Intelektualisme kader bangsa memiliki tradisi riset yang cukup kuat. Buku-buku
karya kader Nusantara pernah beredar dan menjadi rujukan penting di dunia. Selain dalam
bentuk buku, juga lahir serat-serat raksasa dari local wisdom living history yang beraneka
tema dan ekspresinya. Akan tetapi, penting digaris bawahi bahwa karya-karya Nusantara
tersebut tidak mungkin lahir tanpa riset yang mendalam, tekun, dan panjang. Karena itu,
untuk menopang perjuangan, dalam bidang pengetahuan, pendidikan, ekonomi, politik,
teknologi, kebudayaan, secara lebih optimal dan transformatif, para pemuda harus
mentradisikan kembali kekuatan riset yang telah lama hilang.
Untuk menuju ke sana, tidak ada jalan lain bagi kader selain mengembangkan
tradisi kajian dan riset strategis untuk kepentingan kemuliaan Islam dan kedaulatan
bangsa yang sejati. Dengan menjadi kader yang kuat tradisi kajian dan risetnya, pemuda
akan memberikan kontribusi besar dalam menjawab berbagai persoalan kekinian dan
masa depan. Absennya dunia riset oleh kader nusantara menjadikannya sebatas teaching
university yang pergerakannya cenderung terpengaruh trend eksternal yang ada. Padahal
dulu intelektual kader adalah great tradition sebuah tradisi besar yang jauh melampaui
konsepsi sub-culture ala Gus Dur, ataupun cultural broker ala Clifford Geertz.
Namun belakangan ini banyak kader tidak lagi menjadi superhero seperti dulu.
Jangan dulu memikirkan mempertahankan bangsa dan harga diri negara. Pikirkan dahulu
krisis moral yang melanda kader bangsa kita. Pemerkosaan, perampokan, premanisme
dan tindakan tak bermoral lainnya, sudah kerap dilakukan oleh sebagian generasi kader
bangsa. Walaupun demikian kader tetap menjadi referensi serta tulang punggung bangsa
dan negara. Keberadaannya tetap diperhitungkan dalam setiap kegiatan yang ada.
Dalam hal ini, intelektual mempunyai tempat strategi di jiwa kader bangsa sebagai
landasan mewujudkan kenegaraan yang harmonis. Seperti yang sudah dinarasikan di atas,
pemuda mempunyai peran penting dalam mewujudkannya melalui kelebihan intelektuaal
dan kritik mendalam berdasar atas Analisa fakta yang ada. Dalam artian disini, tidak ada
batasan untuk kader dalam memajukan negeri sesuai inovasi dan kreasi, tapi jika setiap
inovasi dan kreasi tanpa didasari intelektualitas, hal itu hanya akan menjadi produk jual
beli yang dampaknya tidak signifikan tehadap internal negeri.
Penyebaran budaya intelektual lebih mudah diterima oleh para kader bangsa jika
berkaitan bagi kehidupannya, seperti menumbuhkan sikap kritis berupa suatu sikap yang
tidak serta merta percaya terhadap sesuatu. Kader yang mempunyai sikap kritis akan
melakukan analisis terlebih dahulu terhadap sumber yang ia terima, setelah menganalisis
kemudian menginterpretasi dan mempercayai kebenaran sumber tersebut. Sama halnya
Mbah Nun bukan hanya mentransfer ilmu melainkan juga melatih dan menggali
kemampuan berfikir kritis para jamaahnya. Cak nun selalu mengajak jamaahnya untuk
berdaulat dengan dirinya sendiri dengan artian mencari kebenaran sesuai jalannya sendiri.
Bidang ilmu yang diberikan Mbah Nun kepada jamaahnya tidak melulu tentang
agama saja namun segala aspek keilmuan dikupas tuntas, sehingga dengan metode yang
demikian mengajak para jamaahnya untuk berpikir kritis yang nantinya berdampak
terhadap pengambilan keputusan di dalam hidup. Selain itu, mbah Nun juga mengajak
kita untuk Menumbuhkan sikap toleransi. Kita tau bahwa Indonesia adalah negara yang
mempunyai keberagaman etnis dan budaya. Tak heran jika sering kali masih terjadi
perdebatan yang berakibat pada perpecahan dan melemahnya jiwa nasionalisme.
Selain dua aspek diatas, mbah Nun juga mengajak kita untuk tidak gampang
menjustivikasi. Pada zaman postmodernisme saat ini banyak orang yang mempunyai
perasaan sangat bangga terhadap dirinya sendiri. Perasaan seperti itu mengakibatkan
seseorang akan merasa dirinya yang paling benar, sehingga sangat gampang dalam
menjustivikasi sesuatu. Mereka menganggap dirinya adalah yang paling unggul di segala
bidang. Merasa kepintarannya melebihi manusia pada umumnya.
Dalam kajiannya, melalui budaya berpikir Cak Nun yang mengajarkan bahwa
semua orang dihadapan Tuhan mempunyai kedudukan yang sama. Dalam memecahkan
suatu permasalahan pun diarahkan untuk berpikir secara ktiris sehingga seseorang tidak
akan gampang menjustivikasi sesuatu, pengaruh budaya intelektual yang diberikan oleh
Cak Nun akan mengubah pola pikir kita/
Melalui pola berpikir Emha Ainun Nadjib, mari kita simpulkan, bahwa
pemikirannya terfokus pada upaya untuk menemukan solusi atas permasalahan-
permasalahan serta krisis pemikiran masyarakat secara umum merupakan sebuah cara
dalam mengatasi berbagai problematika diatas. Cara ini dilakukan oleh Cak Nun dengan
mencari pemahaman dasar tentang hidup dan berkehidupan. Kemudian tetap didasakan
pada Al-Qur’an dan Hadits. Karena konsep dasar Al-Qur’an adalah konsep terpenting
dalam hidup karena membahas tentang kesatuan Tuhan, manusia, dan alam semesta.
Dengan menggunakan konsep tersebut dalam hidup maka output yang dihasilkan
nantinya adalah iman, Islam, dan taqwa yang luhur serta moral yang baik.
REFERENSI
Hidupku tergolong sibuk dengan lika-liku kehidupan yang nyata. Namun semua itu
kujalani dengan tetap memgang teguh prinsip hidupku “Jadilah air yang mampu
menghidupi tanah dimanapun tempatnya, dan terbanglah setinggi angkasa yang
membara”. Namun perlu kalian ketahui, aku ini pribadi yang tergolong unik, karena tiap
hal yang kulakukan harus berdasarkan kemauanku, yaa beginilah aku, susah dalam diatur
namun tidak akan tinggal diam ketika ada kata-kata yang terkesan meremehkan, karena
kunci utama hidupku adalah Berani dalam Melangkah, dan Siap menerima Konsekuensi
apapun yang kulakukan.