Anda di halaman 1dari 3

Pembahasan

Penelitian yang dilakukan Wee et al (2020) menjelaskan bahwa strategi yang digunakan
untuk pencegahan dan penanganan pasien yang mengalami infeksi saluran pernapasan dan juga
terindikasi covid diruang triage adalah menggunakan APD yang sesuai dengan SOP yang sejalan
dengan penenlitian yang dilakukan oleh Chavez, Long, Koyfam, & Liang (2020) yang
menjelaskan bahwa pasien dengan dugaan Covid-19 harus memakai masker dan untuk petugas
kesehatan yang merawat pasien yang dicurigai terpapar COVID-19 direkomendasikan untuk
mencuci tangan dan menggunakan APD.
Strategi dalam pencegahan infeksi COVID-19 pada sistem triase yaitu dengan cara
perawat memeriksakan apakah pasien dan keluarga menggunakan masker dengan benar dan
menjaga jarak satu sama lain, melakukan desinfeksi atau mencuci sebelum dan setelah kontak
dengan pasien serta peralatan medis yang telah digunakan didesinfeksi sebelum dan sesudah
digunakan (Xu et al, 2020). Hal ini sejalan dengan penelitin Howitt et al (2020) bahwa para
petugas layanan kesehatan agar menggunakan fasilitas APD pada saat proses pengelompokan
pasien yang terindikasi COVID-19. Selain dari strategi tersebut terdapat strategi pengendalian
dan pencegahan infeksi COVID-19 pada sistem triase yaitu memasang poster tanda dan gejala
COVID-19, etika batuk dan cuci tangan yang baik dan benar di berbagai pintu masuk dan
tempat-tempat umum lainnya seperti ruang tunggu, tangga dan kantin yang bertujuan untuk
memberikan instruksi pada pasien dan petugas kesehatan (CDC, 2020).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Jinnong Zhang et al (2020) mengidentifikasi bahwa
salah satu startegi yang efektif digunakan untuk mentriase pasien yaitu dengan mendirikan fever
clinic agar mengurangi beban dari Unit Gawat Darurat (UGD). Menurut Jinnong Zhang et al
(2020), pasien yang mengalami tahap awal infeksi dengan gejala menggigil atau panas dingin
dan gejala pernafasan, CRP (Elevated Creactive protein) dan gangguan imunitas yang ditandai
dengan limfopenia merupakan karakteristik penting dari COVID-19). Selain itu, untuk pasien
afebril (suhu < 37.3° C) tanpa dyspneu disarankan untuk pengukuran jumlah darah lengkap dan
C. Terapi empiris terdiri dari moxifloxacin oral atau levofloxacin (pertimbangkan toleransi) dan
arbidol. Pasien yang dites positif SARSCoV2 ditransfer ke rumah sakit yang ditunjuk.
WHO (2020) merekomendasikan strategi dalam pengendalian dan pencegahan infeksi
nosocomial terutama pada Covid-19, yaitu memastikan triase, pengenalan dini, dan kontrol
sumber (mengisolasi pasien dengan dugaan COVID-19); menerapkan tindakan pencegahan
standar untuk semua pasien; menerapkan tindakan pencegahan tambahan secara empiris (tetesan
dan kontak dan, jika ada, tindakan pencegahan melalui udara) untuk kasus yang diduga COVID-
19; menerapkan kontrol administratif; menggunakan kontrol lingkungan dan teknik. Hal ini
sejalan dengan anjuran CDC (2020) terkait kontrol sumber penularan, kontrol administratif,
kontrol lingkungan dan teknik yaitu dalam pengendalian dan pencegahan infeksi Covid-19 pada
sistem triase sebaiknya fasilitas kesehatan menyediakan respiratory hygiene dan hand hygiene
seperti hand rub. Selain itu, petugas kesehatan dianjurkan melakukan proses triase dengan cepat
dan dan isolasi pasien dengan gejala atau terduga Covid-19 atau infeksi saluran nafas lainnya
dalam keadaan aman, memprioritaskan triase pada pasien dengan gangguan pernafasan, personel
triase harus disediakan alat pelindung diri yang terdiri dari masker N95, jubah dll. dan tissue
untuk pasien dengan gejala infeksi pernafasan. APD juga disediakan pada pasien pada saat
melakukan check in.
Selain itu, pengendalian sumber (memakai masker yang menutupi hidung dan mulut pada
pasien symptomatic) dapat membantu mencegah penularan infeksi kepada orang lain,
memastikan bertanya pada pasien pada saat pasien check in, terkait keluhan, tanda dan gejala
infeksi pernafasan, sejarah perjalanan ke area atau tempat terpajan Covid-19 atau kontak dengan
pasien Covid-19, mengisolasi pasien pada ruang khusus dengan pintu tertutup. Jika ruangan
khusus untuk isolasi belum tersedia, pastikan pasien terkonfirmasi Covid-19 jauh dari orang
maupun pasien lain. Selain itu, memasang pembatasan fisik (physical barriers; dalam bentuk
kaca atau jendela) pada area penerima pasien (receptionist) serta mempertimbangkan pembuatan
pos triase dari luar untuk menyaring pasien sebelum masuk ke fasilitas kesehatan (CDC), 2020).
Pembatasan fisik yang dianjurkan oleh CDC (2020) sejalan dengan penelitian Lu et al
(2019) yaitu membatasi lalu lintas di rumah sakit, reorganisasi departemen rumah sakit, menjaga
kebersihan lingkungan, dll. Untuk mengurangi kepadatan pasien, departemen THT memisahkan
area tunggu dari area perawatan, mengurangi jumlah janji temu, menjadwalkan janji temu pada
waktu yang berbeda, dan meningkatkan layanan konsultasi online. Saat ini, pembatasan fisik
sangat direkomendasikan dalam mengendalikan dan mencegah penularan infeksi. Oleh karena
itu, penggunaan teknologi dianjurkan dalam pelayanan kesehatan. Pada beberapa pengaturan,
pasien dapat menunggu di kendaraan pribadi atau di luar fasilitas kesehatan di mana mereka
dapat dihubungi melalui ponsel ketika giliran mereka untuk dievaluasi (CDC), 2020).
Selanjutnya, Reeves et al (2020) menjelaskan bahwa Catatan kesehatan elektronik (EHR) dan
teknologi terkait adalah alat yang penting dan diperlukan dalam mendukung manajemen wabah
covid-19 yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan dapat membantu mendeteksi wabah
virus..

Anda mungkin juga menyukai