Anda di halaman 1dari 31

Kelompok 2

Adnan mustadjab aras


Malik ahnaz
Dita rahmawati
Fiqran khalil
RUMAH ADAT KRONG BADE
PENGERTIAN RUMAH ADAT
KRONG BADE

Rumah Krong Bade adalah rumah adat dari Nanggroe Aceh


Darussalam. Rumah Krong Bade juga biasa dikenal dengan nama rumoh
Aceh. Rumah ini mempunyai tangga depan yang digunakan bagi tamu atau
orang yang tinggal untuk masuk ke dalam rumah. Rumah Krong Bade
adalah salah satu budaya Indonesia yang hampir punah. Rumah Krong
Bade saat ini sudah jarang dipakai karena hampir sebagian masyarakat aceh
memilih untuk tinggal di rumah modern. Hal ini dikarenakan harga
pembangunan rumah modern jauh lebih murah dibandingkan dengan
Rumah Krong Bade. Selain biaya pembangunan, biaya perawatan Rumah
Krong Bade juga memakan biaya yang tidak sedikit.
Rumah Krong Bade memiliki beberapa ciri khas. Tidak semua Rumah
Krong Bade mempunyai bentuk yang sama, tetapi ada beberapa hal yang
menjadi ciri khas dari Rumah Krong Bade. Rumah Krong Bade memiliki
tangga di bagian depan rumah bagi orang-orang yang akan masuk ke dalam
rumah. Rumah Krong Bade memiliki tangga karena tinggi rumah yang
berada beberapa meter dari tanah. Umumnya, tangga Rumah Krong Bade
dari tanah adalah 2,5-3 meter. Jumlah anak tangga Rumah Krong Bade
umumnya ganjil. Rumah Krong Bade memiliki bahan dasar yaitu kayu.
Rumah Krong Bade juga memiliki banyak ukiran pada dinding rumahnya
tetapi banyaknya ukiran pada Rumah Krong Bade bergantung dari
kemampuan ekonomi pemilik rumah. Ukiran ini pun tidak sama satu
dengan yang lain. Rumah Krong Bade berbentuk persegi panjang dan
memanjang dari timur ke barat. Atap Rumah Krong Bade terbuat dari daun
rumbia.
PROFIL RUMAH KRONG BADE

Rumah Krong Bade atau juga biasa disebut dengan Rumoh Aceh adalah
rumah adat tradisional Provinsi Nanggro Aceh Darussalam. Rumah ini
berbentuk rumah panggung dengan 3 ruang utama dan 1 ruang tambahan.
Pada umumnya rumah ini membujur dari timur ke barat (menghadap ke
arah kiblat). Hal ini untuk memudahkan penghuni rumah ataupun tamu saat
hendak beribadah agar langsung mengetahui arah kiblat pada sebuah
rumah. Luas Rumah Krong Bade minimal 200 m2 dengan ketinggian dasar
lantai hingga atap mencapai 8 m. Rumah Krong Bade dibangun diatas
tiang-tiang bundar dengan diameter 30 centimeter dan tinggi kurang lebih
2,5-3 meter hingga menyentuh lantai rumah. Tiang penyangga ini
berjumlah 16,18,20,24 atau 40 tiang.
Masyarakat Aceh biasa menyebut tiang penyangga (kolom) rumah Krong Bade
dengan sebutan tiang penyangga atau tameh putroe. Jumlah tiang penyangga pada
suatu rumah tergantung jumlah ruangan dalam rumah tersebut. Tiang penyangga
umumnya menggunakan kayu meranti karena kayu ini mudah ditemukan di Aceh.
Selain itu, kayu meranti dipilih karena sifatnya yang kuat, kokoh, dan tahan lama
CIRI KHAS RUMAH ADAT KRONG
BADE

• Memiliki gentong air di bagian depan untuk tempat membersihkan kaki mereka
yang akan masuk rumah. Ciri ini memiliki filosofi bahwa setiap tamu yang
datang harus memiliki niat baik.
• Strukturnya rumah panggung memiliki fungsi sebagai perlindungan anggota
keluarga dari serangan binatang buas.
• Memiliki tangga yang anak tangganya berjumlah ganjil, merupakan simbol
tentang sifat religius dari masyarakat suku Aceh.
• Terbuat dari bahan-bahan alam; merupakan simbol bahwa masyarakat suku
Aceh memiliki kedekatan dengan alam.
• Memiliki banyak ukiran dan lukisan di dinding rumah; menandakan masyarakat
Aceh adalah masyarakat yang sangat mencintai keindahan.
• Berbentuk persegi panjang dan membujur dari arah barat ke timur; menandakan
masyarakat Aceh adalah masyarakat yang religius.
PEMBAGIAN RUANG RUMAH
ADAT KRONG BADE
Ruang Bawah

Bagian bawah Rumah Krong Bade digunakan untuk menyimpan barang-barang


pemilik rumah seperti padi atau hasil panen lainnya. Dapat dikatakan bahwa ruang
bawah berfungsi sebagai gudang. Ruang bawah juga dipakai untuk menaruh alat
penumbuk padi. Selain itu, ruang bawah juga pusat aktivitas bagi kaum perempuan
yaitu membuat kain khas Aceh dan sebagai tempat menjual kain tersebu
Ruang Depan

Ruang depan berfungsi sebagai ruang santai. Ruangan ini bisa dipakai
untuk beristirahat bagi anggota keluarga dan juga bagi kegiatan yang
sifatnya santai seperti anak-anak belajar. Ruang depan juga bisa dipakai
untuk menerima tamu. Ruang depan tidak memiliki kamar.
Ruang Tengah

Ruang tengah atau biasa disebut sebagai seuramoe teungoh adalah ruangan inti dari
Rumah Krong Bade dan karena itu, ruangan ini juga dikenal sebagai rumah inong.
Berbeda dengan ruang depan, ruang tengah memiliki beberapa kamar di sisi kiri dan
sisi kanan. Ruang tengah mempunyai letak lebih tinggi daripada ruang depan. Ruang
tengah tidak boleh dimasuki oleh tamu karena ruangan ini hanya khusus untuk anggota
keluarga. Anggota keluarga pun tidak semua bisa masuk ke ruang tengah. Umumnya,
ruang tengah ini dipakai sebagai ruang tidur kepala keluarga. Pada acara-acara khusus
keluarga seperti pernikahan, ruang tengah dipakai sebagai ruang tidur pengantin.
Ruang tengah juga dipakai pada acara kematian sebagai ruang pemandian mayat.
Ruang Belakang

Ruang belakang atau yang biasa disebut sebagai seurameo likot adalah
ruang santai untuk keluarga.Ruangan ini letaknya lebih rendah daripada
ruang tengah dan berfungsi sebagai dapur serta tempat keluarga
bercengkramah. Ruang belakang sama seperti ruang depan yang tidak
memiliki kamar.
MAKNA DAN SIMBOL PADA
STRUKTUR DAN KONSTRUKSI

1. Tangga
Pertama kali sebelum memasuki Rumah Krong Bade terdapat tangga menuju pintu masuk
utama. Tangga pada Rumah Krong Bade ini dinamakan reunyeun.Jumlah anak tangga pada
reunyeun umumnya ganjil,7 sampai 9 anak tangga.
“Tangga yang terdapat pada setiap rumoh Aceh umumnya memiliki jumlah anak tangga
ganjil yaitu antara tujuh sampai sembilan buah anak tangga. Ketentuan jumlah anak tangga
ini bedasarkan kepercayaan orang Aceh bahwa setiap jumlah hitungan selalu ada hubungan
dan pengaruhnya dengan ketentuan langkah, rezeki, pertemuan, dan maut. Jadi, jika anak
tangga dibuat ganjil antara tujuh sampai sembilan, maka anak tangga yang terakhir jatuh
pada hitungan pertemuan dan kangkah. Hal ini menurut orang Aceh sangat berpengaruh
dan menguntungkan dalam kehidupan. Sebaliknya apabila anak tangga dibuat delapan akan
berakhir pada maut. Hal ini yang tidak dikehendaki, karena menurut kepercayaan orang
Aceh apabila jumlah anak tangga berakhir pada maut, maka penghuninya atau tamu yang
menaiki anak tangga rumah itu akan sel
alu mendapat kecelakaan.” (Waardenburg, 1978 : 130)
2. Kolom
“Umumnya Rumoh Aceh dibangun di atas tiang-tiang setinggi 2,5 meter dari atas tanah. Rumoh Aceh rata-rata
memiliki tiga ruang induk, yaitu ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang. Rumoh Aceh rata-rata
dibangun dalam ukuran besar, sebab selain berfungsi debagai tempat tinggal, rumoh Aceh juga berfungsi
sebagai tempat kegiatan-kegiatan social seperti musyawarah, kenduri, peresmian khitanan dan lain
sebagainya.”Muhammad Z.Z, 1980 : 5)
Ketinggian tiang penyangga (tiang penyangga) Rumah Krong Bade dari lantai dasar kurang lebih 2,5 – 3 meter.
Tiang penyangga yang tinggi ini bertujuan untuk ; melindungi penghuni dari binatang buas karena pada masa
itu rumah-rumah masih dibangun di tengah-tengah hutan, melindungi dan mengamankan rumah agar tidak
terendam saat sedang banjir dan bagian bawah rumah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan dan tempat
pembuangan air
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tiang rumoh Aceh rata-rata berjumlah 16, 20, 24, dan
ada yang sampai 28 buah tiang atau lebih, tergantung pada besar dan kecilnya rumah itu dibuat. Diantara
sekian banyak jumlah tiang itu, terdapat dua buah tiang utama yang dinamakan tiang raja, tiang putri atau tiang
putro.” (Hadjad, 1984 : 72)
Jumlah tiang penyangga pada sebuah rumah disesuaikan dengan jumlah ruangan di dalam rumah. Umumnya
tiang penyangga berjumlah 16,20,24, hingga 40 buah dengan diameter 30 cm. Di kalangan masyarakat Aceh,
semakin banyak jumlah tiang penyangga, semakin tinggi derajat mereka di masyarakat.
Tiang utama diantara tiang penyangga lainnya disebut dengan tameh raja atau tameh  putroe. Tiang penyangga
tameh putroe biasanya berukuran dua kali lipat lebih besar daripada tiang-tiang lainnya dengan ukuran 60 cm,
sedangkan tiang-tiang lainnya berdiameter 30 cm
 3. Pintu
Rumah Krong Bade biasanya dibangun dengan pintu utama terbuka ke arah
kiblat.
Dengan demikian, penghuni maupun tamu rumah tidak perlu bersusah payah
mencari arah kiblat. Ketinggian pintu pada rumah Krong Bade kurang lebih
120 – 150 cm. Tinggi pintu umumnya tidak melebihi dahi orang dewasa. Hal
ini membuat siapapun yang akan masuk ke dalam rumah Krong Bade harus
sedikit menundukkan kepalanya. Maknanya adalah sebagai bentuk
penghormatan kepada pemilik rumah saat memasuki rumahnya. Rumah Krong
Bade memiliki dua pintu masuk. Yang pertama adalah pintu masuk utama yang
merupakan pintu masuk untuk tamu dan langsung berhubungan dengan
serambi keue, sedangkan pintu kedua terhubung langsung dengan dapur. Tamu
yang merupakan kerabat dekat biasanya masuk melalui pintu samping
4. Jendela
Jendela pada Rumah Krong Bade umumnya berukuran 0,6 meter x 1 meter.
Peletakan  jendela biasanya pada dinding bagian timur dan selatan, hal ini
bertujuan untuk menangkap sinar matahari dan udara bersih
5. Lantai
Umumnya, material yang digunakan untuk lantai rumah ini adalah papan
kayu atau bambu. Lantai Rumah Krong Bade yang terbuat dari papan
maupun bambu yang dibelah kecil biasanya disusun tidak rapat. Ada jarak
dan celah kecil antar susunan bambu. Celah kecil pada lantai berfungsi
untuk memudahkan pembuangan kotoran saat menyapu rumah
6. Atap
Penutup atap pada rumah Krong Bade menggunakan daun rumbia. Lembaran daun rumbia yang telah
disusun dan diikat dipasang mulai dari sebelah kiri sampai ke kanan atas. Atap disusun dengan sangat
rapat, dimana jarak antar tulang daun dengan tulang daun berikutnya rata-rata hanya berjarak 1,5  – 2
cm, sehingga atap Rumah Krong Bade sangat tebal. Atap yang tebal ini berfungsi untuk melindungi
rumah dari cuaca panas.
“ Atap pada rumah tradisional Aceh berbentuk atap pelana yang hanya menggunakan satu bubungan
dan menggunakan bahan penutup berbahan rumbia yang memiliki andil besar dalam memperingan
beban bangunan sehingga saat gempa tidak mudah roboh. Fungsi yang lain pun rumbia juga menambah
kesejukan ruangan. Keburukan sifat rumbiah yang mudah terbakar pun juga sudah ada solusinya dalam
rumah tradisional Aceh. Ketika rumbiah terbakar, pemotongan tali ijuk di dekat balok memanjang pada
bagian atas dinding mempercepat runtuhnya seluruh kap rumbiah ke samping bawah sehingga tidak
merembet ke elemen bangunan lainnya.”(Hadjad dkk, 1984).
Bagian depan Rumah Krong Bade umumnya menghadap ke utara atau selatan, sehingga bagian atap
yang meruncing akan menghadap barat atau timur. Hal ini bertujuan untuk menghindari pukulan keras
dari angin yang datang. “Pada ujung timur dan barat sejajar dengan kuda
-kuda terdapat sebuah penutup yang biasanya dilubangi yang dinamakan tulak angen (tolak angina).
Tolak angin ini berfungsi untuk menetralisir hempasan angina kencang. Dari ujung bawah cucuran
atap(neudeuk gaseue) sampai ke bara dibuat bagasi yang berfungsi untuk menyimpan dan meletakkan
barang-barang, seperti tikar dan bantal yang dinamakan sanding.” (Muhammad Z.Z, 1980 : 5)
7. Dinding
“Dinding rumah tradisional Aceh terbuat dari papan kayu atau bilah bambu,
penggunaan material tersebut mempengaruhi penghawan udara yang sangat
baik karena udara dapat pengalir melalui selah selah antara atap dan
dinding. Pada bagian dinding rumah tradisional Aceh terdapat tempelan
tempelan ornamen yang mempengaruhi unsur tradisional Aceh.” (Hadjad ,
1984)
BAHAN-BAHAN BANGUNAN

Dalam membangun Rumah Krong Bade dibutuhkan beberapa bahan bangunan.


Pertama, kayu adalah bahan utama dari rumah aceh.Kayu digunakan untuk
membuat tiang penyangga rumah.Kedua, papan yang digunakan untuk membuat
dinding dan lantai rumah.Ketiga, bambu atau yang biasa disebut trieng
digunakan untuk membuat alas lantai.Keempat, Temor atau yang biasa disebut
enau digunakan sebagai bahan cadangan untuk membuat dinding dan lantai
selain bambu.Kelima, Tali Pengikat atau yang biasa disebut dengan taloe meu-
ikat digunakan untuk mengikat bahan-bahan bangunan.Tali pengikat ini terbuat
dari bahan rotan, tali ijuk, atau kulit pohon waru.Keenam Daun Rumbia atau
yang biasa disebut dengan oen meuria yang digunakan sebagai bahan dasar
untuk membuat atap rumah.Ketujuh, Daun Enau digunakan sebagai bahan
cadangan untuk membuat atap, apabila daun Rumbia tidak ada.Kedelapan,
Pelepah Rumbia atau biasa disebut dengan peuleupeuk meuria adalah bahan
dasar untuk membuat dinding rumah dan juga lemari.
PEMBANGUNAN RUMAH ADAT
KRONG BADE

Pembangunan rumah Krong Bade dilakukan tidak dengan sembarangan.Ada


beberapa hal yang dilakukan untuk membangun rumah ini, seperti penentuan
hari baik, pengadaan kenduri, dan pemilihan kayu.Penentuan hari baik
dilaksanakan berdasarkan saran dari seorang pemuka masyarakat. Demikian
juga halnya dengan pemilihan kayu.Pemilihan kayu didasarkan pada
pengetahuan lokal masyarakat yang memandang bahwa ada beberapa jenis
kayu yang dapat bertahan lama jika dipakai untuk membangun rumah.Tahap-
tahap yang harus dilakukan untuk membangun rumah adalah rapat keluarga,
pengumpulan bahan, pengolahan bahan, dan perangkaian bahan.Rapat
keluarga juga turun mengambil bagian penting dalam membangun rumah
agar tidak terjadi perpecahan dalam rumah.Dalam rapat keluarga diundang
seorang pemuka masyarakat untuk memberikan saran-saran yang patut
didengarkan oleh keluarga yang hendak membangun rumah.
Pengumpulan bahan dilakukan bersama-sama dengan melihat kayu yang
baik untuk dijadikan bahan bangunan.Saat penebangan kayu, masyarakat
Aceh berusaha untuk tidak merusak akar pohon yang lainnya sehingga
sangat berhati-hati dalam penebangan kayu.Pengolahan bahan adaah
pengolahan kayu sesuai dengan kebutuhan.Kebutuhan yang dimaksud di
sini adalah kayu-kayu untuk peralatan rumah tangga maupun kayu-kayu
untuk pondasi bangunan.Setelah pengolahan kayu, kayu-kayu tersebut
dirancang atau digunakan sebagai fungsinya dan ini adalah tahap
perangkaian bangunan. Kayu-kayu yang berfungsi sebagai tiang penyangga
rumah akan ditancapkan ke tanah terlebih dahulu.Kayu pertama yang
ditancapkan dianggap sebagai tiang utama dari rumah Krong Bade.Setelah
tahap perangkaian bahan selesai, maka tahap akhir yaitu menghias rumah
dengan berbagai ornamen juga ukiran-ukiran pada badan rumah Krong
Bade.
KEUNIKAN DARI RUMAH ADAT
KRONG BADE

1. Sambungan Struktur Bangunan Tanpa Paku

Rumah khas Aceh seluruhnya dibuat dari material yang alami. Hal ini
sejalan dengan kehidupan masyarakat yang senantiasa dekat dengan
lingkungan, selain karena ketersediaan bahan baku alam memang masih
melimpah pada masa dulu.
Bangunan rumah suku Aceh dibuat dari kayu yang diukir. Alih-alih
menggunakan paku, mereka memakai tali yang berasal dari kulit pohon
waru, ijuk, atau rotan. Manfaat tali dari bahan alami ini adalah untuk
menjadi material pengikat kayu.
Struktur rumah yang disatukan dengan teknik sambungan pengikat ini
terbukti fleksibel dan tahan terhadap guncangan gempa.
2. Ukiran Rumah Menunjukkan Status

Rumah tidak hanya dipandang sebagai bentuk kebudayaan konkret, tetapi juga
merupakan cerminan status sosial dari pemiliknya. Rumah adat Aceh
mempunyai hiasan berupa ukiran di sekeliling rumah.
Serupa dengan rumah adat Betawi, ukiran tersebut juga mempunyai makna
tersirat. Jumlah ukiran pada dinding rumah tradisonal Aceh inilah yang
mewakili status sosial dan ekonomi penghuninya.
3. Ukuran Pintu yang Rendah

Pintu masuk utama pada Krong Bade pun unik, ukurannya lebih rendah dari tinggi badan
orang kebanyakan. Ketinggian pintu berkisar antara 120 sampai 150cm. Rancangan pintu
ini bertujuan agar tamu yang masuk membungkukkan badan sebagai tanda hormat kepada
pemilik rumah.
budaya menghormati tuan rumah juga ditunjukkan dengan membersihkan kaki dengan air
sebelum menaiki tangga rumah. Umumnya, di depan rumah adat Aceh tersedia tempayan
berisi air. Mencuci kaki sendiri bermakna menyucikan niat sebelum berkunjung ke rumah
tersebut
4. Anak Tangga yang Berjumlah Ganjil

Krong Bade dibangun dengan konsep rumah panggung mirip rumah gadang. Konsep ini
dipilih untuk mencegah binatang buas masuk ke dalam rumah. Ketinggian lantai rumah
dibuat dengan ukuran 2,5-3m dari permukaan tanah, sehingga diperlukan tangga untuk
masuk ke dalam rumah.
Istimewanya, anak tangga rumah adat Aceh selalu berjumlah ganjil. Jumlahnya antara 7-9
anak tangga. Jumlah ganjil ini juga memiliki makna terkait dengan nilai-nilai religius yang
dianut masyarakat Aceh.
5. Memiliki beberapa motif

• Motif pertama adalah motif hias berupa ukiran ukiran tulisan Arab yang
diambil dari al-quran
• Motif kedua adalah motif flora berupa ukiran-ukiran tumbuhan seperti
bentuk daun,batang,akar atau bunga.ukiran ini biasa didapati di bagian
rumah seperti tangga,dinding,tulak angen,kindang,balok pada bagian
kap,dan jendela rumah
• Motif ketiga adalah motif fauna yaitu ukiran binatang-binatang yang
disukai.Masyarakat Aceh juga menggunakan motif alam,motif,rante,lidah
dan lainnya
6. Memiliki 4 Bagian Rumah
• Seuramoë keuë
Merupakan ruang depan dari rumah adat Aceh yang berfungsi sebagai tempat menerima tamu,
bersantai dan tempat berisirahat bagi penghuni rumah.
• Seuramoë teungoh
Bagian ini merupakan ruangan inti dari rumah adat Aceh. Hal ini bisa dilihat dari ketinggian lantai
 yang lebih tinggi. Bagian dari rumah adat Aceh ini juga sangat privat dimana hanya penghuni rumah
yang boleh memasukinya.
Bagian seuramoë teungoh ini terdiri dari kamar-kamar tidur keluarga. Selain itu ruang-ruang di
bagian ini juga digunakan sebagai kamar pengantin dan juga ruang pemandian mayat ketika ada
anggota keluarga yang meninggal dunia.
• Seurameo likot
Bagian dari rumah adat Aceh yang ini berfungsi sebagai tempat makan, dapur, dan tempat
bercengkrama bagi sesama anggota keluarga. Bagian ruangan ini tidak memiliki kamar-kamar dan
juga memiliki ketinggian lantai yang lebih rendah.
• Ruang bawah
Karena berbentuk panggung, rumah adat Aceh memiliki bagian ruang bawah yang digunakan untuk
menyimpan barang-barang pemilik rumah seperti padi atau hasil panen lainnya. Selain sebagai
tempat penyimpanan, bagian rumah adat Aceh ini juga merupakan ruang bagi kaum perempuan
masyarakat Aceh untuk membuat kain tradisional khas Aceh.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai