Anda di halaman 1dari 22

HAKIKAT, INSTRUMENTASI DAN PRAKSIS DEMOKRASI

INDONESIA BERLANDASKAN PANCASILA DAN UUD NRI 1945

Tugas ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Disusun Oleh :
1. Ulfa Karisma (2083207017)
2. Rahayu Sinta Dewi (2083207103)

Kelas : C2
Dosen Pengampu : Drs. H. Syahri, M.M

PENDIDIKAN TEKNOLOGI INFORMASI


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
NURUL HUDA SUKARAJA OKU TIMUR
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hakikat,
Instrumentasi dan Praksis Demokrasi Indonesia berlandaskan Pancasila dan UUD
NRI 1945” sebagai tugas dalam mata kuliah Kewarganegaraan dengan tepat
waktu.
Selesainya makalah ini tidak lepas dari kerjasama berbagai pihak, baik itu
dari dosen pengajar ataupun dari pihak - pihak lainnya yang turut serta membantu
terselesaikannya makalah ini. Saya menyadari bahwa pada pembuatan makalah ini
dapat ditemukan banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, saya menanti kritik dan saran pembaca makalah ini untuk kemudian
dapat saya revisi dan saya tulis dengan benar di masa yang selanjutnya, sebab
saya menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang
konstruktif.
Akhir kata, saya berharap makalah sederhana ini dapat dimengerti oleh setiap
pihak yang membaca. Saya pun memohon maaf yang apabila dalam makalah ini
terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Belitang, 16 Juni 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3


A. Konsep dan Urgensi Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila ....... 3
1. Pengertian Demokrasi ................................................................... 3
2. Tiga Tradisi Pemikiran Politik Demokrasi ................................... 4
3. Pemikiran Tentang Demokrasi Indonesia ..................................... 5
4. Pentingnya Demokrasi sebagai Sistem Politik Kenegaraan Modern 5
B. Alasan Diperlukan Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila ......... 6
C. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik Tentang Demokrasi ............ 7
1. Sumber Nilai yang Berasal dari Demokrasi Desa ......................... 7
2. Sumber Nilai yang Berasal dari Islam ........................................... 8
3. Sumber Nilai yang Berasal dari Barat .......................................... 8
........................................................................................................
D. Argumen Tentang Dinamika dan Tantangan Demokrasi yang
Bersumber dari Pancasila .................................................................... 9
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat ................................................. 1
2. Dewan Perwakilan Rakyat ........................................................... 10
3. Dewan Perwakilan Daerah ............................................................ 10
E. Deskripsi Esensi dan Urgensi Demokrasi Pancasila .......................... 11
1. Kehidupan Demokratis yang Bagaimana yang kita Kembangkan? 11
2. Mengapa Kehidupan yang Demokrasi Itu Penting? ...................... 14

iii
3. Bagaimana Penerapan Demokrasi dalam Pemilihan Pemimpin
Politik dan Pejabat Negara? ........................................................... 15
F. Studi Kasus .......................................................................................... 16

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 17


A. Kesimpulan ......................................................................................... 17
B. Saran ................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 18

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prof. Mr. Muhamad Yamin mengemukakan bahwa demokrasi merupakan
suatu dasar dalam pembentukan pemerintahan dan yang ada didalamnya
(masyarakat) dalam kekuasaan mengatur dan memerintah dikendalikan secara
sah oleh seluruh anggota masyarakat.
Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi. Ada yang dinamakan
demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, Demokrasi Terpimpin,
Demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, Demokrasi Soviet, demokrasi nasional,
dan sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi yang menurut asal
kata ‘rakyat berkuasa’ atau government by the people (kata Yunani demos berarti
rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa).
Setiap warga negara mendambakan pemerintahan demokratis yang menjamin
tegaknya kedaulatan rakyat. Hasrat ini dilandasi pemikiran bahwa adanya peluang
bagi tumbuhnya prinsip menghargai keberadaan individu untuk berpartisipasi
dalam kehidupan bernegara secara maksimal.
Setiap negara mempunyai ciri khas dalam pelaksanaan  kedaulatan rakyat
atau demokrasinya. Hal ini ditentukan oleh sejarah negara yang bersangkutan,
kebudayaan, pandangan hidup, serta tujuan yang ingin dicapainya. Dengan
demikian pada setiap negara terdapat corak khas yang tercermin pada pola sikap,
keyakinan dan perasaan tertentu yang mendasari, mengarahkan, dan memberi arti
pada tingkah laku dan proses berdemokrasi dalam suatu sistem politik.
Begitu pula dengan Indonesia, Indonesia memiliki landasan atau acuan
tersendiri dalam proses demokrasi nya, yaitu Pancasila dan UUD 1945.
Penjabaran demokrasi dalam ketatanegaraan Indonesia dapat ditemukan dalam
konsep demokrasi sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 sebagai
“staatsyfundamentalnorm” yaitu “...Suatu susunan negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat...” (ayat 2), selanjutnya didalam Romawi III dijelaskan
“Kedaulatan Rakyat...” 

1
Pancasila bukan hanya suatu daftar nilai tradisional. Melainkan Pancasila
memuat lima unsur  etika pasca-tradisional sedunia yang paling fundamental:
kebebasan beragama; hormat tanpa kompromi terhadap hak-hak asasi manusia;
kebangsaan yang mempersatukan dalam sinergi pembangunan; semangat
kerakyatan yang tak lain adalah demokrasi; serta keadilan sosial. Hal inilah yang
menjadi corak khas dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia, yaitu Demokrasi
Pancasila.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dan urgensi demokrasi yang bersumber dari Pancasila?
2. Mengapa diperlukan demokrasi yang bersumber dari Pancasila?
3. Bagaimana sumber historis, sosiologis, dan politik tentang demokrasi?
4. Bagaimana membangun argumen tentang dinamika dan tantangan demokrasi
yang bersumber dari Pacasila?
5. Bagaimana deskripsi esensi dan urgensi demokrasi Pancasila?
6. Bagaimana studi kasus mengenai Demokrasi Pancasila di Indonesia?

C. Tujuan
1. Pembaca memahami konsep dan urgensi demokrasi yang bersumber dari
Pancasila
2. Pembaca memahami perlunya demokrasi yang bersumber dari Pancasila
3. Pembaca memahami sumber historis, sosiologis, dan politik tentang
demokrasi
4. Pembaca memahami argumen tentang dinamika dan tantangan demokrasi
yang bersumber dari Pacasila
5. Pembaca memahami deskripsi esensi dan urgensi Demokrasi Pancasila
6. Pembaca mengetahui bagaimana studi kasus Demokrasi Pancasila di
Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dan Urgensi Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila


1. Pengertian Demokrasi
Secara etimologis demokrasi berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu “demos”
dan ”kratein”. Dalam “The Advanced Learne’s Dictionary of Current
English” (Hornby dkk, 1998) dikemukakan bahwa kata demokrasi merujuk pada
konsep kehidupan negara atau masyarakat dimana warga negara dewasa turut
berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih.
Karena “people” yang menjadi pusatnya, demokrasi oleh Pabottinggi (2002)
disikapi sebagai pemerintahan yang memiliki otosentrisitas yakni rakyatlah
(people) yang harus menjadi kriteria dasar demokrasi.
Sementara itu CICED (1999) mengadopsi konsep demokrasi sebagai berikut :
“Democracy which is conceptually perceived a frame of thought of having
the public governance from the people, by the people, has been universally
accepted as paramount ideal, norm, social system, as well as individual
knowledge, attitudes, and behavior needed to be contextually substantiated,
cherished, and developed”.
Apa yang dikemukakan oleh CICED (1999) tersebut melihat demokrasi
sebagai konsep yang bersifat multidimensional, yakni secara filosofis demokrasi
sebagai ide, norma, dan prinsip; secara sosiologis sebagai system social; dan
secara psikologis sebagai wawasan, sikap, dan perilaku individu dalam hidup
bermasyarakat.
Sebagai suatu sistem sosial kenegaraan, USIS (1995) mengintisarikan
demokrasi sebagai sistem memliki sebelas pilar atau soko guru, yakni
“Kedaulatan Rakyat, Pemerintahan Berdasarkan Persetujuan dari yang Diperintah,
Kekuasaan Mayoritas, Hak-hak Minoritas, Jaminan Hak-hak Asasi Manusia,
Pemilihan yang Bebas dan Jujur, Persamaan di depan Hukum, Proses Hukum
yang Wajar, Pembatasan Pemerintahan secara Konstitusional, Pluralisme Sosial,

3
Ekonomi dan Politik, dan Nilai-nilai Toleransi, Pragmatisme, Kerja Sama dan
Mufakat.”
Di lain pihak Sanusi (2006) mengidentifikasikan adanya seupuluh pilar
demokrasi konstitusional menurut UUD 1945, yakin: “Demokrasi yang Ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa, Demokrasi dengan Kecerdasan, Demokrasi yang
Berkedaulatan Rakyat, Demokrasi dengan “Rule of Law”, Demokrasi dengan
Pembagian Kekuasaan Negara, Demokrasi dengan Hak Asasi Manusia,
Demokrasi dengan Pengadilan yang Merdeka, Demokrasi dengan Otonomi
Daerah, Demokrasi dengan Kemakmuran, dan Demokrasi yang Berkeadilan
Sosial.”

2. Tiga Tradisi Pemikiran Politik Demokrasi


Secara konseptual, seperti yang dikemukakan oleh Carlos Alberto Torres
(1998) demokrasi dapat dilihat dari tiga tradisi pemikiran politik, yakni “classical
Aristotelian theory, medieval theory, contemporary doctrine”. Dalam tradisi
pemikirian Aristotelian demokrasi merupakan salah satu bentuk pemerintahan,
yakni pemerintahan oleh seluruh warga negaranya yang memenuhi syarat
kewarganegaraan. Sementara itu dalam tradisi “medieval theory” yang pada
dasarnya menerapkan “Romanlaw”  dan konsep “popular souvereignity”
menempatkan suatu landasan pelaksanaan kekuasaan tertinggi di tangan rakyat.
Sedangkan dalam “contemporary doctrine of democracy”, konsep “republican”
dipandang sebagai bentuk pemerintahan rakyat yang murni.
Lebih lanjut, Torres (1998) memandang demokrasi dapat ditinjau dari dua
aspek yakni, “formal democracy” dan “substantive democracy”. Formal
democracy menunjuk pada demokrasi dalam arti pemerintahan. Substantive
democracy menunjuk pada bagaimana proses demokrasi itu dilakukan. Proses itu
dapat diindentifikasi dalam empat bentuk demokrasi. Pertama, konsep “protective
democracy” yang menunjuk pada perumusan Jeremy Bentham dan James Mill
ditandai oleh “… the hegemony of market economy”, atau kekuasaan ekonomi
pasar. Kedua, “developmental democracy” yang ditandai oleh konsepsi “… the
model of man as possessive individualist” atau model manusia sebagai individu

4
yang posesif. Ketiga, “equilibrium democracy” atau “pluralist democracy” yang
dikembangkan oleh Joseph Schumpeter yang berpandangan perlunya
penyeimbangan nilai partisipasi dan pentingnya apatisme. Keempat,
“participatory democracy” yang diteorikan oleh C.B Machperson yang dibangun
dari pemikiran paradoks dari JJ. Rousseau yang menyatakan bahwa kita tidak
dapat mencapai partisipasi yang demokratis tanpa perubahan lebih dulu dalam
ketakseimbangan sosial dan kesadaransosial. Seperti dikutip dari
pandangan Mansbridge dalam “Participation and Democratic Theory” (Torres,
1998) dikatakan bahwa fungsi utama dati partisipasi dalam pandangan teori
demokrasi partisipatif adalah bersifat edukatif dalam arti yang sangat luas. Hal itu
dinilai sngat penting karena seperti diyakini oleh Pateman dalam Torres (1998)
bahwa pengalaman dalam partisipasi demokrasi akan  mampu mengembangkan
dan memantapkan kepribadian yang demokratis. Oleh karena itu, peranan Negara
demokratis harus dilihat dari dua sisi (Torres, 1998;149) yakni demokrasi
sebagai “method and content”.

3. Pemikiran Tentang Demokrasi Indonesia


Miriam Budiardjo menyebutkan di dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik
(2008), bahwa demokrasi yang dianut Indonesia adalah yang berdasarkan
Pancasila yang masih terus berkembang dan sifat dan ciri-cirinya terdapat
berbagai tafsiran dan pandangan.
Menurut Hatta ada tiga sumber pokok demokrasi yang mengakar di
Indonesia. Pertama, sosialisme Barat yang membela prinsip-prinsip kemanusiaan
yang sekaligus dipandang sebagai tujuan demokrasi. Kedua, ajaran Islam
memerintahkan kebenaran dan keadilan Tuhan dalam masyarakat. Ketiga, pola
hidup dalam bentuk kolektivisme sebagaimana terdapat di desa-desa wilayah
Indonesia.

4. Pentingnya Demokrasi sebagai Sistem Politik Kenegaraan Modern


Demokrasi di mata pemikir Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles
bukanlah bentuk pemerintahan yang ideal. Demokrasi kuno itu selanjutnya

5
tenggelam oleh kemunculan pemerintahan model Kekaisaran Romawi dan
tumbuhnya negara-negara kerajaan di Eropa sampai abad ke-17.
Namun demikian pada akhir abad ke-17 lahirlah demokrasi “modern” yang
disemai oleh para pemikir Barat seperti Thomas Hobbes, Montesquieu, dan JJ.
Rousseau, bersamaan dengan munculnya konsep Negara-bangsa di Eropa.
Perkembangan demokrasi semakin pesat dan diterima semua bangsa terlebih
sesudah Perang Dunia II. Dengan demikiran, sampai saat ini demokrasi diyakini
dan diterima sebagai sistem politik yang baik guna mencapai kesejahteraan
bangsa. Hampir semua negara modern menginginkan dirinya dicap sebagai negara
demokrasi. Sebaliknya akan menghindar dari julukan sebagai Negara
yang “undemocracy”.

B. Alasan Diperlukan Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila


Hingga saat ini kita masih menyaksikan sejumlah persoalan tentang
kelemahan praktik demokrasi di Negara kita. Beberapa masalah tersebut yang
sempat muncul diberbagai media jejaring sosial adalah:
1. Buruknya kinerja lembaga perwakilan dan partai politik
2. Krisis partisipasi politik rakyat
3. Munculnya penguasa di dalam demokrasi
4. Demokrasi saat ini membuang kedaulatan rakyat.
Terjadinya krisis partisipasi rakyat disebabkan karena tidak adanya peluang
untuk berpartisipasi atau karena terbatasnya kemampuan untuk berpartisipasi
dalam politik. Secara lebih spesifik penyebab rendahnya partisipasi politik itu
adalah:
a. Pendidikan yang rendah sehingga menyebabkan rakyat kurang aktif dalam
melaksanakan partisipasi politik
b. Tingkat ekonomi rakyat yang rendah
c. Partisipasi politik rakyat kurang mendapat tempat oleh pemerintah.
Munculnya penguasa didalam demokrasi ditandai oleh menjamurnya “dinasti
politik” yang menguasai segala segi kehidupan masyarakat: pemerintahan,
lembaga perwakilan, bisnis, peradilan, dan sebagainya oleh satu keluarga atau

6
kroni. Adapun perihal demokrasi membuang kedaulatam rakyat terjadi akibat
adanya kenyataan yang memperihatinkan bahwa setelah tumbangnya struktur
kekuasaan “otokrasi” ternyata bukan demokrasi yang kita peroleh melainkan
oligarki dimana kekuasaan terpusat pada sekelompok kecil elit, sementara
sebagian rakyat (demos) tetap jauh dari sumber-sumber kekuasaan (wewenang,
uang, hukum, informasi, pendidikan, dan sebagainya).
Atas dasar kenyataan demikian tentu muncul sejumlah pertanyaan dibenak
kita. Misalnya :
1. Mengapa kekuasaan politik formal dikuasai oleh sekelompok orang partai
yang melalui pemilu berhak “menguras” suara rakyat untuk memperoleh
kursi di parlemen?
2. Mengapa dapat terjadi suatu kondisi dimana melalui parlemen kelompok elit
dapat mengatas namakan suara rakyat untuk melaksanakan agenda politik
mereka sendiri yang sering kali berbeda dengan kepentingan nyata
masyarakat?
3. Mengapa pihak-pihak yang memiliki kekuasaan kharismatik yang berakar
dari tradisi, maupun agama yang terdapat pada beberapa orang yang mampu
menggerakkan loyalitas dan emosi rakyat yang bila perlu menjadi tumbal
untuk tujuan yang bagi mereka sendiri tidak jelas masih hidup pada era
demokrasi dewasa ini?
4. Mengapa sekelompok elit daerah dapat memiliki wewenang formal maupun
informal yang digunakan untuk mengatasnamakan aspirasi daerah demi
kepentingan mereka sendiri.

C. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik Tentang Demokrasi


1. Sumber Nilai yang Berasal dari Demokrasi Desa
Mengenai adanya anasir demokrasi dalam tradisi desa kita akan meminjam
dua macam analisis berikut:
 Paham kedaulatan rakyat sebenarnya sudah tumbuh sejak lama di Nusantara.
Di alam Minangkabau misalnya, Raja sejati di dalam kultur Minangkabau ada
pada alur (logika) dan patut (keadilan). Alur dan patutlah yang menjadi

7
pemutus terakhir sehingga keputusan seorang Raja akan ditolak apabila
bertentangan dengan akal sehat dan prinsip-prinsip keadilan (Malaka,2005).
 1.2.Tradisi demokrasi asli Nusantara tetap bertahan sekalipun dibawah
kekuaaan feodalisme raja-raja Nusantara karena di banyak tempat di
Nusantara, tanah sebagai faktor produksi yang penting tidaklah dikuasai oleh
raja melainkan dimiliki bersama oleh masyarakat desa.
2. Sumber Nilai yang Berasal dari Islam
Inti dari keyakinan Islam adalah pengakuan pada Ketuhanan Yang maha Esa.
Konsekuensinya, semua bentuk pengaturan hidup dengan menciptakan kekuasaan
mutlak pada semasa manusia merupakan hal yang tidak adil dan tidak beradap.
Kelanjutan logis dari prinsip Tauhid adalah paham persamaan manusia di hadapan
Tuhan, yang melarang adanya perendahan martabat dan pemaksaan kehendak
antar  sesama manusia. Bahkan seorang utusan Tuhan tidak berhak melakukan
pemaksaan itu. Dalam perkembangannya, Hatta juga memandang stimulasi Islam
sebagai salah satu sumber yang menghidupkan cita-cita demokrasi sosial di kalbu
para pemimpin pergerakan kabangsaan.
3. Sumber Nilai yang Berasal dari Barat
Pusat pertumbuhan demokrasi terpenting di Yunani adalah kota Athena, yang
sering dirujuk sebagai contoh pelaksanaan Demokrasi Partisipatif dalam negara-
negara abad ke-5 SM. Selanjutnya muncul pula praktik pemerintahan sejenis
Romawi, tepatnya di kota Roma (Italia).  Yakni sistem pemerintahan Republik.
Model pemerintahan demokratis model Athena dan Roma ini kemudian menyebar
ke kota lain di sekitarnya, seperti Florence dan Veniece.
Kehadiran Kolonialisme Eropa, khususnya Belanda, di Indonesia membawa
dua sisi dari koin peradaban Barat: Sisi Represi imprealisme-kapitalisme dan sisi
humanisme-demokrasi.
Sumber inspirasi dari anasir demokrasi desa, ajaran Islam, sosiologi
demokrasi barat, memberikan landasan persatuan dan keragaman. Segala
keragaman ideologi-politik yang dikembangkan, yang bercorak keagamaan
maupun sekuler. Semuanya memiliki titik temu dalam gagasan-gagasan
demokrasi sosialitik (kekeluargan) dan secara umum menolak individualisme.

8
D. Argumen Tentang Dinamika dan Tantangan Demokrasi yang
Bersumber dari Pacasila
Kita dapat melihat postur demokrasi secara normatif pada konstitusi negara
kita. Indonesia mengalami perubahan konstitusi dimulai sejak berlakunya UUD
1945(I), Konstitusi RIS 1949, UUDS1950, Kembali ke UUD 1945(II) dan
akhirnya kita telah berhasil mengamandemen UUD 1945 sebanyak empat kali.
Untuk melihat demokrasi pada saat sekarang ini kita dapat melihat dari fungsi dan
peran lembaga permusyawaratan dan perwakilan rakyat menurut UUD NRI Tahun
1945, MPR, DPR dan DPD.
Untuk memahami dinamika dan tantangan demokrasi di Indonesia, kita dapat
membandingkan aturan dasar dalam naskah asli UUD 1945 dan bagaimana
perubahannya berkaitan dengan MPR, DPR, dan DPD (Asshiddiqie dkk, 2008).
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
 Sebelum UUD 1945 diamandemen MPR merupakan lembaga tertinggi
negara.
 Setelah UUD 1945 diamandemen MPR bukan lagi merupakan lembaga
tertinggi negara, tetapi sama halnya dengan lembaga negara lainnya.
 Kedudukan MPR berubah dari sistem vertikal hierarkis dengn prinsip
supremasi MPR menjadi sistem yang horizontal fundamental dengan
prinsip checks and balances (saling mengawasi dan mengimbangi) antar
lembaga negara.
 Setelah UUD 1945 diamandemen MPR tidak lagi berwenang menetapkan
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
 Kewenangan baru MPR ialah melantik Presiden dan Wakil presiden (Pasal
3 ayat 2 UUD 1945). Serta memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden
dalam masa jabatannya (Pasal 3 ayat 3 UUD 1945).
 MPR bisa mengisi lowongan jabatan presiden dan wakil presiden secara
bersama-sama atau bilamana wakil presiden berhalangan tetap Pasal 8 ayat
2 dan ayat 3 UUD 1945.

9
2. Dewan Perwakilan Rakyat
 Setelah UUD 1945 diamandemen yang berubah ialah anggota DPR
dipilih melalui pemilihan umum
 DPR memegang kekuasaan untuk membentuk Undang-undang
 Dalam UUD 1945 yang telah diamandemen, Presiden turut andil dalam
mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disepakati bersama
Pasal 20 ayat 4.
 Kemudian perubahan UUD 1945 setelah amandemen ialah apabila
rancangan undang-undang yang telah disepakati bersama tidak mendapat
persetujuan dari presiden selama dalam waktu 30 hari setelah
perancangan maka rancangan undang-unang tersebut sah menjadi
undang-undang dan wajib diundangkan. Pasal 20 ayat 5
 Berdasarkan pasal 20 A ayat 1 funsi DPR itu ada tiga yaitu fumgsi
legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
 Berdasarkan Pasal 20 A ayat 2 DPR mempunyai hak yaitu, hak interplasi,
hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
3. Dewan Perwakilan Daerah
 Anggota DPD dipilih melalui pemilihan umum disetiap provinsi
 DPD dapat mengajukan rancangan Undang-Undang kepada DPR yang
menyangkut tentang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
SDA dan SDE lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
 DPD ikut mebahas rancangan Undang-Undang yang berkitan dengan
daerah. Serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan
undang-undang.
 DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang.
 Demikianlah dinamika yang terjadi dengan lembaga permusyawaratan
dan perwakilan di negara kita yang secara langsung mempengaruhi
kehidupan demokrasi. Dinamika ini tentu saja kita harapkan dapat

10
membuat semakin sehat dan dinamisnya Demokrasi Pancasila yang
tengah melakukan konsolidasi menuju demokrasi yang matang.

E. Deskripsi Esensi dan Urgensi Demokrasi Pancasila


1. Kehidupan Demokratis yang Bagaimana yang kita Kembangkan?
Sebagai demokrasi yang berakar pada budaya bangsa, kehidupan demokratis
yang kita kembangkan harus mengacu pada landasan idiil Pancasila dan landasan
konstitusional UUD 1945. Berikut ini di ketengahkan “Sepuluh Pilar Demokrasi
Pancasila” yang dipesankan oleh para pembentuk negara RI, sebagaimana
diletakkan dalam UUD 1945 (Sanusi 1998).
Pilar Demokrasi
No. Maksud Esensinya
Pancasila
1. Demokrasi Berdasarkan Seluk-beluk sistem serta perilaku dalam
Ketuhanan Yang Maha Esa menyelenggarakan kenegaraan RI harus
taat asas, konsisten, atau sesuai dengan
nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Demokrasi dengan Mengatur dan menyelenggarakan
Kecerdasan demokrasi menurut UUD 1945 itu bukan
dengan kekuatan naluri, kekuatan otot atau
kekuatan massa semata-mata. Pelaksanaan
demokrasi itu justru lebih menuntut
kecerdasan rohaniah, kecerdasaan aqliyah,
kecerdasan rasional dan kecerdasan
emosional
3. Demokrasi yang Kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat.
Berkedaulatan Rakyat Secara prinsip, rakyatlah yang
memiliki/memegang kedaulatan itu. Dalam
batas-batas tertentu kedaulatan rakyat itu
dipercayakan kepada wakil-wakil rakyat di
MPR(DPR/DPD) dan DPRD

11
4. Demokrasi dengan Rule of  Kekuasaan negara RI itu harus
Law mengandung, melindungi serta
mengembangkan kebenaran hukum
(legal truth) bukan demokrasi ugal-
ugalan, demokrasi dagelan atau
demokrasi manipulatif
 Kekuasaan negara itu memberikan
keadilan hukum (legal justice) bukan
demokrasi yang terbatas pada keadilan
formal dan pura-pura
 Kekuasaan negara itu menjamin
kepastian hukum (legal security) bukan
demokrasi yang membiarkan
kesemrawutan dan anarki
 Kekuasaan negara itu mengembangkan
manfaat atau kepentingan hukum
(legal interest), seperti kedamaian dan
pembangunan, bukan demokrasi yang
justru memopulerkan fitnah dan
hujatan atau menciptakan perpecahan,
permusuhan dan kerusakan
5. Demokrasi dengan Demokrasi menurut UUD 1945 bukan saja
Pembagian Kekuasaan mengakui kekuasaan RI yang tidak
terbatas secara hukum, melainkan juga
demokrasi itu dikuatkan dengan
pembagian kekuasaan negara dan
diserahkan kepada badan-badan negara
yang bertanggung jawab. Jadi demokrasi
menurut UUD 1945 mengenal
semacam division and separatation of

12
power, dengan sistem check and balance
6. Demokrasi dengan Hak Demokrasi menurut UUD 1945 mengakui
Asasi Manusia hak asasi manusia yang tujuannya bukan
saja menghormati hak-hak asasi tersebut,
melainkan terlebih-lebih untuk
meningkatkan martabat dan derajat
manusia seutuhnya
7. Demokrasi dengan Demokrasi menurut UUD 1945
Pengadilan yang Merdeka menghendaki diberlakukannya sistem
peradilan yang merdeka (independen) yang
memberi peluang seluas-luasnya kepada
semua pihak yang berkepentingan untuk
mencari dan menemukan hukum yang
seadil-adilnya . Di muka pengadilan yang
merdeka, penggugat dengan pengacaranya,
penuntuk umum dan terdakwa dengan
pengacaranya mempunyai hak yang sama
untuk mengajukan konsideransi, dalil-
dalil,fakta-fakta, saksi, alat, pembuktian
dan petitumnya
8. Demokrasi dengan Otonomi daerah merupakan pembatasan
Otonomi Daerah terhadap kekuasaan negara, khususnya
kekuasaan legislatif dan eksekutif di
tingkat pusat, dan lebih khusus lagi
pembatasan atas kekuasaan presiden. UUD
1945 secara jelas memerintahkan
dibentuknya daerah-daerah otonom besar
dan kecil, yang ditafsirkan daerah otonom
I dan II. Dengan Peraturan Pemerintah
daerah-daerah otonom itu dibangun dan
disiapkan untuk siap mengatur dan

13
menyelenggarakan urusan-urusan
pemerintahan sebagai urusan rumah
tangganya sendiri yang diserahkan oleh
Pemerintah Pusat kepadanya.
9. Demokrasi dengan Demokrasi itu bukan hanya soal kebebasan
Kemakmuran dan hak, bukan hanya soal kewajiban dan
tanggung jawab, bukan pula hanya soal
mengorganisir kedaulatan rakyat atau
pembagian kekuasaan kenegaraan.
Demokrasi itu bukan pula hanya soal
otonomi daerah dan keadilan hukum.
Sebab bersamaan itu semua, jika
dipertanyakan “where is the beef?”,
demokrasi menurut UUD 1945 itu ternyata
ditujukan untuk membangun negara
kemakmuran oleh dan untuk sebesar-
besarnya rakyat Indonesia
10. Demokrasi yang Sosial, Demokrasi menurut UUD 1945
Berkeadilan menggariskan keadilan sosial di antara
berbagai kelompok, golongan dan lapisan
masyarakat. Tidak ada golongan, lapisan,
kelompok, satuan atau organisasi yang
menjadi anak emas, yang diberi berbagai
keistimewaan atau hak-hak khusus

2. Mengapa Kehidupan yang Demokrasi Itu Penting?


 Partisipasi dalam Pembuatan Keputusan
Dalam negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi,
kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan pemerintahan dijalankan
berdasarkan kehendak rakyat. Sebagai contoh ketika masyrakat kota tertentu
resah dengan semakin tercemarnya udara oleh asap rokok yang berasal dari

14
para perokok, maka pemerintah kota mengeluarkan peraturan daerah tentang
larangan merokok di tempat umum.
 Persamaan Kedudukan di Depan Hukum
Seiring dengan adanya tuntutan agar pemerintah harus berjalan dengan
baik dan dapat mengayomi rakyat dibutuhkan adanya hukum. Hukum itu
mengatur bagaimana seharusnya penguasa bertindak, bagaimana hak dan
kewajiban dari penguasa dan juga rakyatnya. Artinya, hukum harus
dijalankan dengan adil dan tidak pandang bulu. Untuk menciptakan hal itu
harus ditunjang dengan adanya aparat penegak hukum yang tegas dan
bijaksana.
 Distribusi Pendapatan Secara Adil
Dalam negara demokrasi, semua bidang dijalankan dengan berdasarkan
prinsip keadilan bersama dan tidak berat sebelah, termasuk di dalam bidang
ekonomi. Semua warga negara berhak memperoleh pendapatan yang layak.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kehidupan demokratis penting
dikembangkan dalam berbagai kehidupan, karena seandainya kehidupan
demokratis tidak terlaksana, maka asas kedaulatan rakyat tidak berjalan, tidak ada
jaminan HAM, tidak ada persamaan di depan hukum.

3. Bagaimana Penerapan Demokrasi dalam Pemilihan Pemimpin Politik


dan Pejabat Negara?
Pemilihan pemimpin merupakan wujud partisipasi politik. Partisipasi politik
adalah kegiatan kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka
mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau
tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Seorang pemimpin memang harus yang memiliki kemampuan memadai
sehingga ia mampu melindungi dan mengayomi rakyatnya dengan baik. Oleh
karena itu, seorang pemimpin harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Berdasarkan
sistem demokrasi yang kita anut, seorang pemimpin itu harus beriman dan
bertaqwa, bermoral, berilmu, terampil, dan demokratis
F. Studi Kasus

15
Studi kasus mengenai Demokrasi Pancasila di Indonesia dapat kita lihat dari
kasus “Terkekangnya Media Pers Saat Era Orde Baru”. Ketika Orde Lama runtuh
dan kemudian memasuki Era Orde Baru para media pers mendapat tekanan yang
begitu keras dari pemerintah dan mulai terkekang pergerakannya. Pers dilarang
untuk memberitakan berita miring seputar pemerintahan. Jika ada yang berani
memberikan kiritikan kepada pemerintahan saat itu dan kemudian
mempublikasikannya maka akan ada ancaman keras yang akan diperoleh oleh
penerbit.
Selain itu, pemerintah didukung dengan adanya siaran televisi yang
dikuasainya, yaitu TVRI, dan ditambah lagi pemerintah dengan berbagai
peraturannya memberendel berbagai media cetak yang tidak sejalan dengan
pemerintahan.  Bentuk lain dari pengekangan pers saat itu ialah munculnya SIUPP
(Surat Izin Untuk Penerbitan Pers). Demikianlah ketatnya masa orde baru
terhadap pers, sehingga peranan Pers sebagai transmisi informasi dan katalisator
bagi perubahan politik sosial tidak dapat berjalan baik. Hal ini tentunya sangat
tidak sesuai dengan Demokrasi Pancasila yang mengusung kebebasan
berpendapat.

BAB III

16
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang berdasar Pancasila dan UUD
1945. Demokrasi Pancsila dalam arti luas adalah kedaulatan atau kekuasaan
tertinggi ada di tangan rakyat yang dalam penyelenggaraannya dijiwai oleh nilai-
nilai Pancasila dan dijalankan sesuai rumusan nilai dan norma dalam UUD 1945.
Praktik yang berjalan juga harus sesuai dengan dinamika perkembangan
kehidupan kenegaraan Indonesia. Sekalipun telah terumus dengan baik, namun
dalam kenyataannya praktik Demokrasi Pancasila mengalami pasang surut. Oleh
karena itu, perjuangan untuk menuju Indonesia menjadi lebih baik turut menjadi
tanggung jawab bersama melalui peran kita dalam mempertahankan Demokrasi
Pancasila sebagai ciri khas yang dimiliki Indonesia.

B. Saran
1. Otoritas tertinggi dalam sebuah negara yaitu pemerintah, hendaknya
mengetahui dan memahami dengan jelas hakikat dan makna dari Pancasila itu
sendiri serta berupaya mewujudkannya dalam mengayomi dan
menyejahterakan rakyatnya
2. Masyarakat juga hendaknya memahami betul makna Demokrasi Pancasila
sehingga dapat menjadi pedoman dan kehidupan berbangsa dan bernegara,
sehingga mampu untuk bisa lebih pro-aktif demi Indonesia yang lebih baik
kedepan
3. Mahasiswa sebagai akademisi hendaknya mampu menciptakan dan mengawal
proses berbangsa dan bernegara berdasarkan cita-cita dari Pancasila itu
sendiri, sehingga tercipta bangsa yang beradab dan memiliki potensi masa
depan yang cerah dan tidak mudah terprovokasi untuk merusak tatanan
pancasila itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

17
Budiarjo Miriam. (1981). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta:Gramedia.

Kaelan dan Achmad Zubaidi. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:


PARADIGMA.

Maarif Ahmad Syafii. (1996). Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Masa


Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Jakarta: Gema Insani Press.

Priyono AE dan Usman Hamid. (2014). Merancang Arah Baru


Demokrasi. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

RISTEKDIKTI. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta:Direktorat


Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan
Perguruan Tinggi.

http://www.kompasiana.com/hildasaadatinis/terkekangnya-media-pers-saat-era-
orde-baru_55283e5d6ea834031d8b4590

[1] Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik,( Jakarta: Gramedia, 1981) h. 105

[2] RISTEKDIKTI, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: Direktorat Jenderal


Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan
Perguruan Tinggi) h. 145
[3] Prof. Dr. H. Kaelan, M.S dan Drs. H. Achmad Zubaidi, M.Si, Pendidikan
Kewarganegaraan, (Yogyakarta: PARADIGMA, 2007) hlm. 70

[4] AE Priyono dan Usman Hamid, Merancang Arah Baru Demokrasi, (Jakarta:


Kepustakaan Populer Gramedia, 2014) h.143

[5] Dr. Maarif Ahmad Syafii, Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Masa
Demokrasi Terpimpin (1959-1965), (Jakarta: Gema Insani Press, 1996) h.
197

[6] Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik,( Jakarta: Gramedia, 1981) h. 367

18

Anda mungkin juga menyukai