Ilmu tidak terlepas dari aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi (Bahrum,
2013). Ontologi membahas tentang apa hakikat obyek yang ditelaah sehingga
membuahkan pengetahuan, epistemologi membahas tentang bagaimana proses
memperoleh pengetahuan. dan aksiologi membahas tentang nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh (Sumarto, 2017). Dengan membahas ketiga
unsur ini manusia akan mengerti apa hakikat ilmu itu. Tanpa hakikat ilmu yang sebenarnya,
maka manusia tidak akan dapat menghargai ilmu sebagaimana mestinya (Suriasumantri,
1990).
Masjid Paromosono merupakan masjid tua yang terletak di Jalan Sasono Mulyo,
Suronatan RT. 01 RW. 02 Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta,
Provinsi Jawa Tengah. Berada di sebelah barat Kori Brojonolo Lor.
Gambar 1. Peta Kota Surakarta
Sumber : wikipedia
Gambar 4. Ruang TPA Masjid Paromosono Gambar 5. Ruang Tengah Masjid Paromosono
Sumber : Dukumen penulis, 22 Maret 2019 Sumber : Dukumen penulis, 22 Maret 2019
Gambar 6. Ruang Penyimpanan Masjid Paromosono
Sumber : Dukumen penulis, 22 Maret 2019
Teras dan serambinya terletak di sisi timur ruang utama. Pada tempat tersebut
digunakan untuk tempat menyimpan bedug, lalu di sebelah timurnya lagi ada tempat khusus
untuk berwudhu. Selain itu di teras juga terdapat pintu masuk ke ruang utama yang
jumlahnya ada tiga, dimana pintu tengah punya ukuran paling besar dari pada kedua pintu
yang lain. Yang membedakan masjid ini dengan yang lain adalah interior masjid yang klasik,
di tengah-tengah teras terpasang lampu gantung warna keemasan yang bercorak klasik dan
warna masjid yang senada dengan bangunan-bangunan lain di keraton yaitu putih dan biru.
Warna biru dan putih membawa watak menolak perbuatan yang tidak baik. Warna biru muda
merupakan simbol angkasa atau langit, merupakan simbol orang yang berwatak luas
pandangannya dan juga pemberi maaf (revikuswara, 2016). Masjid ini memiliki mimbar
dengan ukiran yang indah, mimbar tersebut merupakan pemberian keraton Demak untuk
keraton Surakarta. (Supardi, 2013)
Gambar 7. Ruang Bedug Masjid Paromosono
Sumber : Dukumen penulis, 22 Maret 2019
Wawancara dilakukan dengan seorang nenek yang bertugas memasak makanan gratis
setiap hari Jumat pada Masjid Paromosono. Nenek tesebut bercerita tentang kegiatan-kegiatan
yang dilakukan di Masjid Paromosono. Selain digunakan untuk sholat, masjid Paromosono
juga meningkatkan perekonomian warga setempat, karena masjid ini sudah menjadi cagar
budaya dan tempat wisata, beberapa warga ada yang berjualan disekitaran masjid. Di samping
depan masjid terdapat toilet umum, setiap orang yang menggunakan toilet tersebut tidak
dipungut biaya, namun jika ada yang ingin memberikan dengan sukarela terdapat sebuah
kotak di samping pintu keluar toilet tersebut. Hasil dari kotak sukarela tersebut akan dibuka
sebulan sekali dan uang tersebut dimasukan dalam khas kampung.
Masjid ini juga sebagai tempat bersosialisasi, sering diadakan arisan warga kampung.
Jadi warga yang tidak memiliki ruang luas dalam rumahnya boleh menggunakan teras masjid
selama tidak mengganggu kegiatan utama di masjid tersebut. Mengingat rumah warga di
kawasan tersebut tidak terlalu besar. Selain itu setiap hari Jumat terdapat makanan gratis untuk
warga dan orang-orang yang beribadah sholat Jumat disana. Jadi setelah ibadah sholat selesai
warga dan pengunjung masjid tersebut makan bersama secara gratis dan saling bercengkrama.
Setiap sore hari, didepan masjid Paromosono ini selalu ramai oleh warga sekitar untuk
melakukan bermacam-macam kegiatan. Hal ini terjadi karena keadaan fisik kampung
Suromulyo yang tidak terlalu luas dan tidak memiliki halaman. Masjid Paromosono adalah
tempat yang cukup luas pada kawasan tersebut, sehingga banyak warga yang berkumpul
hanya untuk sekedar mengobrol atau anak-anak yang bermain di halaman masjid.