Anda di halaman 1dari 18

II.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keanekaragaman Tumbuhan
Tumbuhan paku dalam dunia tumbuh-tumbuhan termasuk golongan besar atau
Divisi Pteridophyta (pteris = bulu burung; phyta = tumbuhan), yang diterjemahkan
secara bebas berarti tumbuhan yang berdaun seperti bulu burung. Tumbuhan paku
merupakan tumbuhan peralihan antara tumbuhan bertalus dengan tumbuhan
berkormus, sebab paku mempunyai campuran sifat dan bentuk antara lumut dengan
tumbuhan tingkat tinggi (Raven et al., 1992).
Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati yang utama
di dunia. Walaupun luasnya hanya meliputi 1,3% permukaan bumi namun kawasan
ini mengandung berbagai jenis makhluk hidup. Ditinjau dari keanekaragaman
tumbuhan ditemukan 225-300 jenis bakteri dan alga biru, 4.280-12.000 jenis jamur
(Fungi), 1.000-18.000 jenis ganggang (Alga), 1500 jenis lumut (Bryophyta), 1.250-
1.500 jenis paku-pakuan (Pteridophyta), 100 jenis Gymnospermae dan 2500-30.000
jenis tumbuhan berbunga (Angiospermae) dengan 100-150 suku tumbuhan (Hasairin
et al, 1997).
2.2. Ciri-ciri Khas Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku merupakan suatu divisi tumbuhan kormus, artinya
tumbuhnya dengan nyata dapat dibedakan atas akar, batang dan daun. Namun
demikian, tumbuhan paku belum menghasilkan biji. Alat perkembangbiakan
Universitas Sumatera Utaratumbuhan paku yang utama adalah spora. Oleh sebab itu ahli
taksonomi membagi
dunia tumbuhan dalam dua kelompok yaitu Cryptogamae dan Phanerogamae
(Tjitrosoepomo, 1991).
Menurut Rismunandar dan Ekowati (1991), Pteridophyta disebut dengan
nama Tracheopyta yang berarti tumbuhan yang berjaringan pembuluh. Jaringan
pembuluh ini terdiri atas 2 yaitu:
a. Pembuluh kayu (xylem)
Berfungsi mengangkut air dan garam-garam tanah dari akar kebagian atas
hingga daun.
b. Pembuluh tapis (floem)
Berfungsi mengangkat hasil asimilasi dari daun keseluruh bagian organ
termasuk akar.
Tumbuhan Tracheophyta mengadakan perkawinan dengan menghasilkan
spora dan dapat tumbuh menjadi tumbuhan paku. Ciri-ciri khas dari paku-pakuan
adalah:
a. Membentuk sporangia yang sangat besar jumlahnya.
b. Sporangia dibentuk di bagian bawah sporofil.
c. Sperma masuk kedalam telur arkegonium dengan persaingan langsung.
2.3. Asal Daerah Persebaran Tumbuhan Paku
Menurut Tjitrosomo et al., (1983), Pteridophyta hidup tersebar luas
dari tropika yang lembab sampai melampaui lingkaran Arktika. Jumlah yang
Universitas Sumatera Utarateramat besar dijumpai di hutan-hutan hujan tropika dan juga tumbuh
dengan
subur di daerah beriklim sedang, di hutan-hutan, padang rumput yang lembab,
sepanjang sisi jalan dan sungai.
Jones dan Luchsinger (1986) melaporkan di muka bumi ini terdapat
13.000 jenis Pteridophyta. Di kawasan Malesiana yang terdiri dari hampir
sebagian besar kepulauan Indonesia, Philipina, Guinea, dan Australia Utara
diperkirakan terdapat 4000 jenis paku yang mayoritasnya Filicinae (Whitten
dan Whitten, 1995). Menurut Loveless (1999), paku diwakili oleh kurang dari
10.000 jenis yang hidup, tetapi karena ukurannya yang besar dan
penampilannya yang khas, tumbuhan paku merupakan komponen vegetasi
yang menonjol.
Melihat cara tumbuhnya, tumbuhan paku hidup di alam, ada yang menempel
di batang pohon atau tumbuh di tanah. Masing-masing jenis atau kelompok tumbuhan
paku memiliki lingkungannya sendiri, pada lingkungan sejuk, terlindung, terkena
panas sinar matahari langsung (Sastrapradja et al., 1985).

2.4. Ekologi Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi, sehingga tidak
jarang dijumpai paku dapat hidup di mana-mana, diantaranya di daerah lembab,
di bawah pohon, di pinggiran sungai, di lereng-lereng terjal, di pegunungan bahkan
banyak yang sifatnya menempel di batang pohon, batu atau tumbuh di atas tanah.
Jenis-jenis paku epifit yang berbeda, juga akan berbeda kebutuhannya terhadap
Universitas Sumatera Utaracahaya. Ada yang menyenangi tempat terlindung dan ada sebagian
pada tempat
tertutup (Wiesner (1907), Went (1940) dalam Hasar dan Kaban, (1997)).
Kondisi lingkungan di hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar
yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban udaranya
sangat tinggi. Dengan demikian paku hutan memiliki kondisi hidup yang seragam dan
lebih terlindung dari panas. Kondisi ini dapat terlihat dari jumlah paku yang dapat
beradaptasi dengan cahaya matahari penuh tidak pernah dijumpai di hutan yang
benar-benar tertutup. Beberapa paku hutan tidak dapat tumbuh di tempat yang dikenai
cahaya matahari (Holtum, 1986).
Paku yang menyenangi sinar matahari sun-fern selain ada yang membentuk
belukar dan ada juga yang memanjat. Sebagian kecil sun-fern tumbuh di tempat
yang benar-benar terbuka. Namun demikan memerlukan juga lindungan dari sinar
matahari. Sehingga sering ditemukan tumbuh di antara tumbuhan lain, tidak
terisolasi. Paku yang berbentuk belukar membuat sendiri naungannya dengan cara
membuat rimbunan yang terdiri dari daun-daunan (Richard, 1952).
2.5. Botani Sistematika Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis dan ukuran spora
yang dihasilkan, sifat anulus, letak sporangium, dan sorusnya pada daun. Divisi
Pteridophyta dibagi menjadi 4 kelas, yaitu Psilophytinae, Equisetinae, Lycopodinae
dan Filicinae.
Universitas Sumatera Utaraa. Kelas Psilophytinae (Paku purba)
Anggota paku kelas ini telah lama punah. Oleh karena itu orang sering
menyebutnya dengan nama paku purba.
Contoh: Psilotum nudum
b. Kelas Equisetinae (Paku ekor kuda)
Seperti halnya kelas Psilophytinae sebagian besar anggota paku ekor kuda
juga sudah banyak yang punah. Umumnya paku ekor kuda memiliki batang
berupa rhyzoma. Cabang-cabang batangnya beruas-ruas. Pada ujung cahang
batang sering ditemukan badan bulat disebut elatern. Badan ini merupakan
penghasil spora.
Contoh: Equisetum debile dan Equisetutn arvense
c. Kelas Lycopodinae (Paku rambut atau Paku kawat)
Kelas ini dibagi menjadi dua ordo yaitu:
1) Ordo Selaginellales
Family : Selaginellaceae
Spesies : Selagenella weldonowi
2) Ordo Lycopodiales
Family : Lycopodiaceae
Spesies : Lycopodium clavatum
Universitas Sumatera Utarad. Kelas Filicinae (Paku sejati)
Paku kelompok ini paling banyak anggota spesiesnya. Habitatnya di darat, air
dan ada pula yang hidup menumpang pada tumbuhan lain sebagai epifit. Kelas ini
mencakup beberapa sub kelas, yaitu:
1) Sub kelas Eusporangiatae
Ordo : Marattiales
Family : Marattiaceae
Spesies : Christensenia aescul
2) Sub kelas Hydropterides
Semua anggota sub kelas ini hidup di air. Jadi, termasuk tumbuhan hidrofit.
Dibagi atas dua family, yaitu:
Family : Salviniaceae
Spesies : Salvinia natans
Family : Marciliaceae
Spesies : Marcillea crenata
Sub kelas Leptosporangiatae
Family : Schyzaeceae
Spesies : Lygodiun circinatum
Family: Hymenophillaceae
Spesies : Hymenophillum austrate
Family : Cyatheaccae
Spesies : Cyathea conlarninans
Universitas Sumatera Utara Family : Gleicheinaceae
Spesies : Gleichenia linearis (Paku resam)
Family : Davalliaceae
Spesies : Dava irichoinonuies
Family : Aspleniaceae
Spesies : Asplenium nidus (Paku sarang burung)
Family : Pteridaceae
Spesies : Adiantum peruvianum (Suplir gunung)
Family : Polypodiaceae
Spesies : Draymoglosum phaseolides (Sisik naga)
Family : Acrostichaceae
Spesies : Platycerurn bifurcatum (Tanduk rusa)
(Tjitrosoepomo, 1991).
2.6. Distribusi Tumbuhan Paku
Hutan pegunungan terdapat zona-zona vegetasi, dengan jenis dan struktur dan
penampilan yang berbeda. Zona-zona vegetasi tersebut dapat dikenali di semua
gunung di daerah tropis meskipun tidak ditentukan oleh ketinggian saja. Di dataran
rendah, semua zona vegetasi lebih sempit, sedangkan di gunung yang tinggi atau
di bagian yang tengah suatu jajaran pegunungan, zona itu lebih luas (Mackinnon,
2000). Namun dengan naiknya ketinggian tempat, pohon-pohon semakin pendek,
kelimpahan epifit serta tumbuhan pemanjat berubah (Anwar et al., 1984).
Universitas Sumatera Utara Umumnya di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak
daripada
di dataran rendah. Ini disebabkan oleh kelembaban yang lebih tinggi banyaknya
aliran air dan adanya kabut. Banyaknya curah hujanpun mempengaruhi jumlah paku
yang dapat tumbuh (Sastrapradja et al., 1980).
Pada daerah tropis dan subtropis, tumbuhan paku-pakuan berada di tempattempat yang lembab,
di bawah pepohonan, di pinggir jalan maupun sungai,
di pegunungan, di lereng-lereng yang terjal hingga dekat kawah gunung berapi
bahkan sampai di sungai-sungai. Melihat cara tumbuhnya, paku di alam cukup
beragam, ada yang menempel di batang pohon, batu atau tumbuh di tanah. Pada
lingkungan yang sejuk terlindung atau panas kena sinar matahari langsung. Masingmasing jenis
atau kelompok memiliki lingkungannya sendiri (Sastrapradja &
Afriastini, 1985).
Menurut Faizah (2002), suhu udara, suhu tanah dan intensitas cahaya
berpengaruh sangat nyata terhadap keanekaragaman Chaytea spp di hutan Tongkoh
kawasan Tahura Bukit Barisan Sumatera Utara.
Di lokasi terbuka beberapa epifit berhasil tumbuh di tanah. Namun di hutan
mereka sangat tergantung pada inangnya, untuk tempat hidup bukan sebagai sumber
makanan. Epifit tidak membutuhkan makanan organik dari tumbuhan lain. Epifit
memainkan peranan yang penting dalam ekosistem hutan hujan sebagai habitat bagi
beberapa hewan (Richard, 1952). Menurut LIPI (1980), menyatakan bahwa paku
epifit ikut membantu dalam mempertahankan kelembaban lapisan vegetasi dasar
karena mampu beradaptasi terhadap kekeringan.
Universitas Sumatera UtaraVegetasi pada pegunungan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim
pada
ketinggian yang berbeda-beda. Suhu menurun secara teratur sejalan dengan
ketinggian yang meningkat (Ewusie, 1990). Selanjutnya Anwar et al., (1984),
menyatakan bahwa laju penurunan suhu umumnya sekitar 0,6C setiap penambahan
ketinggian sebesar 100 m. Tetapi hal ini berbeda-beda tergantung kepada tempat,
musim, waktu, kandungan uap air dalam udara dan lain sebagainya.
2.7. Manfaat Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku banyak ragamnya. Banyak diantaranya yang mempunyai
bentuk yang menarik sehingga bagus untuk dijadikan sebagai tanaman hias. Selain
sebagai tanaman hias, paku dapat pula dimanfaatkan sebagai sayuran berupa pucukpucuk paku.
Dari segi obat-obatan tradisional, paku pun tidak luput dari kehidupan
manusia. Ada jenis-jenis yang daunnya dipakai untuk ramuan obat, ada pula yang
rhizomanya. Batang paku yang tumbuh baik dan yang sudah keras, diperuntukkan
untuk berbagai keperluan. Tidak jarang sebagai tiang rumah, paku dipakai untuk
pengganti kayu, batang paku diukir untuk dijadikan patung-patung yang dapat
ditempatkan di taman. Kadang-kadang dipotong-potong untuk tempat bunga,
misalnya tanaman anggrek (Sastrapradja dan Afriastini, 1979).
Sejak dulu tumbuhan paku telah dimanfaatkan oleh manusia terutama sebagai
bahan makanan (sayuran). Dewasa ini pemanfaatannya berkembang sebagai material
baku untuk pembuatan kerajinan tangan, pupuk organik dan tumbuhan obat
(Amoroso, 1990).
Universitas Sumatera UtaraNilai ekonomi tumbuhan paku terutama terletak pada keindahannya
dan
sebagai tanaman hortikultura beberapa jenis Lycopodinae yang suka panas digunakan
sebagai tanaman hias dalam pot, dan paku kawat yang merayap yang digunakan
dalam pembuatan karangan bunga, sedang sporanya kecil-kecil yang mudah terbakar
karena kandungannya akan minyak, sehingga dapat digunakan untuk menghasilkan
kilat panggung (Polunin, 1990).
2.8. Hutan
Hutan merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup pada suatu tempat
di mana terdapat hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Salah satu
sumberdaya alam yang perlu dikelola sebaik mungkin adalah hutan, sehingga dapat
dimanfaatkan secara lestari baik oleh generasi masa kini maupun masa mendatang.
Hal ini mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan manusia, diantaranya
sumber makanan, sumber air untuk mengatur tata air serta mencegah erosi dan banjir.
Di samping dapat memberi konstribusi pada bidang pariwisata, hutan juga memberi
arti yang sangat besar di bidang pendidikan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan
(Departemen kehutanan, 1989).
Hutan ditempati oleh berbagai jenis tumbuhan diantaranya adalah pakupakuan yang telah
tersebar di seluruh dunia, tetapi terbanyak di daerah tropik lembab
juga dipelihara secara ekstensif di kebun-kebun dan kamar kaca karena daunnya yang
sangat menarik. Kebanyakan tumbuhan paku memiliki perawakan yang khas, hingga
tidak mudah keliru dengan tumbuhan yang lain (Loveless, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Laporan Praktikum Lapangan Botani Tumbuhan Rendah 29 Oktober 2009
Filed under: Uncategorized nurmuliayanti muis @ 1:32 am
BAB I
PENDAHULUAN
1. A. LATAR BELAKANG
Botani tumbuhan rendah merupakan disiplin ilmu yang mengkaji berbagai jenis tumbuhan
berupa tallus, tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Dalam dunia botani tumbuhan
rendah dikenal berbagai divisi yang termasuk kedalam tumbuhan rendah antara lain
:Schyzophyta(tumbuhan belah), Thallophyta(tumbuhan tahlus), Bryophyta (tumbuhan
lumut), Pteridophyta(tumbuhan paku).
Tumbuhan nonvaskuler lumut daun, lumut hati, dan lumut tanduk-dikelompokkan bersama
dalam satu divisi tunggal, Bryophtya(Bahasa Yunani bryon,
lumut). Bryophyta kebanyakan hidup di darat dan sel-selnya telah mempunyai dinding
yang terdiri atas selulosa.
Pteridophyta merupakan suatu golongan tumbuhan yang mempunyai daur perkembangan
dengan pergiliran keturunan yang beraturan. Tumbuhan ini juga banyak ditemukan di darat,
biasanya juga menempel pada substrat.
Fungi hidup sebagai saprofit atau parasit, ada yang dalam air, tetapi lebih banyak yang hidup
didaratan. Sedangkan di dalam laut jarang sekali didapatkan. Kebanyakan jamur yang hidup
saprofit dapat dipelihara pada substrat buatan.
Dengan demikian untuk lebih mengetahui secara langsung ciri morfologi, struktur tubuh dan
kondisi lingkungan habitat dari berbagai jenis tumbuhan tingkat rendah yang
dimaksud, khususnya jenis tumbuhan lumut, tumbuhan paku, dan jamur, maka dilakukanlah
praktikum lapangan untuk mengamati langsung spesimen yang dimaksud.
B. TUJUAN PRAKTIKUM
Melalui kegiatan praktikum lapangan, para mahasiswa diharapkan untuk:
1. Menjelaskan struktur tubuh dari Bryophyta, Pteridophyta, dan Fungi yang ditemukan.
2. Menjelaskan habitat/ substrat tempat melekat dari Bryophyta, Pteridophyta, dan Fungi
yang ditemukan.
3. Menjelaskan tekstur dan permukaan dari Bryophyta, Pteridophyta, dan Fungi yang
ditemukan.
4. Menjelaskan warna/ pigmen dari Bryophyta, Pteridophyta, dan fungi yang ditemukan.
5. Menuliskan klasifikasi dari Bryophyta, Pteridophyta, dan Fungi yang ditemukan.
C. WAKTU DAN TEMPAT
Hari/ Tanggal: Sabtu / 21 Januari 2007
Waktu : Pukul 10.00 WITA sampai selesai
Tempat : Taman Wisata Alam Gua Pattunuang Maros.
Sulawesi Selatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan paku merupakan komponen vegetasi yang lebih menonjol dari pada lumut,
walaupun kelompok tersebut jumlah jenisnya jauh lebih besar (sekitar 20.000 jenis). Diduga
tumbuhan paku merupakan tumbuhan yang menghuni daratan bumi. Fosilnya dijumpai pada
batu-batuan zaman Karbon, yaitu kira-kira 345 juta tahun yang lalu. Tumbuhan paku ada
yang hidup di air (hidrofit), hidup di tempat lembab (higrofit), hidup menempel pada
tumbuhan lain (epifit), dan ada yang hidup pada sisa-sisa tumbuhan lain atau sampah-sampah
(saprofit).
Paku tersebar di seluruh dunia, tetapi terbanyak di daerah tropic lembab. Kebanyakan paku
memiliki perawakan yang khas, sehingga tidak mudah keliru dengan macam tumbuhan lain.
Sebagian dari kekhasan itu adalah adanya daun muda yang bergelung yang akan membuka
jika dewasa, cirri yang hamper unik ini disebut vernasi bergelung. Ukuran dan bentuk paku
sangat bervariasi yang berkisar dari paku pohon yang dapat mencapai tinggi sekitar 5 meter
sampai paku mini berlapis tipis yang daunnya hanya selapis sel dan sering tertukar dengan
lumut (Loveless, 1989).
Fungi adalah heterotrof yang mendapatkan nutriennya melalui penyerapan (absorption).
Dalam cara nutrisi ini, molekul-molekul organic kecil diserap dari mdium sekitarnya. Fungi
akan mencerna makanan di luar tubuhnya dengan cara mensekresikan enzim-enzim hidrolitik
yang sangat ampuh pada ke dalam makanan tersebut. Enzim-enzim itu akan menguraikan
molekul kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana yang dapat diserap dan digunakan
oleh fungi (Campbell, 1999).
Menurut Tjitrosomo(1990), Thallophyta yang tidak berklorofil dapat dibedakan atas:
1. Phylum Schizomycophyta (bakteri)
2. Phylum Myxomycophyta (jamur lendir)
3. Phylum Eumycophyta (jamur benar)
Phylum Eumycophyta terbagi atas 4 class, yaitu:
1.
1. Class Phycomycetes (jamur ganggang)
2. Class Ascomycetes
3. Class Deuteromycetes atau fungi imperfecti (jamur tak sempurna)
4. Class Basidiomycetes.
Bryophyta adalah tumbuhan darat berklorofil yang tumbuh di tempat-tempat lembab.
Tumbuhan lumut mempunyai pergiliran generasi dari sporofit diploid dengan gametofit yang
haploid. Meskipun sporofit secara morfologi dapat dibedakan dari gametofit
(heteromorf), tetapi sporofit ini tidak pernah merupakan tumbuhan mandiri yang hidup
bebas. Sporofit tumbuhnya selalu dalam ikatan dengan gametofit, yang berupa tumbuhan
mandiri, menyediakan nutrisi bagi sporofit. Pada lumut, gametofitlah yang dominan.
Beberapa tumbuhan lumut masih mempunyai talus, tidak mempunyai akar, batang, dan
daun. Bryophyta yang dapat dibedakan batang, dan daunnya, belum mempunyai akar sejati,
hanya ada rhizoid (Birsyam, 2004).
Menurut Gembong (1989), tumbuhan lumut (Bryophyta) dibedakan dalam dua kelas dengan
cirri-ciri yang jelas yaitu:
1. Hepaticae (lumut hati)
2. Musci (lumut daun)
Kedua kelas itu berbeda dalam bentuk susunan tubuhnya dan perkembangan gametangium
serta sporogoniumnya. Keduanya selalu berwarna hijau, autotrof dan sebagai hasil asimilasi
telah terdapat zat tepung.
Daur hidup tumbuhan paku mengenal pergiliran keturunan, yang terdiri dari dua fase utama:
gametofit dan sporofit. Tumbuhan paku yang mudah kita lihat merupakan bentuk fase
sporofit karena menghasilkan spora. Bentuk generasi fase gametofitnya dinamakan
protalus(prothallus) atau protalium(prothallium), yang berwujud tumbuhan kecil yang berupa
lembaran berwarna hijau, mirip lumut hati, tidak berakar(tetapi memiliki rizoid sebagai
penggantinya), tidak berbatang, tidak berdaun. Prothallium tumbuh dari spora yang jatuh di
tempat yang lembab. Dari prothallium berkembang anteredium(antheredium, organ penghasil
spermatozoid atau sel kelamin jantan) dan arkegonium(archegonium, organ penghasil ovum
atau sel telur). Pembuahan mutlak memerlukan bantuan air sebagai media spermatozoid
berpindah menuju archegonium. Ovum yang dibuahi berkembang menjadi zigot, yang pada
gilirannya tumbuh menjadi tumbuhan paku baru(Anonim, 2006).


BAB III
METODE PRAKTIKUM
1. A. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
1. Kamera digital/ tustel
2. Termometer
3. Soil tester
4. Higrometer
5. Vakum box
6. Altimeter
7. Kertas latar
8. Alat tulis-menulis
9. Kantung plastic
10. Cutter
11. Label gantung
12. Buku cetak BTR

b. Bahan
1. 1. Pogonatum cirrhatum 4. Nephrolevis cardifolia
2. 2. Salaginella caudata 5. Polyporus sp
3. 3. Davallia denticulate 6. Blechnum patersonii
4. B. PROSEDUR KERJA
1. Persiapan
1. Menyiapkan alat yang diperlukan saat praktikum dan memastikan bahwa
peralatan yang digunakan masih berfungsi normal.
2. Menguasai cara penggunaan alat.
3. Mendengarkan instruksi dan arahan dari asisten / dosen pendamping.
4. Pengambilan spesimen
1. Berjalan ke lokasi pengambilan specimen dengan hati-hati secara
berkelompok dengan didampingi oleh asisten pendamping yang
telah ditetapkan.
2. Mengamati specimen yang ditemukan dan mencatat ciri-cirinya.
(meliputi: suhu, pH tanah dan kelembapan, kelembapan udara,
ketinggian tempat, habitat, habitus/ perawakan) dengan cermat
serta mencatat namanya.
3. Mengambil gambar specimen dengan kamera yang ditemukan
pada tempat melekatnya atau substrat.
4. Memberi label tertentu dan mencatat ciri-cirinya pada specimen
yang tidak diketahui namanya.
5. Memasukkan specimen seperti jamur, lumut ke dalam vacuum
box, dan tumbuhan paku ke dalam kantung plastik.
6. Pengidentifikasian
1. Mengumpulkan semua specimen yang ditemukan.
2. Membuka buku/ atlas/ gambar tumbuhan paku, lumut, dan
jamur yang dimiliki, kemudian mencocokkan dengan
specimen yang ditemukan untuk identifikasi nama.
3. Spesimen yang telah teridentifikasi nama spesiesnya,
kemudian segera menyusun klasifikasinya.













BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL PENGAMATAN
1. Selaginella caudata

Klasifikasi: Suhu : 25
o
C
Regnum : Plantae Kelembaban : 98 hg/mm
Divisi : Pteridophyta Habitat : Tanah
Classis : Lycopodiacea
Ordo : Selaginellales
Family : Selaginellaceae
Genus : Selaginella
Spesies : Selaginella caudata
(Gembong,1989)

1. Polyporus sp.



Klasifikasi:
Regnum : Plantae Suhu : 24
o
C
Divisi : Thallophyta Kelembaban : 93 hg/mm
Classis : Eumyocetes Habitat : Batang kayu
Ordo : Hymenomycetales
Family : Polyporaceae
Genus : Polyporus
Spesies : Polyporus sp
(Gembong,1989)
1. Davallia denticulata


Klasifikasi:
Regnum : Plantae Suhu : 25
o
C
Divisi : Pteridophyta Kelembaban : 95 hg/mm
Classis : Filicinae Habitat : Bebatuan
Ordo : Marattiales
Family : Polipodiaceae
Genus : Davallia
Spesies : Davallia denticulata
(Gembong,1989)
1. Pogonatum cirrhatum
Klasifikasi:
Regnum : Plantae Suhu : 27
o
C
Divisi : Bryophyta Kelembaban : 91 hg/mm
Classis : Musci Habitat : Bebatuan
Ordo : Bryales
Family : Polytrichaceae
Genus : Pogonatum
Spesies : Pogonatum cirrhatum
(Gembong,1989)

1. Nephrolepis cordifolia
Klasifikasi:
Regnum : Plantae Suhu : 28
o
C
Divisi : Pteridophyta Kelebamban : 91 hg/mm
Classis : Filicinae Habitat : Epifit pada batu
Ordo : Marattiales
Family : Polypodiaceae
Genus : Nephrolepis
Spesies : Nephrolepis cordifolia
(Gembong, 1989)
1. Blechnum patersonii

Klasifikasi:
Regnum : Plantae Suhu : 28
o
C
Divisi : Pteridophyta Kelembaban : 91 hg/mm Classis :
Filicinae Habitat : Epifit pada
Ordo : Maratiales pohon
Family : Polypodiaceae
Genus : Blechnum
Spesies : Blechnum patersonii
(Gembong,1989)
B. PEMBAHASAN
1 . Polyporus sp.
Tubuh buah merupakan suatu kipas yang berupa setengah lingkaran. Dimana himenoforanya
berupa buluh-buluh yang mereyerupai suatu lubang dimana sisi dalam lubang-lubang itu
dilapisi himenium. Tubuh buah jamur itu dapat berumur beberapa tahun dengan beberapa kali
membentuk lapisan-lapisan himenofera baru. Sebagian dari spesies ini hidup sebagai
saprofit. Dimana habitatnya banyak terdapat pada kayu yang lapuk. Basidium yang
dimilikinya terkumpul berupa kumpulan himen.
Apabila himeniumnya terbuka atau masak maka ia kebanyakan terdapat di atas tubuh buah
atau disebut juga dengan gimnoka. Sel-sel yang letaknya paling ujung akan membentuk suatu
kait yang disebut gesper. Dalam himenium tubuh buah tersebut disamping terdapat basidium
juga terdapat hifa yang sifatnya steril yang memiliki sepasang inti yang telah mengalami
degenerasi seperti pada badan buah ascomycetes atau juga dinamakan parafisis.
2. Selaginella caudata
Salaginella memiliki batang berbaring dan sebagian berdiri tegak, bercabang-cabang
menggarpu dan tidak meperlihatkan pertumbuan sekunder. Dimana ia memiliki akar-akar
yang keluar dari bagian-bagian batang yang tidak memiliki daun dan dinamakan pendukung
akar. Habitatnya pada tanah atau ia dapat epifit pada bebatuan.
Memiliki protalium yang amat kecil yang merupakan suatu bulir tunggal atau bercabang,
biasanya berbentuk radial jarang sekali dorsiventral. Sporangium membuka
dengan mekaisem kohesi dan telah mengikuti garis yang telah ditentukan. Dengan
membukanya sporangium maka spora akan terlempar keluar spora dan sporangium akan
mengalami perkembangan membentuik protalium. Dimana dalam setiap protalium hanya
terdapat satu anteredium saja yang terletak dipusat. Anteredium ini yang akan mebelah lagi
membentuk sel-sel yang membulat yang disebut sel-sel induk spermatozoid.
Protalium betina tidak mengalami reduksi perkembangan. Protalium betina berkembang
dalam makrospora dimana inti spora akan membelah secara bebas dan tersebar dalam plasma
pada bagian atas spora, dimana pada akhirnya dinding makrospora akan pecah dan protalium
yang terdiri atas sel-sel kecil yang tidak berwarna tersembul keluar dan membentuk tiga
rizoid pada tiga tempat setelah satu atau bebrapa arkegonium dibuahi, mulailah
perkembangan embrionya yang dimana biasanya embrio ini bersifat endoskopik.
3. Davallia denticulata
Davallia biasanya terdapat pada daerah palaetropis, memiliki sorus yang bulat atau
memanjang, dimana sorus ini terletakt pada sisi bawah duan, atau disepanjang tepi
daun, dan terpisah-pisah. Indisium dari Davallia denticulate ini terdapat pada pangkal dan
kanan kiri spesies ini. Dimana indusium berlekatan pada permukaan daun sehingga
bentuknya kurang lebih seperti piala dan terbuka pada arah ketepi daun. Memiliki daun
menyirip ganda dua atau lebih dengan urat-urat yang bebas. Rimpangnya merayap dan
memperlihatkan batang yang nyata. Spesiens ini merupakan epifit dan termasuk paku tanah
yang isospor
Sporangium pada sisi bawah daun, mempunyai dinding yang tebal tidak mempunyai cincin
atau annulus membuka dengan satu celah atau liang, dalam satu sorus sporangium sering
berlekatan.
4. Pogonatum cirrhatum
Memiliki kapsul spora yang telah mencapai differensiasi yang paling mendalam. Dimana
kapsul spora ini memiliki dinding kapsul di bagian atas yang tersusun berupa tutup
atau disebut operculum. Lumut ini berupa tumbuhan darat, habitatnya pada daerah yang
lembab dan biasanya melekat pada bebatuan. Memiliki talus yang bersimetri radial. Memiliki
kaliptra yang berasal dari bagian atas dinding arkegonium dimana sel-sel yang menyusun
kaliptra ini merupakan sel-sel diploid akan tetapi terdiri atas sel-sel gametofit yang
haploid. Mengalami fase sporofit dan gametofit dengan fase gametofit berupa tumbuhan
yang tegak, terdiri atas batang, daun yang tebalnya satu lapis sel dan umumnya berurat daun
tengah, dimana rhizoidnya bercabang dan bersepta. Anteredium dan arkegoniumnya dibentuk
pada pucuk gametofit di antara daun-daun. Sedangkan fase sporofitnya sangat berbeda
dengan fase gametofitnya. Sporofit yang biasanya juga disebut sporogonium, hidup sebagai
parasit pada gametofitnya dimana perkembangan sporofitnyan berakhir dengan terjadinya
pembelahan reduksi yaitu pembentukan spora.
5. Nephrolepis cordifolia
Paku ini berasal dari golongan paku yang terbesar dimana ia memiliki sorus bulat atau garis
pada sisi bawah daun, sepanjang tepi atau agak jauh sejajar dengan tepi itu. Indisiun sesuai
dengan bentuk sorus. Daun yang mati ter;lepas dari rimpang, panjang, relative sempit,
menyirip dan sampai lama tetap tumbuh memanjang, mempunyai hidatoda pada sisi atas
daun. Rimpang berdiri tegak dan sering ditunjang oleh akar-akar, kadang-kadang
mengeluarkan cabang-cabang. Kebanyakan tumbuh di daerah tropic. Sporangium kadang-
kadang sampai menutupi seluruh permukaan daun yang fertil. Sporangium bertangkai dengan
annulus vertika, tidak semputrana, jika massak, pecah dengan celah melintang. Tersebar
diseluruh dunia, kebanyakan di daerah tropoka, berupa tumbuhan darat. Habitatnya
ditemukan epifit pada bebatuan dengan tingkat kelembaban sekitar 28
o
C.


6. Blechnum patersonii
Memiliki daun yang agak lebar dengan sorus yang berbentuk garis pada bagian sisi bawah
daun. Kadang kadang sepanjang tepi, seluruh sisi bawah kecuali pada bagian ibu tulang
daun. Ada indusium berasal dari tepi daun itu. Daun tidak terputus dari rimpang , berbagi
menyirip. Habiitatnya biasa epifit pada batang pohon besar atau bebatuan yang lembab. Alat
reproduksinya berupa aseksual dan seksual, dimnana aseksualnya dengan pembentukan spora
dan seksualnya dengan cara oogami.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. A. KESIMPULAN
1. 1. Polyporus sp.
Tubuh buah berupa suatu kipas, himenofora merupakn buluh-buluh pori yang dilihat dari luar
berupa lubang-lubang. Habitatnya pada tanah berserasah dengan habitat pada daerah yang
lembab dibawah pepohonan. Berwarna cream, berbentuk seperti payung. Polyporus ini
berasal dari salah satu kelas dari Thallophyta yaitu kelas eumyocetes.
1. Pogonatum cirrathum
Memiliki kapsul spora yang telah mencapai differensiasi yang paling mendalam. Dimana
kapsul spora ini memiliki dinding kapsul di bagian atas yang tersusun berupa tutup
atau disebut operculum. Lumut ini berupa tumbuhan darat, habitatnya pada daerah yang
lembab dan biasanya melekat pada bebatuan. Memiliki pigmen warna hijau. Merupakan
spesies dari kelas musci yang berasal dari division bryophyta.
1. 3. Sellaginela caudata
Salaginella mempunyai batang berbaring dan sebagian berdiri tegak, bercabang-cabang
menggarpu ansiotom dan tidak meperlihatkan pertumbuan sekunder pada batang terdapat
daun daun kecil yang tersusun dalam garis spiral. Pada bagian sisi atas daun terdapat suatu
sisik yang dinamakan lidah-lidah atau ligula. Berpigmen hijau daun(klorofil) dengan
habitatnya pada tanah, merupakan salahsatu spesies yang berasal dari
kelas lycopodiacea yang merupakan salahsatu kelas dari pteridophyta.
1. 4. Davalia denticulate
Davallia memiliki sorus bulat atau memanjang, terdapat pada sisi bawah duan, daun
menyirip ganda dua atau lebih dengan urat-uerat yang bebas. Rimpang merayap dengan ruas-
ruas yang panjang bersisik rapat dan sisiknya berwarna pirang, dan memperluhatkan batang
yang nyata. Habitatnya melekat pada bebatuan dengan pigmen warna hijau(klorofil). Spesies
ini berasal dari divisi pteridophyta dan berasal dari kelas filicinae.
1. 5. Blechnum patersonii
Daunnya tidak terputus dari rimpang, berbagi menyirip dan sorusnya berbentuk garis pada
sisi bawah daun dan kadang-kadang sepanjang tepi daunnya. Habitatnya epifit pada batang
pohon besar atau bebatuan yang lembab. Memiliki pigmen berwarna hijau(berklorofil).
Merupakan anggota dari kelas fillicinae yang merupakan salahsatu kelas dari
divisi teridopphtya.
1. 6. Nephrolepis cordivolia
Sorus bulat atau garis pada sisi bawah daun, sepanjang tepi atau agak jauh sejajar dengan tepi
itu. Rimpang berdiri tegak dan sering ditunjang oleh akar-akar, kadang-kadang mengeluarkan
cabang-cabang. Habitatnya melekat pada bebatuan Berwarna hijau(klorofil), merupakan
spesies division pteridophyta dan berasal dari kelas filicinae.

Anda mungkin juga menyukai