Anda di halaman 1dari 12

, Vol 17, No.

1, April 2016
ISSN: 1411-3775 E-ISSN: 2548-4729
http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/esensia

FILSAFAH NUSANTARA SEBAGAI JALAN KETIGA


ANTARA FALSAFAH BARAT DAN FALSAFAH TIMUR

Ahmad Sulton
Institut Agama Islam Negeri Salatiga
achemad.sulthon@gmail.com

Abstract
This study is started from the unique phenomena-phenomena shared by most people Nusantara. There are various tendencies
some communities in Nusantara: Besides advanced in creating and linking entities with new things, on the other turned out
to the Nusantara are also less confident in the ability of his own people. Nusantara people prefer to goods made in foreign
than itself production country. Not to mention the problem of ideology, education and other issues refern to foreign. This
paper provides an other alternative knowledge related studies philosophy that not only Western philosophy and Eastern
philosophy and prove the existence of the philosophy of Nusantara from document finded. This paper has concluded that
there is a philosophical thoughts expressed by philosopher of Nusantara line with questions theris or not philosophy of
Nusantara. It proved to be good based on the principle of identity or a perspective of human nature.

Abstrak
Penelitian ini berawal dari fenomena-fenomena unik yang dimiliki oleh sebagian masyarakat Nusantara. Ada berbagai
kecenderungan sebagian masyarakat Nusantara: Selain mahir dalam menciptakan dan mengaitkan entitas dengan hal
baru, di sisi lain ternyata orang Nusantara juga kurang percaya diri terhadap kemampuan bangsanya sendiri. Orang
Nusantara lebih suka barang-barang buatan luar negeri daripada hasil produksi bangsannya sendiri. Belum lagi masalah
ideologi, pendidikan dan persoalan lain mengkiblat ke luar negeri. Tulisan ini memberikan perbendaharan pengetahuan
dan alternatif lain terkait kajian falsafah yang tidak hanya falsafat Barat dan falsafah Timur dan membuktikan eksistensi
falsafah Nusantara dari data-data yang tertemukan. Tulisan ini memiliki kesimpulan bahwa terdapat pemikiran-pemikiran
filosofis yang dikemukakan oleh filsuf Nusantara sejalan dengan pertanyaan ada-tidak falsafah Nusantara. Hal ini
terbukti baik berdasarkan prinsip identitas ataupun berdasarkan sudut pandang hakikat kemanusiaan.
Kata Kunci: filsafat Timur, Filsafat Barat dna Filsafat Nusantara

Pendahuluan pada bagaimana pembaca bisa ikut bergerak untuk


Mengawali tulisan sederhana ini, penulis mencari kemudian berbangga hati pada identitas
mengutip pernyataan dari seorang sahabat di bangsanya sendiri. Namun, pertanyaannya
Facebook yang kata-katanya seperti ini “Seiring kemudian adalah bagaimana identitas bangsa ini?
berjalannya waktu, semakin saya sadari banyak Untuk melacak akar filosofis Indonesia sebagai
hal penting yang terlupakan. Ia begitu dekat. Dan identitas bangsa ini bukanlah perkara gampang,
anehnya, letaknya yang dekat menjadikan saya terlebih bila ditinjau dari sisi historis. Sebab, selain
malu dan berusaha melupakannya”. Kata-kata membutuhkan berbagai sumber rujukan yang valid
itu seperti tamparan keras yang penulis rasakan juga wajib menyertakan analisis yang mendalam
dan pasti juga pembaca apabila membaca tulisan terkait keabsahannya.
tersebut. Bagi penulis, kalimat itu tidak sekedar Menurut catatan penulis, ada berbagai
sebuah ungkapan kegamangan melainkan lebih kecenderungan unik yang dimiliki oleh sebagaian

17
FILSAFAH NUSANTARA SEBAGAI JALAN KETIGA ANTARA FALSAFAH BARAT DAN FALSAFAH TIMUR

besar orang Indonesia. Selain mahir dalam Barat dan falsafah Timur, ada baiknya terlebih
menciptakan dan mengaitkan entitas dengan hal dahulu mengetahui arti dan isi filsafat itu sendiri
baru, di sisi lain ternyata orang Indonesia juga gensi sebagai bahan ref leksi awal yang kemudian
untuk tidak menyebut malu terhadap kemampuan dijadikan sebagai pondasi yang kokoh untuk
bangsanya sendiri. Hal ini disebabkan oleh banyak memahami falsafah Nusantara. Sebenarnya telah
faktor, salah satunya adalah ketidaktahuan atas banyak buku yang menulis tentang arti dan isi
jati diri bangsa ini. Padahal, jati diri merupakan falsafah, tetapi agar tidak terjadi salah paham,
sesuatu yang sangat penting, sebab tanpa ada jati penulis akan menyinggung pengertian falsafah
diri seseorang tidak mungkin mengetahuai ke-Aku- dalam versi pemahaman penulis.
annya. Maka jangan heran ketika orang Indonesia Padanan kata filsafat dalam bahasa Inggris
lebih suka barang-barang buatan luar negeri adalah philosophy, atau falsafah dalam bahasa Arab.
daripada hasil produksi bangsannya sendiri. Belum Agaknya, kata fil (dalam filsafat) mengambil akar
lagi masalah ideologi, pendidikan dan persoalan kata dalam bahasa Inggris (philosophy ), sedangkan
lain mengkiblat ke luar negeri. safat berasal dari falsafah. Seluruh kata tersebut
Setiap bangsa tercipta dari tempaan budaya merujuk pada gabungan dua kata dari bahasa
dan keadaan sosial serta falsafah hidup yang Yunani: phillo dan shofia, namun ada juga pendapat
berbeda. Lalu seperti apakah filsafat bangsa kita? yang mengatakan berasal dari gabungan kata:
Sedangkan kita lebih mengenal pikiran-pikiran phillein dan shofia. Phillo atau phillein diartikan
Antonio Gramsci daripada Tan Malaka, pemikiran sebagai love, hubb, atau cinta. Sedangkan shofia
Fromm daripada Ki Hadjar Dewantara, pemikiran- memiliki makna kebijakan, wisdom, hikmah, atau
pemikiran Karl Marx daripada Sukarno dan sering juga dipahami dengan arti kebenaran, truth,
lebih suka mengenal Genghis Khan ketimbang atau haq. Dengan demikian, bila kedua kata tersebut
Gajah Mada. Dan yang sampai detik ini menjadi dirangkai, menjadi phillo-shofia atau philosophy,
pertanyaan dibenak penulis, apakah pemikiran dapat diartikan sebagai cinta kebijaksanaan, love
para tokoh besar seperti Tan Malaka Ki Hadjar of wisdom, hubb al-hikmah, atau cinta kebenaran,
Dewantara dan Sukarno, nyaris sepenuhnya love of truth, hubb al-haq.1 Arti secara etimologis
dipengaruhi oleh gaya pemikiran tokoh Barat? ini mempunyai latar belakang yang muncul
Bukanlah setiap orang memiliki epistema dari pendirian Socrates, beberapa abad SM.
pemikiran masing-masing? Maksudnya, tidaklah Socrates berkata bahwa manusia tidak berhak atas
mereka berangkat dari pijakan Filsafat Nusantara kebijaksanaan, karena keterbatasan kemampuan
sendiri? Tidak bisa dipungkiri memang gaya yang dimilikinya. Terhadap kebijaksanaan, manusia
pemikiran mereka yang tertuang dalam karya hanya berhak untuk mencintainya. Pendirian
besar mereka sedikit banyak dipengaruhi oleh Socrates tersebut sekaligus menunjukkan sikap
para tokoh besar dunia. Oleh karena itu bertolak kritiknya kepada kaum Sophis yang mengaku
dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka penulis memiliki kebijaksanaan.2
akan mencoba untuk meraba meskipun hanya 1
Lihat Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan
sebatas kulit luarnya saja melalui tulisan sederhana Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern (Yogyakarta:
ini. Rajawali Press, 2013), 12. Bandingkan dengan Suparlan
Suhartono, Filsafat Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008),
37
2
Lihat Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan (Yogyakarta:
Arti dan Isi Filsafat: Sebuah Refleksi Awal Ar-Ruzz Media, 2008), 37. Namun, pendapat ini berlawanan
dengan Ali Mudhofir yang menyatakan bahwa menurut sejarah,
Sebelum masuk kepada pembahasan falsafah
Pythagoras (572-497) adalah orang yang pertama kali memakai
NUsantara sebagai jalan ketiga antara falsafah kata philosophia. Ketika beliau ditanya apakah ia sebagai orang yang

18 , Vol 17, No. 1, April 2016


Ahmad Sulton

Istilah cinta menggambarkan adanya aksi yang melakukan kegiatan pikir, tapi tidak semua orang
didukung oleh dua pihak. Pihak pertama berperan disebut filsuf. Hal itu disebabkan oleh ciri atau
sebagai subjek cinta dan pihak kedua berperan karakteristik berpikir falsafi memang berbeda
sebagai objek yang dicinta. Adapun aksi atau dengan berpikir pada umumnya. Karakteristik
tindakan itu didorong oleh suatu kecenderungan berpikir falsafi adalah rasional (logis)4, radikal5,
subjek untuk menyatu dengan objek. Untuk bisa sistematis6, dan universal7.
menyatu dengan objek, subjek harus mengetahui Selain titik tolak untuk mengerti dan memahami
sifat atau hakikat objek. Jadi pengetahuan falsafah dari tinjauan etimologis atau asal-usul
mengenai objek menentukan penyatuan subjek kata sebagaimana yang diuraikan di atas, dalam
dengan objek. Semakin mendalam pengetahuan tulisan ini juga akan diuraikan tinjauan yang lain.
subjek, semakin kuat penyatuannya dengan objek. Mengingat falsafah merupakan ilmu pengetahuan
Sedangkan istilah kebijaksanaan menggambarkan yang paling luas cakupannya. Menurut Tim Dosen
pengetahuan yang sebenarnya tentang bijaksana. Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM mengartikan
Kebijaksanaan berarti hakikat perbuatan bijaksana. falsafah sebagai berikut: Falsafah Sebagai Suatu
Perbuatan bijaksana dikenal sebagai bersifat benar,
baik, dan adil. Perbuatan demikian dilahirkan
dari dorongan kemauan yang kuat, menurut
keputusan perenungan akal pikiran, dan atas
pertimbangan perasaan yang dalam.3 Jadi, dari
pendekatan etimologis dapat diambil kesimpulan
bahwa falsafah memiliki arti cinta yang mendalam
terhadap kebenaran dan kebaikan yang dijadikan
sebagai akar seluruh pengetahuan manusia.
Dalam tulisan ini lebih banyak digunakan 4
Menurut hemat penulis, rasional berarti aktifitas berpikir
itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga
kata falsafah daripada filsafat. Hal ini agar tidak terjangkau oleh penalaran manusia. Dinamakan berpikir rasional
terjadi kesimpangsiuran penggunaan istilah, itu biasanya terdapat hubungan sebab akibat dan kegiatan berpikir
walaupun kalau disebut kata falsafah dapat tersebut takaran atau ukurannya adalah rasio manusia bukan yang
lain. Sebagai contoh adalah keberadaan Tuhan sang pencipta alam
pula dimaksudkan dengan filsafat. Orang yang jagad raya ini sebagai sebab adanya alam jagad raya. Bandingkan
berfalsafah disebut dengan filosofis atau filsuf, dengan Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan
sedangkan karakternya disebut dengan filosofis Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012), 3
5
Radikal adalah aktifitas berpikir yang tuntas dan mendalam
atau falsafi. Dalam penyelidikan diberbagai literatur sampai ke akar-akarnya. Ciri dari berpikir radikal yaitu kegiatan
yang penulis temukan baik dari buku, jurnal, berpikir itu terus menerus dilakuan dan tidak berhenti sampai
makalah tentang filsafat dapat ditarik benang tidak ditemukan jawaban atas pertanyaan yang muncul.
6
Sistematis merupakan proses yang digunakan dalam
merah bahwa filsafat adalah berpikir. Namun kegiatan pikir itu menggunakan prosedur atau langkah-langkah
tidak semua aktifitas berpikir ini dikatakan filsafat. tertentu yang bersifat logis. Aktifitas berpikir tersebut runtut mulai
sejak awal sampai proses akhir.
Berpikir di sini dibedakan dengan istilah umum, 7
Universal memiliki arti bahwa produk dari proses berpikir
karena pada umumnya semua orang tentulah tersebut berlaku umum di belahan dunia manapun. Keberlakuan
Universalitas itu bukan hanya di tempat para filsuf itu dilahirkan,
bijaksana, maka Pythagoras dengan rendah hati menyebut dirinya misalnya, Auguste Comte yang notabene berasal dari perancis,
sebagai philosophos, yakni pecinta kebijaksanaan (lover of wisdom). pemikiran comte tidak hanya berlaku di Eropa khususnya negara
Lihat Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu: Prancis namun, produk pemikiran comte itu juga berlaku di negara-
Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta: Liberty, negara di luar Eropa termasuk negara Indonesia. Universalitas
2010), 18 merupakan sesuatu yang paling dicita-cita oleh filsafat terutama
3
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat filsafat Barat Modern. Bandingan dengan F. Budi Hardiman,
Ilmu, 38 Filsafat Modern:

, Vol 17, No. 1, April 2016 19


FILSAFAH NUSANTARA SEBAGAI JALAN KETIGA ANTARA FALSAFAH BARAT DAN FALSAFAH TIMUR

Sikap8, Falsafah Sebagai Suatu Metode9, Falsafah Makna Istilah12, Falsafah Sebagai Usaha untuk
Sebagai Kelompok Persoalan10, Falsafah Sebagai Memperoleh Pandangan yang Menyeluruh13
Teori Atau Sistem Pemikiran11, Falsafah Sebagai
Analisis Logis tentang Bahasa dan Penjelasan
Sejarah Kelahiran Falsafah dan Semangat
yang Menjiwainya
Ditinjau dari segi sejarah kelahiran, falsafah
yang sangat populer dewasa ini di Nusantara
merupakan pemberontakan terhadap cara berpikir
kuno di Yunani Purba kira-kira abad 26 SM. Cara
berpikir kuno yang dimaksud adalah cara berpikir
yang menempatkan mitos sebagai acuan (sumber)
berpikir dan diterima sebagai ukuran kebenaran
8
Falsafah adalah suatu sikap terhadap kehidupan dan alam bahkan keberadaan dirinya sendiri. Dengan
semesta. Bila seseorang dalam keadaan krisis atau menghadapi
problem yang sulit, maka kepadanya dapat diajukan pertanyaan
demikian, dasar kebenaran akan segala sesuatu
bagaimana Anda menanggapi keadaan semacam itu? Bentuk bukan terletak pada diri manusia sendiri sebagai
pertanyaan semacam itu membutuhkan jawaban secara filosofis. makhluk yang berpikir dan dengannya mencari
Problem-problem tersebut ditinjau secara luas, tenang, dan
mendalam. Tanggapan semacam itu menimbulkan sikap tahu melalui kemampuan manusiawi yang ada
ketenangan, keseimbangan pribadi, mengendalikan diri, dan di dalam dirinya. Cara berpikir demikian dinilai
tidak emosional. Lihat Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat lemah karena mengandalkan keyakinan, tidak
UGM, Filsafat Ilmu: Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan
(Yogyakarta: Liberty, 2010), 19 bersifat kritis, dan tidak membuka kemungkinan
9
Falsafah sebagai metode artinya sebagai cara berpikir tafsir lain yang sebenarnya dapat mengantarkan
secara reflektif, penyelidikan yang menggunakan alasan, berpikir
pada level kebenaran yang lebih tinggi dari yang
secara hati-hati dan teliti. Falsafah berusaha untuk memikirkan
seluruh pengalaman manusia secara mendalam dan jelas. Metode sudah ada dan yang sudah berlaku sekalipun.
berpikir semacam ini bersifat inclusive (mencangkup secara luas)
Pemberontakan intelektual yang dilanjutkan
dan synoptic (secara garis besar), oleh karena itu berbeda dengan
metode pemikiran yang dilakukan oleh ilmu-ilmu khusus. Lihat dengan penolakan terhadap penjelasan yang bersifat
Ibid mitologis diakui menjadi tonggak perubahan
10
Pertanyaan-pertanyaan falsafi jelas berbeda dengan
non-falsafi. Pertanyaan-pertanyaan non-falsafi bertalian dengan
berpikir Yunani Kuno yang berdampak sangat
hal-hal tertentu, khusus, terikat oleh ruang dan waktu, sehingga
12
jawabannya dapat secara langsung diberikan pada saat itu juga, Kebanyakan filsuf memakai metode analisis untuk
misalnya, berapa IPK yang Anda capai dalam semester lalu?, menjelaskan arti suatu istilah dan pemakaian bahasa. Beberapa
dimana Anda tinggal?. Berbeda dengan pertanyaan falsafi filsuf mengatakan bahwa analisis tentang arti bahasa merupakan
seperti: Apakah manusia mempunyai kehendak bebas untuk tugas pokok falsafah dan tugas analisis konsep sebagai satu-satunya
menentukan nasibnya sendiri atau sudah ditentukan oleh Tuhan?, fungsi falsafah. Para filsuf analitika seperti G.E. Moore, B. Russell,
pertanyaan semacam itu tidak mudah untuk dijawab, sebab akan L. Wittgenstein, G. Ryle, J.L. Austin dan lainnya berpendapat
menimbulkan pertanyaan susulan terus menerus. Seorang filsuf bahwa tujuan filsafat adalah menyingkirkan kekaburan-kekaburan
memiliki wewenang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan cara menjelaskan arti istilah atau ungkapan yang dipakai
dengan mengajukan argumentasi yang logis. Lihat Ibid, 19-20 dalam ilmu pengetahuan dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
11
Sejarah filsafat diwarnai oleh pemunculan teori-teori Mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan laboratorium para
atau sistem-sistem pemikiran yang terlekat pada nama-nama filsuf, yaitu tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide. Lihat
filsuf besar seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Ibid
13
Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Rene Descartes, Spinoza, Hegel, Karl Falsafah mencoba menggabungkan kesimpulan-kesimpulan
Marx, August Comte, Nietzsche dan lain-lain. Teori atau sistem dari berbagai ilmu dan pengalaman manusia menjadi satu
pemikiran filosofis itu dimunculkan oleh masing-masing filsuf pandangan dunia yang konsisten. Para filsuf berhasrat meninjau
untuk menjawab masalah-masalah seperti yang telah dikemukakan kehidupan tidak dengan sudut pandangan yang khusus sebagaimana
di atas. Besar kadar subjektivitas seorang filsuf dalam menjawab dilakukan oleh ilmuwan. Para filsuf memakai pandangan yang
masalah-masalah itu menjadikan kita sulit untuk menentukan teori menyeluruh terhadap kehidupan sebagai suatu totalitas. Lihat Ibid,
atau sistem pemikiran yang baku dalam filsafat. Lihat Ibid, 20 21

20 , Vol 17, No. 1, April 2016


Ahmad Sulton

besar kepada peradaban Barat secara keseluruhan. masa modern, mulai abad ke-17 yang dipopuler
Dengan tumbangnya dominasi mythos atas dengan sebutan Renaissance (kelahiran kembali),
kenyataan hidup sehari-hari memunculkan manusia kembali “ditemukan” sampai akhirnya
paradigma berpikir baru yang bertumpu pada persoalan bergeser lagi pada abad ke-20 ini kepada
pengamatan dan penalaran logis yang bersifat persoalan yang tidak dapat dilepaskan dari seluruh
filosofis selanjutnya disebut logos (kata, tuturan, keberadaan manusia, yakni mempersoalkan
bahasa maupun juga rasio). Dengan demikian, bahasa-khususnya dalam filsafat bahasa atau
logos melampaui rasio atau akal budi tetapi tidak analisis bahasa.
terlepas darinya.14
Maksud dari penalaran filosofis di atas adalah
Filsafat Barat vs Filsafat Timur
bahwa terhadap hasil pengamatannya sejumlah
orang-orang Yunani berusaha menemukan apa Dalam judul di atas, penulis bukan bermaksud
yang dinamakan dengan arkhe’ atau asas; prinsip untuk mempertentang secara tajam antara
dasar; sesuatu yang hakiki di balik penampakan falsafah Barat dan falsafah Timur, meskipun pada
suatu benda melalui akal budinya sendiri.15 Untuk kenyataannya orang sering memperlawankan
berpikir demikian, sudah barang tentu diperlukan keduanya. Kata versus (vs) penulis gunakan untuk
kemampuan melakukan abstraksi pada diri yang membedakan secara tegas anatara falsafah Barat
bersangkutan dan dengan itu kecenderungan dan falsafah Timur. Klasifikasi falsafah Barat dan
untuk menghasilkan pemikiran yang spekulatif, falsafah Timur juga bukan satu-satunya pembagian
tak terbatas, melampaui yang fisik atau yang falsafah, ada juga di kalangan akademisi yang
nampak. menggelompokan falsafah berdasarkan latar
belakang agama dibagi menjadi falsafah Islam,
Perkembangan terakhir filsafat Barat
falsafah Buddha, falsafah Hindu dan falsafah
menunjukk an kecenderungan yang jauh
Kristen. Berdasarkan spesifikasi kajian, falsafah
berbeda dibandingkan tahapan-tahapan yang
juga dikelompokkan menjadi falsafah Agama,
mendahuluinya. Jika di masa Yunani perhatian
falsafah Hukum, falsafah Pendidikan, falsafah
lebih tertuju pada persoalan bahan dasar alam
Ekonomi, falsafah Politik dan lain sebagainya.
semesta (kosmologi, kosmosentris)16, sejak masa
Socrates, terutama, perhatian besar diberikan Falsafah Barat merupakan tradisi falsafi yang
kepada manusia (antroposentris)17, menggantikan berkembang di Eropa seperti Yunani, Jerman,
alam (kosmos). Pergeseran perhatian filsuf lagi- Perancis, Inggris, Italia, Polandia dan negara-negara
lagi terjadi di Abad Pertengahan ketika gereja Eropa Barat lainnya dan sebagian di Amerika.
menunjukkan dominasinya atas kehidupan. Pada Salah satu karakteristik atau ciri khas dari falsafah
saat itu manusia, yang semula menduduki posisi Barat adalah sekularisasi antara agama dan
sentral sebagai pusat dunia, digantikan oleh falsafah. Meskipun harus diakui bahwa hubungan
kemahakuasaan Tuhan (teosentris, teologis) atas anatara agama dan falsafah mengalami pasang
semua yang ada, termasuk diri manusia.18 Pada surut. Pada Abad Pertengahan, misalnya dunia
Barat didominasi oleh dogmatisme gereja (agama),
14
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani: Dari Thales Sampai tetapi abad modern seakan terjadi pembalasan
Aristoteles (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 16-18 yang besar-besaran akibatnya agama tidak memiliki
15
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani: 26-32
16
Wilhelm Windelband, A History of Philosophy: Greek, Roman, makna apa-apa dalam area refleksi pengetahuan
and Medieval (New York: Harper & Brothers Publishers, 1958), Barat.
27-65
17
Wilhelm Windelband, A History of Philosophy: 66-98
18
Wilhelm Windelband, A History of Philosophy: 210-262

, Vol 17, No. 1, April 2016 21


FILSAFAH NUSANTARA SEBAGAI JALAN KETIGA ANTARA FALSAFAH BARAT DAN FALSAFAH TIMUR

Sementara itu, falsafah Timur adalah tradisi argumennya, ia mengajukan, kasus Abdus Salam
falsafi yang terutama berkembang di Asia, dan Stevenweinberg, dua fisikawan yang berbagi
khususnya di India, Republik Rakyat China, hadiah Nobel tahun 1976 dalam bidang fisika
negara-negara Islam di Timur Tengah, dan daerah- karena keduanya telah berhasil menyatukan
daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. kekuatan-kekuatan lemah elektro-magnetik yang
Salah satu ciri khas falsafah Timur yaitu dekatnya ada pada alam, padahal yang satu (Abdus Salam)
hubungan falsafah dan agama. Meskipun hal ini beragama Islam dan yang lain (Stevenweinberg)
kurang lebih juga bisa dikatakan sama dengan terus terang mengakui ateis.20
falsafah Barat, terutama di Abad Pertengahan. Apakah betul bahwa ilmu itu benar-benar
Falsafah Timur memiliki karakter yang sangat objektif sehingga tidak mungkin terjadi perbedaan
kuat, yaitu memperlihatkan ciri kerohanian atau fundamental antara satu sistem epistemologi
spiritualitas. Selanjutnya dalam pembahasan yang falsafah dengan yang lainnya? Ternyata tidak
berkaitan dengan falsafah Timur akan lebih banyak semua ilmuwan dan filsuf ilmu sependapat
menggunakan falsafah Islam. dengan kelompok yang pertama. Holmes Rolston
Di kalangan kaum intelektual Muslim, ada III, seorang profesor filsafat di Colorado State
yang meniadakan perbedaan antara falsafah University yang mendapat gelar di bidang fisika dan
Barat dan falsafah Timur, tetapi ada juga yang matematika, misalnya, menyatakan dalam bukunya
membedakannya. Bagi kelompok yang menafikan Science and Religion: A Critical Survey, menyatakan
perbedaan menyatakan bahwa falsafah bersifat bahwa “seorang peneliti akan terwarnai oleh apa
objektif, sehingga perbedaan antara falsafah Barat yang mereka teliti atau paling tidak menyumbang
dan Timur adalah semu. Menurut mereka, falsafah skema konseptual yang menyaring apa yang mereka
juga bersifat universal, sehingga bisa berlaku sama ketahui.”21
di mana saja, baik di Barat maupun di Timur. Memang diakui oleh Rolston bahwa dalam
Sedangkan bagi kelompok yang membenarkan pengetahuan alam, subjektivitas dapat terus
adanya perbedaan fundamental antara epistemologi ditekan. Namun, bahkan di sini pun, dengan
falsafah Barat dan Timur tidak bisa sama sekali berkembangnya kecanggihan ilmiah, kita jatuh
terlepas dari subjektif sang ilmuwan, dan karena dalam paradoks. Semakin jauh kita mencoba
itu falsafah tidak bisa dikatakan objektif, bebas memasuki komponen akhir dari materi, semakin
nilai, dan universal.19 kita tidak bisa melepaskan diri dari subjektivitas.
Salah seorang pendukung pendapat yang Begitu kita bergeser dari lingkup (dunia) kita
berpandangan bahwa falsafah itu bebas nilai dan sehari-hari, dan mencobah menelaah partikel-
bersifat universal dan juga menolak islamisasi ilmu pertikel sub-atomik yang sangat kecil atau black
adalah Parvez Hoodbhoy, seorang fisikawan muda holes yang sangat luas, atau akibat-akibat relativistik
yang cukup dikenal di Universitas Quadiazam, konter-intuitif, observasi kita menjadi sarat teori.
di Pakistan. Dalam bukunya Islam and Science, Akhirnya, Rolston menyimpulkan bahwa (bahkan)
Hoodbhoy menyatakan bahwa “tidak ada yang fisika, kimia, dan astronomi, tiga bidang yang
disebut ilmu islami (Timur), dan semua usaha dipandang paling objektif, tidak bisa lari dari
untuk mengislamkan ilmu akan mengalami subjektivitas.22
kegagalan.” Alasannya tentu saja universalitas
dan objektivitas ilmu. Untuk memperkuat 20
Parvez Hoodbhoy, Islam and Science: Religious Orthodoxy and
the Battle for Rationality (London: Zedf Books Ltd., 1991), 78.
21
Holmes Rolston III, Science and Religion: A Critical Survey
19
Mulyadhi Kartanegara, Mengislamkan Nalar: Sebuah Respon (Philadelphia: Temple University Press, 1987), 33
22
Terhadap Modernitas (Jakarta: Erlangga, 2007), 3 Holmes Rolston III, Science and

22 , Vol 17, No. 1, April 2016


Ahmad Sulton

Kalau subjektivitas begitu sulit dilucuti, maka nonempiris, dan meragukan status ilmiah dari
objektivitas ilmu dan nilai universalnya tentu agak ilmu-ilmu yang menjadikan objek-objek tersebut
sulit untuk dipertahankan, karena ternyata teori- sebagai objek formalnya.
teori ilmu sangat dipengaruhi oleh subjek yang Sementara itu, ilmuwan-ilmuwan Muslim
menelitinya. Dan kalau subjektivitas merupakan terutama yang klasik memberi jawaban yang
bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah teori berbeda terhadap pertanyaan di atas. Menurut
ilmiah, maka terjadi perbedaan teori ilmu, seperti mereka kita dapat mengetahui bukan hanya benda-
antara epistemologi Barat dan Timur, merupakan benda inderawi (sensibles, mahsusat), tetapi juga
sesuatu yang mungkin, bahkan barangkali sesuatu substansi-substansi spiritual (intellegibles, ma’qulat),
yang tidak bisa dihindari lagi. Hal ini senada yaitu entitas-entitas yang berada di luar dunia
dengan Mulyadhi Kartanegara yang membenarkan inderawi, yang hanya dapat diketahui melalui
adanya perbedaan fundamental epistemologi akal secara infrensial, atau melalui intuisi secara
Barat dan Timur. Untuk membuktikan perbedaan langsung atau presensial. Dengan kata lain, kita
tersebut, Mulyadhi melihat dari dua persoalan bisa mengetahui bukan saja alam fisik tetapi juga
epistemologi utama: “ Apa yang dapat kita metafisik. Dan seperti juga terhadap objek-objek
ketahui?” dan “Bagaimana mengetahuinya?” Atau ilmu-ilmu fisik. Ilmuwan-ilmuwan Muslim juga
dengan kata lain menyangkut ruang lingkup dan mengakui status ontologis entitas-entitas metafisik.
metode ilmiah.23 Bagi mereka, entitas-entitas metafisik sama riilnya
Mulyadhi memulai pendapat dengan seperti benda-benda fisik. Bahkan, sebagian
mengemukakan ruang lingkup atau klasifikasi ilmu. mereka memandang yang pertama (metafisik) lebih
Ilmu pengetahuan (sains) Barat modern membatasi hakiki daripada yang terakhir (fisik).25
lingkup dirinya hanya pada hal-hal yang bersifat Disamping perbedaan mendasar antara
inderawi (sensibles, mahsusat) yaitu dunia yang dapat Barat dan Timur (Islam) dalam hal lingkup ilmu
diobservasi oleh panca indra. Henry Margenau, pengetahuan, Mulyadhi juga melanjutkan dengan
seorang fisikawan, guru dan juga penasihat mengemukakan perbedaan yang berkaitan dengan
pemerintah Amerika dan industri, dalam bukunya metode yang digunakan diantara Barat dan
The Scientist, membatasi ruang operasi ilmu pada Timur. Menurut para ilmuwan Muslim, manusia
apa yang disebut sebagai observable fact, suatu dunia memiliki tiga sumber atau “alat” untuk menangkap
pengalaman terbatas yang hanya mengizinkan realitas: panca indra, akal dan intuisi (meliputi
pencerapan-pencerapan yang kita terima secara wahyu). Sementara di sisi lain, para ilmuwan Barat
langsung melalui indera, ditambah dengan proses khususnya modern pada dasarnya hanya mengakui
murni logika untuk memilih, memutuskan dan satu sumber saja yaitu indra. Dengan hanya
memberikan penalaran.24 Pandangan seperti itu mengakui indra, ilmuwan Barat mengembangkan
didasarkan pada positivisme, sebuah aliran falsafah hanya satu metode penelitian saja, yaitu metode
yang hanya mengakui keberadaan hal-hal yang observasi, atau eksperimen indrawi.26 Metode
dapat diobservasi dan dibuktikan secara positif- observasi ini memang terus dikembangkan sampai
empiris. Hal-hal yang tidak dapat diakui secara tingkat yang sangat canggih, tetapi semuanya
positif mereka tolak sebagai tidak nyata (unreal). tetap bermuara pada pencerapan inderawi (sense
Mereka menolak status ontologis objek-objek perception). Akal, dalam bentuk proses penalaran,
23
memang digunakan, tetapi hanya untuk memilih,
Mulyadhi Kartanegara, Mengislamkan Nalar: Sebuah Respon
25
terhadap Modernitas (Jakarta: Erlangga, 2007), 4 Mulyadhi Kartanegara, Mengislamkan.., 5-6
24 26
Henr y Margenau, The Scientist (New York: Time Ziauddin Sardar, Explorations in Islamic Science (New York:
Incorporated, 1964), 54 SUNY, 1989)

, Vol 17, No. 1, April 2016 23


FILSAFAH NUSANTARA SEBAGAI JALAN KETIGA ANTARA FALSAFAH BARAT DAN FALSAFAH TIMUR

memutuskan, dan melakukan penalaran, bukan penulis juga ingin membuktikan eksistensi falsafah
sebagai sumber lain untuk menangkap realitas. Nusantara dari data-data yang tertemukan.
Berbeda dengan ilmuwan-ilmuwan Barat, Sebagaimana diketahui bahwa bangunan
ilmuwan-ilmuwan Muslim mengakui keabsahan filosofis Barat berdasarkan periodesasi sejarah
bukan hanya metode observasi, tetapi juga metode begitu runtut mulai awal kelahiran di Yunani, Abad
rasional (burhan) dan intuitif (‘irfan). Dengan kata Pertengahan, Abad Modern sampai Post-Modern.
lain, mereka mengakui keabsahan bukan hanya Dalam setiap periodesasi terdapat karakteristik
persepsi inderawi dalam proses pengetahuan, dan kecenderungan pemikiran masing-masing
tetapi juga nalar akal dan persepsi hati. Indra sehingga memudahan pebelajar pemula untuk
dapat menangkap objek-objek inderawi, maka mempelajari falsafah. Begitu pula pada falsafah
akal, menurut mereka, dapat menangkap objek- Timur juga tampil dengan kemasan yang tak kalah
objek spiritual atau metafisik secara silogistik, sistematis dibandingkan Barat. Sebagai contoh,
yakni menarik kesimpulan tentang hal-hal yang yang dilakukan oleh Muhammad Abid Al-Jabiri
tidak diketahui (unknown) dari hal-hal yang yang mengklasifikasi epistemologi falsafah Timur
telah diketahui (known). Begitu juga dengan hati (Islam) menjadi tiga macam yaitu epistemologi
juga dapat menangkap hal-hal spiritual atau bayani, burhani dan irfani. Muhammad Jawwad
metafisik. Namun, akal dan hati mempunyai Ridla membagi pemikiran filsafi Timur menjadi
perbedaan metodologis yang fundamental dalam tiga yaitu konservatif, relegius-rasional dan
menangkap objek-objek tersebut. Sementara akal pragmatisme. Hal ini juga turut memberikan
menangkap objek metafisik secara infrensial, hati kemudahan kepada para pebelajar falsafah.
menangkap objek-objek tersebut secara langsung Pertanyaan kemudian adalah bagaimana model
(presensial), sehingga mampu melintas jurang yang konstruksi filosofis yang terdapat dalam falsafah
menyanganga lebar antara subjek dan objek. 27 Nusantara, apakah bangunan filosofisnya sama
dengan falsafah Barat dan Timur yang begitu
sistematis itu? Jawaban dari pertanyaan tersebuat
Falsafah Alternatif: Falsafah Nusantara
adalah tidak lain dan tidak bukan adalah “ berbeda
Pada pembahasan ini, penulis bukan bermaksud alias tidak sama”. Sebagian Orang mungkin
untuk mengkonstruksi filsafah Nusantara secara akan mengemukakan bahwa jawaban yang
sistematis baik berdasarkan periodesasi sejarah penulis ajukan ini agaknya terlalu terburu-buru,
maupun berdasarkan tema besar pembahasan namun, itualah realitas yang ada. Berdasarkan
falsafah seperti konstruksi bangunan pemikiran penelusuran dan penyelidikan atas literatur yang
filosofis yang terdapat pada falsafat Barat maupun beredar luas dan dipublikasikan di lingkungan
Timur. Demikian juga bukan bermaksud untuk akademik baik berbentuk buku, makalah, laporan
memberikan solusi atas problematika-problematika jurnal dan lain-lain belum ditemukan kemasan
dan perdebatan-perdebatan yang muncul antara sajian yang sistematis dari falsafah Nusantara
falsafat Barat dan Timur. Namun, posisi falsafah sehingga memudahkan untuk mengidentifikasi
Nusantara di sini lebih pada memberikan secara gambang dan jelas. Begitu juga dapat
perbendaharan pengetahuan dan alternatif lain dibedakan secara tegas antara falsafah Nusantara
tentang keberadaan falsafah yang tidak hanya dan falsafah Barat maupun Timur dengan alasan
melulu falsafat Barat dan falsafah Timur dan falsafah Nusantara memiliki kecenderungan
dan karakteristik sendiri. Hal ini senada dengan
apa yang dikemukakan oleh banyak pakar yang
27
Mulyadhi Kartanegara, Mengislamkan.., 7-8

24 , Vol 17, No. 1, April 2016


Ahmad Sulton

mengatakan bahwa tidak ada definisi yang jelas teritorial saat ini mencangkup sebagian wilayah
tentang apa itu filsafat Indonesia. Sehingga apa modern Indonesia (Jawa, Sumatra, Kalimanta,
ia sebut sebagai falsafah seolah termaktub dalam Nusa Tenggara, sebagian wilayah Sulawesi, dan
simbol dan ritus-ritus yang harus kita singkap pulau-pulau di sekitarnya, sebagian pulau Maluku
dan maknai sendiri.” Untuk mengetahui dan dan Papua Barat), ditambah wilayah Malaysia,
menyelidiki falsafah asli Indonesia haruslah Singapura, Brunai, dan sebagian kecil Filipina
mengetahui dan menyelidiki adat dan pantun bagian selatan. Ki Hajar Dewantara sekitar tahun
Indonesia”.28 1920-an kembali merevitalisasi nama “Nusantara”
Istilah Nusantara pertamakali disebutkan untuk menyebut wilayah Hindia Belanda. Hal ini
dalam konsep Cakrawala Mandala Dwipantara yang memang lebih cenderung nuasa politiknya.
dicetuskan oleh Kartanegara, Raja Singhasari, pada Studi tentang falsafah Nusantara pertama
tahun 1275. Dwipantara (Sangsekerta) diartikan kali diperkenalkan oleh M. Nasroen, Guru Besar
sebagai “kepulauan antara”, yang artinya sama Luar Biasa pada Jurusan Filsafat di Universitas
dengan Nusantara, kata dwipa sinonim dengan Indonesia dalam buku yang berjudul Falsafah
“nusa” yang bermakna “pulau”. Kartanegara Indonesia (1967), M. Nasroen mengemukakan
memiliki ambisi besar untuk menyatukan beberapa bahwa sebagai tradisi pemikiran abstraks, studi
kerajaan di wilayah Asia Tenggara dalam rangka falsafah Indonesia sudah dimulai genius lokal
mengatisipasi ancama dari kerajaan Mongol yang Nusantara di era Neolitikum, sekitar tahun 3500-
agresif. Kemudian tahun 1336 diucapkan kembali 2500 SM. Namun, sebagai nama kajian akademis,
oleh Mahapatih Gajah Mada dengan sumpah falsafah Nusantara baru muncul dan berkembang
palapanya: pada dasawarsa 1960-an. Selanjutnya, Nasroen
menjelaskan bahwa filsafat Nusantara merupakan
Sira, Gajah Mada pepatih amungkubumi tan
ayun amukita palapa, sira, Gajah Mada: Lamun suatu falsafah khas yang tidak Barat dan tidak
huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, Timur, yang amat jelas termanifestasi dalam
lamun kalah ring Gurun, Seram, Tanjung ajaran falsafi mufakat, pantun, Pancasila, hukum
Pura, ring Pahan, Dompu, ring Bali, Sunda, adat, ketuhanan, gotong-royong, dan semangat
Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti kekeluargaan. Produk nyata dari pemikiran
palapa filosofis itu adalah apa yang dinamakan dengan
kebudayaan. Sebagaimana diketahui bahwa
Aku, Gajah Mada Patih Amungkubumi tidak
ingin melepaskan puasa. Aku, Gajah Mada: terdapat beranekaragam kebudayaan di Nusantara
“Jika telah mengalahkan pulau lain, saya (baru dan tiap-tiap kebudayaan tentu mempunyai atau
akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan berdasarkan falsafah sendiri-sendiri.
Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dalam falsafah hidup suku-suku bangsa di
Dompu, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik,
Nusantara seperti yang dirumuskan di dalam
demikianlah saya (baru akan) melepas puasa”.29
kebudayaan Bali TRI HITA KARANA yang
Secara morfologi, kata ‘Nusantara’ merupakan memiliki arti kehidupan harmonis antara manusia
kata majemuk yang diambil dari bahsa Jawa Kuno. dengan sesama manusia, manusia dengan alam
Nusa memiliki arti pulau dan antara berarti semesta, dan manusia dengan Maha Pencipta.
lain/seberang. Dalam kitab Negara Kertagama, Sikap hidup harmonis tersebut sudah barang tentu
dituliskan wilayah Nusantara, dalam wilayah melahirkan tingkah laku positif seperti hidup
28

bersama yang harmonis, kehidupan demokratis,
29
Sunarto, Filsafat Seni Nusantara (Makalah: tidak gotong-royong, sopan-santun, pemeliharaan
dipublikasikan, 2012), 4

, Vol 17, No. 1, April 2016 25


FILSAFAH NUSANTARA SEBAGAI JALAN KETIGA ANTARA FALSAFAH BARAT DAN FALSAFAH TIMUR

terhadap lingkungan, dan pemujaan kepada Sang kita tetap menghormati dan mengembangkan
Maha Pencipta atau dikenal dengan sebutan sikap nilai-nilai budaya yang kita miliki, nilai-nilai
religius dari bangsa Indonesia. Namun demikian budaya Nusantara yang positif seperti gotong
selain dari sikap-sikap positif tersebut mungkin royong, rendah hati, kehalusan budi, ramah-
meninggalkan pula sikap negatif yang dibawanya tamah, toleransi sebagai tonggak-tonggak budaya
seperti menjaga keharmonisan di dalam kehidupan kita terus-menerus kita pupuk dan kembangkan
bersesama dapat mematikan sikap kritis dan untuk menjaga kesatuan Nusantara. Inilah prinsip
kreatif. Pada masa kolonial pendidikan diarahkan konstinuitas dari kebudayaan kita yang merupakan
untuk menjadi pegawai negeri, pegawai kolonial. tonggak pembentukan watak bangsa.
Tujuan pendidikan yang demikian, yang masih Demikian pula dengan tegas kita menolak
mendominasi pendidikan nasional dewasa ini nilai-nilai negatif yang telah ditanamkan pada
bukan melahirkan manusia-manusia yang kritis masa kolonial dengan mengembangkan manusia-
dan kreatif tetapi melahirkan manusia-manusia manusia yang cinta kerja keras untuk membangun
yang bermental pegawai.30 dirinya dan masyarakatnya. Selain daripada
Dalam konteks falsafah pengembangan itu melalui pendidikan nasional yang unggul
kebudayaan dan pendidikan, Ki Hajar Dewantara membawa bangsa kita mempunyai misi jauh ke
mengemukakan pemikiran filosofisnya yang depan, bukan untuk bersaing dengan bangsa
dikenal dengan teori Trikon. Seperti kita ketahui yang telah maju (to conpete) tetapi berusaha keras
teori Trikon Ki Hajar Dewantara berpusat kepada untuk menjadi anggota dari masyarakat dunia
prinsip konvergensi, kontinuitas, dan konsentrasi yang beradab dan makmur (to be a member of a
di dalam pengembangan budaya. Pendidikan civilized and prosper world society). Inilah prinsip
merupakan bagian dari kebudayaan suatu konvergensi yang dikemukakan oleh Dewantara
masyarakat atau lebih daripada itu, pendidikan yaitu bekerjasama dengan negara-negara lain,
berdasarkan kebudayaan.31 saling mengisi dan saling membantu dengan tetap
Kita berpijak di bumi Nusantara, dan kita mempertahankan identitas dari bangsa Indonesia.
dapat melihat dunia luar untuk kepentingan kita. Dari mozaik-mozaik pemikiran filosofis yang
Inilah prinsip konsentris dalam pengembangan dikemukan oleh para filsuf Nusantara di atas,
kebudayaan. Bung Karno pernah mengatakan mengindikasikan kepada kita semua tentang
ketika berkunjung ke Sulawesi Utara sebagai keberadaan falsafah Nusantara yang selama ini
berikut: “Onze gedachten mag naar de top of belum memperoleh perhatian yang serius oleh
Klabat, maar onze voeten steeds in Airmadidi.” para pembelajar falsafah khususnya para akademisi
Gunung Klabat adalah gunung yang tinggi di di Indonesia. Sejalan dengan pertanyaan ada-
Minahasa dan Kota Airmadidi terletak di kaki tidak falsafah Nusantara juga akan dikemukakan
gunungnya. Hal ini dengan jelas yang dimaksud beberapa argumen dengan menggunakan
oleh Bung Karno ialah kita dapat melihat dunia berbagai sudut pandang yang dimaksudkan agar
luar seluas-luasnya tetapi kaki kita tetap di tanah air dapat menemukan dasar berpijak yang dapat
Indonesia. Oleh sebab itu merupakan kewajiban dipertanggung jawabkan secara filosofis
Prinsip Identitas
30
H.A.R. Tilaar, Filsafat Timur, Kearifan Lokal dalam Pendidikan
Watak Sikap Mental Dimajukan oleh Prof. Koentjaraningrat (Makalah: Pembicaraan tentang keberadaan falsafah
tidak diterbitkan, 2013), 3
31 Nusantara perlu didekati dari sudut pandang
Ki Hajar Dewantara, Karya Ki Hadjar Dewantara. Bagian
II: Kebudayaan (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, metafisis, khususnya dengan berdasarkan prinsip
1994), 56-57

26 , Vol 17, No. 1, April 2016


Ahmad Sulton

identitas. Prinsip ini mengemukakan bahwa “being yang mampu berpikir dan bernalar sehingga
is being” (yang ada adalah ada),32 bahwa “each being cepat atau lambat, suka tidak suka, direncanakan
is what it is” (setiap yang ada adalah apa adanya) atau tidak, sadar atau tidak, pada akhirnya akan
atau dapat juga berarti “what exist is exist” (apa melihat atau menemukan ide mengenai “yang
yang ada adalah ada).33 Mengingat pemikiran ada”, “sesuatu yang mutlak”, “sang realitas”. Hal
Nusantara adalah juga bagian dari realitas, ini karena manusia adalah makhluk rohani yang
sementara keberadaan realitas berdasarkan pada ingin melampaui “dirinya” sendiri.35
satu prinsip, yaitu prinsip identitas, yang menjadi Dengan penjelasan filosofis tentang kodrat
prinsip tertinggi dalam rangka dan dalam upaya manusia yang bukan semata-mata jasmani, tetapi
memahami sesuatu, dasar keberadaan falsafah juga rohani, manusia juga senantiasa berpikir dan
Nusantara perlu didasarkan pada prinsip identitas melakukan transendensi atas kenyataan hidupnya.
untuk memperoleh pengesahan dirinya sebagai Sangat sulit dibayangkan bahwa falsafah akan
sesuatu dengan identitas tertentu yang unik. terpisah dari kehidupan manusia. Oleh sebab
Dari kutipan di atas sebenarnya telah jelas itu, sebagai konsekuensi logis, harus dikatakan
bahwa pada dasarnya setiap yang ada (bereksistensi) bahwa manusia Nusantara juga berada dalam
adalah dirinya sendiri dan dengan demikian pencarian filosofis akan dirinya, akan sesuatu
dibedakan dari lainnya. Jika “yang ada” pada yang dianggapnya bermakna bagi dirinya, bagi
dasarnya adalah dirinya sendiri, setiap hal sebagai hidupnya. Persoalannya adalah seperti apakah
bagian dari yang ada harus dilihat sebagai dirinya pemikiran filosofis Nusantara? Ini yang selanjutnya
sendiri. Sebagai dirinya sendiri jelas mengisyaratkan ditunjukkan, harus dirumuskan agar menjadi jelas.
bahwa keberadaannya sama sekali tidak ditentukan
oleh keberadaan yang lainnya dan tidak harus
seperti apalagi mengikuti dan mengidentikkan Simpulan
diri dengan “ada yang lain” itu. Jika pelanggaran
terhadap prinsip identitas terjadi, “yang ada” yang Daftar Pustaka
seharusnya unik itu dengan sendirinya kehilangan
identitas dirinya dan tidak dapat dipikirkan sebagai Assegaf, Abd. Rachman. Aliran Pemikiran Pendidikan
bagian dari “yang ada”, yang memang seharusnya Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai
berbeda dari apapun lainnya.34 Modern. Yogyakarta: Rajawali Press, 2013.
Sudut Pandang Hakikat Kemanusiaan Bertens, K. Sejarah Filsafat Yunani: Dari Thales
Sampai Aristoteles Yogyakarta: Kanisius, 1992
Manusia adalah makhluk yang tidak Dewantara, Ki Hajar Karya Ki Hadjar Dewantara.
sepenuhnya terbelenggu oleh keterbatasan fisiknya. Bagian II: Kebudayaan (Yogyakarta: Majelis
Manusia bukan sepenuhnya kodrati alami, tetapi Luhur Persatuan Tamansiswa, 1994.
seluruh eksistensinya melebihi kodrat (homo
Ganang Dwi Kartika, Pencarian Dasar-Dasar
additus naturae), yang tidak mau terbelenggu oleh
Filosofis bagi Keberadaan Filsafat Nusantara.
dan dalam ketubuhannya atau kejasmaniannya.
Jurnal Wacana, Vol. 6 No. 2, 2004.
Lebih dari pada itu, manusia adalah makhluk
Hoodbhoy, Parvez. Islam and Science: Religious
32
Gerard Phelan
Orthodoxy and the Battle for Rationality. London:
33
Lorens Bagus, 1991, 81 Zedf Books Ltd., 1991.
34
Ganang Dwi Kartika, Pencarian Dasar-Dasar Filosofis bagi
Keberadaan Filsafat Nusantara (Jurnal Wacana, Vol. 6 No. 2, 2004),
35
203

, Vol 17, No. 1, April 2016 27


FILSAFAH NUSANTARA SEBAGAI JALAN KETIGA ANTARA FALSAFAH BARAT DAN FALSAFAH TIMUR

Kartanegara, Mulyadhi. Mengislamkan Nalar: Sunarto, Filsafat Seni Nusantara (Makalah: tidak
Sebuah Respon Terhadap Modernitas. Jakarta: dipublikasikan, 2012.
Erlangga, 2007. Tilaar, H.A.R. Filsafat Timur, Kearifan Lokal dalam
Margenau, Henry. The Scientist. New York: Time Pendidikan Watak Sikap Mental Dimajukan
Incorporated, 1964. oleh Prof. Koentjaraningrat (Makalah: tidak
Rolston III, Holmes Science and Religion: A Critical diterbitkan, 2013.
Survey (Philadelphia: Temple University Press, Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM,
1987. Filsafat Ilmu: Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Sardar, Ziauddin. Explorations in Islamic Science. Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty, 2010.
New York: SUNY, 1989. Windelband, Wilhelm A History of Philosophy:
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Greek, Roman, and Medieval. New York: Harper
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: & Brothers Publishers, 1958.
Alfabeta, 2012.
Suhartono, Suparlan. Filsafat Pendidikan.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.

28 , Vol 17, No. 1, April 2016

Anda mungkin juga menyukai