Anda di halaman 1dari 6

Kader Nusantara The Pioneer Intellectual Integrity Culture In PMII

(Ngaji, Ngopi, Kaderisasi Ala Cak Nun)

Sejarah Indonesia menunjukkan bahwa kemerdekaan diraih oleh semangat kader


bangsa yang berpikir. Kader bangsa semestinya menjadi kaum intelektual yang selalu ada
dan bisa memberikan jalan keluar menyelesaikan persoalan-persoalan. Presiden Republik
Indonesia Sukarno pernah berkata, “Berikan aku sepuluh pemuda, maka akan aku
guncangkan dunia.”. Ini bukan berarti semua kader nusantara bisa menjadi referensi
perubahan. Hanya pemuda pilihan yang dapat mengguncang dunia seperti yang dikatakan
oleh Presiden Soekarno. Intelektualitas menjadi faktor penting yang harus dimiliki
pemuda sebagai agen perubahan bangsa dan negara.

Intelektualisme kader bangsa memiliki tradisi riset yang cukup kuat. Buku-buku
karya kader Nusantara pernah beredar dan menjadi rujukan penting di dunia. Selain dalam
bentuk buku, juga lahir serat-serat raksasa dari local wisdom living history yang beraneka
tema dan ekspresinya. Akan tetapi, penting digaris bawahi bahwa karya-karya Nusantara
tersebut tidak mungkin lahir tanpa riset yang mendalam, tekun, dan panjang. Karena itu,
untuk menopang perjuangan, dalam bidang pengetahuan, pendidikan, ekonomi, politik,
teknologi, kebudayaan, secara lebih optimal dan transformatif, para pemuda harus
mentradisikan kembali kekuatan riset yang telah lama hilang.

Untuk menuju ke sana, tidak ada jalan lain bagi kader selain mengembangkan
tradisi kajian dan riset strategis untuk kepentingan kemuliaan Islam dan kedaulatan
bangsa yang sejati. Dengan menjadi kader yang kuat tradisi kajian dan risetnya, pemuda
akan memberikan kontribusi besar dalam menjawab berbagai persoalan kekinian dan
masa depan. Absennya dunia riset oleh kader nusantara menjadikannya sebatas teaching
university yang pergerakannya cenderung terpengaruh trend eksternal yang ada. Padahal
dulu intelektual kader adalah great tradition sebuah tradisi besar yang jauh melampaui
konsepsi sub-culture ala Gus Dur, ataupun cultural broker ala Clifford Geertz.

Mampu Menjadi Kader Inspiratif? ...


Kader Nusantara sebagai harapan bangsa tidak bisa melepaskan diri dari setiap
persoalan negaranya. Begitu juga dengan inovasi dan kreasi kader sebagai solusi
kenegaraan ini. Inovasi dan kreasi yang diharapkan sejatinya bukan mengharumkan nama
negeri dengan banyak penemuan kader yang dikenal banyak Negara. Tapi bagaimana
inovasi dan kreasi yang dimaksudkan adalah menciptakan kebersamaan serta
keharmonisan di dalam negeri itu sendiri. Sehingga dengan sendirinya keharuman negeri
ini akan tercium oleh negara lain.

Namun belakangan ini banyak kader tidak lagi menjadi superhero seperti dulu.
Jangan dulu memikirkan mempertahankan bangsa dan harga diri negara. Pikirkan dahulu
krisis moral yang melanda kader bangsa kita. Pemerkosaan, perampokan, premanisme
dan tindakan tak bermoral lainnya, sudah kerap dilakukan oleh sebagian generasi kader
bangsa. Walaupun demikian kader tetap menjadi referensi serta tulang punggung bangsa
dan negara. Keberadaannya tetap diperhitungkan dalam setiap kegiatan yang ada.

Dalam hal ini, intelektual mempunyai tempat strategi di jiwa kader bangsa sebagai
landasan mewujudkan kenegaraan yang harmonis. Seperti yang sudah dinarasikan di atas,
pemuda mempunyai peran penting dalam mewujudkannya melalui kelebihan intelektuaal
dan kritik mendalam berdasar atas Analisa fakta yang ada. Dalam artian disini, tidak ada
batasan untuk kader dalam memajukan negeri sesuai inovasi dan kreasi, tapi jika setiap
inovasi dan kreasi tanpa didasari intelektualitas, hal itu hanya akan menjadi produk jual
beli yang dampaknya tidak signifikan tehadap internal negeri.

Setidaknya kita sudah mempunyai literasi rekam sejarah yang menjelaskan


pentingya intelektual bagi kader. Ini merupakan sebuah hal yang harus kita budayakan.
Intelektual juga tidak hanya sebagai pemersatu kesadaran membangun kemajuan negeri
ini. Intelektual juga memicu kita mencintai budaya sendiri sebagai bangsa yang
mempunyai peradaban besar. Sehingga timbal baliknya adalah inovasi dan kreasi kita
tidak keluar dari koridor nusantara. Kader bangsa bisa menciptakan wayang menjadi
hidup dalam persaingan Internasional. Sehingga intelektual yang kader miliki juga
mengeluarkan sumber-sumber budaya Indonesia.

Dialegtika Kaderisasi Budaya


Mencintai keanekaragaman seni dan budaya yang dimiliki oleh Nusantara
merupakan tanggung jawab kita khususnya kader nusantara. Keanekaragaman ini
merupakan suatu kekayaan bangsa Indonesia yang harus dijaga dan dilestarikan agar
tidak dicuri atau ditiru oleh bangsa asing. Konteks kajian dalam melestarikan kebudayaan
bangsa tidak dapat di batasi oleh usia maupun golongan manapun. Semua ini berdasar
pada Pancasila yang diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta
nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum
membentuk negara. Semua ini seakan mulai memudar seiring berkembangnya fasilitas
digital.

Mulai melunturnya wacana kebudayaan nusantara di kalangan masyarakat


dikarenakan masuknya pengaruh budaya asing, baik dari Barat maupun Asia.
Perkembangan digitalisasi yang menghapus ruang dan waktu juga memberi pengaruh
besar. Ada indikasi krisis karakter dan identitas serta integritas di kalangan kader bangsa
saat ini. Hal ini bisa dibilang cukup mengkhawatirkan karena apabila nilai-nilai
kebudayaan hilang dan tidak teraktualisasi, masyarakat kita khususnya kader muda
bangsa akan kehilangan fondasi etik dan landasan fundamental dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara yang secara potensial akan berujung pada terpecah-belahnya
persatuan bangsa, dan maraknya budaya korupsi, narkoba, dan aksi terorisme.

Sejak pascareformasi hingga saat ini, kebudayaan di Indonesia terus mengalami


banyak tantangan yang cukup serius, khususnya kader muda bangsa yang sudah mulai
banyak kurang memahami kebudayaan lokal. Banyak di antara mereka yang tidak
memiliki ketertarikan khusus akan kebudayaan lokal. Oleh karena itu, wacana
kebudayaan, khususnya terkait nilai-nilai luhur harus terus disuarakan untuk menangkal
pengaruh eksternal-negatif yang salah satunya dapat dilakukan dengan cara melestarikan,
serta menginternalisasinya di masyarakat khususnya kader muda bangsa.

Ngolah Ati Bersama Cak Nun

Penyebaran budaya intelektual lebih mudah diterima oleh para kader bangsa jika
berkaitan bagi kehidupannya, seperti menumbuhkan sikap kritis berupa suatu sikap yang
tidak serta merta percaya terhadap sesuatu. Kader yang mempunyai sikap kritis akan
melakukan analisis terlebih dahulu terhadap sumber yang ia terima, setelah menganalisis
kemudian menginterpretasi dan mempercayai kebenaran sumber tersebut. Sama halnya
Mbah Nun bukan hanya mentransfer ilmu melainkan juga melatih dan menggali
kemampuan berfikir kritis para jamaahnya. Cak nun selalu mengajak jamaahnya untuk
berdaulat dengan dirinya sendiri dengan artian mencari kebenaran sesuai jalannya sendiri.

Bidang ilmu yang diberikan Mbah Nun kepada jamaahnya tidak melulu tentang
agama saja namun segala aspek keilmuan dikupas tuntas, sehingga dengan metode yang
demikian mengajak para jamaahnya untuk berpikir kritis yang nantinya berdampak
terhadap pengambilan keputusan di dalam hidup. Selain itu, mbah Nun juga mengajak
kita untuk Menumbuhkan sikap toleransi. Kita tau bahwa Indonesia adalah negara yang
mempunyai keberagaman etnis dan budaya. Tak heran jika sering kali masih terjadi
perdebatan yang berakibat pada perpecahan dan melemahnya jiwa nasionalisme.

Selain dua aspek diatas, mbah Nun juga mengajak kita untuk tidak gampang
menjustivikasi. Pada zaman postmodernisme saat ini banyak orang yang mempunyai
perasaan sangat bangga terhadap dirinya sendiri. Perasaan seperti itu mengakibatkan
seseorang akan merasa dirinya yang paling benar, sehingga sangat gampang dalam
menjustivikasi sesuatu. Mereka menganggap dirinya adalah yang paling unggul di segala
bidang. Merasa kepintarannya melebihi manusia pada umumnya.

Dalam kajiannya, melalui budaya berpikir Cak Nun yang mengajarkan bahwa
semua orang dihadapan Tuhan mempunyai kedudukan yang sama. Dalam memecahkan
suatu permasalahan pun diarahkan untuk berpikir secara ktiris sehingga seseorang tidak
akan gampang menjustivikasi sesuatu, pengaruh budaya intelektual yang diberikan oleh
Cak Nun akan mengubah pola pikir kita/

Melalui pola berpikir Emha Ainun Nadjib, mari kita simpulkan, bahwa
pemikirannya terfokus pada upaya untuk menemukan solusi atas permasalahan-
permasalahan serta krisis pemikiran masyarakat secara umum merupakan sebuah cara
dalam mengatasi berbagai problematika diatas. Cara ini dilakukan oleh Cak Nun dengan
mencari pemahaman dasar tentang hidup dan berkehidupan. Kemudian tetap didasakan
pada Al-Qur’an dan Hadits. Karena konsep dasar Al-Qur’an adalah konsep terpenting
dalam hidup karena membahas tentang kesatuan Tuhan, manusia, dan alam semesta.
Dengan menggunakan konsep tersebut dalam hidup maka output yang dihasilkan
nantinya adalah iman, Islam, dan taqwa yang luhur serta moral yang baik.

Selamat Berproses, Salam Pergerakan!!!

REFERENSI

A Heris Hermawan. (2011). Filsafat Ilmu (1st ed.). CV Insan Mandiri.


Biyanto. (2015). Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman (1st ed.). Pustaka Pelajar.
Darwis A Soelaiman. (2019). Filsafat Ilmu Pengetahuan Pespektif Barat dan Islam. Bandar Publishing.
Emha Ainun Nadjib. (2015a). Emha Ainun Najib-Surat Kepada Kanjeng Nabi. Mizan Digital Publishing.
Emha Ainun Nadjib. (2015b). Tuhan Pun Cemburu. Jakarta.
Emha Ainun Nadjib. (2018). Kyai Hologram (1st ed.). Bentang Pustaka.
Hifni. (2019). Menjadi Kader PMII (1st ed.). Moderate Muslim Society.
Mohammad, M. (2016). Filsafat Ilmu: Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu
Pengetahuan (1st ed.). LESFI.
Paulus Wahana. (2016). Filsafat Ilmu Pengetahuan (1st ed.). Pustaka Diamond Jogja.
Suaedi. (2016). Pengantar Filsafat Ilmu (1st ed.). PT Penerbit IPB Press.
Sujiwo Tejo. (2014). Cerita, Nada dan Kata (1st ed.).
Sujiwo Tejo. (2018). Tali Jiwo. PT Bentang Pustaka.
BIODATA PENULIS

Mochamad Najwa Rizqi Maulana Lahir di Semarang tahun


2001 pada akhir bulan juli, ia tinggal di Kota Semarang.
Riwayat pendidikannya adalah, bersekolah di MI Taufiqiyah
Semarang lalu melanjutkan ke MTs serta MA Ribatul
Muta’allimin Kota Pekalongan, kemudian masuk ke
Universitas Islam Negeri Walisongo pada tahun 2021.

Ia memiliki banyak pengalaman mondok di beberapa pesantren seperti di ponpes Ribat


kota pekalongan, lalu di ponpes Lirboyo Kediri dan juga pernah beberapa bulan nyantri di
daerah Banten. Pengalaman menulisnya sudah cukup jauh, ia sudah banyak menerbitkan
artikel di beberapa website yang berada di kampus maupun luar kampus serta pernah ikut
serta dalam penulisan buku dari PMII Komisariat Walisongo dan PMII Rayon Ushuludin.
Untuk publikasi Jurnal sendiri ia sedang menunggu waktu yang tepat sembari
mempersiapkan segala hal baik data maupun mental untuk melangkah ke tahap publikasi
jurnal, entah itu setingkat Sinta Satu, Dua Tiga, ataupun berani melangkah ke jurnal yang
terindeks Scopus.

Hidupku tergolong sibuk dengan lika-liku kehidupan yang nyata. Namun semua itu
kujalani dengan tetap memgang teguh prinsip hidupku “Jadilah air yang mampu
menghidupi tanah dimanapun tempatnya, dan terbanglah setinggi angkasa yang
membara”. Namun perlu kalian ketahui, aku ini pribadi yang tergolong unik, karena tiap
hal yang kulakukan harus berdasarkan kemauanku, yaa beginilah aku, susah dalam diatur
namun tidak akan tinggal diam ketika ada kata-kata yang terkesan meremehkan, karena
kunci utama hidupku adalah Berani dalam Melangkah, dan Siap menerima Konsekuensi
apapun yang kulakukan.

Anda mungkin juga menyukai