iii
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Untuk Perguruan Tinggi
Editor :
Dr. Muhamad Husein Maruapey, Drs., M.Sc.
Desain Cover :
Danillstr
Sumber Gambar :
https://www.freepik.com
Tata Letak :
Ainur Rochmah
Ukuran :
15x23 cm, x + 155 halaman
ISBN :
978-602-359-087-2
Cetakan Pertama :
Januari 2022
PENERBITKBM INDONESIA
Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia)
Banguntapan, Bantul-Jogjakarta (Kantor I)
Balen, Bojonegoro-Jawa Timur, Indonesia (Kantor II)
081357517526 (Tlpn/WA)
Website: www.penerbitbukumurah.com
E-mail: karyabaktimakmur@gmail.com
Youtube: Penerbit Sastrabook
Instagram: @penerbit.sastrabook | @penerbitbukujogja
iv
Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga,
kupersembahkan karya kecil ini kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta yang telah
memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada
terhingga yang tidak mungkin dapat kubalas dengan selembar kertas yang
bertuliskan kata cinta dan persembahan.
v
KATA PENGANTAR
vi
Hak Asasi Manusia, Bab VII Demokrasi Indonesia, Bab VIII Geopolitik
Indonesia, dan Bab IX Geostrategi Indonesia.
Penulis menyadari apabila dalam penyusunan buku ini terdapat
kekurangan, tetapi penulis meyakini sepenuhnya bahwa sekecil apa pun
buku ini tetap memberikan manfaat bagi para pendidik, calon pendidik,
serta mahasiswa baik kependidikan maupun non kependidikan guna
pengembangan ilmu dan peningkatan SDM yang berkualitas. Akhir kata
guna penyempurnaan buku ini kritik dan saran dari pembaca sangat
penulis nantikan dan kepada penerbit yang telah bersediah menerbitkan
buku ini, tak lupa kami ucapkan terima kasih.
Penulis juga menyampaikan permohonan maaf atas segala
kelemahan-kelemahan yang dijumpai di dalam buku ini. Mudah-mudahan
saran dan kritik yang diberikan dapat menjadi bahan perbaikan bagi
penulis dan menjadi amal kebaikan di sisi Allah SWT. Semoga kehadiran
Buku ini dapat memperlancar perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan
di Perguruan Tinggi. Akhirnya penulis berharap agar buku ini dapat
digunakan sebagaimana mestinya dan semoga buku ini memiliki manfaat
khususnya dalam pendidikan. Semoga Allah SWT meridhoi. Amiin.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
viii
Nasional .................................................................. 42
H. Contoh Masalah Integrasi Nasional dalam Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara........................................ 43
Latihan ........................................................................... 46
BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ...... 47
A. Warga Negara dan Penduduk .................................. 47
B. Hak dan Kewajiban Warga Negara dan Neara........ 48
C. Asas Kewarganegaraan ........................................... 52
D. Masalah dan Status Kewarganegaraan .................... 54
E. Syarat dan Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan
Republik Indonesia ................................................. 58
F. Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia 62
Latihan ........................................................................... 64
BAB V KONSTITUSI DAN RULE OF LAW ......................... 66
A. Konstitusi ................................................................ 66
1. Pengertian Konstitusi........................................ 66
2. Berbagai Konstitusi yang Pernah Digunakan Di
Indonesia........................................................... 70
3. Amandemen UUD 1945 ................................... 72
B. Rule of Law ............................................................. 74
1. Konsep Rule of Law.......................................... 74
2. Prinsip-Prinsip Rule of Law .............................. 77
3. Negara Hukum Indonesia ................................. 80
Latihan ........................................................................... 83
BAB VI HAK ASASI MANUSIA ........................................... 85
A. Pengertian Hak Asasi Manusia ............................... 85
B. Perkembagan Wawasan Tentang HAM .................. 87
C. Instrumen Hukum Internasional HAM ................... 92
D. Hak Asasi Manusia di Indonesia ............................. 93
E. Istrumen HAM Nasional ......................................... 97
Latihan ........................................................................... 100
BAB VII DEMOKRASI INDONESIA ................................... 101
A. Konsep Demokrasi .................................................. 101
B. Hakikat dan Bentuk-Bentuk Demokrasi ................. 103
C. Prinsip-Prinsip Demokrasi ...................................... 106
D. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia ...................... 110
E. Pendidikan Demokrasi ............................................ 112
Latihan ........................................................................... 114
BAB VIII GEOPOLITIK INDONESIA ................................. 116
ix
A. Pengertian dan Teori Geopolitik ............................. 116
B. Paham Geopolitik Bangsa Indonesia....................... 121
C. Terbentuknya Wawasan Nasional ........................... 122
D. Wawasan Nusantara sebagai Geopolitik Indonesia. 123
E. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ....... 128
Latihan ........................................................................... 133
BAB IX GEOSTRATEGI INDONESIA ................................ 135
A. Pengertian Geostrategi ............................................ 135
B. Ketahanan Nasional Nasional sebagai Geostrategi
Indonesia ................................................................. 136
C. Asas-Asas Ketahanan Nasional Indonesia .............. 142
D. Ciri Ketahanan Nasional Indonesia ......................... 144
E. Metode Astagatra dalam Ketahanan Nasional
Indonesia ................................................................. 145
Latihan ........................................................................... 148
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 150
PROFIL PENULIS ................................................................... 154
x
BAB I
PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Pengetahuan
kewarganegaraan
Warga negara
yang baik
Keterampilan (berpengetahuan, Watak
kewarganegaraan terampil, dan berwatak) kewarganegaraan
Gambar 1.1
Diagram Aspek-Aspek Kompetensi Pendidikan
Kewarganegaraan
10
Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) merupakan materi
substansi yang harus diketahui oleh warga negara, yaitu pengetahuan
yang harus diketahui oleh warga negara berkaitan dengan hak dan
kewajiban sebagai warga negara, struktur dan sistem politik,
pemerintahan dan sistem sosial yang ideal sebagaimana terdokumentasi
dalam Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, maupun yang telah menjadi
konvensi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta nilai-nilai
universal dalam masyarakat demokratis, dan cara-cara kerja sama untuk
mewujudkan kemajuan bersama, serta hidup berdampingan secara damai
dalam masyarakat internasional.
Aspek kompetensi pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge) menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang
dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral.
Dengan demikian, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang
kajian multidisipliner. Secara lebih terperinci, materi pengetahuan
kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab
warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi,
lembaga pemerintah dan non-pemerintah, identitas nasional,
pemerintahan berdasar hukum (rule of law), dan peradilan yang bebas
dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam
masyarakat.
Keterampilan kewarganegaraan (civic skills) merupakan
keterampilan tang dikembangkan dari pentetahuan kewarganegaraan,
agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena
dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan
berbangsa dan bernegara. (Cholisin, dkk., 2007). Aspek keterampilan
kewarganegaraan (civic skills) meliputi keterampilan intelektual
(intelectual skills) dan keterampilan berpartisipasi (participatory skills)
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh keterampilan
intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan
politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD. Contoh keterampilan
berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajibannya
di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas terjadinya
kejahatan yang diketahui.
Karakter kewarganegaraan (civic dispositions) merupakan sifat-
sifat yang harus dimiliki setiap warga negara untuk mendukung
efektivitas partisipasi politik, berfungsinya sistem politik yang sehat,
berkembangnya martabat dan harga diri dan kepentingan umum.
Watak/karakter kewarganegaraan (civic dispositions) sesungguhnya
merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam Pendidikan
Kewarganegaraan. Dimensi watak/karakter kewarganegaraan dapat
11
dipandang sebagai "muara" dari pengembangan kedua dimensi
sebelumnya.
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1. Apakah pendidikan kewarganegaraan mampu untuk meningkatkan
semangat kebangsaan bagi peserta didik khususnya dan warga negara
Indonesia umumnya?
2. Apa latar belakang diselenggarakannya pendidikan kewarganegaraan
khususnya yang terkait dengan proses globalisasi? Kompetensi apa
yang diharapkan dari pendidikan kewarganegaraan kepada
mahasiswa?
3. Ada dua paradigma pendidikan kewarganegaraan, yaitu feodalistik
dan humanistik. Menurut pendapat Anda, paradigma mana yang lebih
tepat?
4. Bagaimana cara mensosialisasikan pendidikan kewarganegaraan agat
tujuan pendidikan kewarganegaraan dapat berhasil?
5. Pendidikan kewarganegaraan seperti apa yang ideal bagi Indonesia
agar tujuan pendidikan kewarganegaraan berhasil? Dan berikan
contoh parameter keberhasilannya!
6. Uraikan bagaimana sejarah pendidikan kewarganegaraan di
perguruan tinggi?
7. Salah satu tujuan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi
adalah mengantarkan peserta didik memiliki wawasan kesadaran
bernegara untuk belanegara dan memiliki pola pikir, pola sikap, dan
perilaku untuk cinta tanah air. Menurut Anda, bagaimana cara
mengantarkan peserta didik agar memiliki wawasan kesadaran
berbangsa untuk bela negara?
8. Mengapa sifat interdisipliner dipandang sebagai keunggulan dan
sekaligus kelemahan pendidikan kewarganegaraan?
9. Jika dilihat dari perspektif ontologis, epistemologis dan aksiologis,
apakah pendidikan kewarganegaraan merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan yang bersifat filsafat? Uraikan penjelasan Anda!
10. Mengapa karakter/watak kewarganegaraan (civic dispositions)
dikatakan sebagai dimensi yang paling substantif dan esensial dalam
pendidikan kewarganegaraan?
12
BAB II
IDENTITAS NASIONAL DAN NASIONALISME
A. Identitas Nasional
1. Pengertian Identitas Nasional
Identitas nasional dibentuk oleh dua kata, yaitu ”identitas” dan
”nasional”. Identitas dapat diartikan sebagai ciri khas, tanda atau jati diri
yang melekat pada satu bangsa. Sedangkan ”nasional” dalam konteks
pembicaraan ini berarti kebangsaan (identitas bangsa). Jadi identitas
nasional secara harfiah merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang
tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa (nation)
dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri khas tadi suatu bangsa berbeda
dengan bangsa lain dalam kehidupannya. Identitas nasional suatu bangsa
merupakan bagian tak terpisahkan dengan eksistensi negara (state) yang
terus berkembang seiring dengan perubahan zaman.
Pengertian identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan
dengan pengertian Peoples Character, National Character, atau National
Identity. Jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa tentu saja berbeda
dengan jati diri bangsa lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan latar
belakang sejarah terbentuknya bangsa itu, keunikan, sifat, ciri-ciri serta
karakter bangsa itu, dan faktor geografi. Jati diri nasional bangsa
Indonesia misalnya, terbentuk karena rakyat Indonesia memiliki
pengalaman sejarah yang sama. Berawal dari pengalaman masing-masing
daerah dalam menghadapi kaum penjajah, kemudian timbullah perasaan
senasib sependeritaan, dan solidaritas kebangsaan yang membulatkan
tekad berjuang untuk merdeka berhadapan dengan para penjajah.
Perasaan senasib ini kemudian mendorong tumbuhnya kasadaran bahwa
kita memang memiliki banyak perbedaan, tetapi perbedaan itu tidak dapat
menutup kenyataan bahwa kita memiliki kesamaan sejarah dalam
melawan kaum penjajah. Pengalaman sejarah yang sama ini dapat
menumbuhkan kesadaran kebangsaan yang kemudian melahirkan
identitas nasional. Jatidiri nasional tentu saja tidak hanya menjadi jatidiri
dari sebuah bangsa sebagai satu kesatuan, tetapi juga menjadi identitas
bagi seluruh warga bangsa tertentu. Oleh karena itu, identitas nasional
diperlukan dalam proses interaksi baik antarwarga maupun antarnegara.
Kepribadian bangsa Indonesia sebagai suatu identitas nasional secara
historis berkembang dan menemukan jatidirinya setelah Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Setiap negara yang merdeka dan berdaulat sudah dapat dipastikan
berupaya memiliki identitas nasional agar negara tersebut dapat
13
dikenal oleh negara-bangsa lain, dapat dibedakan dengan bangsa lain.
Identitas nasional mampu menjaga eksistensi dan kelangsungan hidup
negara-bangsa. Negara-bangsa memiliki kewibawaan dan kehormatan
sebagai bangsa yang sejajar dengan bangsa lain serta akan menyatukan
bangsa yang bersangkutan karena memiliki identitas nasional.
Ada pendapat lain seperti yang dikemukakan Winarno (2007),
bahwa identitas nasional disamakan dengan identitas kebangsaan.
Identitas itu sendiri menurutnya secara etimologis berasal dari kata
“identitas dan “nasional”. Kata identitas berasal dari bahasa Inggris
identity yang mengadung arti harafiah ciri, tanda atau jati diri yang
melekat pada seseorang, kelompok atau sesuatu, sehingga membedakan
dengan yang lain. Dengan demikian, identitas berarti ciri-ciri, tanda-tanda
atau jati diri yang dimiliki seseorang, kelompok, masyarakat, bahkan
suatu bangsa sehingga dengan identitas itu bisa membedakan dengan
yang lain. Sedangkan kata nasional merujuk pada konsep kebangsaan.
Kata nasional menunjuk pada kelompok-kelompok persekutuan hidup
manusia yang lebih besar dari sekedar pengelompokan berdasarkan ras,
agama, budaya, bahasa, dan sebagainya. Oleh karena itu, identitas
nasional lebih merujuk pada identitas bangsa dalam pengertian politik.
Konsep identitas nasional sebagai atribut bangsa itu sendiri
sesungguhnya memiliki banyak dimensi, baik dimensi politik, sosial-
budaya, ekonomi, ideologi maupun pertahanan dan keamanan.
1. Dari dimensi politik, identitas nasional merupakan suatu konsep
politik untuk mempersatukan dan menyatukan berbagai kelompok
masyarakat yang berbeda dari segi suku bangsa, ras, agama, budaya
dan adat-istiadat, bahasa, dan lain-lain ke dalam ikatan politik
kebangsaan yang bersifat integratif.
2. Dimensi sosial budaya, identitas nasional merupakan suatu konsep
sosial-budaya untuk mengangkat budaya nasional sebagai puncak
budaya-budaya daerah yang tersebar mulai dari Sabang sampai
Merauke yang kemudian menimbulkan ikatan emosional
nasionalisme budaya. Bahwa budaya nasional bangsa Indonesia
berbeda dengan budaya bangsa lain.
3. Dimensi ekonomi, identitas nasional merupakan suatu konsep
ekonomi nasional yang berlandaskan pada konsep ekonomi
Pancasila, suatu model ekonomi yang berasaskan kekeluargaan
dengan dijiwai pada sila kelima Pancasila dan Pasal 33 UUD NRI
Tahun 1945.
4. Dimensi ideologi, identitas nasional dicirikan melalui ideologi
Pancasila yang kemudian membedakan dengan ideologi yang dianut
bangsa dan negara lain, seperti ideologi liberalisme-kapitalisme
negara-negara Barat dan ideologi komunisme-sosialisme negara
14
Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Korea Utara, dan negara komunis
lainnya.
5. Dimensi pertahanan keamanan, identitas nasional dicirikan melalui
konsep sistem pertahanan keamanan rakyat semesta dalam rangka
menjaga eksistensi dan keutuhan serta kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). (Karsadi, 2019).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa identitas nasional bangsa
dan negara Indonesia dilandasi oleh empat pilar kehidupan dan
kebangsaan, yakni Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, UUD
NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi negara, Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) sebagai bentuk negara, dan Bhinneka Tunggal Ika
sebagai semboyan negara semboyan negara, serta didukung oleh kondisi
ketahanan nasional yang kuat, kukuh, ulet, dan tangguh.
17
Patut disebut di sini, bahwa sumbangan agama Islam sebagai salah
satu faktor pengikat bagi lahirnya kesadaran nasional sangatlah besar.
Agama Islam bukan saja menjadi rantai pengikat, tetapi muncul juga
sebagai semacam simbol persaudaraan dari masyarakat Hindia Belanda
guna menghadapi kaum penjajah (Kahin, 1980). Munculnya gerakan
Islam yang terorganisasi di awal abad 20 menjadi upaya-upaya serius
umat Islam untuk memajukan masyarakat. Gerakan Islam yang
terorganisasi, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Sarekat Islam,
Persatuan Islam, seluruhnya bersifat nasional, dalam pengertian bahwa
anggota dan cabang-cabangnya meliputi seluruh Hindia Belanda. Hal ini
kemudian mendorong tumbuhnya kesadaran nasional, perasaan bersama
sebagai sebuah bangsa dan ini menjadi modal utama bagi pembentukan
identitas nasional.
3. Kemajemukan (Pluralitas) Masyarakat Indonesia sebagai Atribut
Identitas Nasional Indonesia
Identitas nasional Indonesia sering dikaitkan dengan masyarakat
Indonesia yang majemuk (pluralis). Kemajemukan dan keberagaman
masyarakat Indonesia ini sering kali dijadikan sebagai atribut bangsa
Indonesia untuk membedakan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa yang ada di dunia sering kali
dijuluki sebagai bangsa yang besar yang mampu menjunjung tinggi dan
memelihara keberagaman (pluralitas) dalam bingkai NKRI dengan
berlandaskan pada nilai-nilai luhur bangsa dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika, keberagaman bangsa Indonesia tetap akan menjadi atribut
nasional bangsa untuk bersatu, baik di masa sekarang maupun di masa
yang akan datang.
Secara sosiologis, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
majemuk (pluralis). Dilihat dari dimensi etnisitas, bangsa Indonesia
terdiri atas berbagai etnis yang tersebar mulai dari Sabang sampai
Merauke. Belum ada data yang pasti mengenai jumlah etnis yang ada di
Indonesia, tetapi menurut para ahli antropologi menyebutkan bahwa etnis
di Indonesia mencapai ± 300 suku bangsa. Begitu pula jika dilihat dari
dimensi sosio-kultural, masing-masing etnis tersebut memiliki perbedaan
sosio-kultural. Hal ini tercermin dari perbedaan budaya daerah dan adat
istiadat dari masing-masing etnis tersebut. Begitu pula kemajemukan
bangsa Indonesia dapat dilihat dari dimensi agama, ras, bahasa daerah,
dan dimensi lainnya seperti dimensi antargolongan. (Karsadi, 2019).
Kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia, selain merupakan
aset yang berharga sebagai modal pembangunan nasionaldan kemajuan
bangsa, tetapi di sisi lain ternyata mengandung kelemahan karena dapat
menjadi potensi munculnya konflik sosial. Bahkan dari beberapa kasus
18
munculnya gerakan separatis di berbagai daerah di Indonesia
menunjukkan bahwa kemajemukan bangsa yang tidak terkelola dengan
baik cenderung menimbulkan disintegrasi bangsa. Bukti konkret tidak
terkelolanya bangsa dan negara dengan baik mengenai kondisi tersebut
dapat dilihat pada gerakan separatis yang dilakukan oleh Organisasi
Papua Merdeka (OPM), Gerakan Aceh Merdek (GAM), dan gerakan
separatis lainnya yang mengancam keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Dilihat dari pengalaman sejarah juga menunjukkan bahwa
kemajemukan bangsa Indonesia pada masa penjajahan telah
dimanfaatkan oleh penjajahan Kolonial Belanda untuk memecah belah
Indonesia. Penjajahan Kolonial Belanda telah menerapkan politik ”devide
et inpera” untuk memecah belah dan ”mengadu domba” bangsa
Indonesia agar berperang dan bermusuhan antara satu etnis (kelompok)
yang satu dengan yang lain. Pengalaman sejarah inilah yang seharusnya
menjadi bahan refleksi atau renungan atau intropeksi pemerintah
Indonesia agar semua peristiwa buram masa lalu tidak terulang kembali
pada masa sekarang ini. Peristiwa tersebut menjadi pengalaman dan
ppelajaran yang berharga bagi bangsa Indonesia.
Bagi bangsa Indonesia, kemajemukan merupakan suatu kenyataan
yang tidak dapat terhindarkan lagi dalam kehidupan bangsa (taken for
granted). Sebagai bangsa yang majemuk dari berbagai dimensi, maka
untuk menjaga keutuhan dan persatuan dibutuhkan suatu landasan yang
kukuh agar bangsa Indonesia tetap bersatu dan tidak mudah terpecah
belah ke arah disintegrasi bangsa. Oleh karena itu, Pancasila sebagai
dasar danpandangan hidup bangsa (way of life) telah menjadi referensi
atau rujukan dan pedoman serta pandangan hidup bagi bangsa Indonesia,
baik di masa kini maupun masa yang akan datang. Oleh karena itu, ada
kewajiban bagi semua komponen bangsa untuk membumikan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan nyata, sekaligus menumbuhkan semangat
wawasan kebangsaan dan nasionalisme.
Semenjak penguasa Orde Baru meletakkan pembangunan sebagai
dasar merintis peradaban (civilized) yang lebih maju dan baik, tampaknya
wawasan kebangsaan mulai terkikis. Jika pembangunan diintrodusir
sebagai instrumen pemberdayaan (empowering) masyarakat menuju
kesejahteraan, ternyata dalam perjalanannya jauh melampaui semua,
pembangunan telah menjadi tujuan. Orde Baru memeluk ideologi
developmentalism. Akibatnya semua dimobilisasi demi pembangunan.
Wawasan kebangsaan dan pluralisme dijinakan melalui politik
homogenitas demi pembangunan. Artinya politisasi atas pluralisme
(kemajemukan) melalui politik homogenitas ini tentu saja menjadi
kendala mendasar bagi tumbuhkembangnya wawasan kebangsaan.
19
Kenyataan di tengah-tengah masyarakat menunjukkan bahwa
adanya resistensi masyarakat, terutama di daerah pedalaman Papua,
Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan tempat-tempat lain merupakan
bukti resistensi masyarakat terhadap politik homogenitas pemerintah
terhadap pluralisme pada masa Orde Baru. Keunikan (kekhasan), kearifan
lokal (local knowledge) dan pluralitas masyarakat menjadi sulit
ditemukan lagi sebagai akibat dari proses invansi pembangunan yang
hegemonik yang kemudian dijadikan argumen dan justifikasi atas
dan/atau demi pembangunan dan persatuan tanpa toleransi dengan
kekhasan dan keunikan masing-masing daerah dan masyarakatnya.
Dari berbagai sumber kepustakaan dapat diidentifikasi bahwa
masalah-msalah sosial yang muncul di tengah-tengah masyarakat
Indonesia saat ini adalah sebagai berikut.
1. Adanya kecenderungan terjadinya pergeseran dari pluralisme menjadi
polarisasi dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang pluralis
(majemuk).
2. Bergesernya konfigurasi pemilahan sosial yang bersifat intersected
(cross-cutting affiliation) menjadi pemilahan sosial yang bersifat
consolidated di tengah-tengah arus neoliberalisasi dan globalisasi.
3. Adanya pandangan-pandangan miopia, egosentrisme, dan elitisme
kelompok yang cenderung menerapkan kaidah-kaidah parochial
untuk menilai sikap dan perilaku di luar kelompoknya/orang luar
dalam konteks masyarakat pluralis (majemuk).
4. Adanya sikap yang bersifat prejudice yang cenderung mengarah pada
sesuatu yang bersifat primordial hanya karena berbeda budaya dan
tradisi lokalnya.
5. Munculnya ideological displacement dalam bentuk value
displacement sehingga telah menimbulkan proses marginalisasi
masyarakat. Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 kehilangan
makna substansial karena mengalami value displacement tersebut.
6. Adanya sikap pemerintah yang selalu mempertahankan dan
menerapkan prinsip ”the state can do no wrong”, sehingga
pemerintah menjadi sulit untuk menerima aspirasi, kritik, dan
masukan dari masyarakat luas.
7. Kecemasan dari berbagai kalangan masyarakat pedalaman dan
masyarakat di luar Pulau Jawa akibat kendali atas nasib sendiri.
Selama ini mereka telah dijadikan objek pembangunan yang bersifat
sentralistik, meskipun sekarang sudah otonomi, tetapi dalam
praktiknya masih dirasakan projek-projek pembangunan belum
dinikmati secara maksimal masyarakat di daerah. Selain itu, postur
APBD berorientasi pada belanja pegawai daripada pembangunan.
20
8. Ketidakmampuan masayakat luas dalam berpartisipasi, terutama
dalam proses pengambilan kebijakan publik. Akses politik bagi
masyarakat luas begitu mahal sebagai akibat politisasi partisipasi
menjadi mobilisasi.
9. Sosialisasi ajaran agama yang mendorong militansi pemeluknya
sebagai akibat melemahnya dan tidak dipercayainya pemimpin
negara/nasional, wakil-wakil rakyat, pemuka masyarakat, dan
pemeluk agama, sehingga kemudian muncul gerakan terorisme dan
radikalisme yang dibungkus dengan ajaran agama yang konservatif
dan radikal, seperti perilaku teroris.
10. Masih ada masyarakat yang kurang percaya kepada birokrasi
pemerintah yang tidak populis, tidak pro poor, dan tidak egaliter,
sehingga hanya mementingkan keluarganya dan kelompoknya.
Birokrasi pemerintah tidak lagi menempatkan diri sebagai pamong
dan pengayom yang melani masyarakat, tetapi sebaliknya yang
terjadi adalah birokrasi yang minta dilayani, tidak lagi mengayomi,
tetapi diayomi masyarakat.
11. Munculnya kekerasan struktural di tengah-tengah masyarakat yang
pluralis sebagai akibat adanya penyakit struktural yang menimpa
masyarakat, seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan kesenjangan
sosial-ekonomi. (Karsadi, 2019).
4. Parameter Identitas Nasional
Bagi bangsa Indonesia, pengertian parameter identitas nasional
tidak merujuk pada individu (adat istiadat dan tata laku), tetapi berlaku
pula pada suatu kelompok Indonesia sebagai suatu bangsa yang
majemuk, maka kemajemukan itu merupakan unsur-unsur atau parameter
pembentuk identitas yang melekat dan diikat oleh kesamaan-kesamaan
yang terdapat pada segenap warganya.
Parameter identitas nasional adalah suatu ukuran atau patokan yang
dapat digunakan untuk menyatakan sesuatu adalah mnjadi ciri khas suatu
bangsa. Sesuatu yang diukur adalah unsur suatu identitas, seperti
kebudayaan yang menyangkut norma, bahasa, adat istiadat, teknologi,
sesuatu yang alami atau ciri-ciri yang sudah terbentuk seperti geografi.
Pada dasarnya parameter identitas nasional meliputi:
1. Pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas masyarakat sehari-hari;
menyangkut adat istiadat, tata kelakukan, dan kebiasaan. Ramah
tamah, hormat kepada orang tua dan gotong royong.
2. Lambang-lambang yang merupakan ciri dari bangsa dan secara
simbolik menggambarkan tujuan dan fungsi bangsa. Lambang-
lambang negara ini biasanya dinyatakan dalam UU seperti Garuda
Pancasila, bendera, bahasa dan lagu kebangsaan.
21
3. Alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan,
seperti bangunan, teknologi, dan peralatan manusia. Bangunan seperti
Borobudur, Prambanan, Masjid dan Gereja. Peralatan manusia seperti
pakaian adat, teknologi, bercocok tanam dan teknologi, seperti
pesawat terbang, kapal laut, dan lain-lain.
4. Tujuan yang ingin dicapai suatu bangsa, identitas yang bersumber
dari tujuan ini bersifat dinamis dan tidak tetap seperti prestasi dalam
bidang tertentu.
B. Nasionalisme
1. Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme merupakan salah satu unsur penting dalam
pembinaan kebangsaan atau nation-building. Dalam proses pembinaan
kebangsaan, semua anggota masyarakat bangsa dibentuk agar
berwawasan kebangsaan serta berpola tata laku secara khas yang
mencerminkan budaya maupun ideologi. Proses pembinaan kebangsaan
memang unik bagi setiap bangsa. Bagi masyarakat bangsa yang plural
akan tetapi homogen, seperti Amerika Serikat, konsep melting-pot dapat
diterapkan. Namun bagi masyarakat Indonesia yang plural dan heterogen
akan lebih mengedepankan wawasan kebangsaan, yang unsur-unsurnya
adalah rasa kebangsaan, semangat kebangsaan atau nasionalisme, dan
faham kebangsaan.
Sikap dan perwujudan nasionalisme adalah kebebasan bangsa
untuk menentukan nasibnya sendiri. Mengapa? Menurut Susanto Zuhdi
(2014), karena bangsa yang hidup dalam alam penjajahan merasakan
pahit getirnya penghinaan dan merendahkan martabat kemanusiaan.
Maka, tujuan nasionalisme adalah kehidupan kebangsaan yang bebas.
Nasionalisme Indonesia pernah memperlihatkan wujud nyatanya dalam
sejarah Indonesia. Masa perang kemerdekaan yang meletus sejak tahun
1945 hingga tercapai “pengakuan” negara nasional tahun 1949,
merupakan bukti nasionalisme Indonesia. Terlihat jelas sikap loyalitas
yang diberikan kepada bangsa dari warganya untuk mewujudkan nilai
dan sikap kepahlawanan, persatuan, solidaritas, dan pantang menyerah.
2. Prinsip Nasionalisme dalam Pancasila
Bangsa Indonesia berpandangan monodualistik, yaitu suatu paham
yang menganggap bahwa hakikat sesuatu merupakan dua unsur yang
terikat menjadi suatu kebulatan. Monopluralis, yaitu mengaku bahwa
bangsa Indonesia terdiri dari berbagai unsur yang beraneka ragam
(agama, suku, adat istiadat, kebudayaan, bahasa daerah). Walaupun
demikian keseluruhan unsur yang berbeda itu tetap merupakan satu
22
kesatuan yang utuh, yaitu bagian dari bangsa Indonesia, serta
berpandangan integralistik, kebersamaan, kekeluargaan.
Di Indonesia menurut Hildred Geertz ditemukan lebih dari 300
suku bangsa, Skiner menyebutkan ada lebih dari 35 suku bangsa, masing-
masing dengan bahasa dan adat-istiadat yang berbeda, diantaranya Jawa,
Sunda, Madura, Minangkabau, Bugis, Batak, Bali, Aceh, Dayak. Untuk
memelihara agar persatuan dan kesatuan tetap utuh sekalipun bangsa
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa maka seluruh suku bangsa
yang ada di Indonesia diharapkan dapat saling memahami, menghayati,
dan mengamalkan Pancasila secara bulat dan utuh, misalnya kebhinekaan
agama akan tetap terpelihara dengan baik manakala seluruh umat
beragama dapat mengamalkan Pancasila terutama sila pertama dan sila
kedua yang memberikan jaminan bahwa setiap manusia harkat dan
derajatnya sama di hadapan Tuhan. Begitupun pengamalan sila-sila yang
lainnya akan dapat membina dan mempersatukan suku bangsa yang
berbeda.
Prinsip nasionalime yang dikandung dalam Pancasila bukanlah
nasionalisme yang sempit dan berlebihan. Kita mencintai bangsa
Indonesia bukan berarti kita mengagung-agungkan bangsa sendiri saja.
Kita tetap mencintai bangsa kita, tetapi juga menghargai bangsa-bangsa
lain, mereka mempunyai hak hidup yang sama seperti bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu, kita harus saling menghargai, antarbangsa di dunia yang
sangat luas ini, Indonesia merupakan bagian darinya, demikian pula
bangsa-bangsa lain. Prinsip nasionalisme juga sangat berhubungan
dengan prinsip wawasan nusantara. Bangsa Indonesia memiliki faktor-
faktor integratif (pemersatu) bangsa sebagai perekat persatuan, yaitu
Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, bendera kebangsaan Merah Putih, lagu
Kebangsaan Indonesia Raya, bahasa Indonesia, satu kesatuan wilayah,
satu pemerintah negara, satu cita-cita dan perjuangan, serta pembangunan
nasional.
4. Nilai-Nilai Nasionalisme
Nilai-nilai nasionalisme pada hakekatnya tercermin dalam
semangat kebangsaan kita. Sebagi bangsa pejuang, Indonesia telah
menunjukkan kegigihan dan nilai-nilai kejuangannya terhadap bangsa
dan negara Indonesia. Hal tersebut telah dibuktikan dengan sejarah
perjuangan yang tidak akan dapat dilupakan. Dari perjuangan bangsa
Indonesia, sebagai generasi muda harus mampu menggali nilai-nilai
kepahlawanan yang terdapat di dalam perjuangan bangsa Indonesia dapat
disimpulkan menjadi nlai persatuan, nilai kecintaan, nilai kebangsaan,
dan nilai pengorbanan.
a. Nilai Persatuan
Salah satu nilai kepahlawanan yang dimiliki oleh para pejuang
bangsa Indonesia adalah mampu menempatkan persatuan, kesatuan,
kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi atau golongan. Para pejuang bangsa rela mengorbankan
kepentingan pribadinya, seperti melanjutkan pendidikan, kepentingan
keluarga, serta kepentingan terhadap kebutuhan jasmani dan rohani.
Mereka mengutamakan kepentingan umum, bangsa dan negara.
b. Nilai Kecintaan
Kuatnya semangat pengorbanan dan persatuan para pahlawan dahulu
karena didasari oleh rasa cinta yang tinggi terhadap bangsa dan
negara Indonesia. Hal ini sangat dipahami karena jika tidak dilandasi
oleh adanya kecintaan terhadap negerinya, sangatlah mustahil bangsa
Indonesia rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negaranya.
c. Nilai Kebangsaan
Bangga sebagai bangsa Indonesia dapat menimbulkan sikap yang rela
berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Dengan kebanggaan
itulah, bangsa Indonesia merasa bahwa harkat dan martabat bangsa
harus tetap dipertahankan agar senantiasa lestari. Penjajahan
dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap bangsa lain.
Penjajahan harus dihapuskan karena bertentangan dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
d. Nilai Pengorbanan
Nilai kepahlawanan yang mampu meruntuhkan belenggu penjajahan
di Indonesia adalah nilai pengorbanan yang dimiliki para pahlawan.
Pengorbanan yang dimiliki bukan merupakan pengorbanan untuk
25
dirinya atau demi keluarga dan golongannya. Melainkan pengorbanan
untuuk kepentingan bangsa dan negara. Harta, jiwa, nyawa, tenaga,
dan hal-hal yang melekat pada dirinya siap dikorbankan demi
kepentingan bangsa dan negara. Inilah yang mampu mengantarkan
bangsa Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan.
Sikap dan perilaku yang merugikan nilai-nilai nasionalisme,
berupa: (1) kemiskinan, kesenjangan sosial, dan keterbelakangan, (2)
korupsi, kolusi, nepotisme, pencemaran lingkungan hidup dan dekadensi
moral, (3) apatisme, ketidakpedulian sosial, dan ketergantungan, (4)
kemerosotan nilai upacara, nilai seni, dan kemerosotan sejarah, (5)
kemerosotan kebajikan dan kemerosotan kesusilaan yang beradab, (6)
kemerosotan penghormatan terhadap orang tua, persaudaraan, kesetiaan,
dan kenakalan remaja, (7) kecenderungan meniru budaya asing yang
mementingkan unsur keduniawian dan pergaulan bebas, dan (8) kurang
percaya terhadap ketegasan peraturan dan peradilan hukum yang berlaku.
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1. Identitas nasional tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui
proses panjang. Uraikan bagaimana proses terbentuknya identitas
nasional bangsa Indonesia?
28
2. Menurut Robert de Ventos secara teoretis-empiris kelahiran identitas
nasional suatu bangsa dipengaruh oleh hasil interaksi historis antara
faktor primer, faktor pendorong, faktor penarik dan faktor reaktif.
Uraikan bagaimana proses interaksi keempat faktor tersebut dalam
mendukung kelahiran identitas nasional!
3. Terkadang identitas nasional berseberangan dengan identitas pribadi.
Bagaimana sebaiknya menurut pendapat Anda mengharmonisasikan
kedua hal tersebut sehingga bisa berjalan berdampingan?
4. Bagaimana sikap Anda terhadap klaim kebudayaan Indonesia
(Identitas bangsa Indonesia) oleh Malaysia? Siapa yang harus
disalahkan dengan klaim kebudayaan tersebut?
5. Wujud dari identitas nasional antara lain adalah Nasionalisme dan
Patriotisme. Jelaskan perbedaan keduanya dan bagaimana keduanya
dapat membentuk identitas nasional?
6. Wujud negatif dari identitas nasional adalah Chauvinisme. Jelaskan
mengapa sikap ini negatif pengaruhnya terhadap identitas nasional?
7. Mengapa identitas nasional dikatakan sebagai karakter bangsa?
Uraikan pendapat Anda!
8. Masalah identitas nasional muncul akhir-akhir ini lebih dikarenakan
kekhawatiran berbagai pihak atas semakin mengikisnya kebanggaan
terhadap budaya nasional, atribut nasional yang mencirikan identitas
nasional. Menurut pendapat Anda, mengapa kekhawatiran itu
timbul? Dan bagaimana cara mengatasinya?
9. Globalisasi yang melanda dunia saat ini bisa berdampak positif dan
negatif bagi identitas nasional. Agar dapat memanfaatkan gerakan
dimaksud untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat Indonesia
tanpa harus mengancam identitas nasional bangsa Indonesia.
Menurut pendapat Anda tindakan apa yang harus diambil
pemerintah?
10. Parameter identitas nasional adalah suatu ukuran atau patokan yang
dapat digunakan untuk menyatakan sesuatu yang menjadi ciri khas
suatu bangsa. Uraikan, parameter seperti apa yang digunakan untuk
mengukur identitas nasional bangsa Indonesia?
29
BAB III
INTEGRASI NASIONAL
36
persatuan dan kesatuan juga menjadi salah satu faktor yang
mengambat terwujudnya integrasi nasional. Di era globalisasi,
masyarakat menjadi lebih individualistis dan cenderung tidak
memperdulikan kondisi dan situasi yang ada di sekitarnya. Jika tidak
dicegah, rasa kesadaran diri yang berkurang sebagai dampak
globalisasi akan makin mempersulit terwujudnya integrasi nasional.
Oleh karena itu, diperlukan kiat-kiat untuk membangun karakter
bangsa di era globalisasi untuk meningkatkan kesadaran diri
masyarakat untuk mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan demi
terwujudnya integrasi nasional bangsa.
d. Adanya sikap ketidakpuasan terhadap ketimpangan dan
ketidakmerataan pembangunan Dengan diberlakukannya otonomi
daerah, maka sebagian wewenang dan tanggungjawab pemerintah
pusat telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Dengan begitu
akan semakin nampak ketimpangan baik sosial maupun ekonomi
antar daerah. Untuk menyeimbangkan ketimpangan tersebut
diperlukan kesadaran diri akan rasa keadilan sosial yang merata di
berbagai daerah di Indonesia.
38
negara yang tidak terbebas dari ancaman yang dapat memecah belah
bangsa.
Apa sebenarnya yang menjadi ancaman bagi integrasi nasional
negara Indonesia? Ancaman bagi integrasi nasional tersebut datang dari
luar maupun dari dalam negeri Indonesia sendiri dalam berbagai dimensi
kehidupan. Ancaman tersebut biasanya berupa ancaman militer dan non-
militer. Berikut ini diuaraikan secara singkat ancaman yang dihadapi
Bangsa Indonesia baik yang berupa ancaman militer maupun non-milter.
1. Ancaman Militer
Ancaman militer adalah ancarnan yang menggunakan kekuatan
bersenjata yang terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan yang
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan
keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer dapat berbentuk agresi,
pelanggaran wilayah, spionase, sabotase, aksi teror bersenjata,
pemberontakan, dan perang saudara. Ancaman militer ini dibagi menjadi
dua yaitu:
a. Ancaman Militer Dalam Negeri
1) Disintegrasi bangsa, melalui macam-macam gerakan separatis
beradasarkan sebuah sentimen kesukuan atau pemberontakan
akibat ketidak puasan daerah terhadap kebijakan pemerintahan
pusat.
2) Keresahan sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan
pelanggaran hak asasi manusia yang pada gilirannya dapat
mengakibatkan suatu kerusuhan masal.
3) Upaya penggantian ideologi pancasila dengan ideologi yang lain
ekstrem atau tidak sesuai dengan kebiasan dari masyarakat
Indonesia.
4) Makar dan penggulingan pemerintahan yang sah dan
konstitusional
b. Ancaman Militer Luar Negeri
1) Pelanggaram batas negara yang dilakukan oleh negara lain
2) Pemberontakan senjata yang dilakukan oleh negara lain
3) Aksi teror yang dilakukan oleh terorisme internasional
Berikut ini beberapa contoh dari ancaman militer terhadap negara.
1. Agresi, pengertian dari agresi adalah ancaman militer yang
menggunakan kekuatan bersenjata oleh negara lain terhadap suatu
negara yang dapat membahayakan kedaulatan dan keutuhan wilayah
negara tersebut, dan juga membahayakan keselamatan segenap
bangsa tersebut.
2. Invasi, cara.bentuk dalam melakukan agresi terhadap suatu negara
yang pertama adalah invasi yaitu suatu serangan yang dilakukan oleh
kekuatan bersenjata negara lain terhadap wilayah NKRI.
39
3. Bombardemen, cara/bentuk dalam melakukan agresi terhadap suatu
negara yang kedua adalah bombardemen yang mempunyai pengertian
suatu penggunaan senjata lainnya yang dilakukan oleh angkatan
bersenjata negara lain terhadap NKRI.
4. Blokade, cara/bentuk dalam melakukan agresi yang terhakshir adalah
blokade, yang dilakukan di daerah pelabuhan atau pantai atau
wilayah udara NKRI yang dilakukan oleh angkatan bersenjata negara
lain, dan lain-lain.
5. Spionase adalah ancaman militer yang dilakukan terhadap suatu
negara yang kegiatannya berupa mata-mata dan dilakukan oleh
negara lain yang bertujuan untuk mencari dan mendapatkan dokumen
rahasia militer suatu negara.
6. Sabotase, adalah ancaman militer yang dilakukan oleh suatu negara
yang kegiatannya mempunyai tujuan untuk merusak instalasi militer
dan obyek vital nasional. Tentunya sabotase ini dapat membahayakan
keselamatan suatu bangsa.
7. Ancaman militer yang berupa aksi teror bersenjata yang dilakukan
oleh suatu jaringan terorisme yang luas (internasional) atau ancaman
yang dilakukan oleh teroris internasional yang bekerjasama dengan
terorisme lokal (dalam negeri).
8. Ancaman militer terhadap suatu negara dapat juga berbentuk suatu
pemberontakan yang mana pemberontakan tersebut juga
menggunakan senjata.Selain pemberontakan, terjadinya perang
saudara yang menggunakan senjata juga termasuk ancaman militer.
9. Selain pemberontakan, terjadinya perang saudara yang menggunakan
senjata juga termasuk ancaman militer.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan komponen utama
yang dipersiapkan untuk menghadapi ancaman militer, yang dilaksanakan
melalui tugas Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain
Perang (OMSP).
2. Ancaman Non Militer
Ancaman non militer memiliki karakteristik yang berbeda dengan
ancaman militer, yaitu tidak bersifat fisik serta bentuknya tidak terlihat
sepeni ancaman militer. Ancaman nonmiliter berbentuk ancaman
terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, penahanan dan
keamanan. Berikut ini adalah beberapa contoh ancaman yang berbentuk
non militer, yakni:
a. Ancaman Berdimensi Ideologi
Sistem politik internasional mengalami perubahan semenjak Uni
Soviet runtuh, sehingga paham komunis tidak populer lagi, akan
tetapi, potensi ancaman berbasis ideologi masih tetap diperhitungkan.
40
Ancaman berbasis ideologi ini bisa juga dalam bentuk penetrasi nilai-
nilai kebebasan (liberalisme) sehingga bisa memicu terjadinya proses
disintegrasi bangsa.
b. Ancaman Berdimensi Politik
Politik merupakan instrumen utama dalam menggerakkan perang.
Hal ini membuktikan jika ancaman politik bisa menumbangkan suatu
rezim pemerintahan, bahkan juga bisa menghancurkan suatu negara.
Masyarakat internasional mengintervensi suatu negara melalui politik
seperti contohnya Hak Asasi Manusia (HAM), demokratisasi,
penanganan lingkungan hidup, serta penyelenggaraan pemerintahan
yang bersih serta akuntabel.
c. Ancaman Berdimensi Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu penentu posisi tawar dari setiap
negara dalam pergaulan internasional. Kondisi ekonomi tentu sangat
menentukan dalam pertahanan negara. Ancaman berdimensi ekonomi
ini terbagi menjadi 2, yakni internal serta eksternal. Ancaman yang
berasal dari internal bisa berupa inflasi, pengangguran, infrastruktur
yang tidak memadai, serta sistem ekonomi yang tak cukup jelas.
Sedangkan ancaman yang berasal dari eksternal bisa berbentuk
kinerja ekonomi yang buruk, daya saing yang rendah, tidak siapnya
dalam menghadapi era globalisasi serta tingkat ketergantungan
terhadap pihak asing.
d. Ancaman Berdimensi Sosial Budaya
Ancaman sosial budaya bisa berupa isu-isu mengenai kemiskinan,
kebodohan, keterbelakangan, serta ketidakadilan yang menjadi dasar
timbulnya konflik vertikal, antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah, beserta dengan konflik horizontal yakni suku,
agama, ras, dan antar golongan (SARA). Di tahun 1994 saja
misalnya, 18 peperangan dari 23 peperangan yang terjadi di dunia ini
diakibatkan oleh sentimen-sentimen budaya, agama, serta etnis.
Sementara itu, 75% dari pengungsi dunia yang mengalir ke berbagai
negara lain didorong dengan alasan yang sama, tidak berbeda.
Sementara itu, 8 dari 13 operasi pasukan perdamaian yang dijalankan
oleh PBB ditujukan guna mengupayakan terciptanya perdamaian
dalam berbagai konflik antar etnis di dunia.
e. Ancaman Berdimensi Teknologi Informasi
Kemajuan akan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang
dengan sangat pesat serta memberikan manfaat yang sangat besar
bagi seluruh masyarakat, namun, kejahatan juga terus mengikuti
perkembangan tersebut, seperti contohnya kejahatan cyber dan
kejahatan perbankan.
f. Ancaman Berdimensi Keselamatan Umum
41
Ancaman untuk keselamatan umum bisa terjadi karena bencana alam,
misal gempa bumi, gunung meletus, dan tsunami. Ancaman yang
disebabkan oleh manusia, misal penggunaan obat-obatan dan
penggunaan bahan kimia, pembuangan limbah industri, kebakaran,
hingga kecelakaan alat-alat transportasi. (Ari Astawa, 2017).
42
H. Contoh Masalah Integrasi Nasional dalam Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara
1. Perbedaan Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu.
Individu bertingkah laku karena adanya dorongan untuk memenuhi
kepentingannya, sama halnya dengan konflik. Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam
suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang
wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan
kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan
dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Banyak rakyat dan
pemimpin negara yang mempunyai argumen masing-masing untu
kepentingannya. Namun kadang juga secara terioretis, perbedaan
kepentingan dapat menimbulkan masalah yang besar bagi orang yang
melakukannya. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan
bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual,
interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi. Konflik ini
terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya
dengan stres.
2. Dendam karena kekalahan dengan sekolah lain
Biasanya ini terjadi ketika adanya per tandingan bola antar sekolah.
Di mana tim sekolah yang satu kalah dengan sekolah yang lain. Hal
ini menyebabkan adanya rasa kecewa dan celakanya mereka ini
biasanya melampiaskan rasa kekecewaannya dengan mengajak
berkelahi tim sekolah lain tersebut. Hal ini tentunya merupakan
bentuk ketidaksportifan pelajar dalam mengalami kekalahan. Apabila
seorang siswa dari suatu sekolah menengah atas dipalak atau
dirampas uang dan hartanya, dia akan melapor kepada pentolan di
sekolahnya. Kemudian pentolan itu akan mengumpulkan siswa untuk
menghampiri siswa dari sekolah musuh ditempat di mana biasanya
mer eka menunggu bis atau kendar aan pulang. Apabila jumlah siswa
dari sekolah musuh hanya sedikit, mereka akan balik memalak atau
merampas siswa sekolah musuh tersebut. Tetapi jika jumlah siswa
sekolah musuh tersebut seimbang atau lebih banyak, mereka akan
melakukan kontak fisik.
3. Pertentangan Sosial
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu.
Individu bertingkah laku karena adanya dorongan untuk memenuhi
43
kepentingannya. Kepentingan ini sifatnya esensial bagi kelangsungan
hidup individu itu sendiri, jika individu berhasil memenuhi
kepentingannya, maka ia akan merasakan kepuasan dan sebaliknya
kegagalan dalam memenuhi kepentingan akan menimbilkan masalah
baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. Dengan berpegang
prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau alat dalam
memenuhi kebutuhannya, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh individu dalam masyarakat pada hakikatnya merupakan
kepuasan pemenuhan dari kepentingan tersebut.
Oleh karena individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang
yang sama persis dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani
maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu
dalam hal kepentingannya. Diskriminasi merujuk kepada pelayanan
yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat
berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut.
Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam
masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusia
untuk membedabedakan yang lain.
Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia hanya
melalui sudut pandang budaya sendiri, maksudnya Etnosentrisme
yaitu suatu kecendrungan yang menganggap nilainilai dan norma-
norma kebudayaannya sendiri sebagai suatu yang prima, terbaik,
mutlak, dan dipergunakannya tolak ukur untuk menilai dan
membedakannya dengan kebudayaan lain.
Masalah besar yang dihadapi Indonesia setelah merdeka adalah
integrasi diantara masyarakat yang majemuk. Integrasi bukan
peleburan, tetapi keserasian persatuan. Masyarakat majemuk tetap
berada pada kemajemukkannya, mereka dapat hidup serasi
berdampingan (Bhinneka Tunggal Ika), berbeda-beda tetapi
merupakan kesatuan.
4. Aksi Protes dan Demonstrasi
Aksi protes disebut juga unjuk rasa yang selalu terjadi dalam
kehidupan manusia. Hal itu terjadi karena setiap orang memiliki
pendapat dan pandangan yang mungkin berbeda. Protes dapat terjadi
apabila suatu hal menimpa kepentingan individu atau kelompok
secara langsung sebagai akibat dari rasa ketidakadilan akan hak yang
harus diterima. Akibatnya, individu atau kelompok tersebut tidak
puas dan melakukan tindakan penyelesaian. Protes merupakan aksi
tanpa kekerasan yang dilakukan oleh individu atau masyarakat
terhadap suatu kekuasaan. Protes dapat pula terjadi secara tidak
langsung sebagai rasa solidaritas antarsesama karena kesewenang-
44
wenangan pihak tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan bagi
orang lain.
5. Meningkatnya Kriminalitas
Perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan memberi peluang
bagi setiap orang untuk berubah, tetapi perubahan tersebut tidak
membawa setiap orang ke arah yang dicita-citakan. Hal ini berakibat
terjadinya perbedaan sosial berdasarkan kekayaan, pengetahuan,
perilaku, ataupun pergaulan. Perubahan sosial tersebut dapat
membawa seseorang atau kelompok ke arah tindakan yang
menyimpang karena dipengaruhi keinginan-keinginan yang tidak
terpenuhi atau terpuaskan dalam kehidupannya.
Perbuatan kriminal yang muncul di masyarakat secara khusus akan
diuraikan sebagai akibat terjadinya perubahan sosial yang
menimbulkan kesenjangan kehidupan atau jauhnya ketidaksamaan
sosial. Akibatnya, tidak semua orang mendapat kebahagiaan yang
sama. Adanya perbedaan tersebut menyebabkan setiap orang
memiliki penafsiran yang berbeda-beda terhadap hak dan
kewajibannya. Setiap orang harus mendapat hak disesuaikan dengan
kewajiban yang dilakukan.
6. Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja merupakan disintergasi dari keutuhan suatu
masyarakat. Hal itu karena tindakan yang mereka lakukan dapat
meresahkan masyarakat Oleh karena itu, kenakalan remaja disebut
sebagai masalah sosial. Munculnya kenakalan remaja merupakan
gejolak kehidupan yang disebabkan adanya perubahan-perubahan
sosial di masyarakat, seperti pergeseran fungsi keluarga karena kedua
orangtua bekerja sehingga peranan pendidikan keluarga menjadi
berkurang. Selain itu, pergeseran nilai dan norma masyarakat
mengakibatkan berkembangnya sifat individualisme. Juga pergeseran
struktur masyarakat mengakibatkan masyarakat lebih menyerahkan
setiap permasalahan kepada yang berwenang. Perubahan sosial,
ekonomi, budaya, dan unsur budaya lainnya dapat mengakibatkan
disintegrasi. Remaja yang bersangkutan cenderung melakukan
tindakan-tindakan yang mengarah ke kejahatan seperti mengambil
barang atau hak milik orang lain tanpa izin. Ketiga, ada yang
namanya kenakalan khusus (istimewa), dalam bentuk ini kenakalan
remaja yang dimaksud sudah tingkat tinggi karena telah menyentuh
pada tindak kriminalitas. Contohnya, melakukan pemerkosaan pada
anak dibawah umur, seperti kasus Yuyun yang pernah marak menjadi
perbincangan; penyalahgunaan narkotika bahkan sampai berujung
pembunuhan atau penghilangan nyawa manusia.
7. Korupsi Membuat Kepercayaan Masyarakat Menghilang
45
Korupsi adalah perbuatan yang membunuh kelangsungan hidup suatu
negara. Walaupun begitu, tindak pidana korupsi seperti menjadi
budaya yang dianggap lumrah. Pada tahun 2014-2015 Mahkamah
Agama telah memutuskan adanya 803 kasus tindak pidana korupsi di
Indonesia (Ayuningtyas, 2016). Bahkan Indonesia masuk dalam
urutan negara ke-88 dari 168 negara di dunia menurut survei
Lembaga Transparency International (TI) dalam kategori tindak
pidana korupsi (Hafid, 2016). Hal ini sangat menyedihkan, dimana
uang yang dikorupsi adalah uang rakyat. Uang ini seharusnya
digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat, namun
hanya segelintir orang secara individu dan kelompok yang
menikamatinya. Kesejahteraan sebagai kunci kemakmuran suatu
negara tidak akan tercapai jika masih banyak perilaku korupsi.
Berbagai macam kalangan sudah terlibat dalam tindak pidana
korupsi, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengusaha,
wiraswasta, guru, jaksa, bahkan hakim. Sebagai contoh kasus yang
yaitu tertangkapkapnya Irman Gusman yang menjabat sebagai Ketua
DPD (Rizki, 2015). Sedihnya korupsi dilakukan oleh orang-orang
yang berpendidikan sebagai wakil rakyat. Seharusnya orang-orang ini
yang membawa Indonesia menjadi lebih maju, bukan melakukan
tindak pidana korupsi. Dampak korupsi tidak hanya dirasakan satu
sisi saja, namun saling berkaitan satu sama lain, seperti urutan
domino yang berjatuhan. Bukan hanya pembangunan saja yang
bermasalah, namun seluruh faktor pembangun bangsa juga
bermasalah. Pada tahun 2015 sejumlah 31,077 triliun merupakan
jumlah kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, data ini
diperoleh dari survei Indonesia Corruption Watch (ICW) (Dwi,
2016). Untuk memenuhi defisit maupun melaksanakan
pembangunan, suatu negara harus berhutang. (Ari Astawa, 2017).
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1. Jelaskan pengertian integrasi nasional!
2. Jelaskan faktor pendorong dan penghambat terbentuknya integrasi
nasional!
3. Jelaskan sejarah terbentuknya integrasi nasional!
4. Jelaskan pengertian integrasi nasional dalam bingkai NKRI!
5. Berikan contoh yang mewujudkan integrasi nasional!
46
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
49
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh
siapapun.
q. Pasal 28 I:
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidakl dapat dikurangi dalam
keadaan apapun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisonal dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi
manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak
asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan.
r. Pasal 28 J, ayat 2 dan 3:
(2) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(3) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dalam undang-
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.
s. Pasal 29 ayat 2:
50
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya
dan kepercayaannya itu.
t. Pasal 32 ayat 1, isinya tentang hak untuk mengembangkan dan
memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
51
12. Kewajiban negara untuk mengembangkan sistem pendidikan nasional
untuk rakyat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai berbagai hak dan kewajiban warga
negara dalam hubungannya dengan negara tertuang dalam berbagai
peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran atas UUD NRI Tahun
1945. Misalnya hak dan kewajiban di bidang pendidikan, antara lain
dijabarkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
C. Asas Kewarganegaraan
1. Asas Kewarganegaraan Umum
Undang-undang Kewarganegaraan Republik Indonesia
memperhatikan asas-asas kewarganegaraan secara umum atau universal,
yaitu asas ius sanguinis, ius soli, dan campuran. Secara lengkap asas-asas
kewarganegaraan yang dipakai dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia, adalah sebagai berikut.
a. Asas ius sanguinus (law of the blood) adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan
berdasarkan negara tempat kelahiran.
b. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang
menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Negara tempat
kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam undang-undang kewarganegaraan RI.
c. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menetukan satu
kewarganegaraan bagi setiap orang.
d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam undang-undang kewarganegaraan RI.
2. Asas Kewarganegaraan Khusus
Selain asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadi
dasar penyusunan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2006 adalah sebagai berikut.
1. Asas kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa
peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional
Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai
negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri.
2. Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa
pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap
warga negara Indonesia dalam keadaan apapun baik di dalam maupun
di luar negeri.
52
3. Asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang
menentukan bahwa setiap warga negara Indonesia mendapatkan
perlakuan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
4. Asas kebenaran substantif adalah prosedur pewarganegaraan
seseorang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga disertai
substansi dan syarat-syarat permohonan yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
5. Asas non diskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan
dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas
dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender.
6. Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah
asas yang dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga
negara harus menjamin, melindungi, dan memuliakan hak asasi
manusia pada umumnya dan hak warga negara pada khususnya.
7. Asas keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala
hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus dilakukan
secara terbuka.
8. Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang
memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia agar masyarakat
mengetahuinya.
Siapa yang menjadi warga negara Indonesia? Dalam Pasal 4
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 disebutkan
bahwa warga negara Indonesia adalah:
a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia
dengan negara lain sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi
warga negara Indonesia.
b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu
warga negara Indonesia.
c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga
negara Indonesia dan ibu warga negara asing.
d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga
negara asing dan ibu waga negara Indonesia.
e. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga
negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan
atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan
kepada anak tersebut.
f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah
ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya
warga negara Indonesia.
53
g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga
negara Indonesia.
h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga
negara asing yang diakui oleh seorang ayah warga negara Indonesia
sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut
berusia 18 (delapan belas) tahun dan/atau belum kawin.
i. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada
waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui.
k. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah
dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya.
l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari
seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia yang karena ketentuan
dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia
sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Pada dasarnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak
mengenal adanya kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa
kewarganeraan (apatride). Kalaupun ada anak-anak yang memiliki status
kewarganegaraan ganda, maka hal itu merupakan suatu pengecualian.
Apabila seseorang berhak mendapatkan status dua kewarganegaraan
karena kelahiran dan keturunan sekaligus, maka pada saat dewasa
(setelah beusia 18 tahun atau telah kawin) harus memilih hanya satu
kewarganegaraan. Setiap negara selalu menghindari adanya orang yang
memiliki status dua kewarganegaraan.
54
2. Bipatride adalah seseorang yang memiliki dua kewarganegaraan. Hal
ini dimungkinkan apabila orang tersebut berasal dari orang tua yang
negaranya menganut ius sanguinis sedangkan ia lahir di negara yang
menganut ius soli.
3. Multipatride adalah seseorang yang memiliki lebih dari dua
kewarganegaraan, yaitu seseorang (penduduk) yang tinggal di
perbatasan antara dua negara.
Untuk memecahkan masalah kewarganegaraan tersebut di atas,
setiap negara memiliki perarturan-peraturan sendiri yang prinsip-
prinsipnya bersifat universal. Untuk mengatasi hal tersebut, di Indonesia
dinyatakan dalam UUD NRI Tahun 1945 pasal 28E ayat (4) bahwa setiap
orang berhak atas status kewarganegaraan. Di dalam Undang-undang
Kewarganegaraan Republik Indonesia yang lama (UU No. 62 tahun
1958), dinyatakan bahwa cara memperoleh kewarganegaraan republik
Indonesia adalah: (1) karena kelahiran, (2) karena pengangkatan, (3)
karena dikabulkan permohonan, (4) karena pewarganegaraan
(naturalisasi), (5) karena perkawinan, dan (6) karena pernyataan.
Apa itu kewarganegaraan? Di dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia, dijelaskan bahwa kewarganegaraan adalah segala hal ikhwal
yang berhubungan dengan warga negara. Dengan demikian, hukum
kewarganegaraan merupakan hukum yang mengatur hubungan-hubungan
tersebut. Beberapa keistimewaan memiliki status warga negara dari suatu
negara (status kewarganegaraan), yaitu sebagai berikut.
a. Memiliki hak-hak istimewa yang tidak dimiliki orang yang bukan
warga sebagai, misalnya: (1) hak memilih dan dipilih, (2) hak untuk
menduduki jabatan pemerintah/politik, dan (3) hak berusaha dalam
ekonomi yang luas.
b. Tetap diberlakukan hukum kewarganegaraan negaranya ketika berada
di negara lain, misalnya: (1) hubungam anak dengan orang tua, (2)
kedudukan anak di bawah umurm, (3) perwalian, (4) curatele, (5) izin
menikah, dan (6) kedudukan dalam perkawinan.
c. Mendapat perlindungan dari negaranya.
Dalam hal kewarganegaraan ini, setiap negara menjadikan asas
kewarganegaraan sebagai pedoman dasar bagi suatu negara untuk
menentukan siapakah yang menjadi warga negaranya. Setiap negara
mempunyai kebebasan untuk menentukan asas kewarganegaraan mana
yang hendak dipergunakannya. Untuk menentukan kewarganegaraan
seseorang, paling tidak dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari segi
kelahiran dan segi perkawinan.
Dari segi kelahiran, kita mengenal asas ius soli dan ius sanguinis.
Sedangkan dari segi perkawinan, kita mengenal asas kesatuan hukum dan
55
asas persamaan derajat. Perbedaan penerapan asas kewarganegaraan
tersebut akan melahirkan masalah kewarganegaraan, yaitu berupa
masalah bipatride dan apatride.
1. Dari Segi Kelahiran
Ada dua macam asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini,
yaitu ius soli dan ius sanguinis. Kedua istilah ini berasal dari bahasa latin.
Ius berarti hukum, dalil, atau pedoman. Sedangkan soli berasal dari kata
solum yang berarti negeri, tanah, atau daerah. Dengan demikian ius soli
berarti pedoman yang berdasarkan tempat atau daerah. Jadi
kewarganegaraan seseorang ditentukan di mana dia dilahirkan. Jadi
berdasarkan daerah tempat kelahirannya.
Sebagai contoh: Orang yang lahir di Negara X yang menganut asas
ius soli akan memperoleh kewarganegaraan dari Negara X tersebut. Jadi
yang menentukan kewarganegaraan seseorang adalah tempat kelahiran.
Contoh lain: Seseorang dari negara Indonesia (berkewarganegaraan
Indonesia) melahirkan anaknya di negara yang menerapkan asas ius soli,
maka karena kelahirannya di negara tersebut, anak tersebut
berkewarganegaraan ganda, anak tersebut tetap diakui sebagai warga
negara dari negara di mana anak tersebut dilahirkan.
Bagaimana dengan asas ius sanguinus? Sanguinus sendiri berasal
dari kata ”sanguis” yang berarti darah. Ius sanguinis berarti pedoman
berdasarkan pertalian darah atau keturunan. Setiap negara bebas
menentukan asas mana yang hendak diterapkan dalam menentukan
kewarganegaraan seseorang. Dalam kaitannya dengan asas
kewarganegaraan ini, ius sanguinis berarti kawarganegaraan ditentukan
oleh keturunannya atau kewarganegaraan orang tuanya. Artinya
kewarganegaraan dari orang tua yang menurunkannya (melahirkannya)
menentukan kewarganegaraan seseorang (anak yang dilahirkan), betapun
dia dilahirkan di luar negara orang tuanya. Contoh penerapan asas ius
sanguinis: Orang yang lahir dari orang tua yang warga Negara Y akan
memperoleh kewarganegaraan dari Negara Y tersebut.
Ada negara yang mengunut ius soli, dan ada pula menganut ius
sanguinis. Akan tetapi dewasa ini pada umumnya kedua asas ini dianut
secara simultan. Bedanya ada negara yang lebih menitikberatkan pada
penggunaan ius sanguinis, dengan ius soli sebagai kekecualian.
Penggunaan kedua asas ius soli dan ius sanguinus secara simultan
mempunyai tujuan agar status apatride atau tidak berkewarganegaraan
(stateless) dapat dihindari. Artinya, apabila ada seseorang yang tidak
dapat memperoleh kewarganegaraan dengan penggunaan asas yang lebih
dititiberatkan oleh negara yang bersangkutan, masih dapat memperoleh
kewarganegaraan dari negara tersebut berdasarkan asas yang lain.
56
Sebaliknya, karena berbagai negara menganut asas
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran yang berbeda-beda, dapat
menimbulkan masalah bipatride atau dwikewarganegaraan
(berkewarganegaraan rangkap), bahkan multipatrid (berkewarganegaraan
banyak atau lebih dari dua).
Sebagai contoh, Negara X menganut ius sanguinis, sedangkan
Negara Y menganut ius soli. Maka setiap orang yang lahir di Negara Y
dari orang tua yang berkewarganegaraan X, akan mempunyai status baik
sebagai warga negara Y maupun Negara X. Dia pun memperoleh status
warga negara Y karena dia lahir di negara Y.
Akan tetapi apabila orang tersebut lahir di Negara X dari orang tua
warga Negara Y, ia akan berstatus apatride. Ia ditolak oleh negara orang
tuanya (Negara Y), sebab dia tidak lahir di sana. Diapun ditolak oleh
negara tempat dia lahir (Negara X), karena negara itu mengunut ius
sanguinis. Artinya, menurut ketentuan Negara X, dia (seharusnya)
memperoleh kewarganegaraan dari negara orang tuanya.
Semakin tingginya tingkat mobilitas manusia, maka makin
diperlukan pula suatu asas lain yang tidak terbatas pada tempat kelahiran
semata (asas ius soli) dalam menentukan status kewarganegaraan, yaitu
asas ius sanguinis. Dengan asas ini kewarganegaraan si anak akan
mengikuti kewarganegaraan orang tuanya.
Baik penggunaan asas ius soli maupun ius sanguinus, keduanya
mempunyai alasan yang sama, yaitu negara yang bersangkutan ingin
mmempertahankan hubungan dengan warganya. Negara emigratif ingin
tetap mempertahankan para warganya. Di mana pun mereka berada,
mereka tetap harus merupakan warganya. Sebaliknya, negara imigratif
menghendaki agar warga barunya secepatnya meleburkan diri ke dalam
negaranya yang baru itu.
Negara imigratif (negara yang sebagian besar warganya pada
prinsipnya merupakan kaum pendatang) condong lebih menggunakan ius
soli sebagai asas kewarganegaraanya. Sebaliknya negara emigratif
(negara yang warganya banyak yang merantau ke negara lain) condong
menggunakan ius sanguinis sebagai asas kewarganegaraannya.
2. Dari Segi Perkawinan
Di samping dari sudut kelahiran, hukum kewarganegaraan juga
mengenal dua asas yang erat kaitannya dengan masalah perkawinan,
yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Dalam asas
persamaan derajat ditentukan bahwa suatu perkawinan tidak
menyebabkan berubahnya status kewarganegaraan masing-masing. Tetap
sama seperti sebelum perkawinan berlangsung. Dari sudut kepentingan
nasional masing-masing negara, asas persamaan derajat ini mempunyai
57
aspek yang positif. Asas ini dapat menghindari terjadinya penyelundupan
hukum. Misalnya, seseorang berkewarganegaraan asing yang ingin
memperoleh status warga negara berpura-pura melakukan perkawinan
dengan seorang warga negara dari negara yang bersangkutan. Melalui
perkawinan itu, orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang dia
inginkan, dan setelah status kewarganegaraan itu diperoleh, merekapun
bercerailah.
Asas kesatuan hukum bertolak dari hakikat suami-istri ataupun
ikatan dalam keluarga. Keluarga merupakan inti masyarakat. Karena itu,
masyarakat akan sejahtera apabila akan lahir keluarga-keluarga yang
sehat dan tidak terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan
bermasyarakatnya suatu keluarga ataupun suami-istri yang baik perlu
mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat. Perlu adanya kesatuan
dalam keluarga.
Guna mendukung terciptanya kesatuan dalam keluarga, para
anggota keluarga harus tunduk pada hukum yang sama. Ada banyak
aspek positif yang akan menguntungkan penyelenggaraan kehidupan
keluarga tersebut, apabila para anggota keluarga itu tunduk pada hukum
yang sama. Misalnya dalam masalah-masalah keperdataan: pengaturan
harta kekayaan, status anak, dan lain-lain. Dengan kata lain, hal ini akan
sangat mendukung terciptanya keharmonisan dan kesejahteraan dalam
keluarga. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, disarankan
agar keluarga atau sepasang suami istri sebaiknya mempunyai
kewarganegaraan yang sama, sehingga mereka dengan sendirinya tunduk
pada hukum yang sama.
Contoh asas kesatuan hukum: Negara X menganut asas kesatuan
hukum, sedangkan Negara Y menganut asas persamaan derajat. Apabila
ada seorang laki-laki warga Negara X menikah dengan seorang wanita
yang berkewarganegaraan Y, si wanita akan berkewarganegaraan
rangkap (bipatride). Karena menurut ketentuan negaranya (Negara Y) dia
tidak diperkenankan untuk melepaskan kewarganegaraan Y-nya.
Sementara itu menurut ketentuan dari negara suaminya (Negara X), dia
harus menjadi warga Negara X mengikuti status suaminya.
58
1. Pewarganegaraan
Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh melalui
pewarganegaraan. Yang dimaksud dengan pewarganegaraan adalah tata
cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik
Indonesia melalui permohonan (Pasal 8).
Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika
memenuhi persyaratan, yaitu: (a) telah berusia 18 (delapan belas) tahun
atau sudah kawin, (b) pada waktu mengajukan permohonan sudah
bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5
(lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak
berturut-turut, (c) sehat jasmani dan rohani, (d) dapat berbahasa Indonesia
serta menghakui dasar negara Pancasila dan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (e) tidak pernah dijatuhi pidana
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1
(satu) tahun atau lebih, (f) jika dengan memperoleh kewarganegaraan
Republik Indonesia, tidak menjadi kewarganegaraan ganda, (g)
mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap, dan (h) membayar
uang pewarganegaraan ke ks negara (Pasal 9).
Sedangkan tata cara untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia
adalah sebagai berikut.
a. Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh pemohon
secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai
cukup kepada Presiden melalui Menteri (Pasal 10 ayat 1)
b. Berkas permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan kepada Pejabat (Pasal 10 ayat 2).
c. Menteri meneruskan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 disertai dengan pertimbangan kepada Presiden dalam waktu
paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan
diterima (Pasal 11).
d. Permohonan pewarganegaraan dikenai biaya (Pasal 12 ayat 1).
e. Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah (Pasal 12 ayat 2).
f. Presiden mengabulkan atau menolak permohonan pewarganegaraan
(Pasal 13 ayat 1).
g. Pengabulan permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden (Pasal 13 ayat
2).
h. Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak permohonan diterima
oleh Menteri dan diberitahukan kepada pemohon paling lambat 14
(empat belas) hari terhitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan
(Pasal 13 ayat 3).
59
i. Penolakan permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus disertai alasan dan diberitahukan oleh Menteri
kepada yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung
sejak tanggal permohonan diterima oleh Menteri (Pasal 13 ayat 4).
j. Keputusan Presiden mengenai pengabulan terhadap permohonan
pewarganegaraan berlaku efektif terhitung sejak tanggal pemohon
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia (Pasal 14 ayat 1).
k. Paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Keputusan Presiden
dikirim kepada pemohon, Pejabat memanggil pemohon untuk
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia (Pasal 14 ayat 2).
l. Dalam hal setelah dipanggil secara tertulis oleh Pejabat untuk
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu yang
telah ditentukan ternyata pemohon tidak hadir tanpa alasan yang sah,
Keputusan Presiden tersebut batal demi hukum (Pasal 14 ayat 3).
m. Dalam hal pemohon tidak dapat mengucapkan sumpah atau
menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan sebagai
akibat kelalaian Pejabat, pemohon dapat mengucapkan sumpah atau
menyatakan janji setia di hadapan Pejabat lain yang ditunjuk Menteri
(Pasal 14 ayat 4).
n. Pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilakukan di hadapan Pejabat
(Pasal 15 ayat 1).
o. Pejabat sebagaimana pada ayat (1) membuat berita acara pelaksanaan
pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia Pasal 15 ayat 1).
p. Paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia, Pejabat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyampaikan berita acara pengucapan
sumpah atau pernyataan janji setia kepada Menteri Pasal 15 ayat 1).
q. Sumpah atau pernyataan janji setia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) adalah: Yang mengucapkan sumpah, lafal
sumpahnya sebagai berikut : Demi Allah/ demi Tuhan Yang Maha
Esa, saya bersumpah melepaskan seluruh kesetiaan saya kepada
kekuasaan asing, mengakui, tunduk, dan setia kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan akan membelanya
dengan sungguh-sungguh serta akan menjalankan kewajiban yang
akan dibebankan negara kepada saya sebagai Warga Negara
Indonesia dengan tulus dan ikhlas. Yang menyatakan janji setia,
lafal janji setianya sebagai berikut: Saya berjanji melepaskan seluruh
kesetiaan saya kepada kekuasaan asing, mengakui, tunduk, dan setia
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 dan akan
membelanya dengan sungguh-sungguh serta akan menjalankan
60
kewajiban yang dibebankan negara kepada saya sebagai Warga
Negara Indonesia dengan tulus dan ikhlas (Pasal 16).
r. Setelah mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia, pemohon
wajib menyerahkan dokumen atau surat-surat keimigrasian atas
namanya kepada kantor imigrasi dalam waktu paling lambat 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah
atau pernyataan janji setia (Pasal 17).
s. Salinan Keputusan Presiden tentang pewarganegaraan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan berita acara pengucapan
sumpah atau pernyataan janji setia dari Pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) menjadi bukti sah
Kewarganegaraan (Pasal 11 ayat 1). (Pasal 18 ayat 1).
t. Menteri mengumumkan nama yang orang telah memperoleh
kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam berita
Negara Republik Indonesia (Pasal 18 ayat 2).
2. Perkawinan Secara Sah dengan Warga Negara Indonesia
a. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan Warga
Negara Indonesia dapat memperoleh kewarganegaraan Republik
Indonesia dengan menyatakan pernyataan menjadi warga negara
dihadapan Pejabat (Pasal 19 ayat 1).
b. Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayah
negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun
berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak
berturut-turut, kecuali dengan perolehan kewarganegaraan ganda
(Pasal 19 ayat 2).
c. Dalam hal yang bersangkutan tidak memperoleh
kewarganegaraan Republik Indonesia yang diakibatkan oleh
kewarganegaraan ganda sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
yang bersangkutan dapat diberi izin tinggal tetap sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Pasal 19 ayat 3).
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian
pernyataan untuk menjadi Warga Negara Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri (Pasal 19 ayat 4).
e. Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik
Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi
Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah
memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut
61
mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda
(Pasal 20).
f. Anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum
kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah negara Republik
Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh
kewarganegaraan Republik Indonesia dengan sendirinya
berkewarganegaraan Republik Indonesia (Pasal 21 ayat 1).
g. Anak warga negara asing yang belum berusia 5 (lima) tahun
yang diangkat secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai
anak oleh warga negara Indonesia memperoleh
kewarganegaraan Republik Indonesia (Pasal 21 ayat 2).
h. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) memperoleh kewarganegaraan ganda, anak tersebut harus
menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. (Pasal 21 ayat 3).
i. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengajukan dan
memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam
Peraturan Pemerintah (Pasal 22).
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1. Uraikan seperti apa kriteria warga negara yang baik dan bagaimana
cara mendidik agar menghasilkan warga negara yang baik?
2. Uraikan perbedaan masalah kewarganegaraan dengan status
kewarganegaraan, serta berikan contoh masing-masing!
3. Pada saat kapan status kewarganegaraan seseorang itu dikatakan
apatride dan bipatride? Uraikan disertai dengan contoh masing-
masing!
4. Terangkan menurut pemahaman Anda, mengapa membela negara
merupakan hak sekaligus juga merupakan kewajiban setiap warga
negara?
5. Apakah pembatasan menyatakan pendapat termasuk bentuk
pelanggaran hak warga negara? Uraikan pendapat Anda!
6. Apakah melanggar hukum bisa dikategorikan pengingkaran terhadap
kewajiban? Berikan penjelasan Anda dengan didukung oleh pendapat
64
Ahli!
7. Indonesia menganut asas kewarganegaraan ganda terbatas
berdasarkan UU No.12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan, akan
tetapi Indonesia tidak memperbolehkan memiliki dua
kewarganegaraan (berkewarganegaraan rangkap). Uraikan pendapat
Anda dengan didukung oleh pendapat Ahli!
8. Uraikan apa yang menyebabkan seseorang kehilangan
kewarganegaraan? Apakah seseorang yang kehilangan
kewarganegaraan masih bisa memperoleh kembali kewarganegaraan?
Bagaimana prosedurnya untuk memperoleh kewarganegaraan
kembali?
9. Arniwati seorang warga negara Indonesia yang menganut asas
kewarganegaraan ganda terbatas. Menikah dengan Chai Chu Sun
warga negara Korea yang menganut asas ius soli. Setelah menikah
mereka tinggal di Korea, satu tahun kemudian lahirlah anak pertama
mereka yang bernama Elvin Chai Chu. Apa kewarganegaraan Elvin
Chai Chu? Berikan penjelasan mengapa memperoleh
kewarganegaraan tersebut?
10. Arina Maurice seorang warga negara Belanda yang menganut asas
Ius Soli. Menikah dengan Alfredo warga negara Negro yang
menganut asas Ius Sanguinis. Setelah menikah mereka tinggal di
Negro. Satu tahun kemudian lahirlah anak pertama mereka yang
bernama Alfredo Junior. Apa kewarganegaraan Alfredo Junior?
Berikan alasan mengapa memperoleh kewarganegaraan tersebut?
11. Apriani seorang warga negara Jerman yang menganut asas Ius
Sanguinis. Menikah dengan Jhon Lim warga negara Inggris yang
menganut asas Ius Sanguinis. Setelah menikah mereka tinggal di
Jerman. Satu tahun kemudian lahirlah anak pertama mereka yang
bernama Alexander. Apa kewarganegaraan Alexander? Berikan
alasan mengapa memperoleh kewarganegaraan tersebut?
12. Auni Tan seorang warga negara China yang menganut asas Ius Soli.
Menikah dengan Yuta Watanaka warga negara Jepang yang
menganut asas Ius Soli. Setelah menikah mereka tinggal di Indonesia.
Satu tahun kemudian lahirlah anak pertama mereka yang bernama
Yuki Watanaka. Apa kewarganegaraan Yuki Watanaka? Berikan
alasan mengapa memperoleh kewarganegaraan tersebut?
65
BAB V
KONSTITUSI DAN RULE OF LAW
A. Konstitusi
1. Pengertian Konstitusi
Konsep konstitusi dari segi bahasa atau asal katanya (secara
etimologis). Istilah konstitusi dikenal dalam sejumlah bahasa, misalnya
dalam bahasa Prancis dikenal dengan istilah constituer, dalam bahasa
Latin/Italia digunakan istilah constitutio, dalam bahasa Inggris digunakan
istilah constitution, dalam bahasa Belanda digunakan istilah
constitutie, dalam bahasa Jerman dikenal dengan istilah verfassung,
sedangkan dalam bahasa Arab digunakan istilah masyrutiyah (Riyanto,
2009). Constituer (bahasa Prancis) berarti membentuk, pembentukan.
Yang dimaksud dengan membentuk di sini adalah membentuk suatu
negara. Kontitusi mengandung permulaan dari segala peraturan
mengenai suatu negara atau dengan kata lain bahwa konstitusi
mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai negara
(Prodjodikoro, 1970), pembentukan suatu negara atau menyusun dan
menyatakan suatu negara (Lubis, 1976), dan sebagai peraturan dasar
mengenai pembentukan negara. (Mahfud MD, 2001).
Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam
penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar
tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dapat pula tidak
tertulis. Dalam konteks institusi negara, konstitusi bermakna
permakluman tertinggi yang menetapkan antara lain pemegang
kedaulatan tertinggi, struktur negara, bentuk negara, bentuk
pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan dan berbagai
lembaga negara serta hak-hak rakyat.
Dalam bahasa Indonesia, konstitusi dikenal dengan sebutan
Undang-Undang Dasar (UUD) terjemahan dari bahasa Belanda
“Grondwet”, Grond mengandung arti dasar/tanah dan wet berarti undang-
undang. Konstitusi dan UUD, keduanya memang tidak berarti sama.
UUD hanyalah sebatas hukum dasar yang tertulis, sedangkan konstitusi
di samping memuat hukum dasar yang tertulis, juga mencakup hukum
dasar yang tak tertulis. Menurut Herman Heler, kontitusi lebih luas
daripada Undang-Undang Dasar. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis,
melainkan juga bersifat sosiologis dan politis. Sedangkan Undang-
Undang dasar hanya merupakan sebagian dari pengertian konstitusi, yaitu
konstitusi yang tertulis.
66
Herman Heller, membagi pengertian konstitusi menjadi tiga, yaitu:
(1) Konstitusi dalam pengertian politik sosiologis. Konstitusi
mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu
kenyataan, (2) Konstitusi merupakan satu kesatuan kaidah yang hidup
dalam masyarakat yang selanjutnya dijadikan suatu kesatuan kaidah
hukum. Konstitusi dalam hal ini sudah mengandung pengertian yuridis,
dan (3) Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-
undang yang tinggi yang berlaku dalam suatu negara.
Dalam pengertian sosiologis dan politis, konstitusi menggambarkan
hubungan antara kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam suatu
negara. Sedangkan dalam pengertian yuridis, konstitusi adalah suatu
naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi
pemerintahan. Namun demikian, ada yang menyamakan antara konstitusi
dan Undang-Undang Dasar sebagaimana yang dikemukakan oleh C.F.
Strong dan James Bryce. Bagi mereka, yang terpenting adalah isi atau
substansi materi dari konstitusi itu sendiri.
Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah suatu kerangka kerja
(framework) dari sebuah negara yang menjelaskan bagaimana tujuan
pemerintahan negara tersebut diorganisir dan dijalankan. Dengan kata
lain, konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas
pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan
pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut.
Pada dasarnya konstitusi itu terbagi dua, yaitu: (1) konstitusi yang
semata-mata berbicara sebagai naskah hukum, suatu ketentuan yang
mengatur, the rule of the constitution, dan (2) konstitusi yang bukan saja
mengatur ketentuan-ketentuan hukum, tetapi juga mencantumkan
ideologi, aspirasi, dan cita-cita politik, pengakuan, kepercayaan dari
bangsa yang menciptakannya (Mustafa Kamal Pasha, 2002).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konstitusi adalah
sejumlah aturan dasar dan ketentuan-ketentuan hukum yang dibentuk
untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan, termasuk
dasar hubungan kerjasama antara negara dan masyarakat dalam konteks
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konstitusi jenis kedua menggambarkan filsafat negara yang akan
dibentuk sebagai ideologi negara. UUD NRI Tahun 1945, termasuk di
dalamnya Konstitusi RIS 1949, maupun dalam UUDS 1950, masuk
kepada konstitusi jenis yang kedua ini. Dalam hal ini, cita-cita politik
dicantumkan dalam preambule atau Pembukaan dari konstitusi, dan
secara jelas dimuat pula ideologi Pancasila. Ideologi itu, bukan saja
ditemukan dalam Pembukaannya, tetapi juga dalam batang tubuhnya,
yakni pasal demi pasalnya menampilkan jiwa ideologi Pancasila.
67
Berdasarkan pengertian di atas, menurut Sovernin Lohman,
sedikitnya ada tiga unsur yang menonjol dalam konstitusi, yakni:
1. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat
(kontrak sosial), artinya konstitusi merupakan hasil dari kesepakatan
masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan yang akan
mengatur mereka.
2. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan
warga negara sekaligus menentukan batas-batas hak dan kewajiban
warga negara dan alat-alat pemerintahannya.
3. Konstitusi sebagai framework, yaitu kerangka bangunan
pemerintahan.
Dalam perspektif sistem ketatanegaraan di Indonesia, konstitusi
dapat diartikan sebagai hukum dasar. Hal ini dapat dilihat di dalam
Penjelasan UUD NRI Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa Undang-
Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar
negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar tertulis, sedangkan
di sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang
tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam
praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Bahkan jika
dikaitkan dengan suasana Undang-Undang Dasar itu dibuat, Penjelasan
Undang-Undang Dasar tersebut bahwa memang untuk menyelidiki
hukum dasar (droit constitutionnel) suatu negara tidak cukup hanya
menyelidiki pasal-pasal Undang-Undang Dasarnya, akan tetapi harus
menyelidiki juga sebagaimana praktiknya dan bagaimana suasana
kebatinannya (geistlichen hintergrund) dari Undang-Undang Dasar itu.
Konstitusi atau Undang-Undang Dasar disebut sebagai hukum
dasar yang tertulis, yang mengandung tiga pengertian, yaitu: Pertama,
sebagai hukum maka UUD bersifat mengikat, baik pada pemerintah, pada
setiap lembaga negara, lembaga masyarakat maupun mengikat pada
setiap warga negaranya. Kedua, sebagai hukum, maka UUD berisi
norma-norma, kaidah-kaidah, aturan-aturan, atau ketentuan yang harus
dilaksanakan dan ditaati oleh semua pihak yang terikat dalam negara
tersebut. Ketiga, selaku hukum dasar, maka UUD berfungsi sebagai
sumber hukum. Setiap produk hukum seperti UU, PP, Perpu, dan
sebagainya, termasuk juga setiap tindakan pemerintah dengan berbagai
kebijakannya harus berdasarkan pada peraturan yang tertinggi yaitu
UUD.
Pada prinsipnya, adanya konstitusi memiliki tujuan untuk
membatasi kewenangan pemerintah dalam menjamin hak-hak yang
diperintah (rakyat) dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang
berdaulat. Atau, bisa juga dikatakan bahwa konstitusi merupakan sarana
dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan. Pasal 1 ayat (2) UUD
68
1945 berbunyi “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal tersebut dimaksud memuat
paham konstitusionalisme. Rakyat pemegang kedaulatan tertinggi terikat
pada konstitusi. Kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar.
Tujuan adanya konstitusi secara ringkas dapat diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu: (1) konstitusi bertujuan untuk memberikan
pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik, (2)
konstitusi bertujuan untuk melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasa
sendiri, dan (3) konstitusi bertujuan untuk memberikan batasan-batasan
ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
Dilihat dari fungsinya, konstitusi terbagi ke dalam dua bagian,
yakni membagi kekuasaan dalam negara dan membatasi kekuasaan
pemerintah atau penguasa dalam negara. Bagi mereka yang memandang
negara dari sudut kekuasaan dan menganggap sebagai organisasi
kekuasaan, maka konstitusi dapat dipandang sebagai lembaga atau
kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi di antara
beberapa lembaga kenegaraan, seperti antara lembaga legislatif,
eksekutif, dan yudikatif.
Sedangkan Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis
merupakan dokumen formal yang berisikan: (1) Hasil perjuangan politik
bangsa di waktu yang lampau, (2) Tingkat-tingkat tertinggi
perkembangan ketetanegaraan bangsa, (3) Pandangan tokoh-tokoh bangsa
yang hendak diwujudkan baik untuk waktu sekarang maupun untukwaktu
yang akan dating, dan (4) Suatu keinginan, di mana perkembangan
kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin (Tim ICCE UIN
Jakarta, 2000).
Keempat hal yang terdapat dalam UUD tersebut menunjukkan arti
pentingnya suatu konstitusi yang menjadi barometer kehidupan bernegara
dan berbangsa serta memberikan arahan dan pedoman bagi generasi
penerus bangsa dalam menjalankan suatu negara. Dan, pada prinsipnya
semua agenda penting kenegaraan serta prinsip-prinsip dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara telah ter-cover dalam
konstitusi.
Sebagai sebuah aturan-aturan dasar yang dibentuk untuk mengatur
dasar hubungan antara negara dan rakyat dalam konteks kehidupan
berbangsa dan bernegara, maka tentu saja konstitusi sepatutnya dibuat
atas dasar kesepakatan bersama antara negara dan warga negara, sehingga
satu sama lain merasa bertanggung jawab serta tidak terjadi penindasan
dari yang kuat terhadap yang lemah. Oleh karena itu, konstitusi bisa
dijadikan sebagai media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi
seluruh warga negara. Suatu negara yang memilih demokrasi sebagai
69
pilihannya, maka konstitusi demokratis merupakan aturan yang dapat
menjamin terwujudnya demokrasi di negara tersebut sehingga melahirkan
pula kekuasaan atau pemerintahan yang demokratis.
Secara umum suatu konstitusi dapat dikatakan demokratis terletak
sejauh manakah konstitusi tersebut mengandung prinsip-prinsip dasar
demokrasi sebagai aturan dalam kehidupan bernegara. Prinsip-prinsip
demokrasi tersebut adalah: (1) menempatkan warga negara sebagai
sumber utama kedaulatan, (2) mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak
minoritas, (3) pembatasan pemerintahan, (4) pembatasan dan pemisahan
kekuasaan negara yang meliputi: (a) pemisahan (pembatasan) wewenang
kekuasaan bersadarkan trias politika, (b) kontrol dan keseimbangan
lembaga-lembaga pemerintahan, (c) proses hukum, dan (d) danya
pemilihan umum sebagai mekanisme peralihan kekuasaan (Tim ICCE
UIN Jakarta, 2000).
Konstitusi berfungsi: (a) membatasi atau mengendalikan kekuasaan
penguasa agar dalam menjalankan kekuasaannya tidak sewenang-wenang
terhadap rakyatnya, (b) memberi suatu rangka dasar hukum bagi
perubahan masyarakat yang dicita- citakan tahap berikutnya, (c)
dijadikan landasan penyelenggaraan negara menurut suatu sistem
ketatanegaraan tertentu yang dijunjung tinggi oleh semua warga
negaranya, dan (d) menjamin hak-hak asasi warga negara.
B. Rule of Law
1. Konsep Rule of Law
Istilah negara hukum berkaitan dengan paham rechtsstaat, dan the
rule of law, juga berkaitan dengan paham nomocracy yang berasal dari
perkataan nomos dan cratos; nomos berarti norma, sedangkan cratos
adalah kekuasaan, ialah kekuasaan oleh norma atau kedaulatan hukum
(Jimly Asshiddiqie, 2004). Jadi dalam kaitan dengan kekuasaan tertinggi
dalam suatu negara, menurut paham nomokrasi, kekuasaan tertinggi ada
pada norma atau yang berdaulat adalah norma atau hukum (dalam hal ini
kedaulatan hukum). Lebih lanjut disebutkan, bahwa dalam buku Plato
berjudul Nomoi yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris
74
dengan judul The Laws, jelas tergambar bagaimana ide nomokrasi
sesungguhnya; yang sejak lama dikembangkan dari Zaman Yunani Kuno.
Menurut Philipus M. Hadjon (Anwar C., 2011), istilah
“rechsstaat” mulai popular di Eropa sejak abad XIX meskipun pemikiran
tentang itu sudah lama adanya. Istilah “the rule of law” mulai populer
dengan terbitnya sebuah buku dari Albert Venn Dicey tahun 1885 dengan
judul “Inroduction to the study of the law of the constitution.
Unsur-unsur rechtsstaat dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl
dari kalangan ahli hukum Eropa Barat Kontinental, sebagai berikut.
a. Mengakui dan melindungi hak asasi manusia.
b. Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyelenggaraan negara
harus berdasarkan pada teori Trias Politica.
c. Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah berdasar atas undang-
undang (wetmatig bestuur).
d. Apabila dalam menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang
pemerintah masih melanggar hak asasi (campur tangan pemerintah
dalam kehidupan pribadi seseorang), maka ada pengadilan
administrasi yang akan menyelesaikannya (Padmo Wahyono, 1989).
Rule of Law adalah kekuasaan undang-undang yang terorganisasi.
Penegakan hukum atau rule of law merupakan suatu doktrin dalam
hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran
negara berdasar hukum (konstitusi) dan demokrasi. Kehadiran Rule of
Law dalam abad tersebut boleh disebut sebagai reaksi dan koreksi
terhadap negara absolut (kekuasaan di tangan penguasa) yang telah
berkembang sebelumnya.
Negara hukum merupakan terjemahan dari konsep rechtsstaat atau
Rule of Law yang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional
di Eropa abad ke-19 dan ke-20. Oleh karena itu, negara demokrasi pada
dasarnya adalah negara hukum. Ciri negara hukum antara lain: adanya
supremasi hukum, jaminan hak asasi manusia, dan legalitas hukum. Di
negara hukum, peraturan perundang-undangan yang berpuncak pada
Undang-Undang Dasar (konstitusi) merupakan satu kesatuan sistem
hukum sebagai landasan bagi setiap penyelenggaraan kekuasaan.
Rule of Law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada
abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan
demokrasi. Ia lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan
meningkatnya peran parlemen dalam penyelenggaraan negara dan
sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang sebelumnya.
Rule of Law merupakan konsep tentang common law, di mana segenap
lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya
menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip
keadilan dan egalitarian. Rule of Law adalah rule by the law dan bukan
75
rule by the man. Ia lahir mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum
gereja, ningrat, dan kerajaan, menggeser negara kerajaan dan
memunculkan negara konstitusi yang pada gilirannya melahirkan doktrin
Rule of Law.
Konsep negara hukum mengalami pertumbuhan menjelang abad 20
yang ditandai dengan lahirnya konsep negara hukum modern (welfare
state), dimana tugas negara sebagai penjaga malam dan keamanan mulai
berubah. Konsepsi nachwchterstaat bergeser menjadi welfarsstaat.
Negara tidak boleh pasif tetapi harus aktif turut serta dalam kegiatan
masyarakat, sehingga kesejahteraan bagi semua orang terjamin.
Adanya larangan bagi pemerintah untuk ikut campur tangan dalam
urusan warga negara baik di bidang sosial maupun bidang ekonomi
(staats-onthounding dan laissez faire) bergeser ke arah baru bahwa
pemerintah harus bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyat.
Pemerintah tidak boleh bersifat pasif atau berlaku sebagai penjaga malam
melainkan harus aktif melaksanakan upaya-upaya untuk membangun
kesejahteraan masyarakatnya dengan cara mengatur kehidupan ekonomi
dan sosial. Perubahan konsepsi negara hukum itu terjadi menurut Miriam
Budihardjo (1993) antara lain karena banyaknya kecaman terhadap ekses-
ekses yang menginginkan pembagian kekuasaan secara merata serta
gagasan baru tersebut harus meluas mencakup dimensi ekonomi dan
berusaha memperkecil perbedaan sosial dan ekonomi, terutama
perbedaan-perbedaan yang timbul dari distribusi kekayaan yang tidak
merata. Negara semacam ini dinamakan welfare state (negara
kesejahteraan atau social state (negara yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat).
Menurut Bagir Manan (1994), konsepsi ngara hukum modern
merupakan perpaduan antara konsep negara hukum dan negara
kesejahteraan. Di dalam konsep ini tugas negara atau pemerintah tidak
semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat saja,
tetapi memikul tanggung jawab mewujudkan keadilan sosial,
kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Piet Thoenes (1972) memberikan defenisi tentang welfare state
sebagai berikut
”The welfare state is a form of society characterized by a system
of democratic, government sponsored welfare placed on a new
footing and offering a guarantee of collective social care to its
citizen, concurently with the maintenance of a capitalist system of
production.
(Suatu bentuk masyarakat ditandai dengan suatu sistem
kesejahteraan yang demokratis, dan ditunjang oleh pemerintah
yang ditempatkan atas landasan baru, memberikan suatu jaminan
76
perawatan sosial yang kolektif pada warga-negaranya dengan
mempertahankan secara sejalan beriringan suatu sistem produksi
kapitalis).
Sesuai dengan perubahan negara hukum tersebut, konsep negara
hukum klasik seperti yang diajukan oleh Dicey & Stahl (2008) ditinjau
ulang dan dirumuskan kembali sesuai dengan tuntutan abad 20. Menurut
Julius Stahl, konsep negara hukum yang disebutnya dengan istilah
rechstaat itu mencakup empat elemen penting, yaitu: (1) Perlindungan
hak asasi manusia, (2) Pembagian atau pemisahan kekuasaan, (3)
Pemerintahan berdasarkan undang-undang, dan (4) Peradilan tata usaha
negara.
77
pelaksanaannya kepada aturan-aturan, sehingga melindungi warga negara
dari tindakan sewenang-wenang penguasa, (3) hukum tidak menentang
kekuasaan, malahan dapat memperkuatnya agar tidak merosot menjadi
pemaksa kehendak oleh penguasa, dan (4) tidak netral terhadap
kepentingan-kepentingan sosial, karena pemihakannya terhadap
kelompok yang kurang beruntung secara politik, ekonomi dan sosial.
Gagasan the rule of law mempunyai dimensi universal dan
sekaligus relativitas. Dimensi universalitasnya adalah gagasan bahwa
pelaksanaan kekuasaan dalam masyarakat harus tunduk kepada hukum,
hal ini mempunyai implikasi normatif, yaitu:
a. Mempunyai nilai yang berprespektif kerakyatan, yaitu melindungi
warga negara terhadap pemerintah dan yang lemah serta miskin
terhadap uang kuat serta kaya, dari sudut pandang warga negara yang
lemah serta miskin.
b. Penggunaan pendekatan konfliktual, bukan untuk melawan harmoni
dan konsensus palsu, yang berarti dianut pandangan kepatuhan
kondisional dan atas hukum dan otoritas, sehingga memberi ruang
untuk beda pendapat dan beda penafsiran, serta kritik atas otoritas
tidak ditindas.
Universalitas gagasan the rule of law juga dapat ditunjukkan oleh
hasrat yang diperintah untuk diperlakukan baik dan adil oleh yang
memerintah, meskipun kriterianya bisa berbeda dalam dimensi riang dan
waktu. Sedangkan dimensi relativitas the rule of law ialah bahwa tidak
ada ukuran atau standar yang sama yang dapat dipakai oleh semua bangsa
untuk menerapkan dalam praktek dan bisa memberikan hasil yang betul-
betul memuaskan, karena the rule of law hanyalah merupakan prinsip-
prinsip, bukan aturan-aturan konkret. Yang dibutuhkan ialah kemauan
politik dan komitmen moral untuk mewujudkan cita-cita the rule of law.
Di Indonesia, inti dari Rule of Law adalah jaminan adanya keadilan
bagi masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Pembukaan UUD 1945
membuat prinsip-prinsip Rule of Law, yang pada hakikatnya merupakan
jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia.
Dengan kata lain, pembukaan UUD 1945 memberi jaminan adanya Rule
of Law dan sekaligus Rule of Justice. Prinsip-prinsip Rule of Law di
dalam Pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi
penyelenggara negara, karena Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok
kaidah fundamental Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Fungsi Rule of Law pada hakekatnya merupakan jaminan secara
formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga “keadilan
sosial”, sehingga diatur pada Pembukaan UUD 1945, bersifat Map dan
instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule
of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama
78
keadilan sosial. Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar-dasar hukum
pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara, pemerintahan, baik di
tingkat pusat maupun daerah yang berkaitan dengan jaminan atas rasa
keadilan, terutama keadilan sosial.
Paham negara hukum juga tidak dapat dipisahkan dari paham
kerakyatan, sebab pada akhirnya hukum yang mengatur dan membatasi
kekuasaan negara atau pemerintah diartikan sebagai hukum yang dibuat
atas dasar kekuasaan dan kedaulatan rakyat. Begitu eratnya tali-temali
antara paham negara hukum dan kerakyatan, sehingga ada sebutan negara
hukum yang demokratis atau democratische rechtsstaat. Scheltema,
memandang kedaulatan rakyat (democratie beginsel) sebagai salah satu
dari empat asas negara hukum, di samping rechtszwkerheidbeginsel,
gelijkheid beginsel dan het beginsel van de dienendeoverheid. Dalam
kaitannya dengan negara hukum, kedaulatan rakyat merupakan unsur
material negara hukum, disamping masalah kesejahteraan rakyat.
Di negara-negara Eropa Kontinental konsepsi negara hukum
mengalami perkembangan yang cukup pesat, terutama perkembangan
terhadap asas legalitas yang semula diartikan sebagai pemerintahan
berdasarkan atas undang-undang (wetmatigheid van bestuur), kemudian
berkembang menjadi pemerintahan berdasarkan atas hukum
(rechtmatigheid van bestuur). Terjadinya perkembanga konsepsi tersebut
merupakan konsekuensi dari perkembangan konsepsi negara hukum
materil, sehingga kepada pemerintah diserahi tugas dan tanggung jawab
yang semakin berat dan besar untuk meningkatkan kesejahteraan
warganya. Akhirnya, kepada pemerintah diberikan pula ruang gerak yang
semakin longgar yang cenderung melahirkan pemerintahan bebas (vrij
bestuur) dengan disertai ruang kebijaksanaan yang longgar berupa freies
ermessen.
Menurut Marcus Lukman (1996), istilah freies ermessen secara
khas digunakan dalam bidang pemerintahan, sehingga freies ermessen
(diskresionare power) diartikan sebagai salah satu sarana yang
memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi
negaran untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada
undang-undang. Meskipun demikian dalam kerangka negara hukum,
freies ermessen tidak dapat digunakan tanpa batas.
Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan
gagasan negara hukum (het democratish ideal en het rechtsstaats ideal).
Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk undang-undang dan
berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan
sebanyak mungkin memperhatikan kepentingan rakyat. Gagasan negara
hukum menuntut agar penyelenggaraan dan pemerintahan harus
didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-
79
hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-undang. International
Commission of Jurist dalam konferensinya di Bangkok tahun 1965 telah
memperluas konsep mengenai Rule of law, dan menekankan apa yang
dinamakannya ‘the dynamic aspects of the Rule of law in the modern
age’. Di samping hak-hak politik, hak-hak sosial dan ekonomi harus
diakui dan dipelihara, dalam arti bahwa harus dibentuk standar-standar
dasar sosial dan ekonomi.
Syarat-syarat untuk terselenggaranya pemerintahan yang
demokratis di bawah rule of law ialah: (1) perlindungan konstitusional,
dalam arti bahwa konstitusi selain menjamin hak-hak individu, harus
menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas
hak-hakyang dijamin, (2) badan peradilan yuang bebas dan memihak
(independent and impartial tribunal), (3) pemilihan umum yang bebas,
(4) kebebasan untuk menyatakan pendapat, (5) kebebasan untuk
berserikat/berorganisasi dan berposisi, dan (6) pendidikan
Kewarganegaraan (civic education).
Menurut Jimly Asshidiqi (2004), ada dua belas prinsip pokok
negara hukum (rechstaat) yang berlaku di zaman sekarang. Kedua belas
prinsip pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama yang menyangga
berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat disebut sebagai
negara hukum dalam arti sebenarnya. Dua belas prinsip pokok negara
hukum modern ialah: (1) supremasi Hukum (Supremacy of law), (2)
persamaan dalam hukum (equality before the law, (3) asas legalitas (Due
Process of law, (4) pembatasan kekuasaan, (5) organ-organ eksekutif
independen, (6) peradilan bebas dan tidak memihak, (7) Peradilan Tata
Usaha Negara, (8) Peradilan Tata Negara, (9) perlindungan HAM, (10)
bersifat demokratis, (11) berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan
bernegara, dan (12) transparansi dan kontrol sosial.
3. Negara Hukum Indonesia
Di dalam bagian Penjelasan UUD NRI Tahun 1945, konsepsi
negara hukum Indonesia dirumuskan dalam kalimat yang bersayap yang
penuh keraguan “Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum, tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka. Rumusan ini dapat ditafsirkan bahwa
Indonesia itu sebenarnya “machstaat” (yang primer), namun juga
“rechsstaat” (yang sekunder). Hal tersebut berbeda dengan Konstitusi
RIS 1949 dan UUDS 1950 yang secara tegas dalam mukadimah UUD
dalam Pasal 1 ayat (1) batang tubuh UUD merumuskan bahwa Indonesia
ialah negara hukum yang demokratis.
Penegasan Indonesia adalah negara hukum yang selama ini diatur
dalam Penjelasan UUD NRI Tahun 1945, kemudian dalam Perubahan
UUD NRI Tahun 1945 telah diangkat ke dalam UUD NRI Tahun 1945,
80
Pasal 1 ayat (3), berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Di
sini supremasi hukum ditegaskan dengan menyatakan bahwa Indonesia
adalah negara hukum, bukan sekedar negara berdasar hukum. Prinsip itu
menegaskan bahwa tidak ada pihak, termasuk pemerintah yang tidak
dapat dituntut berdasarkan hukum. Kekuasaan kehakiman ditegaskan
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan. Pembentukan lembaga-lembaga
negara baru dalam bidang kekuasaan kehakiman, seperti Mahkamah
Konstitusi dan Komisi Yudisial adalah untuk menegakkan kekuasaan
kehakiman yang merdeka.
Menurut Achmad Ali (2002) supremasi hukum harus tidak boleh
mengabaikan tiga ide dasar hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian. Oleh karenanya, negara dalam melaksanakan hukum harus
memperhatikan tiga hal tersebut. Di negara hukum, hukum tidak hanya
sekedar formalitas atau prosedur belaka dari kekuasaan. Bila sekedar
formalitas, hukum dapat menjadi sarana pembenaran untuk dapat
melakukan tindakan yang salah atau menyimpang, hukum harus tidak
boleh mengabaikan rasa keadilan masyarakat.
Dengan demikian, sebagai konsekuensi pasal 1 ayat (3) UUD NRI
Tahun 1945, maka ada tiga prinsip dasar wajib dijunjung oleh setiap
warga negara, yaitu supremasi hukum, kesetaraan di depan hukum, dan
penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan
hukum. Konsekuensi berikutnya adalah bahwa setiap sikap, kebijakan,
dan perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai dengan
hukum. Ketentuan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan
dan arogansi kekuasaan, baik yang dilakukan oleh alat negara maupun
penduduk.
Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando
tertinggi dalam penyelenggaraan negara, sehingga yang sesungguhnya
memimpin dalam penyelenggaraan negara adalah hukum itu sendiri,
sesuai dengan prinsip “the rule of law, and not of man”, yang sejalan
dengan pengertian “nomocratie”, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh
hukum, ‘nomos’. Hal ini sejalan dengan pandangan Aristoteles yang
menyatakan bukanlah manusia sebagai pribadi-pribadi yang memerintah
dan memimpin suatu negara melainkan hukum. Sedangkan baik buruknya
hukum ditentukan oleh pikiran yang adil dan bersusila. Pendapat ini
ditegaskan kembali oleh Jimly Ashiddqie (2004) dengan menyatakan
bahwa dalam doktrin negara hukum berlaku pemimpin yang sebenarnya
bukanlah orang, melainkan hukum yang dilihat sebagai suatu sistem.
Dalam paham negara hukum harus diadakan jaminan bahwa hukum
itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi.
Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada
81
pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, prinsip negara
hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip
demokrasi atau kedaulatan rakyat (democratiche rechtstaat). Hukum
tidak boleh dibuat, ditetapkan, dan ditegakkan dengan tangan besi
berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat).
Prinsip negara hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan
prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar.
Karena itu, perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada ditangan
rakyat yang dilakukan menurut Undang-Undang Dasar (constitutional
democracy) yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia
adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis
(democratische rechtsstaat).
Penjabaran prinsip-prinsip Rule of law secara formal termuat di
dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, yaitu:
1. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3)
2. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
(pasal 24 ayat 1)
3. Segenap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1)
4. Dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara
lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta pertakuan yang
sama dihadapan hukum (pasal 28D ayat 1).
5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan Iayak dalam hubungan kerja (pasal 28C ayat
2).
Pelaksanan Rule of Law mengandung keinginan untuk terciptanya
negara hukum, yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan
Rule of Law harus diartikan secara hakiki (materill) sangat erat kaitannya
dengan “the enforcement of the rule of law dalam penyelenggaraan
pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi
prinsip-prinsip Rule of Law.Secara kuantitatif peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan Rule of Law banyak dihasilkan negara kita,
namun implementasi atau penegakannya belum mencapai hasil yang
optimal, sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan Rule of
Law belum dirasakan sebagian besar masyarakat.
Apabila memperhatikan unsur-unsur negara hukum yang telah
dikemukakan para ahli, maka ditemukan beberapa ketentuan dalam UUD
1945 yang menujukkan bahwa negara hukum Indonesia adalah negara
hukum yang menganut desentralisasi dan berorientasi kesejahteraan. Oleh
82
Ridwan, HR (2013), menjelaskan: Pertama, pengakuan dan perlindungan
hak asasi manusia sebagaimana terdapat dalam Pasal 28A sampai 28J
UUD 1945; Kedua, pemencaran kekuasaan Negara, yang berbentuk
pemencaran dan pembagian kekuasaan secara horizontal dan vertikal.
Pemencaran pembagian kekuasaan secara horizontal tampak pada
pembentukan dan pemberian kekuasaan kepada DPR (Pasal 19, 21, 22
UUD 1945), kekuasaan Presiden (Pasal 24 UUD 1945), dan beberapa
suprastruktur lainnya. Pemencaran dan pembagian kekuasaan secara
vertikal muncul dalam wujud desentralisasi yaitu dengan pembentukan
dan pemberian kewenangan kepada satuan pemerintahan daerah (Pasal 18
UUD 1945). Ketiga, prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana tercantum
dalam Pasal 1 ayat (2) “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”’. Keempat,
penyelenggaraan negara dan pemerintahan berdasarkan atas hukum dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelima, pengawasan oleh
hakim yang merdeka, yang merupakan implementasi dari Pasal 24 UUD
1945 dan beberapa undang-undang organik tentang kekuasaan kehakiman
dan lembaga-lembaga peradilan. Keenam, pemilihan umum yang
dilakukan secara periode. Ketujuh, tersedianya tempat pengaduan bagi
rakyat atas tindakan pemerintah yang merugikan negara, yakni upaya
administrasi, PTUN, dan Ombudsman.
Proses penegakan hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga
penegak hukum terdiri atas: (1) Kepolisian, (2) Kejaksaan, (3) Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), dan (4) Lembaga Peradilan, yakni: (a)
Mahkamah Agung, (b) Mahkamah Konstitusi, (c) Pengadilan Negeri, dan
(d) Pengadilan Tinggi.
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1. Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam
penyelenggaraan suatu negara. Menurut pendapat Anda, apakah
dalam menyelenggaraan negara Indonesia saat ini, pemerintah benar-
benar menempatkan Konstitusi (UUD NRI 1945) sebagai hukum
dasar?
2. Sejak proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang, negara
Indonesia beberapa kali mengalami pergantian Konstitusi. Mulai dari
UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara 1950, kemudian
kembali ke UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Uraikan, mengapa hal ini terjadi? Lengkapi uraian Anda dengan
pendapat ahli!
83
3. Apakah Konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar? Uraikan
pendapat Anda didukung dengan pendapat ahli!
4. Salah satu prinsip demokrasi adalah menempatkan warga negara
sebagai sumber utama kedaulatan. Uraikan pendapat Anda, apakah
warga negara saat ini benar-benar ditempatkan sebagai sumber utama
kedaulatan? Lengkapi uraian Anda dengan pendapat ahli!
5. Apakah Indonesia adalah negara yang menganut sistem the rule of
law? Uraikan pendapat Anda disertai dengan pendapat para ahli!
6. Uraikan, bagaimana kemampuan pemerintah dalam penegakkan the
rule of law di era orde baru dan reformasi? Mana yang lebih baik
menurut pandangan Anda dalam penegakkan the rule of law?
7. Cobalah cari kasus pelanggaran hukum yang terkait dengan prinsip
the rule of law di Indonesia, dan tanggapilah pelanggaran kasus
tersebut!
8. Inti the rule of law adalah adanya jaminan keadilan bagi
masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Bagaimana tanggapan
Anda mengenai jaminan keadilan sosial kepada masyarakat saat ini?
Lengkapi uraian Anda dengan memberikan satu contoh dalam
kehidupan dimasyarakat!
9. Salah satu prinsip the rule of law adalah adanya persamaan dihadapan
hukum dari semua golongan. Bagaimana tanggapan Anda mengenai
hal ini?
84
BAB VI
HAK ASASI MANUSIA
96
f. Hak atas rasa aman (Pasal 28-35): Setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik,
rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
g. Hak atas kesejahteraan (Pasal 36-42): Setiap orang berhak mempunyai
milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi
mengembangkan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak
melanggar hukum serta mendapat jaminan sosial yang dibutuhkan,
berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan
serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.
h. Hak turut serta dalam pemerintahan (Pasal 43-44): Setiap warga
negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau
perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat dalam
setiap jabatan pemerintahan.
i. Hak wanita (Pasal 45-51): Seorang wanita berhak untuk memilih,
dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan
persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Di samping itu
berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan
pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam
keselamatan dan atau kesehatannya.
j. Hak anak (Pasal 52-66): Setiap anak berhak atas perlindungan oleh
orang tua, keluarga, masyarakat dan negara serta memperoleh
pendidikan, pengajaran dalam rangka mengembangkan diri dan tidak
dirampas kebebasannya secara melawan hukum.
Yang sangat menarik dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 adalah hak wanita juga dijelaskan secara rinci (Asykuri Ibnu
Chamim, 2003: 404), seperti hak keterwakilan wanita dalam badan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Juga hak wanita untuk memperoleh
pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan.
Bahkan dalam pasal 47 dikatakan bahwa seorang wanita yang menikah
dengan seorang pria berkewarganegaraan asing tidak secara otomatis
mengikuti status kewarganegaraan suaminya, tetapi mempunyai hak
untuk mempertahankan, mengganti, atau memperoleh kembali status
kewarganegaraannya itu.
99
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1. Uraikan apa pentingnya pendidikan Hak Asasi Manusia bagi warga
Negara Indonesia dalam mewujudkan Indonesia baru?
2. Mengapa Liberalisme dan komunisme tidak patut dijadikan landasan
dalam proses penegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia?
3. Apa saja masalah paling besar dan mendasar dalam penegakkan
dibidang Hak Asasi Manusia di Indonesia?
4. Berikan contoh pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh
negara (pemerintah) yang bentuknya act of commission dan act of
omission?
5. Mengapa Hak Asasi Manusia perlu dilindungi oleh peraturan hukum?
6. Apa yang terjadi apabila dalam penegakkan Hak Asasi Manusia,
Pancasila tidak dijadikan dasar atau landasan?
7. Sekarang ini begitu sering terjadi peristiwa pelanggaran HAM di
masyarakat, seperti pembunuhan, penculikan, penyiksaan dan
sebagainya. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Siapa yang paling
bertanggung jawab untuk mengatasi persoalan tersebut? Apa peran
Anda untuk menyelesaikan persoalan tersebut?
8. Uraikan sejarah perkembangan Hak Asasi Mnusia di Indonesia?
9. Bagaimana realitas penegakkan Hak Asasi Manusia sejak Indonesia
merdeka hingga sekarang?
10. Pasal 28 B ayat (2) UUD 1945 berbunyi, setiap orang berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Apakah implementasi
pasal ini dalam kehidupan di masyarakat saat ini benar-benar sudah
berjalan dengan baik?
100
BAB VII
DEMOKRASI INDONESIA
A. Konsep Demokrasi
Sejalan dengan makin mendunianya demokrasi, pemikiran tentang
demokrasi (menyangkut pendefinisian dan pembagian bentuk) pun kian
berkembang. Demokrasi juga merupakan sebuah istilah yang sangat
populer, istilah yang selalu didambakan semua orang, terutama yang
mempunyai kesadaran politik untuk diwujudkan dalan kehidupan sehari-
hari. Mereka percaya bahwa demokrasi akan lebih banyak membawa
kemaslahatan manusia ketimbang implikasi negatifnya.
Menurut kamus, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat di
mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan
langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah
sistem pemilihan bebas. Demokrasi oleh Abraham Lincoln didefenisikan
secara sederhana dan populer, yaitu pemerintahan “dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat”, mengandung arti bahwa dalam negara
demokrasi, rakyatlah yang memiliki dan mengendalikan kekuasaan, dan
kekuasaan itu dijalankan adalah demi kepentingan rakyat (United States
Information Agency).
Demokrasi menurut asal kata berarti ”rakyat yang berkuasa” atau
government or rule by the people. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani
”demos” berarti ”rakyat”, kratos/kratein berarti ”kekuasaan, berkuasa”
(Budiardjo, 1993). Atau pemerintahan ada karena rakyat ada, yang
memerintah adalah rakyat dan tujuan adanya pemerintahan itu pun untuk
rakyat. Rakyat di sini menjadi sentrum demokrasi, rakyatlah yang
menjadi kriteria dasar demokrasi, rakyatlah yang berdaulat dalam negara.
Demokrasi dapat juga diartikan sebagai sebuah sistem yang
meliputi persaingan efektif di antara partai-partai politik untuk
memperebutkan posisi kekuasaan. Dalam demokrasi ada pemilihan
umum yang teratur dan jurdil, yang di dalamnya semua anggota
masyarakat dapat ambil bagian. Hak-hak partisipasi demokratis ini
berjalan seiring dengan kebebasan warga negara (civil liberties),
kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan berdiskusi, beserta
kebebasan untuk membentuk dan bergabung dengan kelompok atau
asosiasi politik (Giddens, 2001).
Setiap warga negara mendambakan pemerintahan demokratis yang
menjamin tegaknya kedaulatan rakyat. Hasrat ini dilandasi pemahaman
bahwa pemerintahan demokratis memberi peluang bagi tumbuhnya
prinsip menghargai keberadaan individu untuk berpartisipasi dalam
101
kehidupan bernegara secara maksimal. Karena itu, demokrasi perlu
ditumbuhkan, dipelihara, dan dihormati oleh setiap warga negara.
Udin S. Winataputra (2005) yang mengutip buku “The Advanced
Learner’s Dictionary of Current English”, tulisan Hornby, dkk.,
menyatakan bahwa kata demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan
negara atau masyarakat di mana warga negara dewasa turut berpartisipasi
dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih, pemerintahannya
mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragama,
berpendapat, berserikat, menegakkan rule of law, adanya pemerintahan
mayoritas yang menghormati hak-hak kelompok minoritas dan
masyarakat yang warga negaranya saling memberi perlakuan yang sama.
Sistem demokrasi, awalnya terdapat di negara kota (city state)
Yunani Kuno (abad ke-6 sampai abad ke-3 SM) merupkan demokrasi
langsung (direct democracy) yaitu suatu bentuk pemerintahan di mana
hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara
langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan produk
mayoritas. Sifat langsung ini dapat dilaksanakan secara efektif karena
berlangsung dalam kondisi yang sederhana, wilayahnya terbatas (negara
terdiri dari kota dan daerah sekitarnya), serta jumlah penduduk sedikit
(300.000 penduduk dalam satu negara kota). Lagipula ketentuan-
ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi, yang
hanya merupakan bagian kecil dari penduduk. Untuk mayoritas yang
terdiri dari budak belian dan pedagang asing tidak berlaku. Dalam negara
modern demokrasi tidak lagi bersifat langsung tetapi bersifat demokrasi
berdasarkan perwakilan (representative democracy) (Budiardjo, 1993).
Demokrasi di dalamnya mengandung nilai-nilai kebebasan.
Kebebasan dan demokrasi sering dipakai secara timbal-balik, tetapi
keduanya tidak sama. Memang dalam demokrasi menjunjung tinggi
kebebasan dan menghargai perbedaan pendapat, perbedaan kepentingan.
Demokrasi sesungguhnya bukan hanya seperangkat gagasan dan prinsip
tentang kebebasan, tetapi juga mencakup seperangkat praktek dan
prosedur yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-
liku.sehingga demokrasi sering disebut suatu pelembagaan dari
kebebasan. Kebebasan dalam demokrasi sesungguhnya bukan merupakan
kebebasan yang mutlak, melainkan kebebasan yang memiliki koridor dan
batasan, termasuk dibatasi oleh kebebasan yang dimiliki orang lain.
Dalam pengertiannya yang normatif, dalam konsep negara
demokrasi sedikitnya mengandung nilai-nilai sebagai berikut: (a) nilai
kesetaraan (egalitarianisme), (b) nilai penghargaan terhadap HAM, (c)
nilai perlindungan (protection), (d) nilai keberagaman (pluralism), (e)
nilai keadilan, (f) nilai toleransi, (g) nilai kemanusiaan, (h) nilai
102
ketertiban, (i) nilai penghormatan terhadap orang lain, dan (j) nilai
kebebasan (Munir Fuady, 2010).
Alamudi, menyebutkan lebih lanjut, bahwa ada 11 point yang
menjadi sokoguru demokrasi, yaitu (1) kedaulatan rakyat, (2)
pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah, (3)
kekuasaan mayoritas, (4) hak-hak minoritas, (5) jaminan hak asasi
manusia, (6) pemerintah yang bebas dan jujur, (7) persamaan di depan
hukum, (8) proses hukum yang wajar, (9) pembatasan pemerintah secara
konstitusional; (10) pluralisme sosial, ekonomi dan politik, (11) nilai-
nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat (Udin S.
Winataputra, 2002).
Demokrasi terbagi dalam dua kategori dasar, yaitu demokrasi
langsung dan perwakilan. Dalam demokrasi langsung semua warga, tanpa
melihat pejabat yang dipilih atau diangkat, dapat ikut dalam pembuatan
keputusan negara. Sistem seperti ini jelas hanya cocok untuk relatif
sejumlah kecil orang dalam organisasi kemasyarakatan atau dewan suku,
misalnya unit lokal serikat sekerja, di mana para anggotanya dapat
bertemu di satu ruangan untuk membahas berbagai masalah dan
mengambil keputusan melalui musyawarah atau suara terbanyak.
Dalam demokrasi tidak langsung (perwakilan) para pejabat
membuat undang-undang dan menjalankan program untuk kepentingan
umum atas nama rakyat. Hak-hak rakyat dihormati dan dijunjung tinggi
karena para pejabat itu dipilih dan diangkat oleh rakyat. Dalam
demokrasi, tidak dibenarkan adanya keputusan politik dan pejabat yang
dapat merugikan hak-hak rakyat apalagi kebijakan yang bertujuan untuk
menindas rakyat demi kepentingan penguasa.
103
Hakekat demokrasi adalah partisipasi rakyat dalam
penyelenggaraan kenegaraan (partisipasi politik), yaitu: (1) penduduk
ikut pemilu, (2) penduduk hadir dalam rapat selama 5 tahun terakhir, (3)
penduduk ikut kampanye pemilu, (4) penduduk jadi anggota parpol dan
ormas, dan (5) penduduk komunikasi langsung dengan pejabat
pemerintah. (Mas’oed, 1997; Mustafa Kamal Pasha, 2003).
Negara yang menganut sistem demokrasi mengakui bahwa hakekat
demokrasi adalah kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Salah satu sarana
untuk mewujudkan kedaulatan rakyat itu adalah melalui pemilihan
umum. Di dalam proses pemilihan umum itu, hasilnya dapat berupa
terjadinya pergantian pemerintahan secara berkala, dan legitimasi politik
pemerintahan. Pergantian pemerintahan secara berkala dilakukan melalui
pemilihan umum, sehingga keabsahan pemerintahan yang berkuasa dapat
ditegakkan. Begitu pula program dan kebijaksanaan yang dihasilkan oleh
pemerintah yang bersangkutan. Dengan begitu, pemerintah terbentuk
berdasarkan legalitas politik dan hukum yang disepakati bersama.
Untuk menilai suatu negara itu demokratis atau tidak, menurut
Amin Rais (Adeng Muchtar Gazali, 2004), dapat diukur dengan
menggunakan beberapa kriteria, yaitu: (1) adanya partisipasi dalam
pembuatan keputusan, (2) persamaan kedudukan di depan hukum, (3)
distribusi pendapatan secara adil, (4) kesempatan memperoleh
pendidikan, (5) kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan pers,
kebebasan berkumpul, dan kebebasan beragama, (6) kesediaan dan
keterbukaan informasi, (7) mengindahkan fatson politik, (8) kebebasan
individu, (9) semangat kerja sama, dan (10) hak untuk protes.
Sejalan dengan pendapat di atas, Edy Pramono, dkk. (2004),
menjelaskan bahwa suatu negara dikatakan demokratis apabila memiliki
ciri-ciri: (1) Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus
diatur dan dijalankan dengan mengutamakan hukum/sesuai hukum, (2)
Pemerintahan di bawah kontrol nyata masyarakat. Masyarakat bisa
mengawasi, mengkritik, dan mengeluarkan pendapat atas kebijakan
pemerintah atau bisa menolak pemerintah, (3) Pemilihan umum bebas
dan jujur, (4) Prinsip mayoritas, (5) Adanya jaminan terhadap hak-hak
minoritas, dan (6) Adanya nilai-nilai toleransi, kerjasama dan mufakat.
Sri Sumantri memberikan kriteria suatu negara yang demokratis
sebagai berikut: (1) hukum ditetapkan dengan persetujuan wakil rakyat
yang dipilih secara bebas.; (2) hasil Pemilu dapat mengakibatkan
pergantian orang-orang pemerintahan; (3) pemerintah harus terbuka; dan
(4) kepentingan minoritas harus dipertimbangkan.
Menurut Udin S. Winataputra (2002), kepribadian yang demokratis
memiliki ciri-ciri: (1) menerima orang lain, (2) terbuka terhadap
pengalaman dan ide-ide baru, (3) bertanggungjawab, (4) waspada
104
terhadap kekuasaan, (5) toleransi terhadap perbedaan-perbedaan, (6)
emosi-emosinya terkendali, (7) menaruh kepercayaan terhadap
lingkungan.
Ciri-ciri sistem demokrasi, yaitu: (1) memungkinkan adanya
pergantian pemerintahan secara berkala, (2) anggota masyarakat memiliki
kesempatan yang sama menempati kedudukan dalam pemerintahan untuk
masa jabatan tertentu, seperti; presiden, mentri, gubernur, dsb, (3) adanya
pengakuan dari anggota masyarakat terhadap kehadiran tokoh-tokoh yang
sah yang berjuang mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan;
sekaligus sebagai tandingan bagi pemerintah yang sedang berkuasa, (4)
dilakukan pemilihan lain untuk memilih pejabat-pejabat pemerintah
tertentu yang diharapkan dapat mewakili kepentingan rakyat tertentu, (5)
agar kehendak masing-masing golongan dapat diketahui oleh pemerintah
atau anggota masyarakat lain, maka harus diakui adanya hak menyatakan
pendapat (lisan, tertulis, pertemuan, media elektronik dan media cetak,
dsb, dan (6) pengakuan terhadap anggota masyarakat yang tidak ikut serta
dalam pemilihan umum (Adeng Muchtar Ghazali, 2004; Edy Pramono,
dkk., 2004).
2. Bentuk-Bentuk Demokrasi
Dilihat dari sudut pandang ”titik tekan” yang menjadi perhatian
demokrasi, maka demokrasi dapat dibedakan, antara lain:
a. Demokrasi formal, yaitu demokrasi yang menjunjung tinggi
persamaan dalam bidang politik, tanpa disertai upaya untuk
mengurangi atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi
dan politik bagi semua orang adalah sama.
b. Demokrasi material, yakni demokrasi yang menekankan pada upaya-
upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan
persamaan dalam bidang politik kurang diperhatikan, atau bahkan
dihilangkan.
c. Demokrasi gabungan, yakni demokrasi sintesis dari demokrasi formal
dan demokrasi meterial. Demokrasi ini berupaya mengambil hal-hal
baik dan membuang hal-hal buruk dari demokrasi formal dan
demokrasi material.
Dari sudut pandang cara penyaluran kehendak rakyat, bentuk
demokrasi dapat dibedakan, antara lain:
a. Demokrasi langsung, yakni rakyat secara langsung mengemukakan
kehendaknya di dalam rapat yang dihadiri oleh seluruh rakyat.
b. Demokrasi perwakilan atau demokrasi representatif, yakni rakyat
menyalurkan kehendaknya dengan memilih wakil-wakilnya untuk
duduk dalam dewan perwakilan rakyat. Pada era modern ini, pada
umumnya, negara-negara menjalankan demokrasi perwakilan
105
mengingat jumlah penduduk cenderung bertambah banyak dan
wilayah negara semakin luas sehingga demokrasi langsung sulit
untuk dijalankan.
c. Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum, yakni gabungan
antara demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Ini artinya,
rakyat memilih wakil-wakil mereka untuk duduk dalam dewan
perwakilan rakyat, tetapi dewan itu dikontrol oleh pengaruh rakyat
dengan sistem referendum dan inisiatif rakyat.
Dari sudut pandang tugas-tugas dan hubungan antara alat-alat
perlengkapan negara, demokrasi dapat dibedakan dalam beberapa bentuk,
antara lain:
a. Demokrasi dengan sistem parlementer, yakni dalam demokrasi ini
terdapat hubungan erat antara badan legislatif dan badan eksekutif.
Hanya badan legislatif saja yang dipilih rakyat, sedangkan badan
eksekutif yang biasanya disebut ”kabinet” dipimpin oleh seorang
perdana menteri yang dibentuk berdasarkan dukungan suara terbanyak
dalam dewan perwakilan rakyat atau parlemen.
b. Demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan, yakni demokrasi
dalam arti kekuasaan dipisahkan menjadi kekuasaan legislatif,
kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif.
c. Demokrasi dengan sistem referendum, yakni demokrasi perwakilan
dengan kontrol rakyat secara langsung terhadap wakil-wakilnya di
dewan perwakilan rakyat.
Ada dua macam referendum, yaitu referendum obligator dan
referendum fakultatif. Dalam referendum obligator, kebijakan atau
undang-undang yang diajukan oleh pemerintah atau dibuat oleh dewan
perwakilan rakyat baru dapat dijalankan setelah disetujui oleh rakyat
dengan suara terbanyak. Referendum obligator biasanya dilaksanakan
terhadap hal-hal krusial atau penting, yang menyangkut hajat orang
banyak dan perubahan dasar negara, seperti kebijakan kenaikan Bahan
Bakar Minyak (BBM) dan perubahan Undang-Undang Dasar. Dalam
referendum fakultatif, undang-undang yang dibuat dewan perwakilan
rakyat baru dimintakan persetujuan rakyat, apabila dalam jangka waktu
tertentu setelah undang-undang diumumkan, sejumlah rakyat
memintanya.
C. Prinsip-Prinsip Demokrasi
Secara substantif, prinsip utama dalam demokrasi ada 2, yaitu: (a)
kebebasan/persamaan (fredum/equality), dan (b) kedaulatan rakyat
(people’s sovereignty). Kebebasan dan persamaan adalah fondasi
demokrasi. Kebebasan dianggap sebagai sarana mencapai kemajuan
106
dengan memberikan hasil maksimal dari uasaha orang tanpa adanya
pembatasan dari penguasa. Jadi, bagian tak terpisahkan dari ide
kebebasan adalah pembatasan kekuasaan penguasa politik. Dengan
demikian, demokrasi merupakan sistem politik yang melindungi
kebebasan warganya sekaligus memberi tugas pemerintah untuk
menjamin kebebasan tersebut (Maswadi Rauf, 1997). Demokrasi pada
dasarnya merupakan pelembagaan demokrasi yang menjunjung tinggi
prinsip persamaan politik dan kebebasan politik, serta mengakui adanya
keterwakilan rakyat (representativeness) dalam sistem pemerintahan.
Demokrasi sebagai konsepsi pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat menempatkan rakyat menjadi sentrum, subjek, sekaligus
sebagai objek dari demokrasi itu sendiri. Pemerintahan berasal dari rakyat
melalui proses demokrasi yaitu pemilihan umum yang bebas, umum,
langsung, jujur, dan adil. Dalam menjalankan roda pemerintahan dan
penyelenggaraan negara akan diawasi dan dikontrol oleh rakyat baik
langsung maupun melalui lembaga perwakilan di legislatif. Tujuan utama
diselenggarakannya pemerintahan adalah untuk kepentingan dan
kesejahteraan rakyat semata, bukan untuk kepentingan partai politik
tertentu, kelompok pendukung, maupun kelompok elit tertentu.
Syafiie (2002), merinci prinsip-prinsip demokrasi sebagai berikut,
yaitu: adanya pembagian kekuasaan, pemilihan umum yang bebas,
manajemen yang terbuka, kebebasan individu, peradilan yang bebas,
pengakuan hak minoritas, pemerintahan yang berdasarkan hukum, pers
yang bebas, beberapa partai politik, konsensus, persetujuan, pemerintahan
yang konstitusional, ketentuan tentang pendemokrasian, pengawasan
terhadap administrasi negara, perlindungan hak asasi, pemerintah yang
mayoritas, persaingan keahlian, adanya mekanisme politik, kebebasan
kebijaksanaan negara, dan adanya pemerintah yang mengutamakan
musyawarah.
Parameter untuk mengukur tingkat pelaksanaan demokrasi yang
berjalan di suatu negara meliputi empat aspek, yaitu:
1. Masalah pembentukan negara. Proses pembentukan kekuasaan akan
sangat menentukan bagaimana kualitas, watak, dan pola hubungan
yang akan terbangun. Pemilihan umum dipercaya sebagai salah satu
instrumen penting yang dapat mendukung proses pembentukan
pemerintahan yang baik.
2. Dasar kekuasaan negara. Masalah ini menyangkut konsep legitimasi
kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat.
3. Susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya dijalankan
secara distributif. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemusatan
kekuasaan dalam satu tangan.
107
4. Masalah kontrol rakyat. Kontrol masyarakat dilakukan agar
kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau negara sesuai dengan
keinginan rakyat.
Selanjutnya, Ten Berge (Nurul Qamar, 2013), mengemukakan
prinsip-prinsip negara demokrasi adalah sebagai berikut.
1. Perwakilan politik: kekuasaan politik tertinggi dalam suatu negara
dan dalam masyarakat diputuskan oleh badan perwakilan, yang
dipilih melalui pemilihan umum.
2. Pertanggungjawaban politik: organ-organ pemerintahan dalam
menjalankan fungsinya sedikit banyak tergantung secara politik, yaitu
kepada lembaga perwakilan.
3. Pemencaran kewenangan: Konsentrasi kekuasaan dalam masyarakat
pada satu organ pemerintahan adalah kesewenang-wenangan. Oleh
karena itu, kewenangan badan-badan publik itu harus dipencarkan
pada organ-organ yang berbeda.
4. Pengawasan dan kontrol (penyelenggaraan) pemerintahan harus
dikontrol.
5. Kejujuran dan keterbukaan pemerintahan untuk umum.
6. Rakyat diberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan.
Demokrasi memuat prinsip-prinsip dasar yang sama. Prinsip-
prinsip termaksud adalah persamaan, hormat terhadap nilai-nilai luhur
manusia, hormat terhadap hak-hak sipil dan kebebasan, serta fair play.
Yang dimaksud dengan persamaan di sini adalah persamaan kesempatan
bagi semua orang sebagai warga negara untuk mencapai pengembangan
maksimum potensialitas-potensialitas fisik, intelektual, moral, spiritual,
dan untuk mencapai tingkat partisipasi sosial oleh setiap pribadi yang
konsisten dengan tingkat kematangan yang telah diperolehnya. Ini tidak
berarti bahwa dalam suatu masyarakat demokratis semuanya sama.
Demokrasi tidak mengabaikan kenyataan bahwa tidak sama
kemampuan, kepentingan, serta ambisi antara orang yang satu dengan
orang yang lain. Namun yang diupayakan masyarakat demokratis ialah
menimimalkan konsekuensi-konsekuensi perbedaan alamiah ini dengan
menolong yang lemah agar menjadi lebih kuat. Tidak layak seseorang
menyebut dirinya sebagai demokrat apabila ia gagal mengupayakan
terbukanya kesempatan bagi yang kecil dan lemah untuk menjadi lebih
besar dan kuat.
Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur manusia adalah tugas yang
tidak bisa ditawar-tawar oleh setiap manusia. Kesejahteraan manusia
lebih penting dari pada tujuan manapun. Kesejahteraan manusia selalu
menjadi tujuan dan tak pernah boleh menjadi sarana demi tujuan lainnya.
Inilah ciri yang membedakan demokrasi dengan sistem-sistem politik
yang lain seperti fasisme dan komunisme. Suatu tujuan yang terealisasi
108
dengan mengorbankan kesejahteraan manusia semestinya tak mendapat
tempat dalam suatu masyarakat demokratis. Dalam hal masyarakat fasis
dan komunis, eksistensi manusia melulu demi negara, dan hidupnya
dituntut untuk mendukung tujuan-tujuan para pemimpin yang lalim.
Itulah sebabnya, rezim-rezim fasis dan komunis ditentang kuat oleh
berbagai komunitas demokratis.
Kebebasan dalam konsepsi demokrasi tetap punya batas, sebab
kebebasan itu dilaksanakan demi pemenuhan hak dan kebaikan orang
lain. Jadi kebebasan yang diizinkan di sini bukanlah kebebasan yang
mengarah pada anarki sosial. Anarki sosial akan terjadi jika setiap orang
atau setiap kelompok dapat berbuat apa saja semau-maunya. Idenya,
batas kebebasan seharusnya berasal dalam diri manusia, dan bukan
berasal dari luar dirinya. Artinya, perlu apa yang disebut self dicipline,
disiplin diri, yakni sesuatu pengendalian diri yang muncul dari hati
nurani, kesadaran serta tanggung jawab sosial individu, atau dari
kesadaran dan rasa hormatnya terhadap kebutuhan, hak-hak, dan nilai-
nilai luhur sesamanya. Menurut Munir Fuady (2009), kebebasan yang
dianut dalam demokrasi adalah kebebasan yang bertanggung jawab,
yakni di satu pihak ada kebebasan tetapi di lain pihak ada tanggung jawab
yang lahir dari kebebasan itu. Tentunya kebebasan ini di sini lebih besar
dari tanggung jawab.
Sebuah demokrasi minimal mengandung unsur-unsur: (a)
kedaulatan ada pada rakyat, (b) adanya ruang berpartisipasi untuk rakyat,
(c) adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap HAM,
(d) adanya sistem checks and balances antara eksekutif, legislatif, dan
yudikatif, (e) adanya pemilihan umum yang langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil.
Di dalam masyarakat demokratis, hak-hak sipil dan kebebasan
dihormati serta dijunjung tinggi. Bagaimanapun kebutuhan akan
kebebasan individual dan sosial harus dipenuhi. Namun kebebasan
individual mengacu pada kemampuan manusia sebagai individu untuk
menentukan sendiri apa yang harus dilakukannya dalam hidup ini.
Dengan kebebasan ini, seseorang dapat berprakarsa untuk menempuh
langkah-langkah terbaik demi pengembangan diri dan masyarakat
bangsanya. Dengan kebebasan sosial dimaksud sebagai ruang bagi
pelaksanaan kebebasan individual. Pembatasan-pembatasan secara ketat
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah atau militer atas
kehidupan warga negara dapat merusak kebebasan individual.
Semua yang diuraikan di atas menunjukkan pentingnya suatu
tingkat kemampuan intelektual, emosional, moral dan kesadaran sosial
yang tinggi dalam diri mereka yang membangun dan memelihara
masyarakat demokratis. Tidak adanya kematangan dalam hal-hal
109
semacam ini, tidak adanya kebebasan berbicata, tidak adanya kebebasan
pers, tidak adanya kebebasan beragama, berkumpul atau berserikat, serta
tidak adanya kebebasan untuk berpartisipasi dalam pembentukan
kebijakan politik, ekonomi dan pendidikan akan menimbulkan anarki,
kekacauan sosial. Pendek kata, kebebasan menuntut adanya tanggug
jawab dari orang-orang yang menggunakannya.
Selain itu, sikap menjunjung tinggi fair play termasuk salah satu
ciri hidup masyarakat demokratis. Ini mengandalkan adanya ketahanan
diri terhadap godaan untuk mengambil keuntungan dari kelemahan orang
lain. Ini tergantung dari suatu sikap hormat, tidak hanya terhadap orang
lain tetapi juga terhadap diri kita sendiri. Riset dalam bidang psikologi
pengembangan kepribadian menunjukkan dengan jelas bahwa rasa
hormat yang kita peroleh dari orang lain, dan rasa hormat yang kita
berikan kepada diri kita sendiri itu sama sekali tidak dapat dipisahkan.
Pendek kata, kita memperoleh rasa hormat dengan menunjukkan rasa
hormat, dan rasa hormat yang dapat kita peroleh untuk diri kita sendiri
sangat ditentukan oleh seberapa banyak rasa hormat yang kita berikan
kepada orang lain. Agar Anda bisa dihormati maka hormati pula orang
lain.
E. Pendidikan Demokrasi
Masyarakat Barat (Amerika dan sekutu-sekutunya) menganggap
dari merekalah dunia harus belajar tentang seluk beluk demokrasi.
Sesuatu hal yang wajar, karena ajaran demokrasi memang muncul
pertama kali pada masyarakat Barat. Menurut Barat, yang bisa disebut
demokrasi hanyalah demokrasi yang bercirikan kebebasan individu
seperti yang mereka praktekkan; demokrasi liberal tidak bisa diterima
secara utuh oleh setiap bangsa.
Edward Shils menyatakan kualitas demokrasi politik ditentukan
oleh tiga hal, yaitu terwujudnya: (1) pemerintahan sipil; yaitu bahwa
setiap warga negara berhak memegang jabatan politik, dan berpartisipasi
dalam kehidupan politik, (2) institusi representatif (lembaga perwakilan),
yaitu bahwa otoritas yang memerintah berasal dari pemilihan rakyat, dan
kebijakan/keputusan yang mereka ambil mencerminkan aspirasi rakyat,
(3) kebebasan publik; yaitu bahwa setiap warga negara memiliki hak
tertentu (bebas berkomunikasi, berkumpul dan berserikat), kekejaman,
intimidasi, penipuan bertindak.
Di dalam negara demokrasi, masyarakat demokratis dapat terwujud
apabila masyarakat dalam suatu negara memiliki tingkat pendidikan yang
112
layak, cerdas, memiliki tingkat penghidupan yang cukup, dan mereka
punya keinginan berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, serta memiliki budaya menjunjung tinggi nilai-
nilai demokrasi.
Bagaimana dengan pendidikan demokrasi? Pendidikan demokrasi
menurut Zamroni (2001) adalah mendidik warga masyarakat agar
gampang dipimpin tetapi sulit dipaksa, gampang diperintah tetapi sulit
diperbudak. Sebagai warga dari masyarakat demokratis, masing-masing
warga dengan sukarela senantiasa taat pada undang-undang dan peraturan
yang telah ditetapkan. Namun apabila undang-undang atau peraturan itu
dilecehkan, mereka akan bangkit. Apalagi, kalau mereka dipaksa
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang atau
peraturan yang berlaku. Demikian pula reaksi spontan warga masyarakat
akan muncul apabila justeru penguasa sendiri yang dengan sengaja dan
sadar melecehkan undang-undang atau peraturan yang ada.
Pendidikan demokrasi pada hakekatnya adalah sosialisasi nilai-nilai
demokrasi supaya bisa diterima dan dijalankan oleh warga negara.
Pendidikan demokrasi bertujuan mempersiapkan warga masyarakat
berperilaku dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan
pada generasi muda akan pengetahuan, kesadaran dan nilai-nilai
demokrasi. Pengetahuan dan kesadaran akan nilai-nilai demokrasi itu
meliputi tiga hal. Pertama, kesadaran bahwa demokrasi adalah pola
kehidupan yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat itu sendiri,
demokrasi adalah pilihan terbaik di antara yang buruk tentang pola hidup
bernegara. Kedua, demokrasi adalah sebuah learning process yang lama
dan tidak sekadar meniru dari masyarakat lain. Ketiga, kelangsungan
demokrasi tergantung pada keberhasilan mentransformasikan nilai-nilai
demokrasi pada masyarakat (Zamroni, 2001).
Nilai-nilai demokrasi sesungguhnya merupakan nilai-nilai yang
diperlukan untuk mengembangkan pemerintahan demokratis.
Berdasarkan nilai atau kondisi inilah, sebuah pemerintahan demokratis
dapat ditegakkan. Sebaliknya, tanpa adanya kondisi ini, pemerintahan
tersebut akan sulit ditegakkan. Nilai-nilai demokrasi yang dimaksud
antara lain adalah nilai kebebasan (berpendapat, berkelompok,
berpartisipasi), menghormati orang/kelompok lain, kesetaraan, kerjasama,
persaingan, dan kepercayaan (Askuri Ibnu Chamim, dkk. 2003). Di
samping itu diperlukan pula sejumlah kondisi agar nilai-nilai demokrasi
dapat ditegakkan sebagai fundasi demokrasi itu sendiri. Pendidikan
demokrasi dalam berbagai konteks, misalnya untuk pendidikan formal (di
sekolah dan perguruan tinggi), non formal, dan informal, mempunyai visi
sebagai wahana substantive, pedagogis, dan sosial-kultural untuk
membangun cita-cita, nilai, konsep, prinsip, sikap, dan keterampilan
113
demokrasi dalam diri warga negara melalui pengalaman hidup dan
berkehidupan demokrasi dalam berbagai konteks (Udin Saripudin W.,
2005). Dengan wawasan dan pengalamannya itu baik secara sendiri-
sendiri maupun bersama-sama warga negara mampu memberikan
kontribusi yang bermakna bagi peningkatan kualitas demokrasi dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia.
Menurut UNESCO (1998), maksud pendidikan demokrasi pada
hakekatnya adalah untuk mengembangkan eksistensi manusia dengan
jalan mengilhaminya dengan pengertian martabat dan persamaan, saling
mempercayai, toleransi, penghargaan pada kepercayaan dan kebudayaan
orang-orang lain, penghormatan pada individualitas, promosi peran serta
aktif dalam semua aspek kehidupan sosial, dan kebebasan ekspresi,
kepercayaan, dan beribadat. Jika hal-hal ini sudah ada, maka
dimungkinkan untuk pengambilan keputusan yang mangkus, demokrasi
pada semua tingkatan yang akan mengarah pada kewajaran, keadilan, dan
perdamaian.
Pendidikan demokrasi sesuai dengan konteks ke-Indonesiaan,
memiliki visi sebagai berikut.
1. Menfasilitasi warga negara untuk mendapatkan berbagai akses kepada
dan menggunakan secara cerdas berbagai sumber informasi (tercetak,
terekan, tersiar, elektronik, kehidupan, dan lingkungan) tentang
demokrasi dalam teori dan praktek untuk berbagai konteks kehidupan
sehingga ia memilki wawasan yang luas dan memadai (well-
informed).
2. Menfasilitasi warga negara untuk dapat melakukan kajian konseptual
dan operasional secara cernat dan bertanggung jawab terhadap
berbagai cita-cita, instrumentasi, dan praksis demokrasi guna
mendapatkan keyakinan dalam melakukan pengambilan keputusan
individual dan atau kelompok dalam kehidupan sehari-hari serta
berargumentasi atas keputusannya itu.
3. Menfasilitasi warga negara untuk meperoleh dan memanfaatkan
kesempatan berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam
praksis kehidupan demokrasi di lingkungannya, seperti mengeluarkan
pendapat, berkumpul dan berserikat, memilih, serta memonitor dan
mempengaruhi kebijakan publik.
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1. Mengapa demokrasi sering dikatakan sebagai sistem pemerintahan
yang mahal?
114
2. Buatlah perbandingan pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa
Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi. Selanjutnya Anda beri
penjelasan manakah pelaksanaan demokrasi yang terbaik?
3. Mengapa dalam berdemokrasi yang menjadi konflik bukan pada
wakil rakyat, tetapi justru dikalangan rakyat sendiri yang
menimbulkan korban?
4. Setiap warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan
yang dikehendaki dan mempunyai hak atas pekerjaan dan kehidupan
yang layak. Penghayatan dan pengamalan ini menunjukkan gambaran
demokrasi bidang apa? Lengkapi argumen Anda dengan dukungan
pendapat ahli!
5. Menurut Anda, apakah pendidikan demokrasi saat ini sudah sesuai
dengan konteks ke-Indonesiaan? Lengkapi argumen Anda dengan
dukungan pendapat ahli!
6. Dalam negara demokrasi, masyarakat demokratis dapat terwujud
apabila masyarakat dalam suatu negara memiliki tingkat pendidikan
yang layak, cerdas, memiliki tingkat kehidupan yang cukup, dan
mereka punya keinginan berpartisipasi aktif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta menjunjung tinggi
nilai-nilai demokrasi. Bagaimana Anda melihat hal ini di Indonesia,
apakah unsur-unsur ini dimiliki dalam masyarakat Indonesia?
Argumentasi Anda harus didukung dengan teori atau pendapat ahli!
7. Menurut Anda pendidikan demokrasi seperti apa yang sesuai dengan
kondisi bangsa dan masyarakat Indonesia saat ini?
8. Sebagai mahasiswa yang mengikuti kuliah Kewarganegaraan dan
mempelajari materi nilai-nilai demokrasi. Bagaimana cara
mensosialisasikan nilai-nilai demokrasi kepada masyarakat supaya
bisa diterima dan dijalankan oleh warga negara?
9. Mengapa demokrasi sering disebut sebagai pelembagaan dari
kebebasan?
10. Negara yang menganut sistem demokrasi mengakui bahwa hakikat
demokrasi adalah kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Uraikan
bagaimana cara mewujudkan kedaulatan rakyat?
11. Salah satu kriteria untuk menilai suatu negara itu demokratis atau
tidak adalah adanya partisipasi rakyat dalam pembuatan keputusan.
Bagaimana Anda melihat hal ini di Indonesia, apakah kriteria ini
sudah berjalan dengan baik? Uraikan pendapat Anda!
115
BAB VIII
GEOPOLITIK INDONESIA
2. Teori Geopolitik
Secara teoretis, terdapat beberapa teori atau ajaran/aliran/faham
yang dikemukakan oleh para ahli berkaitan dengan teori-teori tentang
ruang sebagai ruang hidup dan teori kekuatan. Tokoh-tokoh dari pencetus
teori tersebut antara lain: Frederich Ratzel, Rudolf Kjellen, Karl
Haushofer, Sir Halford Mackinder, Sir Walter Releigh dan Alfred Thyer
118
Mahan, W. Mitchel dkk, dan Nicholas J. Spykman. Berikut ini
dikemukakan teori dan ajaran yang dikemukakan oleh para ahli tersebut.
1. Teori Geopolitik Frederich Ratzel
Pada abad ke-19, Frederich Ratzel merumuskan untuk pertama
kalinya ilmu bumi politik sebagai hasil penelitiannya yang ilmiah dan
universal. Ratzel berpendapat bahwa negara itu seperti organisme
yang hidup. Negara identik derngan ruang yang ditempati oleh
sekelompok masyarakat (bangsa). Pertumbuhan negara mirip dengan
pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang hidup (lebenstraum)
yang cukup agar dapat tumbuh dengan subur. Makin luas ruang hidup
maka negara akan semakin bertahan, kuat, dan maju. Oleh karena itu,
jika negara ingin tetap hidup dan berkembang butuh ekspansi
(perluiasan wilayah sebagai ruang hidup). Teori ini dikenal sebagai
teori organisme atau teori biologis.
2. Teori Geopolitik Rudolf Kjellen
Kjellen melanjutkan ajaran Ratzel tentang teori organisme. Berbeda
dengan Ratzel yang menyatakan negara seperti organisme maka
Kjellen menyatakan dengan tegas bahwa negara adalah suatu
organisme, bukan hanya mirip. Negara adalah satuan dan sistem
politik yang menyeluruh yang meliputi bidang geopolitik, ekonomi
politik, demo politik, sosial politik, dan krato politik. Negara sebagai
organisme yang hidup dan intelektual harus mampu mempertahankan
dan mengembangkan dirinya dengan melakukan ekspansi. Paham
ekspansionisme dikembangkan. Batas negara bersifat sementara
karena bias diperluas. Strategi yang dilakukan adalah membangun
kekuatan darat yang dilanjutkan kekuatan laut.
3. Teori Geopolitik Karl Haushofer
Karl Haushofer melanjutkan pandangan Ratzel dan Kjellen terutama
pandangan tentang lebenstraum dan paham ekspansionisme. Jika
jumlah penduduk suatu wilayah negara semakin banyak sehingga
tidak sebanding lagi dengan luas wilayah, maka negara tersebut harus
berupaya memperluas wilayahnya sebagai ruang hidup (lebenstraum)
bagi warga negara. Ajaran ini berkembang di Jerman ketika negara itu
berada di bawah kekuasaan Adolf Hitler. Ajaran ini juga
dikembangkan di Jepang dalam ajaran Hako Ichiu yang dilandasi
semangat militerisme dan fasisme.
4. Teori Geopolitik Halford Mackinder
Mackincer mempunyai konsepsi geopolitik yang lebih strategik, yaitu
dengan penguasaan daerah-daerah jantung dunia, sehingga
pendapatnya dikenal dengan teori daerah jantung. Barang siapa
menguasai daerah jantung (Eropa Timur dan Rusia) maka ia akan
menguasai pulau dunia (Eropa, Asia, dan Afrika) yang pada akhirnya
119
akan menguasai dunia. Untuk menguasai dunia dengan menguasai
daerah jantung dibutuhkan kekuatan darat yang besar sebagai
prasyaratnya. Berdasarkan hal ini muncullah konsep wawasan Benua
atau konsep kekuatan di darat.
5. Teori geopolitik Alfred Thayer Mahan
Mahan mengembangkan lebih lanjut konsepsi geopolitik dengan
memperhatikan perlunya memanfaatkan serta mempertahankan
sumberdaya laut, termasuk akses ke laut. Sehingga, tidak hanya
pembangunan armada laut saja yang diperlukan, namun lebih luas
juga membangun kekuatan maritim. Berdasarkan hal tersebut, muncul
konsep Wawasan Bahari atau konsep kekuatan di laut. Barang siapa
menguasai lautan akan menguasai kekayaan dunia.
6. Teori Geopolitik Guilio Douhet, William Mitchel, Saversky, dan JFC
Fuller Douhet dan Mitchel mempunyai pendapat lain dibandingkan
dengan para pendahulunya. Keduanya melihat kekuatan dirgantara
lebih berperan dalam memenangkan peperangan melawan
musuh.Untuk itu mereka berkesimpulan bahwa membangun armada
atau angkatan udara lebih menguntungkan sebab angkatan udara
memungkinkan beroperasi sendiri tanpa dibantu oleh angkatan
lainnya. Di samping itu, angkatan udara dapat menghancurkan musuh
di kandangnya musuh itu sendiri atau di garis belakang medan
peperangan. Berdasarkan hal ini maka muncullah konsepsi Wawasan
Dirgantara atau konsep kekuatan di udara.
Sampai dengan perang dunia kedua, sebagian besar politikus atau
ahli pikir, mengartikan geopolitik dan geogstrategi sebagai ilmu atau
doktrin yang membenarkan pengembangan kekuasaan suatu negara atas
dunia guna mempertahankan hidupnya atau mendapatkan ruang hidup
yang lebih baik.Karena pandangan ini mendorong penilaian keadaan
geografi dunia sebagai dasar/salah satu faktor dalam penentuan politik
nasionalnya, maka konstelasi geografi dunia perlu dimanfaatkan sesuai
dengan hidup suatu negara atau bangsa.
Bertolak dari pemikiran-pemikiran itu kemudian memunculkan
teori-teori wawasan yang selanjutnya sangat mempengaruhi pergolakan
politik dunia terutama menjelang perang dunia kedua. Pada dasarnya
teori wawasan membagi dunia dalam 3 klasifikasi wilayah, yaitu:
a. Daerah poros atau daerah jantung meliputi wilayah negara: Rusia,
Tiongkok Barat, Mongolia, Sebagian Persia, Afganistan, dan
Balukistan.
b. Daerah Bulan Sabit Dalam (Inner Rimland), meliputi wilayah negara:
Eropa Utara, Eropa Barat, Eropa Selatan, Timur Tengah, Asia Selatan,
Asia Tenggara, dan Tiongkok.
120
c. Daerah Bulan Sabit Luar (Outer Rimland), meliputi: Benua Amerika,
Afrika Selatan, Inggris, Jepang, Indonesia, dan Oceania.
SEJARAH
DIRI A KONSTITUSI
(UUD)
BANGSA BUDAYA
S W N
B
A A
A P
W S
N A I
I TUJUAN
FALSAFAH
G S O NASIONAL
IDEOLOGI R
S A N
IDEOLOGI N A
A A
L
S DORONGAN
LINGKUNGAN RANGSANGAN
GEOGRAFI I
Gambar 8.1
Proses Terbentuknya Wawasan Nasional
Sumber: Chaidir Basri (1995)
122
memahami secara jelas diri bangsa harus dipelajari sejarah dan budaya
bangsa itu. Lingkungan bangsa diartikan terutama konstelasi
geografisnya, meliputi: bentuknya, letak/posisinya, luasnya, iklimnya,
dan kekayaan alamnya. Filsafat atau ideologinya. Dalam proses interaksi
antara diri bangsa dan lingkungannya, yang berlandaskan
filsafah/ideologi inilah yang membentuk aspirasi banga. Setiap bangsa
baik yang belum maupun sudah menegara, memiliki aspirasi. Bagi
bangsa Indonesia yang sudah menegara, aspirasi tersebut terakomodasi
dalam konstitusi (baik tertulis maupun tidak tertulis).
Aspirasi adalah cita-cita, harapan dan tujuan untuk keberhasilan di
masa yang akan datang. Aspirasi ini berfungsi sebagai pendorong
pendorong/penggerak dan perangsang atu motivasi bagi bangsa untuk
berjuang/berusaha. Aspirasi yang terakomodasi dalam konsitusi (UUD)
suatu bangsa yang berfungsi sebagai pendorong/penggerak, perangrang
atau motivasi itulah yang membentuk wawasan nasional statu bangsa.
Wawasan nasional inilah merupakan pedoman dan arah perjuangan
bangsa untuk mencapai tujuan nasionalnya.
Wawasan nasional adalah cara pandang suatu bangsa dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dalam hubungan
antarnegara yang merupakan hasil perenungan filsafah tentang diri dan
lingkungannya dengan memperhatikan sejarah dan kondisi sosial budaya
serta memanfaatkan konstelasi geografis guna menciptakan dorongan dan
rangsangan dalam usaha mencapai tujuan nasional.
127
Wawasan nusantara adalah pandangan geopolitik Indonesia dalam
mengartikan tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi
seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara yang mencakup politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Realisasi
penghayatan dan pengisian wawasan nusantara di satu pihak
menjamin keutuhan wilayah nasional dan melindungi sumber-sumber
kekayaan alam beserta penyelarasannya. Sedangkan di lain pihak
dapat menunjukkan kedaulatan Negara Republik Indonesia. Untuk
melindungi seluruh bangsa Indonesia dan tanah air Indonesia, perlu
disusun sistem pertahanan dan keamanan negara yang berpola pikir
wawasan nusantara. Dalam konteks ini wawasan nusantara digunakan
sebagai wawasan Hankam.
d. Wawasan nusantara sebagai wawasan kewilayahan
Wujud dan konstelasi geografi Indonesia berdasarkan Pancasila,
dalam arti persatuan dan kesatuan menuntut suatu konsep kewilayaan
yang memandang daratan, pulau, lautan serta udara dan angkasa di
atasnya, sebagai satu-satunya wilayah nasional yang bulat dan utuh,
yang cara pemugarannya menggunakan asas archipelago atau asas
nusantara. Nusantara adalah laut yang diseraki atau ditebar pulau-
pulau, bukan rangkaian pulau-pulau dalam laut. Asas nusantara
menetapkan batas-batas wilayah nusantara atau batas negara
kepulauan (Archipelagic State). Dengan demikian wawasan
nusantara digunakan sebagai wawasan kewilayahan.
e. Wawasan nusantara sebagai wawasan hukum nasional
Di wilayah nusantara terdapat satu sistem hukum nasional yang
mengayomi seluruh warga negara, bangsa, dan pemerintah
penyelenggara negara yang didasarkan pada pola pikir wawasan
nusantara. Di dalam konsepsi ini, wawasan nusantara digunakan
sebagai wawasan hukum nasional.
131
d. Mare Clausum (The right and the sea), meyatakan bahwa hanya laut
sepanjang pantai saja yang dapat dimiliki oleh suatu Negara sejauh
yang dapat dikuasai dari darat (waktu itu kira-kira sejauh 3 mil).
e. Archipelago state principles (asas negara kepualauan) yang
menjadikan dasar dalam konvensi PBB tentang hukum laut.
Berdasarkan UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia,
negara Indonesia merupakan negara kepulauan. Dalam negara kepulauan
diterima asas bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang
menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk
daratan negara republik Indonesia, dengan tidak memperhitungkan luas
atau lebarnya merupakan bagian integral dari wilayah daratan negara
republik Indonesia sehingga merupakan bagian dari perairan Indonesia
yang berada di bawah kedaulatan negara republik Indonesia. Pernyataan
dalam undang-undang ini didasarkan pada fakta sejarah dan cara pandang
bangsa Indonesia bahwa negara republik Indonesia yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, secara geografis adalah
negara kepulauan.
Kedaulatan negara republik Indonesia di perairan Indonesia
meliputi laut teritorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman serta
ruang udara di atas laut teritorial, perairan kepulauan, dan perairan
pedalaman serta dasar laut dan tanah di bawahnya termasuk sumber
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan hak ini maka
wilayah negara kesatuan republik Indonesia meliputi tanah (daratan) dan
air (lautan) dan udara di atasnya.
Mengapa perlu persatuan bangsa? Sejarah munculnya wawasan
nusantara adalah kebutuhan akan kesatuan atau keutuhan wilayah
Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Wilayah itu
harus merupakan satu kesatuan, tidak lagi terpisah-pisah oleh adanya
lautan bebas. Sebelumnya kita ketahui bahwa wilayah Indonesia itu
terpecah-pecah sebagai akibat dari aturan hukum kolonial Belanda
yakni Ordonansi 1939. Baru setelah adanya Deklarasi Djuanda tanggal
13 Desember 1957, wilayah Indonesia barulah merupakan satu kesatuan,
di mana laut tidak lagi merupakan pemisah tetapi sebagai penghubung.
Wilayah Indonesia sebagai satu kesatuan memiliki keunikan, antara
lain:
a. Bercirikan negara kepulauan (Archipelago State) dengan jumlah
17.508 pulau.
b. Luas wilayah 5,192 juta km2 dengan perincian daratan seluas 2,027
juta km 2 dan laut seluas 3,166 juta km 2. Negara kita terdiri 2/3
lautan/perairan
c. Jarak utara selatan 1888 km dan jarak timur barat 5110 km
132
d. Terletak diantara dua benua dan dua samudra (posisi silang)
e. Terletak pada garis katulistiwa
f. Berada pada iklim tropis dengan dua musim
g. Menjadi pertemuan dua jalur pegunungan yaitu Mediterania dan
Sirkum Pasifik
h. Berada pada 60 LU- 110 LS dan 950 BT – 1410 BT
i. Wilayah yang subur dan habittable (dapat dihuni), serta kaya akan
flora, fauna, dan sumber daya alam.
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1. Bagaimana cara sederhana menerapkan wawasan nusantara dalam
kehidupan sehari-hari?
2. Bagaimana pendapat Anda, mengapa wawasan nusantara sangat
penting untuk kita pelajari? Dan apa pentingnya pemahaman
wawasan kebangsaan bagi generasi muda?
3. Berikan contoh bagaimana implementasi wawasan nusantara dalam
kehidupan nasional dan implementasi wawasan nusantara dengan
negara-negara di dunia?
4. Uraikan, apa tujuan, fungsi dan kedudukan wawasan nusantara dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia?
5. Uraikan pendapat Anda, cara apa yang bisa kita lakukan dalam
menjaga wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa
Indonesia?
6. Mengapa bangsa Indonesia memerlukan wawasan nasional dalam
usaha mencapai cita-cita nasional?
7. Uraikan pendapat Anda, apakah adanya aspirasi kedaerahan yang
menguat dan adanya gerakan new etnisitas dapat mencegah
terjadinya disintegrasi bangsa?
8. Uraikan, mengapa wawasan nusantara selalu dikaitkan dengan
Pancasila dan UUD 1945?
9. Mengapa wawasan nusantara dikatakan sebagai geopolitik bangsa
Indonesia?
10. Bagaimana cara mencegah terjadinya disintegrasi bangsa?
11. Uraikan bagaimana proses terbentuknya wawasan nasional bangsa
Indonesia? Penjelasan anda supaya dilengkapi dengan gambar!
12. Indonesia berada pada posisi silang dunia, uraikan apa keuntungan
dan kerugian Indonesia berada pada posisi silang dunia?
13. Uraikan, mengapa wawasan nusantara dikatakan sebagai:
133
a. Wawasan kewilayahan
b. Wawasan hukum nasional
c. Wawasan pertahanan keamanan negara
d. Wawasan pembangunan nasional
e. Wawasan nasional yang melandasi ketahanan nasional
134
BAB IX
GEOSTRATEGI INDONESIA
A. Pengertian Geostrategi
Untuk menjadikan suatu bangsa agar tetap eksis dalam
mewujudkan cita-cita dan tujuan nasionalnya maka perlu memahami
konsepsi geopolitik dan geostrategi dari bangsa tersebut. Secara etimologi
kata geostrategi berasal dari kata geo (bahasa Yunani) dan strategi. Geo
berarti bumi dan tidak lepas dari pengaruh letak dan kondisi geografis
bumi yang menjadi wilayah hidup. Menurut kamus besar bahasa
Indonesia (2002), strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua
sumberdaya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu baik
dalam keadaan perang maupun damai.
Dengan demikian, geostrategi adalah suatu cara (strategi) atau
pendekatan dalam memanfaatkan kondisi lengkungan geografis negara
dalam menentukan kebijakan, tujuan dan sarana untuk mewujudkan cita-
cita proklamasi dan tujuan nasional. Geostrategi memberi arahan tentang
bagaimana merancang strategi pembangunan guna mewujudkan masa
depan yang lebih baik, aman dan sejahtera.
Timbul pernyataan “berapa besar pengaruh faktor konstelasi
geografi dalam merumuskan politik nasional dan strategi nasional”?. Ada
dua paham atau teori yang memberikan jawaban, yaitu:
1. Paham determinis yang menyatakan bahwa unsur geografis adalah
unsur yang mutlak dan menentukan politik nasional suatu negara.
Selanjutnya, bahwa geopolitik dan geogstrategi merupakan doktrin
kekuatan negara di atas bumi.
2. Paham possibilities memandang unsur-unsur geografi hanya sebagai
salah satu unsur di samping unsur-unsur lainnya yang ada dalam
kehidupan nasional dan strategi nasional, sehingga geopolitik dan
geogstrategi banyak dimanfaatkan dalam upaya membina perdamaian
dunia dan berbagai kepentingan nasional lainnya.
Geostrategi Indonesia bukanlah merupakan geopolitik untuk
kepentingan politik dan perang, tetapi untuk kepentingan kesejahteraan
dan kemananan. Geostrategi Indonesia dirumuskan dalam dalam wujud
konsepsi ketahanan nasional. Ketahanan nasional Indonesia sebagai
geostrategi bangsa Indonesia memiliki pengertian bahwa konsep
ketahanan nasional merupakan pendekatan yang digunakan bangsa
Indonesia dalam melaksanakan pembangunan dalam rangka mencapai
cita-cita dan tujuan naionalnya. Ketahanan nasional sebagai suatu
135
pendekatan merupakan salah satu pengertian dari konsepsi ketahanan
nasional itu sendiri.
141
Akhirnya sehubungan dengan pengertian ketahanan nasional perlu
dijelaskan beberapa istilah yang dipergunakan:
1. Ketangguhan ialah kekuatan yang membuat seorang mampu
bertahan, kuat menderita atau kuat memikul beban.
2. Keuletan ialah kemampuan untuk terus menerus berusaha mencapai
tujuan/cita-cita.
3. Integritas ialah kesatuan (kekuatan) yang menyeluruh di dalam
kehidupan nasional suatu bangsa, baik alamiah maupun sosial.
4. Identitas ialah ciri khas suatu negara dilihat secara keseluruhan. Ciri-
ciri tersebut mencakup wilayah negara, penduduk, sejarah, UUD,
falsafah, tujuan nasional, serta perannya di dunia internasional.
5. Tantangan ialah merupakan hal atau usaha bertujuan atau bersifat
menggugah kemampuan (kecelakaan, kelaparan, kebakaran).
6. Ancaman ialah merupakan hal atau usaha yang bersifat mengubah
atau merombak kebijaksanaan, dan dilakukan secara konseptual,
kriminal serta politik (pemberontakan, subversif).
7. Hambatan ialah merupakan hal atau usaha yang berasal dari dalam
negeri yang bersifat atau bertujuan lemahkan atau menghalangi
secara tidak konseptual (kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan).
8. Gangguan ialah merupakan suatu hal atau usaha yang tak bermoral
dari luar, yang bersifat atau bertujuan melemahkan atau menghalangi
secara tidak konseptual (narkotika, budaya asing, ideologi asing.
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1. Jelaskan disertai dengan contoh-contoh teraktual dari ancaman,
tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG) yang berasal dari dalam
dan luar negeri? Dan jelaska mana yang lebih berbahaya sifatnya jika
dikaitkan dengan ketahanan nasional Indonesia?
2. Mengapa bela negara secara fisik dikatakan lebih sempit
pengertiannya dibandingkan dengan bela negara secara non fisik?
3. Bagaimana cara mewujudkan ketahanan nasional yang kondusif?
4. Uraikan pendapat anda, apakah ketahanan nasional suatu bangsa
sangat diperlukan untuk keberlangsungan/eksistensi suatu bangsa?
148
5. Dalam menjaga ketahanan negara, semua warga negara berhak dan
ikut andil dalam melakukan bela negara untuk menghadapi ancaman,
tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG) guna mempertahankan
kedaulatan NKRI. Menurut anda, apakah orang yang belum dewasa
juga wajib dalam upaya bela negara?
6. Bagaimana cara mengetahui ketahanan nasional suatu negara dapat
dikatakan sudah baik atau belum? Dan apakah ketahanan nasional di
Indonesia sudah terwujud?
7. Bagaimana kesadaran mahasiswa untuk melakukan bela negara saat
ini? Dan apa contoh nyata yang sudah dilakukan mahasiswa dalam
bela negara saat ini?
8. Dalam mempertahankan kedaulatan negara, tentunya banyak terdapat
ancaman-ancaman yang dapat menganggu keutuhan wilayah dan
keselammatan bangsa. Adakah jenis-jenis dari ancaman tersebut?
Jika ada jelaskan dan beri contoh!
9. Jelaskan bagian-bagian dari Astagatra dan Pancagatra? Dan bagian
gatra manakah yang cenderung muncul ancaman, tantangan,
hambatan, dan gangguan (ATHG) dewasa ini dalamkehidupan
nasional?
10. Mengapa geostrategi dikatakan sebagai konsepsi ketahanan nasional
Indonesia?
11. Konsepsi ketahanan nasional dapat diwujudkan dalam berbagai
bidang kehidupan nasional, yaitu bidang ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, pertahanan dan keamanan. Jelaskan bidang-bidang
tersebut, dan bagaimana pengaruhnya terhadap ketahanan nasional
Indonesia?
12. Uraikan asas-asas ketahanan nasional Indonesia berikut ini.
a. Asas kesejahteraan dan keamanan
b. Asas komprehensif integral atau menyeluruh terpadu
c. Asas mawas ke dalam dan mawas ke luar
d. Asas kekeluargaan
Asas manakah yang lebih dominan dalam pengembangan
ketahanan nasional Indonesia?
149
DAFTAR PUSTAKA
150
Ekowati, Endang dkk., 2004. Pengetahuan Sosial, Buku 2 Materi
Pelatihan Terintegrasi. Jakarta: Depdiknas Ditjen Dikdasmen Dit
PLP.
Fuady, Munir. 2010. Konsep Negara Demokrasi. Bandung: PT Refika
Aditama.
Fathurrohman, Deden & Sobri, Wawan. 2002. Pengantar Ilmu Politik.
Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah.
Giddens, A., 2001. Runaway World Bagaimana Globalisasi Merombak
Kehidupan Kita. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ghazali, Adeng Muchtar. 2004. Civic Education Pendidikan
Kewarganegaraan Perspektif Islam. Bandung: Benang Merah
Press, Citra Buku Unggulan.
Handoyo, B. Hestu Cipto. 2003. Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan
dan Hak Asasi Manusia.Yogyakarta: Universitas Atmajaya
Yogyakarta.
Huda, Ni’matul. 2011. Ilmu Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
http://eljinjizy.wordpress.com/2010/07/11/karl-marx-max-weber-dan-
negara/ (diakses tanggal 20 Juli 2017).
https://www.ruangguru.co.id/30-pengertian-negara-secara-umum-dan-
menurut-para-ahli-beserta-definisinya/ (diakses tanggal 23 Agustus
2016).
Bendix, Reinhard. 1960. Max Weber: An Intellectual Portrait.
Doubleday. ISBN 052003194 http://www.academia.edu/30165952
/makalah_wawasan_nusantara_sebagai_geopolitik_indonesia.
(diakses tanggal 16 Agustus 2017).
http://tofacanchujitsuna.blogspot.co.id/2015/09/makalah-wawasan-
nusantara-sebagai.html. (diakses tanggal 16 Agustus 2017).
Kaelan. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan & Zubaidi, Achmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk
Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.
Kahin, George Mc Turnan. 1980. Nasionalisme dan Revolusi di
Indonesia. Kualalumpur: DewanBahasa dan Pustaka Kementrian
Pelajaran Malaysia.
Kantor Menteri Negara Urusan HAM RI. 2000. Panduan Umum tentang
HAM bagi TNI dan POLRI. Edisi Perdana Proyek P4S2PH.
Karsadi. 2019. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
Upaya Membangkitkan Semangat Nasionalisme, Cinta Tanah Air,
dan Bela Negara di Kalangan Mahasiswa. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Kemenristekdikti Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016. Buku
Ajar Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi,
Cetakan 1, Jakarta.
151
Kurana, S. 2010. National Integration: Complete information on the
meaning, features and promotion of national integration in India in
http://www.preservearticles.com/201012271786/national-
integration.html.
Lemhannas. 1999. Kewiraan Untuk Mahasiswa.Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Lemhannas. 1995. Ketahanan Nasional. Jakarta: Kerjasama Penerbitan
Balai Pustaka.
Lukman, Marcus. 1996. Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan dalam
Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan di
Daerah serta Dampaknya Terhadap Pembangunan Materi Hukum
Nasional (Disertasi). Bandung: Universitas Padjadjaran.
Mahfud MD, Moh. 2001. Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia
(Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Manan, Bagir. 1994. Pelaksanaan Demokrasi Pancasila Dalam
Pembangunan Jangka Panjang II, Makalah dalam Lokakarya
Pancasila, UNPAD, Bandung.
Muchson, A.R., 2002. Etika Kewarganegaraan (Materi PTBK, Modul
PKN A-17). Jakarta: Dit SLTP Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
Murron, Faisal Sadam. 2013. Penerapan Metode Permainan Simulasi
Dalam Pembelajaran Pkn Untuk Menumbuhkan Etika Warga
Negara Pada Siswa. (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa TSM
X-B SMK Medikacom Bandung).
Pasha, Mustafa Kamal. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic
Education). Citra Karsa Mandiri: Yogyakarta.
Pramono, Edy. dkk. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan. Universitas
Jendral Sudirman. Purwokerto.
Ridwan, HR., 2013. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada.
Sadli, Saparinah. 2000. Pendidikan Hak Asasi Manusia Panduan Untuk
Fasilitator. Jakarta: Komnas HAM.
Sumarsono, S., dkk. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Sunarto. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
Semarang: UNNES Press.
Suradinata, Ermaya., dkk. 2005. Geopolitik dan Konsepsi Ketahanan
Nasional. Jakarta: Paradigma Cipta Tatrigama.
Suryo, Joko. 2002. Pembentukan Identitas Nasional. Makalah pada
Seminal Terbatas Pengembangan Wawasan tentang Civic
Education.
Thoenes, Piet. 1972. The Elite in The Welfare State‖, Dalam Mustaming
Daeng Matutu, Selayang Pandang tentang Perkembangan Tipe-tipe
152
Negara Modern, (Pidato pada Lustrum ke IV Fakultas Hukum dan
Pengetahuan Masyarakat Universitas Hassanuddin di Makassar, 3
Maret 1972), Hasanuddin University Press, Ujung Pandang,
cetakan ke II.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 20013 tentang
Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi, 2003.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2006 Tentang
Kewarganegaraan. Jakarta: Sinar Grafika.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia.
Unesco. 1998. Learning to Live Together in Peace and Harmony.
Bangkok: UNESCO Proap.
Wahyono, Padmo. 1989. Pembangunan Hukum di Indonesia. Jakarta:
Ind. Hill Co.
Winarno. 2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan
Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi (Edisi Kedua). Jakarta:
Bumi Aksara.
Winataputra, Udin S. 2006. Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi.
Depdiknas Dirjen Dikti: Jakarta, Makalah.
Zamroni. 2001. Pendidikan Untuk Demokrasi.Yogyakarta: Bigraf
Publising.
Zuhdi, Susanto. 2014. Nasionalisme, Laut, dan Sejarah. Depok Jakarta:
Komunitas Bambu.
153
PROFIL PENULIS
154
Pembelajaran (Penerbit Magnum Pustaka Utama Yogyakarta, 2021),
Kompetensi dan Kepribadian Guru. (Penerbit KBM Indonesia
Yogyakarta, 2021), Belajar dan Pembelajaran (Penerbit Kampus
Yogyakarta, 2022), Cooperative Learning: Model dan Metode
Pembelajaran (Penerbit Kampus Yogyakarta, 2022), Profesi
Kependidikan (Penerbit KBM Indonesia Yogyakarta, 2022).
Penulis juga aktif menulis diberbagai jurnal nasional dan
internasional bereputasi, antara lain berjudul: Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Berbasis Website Sebagai Media
Komunikasi Interaktif di Masa Pandemi Covid-19 di Kota Kendari
(IJSEI, 2021). The Influence of the Principal’s Leadership Style and
Work Motivation on the Performance on Senior High School Teachers In
Kendari (IJMCR, 2020). The Effect of Cooperative Instruction Model
and Formative Test Form toward PKn (Civics Education) Learning
Outcome Controlled by Prior Competence (IJAR, 2019).
155