PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAA
N
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN SEBAGAI
MATAKULIAH PENGEMBANGAN
KEPRIBADIAN
02
Ekonomi dan Bisnis Manajemen U001700007 Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.Sc
Abstract Kompetensi
Pembahasan tentang Perkenalan, Setelah perkuliahan ini mahasiswa
diskusi dan kesepakatan tentang diharapan dapat memahami tentang
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai
Matakuliah Pegembangan Matakuliah Pegembangan
Kepribadian. Kepribadian.
Pendidikan Kewarganegaraan
Sebagai Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian
Meskipun reformasi telah bergulir, namun hingga saat ini bangsa dan negara Indonesia
masih menghadapi berbagai persoalan yang serius. Di dalam negeri, persoalan rendahnya
kepercayaan terhadap pemerintah, lemahnya penegakan hukum, meningkatnya potensi
disintegrasi oleh meningkatnya semangat primordialisme, perselisihan ideologi, politik,
agama, dekadensi moral, kemiskinan dan pengangguran, serta makin rusaknya
lingkungan hidup, semakin mengancam kelanggengan persatuan bangsa Indonesia. Dari
luar negeri berupa tantangan globalisme bagi negara kebangsaan.
Mencermati situasi kehidupan kebangsaan yang demikian, bagi dunia pendidikan tidak ada
pilihan lain kecuali melakukan upaya pro-aktif pembinaan nasionalisme untuk menggugah
semangat kebangsaan dan kecintaan pada tanah air para peserta didik sebagai
generasi muda penerus bangsa. Dengan pembinaan nasionalisme atau kebangsaan
melalui proses dan metode pembelajaran PKn yang efektif diharapkan peserta didik
memperoleh wawasan kebangsaan yang luas, sehingga mampu memahami dan menyikapi
dinamika persoalan kebangsaan yang terus berkembang, serta menumbuhkan jiwa
kemandirian dan rasa kecintaan pada tanah air.
MPK adalah suatu program pendidikan nilai yang dilaksanakan melalui proses
pembelajaran di Perguruan Tinggi dan berfungsi sebagai model pengembangan jati
diri dan kepribadian para mahasiswa, bertujuan membangun manusia Indonesia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME, berbudi pekerti luhur, berkepribadian
mantap, dan mandiri, serta mempunyai rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan
kebangsaan (Iriyanto Ws, 2005:2 ).
Dalam Konferensi Menteri Pendidikan Negara-negar berpenduduk besar di New Delhi tahun
1996, menyepakati bahwa pendidikan Abad XXI harus berperan aktif dalam hal; (1)
Mempersiapkan pribadi sebagai warga negara dan anggota masyarakat yang
bertanggung jawab; (2) Menanamkan dasar pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) bagi kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan hidup; (3)
Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada penguasaan, pengembangan,
dan penyebaran ilmu pengetahuan, teknologi dan seni demi kepentingan kemanusiaan.
Agar bangsa Indonesia tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain maka Pendidikan
nasional Indonesia perlu dikembangkan searah dengan perubahan pendidikan ke masa
depan. Pendidikan nasional memiliki fungsi sangat strategis yaitu “mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” Tujuan Pendidikan nasional “ berkembangnya
potensi peserta anak didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dalam kurun dasa warsa terakhir ini, Indonesia mengalami percepatan perubahan yang
luar biasa. Misalnya, loncatan demokratisasi, transparansi yang hampir membuat tak ada
lagi batas kerahasiaan di negara kita, bahkan untuk hal-hal yang seharusnya
dirahasiakan. Liberalisasi bersamaan dengan demokratisasi di bidang politik, melahirkan
sistem multi partai yang cenderung tidak efektif, pemilihan presiden – wakil presiden
secara langsung yang belum diimbangi kesiapan infrastruktur sosial berupa kesiapan
mental elit politik dan masyarakat yang kondusif bagi terciptanya demokrasi yang
bermartabat.
Situasi lain yang saat ini muncul yaitu melemahnya komitmen masyarakat terhadap
nilai-nilai dasar yang telah lama menjadi prinsip dan bahkan sebagai pandangan
hidup, mengakibatkan sistem filosofi bangsa Indonesia menjadi rapuh.
Ada dua faktor penyebabnya, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor
eksternal, berupa pengaruh globalisasi yang di semangati liberalisme mendorong lahirnya
sistem kapitalisme di bidang ekonomi dan demokrasi liberal di bidang politik. Dalam
praktiknya sistem kapitalisme dan demokrasi liberal yang disponsori oleh negara-negara
maju seperti Amerika, mampu menggeser tatanan dunia lama yang lokal regional menjadi
tatanan dunia baru yang bersifat global mondial. Bahkan mampu menyusup dan
mempengaruhi tatanan nilai kehidupan internal setiap bangsa di dunia. Tarik ulur yang
memicu ketegangan saat ini sedang terjadi dalam internal setiap bangsa, antara keinginan
untuk mempertahankan sistem nilai sendiri yang menjadi identitas bangsa, dengan
adanya kekuatan nilai-nilai asing yang telah dikemas melalui teknologinya (Iriyanto
Widisuseno, 2004: 4).
Sejauh mana kekuatan setiap bangsa termasuk bangsa Indonesia untuk mengadaptasi
nilai-nilai asing tersebut. Bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
sangat rentan terkooptasi nilai-nilai asing yang cenderung berorientasi praktis dan
pragmatis dapat menggeser nilai-nilai dasar kehidupan. Kecenderungan munculnya situasi
semacam ini sudah mulai menggejala di kalangan masyarakat dan bangsa Indonesia
saat ini. Seperti nampak pada sebagian masyarakat dan bahkan para elit yang sudah
semakin melupakan peran nilai-nilai dasar yang wujud kristalisasinya berupa Pancasila
dalam perbincangan lingkup ketatanegaraan atau bahkan kehidupan sehari-hari.
Pancasila sudah semakin tergeser dari perannya dalam praktik ketatanegaraan dan produk
kebijakan-kebijakan pembangunan. Praktik penyelenggaraan ketatanegaraan dan
pembangunan sudah menjauh dan terlepas dari konsep filosofis yang seutuhnya.
Eksistensi Pancasila nampak hanya dalam status formalnya yaitu sebagai dasar negara,
tetapi sebagai sistem filosofi bangsa sudah tidak memiliki daya spirit bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sistem filosofi Pancasila sudah rapuh.
Masyarakat dan bangsa Indonesia kehilangan dasar, pegangan dan arah
pembangunan.
Disorientasi nilai dan distorsi nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia dewasa ini.
Disorientasi nilai terjadi saat masyarakat menghadapi masa transisi dan transformasi.
Dalam masa transisi terdapat peralihan dari masyarakat pedesaan menjadi masyarakat
perkotaan, masyarakat agraris ke masyarakat industri dan jasa, dari tipologi
masyarakat tradisional ke masyarakat modern, dari mayarakat paternalistik ke arah
masyarakat demokratis, dari masyarakat feodal ke masyarakat egaliter, dari makhluk
sosial ke makhluk ekonomi.
Dalam masa transformasi, terjadi pergeseran tata nilai kehidupan sebagian masyarakat
Indonesia sebagai dampak dari proses transisi, misal beralihnya dari kebiasaan cara
pandang masyarakat yang mengapresiasi nilai-nilai tradisional ke arah nilai-nilai
modern yang cenderung rasional dan pragmatis, dari kebiasaan hidup dalam tata
pergaulan masyarakat yang konformistik bergeser ke arah tata pergaulan masyarakat yang
dilandasi cara pandang individualistik.
Searah dengan perubahan pendidikan ke masa depan dan dinamika internal bangsa
Indonesia, program pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
harus mampu mencapai tujuan:
Pengertian nilai dasar harus difahami bahwa nilai-nilai Pancasila harus dijadikan
sebagai pedoman dan sumber orientasi pengembangan kekaryaan setiap lulusan PT.
Peran nilai-nilai dalam setiap Sila Pancasila adalah sebagai berikut.
2. NIlai Kemanusiaan dalam Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab: memberi
arah dan mengendalikan ilmu pengetahuan. Pengembangan ilmu harus
didasarkan pada tujuan awal ditemukan ilmu atau fungsinya semula, yaitu
untuk mencerdaskan, mensejahterakan, dan memartabatkan manusia, ilmu tidak
hanya untuk kelompok, lapisan tertentu.
5. Nilai Keadilan dalam Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
menekankan ketiga keadilan Aristoteles: keadilan distributif, keadilan kontributif,
dan keadilan komutatif. Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antara
kepentingan individu dan masyarakat, karena kepentingan individu tidak boleh
terinjak oleh kepentingan semu. Individualitas merupakan landasan yang
memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi.
Kelima dasar nilai tersebut sebagai pedoman dan sumber orientasi dalam penyusunan
dan pengembangan substansi kajian Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai MPK mencerminkan pendidikan demokrasi, HAM
dan persoalan kewarganegaraan lainnya berperspektif Pancasila. Jadi, meskipun setiap
bangsa sama-sama menyebut Pendidikan Kewarganegaraan sebagai “civic education,
democracy education, civil education” dan lain sebagainya, tetapi arah pengembangan
kompetensi keilmuan PKn di perguruan tinggi Indonesia memiliki karakter sendiri.
Merupakan manajemen yang diterapkan dalam organisasi Negara yang besar dan komplek,
dengan pendekatan kesisteman. Landasan Sismennas adalah UUD 1945 dan dijiwai oleh
Falsafah Pancasila yang diarahkan kepada cita‐cita nasional yang tersirat dan tersurat
dalam Pembukaan UUD 1945.
Jadi Sismennas merupakan perpaduan dari tata nilai, struktur, fungsi, dan proses yang
efisien dan efektif dalam rangka mewujudkan tujuan Negara. Disini Manajemen merupakan
pengelolaan atau tata laksana yang merupakan proses, yang didalamnya terkandung unsur‐
b. Sarana merupakan pewadahan dan atau pemberdayaan dari kekuatan nyata atau
segenap [potensi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Faktor
sarana ini meliputu sumber daya alam, logistic, keuangan, data dan informasi,
partisipasi masyarakat dan penunjang lainnya.
Fungsi Sismennas
Fungsi pokok Sismennas adalah pemasyarakatan politik, yaitu suatu pengenalan dan
penyesuaian untuk menumbuhkan pemahaman hak dan kewajiban masyarakat terhadap
Negara sebagai organisasi. Pemasyarakatan politik ini penting untuk menemukan
keseimbangan karena adanya interaksi yang datang dari bawah, yaitu lingkungan
Proses Sismennas
Proses Sismennas merupakan siklus pengambilan keputusan yang diawali dari masukan
(input), lalu tata pengambilan keputusan berkewenangan (TPKB), selanjutnya keluaran
(output), dan terakhir adalah kemamfaatan (outcome) secara berkesinambungan.
a. Proses arus masuk atau Input merupakan penyaluran aspirasi dan kepentingan
masyarakat dari TPN untuk diproses oleh TAN dan TLP atau tatanan dalam. Dalam
arus masuk ini dapat berupa pengenalan kepentingan maupun dalam pemilihan
kepemimpinan. Kepentingan tersebut dapat berupa kepentingan politik, kepentingan
social ataupun kepentingan umum. Masukan ini selanjutnya akan diproses dan
diformulasikan sebagai masukan pada proses selanjutnya.
c. Arus keluar/output
Dalam arus keluar secara fungsional Sismenna diharapkan menghasilkan:
Aturan, norma, pedoman dll yang disebut sebagai kebijakan umum.
Penyelenggaraan, penerapan, penegakan, dan pelaksanaan berbagai
kebijakan nasional yang umumnya dijabarkan kedalam program dan kegiatan
Keberhasilan Sismennas
Keberhasilan Sismennas dapat diketahui dari tingkat keberhasilan pembangunan, baik
berupa keberhasilan ekonomi dan ketahannan nasional. Ketahanan nasional berupa
munculnya pemerintahan yang baik, keamannan nasional yang mapan, kepastian hukum
dan kepastian masa depan bagi seluruh rakyat/masyarakat. Indikator lain adalah interaktif
positif internasional dengan berkurangnya konflik dengan negara lain. Demikian pula
meningkatnya kesejahteraan rakyat yang memadai dan kaya secara moral spiritual.