Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah Indonesia saat ini terus mengupayakan peningkatan

pelaksanaan pembangunan nasional agar pembangunan daerah yang didalamnya

termasuk pembangunan desa semakin berkembang. Adanya Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah yang menjelaskan bahwa Pemerintah

Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri

baik dalam perencanaan, pelaksanaan hingga pembiayaan . Hal ini didukung dengan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang pemerintahan desa. Adanya Undang-

undang Nomor 6 Tahun 2014 ini menjadikan Desa tidak lagi sebagai obyek

pembangunan, akan tetapi menjadi subyek pembangunan . Selain itu Desa juga

mendapatkan hak dan kewajiban untuk mengatur sistem pemerintahannya sendiri.

Desa juga memiliki kedudukan dan peranan yang strategis sebagai unit organisasi

pemerintah yang langsung berhadapan dengan masyarakat.

Dalam upaya untuk mewujudkan peranan yang dimaksud, desa biasanya

mempunyai Rencana dan Rancangan pembangunan yang bertujuan untuk

membangun desa harapanya dapat menjadi desa yang maju dan adanya

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam UU No. 6 Tahun 2014 Pasal 78

menjelaskan tujuan pembangunan desa yaitu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan

melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa,

pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan desa penting untuk

mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna

mewujudkan Pembangunan desa yang adil dan merata demi kesejahteraan

masyarakat desa . Pembangunan desa juga harus melalui beberapa tahapan, terdiri

dari: (i) perencanaan pembangunan desa; (ii) pelaksanaan pembangunan desa; (iii)

pengawasan dan pemantauan pembangunan desa.

Dalam pelaksanannya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014, pemerintah

telah memberikan dukungan yang besar kepada 74.961 desa yang tersebar di 33

provinsi seluruh Indonesia, dan lebih dari 125 juta jiwa penduduk desa. Dalam kurun

waktu 4 tahun terakhir pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan afirmasi

berupa dana desa yang bersumber dari APBN dengan jumlah mencapai 187,7

Triliun. Melalui kebijakan tersebut desa dituntut memiliki kapasitas untutk

memperkuat pemerintahan dan pembangunan desa dalam upaya mendorong

kemandirian, memperkuat kewenangannya dan mendorong kesejahteraan

masyarakat secara berkelanjutan. Berdasarkan data dari Direkotrat Jenderal Bina

Pemerintahan Desa Kementerian Dalam negeri menunjukan bahwa hingga saat ini

jumlah desa yang terlibat dalam kegiatan pelatihan kapasitas hanya 61.782 desa

dari total 74.961 desa, dengan jumlah total aparatur desa yang telah mengikuti

pelatihan hanya sebanyak 138.587 orang atau rata-rata hanya 2 orang pada setiap

desa. Padahal apabila berpedoman pada struktur organisasi Pemerintahan Desa pola

minimal desa swadaya dengan rata-rata 6 orang aparatur, maka target yang harus

dilatih mencapai 449.742 orang.

Belum optimalnya keterlibatan aparatur desa, system pendampingan desa

dan kesinambungan dalam kegiatan peningkatan kapasitas pelaku di Desa


mengakibatkan beberapa knedala dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Salah

satu contoh berdasarkan review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKB) tahun 2017 masih ditemukan keterlambatan penyusunan APBDesa pada 124

desa di 56 Kabupaten dan keterlambatan dalam pelaporan realisasi keuangan dan

terkait dana desa pada 132 desa di 52 Kabupaten sehingga mempengaruhi

penggunaan dana desa. Atas dasar tersebut berbagai upaya dan dukungan terus

dilakukan dari berbagai pihak, baik tingkat pusat sampai ke tingkat desa. Salah satu

terobosan yang dilakukan adalah dengan membangun kerjasama lintas

kementerian/lembaga yang membidangi persoalan pemerintah dan pembangunan

desa. Bersama ini Kementerian Dalam negeri, Kementerian Desa Pembangunan

daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Perencanan dan Pembangunan

Nasional/Bappenas serta Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia

dan Kebudayaan melalui Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa

(P3PD). Program P3PD diharapkan mampu mendorong perbaikan tata kelola dan

kinerja pemerintahan dan pembangunan di tingkat desa melalui : (i) Perbaikan

kinerja pemerintah dan apparatur desa; (ii) Perbaikan dan penguatan system

pendampingan dan peningkatan kapasitas bagi masyarakat desa; (iii) Pengenalan

system transfer insentif berbasis kinerja dan (iv) Penguatan system informasi dan

data desa berbasis teknologi. Program P3PD juga diharapkan akan membawa

reformasi system pendukung, pembinaan dan pengawasan kepada desa dan

pemerintah daerah melalui inovasi dalam pengembangan system peningkatan

kapasitas yang lebih efisien (yang berbasis permintaan dan kebutuhan dengan

menggunakan teknologi digital berbasis mekanisme pasar ); pengembangan sistrm

pelaporan; monitoring dan umpan balik yang efektif, serta pemberian insentif
kepada desa dan kabupaten yang berkinerja baik untuk memperkuat capaian

program.

Pada tahun 2022 Program Penguatan pemerintahan dan Pembangunan

Desa (P3PD) juga telah melakukan peningkatan kapasitas bagi seluruh aparatur

desa yaitu dengan di luncurkannya program Learning Management System

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang masalah, dapat diidentifikasi

sebagai berikut :

1. Pembangunan yang belum merata disetiap wilayah dan cenderung

berorientasi pada wilayah perkotaan.

2. Rendahnya kesejahteraan masyarakat di kawasan pedesaan disebabkan oleh

penyebaran sumber daya ekonomi yang tidak merata antara desa dan kota.

3. Adanya hasil survei yang menunjukkan bahwa angka melek internet dan

teknologi di pedesaan masih relatif rendah.

C. Perumusan Masalah

Fokus penelitian yang di batasi penulis pada penelitian ini yakni ditujukan

untuk melihat sejauh implementasi program Smart Village di Provinsi Lampung yang

diinisiasi oleh DPMDT Provinsi Lampung dan apa saja yang menjadi kendala dalam

prosesnya serta solusi yang dilakukan.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Implementasi Program Smart Village oleh Dinas


Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Transmigrasi (DPMDT) Provinsi

Lampung” dengan Rumusan Masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejauh ini Implementasi Program Smart Village di Provinsi

Lampung ?

2. Apa saja kendala yang dihadapi dalam Implementasi Program Smart Village di

Provinsi Lampung ?

3. Apa solusi yang dilakukan DPMDT Provinsi Lampung dalam menjawab

kendala yang dihadapi terkait Implementasi Program Smart Village di Provinsi

Lampung ?

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan penelitian yang

dilakukan penulis sebagai berikut :

1. Memahami dan menganalisa Implementasi Program Smart Village di Provinsi

Lampung.

2. Memahami kendala yang dihadapi dalam Implementasi Program Smart Village

di Provinsi Lampung.

3. Menemukenali solusi terbaik DPMDT Provinsi Lampung dalam menjawab

kendala yang dihadapi terkait Implementasi Program Smart Village di Provinsi

Lampung.

Anda mungkin juga menyukai