Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PRINSIP PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT


DITINJAU DARI SOSIAL BUDAYA

OLEH :

KELOMPOK 5

CHRISTIN N PANDA HUKI ( 1904070068) GALANG R EULAMA

MARIA E BOUK (1904070060) MERLIN H MANIPADA (1904070020)

MARIA N. ERTIN (1904070042) PUTRI YOLANDA A TOY(1904070008)

SALEHUDIN FITRAH

KRISTINA GALE (1904070066)

GERRY G.A ORA (1904070046)

PRODI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat,bimbingan,dan penyertaanya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Judul makalah ini ialah ”Prinsip Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Ditinjau Dari Sosial
Budaya .” Makalah ini berisi tentang pengertian pengelolaan hutan, pengertian pengelolaan hutan
berbasis masarakat, dan prinsip pengelolaan hutan berbasis masyarakat ditinjau dari sosial budaya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi.
Penulis menyadari bahwa pembahasan hanya pada batasan permasalahan pada makalah ini,
sehingga kritik dan saran sangat dibutuhkan penulis untuk melengkapi makalah ini baik dari segi
teori,metode, dan analisis sehingga dapat menjadi acuan referensi bagi peneliti selanjutnya.

.
Kupang, February 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KOVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
1.4. Manfaat Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengelolaan Hutan
2.2 Pengertian Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
2.3 Prinsip Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Tinjau Dari Sosial
Budaya

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Bab 1
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang

Prinsip pengelolaan hutan dewasa ini telah mengalami perubahan mendasar, Prinsip
dasar pengelolaan hutan sepanjang tiga dasawarsa yang berbasis pada negara (State Based
Forest Management/SBFM) terbukti telah menimbulkan berbagai krisis di bidang
kehutanan yang ujung ujungnya mengancam kelestarian Sumber Daya Alam. Prinsip dasar
pengelolaan hutan berbasis negara secara konseptual memberikan kewenangan dan
dominasi negara yang sangat besar untuk mengatur dan mengontrol. setiap kegiatan
pengelolaan hutan. Prinsip ini juga cenderung menjadikan hutan sebagai sebuah unit
ekonomi bagi keuntungan jangka pendek dengan perencanaan yang kaku. Dalam
operasionalisasi kegiatannya biasanya dicirikan dengan sistem pengelolaan hutan yang
bersifat sentralistik, atas bawah dan seragam. Hal ini secara langsung merefleksikan
paradigma pembangunan yang dianut oleh negara yaitu paradigma pertumbuhan ekonomi.
Fakta di atas menunjukan bahwa marginalisasi masyarakat, baik dalam hal kewenangan,
partisipasi dan distribusi manfaat pengelolaan hutan justru menjadi salah satu sebab
timbulnya krisis kehutanan. Karena itu, sangat diperlukan adanya perubahan paradigma
pembangunan kehutanan yang lebih menitikberatkan pada sistem pengetolaan hutan yang
berbasis pada masyarakat. Prinsip dasar tersebut seringkali disebut dengan pengelolaan
hutan berbasi masyarakat (Community Based Forest management atau CBFM).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah dalam makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut.
1) Pengertian pengelolaan hutan berbasis masyarakat?
2) Begaimana prinsip pengelolaan hutan berbasis masyarakat ditinjau dari sosial
budaya?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan makalah adalah sebagai
berikut.
1) Menjelaskan apa itu pengelolaan hutan berbasis masyarakat.
2) Mendeskripsikan pengelolaan hutan berbasis masyarakat ditinjau dari
sosial budaya.
1.4. Manfaat
1) Menambah pengetahuan bagi penulis tentang pengelolaan hutan berbasis
masyarakat ditinjau dari sosial budaya.
2) Menambahkan referensi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN

1.1. Pengertian

Pengelolahan hutan adalah kegiatan kehutanan yang mencakupi kegiataan merencana,


mengunakaan, memanfaatkan, melindungi, rehabilitas serta mengembalikan ekosistem hutan
yang didasarkan pada fungsi dan status kawasan hutan. .

Di Indonesia keberadaanan masyarakat adat dijamin oleh konstitusi yakni di dalam


Pasal 28 I ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik lndonesia 1945, yang menyatakan
bahwa "Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban".Sebuah kenyataan sebagian besar masyarakat adat
(hadisionil) Indonesia sejak zaman dahulu kehidupannya banyak bergartung pada hutan, dan
dengan adanya pengakuan keberadaan masyarakat adat di dalam konstitusi maka masyarakat
diakui dalam UU No.19 Tahun 2004 tentarg Kehutanan, dengan pemyataan bahwa dalam hal
penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak mas) hukum adat. sepaniang
kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional

Menurut , Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, membagi hutan


berdasarkan statusnya menjadi dua, yaitu hutan negara dan hutan hak. Secara definisi pada pasal
1, hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah,
sedangkan hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Dari
pembagian hutan tersebut, terdapat beberapa opsi pengelolaan hutan berbasis masyarakat
(community based forest management) yang dapat dilakukan. Ada pun hutan negara dapat
dilakukan pengelolaan hutan menggunakan beberapa konsep, yaitu hutan kemasyarakatan yang
diatur dalam Permenhut No. P. 37/MenhutII/2007 Jo No. P. 52/Menhut-II/2011, hutan desa yang
diatur dalam Permenhut No. P. 49/MenhutII/2008 Jo No. P. 53/Menhut-II/2011, hutan tanaman
rakyat yang diatur dalam Permenhut No. P. 23/Menhut-II/2007 Jo No. P. 5/MenhutII/2008, dan
hutan adat. Prinsip mendasar pembangunan hutan berbasis masyarakat yang dapat diterapkan,
dalam hutan hak adalah hutan rakyat. Hutan rakyat merupakan sebuah bentuk pengaplikasian
dari konstruksi sosial masyarakat dengan hutan yangdapat menunjukan bahwa terdapat
multifungsi dari pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat dengan kearifan lokal yang
dimiliki.Pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat. Pada prinsipnya menempatkan
mereka sebagai pelaku utama sekaligus menjadi pemeran utama dalam proses pengambilan,
keputusan dalam pengelolaan hutan. Hal ini bisa terwujud bila terdapat pengakuan terhadap hak-
hak pengelolaan,, pengendalian dan pemanfaatan sumberdaya hutan. Operasionalisasi di
lapangan diserahkan kepada kelembagaan lokal sesuai dengan karakter sosial, ekonomi dan
budaya masyarakatnya.

Karena hutan rakyat ini dipandang kedepan memiliki potensi besar dalam kegiatan
rehabilitasi lahan maupun konsevasi alam. Perlu dipahami, bahwa dengan masyarakat yang
sejahtera maka hutan akan lestari dengan sendirinya).

Gerakan PHBM diawali dengan lahirnya SK Direksi No. 136/KPTS/Dir/2001 tanggal 29


Maret 2001 tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Surat Keputusan tersebut
dikuatkan dengan adanya SK Gubernur Jawa Tengah No. 24 Tahun 2001 tanggal 26 September
2001 tentang Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat dan SK Direksi PT.
Perhutani (Persero) No. 001/KPTS/Dir/2002 tanggal 2 Januari 2002 tentang Pedoman Berbagi
Hasil Hutan Kayu. Sejak itu PHBM ditetapkan sebagai sistem pengelolaan hutan yang ideal. Di
satu pihak, pelaksanaan PHBM yang diterapkan menemui beberapa kendala yang pada akhirnya
menghambat kurang lancarnya dalam eksekusi program. Hal tersebut lebih dipicu oleh
ketidakpercayaan masyarakat terhadap Perhutani. Selain itu kendala lain yang sering kali
muncul adalah maraknya oknum masyarakat yang mempunyai kepentingan pribadi melakukan
provokasi penentangan yang berdampak pada pelaksanaan PHMB menjadi terganggu. Kendala
pada aparatur Perhutani terutama di tingkat bawah karena kurangnya pemahaman dan
kurangnya sosialisasi tentang pengelolahan hutan berbasis masyarakat .

1.2. Prinsip pengelolahan hutan berbasis masyarakat ditinjau dari sosial budaya.
Prinsip dasar pengelolahan hutan berbasis masyarakat adalah pradigma pembagunan
kehutanan yang bertumpuh pada pemberdayaan ekonomi rakyat.
Pengelolaan Hutan berbasis Masyarakat (PHBM) sebagai suatu konsep hutan yang di
dalamnya sarat dengan perwujudan pengakuan hak masyarakat .
Pada prinsipnya terdapat beberapa alasan yang mendasari pentingnya peran masyarakat dalam
pengelolaan hutan, yaitu:
1. Masyarakat yang tinggal di kawasan hutan memiliki motivasi yang kuat sebagai
penerima insentif yang paling bernilai untuk melindungi hutan dibandingkan pihak-
pihak lain karena hutan sendiri menyangkut keberlanjutan kehidupan mereka;
2. Masyarakat yang tinggal di kawasan hutan memiliki pengetahuan asli bagaimana
memelihara dan memanfaatkan sumber daya hutan yang ada di dalam habitat
mereka;
3. Masyarakat yang tinggal di kawasan hutan memiliki hukum adat untuk ditegakkan
secara turun menurun;
4. Masyarakat yang tinggal di kawasan hutan memiliki kelembagaan adat yang
mengatur interaksi harmonis antara mereka dengan ekosistem yang ada di hutan;
5. Sebagian dari masyarakat yang tinggal di kawasan hutan sudah memiliki organisasi
dan jaringan kerja untuk membangun solidaritas di antara komunitas-komunitas
masyarakat adat, dan juga mengorganisasikan dukungan politis dan teknis dari pihak-
pihak luar;
6. Masyarakat yang tinggal di kawasan hutan dilindungi UUD 1945 yang
mengharuskan negara mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak tradisional
(hak-hak asal usul, menurut penjelasan Pasal 18 UUD 1945 sebelum diamandemen),
dan diposisikan sebagai Hak Azasi Manusia (HAM) baik dalam Pasal 28 I ayat (3)
sesuai dengan standar HAM dalam berbagai instrumen internasional
7. dengan memperhatikan aspirasi dan mengikutsertakan masyarakat telah menjadi
gagasan yang mendasar. Pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat
melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna
(Pasal 70 UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999). Dalam ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 (Peraturan ini direvisi menjadi PP No. 3/2008)
8. tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan
Hutan, Kementerian Kehutanan mengeluarkan program Pemberdayaan Masyarakat
Setempat. Dalam PP 6/2007 Jo PP 3/2008 tersebut diamanatkan bahwa
pemberdayaan masyarakat setempat ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
Maka penyelenggaraan kehutanan dengan memperhatikan aspirasi dan mengikutsertakan
masyarakat dalam pengelolahan hutan maka dari itu Pemerintah wajib mendorong peran
masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan seperti Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan.

Tetapi dalam hal ini ada dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu peningkatan
kapasitas dan pemberian akses kepada masyarakat terhadap sumber daya hutan yang ada
disekitarnya. Kebijakan dan program pembangunan kehutanan harus dikembalikan pada konstitusi,
yaitu sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bentuk peran masyarakat dalam bidang
kehutanan yang harus didorong oleh pemerintah salah satunya adalah pembangunan hutan berbasis
masyarakat agar memiliki rasa saling percaya antara masyarakat dengan pemerintahan dan
mekanisme pengorganisasiannya juga membuka partisipasi sederajat antar warga dan ada aturan
yang jelas dan dipatuhi bersama tentang ganjaran dan sangsi yang harus dilaksanakan secara
konsisten agar komunitas desa hutan ini dapat berfungsi secara berkelanjutan jika diwarnai oleh tiga
unsur utama yaitu saling percaya, jaringan sosial dan pranata bersama yang dapat memelihara
kerjasama kolektif karena adanya ganjaran dan sanksi yang diimplementasikan secara konsisten dan
berkeadilan.

Anda mungkin juga menyukai