Dosen Pembimbing :
DI SUSUN OLEH :
NAMA :NURLITA
NIM :A1A019182
UNIVERSITAS MATARAM
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahun Jumlah
2017 299 346
2018 323 187
2019 352 593
2020 386 161
2021 399 183
Sumber : BPS Kabupaten Bima, Kabupaten Bima dalam Angkatan 2022
Dari data di atas menunjukkan bahwa untuk Kabupaten Bima dari jumlah dan
persentase penduduk miskin dari tahun 2017-2021 dengan didapatkan data dalam kurun 5
tahun terakhir kita melihat akan laju perubahan jumlah penduduk miskin dan persentase
pada tiap tahunnya yang selalu mengalami perubahan. Dan sampai pada tahun 2021
untuk Kabupaten Bima jumlah penduduk miskinnya 399.183 dengan persentase
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan agar penelitian ini dapat sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai maka perlu adanya rumusan yang jelas dan terarah,
adapun rumusan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) mampu
mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Bima ?
2. Bagaimana efektivitas Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
menanggulangi kemiskinan di Kabupaten Bima?
3. Bagaimana dampak Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) terhadap
masyarakat di Kabupaten Bima ?
C. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat di Kabupaten
Bima dan berfokus pada pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Bima.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui perkembangan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
mampu mengentaskan kemiskinan di Kabupaten
2. Untuk mengetahui efektivitas Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
menanggulangi kemiskinan di Kabupaten Bima
3. Untuk mengetahui dampak Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
terhadap masyarakat di Kabupaten Bima
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi beberapa
pihak antara lain yaitu :
a. Bagi Peneliti
b. Akademisi
Diharapkan dengan penelitian ini, dapat memberikan sumbangan pengetahuan
dan referensi bagi para akademisi dan juga dapat menjadi landasan perbandingan
dalam melakukan penelitian di masa yang akan datang.
c. Masyarakat
Sebagai sumber informasi bagi masyarakat bahwasanya Program Bantuan
Pangan Non Tunai (BPNT) dapat membantu mengurangi beban masyarakat
miskin dalam memenuhi kebutuhan.
d. Pemerintah
Sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam hal pengambilan kebijakan yang
menyangkut peningkatan peran pemerintah dalam membantu mengentaskan
kemiskinan yang ada di masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Kemiskinan
1. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang berarti mampu bekerja atau
berusaha namun tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk
dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum. Hal-hal ini
berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak
adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah
kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa masyarakat miskin itu adalah
masyarakat yang selalu berada dengan kondisi ketidakmampuan mereka dalam
memenuhi kebutuhan dasar, yaitu seperti ketidakmampuan dalam: Pertama,
melakukan kegiatan usaha produktif. Kedua, menjangkau akses sumber daya sosia-
ekonomi. Ketiga, menentukan nasibnya sendiri dan senantiasa mendapatkan
perlakuan diskriminasi. Keempat, membebaskan diri dari mental dan budaya miskin
serta senantiasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah.
2. Indikator Kemiskinan
Kemiskinan merupakan permasalahan sosial yang memiliki tingkatan yang
berbeda-beda dala tolok ukurnya, bahkan dalam pengklasifikasian yang beragam.
Menurut menurut Departemen Sosial, berdasarkan tingkat kerentanan kemiskinan, maka
masalah kemiskinan dapat dibagi menjadi:
“Kemiskinan kronis (chronic poverty) adalah kemiskinan yang telah berlangsung
dalam jangka waktu lama, turun temurun, atau disebut juga sebagai kemiskinan
struktural. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang
dikategorikan sebagai fakir miskin termasuk kategori kemiskinan kronis, yang
membutuhkan penanganan yang sungguh-sungguh, terpadu secara lintas sektor
dan berkelanjutan. Kemiskinan sementara (transient poverty) adalah kemiskinan
yang ditandai dengan menurunnya pendapatan dan kesejahteraan anggota
masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan kondisi normal
menjadi kondisi kritis, bencana alam dan bencana sosial, seperti korban konflik
sosial, korban gempa bumi, korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kemiskinan sementara jika tidak ditangani serius dapat menjadi kemiskinan
kronis”.
Kemiskinan juga terbagi ke dalam beberapa bentuk sesuai dengan tingkat
penyandangnya. Menurut Yesmil dan Adang mengkalifikasikan kemiskinan ke
dalam empat bentuk, dimana masing-masing bentuk mempunyai arti tersendiri.
Keempat bentuk tersebut, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif,
kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural.
“Kemiskinsn absolut, yaitu apabila tingkat pendapatannya di bawah garis
kemiskinan, atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan,
perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
Kemiskinan relatif, adalah kondisi di mana pendapatannya berada pada
posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding
pendapatannya masyarakat sekitarnya. Kemiskinan struktural adalah
kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang
belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan
ketimpangan pada pendapatan. Kemiskinan kultural karena mengacu
kepada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh
faktor budaya, seperti tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat
kehidupan, malas, pemborosan, tidak kreatif, meski ada usaha dari pihak
luar untuk membantunya.”
3. Penyebab Kemiskinan
4. Karasteristik Kemiskinan
Kemiskinan dapat diukur melalui garis kemiskinan, dimana garis
kemiskinan adalah suatu ukuran yang menyatakan besarnya pengeluaran untuk
memenuhi kebutuhandasar minimum makanan dan kebutuhan non makanan, atau
standar yang menyatakan batas seseorang yang dikatakan miskin jika dipandang
dari sudut konsumsi, Moeljarto (Supriatna 2004).Apabila seseorang tidak dapat
memenuhi kebutuhan konsumsinya maka seseorang tersebut termasuk dalam
kategori kemiskinan. Perhitungan garis kemiskinandalam masyarakar adalah
yang berpenghasilan dibawah Rp 7.057 per orang per hari.
Penetapan angka Rp 7.057 per orang per hari tersebut besar dari
perhitungan garis kemiskinan yang mencakup kebutuhan makan dan non
makan.Sedangkan menurut Word Bank penetapan standar kemiskinan
berdasarkan pendapatan perkapita.Penduduk yang pendapatan perkapitanya
kurang dari sepertiga rata-rata pendapatan perkapta nasionall.Dalam konteks
tersebut, maka ukuran kemiskinan menurut Word Bank USD $2 per orang per
hari, menurut BPS (2016).Garis kemiskinan yang digunakan setiap negara 38
berbeda-beda, sehingga tidak ada satu garis kemiskinan ynag berlaku umum.Hal
ini di sebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup.
1. Dengan adanya keberagaman budaya (multikultur) dan kearifan lokal (local wisdom),
yang juga diperlukan pencermatan tersendiri, apabila melakukan proses empowerment
masyarakat miskin maka melakukan transformasi sosial dari masyarakat yang tidak
berdaya, menjadi masyarakat berdaya, untuk selanjutnya berproses menuju masyarakat
mandiri hingga mencapai suatu masyarakat yang madani (civil society).
2. Patriarkhi menempatkan perempuan sebagai subordinat, sehingga terjadi peran dominasi
laki‐laki atas perempuan dalam ranah keluarga maupun kemasya‐ rakatan. Dari sini akan
memunculkan ketidaksetaraan yang lebih menguntung‐ kan laki‐laki dan lebih jauh
mengarah ketidakadilan gender, sehingga untuk melakukan perubahan sosial dalam
mendekonstruksi ketidakadilan gender dalam pembangunan harus dilakukan melalui
perspektif gender.
3. Meningkatkan peran keberadaan para elite di masyarakat dalam sebuah kultur yang
paternalistik adalah sangat berpe‐ ngaruh dalam hubungan kemasyarakatan dan memiliki
andil besar dalam kebijakan pembangunan aras desa.
4. Reformasi diri melalui perubahan budaya ʺstatikʺ ke budaya ʺprogresifʺ di kalangan
masyarakat. Dari budaya yang malas, tidak teratur, kurang disiplin, statis dll, menjadi
memiliki budaya giat bekerja, teratur, disiplin, ambil bagian, progresif.
5. Morishama (1982) mengemukakan keberhasilan pembangunan ekonomi Jepang terjadi
sebagai akibat dari ciri‐ciri konfusianisme yang mengajarkan umat‐ nya loyal, nasionalis,
dan kolektivitas sosial.