PENDAHULUAN
Tumbuhan paku tersebar di seluruh bagian dunia, sebagian besar tumbuh di daerah
tropika basah yang lembab, kecuali daerah bersalju abadi dan kering (gurun).
Keragaman spesies tumbuhan paku tertinggi terdapat pada kawasan yang beriklim
tropis yang memiliki hutan pengunungan (Winter dan Amoroso, 2003). Indonesia
sebagai negara yang beriklim tropis, mempunyai sejumlah gunung yang sesuai untuk
tempat hidup tumbuhan paku. Salah satu contohnya adalah Gunung Singgalang.
Singgalang sangat tinggi ini dikarenakan tumbuhan paku menyukai tempat yang
memiliki naungan. Salah satu contohnya adalah Aspleniaceae. Famili ini biasa di
kenal dengan sebutan “Paku sarang burung” atau “Spleenworth”. Lebih dari 700
spesies pada famili ini tersebar di seluruh dunia dan jumlahnya terus meningkat,
iklim yang mendukung pertumbuhannya. Selain itu, famili ini menyukai tempat-
pegunungan menjadi tiga kelompok, yaitu pola penyebaran teratur atau seragam,
dimana induvidu-induvidu berada dalam suatu komunitas, penyebaran acak yaitu
Persebaran yang luas pada famili Aspleniaceae, tidak terlepas dari bentuk
hidupnya yang beragam. Famili ini memiliki bentuk hidup terrestrial, eplitik dan
epifit, namun rata-rata hidup secara epifit. Mudiana (2008), menyatakan ada
beberapa jenis-jenis inang yang menjadi tempat tumbuh dari Asplenium diantaranya
pohon yang mempunyai batang yang besar, kulit yang kasar dan berlekuk, dan
Asplenium secara umum memilki potensi yang besar dalam perdagangan serta
peranannya di alam. Rahajoe (2004) menyatakan, ada sekitar 12 spesies dari famili
ini yang dapat dijadikan sebagai tanaman hias dan dibudidayakan sehingga memiliki
phllitidys dan Asplenium nidus, sebagai jenis paku yang banyak ditemukannya
“Sakai” mengunakannya sebagai infuse untuk mengurangi rasa nyeri pada saat
nidus tumbuh pada 14 jenis, pohon inang yang terdiri dari 66 induvidu pohon di
Kawasan Taman Wisata Alam Bukit Kelam, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat,
Rahajoe (2004) melaporkan ada 12 jenis paku sarang burung yang memiliki potensi
Tujuan
Data dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta gambaran
data tumbuhan paku (Aspleniaceae) untuk penelitian lanjutan, serta aplikasinya pada
ilmu murni dan terapan dan juga memberikan masukan bagi masyarakat, pemerintah
dan instasi atau lembaga terkait pengelolaan dan pengembagan serta konservasi
tumbuhan paku.
II. TINJAUAN PUSTAKA
kormus yaitu jelas akar, batang dan daun. Tumbuhan paku tidak menghasilkan biji,
dengan tumbuhan lain dengan mudah, selain itu perawakan dari tumbuhan paku yang
khas juga menjadi pedoman dalam mengenali tumbuhan ini (Tjitrosoepomo, 1989;
Lawrence, 1962).
Ciri utama dari pengenalan Pteridophyta adalah spora. Spora merupakan alat
perkembangbiakan utama dari tumbuhan paku yang memilki peranan penting dalam
siklus tumbuhan paku. Lebih lanjut ciri-ciri lain sebagai pembeda taksonomi (key
identification) pada tumbuhan paku adalah sporangium, sorus, indusia, sisik atau
rambut dan venasinya (Holttum, 1967). Dengan alat reproduksinya berupa spora
terdisitribusi kesuluruh bagian dunia, 30% ditemukan pada daerah Neotropik, 22% di
Afrika, 33% di Asia, 10% dikawasan Pasifik dan Australia dan 5% di Eropa. Family
ini berasal dari Antartika dan telah berevolusi menjadi beberapa grup kecil sebelum
pengunungan tropis. Hutan pengunungan adalah suatu tempat yang banyak di jumpai
tumbuhan paku. Hal ini juga dinyatakan menurut Satrapradja et al (1980) bahwa
umumnya di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak dari pada di dataran
zona-zona vegetasi, dengan jenis dan struktur penampilan yang berbeda. Zona –zona
vegetasi tersebut dapat dikenali di semua gunung di daerah tropis meskipun tidak
adalah epifit. Rhizomnya menjalar dan memiliki sisik dalam skala kecil, daun simpel
pinnatus, dan kebanyakan ukuran daun tidak kurang dari 1 meter, sorus berada di
belakang daun dan panjang, Lamina bergelombang dan mempunyai tulang daun yang
bebas. Aspleniaceae termasuk dalam ordo filicales yang memiliki satu genus dengan
Blechnaceae atau Thelypteridaceae, namun kedekatan yang dimiliki famili ini masih
didasari atas aspek morfologi dengan kemiripan yang sangat sedikit (Winter dan
Amoroso, 2003)
Denstaedtiaceae. Famili ini terdiri dari satu genus yang besar dan beragam yang
memiliki 3 genus, yaitu Ceterach, Phyllitis dan Tarachia, spesies ini dapat
didefinisikan sebagai Asplenium secara luas (Schneider, 2004, cit. Lashin, 2012).
Kingdom : Plantae
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Filicopsida
Ordo : Filicales
Famili : Aspleniaceae
Genus : Asplenium
hanya dilihat dari morfologinya saja. Rambe, (2003, cit. Rambe, 2008) membagi
tegak, tulang daun kehitaman, bentuk daun simpel, lamina seperti kulit, vena daun
mengarpu satu atau lebih dan lebih dekat ke tepi daun. Rambe, (2003,cit. Rambe,
menjalar, tulang daun berwarna gelap kecoklatan, bentuk frond daun ada yang
memiliki nilai jual yang tinggi karena pada zaman sekarang, paku ini banyak di
paku ini tumbuh subur di perkarangan rumah, maka keluarga akan hidup sejahterah
nyeri kontraksi bagi wanita muda yang menstruasi (Winter dan Amoroso, 2003).
Paku ini mudah dikenal karena tajuknya yang besar, entalnya dapat mencapai
panjang 150 cm dan lebar 20 cm, menyerupai daun pisang. Peruratan daun menyirip
tunggal. Warna helai daun hijau cerah, dan menguning bila terkena cahaya matahari
langsung. Spora terletak di sisi bawah helai, pada urat-urat daun, dengan sori tertutup
semacam kantung memanjang (biasa pada Aspleniaceae). Ental-ental yang
mengering akan membentuk semacam "sarang" yang menumpang pada cabang-
cabang pohon. "Sarang" ini bersifat menyimpan air dan dapat ditumbuhi tumbuhan
epifit lainnya. Paku ini kebanyakan epifit, namun sebetulnya dapat tumbuh di mana
saja asalkan terdapat bahan organik yang menyediakan hara. Karena merupakan
tumbuhan bawah tajuk, ia menyukai naungan. Di Hong Kong, jenis ini dilindungi
oleh undang-undang.
Kerajaan: Plantae
Divisi: Pteridophyta
Kelas: Polypodiopsida
Ordo: Polypodiales
Famili: Aspleniaceae
Genus: Asplenium
C. Morfologi
a) Daun
Daun tunggal tersusun pada batang sangat pendek melingkar membentuk
keranjang. Daun yang kecil berukuran panjang 7 -150 cm, lebar 3 – 30 cm. perlahan-
lahan menyempit sampai bagian ujung. Ujung meruncing atau membulat, tepi rata
dengan permukaan yang berombak dan mengkilat. Daun bagian bawah warnanya
lebih pucat dengan garis-garis coklat sepanjang anak tulang, daun bentuk lanset,
tersusun melingkar, ujung meruncing, warna daun bagian atas hijau terang, bagian
bawah hijau pucat. Peruratan daun menyirip tunggal. Warna helai daun hijau cerah,
dan menguning bila terkena cahaya matahari langsung.
Tangkai daun kokoh, hitam, panjang sekitar 5 cm. Tulang daun menonjol di
permukaan atas daun, biasanya hampir rata ke bawah, berwarna coklat tua pada daun
tua. Urat daun bercabang tunggal, kadang bercabang dua, cabang pertama dekat
bagian tengah sampai ±0, 5 mm dari tepi daun. Tekstur daun seperti kertas.
b) Batang
Rhizome yang pendek ditutupi oleh sisik (berwarna coklat) yang halus dan
lebat.
c) Akar
Paku epifit dengan akar rimpang kokoh, tegak, bagian ujung mendukung daun-
daun yang tersusun roset, di bagian bawahnya terdapat kumpulan akar yang besar
dan rambut berwarna coklat, bagian ujung ditutupi sisik-sisik sepanjang sampai 2
cm, berwarna coklat hitam.
d) Sorus/sori
Sorus terletak di permukaan bawah daun, tersusun mengikuti venasi atau tulang
daun, bentuk garis, warna coklat tua. Sori sempit, terdapat di atas tiap urat daun dan
cabang-cabangnya mulai dari dekat bagian tengah daun sampai bagian tepi, hanya
sampai bagian tengah lebar daun. dengan sori tertutup semacam kantung memanjang
(biasa pada Aspleniaceae). Sorus berbentuk garis, tersusun rapat di permukaan
bawah daun fertil dekat ibu tulang daun, berwarna coklat. Spora terletak di sisi
bawah helai, pada urat-urat daun, entalnya dapat mencapai panjang 150cm dan lebar
20cm, menyerupai daun pisang. Ental-ental yang mengering akan membentuk
semacam “sarang” yang menumpang pada cabang-cabang pohon. “Sarang” ini
bersifat menyimpan air dan dapat ditumbuhi tumbuhan epifit lainnya.
D. Siklus Hidup
Paku Sarang Burung atau nama saintifiknya Asplenium nidus adalah spesies
epifit yang biasanya ditemui di kawasan tanah pamah, kawasan pergunungan dan
kawasan hutan sekunder. Bahagian tengah spesies ini mampu mengumpul daun-daun
kering daripada pokok sokongan melalui struktur berbentuk bakul dan
mereputkannya untuk mendapatkan nutrien dan bahagian ini juga menyerap air hujan
dan menyimpannya sehingga hujan yang seterusnya. Daun-daun terbentuk dari
tengah pokok dan kemudian bersusun-susun membentuk roset yang diselaputi sisik
berwarna coklat tua di pangkalnya. Akar tumbuh di sepanjang batang pendek untuk
mengukuhkan struktur Paku Sarang Burung ini.
Paku sarang burung merupakan jenis tumbuhan paku populer sebagai tanaman
hias halaman. Orang Sunda menyebutnya kadaka, sementara dalam bahasa Jawa
dikenal dengan kedakah. Penyebaran alaminya adalah di sabuk tropis Dunia Lama
(Afrika Timur, India tropis, Indocina, Malesia, hingga pulau-pulau di Samudera
Pasifik.
Paku ini mudah dikenal karena tajuknya yang besar, entalnya dapat mencapai
panjang 150cm dan lebar 20cm, menyerupai daun pisang. Peruratan daun menyirip
tunggal. Warna helai daun hijau cerah, dan menguning bila terkena cahaya matahari
langsung. Spora terletak di sisi bawah helai, pada urat-urat daun, dengan sori tertutup
semacam kantung memanjang (biasa pada Aspleniaceae). Ental-ental yang
mengering akan membentuk semacam “sarang” yang menumpang pada cabang-
cabang pohon. “Sarang” ini bersifat menyimpan air dan dapat ditumbuhi tumbuhan
epifit lainnya.
Paku ini kebanyakan epifit, namun sebetulnya dapat tumbuh di mana saja
asalkan terdapat bahan organik yang menyediakan hara. Karena merupakan
tumbuhan bawah tajuk, ia menyukai naungan.
Di daerah Pasundan paku ini dikenal dengan nama kadaka. Orang Jawa
menyebutnya simbar merah, di Kalimantan disebut lokot dan di Maluku disebut tato
hukung. Di ujung Pandang oleh orang Bugis menyebut bunga minta doa. Umumnya
masyarakat menyebut paku sarang burungPakis Sarang burung berasal dari Malaya,
kini tersebar luas di seluruh daerah tropika. Dapat tumbuh dari dataran rendah
sampai ketinggian 2.500 m dpl. Orang bugis mempercayai bila tanaman ini tumbuh
subur bertanda kehidupan dalam keluarga rukun dan makmur begitu pula sebaliknya
bila merana mendapat kesulitan (Sastrapraja, dkk. 1979). Asplenium nidus L. di Bali
sering digunakan sebagai tanaman hias untuk menata taman, merangkai bunga dan
akarnya dicincang alus dapat digunakan untuk media mencangkok tanaman (Darma,
2006). Di Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti Asplenium nidus. L tumbuh pada
pohon-pohon yang besar terutama pada pohon di tepi sungai
E. Manfaat
Manfaat Obat penyubur rambut (Boon, 1999), demam, sakit kepala (Departemen
Kehutanan dan Perkebunan, 2000), kontrasepsi, gigitan atau sengatan hewan berbisa
(Baltrushes, 2006). Daunnya ditumbuk dan dicampur dengan parutan kelapa
kemudian dioleskan pada rambut (Boon, 1999). Anti radang dan pelancar peredaran
darah.
F. Khasiat dan pemanfaatan
1) Obat bengkak; daun paku sarang burung segar sebanyak segar sebanyak 15 gram,
dicuci, ditumbuk halus dan ditambah sedikit anggur kemudian diborehkan ke bagian
yang sakit.
2) Obat luka memar: daun paku sarang burung segar sebanyak 15 gram, dicuci dan
direbus dengan 200 nil air sanipai mendidih selama 15 menit, dinginkan dan saring.
Hasil saringan diminum sekaligus dan lakukan pengobatan sebanyak 2 kali sehari,
pagi dan sore.
G.Kandungan kimia