Anda di halaman 1dari 15

FILOSOFI ZEN PADA ARSITEKTUR MUSEUM D.

T SUZUKI
Maria Kencana Hanggana Raras
Mahasiswi S1 Jurusan Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan

Abstract
Japan's elaborate architectural modernism with the understanding Zen taught by D.T
Suzuki during his lifetime. The museum was built in order to learn to understand Zen and
meditation for the people of Japan.
This museum has a modern architectural style of cubism and purism to represent the
era of the museum was built, but still contains elements of Zen philosophy in it and has a
sequence that describes the journey of life of D.T Suzuki.
The purpose of this study was to determine whether the Zen philosophy and
Japanese modern architecture influence D.T Museum Suzuki architecture and how
architecture can affect the Zen philosophy .This method used is qualitative-descriptive
method, the data obtained from the literature study and observation langung to the field.
Study discussion begins with an understanding of Zen philosophy and understanding of
modern Japanese architecture to understand the analysis of the influence of Zen on the
architecture of the museum D.T Suzuki.
The study shows that the architecture D.T Museum Suzuki influenced by Zen
philosophy, the architectural style of cubism and purism in the museum show that beauty
is reflected in the simplicity of form and material honesty. The building is a natural
substance and harmony with nature.
Keywords: Zen, Cubism, Purism

Abstrak
Museum D.T Suzuki merupakan salah satu mahakarya dari Yosio Tamaguchi yang
mengelaborasi arsitektur modernism Jepang dengan paham Zen yang diajarkan oleh D.T
Suzuki semasa hidupnya. Museum ini dibangun guna mempelajari paham Zen dan
tempat bermeditasi bagi masyarakat Jepang.
Museum ini memiliki gaya arsitektur modern cubism dan purism untuk
merepresentasikan era museum ini dibangun , namun tetap mengandung unsur filosofi
Zen di dalamnya dan memiliki sequence yang mendeskripsikan perjalanan hidup dari
D.T Suzuki.
Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui apakah filosofi Zen dan arsitektur modern
Jepang mempengaruhi arsitektur Museum D.T Suzuki dan bagaimana filosofi Zen dapat
mempengaruhi arsitektur .Metode yang digunakan adalah metode kualitatif-deskriptif,
data diperoleh dari studi literatur serta pengamatan langung ke lapangan. Kajian
pembahasan diawali dengan pemahaman mengenai filosofi Zen dan pemahaman
mengenai arsitektur modern Jepang hingga analisa mengenai pengaruh paham Zen
terhadap arsitektur museum D.T Suzuki.
Hasil studi menunjukkan bahwa arsitektur Museum D.T Suzuki dipengaruhi oleh
filosofi Zen, gaya arsitektur cubism dan purism dalam museum menunjukkan bahwa
Filosofi Zen pada Arsitektur D.T Suzuki Museum
Maria Kencana H.R | 2012.420.057

keindahan tercermin dalam kesederhanaan bentuk dan kejujuran material. Bangunan


merupakan substansi alam dan harmoni dengan alam.
Kata Kunci: Zen, Cubism , Purism

PENDAHULUAN
Jepang merupakan negara yang dikenal dengan sebutan matahari terbit
disebabkan oleh kebudayaan masyarakat Jepang yang dikenal sangat religius
dan menghormati matahari. Kebudayaan Jepang yang telah ada tak lepas dari
agama yang terdapat di Jepang. Sebagian besar masyarakat Jepang menganut
kepercayaan Buddhist , Zen dan Sinto. Ritual keagamaan ini sangat kuat berakar
dalam kehidupan moralitas dan aktifitas masyarakat Jepang. Pengarajan paham
Zen di Jepang tidak lepas dari sosok D.T Suzuki. Daisetz Teitaro Suzuki (
Suzuki Daisetz, lahir 18 Oktober 1870 meninggal 12 Juli 1966 pada umur 95
tahun) (Nama Buddhist Daisetz yang berarti "Kesederhanaan Agung" / "Great
Simplicity", diberikan padanya oleh guru Zennya. Suzuki juga merupakan
seorang penerjemah literatur Cina, Jepang dan Sanskerta. Beliau adalah guru
besar yang mengajarkan paham Zen di berbagai universitas di Jepang bahkan
beliau mengajarkan Zen hingga benua barat. Beliau mengajarkan paham Zen
dengan perbuatan bukan dengan sebuah dokma atau berpatokan pada kitab
tertentu, namun pada refleksi diri manusia itu sendiri hingga mendapatkan titik
pencerahan tentang jati diri manusia itu sendiri.
Untuk mengenang ajaran dan karya dari D.T Suzuki, maka dirancang
Museum D.T Suzuki yang terletak di Kanazawa, Kyoto .Meskipun Zen
merupakan bagian dari paham dan kebudayaan tradisional Jepang, namun
arsitektur pada museum dibuat sesuai dengan era masa dibangunnya, dengan
mengkombinasikan arsitektur modern purism dan cubism Jepang. Daya tarik
arsitektur museum ini terletak pada bagaimana arsitek memasukkan roh dari
filosofi Zen yang memiliki sifat tradisional , namun gubahan bentuk serta gaya
arsitektur museum tetap mencerminkan era dibangunnya.
Nilai Hirishiyo merupakan nilai kesederhanaan dari filosofi Zen yang
merupakan cikal bakal dari perkembangan arsitektur modern Jepang. Hirishiyo
(kesederhanaan) mempengaruhi desain interior Jepang yang minim dengan
hiasan, tata ruang sederhana, dengan permainan garis lurus dan persegi , itulah
kesederhanaan dari Zen. Nilai We-wei merupakan filosofi untuk menghormati
alam sebagai substansial adalah salah satu paham yang melatarbelakangi
filosofi arsitektur ruang dan seni berkebun Roji Garden. Perkembangan lain yang
dipengaruhi oleh Zen, adalah residential architecture (rumah tinggal), terlihat
pada bangunan-bangunan kuil, vila,dan rumah para samurai dengan sentuhan
detail-detail arsitektur yangkhas dari Zen Budhisme.
Arsitektur modern Jepang berkembang dari awal tahun 1930. Arsitektur
modern berkembang di Jepang pada tahun 1930, diawali dari perkembagan
struktur dan kesederhanaan. Slogan Less is more diterima dengan baik di
Jepang, karena kesederhanaan merupakan salah satu paham yang diajarkan
oleh kedua kepercayaan mayoritas di Jepang yaitu Shinto dan Zen.
Teori Cubism arsitektur bersumber dari teori Cubism seni rupa, yaitu gerakan
paling revolusioner , yang berkembang di Perancis pada tahun 1907-1920-an.

Filosofi Zen pada D.T Suzuki Museum


Maria Kencana H.R | 2012.420.057

Cubism berasal dari seni lukis yang tidak hanya membuat bentuk dan warna
dalam dimensi ruang tetapi juga dimensi waktu. Arsitektur bukan lagi selubung,
tetapi ruang menjadi aspek paling dominan.
Arsitektur Purism adalah suatu bentuk dari Cubism, merupakan salah satu
pendekatan estetika dalam arsitektur. Ekspresi dari Purism adalah ekspresi yang
menampilkan kemurnian bangunan minim dari ornamen. Ornament is a crime,
merupakan teori untuk melepaskan diri dari penggunaan ornamen dengan
berprinsip bahwa keindahan terdapat dalam kesederhanaan bentuk, kemurnian
material dan struktur dalam bangunan.
Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui bagaimana filosofi Zen dapat
dikombinasikan dengan gaya arsitektur modern cubism dan purism. Bagaimana
cara arsitek untuk memadukan unsur tradisional dalam arsitektur modern melalui
gubahan masa, sequence bangunan dan material. Penelitian menggunakan
metode kualitatif-deskriptif , data diperoleh dari studi lapangan dan studi literatur.
Diharapkan studi ini mampu memberikan pemahaman dan menginspirasi
perancangan bangunan dalam hal memadukan produk arsitektur modern dengan
paham dan nilai dari filosofi tradisional yang ada.

I. KAJIAN TEORI

A. Filosofi Zen
Zen merupakan konsep diri mengenai kekoangan besar dari ruang dan waktu
yang bebas dari bentuk, konsep dan bahasa. Karena dengan adanya bahasa,
dan konsep mahkluk hidup menjadi terkotakkan dan terppisahkan satu sama
lain, bentuk merupakan suatu hal yang sementara, seperti halnya tubuh manusia
pada akhirnya akan menjadi debu. Zen menuntut akan pengelihatan mengenai
kenyataan tidak ada ditambahi ataupun dikurangi. Sesuatu itu sungguh benar
apa adanya, hidup itu dari kejernihan dari saat ke saat,yang kemudian akan
timbul suatu sikap manusiawi, sehingga hidup itu dibaktikan untuk alam[1].
[1].

Huston, Smith. (2001)

Zen merupakan paham yang tidak memiliki paham yang jelas, tidak ada suatu
tradisi, tidak ada dokma-dokma atau pengajaran berdasarkan kitab atau bukubuku. Dalam Zen tidak ada sosok pribadi tertentu . Zen tidak memiliki forma, teori
dan konsep yang hakiki. Pada prinsipnnya Zen tidak melekat pada bentuk-bentuk
pikiran, namun sebelum pikiran muncul bahkan sebelum ada nama yang
membeda-bedakan mahkluk hidup. Zen merupakan sebuah konsep diri manusia
itu sendiri. Bahwa manusia seharusnya kembali kepada titik awal dan menyadari
bahwa jati diri merupakan substansi dari alam semesta. Berikut merupakan
landasan teori mengenai paham Zen :
- Argumen merupakan kekosongan jati diri
- Tidak dapat dipahami secara teoritis, pemahaman teoritis mengakibatkan
nihilisme, namun Zen bukanlah seperti hal itu.
- Bentuk dari segala sesuatu merupakan sementara.
- Jati diri sebagai menusia tidak pernah berubah.
Filosofi Zen pada Arsitektur D.T Suzuki Museum
Maria Kencana H.R | 2012.420.057

Pemikiran harus terbebas dari konsep dan bahasa, karena manusia


merupakan substansi dari alam (Wu-Wei)
Kekosongan didefinisikan sebagai tidak ada suatu konsep, tidak ada baik,
tidak ada buruk, merupakan keadaan sebelum pikiran muncul.
Kembali kepada keadaan batin sebelum pikiran muncul, maka secara
alami akan muncul moralitas.(Za-Zen)
Konsep kebenaran batin merupakan melihat sesuatu kenyataan apa
adanya.
Pencerahan batin tertinggi adalah melihat dunia apa adanya ,
melenyapkan ego yang menimbulkan kesadaran seluas alam semesta
dan tidak ada perbedaan essensial.
Kesadaran Hirishiyo- menjadi sederhana [2]
[2]

http://tamandharma.com

B. Arsitektur Modern Jepang


Arsitektur modern berkembang di Jepang pada tahun 1930, berkembangnya
arsitektur modern ini dapat dilihat dari penonjolan elemen konstruksi dan lepas
dari detail-detail arsitektural. Merupakan suatu ekspresi yang jujur dari arsitektur.
Pelopor arsitektur modern di Jepang adalah Horiguchi dan Bonchi Yamaguchi,
serta paham arsitektur modern tidak lepas dari pengaruh arsitektur Kenzo Tange.
Konsep arsitektur modern yang dianut oleh arsitek Jepang adalah arsitektur
purm dan cubism. Pahan purism dan cubism sangat diterima oleh masyarakat
Jepang, disebabkan karena memiliki kesamaan pemahaman dengan
kepercayaan mereka yaitu Shinto dan Zen.
Arsitektur purism merupakan arsitektur yang berkaitan dengan kemurnian,
keharmonian dan keseimbangan. Keindahan dipancarkan dengan keheningan,
kesunyian, bersih dan polos. Modernism pada masyarakat Jepang sangat
diterima dengan baik disebabkan modernism memiliki konsep less is more ,
kesederhanaan menjadi konsep dasar arsitektur fungsionalisme yang sudah
diterapkan pada arsitektur tradisional Jepang. Kesederhanaan juga merupakan
paham yang diajarkan dalam agama Shinto dan Buddha Zen, maka dari itu
paham modernism di Jepang diterima oleh masyarakat Jepang.
Dalam arsitektur modern jepang tidak melupakan konsep arsitektur lama, yaitu
Konsep arsitektur tradisional Jepang diterapkan melalui kesederhanaan bentuk,
tata unit, penonjolan elemen yang disusun selaras dalam komposisi garis dan
bidang horisontal seperti halnya rumah-rumah, istana dan kuil Jepang. Karya
yang sering disebut inti spiritual kota ini, menjadi simbol kerinduan manusia
akan perdamaian.
Arsitektur modern cubism merupakan arsitektur yang menyatukan ruang dalam
dengan ruang luar dengan menerapkan bukaan yang lebar, panjang dan
menerus. Arsitektur modern merupakan kesederhaan bangunan yang menglihat
ssesuatu itu apa adanya, ekspresi yang timbul disebabkan karena struktur dari
bangunan itu sendiri. Arsitektur merupakan keharmonisan antara bentuk, bahan
bangunan dan konstruksi, maka akan tercipta bangunan tersebut apa adanya

Filosofi Zen pada D.T Suzuki Museum


Maria Kencana H.R | 2012.420.057

II PEMBAHASAN
A. Arsitektur Museum D.T Suzuki
D.T Suzuki Museum merupakan salah satu museum karya dari Yosio Tamaguchi
yang mengelaborasi arsitektur modernism Jepang dengan paham Zen yang
diajarkan oleh D.T Suzuki semasa hidupnya. Museum ini dibangun guna
mempelajari paham Zen dan tempat untuk bermeditasi bagi masyarakat Jepang.

Gambar 3.1 D.T Suzuki Museum dan kawasan sekitar

Museum ini dibangun oleh Kanazawa Kota pada tahun 2011 untuk tujuan
memperkenalkan pemahaman dari Daisetsu Suzuki dan menciptakan tempat
untuk meditasi di kawasan tersebut. Perancangan D.T Suzuki Museum berada di
Kyoto, disebabkan D.T Suzuki lahir dan memulai pengajarannyan mengenai
paham Zen berawal pada daerah Kyoto. Beliau banyak membawa pengaruh
positive terhadap pengajaran Zen di Kyoto.
Data Arsitek :
Outline of Facilities
Total floor area
Groundbreaking
Completion
Designed by

Reinforced concrete with a steel skeleton Flat building


and two-story storehouse
631.63m2
October 2010
July 2011
Yoshio Taniguchi, Taniguchi and Associates
www.kanazawa-museum.jp/daisetz

Filosofi Zen pada Arsitektur D.T Suzuki Museum


Maria Kencana H.R | 2012.420.057

Gambar 3.2 Denah D.T Suzuki Museum

Kesederhanaan bentuk dan gubahan masa merupakan daya tarik dari museum
yang mengadopsi gaya arsitektur purism dan cubism. Kesederhanaan
mencerminkan filosofi Zen , selain berfungsi sebagai museum, bangunan ini
difungsikan untuk memberikan ketenangan batin bagi pengunjung.
Museum ini terdiri dari tiga sayap dihubungkan oleh koridor : sebuah Entrance
Wing , Pameran Wing dan kontemplatif Wing , dan tiga kebun : Vestibule
Garden, Water Mirror Garden dan Roji Garden. Pengunjung dapat belajar
tentang filosofi Daisetz Suzuki dan terlibat dalam perenungan sendiri ketika
mereka bergerak melalui sayap dan kebun

Gambar 3.3 Reflecting Water D.T Suzuki Museum

Salah satu ikon yang dikenal masyarakat tentang bangunan ini adalah water
miror garden. Reflecting Garden ini sangat baik dalam merefleksi objek,
bayangan yang terjadi memiliki perbandinngan 1:1 dengan objek nyata. Refleksi
merupakan salah satu filosofi terpenting dalam Zen, manusia harus
merefleksikan dirinya sebelum mencapai jati diri yang sesungguhnya.

Filosofi Zen pada D.T Suzuki Museum


Maria Kencana H.R | 2012.420.057

B. Analogi Ruang

Zen mengajarkan bahwa manusia merupakan salah satu substansi alam dan
akan kembali kepada alam. Bahwa tingkat kebatinan tertinggi adalah berawal
dari kekosongan batin hingga penemuan jati diri yang sebenarnya. Untuk
menggambarkan dan menerapkan poin mengenai Zen , maka dibagi menjadi 2
poin : yaitu Kekosongan (Dark Corridor dan Pencerahan (Light Corridor).
1. Kekosongan (Dark Corridor)

Gambar 3.4 Dark Corridor


Kekosongan batin terdapat ketika manusia memulai akan perjalanan hidupnya
yang belum memiliki jati diri , namun sudah memiliki arah menuju
Hal ini dianalogikan dengan interior ruangan yang minim dengan cahaya dan
bernuansa massive dengan pencahayaan pada lampu led yang terletak pada
lantai.
2. Pencerahan batin(Light Corridor)

Gambar3.5 Light Corridor


Pencerahan batin terjadi setelah manusia mempelajari mengenai paham Zen.
Setelah manusia menemukan pencerahan batin, manusia akan merefleksikan
dirinya
hingga menemukan jati diri yang sebenarnya. Pencerahan batin
dianalogikan dengan hubungan ruang luar dan ruang dalam , pencahayaan yang
terjadi murni pencahayaan alami. Ini sangat contrast dengan suasana yang
terjadi pada Dark Corridor. Pencahayaan tidak menggunakan penerangan
mekanik/ alat bantu, namun dengan menerapkan cahaya alami yang didukung
dengan warna cerah dari material bangunan. Pada gambar dapat diperhatikan
untuk mendukung kesan cerah itu sendiri, arsitek menggunakan unsur cat putih
Filosofi Zen pada Arsitektur D.T Suzuki Museum
Maria Kencana H.R | 2012.420.057

pada cat korridor dan dinding dengan lapisan batu alam warna cream. Sehingga
suasana di luar ruangan menjadi sangat contrast dengan interior ruang dalam.

C. Sequence
Berikut merupakan sequence setiap ruang D.T Suzuki Museum

Gambar 3.6 Entrance Garden


Entrance bangunan memperlihatkan kemurnian dari material bangunan, bahwa
bangunan itu apa adanya. Relasi antara elemen vertikal dan horizontal yang
menunjukkan relasi antara sesama manusia (horizontal) dan dengan sang
pencipta(vertikal). Terdapat jalusi vertikal yang tersusun sehingga membentuk
bidang horizontal menunjukkan relasi antar Pencipta dan manusia harus
seimbang. Entrance bangunan mengandung unsur kesederhanaan bentuk
cubism dan tata budaya Jepang yang menghargai pemilik bangunan dengan
membungkukkan badan ketika sebelum memasuki bangunan, sehingga
entrance bangunan dibuat sederhana dengan ketinggian +/- 3.5 m

Gambar 3.7 Dark Corridor


Koridor ini panjang dan gelap, sengaja dibuat masive dengan bukaan yang
minim Penciptaan suasana gelap dapat terlihat dari penggunaan cat dari
material bangunan, finishing dinding interior digunakan finishing cat hitam,
dengan lantai parket kayu, tidak ada pencahayaan buatan selain untuk
menerangi arah korridor, adapun hanya terdapat 1 bukaan untuk memasukkan
cahaya alami ke dalam bangunan. Ini merupakan untuk merepresentasikan
keheningan, kekosongan batin manusia sebelum mendapatkan pencerahan
dalam Zen. Batin ketika manusia masih mementingkan ego dan belum
menyadari bahwa dirinya merupakan substansial dari alam.

Filosofi Zen pada D.T Suzuki Museum


Maria Kencana H.R | 2012.420.057

Gambar 3.8 Exhibition Space


Exhibition space merupakan lantai mezanine, tempat dipamerkannya karyakarya dari D.T Suzuki beserta ajaran dan pemahamannya mengenai Zen.
Memasuki tempat ini terdapat banyak bukaan yang tidak semasive lorong dark
corridor, pada ruang ini merepresentasikan dimulainya pencerahan mengenai
jati diri manusia, kedekatan substansi diri dengan alam tercermin dari beberapa
bukaan yang memasukkan cahaya alami ke dalam ruangan. Ekspresi bangunan
tetap dibuat apa adanya dengan material-material alam dan warna
monochrome dan elaborasi dari arsitektur purism, tidak ada material yang
dilapisi dengan material lain, namun material itu apa adanya. Dapat terlihat
penggunaan material parket kayu, kaya dan beton ekspose serta jalusi baja,
menunjukkan adanya pelunakan ego dalam diri manusia, tidak murni massive,
namun mulai terdapat transparasi dalam diri manusia.

Gambar 3.9 Learning Space


Learning Space merupakan tempat untuk mempelajari tulisan D.T Suzuki dan
paham Zen. Interior ruang dibuat minim cahaya buatan, yang tidak biasa dari
tempat belajar lainnya yang dipenuhi oleh cahaya. Hal ini disebabkan Zen itu
merupakan sebuah perenungan diri dan batin, lebih ke internal manusia
Siapakah saya? dan tidak ada acuan yang jelas, tidak ada larangan-larangan,
tidak bergantung kitab dan tidak bergantung pada faktor eksternal sosok orang
tertentu. Terdapat bukaan yang cukup lebar dengan view alam, untuk
mendekatkan dan menyadari bahwa manusia merupakan substansi dari alam.
Sehingga aktivitas yang dilakukan pada area learning space membaca
Filosofi Zen pada Arsitektur D.T Suzuki Museum
Maria Kencana H.R | 2012.420.057

beberapa literatur dan kembali merenungkannya pada diri sendiri.

Gambar 3.10 Roji Garden


Roji Garden merupakan salah satu ciri khas dari Zen Garden, biasanya seni
berkebun Roji Garden digunakan pada landscaping kuil-kuil Zen. Dengan
adanya Roji Garden memperkuat filosofi Zen pada substansial alam. Pada
gambar 3.10 terlihat bahwa dinding pagar bangunan dibuat tidak menyatu, hal
itu bertujuan untuk memasukkan alam ke dalam bangunan. Tidak ada batas
yang memisahkan antara bangunan dengan alam, namun
bangunan
diupayakan untuk menjadi substansi alam.

Gambar 3.11 Eksterior Corridor


Koridor yang menghubungkan kepada complative space dibuat menjadi koridor
eksterior yang terbuka dengan alam yang memperlihatkan relasi substansial
antara manusia dengan alam. Tidak seperti dark corridor, Light corridor ini
merupakan sebuah analogi pencerahan dimulai saat manusia menyadari bahwa
dirinya merupakan substansial dari alam, sebelum manusia mencapai
perenungan batin dan meditasi yang lebih tinggi.

Filosofi Zen pada D.T Suzuki Museum


Maria Kencana H.R | 2012.420.057

10

Gambar 3.12 Water Miror Garden


Water Miror Garden merupakan analogi dari ajaran Zen, bahwa melihat sesuatu
itu murni apa adanya. Nirvana tidak ada, dan semua itu berdasarkan pada diri
kita sendiri. Refleksi diri kita merupakan cermin diri kita sesungguhnya. Apa
yang akan terjadi di dimensi selanjutnya ditentukan dari refleksi perbuatan
manusia itu sendiri.

Gambar 3.13 Contemplative Space


Contemplative Space merupakan titik pencerahan tertinggi dari batin manusia,
dimana manusia bermeditasi dan telah mengetahui jati dirinya, bukaan kecil
yang dikelilingi oleh water mirror garden merupakan wujud dari manusia yang
melihat dunia apa adanya, melenyapkan ego dan memiliki kesadaran seluas
alam semesta. Pada gambar terdapat skylight pada atap bangunan,
menggambarkan relasi manusia secara vertikal dengan Sang Pencipta.

Filosofi Zen pada Arsitektur D.T Suzuki Museum


Maria Kencana H.R | 2012.420.057

11

D. Hubungan antara Ruang Luar dan Ruang Dalam


Suasana ruang dalam dan ruang luar dibuat contrast. Pada ruang dalam,
bangunan dibuat massive dan minim oleh pencahayaan, namun sebaliknya
dengan suasana pada ruang eksterior. Pada ruang eksterior dan ruang interior
dihubungkan dengan light corridor.

Gambar 3.14 Eksterior DT.Suzuki


Museum

Gambar 3.15
Museum

Interior

DT.Suzuki

Gambar 3.16 Selasar penghubung


E. Material
Material pada bangunan D.T Suzuki menggunakan material dari alam, batubatuan , beton dan baja. Semua material itu tidak dilapisi dengan sesuatu
sehingga terlihat purism yang merupakan salah satu ajaran dari Zen.

Gambar 3.17 Material Kayu


Penggunaan material kayu terdapat pada penggunaan lantai interior ruangan
dan pintu kayu ruang meditasi. Penggunaan material kayu menciptakan nuansa
hangat dan merupakan bagian dari arsitektur tradisional Jepang, penggunaan
material kayu sebagai upaya untuk mengelaborasi anatara era museum ini
dibangun dengan budaya tradisional Jepang saat era Zen dipopulerkan di

Filosofi Zen pada D.T Suzuki Museum


Maria Kencana H.R | 2012.420.057

12

Jepang.

Gambar 3.18 Material Fabrikasi


Penggunaan material fabrikasi digunakanan pada fasad bangunan. Material
fabrikasi yang digunakan adalaha panel beton ekspose modular dan tiang-tiang
jalusi baja. Penggunaan material fabrikasi ini mencerminkan era arsitektur
modern di Jepang.
F. Ekspresi
Ekspresi bangunan dibuat sangat sederhana, yang merupakan bentuk dari
cubism, menitikberatkan pada kesederhanaan sesuatu. Pada bangunan terdapat
cubism secara horizontal dan cubism secara vertical, yang terlihat sangat
contrast.

Gambar 3.19 Orientasi secara horizontal

Gambar 3.20 Orientasi secara


vertical
Cubism secara horizontal terdapat pada masa bangunan dimana sequence pada
bangunan dianalogikan sebagai pergumulan batin manusia untuk menuju suatu
titik pencapaian batin tertinggi. Tinggi bangunan dibuat mini dan berorientasi
secara horizontal dimaksudkan sebagai wujud kerendahan hati manusia,
bagaimana manusia berelasi dengan sesama manusia dan relasi anatara
substansi alam lainnya..
Orientasi cubism secara vertikal terdapat pada ruang meditasi utama. Meditasi
dalam Zen merupakan wujud pencapaian kekosongan batin tertinggi hingga
manusia mengetahui jati diri yang sebenarnya. Pada saat meditasi ini merupakan
saat dimana manusia memiliki relasi secara vertikal terhadap Pencipta.
Filosofi Zen pada Arsitektur D.T Suzuki Museum
Maria Kencana H.R | 2012.420.057

13

Pembangunan Museum ini menggunakan style modernism, disebabkan


arsitektur Jepang sangat menghargai masa dimana bangunan tersebut lahir.
Meskipun Zen berkaitan dengan kepercayaan dan kebuyaan tradisional Jepang,
namun bangunan ini lahir pada era modenism. Sehingga bangunan ini dirancang
dengan style arsitektur modern purism dan cubism namun tetap mengandung
unsur arsitektur tradisional Jepang. Arsitektur cubism dan purism juga
merupakan bagian dari paham Zen, bahwa bentuk itu adalah sementara.
Hubungan bangunan dengan alam terlihat bahwa bangunan merupakan
substansial dari alam.

Filosofi Zen pada D.T Suzuki Museum


Maria Kencana H.R | 2012.420.057

14

IV. KESIMPULAN
Bangunan D.T Suzuki Museum dipengaruhi oleh filosofi Zen. Bangunan
dianalogikan sebagai substansi dari alam semesta, yang tidak ada batas
pemisah antara bangunan dengan alam semesta. Penerapan paham wu-wei
bahwa harmonisasi serta penghormatan bangunan dengan alam diterapkan
dalam bangunan . Sequence ruang, kontras yang terjadi antara ruang luar dan
dalam, dan nuansa ketenangan batin yang merupakan konsepsi Zen ,
terelaborasi ke dalam bangunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bangunan
ini dipengaruhi oleh arsitektur modern Jepang dan nilai-nilai dalam Zen.
Dengan mempelajari arsitektur bangunan D.T Suzuki Museum kita dapat
menyadari bahwa arsitektur merupakan salah satu bagian dari substansial alam,
bahwa arsitektur tidak dapat dipisahkan dari alam. Ekspresi, material dan
sequence dalam bangunan merupakan suatu nyawa penting untuk mewujudkan
jati diri bangunan tersebut. Hal terpenting adalah dampak yang ditimbulkan
dengan adanya bangunan terhadap alam, karena semua akan kembali kepada
alam.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan penulis mengenai materi Zen
dan Arsitektur D.T Suzuki yang menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya
banyak kekurangan dan kelemahan yang terdapat dalam tulisan ini. Penulis
banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik saran
yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis.

Acuan
Souyb , Joesoef. (1996). Agama-agama Besar di Dunia.
Jakarta: Pt Al Husna ZIkra.
Huston, Smith. (2001). Agama-agama Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Low, Albert. (2000). Zen and The Sutra.


Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
Sekkei. (2003). Harada.Hakikat Zen.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
D.T Suzuki Documentary
www.kanazawa-museum.jp
http://tamandharma.com

Filosofi Zen pada Arsitektur D.T Suzuki Museum


Maria Kencana H.R | 2012.420.057

15

Anda mungkin juga menyukai