Anda di halaman 1dari 13

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PANGAN NON TUNAI

(BPNT) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BIMA

Dosen Pembimbing :

DI SUSUN OLEH :

NAMA :NURLITA

NIM :A1A019182

UNIVERSITAS MATARAM

FAKULTAS EKONOMI DANBISNIS

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemiskinan adalah rendahnya kemampuan seseorang, sekelompok orang atau


wilayah. Secara umum faktor-faktor penyebab kemiskinan secara kategoris dengan
menitiberatkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian besar, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor Internal, yang berasal dari dalam diri individu yang
mengalami kemiskinan itu yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangan
kemampuan, yang meliputi: Fisik, Intelektual, Mental Emosional atau Temperamental,
Spiritual, Sosial psikologis, Keterampilan, dan Aset. Faktor Eksternal, yang berasal dari
luar diri individu atau keluarga yang mengalami dan menghadapi kemiskinan itu,
sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya miskin, meliputi: terbatasnya pelayanan
sosial dasar, tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah, terbatasnya lapangan
pekerjaan formal, budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan, kondisi
geografis yang sulit,tandus,dan terpencil, serta kebijakan publik yang belum berpihak
pada masyarakat miskin.

Konsep kemiskinan diuraikan melalui beberapa teori kemiskinan, seperti


kemiskinan kultural, kemiskinan struktural, dan kemiskinan alamiah. Kemiskinan
struktural merupakan kondisi kemiskinan yang diakibatkan oleh ketidakmampuan
seseorang dalam menghadapi kondisi kemiskinan yang berkepanjangan, sehingga bukan
kondisi kemiskinan bawaan. Kemiskinan struktural diakibatkan karena faktor struktur
ekonomi dan politik yang melingkupi individu atau kelompok masyarakat miskin.
Berbagai hambatan dalam akses sumberdaya ekonomi, lapangan pekerjaan, dan
partisipasi dalam pembangunan diakibatkan oleh struktur ekonomi dan politik yang
kurang memihak kelompok masyarakat marjinal .Sementara itu, kemiskinan alamiah
terjadi karena kelangkaan bahkan ketiadaan sumberdaya ekonomi, input berbagai faktor
produksi berupa modal, tanah, sumberdaya manusia (seperti kualitas pendidikan),
maupun kondisi geografis yang terkait dengan domisili masyarakat.
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya
yaitu membuat program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Bantuan Tunai yang
biasa disebut Kartu Kelurga Sehat (KKS). BPNT adalah bantuan dari pemerintah yang di
berikan kepada KPM setiap bulannya melalui mekanisme uang elektronik dan
mekanisme perbankan yang kemudian dapat digunakan untuk memperoleh bahan pangan
di e-Warong.

Program Bantuan Pangan Non Tunai merupakan upaya mereformasi Program


Subsidi Rastra yang dilaksanakan berdasarkan arahan Presiden Republik Indonesia untuk
meningkatkan efektifitas dan ketepatan sasaran program, serta untuk mendorong inklusi
keuangan. Penyaluran Bantuan Pangan secara Non Tunai dilaksanakan secara bertahap
mulai tahun 2017 pada beberapa daerah terpilih di Indonesia dengan akses dan fasilitas
memadai. Selain untuk memberikan pilihan pangan yang lebih luas, penyaluran Bantuan
Pangan secara Non Tunai melalui sistem perbankan juga dimaksudkan untuk mendukung
perilaku produktif masyarakat melalui fleksibilitas waktu penarikan bantuan dan
akumulasi aset melalui kesempatan menabung. Pada akhirnya, penyaluran Bantuan
Pangan Non Tunai diharapkan memberi dampak bagi peningkatan kesejahteraan dan
kemampuan ekonomi penerima manfaat melalui akses yang lebih luas terhadap layanan
keuangan.

Program BPNT juga merupakan program kerjasama antara kementerian dan


lembaga negara, bank Indonesia, serta otoritas jasa keuangan. Dengan dilaksanakannya
program BPNT maka dikeluarkanlah Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), yang mana kartu
tersebut diberikan ke KPM untuk digunakan sebagai alat pembayaran yang mempunyai
fitur uang elektronik serta tabungan sehingga dapat dijadikan sebagai media penyaluran
bantuan sosial. Besaran manfaat yang diterima oleh KPM dalam program BPNT pada
mulanya senilai Rp 110.000.- kemudian mengalami 2 kali kenaikan yakni Rp 150.000.-
dan sekarang ini sebesar Rp 200.000/KPM/bulan yang mana tidak dapat diambil secara
tunai, hanya dapat ditukarkan dengan bahan pangan sesuai kebutuhan di E-warong.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Bima 2017-2021

Tahun Jumlah
2017 299 346
2018 323 187
2019 352 593
2020 386 161
2021 399 183
Sumber : BPS Kabupaten Bima, Kabupaten Bima dalam Angkatan 2022

Dari data di atas menunjukkan bahwa untuk Kabupaten Bima dari jumlah dan
persentase penduduk miskin dari tahun 2017-2021 dengan didapatkan data dalam kurun 5
tahun terakhir kita melihat akan laju perubahan jumlah penduduk miskin dan persentase
pada tiap tahunnya yang selalu mengalami perubahan. Dan sampai pada tahun 2021
untuk Kabupaten Bima jumlah penduduk miskinnya 399.183 dengan persentase

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan agar penelitian ini dapat sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai maka perlu adanya rumusan yang jelas dan terarah,
adapun rumusan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) mampu
mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Bima ?
2. Bagaimana efektivitas Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
menanggulangi kemiskinan di Kabupaten Bima?
3. Bagaimana dampak Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) terhadap
masyarakat di Kabupaten Bima ?

C. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat di Kabupaten
Bima dan berfokus pada pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Bima.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui perkembangan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
mampu mengentaskan kemiskinan di Kabupaten
2. Untuk mengetahui efektivitas Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
menanggulangi kemiskinan di Kabupaten Bima
3. Untuk mengetahui dampak Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
terhadap masyarakat di Kabupaten Bima

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi beberapa
pihak antara lain yaitu :

a. Bagi Peneliti

Meningkatkan kemampuan peneliti dalam menganalisis fenomena yang terjadi


pada masyarakat di Kabupaten Bima.

b. Akademisi
Diharapkan dengan penelitian ini, dapat memberikan sumbangan pengetahuan
dan referensi bagi para akademisi dan juga dapat menjadi landasan perbandingan
dalam melakukan penelitian di masa yang akan datang.
c. Masyarakat
Sebagai sumber informasi bagi masyarakat bahwasanya Program Bantuan
Pangan Non Tunai (BPNT) dapat membantu mengurangi beban masyarakat
miskin dalam memenuhi kebutuhan.
d. Pemerintah
Sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam hal pengambilan kebijakan yang
menyangkut peningkatan peran pemerintah dalam membantu mengentaskan
kemiskinan yang ada di masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Kemiskinan
1. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang berarti mampu bekerja atau
berusaha namun tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk
dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum. Hal-hal ini
berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak
adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah
kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa masyarakat miskin itu adalah
masyarakat yang selalu berada dengan kondisi ketidakmampuan mereka dalam
memenuhi kebutuhan dasar, yaitu seperti ketidakmampuan dalam: Pertama,
melakukan kegiatan usaha produktif. Kedua, menjangkau akses sumber daya sosia-
ekonomi. Ketiga, menentukan nasibnya sendiri dan senantiasa mendapatkan
perlakuan diskriminasi. Keempat, membebaskan diri dari mental dan budaya miskin
serta senantiasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah.

2. Indikator Kemiskinan
Kemiskinan merupakan permasalahan sosial yang memiliki tingkatan yang
berbeda-beda dala tolok ukurnya, bahkan dalam pengklasifikasian yang beragam.
Menurut menurut Departemen Sosial, berdasarkan tingkat kerentanan kemiskinan, maka
masalah kemiskinan dapat dibagi menjadi:
“Kemiskinan kronis (chronic poverty) adalah kemiskinan yang telah berlangsung
dalam jangka waktu lama, turun temurun, atau disebut juga sebagai kemiskinan
struktural. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang
dikategorikan sebagai fakir miskin termasuk kategori kemiskinan kronis, yang
membutuhkan penanganan yang sungguh-sungguh, terpadu secara lintas sektor
dan berkelanjutan. Kemiskinan sementara (transient poverty) adalah kemiskinan
yang ditandai dengan menurunnya pendapatan dan kesejahteraan anggota
masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan kondisi normal
menjadi kondisi kritis, bencana alam dan bencana sosial, seperti korban konflik
sosial, korban gempa bumi, korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kemiskinan sementara jika tidak ditangani serius dapat menjadi kemiskinan
kronis”.
Kemiskinan juga terbagi ke dalam beberapa bentuk sesuai dengan tingkat
penyandangnya. Menurut Yesmil dan Adang mengkalifikasikan kemiskinan ke
dalam empat bentuk, dimana masing-masing bentuk mempunyai arti tersendiri.
Keempat bentuk tersebut, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif,
kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural.
“Kemiskinsn absolut, yaitu apabila tingkat pendapatannya di bawah garis
kemiskinan, atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan,
perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
Kemiskinan relatif, adalah kondisi di mana pendapatannya berada pada
posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding
pendapatannya masyarakat sekitarnya. Kemiskinan struktural adalah
kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang
belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan
ketimpangan pada pendapatan. Kemiskinan kultural karena mengacu
kepada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh
faktor budaya, seperti tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat
kehidupan, malas, pemborosan, tidak kreatif, meski ada usaha dari pihak
luar untuk membantunya.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa indikator kemiskinan sesuai


dengan data Badan Pusat Statistik (BPS), dan macam kemiskinan itu berupa
kemiskinan yang sudah terjadi sejak lama dan turun temurun, dan kemiskinan
karena adanya permasalahan pada saat itu seperti PKH yang jika dengan usaha
dan bantuan dari pihak lain mereka dapat bangkit dari kemiskinan, kemiskinan
ini hanya sementara.
3. Masalah Kemiskinan
Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari
berbagai aspek sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat
terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak
pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan
nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat rasa rendah
diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek politik berkaitan
dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif,
posisi lemah dalam proses pengambil keputusan.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut,
kemiskinan relatif, dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin
absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan, tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, papan, pendidikan.
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup diatas garis
kemiskinan namun masih berada dibawah kemampuan masyarakat di sekitarnya.
Sedangkan miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau
sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya
sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
Lebih lanjut, garis kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kemampuan
masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Melalui pendekatan
sosial masih sulit mengukur garis kemiskinan masyarakat, tetapi dari indikator
ekonomi secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu
pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Sementara ini yang dilakukan
Biro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis kemiskinan adalah pendekatan
pengeluaran.

3. Penyebab Kemiskinan

Tiga komponen utama sebagai penyebab keterbelakangan dan kemiskinan


masyarakat, faktor tersebut adalah rendahnya taraf hidup, rendahnya rasa percaya
diri dan terbebas kebebasan ketiga aspek tersebut memiliki hubungan timbal
balik. Rendahnya taraf hidup disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan,
rendahnya pendapatan disebabkan oleh rendahnya tingkat produktivitas tenaga
kerja, rendahnya produktivitas tenaga kerja disebabkan oleh tingginya
pertumbuhan tenaga kerja, tingginya angka pengangguran dan rendahnya
investasi perkapita. Tingginya angka pengangguran disebabkan oleh tingginya
tingkat pertumbuhan tenaga kerja dan rendahnya investasi perkapita, dan
tingginya pertumbuhan tenaga kerja disebabkan oleh penurunan tingkat kematian
dan rendahnya investasi perkapita disebabkan oleh tingginya ketergantungan
terhadap teknologi asing yang hemat tenaga kerja.

Selanjutnya rendahnya tingkat pendapatan berpengaruh terhadap tingkat


kesehatan, kesempatan pendidikan, pertumbuhan tenaga kerja dan investasi
perkapita. Penyebab kemiskinan terjadi karena mereka tidak memiliki faktor
produksi sendiri, tingkat pendidikan pada umumnya rendah, banyaknya diantara
mereka yang tidak memiliki fasilitas dan diantara mereka berusia relatif muda
dengan 37 tidak mempunyai tingkat pendidikan dan keterampilan yang
memadai.Kemiskinan juga disebabkan oleh perilaku masyarakat yang malas,
tidak mau bekerja keras, sedangkan kondisi alamnya yang memiliki sumber daya
alam yang melimpah.Terlebih lagi jika pemerintahannya melakukan perilaku
yang merugikan negaranya sendiri seperti korupsi karena dengan adanya
pemerintahan yang korupsi maka tidak terjadi sebuah pemerataan kekayaan
didalam negara itu sendiri .

4. Karasteristik Kemiskinan
Kemiskinan dapat diukur melalui garis kemiskinan, dimana garis
kemiskinan adalah suatu ukuran yang menyatakan besarnya pengeluaran untuk
memenuhi kebutuhandasar minimum makanan dan kebutuhan non makanan, atau
standar yang menyatakan batas seseorang yang dikatakan miskin jika dipandang
dari sudut konsumsi, Moeljarto (Supriatna 2004).Apabila seseorang tidak dapat
memenuhi kebutuhan konsumsinya maka seseorang tersebut termasuk dalam
kategori kemiskinan. Perhitungan garis kemiskinandalam masyarakar adalah
yang berpenghasilan dibawah Rp 7.057 per orang per hari.
Penetapan angka Rp 7.057 per orang per hari tersebut besar dari
perhitungan garis kemiskinan yang mencakup kebutuhan makan dan non
makan.Sedangkan menurut Word Bank penetapan standar kemiskinan
berdasarkan pendapatan perkapita.Penduduk yang pendapatan perkapitanya
kurang dari sepertiga rata-rata pendapatan perkapta nasionall.Dalam konteks
tersebut, maka ukuran kemiskinan menurut Word Bank USD $2 per orang per
hari, menurut BPS (2016).Garis kemiskinan yang digunakan setiap negara 38
berbeda-beda, sehingga tidak ada satu garis kemiskinan ynag berlaku umum.Hal
ini di sebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup.

5. Program Pengentasan Kemiskinan


Untuk meningkatkan efektivitas dalam upaya penanggulangan kemiskinan,
Presiden telah mengeluarkan Perpres Pemerintah Pusat No. 166 Tahun 2014, tentang
Program PercepatanPenanggulangan Kemiskinan.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa adanya keseriusan pemerintah
dalam menanggulangi kemiskinan. Hal ini terbukti dengan adanya program-program
penanggulangan kemiskinan yang diberikan pemerintah salah satunya adalah
Program Keluarga Harapan (PKH) dan Beras untuk keluarga miskin (RASKIN) yang
saat ini ditranformasikan menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang berupa
bantuan Tunai maupun non tunai yang diberikan pemerintah kepada masyarakat
miskin.

6. Strategi Pengentasan Kemiskinan


Memahami dan upaya menangani kemiskinan memang menarik untuk
disimak. Dalam teori ekonomi mengatakan bahwa untuk memutus mata rantai
lingkaran setan kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumber daya
manusianya, penambahan modal investasi, dan mengembangkan teknologi. Melalui
berbagai suntikan maka diharapkan produktifitas akan meningkat. Program‐program
penanggulangan kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara. Sebagai
perbandingan, di Amerika Serikat program penanggulangan kemiskinan diarahkan
untuk meningkatkan kerjasama ekonomi antarnegara bagian, memperbaiki kondisi
pemukiman perkotaan dan pedesaan, perluasan kesempatan pendidikan dan kerja
untuk para pemuda, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa,
dan pemberian bantuan kepada kaum miskin usia lanjut. Selain program pemerintah,
juga kalangan masyarakat ikut terlibat membantu kaum miskin melalui organisasi
kemasyarakatan, gereja, dan sebagainya.
Sedangkan di negara Indonesia sebenarnya dari uraian di atas juga melakukan
upaya yang hampir sama seperti yang dilakukan di Amerika Serikat, mungkin tingkat
komprehensifitasnya yang masih diperlukan. Penanganan kemiskinan di Indonesia
masih didominasi sektor ekonomi, belum begitu menyentuh aspek lain seperti sosial,
budaya, hukum dan politik, bahkan agama. Kekeliruan paradigma dalam memahami
kemiskinan tentu menyebabkan adanya analisis yang keliru, artinya seharusnya
memunculkan variabel‐variabel yang signi‐ fikan untuk menganggulangi kemiskinan
justru variabel yang tidak signifikan dimasukkan, sehingga estimasi bias dan hasil
yang diharapkan tidak terjadi. Mencermati beberapa kekeliruan paradigmatik penang‐
gulangan kemiskinan tadi, ada strategi yang harus dilakukan untuk mengatasi
kemiskinan.
1. Karena kemiskinan bersifat multidimensional, maka program pengen‐ tasan
kemiskinan seyogyanya juga tidak hanya memprioritaskan aspek ekonomi
tapi memperhatikan dimensi lain. Dengan kata lain, pemenuhan kebutuhan
pokok memang perlu mendapat prioritas, namun juga harus mengejar target
mengatasi kemiskinan nonekonomik. Strategi pengentasan kemiskinan
hendaknya diarahkan untuk mengikis nilai‐nilai budaya negatif seperti apatis,
apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan, dan sebagainya. Apabila budaya ini tidak
dihilangkan, kemiskinan ekonomi akan sulit untuk ditanggulangi. Selain itu,
langkah pengentasan kemiskinan yang efektif harus pula mengatasi hambatan‐
hambatan yang sifatnya struktural dan politis.
2. Untuk meningkatkan kemampuan dan mendorong produktivitas, strategi yang
dipilih adalah peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin untuk
meningkatkan pendapatan melalui langkah perbaikan kesehatan dan
pendidikan, peningkatan keterampilan usaha, teknologi, perluasan jaringan
kerja (networking), serta informasi pasar.
3. Melibatkan masyarakat miskin dalam keseluruhan proses penanggulangan
kemiskinan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan eva‐
luasi, bahkan pada proses pengambilan keputusan.
4. Strategi pemberdayaan. Kelompok agrarian populism yang dipelopori
kelompok pakar dan aktivis LSM, menegaskan, masyarakat miskin adalah
kelompok yang mampu membangun dirinya sendiri jika pemerintah mau
memberi kebebasan bagi kelompok itu untuk mengatur dirinya.

Strategi Penanggulangan Kemiskinan Aspek Sosial Budaya

Mengingat kemiskinan yang sebenarnya tidak sekedar miskin secara ekonomi,


maka penanggulangan kemiskinan dari aspek sosial budaya juga sangat diharapkan
melalui beberapa program seperti:

1. Dengan adanya keberagaman budaya (multikultur) dan kearifan lokal (local wisdom),
yang juga diperlukan pencermatan tersendiri, apabila melakukan proses empowerment
masyarakat miskin maka melakukan transformasi sosial dari masyarakat yang tidak
berdaya, menjadi masyarakat berdaya, untuk selanjutnya berproses menuju masyarakat
mandiri hingga mencapai suatu masyarakat yang madani (civil society).
2. Patriarkhi menempatkan perempuan sebagai subordinat, sehingga terjadi peran dominasi
laki‐laki atas perempuan dalam ranah keluarga maupun kemasya‐ rakatan. Dari sini akan
memunculkan ketidaksetaraan yang lebih menguntung‐ kan laki‐laki dan lebih jauh
mengarah ketidakadilan gender, sehingga untuk melakukan perubahan sosial dalam
mendekonstruksi ketidakadilan gender dalam pembangunan harus dilakukan melalui
perspektif gender.
3. Meningkatkan peran keberadaan para elite di masyarakat dalam sebuah kultur yang
paternalistik adalah sangat berpe‐ ngaruh dalam hubungan kemasyarakatan dan memiliki
andil besar dalam kebijakan pembangunan aras desa.
4. Reformasi diri melalui perubahan budaya ʺstatikʺ ke budaya ʺprogresifʺ di kalangan
masyarakat. Dari budaya yang malas, tidak teratur, kurang disiplin, statis dll, menjadi
memiliki budaya giat bekerja, teratur, disiplin, ambil bagian, progresif.
5. Morishama (1982) mengemukakan keberhasilan pembangunan ekonomi Jepang terjadi
sebagai akibat dari ciri‐ciri konfusianisme yang mengajarkan umat‐ nya loyal, nasionalis,
dan kolektivitas sosial.

Anda mungkin juga menyukai