Anda di halaman 1dari 9

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi masyarakat

Pengertian persepsi dari kamus psikologi adalah berasal dari bahasa Inggris,

perception yang artinya persepsi, penglihatan, tanggapan adalah proses seseorang

menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera

yang dimilikinya atau pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi

data indera (Kartono dan Gulo, 1987 dalam Adrianto, 2006).

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan.

Penginderaan adalah merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu

melalui alat penerima yaitu alat indera. Pada umumnya stimulus tersebut

diteruskan oleh saraf ke otak melalui pusat susunan saraf dan proses selanjutnya

merupakan proses persepsi. Stimulus diterima oleh alat indera, kemudian melalui

proses persepsi sesuatu yang di indera tersebut menjadi sesuatu yang berarti

setelah diorganisasaikan dan diinterpretasikan (Davidoff, 1980 dalam Adrianto,

2006).

Melalui persepsi individu dapat menyadari, dapat mengerti tentang keadaan

diri individu yang bersangkutan. Persepsi itu merupakan aktivitas yang

integrateed, maka seluruh apa yang ada dalam diri individu seperti perasaan,

pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acauan dan aspek-aspek lain yang

ada dalam diri individu masyarakat akan ikut berperan dalam persepsi tersebut

(Walgito, 2000 dalam Adrianto, 2006).

4
2.2 Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) dan Beruk (Macaca
nemestrina)

2.2.1 Taksonomi
Menurut Napier dan Napier (1967), taksonomi dari monyet ekor panjang

(Macaca fascicularis) adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Primata

Famili : Cercopithecidae

Genus : Macaca

Spesies : Macaca fascicularis (Raffles, 1821)

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan jenis primata non

manusia yang sangat berhasil yaitu penyebaran yang sangat luas sehingga

menggambarkan tingkat adaptasi yang tinggi pada berbagai habitat. Spesies ini

termasuk jenis primata sosial yang dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari

interaksi sosial atau hidup bersama dengan individu lain. Interaksi sosial yang

dilakukan oleh monyet ekor panjang menimbulkan munculnya berbagai aktivitas

yang berbeda pula antar individu dalam populasi (Lee, 2012).

Menurut Napier dan Napier (1967), taksonomi dari Beruk (Macaca

nemestrina) adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Primata

5
Famili : Cercopithecidae

Genus : Macaca

Spesies : Macaca nemestrina (Linnaeus, 1766)

2.2.2 Morfologi

Macaca fascicularis adalah hewan dengan panjang tubuh 40-50 cm, berat 3

-7 kg, panjang ekor 1 hingga 1.5 kali panjang tubuh, terdiri dari empat kaki

(quadripedal) dan memiliki tubuh yang ditutupi oleh rambut-rambut. Perbedaan

warna rambut pada hewan ini tergantung pada umur, musim dan lokasi tempat

tinggalnya. Pada bagian kepala terdapat rambut berwarna wajah terdapat rambut

berwarna abu kecoklatan, terkadang rambut-rambut tersebut membentuk jambul.

Pada bagian wajah terdapat kantong pipi (cheek pouch) yang berfungsi sebagai

tempat penyimpanan makanan sementara waktu. Rambut di pipi biasanya

berwarna abu keputihan, pada bagian bawah mata terdapat kulit yang tidak

berambut (Bunlungsup et al., 2015).

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan salah satu jenis

monyet yang memiliki panjang ekor kurang lebih sama dengan panjang tubuhnya.

Panjang tubuh monyet ekor panjang berkisar antara 385 - 648 mm. Panjang ekor

pada jantan dan betina antara 400 - 655 mm. Berat tubuh jantan dewasa sekitar 3,5

- 8 kg sedangkan berat tubuh rata-rata betina dewasa sekitar 3 kg. Warna tubuh

bervariasi, mulai dari abu-abu sampai kecokelatan, dengan bagian ventral

berwarna putih (Supriatna, 2000).

Beruk memiliki ekor pendek, seperti ekor babi sehingga sering disebut

dengan “Pig-tailed Macaque” dan kira-kira mempunyai panjang ekor sepertiga

6
dari panjang tubuhnya atau sekitar 180 mm. Warna rambut mulai dari cokelat

sampai cokelat kekuningan, dengan bagian mahkota bewarna lebih gelap.

Memiliki panjang tubuh 450-600 mm. Berat tubuh jantan antara 7-9 kg,

sedangkan betina antara 4-6 kg (Supriatna dan Hendras, 2000).

2.3 Konflik Masyarakat Dengan Satwa Liar

2.3.1 Interaksi Manusia dan Satwa Liar


Meningkatnya jumlah populasi manusia berdampak pada meluasnya

pembangunan di berbagai sektor diantaranya pembukaan kawasan hutan untuk

perkebunan dan pertambangan, menyebabkan konflik antara manusia dan satwa

liar menjadi sering terjadi. Konflik antara manusia dan satwa liar terjadi akibat

sejumlah interaksi negatif baik langsung maupun tidak langsung antara manusia

dan satwa liar (Hariyanto, 2010). Hal ini juga diungkapkan oleh Supriatna, dkk

(2017) bahwa habitat yang rusak menyebabkan primata sering masuk ke area

perkebunan masyarakat sehingga terjadi konflik.

Pada kondisi tertentu konflik tersebut merugikan semua pihak diantaranya

terjadi gangguan satwa liar yang menyebabkan kerusakan ladang masyarakat atau

perusahaan perkebunan, dan sebaliknya satwa liar juga terancam oleh manusia

(masyarakat). Gangguan satwa liar yang terjadi cenderung menimbulkan sikap

negatif manusia terhadap satwa liar, yaitu berkurangnya apresiasi manusia

terhadap satwa. Garsetiasih (2015) menunjukkan bahwa persepsi masyarakat

terhadap satwa liar diantaranya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat

pendidikan yang rendah mempersepsikan negatif terhadap keberadaan satwa liar.

Selain itu, Fragmentasi habitat sering menyebabkan satwa liar kehilangan

habitat aslinya (Kumar et al, 2010). Pengelolaan konflik sektor kehutanan perlu

7
dijadikan pembelajaran bagi semua pihak, sudah saatnya pihak pemerintah

memerhatikan pengelolaan konflik sebagai salah satu persyaratan dalam

pengelolaan hutan (Wulan et al, 2004).

2.4 Suaka Margasatwa Rimbang Baling

2.4.1 Pengertian dan Fungsi Suaka Margasatwa

Suaka Margasatwa adalah hutan Suaka Alam yang ditetapkan sebagai suatu

tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas dan bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional

yang sesuai dengan maksud Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

1999 tentang kehutanan menyatakan kawasan hutan Suaka Alam yaitu hutan

dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan

pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga

berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan (UU Republik Indonesia

1999:41).

2.4.2 Informasi Suaka Margasatwa Rimbang Baling

SM Bukit Rimbang Bukit Baling pada awalnya ditunjuk melalui Keputusan

Gubernur KDH Tk. I Riau Nomor 149/V/1982 tanggal 21 Juni 1982 tentang

Penunjukan Areal Hutan di sekitar Bukit Rimbang Bukit Baling sebagai kawasan

Hutan Tutupan / Suaka Alam seluas 136.000 hektar. Bukit Rimbang Bukit Baling

ditunjuk sebagai kawasan suaka alam dikarenakan areal hutan di sekitar Bukit

Rimbang Bukit Baling memiliki fungsi suaka margasatwa dan sumber mata air

yang perlu dibina kelestariannya, untuk kepentingan pengaturan tata air,

pencegahan bahaya banjir, tanah longsor dan erosi (BBKSDA, 2017a).

8
Sebelum ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa, di kawasan ini

terdapat beberapa perusahaan pengusahaan hutan maupun Batubara yang

beroperasi, antara lain HPH PT. Brajatama I, PT. Brajatama II dan PT. Union

Timber. Pada sebelah Timur kawasan beroperasi HPHTI PT Riau Andalan Pulp

and Paper, dan sebelah Tenggara dilakukan oleh eksplorasi batubara oleh PT.

Manunggal Inti Artamas dan PT. Nusa Riau. Selanjutnya setelah dilakukan

penataan batas dan telah temu gelang, SM Bukit Rimbang Bukit Baling ditetapkan

sebagai kawasan suaka margsatwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan

Nomor SK. 3977/Menhut-VIII/KUH/2014 tanggal 23 Mei 2014 tentang

Penetapan Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling

Seluas 141.226,25 hektar di Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuantan Singingi

Provinsi Riau. SM Bukit Rimbang Bukit Baling juga telah ditetapkan sebagai

Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Bukit Rimbang Bukit Baling

berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.

468/Menlhk/Setjen/PLA.0/6/2016 tanggal 17 Juni 2016 (BBKSDA, 2017b).

2.5 Daya Adaptasi Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan Beruk
(Macaca nemestrina)
Primata merupakan salah satu fauna arboreal di hutan yang memiliki arti

penting dalam kehidupan alam. Keberadan primata sangat penting artinya dalam

regenerasi hutan tropik. Sebagian besar primata memakan buah dan biji sehingga

sangat berperan penting dalam penyebaran biji-bijian (Supriatna dkk, 2000).

Bahkan sebagian biji tumbuhan hutan tidak dapat berkecambah tanpa melalui

proses dimakan terlebih dahulu oleh primata.

9
Hampir semua jenis primata di Indonesia telah dilindungi undang-undang,

kecuali Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) dan Beruk (Macaca

nemestrina). Sampai saat ini, keberadaan Macaca fascicularis di alam

diperkirakan masih banyak, sehingga statusnya masih belum terancam. Hal ini

disebabkan kemampuan adaptasi Macaca fascicularis terhadap perubahan

lingkungan yang cukup baik, sehingga dapat hidup mulai dari hutan primer hingga

sekunder, bahkan dapat ditemukan di pinggir-pinggir ladang atau perkebunan.

Meskipun demikian, keberadaan dua spesies tersebut di alam, cepat atau lambat

juga akan terancam oleh berbagai kerusakan dan gangguan yang terjadi

(Suprijatna, 2001).

Jumlah kelompok dan populasi monyet ekor panjang di berbagai kawasan

bervariasi, dan sangat mungkin disebabkan oleh jumlah dan jenis pakan yang

tersedia (Suaryana et al., 2001). Ketersediaan pakan untuk monyet baik yang

berasal dari alam maupun yang disediakan oleh manusia sangat menunjang untuk

kelangsungan hidup monyet tersebut. Makanan dan air merupakan faktor

pembatas bagi kehidupan satwa. Komposisi makanan sangat ditentukan oleh jenis

satwa dan lingkungan hidup. Makanan harus tersedia bagi satwa dan jika tidak

ada makanan atau jumlah kurang akan terjadi perpindahan satwa untuk mencari

makanan (Alikodra, 1990).

Dalam usahanya mencari pakan, umumnya beruk sering menempuh

perjalanannya di tanah daripada melalui pepohonan. Macaca ini aktif pada siang

hari (diurnal), menjelang petang mereka tidur pada pohon bersama kelompoknya.

Beruk tidak membuat sarang (Supriatna dan Wahyono, 2000). Macaca nemestrina

10
di habitatnya mempunyai peranan besar dalam menjaga dan melestarikan

keseimbangan ekosistem.

2.6 Habitat Macaca fascicularis dan Macaca Nemestrina

Bailey (1984) menyatakan kelengkapan habitat terdiri dari berbagai jenis

termasuk makanan, perlindungan dan faktor-faktor lain yang diperlukan oleh

spesies hidupan liar untuk bertahan hidup dan melangsungkan reproduksinya

secara berhasil. Peranan habitat bagi satwa liar bukan saja merupakan tempat

tinggal, tetapi juga harus menyediakan tempat berlindung dari segala gangguan,

harus menyediakan makanan yang cukup, menjadi tempat istirahat, tempat

berkembang biak serta tempat membesarkan anak. Keseluruhan fungsi habitat

ditentukan oleh interaksi sejumlah komponen biotik dan abiotik (Smiet, 1986

dalam Anis, 2001).

Menurut Wheatley (1980), Macaca fascicularis merupakan jenis primata

yang sangat adaptif terhadap berbagai tipe habitat. Macaca fascicularis dapat

ditemukan di hutan primer maupun sekunder (Fooden, 1995). Spesies ini juga

dapat ditemukan di hutan kanopi, hutan sungai, pesisir pantai, mangrove, rawa,

dan hutan wisata (Gumert et al., 2011 dalam Fakhri, 2012).

Menurut Galdikas (1978), monyet ekor panjang biasanya terdapat

disepanjang sungai-sungai dan rawa-rawa yang langsung berbatasan dengan

sungai serta hutan-hutan tanah kering. Selanjutnya Bailey (1984) juga menyatakan

bahwa kebanyakan satwa mencukupi kebutuhan air dengan meminum air

permukaan.

Beruk hidup pada hutan yang selalu hijau (evergreen forest) dan pada hutan

yang menggugurkan daun (deciduous forest). Kelompok beruk dapat mencapai

11
populasi yang cukup besar pada hutan dataran rendah dengan ketinggian 500-750

Mdpl. Satwa ini menjelajahi hutan dengan daerah jelajah yang luas. Satu

kelompok beruk dalam setahun mungkin menjelajahi hutan seluas 100-300 ha dan

biasanya menjelajah membentuk lingkaran (Lekagus and McNeely, 1977 dalam

Anis, 2001).

Menyatakan bahwa habitat Macaca nemestrina terdapat di hutan hujan,

menyebar luas dari rawa manggrove hingga kek kai gunung pada ketinggian 900

Mdpl dan sering juga ditemukan di daerah pertanian. Satwa primata ini memiliki

luas wilayah jelajah antar 60-70 ha (Roowal dan monhot,1977 dalam Anis, 2001).

12

Anda mungkin juga menyukai