Anda di halaman 1dari 13

MENINGKATKAN KETAHANAN NASIONAL INDONESIA

DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI

Kelompok 3

Kelas IX A

Oleh:

1. KHOIRUL ANWAR
2. TIFO FAJAR FAULA
3. MELIN TUSILA SANDRA
4. DAMAYANTI RISKIANA

SMP NEGERI 4 TAMAN


KAB. PEMALANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena berkat
rahmat-Nya, penulis bisa menyusun dan menyajikan Makalah yang berisi tentang “Upaya
Menghadapi Globalisasi Untuk Memperkokoh Kehidupan Bangsa”. Adapaun tujuan penulisan
Makalah ini adalah sebagi wujud dari pertanggungjawaban penulis atas tugas mata pelajaran IPS
sebagai syarat untuk memenuhi aspek penilaian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah memberikan informasinya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran yang membangun guna menyempurnakan Makalah ini dan dapat menjadi acuan dalam
menyusun Makalah atau tugas-tugas selanjutnya.
Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan Makalah ini terdapat kesalahan
pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami Makalah ini.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
Latar Belakang....................................................................................................... 1
Rumusan Masalah................................................................................................. 1
Tujuan penulisan................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................. 2
Kelemahan dan kekuatan indonesia dalam menghadapi era globalisasi............... 2
Tannas yang diharapkan di era globalisasi............................................................ 5
Pembinaan kependudukan..................................................................................... 6
BAB III PENUTUP........................................................................................................... 5
Kesimpulan........................................................................................................................ 5
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya
ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses
menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini
tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali
sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang
melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah,
atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin
terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-
eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh
negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga
terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam
bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan
mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak
mampu bersaing.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembahasan yang akan penulis buat adalah sebagai
berikut:
1. Apa itu globalisasi?
2. Bagaimana cirri-ciri globalisasi?
3. Apa dampak globalisasi?
4. Bagaimana usaha untuk menghadapi tantangan globalisasi tersebut?
5. Apa upaya pemerintah dalam menangani masalah globalisasi

Tujuan penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah dan
juga sebagai referensi bagi para pembaca dalam mendapatkan pengetahuan tentang
globalisasi.
BAB II
PEMBAHASAN 

A. KELEMAHAN DAN KEKUATAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI ERA


GLOBALISASI

Di dalam kegiatan belajar terdahulu Anda telah mempelajari bahwa globalisasi itu tidak
bisa dihindarkan. Globalisasi itu sudah melanda Indonesia dan merobek-robek kehidupan
manusia. Ia datang membawa muatan-muatan positif dan negatif, yang untuk sementara
orang mengkhawatirkan akan menghilangkan nasionalisme atau negara bangsa (nation
state). Memang ada yang menarik untuk dikaji dalam proses globalisasi ini, seperti yang
disebut oleh J. Naisbitt sebagai Paradoks1). (John Naisbitt, Global Paradoks. Antara lain ia
mengamati The more universal we become, the more tribal we act, which in the Global
Paradoks also means more and smaller parts (hal. 50). Selanjutnya, ia mengatakan The
development of power is shifting from state to the individual. From vertical to the horizontal.
From hierarchy to networking. Hal. 51. Charles Handy dalam bukunya Era Paradoks
melihat kehidupan dunia modern dalam serba paradokssal (hal. 12). Gejala-gejala paradoks
itu misalnya dapat kita lihat dalam proses globalisasi yang berefek pada diferensiasi pada
satu pihak terdapat suatu budaya munculnya subbudaya etnis, tetapi pada pihak lain atau
bersamaan waktunya muncullah gejala homogenisasi bentuk budaya terutama yang
disebabkan oleh komunikasi antarmanusia yang semakin intens. Negara-negara yang terdiri
dari berbagai jenis etnis yang dahulunya secara kuat diikat oleh negara, kini seakan-akan
ikatan itu mulai melemah dengan munculnya budaya etnis. Masalah ini bagi bangsa
Indonesia memang sudah disadari sejak semula oleh pendiri republik ini (founding fathers).
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika berarti pengakuan terhadap nilai-nilai subbudaya etnis dari
bangsa Indonesia yang bhinneka, namun keseluruhannya diikat oleh suatu cita-cita yaitu
bangsa Indonesia yang berupaya menciptakan budaya nasional Indonesia sebagai puncak
budaya etnis. Intensifnya media masa mempromosikan daerah-daerah yang dahulunya
terpencil, tetapi sangat eksotis membuat daya tarik bagi turisme internasional. Lihat saja
CNN setiap malam menayangkan berbagai jenis atraksi dari berbagai jenis budaya di
seantero dunia. Proses ini telah menyebabkan perubahan dari negara bangsa yang homogen
ke arah suatu multikulturalisme.
Kemajuan pesat teknologi dalam wujud Triple “T” Revolution, telekomunikasi atau
informasi, transportasi dan Trade (perdagangan bebas) membuat hubungan umat manusia
antarnegara menjadi sangat intens seakan-akan menggilas negara bangsa dan membangun
citra global. Kemajuan pesat teknologi ini membawa muatan isu global seperti
demokratisasi, hak asasi manusia dan kelestarian lingkungan hidup. Sebagai bangsa
Indonesia, dengan berpijak pada budaya Pancasila, kita harus siap menghadapi kekuatan
global tersebut, agar tetap eksis sebagai suatu bangsa dalam pergaulan dunia.
Untuk menghadapi globalisasi tersebut kita harus tahu kekuatan dan kelemahan yang
kita miliki dalam segenap aspek kehidupan bangsa (astagatra) sebagai berikut. 
1. Geografi
Potensi wilayah darat, laut, udara dan iklim tropis sebagai ruang hidup sangat baik
dan strategis, namun di sisi lain terdapat kelemahan dalam pendayagunaan wilayah
darat, laut, dirgantara, dan pengaturan tata ruangnya. 
2. Sumber Kekayaan Alam
Potensi sumber kekayaan alam (SKA) di daratan, lautan, dan dirgantara, baik yang
bersifat hayati maupun nonhayati, serta yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat
diperbarui sangat besar. Hal ini merupakan modal dan kekuatan dalam pembangunan.
Namun, kelemahannya belum sepenuhnya potensi sumber kekayaan alam tersebut
dimanfaatkan secara optimal. Kalaupun ada yang telah dimanfaatkan masih ada di
antaranya dalam pemanfaatannya kurang memperhatikan kelestarian dan distribusi
hasilnya. Hal ini tidak sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan dan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sisi lain juga sumber kekayaan alam yang ada
tidak seluruhnya dapat dijaga keamanannya dengan baik atau dengan kata lain rawan
pencurian. 
3. Demografi
Jumlah penduduk Indonesia termasuk nomor 4 di dunia. Pertumbuhannya dapat
ditekan akibat makin meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat melalui program
KB (Pertumbuhan 1,9%). Begitu juga tingkat kesehatan harapan hidup, dan kualitas
fisik semakin meningkat. Kelemahannya, sebagian penduduk Indonesia antarwilayah
atau daerah atau antarpulau tidak proporsional, pertumbuhan belum mencapai zero
growth dan kualitas nonfisik yang masih rendah. 
4. Ideologi
Dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat kita berpegang pada
ideologi Pancasila. Pancasila telah diterima sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Pembudayaan Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari (nilai praktis) telah dan sedang digalakkan. Kelemahannya, pengamalan atau
pembudayaan Pancasila tersebut belum sepenuhnya terwujud. Ini adalah tantangan bagi
seluruh bangsa Indonesia dan jika ideologi Pancasila tersebut tidak dapat memberikan
harapan hidup lebih baik bukan tidak mungkin akan ditinggalkan oleh masyarakat. 
5. Politik
Dalam pelaksanaan politik sudah diciptakan kerangka landasan sistem Politik
Demokrasi Pancasila dan sudah tertata terutama struktur politik dan mekanismenya.
Kendatipun demikian, hal ini perlu dikaji dan disempurnakan sesuai dengan
aspirasi dan perkembangan masyarakat demikian juga pelaksanaan-nya terus
memerlukan penyempurnaan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat. Kelemahannya, budaya politik masih perlu perbaikan dan peningkatan.
Suprastruktur masih sangat dominan apabila dibandingkan dengan infrastruktur dan
substruktur. Begitu juga komunikasi politik dan partisipasi politik perlu mendapat
perhatian untuk diperbaiki. 
6. Ekonomi
Kekuatan perekonomian Indonesia terletak pada struktur perekonomian yang makin
seimbang antara sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa. Pertumbuhan
perekonomian cukup tinggi (rata-rata ± 7%). Kelemahannya, perindustrian Indonesia
belum begitu kokoh karena masih tergantung pada impor bahan baku atau komponen.
Impor bahan baku atau komponen serta impor bahan-bahan lainnya sampai kepada
barang konsumsi membuat cadangan devisa yang semakin merosot. Belum lagi
ditambah utang luar negeri, untuk membiayai pembangunan, harus dicicil dengan devisa
yang kita miliki. Sementara itu, dalam proses pembangunan terjadi ekonomi biaya
tinggi (high cost economy) yang membuat inefisien biaya pembangunan. Kesenjangan
ekonomi juga cenderung semakin tinggi dapat memacu dan memicu destabilisasi
ekonomi dan politik yang berpengaruh terhadap kelangsungan pembangunan tersebut.
Perpajakan juga masih lemah dan perlu mendapat perhatian dalam upaya meningkatkan
biaya pembangunan yang sedang dijalankan saat ini. 
7. Sosial Budaya
Kekuatan bangsa Indonesia terletak pada kebhinnekaannya, bagaikan kumpulan
bunga berwarna-warni dalam sebuah taman. Tetapi apabila kebhinnekaan atau
kemajemukan tersebut tidak dapat dibina dengan baik bukan tidak mungkin dapat
menjadi bibit perpecahan.
Dalam kegiatan belajar terdahulu kemajemukan Indonesia disebut juga rawan
perpecahan. Sementara sebagai hasil pembangunan yang kita lakukan selama PJPT I di
era orde baru ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan kecerdasan rakyat serta
meningkatkan harkat martabat dan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang tidak lepas
dari akar kebudayaannya. Namun demikian, masih banyak kelemahan yang perlu
diperbaiki di antaranya, berkembangnya primordialisme, kolusi, korupsi, dan nepotisme
yang membudaya dan disiplin nasional yang semakin merosot. Kehidupan masyarakat
agak cenderung ke arah individualistis dan materialistis dan makin berkurangnya
keteladanan para pemimpin. 
8. Pertahanan dan Keamanan
Dalam bidang pertahanan dan keamanan sudah ditata sistem. Pertahanan dan
keamanan rakyat semesta, doktrin Hankamrata serta diundangkannya UU No. 20 Tahun
1982 tentang Pertahanan dan Keamanan Negara. Di sisi lain bangsa Indonesia mewarisi
tradisi sebagai bangsa pejuang yang merebut kemerdekaan dari penjajah merupakan
sumber kekuatan. Kelemahannya sishankamrata tersebut belum sepenuhnya terwujud.
Kesadaran bela negara belum memasyarakat. Sementara itu tingkat keamanan
masyarakat masih terganggu dengan makin meningkatnya kriminalitas.
Berpijak pada kekuatan dan kelemahan yang kita miliki menghadapi era
globalisasi. Faktor yang berpengaruh sangat dominan adalah perekonomian, khususnya
perdagangan (trade) untuk memperoleh keuntungan bagi kesejahteraan rakyat masing-
masing negara. Semua kegiatan atau upaya selalu dikaitkan dengan kepentingan
ekonomi atau perdagangan. Kondisi sekarang negara-negara maju menguasai sebagian
besar modal, teknologi atau skill. Kondisi ini sangat menguntungkan negara-negara
maju dalam liberalisasi perdagangan dibandingkan dengan negara-negara berkembang.
Hal ini merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk mensejajarkan diri dengan
bangsa atau negara maju tersebut, melalui peningkatan tannas Indonesia. Kunci dalam
peningkatan tannas Indonesia itu adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia
Indonesia menuju ke penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilandasi oleh
iman dan taqwa.
 
B. TANNAS YANG DIHARAPKAN DI ERA GLOBALISASI

 Sebagaimana Anda telah pelajari pada bagian terdahulu bahwa Tannas Indonesia harus
mampu memberikan jaminan, terhadap:

1. identitas dan integritas Nasional;


2. eksistensi bangsa Indonesia dan negara kesatuan Republik Indonesia;
3. tercapainya tujuan dan cita-cita Nasional.

 
Untuk semua itu, bangsa Indonesia melakukan pembangunan nasional (Bangnas). Dalam
pembangunan nasional tersebut diupayakan dengan pendekatan tannas yang dilandasi oleh
Wasantara. Oleh karena itu pula, Wasantara sebagai wawasan dalam pembangunan nasional.   
Penerapan pendekatan tannas dalam pembangunan nasional sejalan dengan kelemahan dan
kekuatan yang kita miliki seperti diutarakan maka diperlukan pengaturan dalam segenap aspek
kehidupan bangsa (Astagrata).
 
Aspek Trigatra
Dalam pengaturan aspek Trigatra yang perlu mendapat perhatian ialah:

a. Pengaturan tata ruang wilayah nasional yang serasi antara kepentingan kesejahteraan dan
kepentingan keamanan. Keserasian ini sangat penting karena kita tidak mau membayar risiko
yang sangat besar apabila terjadi keadaan darurat perang atau bencana. Sumber-sumber
perekonomian dan permukiman harus dilindungi. Oleh karena itu, dalam perencanaan
pembangunan harus mempertimbangkan kepentingan keamanan tersebut dalam arti luas,
selain mempertimbangkan aspek kesejahteraan untuk masyarakat luas.
b. Pengelolaan sumber kekayaan alam dengan memperhatikan asas manfaat, daya saing dan
lestari      serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Asas manfaat berkaitan dengan upaya pengelolaan sumber kekayaan alam itu, digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Mempunyai daya saing berkaitan dengan “mutu”
yang tinggi standar sesuai dengan kebutuhan pasar dan pelayanan yang menyenangkan. Tanpa
mutu yang tinggi dan pelayanan yang prima produk kita tidak bisa bersaing di pasar internasional
di era kesejagatan ini. Selain itu pengelolaan sumber kekayaan alam kita hendaknya tidak
melihat keuntungan semu jangka pendek, tetapi juga melihat keuntungan jangka panjang dengan
memperhatikan kelestarian dalam pengelolaannya. Begitu pula hasil pembangunan hendaknya
mencerminkan pemerataan (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).
 

C. PEMBINAAN KEPENDUDUKAN

 
Penduduk Indonesia dewasa ini termasuk 4 terbesar di dunia. Jumlah yang terus berkembang
ini karena pertumbuhan yang masih tinggi untuk itu perlu dikendalikan pertumbuhannya melalui
program KB (Keluarga Berencana). Program KB ini tidak hanya ditujukan kepada pengendalian
tersebut tetapi lebih luas dari itu, yaitu peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan.
Berbarengan dengan itu perlu diupayakan peningkatan kualitasnya melalui program pendidikan
dan keterampilan dalam arti luas untuk memulihkan kualitas sumber daya manusia Indonesia
yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan dilandasi iman dan takwa. Di sisi lain sebaran
yang tidak proporsional di 17.508 buah pulau perlu diupayakan agar menjadi sebaran yang
proporsional, melalui program pengembangan atau pembangunan wilayah luar Pulau Jawa. Pada
tahap awal transmigrasi boleh jadi menjadi alternatif, tetapi pada tahap berikutnya perlu
dipikirkan relokasi industri-industri di Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa serta pengembangan
potensi-potensi perekonomian di wilayah luar Pulau Jawa tersebut.
Aspek Pancagatra
 

a. Pemahaman penghayatan dan pengamalan Pancasila (ideologi)

Pancasila sebagai satu-satunya ideologi dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan


bermasyarakat harus dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari. Upaya ke arah itu telah
dilakukan melalui penataran P4, Pembentukan BP7 di tingkat Pusat dan Daerah. Penataran
dan pengajaran Pancasila di masyarakat dan sekolah-sekolah masih dianggap kurang efektif
karena cenderung berorientasi kepada keterampilan kognitif dan formalitas. Dalam
pelaksanaan P4 ini keteladanan dan panutan masih dibutuhkan bagi masyarakat. Agaknya
terlalu sulit mencari panutan dalam pelaksanaan P4. Ini sebuah tantangan yang harus
dihadapi dan hambatan yang harus disingkirkan dalam upaya pelaksanaan P4 dalam
kehidupan kita berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Dalam konteks ini suatu hal yang
perlu dan harus Anda ingat bahwa P4 adalah norma yang mengandung nilai-nilai luhur
dalam kehidupan kita berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, tanpa diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari oleh para penganutnya (warga negara Indonesia) dia akan kehilangan
makna sebagai norma. Dan kalaupun ada kelemahan, kekurangan dalam pengamalannya, itu
adalah kesalahan oknum, bukan kesalahan P4-nya. Oleh karena itu, kita harus bersikap
rasional. Jangan sampai kita mau membunuh seekor tikus di lumbung padi, lalu lumbung
padinya dibakar atau dihancurkan.
 

b. Penghayatan budaya Pancasila

Budaya politik (political culture) merupakan landasan dilaksanakan sistem politik. Oleh
karena sistem pemerintahan Indonesia, strukturnya terdapat dalam UUD 1945 yang
berlandaskan Pancasila maka yang menjadi, political culture Indonesia adalah
Pancasila.Masalahnya, sejauh mana pemerintah dan rakyat Indonesia, baik yang berada di
suprastruktur, infrastruktur maupun substruktur menghayati dan mengamalkan budaya
politik Pancasila dalam praktik kehidupan politik sehari-hari. Peningkatan dan pengamalan
budaya politik Pancasila ini sangat mutlak untuk memantapkan stabilitas politik di negeri
tercinta ini.
Hubungan dua arah antarlembaga negara, antarpemerintah dan rakyat perlu
ditingkatkan. Suasana harmonis, terpadu dan bersinergi perlu diciptakan sehingga setiap
keputusan politik yang diambil sesuai dengan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat
berlandaskan hukum-hukum yang berlaku. Jika keputusan yang diambil sesuai dengan
aspirasi yang berkembang dalam masyarakat maka itulah pencerminan dari demokrasi. Salah
satu karakter negara demokrasi adalah adanya UU atau hukum yang ditegakkan (Rule of
law) yang mengendalikan sistem politik, agar politik atau kekuasaan tidak disalahgunakan
(lihat penjelasan UUD 1945). Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechstaat) tidak
berdasar kekuasaan belaka (machhstaat). Rule of law berasaskan supremacy of law,
persamaan di muka hukum atau equality before the law (lihat Pasal 27 ayat (1) UUD 1945).
Hak Asasi manusia (Human right) dan social equality atau kedudukan yang sama sebagai
anggota masyarakat.
 
Dalam supremacy of law, hukum atau UU menjadi yang tertinggi, dengan demikian
kekuasaan tunduk pada hukum atau undang-undang. Apabila hukum tunduk kepada kekuasaan
maka kekuasaan dapat membatalkan hukum atau mengubah hukum, dan hukum dijadikan alat
untuk membenarkan kekuasaan. Dengan demikian, segala tindakan penguasa walaupun
melanggar hak asasi manusia dapat dibenarkan oleh hukum atau undang-undang. Dalam negara
hukum kedudukan warga negara adalah sama di muka hukum. Apabila tidak ada persamaan di
muka hukum maka orang yang mempunyai kekuatan atau kekuasaan akan mempunyai kekebalan
hukum sehingga dapat merusak atau menindas orang yang lemah.
Dalam hak asasi manusia (human right) mempunyai pokok yaitu hak kemerdekaan pribadi,
hak kemerdekaan berdiskusi dan hak berapat. Hak kemerdekaan pribadi adalah hak-hak untuk
melakukan apa yang dianggap baik oleh dirinya tanpa merugikan orang lain dan menimbulkan
gangguan terhadap masyarakat sekelilingnya. Hak kemerdekaan berdiskusi adalah hak untuk
melahirkan pendapat dan mengkritik, tetapi harus bersedia mendengar atau memperhatikan
pendapat dan kritik orang lain. Bagi bangsa Indonesia penyampaian pendapat atau kritik tersebut
harus sesuai dengan aturan atau moral etika budaya politik Pancasila. Hak untuk berrapat, hak ini
ada yang membatasinya, yaitu apabila rapat itu menyebabkan kekacauan sehingga perdamaian
menjadi rusak maka rapat itu merupakan tindakan melawan atau melanggar hukum (unlaw full).
Jadi, dalam human right itu ada batasnya, yaitu hak-hak orang lain. Pelanggaran terhadap hak-
hak orang lain merupakan pelanggaran terhadap hak-hak dirinya karena hak kemerdekaan
dirinya dengan hak kemerdekaan orang lain adalah sama.
Dalam asas social equality di mana kedudukan setiap anggota masyarakat adalah sama.
Apabila masih ada perbedaan kedudukan sosial, yang disebabkan oleh jenis pekerjaan, jenis
kelamin, warna kulit atau ras maka rule of law akan mengalami hambatan karena yang
membentuk masyarakat itu adalah orang-orang yang mempunyai asal yang sama (warga negara)
dan wujud yang sama pula. Jika rule of law dengan asas-asasnya dapat kita lakukan dengan baik
diiringi dengan makin meningkatnya “kecerdasan” rakyat, pemerintahan yang bersih dan
berwibawa maka “partisipasi” politik rakyat akan meningkat.
 

c. Mewujudkan perekonomian yang efisien, pemerataan dan pertumbuhan yang tinggi

Pembangunan nasional yang sedang kita lakukan adalah perekonomiannya atau


beratnya pada bidang ekonomi karena bidang ekonomi ini sebagai pemicu dan pemacu
kemajuan bidang-bidang lainnya. Kendatipun struktur perekonomian Indonesia makin
seimbang antara sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa, namun oleh sementara
pengamat melihatnya belum efisien. Adanya kebocoran, korupsi, kolusi, nepotisme,
pungutan liar dan lain-lain yang sejenis dianggap menodai perekonomian Indonesia. Praktik
monopoli, oligopoli dan sejenis lainnya, etatisme dan persaingan bebas (free fith libralisme)
harus dihilangkan dalam sistem perekonomian Indonesia sesuai dengan yang diamanatkan
dalam UUD 1945.
 
Pada pelita-pelita yang lalu pertumbuhan yang kita prioritaskan sementara pemerataan
dikebelakangkan. Saat ini sudah waktunya kita meletakkan pemerataan menjadi prioritas, tanpa
mengenyampingkan pertumbuhan. Dengan kata lain, dengan pemerataan kita akan mencapai
pertumbuhan. Konsep ini mengarah kepada empowerment (pemberdayaan masyarakat), dan
bukan konglomerasi pada sekelompok kecil anggota masyarakat. Selama ini paradigma yang
dominan dalam pembangunan adalah paradigma yang meletakkan peranan negara atau
pemerintah pada posisi sentral dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan.
Paradigma ini telah banyak mendapat kecaman dari para ahli dan pengamat pembangunan karena
sangat tidak mempercayai kemampuan rakyat dalam pembangunan diri dan masyarakat mereka
sendiri. Selain itu, paradigma itu menghambat tumbuhnya kearifan lokal sebagai unsur sentral
dalam perencanaan pembangunan masyarakat yang berkesinambungan. Perlunya kearifan lokal
dalam perencanaan pembangunan mulai dirasakan ketika orang melihat semakin banyaknya
proyek dan program pembangunan yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat karena tidak sesuai
dengan aspirasi masyarakat setempat. Negara dan aparatnya dahulu dianggap dapat menjadi
“pendorong” pembangunan. Sebagai alternatif diajukan paradigma baru yang dikenal dengan
paradigma empowerment atau pemberdayaan masyarakat. Paradigma ini dilandasi oleh
pemikiran bahwa pembangunan akan berjalan dengan sendirinya apabila masyarakat mengelola
sumber daya alam yang mereka miliki dan menggunakan untuk pembangunan masyarakat. Hal
ini dianggap lebih mampu mencapai tujuan pembangunan yaitu menghilangkan kemiskinan.
Menurut para ahli, kegagalan pembangunan di negara-negara sedang berkembang disebabkan
oleh model pembangunan yang diterapkan tidak memberikan kesempatan kepada rakyat miskin
untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pemilihan, perencanaan dan
pelaksanaan program pembangunan.
Paradigma pemberdayaan ingin mengubah kondisi ini dengan cara memberi kesempatan
pada kelompok orang miskin untuk merencanakan dan kemudian melaksanakan program
pembangunan yang juga mereka pilih sendiri, serta diberi kesempatan untuk mengelola dana
pembangunan baik yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak lain.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apa perbedaan antara model pembangunan yang
“partisipatif dengan model pemberdayaan rakyat atau empowerment”. Perbedaannya terletak
dalam hal model empowerment rakyat miskin, tidak hanya aktif berpartisipasi dalam proses
pemilihan program, perencanaan dan pelaksanaannya, tetapi mereka juga menguasai dana
pelaksanaan program itu. Sementara dalam model partisipasi keterlibatan rakyat dalam proses
pembangunan hanya sebatas pada pemilihan, perencanaan dan pelaksanaan, sedang pemerintah
tetap menguasai dana guna mendukung pelaksanaan program itu.
Model empowerment menciptakan pula suatu metodologi pengumpulan data yang akan
digunakan untuk merencanakan program pembangunan yaitu metodologi Participation Action
Research (PAR). Model ini sama dengan model community managed development maka PAR
pun mengikutkan rakyat, khususnya rakyat miskin dalam mengumpulkan data, menjelaskan hal-
hal yang mereka anggap menjadi penyebab keterbelakangan masyarakat dan bagaimana cara
menyelesaikan masalah itu. Dengan kata lain, PAR masyarakat adalah rekanan dari peneliti
bukan sebagai objek. Model empowerment dapat dijumpai dalam dua versi yang berbeda dan
perbedaan ini akan mempengaruhi strategi yang akan dipakai dalam pelaksanaan pembangunan.
Kedua versi empowerment tersebut adalah versi dari Paulo Freire dan versi yang berasal dari
Schumacher. Persamaan antara kedua versi itu terletak pada penekanan pentingnya setiap agen
pembangunan masyarakat mereka sendiri. Adapun yang membedakan kedua versi tersebut
terletak pada analisis dan metodologi yang digunakan oleh masing-masing versi.
Versi Paul Freire berinti pada suatu metodologi yang dia sebut sebagai
metodologi conscientization, yakni suatu proses belajar untuk melihat kontradiksi sosial,
ekonomi, dan politik yang ada dalam suatu masyarakat dan menyusun cara untuk menghilangkan
kondisi opresif dalam masyarakat. Bagi Paul Freire empowerment bukanlah sekadar hanya
memberi kesempatan rakyat menggunakan sumber daya alam dan dana pembangunan saja tetapi
lebih dari itu empowerment merupakan upaya untuk mendorong masyarakat dalam mencari cara
menciptakan kebebasan dari struktur-struktur yang opresif. Dengan kata
lain, empowerment berarti partisipasi masyarakat dalam politik, sedangkan versi Schumacher
tentang empowerment kurang berbau politik, beliau lebih menekankan pada hal-hal yang
dikatakan beliau sebagai berikut. Pembangunan ekonomi akan berhasil jika dilaksanakan secara
meluas, gerakan pembangunan yang merakyat dengan menitikberatkan kepada pengendalian,
pemanfaatan secara optimal, terencana dan bersemangat, dengan menempatkan tenaga kerja
yang berpotensi dengan tepat. Pemerintah tidak pernah dididik jadi enterpreuner, inovator, tetapi
jadi regulator. Schumacher percaya bahwa manusia itu mampu untuk membangun diri mereka
sendiri tanpa mengharuskan terlebih dahulu menghilangkan ketimpangan struktural yang ada
dalam masyarakat. Schumacher menyatakan bahwa strategi yang paling tepat untuk menolong si
miskin adalah memberi kail pada ikan dengan demikian mereka mandiri.
Seperti sudah disebut dua versi empowerment itu akan menentukan pendekatan yang
digunakan oleh masing-masing pendukung dan tingkat keberhasilannya. Empowerment versi
Paul Freire telah dapat diduga akan sulit berhasil apabila empowerment itu dihadapkan
pada interest-interest yang kuat dan dominan dalam suatu masyarakat. Para elite lokal pasti akan
menentang empowerment versi Freire karena keradikalannya.
Namun, empowerment versi Schumacher yang memfokuskan pada pembentukan kelompok
mandiri juga tidak akan banyak mempunyai arti tanpa ada dukungan politik. Contohnya, dalam
upaya membantu orang miskin dengan memberi kail, namun apabila kaum miskin itu tidak diberi
hak untuk mengail di sungai maka pastilah mereka tidak akan dapat hidup dengan lebih baik.
Andaikan juga diberikan hak untuk mengail, tetapi ikan-ikan yang dikail sudah habis dijaring
oleh nelayan besar, tentu tidak ada artinya. Dengan kata lain, versi empowerment apapun yang
akan kita pilih dibutuhkan “dosis” politik untuk menjadi obat yang ampuh bagi penyakit
kemiskinan. Empowerment sebagai suatu strategi pembangunan memiliki unsur transformatif.
Apabila unsur ini tidak dapat dikembangkan maka empowerment tidak akan mampu menjadikan
dirinya sebagai strategi yang ampuh dan hanya tinggal menjadi slogan dalam upaya
memberantas kemiskinan. Kita tidak akan mampu memberdayakan petani Indonesia apabila
mereka tidak diizinkan mendirikan suatu organisasi baru yang benar-benar dibentuk oleh petani
dan untuk petani. Dengan kata lain, model empowerment itu sangat berkait dengan upaya kita
membentuk suatu civil society (masyarakat madani).
Kendatipun kita harus berupaya keras untuk memberdayakan rakyat dalam proses
pembangunan, namun upaya tersebut harus dilaksanakan secara rasional dalam arti kita perlu
memahami kendala-kendala yang ada dalam diri kelompok rakyat itu sendiri. Amatlah besar
risiko kegagalan apabila kita demi memberdayakan rakyat menyerahkan sejumlah dana yang
cukup besar kepada kelompok masyarakat yang belum pernah memiliki pengalaman mengelola
uang sebesar itu ataupun pengalaman lain yang akan dapat membantu memperkokoh
keberdayaan kelompok itu. Para pengamat pembangunan di Amerika Latin merasa sangat
khawatir atas keputusan organisasi bantuan pembangunan Amerika untuk menyerahkan dana
bantuan langsung pada organisasi “akar rumput” yang kebanyakan belum mempunyai
pengalaman dalam pengelolaan dana. Hal yang dikhawatirkan adalah kegagalan organisasi itu
melaksanakan tugasnya akan menciptakan amunisi bagi mereka-mereka yang pro pendekatan
pembangunan yang topdown untuk menembak jatuh model pemberdayaan itu (bottom up).
Satu masalah penting dalam proses pembangunan di negara yang sedang berkembang adalah
adanya asas “the government can do not wrong”. Asas ini menyebabkan sulitnya tumbuh sikap
akomodatif dan bertanggung jawab di kalangan aparat negara. Karena pemerintah tidak dapat
bersalah, aparatnya pun tidak dapat disalahkan. Pemerintah Indonesia telah mendirikan
Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menggantikan asas the government can do not
wrong termasuk aparatnya menjadi asas the government can do wrong.
Memberdayakan rakyat adalah suatu konsep politis yang berarti menata kembali hubungan
antara negara dan rakyat dan antara kaya dan miskin, dan bukan hanya sekadar memberi kail
pada rakyat. Meskipun diberi kail rakyat tidak akan dapat banyak berbuat apabila ikan-ikan di
sungai telah habis ditangkap nelayan besar. Dengan kata lain, pemberdayaan rakyat tidak akan
berhasil apabila tidak didukung suatu sistem politik dan ekonomi yang
demokratis. Empowerment tidak akan muncul kalau masih ada floating mass, birokrasi yang suka
material dan lain sebagainya. Dengan kata lain, reformasi ekonomi dengan model pemberdayaan
ini harus disertai dengan reformasi di bidang politik.
Harus disadari bahwa empowerment ini mengarah pada transformasi hubungan antara
kekuatan-kekuatan sosial, ekonomi dan politik dalam negara ini. Pemahaman seperti ini
merupakan syarat pertama untuk menjamin keberhasilan model itu. Ini berarti kita harus berani
meninjau kembali berbagai undang-undang, peraturan pemerintah dan lain-lain yang
diperkirakan dapat menghambat pelaksanaan model ini. (baca paket 5 UU politik).
Model empowerment tidak akan banyak membantu memperkuat posisi kelompok orang miskin
kalau kita tidak menghapus pendekatan “massa mengambang” dalam membangun kehidupan
berpolitik rakyat pedesaan. Demikian pula model empowerment tidak akan berjalan apabila tidak
didukung suatu sistem peradilan yang mandiri. Model empowerment hanya dapat berjalan
dengan baik apabila digerakkan oleh kelas intelektual desa. Pemerintah telah memiliki kelas
intelektual desa yaitu para Kader Pembangunan Desa (KPD) meskipun jumlahnya masih kecil
dan kemampuan perencanaan pembangunan mereka masih sangat minim pula. Kita perlu
meningkatkan mutu dan fungsi KPD di desa.
Salah satu masalah dalam pembangunan pedesaan di negara kita adalah bagaimana desa
mampu mengakumulasi modal yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan desa
secara mandiri. Sebaiknya LKMD diberikan status hukum sehingga LKMD dapat menjadi
penghasil dana bagi pembangunan desa. Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) yang
berbadan hukum dapat ikut mengerjakan pekerjaan pembangunan di daerah pedesaan sebagai
kontraktor. Dana Pembangunan Pedesaan dengan demikian dapat terus terakumulasi di daerah
pedesaan. Terakumulasinya modal di pedesaan juga akan menunjang keberhasilan
model empowerment itu. Peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah, khususnya dalam hal
kemampuan mereka dalam mendengar aspirasi dan melayani masyarakat. Birokrasi negara harus
memiliki sikap mental baru yakni sikap memfasilitasi masyarakat dan bertanggung jawab pada
masyarakat terhadap segala kebijaksanaannya. Pemerintah sebenarnya telah menyiapkan sebuah
institusi yang dapat mengubah mentalitas aparat negara yang menghambat proses pemberdayaan
masyarakat yakni lembaga PTUN (Pengadilan Tinggi Usaha Negara). Lembaga PTUN juga akan
menghilangkan sikap atau mentalis government can do not wrong yang selama ini menjadi dasar
interaksi antara pemerintah dan masyarakat. Itulah salah satu pendekatan dalam mewujudkan
perekonomian yang efisien, pemerataan, dan pertumbuhan yang tinggi. Untuk Anda ketahui pula
bahwa di era kesejagatan ini tidak ada suatu Negara pun yang tidak terkait perekonomiannya
dengan negara lain. Karena keterkaitan itu melalui perdagangan maka gangguan perekonomian
di satu negara akan berpengaruh terhadap negara mitranya dalam perdagangan. Oleh karena
itulah, perlu dilakukan kerja sama antara negara yang saling membantu dan saling
menguntungkan satu sama lain. Jatuhnya nilai rupiah terhadap Dolar atau Yen akan
mempengaruhi daya beli kita terhadap produk-produk luar (import). Oleh karena itu, tidak usah
heran negara-negara yang mempunyai hubungan dagang dengan Indonesia (negara mitra)
mengulurkan tangannya untuk turut menstabilkan perekonomian Indonesia, agar terjadi
kesinambungan kerja sama yang saling menguntungkan tersebut.
 

d. Memantapkan identitas nasional Bhinneka Tunggal Ika

Identitas nasional bangsa Indonesia ialah Pancasila. Pancasila menjadi pedoman hidup
kita dalam praktik kehidupan berbangsa bernegara dan bermasyarakat harus betul-betul
diterapkan. la tidak hanya sekadar dihafal atau menjadi keterampilan kognitif, tetapi
hendaknya menjadi perilaku (nilai praktis) setiap bangsa Indonesia, lembaga pemerintah dan
lembaga negara. Inilah yang harus dimantapkan agar benar-benar menjadi jati diri bangsa
Indonesia. Di sisi lain bangsa kita adalah bangsa yang majemuk. Perlu disadari dalam
kemajemukan itu terdapat kerawanan yaitu gampang dipecah belah. Sejarah perpecahan
bangsa Indonesia telah cukup menjadi pelajaran. Jangan sampai kita kehilangan tongkat dua
kali kata orang bijak. Oleh karena itu, perlu diciptakan iklim yang kondusif untuk hidup
bersama dalam suasana kebhinnekaan tersebut. Hilangkan premordialisme. Kondisi-kondisi
yang mengarah kepada pertentangan SARA (Suku Agama Ras dan antara golongan/aliran)
harus dihilangkan. Selain itu, menegakkan hukum (rule of law) dengan asas-asasnya mutlak
diterapkan.
       
Di era kesejagatan ini pula, kita perlu memacu peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Dengan kondisi sekarang, kita sulit untuk hidup di dunia yang penuh persaingan ini. Kita tidak
bisa mengandalkan keunggulan komparatif yang kita miliki, tetapi harus mengandalkan
keunggulan kompetitif. Dengan kualitas sumber daya manusia yang unggul tersebut dapat
diciptakan berbagai lapangan kerja dan tidak kalah bersaing dengan bangsa lain, minimal di
kandang sendiri. Untuk itu, kita perlu investasi yang besar dalam dunia pendidikan dalam arti
yang luas. Bangsa yang maju pada umumnya adalah bangsa yang kualitas sumber daya
manusianya tinggi yang menguasai iptek, disiplin dan mempunyai etos kerja. Kita harus
mengarah ke situ jika mau mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa yang telah maju.
 

e. Memantapkan kesadaran bela negara

Bela negara merupakan kewajiban hak dan kehormatan bagi setiap warga negara. Bela
negara dalam pengertian yang luas tidak hanya menyangkut masalah kemiliteran atau
Hankam, tetapi pada seluruh aspek kehidupan bangsa dan negara (ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya dan Hankam). Dalam konteks Hankam telah diciptakan Sistem Pertahanan
Rakyat Semesta yang perlu terus diwujudkan. Kondisi negara saat ini dan lingkungan
strategi tidak menekankan kepada pembangunan Hankam, tetapi kepada pembangunan
bidang ekonomi. Peningkatan alokasi anggaran pada bidang kesejahteraan akan mengurangi
alokasi anggaran pada bidang keamanan. Anda dapat melihatnya pada kurva Jahkam pada
Modul 3. Namun yang sangat perlu Anda ingat di sini adalah masalah keamanan tidak hanya
datang dari luar (invasi negara lain), tetapi dapat pula timbul dari dalam negeri, yang dipicu
oleh masalah-masalah ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya (SARA). Untuk itu,
sangat penting dijaga dan dimantapkan stabilitas keamanan dan aspek kehidupan lainnya.
Stabilitas ini merupakan syarat mutlak dalam pembangunan. Tidak ada investor yang mau
menanamkan modalnya jika stabilitas di negara ini terguncang. Begitu pula tidak ada
ketenangan bagi rakyat untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Perut Anda
boleh kenyang, tetapi tetap dihantui oleh ketakutan, tidak akan membuat nyaman hidup
Anda. Bukankah begitu?
       
Selain diperlukan stabilitas keamanan dalam pembangunan nasional maka yang lebih
esensial harus dipadukan atau dimantapkan ialah kesamaan pola pikir, pola sikap dan pola tindak
kita untuk mencapai karsa dalam cita-cita nasional, tujuan nasional, tujuan Pembangunan
Nasional, sasaran pembangunan nasional, dan kepentingan Nasional. Begitu pula di dalam gerak
pembangunan nasional yang intensif kita lakukan sekarang adalah masalah keterpaduan yang
masih perlu mendapat perhatian, baik itu antara pemerintah masyarakat, antar pusat daerah, antar
sektor-sektor pembangunan maupun di dalam sektor pembangunan. Hal ini harus diupayakan
oleh para elit kepemimpinan nasional pada suprastruktur dan infrastruktur baik di tingkat pusat
maupun daerah.
Dengan konsep keterpaduan ini (pendekatan tannas), kita praktikkan dalam sikap gerak
pembangunan nasional, bukan hanya efisiensi yang dapat kita peroleh, tetapi juga hasil
pembangunan nasional tersebut akan lebih bermanfaat atau lebih meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat (kesejahteraan dan keamanan), sehingga mempunyai dampak yang luas dalam
meningkatkan tannas dalam segala aspek kehidupan bangsa Indonesia (ideologi politik, ekonomi
sosial budaya dan hankam). Maka dengan memperhatikan konsepsi tannas dan hakikat nilai-nilai
pembangunan nasional yang dijabarkan dalam sasaran-sasaran pembangunan nasional yang ingin
kita capai, sangat mungkin kita melaksanakan pembangunan dengan pendekatan tannas. Ini
berarti tannas tidak hanya sebagai “kondisi”, tetapi juga sebagai “metode” untuk menjelaskan
dan meramalkan masalah-masalah pembangunan. Setiap masalah yang ada dalam pembangunan
nasional mengakibatkan kondisi tertentu dalam tannas. Dengan tannas yang terus meningkat di
segala aspek kehidupan bangsa, bangsa Indonesia akan tetap “Survive”, betapa pun besarnya
badai kehidupan yang datang menghantamnya di era kesejagatan ini. Badai tersebut pasti akan
dapat kita atasi dan pasti berlalu. Untuk dapat mengoperasionalkan pendekatan tannas kita perlu
mengetahui pendekatan kesisteman karena tannas merupakan suatu sistem. Kriteria suatu sistem
dipenuhi oleh tannas, yakni adanya komponen-komponen yang saling berinteraksi satu sama lain
(Astagrata) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yakni peningkatan kesejahteraan dan
keamanan.

Anda mungkin juga menyukai