Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tumbuhan paku tersebar di seluruh bagian dunia, sebagian besar tumbuh di daerah

tropika basah yang lembab, kecuali daerah bersalju abadi dan kering (gurun).

Keragaman spesies tumbuhan paku tertinggi terdapat pada kawasan yang beriklim

tropis yang memiliki hutan pengunungan (Winter dan Amoroso, 2003). Indonesia

sebagai negara yang beriklim tropis, mempunyai sejumlah gunung yang sesuai untuk

tempat hidup tumbuhan paku. Salah satu contohnya adalah Gunung Singgalang.

Gunung Singgalang merupakan sebuah gunung yang memiliki hutan pegunungan

yang sangat lembab. Gunung Singgalang terletak di propinsi Sumatera Barat,

Indonesia dengan ketinggian 2,877 mdpl (National Geographic Indonesia, 2007).

Gunung Singgalang merupakan kawasan dengan hutan pegunungan yang

masih steril dari tangan manusia. Keanekaragaman tumbuhan paku digunung

Singgalang sangat tinggi ini dikarenakan tumbuhan paku menyukai tempat yang

memiliki naungan. Salah satu contohnya adalah Aspleniaceae. Famili ini biasa di

kenal dengan sebutan “Paku sarang burung” atau “Spleenworth”. Lebih dari 700

spesies pada famili ini tersebar di seluruh dunia dan jumlahnya terus meningkat,

sebagian besar di temukan di daerah tropis (Winter dan Amoroso, 2003).

Aspleniaceae merupakan famili terbesar dan di kawasan Malaya ditemukan 27

spesies (Holltum, 1967).

Distribusi dari tumbuhan paku khususnya Aspleniaceae di pengaruhi oleh

iklim yang mendukung pertumbuhannya. Selain itu, famili ini menyukai tempat-

tempat yang memiliki naungan sehingga distribusinya di hutan pengunungan

beragam. Michael (1994), mengelompokan pola distribusi tumbuhan di hutan

pegunungan menjadi tiga kelompok, yaitu pola penyebaran teratur atau seragam,
dimana induvidu-induvidu berada dalam suatu komunitas, penyebaran acak yaitu

induvidu-induvidu menyebar dalam beberapa tempat dan mengelompok pada

tempat-tempat lainnya, penyebaran berumpun yaitu induvidu-induvidu selalu berada

dalam kelompok - kelompok dan sangat jarang terlihat terpisah.

Persebaran yang luas pada famili Aspleniaceae, tidak terlepas dari bentuk

hidupnya yang beragam. Famili ini memiliki bentuk hidup terrestrial, eplitik dan

epifit, namun rata-rata hidup secara epifit. Mudiana (2008), menyatakan ada

beberapa jenis-jenis inang yang menjadi tempat tumbuh dari Asplenium diantaranya

Durio zibertinus, Arthocarpus elasticus, Shorea johorensis, Macaranga sp, Lansium

domesticum, Hevea brasiliensis, Sarcocephalus sp, Randia maculate, Aglaia

latifolia, Pithecelobium jiringa, Metrosideros vera, Lepisanthes sp, Dysoxylum sp,

Octomeles sumatrana. Umumnya karakter morfologi yang dimiliki inang adalah

pohon yang mempunyai batang yang besar, kulit yang kasar dan berlekuk, dan

memiliki cabang yang besar (Hariyadi, 2000)

Asplenium secara umum memilki potensi yang besar dalam perdagangan serta

peranannya di alam. Rahajoe (2004) menyatakan, ada sekitar 12 spesies dari famili

ini yang dapat dijadikan sebagai tanaman hias dan dibudidayakan sehingga memiliki

nilai ekonomi. Asplenium juga memiliki peranan penting sebagai menompang

kehidupan mikroorganisme. Hal ini di dukung oleh Ellwood et al (2002), yang

menyatakan ada sekitar 41.000 mirkoorganisme dalam sistem perakaran Asplenium

nidus dengan diameter akar berbeda-beda. Mardiya (2012), menyatakan Asplenium

phllitidys dan Asplenium nidus, sebagai jenis paku yang banyak ditemukannya

koloni-koloni semut. Potensi lain yang dimiliki Asplenium, di kawasan Malaya

Asplenium nidus digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan rambut. Wanita

“Sakai” mengunakannya sebagai infuse untuk mengurangi rasa nyeri pada saat

persalinan (Winter dan Amoroso, 2003).


Dengan potensi yang dimiliki famili ini maka, ekplorasi alam akan Jenis-jenis

Aspleniaceae di Gunung Singgalang Sumatera Barat dan Distribusinya penting untuk

dilakukan. Penelitian tentang tumbuhan paku (famili Aspleniaceae) telah banyak di

lakukan, Mitsuta et al (1980) melakukan penelitian dengan melihat struktur stele

dari famili Aspleniaceae. Mudiana (2008), melaporkan 160 induvidu Asplenium

nidus tumbuh pada 14 jenis, pohon inang yang terdiri dari 66 induvidu pohon di

Kawasan Taman Wisata Alam Bukit Kelam, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat,

Rahajoe (2004) melaporkan ada 12 jenis paku sarang burung yang memiliki potensi

dibidang perdagangan tanaman hias. Mildawati (2012) melaporkan ada 11 jenis

spesies famili Aspleniaceae yang di temukan di Gunung Tandikek Sumatera Barat.

Namun, penelitian Jenis-jenis Aspleniaceae di Gunung Singgalang dan Distribusinya

belum pernah di laporkan.

I.2 Perumusan Masalah

Gunung Singgalang diperkirakan memiliki kondisi keanekaragaman jenis

Aspleniaceae lebih tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan permasalahan

yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

1). Apa saja jenis-jenis

2). Bagaimana bentuk pola distribusi famili

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1). Menentukan jenis-jenis Aspleniaceae

2). Mengungkapkan pola distribusi Aspleniaceae


1.3 Manfaat Penelitian

Data dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta gambaran

data tumbuhan paku (Aspleniaceae) untuk penelitian lanjutan, serta aplikasinya pada

ilmu murni dan terapan dan juga memberikan masukan bagi masyarakat, pemerintah

dan instasi atau lembaga terkait pengelolaan dan pengembagan serta konservasi

tumbuhan paku.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan tumbuhan yang benar-benar telah berupa

kormus yaitu jelas akar, batang dan daun. Tumbuhan paku tidak menghasilkan biji,

melainkan bereproduksi dengan spora sehingga tumbuhan paku dapat dibedakan

dengan tumbuhan lain dengan mudah, selain itu perawakan dari tumbuhan paku yang

khas juga menjadi pedoman dalam mengenali tumbuhan ini (Tjitrosoepomo, 1989;

Lawrence, 1962).

Ciri utama dari pengenalan Pteridophyta adalah spora. Spora merupakan alat

perkembangbiakan utama dari tumbuhan paku yang memilki peranan penting dalam

siklus tumbuhan paku. Lebih lanjut ciri-ciri lain sebagai pembeda taksonomi (key

identification) pada tumbuhan paku adalah sporangium, sorus, indusia, sisik atau

rambut dan venasinya (Holttum, 1967). Dengan alat reproduksinya berupa spora

tumbuhan paku mempunyai kelebihan tersendiri dalam penyebarannya. Salah satu

famili yang memiliki persebaran terluas adalah famili Aspleniaceae. Aspleniaceae

terdisitribusi kesuluruh bagian dunia, 30% ditemukan pada daerah Neotropik, 22% di

Afrika, 33% di Asia, 10% dikawasan Pasifik dan Australia dan 5% di Eropa. Family

ini berasal dari Antartika dan telah berevolusi menjadi beberapa grup kecil sebelum

penyebarannya (Copeland, 1947).

Aspleniaceae merupakan famili yang dapat hidup di daerah terbuka dan

tertutup namun untuk keanekaragaman, famili banyak di temukan di hutan

pengunungan tropis. Hutan pengunungan adalah suatu tempat yang banyak di jumpai

tumbuhan paku. Hal ini juga dinyatakan menurut Satrapradja et al (1980) bahwa

umumnya di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak dari pada di dataran

rendah. Mackinon et al (2000) menyatakan bahwa hutan di pegunungan terdapat

zona-zona vegetasi, dengan jenis dan struktur penampilan yang berbeda. Zona –zona
vegetasi tersebut dapat dikenali di semua gunung di daerah tropis meskipun tidak

ditentukan ketinggian saja.

Aspleniaceae merupakan famili dari tumbuhan paku yang rata-rata hidupnya

adalah epifit. Rhizomnya menjalar dan memiliki sisik dalam skala kecil, daun simpel

pinnatus, dan kebanyakan ukuran daun tidak kurang dari 1 meter, sorus berada di

belakang daun dan panjang, Lamina bergelombang dan mempunyai tulang daun yang

bebas. Aspleniaceae termasuk dalam ordo filicales yang memiliki satu genus dengan

spesies yang beragam. Aspleniaceae memiliki kedekatan dengan famili Athryaceae,

Blechnaceae atau Thelypteridaceae, namun kedekatan yang dimiliki famili ini masih

didasari atas aspek morfologi dengan kemiripan yang sangat sedikit (Winter dan

Amoroso, 2003)

Pada kawasan oriental tropis Asplenium mempunyai daun yang simpel.

Holltum, (1967) mengelompokan Aspleniaceae sebagai subfamili dari

Denstaedtiaceae. Famili ini terdiri dari satu genus yang besar dan beragam yang

dikelompokan ke dalam 5 grup yaitu A. robustum, A. Caudatum, A. tenerum, A.

unilaterale, dan A. scolopendrioides. Asplenium nidus termasuk ke dalam group

Asplenium tenerum bersama dengan: A. belengeri, A. scortechinii, A. salignum, A.

squamulatum, A. tenerum, dan A. phyllitidis. Sinonim untuk Asplenium nidus L.

adalah Thamnopteris nidus.

Namun beberapa ahli Pteridologists menyatakan bahwa Aspleniaceae

memiliki 3 genus, yaitu Ceterach, Phyllitis dan Tarachia, spesies ini dapat

membentuk spesies yang hibrid dengan Asplenium yang lainnya, sehingga

didefinisikan sebagai Asplenium secara luas (Schneider, 2004, cit. Lashin, 2012).

Asplenium atau paku sarang burung memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Pteridophyta
Kelas : Filicopsida

Ordo : Filicales

Famili : Aspleniaceae

Genus : Asplenium

Spesies : Asplenium nidus L (Piggot, 1988)

Gambar 1: Morofologi dari Aspleniaceae (Tyron dan Stolze, 1993)

Seiring berkembanganya teknologi, pengkajian taxonomi tumbuhan tidak

hanya dilihat dari morfologinya saja. Rambe, (2003, cit. Rambe, 2008) membagi

Aspleniaceae ke dalam 7 kelompok, yaitu Asplenium unilateral , Asplenium nidus,

Asplenium tenerum, Asplenium aethiopicum, Asplenium caudatum, Asplenium

robostum dan Asplenium normale. Pembagian ini dilakukan dengan mengunakan


metode “rbCl. Sequences”. Asplenium nidus yang dahulunya masuk ke dalam

kelompok A. tenerum, dipisahkan dan memiliki kelompok tersendiri. Spesies-spesies

yang masuk ke dalam kelompok A. nidus adalah A. nidus, A. phylitidis, A. scalare, A.

scolopendroides, A.batuense. karakter pada kelompok ini, memiliki rhizome yang

tegak, tulang daun kehitaman, bentuk daun simpel, lamina seperti kulit, vena daun

mengarpu satu atau lebih dan lebih dekat ke tepi daun. Rambe, (2003,cit. Rambe,

2008) juga menambahkan Asplenium aethiopicum ke dalam kelompok dari

Aspleniaceae. Kelompok ini memiliki karakter dengan rhizome panjang dan

menjalar, tulang daun berwarna gelap kecoklatan, bentuk frond daun ada yang

pinatus dan tripinatus. A. conigums, A. aethiopicum termasuk dalam grup ini.

Asplenium memiliki nilai-nilai ekonomi, etnic dan medical. Asplenium

memiliki nilai jual yang tinggi karena pada zaman sekarang, paku ini banyak di

perdagangkan sebagai tanaman hias. Masyarakat Malaya percaya bahwa apabila

paku ini tumbuh subur di perkarangan rumah, maka keluarga akan hidup sejahterah

dan sebaliknya. Di Vanuatu, Asplenium nidus digunakan sebagai obat penghilang

nyeri kontraksi bagi wanita muda yang menstruasi (Winter dan Amoroso, 2003).

 Paku sarang burung (Asplenium nidus, syn.: A. ficifolium Goldm


Thamnopteris nidus (L.) C. Presl., Neottopteris rigida Feé) merupakan jenis
tumbuhan paku populer sebagai tanaman hias halaman. Orang Sunda
menyebutnya kadaka, sementara dalam bahasa Jawa dikenal dengan
kedakah. Penyebaran alaminya adalah di sabuk tropis Dunia Lama (Afrika
Timur, India tropis, Indocina, Malesia, hingga pulau-pulau di Samudera
Pasifik. Walaupun dalam artikel ini paku sarang burung disamakan dengan
A. nidus hasil penelitian terakhir menunjukkan kemungkinan revisi, bahwa
paku sarang burung mencakup beberapa jenis berkerabat dekat namun
berbeda. A. australasiaticum juga sering dianggap sebagai paku sarang
burung.

Paku ini mudah dikenal karena tajuknya yang besar, entalnya dapat mencapai
panjang 150 cm dan lebar 20 cm, menyerupai daun pisang. Peruratan daun menyirip
tunggal. Warna helai daun hijau cerah, dan menguning bila terkena cahaya matahari
langsung. Spora terletak di sisi bawah helai, pada urat-urat daun, dengan sori tertutup
semacam kantung memanjang (biasa pada Aspleniaceae). Ental-ental yang
mengering akan membentuk semacam "sarang" yang menumpang pada cabang-
cabang pohon. "Sarang" ini bersifat menyimpan air dan dapat ditumbuhi tumbuhan
epifit lainnya. Paku ini kebanyakan epifit, namun sebetulnya dapat tumbuh di mana
saja asalkan terdapat bahan organik yang menyediakan hara. Karena merupakan
tumbuhan bawah tajuk, ia menyukai naungan. Di Hong Kong, jenis ini dilindungi
oleh undang-undang.

B.  Klasifikasi Ilmiah

Kerajaan: Plantae

Divisi: Pteridophyta

Kelas: Polypodiopsida

Ordo: Polypodiales

Famili: Aspleniaceae

Genus: Asplenium

Spesies: Asplenium nidus L.

C. Morfologi

a)  Daun

           Daun tunggal tersusun pada batang sangat pendek melingkar membentuk
keranjang. Daun yang kecil berukuran panjang 7 -150 cm, lebar 3 – 30 cm. perlahan-
lahan menyempit sampai bagian ujung. Ujung meruncing atau membulat, tepi rata
dengan permukaan yang berombak dan mengkilat. Daun bagian bawah warnanya
lebih pucat dengan garis-garis coklat sepanjang anak tulang, daun bentuk lanset,
tersusun melingkar, ujung meruncing, warna daun bagian atas hijau terang, bagian
bawah hijau pucat. Peruratan daun menyirip tunggal. Warna helai daun hijau cerah,
dan menguning bila terkena cahaya matahari langsung.

Tangkai daun kokoh, hitam, panjang sekitar 5 cm. Tulang daun menonjol di
permukaan atas daun, biasanya hampir rata ke bawah, berwarna coklat tua pada daun
tua. Urat daun bercabang tunggal, kadang bercabang dua, cabang pertama dekat
bagian tengah sampai ±0, 5 mm dari tepi daun. Tekstur daun seperti kertas.

b)  Batang
          Rhizome yang pendek ditutupi oleh sisik (berwarna coklat) yang halus dan
lebat.

c)   Akar
 
          Paku epifit dengan akar rimpang kokoh, tegak, bagian ujung mendukung daun-
daun yang tersusun roset, di bagian bawahnya terdapat kumpulan akar yang besar
dan rambut berwarna coklat, bagian ujung ditutupi sisik-sisik sepanjang sampai 2
cm, berwarna coklat hitam.
 

d) Sorus/sori

Sorus terletak di permukaan bawah daun, tersusun mengikuti venasi atau tulang
daun, bentuk garis, warna coklat tua. Sori sempit, terdapat di atas tiap urat daun dan
cabang-cabangnya mulai dari dekat bagian tengah daun sampai bagian tepi, hanya
sampai bagian tengah lebar daun. dengan sori tertutup semacam kantung memanjang
(biasa pada Aspleniaceae). Sorus berbentuk garis, tersusun rapat di permukaan
bawah daun fertil dekat ibu tulang daun, berwarna coklat. Spora terletak di sisi
bawah helai, pada urat-urat daun, entalnya dapat mencapai panjang 150cm dan lebar
20cm, menyerupai daun pisang. Ental-ental yang mengering akan membentuk
semacam “sarang” yang menumpang pada cabang-cabang pohon. “Sarang” ini
bersifat menyimpan air dan dapat ditumbuhi tumbuhan epifit lainnya.

D. Siklus Hidup

Paku Sarang Burung atau nama saintifiknya Asplenium nidus adalah spesies
epifit yang biasanya ditemui di kawasan tanah pamah, kawasan pergunungan dan
kawasan hutan sekunder. Bahagian tengah spesies ini mampu mengumpul daun-daun
kering daripada pokok sokongan melalui struktur berbentuk bakul dan
mereputkannya untuk mendapatkan nutrien dan bahagian ini juga menyerap air hujan
dan menyimpannya sehingga hujan yang seterusnya. Daun-daun terbentuk dari
tengah pokok dan kemudian bersusun-susun membentuk roset yang diselaputi sisik
berwarna coklat tua di pangkalnya. Akar tumbuh di sepanjang batang pendek untuk
mengukuhkan struktur Paku Sarang Burung ini.

Paku sarang burung merupakan jenis tumbuhan paku populer sebagai tanaman
hias halaman. Orang Sunda menyebutnya kadaka, sementara dalam bahasa Jawa
dikenal dengan kedakah. Penyebaran alaminya adalah di sabuk tropis Dunia Lama
(Afrika Timur, India tropis, Indocina, Malesia, hingga pulau-pulau di Samudera
Pasifik.

Paku ini mudah dikenal karena tajuknya yang besar, entalnya dapat mencapai
panjang 150cm dan lebar 20cm, menyerupai daun pisang. Peruratan daun menyirip
tunggal. Warna helai daun hijau cerah, dan menguning bila terkena cahaya matahari
langsung. Spora terletak di sisi bawah helai, pada urat-urat daun, dengan sori tertutup
semacam kantung memanjang (biasa pada Aspleniaceae). Ental-ental yang
mengering akan membentuk semacam “sarang” yang menumpang pada cabang-
cabang pohon. “Sarang” ini bersifat menyimpan air dan dapat ditumbuhi tumbuhan
epifit lainnya.

Paku ini kebanyakan epifit, namun sebetulnya dapat tumbuh di mana saja
asalkan terdapat bahan organik yang menyediakan hara. Karena merupakan
tumbuhan bawah tajuk, ia menyukai naungan.

Di daerah Pasundan paku ini dikenal dengan nama kadaka. Orang Jawa
menyebutnya simbar merah, di Kalimantan disebut lokot dan di Maluku disebut tato
hukung. Di ujung Pandang oleh orang Bugis menyebut bunga minta doa. Umumnya
masyarakat menyebut paku sarang burungPakis Sarang burung berasal dari Malaya,
kini tersebar luas di seluruh daerah tropika. Dapat tumbuh dari dataran rendah
sampai ketinggian 2.500 m dpl. Orang bugis mempercayai bila tanaman ini tumbuh
subur bertanda kehidupan dalam keluarga rukun dan makmur begitu pula sebaliknya
bila merana mendapat kesulitan (Sastrapraja, dkk. 1979). Asplenium nidus L. di Bali
sering digunakan sebagai tanaman hias untuk menata taman, merangkai bunga dan
akarnya dicincang alus dapat digunakan untuk media mencangkok tanaman (Darma,
2006). Di Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti Asplenium nidus. L tumbuh pada
pohon-pohon yang besar terutama pada pohon di tepi sungai

Asplenium nidus L. termasuk suku Aspleniaceae. Biasanya dikenal dengan


nama bird’s nest fern, pakis sarang burung, atau lokot. Mempunyai sinonim
Neottopteris nidus (L.) J. Smith, Thamnopteris nidus (L.) Presl., dan Asplenium
musifolium J. Smith ex Mett. Di CA Sago Malintang jenis ini merupakan tumbuhan
paku yang paling banyak ditemukan. Jenis ini sudah umum untuk tanaman hias,
selain itu juga dapat digunakan sebagai obat tradisional seperti sebagai penyubur
rambut, obat demam, obat kontrasepsi, depuratif, dan sedatif (de Winter dan

E.  Manfaat

Manfaat Obat penyubur rambut (Boon, 1999), demam, sakit kepala (Departemen
Kehutanan dan Perkebunan, 2000), kontrasepsi, gigitan atau sengatan hewan berbisa
(Baltrushes, 2006). Daunnya ditumbuk dan dicampur dengan parutan kelapa
kemudian dioleskan pada rambut (Boon, 1999). Anti radang dan pelancar peredaran
darah.
F.  Khasiat dan pemanfaatan

1)    Obat bengkak; daun paku sarang burung segar sebanyak segar sebanyak 15 gram,
dicuci, ditumbuk halus dan ditambah sedikit anggur kemudian diborehkan ke bagian
yang sakit.

2)    Obat luka memar: daun paku sarang burung segar sebanyak 15 gram, dicuci dan
direbus dengan 200 nil air sanipai mendidih selama 15 menit, dinginkan dan saring.
Hasil saringan diminum sekaligus dan lakukan pengobatan sebanyak 2 kali sehari,
pagi dan sore.

G.Kandungan kimia

Daun paku sarang burung mengandung flavonoid dan kardenolin.


DAFTAR PUSTAKA

Andrew, S. B. 1990. Fern of Queensland. Queensland Dapartement of Primary


Industries. Brisbane.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam, 2002. Rencana Pengelolaan Cagar Alam
Singgalang Tandikat Propinsi Sumater Barat. Balai KSDA Sumatera Barat.
Padang
Copeland, E. B. 1947. Genera Filicum The Genera of Ferns. The Chronica Botanica
Company. USA.
Ellwood, M. D. F., D. T. Jones, And W. A. Foster. 2002. Canopy ferns in lowland
dipterocarp forest support a prolific abundance of ants, termites, and
other invertebrates. Biotropica 34: 575–583.
Holttum. 1967. A Revised Flora of Malaya Volume II. Ferns of Malaya. Government
Printing Office. Singapore.
Jhonsen, A. 1960. Student Guide to The Ferns of Singapore Island. Singapore
University Press. Singapore.
Lashin. M. A. G. 2012. Palynological Studies of Some Species of Aspleniaceae-
Pteridophyta. American Journal of Plants Sciences. 397-402.
Lawrance, G. H. M. 1962. An Introduction to Plant Taxonomy. Macmillan
Company. New York.
Mackinon, K.G. Hatta, H. Halim dan A. Mangalik. 2000. Ekologi Kalimantan. Buku
III. Prenhallindo. Jakarta.
Mardiya, A. 2012. Jenis-Jenis Semut Pada Paku Epifit Di Hutan Pendidikan Dan
Penelitian Biologi (Hppb) Dan Lingkungan Kampus Unand, Padang.
Skripsi Sarjana. Universitas Andalas. Padang.

Anda mungkin juga menyukai