Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Di dunia terdapat dua jenis merak yaitu merak biru (Pavo cristatus) yang

tersebar di India dan Srilangka serta merak hijau (Pavo muticus) yang tersebar di Burma, Thailand, Indochina, Malaysia dan Jawa. Merak hijau terdiri atas tiga anak jenis merak hijau yaitu merak hijau Burma (Pavo muticus spicifer) yang tersebar di Burma (punah), merak hijau Indochina (Pavo muticus imperator) yang tersebar di Indochina dan merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) yang tersebar di Malaysia (Malaysia sudah punah) dan Jawa (Delacour, 1977). Merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) Linnaeus 1758, merupakan salah satu anak jenis merak hijau, yang saat ini hanya terdapat di pulau jawa. Burung ini tersebar secara terpencar-pencar dengan ukuran populasi yang relatif kecil pada berbagai tipe habitat. Merak hijau jawa terdapat di beberapa status kawasan baik yang dilindungi (Cagar Alam, Suaka Margasatwa dan Taman Nasional) maupun kawasan bukan dilindungi (Hutan produksi, Perkebunan). Tekanan terhadap kehidupan merak hijau ini cukup besar baik pada populasi maupun habitatnya. Status merak hijau merupakan salah satu jenis burung yang dilindungi.di Indonesia berdasarkan SK Mentan No 66/Kpts/Um/2/1973 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 7 tahun 1999. Menurut ICBP (The International Council for Bird Preservation) merak hijau sebagai jenis burung yang tergolong terancam secara keseluruhan (globally threatened) baik populasi maupun habitatnya (Collar dan Andrew 1998), sedangkan CITES mencantumkan merak hijau ke Appendix 2 yang artinya burung dari alam tidak bisa langsung diperdagangkan dan BirdLife International 2007 memasukkan golongan burung yang endangered. Permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan burung merak hijau jawa antara lain tingginya perburuan terhadap merak (telor, bulu serta individunya), perusakan habitat hijau jawa, penyempitan dan konversi habitat merak hijau jawa. Akibat dari perburuan dapat menurunkan bahkan memusnahkan populasi lokal merak hijau jawa di beberapa tempat penyebarannya. Sementara itu masih banyak hal yang belum diketahui berkaitan dengan parameter populasi merak hijau jawa serta karakteristiknya meskipun begitu tingginya

tekanan terhadap populasi, namun merak hijau jawa masih bertahan hidup. Van Balen dkk (1991) menyatakan bahwa dalam dasawarsa akhir ini, perburuan liar terhadap merak hijau jawa merupakan masalah yang paling serius dalam menyebabkan terancamnya populasi merak di Jawa. Perusakan, penyempitan serta konversi hutan akan mengganggu habitat merak baik secara kualitas maupun kuantitas terutama komponen pakan, shelter dan cover. Dengan maraknya penyerobotan lahan dan pencurian kayu di Jawa (1998- 2003) akan menekan bahkan menghilangkan fungsi habitat merak hijau jawa. Kajian terhadap kehidupan merak hijau jawa dapat dikatakan tergolong langka. Studi/survey terhadap merak hijjau jawa dilakukan berkaitan dengan informasi taksonomi, biologi yang bersifat umum dilakukan oleh Kuroda (1936), Manuputy (1956), Hoogerwerf (1970). Kajian yang berkaitan dengan status dan ekologi merak hijau jawa dimulai tahun 1977 oleh Pattaratuma dan van Balen dkk (1991). Pengamatan terhadap biologi dan ekologi merak hijau jawa diawali tahun 1988 oleh mahasiswa IPB, tahun 1990 oleh mahasiswa UNPAD, tahun 1992- 2005 Mahasiswa IPB dan tahun 2004 mahasiswa UGM. Studi yang berkaitan dengan perilaku dan ekologi merak hijau jawa dilakukan tahun 1993 dan 1994 oleh mahasiswa Universitas Aberdeen di Inggris dan Universitas Gottingen Jerman.

BAB II Merak Hijau Jawa (Pavo muticus muticus) Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phyllum : Chordata Sub phyllum : Vertebrata Kelas : Aves Sub kelas : Neornithes Ordo : Galliformes Sub ordo : Galli Famili : Phasianidae Sub famili : Pavoninae Genus : Pavo Spesies : Pavo muticus Linnaeus 1766

Merak hijau termasuk dalam Ordo Galliformes yang mempunyai salah satu ciri yaitu kaki yang kuat, banyak aktivitas yang tergantung pada kakinya. Aktivitas tersebut antara lain berjalan, mencari makan, bertengger dan sampai pada saat akan tidur merak duduk di atas dadanya dengan jari kaki mencengkeram cabang atau ranting pohon tidur mereka (Palita, 2002). Morfologi Morfologi merak hijau berbeda-beda menurut umur dan jenis kelaminnya, yakni dapat dilihat dari ukuran tubuh dan warna bulu pada merak hijau.

Keterangan (Delacour 1977 dalamMulyana 1988): 1= Jambul 2= Dahi 3= Rahang atas 4= Rahang bawah 5= Bidang kecil dari lora 6= Kulit muka 7= Leher bagian atas 8= Leher bagian bawah 9= Punggung bagian atas 10= Punggung bagian bawah 11= Bahu/tengkuk/belikat 12= Bulu penutup sayap 13= Bulu tersier

14= Bulu sekunder 15= Bulu primer 16= Dada 17= Paha 18= Tulang kering 19= Jari kaki 20= Taji 21= Perut 22= Bulupenutupekoratas 23=Recticestersembunyi 24=Ocellus 25= Bulu hias terpanjang 26= Bulu hias samping tanpa ocelli 27= Bulu hias samping dengan ocelli

a Merak jantan dewasa Sativaningsih (2005) menyatakan bahwa merak jantan dewasa mempunyai jambul tegak di atas kepalanya dan dagu berwarna hijau kebiruan, bulu hiasnya panjang berwarna campuran antara hijau emas dan hijau perunggu sehingga terlihat berkilau. Merak hijau jantan berukuran sangat lebih besar dengan panjang tubuh dapat mencapai 210 cm. Menurut Hernowo (1995), merak jantan dewasa memiliki ciri-ciri yang khas yaitu adanya bulu hias yang tersusun dari 100-150 lembar bulu yang besar, panjang dan kuat. Warnanya adalah campuran antara hijau emas dan hijau perunggu sehingga kelihatan berkilauan. Pada bagian permukaannya terdapat cincin oval (ocellus) yang besar dan komposisi warnanya banyak. Sub termal ocellus berwarna ungu dan dikelilingi oleh dua cincin yang berwarna hijau muda dan hijau tua yang merupakan lingkaran terakhir. Bulu yang terpanjang terletak di tengah dan tidak memiliki ocellus.

b Merak betina dewasa

Menurut Sativaningsih (2005), merak hijau betina dewasa mempunyai komposisi warna tubuh sama dengan jantan tetapi lebih lembut, tidak cerah, agak kusam, dan tidak mempunyai bulu hias. Merak hijau betina panjang tubuhnya berukuran 120 cm. Delacour (1977) menyatakan bahwa secara umum bulu merak hijau betina sama dengan merak jantan, hanya warnanya lebih lembut dan agak kusam. Kaki bersisik dan warnanya hitam abu-abu dan bertaji sama dengan merak jantan. Perbedaan yang nyata terletak pada bulu hias, dimana merak betina tidak mempunyai bulu hias. Bagian atas dari penutup ekor, berwarna perunggu kehijauan dengan warna kuning keputihan.

c Merak anakan

Anak merak hijau mempunyai warna coklat kusam berbintik hitam. Warnanya sama dengan betina dewasa, tetapi lebih buram. Bagian dagu dan kepala tertutup oleh bulu berwarna putih. Jambul mulai tumbuh setelah anak merak berumur dua minggu. Pada umur dua bulan, anak merak sudah mempunyai bentuk tubuh dan bulu yang sempurna menyerupai merak betina dewasa tetapi ukurannya lebih kecil (Delacour, 1977).

Habitat dan pakan Alikodra (2002) menyatakan bahwa habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik komponen fisik maupun biotik yang merupakan kesatuan yang digunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiaknya satwa liar. Komponen habitat yang terpenting untuk kehidupan satwa liar terdiri dari makanan, pelindung dan air. Pelindung adalah bagian dari habitat yang berfungsi sebagai tempat berlindung, beristirahat, atau tempat berkembangbiak. Satwa liar menempati habitat sesuai dengan keadaan lingkungan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Habitat yang sesuai untuk satu jenis satwa belum tentu sesuai untuk jenis satwa yang lain karena tiap jenis satwa menghendaki kondisi habitat yang berbeda. Keseluruhan fungsi habitat itu ditentukan oleh interaksi sejumlah komponen habitat baik fisik ataupun biotik: topografi, air, dan tanah maupun komponen biologis ataupun biotik: satwa liar, vegetasi, dan penggunaan lahan oleh manusia. MacKinnon et al. (1992) menyatakan bahwa merak hijau mempunyai kebiasaan mengunjungi hutan terbuka dengan padang rumput, perkebunan teh dan berjalan-jalan di tanah. Hal ini dipertegas oleh King et al. (1975), bahwa habitat merak hijau adalah di hutan terbuka, hutan sekunder, pinggir sungai, dan tepi hutan. Dari pernyataan di atas terlihat bahwa merak hijau mempunyai kebiasaan mencari makan, berteduh dan berlindung di

tempat-tempat terbuka dan juga lebih banyaknya fungsi habitat yang diperoleh merak hijau di daerah tersebut. Jenis makanan merak hijau kebanyakan berasal dari tumbuhan seperti beberapa jenis rumput. Bagian dari tumbuhan yang dimakan yaitu biji dan daun. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, merak juga memakan serangga dan belalang kecil. Palita (2002) menjelaskan selain makan rumput-rumputan dan herba, merak juga memakan tumbuhtumbuhan seperti gondang, lo dan bendo serta beberapa jenis serangga seperti semut dan ulat.

Distribusi Distribusi merak hijau di pulau Jawa

Daerah hitam adalah daerah yang kemungkinan terdapat merak hijau berdasarkan prediksi MaxEnt. Sedangkan titik berwarna merah merupakan tempat penting bagi merak hijau sebagai habitatnya.

Perilaku Merak Hijau Perilaku makan dan minum Menurut Mulyana (1988), Setiawan dan Setiadi (1992) dan Winarto (1993), aktivitas makan merak hijau dilakukan dalam dua periode, yaitu periode pagi hari dan sore hari. Aktivitas ini merupakan aktivitas makan primer, artinya makan merupakan aktivitas yang utama sedangkan perilaku atau aktivitas lainnya merupakan faktor pendukung saat melakukan aktivitas makan. Pada waktu istirahat merak juga melakukan aktivitas makan. Periode makan ini termasuk ke dalam aktivitas makan sekunder karena pada saat istirahat tersebut makan bukan merupakan aktivitas utama.

Menurut Winarto (1993), cara makan merak hijau di Taman Nasional Baluran adalah dengan mematuk makanan menggunakan paruhnya, sedangkan pemilihan makanan di permukaan tanah dilakukan dengan cara mengais menggunakan kedua tungkai kakinya. Menurut Supratman (1998) merak hijau umumnya minum setelah melakukan aktivitas makan. Setelah makan merak hijau berjalan menuju tempat-tempat sumber air. Cara minumnya dengan menjulurkan lehernya ke air secara berulang.

Perilaku istirahat dan tidur Hoogerwerf (1970) menyatakan bahwa merak hijau memilih tempat istirahat dan tidur pada pohon-pohon yang tidak terlalu lebat. Untuk mencapai tempat tersebut merak hijau terbang dari tanah secara tegak lurus dan kadang-kadang juga terbang dari satu pohon ke pohon lain. Menurut Winarto (1993) perilaku istirahat merak hijau terbagi kedalam dua periode, yaitu periode setelah makan di pagi hari sampai menjelang sore hari disebut istirahat yang merupakan istirahat sementara dan periode setelah aktivitas hariannya berakhir sampai sesaat sebelum aktivitas hariannya dimulai kembali yang disebut tidur yang merupakan istirahat total. Selama periode istirahat merak hijau melakukan berbagai aktivitas, antara lain menyelisik bulu, berteduh, mandi debu, makan, minum, dan aktivitas sosial. Aktivitas sosial ini dilakukan di permukaan tanah maupun di atas pohon. Sedangkan periode tidur, merak hijau tidak melakukan aktivitas lainnya.

Perilaku terhadap gangguan Merak hijau akan memberikan reaksi yang berbeda tergantung pada jarak sumber gangguan ketika mendapat gangguan dari manusia. Bila burung berada pada jarak yang jauh dari sumber bahaya maka dengan cepat lari menuju cover terdekat meskipun harus melewati daerah terbuka yang luas. Bila sumber gangguan pada jarak yang dekat, maka dengan cepat merak hijau akan melarikan diri.

Perilaku kawin Merak adalah satwa poligami dan tidak ada hubungan yang permanen antara merak hijau dewasa jantan dan betina (Hoogerwrf, 1970). Musim kawin merak hijau di Jawa Barat dan Jawa Timur berlangsung dari bulan Agustus sampai Oktober (MacKinnon, 1995). Hernowo (1995) menyebutkan bahwa perkawinan merak hijau dimulai dengan adanya Tarian Merak dan merak jantan memanggil merak betina dengan suara ngeeeeeeeyaow, ngeeeeeeyaow... (seperti suara kucing) wee-waaoow, wee-waaoow .... atau

eewaaaoow,eewaaoow... Merak betina perlahan-lahan mendekati merak jantan. Merak hijau jantan menaikkan seluruh bulu hias dan didukung/ditopang oleh bulu-bulu ekornya yang kaku dan membentuk sebuah kipas. Sayapnya diturunkan dan melangkah mendekati betina. Selanjutnya merak jantan tersebut membalik secara tiba-tiba dengan memiringkan tubuhnya melirik ke arah merak betina. Gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang. Betina mengelilingi merak jantan berulang-ulang, sedangkan yang jantan sesekali mendekati betina sambil bulu hiasnya digetarkan. Merak betina yang menerima bujukan tersebut, segera mendekam dan merak jantan segera naik ke punggung merak betina dan perkawinan pun berlangsung. Jika merak betina tidak menyukai merak jantan, merak betina akan menjauhi merak jantan itu dan menuju pejantan lainnya dan pejantan baru mulai menari (Hernowo,1995).

Perilaku bersarang Menurut Winarto (1993) merak betina yang telah dikawini segera memisahkan diri dari kelompoknya untuk mencari tempat bersarang dan bertelur. Tiap sarang ditemukan tiga sampai enam butir telur. Sarang merak hijau berada pada areal terbuka yang sangat sedikit ditumbuhi vegetasi pada tingkat pohon dan sapihan. Dengan kondisi areal yang terbuka, cahaya matahari dapat secara langsung menyinari lokasi sarang. Aktivitas mengerami telur hanya dilakukan oleh merak betina setiap hari (siang-malam). Dalam mengerami telurnya, betina hanya 2-3 hari sekali meninggalkan sarangnya selama beberapa jam untuk mencari makan.

Perilaku mandi debu Menurut Supratman (1998) merak hijau melakukan aktivitas mandi debu untuk merawat tubuhnya yaitu dalam merapikan bulu-bulu, mengeluarkan ektoparasit dan benda asing yang menempel pada tubuhnya. Mandi debu dilakukan dengan menggunakan cakarnya untuk menggaruk-garuk tanah gembur yang kering sambil tubuhnya mendekam di atas tanah, kaki dijulurkan ke belakang sambil mengepakkan sayapnya sehingga debu akan masuk ke dalam bulu tubuhnya.

Perilaku Display Perilaku Display merupakan ciri awal akan dimulainya perkawinan. Perilaku Display dilakukan oleh merak hijau jantan saat bulu hiasnya mulai tumbuh. Perilaku ini bertujuan untuk menarik perhatian merak hijau betina dan menunjukkan kematangan secara seksual

terhadap merak hijau betina maupun merak hijau jantan lainnya. Perilaku display dimulai berkisar 1-3 bulan sebelum terjadinya proses perkawinan. Di TNAP awal perkawinan berlangsung pada bulan September dan di TNB berlangsung sekitar bulan Oktober. Di TNAP perilaku display dimulai pada bulan Juni, sedangkan di TNB sekitar bulan Juli. Proses display diawali dengan tubuh merak hijau jantan membungkuk ditopang oleh kedua kakinya yang membengkok, diikuti dengan leher yang dilengkungkan membentuk huruf S serta mengembangkan bulu-bulunya. Kedua sayap dikembangkan dan diturunkan hingga tungkai kaki. Bulu hias didirikan dengan cara menegakkan bulu ekornya yang berfungsi juga sebagai penopang beban bulu hias. Bulu hias dimekarkannya dengan cara menggoyangkan tubuhnya hingga berbentuk kipas raksasa atau setengah lingkaran sempurna, bulu hias yang mekar ditopang oleh bulu ekor dan kedua sayapnya. Perilaku display merak hijau; (a) merak hijau jantan Display di depan merak hijau betina, (b) merak hijau jantan Display di depan merak hijau betina

Penggunaan/Pemanfaatan Merak Hijau Jawa Merak hijau jawa banyak dimanfaatkan sebagai burung hias dan juga dimanfaatkan bulu hiasnya sebagai aksesoris reog ponorogo. Satu reog ponorogo menggunakan sedikitnya 1.000 helai bulu merak jawa hijau. Satu ekor merak jawa hijau diketahui memiliki sekitar 150 helai bulu (Hernowo, 2010), sehingga untuk membuat satu reog ponorogo memerlukan sekitar 9-10 ekor merak hijau.

Penangkaran Merak Hijau Jawa Di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, terdapat beberapa penangkaran merak hijau jawa baik resmi maupun yang tidak resmi. Penangkaran yang resmi adalah penangkaran yang telah terdaftar oleh pemerintah. Beberapa lokasi penangkaran resmi merak hijau jawa yaitu Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Taman Margasatwa Ragunan, Taman Rekreasi Sengkaling Malang, Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) Solo, dan beberapa lokasi lainya.

Gangguan terhadap Merak Hijau Jawa Populasi merak hijau terus berkurang, rusaknya habitat dan perburuan liar. Burung langka yang indah ini diburu untuk diambil bulunya ataupun diperdagangkan sebagai binatang peliharaan. Untuk menghindari kepunahan burung langka ini dilindungi undangundang. Di Pulau Jawa kini jumlah merak hijau diperkirakan tidak lebih dari 800 ekor. Selain habitat dan perburuan liar, gangguan terhadap merak hijau jawa yaitu cuaca. Cuaca yang tidak pasti berpengaruh terhadap telur-telur merak hijau jawa yang sedang dierami oleh induknya. Jika cuaca lebih sering hujan, maka telur-telur tersebut sulit untuk menetas bahkan tidak bisa menetas karena suhu dan kelembabannya tidak sesuai.

Philogenetik Merak Berikut merupakan pohon silsilah Pavo muticus

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Burung merak merupakan burung yang termasuk dalam suku Phasianidae. Satu suku dengan burung puyuh, sempidan, dan kuau. Memiliki ukuran yang besar dengan bulu penutup ekor yang sangat panjang (untuk jantan) dan jambul tegak di atas kepala. Dari pembahasan di bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa burung merak menyukai hutan terbuka dengan padang rumput, perkebunan teh, hutan sekunder, pinggir sungai, dan tepi hutan sebagai habitatnya untuk hidup. Merak memiliki perilaku yang unik beberapa di antaranya adalah perilaku mandi debu, perilaku display, perilaku istirahat/tidur, perilaku kawin, dan lainnya. Masih dimungkinkan terdapat perilaku lain yang belum diketahui oleh manusia. Status merak sendiri adalah Rentan dan saat ini umum berada di Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Baluran, dan Taman Nasional Alas Purwo. Sisanya kemungkinan hidup terpencar ataupun punah karena gencarnya perburuan terhadap bulu dan telur mereka.

DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H.S. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Yayasan Penerbit FakultasKehutanan IPB. Bogor.

BirdLife International. 2007. Species factsheet : Pavo muticus. http://www.birdlife.org/ (20 September 2010)

Collar, N.J. and Andrew, P. 1998. Birds To Watch. ICBP Tech. Publication 8. Cambridge.UK.

Delacour, J. 1977. The Pheasant of the World (2 nd Edition) Spurr Publication. Saiga Publising Co Ltd Surr GU 26 GTD. England.

Hernowo, J. B. 1995. Ecology and Behaviour of the Green Peafowl (Pavo muticus Linnaeus 1766) In the Baluran National Park. East Java, Indonesia. Master Thesis Faculty of Forestry Science, Goerg August University Gottingen. Germany Johnsgard, P. A. 1986. The Pheasants of the World. Oxford University Press. London.I- 6

Hoogerwerf, A. 1970 De Avifauna van Tjibodas en Omgeving KoninklijkePlantentuin van Indonesie. Buitenzorg.

Hoogerwerf, A. 1970. Ujung Kulon the Land of the Last Javan Rhinoceros. E.J. Brill Leiden. Netherland.

King B, F. and Warren B. 1975. Endangered Birds of the World. The ICBP Red Data Book. Published by The Smithsonian Institute Press in Cooperation with International Council for Birds Preservation. Washington DC. Kuroda, N. 1936. Birsds of Island of Java. Vol 2. Non Passeres. Published by The Author. Tokyo.

MacKinnon, J. ; K. Phillips & B. van Balen. 1992. Burung-Burung di Sumatera,Jawa, Bali dan Kalimantan. LIPI & Birdlife International IndonesianProgamme. Jakarta.

Mackinnon, J. 1995. A Field Guide to the Birds of Java and Bali. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Manuputy, D. N 1956. Burung Merak (Pavo muticus) di Hutan Jati. Penggemar Alam 36. 5963.

Palita, I & A. Indrawan. 2002. Ekologi Hutan Indonesia. DepartemenManajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sativaningsih, D. 2005. Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus1766) di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur. Skripsi DepartemenKonservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Setiawan,

S.

1992.

Merak

Mencari

Macan.

Flona

Intisari

No.

403.

Diakses

dihttp://www.indomedia.com/intisari/1997/feb/merak.htm

van Balen, S, Prawiradilaga, D.M, Indrawan M, Marakarmah A, Dirgayusa I.W.A. and. Isa M.A. 1991. Notes on the Distribution and Status of green Peafowl on Java. World Pheasant Association Worldwide Fund for Nature, Indonesia Programme. Bogor.

Wiens,Mulyana. 1988. The Ecology of Bird Communities. Volume 2 Processes andVariation. Cambridge University Press. Cambrigde, New York.

Winarto, R. 1993. Beberapa Aspek Ekologi Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus1766) pada Musim Berbiak di Resort Bekol TN Baluran Jawa Timur.Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Anda mungkin juga menyukai