai Ulama dan Pemimpin di Jambi’. Makah tersebut menggambarkan
tentang perjuangan Sulthan Thaha Saifuddin, bahwa disamping sebagai
pemimpin atau Raja di Jambi, dia juga berjuang menyampaikan ajaran
Islam, jadi perjuangannya adalah bersifat sabilillah.
6. Pada tahun 1974 menyampaikan pidato dalam rangka peringatan Ulang
Tahun Imam Bukhari, yang ke 1200 di Kota Samaekand negara Bagian
Uzbekistan Uni Sovyet, dengan judul : “Al-Imam Bukhari Wal’ashril
hdist”. Disini beliau memberikan bahwa Imam Bukhari adalah seorang yang
berjasa besar dalam mengembangkan ilmu hadist, dan sebagai pelopor
dalam menentukan tingkatan hadist.
7. Beberapa karya ilmiah lainnya, yang hanya kecil-kecil seperti pidato
pengukuhan beliau sebagai Guru Besar dalam Ilmu Hadist, yang sekarang
sedang direfisi.
Jadi apabila diperhatikan dari semua isi karya ilmiah, yang pernah beliau
tulis, atau yang disampaikan secara lisan dengan bentuk pidato-pidato atau
ceramah-ceramah, terlihatlah dalam hal-hal tertentu, beliau bersifat tidak memihak
(netral), namun dalam masalah Aqidah dan Ibadah, tampaknya agak cenderung
mengikuti pendapat Imam Syafi’i, namun bagi beliau tidak penutup adanya
modernisasi, seperti pendirian orang-orang muhammadiyah. Bahkan dalam hal-hal
persiapan dan praktek kehidupan dimasa-masa menjelang tua, banyak sekali belajar
dari orang-orang besar di kalangan Muhammadiyah, misalnya saja tentang gaya
hidup Bapak Muhmmad Natsir, Mr. Mohd. Room, Prof. Dr. Hamka, Bapak Sastro
Prawoto dan lainnya.
Sedangkan keutamaan yagn memberikan dampak positip kepada
masyarakat lingkungannya, bahkan untuk Daerah Jambi, beliau termasuk orang
yang hidupnya sederhana, tidak suka menumpuk harta kekayaan, suka membanyak
amalan untuk akhirat. Dalam hal ini misalnya : Bahwa selama hidup beliau telah
menunaikan Ibadah Haji sebanyak 9 kali, yaitu yang dilaksanakan pada tahun 1918,
1919 berangkat bersama orang tua angkat dan ibu angkat (Syekh Abdur Rahman
bin Ahmad Bafadhal dan istrinya Siti Hamidah binti Umar Bafadhal). Tahun 1937,
1938, 1939 waktu beliau bermukim di Mekkah dalam rangka mengikuti pendidikan
pada Madrasah Darul Ulum. Tahun 1969 yang keberangkatan beliau waktu itu
sebagai petugas BPHI Indonesia. Kemudian tahun 1972, 1979, 1983 berangkat
bersama istri beliau Siti Su’ab.
Jadi memang kharisma yang beliau miliki, cukup berpengaruh dalam
masyarakat Daerah Jambi, kepergian beliau untuk menghadap Rabbul Alamin,
cukup mengharukan masyarakat jambi dan bahkan luar daerah Jambi, terutama
karena meninggalnya beliau tidak disangk-sangka sama sekali. Yaitu hari Rabu
masuk Rumah Sakit Umum Jambi, hari Senin tanggal 3 november 1986, beliau
berpulang ke Rahmatullah. Sebagai tanda ikut berduka cita ribuan masyarakat
Daerah jambi, ikut menyembahyangkan dan mengantarkan jenazah beliau ke
tempat peristirahatan terakhir.