Anda di halaman 1dari 19

REKONSTRUKSI HISTORIS

SEJARAH DESA KENDABULUR,

KECAMATAN BOYOLANGU, KABUPATEN TULUNGAGUNG

Oleh: Kelompok 4

Mamlu’atul Inayah (126307202043)

Ulfatul Qo’idah (126307202047)

Kurnia Aldi Zuliawan (126307202053)

M. Fatchul Alam (126307202056)

Mosalia Septiarrijal (126307202067)

M. Iqbalul Muflih (126307203071)

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM 6-B

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG


BAB I.PENDAHULUAN
1.1. Ragam Sumber Data
Sumber data adalah subjek penelitian di mana data menempel. Sumber dapat
berupa benda, gerak, manusia, temapt, dan sebagainya. Ragam sumber data masa lampau
merupakan segala sesuatu baik berwujud (dalam artian memiliki bentuk fisik) ataupun
tidak berwujud yang memilik fungsi dan berguna bagi proses penelitian sejarah. Sumber
data pada dasarnya adalah sesuatu yang dapat memberikan gambaran peristiwa masa
lampau. Sumber sejarah ini digunakan sebagai acuan dalam merekonstruksi peristiwa
masa lalu sehingga dapat diketahui secara berurutan. Berdasarkan bentuknya, sumber
data sejarah berupa sumber lisan, sumber tertulis atau literal, sumber benda (termasuk
didalamnya artefak, bangunan, ornamen, ragam hias, foto, dan arca), serta sumber budaya
atau tradisi.
1.1.1. Sumber Tertulis Atau Tekstual.
Adalah sumber sejarah yang didapat dari peninggalan peristiwa masa lampau
berupa catatan dan tulisan. Sumber data tekstual memiliki media yang beraneka
ragam, misalnya batu, logam, kertas, dsb. Sumber tertulis yang dapat dipergunakan
pada penelitian berupa prasasti, arsip wilayah, susastra lama yang memberikan
gambaran pada lapis masa tertentu dengan gaya penulisan yang berbeda.
Prasasti yang umumnya ditemui pada masa Hindu-Buddha memiliki ciri khas
penulisan dengn kalimat yang baku dan relatif pendek. Keberadaannya sebagai salah
satu teks resmi yang diturunkan oleh penguasa wilayah menjadikan prasasti sebagi
sumber data teksual primer. Penulisan prasasti diserta dengan penanggalan yang jelas,
bahkan terkadang disertai dengan stempel yang memiliki keunikan tersendiri.
Berbeda dengan prasasti, sumber data tekstual berupa susastra dituliskan pada media
kertas, serat kayu atau daun pohon tal yang dikeringkan (lontar). Kalimat pada
susastra umumnya menggunakan majas dan cenderung dilebih-lebihkan. Sedangkan
arsip memiliki kriteria tertentu bergantung pada fungsi dan tujuan penulisannya.
1.1.2. Sumber Lisan Atau Oral
Sumber lisan diperoleh melalui wawancara secara langsung terhadap pelaku atau
saksi mata peristiwa sejarah. Dalam penulisan sejarah desa, sumber lisan diperoleh
melalu wawancara dengan seseorang yang dituakan atau warga sekitar. Keterangan
yang didapat biasanya lebih rinci, namun memilikikemungkinan dilebih-lebihkan
sesuai dengan sudut pandang dari narasumber. Sehingga, sumber lisan harus disertai
dengan sumber lainnya agar tidak menimbulkan bias yang terlalu besar.
1.1.3. Sumber Benda
Segala objek yang tergolong dalam benda-bendaan yang dapat menjadi bukti
masa lampau termasuk kedalam sumber benda, sehingga sumber benda memiliki
variasi yang lebih beragam, artefak misalnya. Artefak dapat berupa segala benda
tinggalan masa lalu baik yang masih utuh atau berbentuk pecahan-pecahan kecil,
yang difungsikan oleh sekelompok masyarakat pada masa tertentu. Keberadaan
artefak dapat menujukkan kebiasaan sosial masyarakat maupun kebudayaannya.
1.1.4. Sumber Budaya Atau Tradisi
Budaya merupakan cara hidup yang berkembang dalam sekelompok masyarakat
yang kemudian diwariskan secara turun temurun ke generasi selanjutnya. Budaya
sendiri adalah suatu kompleks ide yang dihasilkan dan dikonsumsi masal pada
sekelompok orang, sehingga budaya mencerminkan identitas suatu kelompok
masyarakat. Budaya selalu berubah karena menyesuaikan dengan perubahan manusia
yang terus berkembang maju, akan tetapi umumnya nilai dari budaya yang diturunkan
akan tetap dikenang dan dipegang teguh meskipun lamat-lamat. Dengan demikian,
sumber budaya dan tradisi dapat menjadi sumber yang memberikan gambaran budaya
masyarakat pada masa lampau jika digali dan diteliti lebih mendalam.
1.2. Lingkup Studi
Batasan-batasan yang ditetapkan oleh peneliti dalam suatu penelitian disebut
dengan lingkup studi. Lingkup studi ini memberikan kemudahan peneliti agar lebih fokus
pada lingkup yang diitentukan sehingga hasil penelitian lebih terarah. Beberapa lingkup
penelitian yang dijadikan batasan dalam penelitian ini adalah:
1.2.1. Lingkup Area
Lingkup area pada penelitian sejarah desa ini adalah desa Kendabulur Kecamatan
Boyolangu Kabupaten Tulungagung. Secara geografis Desa Kendalbulur yang
berada di wilayah Tulungagung bagian selatan adalah desa yang berada di dataran
rendah. Desa Kendalbulur berbatasan dengan Desa Bono pada sebelah utara, sebelah
selatan Desa Ngranti, sebelah timur Desa Boyolangu, sedangkan sebelah barat Desa
Gesikan dan Desa Gempolan
1.2.2. Lingkup Masa
Desa Kendalbulur sebenarnya sudah ada Sejak zaman Kerajaan Majapahit yaitu
sejak masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk dan Ratu Gayatri, bukti penemuan
yang ada di Desa Kendalbulur terdapat sebuah buah pemandian. Konon kabarnya
pemandian tersebut adalah pemandian Ratu Gayatri. Pemandian Ratu Gayatri
tersebut terletak di tengah – tengah wilayah desa ini, dari balai Desa Kendalbulur
jalan ke utara 100 M lalu belok ke barat nanti akan menemukan punden desa, di
sekitaran situ dulu merupakan tempat gayatri mandi, namun saying saat ini kedung
tersebut sudah tidak ada dan dijadikan lapangan voli oleh masyarakat sekitar.
Walaupun sudah tidak terlihat lagi namun kita masih bisa mempercayai tempat
tersebut adalah kedung karena disekitaran punden tanahnya lebih rendah dan juga
terdapat air yang tidak kering walaupun musim kemarau. Selain kedung juga
ditemukan arca di bawah pohon randu yang dengan tidak sengaja patung arca
tersebut ditemukan oleh seorang warga desa ini yang bernama “MUKENI“. Pada
tahun 2006 yang lalu orang tersebut menemukan patung arca ketika mencangkul di
kebunnya yang terletak tidak jauh dari pemandian Ratu Gayatri. Kemudian patung
arca tersebut akhirnya diamankan di Museum Daerah.
Sejarah Desa Kendalbulur ini berlanjut pada kolonial yaitu pada sekitaan tahun
1800-an, terbentuknya Desa Kendalbulur ini berawal dari pecahnya Perang
Diponegoro (Zaman Kerajaan Mataram) melawan penjajah Belanda sekitar tahun
1825 – 1830. Pada saat itu ada seorang wirotamtomo dari Kerajaan Mataram yang
keplayu sampai di tempat ini bersama isterinya. Beliau bernama “Mbah Talap“.
Mbah Talap inilah menurut cerita para sesepuh desa yang pertama kali babat wilayah
desa ini. Belum begitu luas Mbah Talap babat alas di wilayah ini akhirnya beliau
meninggal dunia dan isterinya juga meninggal dunia di tempat ini. Sampai saat ini
makam Mbah Talap dan isterinya masih ada yang terletak di sebelah selatan
Pemandian ratu Gayatri.
Babad Desa Kendalbulur lalu dilanjutkan oleh Mbah Kondho Seco, Mbah
Kondho Seco ini adalah seorang prajurit Mataram yang linuwih/ sakti mondroguno
namun keadaan fisiknya cacat. Beliau senang berkelana atau mengembara. Dalam
pengembaraannya beliau bertemu dengan perempuan yang cantik jelita dari tlatah
Mataram yang bernama Dewi Rosima. Karena keadaan beliau yang acacat setiaap
ketemu dewi rosima beliau selalu di ejek. Lalu Mbah Kondho Seco bertekad untuk
melakukan pertapaan di Gunung Budeg selama 40 hari. Selama bertapa beliau
mendapat wangsit berupa klicen. Konon kabarnya klicen itu dapat digunakan untuk
meluluhkan hati wanita (pengasihan). Dengan perantaraan klicen inilah, perempuan
cantik tersebut dapat ditaklukan hingga akhirnya dapat menikah dan dikaruniai
seorang anak. Anak tersebut diberi nama Eko Semito. Dan ketika Eko Semito masih
kecil Dewi Rosima kembali pulang ke Mataram. Lalu Eko Semito diasuh oleh
seorang perempuan cantik yang bernama Sulastri. Dari cerita para sesepuh desa,
Sulastri adalah seorang perempuan cantik yang disegani banyak lelaki.
1.2.3. Lingkup Forma (aspek/bidang terkaji)
Lingkup terakhir yang turut menjadi batasan dala penelitian sejarah desa ini
adalah lingkup forma, berisi batasan fokus pengkajian. Batasan fokus pengkajian
adalah aspek sosial kemasyarakatan yang memiliki keterkaitan dengan budaya desa
Kendalbulur. Berdasar pada pandangan budaya, tradisi dan budaya pada Desa
Kendalbulur cenderung pada bentuk budaya agraris. Hal ini tidak dapat dipisahkan
dengan kondisi geografis wilayah.
1.3. Metode Pengkajian
Pada dasarnya, penelitian sejarah lokal memiliki kesamaan dengan penelitian
sejarah lainnya. Perbedaan utamanya adalah lingkup kajian yang dipilih dan menjadi
fokus penelitian. Sesuai penyebutannya, sejarah lokal merupakan sejarah dengan lingkup
pengkajian yang relatif kecil cangkupan wilayahnya. Berdasar pada metode penelitian
sejarah yang diungkapkan oleh Kuntowijoyo dalam Pengantar Ilmu Sejarah (2013),
setidaknya terdapat empat tahapan yang harus dilakukan dalam penelitian sejarah.
Kemudian secara garis besar, keempatnya (heuristik atau pencarian dan pegumpulan
sumber data, verifikasi, interpretasi atau penafsiran serta analisis data, dan historiografi
atau penulisan sejarah) dapat dipersingkat menjadi dua tahapan metode. Keduanya
merupakan tahapan inti sebelum sejarah yang terteliti pada akhirnya dituliskan kedalam
suatu karya ilmiah. Kedua tahapan metode tersebut adalah:
1.3.1. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data, sebagai tahapan pertama dalam penelitian sejarah merupakan
tahapan paling penting. Data temuan berguna sebagai sumber sejarah yang dapat
memberikan keterangan terkait peristiwa masa lalu sekaligus sebagai bukti bahwa
peristiwa tersebut benar-benar terjadi. Selanjutnya, data sumber dipergunakan
sebagai acuan dalam merekonstruksi peristiwa masa lampau. Tahapan awal
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah survei lokasi serta pencarian literatur
tertulis sebagai gambaran awal terkait wilayah yang diteliti, yaitu Desa Kendalbulur
Kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulungagung. Data literatur tertulis memberikan
kemudahan pada penelitian untuk mengetahui subjek apa saja yang diperlukan dalam
pencarian sumber serta melengkapi data yang telah ada sebelumnya. Survei lokasi
berfungsi untuk mendapatkan gambaran terkait data ekofaktual wilayah. Data
ekofaktual berupa gambaran umum keadaan lingkungan, iklim, keberadaan sumber
air, kondisi geografis, serta ekologi pada wilayah terteliti. Selain sumber data
ekofaktual, survei lokasi juga memberikan gambaran kondisi sosial, mata
pencaharian, dan kondisi kultural masyarakat setempat. Survei lokasi awal,
selanjutnya mengantarkan peneliti menuju tempat yang memiliki peran penting
dalam perkembangan desa yang diteliti berupa keberadaan kunden desa dan tempat
penemuan sumber lain seperti makam, artefak, dan data arsitektural yang mungkin
masih ada hingga saat ini. Sehingga melalui survei lokasi dapat dideskripsikan situasi
atau kejadian secara tepat dan lebih akurat.
Setelah pelaksanaan survei lokasi sebagai tahap awal, metode lain adalah
wawancara untuk mendapatkan sumber data oral/ lisan. Wawancara dilakukan
kepada sebagian kecil warga desa untuk mengetahui siapa saja tokoh yang
memungkinkan untuk wawancara lebih lanjut. Melalui wawancara tokoh, maka
didapatkan gambaran yang lebih jelas terkait sejarah desa menurut kepercayaan
masyarakat setempat, yang dalam hal ini adalah tokoh yang dituakan. Selain daripada
sejarah desa, diketahui pula tradisi masyarakat setempat serta tokoh sentral yang
diyakini sebagai pendahulu, pendiri, atau pembangun desa. Keberadaan tokoh ini
selanjutnya akan dianalisis lebih lanjut melalui latar belakang serta hubungannya
dengan tokoh yang dapat diuraikan jejak dan perannya dalam lingkup yang lebih
besar. Dengan demikian, maka sejarah mikro yang merupakan sejarah desa tetap
memiliki kesinambungan dengan sejarah makro pada cangkupan wilayah yang lebih
luas.
1.3.2. Metode Analisa Data
Metode analisis data adalah salah satu tahapan dari proses penelitian dimana data
yang telah dikumpulkan diolah untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang
ada. Analisa data bertujuan untuk mendeskripsikan data agar mudah dipahami
dengan menyajikan hasil informasi yang didapat melalui sumber data secara
terperinci, biasanya dalam bentuk deskripsi yang menonjolkan poin penting dan
disesuaikan dengan masalah yang akan diteliti. Berdasar pada temuan data lapangan,
baik data yang berupa data oral, ekofaktual, artefaktual, dan toponimis, maka dipilih
metode analisa data naratif dan analisa data komparatif. Analisa data naratif
digunakan untuk menginterpretasikan data hasil temuan dalam suatu kalimat
deskriptif. Data ini selanjutnya dipilah dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
Data juga dikelompokkan sesuai dengan bentuknya sehingga didapat deskripsi
masing-masing jenis data yang berbeda dan beraneka ragam. Selanjutnya deskripsi
data yang telah didapat akan dianalisis dengan metode komparatif. Metode
komparatif membandingkan antara data satu degan yang lainnya sehingga antar satu
data dengan data lainnya akan saling mengoreksi dan menguatkan. Komparasi data
juga dilakukan dengan membandingkan temuan pada sejarah lokal dan deskripsi
sejarah makro sehingga ditemukan keterkaitan antara sejarah mikro dan makro pada
daerah terteliti. Selain kedua metode analisa data yang disebutkan sebelumnya, jika
memungkinkan maka dilakukan periodisasi data. Perodisasi data nantinya akan
memberikan gambaran lapis masa dan mungkin memiliki keterkaitan dengan lapis
budaya yang secara simulatan terus mengalami perubahan.
1.4. Tujuan Pengkajian
Dalam pengkajian sejarah lokal desa, secara umum bertujuan untuk menggali
sejarah Desa Kendalbulur Kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulungagung. Melalui
penggalian sejarah desa diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana desa-desa
yang berada di Tulungagung, salah satunya desa Kendalbulur berproses pada masing-
masing era. Tentunya hal ini juga disesuaikan dengan hasil temuan sumber sejarah yang
mendukungnya.
Tujuan lain adalah megetahui potensi dan tantangan/ permasalahan desa
berdasarkan pada keadaan ekofaktual dan tradisi kultural yang telah ada pada masyarakat.
Juga kemungkinan potensi dapat digambarkan mengetahui data toponimis. Data
toponimis yang umumnya menggambarkan ciri khas suatu wilayah sehingga diberikan
nama sebagai penanda. Dengan demikian penggalian sejarah desa dapat memberikan
gambaran jati diri suatu daerah sekaligus sumberdaya yang mungkin dapat dikembangkan
dan didayagunakan sehingga memberikan manfaat yang lebih nyata.

BAB II.DESKRIPSI DATA

Deskripsi data merupakan upaya menampilkan data agar suatu data dapat dipaparkan
secara baik dan diinterpretasikan secara mudah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian untuk
membuat analisis dan kesimpulan. Seseorang yang akan mengambil sebuah kebijakan atau
keputusan umumnya akan menggunakan data sebagai bahan pertimbangan. Data diperoleh dari
eksplorasi sumber data. Sumber data merupakan sumber dari mana data penelitian itu di
dapatkan, baik dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi maupun dari referensi-referensi
seperti buku, jurnal dan lain sebagainya. Sumber data yang diwariskan oleh masa lalu mampu
memberikan informasi yang menjadi dasar dari rekonstruksi peristiwa masa lampau. Data masa
lalu yang diperoleh dalam beberapa jenis sumber data, yang secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam data: (a) data tekstual, (b) data artefaktual, (c) data ekofaktual, dan (d)
data oral, (e) data toponimis. Dalam penilitian ini data yang digunakan terdiri dari lima data
umum.

Sebuah lokus Desa Kendalbulur yang merupakan salah satu desa bersejarah di Kabupaten
Tulungagung terdapat ataupun memiliki keterkaitan dengan tinggalan masa lampau untuk jenis
tekstual, artefaktual, ekofaktual, serta oral.

2.1. Deskripsi Data Tekstual


Pengertian teks (text) dalam sebutan tekstual merupakan bentuk literal/tertulis,
sehingga lebih dikeal dengan sebutan data tertulis. Data tekstual sendiri diperoleh melalui
ekplorasi sumber data tekstual. Dalam konteks Sejarah Indonesia, jenis sumber data
tekstual berwujud sebagai: prasasti, susastra, arsip dan beragam bentuk catatan lain
tentang kejadian, keputusan, notulensi, dan apapun yang disuratkan dengan menggunakan
huruf, bahasa dan media penyuratan tertentu. Ditilik dari bilamana teks itu disurat dan
kaitannya dengan peristiwa yang disuratkan, terdapat dua sumber data tekstual, yaitu:
sinkronik (sezaman) dan diakronik (tidak sezaman).
Suatu peristiwa di masa lampau bukan tidak mungkin tercatat dalam lebih dari
satu sub-jenis sumber data tekstual. Misalnya, tercatat di dalam sumber data sastra dan
tercatat pula sumber data prasasti. Bisa juga terjadi suatu peristiwa dibicarakan di dalam
dua susastra atau lebih. Namun, bukan pula tidak mungkin, suatu peristiwa atau hal hanya
didapati pada satu jenis sumber atau satu sub-sumber data, hadir sebagai informasi (data)
tunggal. Ada pula suatu daerah tidak atau sedikit sekali diberikan oleh prasasti dan kitab
sastra kuno, alih-alih banyak dibicakan pada sumber data arsip. Bahkan, ada daerah-
daerah tertentu di Indonesia yang nyaris tidak termuat di dalam sumber data epigrafis dan
filologis, seperti di Desa Kendalbulur. Sejauh riset atau studi lapangan yang dijalankan
oleh para peneliti tidak ditemukan data tekstual terkait sejarah Desa Kendalbulur. Melihat
dari nisan makam pembabat Desa Kendalbulur yaitu Mbah Talap dan Mbah Kondho
Seco hanya ditemukan angka tahun pemugaran.
Oleh sebab itu, pengungkapan kesejarahannya dilakukan dengan mempergunakan
jenis sumber data non-tekstual, seperti artefaktual, ekofaktual, oral ataupun toponimi.
Dengan demikian, bila informasi kesejarahannya tidak terdapat di suatu jenis atau sub-
jenis sumber data, maka dilacak kemungkinan kandungan informasinya pada jenis atau
sub-jenis sumber data yang lain.
2.2. Deskripsi Data Artefaktual
Artefak menunjuk kepada hasil budaya fisis-material yang pada telaah ini adalah
hasil budaya fusis-material dari masa lalu. Sebutan lain adalah sumber data kebendaan,
karena berwujud material culture. Setiap masa memiliki artefak dominannya sendiri,
yang bisa jadi tidak dimiliki oleh lapis masa yang lain. Apabila artekfak relatif sama
terdapat pada dua lapis masa atau lebih berarti terdapat kesinambungan budaya (culture
continuity) dalam lintas masa, yang berbentuk tradisi budaya (cultural traditional).
Sumber data artektual bisa dirinci lagi ke dalam beberapa sub-jenis artefak sesuai dengan
masanya. Artefak-artefak utamanya terdapat di areal yang konon menjadi tempat
permukiman, tempat peribadatan, kadatwan (pusat pemerintahan), maupun pada sentra
kegiatan sosial-budaya masa lampau. Dalam keberadaannya sekarang, tidak sedikit
tempat- tempat tersebut justru terletak jauh dari kota, pada lereng dan lembah, pada
lembah sungai, di tepian hutan, dsb. Pada dasarnya, semua daerah itu mempunyai jejak
artefak masa lalunya sendiri-sendiri, terlepas dari lapis masa mana, terlepas apa bentuk
dan fungsinya, baik dalam kondisi utuhan atau tinggal menyisakan fragmennya. Oleh
karena itu, tidak ada alasan untuk mengatakan tak punya sumber data artefaktual masa
lalu di daerahnya. Senantiasa ada jejak masa lalu yang tertinggal, meskipun sebagai
informasi kelampauan, hanya hadir sebagai informasi sisa. Sekecil apapun artefak masa
lalu itu tetaplah merupakan sumber informasi yang berharga, sehingga jangan sampai
disiakan.
Pada Desa Kendalbulur ditemukan beberapa data artefaktual terkait sejarah
berdirinya desa. Seiring berjalannya waktu, temuan data artefaktual yang memiliki
keterkaitan mengenai sejarah berdirinya Desa Kendalbulur telah mengalami pemugaran
yang mungkin sebagai salah satu upaya masyarakat untuk menguri-nguri tinggalan
leluhur mereka.

Gamb Gamb
ar 1. Punden Sentono Beji Ampel ar 2. Makam Mbah Talab
Sumber: Dokumentasi Pribadi Sumber: Dokumentasi Pribadi
Dikisahkan, Sentono Beji Ampel merupakan Makam Mbah Talab telah mengalami
tempat tinggal Jim Onggojoyo. Dalam pemugaran. Angka tahun yang digunakan
pengembaraan Mbah Kondho Seco bertemu dalam batu nisan makam adalah angka tahun
dengan 2 jim. Jim itu bernama “ Onggojoyo “. pemugaran, dan itu sangat disayangkan
Lalu beliau bertempur melawan dua jim
tersebut. Dan karena kelebihan Mbah Kondho
Seco jim itu dapat ditaklukan. Kemudian
kedua jim itu menjadi pengikut Mbah Kondho
Seco dan ikut pulang ke rumah Mbah Kondho
Seco. Akhirnya jim tersebut disuruh menjaga
kebun Mbah Kondho Seco yang terletak dekat
dengan pemandian Ratu Gayatri (sekitar
punden). Pemandian Ratu Gayatri saat ini
telah berubah menjadi lapangan volly.

Gam Gam
bar 3. Makam Mbah Kondho Seco bar 4. Bekas temuan arca
Sumber: Dokumentasi Pribadi Sumber: Dokumentasi Pribadi
Makam Mbah Kondho Seco telah mengalami Pada bangunan punden Sentono Beji Ampel
pemugaran. Angka tahun yang digunakan (bagian yang dipanah) terdapat arca, akan
dalam batu nisan makam adalah angka tahun tetapi saat ini keberadaan arca tersebut
pemugaran, dan itu sangat disayangkan. dipindahkan ke Museum Daerah pada saat
Sebelumnya nisan makam menggunakan dilakukan ekskavasi di Desa Kendalbulur.
patokan batu ukir yang telah mengalami (Bapak Dwi Cahyono sempat melihat arca
kerusakan dan sangat disayangkan tidak tersebut).
disimpan.
Gambar 5. Lumpang
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Ditemukan lumpang/alat tradisional untuk
menghancurkan padi dan biji-bijian pada
masa lampau di sekitar punden Sentono Beji
Ampel.

2.3. Deskripsi Data Ekofaktual


Peristiwa terjadi di dalam ruang dan waktu. Peristiwa masa lampau berlangsung
pada ruang geografis masa lalu. Lingkungan fisis-alamiah di masa lalu tidak sama persis
dengan kondisinya sekarang, karena dimungkinkan terjadi dinamika ekologis dari masa
ke masa. Oleh karena itu, untuk mendapat gambaran mengenai lingkungan masa lampau
yang konon menjadi ajang peristiwa masa lalu. Di dalam studi sejarah, paleo-ekologi
adalah bahan kajian yang penting untuk memberikan eksplanasi/ penjelasan historis.
Berdasarkan data ekofaktul, wilayah Desa Kendalbulur dulunya adalah daerah alas/hutan
dan dataran rendah. Mbah Talap merupakan pembabat wilayah desa ini dan Mbah
Kondho Seco yang meneruskan babat alas di wilayah ini setelah Mbah Talap wafat.
2.4. Deskripsi Data Oral
Tradisi lisan/oral tradition bisa juga dijadikan sebagai sumber data kesejarahan.
Gambaran tentang masa lampau yang direkonstruksikan dari sumber data oral seringkali
kurang mempunyai tingkat kepastian. Meski demikian, boleh jadi sumber informasi masa
lalu yang tersedia cukup rinci adalah tradisi lisan setempat. Adapun sumber data tekstual
dan artefaktual tidak atau hanya amat sedikit yang didapatkan. Untuk kepentingan kajian
sejarah, tradisi lisan tersebut perlu dianalisa dengan analisis kritis, paling tidak dengan
mengkomparasikannya pada sumber daya ekofaktual. Bisa juga terjadi, tuturan dari
narasumber satu dan narasumber lain memiliki perbedaan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan komparasi antar data maupun pemeriksaan terhadap tingkat kesahihan atau
kepercayaan informan . Ada baiknya, kurun waktu tertelaah yang memakai bahan telaah
data oral dibatasi untuk waktu yang tidak terlampau tua. Semakin tua, makin kurang
akurat informasi yang didapat darinya, mengingat penyampai informasi dari seseorang ke
orang lain, dari suatu generasi ke generasi lain dilakukan secara lisan atau melalui
penuturan. Selain itu, tidak jarang data oral bersifat anaktonus, dimana peristiwa dari
masa yang berlainan dicampur adukkan. Oleh karena itu, sedapat mungkin dilakukan
upaya pemilahan, lantas penyusunan ulang secara kronologis terhadap unsur-unsur
terkisah di dalam tradisi lisan. Kendati sumber data oral punya beberapa kekurangan
dalan hal akurasi data, namun bukan berarti tradisi lisan tak bisa dijadikan sebagai
sumber informasi tentang peristiwa masa lalu. Hanya saja, dalam pengunaannya perlu
disertai dengan analisis kritis terhadap informan, informasi, dan tata urutan kisahnya
menurut ruang dan waktu.
Data oral rekonstruksi historis sejarah Desa Kendabulur ini didapat melalui
wawancara kepada narasumber yang memiliki pemahaman terhadap sejarah berdirinya
Desa Kendabulur yaitu: Bapak Sumarji yang merupakan Juru Kunci Punden Sentono Beji
Ampel sekaligus sesepuh Desa Kendabulur. Bapak Sumarji memaparkan terkait
bagaimana sejarah mulanya Desa Kendabulur. Terbentuknya Desa Kendalbulur ini
berawal dari pecahnya Perang Diponegoro sekitar tahun 1825 – 1830. Pada saat itu ada
seorang wirotamtomo dari Kerajaan Mataram yang keplayu sampai di tempat ini bersama
isterinya. Beliau bernama Mbah Talap. Mbah Talap inilah menurut cerita Bapak Sumarji
yang pertama kali babat wilayah desa ini. Belum begitu luas Mbah Talap babat alas di
wilayah ini beliau meninggal dunia dan isterinya juga meninggal dunia di tempat ini.
Sampai saat ini makam Mbah Talap dan isterinya masih ada yang terletak di sebelah
selatan Pemandian Ratu Gayatri (saat ini Pemandian Ratu Gayatri menjadi lapangan
volly). Kemudian Mbah Kondho Seco meneruskan babat alas di wilayah ini setelah Mbah
Talap. Mbah Kondho Seco ini adalah seorang prajurit Mataram yang linuwih/ sakti
mondroguno namun keadaan fisiknya cacat. Mbah Kondho Seco meneruskan membabat
alas di wilayah ini hingga beliau mempunyai ladang / kebun. Dari hasil kebun itulah
Mbah Kondho Seco dan anaknya bisa makan. Pada suatu ketika Mbah Kondho Seco
sedang berkelana atau mengembara. Dalam pengembaraannya beliau bertemu dengan 2
jim. Jim itu bernama “ Onggojoyo “. Lalu beliau bertempur melawan dua jim tersebut
dan karena kelebihan Mbah Kondho Seco jim itu dapat ditaklukan. Kemudian kedua jim
itu menjadi pengikut Mbah Kondho Seco dan ikut pulang ke rumah Mbah Kondho Seco
dan menjaga kebun Mbah Kondho Seco yang terletak dekat dengan pemandian Ratu
Gayatri. Dan akhirnya tempat tinggal Jim Onggojoyo itu diberi nama Sentono Beji
Ampel. Hingga saat ini tempat itu masih diuri – uri oleh sebagian warga Desa
Kendalbulur yang mempunyai kepercayaan tersendiri terhadap tempat bersejarah
tersebut.

Gambar 6. Wawancara Bapak Sumarji


Sumber: Dokumentasi Pribadi
2.5. Deskripsi Data Toponimis
Toponimi adalah ilmu yang membahas tentang nama geografis. Asal-usul atau
sejarah nama tempat, tipologi, dan makna nama tempat juga tercakup di dalamnya.
Toponimi secara sederhana berkaitan erat dengan pendekatan-pendekatan dalam teori
penamaan. Secara umum sumber data toponimi merupakan salah satu sumber data yang
berasal dari penamaan suatu wilayah, yang biasanya menyangkut peristiwa, tokoh,
geografis dan sebagainya yang terjadi di masa silam. Berdasarkan data toponimi Desa
Kendalbulur yang didapatkan melalui data lisan dari Bapak Sumarji ini berhubungn
dengan ditemukannya banyak pohon Sulur.
Gambar 7. Pohon Sulur
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Dalam perjalanan panjang Mbah Kondho Seco meneruskan perjuangan untuk
membabat wilayah ini menemukan sebuah Pohon Kendal. Ketika pohon Kendal itu
dibabat ternyata keluar sulurnya. Mungkin dari sinilah akhirnya wilayah ini dinamakan
Desa Kendalbulur. Dan penamaan Desa Kendalbulur ini menurut cerita para sesepuh desa
masa lampau diambil dari nama pohon Kendal yang keluar sulur nya. Akhirnya
terbentuklah sebuah nama desa yakni Desa Kendalbulur. Lambat laun pohon Kendal ini
tumbuh di mana-mana di desa ini. Namun pada saat sekarang ini kelihatannya pohon
Kendal itu sendiri sudah langka.

BAB III.REKONSTRUKSI HISTORIS


3.1. Kondisi Ekologis
Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos (rumah atau tempat hidup) dan logos
(ilmu). Secara harafiah ekologi merupakan ilmu yang mempelajari organisme dalam
tempat hidupnya atau dengan kata lain mempelajari hubungan timbal-balik antara
organisme dengan lingkungannya. Secara umum kondisi ekologis adalah hubungan
timbal balik antara manusia dan lingkungan alamnya.
Desa kendalbulur merupakan salah satu desa yang terdapat di Kec. Boyolangu.
Desa Kendalbulur kecamatan Boyolangu Kabupaten tulungagung merupakan bagian
integral dari sistem perwilayahan Kecamatan Boyolangu. Batas-batas desa ini sebelah
utara Desa Bono sebelah selatan Desa Ngranti sebelah timur Desa Boyolangu sedangkan
sebelah barat Desa Gesikan dan Desa Gempolan dan seterusnya dan secara geografis
Desa Kendalbulur ini merupakan Potensi Pertanian, Peternakan, Perikanan Dan
Pariwisata.
Desa Kendalbulur merupakan wilayah dataran rendah dengan luas wilayah
2,442,5 km2 atau 244,25 hektar. Sebagian besar wilayah Desa Kendalbulur dipenuhi
dengan persawahan. Meskipun didaerah persawahan tingkat perekonomian masyarakat
desa kendalbulur cukup stabil serta dapat terpenuhinya keperluan keseharian. Sumber
penghasilan masyarakat desa Kendalbulur berasal dari hasil pertanian seperti padi,
jagung, tembakau dan bawang merah. Dimana saat penanamannya itu biasanya satu desa
harus sama. Jika musim kemarau warga secara bersama-sama menanam jagung serta
musim hujan serentak menanam padi. Kondisi lahan yang subur dan pengairan dari
system irigasi yang merupakan salah satu sarana Desa Kendalbulur menjadikan daerah
ini sebagai penghasil padi dan tembakau yang menjadi salah satu pemasukan warga
masyarakat di Desa Kendalbulur.
Jumlah Penduduk Desa Kendalbulur kecamatan Boyolangu Kabupaten
tulungagung pada awal tahun 2022 sebesar 3.976 Jiwa yang terbagi kedalam 1.370.
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki pada awal tahun
2022 sebesar 1.982 jiwa sedangkan jumlah perempuannya sebesar 1.994 jiwa.
Secara Sosial dan ekonomi, penduduk Desa Kendalbulur dikelompokkan dalam
basis mata pencaharian pada sektor pertanian, agama dan pendidikan. Mata pencaharian
penduduk sebagian besar adalah Pertanian dengan aktifitas utama bertanam
padi ,tembakau, cabai dan Bawang merah.
3.2. Pertumbuhan dan Perkembangan Desa Kendalbulur
Tahun demi tahun berlalu setelah terbentuknya Desa Kendalbulur hingga
akhirnya mempunyai sejarah terbentuknya 2 dusun yaitu Rongganan dan Genting.
Sejarahnya desa ini banyak pohon Kendal yang tumbuh utamanya yang paling banyak
tumbuh di bagian selatan wilayah desa ini, maka di tempat ini oleh para sesepuh desa
dibentuklah sebuah nama dusun lagi yaitu Dusun Kendalbulur. Mungkin karena
pertimbangan para sesepuh desa, wilayah ini cukup luas maka desa ini perlu penambahan
pembentukan 1 buah dusun lagi yang akhirnya sampai sekarang desa ini terbagi menjadi
3 dusun. Yaitu : 1). Dusun Kendalbulur, 2). Dusun Genting, 3). Dusun Rongganan.
Dari masing - masing dusun tersebut mempunyai sejarah sendiri – sendiri yang masih
tetap tercatat dalam sejarah terbentuknya Desa Kendalbulur. Dan dari perjalanan panjang
kisah / cerita terbentuknya Desa Kendalbulur merupakan warisan sejarah dari leluhur.
Sejak tahun 1857, Desa Kendalbulur sudah memiliki seorang pemimpin atau
Kepala Desa. Adapun data yang kami dapatkan nama – nama Kepala Desa yang pernah
menjabat sebagai Kepala Desa Kendalbulur sejak tahun 1857 adalah sebagai berikut:
 Sdr. Gelap/1857 – 1881
 Sdr. Suro Joyo/1882 – 1902
 Sdr. Mat Semangun/1902 – 1922
 Sdr. Warso Medjo/1922 – 1928
 Sdr. Kasim/1928 – 1939
 Sdr. Suro Darjo /1939 – 1940
 Sdr. Hiro Harjo/1940 – 1964
 Sdr. Moerdi Kondho Moerdijat/1964 – 1990
 Sdr. Samudi/ 1990 – 2006
 Sdr. Eko Prisdianto/ 2007 – 2017
 Sdr. Anang Mustofa, Se/ 2018 – Sekarang.

Penghuni Desa Kendalbulur semakin berkembang dan sudah bertambah banyak


sekitar tahun 1901 ketika desa ini dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang bernama
Mbah Suro Joyo. Seiring berkembangnya dunia teknologi, Desa Kendalbulur saat ini
telah bertranformasi menjadi Desa Digital dibawah kepemimpinan Sdr. Anang Mustofa,
S.E. Peresmian desa digital ditandai dengan menekan panic button yang ada aplikasi ini
dan menyalakan alarm desa. Alarm ini sebagai ganti fungsi kentongan yang akrab di
masyarakat pedesaan. Di era digital, kentongan digital ini menyalakan alarm di semua
ponsel warga yang mengunduh aplikasi Simpel Desa. Selain menjadi Desa Digital, Desa
Kendalbulur juga mengepakkan sayapnya menjadi desa pariwisata dengan hadirnya
Nangkula Park.

3.3. Kesinambungan dan Perubahan Lintas Bidang/ Aspek dalam Lintas Masa
Desa Kendalbulur sebenarnya sudah ada Sejak zaman Kerajaan Majapahit yaitu
sejak masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk dan Ratu Gayatri, bukti penemuan yang
ada di Desa Kendalbulur terdapat sebuah buah pemandian. Konon kabarnya pemandian
tersebut adalah pemandian Ratu Gayatri. Pemandian Ratu Gayatri tersebut terletak di
tengah – tengah wilayah desa ini, dari balai Desa Kendalbulur jalan ke utara 100 M lalu
belok ke barat nanti akan menemukan punden desa, di sekitaran situ dulu merupakan
tempat gayatri mandi, namun sayang seiring berjalannya lintas masa saat ini kedung
tersebut sudah tidak ada dan dijadikan lapangan voli oleh masyarakat sekitar. Hal itu jug
berkitan dengan belum selesainya pembangunan pemandian Ratu Gayatri tersebut.
Sekitar 80% pembangunan pemandian Ratu Gayatri tersebut berjalan, Ratu Gaytri wafat.

BAB IV.PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dalam penilitian ini data yang digunakan terdiri dari lima data umum. Sebuah
lokus Desa Kendalbulur yang merupakan salah satu desa bersejarah di Kabupaten
Tulungagung terdapat ataupun memiliki keterkaitan dengan tinggalan masa lampau untuk
jenis tekstual, artefaktual, ekofaktual, serta oral. Data tekstual sendiri diperoleh melalui
ekplorasi sumber data tekstual. Suatu peristiwa di masa lampau bukan tidak mungkin
tercatat dalam lebih dari satu sub-jenis sumber data tekstual. Misalnya, tercatat di dalam
sumber data sastra dan tercatat pula sumber data prasasti. Ada pula suatu daerah tidak
atau sedikit sekali diberikan oleh prasasti dan kitab sastra kuno, alih-alih banyak
dibicakan pada sumber data arsip. Artefak-artefak utamanya terdapat di areal yang konon
menjadi tempat permukiman, tempat peribadatan, kadatwan , maupun pada sentra
kegiatan sosial-budaya masa lampau. Pada dasarnya, semua daerah itu mempunyai jejak
artefak masa lalunya sendiri-sendiri, terlepas dari lapis masa mana, terlepas apa bentuk
dan fungsinya, baik dalam kondisi utuhan atau tinggal menyisakan fragmennya. Oleh
karena itu, tidak ada alasan untuk mengatakan tak punya sumber data artefaktual masa
lalu di daerahnya. Seiring berjalannya waktu, temuan data artefaktual yang memiliki
keterkaitan mengenai sejarah berdirinya Desa Kendalbulur telah mengalami pemugaran
yang mungkin sebagai salah satu upaya masyarakat untuk menguri-nguri tinggalan
leluhur mereka. Akhirnya jim tersebut disuruh menjaga kebun Mbah Kondho Seco yang
terletak dekat dengan pemandian Ratu Gayatri . Angka tahun yang digunakan dalam batu
nisan makam adalah angka tahun pemugaran, dan itu sangat disayangkan. Sebelumnya
nisan makam menggunakan patokan batu ukir yang telah mengalami kerusakan dan
sangat disayangkan tidak disimpan. Ditemukan lumpang/alat tradisional untuk
menghancurkan padi dan biji-bijian pada masa lampau di sekitar punden Sentono Beji
Ampel. Pada saat itu ada seorang wirotamtomo dari Kerajaan Mataram yang keplayu
sampai di tempat ini bersama isterinya. Beliau bernama Mbah Talap.
Mbah Talap inilah menurut cerita Bapak Sumarji yang pertama kali babat wilayah
desa ini. Belum begitu luas Mbah Talap babat alas di wilayah ini beliau meninggal dunia
dan isterinya juga meninggal dunia di tempat ini. Sampai saat ini makam Mbah Talap dan
isterinya masih ada yang terletak di sebelah selatan Pemandian Ratu Gayatri . Kemudian
Mbah Kondho Seco meneruskan babat alas di wilayah ini setelah Mbah Talap. Mbah
Kondho Seco ini adalah seorang prajurit Mataram yang linuwih/ sakti mondroguno
namun keadaan fisiknya cacat. Mbah Kondho Seco meneruskan membabat alas di
wilayah ini hingga beliau mempunyai ladang / kebun. Dari hasil kebun itulah Mbah
Kondho Seco dan anaknya bisa makan. Pada suatu ketika Mbah Kondho Seco sedang
berkelana atau mengembara. Lalu beliau bertempur melawan dua jim tersebut dan karena
kelebihan Mbah Kondho Seco jim itu dapat ditaklukan.
4.2. Saran Penelitian
Untuk peneliti selanjutnya, diharapan dapat meniliti dan menemukan kembali
sumber mata air dan recopentung , sebab ada banyak masalah yang bisa ditemukan dari
dua tersebut. Saran penulis kepada peneliti selanjutnya juga agar kiranya dapat
memahami serta mengambil manfaat yang terdapat di dalamnya. Sehingga berfungsi
sebagai sarana hiburan, tetapi dapat diambil sebagai suatu pelajaran atau pengalaman.
Hasil pembahasan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam mengenali bentuk-
bentuk kritik sosial yang dapat dijadikan sebagai referensi untuk melakukan tindakan-
tindakan yang bersentuhan dengan kondisi sosial masyarakat dan dapat dijadikan
pedoman kehidupan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai